resumebab i perception of ancient scientist
DESCRIPTION
misconception book "barke"TRANSCRIPT
Perception of Ancient Scientist
Resume
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Problematika Pendidikan Kimia
yang Dibina oleh Dr. I Wayan Dasna, M.Si, M.Ed
Oleh
Nanda Elok Mayangsari 120331540705
Ferly Rominalisa 120331540712
Donna Novita Sari 120331540728
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN KIMIA
Desember 2013
Chapter 1
Perception of Ancient Scientist
Pada dasarnya, ilmuwan kuno juga mengalami hal-hal yang dialami oleh
para siswa saat ini, yaitu menghadapi suatu problem dan kebingungan dalam
mempelajari suatu pengetahuan baru. Didalam menemukan sebuah konsep, terjadi
suatu proses panjang yang dialami para ilmuwan kuno yang dalam proses tersebut
ditemui beberapa konsep yang masih belum sempurna seperti apa yang kita kenal
saat ini. Namun, konsep-konsep tersebut merupakan cikal bakal dari konsep yang
kita kenal dan merupakan suatu pengetahuan yang bermanfaat bagi kita saat ini.
Beberapa konsep dari para ilmuwan kuno yang dapat dikatakan menjadi akar dari
pengetahuan yang ada saat ini antara lain:
1. Teori “Materi Dasar” oleh filsuf Yunani
2. Perubahan konsep dari Alchemist
3. Teori Plogiston
4. Sejarah teori Asam Basa
5. “Horor Vacui” dan konsep partikel
6. Atom dan struktur materi
Salah satu yang dapat dipertimbangkan dalam pembelajaran adalah dengan
mempelajari sejarah suatu konsep beserta perubahannya hingga tercapai konsep
baru seperti yang kita kenal saat ini. Dalam perubahan suatu konsep, terdapat
sebuah kesimpulan bahwa terjadi keslahpahaman atau miskonsepsi yang dialami
oleh para ilmuwan kuno sehingga konsep yang mereka percaya saat itu sudah
tidak lagi relevan dengan kenyataan yang ada. dari proses inilah siswa dapat
mengetahui jika kebingungan serta masalah yang mereka alami dalam
menemukan suatu konsep juga dialami oleh ilmuwan kuno. Jika siswa dapat
menemukan miskonsepsi yang dialami oleh para ilmuwan kuno, maka
memungkinkan pula siswa dapat menemukan miskonsepsi pada diri siswa itu
sendiri. Matuscheck and Jansen: “Siswa menemukan kesulitan yang dihadapi oleh
ilmuwan kuno, siswa menggunakan penjelasan yang sama dan mendapat
pembelajaran dari ilmuwan kuno, serta dibimbing oleh guru untuk menggunakan
pemikiran ilmuwan modern”.
1. Teori Materi Dasar
Pertanyaan dasar dari para filsuf Yunani kuno dalam mempelajari materi
dasar antara lain: “dunia diciptakan dari apa?, Apakah materi dasar “Basic of
Matter”, materi atau substansi?”. Filsuf Yunani kuno mempercayai bahwa materi
dasar adalah abadi, tidak ada sesuatu yang diciptakan dari yang tidak ada dan
tidak ada yang dapat menghilang dari yang tidak ada, sehingga dapat disimpulkan
jika materi dasar dapat berubah. Dari kepercayaan ini, perhatian para filsuf kuno
berada pada hal-hal berikut:
- Bahan bumi (Bumi tercipta dari apa?)
- Materi tidak diciptakan dan tidak dapat dihilangkan
- Kemampuan dari perubahan materi dengan tetap mempertahankan
substansi dasar
Para filsuf Yunani Kuno sebelum Aristoteles berpendapat bahwa sesuatu
hal “materi” akan membawa sifatnya masing-masing. Dari anggapan tersebut,
Aristoteles mengungkapkan sebuah teori tentang perkembangan dan perubahan,
penciptaan dan perusakkan yang merupakan hal yang tidak ada, yang ada hanya
perubahan atau transisi materi dari satu bentuk ke bentuk yang lain.
