qadariah dan jabariah

24
A. Pendahuluan Ibarat sebuah pohon, i’tikad (keyakinan) yang mendalam merupakan akar pondasi yang menjadi dasar, sedangkan akidah merupakan satu batang penopang yang tegak tidak boleh menyimpang. Salah dalam I’tikad-akidah menyebabkan seseorang tersesat dan keluar dari Islam menjadi kafir. Sedangkan Fiqih merupakan dahan, ranting dan cabangnya. Dalam masalah Fiqih-amaliah yang ijtihadi sering terjadi perbedaan pendapat (khilafiah) diantara para imam mujtahid dan para ulama. Salah dalam ijtihad fiqih amaliah, tidak menyebabkan seorang muslim menjadi kafir, melainkan yang benar dapat dua pahala yang salah dapat satu pahala. Hadits Nabi yang menginformasikan akan adanya firqoh-firqoh Islam yang sesat dalam masalah Akidah (bukan masalah fiqih-amaliah Khilafiah) : “Bahwasannya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah (firqah) dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuannya masuk neraka kecuali satu:. Sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya: “Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?” 1

Upload: early-ridho-kismawadi

Post on 18-Jun-2015

6.847 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Ibarat sebuah pohon, i’tikad (keyakinan) yang mendalam merupakan akar pondasi yang menjadi dasar, sedangkan akidah merupakan satu batang penopang yang tegak tidak boleh menyimpang. Salah dalam I’tikad-akidah menyebabkan seseorang tersesat dan keluar dari Islam menjadi kafir. Sedangkan Fiqih merupakan dahan, ranting dan cabangnya. Dalam masalah Fiqih-amaliah yang ijtihadi sering terjadi perbedaan pendapat (khilafiah) diantara para imam mujtahid dan para ulama. Salah dalam ijtihad fiqih amaliah, tidak menyebabkan seorang muslim menjadi kafir, melainkan yang benar dapat dua pahala yang salah dapat satu pahala. Hadits Nabi yang menginformasikan akan adanya firqoh-firqoh Islam yang sesat dalam masalah Akidah (bukan masalah fiqih-amaliah Khilafiah) :

TRANSCRIPT

Page 1: Qadariah dan jabariah

A. PendahuluanIbarat sebuah pohon, i’tikad (keyakinan) yang mendalam merupakan akar

pondasi yang menjadi dasar, sedangkan akidah merupakan satu batang penopang

yang tegak tidak boleh menyimpang. Salah dalam I’tikad-akidah menyebabkan

seseorang tersesat dan keluar dari Islam menjadi kafir.

Sedangkan Fiqih merupakan dahan, ranting dan cabangnya. Dalam masalah

Fiqih-amaliah yang ijtihadi sering terjadi perbedaan pendapat (khilafiah) diantara

para imam mujtahid dan para ulama. Salah dalam ijtihad fiqih amaliah, tidak

menyebabkan seorang muslim menjadi kafir, melainkan yang benar dapat dua pahala

yang salah dapat satu pahala. Hadits Nabi yang menginformasikan akan adanya

firqoh-firqoh Islam yang sesat dalam masalah Akidah (bukan masalah fiqih-amaliah

Khilafiah) :

“Bahwasannya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah (firqah) dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuannya masuk neraka kecuali satu:.Sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya: “Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?”Nabi Menjawab: “yang satu itu ialah orang yang berpegang(beri’tiqad) sebagai peganganku(I’tiqadku) dan pegangan sahabat-sahabatku1”(HR. Tirmidzi)

Bahwa 72 firqah yang sesat itu bertumpu pada 7 firqah yaitu2 :

1. Faham Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali bin

Abi Thalib. Mereka tidak mengakui Khalifah Rasyidin yang lain

seperti Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Khalifah Umar Ibnu Khattab

dan Khalifah Utsman bin Affan. Kaum Syi’ah terpecah menjadi 22

aliran, termasuk di antaranya adalah Kaum Bahaiyah dan Kaum

Ahmadiyah Qad-yan.

1Sahih Tirmidzi, jilis 10, h. 109, sebagaimana dikutip oleh Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlusunnah wal jamaah(Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2005), h. 9.

