problematika mediasi dalam perkara...

95
PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA REKONVENSI (Analisis Putusan Perkara Nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh MOHAMMAD ANDRIANSYAH NIM. 106044101422 KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2010 M/1431 H

Upload: duongkhuong

Post on 06-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA REKONVENSI

(Analisis Putusan Perkara Nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh

MOHAMMAD ANDRIANSYAHNIM. 106044101422

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2010 M/1431 H

Page 2: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. wb

Segala puji bagi Allah SWT, sang Maha Pencipta dan Maha Penguasa alam

semesta yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis

terutama dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam kita haturkan

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan keluarga, serta para sahabat yang

telah banyak berkorban dan menyebarkan dakwah Islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit

hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu ada jalan

kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan

skripsi ini banyak membantu dan memberikan bimbingan dan masukan yang

berharga kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Dengan demikian dalam kesempatan yang berharga ini penulis

mengugkapkan rasa hormat serta ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. Ketua Program Studi Akhwal Al-Syakhsiyyah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 3: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

v

3. Kamarusdiana, S.Ag., MH. Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. H. Afifi Fauzi Abbas, MA. Selaku dosen pembimbing skripsi penulis, Terima

Kasih karena telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi

kepada penulis dalam rangka menyelesaiakan skripsi ini.

5. Para Narasumber dan Staff Pengadilan Agama Depok, yang telah memberikan

izin dan membantu meluangkan waktunya untuk melaksanakan observasi dan

wawancara selama penulis mengadakan penelitian khususnya Drs. H.Toha

Mansyur SH. MH dan Drs. Sarnoto, MH Yang telah memberikan informasi

kepada penulis.

6. Seluruh Staff Pengajar (dosen) Prodi Ahwal Al Syakhshiyah Fakultas Syariah

dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan memberikan motivasi

sepanjang penulis berada di sini. Selain itu, para Pimpinan dan Staff Perpustakaan

baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna

menyelesaikan skripsi ini.

7. Teristimewa untuk Ayahanda H. Iing Ibrahim dan Ibunda Mugiroh tercinta. Yang

telah merawat dan mengasuh serta mendidik dengan penuh kasih sayang dan

memberikan pengorbanan yang tak terhitung nilainya baik dari segi moril maupun

materil. Kakak tercinta Nazmudin, Iis Aisyah, Muhtadin dan Adik tersayang

Halimatul Sasqia, juga sepupu penulis Ahmad Azhari S.Hum. Terimakasih atas

Page 4: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

vi

segala doanya, kesabaran, jerih payah, serta nasihat yang senantiasa memberikan

semangat tanpa jemu hingga penulis dapat menyelesaiakan studi.

8. Teman-teman senasib dan seperjuangan konsentrasi Peradilan Agama angkatan

2006. Terkhusus untuk M. Taqiyuddin al-Qisti S.Sy, Farid Wajdi S.Sy, Yaomil

Agus Muharam S.Sy, Rika Delfayona S.Sy, Istiarini Cahyaningsih S.Sy, Ibnu

Rahman, Ilyas Kartawijaya, Joko Susilo, Raudlotul Irfan S.Sy, Maslahul Huda

S.Sy, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih

atas bantuannya dalam penulisan skripsi ini.

Kepada semua pihak yang telah banyak memotivasi dan memberi inspirasi

kepada penulis untuk mencapai suatu cita-cita, dan yang telah membantu baik

secara langsung maupun tidak langsung, moril maupun materil. Hanya ucapan

terima kasih yang penulis haturkan semoga segala bantuan tersebut diterima

sebagai amal baik disisi Allah SWT. Dan memperoleh pahala yang berlipat ganda

(amin). Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Jakarta, 07 November 2010

Penulis

Page 5: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………………… ii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………… iii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… vii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………..7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………… 8

D. Studi Riview…………………………………………………… 9

E. Metode Penelitian……………………………………………… 14

F. Sistematika Penulisan…………………………………………...19

BAB II RUANG LINGKUP MEDIASI DAN GUGATAN

REKONVENSI SERTA PROSES MEDIASI DALAM

PERKARA REKONVENSI

A. Mediasi………………………………………………………… 21

B. Gugatan Rekonvensi……………………………………………32

C. Proses Mediasi dalam Perkara Perceraian……………………...36

D. Proses Perkara Rekonvensi……………………………………..48

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEPOK PERKARA

NOMOR 1155/Pdt.G/2008/PA. DPK

A. Duduk Perkara…………………………………………………. 49

B. Pertimbangan Hukum Hakim…………………………………...56

C. Putusan Pengadilan…………………………………………….. 65

Page 6: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

viii

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA NO. 1155/Pdt.G/2008/PA. DPK

A. Analisis Putusan Tentang Duduk Perkara………………………67

B. Analisis Putusan Tentang Pertimbangan Hukum Hakim……….71

C. Analisis Putusan Tentang Putusan Pengadilan………………….75

D. Proses mediasi dalam perkara Rekonvensi…………………….. 77

E. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Mediasi…………… 78

F. Peran Mediator dalam Proses Mediasi dalam perkara

Rekonvensi……………………………………………………...79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………….. 81

B. Saran-Saran…………………………………………………….. 85

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 87

LAMPIRAN- LAMPIRAN………………………………………………………. 90

Page 7: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Pada dasarnya tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan saling melengkapi agar masing-

masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan

spiritual dan material.2

Ikatan pernikahan antara suami dan istri adalah ikatan yang paling suci dan

paling kokoh, “mitsaqan gholizhon (perjanjian yang kokoh)”. Dalam KHI pasal 2

dinyatakan bahwa “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu

akad yang sangat kuat atau miitsaqan gholiidhan untuk mentaati perintah Allah

dan melaksanakannya merupakan ibadah”.3

Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 Allah berfirman, yang mengungkapkan

tujuan dasar setiap pembentukan rumah tangga, yaitu di disamping untuk

1 Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan No.1 Tahun 1974 tentangPerkawinan, (Jakarta: Akademika Presindo, 1986), cet I, h,64

2 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Semarang: Rajawali Pers, 1995), h.56

3 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo,1992), h.114

Page 8: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

2

mendapat keturunan yang saleh, adalah untuk dapat hidup tentram, adanya

suasana sakinah yang disertai rasa kasih sayang.4

Dalam kehidupan rumah tangga meskipun pada dasarnya suami isteri penuh

rasa kasih cinta, kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada

kenyataanya rasa cinta itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar, bahkan bisa

hilang berganti dengan kebencian, kalau kebencian sudah datang dan suami isteri

tidak dengan sungguh hati mencari jalan keluar untuk memulihkan kembali kasih

sayangnya, akan berakibat buruk pada anak keturunannya.5

Suami isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil

keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali

walaupun dalam ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian.

Talak (perceraian) menurut bahasa artinya “melepaskan ikatan tali”, sedang

menurut syara’ artinya “melepaskan ikatan dengan lafal yang dituturkan nanti”.6

Namun perceraian adalah suatu hal yang meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci

oleh Nabi.7 Hal ini sesuai dengan asas prinsipil dalam Undang-undang No. 1

4 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:Prenada Media, 2004), h.96

5 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h.97

6 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in 3,(Surabaya :Alhidayah, 1993), h. 151

7 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in 3, h. 97

Page 9: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

3

tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu prinsip untuk mempersulit terjadinya

perceraian, didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :

ابن الولید حدثنا كثیر ابن عبید الحمصي حدثنا محمد ابن خالد عن عبید اهللا

قال : الوصافي عن محارب ابن دثار عن عبد اهللا ابن عمر رضي اهللا عنھما

)رواه ابن ماجھ(الطالق ابغض الحالل الى اهللا : رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم Artinya : “Telah Menceritakan kepada kami Katsir bin Ubaid al-Himsyi, telah

menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalid dari Ubaidillah binWalid Al- Dzashofi dari Muharib bin itsar dari Abdullah bin UmarR.A. : telah bersabda Rasulullah SAW : sesuatu perbuatan halal yangpaling dibenci Allah adalah thalaq atau perceraian.” (H.R. IbnuMajah).8

Berdasarkan hadits di atas dihukumi talak (perceraian) itu makruh.

Menetapkan ada kemurkaan Allah terhadap talak (perceraian), adalah

dimaksudkan untuk kuat menghindari talak (perceraian), bukan dimaksudkan

dengan hakikat kebencian (kemurkaan) yang sesungguhnya, sebab akan berarti

menunjukan ketidakhalalan dilakukannya.9

Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang Peradilan

Agama khususnya Pasal 1, 2, 49 dan penjelasan umum angka 2 serta peraturan

perundang-undangan lain yang berlaku, antara lain Undang-undang No. 1 tahun

1974 tentang Perkawinan, PP No.28 tahun 1977 tentang Wakaf, PERMENAG

No.2 tahun 1987 tentang Wali Hakim, maka Pengadilan Agama bertugas dan

8 Abi Abdullah bin Yazid Al-Qazwainiy, Sunan Ibnu Majah, (Beirut, Lebanon: Daar el-Fikr,1994), h. 633

9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in 3, h. 153

Page 10: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

4

berwenang untuk memberikan pelayanan hukum dan keadilan dalam bidang

hukum keluarga dan harta perkawinan bagi yang beragama Islam berdasarkan

hukum Islam.10

Penyelesaian suatu perselisihan yang terbaik adalah dengan cara perdamaian.

Hukum Islam mementingkan penyelesaian perselisihan dengan cara perdamaian,

sebelum dengan cara putusan pengadilan, karena putusan pengadilan dapat

menimbulkan dendam yang mendalam, terutama bagi pihak yang dikalahkan.

Untuk itu sebelum diperiksa hakim wajib berusaha mendamaikan kedua belah

pihak terlebih dahulu, apabila hal ini belum dilakukan oleh hakim bisa berakibat

bahwa putusan yang dijatuhkan batal demi hukum.11

Ketentuan ini terdapat dalam pasal 130 HIR maupun pasal 154 RBG yang

menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai dan Peraturan Mahkamah

Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

pasal 2 yang disebutkan bahwa: “Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan

peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau

pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Peraturan

tentang mediasi ini terdapat pada Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor

1 Tahun 2002, kemudian direvisi dengan Perma Nomor 2 Tahun 2003 tentang

10 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2006), h.2

11 Jaenal Arifin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2008), h.351

Page 11: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

5

Prosedur Mediasi di Pengadilan, terakhir disempurnakan lagi dengan lahirnya

Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Kenyataan praktik yang dihadapi, jarang dijumpai putusan perdamaian.

Produk yang dihasilkan peradilan dalam penyeleseaian perkara yang diajukan

berupa putusan konvensional yang bercorak menang atau kalah (winning or

losing). Jarang ditemukan penyelesaian berdasarkan konsep sama-sama menang

(win-win solution). Akibatnya, keberadaan pasal 130 HIR, pasal 154 RBG dalam

hukum acara, tidak lebih dari hiasan belaka atau rumusan mati.12

Dalam pemeriksaan perkara perceraian, fungsi upaya hakim untuk

mendamaikan para pihak, tidak terbatas pada sidang pertama saja. Ketentuan UU

No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 82 ayat (4) jis Pasal 31 ayat (2)

dan Pasal 21 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan melampaui prinsip tersebut.

Menurut ketentuan pasal dimaksud, upaya mendamaikan dalam perkara

perceraian adalah berlanjut selama proses pemeriksaan berlangsung dan mulai

dari sidang pertama sampai tahap putusan belum dijatuhkan. Oleh karena itu,

pada setiap kali pemeriksaan sidang berlangsung, hakim tetap dibebani fungsi

mengupayakan perdamaian.13

12Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafindo, 2004), h.241

13Sulaikin Lubis dkk, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama di Indonesia, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008), h.71

Page 12: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

6

Praktek mediasi dalam proses persidangan melalui tuntutan balik (rekonvensi)

jarang ditemukan. Padahal tuntutan rekonvensi tersebut pada dasarnya merupakan

satu perkara lain yang kebetulan pemeriksaannya disatukan dengan perkara awal

(konvensi) untuk tujuan efektifitas dan efisiensi serta sinkronisasi sepanjang

dibenarkan oleh ketentuan yang berlaku.

Tuntutan balik itu pada umumnya meliputi perkara nafkah lampau

(madhiyah), nafkah iddah, mut’ah, hadhanah dan nafkah anak, sebagian di

antaranya harta bersama. Oleh karena perkara ini muncul di tengah persidangan,

maka terhadap perkara ini tidak pernah ditempuh upaya perdamaian melalui

mediasi dengan alasan proses persidangan telah berjalan dan tahap perdamaian

telah dilalui, Apabila direnungkan dengan seksama, dari segi substansi, perkara-

perkara yang muncul dalam tuntutan balik pada dasarnya adalah perkara

tersendiri, kepentingannya berbeda dan terpisah dengan pokok perkara. Hanya

saja karena terdapat kaitan yang erat dengan perkara awal, maka pemeriksaannya

dibenarkan bersamaan dengan pokok perkara. Oleh karena permasalahan diatas

penulis terdorong ingin mengetahui problematika mediasi dalam perkara

rekonvensi di Pengadilan Agama Depok.

Disamping itu ingin mengetahui bagaimana analisis Hukum Acara Peradilan

Agama terhadap putusan Pengadilan Agama Depok Perkara No. 1155/Pdt.G/2008

/PA. DPK terhadap praktek proses mediasi dalam perkara rekonvensi, faktor-

faktor apa saja yang menentukan keberhasilan mediasi dan bagaimana peran

hakim mediator dalam proses mediasi dalam perkara rekonvensi.