2. Perubahan konsep Alchemist
Alchemy berasal dari huruf arab “Al” dan huruf Yunani “Chemy” yang
berarti pengolahan logam. Pemilihan kata Alchemy didasarkan pada usaha
ilmuwan Arab yang berfokus untuk mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar
biasa seperti mengubah logam biasa menjadi emas. Pengubahan logam biasa
menjadi emas melambangkan upaya menuju kesempurnaan tau eksistensi
tertinggi. Para Alchemist mempercayai jika seluruh alam semesta sedang bergerak
menuju keadaan sempurna, seperti emas yang tak pernah rusak dan dianggap
sebagai zat yang paling sempurna.
Para ilmuwan Arab telah banyak menuliskan berbagai prosedur serta
ramuan-ramuan yang dianggap dapat mengubah logam dasar menjadi emas.
“Tinctures” merupakan ramuan yang dipercaya dapat mengubah logam biasa
menjadi emas. Para Alchemy meyakini bahwa logam biasa (timah dan tembaga)
dapat diubah menjadi emas dengan pemanasan dan penambahan air raksa serta
dengan bantuan dari roh (berbau mistis).
Salah seorang ilmuwan bernama Albertus juga meyakini kemungkinan
untuk menciptakan emas, namun ia juga mengetahui jika belum ada Alchemist
yang berhasil untuk mengubah logam biasa menjadi emas. Namun, hingga abad
ke 18 masih belum ditemukan kekurangan bahkan saksi yang memperlemah bukti
dari prosedur yang dilakukan Alchemist. Contoh: koin emas yang dicetak sesuai
dengan prosedur yang dilakukan oleh Alchemist, serta paku yang dibuat dari
setengah besi dan setengahnya lagi besi yang diubah menjadi emas. Dari
keyakinan para Alchemist yang kurang mendasar, sehingga mengundang
tingginya penipu yang mengaku sebagai Alchemist yang telah berhasil mengubah
logam biasa menjadi emas.
Pada akhirnya, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, pembuatan emas
yang diyakini oleh para Alchemist runtuh. Hal ini disebabkan ditemukannya cara
pengubahan air raksa menjadi emas melalui proses elektrolisis yang dilakukan
oleh seorang Professor dari Berlin serta peniliti lain dari Jepang. Percobaan
pembuatan emas melalui metode elektrolisis dikonfirmasi kebenarannya setelah
observasi, yang dilakukan beberapa tahun dan ditemukan sedikit jejak emas pada
elektrode.
3. Teori Phlogiston
Teori phlogiston dikemukakan oleh Stahl, seorang ilmuwan German,
yang menyatakan tentang hukum pembakaran. Experimen Stahl dimulai dari
pembakaran sulfur dan Stahl berasumsi jika asam sulfat yang dihasilkan dari
pembakaran sulfur bertindak sebagai sulfur yang hilang selama proses
pembakaran. Stahl menyatakan jika semua substansi yang dapat terbakar dan
terkalsifikasi mengandung “Phlogiston”. Selama proses pembakaran, substansi
yang dibakar kehilangan “Phlogiston” yang dianggap telah diasimilasi oleh udara
dan ditransfer pada daun tanaman. Dari teori “Phlogiston” yang diungkapkan oleh
Stahl, kemudian muncul konsep oksidasi dan reduksi. Oksidasi dapat diartikan
sebagai sejumlah “Phlogiston” yang hilang, sedangkan reduksi merupakan proses
penerimaan “Phlogiston” oleh “calcified metal” sehingga menghasilkan logam.
Gambar 1. Logam yang dibakar melepaskan “Phlogiston” ke udara dan menghasilkan “Earth” atau Calcified metal (Brill, 1988)
Gambar 2. “Phlogiston” yang dilepaskan oleh kayu bakar (arang) diterima oleh “Earth” atau Calcified metal sehingga menghasilkan metal (Brill, 1988)
Kelemahan dari teori “Phlogiston” adalah, belum mampu untuk
menjelaskan kenaikan masa pada calcified metal, serta asumsi Stahl yang
menyatakan “Phlogiston” sebagai massa negatif. Pemahaman tentang teori
“Phlogiston” dapat lebih baik untuk dipahami jika perubahan dari suatu materi
(perubahan kimia) disertai dengan perubahan energi (perubahan fisika) yang
menyertai. Sehingga jika dipelajari dari aspek kimia dan fisika, “Phlogiston”
dapat dianggap sebagai bentuk energi.