2Mufti Sheikh Sayid Abdurrahman, Bugyatul Mustarsyidin, (Kairo: Mathba’ah Amin Abdul Majid, 1331). h. 398. Sebagaimana dikutip Sirajuddin Abbas. h. 11-12.

1

Page 2: Qadariah dan jabariah

2. Faham Khawarij, yaitu kaum kaum yang berlebih-lebihan membenci

Saidina Ali bin Abi Thalib, bahkan di antaranya ada yang

mengkafirkan Saidina Ali. Firqah ini berfatwa bahwa orang-orang

yang membuat dosa besar menjadi kafir. Kaum Khawarij terpecah

menjadi 20 aliran.

3. Faham Mu’tazilah, yaitu kaum yang berfaham bahwa Tuhan tidak

mempunyai sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri,

Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam surga, orang yang

mengerjakan dosa besar diletakkan di antara dua tempat, dan mi’raj

Nabi Muhammad SAW hanya dengan roh saja, dll. Kaum Mu’tazilah

terpecah menjadi 20 aliran, termasuk di antaranya adalah Kaum

Qadariyah.

4. Faham Murjiah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat

maksiat (kedurhakaan) tidak memberi mudharat jika sudah beriman,

sebaliknya membuat kebaikan dan kebajikan tidak bermanfaat jika

kafir. Kaum ini terpecah menjadi 5 aliran.

5. Faham Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan

manusia adalah makhluk, yaitu dijadikan Tuhan, tetapi mereka

berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada. Kaum Najariyah terpecah

menjadi 3 aliran.

6. Faham Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa manusia

“majbur”, artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada

sama sekali. Kaum ini hanya 1 aliran.

7. Faham Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada

keserupaan Tuhan dengan manusia, misal bertangan, berkaki, duduk di

kursi, naik dan turun tangga dll. Kaum ini hanya 1 aliran saja. Kaum

Ibnu Taimiyah termasuk dalam golongan ini, dan Kaum Wahabi

adalah termasuk kaum pelaksana dari faham Ibnu Taimiyah

2

Page 3: Qadariah dan jabariah

“Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) diantara kamu niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi hidayah.3” (HR. Abu Dawud).

“Ada dua firqah dari umatku yang pada hakikatnya mereka tidak ada sangkut pautnya dengan Islam, yaitu kaum Murji’ah dan kaum Qadariyah.” (HR Tumrmidzi4).

“Bagi tiap-tiap umat ada Majusinya. Dan Majusi umatku ini ialah mereka yang mengatakan bahwa tidak ada takdir. Barangsiapa diantara mereka itu mati, maka janganlah kalian menshalati jenazahnya. Dan barangsiapa diantara mereka itu sakit, maka janganlah kalian menjenguknya. Mereka adalah golongan Dajjal dan memang ada hak bagi Allah untuk mengkaitkan mereka itu dengan Dajjal itu.” (HR Abu Dawud).

“Akan keluar suatu kaum di akhir jaman, orang-orang muda berfaham jelek. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyah” (ayat-ayat Allah). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama bagai meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa dengan kamu, lawanlah mereka.” (HR Bukhari)5.

B. Pengertian

1. Qadariyah

Qadariyah diambil dari bahasa Arab, dasar katanya adalah qadara yang

memiliki arti kemampuan atau kekuasaan. Adapun pengertian qadariyah berdasarkan

terminology adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak

diintervensi oleh Tuhan, artinya tanpa campur tangan Tuhan atau dengan kata lain

tidak mengakui adanya qadar bagi Tuhan. Mereka menyatakan, bahwa tiap-tiap

hamba Tuhan adalah pencipta bagi segala perbuatannya; dia dapat berbuat sesuatu

atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Dalam bahasa Inggris qadariyah ini

3Sunan Abu Daud, Jilid 4, h. 201, sebagaimana dikutip oleh Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah(Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2005), h. 7.

4Sahih Tarmidzi, Jilid 8, (Masriyah: Kairo 1931), h. 316 sebagaimana dikutip oleh Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlusunnah wal jamaah(Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2005), h. 7.

5 bnu Hajar as Asqalani, Fathul Bari, Syarah Bukhari Jilid 15, h. 315.

3

Page 4: Qadariah dan jabariah

diartikan sebagai free will and free act, bahwa manusialah yang mewujudkan

perbuatan-perbuatan dengan kemauan dan tenaganya.

