regionalisme- acfta
TRANSCRIPT
REGIONALISME
Haiyyu Darman Moenir, S. Ip, M. Si - Apriwan, S. Sos, M. A, -
Zulkifli Harza, S.Ip, M. Soc, Sc
Outline Seminar Kelompok – Kawasan Asia Tenggara
Fatimah CH – 0810851008Siti Oktovani – 0810852015
Donny Permana – 0810852026Haris – 0810852037
Afrinaldi – 0810852043M. Fajri – 0810852050
Tema : ASEAN – Kawasan Asia Tenggara
Topik : Strategi Indonesia Menghadapi Tantangan ACFTA
Latar Belakang
Ide ACFTA (Asian China Free Trade Area) mulai dicetuskan oleh mantan
Perdana Menteri China Zhu Rongji pada Pertemuan Puncak ASEAN Keenam tahun
2000, dan setelahnya pada 5 November 2002, ASEAN dan China menandatangani
kesepakatan kerja sama Free Trade Area (ACFTA) selama 10 tahun, di Phnom
Penh. Indonesia sendiri telah meratifikasi perjanjian ini pada awal Januari 2010
lalu. Dengan disepakatinya perjanjian ACFTA ini, maka perpindahan barang, jasa,
modal dan tenaga kerja antara ASEAN dan China harus bebas hambatan.
Konsekuensinya adalah bahwa negara – negara anggota yang terlibat diharuskan
untuk membuka pasar domestik secara luas dan membolehkan produk – produk industri
dari negara – negara anggota masuk dan bersaing dengan produk domestik dan tidak
terhambat biaya tarif / bea masuk. Tujuan dari kesepakatan ini adalah untuk
meningkatkan perdagangan yang akan meningkatkan efisiensi dalam produksi dan
konsumsi di wilayah ini, sehingga diharapkan tercapainya kesejahteraan di dua
kawasan.
Perjanjian perdagangan bebas ACFTA (Asean – China Free Trade Area) yang
diratifikasi Indonesia tersebut kemudian menjadi sebuah dilema yang tengah dihadapi
Indonesia. Di Indonesia sendiri, kebijakan pemerintah menyetujui perjanjian ini
menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Mereka yang pro melihat bahwa moment ini
merupakan peluang dan tantangan bagi Indonesia untuk bersaing di tingkat internasional
(kawasan) sehingga mendorong perdagangan / ekonomi yang lebih efisien dan produktif.
ACFTA juga memberikan dampak positif dalam transfer perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Selain itu, adanya peluang munculnya investor asing guna membuka
lapangan usaha baru dan tenaga kerja di Indonesia.
Sedangkan sebagian lagi menolak dengan alasan Indonesia belum benar – benar
siap menghadapi persaingan bebas apalagi dengan hadirnya Cina. Dengan disepakatinya
ACFTA, dikhawatirkan akan menekan industri lokal. Indonesia dirasa belum mampu
bersaing dengan negara lain. Kebijakan menghapuskan bea masuk / tarif produk ke negara
– negara luar, menyebabkan produk luar negeri, khusunya Cina semakin mebanjiri pasar
Indonesia. Melihat Cina merupakan negara dengan tingkat populasi dan wilayah terbesar
di Asia (bahkan dunia), secara ekonomipun tidak dipungkiri merupakan negara yang
diperhitungkan di tingkat Internasional. Mereka mampu memproduksi produknya dalam
jumlah besar dengan harga murah. Kondisi ini kemudian menekan industri mikro, kecil dan
menengah Indonesia yang semakin terpuruk, karena konsumen cendeung memilih produk
Cina.
Tulisan ini membahas lebih lanjut tentang bagaimana sejarah munculnya ACFTA,
bagaimana keterlibatan Indonesia dalam perjanjian tersebut, mulai dari peluang dan
tantangan yang dihadapi Indonesia, serta berbagai strategi yang seharusnya dilakukan
Indonesia, agar tujuan utama ACFTA untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi
masyrarakat di negara – negara anggotanya dapat tercapai.
Permasalahan / Pembahasan
1. Sejarah ACFTA,
- Indonesia - ACFTA
-ACFTA - WTO
2. Peluang dan Tantangan Indonesia dalam ACFTA
3. Strategi Indonesia dalama ACFTA
Penutup
Dalam berbagai permasalah muncul dalam menghadapi tantangan ACFTA ini,
seperti akan sulitnya untuk menembus pasar global (dalam konteks ACFTA), dan
bagaimanapun bentuk respon yang muncul, Indonesia tidak dapat menghindar lagi,
tantangan sudah di depan mata. Dengan diberlakukannya kesepakatan ACFTA, harusnya
tidak dijadikan momok bagi industri lokal Indonesia. Yang harus menjadi perhatian
Indonesia disini adalah bagaimana pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk
menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan. Pemerintah diharapkan tetap menjadi
aktor pemegang kewenangan atas regulasi, memproteksi dan menfasilitasi (seperti
memastikan tersedianya bahan baku, energi, modal, dan pembinaan terhadap pelaku ekonomi rakyatnya)
ketahanan perekonomian nasional dari persaingan produk asing yang masuk ke Indonesia.
Yaitu menciptakan fair trade competition, bukan unfair trade competition. Contohnya
dengan membentuk aturan yang jelas terkait dengan persamaan kedudukan negara
peserta ACFTA, agar tidak terjadi donimasi suatu negara dalam penentuan harga – harga
atas produk barang maupun jasa. Sehingga posisi Indonesia disini tidak hanya menjadi
price taker, sementara negara maju menjadi price maker. Menyediakan dan membentuk
aturan tegas lainnya mengenai ketentuan standar nasional dari beberapa negara peserta
dan ketentuan anti dumping. Sehingga dalam pelaksanaannya akan dapat ditentukan
standar minimun yang harus dipenuhi untuk menembus pasar yang disepakati dalam
ACFTA.