Page 13: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

7

Sejumlah pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong rasa ingin tahu

penulis dan ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, sehingga penulis

menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : “PROBLEMATIKA

MEDIASI DALAM PERKARA REKONVENSI” (Analisis Putusan Perkara

No. 1155/Pdt.G/2008/PA. DPK).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup dalam penelitian ini berkisar pada masalah mediasi dalam

perkara rekonvensi. Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah dan tidak

meluas, maka dalam penelitian ini penulis terfokus pada proses mediasi dalam

perkara rekonvensi di Pengadilan Agama Depok, dengan menitik beratkan

terhadap Putusan Perkara No. 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK.

2. Perumusan Masalah

Menurut Peraturan formal yang berlaku menyatakan meskipun mediasi

telah gagal, namun dalam setiap tahapan pemeriksaan perkara hakim

pemeriksa perkara tetap mempunyai wewenang untuk mendorong atau

mengusahakan perdamaian. Begitu pula dalam proses mediasi dalam perkara

rekonvensi, hakim tetap dibebani fungsi mengupayakan perdamaian.

Tetapi kenyataannya dalam praktek mediasi dalam proses persidangan

melalui tuntutan balik (rekonvensi) di pengadilan jarang ditemui, seperti salah

Page 14: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

8

satunya dalam Putusan Perkara No.1155/Pdt.G/2008/PA.DPK yang penulis

telusuri dalam penulisan skripsi ini. Untuk mempermudah pembahasan,

rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek mediasi dalam proses persidangan melalui tuntutan

balik (rekonvensi) di Pengadilan Agama Depok?

2. Bagaimana pertimbangan hukum dan amar putusan yang digunakan oleh

Majelis Hakim tersebut dalam putusan perkara Nomor 1155/Pdt.G/2008

/PA.DPK ?

3. Faktor-faktor apa saja yang menentukan keberhasilan mediasi ?

4. Bagaimana peran hakim mediator dalam proses mediasi dalam perkara

rekonvensi di Pengadilan Agama Depok ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai agar mendapatkan jawaban yang pasti dari

permasalahan mediasi dalam perkara rekonvensi,sebagai berikut :

1. Memenuhi persyaratan dalam penyelesaian studi di Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar Sarjana

Syariah.

Page 15: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

9

2. Mengetahui praktek mediasi dalam proses persidangan melalui tuntutan

balik (rekonvensi) di Pengadilan Agama Depok.

3. Memperoleh pengetahuan tentang pertimbangan hukum dan amar putusan

yang digunakan oleh Majelis Hakim tersebut dalam putusan perkara

Nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK.

4. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan keberhasilan mediasi.

5. Memperoleh pengetahuan tentang peran hakim mediator dalam proses

mediasi dalam perkara rekonvensi di Pengadilan Agama Depok.

2. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini akan memperluas wawasan intelektualitas di

bidang hukum terutama tentang mediasi.

2. Bagi Fakultas, penelitian ini menambah khazanah ilmu pengetahuan dan

literature pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada

segenap pihak yang berkompeten untuk meningkatkan efektivitas peranan

mediasi khususnya peran hakim mediator dalam perkara rekonvensi

sehingga menyelesaikan gugatan rekonvensi agar rasa keadilan lebih dapat

diwujudkan untuk kedua belah pihak.

D. Studi Review

Page 16: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

10

Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh

mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang

akan diteliti oleh penulis, diantaranya sebagai berikut :

1. Skripsi oleh Suaeb PH/PMH Tahun 2006 yang berjudul “Peran Hakim dalam

mendamaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Bekasi”.

Dalam skripsi ini membahas tentang perceraian dan membahas tentang upaya

perdamaian dalam perkara cerai di Pengadilan Agama, maksud perdamaian dalam

perceraian serta teknik dan tata cara Hakim dalam mendamaikan para pihak.

Pokok masalahnya yaitu tentang penyelesaian perceraian dengan cara perdamaian

yang ditangani oleh Pengadilan Agama Bekasi. Kemudian menggunakan metode

penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian

kepustakaan (library reseach) dan lapangan (field reseach) dan menggunakan

Sumber data berupa data atau dokumen yang diperoleh dari data Pengadilan

Agama Bekasi, hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Bekasi dan

juga teori-teori yang mendukung penelitian ini.

Adapun temuannya yaitu berdasarkan Laporan Tahun 2004 Pengadilan

Agama Bekasi tentang perkara yang diputus, adanya perbandingan cerai gugat

lebih banyak dibanding cerai talak yang membuktikan permintaan cerai dari pihak

istri lebih dominan dan alasan perceraian paling banyak dikarenakan tidak adanya

keharmonisan dalam rumah tangga. Dari perkara yang masuk sebanyak 808

perkara, sebanyak 99 perkara berhasil dicabut karena terjadi perdamaian. Peran

Page 17: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

11

hakim Pengadilan Agama Bekasi dalam mendamaikan perkara percaeraian sudah

cukup maksimal atau efektif dalam meminimalisir terjadinya perceraian dengan

kata lain penerapan asas wajib mendamaikan yang diterapkan di Pengadilan

Agama Bekasi mempunyai pengaruh dan membawa hasil. Perbedaannya dengan

skripsi penulis yaitu lebih menekankan pada upaya Hakim Majelis dalam

mendamaikan para pihak. Sedangkan judul yang penulis angkat tentang

Problematika Mediasi dalam Perkara Rekonvensi dimana lebih terfokus pada

pembahasan proses Mediasi dalam Perkara Rekonvensi di Pengadilan Agama

Depok dengan menganalisis putusan perkara nomor 1155/Pdt.G/2008/PA. DPK.

2. Skripsi oleh Budi Setiawan PF/PMH Tahun 2006 yang berjudul “Hakam

Menurut Imam Mazhab dan UU No. 7/ 1989 Tentang Peradilan Agama, Serta

Peranannya dalam menyelesaikan Sengketa Perceraian” (Studi Kasus Pada

Pengadilan Agama Jakarta Utara )

Dalam skripsi ini membahas tentang hakam, perdamaian (hakam) dimasa

sahabat dan perdamaian pada sengketa perceraian pada masa sekarang dan juga

membahas pandangan imam mazhab dan undang-undang Peradilan Agama

tentang hakam serta bentuk dan upaya hakam dalam mendamaikan dan juga

peranan hakam dalam sengketa perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara.

Adapun pokok masalahnya yaitu tentang pandangan Imam Mazhab dan

Undang-undang Peradilan Agama terhadap Hakam, peranan Hakam sebagai

penengah dalam menyelesaikan kasus perceraian di Pengadilan Agama.

Page 18: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

12

Kemudian menggunakan metode penelitian dengan menggunakan pendekatan

yang bersifat yuridis empirik dengan penelitian deskriptif dan menggunakan

sumber data berupa kepustakaan, wawancara, studi dokumentasi, hasil penelitian

dan berkas perkara perceraian yang diselesaikan dengan perdamaian.

Adapun temuannya yaitu fungsi hakam di Pengadilan Agama masih terbatas

pada perkara syiqaq, realitas didapati banyak perkara syiqaq yang diputuskan di

Pengadilan Agama Jakarta Utara tanpa satupun dari perkara mereka yang

ditangani oleh Hakam. Peranan hakam dalam menyelesaikan sengketa perceraian

di Pengadilan Agama yaitu untuk mendamaikan pihak yang bersengketa dengan

alasan syiqaq, namun keberhasilan peranan hakam tidak maksimal (nihil).

Adapun perbedaannya dengan skripsi penulis yaitu lebih menekankan pada

pembahasan Hakam yang ditinjau dari pendapat imam mazhab dan UU No. 7

tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan judul yang penulis angkat

tentang Problematika Mediasi dalam Perkara Rekonvensi dimana lebih terfokus

pada pembahasan proses Mediasi dalam Perkara Rekonvensi di Pengadilan

Agama Depok dengan menganalisis putusan perkara nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.

DPK.

3. Skripsi oleh Nusra Arini / PH / PMH Tahun 2009 yang berjudul “Aplikasi

Perma No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi dalam putusan perkara

perdata di Pengadilan Agama Jakarta Selatan”

Dalam skripsi ini membahas tentang Prosedur Mediasi yang terintegrasi

dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan, juga menguraikan mengenai

Page 19: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

13

pelaksanaan putusan yang ditetapkan oleh Hakim di PA Jakarta Selatan baik

sebelum maupun sesudah Perma No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi ini

diberlakukan.

Adapun pokok masalahnya yaitu tentang Mediasi di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dalam menerapkan Perma No. 1 Tahun 2008 pada putusannya,

prosedur dan penerapan Perma, tantangan dan hambatan Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dalam menerapkan Perma dan pengaruh mediasi terhadap

putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebelum dan sesudah

diberlakukannya Perma.

Kemudian menggunakan metode penelitian dengan menggunakan pendekatan

perundang-undangan dan normatif dengan jenis penelitian Kualitatif deskriptif

dengan penelitian kepustakaan (library reseach) dan lapangan (field reseach) dan

sumber data berupa wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

data putusan-putusan Hakim sebelum dan sesudah diberlakukannya Perma. Dan

data sekunder diperoleh dari Peraturan Perundang-undangan, data resmi dari

instansi Pemerintah, Peradilan, buku-buku literature, karangan ilmiah, makalah

umum.

Adapun temuannya yaitu pelaksanaan aturan mediasi di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan bersifat fleksibel, tidak sesuai Perma secara keseluruhan, sebelum

diberlakukan Perma tahun 2007 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan perkara

yang diputus dengan alasan perceraian sebanyak 1343 perkara dan perkara yang

didamaikan sebanyak 170 perkara. Setelah diberlakukannya Perma tahun 2008 di

Page 20: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

14

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dari 1641 perkara yang diputus, sebanyak 176

perkara yang didamaikan, Perma belum berjalan secara efektif dan belum

dijalankan secara maksimal karena taraf proses sosialisasi.

Adapun perbedaannya dengan skripsi penulis yaitu lebih menekankan pada

pembahasan prosedur mediasi dan penerapan peraturan Mediasi di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan baik sebelum maupun sesudah Perma No. 1 tahun 2008

tentang prosedur mediasi ini diberlakukan.

Sedangkan judul yang penulis angkat tentang Problematika Mediasi dalam

Perkara Rekonvensi dimana lebih terfokus pada pembahasan proses mediasi

dalam Perkara Rekonvensi di Pengadilan Agama Depok dengan menganalisis

putusan perkara nomor 1155/Pdt.G/2008/PA. DPK.

E. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini, maka

penulis menggunakan beberapa metode, antara lain :

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan dengan memakai

penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

Page 21: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

15

normatifnya, yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data

sekunder belaka.14

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif yang bersifat deskriftif yang menggambarkan data-data dan

informasi berdasarkan fakta yang diperoleh secara mendalam. Adapun tujuan

dari penelitian deskriftif ini adalah untuk menggambarkan suatu objek secara

sistematis.15

Pendekatan kualitatif yaitu dengan menggunakan analisa isi, dengan cara

menguraikan dan mendeskripsikan isi dari putusan yang penulis dapatkan,

kemudian menghubungkan dengan masalah mediasi dalam perkara

rekonvensi khususnya dengan putusan Hakim Pengadilan Agama Depok

dalam perkara No.1155/Pdt.G/2008/PA DPK sehingga dapat menemukan

kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan

tujuan yang dikehendaki dalam penulisan skripsi ini.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini akan digunakan bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, karena ini penelitian hukum. Untuk memecahkan isu

14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat(Jakarta : CV Rajawali, 1985), h.14.

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 1986), h.43

Page 22: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

16

hukum dan sekaligus memberikan deskripsi mengenai apa yang seharusnya,

diperlukan sumber-sumber penelitian hukum berupa bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.16 Di bawah ini akan dirinci satu persatu apa saja yang

termasuk ke dalam data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang

diteliti,17 yaitu bahan hukum yang mengikat.18 Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.19 Jika

dikaitkan dengan objek pembahasan ini, maka data primer yakni berupa

putusan cerai yang melalui proses mediasi dalam tahap gugatan balik

(rekonvensi) yaitu putusan perkara nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK yang

diperoleh dari Pengadilan Agama Depok. Selain itu juga data primer

diperoleh lewat interview (wawancara) terhadap Hakim yang memeriksa

perkara ini dan Hakim mediator Pengadilan Agama Depok, kemudian

16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005), h.141

17 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h.5

18 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), Cet. VII, h.113

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 141

Page 23: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

17

data-data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan

menghubungkan dengan masalah yang diteliti oleh penulis.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan

studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang

hukum, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum.20

Dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur’an, Hadits, buku-buku

ilmiah, jurnal-jurnal, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama pasal 65 dan 82 ayat (4), PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 31 ayat (2)

dan Pasal 21 tentang Pelaksanaan UU No.1 tahun 1974, Ketentuan pasal

130 HIR dan pasal 154 RBG, Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema)

Nomor 1 Tahun 2002, Perma Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan, Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 115 dan

Pasal 143, serta peraturan lainnya yang dapat mendukung skripsi ini.

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h.165

Page 24: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

18

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

a. Mengumpulkan berbagai referensi baik berupa buku-buku, jurnal-jurnal

hukum, dan kitab-kitab fikih yang khusus berbicara tentang mediasi atau

perdamaian sengketa perceraian dan gugatan balik (rekonvensi) lalu

dihubungkan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Depok

Perkara Nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK dan Peraturan Perundang-

undangan yang mengatur mediasi dan gugatan balik (rekonvensi)

khususnya pada Peraturan Perundang-undangan Pasal 65 dan 82 ayat (4)

UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jis Pasal 31 ayat (2) dan

Pasal 21 PP No. 9 Tahun 1975, Ketentuan pasal 130 HIR dan pasal 154

RBG, Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 1 Tahun 2002,

Perma Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

Kompilasi Hukum Islam Pasal 115, Pasal 143. Dari data tersebut diolah

sedemikian rupa, sehingga akan terlihat dengan jelas sebagai jawaban atas

rumusan masalah yang dikaji.

b. Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau

lebih secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada

kaitannya dengan judul skripsi ini yaitu hakim mediator yang memeriksa

Page 25: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

19

perkara perceraian ini. Adapun fungsi dari wawancara adalah untuk

membuat deskripsi dan/atau eksplorasi.21

5. Teknik Analisis Data

Setelah melalui beberapa proses pengumpulan data yang dilakukan

dengan macam-macam metode yang dipilih, maka data yang sudah ada diolah

dan dianalisis untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi penelitian ini.