2. Jabariyah

Jabariyah berasal dari kata yabara, berarti memaksa atau terpaksa. Menurut al-

Syahrastani, al-jabr berarti meniadakan perbuatan manusia dalam arti yang

sesungguhnya (nafy al-fi'l 'an al'abd haqiqah) dan menyan-darkan perbuatan itu

kepada Tuhan. Menurut paham ini, manusia tidak kuasa atas sesuatu. Karena itu,

manusia tidak dapat diberi sifat "mampu" (istitha'ah). Manusia sebagai dikatakan

Jahm ibn Shafwan, terpaksa atas perbuatan-perbuatannya, tanpa ada kuasa (qudrah),

kehendak, (iradah), dan pilihan bebas (al-ikhtiyar). Tuhanlah yang menciptakan

perbuatan manusia, sebagaimana perbuatan Tuhan atas benda-benda mati. Oleh

karena itu, perbuatan yang disandarkan kepada manusia harus dipahami secara

majazy, seperti halnya perbuatan yang disandarkan pada benda-benda. Misalnya

ungkapan, "Pohon berbuah, air mengalir, dan batu bergerak.

Jadi nama Jabariah diambil dari kata jabara yang mengandung arti terpaksa.

Memang dalam aliran ini, sebagai dijelaskan Harun Nasution, terdapat paham bahwa

manusia mengerjakan perbuatan nya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris,

paham ini disebut fatalisme atau predistination. Perbuatan-perbuatan manusia telah

ditentukan sejak semula oleh qada dan qadarTuhan.

C. Paham Jabariah

1. Sejarah Jabariah

Kaum Jabariyah diduga lebih dahulu muncul dibandingkan dengan kaum

Qadariyah, karena Jabariyah nampaknya sudah dapat diketahui secara jelas ketika

Mu’awiyah Ibn Ali Sofyan (621 H) menulis surat kepada al Mughirah ibn Syu’bah

(salah seorang sahabat Nabi) tentang doa yang selalu dibaca Nabi, lalu Syu’bah

4

Page 5: Qadariah dan jabariah

menjawab bahwa doa yang selalu dibaca setiap selesai shalat adalah yang artinya

sebagai berikut :

“Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu baginya, Ya Allah tidak ada sesuatu yang dapat menahan apa-apa yang Engkau telah berikan, tidak berguna kesungguhan semuanya bersumber dariMu ” (H.R Bukahri)

Dilihat dari segi pendekatan kebahasaan, Jabariyah berarti ‘keterpaksaan’ ,

artinya suatu paham bahwa manusia tidak dapat berikhtiar. Dalam bahasa Inggris

dikenal dengan istilah fatalism atau predestination (segalanya ditentukan oleh Tuhan)

Memang dalam aliran ini paham keterpaksaan melaksanakan sesuatu bagi manusia

sangat dominan, karena segala perbuatan manusia telah ditentukan semula oleh

Tuhan.

Ada dua tokoh di dalam paham Jabariyah sebagai pencetus dan penyebar

aliran ini : Ja’ad Ibn Dirham (wafat 124 H) di Zandaq, dikenal sebagai pencetus

paham Jabariyah. Selanjutnya paham ini disebarluaskan oleh Jahm ibn Shafwan yang

dalam perkembangannya paham Jabariyah menjadi terkenal dengan nama Jahmiyah.

Jahm Ibn Shafwan pada mulanya dikenal sebagai seorang budak yang telah di

merdekakan dari Khurasan dan bermukim di Kufah (Iraq). Aliran ini lahir di Tirmiz

(Iran Utara). Jahm ibn Shafwan terkenal sebagai seorang yang pintar berbicara

sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang lain.

Perlu dicatat bahwa Jahm ibn Shafwan juga mempunyai hubungan kerja

dengan al Harits ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan

Bani Umayyah di Khurasan Perlawanan al Harits dapat dipatahkan, sehingga ia

sendiri dijatuhi hukuman mati pada tahun 128 H/ 745 M. Sementara Jahm

diperlakukan sebagai tawanan yang pada akhirnya juga dibunuh.

