proposal penelitian dan penulisan skripsi

27
PROPOSAL PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI Identitas Mahasiswa Judul Skripsi

Upload: yohoho

Post on 06-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

proposal penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

PROPOSAL PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSIIdentitas Mahasiswa

Judul Skripsi

Page 2: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

KERAJAAN ARUNGKEKE ABAD XVII (SUATU TINJAUAN HISTORIS)

Latar Belakang

Sebelum kedatangan bangsa Eropa terutama Belanda di Sulawesi Selatan, pemerintahan

setiap daerah berbentuk kerajaan dan di perintah oleh seorang raja di setiap kerajaan yang ada

pada waktu itu. Pada kelompok kerajaan yang berlatar etnis Makassar, melalui literatur

sejarah, relatif hanya memperkenalkan tentang Kerajaan Gowa dan Tallo sebagai pioner

kerajaan Makassar. Adpun kerajaan-kerajaan lainnya yang termasuk kerajaan ketegori

kerajaan kecil bahkan pernah menjadi wilayah pemerintah bagian dari kerajaan besar Gowa-

Tallo tidak lagi dikenal. Kerajaan seperti Labakkang di Pangkejene dan kepulauan, Tanrilili,

Simbang dan Marusu di Maros, Kerajaan Bantaeng, dan kerajaan lokal di Takalar. Demikian

halnya di Jeneponto yang mempunyai banyak kerajaan-kerajaan lokal seperti Garassi,

Bangkala, Binamu, Tarowang, Sapanang, Arungkeke dan lain-lain, justru tenggelam di

bawah kebesaran nama Kerajaan Gowa-Tallo.

Riwayat beserta catatan sejarah kerajaan-kerajaan (Wanua) tersebut pada masa kini praktis

hanya di kenal melalui suguhan informasi yang sangat kurang bahkan dapat dikatakan sangat

minim. Padahal, pada sisi lain setiap kerajaan dalam skala kekuasaan sekecil apapun pasti

memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, demikian halnya dengan daerah Jeneponto yang

pada masa lampau merupakan sebuah kerajaan. Pastilah kerajaan ini mempunyai keunikan

dan eksotisme sejarah dan budaya tersendiri yang sepatutnya mendapat ruang historis yang

wajar.

Jeneponto atau lazim disebut Turatea dahulu adalah sebuah Kerajaan Makassar yang

memiliki sistem pemerintahan tersendiri, yang didalamnya terhimpun enam kerajaan lokal

(Palili) yaitu Garassi, Bangkala, Binamu, Arungkeke, Tarowang dan Sapanang serta 16

kampung atau domain ( Caldwell dan Bouges, 204 dalam Hadrawi 2008:8). Kemudian disisi

lain Jeneponto beserta seluruh kerajaan-kerajaan lokalnya memiliki sejarah awal

Page 3: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

kemunculannya menjadi sebuah kerajaan serta perjalanannya hingga berinteraksi dengan

agama Islam.

Umumnya pada abad ke-XVII selain Arungkeke pada abad ini pula terdapat beberapa

kerajaan yang eksis, diantaranya kerajaan Gowa, Balanipa (Mandar), Sanrobone (Takalar),

Bulo-bulo (Sinjai), Binamu (Jeneponto), dan Suppa. Kerajaan Arungkeke merupakan

kerajaan didaerah Turatea yang eksis pada abad ke-XVII, dimana secara geografis,

Arungkeke terletak di pesisir pantai selatan Sulawesi Selatan. Wilayah Kerajaan Arungkeke

diapit oleh dua Wanua, yaitu Palajau di sebelah barat dan Togo-Togo di sebelah timur.

Dahulu bentuk pemerintahan di Butta Turatea, berbentuk pemerintahan “Kare” (Tompo,

2001:6). Sekarang ini wilayah Arungkeke merupakan sebuah daerah kecamatan dalam

pemerintah Kabupaten Jeneponto. Didaerah ini mempunyai nilai-nilai historis masa lalu yang

sangat tinggi serta nilai budaya siri na pacce masih dijaga. Didaerah ini juga menjunjung

tinggi adat istiadat dari leluhurnya. Salah satu contohnya yakni tradisi adengka aselolo atau

pesta panen yang diadakan di Balla Lompoa atau istana Arungkeke.