Lavoisier mengklarifikasi sebuah fakta melalui sintesis dan dekomposisi
dari merkuri oksida (HgO). Lavosier menyimpulkan suatu Hukum Kekekalan
Massa dan teori oksidasi. Percobaan yang dilakukan oleh Lavosier untuk
menemukan Hukum Kekekalan Massa adalah, Lavoisier melakukan percobaan
dengan mereaksikan cairan merkuri dengan oksigen dalam suatu ruang pada
wadah tertutup sehingga menghasilkan merkuri oksida berwarna merah, pada saat
merkuri oksida yang telah terbentuk dipanaskan kembali akan terurai menjadi
cairan merkuri dan oksigen dengan jumlah yang sama seperti semula. Hukum
Kekekalan Massa Lavosier menyatakan: massa zat sebelum dan sesudah reaksi
sama. Hukum Kekekalan Massa Lavosier sangat berbeda dari teori “Phlogiston”
yang menyatakan terjadinya perubahan massa sebelum dan setelah pembakaran
akibat hilangnya “Phlogiston” dari suatu substansi.
Logam merkuri (530) + Gas Oksigen (42,4) -----> Calx Merkuri (572,4)
Gambar 3. Penemuan Lavoisier menjelaskan mengapa oksida logam yang terbentuk pada pembakaran logam mempunyai massa yang lebih besar dibandingkan logam awal. Hal ini juga membuktikan bahwa teori phlogiston tidak terbukti kebenarannya.
Lavoisier juga menemukan tentang teori oksidasi yang menyatakan proses
oksidasi merupakan proses bergabungnya oksigen dari udara dengan benda yang
terbakar. Teori oksidasi dari Lavoisier bertentangan dengan teori oksidasi pada
teori “Phlogiston”, yang pada saat itu menganggap proses oksidasi merupakan
proses hilangnya “phlogiston dari benda yang terbakar”. Dengan penemuan yang
dilakukan oleh Lavoisier yang lebih dapat diterima oleh banyak ilmuwan, teori
Phlogiston akhirnya gugur dan penemuan Lavoisier dianggap sebagai awal dari
Kimia Modern.
4. Sejarah Teori Asam Basa
Hampir semua orang sepanjang zaman sudah sangat akrab dengan rasa
yang asam dari sebagian sebagian buah dan sayur. Selain itu, telah diketahui
bahwa rasa yang masam juga dapat berasal dari cuka yang dihasilkan dari
minuman beralkohol yang dibiarkan ditempat terbuka dan terkontak dengan udara
luar. Cuka ini dikenal dan digunakan sejak ribuan tahun yang lalu sebagai bahan
pengawet. Acetum untuk cuka berasal dari bahasa latin (acetum vinum berarti rasa
masam yang berasal dari wine atau peragi asam dari anggur), sedangkan secara
etimolgis atau asal bahasanya, acer =berbau tajam dan acidus = asam, masam.
Dengan demikian asam dalam bahasa bahasa inggrisdan prancis kata l’acide juga
berasal dari turunan yang sama. Banyak usaha telah dilakukan untuk menjelaskan
fenomena rasa yang asam..
Lemery seorang ilmuwan Perancis dari abad ke-17, mencoba dengan cara
yang paling tidak biasa untuk menjelaskan pengaruh asam melalui ide partikel .
Dia berteori bahwa zat ini tak terlihat/ invisible particle . zat yang membuat rasa
asam terdiri dari partikel bergerak runcing/ moving spiky particle yang
menyebabkan rasa asam pada lidah. Lemery belum mampu menjelaskan zat apa
yang membuat rasa asam pada lidah.
Penjelasan tentang asam pada awalnya hanya berupa penjelasan yang
bersifat umum. Sebagai contoh indikator untuk menunjukkan suatu zat bersifat
asam adalah dengan warnanya. Kemudian ada penjelasan mengenai definisi asam-
alkaline sebagai dasar penjelasan bagi struktur material.