Pembunuhan pada dirinya bukan karena motif mengembangkan paham Jabariyah,

tetapi karena keterikatannya dangan pemberontakan melawan pemerintahan Bani

Umayyah bersama dengan al Harits, Pembunuhan Jahm Ibn Shafwan kurang lebih

5

Page 6: Qadariah dan jabariah

dua tahun setelah kematian al Harits yakni pada 747 M, yang pada saat itu pemerintah

Bani Umayyah dipimpin oleh Khalifah Marwan bin Muhammad (744 – 750 M).

2. Pokok- pokok paham Jabariyah

Paham Jabariyah(predestinarians) bertolak belakang dangan paham

Qadariyah. Menurut Jabariyah, manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak

maupn pilihan dalam setiap tindakannya6. Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan

manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata. Meskipun demikian, manusia

tetap mendapatkan pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang

dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya

perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.

Para penganut mazhab ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat.

Jahm bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain

adalah : Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil

jalan tengah antara Jabariyah dan Qadariyah.

Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang digerakkan

oleh dalang, tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan

perbuatan-perbuatannya. Pandangan tersebut didasarkan pada beberapa ayat dalam al

Qur’an, seperti QS. Al Anfal yang terjemahnya :

“Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah ditentukan di dalam buku sebelum kamu wujud”

Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam.

Keadaan mereka yang bersahaja dengan lingkungan alam yang gersang dan tandus,

menyebabkan mereka tidak dapat melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan

kemauan mereka. Akibatnya, mereka lebih bergantung pada kehendak alam. Keadaan

ini membawa mereka pada sikap pasrah dan fatalistik.

6Taufiq Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoece, 2002) h. 135.

6

Page 7: Qadariah dan jabariah

Pada masa Nabi, benih-benih paham Jabariyah itu sudah ada. Perdebatan di

antara para sahabat di seputar masalah qadar Tuhan merupakan salah satu

indikatornya. Rasulullah saw. menyuruh umat Islam beriman kepada takdir, tetapi

beliau melarang mereka membicarakannya secara mendalam. Pada masa sahabat

(Khulafa at-Rasyidin) kelihatannya sudah ada orang yang berpikir Jabariyah.

Diceritakan bahwa Umar ibn al-Khatab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika

diintrogasi, pencuri itu berkata, "Tuhan telah menentukan aku mencuri." Umar

menghukum pencuri itu dan mencambuknya berkali-kali. Ketika keputusan itu

ditanyakan kepada Umar, ia menjawab: "Hukum potong tangan untuk kesalahannya

mencuri, sedang cambuk (jilid) untuk kesalahannya menyandarkan perbuatan dosa

kepada Tuhan.

Sebagian sahabat memandang iman kepada takdir dapat menia-dakan rasa

takut dan waspada. Ketika Umar menolak masuk suatu kota yang di dalamnya

terdapat wabah penyakit, mereka berkata, "Apakah Anda mau lari dari takdir Tuhan?"

Umar menjawab: "Aku lari dari takdir Tuhan ke takdir Tuhan yang lain." Perkataan

Umar ini menunjukkan bahwa takdir Tuhan melingkupi manusia dalam segala

keadaan. Akan tetapi, manusia tidak boleh mengabaikan sebab-sebabterjadinya

sesuatu, karena setiap sesuatu yang memiliki sebab berada di bawah kekuasaan

manusia (maqdurah)

Pada masa pemerintahan Bani Umayah, pandangan tentang jabar semakin

mencuat kepermukaan. Abdullah ibn Abbas dengan suratnya,memberi reaksi keras

kepada penduduk Siria yang diduga berpaham Jabariyah. Hal yang sama dilakukan

pula oleh Hasan Basri kepada penduduk Basrah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa

pada waktu itu sudah mulai banyak orang yang berpaham Jabariyah.

Dari bukti-bukti di atas dapat dikatakan bahwa cikal-bakal paham Jabariyah

sudah muncul sejak awal periode Islam. Namun, Jabariyah sebagai suatu pola pikir

(mazhab) yang dianut, dipelajari, dan dikembangkan terjadi pada akhir pemerintahan

7

Page 8: Qadariah dan jabariah

Bani Umayah. Paham ini ditimbulkan buat pertama kalinya oleh Ja'ad ibn Dirham.

