review peraturan penggunaan lahan dan pendirian bangunan
TRANSCRIPT
REVIEW PERATURAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENDIRIAN
BANGUNAN
BERDASARKAN SERTIFIKAT TANAH DAN SURAT IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN
Di susun oleh :
Imam Wahyudi
L2D009025
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2011
0
REVIEW PERATURAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENDIRIAN
BANGUNAN
BERDASARKAN SERTIFIKAT TANAH DAN SURAT IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN
UUPA atau Undang - Undang Pokok Agraria merupakan undang - undang
yang mengatur dasar-dasar pokok agraria. undang - undang ini diciptakan pada
tahun 1960. Tujuan utama diberlakukannya UUPA ini adalah memberi kepastian
hukum mengenai hak - hak atas tanah yang dapat diperoleh melalui prosedur
pendaftaran tanah atau pensertipikatan tanah.
Peraturan pemerintah dengan Nomor 24 tahun 2007 merupakan salah satu
peraturan implementasi dari adanya UUPA. dengan peraturan ini kepastian
hukum atas hak-hak kepemilikan tanah dan kepastian akan subyek tanah akan
jelas. sebagai contoh yaitu letak bidang tanah yang pada suatu koordinat
geografi dapat diakui oleh pemegang hak atas tanah yang telah tercantum dalam
buku pendaftaran tanah. buku pendaftaran tanah ini yang disebut sebagai
sertipikat tanah. Pendaftaran tanah kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN)
merupakan salah cara untuk mendapatkan sertipikat tanah ini. Pendaftaran tanah
(PP no 24/2007 pasal 1) adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak - hak
tertentu yang membebaninya. Penyelenggaraan pendaftaran tanah ini
sepenuhnya diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA meliputi :
a) Pengukuran, penetapan, dan pembukuan tanah
b) Pendaftaran hak - hak atas tanah dan pearalihan hak - hak tersebut
c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
1
Pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap pemegang hak atas tanah yang bersangkutan secara terus menerus agar
mendapatkan sertipikat tanda bukti tanah yang kuat. Hal ini bertujuan agar orang
atau suatu badan hukum dapat membuktikan bahwa mereka yang berhak atas
tanah itu dan mendapat kepastian hukum.
Sistem pendaftaran tanah di Indonesia ini terbagi atas dua sistem yaitu
sistem pendaftaran akta dan sistem pendaftaran hak. Untuk sistem pendaftaran
ranah dilakukan oleh Penjabat Pendaftaran Tanah (PPT). Sistem pendaftaran akta
ini memiliki kekurangan dimana apabila hukum yang tertulis dalam akta tersebut
mengalami cacat hukum maka akan berpengaruh terhadap ketidaksahan akta
yang dibuat berikutnya. Un tuk itu maka diciptakan sistem pendaftaran hak. Akta
pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang
diberikan dalam buku tanah. Sebagai tanda bukti hak, maka diterbitkan sertipikat
yang merupakan salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu
dalam sampul dokumen.
Untuk kondisi saat ini banyak terjadi penggandaan atau tumpang tindih
sertipikat tanah. Seripikat ganda ini biasanya terjadi di wilayah yang masih
kosong, belum dibangun dan biasanya berlokasi di perbatasan kota dimana lokasi
tersebut belum ada peta pendaftaran tanah. Secara garis besar sertipikat ganda
ini terjadi ketika pada waktu dilakukan pengukuran ataupun penelitian di
lapangan, pemohon atas kepemilikan menunjukan letak tanah dan batas yang
salah baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal ini yang menjadi salah satu
kelemahan dari sistem sertipikasi tanah. Untuk mencengah adanya penggandaan
tanah biasanya melalui program Pengadaan Peta Pendaftaran Tanah yang
dilakukan BPN. Namun program ini juga masih terkendala oleh dana dan waktu.
Review Kondisi Pendirian Bangunan pada Suatu Lahan
2
Kawasan permukiman di atas berada di Kabupaten Tangerang. Dalam
review kondisi pendirian bangunan ini akan diambil salah satu rumah di kawasan
tersebut dengan alamat spesifik Kp Melayu Barat RT 02/04, Kecamatan
Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Kawasan permukiman ini merupakan kawasan
permukiman sedang seperti yang diuraikan dalam RTRW Kabupaten Tangerang
bahwa Kecamatan Teluknaga memiliki fungsi utama sebagai kawasan
permukiman. Secara status perkotaan, kawasan ini merupakan kawasan
perdesaan yang masih masih terdapat banyak sawah dan tidak berada pada jalan
utama dan tidak dilewati angkutan kota. Kondisi prasarana seperti jaringan listrik,
air, telepon sudah cukup baik, namun kekurangan terletak pada kondisi drainase
dan persampahan yang masih kurang. Berdasarkan NJOP harga lahan ini sebesar
Rp 128.000,-
Lahan ini merupakan milik paman yang berada di daerah pedesaan dengan
luas tanah sebesar 116m2, tujuan mereview lahan ini, untuk mengetahui
bagaimana sistem pendaftaran tanah pada daerah pedesaan dan mengukur
seberapa besar kesadaran masyarakat pedesaan dalam kepemilikan tanah. Pada
lahan ini dibangun sebuah rumah seluas 80m2. Jika didasarkan pada teori 70%
bangunan dan 30% lahan hijau, maka pendirian bangunan ini tidak melanggar
aturan yang ada dengan maksimal bangunan sebesar 81,2m2. Namun pada
kondisi eksisting, seluruh lahan yang ada diberi perkerasan dan tidak ada daerah
hijau sebagai penyerapan air hujan. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan umum
dalam pendirian bangunan.
