scb

33
Penderita dengan Gejala Scabies Pendahuluan Sinonim atau nama lain scabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya. 1 Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama) 1-2 . Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. 3 Anamnesis 2 Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain: 1. Biodata 1

Upload: sherzalattha-kuchikielf

Post on 21-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Enjoy

TRANSCRIPT

Penderita dengan Gejala Scabies

Pendahuluan

Sinonim atau nama lain scabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal

agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya.1

Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah,

semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah

yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan

perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung (skin-to-skin)

maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama)1-2.

Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi

dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi

dan kadang-kadang vesikel. Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang

seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat

terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang

hangat.3

Anamnesis2

Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain:

1. Biodata

Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit skabies bisa menyerang

semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini,

tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat

penduduknya seperti asrama dan penjara.

2. Keluhan Utama

Keluhan yang secara umum, meliputi gatal, bercak, gatal, bersisik, baal dan

terjadi sejak kapan. Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada

kulit.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

1

Biasanya meliputi gatalnya berlokasi dimana, sejak kapan, gatalnya bertambah

bila berkeringat atau tidak, durasi gatalnya bagaimana, perih atau tidak, bersisik

halus/kasar, bercaknya gatal atau tidak, meluas atau tidak, gejala lain yang timbul

bersama dengan lesi kulit, dan riwayat penyakit yang berhubungan, riwayat

pemakaian obat-obat. Dalam kasus, penderita mengeluh gatal terutama malam hari

dan timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak,

areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal,

biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi tambahan

akibat garukan.

4. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan adakah alergi atau tidak, diabetes mellitus, dll.Tidak ada penyakit

lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung

dengan penderita.

5. Riwayat penyakit keluarga

Pada penyakit scabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga

atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.

6. Psikososial

Penderita scabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi

yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang

terkena lesi pada saat interaksi sosial.

7. Pola kehidupan sehari-hari

Menyangkut tempat tinggal, kebiasaan mandi dan ganti celana atau pakaian.

Dalam kasus, penyakit scabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang

(kebiasaan mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesis,

perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita maupun keluarga.

Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi dan

bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan

menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial

Pemeriksaan Fisik2

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:

Dimulai dari tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah dan pernapasan).

2

Lakukan pemeriksaan kulit; warna kulit, suhu kulit, kelembaban, tekstur, lesi kulit

(efluoresensi, warna, ukuran, batas, lokalisasi, dan penyebaran).

Lakukan pemerikasaan lesi kulit sesuai dengan kasus, dengan loup, bulu peraba dan

paku tajam tumpul, tes perabaan, tes rasa nyeri (tajam dan tumpul), tes suhu (dingin,

panas), tes potlot Gunawan.

Lakukan pemeriksaan kuku meliputi, warna, bersih atau kotor, terawat atau tidak,

panjang atau pendek, permukaan (halus, kasar, lekukan), lempeng kuku (kuat, mudah

patah), tanda radang, dasar kuku (kuat, terangkat, mudah berdarah, bintik, nyeri, tanpa

radang), memeriksa bentuk jari, (normal, kurus/seperti laba-laba).

Jika scabies maka dalam pemeriksaan akan ditemukan:

1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk

benang.

2. Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder yang

disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem.

3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.

Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela jari

tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola

mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada

bayi dapat menyerang telapak tngan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan

pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.3

Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai ekskoriasi.

Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentikuler. Lesi yang khas adalah terowongan

(kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1

cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur

Sarcoptes scabiei.3

Pemeriksaan Penunjang3

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan

mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

1. Kerokan kulit.

3

Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih

utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap

papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas

penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau,

telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada

bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif.

2. Mengambil tungau dengan jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu

digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat

keluar

3. Epidermal shave biopsy

Mencari terowongan atau papul yang dicurigai misalnya pada sela jari antara

ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel

yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial

sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian

diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah

mikroskop.

4. Tes tinta Burrow

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan

alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-

belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat dikerjakan pada

bayi/anak dan pasien nonkooperatif.

5. Kuretasi terowongan

Kuretasi superfisial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu

kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini

dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

Differential Diagnosis

A. Dermatitis Kontak

4

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansia yang

menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan

merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung

tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang

yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.3

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,

ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit

diketahui. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang banyak bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu. Faktor yang

dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi

menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan

kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI,

misalnya perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas,

usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan

dari kulit putih), jenia kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang

pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya

denatitis atopik.3

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,

menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kelainan kulit yang

terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang

iritan lemah memberi gejala kronis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih

cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.

Sebaliknya DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang lebih

luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Diperlukan uji

tempel dengan bahan yang dicurigai. Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah upaya

menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta

menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak

dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.3

5

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya

mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Jumlah DKA dan DKI

makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan

kimia yang dipakai oleh masyarakat. Penyebab DKA adalah bahan kimia sedehana dengan

berat molekul umumnya randah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,

disebut hapten, beersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga

mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada

DKA adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell mediated immune

respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi

melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Penderita umumnya mengeluh gatal.