Akan tetapi yang menyebarkannya adalah Jahm ibn Shafwan. Ja'ad sendiri menerima

paham ini dari orang Yahudi di Siria. Pendapat lain menyatakan bahwa Ja'ad

menerimanya dari Aban ibn Syam'an, dan yang terakhir ini menerimanya dari Thalut

ibn Ashamal-Yahudi.Dengan demikian, paham Jabariyah berasal dari pemikiran

asing, Yahudi maupun Persia. Sungguh-pun demikian, di dalam al-Qu'ran sendiri

terdapat ayat-ayat yang dapat dibawa pada paham Jabariyah. Misalnya, ayat-ayat

berikut ini:

Artinya: Mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki. (QS. al-An'am: 112).

Artinya: Bukanlah engkau yang melontar ketika engkau melontar (musuh), tetapi Allahlah yang melontar (mereka). (QS. al-Anfal: 17),

Artinya: Kamu tidak menghendaki, kecuali Allah menghendaki. (Q.S. al-lnsan: 30).

Ayat-ayat ini jelas dapat dibawa pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah

sebabnya, mengapa hingga kini pola pikir Jabariyah itu masih tetap terdapat di

kalangan umat Islam sungguhpun para penganjurnya yang pemula telah lama tiada.

Jika seseorang menganut paham ini, akan menjadikan ia pasrah, tidak ada

kreatifitas dan semangat untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat,

sehingga tetap terbelakang.

D. Paham Qadariah

1. Sejarahnya

Mazhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran mazhab

ini banyak persamaannya dengan ajaran Mu’tazilah. Mereka berpendapat sama

tentang, misalnya, manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya, Tuhan

tidak campur tangan dalam perbuatan manusia itu, dan mereka menolak segala

sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah swt.

8

Page 9: Qadariah dan jabariah

Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad al Juhani Al Bisri dan Ghailan al

Dimasyqi, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (687-705 M)

kedua tokoh inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang qadar. Semasa

hidupnya, Ma’bad al Juhani berguru pada Hasan al Basri, sebagaimana Washil bin

Atha’ ; tokoh pendiri Mu’tazilah, Jadi, Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua

sesudah Nabi, sedangkan Ghailan semula tinggal di Damaskus. Ia seorang ahli pidato

sehingga banyak orang tertarik dengan kata-kata dan pendapatnya. Ayahnya menjadi

maula (pembantu) Usman bin Affan. kelihatannya paham ini diambil dari seorang

Kristen yang masuk islam di irak, dan ma’bad memasuki dunia politik dan memihak

Abd Al Asy’as, gubernur Sajistan7.

Kedua tokoh Qadariyah ini mati terbunuh, Ma’bad al Juhani terbunuh dalam

pertempuran melawan al Hajjaj tahun 80 H. Ia terlibat dalam dunia politik dengan

mendukung Gubernur Sajistan, Abdurrahman al Asy’ats, menentang kekuasaan Bani

Umayyah. Sedangkan Ghailan al Dimasyqi dihukum bunuh pada masa pemerintahan

Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M), yaitu khalifah dinasti Umayyah

yang ke-sepuluh. Hukuman bunuh atas Ghailan dilakukan karena ia terus

menyebarluaskan paham Qadariyah yang dinilai membahayakan pemerintah. Ghailan

gigih menyiarkan paham Qadariyah di Damaskus sehingga dapat tekanan dari

Khalifah Umar bin Abdul Azis (717-720 M). Meskipun mendapat tekanan, Ghailan

tetap melakukan aktivitasnya hingga Umar wafat dan diganti oleh Yazid II (720-724

M).

Akar qadariah bersumber dari ketidak mampuan akal mereka dalam

memahami qadar Allah, perintah dan larangannya, janji dan ancamannya, serta

mereka mengira hal-hal seperti itu dilarang untuk difikirkan.8

7Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliraan Sejarah Analisa Perbandingan(Jakarta:UI-Press, 1986). h. 32.

8Muhammad A Hadi, Manhaj Dan Aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah Menurut Paham Salaf(Jakarta:Gema Insani Press, 1994), h. 183-184.

9

Page 10: Qadariah dan jabariah

Latar belakang timbulnya firqoh Qadariyah ini sebagai isyarat menentang

kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggap kejam dan dzalim. Apabila

firqoh Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal

itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti merupakan ‘legitimasi’

kekejaman Bani Umayyah, maka firqoh Qadariyah mau membatasi masalah takdir

tersebut.

Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah akan menghukum

orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebajikan.

Manusia harus bebas memilih dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih

perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika Allah telah menentukan takdir manusia

dan memaksakan berlakunya, maka Allah itu zalim. Mengapa Allah menyiksa

manusia karena sesuatu yang telah ditadirkan dan dipaksakan terjadi oleh Nya ?

Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar bebas atas perbuatannya.

Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia

hanyalah tergantung pada takdir Allah saja, selamat atau celaka sudah ditentukan oleh

takdir Allah sebelumnya, pendapat tersebut adalah keliru menurut mereka. Sebab

pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti menganggapNya

pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah melakukan

kejahatan. Jadi firqoh Qadariyah menolak adanya takdir Allah dan berpendapat

bahwa manusia bebas merdeka menentukan perbuatannya.

2. Pokok-pokok Paham Qadariyah

Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, ia

melakukan perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan itu adalah

perbuatan baik maupun perbuatan buruk.

10

Page 11: Qadariah dan jabariah

Aliran qadariah sering juga diidentikkan dengan aliran mu’tazila, aliran

qadariah memahami bahwa manusia itu bebas memilih atas perbuatannya (kholiqul

af-al). mereka berpendapat bahwa kemauan manusia itu bebas, dan itu berarti bahwa

manusia bebas untuk berbuat atau bertindak, sehingga manusia bertanggung jawab

untuk berbuat atau tidak berbuat, sehingga manusia bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap perbuatannya.9

Dalam paham ini manusia merdeka dalam segala tingkah lakunya,

berdasarkan kemauan dan daya yang dimiliki. Dialah yang menentukan nasibnya,

bukan Tuhan yang menentukan, pandangan tersebut didasarkan pada beberapa ayat al

Qur’an, antara lain QS. Al Ra’d ayat 11:

Artinya :

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu bangsa, sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka”

Qadariah terbagi menjadi tiga golongan10:

1. Golongan qadariah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar

serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata

jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak

mempersekutukanNya, dan kami tidak mengharamkan apapun.

2. Qadariah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam

penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan

sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa yang

terjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala mereka

berkata Allah juga tidak mengetahuinya.

9 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam(Bandung:Pustaka Sedia,1998)h. 145.

10 Ibid, hal. 187-189.

11

Page 12: Qadariah dan jabariah

3. Qadariah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber

terjadinya kedua perkara(pahala dan dosa)

Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi

kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai

dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak

dapat dibenarkan oleh paham lainnya(Ahlussunah wal jamaah).11Dalam sejarah

teologi islam selanjutnya paham qadariah dianut oleh kaum mu’tazilah.

E. Kritikan Atas Paham Jabariah dan Qadariah

Jabariyah meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah diatur dan dipaksa

oleh Allah sehingga manusia tidak memiliki kemampuan dan kehendak dalam hidup,

sementara qadariyah meyakini bahwa Allah tidak ikut campur dalam kehidupan

manusia sehingga manusia memiliki wewenang penuh dalam menentukan hidupnya

dan dalam menentukan sikap, dalam paham jabariah adalah mereka mengi’tiqadkan

bahwa tiada dosa kalau memperbuat kejahatan(dosa) karena yang memperbuat itu

pada hakikatnya adalah tuhan, ditariknya lebih panjang bahwa kalau mereka mencuri

maka tuhanlah yang mencuri, kalau berzina maka tuhanlah yang berzina, begitu juga

sebaliknya kalau ia shalat maka tuhanlah yang shalat, sebahagian mereka menarik

labih jauh lagi sehingga disatukan dirinya dengan tuhan, wujudnya dan wujud

tuhannya satu, dari sinilah muncul paham wahdatul wujud, yakni paham bahwa yang

ada hanya satu, yaitu DIA.12 Adapun yang membedakan I’tiqad jabariah dengan

ahlusunnah wal jama’ah adalah bahwa memang semua dijadikan oleh tuhan, tetapi

tuhan pula yang menjadikan adanya ikhtiar dan kasab bagi manusia.

11Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliraan Sejarah Analisa Perbandingan(Jakarta:UI-Press, 1986). h. 37.

12Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlusunnah Wal Jama’ah(Jakarta:Pustaka Tarbiyah, 2005), h. 278-279.