Sebagai salah satu kerajaan yang ada didaerah Jeneponto dahulu, Kerajaan Arungkeke

mempunyai peranan yang cukup strategis dalam menentukan dan menciftakan suasana

kondusif di wilayah kekuasaannya. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, yang

memungkinkan kerajaan ini disegani. Disamping itu dari catatan silsilah raja-raja Arungkeke,

kebangsawan serta kekerabatan raja-rajanya punya hubungan dengan kerajaan di sekitar

wilayah Turatea juga punya hubungan dengan kerajaan-kerajaan diluar. Diantaranya dapat

dilihat dari silsilah Arungkeke, dimana terdapat integrasi kebangsawanannya dengan

Tarowang dan Boengoeng, Karaeng Tarowang bernama Patta Dulung Aroeng Areoojoeng

yang menikah dengan Maryam Daeng Rawang Karaeng Rawang dan melahirkan lia orang

anak (Hadrawi, 2008:68-69).

Page 4: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Thalib (2010: 1-2) mengemukakan stratifikasi sosial masyarakat di daerah Arungkeke dimasa

lalu yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Berikut susunan strata sosialnya:

Karaeng tugasnya adalah menjalankan pemerintah pemerintahan kerajaan, perdana

mentri.

Ketika kita berbicara mengenai sejarah kenegaraan atau asal-usul institusi sosial masyarakat

itu berawal dari suatu kontrak sosial dan perjanjian pemerintahan dengan rakyat. Dari pihak

pemerintah diwakili oleh Tumanurung. Sehubungan dengan perjanjian antara pemerintah

dengan rakyat dapat diungkap pada kutipan Prof. Dr. Hamid Abdullah (1991:80-

81): “bahwasanya engkau telah angkat kami sebagai rajamu, kami bersabda dan engkau

tunduk patuh, kami adalah angin dan engkau adalah daun kayu”, “bahwasanya kami telah

mengangkat engkau raja kami, engkau adalah raja dan kami adalah hamba rakyat tuanku,

kami tidak akan tertikam oleh senjatamu dan engkau tidak akan tertikam oleh senjata kami”.

“bahwasanya  kami mempertuan engkau, hanya pribadi kami, bukan harta benda kami”. “raja

tidak akan memutuskan hal-ikhwal didalam negeri jika Gallarrang tidak hadir, dan Gallarrang

tidak akan mengambil keputusan soal perang, jika raja tidak hadir”.

Begitulah perjanjian pemerintah atau kontrak sosial antara penguasa dan rakyat. Dalam

perjanjian itu telah digariskan dengan jelas hak seorang penguasa atau raja dan kewajiban

rakyat terhadap rajanya. Berdasar dari kutipan diatas, yang merupakan suatu perjanjian antara

raja dengan rakyat, maka tertutuplah kemungkinan minculnya suatu golongan yang

mempunyai kekuatan mutlak dan kemungkinan akan mempraktikkan sistem kekuasaan atau

sistem politik.

Di Sulawesi Selatan akan kita jumpai banyak gelar untuk raja, antara lain datu, Batara,

Tomanurung, Karaeng, Arung dan sebagainya. Jadi tidak mengherankan karena di Sulawesi

Selatan terdapat banyak kerajaan pada masa lalu. Di Butta Turatea sendiri pada umumnya

mereka menyebut pemimpin mereka dengan gelar “Karaeng”.(abdullah, 1991:30).

Page 5: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Kerajaan Arungkeke merupakan kerajaan yang berdiri sebelum terbentuknya Negara

Kesatuan Republik Indonesia, daerah-daerah di Nusantara ini khususnya di Sulawesi Selatan

masih berbentuk kerajaan-kerajaan. Sehingga tidaklah mwngherankan jikalau pelopor-

pelopor atau tokoh-tokoh yang akan memimpin suatu kerajaan adalah berdasarkan garis

keturunan atau ahli waris dari kerajaan itu sendiri. Telah menjadi anggapan umum

masyarakat tradisional Sulawesi Selatan dimasa lampau, bahwa raja-raja dan cikal bakal raja

yang memerintah adalah titisan darah dari Tumanurung, seperti yang dikemukakan Mattulada

(1998:27) bahwa: Kisah Tumanurung itu merupakan awal terbentuknya kerajaan-kerajaan

lokal di Sulawesi Selatan. Pada masa pemerintahan Tomanurung inilah Sulawesi selatan

mengalami perkembangan kemasyarakatan, kenegaraan dan kepemimpinan bidang-bidang

kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang memulai kecenderungan spesialisasi fungsi-

fungsi dan peranan-peranannya.