Definisi ini bagaimanapun juga selalu didasarkan pada larutan asam atau
basa sebagai zat kimia .Saat ini, penjelasan/definisi yang paling umum digunakan
untuk pemula adalah konsep Broensted-Lowery dan ide transfer proton dari satu
partikel ke partikel yang lain. Namun, definisi ini lebih didasarkan pada fungsi ion
atau molekul sebagai partikel asam - dan bukan pada asam sebagai zat. Sejarah
perkembangan konsep asam basa akan dijelaskan secara singkat dibawah ini :
Boyle. Pada tahun 1663, Robert Boyle menggolongkan semua asam
dengan menggunakan warna tamanan. Boyle ilmuwan pertama yang
membedakan zat asam, basa, dan netral dengan melihat perubahan warna yang
terjadi jika zat-zat tersebut dicampur dengan zat lain. Dia memperkenalkan
penggunaan sari tumbuhan seperti litmus untuk menguji sifat asam. Ilmuwan
modern sekarang masih menggunakan asas ini, yakni dengan memakai zat kimia
lain sebagai indikator asam-basa seperti lakmus. Warna lakmus merah
menunjukkan larutan asam..
Boyle menjadi pencipta/creator kertas indikator yang kita kenal saat ini.
Terlepas dari reaksi warna, ia juga mengamati bahwa larutan asam dapat
melarutkan marmer atau seng.
Lavoisier.. Setelah runtuhnya Teori Phlogiston dan penemuan oksigen.
Lavoisier mempelajari pembakaran karbon, sulfur dan fosfor pada tahun 1777.
Dengan melarutkan dihasilkan oksida non-logam dalam air, ia menemukan bahwa
semua larutan ini menunjukkan efek asam, kesimpulan percobaannya bahwa asam
mengandung unsur oksigen. Unsur itu yang dianggap bertanggung jawab atas
sifat-sifaft asam. Berdasarkan contoh percobaan ini , ia mendefinisikan asam
sebagai zat yang terdiri dari non-logam dan oksigen. Selain itu, ia menemukan
bahwa asam, dikombinasikan dengan basa, menghasilkan apa yang kita kenal
dengan garam. Dengan demikian Lavoisier menjadi pencetus pertama sistem
kombinasi asam dan basa.
Davy . Penemuan unsur klorin oleh Davy pada tahun 1810 , menghasilkan
penemuan senyawa gas , hidrogen klorida ( HCl ) yang jika dilarutkan dalam air
menjadi asam klorida. Davy mengemukakan bahwa asam hidrogen kloridayang ia
temukan tidak mengandung unsur oksigen. Davy kemudian menyimpulkan
bahwa unsur hidrogen merupakan unsur dasar dari setiap asam , dengan kenyataan
bahwa hidrogen klorida pada dasarnya merupakan senyawa yang bebas dari
oksigen. Penemuan Davy ini kemudian membuat definisi asam berubah dan
mengalami perbaikan. Kesimpulan ini juga diperkuat dengan ditemukan pula
hidrogen sulfida (H2S) dan hidrogen sianida (HCN) yang bersifat asam. Sehingga
hidrogen pada akhirnya dikaitkan dengan prinsip asam. Tetapi tidak semua
senyawa yang mengandung hidrogen adalah asam. Seperti hidrokarbon golongan
senyawa yang mengandung hidrogen tetapi tidak bersifat asam, hal inilah yang
belum dapat dijelaskan oleh Davy dan menjadi kelemahan teorinya.
Liebig . berusaha memperbaiki kelemahan teori asam yang dikemukakan
Davy. Melalui analisis dari banyak asam organik dan pengetahuan tentang reaksi
larutan asam dengan logam non - mulia untuk menghasilkan hidrogen , Liebig
dengan praktis menyatakan pada tahun 1838 bahwa: ”Asam adalah zat yang
mengandung hidrogen yang dapat diganti dengan logam”. Misalnya molekul
CH3COOH, mengandung atom H yang berbeda , hanya satu atom H dari
kelompok COOH didefinisikan sebagai '' hidrogen yang dapat diganti dengan
logam. Penemuan baru ini menyebabkan kemajuan besar dalam kimia karena
dilarutkannya larutan asam organik dan asam mineral umum yang memenuhi
definisi tersebut.
Arrhenius . Setelah dilakukan uji konduktivitas listrik pada banyak
larutan , digunakanlah istilah elektrolit untuk menyebutkan larutan yang dapat
mengantarkan arus listrik . larutan asam juga diuji konduktivitasnyadan dapat
mengantarkan lisrtik, oleh karena itu asam juga digolongkan sebagai elektrolit.