Berdasarkan akta jual beli tanah ini no 318/kec.tlg/1998, diketahui bahwa
tanah ini memiliki status sebagai bekas hak milik adat. Dengan demikian tanah
dahulunya merupakan tanah adat/masyarakat yang beralih fungsi sebagai
kepemilikan individual. Alih fungsi kepemilikan ini bisa terjadi ketika terjadi
3
4m
2mLuas bangunan81,2m2
Luas RTH 34,8 m2
4m
1mLuas bangunan80 m2
Luas lahan terbuka 36 m2
Perkerasan semen
Kondisi seharusnyaKondisi eksisting
kesepakatan antara masyarakat dengan individu yang bersangkutan dengan
dasar hukum yang jelas. Berdasarkan surat keterangan no. 32/DS-KMT/1998
dijelaskan pula bahwa tanah ini merupakan tanah pertanian/perumahan. Dari
penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa tanah ini masuk ke dalam kawasan
budidaya yang bisa digunakan sebagai pertanian atau sebagai perumahan.
Tanah ini memiliki batas yang tertulis yang sama pada sertipikat dan akta
jual beli, dimana pada lahan ini bagian utara, selatan, timur berbatasan langsung
dengan lahan milik orang lain dan batas sebelah kanan berbatasan langsung
dengan jalan dengan lebar 4meter. Dengan mengetahui lebar jalan maka dapat
diketahui GSB (garis sepadan bangunan) dimana GSB ini lebar dari as jalan atau
setengah dari lebar jalan seluruhnya. Dengan kata lain GSB pada bangunan di
lahan ini sekitar 2meter. Pada kondisi eksisting GSB yang ada ini hanya sekitar 1
meter saja, dimana muka bangunan dekat sekali dengan jalan. Hal ini tidak
memenuhi syarat yang ada.
Untuk ketinggian bangunan maksimal, wilayah ini diperhatikan oleh jalur
pesawat terbang karena lokasi bandara yang berada di Tangerang juga.
Berdasarkan jalur pesawat terbang, lahan ini masuk ke dalam masuk ke dalam
daerah keliling 2, dimana kawasan ini berada sekitar 13km-an dari bandara dan
4
tidak berada pada jalur landas pesawat. Dengan kata lain tinggi maksimal dari
bangunan yang ada sekitar 151,5 m. Sedangkan pada kondisi eksisting bangunan
rumah ini hanya satu lantai sekitar 6,5 meter. Dengan demikian maka bangunan
rumah pada lahan ini memenuhi kriteria.
Kekurangan yang ada pada lahan ini bahwa si pemilik lahan (paman) tidak
memiliki IMB atau izin mendirikan bangunan. dari hasil wawancara paman
dengan tetangga terdekat yang ada disekitar rumahnya, keseluruhan menjawab
tidak memiliki IMB. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa penerapan kepemilikan
IMB masih kurang dalam masyarakat. Padahal IMB ini sangat penting sebagai
persyaratan legalitas pemilik bangunan sebelum membangun rumahnya,
ibaratnya seperti pengemudi yang memerlukan Surat Ijin Mengemudi (SIM)
sebelum menaiki sepeda motornya. Dengan kata lain banyak bangunan ilegal
yang ada. banyak warga yang berasalan dalam kepemilikan IMB ini tidak penting,
yang penting adalah kepemilikan sertifikat tanah. Pola pikir masyarakat yang
salah ini menurut saya wajar, karena dari pihak birokrasi sendiri yang tidak ada
penyuluhan dan informasi yang lebih khususnya di masyarakat pedesaan ini.
padahal ketidakpemilikian surat IMB ketika membangun rumah akan berdampak
buruk pada si pemilik sendiri dimana sanksi PERDA menanti dengan dendanya
berkisar Rp. 750.000 s/d 3.500.000,- banyak juga yang beralasan bahwa
kepemilikan rumah sudah ada sejak dahulu sehingga untuk membangun rumah,
langsung membangun tanpa ada persetujuan dulu dari birokrasi setempat.
Dari beberapa paparan di atas bahwa kepemilikan lahan atau tanah dapat
dibuktikan dengan sertipikat tanah dan kepemilikan bangunan dapat dibuktikan
dengan IMB. Untuk kepemilikan lahan sebagian besar masyarakat telah memiliki,
sedangkan untuk kepemilikan IMB banyak masyarakat yang tidak memiliki.
Padahal didalam IMB tersebut tercantum ketentuan dalam pendirian bangunan
seperti aturan jarak bangunan ke poros jalan, Garis sepadan bangunan,
ketinggian bangunan, pager bangunan, dan lainnya. Untuk suatu lahan yang
memiliki sertipikat tanah tetapi tidak memiliki IMB seperti rumah paman saya
yang berada di Kabupaten Tangerang, ketentuan peraturan diambil dari kondisi
eksisting bangunan dibandingkan kondisi seharusnya. Untuk lebih jelasnya dapat
terlihat pada tabel berikut :
Kepemilikan Sertipikat ada
5
tanah
Kepemilikan akta jual
beli
ada
Kepemilikan IMB Tidak ada
Status lahan Bekas hak tanah adat
Luas tanah 116m2
Luas Bangunan 802
Garis sepadan
bangunan
Tidak memenuhi syarat
Koefisien Dasar
Bangunan
70% bangunan 30%
ruang terbuka namun
diberi perkerasan (tidak
sesuai aturan)
Ketinggian bangunan Sesuai peraturan (1
lantai)
Harga lahan Rp.128.000,-
6