Sehingga Tumanurung ini harus disegani dan dipatuhi sebagai manusia pembawa

ketentraman. Kehadiaran Tomanurung dipercaya berasal dari Kayangan(tempat dewata) yang

turun ke bumi untuk memerintah di Buttaya (kerajaan). Kehadiran Tomanurung dimaksudkan

untuk bertindak sebagai juru selamat, menciftakan ketertiban, kedamaian dan kesejahteraan

umat manusia (Sewang, 2005:155). Di beberapa daerah di Indonesia taredapat cerita yang

bersumber dari historiografi tradisional tentang asal usul daerah tersebut, didalam sumber-

sumber tersebut misalnya diceritakan bahwa sebelum terbentuknya suatu tatanan kehidupan

yang teratur dalam daerah tersebut, keadaan krisis atau serba tidak menentu. Dalam keadaan

yang demikian, maka sang Dewa menurunkan utusannya untuk memperbaiki keadaan krisis,

utusan dewa tersebut kemudian menikah dengan wanita ataupun sebaliknya yang ada

didaerah tersebut, dimana setelah turunnya utusan dewa, kemudian keadaan didaerah itu

menjadi baik dan mulailah tersusun suatu pemerintahan atau kerajaan. Hasil perkawinan antar

utusan Dewa dengan wanita yang dinikahinya ini kemudian menjadi pewaris atau silsilah

Page 6: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

penguasa kerajaan, dalam masyarakat Sulawesi Selatan cerita tersebut merupakan mitos

Tumanurung (Mulyana, 2009:2).

Seperti halnya di Kerajaan Arungkeke, mitos Tumanurung masih di percaya bahwa sejarah

Kerajaan Arungkeke diawali dengan munculnya wanita cantik (uru-urua) yang tidak

diketahui asal-usul keberadaannya serta kematiannya tidak diketahui oleh masyarakat, jadi

kuburannya pun tidak ada, sehingga masyarakat pada waktu itu menyebutnya Tumanurung

(Manusia yangturun dari Khayangan). Toalu’ Daeng Taba’ turun di Kerajaan Arungkeke,

tepatnya di bawah pohon Asam, dia ditemani oleh pengawal dan budaknya. Tumanurung ini

memakai baju, Mahkota dari emas. Disamping itu ada juga peralatan yang dibawanya, antara

lain Lesung, Alu dan beberapa perhiasan. Saat ia muncul ia menggunakan Lesung dan Alu

dibawah pohon Asam, maka dari itu pelantikan raja Arungkeke dilakukan dibawah pohon

asam sambil di ayun, disaat pelantikan itulah suara gendang dan alat-aalat musik lainnya

yang berusia ratusan tahun diperdengarkan. Suara alat musik ini dikenal dengan nama

Ganrang Talluna Arungkeke (Al-Maruzy, 2010:2).

Arungkeke juga sebuah kerajaan yang besar sama seperti Binamu, Bangkala dan Tarowang,

dengan raja pertamanya yaitu seorang Tumanurung yang diberi gelar Ratu atau Karaeng

Baine Toalu’ Daeng atau Karaeng Taba Karaeng Arungkeke. Kerajaan ini diperhitungkan

kebesarannya khususnya di wilayah Turatea dan umumnya di wilayah Sulawesi Selatan

sebagai kerajaan lokal dengan daerah kekuasaannya antara lain, meliputi Palajau, Bulo-bulo,

Arungkeke Tamanroya, Arungkeke Pallantikang, Pettang dan satu kerajaan palili’ yaitu

kerajaan Bungeng. Dalam konteks kerajaan lokal di Turatea, Arungkeke merupakan sebuah

kerajaan yang memiliki wilayah pemerintahan tersendiri, situasi ini terjadi pada awal abad

munculnya Arungkeke sebagai sebuah kerajaan (Hadrawi, 2008:68).