Metode analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data

tersebut secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content

analysis. Kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis

sendiri, dengan demikian menjadi nampak rincian jawaban atas pokok

permasalahan yang diteliti.

Sementara untuk teknis penulisan penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007.”

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai materi yang menjadi

pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam

mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika

penulisan ini sebagai berikut:

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 25

Page 26: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

20

Bab Pertama berisi pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan penelitian, studi review, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua berisikan teori-teori yang membahas mediasi, gugatan rekonvensi,

proses mediasi dalam perkara perceraian, proses perkara rekonvensi.

Bab Ketiga berisikan putusan Pengadilan Agama Depok putusan perkara

nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK yang terdiri dari duduk Perkara, pertimbangan

hukum Hakim dan putusan Pengadilan

Bab Keempat, didalamnya membahas analisis putusan, analisis hukum acara

Peradilan Agama terhadap putusan Pengadilan Agama Depok Perkara Nomor

1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk terhadap proses mediasi dalam perkara rekonvensi,

faktor yang mempengaruhi keberhasilan Mediasi, peran mediator dalam proses

mediasi dalam perkara rekonvensi.

Bab Kelima Penutup yang merupakan akhir dari seluruh rangkaian

pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Page 27: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

21

BAB II

RUANG LINGKUP MEDIASI DAN GUGATAN REKONVENSI SERTA

PROSES MEDIASI DALAM PERKARA REKONVENSI

A. Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Secara etimologi istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang

berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan

pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan

menyelesaikan sengketa antara para pihak.1

Dalam bahasa Indonesia mediasi diartikan sebagai upaya perdamaian

dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perdamaian secara

etimologi adalah perhentian permusuhan.2

Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa

mediasi adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa

guna menghasilkan kesepakatan (agreement).3 Joni Emirzon memberikan

pengertian mediasi yaitu proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam

1 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009), h.2.

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, BalaiPustaka, 1998), h.223.

3 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.2

Page 28: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

22

penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat.4 Seorang ahli resolusi

konflik Laurence Bolle menyatakan bahwa mediasi adalah proses

pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak dengan dibantu pihak

ketiga sebagai mediator. Pernyataan Bolle menunjukan bahwa kewenangan

pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan para pihak, dan mediator

hanyalah membantu para pihak di dalam proses pengambilan keputusan

tersebut. 5

Mediasi diartikan pula sebagai negosiasi dengan bantuan pihak ketiga,

yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai dan Pihak

ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat.6

Dalam pasal 1851 KUH Perdata dikemukakan bahwa yang dimaksud

perdamaian adalah suatu persetujuan atau perjanjian dengan mana kedua belah

pihak, dengan menyerah, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri

suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu

perkara.7

4 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan: Negosiasi, Mediasi,Konsiliasi, dan Arbitrase,( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h.60.

5 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.4

6 Mediasi, oleh Rizal Panggabean, Riza N. Arfani, Poppy S. Winanti. Diakses pada 24Agustus 2010 dari www.diahkei.staff.ugm.ac.id.

7 Jaih Mubarok, dan Nurlailatul Musyafalah dkk, Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung:Pustaka Bani Quiraisy, 2004), h.124.

Page 29: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

23

Penyelesaian sengketa melalui cara mediasi telah lama dikenal dalam

praktek hukum Islam. Mediasi adalah istilah baru, yang di dalam Islam ia

dapat disebut dengan tahkim namun pengertiannya sedikit berbeda. Tahkim

berasal dari bahasa Arab yang artinya ialah ”menyerahkan putusan pada

seseorang dan menerima putusan itu”. Tahkim dimaksudkan sebagai upaya

untuk menyelesaikan sengketa dimana para pihak yang terlibat dalam sengketa

diberi kebebasan untuk memilih seorang hakam (mediator) sebagai penengah

atau orang yang di anggap netral yang mampu mendamaikan kedua belah

pihak yang bersengketa.8

Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad menawarkan proses penyelesaian

sengketa dipengadilan melalui dua cara, yaitu pembuktian fakta hukum

(adjudikasi), dan penyelesaian melalui perdamaian (islah). Didalam Islam

mediasi dikenal pula dengan istilah sulh, sulh adalah kehendak para pihak

yang bersengketa untuk membuat kesepakatan damai. Akad sulh yang dibuat

para pihak harus diberitahukan kepada hakim, agar hakim tidak melanjutkan

proses penyelesaian sengketa melalui pembuktian fakta adjudikasi. Akad sulh

ini akan dibuat penetapan oleh hakim, agar dapat dilaksanakan oleh para

pihak. Keberadaan sulh sebagai upaya damai dalam penyelesaian sengketa

telah diterangkan dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Dalam Al-

Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 114 dan 128 :

8Potret Mediasi dalam Islam, oleh Siti Juwariyah, S.HI. (Calon Hakim Agama PABalikpapan Kalimantan Timur), diakses pada 6 Agustus 2010 dari WWW.BADILAG.NET.

Page 30: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

24

)/:114(

Artinya:

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecualibisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atauberbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. danbarangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Makakelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.”( Q.S. 4 (An-Nisa’) ayat: 114)

)النساء/:128(

Artinya:

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh darisuaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yangsebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupunmanusia itu menurut tabiatnya kikir dan jika kamu bergaul dengan istrimusecara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh tak acuh),maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamukerjakan.” ( Q.S. 4 (An-Nisa’) ayat : 128)

Hal senada juga dijelaskan Nabi Muhammad: Dari ‘Amr bin ‘Auf Al-

Muzzani, bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda :

Page 31: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

25

نرعمنوعفبوناعايملزلنوسرلصهليعلمسقالو)لحـآءزالصجنيبنلميسااالالملحصمرحالالحلاواحامرلاحسالمونولمىعطهمورطااالشرشمرحالالحلاوااحامر9)الرتمذىرواه()ح

“perdamaian itu halal antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yangmengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan orang-orangIslam (wajib) berpegang dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yangmengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”. (HR. Tirmidzi)10

Menurut Umar Ibn Khattab, beliau mewajibkan hakim pada masanya

untuk mengajak para pihak melakukan perdamaian (islah), baik pada awal

proses perkara diajukan kepadanya, maupun pada masa persidangan yang

sedang berjalan di pengadilan. Hakim tidak boleh membiarkan para pihak

tidak menempuh upaya damai. Hakim harus proaktif dan mendorong para

pihak mewujudkan kesepakatan damai dalam sengketa mereka. Penegasan

Khalifah Umar Ibn Khattab ini di ketahui dari surat yang ditulisnya kepada

Abu Musa as-‘Asyari, seorang hakim di Kufah. Umar Ibn Khattab menulis

surat yang berisi prinsip pokok beracara di pengadilan.

Salah satu prinsip yang dibebankan kepada hakim adalah prinsip sulh.

Hakim wajib menjalankan sulh kecuali sulh yang menghalalkan yang haram

atau mengharamkan yang halal. Umar berpandangan bahwa kewajiban ini

harus dilakukan hakim, karena melalui upaya damai (islah) keadilan dapat

diwujudkan bagi para pihak. Putusan dan mahkamah yang mengikat para

9 At - Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Juz 5, ( Kairo: Dar al Hadits, 2001), h.199

10 A.Hassan, Tarjamah bulughul maram ibnu hajar al-‘asqalani, (Bandung: cv Diponegoro,2006), hal.387.

Page 32: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

26

pihak tidak dapat memuaskan hati kedua belah pihak, karena putusan tersebut

dibuat berdasarkan fakta dan bukti yang telah menempatkan para pihak dalam

keadaan menang atau kalah.11 Umar Ibn Khattab sangat menjunjung tinggi

sulh ini diterapkan di pengadilan, karena pengadilan membuat putusan yang

tidak mungkin dapat memuaskan keinginan para pihak yang bersengketa.

Putusan pengadilan cenderung meninggalkan kesan yang tidak baik antar para

pihak dan dendam diantara keduanya. Umar berujar; “kembalilah wahai para

pihak yang bertikai untuk berdamai, karena putusan yang dibuat mahkamah

(pengadilan) akan meninggalkan kesan dendam.”12

Dalam kategorisasi hukum, perkara hukum atau sengketa yang dapat

diajukan upaya damai atau sulh adalah perkara yang berkaitan dengan hukum

privat, terutama yang berkaitan dengan harta dan keluarga (mu’amalah wa

ahwal al-syakhsiyah). Sedangkan dalam hukum publik atau perkara pidana

seperti zina, qadhaf, pencurian, minuman khamar, dan lain-lain tidak dapat

dilakukan upaya damai, karena disitu terdapat hak Allah secara murni.13

Islah atau sulh akan menjadi payung bagi masyarakat untuk mewujudkan

keadilan dan kedamaian. Karena dalam sulh para pihak berpartisipasi aktif

untuk mengupayakan jalan keluar terhadap sengketa yang dihadapinya.

11 Syahrizal Abbas, Mediai Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.162

12 Syahrizal Abbas, Mediai Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.163

13 Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz 5, (Beirut, Dar al-Fikr, 2003),h.295-297

Page 33: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

27

Bahkan dalam penerapannya, keterlibatan pihak ketiga sangat membantu

penyelesaian sengketa. Oleh karena itu, dalam hukum syariah, sulh merupakan

payung dari sejumlah bentuk penyelesaian sengketa dengan cara damai baik di

pengadilan maupun di luar pengadilan.14

2. Ruang Lingkup Mediasi

Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang

lingkup utama berupa wilayah privat/perdata. Sengketa-sengketa perdata

berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis,

lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat

diselesaikan melalui jalur mediasi. Dalam perundang-perundangan Indonesia

ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan kegiatan mediasi.

Ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI No. 1 Tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pasal 2 disebutkan bahwa semua

perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih

dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Ketentuan

pasal ini menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat di

mediasi adalah seluruh perkara perdata yang menjadi kewenangan peradilan

umum dan peradilan agama pada tingkat pertama. Kewenangan peradilan

agama meliputi perkara perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, sedekah, wasiat

dan ekonomi Islam.

14 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.165

Page 34: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

28

3. Tujuan dan Manfaat Mediasi

Tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para

pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi

dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang

permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi

menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang

dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution).15

Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain:

a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif

murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan

atau ke lembaga arbitrase.

b. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan

mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka,

sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumya.

c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untiuk berpartisipasi secara

langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan control

terhadap proses dan hasilnya.

15Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.24

Page 35: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

29

e. Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit

diprediksi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsensus.

f. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan

saling pengertian yang lebih baik antara para pihak yang bersengketa

karena mereka sendiri yang memutuskannya.

g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir

selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan

oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase. 16

Nilai yang menjadi tujuan akhir penyelesaian sengketa, antara lain; nilai

kemuliaan, keadilan sosial, rahmah, ihsan, persaudaraan, dan martabat

kemanusiaan.17

4. Prinsip – prinsip Mediasi

Prinsip dasar (basic principles) adalah landasan filosofis dari

terselanggaranya kegiatan mediasi. Prinsip atau filosofi ini merupakan

kerangka kerja yang harus diketahui oleh mediator, sehingga dalam

menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosofi yang melatarbelakangi

lahirnya institusi mediasi.

16Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.26

17Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.128

Page 36: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

30

David Spencer dan Michael Brogan merujuk pada pandangan Ruth Carlton

tentang 5 prinsip mediasi. Kelima prinsip tersebut adalah; prinsip kerahasiaan

(confidentiality), prinsip sukarela (volunteer), prinsip pemberdayaan

(empowewrment), prinsip netralitas (neutraliti), dan prinsip solusi yang unik

(a unique solution).18

Prinsip pertama mediasi adalah kerahasiaan atau confidentiality.

Kerahasiaan yang dimaksud disini adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi

dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh moderator dan pihak-pihak yang

bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh masing-masing

pihak.

Prinsip kedua, volunteer (sukarela). Masing-masing pihak yang bertikai

datang ke mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendiri secara sukarela

dan tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak-pihak lain atau pihak luar.

Prinsip ketiga, pemberdayaan atau empowerment. Prinsip ini di dasarkan

pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya

mempunyai kemampuan untuk negosiasikan masalah mereka sendiri dan

dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan.

Prinsip keempat, netralitas (neutrality). Didalam mediasi, peranan seorang

mediator hanya memfasilitasi prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik

18Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.28

Page 37: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

31

para pihak yang bersengketa. Mediator hanyalah berwenang mengontrol

proses berjalan atau tidaknya mediasi.

Prinsip kelima, solusi yang unik (a unique solution). Bahwasannya solusi

yang dihasilkan dari proses mediasi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak

harus sesuai dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses

kreativitas.

5. Model – model Mediasi

Lawrence Boulle, seorang professor dalam ilmu hukum dan Directur

Dispute Resolution Centre-Bond University, menyebutkan ada empat model

mediasi, yaitu :

Settlement mediation merupakan mediasi yang tujuan utamanya adalah

untuk mendorong terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak

yang sedang bertikai. Fasilitative mediation, yang bertujuan untuk

menghindarkan para pihak yang bersengketa dari posisi mereka dan

menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para pihak dari hak-hak legal

mereka secara kaku. Transformative mediation, Mediasi yang menekankan

untuk mencari penyebab yang mendasari munculnya permasalahan antara para

pihak yang bersengketa, dengan pertimbangan untuk meningkatkan hubungan

diantara mereka melalui pengakuan dan pemberdayaan sebagai dasar resolusi

konflik dari pertikaian yang ada. Evaluative mediation, merupakan model

mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak-hak legal

Page 38: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

32

dari para pihak yang bersengketa dalam wilayah yang diantisipasi oleh

pengadilan.19

B. Gugatan Rekonvensi

1. Pengertian Gugatan

Perkara yang diperiksa di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama

ada dua macam, yaitu permohonan (voluntair) dan gugatan (kontentieus).