Selama percobaan juga dilakukan uji penurunan beku titik beku, ditemukan
bahwa larutan elektrolit menunjukkan pengaruh terhadap penurunan titik beku
yang jauh lebih besar daripada larutan gula dan etanol dengan konsentrasi yang
sama. Arrhenius adalah yang pertama kali menafsirkan hasil pengamatan ini dan
menciptakan teori disosiasi elektrolit dalam air pada tahun 1884 . Dengan cara
ini, partikel terkecil dari larutan asam dapat didefinisikan sebagai ion hidrogen H+
(aq) dan ion sisa asam. Sedangkan basa adalah yang melepaskan partikel terkecil
seperti hidroksida ion OH-(aq) dan ion sisa pasangannya.
Broensted . Setelah memverifikasi struktur atom dan ion dengan model
yang berbeda dari inti dan kulit , ion hidrogen diklasifikasikan sebagai proton
yang tidak bebas dan yang berhubungan dengan molekul air membentuk ion
hidronium H3O+ (aq) . Berdasarkan klasifikasi ini , Broensted dan Lowery secara
terpisah mengembangkan definisi asam-basa mereka sendiri yang berkaitan
dengan proton pada tahun 1923 . Definisi ini terbukti tidak hanya pada larutan
berair dan terus berkembang lebih ke arah partikel ( ion dan molekul ) daripada
zat. Teori Broented Lowery menyetakan bahwa partikel yang menyerah proton
(ion H+) untuk partikel lain adalah asam Broensted / disebut donor proton
sedangkan partikel yang mengambil proton adalah basa atau akseptor proton .
Definisi lain datang berikutnya : konsep Lewis , Pearson dan Usanovich,
tetapi karena konsep-konsep ini lebih jauh lagi dari teori asam basa klasik, maka
konsep mereka jarang digunakan dalam belajar mengajar kimia untuk pemula.
5. “Horror vacui” dan Konsep Partikel
Fakta yang diperoleh dari percobaan dengan pipet dan sifon anggur
memberitahu para filsuf alam kuno seperti Ariestoteles dan Canonicus bahwa
tidak ada daerah bebas atau lainnya yang bebas dari materi di bumi ini , artinya
setelah sebuah zat meninggalkan ruang itu akan segera diganti dengan zat lain ,
yang sebagian besar berupa udara .
Dapat dikatakan bahwa ruang kosong akan “menghisap” zat lain untuk
mengisi ruang koson. Dalam hal ini , Canonicus datang dengan formula terkenal ,
yang menyatakan bahwa “alam menghindari ruang kosong tanpa materi” , alam
menunjukkan horror vacui(takut ruang kosong).
Galileo Galilei mengetahui fenomena horror vacui melalui pembangunan
sumur air. Dia mengamati bahwa tidak mungkin memompa air naik ke permukaan
dari kedalaman lebih dari 10 meter. Pompa yang beroperasi di sumur ini sudah
membuktikan bahwa alam hanya akan mengisi vakum dengan air sampai
ketinggian 30 kaki/10 m.
Berdasarkan fakta ini Galileo Galilei menghubungkan kedalaman ini
sebagai kekuatan maksimal dengan alam yang dapat mencegah kekosongan . Pada
1643, Galilei menciptakan sebuah eksperimen untuk mengukur Resistenza del
vakum atau perlawanan vakum (lihat (a) dalam Gambar 1.1). Orang tidak tahu
apakah percobaan ini dilakukan atau hanya penjelasan diatas kertas.
Gambar 4. Sejarah percobaan untuk membuktikan horror vacui
Alat ini merinspirasi muridnya Torricelli,1647 untuk menggantikan piston
keras yang digunakan Galilei dengan tabung silinder berisi merkuri dan mengalir
seperti piston dalam tabung gelas (lihat (b) dalam Gambar 1.1 ).
Berdasarkan Hasil percobaan Torricelli, menunjukkan bahwa tingkat
tekanan udara normal di 760 mm merkuri. Torricelli mampu menunjukkan adanya
zona bebas bahan (vakum diatas kolom merkuri pada akhir tabung gelas).
Torricelli tidak percaya bahwa Horror vacui dalam arti perspektif 'menghisap'
Aristoteles.
Penjelasan lebih tennatng percobaan Torricelli sebagai berikut: Torricelli
mengisi mengisi sebuah tabung kaca panjang (tertutup di salah satu ujung) dengan
merkuri dan ditangkupkan terbalik ke dalam wadah yang berisi merkuri. Hanya
sebagian tabung kosong (seperti yang ditunjukkanpada gambar 2 dibawah).