Namun pada perkembangannya, yaitu pada akhir abad ke-XVII, Arungkeke mengalami

perubahan status sebagai kerajaan yang bernaung di bawah Binamu, sebagai domain atau

Page 7: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

daerah istimewa. Walaupun pada saat itu, kerajaan Arungkeke tidak bersedia ikut atau

tunduk, seperti yang dikemukakan oleh karim (40) bahwa:

Pada waktu ada perubahan, bahwa Kerajaan Binamu akan dijadikan kerajaan besar, Kerajaan

Arungkeke tidak mau ikut dibawah naungan Kerajaan Binamu. Berdaulat selama satu tahun

dan selanjutnya rakyat Arungkeke baru mau bersatu karena keinginannya mau juga

mendirikan kerajaan besar.

Berbicara mengenai Kerajaan Arungkeke ini, penulis merasa terpanggil untuk mengkaji

secara ilmiah lebih dalam lagi, selain itu kabupaten Jeneponto yang dikenal juga sebagai

Bumi Turatea memiliki banyak catatan sejarah yang belum dikaji dan diungkap secara

ilmiah. Sehingga perlu adanya upaya-upaya yang mengarah kepada pengkajian sejarah masa

lampau kabupaten Jeneponto secara umum, dan terkhusus kepada Kerajaan Arungkeke.

Rumusan Masalah

Pernyataan Masalah

Berdasar dari deskripsi singkat pada latar belakang yang telah dipaparkan diatas,

denganmengacu pada judul penelitian ini, maka yang menjadi permasalahan pokok adalah

Kerajaan Arungkeke Abad XVII. Permasalahan akan lebih terspesifikasi dalam sub masalah

sebagai berikut:

Apa yang melatarbelakangi terbentuknya Kerajaan Arungkeke pada abad XVII ?

Bagaimana cara pengangkatan Raja Arungkeke pada Abad XVII ?

Bagaimana sistem pemerintahan Kerajaan Arungkeke abad XVII ?

Bagaimana hubungan antara Kerajaan Arungkeke dengan kerajaan-kerajaan lain pada

Abad XVII ?

Ruang Lingkup Penelitian

Page 8: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan dibatasi

baik secara tematis, spasial maupn temporal. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa

cakupan masalah dalam penelitian ini sangat kompleks dan agar penelitian ini lebih terfokus

pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara memadai.

Secara spasial, pembahasan Penelitian ini dilakukan di kabupaten Jeneponto, tepatnya di

Kecamatan Arungkeke yang dahulunya merupakan berdiri Kerajaan Arungkeke, namun tidak

menutup kemungkinan daerah-daerah lain yang ada disekitar Kabupaten Jeneponto, juga

dijadikan lokasi penelitian guna memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai objek

kajian ini.

Secara tematis, sesuai dengan pernayataam masalah, maka fokus penelitian ini adalah

Kerajaan Arungkeke Abad XVII. Pembahasan ini akan dimulai dengan latar belakang

berdirinya Kerajaan Arungkeke, kemudian membahas mengenai cara pengangkatan rajanya,

kemudian dilanjut dengan bagaimana sistem pemerintahannya, kajian terakhir membahas

mengenai hubungan Kerajaan Arungkeke dengan kerajaan-kerajaan lain pada Abad XVII.

Sedangkan batasan temporalnya pada abad XVII, dimanapada masa ini merupakan awal

berdirinya Kerajaan Arungkeke dan sekaligus masa kejayaan kerajaan Arungkeke sampai

akhir abad XVII. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa ini, dipedomani sampai

kerajaan ini menjadi domain dari Kerajaan Binamu.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, makatujuan dari

penulisan karya ilmiah ini adalaha sebagai berikut:

Untuk mengetahui  proses terbentuknya Kerajaan Arungkeke pada abad XVII.

Untuk mengetahui cara pengangkatan Raja Arungkeke abad XVII. 

Untuk mengetahui sistem pemerintahan Kerajaan Arungkeke abad XVII.

Page 9: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Untuk mengetahui hubungan kerajaan Arungkeke dengan kerajaan-kerajaan lain pada

Abad XVII.

Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian dan penulisan skripsi adalah :

Memperkaya khasanah penulisan Sejarah Nasional, khususnya Sejarah lokal Sulawesi

Selatan dan lebih sfesifik lagi sejarah daerah kabupaten Jeneponto.