Dalam perkara permohonan, sifat persidangannya tidak mempertentangkan

pihak-pihak yang bersengketa antara Pemohon dan Termohon, dan produk

hukum yang dihasilkan dalam perkara permohonan yaitu berupa penetapan

(Beschikking). Adapun gugatan merupakan suatu perkara yang mengandung

sengketa atau konflik antara pihak-pihak yang menuntut pemutusan dan

penyelesaian Pengadilan.20 Berbeda dengan permohonan, produk hukum yang

dihasilkan dalam perkara gugatan yaitu berupa putusan atau vonis.

Menurut Yahya Harahap, kedua bentuk perkara itu dapat disebut gugatan

yang dalam bahasa sehari-hari lazim disebut gugatan permohonan dan gugatan

biasa. Dalam perundang-undangan, istilah yang dipergunakan adalah gugatan

perdata atau gugatan saja.21

19Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.32

20 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h.229

21 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, pembuktiandan Putusan Pengadilan, (Jakarta, Sinar Grafindo, 2006), h. 47

Page 39: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

33

2. Pengertian Gugatan Rekonvensi

Bertitik tolak dari kontruksi gugatan sederhana seperti sebelumnya, dalam

proses peradilan dapat terjadi pula gugatan rekonvensi. Pemahamannya

sederhana, pengertian gugatan utamanya disebut gugatan konvensi, sedangkan

pihak tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya diperkenankan oleh

undang-undang untuk melakukan gugatan balik, yakni gugatan rekonvensi.22

Rekonvensi (latin), aslinya reconventio, berarti tuntutan balasan, tuntutan

balik, tuntutan tergugat dalam rekonvensi. Tergugat dalam konvensi menjadi

penggugat dalam rekonvensi.23

Dalam kamus hukum istilah rekoventie diartikan gugatan kembali, gugatan

balasan; dalam memberi jawaban terhadap tuntutan atau gugatan penggugat,

jadi tergugat menggugat kembali (rekonvensi).24

Gugatan rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap

penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka.25

Menurut Pasal 132 a ayat (1) HIR makna rekonvensi adalah “gugatan

yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang

22Henny Mono, Praktik Berperkara Perdata, (Malang : Bayu Media, 2007), h. 31

23Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama,(Bandung: CV Mandar Maju, 2008), h. 111.

24J. C. T. Simorangkir, Dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 144.

25Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,2002), h. 99.

Page 40: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

34

diajukan penggugat kepadanya, dan gugatan rekonvensi itu diajukan tergugat

kepada pengadilan pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang

diajukan penggugat” dimana maknanya hampir sama dengan yang

dirumuskan dalam pasal 244 Rv, yang mengatakan ”gugatan rekonvensi

adalah gugatan balik yang diajukan tergugat terhadap penggugat dalam

suatu proses perkara yang sedang berjalan.”26

M. Yahya Harahap mengatakan bahwa pada masa belakangan ini, baik

praktek hukum dan yurisprudensi, lebih sering menggunakan istilah aslinya,

yakni gugatan rekonvensi, dan istilah ini sudah lebih umum penggunaannya di

kalangan praktisi hukum dan dirasakan sudah menjadi khazanah

perbendaharaan hukum nasional.27

3. Gugatan Rekonvensi dalam Perceraian

Pasal 66 ayat 5 UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama menyatakan

bahwa “permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan

harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan

permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan” dan Pasal 86

ayat 1 menyatakan pula bahwa “gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak,

nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama

26 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta:Sinar Grafindo, 2006), h. 468.

27 Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama,(Bandung : CV Mandar Maju. 2008), h. 112.

Page 41: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

35

dengan gugatan perceraian ataupun sesudah perceraian memperoleh

kekuatan hukum tetap”. Ketentuan tersebut pada dasarnya mengatur tentang

kemungkinan penggabungan permohonan cerai talak atau cerai gugat dengan

masalah sengketa penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta

bersama.

Tujuan dari dibolehkannya penggabungan itu telah ditentukan sendiri oleh

penjelasan Pasal 86 ayat 1, yang menyatakan bahwa hal tersebut adalah demi

tercapainya “prinsip bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan

biaya ringan”.28 Kebolehan penggabungan ini sebagai langkah maju dan

disinilah letak kejelian UU No.7/1989 tentang Peradilan Agama sesuai dengan

ketentuan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Dengan dibolehkannya oleh Pasal 66 ayat 5 dan Pasal 86 ayat1 UU No.

7/1989 tentang Peradilan Agama untuk menggabungkan cerai talak atau cerai

gugat dengan pembagian harta bersama, maka berarti masalah pembagian

harta bersama itu juga dapat diajukan gugatan rekonvensi berhadapan dengan

gugatan konvensi perceraian, karena antara gugat perceraian sebagai perkara

pokok sangat erat jalinan kaitannya dengan gugat pembagian harta bersama.

Soal penguasaan anak, nafkah anak, dan nafkah isteri. Sebagaimana

diketahui bahwa menurut UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama,

28Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama, h.121

Page 42: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

36

perceraian itu dibedakan antara cerai talak diatur dalam Pasal 66 sampai

dengan Pasal 72, dan cerai gugat diatur dalam Pasal 73 sampai dengan Pasal

86. Dalam cerai talak, ketentuan yang mengatur soal penguasaan anak, nafkah

anak, dan nafkah isteri, terdapat dalam Pasal 66 ayat 5 yang dapat dipahami

bahwa andaikan dalam kasus cerai talak, dimana isteri berkeinginan untuk

memelihara anaknya dan sekaligus pula hendak menuntut biaya hidup bagi

anaknya itu dari suaminya, karena mungkin suami menguasai anaknya pada

saat gugatan cerai diajukan, maka dalam hal ini isteri dapat mengajukan hal itu

sebagai gugatan rekonvensi, demikian juga halnya dengan nafkah untuk

dirinya, isteri dapat menempuh cara yang sama.

C. Proses Mediasi dalam Perkara Perceraian

1. Pengertian dan Maksud Mediasi dalam Perkara Perceraian

Pengertian mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI No.1

Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah “cara

penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh

kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator” (Pasal 1 butir 7).

Pengertian ini menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator

proaktif mencari berbagai kemungkinan penyelesaiain sengketa. Mediator

harus mampu menemukan alternatif - alternatif penyelesaian sengketa. Ia tidak

hanya terikat dan terfokus pada apa yang dimiliki oleh para pihak dalam

penyelesaian sengketa mereka.

Page 43: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

37

Upaya damai wajib dilakukan disetiap persidangan, akan tetapi proses

mediasi cukup sekali saja pada saat diawal pada saat para pihak hadir di

persidangan, mediasi dianjurkan seterusnya setelah di awal persidangan tetapi

tidak diwajibkan. Untuk perkara perceraian umumnya sekali dilakukan

mediasi, namun untuk perkara selain perceraian misalnya perkara waris, harta

bersama, pembatalan wakaf, bisa lebih dari sekali.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang

kemudian diamandemen dengan UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama,

membawa sejumlah aturan dalam bidang hukum acara, khususnya bagi

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Diantara aturan itu ialah

seperti yang termuat dalam Pasal 66 ayat 5 dan Pasal 86 ayat 1, yang pada

dasarnya mengatur tentang kemungkinan diadakannya penggabungan

permohonan cerai talak atau cerai gugat dengan sengketa penguasaan anak,

nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama.29

Ketentuan pasal 82 ayat (4) UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama jis Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 21 PP No. 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 dan KHI Pasal 143 bahwa upaya damai

dalam perkara perceraian adalah berlanjut selama proses pemeriksaan

berlangsung dan mulai dari sidang pertama sampai tahap putusan belum

29 Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama,h.127

Page 44: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

38

dijatuhkan. Oleh karena itu, pada setiap kali pemeriksaan sidang berlangsung,

hakim tetap dibebani fungsi mengupayakan perdamaian.

2. Dasar Hukum Mediasi

Dalam Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 5 Ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan “peradilan dilakukan dengan

sederhana, cepat, dan biaya ringan”. Pengadilan membantu pencari keadilan

dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya

peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam kaitan dengan

penyelesaian sengketa dengan upaya damai ditegaskan dalam UU No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal 56 disebutkan “pengadilan tidak

boleh menolak untuk memutus atau memeriksa suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib

memeriksa dan memutuskannya”. Keputusan yang diambil hakim tidak

menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai.

Prinsip-prinsip umum tatacara upaya perdamaian di pengadilan tercantum

dalam Pasal 65 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang isinya

persis sama dengan rumusan Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.30 Pasal 115, 131, 143, dan 144 KHI, serta Pasal 31 ayat (2) PP

No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974. Ketentuan yang

30 Jaih Mubarok, dan Nurlailatul Musyafalah dkk, Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung :

Pustaka Bani Quiraisy, 2004), h,138

Page 45: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

39

termuat dalam pasal-pasal ini meminta hakim untuk berusaha mendamaikan

para pihak sebelum perkara mereka diputuskan. Upaya hakim tidak hanya

dilakukan hakim pada saat permulaan sidang, tetapi juga pada setiap proses

pemeriksaan perkara. Hakim dituntut selalu menawarkan upaya damai dalam

setiap proses peradilan, karena penyelesaian perkara melalui kesepakatan

damai jauh lebih baik.31

Pada sidang pertama atau sebelum proses mediasi dilakukan, hakim wajib

memberikan penjelasan kepada para pihak mengenai prosedur dan biaya

mediasi. Hal ini penting agar para pihak dapat mengetahui mekanisme,

prosedur dan biaya mediasi yang harus dikeluarkan dalam proses mediasi.

Dasar hukum mediasi terdapat dalam dasar hukum Negara Indonesia yaitu

Pancasila, dimana dalam filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa

adalah musyawarah mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang

Dasar 1945.

Dinyatakan pula dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat 2 menyatakan “Peradilan Negara

menerapkan dan menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila”.

Dalam Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg mengenal dan menghendaki

penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi:

“Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka

31 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h.293

Page 46: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

40

pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan

mereka ”.32 jadi dari hukum acara yang berlaku ini mengatur agar para pihak

menempuh proses perdamaian yang dapat di intensifkan dengan cara

mengintegrasikan proses perdamain ini. Selain itu terdapat pula ketentuan

dalam pasal 130 HIR maupun pasal 154 RBG yang menghendaki penyelesaian

sengketa melalui cara damai dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor

1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pasal 2 yang

disebutkan bahwa: “Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan

ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal

154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.

Peraturan tentang mediasi ini terdapat pada Surat Edaran Mahkamah

Agung (Sema) Nomor 1 Tahun 2002, kemudian direvisi dengan Perma Nomor

2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, terakhir

disempurnakan lagi dengan lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan. Sebagaimana dalam Pasal 4 Perma No. 1

Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menyatakan bahwa

semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib

lebih dahulu di upayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan

mediator.

32 Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, penyitaan, Pembuktiandan Putusan Pengadilan, h. 238

Page 47: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

41

3. Prosedur dan Tahapan Mediasi

Prosedur dan tahapan mediasi di pengadilan diatur dalam Pasal 3 sampai

Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan. Mediasi di pengadilan dibagi dalam dua tahap yaitu

tahap pra mediasi dan tahapan pelaksanaan mediasi. Tahap pramediasi adalah

tahap dimana para pihak mendapatkan tawaran dari hakim untuk

menggunakan jalur mediasi dan para pihak menunjuk mediator sebagai pihak

ketiga yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka.33

Dalam pramediasi, hakim memberikan waktu untuk memilih mediator 2

(dua) hari kerja sejak hari pertama sidang. Dalam Pasal 11 Perma No. 1 Tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa para pihak

diwajibkan oleh hakim pada sidang pertama Para pihak segera menyampaikan

mediator terpilih kepada ketua majelis hakim, dan ketua majelis hakim

memberitahukan mediator untuk melaksanakan tugas tugasnya. Bila dalam

masa 2 (dua) hari sejak sidang pertama, para pihak tidak dapat bersepakat

memilih mediator, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka

memilih mediator kepada majelis hakim, dan ketua majelis hakim segera

menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada

pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator.