12

Page 13: Qadariah dan jabariah

Jabariyah menyatakan bahwa iman cukup kalau sudah mengakui dalam hati

saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan, hal ini berbeda dengan allusunnah yang

menyatakan iman tidak cukup hanya dengan ikrar dihati saja tetapi iman itu ialah

membenarkan dalam hati dan mengakui dengan lidah.

Dalam masalah takdir ada dua golongan yang tersesat yaitu:13

1. Golongan jabariah, yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia itu terpaksa

atas perbuatannya, tidak punya iradah(kemauan) dan qudrah(kuasa).

2. Golongan qadariah yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia dalam

perbuatannya ditentukan oleh kemauan serta kemampuannya kehendak dan takdir

Allah tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Daya yang dimiliki manusia dalam kaitannya dengan perbuatannya

mempunyai dua kemungkinan, yaitu daya itu efektif atau daya itu tidak efektif peran

kekhalifahan dengan tegas dan amanat yang menyertainya berarti manusia

berhadapan dengan suatu tantangan, disisi lain peran kekhalifahan tuhan dibumi

adalah suatu pendelegasian wewenang, dengan kata lain hal itu merupakan pemberiah

otonomi kepada manusia.14

Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi Balasan dengan apa yang diusahakannya. tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah Amat cepat hisabnya15.

13Syaikh Muhammad bin salah Al Ustsaimin, Prinsip dasar keimanan(Riyadh:Haiatul iqhatsan al islamiah, 2003)

14Jalaluddin Rahman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an(Jakarta:Pt. Bulan Bintang, 1992). h. 108.

15Al Mu’min 17.

13

Page 14: Qadariah dan jabariah

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia16.

Sesuai dengan beberapa ayat diatas kirannya tidak meneyandarkan sesuatu

yang buruk bagi tuhan, umpamanya dikatakannya” Tuhan Mencuri” walaupun pada

hakikatnya semua yang terjadi di dunia adalah dijadikan Tuhan. Walaupun Tuhan

yang menjadikan sesuatu, tetapi ia bukan ikut mengerjakan sesuatu,

Manusia mempunyai daya dan kekuatan untuk menentukan nasibnya,

melakukan segala sesuatu yang diinginkan baik dan buruknya. Jadi surga atau neraka

yang didapatnya bukan merupakan takdir Tuhan melainkan karena kehendak dan

perbuatannya sendiri, berbeda dengan yang di I’tiqadkan ahlusunnah wal jama’ah

yang menyatakan pekerjaan manusia pada lahirnya dikerjakan oleh manusia tetapi

pada kahikatnya tuhanlah yang menjadikan dan manusia adalah perantara sebagai

sebab terjadinnya(dengan ikhtiyar dan kasab)

Daftar Pustaka

Abbas Siradjuddin, I’tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah,

2005.

Abu Daud, Sunan (Kairo:Tijariah,1935)

Al Qur’an dan Terjemahannya.

Hadi A Muhammad, Manhaj Dan Aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah Menurut Paham Salaf, Jakarta:Gema Insani Press, 1994.

16Ar Rum 41.

14

Page 15: Qadariah dan jabariah

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliraan Sejarah Analisa Perbanding,

Jakarta:UI-Press, 1986.

Mufti Sheikh Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar(Ba’Alawi),

Bugyatul Mustarsyidin, Kairo: Mathba’ah Amin Abdul Majid Kairo, 1960.

Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung:Pustaka Sedia, 1998.

Muhammad bin salah Al Ustsaimin, Syaikh, Prinsip Dasar Keimanan, Riyadh:Haiatul iqhatsan al islamiah, 2003.

Rahman Jalaluddin, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an, Jakarta:PT. Bulan Bintang, 1992.

Taufiq Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Isla, Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoece, 2002).

Tirmidzi, Sahih, Kairo:Masriyah,1931.

http://ahmadfaruq.blogdetik.com/ushuludin.

http://latenrilawa-transendent.blogspot.com/2010/04/silabi-ilmu-kalam-qadariyah-

dan.html.

http://cakrowi.blogspot.com/2010/05/kajian-ilmu-kalam-qadariah-dan-jabariah.html.

http://farida90.blogspot.com/2009/10/jabariyah-dan-qadariah.html..

15