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Berbagai lokasi

terjadinya DKA antara lain tangan, lengan, wajah, telinga, leher, badan, genitalia, paha dan

tungkai bawah, dan dermatitis kontak sistemik. Kelainan kulit DKA sering tidak

menunjukkan gambaran morfolgik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis

seboroik, atau psoriasis. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan

untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi. Hal yang perlu

diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak

kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul. Prognosis DKA

umumnya baik, sejauh kontak dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis

bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen, atau terpajan oleh alergen yang

tidak mungkin dihindari.3

B. Tinea Manus

Tinea manus merupakan penyakit kulit infeksi dermatofita pada tangan, yaitu jamur

T.mentagrophytes dan T.Rubrum. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik pria dan

wanita. Keadaan panas dan lembab mempermudah jamur masuk ke kulit. Selain itu,

kebersihan yang kurang, keadan basah, dan lingkungan rawa yang selalu basah juga dapat

mempermudah terjangkitnya penyakit ini. Gejala penyakit ini dapat berupa munculnya

gelembung-gelembung berisi cairan atau kulit menjadi bersisik dengan ruam kulit berwarna

merah.selain itu, penyakit kulit ini disertai dengan rasa gatal. Penyakit kulit ini biasanya

menyerang daerah pergelangan tangan sampai ujung jari. Pengobatan penyakit ini dapat

dilakukan dengan memberikan berbagai jenis obat. Misalnya preparat haloprogin atau tonaftat

dalam bentuk krim maupun larutan. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga

6

kebersihan lingkungan dan tubuh terutama kulit. Mandi secara teratur menggunakan sabun

antiseptik.Selain itu, jaga tubuh agar selalu kering karena keadaan basah akan mempermudah

infeksi jamur.3

Working diagnosis

Definisi Scabies

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

Sarcoptes scabei var, hominis dan produknya.1

Sinonim

The itch, gudik, budukan, gatal agogo.1

Epidemiologi

Ada dugaan bahawa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Banyak faktor yang

menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene

yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan

perkembangan dermografik, kepadatani, promiskuitas seksual dan ras serta ekologik. Penyakit

ini dapat dimasukkan dalam PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual).4Penyakit ini terjadi

pada hampir semua negara dengan prevalensi 6-27 %. Usia tertinggi 5-16 tahun

Cara penularan4

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama,

dan hubungan seksual.

2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-

lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-

kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang

dapat menulari manusia. Terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan

misalnya anjing.

Etiologi

7

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang

termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes.

Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan

penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki.5

Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga

tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau

melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis (Mitolin et al, 2008).

Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm, dan jantan dewasa

lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan

ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung

terdapat bulu dan dentikel.5

Gambar 1. Sarcoptes scabies

Sumber:http:// www.animalhealth.bayer.com

Tungau scabies memiliki empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua

pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian

ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut

(Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan

peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki keempat.5

8

Gambar 2. Tungau jantan dan betina

Sumber :http:// www.entomology.ucr.edu

Gambar 3. Telur Sarcptes scabiei

Sumber :http:// www.biolib.cz

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan

menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu

9

terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana

individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus

immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi

untuk menderita Norwegian scabies.5

Patogenesa Scabies

Gambar 4. Siklus Hidup Skabies

Sumber: http:// www.stanford.edu

Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kutu

Sarcoptes scabei. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi

yang rendah, higiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku

yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Penyakit scabies dapat

ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah

kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan

pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara

penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies

dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama.6

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di

atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang

10

digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam

stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2

atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini

dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan

menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,

tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2

bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur

sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.6

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan

terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa

yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur,

sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar

pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang

tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh

kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.6

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi

kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang

terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan

waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis

dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul

erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat

lebih luas dari lokasi tungau. Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya

memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap tim bulnya

gatal. Sarcoptes scabiei melepaskan substansi sebagai respon hubungan antara tungau

dengan keratinosit dan sel-sel langerhans ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit.6

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV

dan tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel

mast yang peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan

memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi

papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel

limfosit T yang banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis

11

tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa

papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat

timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder.6

Manifestasi Klinis1

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat

bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan

subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada

infestasi skabies, yaitu:

Pruritus Nokturna

Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus

akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal

yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini

disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.

Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.

Sekelompok orang

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga

biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang

padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok

mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit

sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi

individu lain.

Adanya terowongan

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan

telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai

bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. Lesi yang

timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di daerah

sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar,

skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi

polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

12

Gambar 5. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae.

Sumber: http:// www.clevelandclinicmeded.com

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen

tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang,

berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung

terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di

dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan

tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena

aktivitas menggaruk pasien yang hebat.

13

Gambar 6. Tempat-tempat predileksi skabies

Sumber: http:// dokteranakku.net

Menemukan Sarcoptes scabiei

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita

dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal

yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan

karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat

variatif dan tidak spesifik. Pada kasus scabies yang klasik, jumlah tungau sedikit

sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat

tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering

terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.4

Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,

meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang

dapat berakibat gagalnya pengobatan. Bentuk-bentuk skabies antara lain:

Skabies pada orang bersih4

Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat

sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun bentuk ini seringkali salah

diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan tungau.