33 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 2006), h.322

Page 48: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

42

Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 (empat puluh) hari sejak

mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim,

sebagaiamana tercantum dalam Pasal 13 ayat (3) Perma No.1 Tahun 2008

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Atas dasar kesepakatan para pihak,

masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari sejak

berakhirnya masa 40 (empat puluh) hari. Selama proses mediasi berlangsung

sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 ayat (4) Perma No.1 Tahun 2008 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator berkewajiban menyiapkan jadwal

mediasi, mendorong para pihak secara langsung berperan dalam proses

mediasi, dan bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus.34 “Kaukus adalah

pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak

lain”(Pasal 1 ayat (4) Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan). Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam masa 40

(empat puluh) hari sejak para pihak memilih mediator wajib menyampaikan

secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal, dan memberitahukan

kegagalan mediasi kepada hakim, segera setelah menerima pemberitahuan

tersebut, maka hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan

ketentuan hukum acara yang berlaku.35

34 Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h.314

35 Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h.315

Page 49: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

43

Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak dengan bantuan

mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang ditanda tangani

oleh para pihak. Kesepakatan tersebut memuat antara lain, nama lengkap dan

tempat tinggal para pihak, nama lengkap dan tempat tinggal mediator, uraian

singkat masalah yang dipersengketakan, pendirian para pihak, pertimbangan

dan kesimpulan dari mediator, pernyataan kesediaan melaksanakan

kesepakatan, pernyataan kesediaan dari salah satu pihak atau kedua belah

pihak bersedia menanggung semua biaya mediasi (bila mediator berasal dari

luar pengadilan), larangan pengungkapan dan/atau pernyataan yang

menyinggung atau menyerang pribadi, kehadiran pengamat atau tenaga ahli

(bila ada), larangan pengungkapan catatan dari proses serta hasil kesepakatan,

tempat para pihak melaksanakan perundingan (kesepakatan), batas waktu

pelaksanaan isi kesepakatan dan klausul pencabutan perkara atau pernyataan

perkara telah selesai. 36

Proses mediasi di pengadilan baik yang mencapai kesepakatan maupun

yang tidak mencapai kesepakatan (gagal), mediator tetap harus

memberitahukan kepada hakim dalam masa waktu 22 hari kerja sejak

pemilihan atau penunjukan mediator. Pemberitahuan dimaksudkan agar hakim

dapat mengetahui apakah sidang terhadap perkara yang sedang dimediasi

dilanjutkan atau sudah dapat ditutup. Bila kesepakatan diperoleh, maka hakim

36 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.325

Page 50: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

44

akan mengakhiri proses sidang di pengadilan, sebaliknya bila mediasi tidak

tercapai kesepakatan, maka sidang akan terus dilanjutkan di mana hakim akan

melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan hukum acara yang berlaku.37

Dalam Pasal 13 Perma No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan disebutkan bahwa “jika para pihak gagal mencapai kesepakatan,

pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat

digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara

bersangkutan atau perkara lainnya”. Ketentuan Pasal 13 menggambarkan

bahwa proses mediasi adalah proses rahasia dan tertutup, dimana publik tidak

dapat mengetahui pokok persengketaan yang terjadi diantara pihak.

Kerahasiaan inilah yang membedakan proses mediasi dengan proses

penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Proses penyelesaian perkara di

pengadilan menganut asas terbuka untuk umum.38

4. Peran Mediator dalam Proses Mediasi

Dari ketentuan Pasal 1 Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan dapat dipahami bahwa esensi dari mediasi adalah

perundingan antara para pihak bersengketa yang dipandu oleh pihak ketiga

(mediator). Perundingan akan menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dapat

mengakhiri persengketaan. Mediator dalam memediasi para pihak bertindak

37 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan HukumNasional, h. 328

38Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.329

Page 51: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

45

netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Dengan bekal berbagai

kemampuan yang dimiliki mediator diharapkan mampu melaksanakan

perannya untuk menganalisis dan mendiagnosis suatu sengketa tertentu

kemudian mendesain serta mengendalikan proses mediasi untuk menuntun

para pihak mencapai suatu kesepakatan yang sehat.

Mediator yang bertugas di pengadilan dapat saja berasal dari hakim

pengadilan atau dari mediator luar pengadilan. Hakim mediator adalah hakim

yang menjalankan tugas mediasi setelah ada penunjukan dari ketua majelis

hakim. Hakim yang bertindak sebagai mediator bukanlah hakim yang

menangani perkara yang sedang dimediasi, tetapi hakim lain yang tidak ada

sangkut pautnya dengan perkara yang sedang diperiksa.

Disamping itu, mediator di pengadilan dapat pula berasal dari pihak luar,

yang ditunjuk oleh para pihak. Pihak luar yang bertindak sebagai mediator di

pengadilan harus memiliki keterampilan mediasi yang bersertifikat sebagai

mediator. Dalam pasal 6 perma 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan disebutkan bahwa “mediator pada setiap pengadilan berasal dari

kalangan hakim dan bukan hakim yang telah memiliki sertifikat mediator”.

Setiap pengadilan memiliki sekurang-kurangnya dua orang mediator, dan

pengadilan juga wajib memiliki daftar mediator beserta riwayat hidupnya dan

pengalaman kerja mediator serta mengevaluasi daftar tersebut setiap tahun.

Mediasi yang dilakukan oleh hakim (hakim mediator) cukup penting

Page 52: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

46

mengingat hakim diwajibkan oleh undang-undang untuk mengupayakan

damai antara para pihak yang bersengketa.

Hakim tidak dibenarkan melakukan proses acara dengan mengabaikan

upaya damai. Upaya damai melalui proses mediasi dapat dilakukan hakim

pada setiap proses beracara, pada tingkat pertama. Hakim melakukan upaya

damai secara terus-menerus dalam setiap proses pemeriksaan perkara yang ia

tangani.39 Hakim harus bersedia menjadi mediator, bila ia diminta para pihak

untuk menyelesaikan perkara mereka melalui jalur mediasi.

Dalam praktik, beberapa peranan penting yang harus dilakukan mediator

antara lain adalah sebagai berikut:

a. Melakukan diagnosis konflik;

b. Mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak;

c. Menyusun agenda;

d. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi;

e. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilam tawar-menawar; dan

f. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan

pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.

39 Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,h.318

Page 53: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

47

g. Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan

melakukan interaksi dengan para pihak, baik secara bersama atau secara

individu, dan membawa mereka pada tiga tahap sebagai berikut:

Memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak;

Memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembatani atau menciptakan

saling pengertian di antara para pihak (berdasarkan persepsi mereka atas

perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing); dan

Memfokuskan pada munculnya penyelesaian sengketa.40

Dalam kaitan itu, tugas mediator adalah mengarahkan dan memfasilitasi

lancarnya komunikasi dan membantu para pihak agar memperoleh pengertian

tentang perselisihan secara keseluruhan sehingga memungkinkan setiap pihak

membuat penilaian yang objektif. Dengan bantuan dan bimbingan mediator,

para pihak bergerak ke arah negosiasi penyelesaian sengketa mereka.

Meskipun salah satu atau kedua belah pihak sudah mengetahui cara kerja

mediasi dan peran yang harus dilakukan mediator, akan sangat bermanfaat

apabila mediator menjelaskan semua di hadapan kedua belah pihak dalam

sebuah pertemuan. Penjelasan itu terutama berkaitan dengan identitas dan

pengalaman mediator, sifat netral mediator, proses mediasi, mekanisme

pelaksanaannya, kerahasiaannya, dan hasil-hasil dari mediasi.41

40 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.137

41 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.137

Page 54: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

48

D. Proses Perkara Rekonvensi

Bertitik tolak dari kontruksi gugatan sederhana seperti sebelumnya, dalam

proses peradilan dapat terjadi pula gugatan rekonvensi. Pemahamannya

sederhana, pengertian gugatan utamanya disebut gugatan konvensi, sedangkan

pihak tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya diperkenankan oleh

undang-undang untuk melakukan gugatan balik, yakni gugatan rekonvensi. Dalam

konteks gugatan rekonvensi itu menyangkut dalil-dalil yang dikemukakan di

dalam pundamentum petendi atau disebut juga posita gugatan, maupun petitum-

nya. Menurut Pasal 132 a HIR/Pasal 157 RBg dipersilakan.42

Gugatan asal disebut “gugatan dalam conventie”. Tergugat asal adakalanya

akan menggunakan sekaligus dalam kesempatan berperkara itu untuk menggugat

kembali kepada penggugat asal, sehingga tegugat asal sekaligus menjadi

penggugat dalam reconventie.43

42 Henny Mono, Praktik Berperkara Perdata, (Malang : Bayu Media, 2007), h. 31

43 Roihan A Rasyid, , Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,

2002), h.70

Page 55: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

49

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEPOK PERKARA NOMOR

1155/Pdt.G/2008/PA.DPK

A. Duduk Perkara

1. Para Pihak (Pemohon/temohon)

Tentang para pihak pada Putusan Nomor Perkara 1155/Pdt.G/2008/PA

Dpk. Bahwa dalam Perkara Cerai Talak pihak Pemohon adalah Suami,

selanjutnya disebut sebagai pihak “Pemohon” dalam konvensi atau sebagai

“Tergugat Rekonvensi” dalam rekonvensi. Sebagai pihak Termohon adalah

Istri, selanjutnya disebut sebagai pihak “Termohon” dalam konvensi atau

sebagai “Penggugat Rekonvensi” dalam rekonvensi.

Pemohon dan Termohon telah melakukan Perkawinan pada tanggal 20 Juli

1983 di hadapan Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama

Kecamatan Gondoman Yogyakarta dengan Kutipan Akta Nikah Nomor

26/5/VII/1983. Perkawinan Pemohon dan Termohon adalah berdasarkan suka

sama suka, tidak ada paksaan dari pihak manapun dengan tujuan membentuk

keluarga bahagia berdasarkan kasih sayang dan saling menghormati. Selama

Perkawinan Pemohon dan Termohon telah dikaruniai dua orang anak, anak

pertama (almarhumah) lahir di Jakarta pada tanggal 16 April 1984, wafat di

Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2007, dan anak kedua lahir di Jakarta pada

Page 56: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

50

tangal 12 April 1988. Awal perkawinan hubungan antara Termohon dan

Pemohon masih berjalan dengan baik, namun sejak anak pertama mereka

meninggal dunia, Termohon lebih sering tidur di kamar anak sehingga

Pemohon merasa diabaikan oleh Termohon. Termohon telah berulang kali

memohon maaf kepada Pemohon, namun Pemohon tidak mau memaafkan

Termohon.

Pada tanggal 5 Agustus 2008 Pemohon meninggalkan rumah kediaman

bersama, dan antara Pemohon dan Termohon telah terjadi pisah tempat

tinggal. Termohon telah berupaya agar Pemohon dapat kembali kerumah

semula dan dapat hidup bersama seperti sediakala, namun Pemohon belum

kembali lagi kerumah bersama.

Selama tahun 2008 kondisi rumah tangga antara Pemohon dan Termohon

tidak harmonis, karena sering terjadi perselisihan dan bertengkar antara

Pemohon dan Termohon yang disebabkan sering terjadi perbedaan pendapat

yang berkelanjutan. Pemohon menjalin hubungan dengan wanita lain,

temannya semasa di SMP dan Pemohon pernah menyampaikan niatnya akan

menikah dengan perempuan tersebut kepada Termohon. Termohon pernah

menawarkan agar Pemohon melakukan poligami namun Pemohon tidak mau.

Pemohon kecewa dengan pelayanan Termohon terhadap Pemohon. Pemohon

merasa sudah tidak mencintai Termohon dan berniat menceraikannya.

Termohon telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan atau cara

Page 57: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

51

bermusyawarah atau berbicara dengan Pemohon secara baik-baik tetapi tidak

berhasil.

Pada tanggal 30 Agustus 2008 Pemohon telah mengucapkan lafaz talak

kepada Termohon di depan anak Pemohon dan Termohon yang kedua.

Pemohon atas permintaan Termohon telah menghibahkan seluruh harta

(rumah dan mobil), kepada anak Pemohon dan Termohon yang kedua

dihadapan Notaris. Rumah tangga Pemohon dan Termohon tidak dapat

diharapkan lagi keharmonisannya, serta tidak ada harapan untuk rukun dalam

rumah tangga, maka jalan yang paling akhir adalah mengakhiri perkawinan

tersebut (bercerai).

2. Isi Gugatan

Pemohon mengajukan permohonan cerai dan agar Majelis Hakim

memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkan talak terhadap Termohon

di depan sidang Pengadilan Agama Depok setelah putusan ini mempunyai

kekuatan hukum tetap. Kemudian agar menetapkan besarnya hak Termohon

berdasarkan apa yang telah Pemohon serahkan dan kemampuan serta kondisi

finansial Pemohon saat ini.

Termohon dalam tahap rekonvensi sebagai Penggugat Rekonvensi

menuntut haknya akibat terjadinya talak yang akan dijatuhkan oleh Tergugat

Rekonvensi, meliputi pemberian mut’ah, nafkah iddah, biaya pendidikan

Page 58: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

52

anak, dan perlindungan hak atas barang/harta yang telah diberikan kepada

anak yang kedua Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi.

3. Saksi-saksi dan Alat Bukti

Pemohon telah menghadirkan seorang saksi keluarga (kakak kandung

Pemohon), dengan memberikan keterangan sebagai berikut : Saksi adalah

kakak kandung Pemohon. Saksi tahu antara Pemohon dan Termohon telah

dikarunia 2 (dua) orang anak, namun satu orang telah meninggal dunia. Saksi

tahu antara Pemohon dan Termohon telah terjadi pisah rumah, hubungan

keduanya tidak harmonis, dan komunikasi antara Pemohon dan Termohon

menjadi kaku. Pemohon menyampaikan kepada saksi kalau Termohon sudah

tidak menghargai Pemohon lagi sebagai seorang suami dan apabila ada

masalah Termohon hanya diam, namun Pemohon tidak pernah menjelaskan

permasalahan yang sebenarnya. Saksi tahu kalau pada saat ini Pemohon

menjalin komunikasi kembali dengan teman SMPnya, sekitar 2 atau 3 bulan

yang lalu Pemohon bercerita kepada saksi kalau Pemohon bertemu kembali

dengan temannya tersebut. Saksi tidak tahu apakah Pemohon masih tinggal

satu rumah dengan Pemohon atau sudah pisah.