Menambah referensi tentang penulisan karya yang erat kaitannya dengan pengkajian

sejarh masa lampau kabupaten Jeneponto, yang berkaitan dengan sejarah kerajaan-

kerajaan yang pernah ada di daerah tersebut.

Diharapkan hasil penelitian ani dapat dijadikan bahan referensi bagi penulisan

selanjutnya dalam mengkaji yang relevan mengenai kerajaan Arungkeke.

Memberikan kesadaran kepada pihak birokrasi bahwa pembangunan bukan hanya

dilakukan bukan hanya bentuk fisik melainkan juga dapat diwujudkan dengan lebih

meningkatkan penghasilan karya-karya yang akan dikenang sepanjang zaman

termasuk hasil tulisan ilmiah.

Tinjauan Pustaka

Penelitian Sebelumnya

Tinjauan  pustaka dalam suatu kegiatan ataupun laporan penelitian dimaksudkan sebagai

telaah pustaka yang berhubungan dengan masalah penelitian. Menurut Mestika 2004

(Ardi,2007 : 12). “ penelusuran pustaka terutama dimaksudkan sebagai langkah awal untuk

menyiapkan kerangka penelitian dan proposal guna memperoleh informasi penelitian yang

sejenis, memperdalam kajian teoritis atau memperdalam kajian metodologi”. Dari pernyataan

tersebut dapat disimpulkan bahwa tinjauan pustaka dapat berfungsi sebagai pendukung,

penguat, maupun pembenaran terhadap data yang ditemukan. Sejumlah teori yang dipaparkan

Page 10: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

juga bermaanfaat sebagai alat pengurai untuk membedah setiap persoalan yang pada

gilirannya ditemukan solusinya.

Mengenai masalah Kerajaan Arungkeke Abad ke XVII, belum banyak dikemukakan atau

ditulis dalam bentuk buku oleh para peneliti sebelumnya “ Laporan tentang Nuansa Sejarah

Kuno Jeneponto: kajian berdasarkan Lontara yabng ditulis oleh Muhlis Hadrawi,SS,M.Hum,

2008 hanya membahas mengenai kemunculan kerajaan-kerajaan lokal yang pernah ada di

Turatea Jeneponto secara umum, adapun Kerajaan Arungkeke didalamnya dibahas terlebih

hanya pada silsilah kebangsawanannya ataupun hubungan geologinya denan kerajaan lain

yang ada di daerah Jeneponto dan sekitarnya kemudian sepintas membahas tentang

kemunculan sebagai kerajaan lokal di Jeneponto.

Karangan Mp Karim Dg.Liwang dalam bukunya yang berjudul “ Silsilah Sejarah Budaya

Turatea Jeneponto Sulawesi Sealatan Sipaka Singaraki Lontarak Bilangta” membahas tentang

kemunculan Arungkeke sebagai kerajaan pada abad XVII yaitu sekitar tahun 1600.

Penulisan selanjutnya yakni dari Andi Zainuddin S. Tompo, 2001 dalam bukunya berjudul

“Tiga Ungkapan Sejarah Turatea” hanya membahas terlebih kepada pemerintahan Kerajaan

Binamu yang nantinya akan menjadikan Arumgkeke sebagai Domain (daerah istimewa).

Namun yang membahas tentang Kerajaan Arungkeke secara khusus, baik dari sistem

pemerintahannya, latar belakang berdirinya, hubungannya dengan kerajaan-kerajaan lain

dalam hal politik belum terlihat sehingga dalam penulisan skripsi ini merupakan hal pertama

dilakukan.

Sekilas Tentang Wilayah Arungkeke

Membahas tentang Turatea, pada dasarnya adalah berbicara menganai toponim-toponim

kerajaan lokal, diaman toponim tersebut, sekarang ini berlokasi di wilayah Kabupaten

Jeneponto. Kerajaan lokal itu mempunyai sistem pemerintahan, wilayah, komunitas, beserta

Page 11: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

tradisi tersendiri. Adapun toponim-toponim kerajaan kuno Turatea seperti; Bangkala,

kalimporo’, Garassi, Binamu, Layu, Sapanang, Tarowang, Sidenre dan Arungkeke.