14

Gambar 7. Skabies pada orang bersih (tangan) (scabies of cultivated)

Sumber: http:// www.pharmacy-and-drugs.com

Bentuk-bentuk skabies5

Skabies nodular

Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20

mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia,

inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap

selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti

skabies.

Gambar 8. Skabies Nodular pada vagina

Sumber:http:// quizlet.com

Scabies incognito

Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda

pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Sehingga penderita dapat

memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan

gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat

kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan

respon imun seluler.

15

Gambar 9. Skabies incognito (kaki) dengan krusta pengobatan imunosupresan.

Sumber : http:// www.dermquest.com

Scabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya

berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak

pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan

hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek

dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena

varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

Scabies Norwegia (Skabies berkrusta)

Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah

yang banyak dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat

menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan. Kadar IgE yang tinggi, eosinofil

perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan

menjadi karakteristik penyakit ini. Plak hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan

plantar dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan tangan. Lesi tersebut menyebar

secara generalisata seperti daerah leher dan kulit kepala, telinga, bokong, siku, dan lutut. Kulit

yang lain biasanya terlihat xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan

pada bentuk penyakit ini.

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik

misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang

menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.

Scabies pada bayi dan anak

Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala

16

sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh

tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi

sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi

terdapat di wajah. Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan

daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah

eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak

tangan dan jari.

Gambar 10. Scabies pada anak.

Sumber: http:// www.rainbowpediatrics.net

Pemeriksaan Penunjang3,6

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering

datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya

diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara

yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

Kerokan kulit

Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10%

lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat

atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup

dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.

Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam

terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian

17

dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat

kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.

Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)

Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan

tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah

tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap

dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan

positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.

Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara

mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian

dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan

berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di

atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah

mikroskop.

Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Uji tetrasiklin

Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah

dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut

akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan

cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:

Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak

dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.

Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral

agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan

hidup dan utuh.

18

Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.

Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus

dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya

menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita

yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.

Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau karena

garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang

paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya

pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda

inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul

muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi

sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya

mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat

pyodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada scabies

Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced

pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.

Penatalaksanaan7

Medika Mentosa

Jenis obat topical

1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau

krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya

tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori

pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur

kurang dari 2 tahun. Dianjurkan pemberiannya kepada wanita hamil,bayi,anak sebagai

pengganti Gamma benzen heksakhlorida diberikan selama sedikitnya 3 - 4 hari berturut-

turut.

19

2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap

malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-

kadang makin gatal setelah dipakai.

3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau

lotio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan,

dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan

wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali,

kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. Obat dioleskan pada kulit

mulai dari leher sampai jari kaki,pada malam hari.Setelah kira-kira 8 jam badan

dibersihkan,ganti pakaian bersih.

4. Krotamiton 10% dalam krim atau lotio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua

efek sebagai antiscabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.

Dipakai pada waktu malam dan diulang malam berikutnya sampai total 48 jam sebelum

dicuci.

5. Permetrin dengan kadar 5 % dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan,

efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum

sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan.

6. Emulsi Benzil benzoat 25%.

7. Krim/suspensi Tiabendazol 5-10%.

Jenis obat oral

Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang

secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis

yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan

aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan

pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .

20

A. Non Medika Mentosa7

Terapi skabies sebagai berikut:

Umum:

Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Menghindari orang-orang yang terkena.

Mencuci atau menjemur alat-alat tidur.

Jangan memakai pakaian atau handuk bersama-sama.

Edukasi7

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang

kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi

pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang

mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi

asimptomatik.

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan

pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan

udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain

pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).

Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam

hari sebelum tidur.

Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila

perlu direndam dengan air panas.

Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu

walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.

Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama

dan ikut menjaga kebersihan.

21

Prognosis7

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan

dan menghilangkan faktor predisposisi (higiene,dll), maka penyakit ini dapat diberantas dan

memberikan prognosis baik. Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa

tahun. Individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu

infestasi scabies dapat disembuhkan.Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati

dengan benar, memiliki prognosis yang baik

Kesimpulan

Hipotesis diterima, pasien tersebut menderita scabies yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var. Gejala klinisnya pruritus nokturna, menyerang

kelompok, ada terdapat terowongan (kunikulus) dan juga menemukan tungau. Untuk

penatalaksanaannya bisa dengan farmakologi dengan memberikan belerang endap, emulsi

benzil-benzoas, gama benzena heksa klorida, krotamiton, dan permetin. Bisa juga dengan

memberikan edukasi, mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam

periode inkubasi asimptomatik.

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan

pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan

udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain

pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).

Daftar Pustaka

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.

Jakarta: FKUI; 2005. h.122-5.

2. Burnside, Mc Glynn.Diagnosis Fisik.Ed.17.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran Jakarta

EGC;2006.h.88-96.

3. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.

22

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. 191-10.

4. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.

Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

5. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47.

6. Natadisatra D. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.296-9.

7. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.

September :17;331(7517)/619-22.

23