Termohon telah pula menghadirkan seorang saksi keluarga (kakak

kandung Termohon), dengan dibawah sumpahnya memberikan keterangan

sebagai berikut: Saksi adalah kakak kandung Termohon, Saksi tahu antara

Pemohon dan Termohon telah dikaruniai 2 (dua) orang anak, namun satu

Page 59: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

53

orang telah meninggal dunia. Saksi tahu sejak tiga bulan terakhir antara

Pemohon dan Termohon telah terjadi pisah rumah dan keadaan rumah tangga

keduanya tidak harmonis. Termohon pernah menyampaikan kepada saksi

kalau Pemohon mempunyai wanita idaman lain (WIL) dan Pemohon merasa

kecewa dengan pelayanan sek dari Termohon. Pemohon juga pernah mengadu

kepada saksi tentang rumah tangganya yang sedang ada masalah, namun

Pemohon tidak menjelaskan permasalahan yang sebenarnya. Saksi tahu

Pemohon yang keluar meninggalkan rumah kediaman bersama Termohon.

Saksi tidak sanggup merukunkan Pemohon dan Termohon.

Alat-alat bukti yang diajukan Pemohon dan Termohon berupa :

a. Foto copy buku Kutipan Akta Nikah, atas nama Pemohon dan Termohon,

Nomor 26/5/VII/1983, tertanggal 20 Juli 1983, yang dikeluarkan oleh

Kantor Urusan Agama Kecamatan Gondomanan, Kotamadya Yogyakarta.

b. Foto copy Kartu Keluarga, atas nama Kepala Keluarga Pemohon, Nomor

3276042411070023, tertanggal 26 November 2007, yang dikeluarkan oleh

Lurah Kelurahan Cinere, kecamatan Limo, Kota Depok.

c. Surat Pengantar Nomor 105/RT/Cp/XI/2008, tanggal 7 November 2008,

yang dikeluarkan oleh ketua RT 03 RW 06 Kelurahan Duren Tiga,

Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

d. 2 (dua) buah foto copy kutipan Akta Kelahiran, atas nama kedua anak

Termohon dan Pemohon, masing-masing Nomor 7525/JS/1984, tertanggal

18 Mei 1984 dan Nomor 3.927/JS/1988, tertanggal 31 Maret 1988.

Page 60: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

54

e. Foto copy Surat Keterangan Meninggal Dunia atas nama anak pertama

Termohon dan Pemohon, Nomor 474.3/0/x/2007 tertangagal 16 Oktober

2007, di keluarkan oleh Lurah Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota

Depok.

f. Foto copy Akta Hibah Nomor 62/2008, tanggal 23 Agustus 2008, yang

dibuat dan ditanda tangani oleh PPAT di kota Depok.

g. Foto copy Sertifikat Hak Milik Nomor 1394, yang dikeluarkan oleh

Kantor Pertanahan Kota Depok, Foto copy Akta Hibah Nomor 53/2008,

tanggal 23 Agustus 2008, yang dibuat dan ditanda tangani oleh PPAT di

Kabupaten Bogor.

h. Foto copy Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1129, dikeluarkan oleh

Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor.

i. Foto copy surat pernyataan Pemohon tanggal 17 Agustus 2008, tentang

hibah & balik nama atas 1 (satu) unit mobil merk Toyota, type Wish No.

Pol. 2267 Od, Kepada anak yang kedua Termohon dan Pemohon, Foto

copy surat pernyataan Ngaisah, pembantu rumah tangga Termohon dan

Pemohon, tanggal 1 November 2008.

j. 8 (delapan) buah foto keluarga Pemohon dan Termohon. Foto kapling

makam Pemohon dan Termohon di TPU Tanah Kusir Jakarta.

k. 10 (sepuluh) lembar e-mail yang berisi tulisan dan beberapa foto kenangan

dari Termohon yang dikirimkan kepada Pemohon.

Page 61: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

55

l. Daftar rincian kebutuhan anak yang pertama, dari bulan Agustus 2008

sampai dengan Agustus 2009 (13 bulan).

m. Surat keterangan Nomor 006/4000-LT/01/2009 tertanggal 31 Desember

2008 dari PT Rekayasa Industri, Jakarata.

n. Foto copy kwitansi yang dikeluarkan oleh DENMA MABES TNI SUB

DETASMEN BALAI SUDIRMAN, tanggal 22 Desember 2008, untuk

pembayaran uang muka pemesanan tempat/gedung resepsi pernikahan

anak yang pertama. Perincian penghasilan Pemohon di tempat bekerja PT.

PERENTJANA DJAJA, bulan November 2008.

o. Perincian penghasilan Pemohon di PT. PERENTJANA DJAJA, bulan

Desember 2008. Formulir pengiriman uang melalui BNI 46 tanggal 8

januari 2009. Foto copy surat permohonan pinjaman uang di koperasi

Karyawan (KOPKAR) PT. PERENTJANA DJAJA.

p. Foto copy transkrip pembicaraan Pemohon dan Termohon tanggal 3

Agustus 2008.

q. Foto copy transkrip pembicaraan Pemohon dan Termohon tanggal 1

Agustus 2008, Foto copy transkrip pembicaraan Pemohon dan Termohon

tanggal 30 Agustus 2008, Foto copy transkrip pembicaraan Pemohon dan

Termohon tanggal 3 Agustus 2008, Foto copy transkrip pembicaraan

Pemohon dan Diah Prananta Lestari (Terry) tanggal 16 Agustus 2008,

Foto copy transkrip pembicaraan Pemohon dan Termohon tanggal 23

Agustus 2008. Foto copy ringkasan kronologis kejadian yang berlangsung

Page 62: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

56

antara Pemohon dan Termohon dari bulan tanggal Juli 2008 sampai

dengan Desember 2008.

4. Keterangan lainnya

Pada hari sidang yang telah ditetapkan Pemohon dan Termohon telah

datang menghadap di persidangan. Dalam konvensi Majelis Hakim telah

berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon agar kembali rukun untuk

membina rumah tangga bersama, namun tidak berhasil. Majelis Hakim telah

memerintahkan Pemohon dan Termohon untuk melakukan mediasi di luar

pengadilan, baik dengan bantuan mediator dari luar pengadilan maupun dari

dalam pengadilan, namun Pemohon dan Termohon sama-sama menolak upaya

mediasi tersebut. Antara Pemohon dan Termohon, tenyata Termohon

mengakui dan tidak membantah sebagian dalil permohonan Pemohon dan

dalil jawaban Termohon.

B. Pertimbangan Hukum Hakim

1. Kompetensi Pengadilan

Dalam perkara putusan ini dengan Nomor Perkara 1155/Pdt.G/2008/ PA

Dpk. Bahwa dalam putusan ini berisikan perkara cerai talak dimana Pemohon

dalam surat permohonannya tertanggal 10 November 2008 yang didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Depok pada tanggal itu juga dengan register

perkara Nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk mengajukan permohonan cerainya.

Page 63: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

57

Pemohon adalah beragama Islam tinggal di Jl. Minyak Raya Nomor 10 K

RT 03 RW 06 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan,

sesuai dengan yang tertera dalam surat permohonan Pemohon. Sedangkan

Termohon beragama islam pula dan berdomisili di Jalan Lumut Hijau III

kav.F 157 Mega Cinere Blok L, RT 08 RW 09, Kelurahan Cinere Kecamatan

Limo, Kota Depok.

Termohon bertempat tinggal di Jalan Lumut Hijau III Kav F 157 Mega

Cinere Blok L Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok. Sesuai

dengan Foto copy Kartu Keluarga, atas nama Kepala Keluarga Pemohon,

Nomor 3276042411070023, tertanggal 26 November 2007, yang dikeluarkan

oleh Lurah Kelurahan Cinere, kecamatan Limo, Kota Depok. Dengan

pertimbangan kompetensi absolute dan kompetensi relative Pengadilan

Agama Depok, Majelis Hakim berwenang Memeriksa dan Memutuskan

perkara ini dengan No. Perkara 1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk.

2. Pertimbangan terhadap isi gugatan

Termohon dan Pemohon juga mengakui dan tidak membantah sebagian

dalil jawaban masing. Majelis Hakim berpendapat tidak perlu membuktikan

lagi, oleh karena pengakuan merupakan bukti yang mengikat dan sempurna

sebagaimana yang dimaksud Pasal 174 HIR sehingga Pemohon dan Termohon

masing-masing terkait dengan pengakuannya tersebut dan terhadap fakta yang

telah diakui tersebut dinyatakan telah terbukti kebenarannya. Telah

Page 64: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

58

terbuktinya sebagian penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara

Pemohon dan Termohon, Majelis Hakim memandang telah cukup untuk

mempertimbangkan alasan permohonan cerai yang diajukan oleh Pemohon.

Dalam pemerikasaan perkara ini Majelis Hakim memandang tidak perlu

untuk menggali fakta tentang apa dan siapa yang menyebabkan terjadinya

perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon,

akan tetapi fakta yang perlu diungkap adalah tentang pecahnya rumah tangga

Pemohon dan Termohon itu sendiri sebagaimana maksud yurisprudensi

Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 22-8-1991 dan Nomor

266 K/AG/1993 tanggal 25-6-1996.

Dalam kondisi tidak harmonis tersebut Majelis Hakim berpendapat ikatan

perkawinan antara Pemohon dan Termohon telah pecah (broken marriage)

yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana tersebut diatas, sehingga antara

Pemohon dan Termohon tidak mungkin untuk dapat dirukunkan kembali

untuk membina rumah tangga bersama dan permohonan Pemohon telah

memenuhi maksud Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan beserta penjelasannya dan Pasal 19 Huruf f Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 116 Huruf f Kompilasi Hukum Islam,

dengan demikian permohonan Pemohonan untuk bercerai dengan Termohon

cukup beralasan dan tidak melawan hak. Majelis Hakim menganggap perlu

Page 65: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

59

untuk mengemukakan dalil Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 227 sebagai

berikut:

) :227(

Artinya :

“Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak (bercerai),

Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas yang

menunjukan Pemohon tetap berkeinginan keras untuk menceraikan Termohon,

dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa perceraian antara

Pemohon dan Termohon adalah lebih maslahat dari pada mempertahankan

perkawinan yang sudah pecah.

3. Pertimbangan terhadap alat bukti dan saksi

Terhadap bukti-bukti masing-masing berupa; foto copy kutipan akta nikah

atas nama Pemohon dan Termohon, memperkuat fakta bahwa antara Pemohon

dan Termohon terikat dalam perkawinan yang sah. Surat Pengantar Nomor

105/RT/Cp/XI/ 2008, tanggal 7 November 2008, yang dikeluarkan oleh RT 03

RW 06 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan,

memperkuat fakta bahwa pada saat ini Pemohon tinggal di Jl. Minyak Raya

Page 66: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

60

Nomor 10 K RT 03 RW 06 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran,

Jakarta Selatan, sesuai dengan yang tertera dalam surat permohonan Pemohon.

Foto copy Kartu Keluarga tertera atas nama Kepala Keluarga Pemohon,

memperkuat fakta bahwa selama berumah tangga Pemohon dan termohon

berdomisii di Jalan Lumut Hijau III kav.F 157 Mega Cinere Blok L, RT 08

RW 09, Kelurahan Cinere Kecamatan Limo, Kota Depok. foto copy kutipan

akta kelahiran atas nama anak pertama dan anak kedua Pemohon dan

Termohon, memperkuat fakta bahwa selama dalam ikatan perkawinan

Pemohon dan Termohon telah dikaruniai 2 (dua) orang anak tersebut. foto

copy surat keterangan kematian atas nama anak pertama Pemohon dan

Termohon, memperkuat fakta bahwa anak Pemohon dan Termohon yang

pertama telah meninggal dunia pada tanggal 16 Oktober 2007. foto-foto

keluarga dan kavling calon makam Pemohon dan Termohon di TPU Tanah

Kusir, menunjukkan bahwa selama ini hubungan antara Pemohon dan

Termohon sangat harmonis dan bahkan Pemohon dan Termohon telah

mempersiapkan tempat yang akan dijadikan sebagai makam Pemohon maupun

Termohon sewaktu-waktu Pemohon dan Termohon meninggal dunia. 10

lembar e-mail Termohon kepada Pemohon dan berupa salinan SMS Termohon

kepada Pemohon atau sebaliknya, serta kronologis kejadian dalam rumah

tanga Pemohon dan Termohon dari bulan Juli s/d Desember 2008;

menunjukkan bahwa Termohon telah sedemikian rupa berupaya mengajak

Page 67: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

61

Pemohon kembali membina rumah tangga bersama, namun tidak pernah

mendapatkan tanggapan dari Pemohon.

keterangan saksi keluarga Pemohon dan saksi keluarga Termohon yang

tidak dibantah oleh Pemohon dan Termohon dan dengan telah dihadirkannya 2

(dua) orang saksi keluarga, masing-masing adalah kakak kandung Pemohon

dan kakak kandung Termohon, Majelis Hakim memandang dalam

pemeriksaan perkara ini telah memenuhi maksud Pasal 22 Ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang – undang No.1

Tahun 1974 dan Pasal 76 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan diperkuat dengan

keterangan 2 (dua) orang saksi keluarga Pemohon dan Termohon yang

menyatakan sudah tidak sanggup merukunkan Pemohon dan Termohon;

diperkuat dengan fakta selama proses persidangan tidak ada tanda-tanda antara

Pemohon dan Termohon dapat dirukunkan kembali seperti Pemohon tidak

mau pulang kerumah kediaman bersama, Majelis Hakim berpendapat bahwa

hubungan antara Pemohon dan termohon dalam membina rumah tangga sudah

tidak harmonis, sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan

sebagaimana maksud dari Al Qur’an Surat Ar-Rum Ayat 21 dan Pasal 1

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 3

Kompilasi Hukum Islam (INPRES Nomor 1 Tahun 1991).