Turatea adalah sebuah kerajaan yang beretnis Makassar yang memiliki sistem pemerintahan

sendiri (Hadrawi, 2008:8). Salah satu keunikan Jeneponto pada beberapa kerajaan lokal ada

yang mempunyai mitologi tersendiri perihal munculnya raja pertama atau lazim disebut

Tumanurung.Mitos-mitos tomanurunga itu mempunyai formula-formula cerita yang unik

yang menjadi karakter penceritaan setiap daerah. Tentu saja mite-mite seperti itu

mengandung nuansa sejarah dan budaya yang amat penting dalam memberikan kita

pemahaman terhadap Jeneponto. Demikian halnya cara berpikr, pandangan hidup dan gairah

batin masyarakat Jeneponto pada masa lampau.

Dalam sejarahnya, Jeneponto berada dalam lintas politik tiga kerajaan besar di Sulawesi

Selatan, yaitu Luwu, kemudian Gowa dan yang terakhir Bone. Pengaruh tiga kerajaan

tersebut semakin memberi warna Jeneponto dalam perjalanan sejarah dan budayanya

disamping tetap memperlihatkan identitas lokalnya yang khas. Kata Jeneponto adalah sebuah

nama yang baru muncul pada abad XIX dan munculnya nama tersebut sangat terkait

dengankepentingan administrative pemerintahan kolonial di wilayah Selatan Sulawesi

Selatan.

Situasi di wilayah Jeneponto sebagaiman kita saksikan pada masa kini dalam peta dengan

gambaran yang ada pada beberapa abad silam terutama abad XVI-XVII sangatlah berbeda.

Wilyah-wilayah yang ada sekarang sudah dalam model pemerintahan administrasi modern

dengan menempatkan nama Jeneponto sebagai sebagai nama kabupaten dalam provinsi

Sulawesi Selatan. Kabupaten Jeneponto membawahi 11 kecamatan, diman tiap-tiap

kecamatan membawahi desa atau kelurahan. Pada umunya kerajaan-kerajaan lokal atau

wabuwa sekarang ini ada yang menjadi desa atau kelurahan dan ada pula yang menjadi

kecamatan.

Page 12: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Arungkeke merupakan salah satu dari 11 kecamatan di kabupaten Jeneponto yang berbatasan

langsung dengan kecamatan batang di sebelah utara, Laut Flores di sebelah timur, Kecamatan

Binamu di sebelah barat dan laut Flores di sebelah selatan dengan ibukota kecamatan di Desa

Arungkeke. Dari 7 desa di Kecamatan Arungkeke, sebanyak 6 desa diantaranya merupakan

daerah pantai dan hanya 1 desa lainnya merupakan derah bukan pantai. Menurut jaraknya,

maka letak masing-masing desa ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten sangat

bervariasi. Jarak desa ke ibukota kecamatan maupun ke ibukota kabupaten berkiasr 4-41 km.

untuk jarak terjauh adalah desa Arungkeke Palantikang yaitu sekitar 17 km dari ibukota

kabupaten (Bonto sunggu), sedangkan untuk jarak terdekat adalah desa kalumpang Loe.

Metode Penelitian 

Lokasi Penelitian

Penelitian yang berjudul “KerajaanArungkeke Abad XVII” dilakukan di daerah Kabupaten

Jeneponto Kecamatan Arungkeke.

Jenis Penelitian

Penelitian mengenai “Kerajaan Arungkeke Abad XVII”, merupakan suatu penelitian historis

karena penelitian ini diarahkan untuk meneliti, mengungkapakan dan menjelaskan peristiwa

masa lampau sehingga jelas diarahkan kepada metode sejarah yang bersifat kualitatif. Tujuan

dari penilitian historis ini yaitu menemukandan mendeskripsikan secara analisis serta

menafsirkan tentang kerajaan Arungkeke. Selain itu penelitian yang saya lakukan terkait

dengan kerajaan Arungkekek Abad XVII termasuk dalam penelitian sejarh lokal yang bersifat

sosial politik karena dalam penelitian kan dibahas terkait dengan kepemimpianan yang

sifatnya politik dan dalampenelitian ini pula akan dibahas mengenai suatu hubungan yang

terjalin antara raja dengan rakyat kemudian hubungan sastra kebangsawanan yang bersifat

sosial.