Tampak seperti merkuri dikosongkan, dan vakum yang telah dibuat di bagian atas
tabung. Ini, vakum buatan manusia pertama. Hal ini efektif menyangkal teori
'menghisap' Aristoteles dan menegaskan adanya kekosongan di alam. Hasil
percobaan Torricelli menunjukkan bahwa tinggi kolom sebanding dengan 760
mm ketinggian kolom merkuri di permukaan laut dan tekanan udara normal. Alat
ini menjadi berguna untuk mengukur tekanan udara , barometer merkuri pertama
dibangun , dan unit 1mmHg mendapat unit 1 torr - karena ilmuwan terkenal
Torricelli. Secara sederhana percobaan Torricelli digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5. Gambaran sederhanapercobaan Torricelli
Untuk mendukung hasil penemuan ini Pascal mendirikan bukti terakhir dengan
eksperimennya”du vide dans le vide”, vakum dalam vakum (lihat (c) pada
Gambar 1.
Berdasarkanhasil percobaan Torricelli sebelumnya, Guericke, 1650
mengembangkan pompa udara yang efisien dan menunjukkan tekanan udara
melalui eksperimen spektakuler dengan yang kita kenal dengan “Magdeburger
Halbkugeln”: Dia mengambil besar setengah bola logam yang digabung dengan
mepompa hingga hampir seluruhnya bebas dari udara. Delapan kuda di satu sisi
dan delapan di sisi lain, dan bisa memisah dengan mengasilkan suara dan ledakan
yang keras.
Guericke menemukan pompa vakum pertama didunia digunakan untuk
menyanggah Aristoteles bahwa 'alam membenci kekosongan'. Guericke
Experimenta menunjukkan kekuatan tekanan udara dengan percobaan dramatis/
Magdeburger Halbkugeln. Dengan eksperimen Guericke menyangkal hipotesis
horror vacui, alam yang membenci kekosongan, yang selama berabad-abad
dijunjung tinggi oleh filsuf dan ilmuwan sebagai sebuah prinsip alam. Guericke
menunjukkan bahwa zat tidak ditarik oleh vakum, tetapi didorong oleh tekanan
dari lingkungan sekitarnya.
6. Atom dan Struktur Materi
Filosofi Yunani Kuno mengenai materi dikemukakan oleh dua sekolah,
Democritus & Leukipp dan Aristoteles. Democritus & Leukipp mengemukakan
hipotesis Diskontinuitas, yang menyatakan bahwa pembagian/ pemisahan materi
itu terbatas (atom). Hipotesis Diskontinuitas mengemukakan konsep mengenai
partikel dan ruang kosong di sekitarnya. Sedangkan Aristoteles mengemukakan
hipotesis Kontinuitas, yang menyatakan bahwa pembagian/ pemisahan materi tak
terbatas. Pemikiran ini diperkuat oleh ide ketidakmungkinan ada ruang kosong
diantara bagian-bagian terkecil tersebut karena keberadaan “horror vacui”,
sehingga memunculkan rekonstruksi materi berkelanjutan. Banyak yang sepaham
dengan pemikiran Aristoteles, dan hal ini menyebabkan penekanan terhadap
hipotesis Diskontinuitas.
Torricelli menemukan konsep ruang kosong melalui percobaan yang ia
lakukan, yang mampu menggulingkan konsep “horror vacui”. Gassendi
mengembangkan penemuan ini berdasarkan konsep partikel dari pandangan
mikroskopik, serta melakukan studi kembali mengenai pemikiran Democritus
tentang atom dan ruang kosong. Studi yang dilakukan Gassendi inilah yang
meruntuhkan hipotesis Kontinuitas Aristoteles, dan membuat para ilmuwan
mengakui hipotesis Diskontinuitas. Para ilmuwan juga mulai mempertimbangkan
bahwa sebuah materi itu disusun oleh partikel terkecil.
Sebelum Gassendi melakukan studinya, Kepler telah melakukan
pengkajian tentang kristal salju bersisi enam. Menurut Kepler pasti ada alasan
mengapa kepingan salju bersisi enam dan tidak bersisi lima atau bahkan tujuh.