Page 68: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

62

Dalam Rekonvensi yaitu dari bukti yang diajukan oleh Tergugat

Rekonvensi, berupa perincian penghasilan Tergugat Rekonvensi sebagai

Direksi pada PT. PERENTJANA DJAJA, untuk bulan November dan

Desember 2008, ternyata terbukti pada bulan November 2008 total

penghasilan Tergugat Rekonvensi adalah Rp. 15.684.200,- (lima belas juta

enam ratus delapan puluh empat ribu dua ratus rupiah) dan untuk bulan

Desember 2008 total penghasilan Tergugat Rekonvensi setelah ditambah

dengan hadiah adalah Rp. 22.806.200,- (dua puluh dua juta delapan ratus

enam ribu dua ratus rupiah); dengan demikian terbukti bahwa penghasilan

Tergugat Rekonvensi setiap bulan sekurang-kurangnya adalah Rp.

15.684.200,- (lima belas juta enam ratus delapan puluh empat ribu dua ratus

rupiah).

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat

adalah layak dan patut apabila Tergugat Rekonvensi dihukum untuk

memberikan mut’ah kepada Penggugat Rekonvensi berupa uang sejumlah Rp.

15.000.000,- (lima belas juta). Dengan kembali mempertimbangkan

penghasilan Tergugat Rekonvensi setiap bulan yang sekurang-kurangnya Rp.

15.684.200,- (lima belas juta enam ratus delapan puluh empat ribu dua ratus

rupiah), Dari bukti yang diajukan oleh Tergugat Rekonvensi, masing-masing

berupa; Bukti transfer uang sejumlah Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

melalui BNI 46 dari Tergugat Rekonvensi kepada Penggugat Rekonvensi dan

persetujuan permohonan peminjaman koperasi; terbukti Tergugat Rekonvensi

Page 69: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

63

telah memberikan uang sejumlah Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

sebagai biaya pendidikan anak sesuai dengan permintaan dari Penggugat

Rekonvensi; dan meskipun demikian Majelis Hakim menganggap perlu untuk

mencantumkan kembali dalam putusan.

Terhadap tuntutan atau permintaan Penggugat Rekonvensi agar

dicantumkan dalam putusan mengenai hak-hak anak Penggugat Rekonvensi

dan Tergugat Rekonvensi yang kedua atas barang/harta yang telah dihibahkan

kepadanya berupa : Sebuah rumah dan tanah yang terletak di Jl. Lumut Hijau

III F 157 Blok L Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat. Sebuah

rumah dan tanah yang terletak di Taman Ganesha D5 No.3A, Telaga

Kahuripan, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebuah mobil

dengan Nomor polisi B 2267 OD, Toyota Wish, tahun pembuatan 2003.

Majelis Hakim akan mempertimbangkan dari bukti yang diajukan oleh

Penggugat Rekonvensi masing-masing berupa; Foto copy akta hibah Nomor

82/2008, terbukti bahwa pada tanggal 23 Agustus 2008 Tergugat Rekonvensi

telah menghibahkan tanah seluas 264 m2 (dua ratu enam puluh empat meter

persegi) dan sebuah bangunan rumah yang berdiri di atasnya, terletak di Jl.

Lumut Hijau III F 157 Blok L Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa

Barat, kepada Laras Paramastuti Adhyasari, di hadapan Betty supartini, S.H,

Notaris/PPAT yang berkantor di Jl. Cinere Raya Blok A Nomor 55 Cinere

Kota Depok. foto copy Sertifikat Hak Milik Nomor 1394 yang diterbitkan

Kantor Pertanahan Kota Depok, terbukti bahwa telah terjadi peralihan hak

Page 70: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

64

milik dari Tergugat Rekonvensi kepada Laras Paramastuti Adhyasari (anak

kedua), atas tanah seluas 264 m2 (dua ratu enam puluh empat meter persegi)

dan sebuah bangunan rumah yang berdiri di atasnya, terletak di Jl. Lumut

Hijau III F 157 Blok L Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat.

Foto copy akta hibah Nomor 53/2008, terbukti bahwa pada tanggal 1

September 2008 Penggugat Rekonvensi telah menghibahkan tanah seluas 180

m2 (seratus delapan puluh meter persegi) dan sebuah rumah yang berdiri si

atasnya, terletak di Taman Ganesha D5 No.3A, Telaga Kahuripan, Kecamatan

Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kepada Laras Paramastuti Adhyasari

(anak kedua), di hadapan Rini Yulianti, S.H, Notaris/PPAT yang berkantor di

Jl. Raya Parung Nomor 107, Parung, Bogor. foto copy Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 1129 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor,

terbukti bahwa telah terjadi peralihan hak milik dari Tergugat Rekonvensi

kepada Laras Paramastuti Adhyasari (anak kedua), atas tanah seluas 264 m2

(dua ratu enam puluh empat meter persegi) dan sebuah bangunan rumah yang

berdiri di atasnya, terletak di Taman Ganesha D5 No.3A, Telaga Kahuripan,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. foto copy surat pernyataan Tergugat

Rekonvensi, tertanggal 17 Agustus 2008, terbukti bahwa Tergugat Rekonvensi

telah menghibahkan satu unit mobil Toyota Wish, warna Silver, tahun

pembuatan 2003, Nomor polisi B 2267 OD, kepada Laras Paramastuti

Adhyasari (anak kedua). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut

diatas terbukti bahwa Tergugat Rekonvensi dan Penggugat Rekonvensi telah

Page 71: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

65

menghibahkan harta/barang kepada kepada Laras Paramastuti Adhyasari (anak

kedua).

Untuk melindungi hak Laras Paramastuti Adhyasari (anak kedua). Anak

Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi atas harta/barang yang telah

dihibahkan kepadanya tersebut, Majelis Hakim berpendapat perlu menetapkan

telah terjadinya hibah dari Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi

kepada Laras Paramastuti Adhyasari (anak kedua) atas harta/barang

sebagaimana tersebut diatas.

C. Putusan Pengadilan

Mengabulkan permohonan Pemohon dengan memberi izin kepada Pemohon

untuk menjatuhkan talak satu raj’I terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan

Agama Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Bekas

suami wajib memberikan mut’ah kepada bekas istri dan nafkah selama menjalani

masa iddah. Waktu tunggu bagi yang masa haid di tetapkan 3 (tiga) kali suci

dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dengan demikian ditetapkan waktu tunggu

(iddah) bagi Termohon adalah selama 90 hari. Beban pemberian mut’ah dan

nafkah iddah dari Pemohon yang harus diberikan kepada Termohon, Majelis

Hakim akan mempertimbangkannya dalam pertimbangan rekonvensi. Dalam

rekonvensi yaitu mengabulkan gugatan penggugat rekonvensi untuk sebagian.

Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan kepada Penggugat

Rekonvensi Mut’ah berupa uang sejumlah Rp. 15.000.000,- (lima belas juta

Page 72: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

66

rupiah). Nafkah selama menjalani iddah seluruhnya Rp. 15.684.000,- (lima belas

juta enam ratus delapan puluh empat rupiah). Biaya pendidikan anak kedua (Laras

Paramastuti Adhyasari) sejumlah Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Menetapkan telah terjadi hibah dari Penggugat Rekonvensi dan Tergugat

Rekonvensi kepada Laras Paramastuti Adhyasari (anak kedua) atas harta/barang

berupa : Tanah seluas 264 m2 (dua ratu enam puluh empat meter persegi) dan

sebuah bangunan rumah yang berdiri di atasnya, terletak di Jl. Lumut Hijau III F

157 Blok L Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat dengan Sertifikat

Hak Milik Nomor 1394 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Depok. Tanah

seluas 180 m2 (seratus delapan puluh meter persegi) dan sebuah rumah yang

berdiri si atasnya, terletak di Taman Ganesha D5 No.3A, Telaga Kahuripan,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 1129 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.

Satu unit mobil Toyota Wish, warna Silver, tahun pembuatan 2003, Nomor polisi

B 2267 OD. Membebankan kepada Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi

untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 171.000,- (seratus tujuh puluh satu

ribu rupiah).

Page 73: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

67

BAB IV

MEDIASI DALAM PERKARA NOMOR 1155/Pdt.G/2008/PA. DPK

A. Analisis Putusan Tentang Duduk Perkara

Ditinjau dari kekuasaan absolut atau yuridiksi absolut mengadili, kedudukan

Pengadilan Agama Depok yang mengadili perkara cerai talak dalam putusan ini

dengan nomor Perkara 1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk. memang sesuai dengan

wewenangnya.

Kompetensi absolut atau yuridiksi absolut mengadili, kedudukan Pengadilan

Agama Depok sebagai penyelengara kekuasaan Negara di bidang yudikatif yang

berada di bawah Mahkamah Agung (MA), secara konstitual bertindak

menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan, dalam

kedudukannya sebagai pengadilan Negara Peradilan Agama berwenang mengadili

perkara bagi rakyat yang beragama Islam mengenai: perkawinan, kewarisan yang

meliputi wasiat, hibah, wakaf dan shodaqah, serta bertugas dan berwenang untuk

memberikan pelayanan hukum dan keadilan dalam bidang hukum keluarga dan

harta perkawinan bagi yang beragama islam berdasarkan hukum Islam.

Karena perkara ini termasuk dalam bidang hukum keluarga dan harta

perkawinan bagi yang beragama islam yaitu perkara cerai talak sebagaimana

maksud dan tujuan permohonan Pemohon untuk bercerai. Dalam perkara putusan

ini dengan nomor Perkara 1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk. Bahwa dalam putusan ini

Page 74: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

68

berisikan perkara cerai talak dimana Pemohon dalam surat permohonannya

tertanggal 10 November 2008 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Depok pada tanggal itu juga dengan register perkara Nomor

1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk mengajukan permohonan cerainya.

Menurut amandemen Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU

No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

sebagaimana di ubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman dan sekarang diganti dengan pasal 2 jo. Pasal 10

ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004; tentang Kekuasaan Kehakiman (Judicial Power)

yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA), dilakukan dan dilaksanakan oleh

beberapa lingkungan peradilan yang terdiri dari : Peradilan Umum, Peradilan

Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.1

Keempat lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung ini,

merupakan penyelengara kekuasaan Negara di bidang yudikatif. Oleh karena itu

secara konstitual bertindak menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum

dan keadilan,dalam kedudukannya sebagai pengadilan Negara. Dengan demikian,

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 2 jo. Pasal 10 ayat (2) UU No. 4 Tahun

2004 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan landasan sistem peradilan Negara

di Indonesia, yang dibagi dan terpisah berdasarkan yuridiksi.

1 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafindo,2006), h. 180

Page 75: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

69

Berdasarkan Pasal 49 UU No.7 Tahun 1989 Tentang peradilan Agama, bahwa

Peradilan Agama berwenang mengadili perkara bagi rakyat yang beragama Islam

mengenai: Perkawinan, Kewarisan yang meliputi wasiat, hibah, Wakaf dan

Shodaqah.2

Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang peradilan

Agama khususnya pasal 1,2,49 dan penjelasan umum angka 2 serta peraturan

perundang-undangan lain yang berlaku, antara lain Undang-undang No. 1 tahun

1974 tentang Perkawinan, PP No.28 tahun 1977 tentang Wakaf, PERMENEG

No.2 tahun 1987 tentang wali hakim, maka Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang untuk memberikan pelayanan hukum dan keadilan dalam bidang

hukum keluarga dan harta perkawinan bagi yang beragama islam berdasarkan

hukum Islam.3

Ditinjau dari kompetensi relatif, kedudukan Pengadilan Agama Depok yang

mengadili perkara cerai talak dalam putusan ini dengan Nomor Perkara

1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk. memang sesuai dengan wewenangnya.

Setiap Pengadilan Agama terbatas daerah Hukumnya. Hal ini sesuai dengan

kedudukan Pengadilan Agama, hanya berada di wilayah tertentu. Menurut Pasal 4

ayat (1) UU No.2 Tahun 1986:

2 Muhammad Yahya Harahap,, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h. 183

3 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2006), h.2

Page 76: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

70

a. Pengadilan Agama (satu lingkup dengan Pengadilan Negeri di bawah

Mahkamah Agung) berkedudukan di Kotamadya atau di ibukota Kabupaten.

b. Daerah hukumnya, meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten yang

bersangkutan.

Berdasakan pasal itu, kewenangan mengadili Pengadilan Agama hanya

terbatas pada daerah hukumnya, diluar itu tidak berwenang. Tempat kedudukan

daerah hukum, menentukan batas kompetensi relatif mengadili bagi setiap

Pengadilan Agama.4 Patokan menentukan kewenangan mengadili dihubungkan

dengan batas daerah hukum Pengadilan Agama, merujuk kepada ketentuan Pasal

118 HIR (Pasal 142 RBG). Dalam Pasal 118 HIR ditegaskan bahwa:

a. Yang berwenang mengadili suatu perkara adalah Pengadilan tepat tinggal

tergugat,

b. Oleh karena itu, agar gugatan yang diajukan penggugat tidak tidak melanggar

batas kompetensi relatif, gugatan harus diajukan dan dimasukan kepada

Pengadilan yang berkedudukan di wilayah atau daerah hukum tempat tinggal

tergugat.

Menurut hukum, yang dianggap sebagai tenpat tinggal seseorang meliputi:

Tempat kediaman, atau Tempat alamat tertentu, atau Tempat kediaman

4 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h.191

Page 77: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

71

sebenarnya. Adapun yang sah dan resmi dijadikan sumber menentukan tempat

tinggal tergugat, terdiri dari berbagai akta atau dokumen. Yang terpenting

diantaranya : Berdasarkan KTP, Kartu Rumah Tangga, Surat Pajak, dan Anggaran

Dasar Perseroan.5

Putusan Pengadilan Agama Depok dengan Nomor Perkara 1155/Pdt.G/2008/

PA.Dpk. Sejalan dengan kompetensi atau wewenang hukumnya, jadi baik

kompetensi absolut maupun kompetensi relatif memang sesuai dengan

wewenangnya dengan hukum positif atau Peraturan yang berlaku di Indonesia.