Page 13: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah yang dapat di

pertanggungjawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja sejarah. Pengiasahan masa

lampau tidak dapat dikerjakantanpa ada sumber yang menyangkut masa lampau tersebut,

sumber yang dimaksud adalah serupa data yang melalui proses analisis menjadi sebuah fakta

atau keterangan yang otentik yang berhubungan dengan tema permasalahan, dalam ilmu

sejarah dikenal sumber-sumber itu baik tertulis maupun tidak tertulis yang meliputi legenda,

folklore, prasasti, monument, alat-alat sejarah, perkakas rumah tangga, dokumen, surat kabar

dan surat-surat. Disinilah penulisan peristiwa sejarah memasuki lapangan teknis yaitu :

metode sejarah : “ bagaiman menggarap atau mengelola sumber sejarah” (kartodirdjo,

1992:28). Sumber yang disebabkan meliputi sumber primer dan sumber sekunder.

Oleh karena penelitian ini adalah penelitian sejarah, maka dalam penelitian ini menggunakan

metode historis, yaitu suatu metode penelitian yang khusus digunakan dalam penelitian

sejarah dengan melalui tahapan tertentu. Penerapan metode historis ini menempuh tahapan-

tahapan kerja, sebagaimana yang dikemukakan oleh Notosusanto (1971:17) sebagai berikut:

Heuristik, jakni menghimpun djejak-djejak masa lampau.

Kritik (sedjarah), jakni menjelediki apakah djejak itu sedjati baik bentuk maupun

isinja.

Interpretasi, jakni menetapkan makna dan saling berhubungan dari fakta jang

diperoleh sedjarah itu.

Penjadjian, jakni menjampaikan sintesa jang diperoleh dalam bentuk sebuah kisah.

Sesuai dengan metode historis di atas, maka langkah proses dalam penelitian dan penulisan

Skripsi ini adalah sebagai berikut:

Heuristik (Menemukan). Tahapan pertama yaitu mencari dan mengumpulkan

sumber yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas dalam skripsi ini, yakni

Page 14: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

“Kerajaan Arungkeke Abad XVII”. Mengumpulkan sumber yang diperlukan dalam

penulisan ini merupakan pekerjaan pokok yang dapat dikatakan gampang-gampang

susah, sehingga diperlukan kesabaran dari penulis. Menurut Notosusanto (1971:18)

heuristic berasal dari bahasa Yunani Heuriskein artinya sama dengan to find yang

baerati tidak hanya menemukan, tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini, kegiatan

diarahkan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan

diteliti, baik yang terdapat dilokasi penelitian, temuan benda maupun sumber

lisan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-data dan

informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni: Penelitian

Lapangan: Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh penulis

dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta mencari data-data dan

informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, agar dapat dibahas

berdasarkan informasi atau bukti data-data yang ditemukan. Ada 2 teknik yang

digunakan penulis untuk mengumpulkan data-data dan informasi penelitian lapangan,

yaitu: Pengamatan (observasi) adalah suatu teknik yang dilakukan penulis untuk

mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan Kerajaan Arungkeke dan

hasil-hasil peninggalan Kerajaan Arungkeke abad XVII. Tradisi lisan, adalah suatu

tehnik yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan mencermati penuturan-

penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan

terhadap masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka

penyusunan sejarah lokal tersebut (Widja, 1991:61), misalnya dengan mengadakan

wawancara langsung dengan orang-orang yang mengetahui tentang hal-hal yang

berkenaan dengan Kerajaan Arungkeke pada Abad XVII.