Dia mengasumsikan bahwa uap itu terdiri dari bola-bola uap dan membahas
kondensasi kepingan salju menggunakan berbagai permodelan bola. Kumpulan
bola berukuran sama, jika salah satunya didorong sehingga antar bola bersentuhan
pada bidang horizontal, maka bola-bola tersebut membentuk segitiga (I) ataupun
persegi (II). Bola pada posisi tengah pada model I dikelilingi oleh enam bola
lainnya, sedang pada model II dikelilingi empat bola lainnya. Bentuk segilima
tidak memberika cakupan yang seimbang, sedangkan bentuk segi enam dapat
direduksi menjadi bentuk segitiga.
Kepler juga mengungkapkan mengenai lapisan bola berbentuk segitiga,
dimana set-up bola paling kompak adalah dengan bilangan koordinasi 12. Satu
bola bersentuhan dengan 12 bola lainnya, enam bola pada tingkat yang sama, tiga
di atas, dan tiga di bawah. Dengan mengasumsikan bola sebagai partikel terkecil
air, dalam pembahasan bentuk heksagonal, Kepler mampu menjelaskan bentuk
tetap dan berulang kepingan salju yang segienam. Ia juga menemukan hubungan
antara bentuk luar kristal dan susunan penyusunnya. Kepler mengemukakan ide
pertama mengenai struktur kimia es. Hauy juga melakukan studi mengenai
susunan partikel terkecil, tapi dia tidak menggunakan bola. Ia menganggap bentuk
partikel kecil sama dengan bentuk Kristal yang terlihat. Wollaston kembali
menggunakan bentuk bola. Bentuk bola memiliki gaya tarik dan tolak yang sama
pada semua sisi.
Dalton ilmuwan Inggris melalui hasil observasinya, mampu menambahkan
teori umum partikel yang penting. Dalam karyanya, ia menggabungkan ide
mengenai unsur (elemen) dan konsep atom, menghasilkan tabel pertama massa
atom :
1 . Setiap elemen terdiri dari partikel yang terbatas , atom .
2 . Setiap atom dari satu unsur memiliki ukuran dan massa yang sama.
3 . Unsur terdiri dari beberapa atom yang sama.
4 . Atom tidak dapat diciptakan maupun dihancurkan melalui proses kimia.
Dalton berasumsi bahwa molekul air terdiri dari satu atom H dan satu
atom O. konsep yang masih kurang lengkap ini, membuat tertundanya Tabel
Massa Atom yang benar untuk beberapa waktu. Unsur-unsur Dalton seperti
magnesia dan lime, terbukti sebagai senyawa. Zat-zat organic yang dikemukakan
Dalton pun juga berhasil dianalisis menggunakan teori pembakaran Liebig.
Permasalahan yang tertinggal hanyalah bagaimanaa menyajikan hasil analisis
menggunakan symbol kimia. Oleh karena inilah, Kekule menyelenggarakan
Kongres Karlsruhe , untuk membahas perbedaan antara konsep atom dan molekul.
Konsep pertama mengenai struktur zat yang didefinisikan sebagai atom pada
unsur, serta molekul pada senyawa.
Kekule mengemukakan teori hubungan atom C dengan empat unit
ikatannya dan struktur molekul benzene. Beberapa atom karbon dapat membentuk
rantai yang dihubungkan dengan unit ikatan, bisa tunggal ataupun ganda. Jika
diasumsikan atom C berhubungan dengan atom C lainnya melalui unit ikatan
tunggal, maka didapatkan rantai atom C tertutup dengan enam unit ikatan.
Molekul benzene dengan rumus molekul dan struktur cincinnya, berkembang
secara perlahan-lahan dengan kemunculan Teori Osilasi.
Arrhenius melakukan beragam pengamatan terhadap konduktivitas listrik
dari beberapa larutan garam yang berbeda, dan menguhubungkan hasil
pengamatannya dengan penurunan titik beku serta kenaikan tekanan osmotic bila
dibandingkan dengan larutan biasa yakni, gula atau etanol. Ia mengemukakan
Teori Disosiasi dan ion sebagai partikel terkecil dari larutan garam , asam dan
basa. Awalnya konsep ion ini tidak begitu dimengerti oleh teman-temanya. Teori
ini mengalami perdebatan cukup lama hingga bisa diterima oleh kalangan
ilmuwan lain dan diterima sebagai sebuah ilmu. Difraksi sinar-X membuktikan
bahwa molekul bukanlah partikel terkecil dari kristal garam.