Kritik Sumber. Pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan

heuristik yang berupa; buku-buku yang relevan dengan pembahasan tentang Kerajaan

Page 15: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

Arungkeke, maupun hasil temuan dilapangan tentang bukti-bukti dilapangan tentang

keeksisan Kerajaan Arungkeke pada masa lalu. Setelah bukti itu atau data itu

ditemukan maka dilakukan penyaringan atau penyeleksian dengan mengacu pada

prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan orisinalnya terjamin. Tahapan

kritik ini tentu saja memiliki tujuan tertentu dalam pelaksanaannya. Salah satu tujuan

yang dapat diperoleh dalam tahapan kritik ini adalah otentitas (authenticity). Menurut

Lucey (1984:47) dalam Sjamsuddin (2007:134) dikatakan bahwa: Sebuah sumber

sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar

produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang

dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya) atau jika itu

yang dimaksudkan oleh pengarangnya. Kritik sebagai tahapan yang juga sangat

penting terbagi dua, yakni intern dan ekstern. Notosusanto (1971:20) menegaskan hal

ini: Setiap sumber mempunyai aspek intern dan aspek ekstern. Aspek eksternnya

bersangkutan dengan apakah sumber itu memang sumber, artinya sumber sejati yang

dibutuhkan. Aspek internnya bertalian dengan persoalan apakah sumber itu dapat

memberikan informasi yang kita butuhkan. Karena itu, penulisan sumber-sumber

sejarah mempunyai dua segi ekstern dan intern. Kritik ekstern atau kritik luar

dilakukan untuk meneliti keaslian sumber, apakah sumber tersebut valid, asli atau

bukan tiruan. Sumber tersebut utuh, dalam arti belum berubah, baik bentuk maupun

isinya. Dalam penelitian ini, sumber yang digunakan adalah sumber yang berkaitan

dengan Kerajaan Arungkeke Abad XVII. Kritik ekstern hanya daapat dilakukan pada

sumber yang menjadi bahan rujukan penulis. Disamping itu penulisan ini juga

didasarkan pada latar belakang pengarang dan waktu penulisan. Kritik intern atau

kritik dalam, dilakukan untuk menyelidiki sumber yang berkaitan dengan sumber

masalah penelitian dan penulisan skripsi ini. Tahapan ini menjadi ukuran sejau mana

Page 16: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

objektifitas penulis dalam mengelaborasi segenap data atau sumber yang telah

diperolehnya, dan tentunya mengedepankan prioritas. Setelah menetapkan sebau teks

autentik,serta referensi pengarang, maka penulis akan menetapkan apakah keaslian itu

kredibel dan sejauh mana hal tersebut mempengaruhi objek kajian. Pada tahap ini

pula kita dapat keabsahan suatu sumber yang kemudian akan dikomparasikan sumber

satu dengan sumber yang lainnya, tentunya dengan masalah yang sama.

Interpretasi. Setelah melalui tahapan kritik sumber, kemudian dilakukan interpretasi

atau penafsiran terhadap fakta sejarah yang diperoleh dari arsip, buku-buku yang

relevan dengan Kerajaan Arungkeke Abad XVII, maupun hasil penelitian langsung

dilapangan, diataranya tentang temuan arkeologis dan peninggalan-peniggalan

Kerajaan Arungkeke Abad XVII. Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan integritas

penulis untuk menghindari interpretasi yang subjektif terhadap fakta yang satu dengan

fakta yang lainnya, agar ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.

Historiografi. Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir

dariseluruh rangkaian dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber,serta

interpretasi, kemudian dielaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi.

Menurut Abdullah dkk (1985:15) historiografi dijelaskan sebagai berikut: Penulisan

sejarah merupakan puncak dari segalanya, sebab apa yang dituliskan itulah sejarah

yang historice recite, sejarah bagaimana yang dikisahkan. Yang mencoba

mengungkap dan memahami historice realite, sejarah sebagaimana yang terjadi dan

hasil penulisan inilah yang disebut dengan historiografi. Sejarawan pada fase ini

mencoba menagkap dan memahami realita sejarah. Dalam konteks ini, sejarawan

tidak hanya menjawab pertanyaan “apa”, “siapa”, “kapan” dan “bagimana”, tetapi

melakukan eksplanasi secara kritis tentang “bagaimana” dan “mengapa” (Madjid,

2008:59). Pada tahap ini, faka-fakta yang telah dirumuskan atau diinterpretasikan itu

Page 17: Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi

selanjutnya dirangkaikan untuk mengungkapkan kisah sejarah yang menjadi topik

dalam penulisan skripsi ini secara kronologis dan menjelaskan maknanya. Adapun

tujuan dari penulisan yang telah dilakukan yaitu menciftakan kembali totalitas

daripada fakta sejarah dengan sesuatu cara yang tidak memperkosa masalampau yang

sesungguhnya.[ki]