B. Analisis Putusan Tentang Pertimbangan Hukum Hakim

Pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim tersebut dalam

putusan perkara nomor 1155 / Pdt.G / 2008 / PA.DPK yaitu:

a. Pasal 174 HIR, dimana Majelis Hakim berpendapat pengakuan merupakan

bukti yang mengikat dan sempurna.

b. Pasal 22 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 76 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana

yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama, dimana Majelis Hakim memandang telah cukup untuk

mempertimbangkan alasan permohonan cerai yang diajukan oleh Pemohon.

5 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h.193

Page 78: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

72

c. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 22-8-1991

dan Nomor 266 K/AG/1993 tanggal 25-6-1996, dimana dalam pemeriksaan

perkara ini Majelis Hakim memandang tidak perlu untuk menggali fakta

tentang apa dan siapa yang menyebabkan terjadinya perselisihan dan

pertengkaran dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon, akan tetapi fakta

yang perlu diungkap adalah tentang pecahnya rumah tangga Pemohon dan

Termohon itu sendiri sebagaimana maksud yurisprudensi ini.

d. Al-Qur’an Surat Ar-Rum Ayat 21 dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam

(INPRES Nomor 1 Tahun 1991), dimana Majelis Hakim berpendapat bahwa

hubungan antara Pemohon dan termohon dalam membina rumah tangga sudah

tidak harmonis, sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan.

e. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta

penjelasannya dan Pasal 19 Huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal

116 Huruf f Kompilasi Hukum Islam. Dalam kondisi tidak harmonis tersebut

Majelis Hakim berpendapat ikatan perkawinan antara Pemohon dan Termohon

telah pecah (broken marriage).

f. Pasal 149 dan Pasal 153 b Kompilasi Hukum Islam, bahwa apabila

perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib memberikan mut’ah

Page 79: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

73

kepada bekas istri dan nafkah selama menjalani masa iddah. Sesuai dengan

maksud Pasal 153 b Kompilasi Hukum Islam, apabila perkawinan putus

karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masa haid di tetapkan 3 (tiga) kali

suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari.

g. Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perdilan Agama, Dalam Konvensi dan Rekonvensi yaitu

karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, semua biaya yang

timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon Konvensi/Tergugat

Rekonvensi.

Dalam pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim yang memutus

perkara ini sesuai dengan peraturan yang berlaku, berdasarkan bukti yang ada

sudah memenuhi aturan yang berlaku, dalam perkara ini dalam tahap konvensi

Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon agar

kembali rukun untuk membina rumah tangga bersama, namun tidak berhasil,

Majelis Hakimpun telah memerintahkan Pemohon dan Termohon untuk

melakukan mediasi di luar pengadilan, baik dengan bantuan mediator dari luar

pengadilan maupun dari dalam pengadilan, namun Pemohon dan Termohon

sama-sama menolak upaya mediasi tersebut.

Sedangkan dalam tahap rekonvensinya Pada putusan Pengadilan Agama

Depok perkara no.1155/Pdt.G/2008/PA.DPK (rekonvensi), diberita acara

Page 80: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

74

persidangan rekonversi belum tercantumkan proses mediasi, Pada perkara ini

tidak dilakukan mediasi dalam rekonvensi yang formal tapi para pihak

diperintahkan untuk bagaimana memikirkan baiknya. Jadi sudah ada anjuran bagi

para pihak kearah baik-baik bagaimana mereka dipikirkan cerainya dalam

rekonvensinya ini. Pada tahun 2008 belum ada mediasi seperti sekarang, pada saat

itu mediasi sosialisasinya belum berjalan, pada tahun 2009 baru berjalan. Pada

saat itu Mediasi belum terlalu prinsip (menurut pemahaman hakim) setelah

sosialisasi berjalan baru mediasi di efektifkan, pada rekonvensi belum dijalankan

mediasi, mediasi dilakukan hanya pada pokok perkara saja. Berita acara dalam

tahap rekonvensi adanya mediasi atau tidak, itu bersifat kondisional.

Menurut penulis mediasi tetap harus diupayakan dalam tahap rekonvensi,

sebagai mana menurut M. Yahya Harahap bahwa pada prinsipnya upaya hakim

dalam mendamaikan bersifat imperatif. Hakim berupaya mendamaikan para pihak

yang berperkara.6 Dalam pemeriksaan perkara perceraian, fungsi upaya hakim

untuk mendamaikan para pihak, tidak terbatas pada sidang pertama saja.

Ketentuan pasal 82 ayat (4) UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jis

Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 21 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.

1 Tahun 1974 melampaui prinsip tersebut. Menurut ketentuan pasal dimaksud,

upaya mendamaikan dalam perkara perceraian adalah berlanjut selama proses

6 Muhammad Yahya Harahap,, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h. 239

Page 81: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

75

pemeriksaan berlangsung dan mulai dari sidang pertama sampai tahap putusan

belum dijatuhkan.

Dalam praktek pemeriksaan perkara gugatan rekonvensi secara umum selama

ini tidak lagi ditempuh upaya perdamaian oleh majelis, hanya dalam beberapa

kasus ditemukan adanya perdamaian khsusus untuk rekonvensi atas inisiatif para

pihak berperkara. Padahal kalau merujuk kepada asas umum hukum acara yang

berlaku, semestinya setiap sengketa yang diperiksa di persidangan harus diawali

dengan upaya perdamaian.

C. Analisis Putusan Tentang Putusan Pengadilan

Ditinjau mengenai dari hukum yang berlaku isi Putusan pengadilannya Dalam

perkara putusan ini dengan Nomor Perkara 1155/Pdt.G/2008/PA.Dpk tidak

bertentangan, jadi memang sesuai dengan Perundang-undangan. Adapun isi

putusannya diantaranya:

Dalam Konvensi mengabulkan dengan memberi izin kepada Pemohon untuk

menjatuhkan talak satu raj’I terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan

Agama Depok setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Bekas

suami wajib memberikan mut’ah kepada bekas istri dan nafkah selama menjalani

masa iddah. Waktu tunggu bagi yang masa haid di tetapkan 3 (tiga) kali suci

dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dengan demikian ditetapkan waktu tunggu

(iddah) bagi Termohon adalah selama 90 hari.

Page 82: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

76

Dalam Rekonvensi yaitu Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk

sebagian. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan kepada

Penggugat Rekonvensi Mut’ah berupa uang sejumlah Rp. 15.000.000,- (lima

belas juta rupiah). Nafkah selama menjalani iddah seluruhnya Rp. 15.684.000,-

(lima belas juta enam ratus delapan puluh empat rupiah). Biaya pendidikan anak

kedua (Laras Paramastuti Adhyasari) sejumlah Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta

rupiah).

Menetapkan telah terjadi hibah dari Penggugat Rekonvensi dan Tergugat

Rekonvensi kepada Laras Paramastuti Adhyasari (anak kedua) atas harta/barang

berupa : Tanah seluas 264 m2 (dua ratu enam puluh empat meter persegi) dan

sebuah bangunan rumah yang berdiri di atasnya, terletak di Jl. Lumut Hijau III F

157 Blok L Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat dengan Sertifikat

Hak Milik Nomor 1394 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Depok. Tanah

seluas 180 m2 (seratus delapan puluh meter persegi) dan sebuah rumah yang

berdiri diatasnya, terletak di Taman Ganesha D5 No.3A, Telaga Kahuripan,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 1129 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.

Satu unit mobil Toyota Wish, warna Silver, tahun pembuatan 2003, Nomor polisi

B 2267 OD. Dalam Konvensi dan Rekonvensi yaitu Membebankan kepada

Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara

sejumlah Rp. 171.000,- (seratus tujuh puluh satu ribu rupiah).

Page 83: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

77

Dalam kovensi dan Rekonvensi membebankan kepada Pemohon

Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.

171.000,- (seratus tujuh puluhg satu ribu rupiah).

D. Proses mediasi dalam perkara Rekonvensi

Praktek mediasi dalam perkara Rekonvensi di pengadilan/lapangan,

berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim mediator di Pengadilan Agama

Depok.7 Pada umumnya dalam perkara rekonvensi tidak dilakukan mediasi

karena mediasi dilakukan pada pokok perkara saja, sedangkan rekonvensi

merupakan asessoir (tambahan). Mediasi dalam rekonvensi dilakukan setelah

adanya jawab menjawab dari para pihak sebelum pembuktian, tetapi mediasi

hanya dilakukan di awal persidangan saja pada saat para pihak hadir, sedangkan

seterusnya mediasi hanya dianjurkan saja. Seharuskan dilakukan upaya mediasi

dalam tahap rekonvensi, walaupun semua itu tergantung dari para pihak. Praktek

mediasi dalam rekonvensi di PA Depok, jika para pihak ingin melakukan mediasi

maka mediasi dilakukan, meskipun sidang masih berjalan sebelum pembuktian.

Menurut penulis mediasi tetap harus diupayakan dalam tahap rekonvensi,

sebagaimana di atas telah disebutkan. Dalam pemeriksaan perkara perceraian,

fungsi dan upaya hakim untuk mendamaikan para pihak, tidak terbatas pada

sidang pertama saja sebagaimana ketentuan pasal 82 ayat (4) UU No.7 Tahun

7 Drs. H. Toha Mansyur SH. MH dan Drs. Sarnoto, M.H, lihat lampiran hasil wawancaradengan Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok.

Page 84: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

78

1989 tentang Peradilan Agama jis Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 21 PP No. 9 Tahun

1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Namun

memang semua tergantung dari pihak yang berperkara, itikad baik para pihak,

ingin atau tidak dilakukan mediasi dalam rekonvensi.

E. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Mediasi

Indikator atau tolak ukur keberhasilan mediasi dalam perkara Rekonvensi di

pengadilan Agama Depok yaitu perkara dicabut dalam perceraian dan adanya akta

perdamaian dalam perkara lain, sedangkan efisiensi dan efektivitas mediasi dalam

pemeriksaan di persidangan dilihat dari indikator sedikitnya perkara yang putus

cerai dan banyaknya perkara perceraian yang dicabut dari daftar perkara atau

berhasil didamaikan maka kurang lebih mencapai 5-8 %.8 Adapun faktor yang

menentukan keberhasilan mediasi diantaranya hakim mediator atau mediatornya

sebagai penegak hukum, kemudian fasilitas yang mendukung seperti sarana

maupun prasarananya serta kesadaraan para pihak yang bersengketa ingin atau

tidaknya berdamai yang menentukan pula.

Tetapi pendapat hakim Pengadilan Agama Depok dalam perceraian indikator

keberhasilan mediasi yaitu kesamaan pendapat untuk mencari jalan keluar dari

persengketaan. Jadi jika para pihak sejalan, sependapat, sama-sama ingin cerai,

mediator mengarahkan pendapat, sudah bisa dikatakan berhasilan mediasinya.

8 Drs. H. Toha Mansyur SH. MH dan Drs. Sarnoto, M.H, lihat lampiran hasil wawancaradengan Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok.

Page 85: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

79

Untuk efektivitas mediasi kurang lebih 5-8% di Pengadilan Agama Depok.

Namun bila dilihat dari perceraian indikator keberhasilan mediasi yaitu kesamaan

pendapat untuk mencari jalan keluar dari persengketaan. Jadi jika para pihak

sejalan, sependapat, sama-sama ingin cerai, sudah bisa dikatakan berhasilan

mediasinya bisa mencapai kurang lebih 60-70%.9

F. Peran Mediator dalam Proses Mediasi dalam perkara Rekonvensi

Dalam menjalankan proses mediasi, mediator diberikan kebebasan untuk

menciptakan sejumlah peluang yang memungkinkan para pihak menemukan

kesepakatan yang dapat mengakhiri sengketa mereka. Mediator proaktif dan

sunguh-sungguh mendorong para pihak untuk memikirkan sejumlah

kemungkinan yang dapat dibicarakan guna mengakhiri persengketaan.

Adapun kendala yang dialami dalam proses mediasi di antaranya apabila para

pihak tidak bisa diajak berunding secara baik-baik bahkan terkadang para pihak

emosi dan sulit diajak komunikasi, sedangkan kendala dari segi fasilitas yaitu

ruangan mediasi yang kurang mendukung dan kurang memadai dimana ruangan

mediasinya kecil.

Jadi peran yang dilakukan hakim mediator dalam proses mediasi dalam

perkara rekonvensi di Pengadilan Agama Depok menganjurkan mediasi kepada

para pihak yang bersengketa. Namun tetap harus aktif dalam proses mediasi

dalam perkara rekonvensi.

9 Drs. H. Toha Mansyur SH. MH dan Drs. Sarnoto, M.H, lihat lampiran hasil wawancaradengan Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok.

Page 86: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

80

Langkah yang dilakukan hakim dalam upaya perdamaian relatif sama dengan

langkah-langkah yang ada dalam PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan Tahap pramediasi, perkenalan (ta’aruf), Mengidentifikasi

masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak, Menyusun agenda,

menggali permasalahan, yang intinya mencari titik temu. Dalam proses mediasi

trik-trik yang dilakukan hakim mediator dengan gaya bebas, mediator bebas

berkreasi tetapi tahapannya harus jelas, mediator harus bisa menggali masalah,

membereskan masalah, memberikan alternatif solusi, meyakinkan para pihak

bahwa mereka bisa bersama dan seorang mediator harus dilengkapi dengan ilmu

jiwa, sabar, tidak boleh terpancing emosi, harus tenang.

Adapun Kendala-kendala mediasi secara teknis tidak ada, mungkin ada

kendala dari segi fasilitas, ruangan mediasi belum efektif, kurang nyaman, belum

ideal, ruangannya kecil disini ruang kaukus tidak ada. Peran hakim mediator Aktif

(tidak boleh menolak) dalam mediasi rekonvensi di PA depok, begitu diberi

amanah mediasi pasti dijalankan hakim.

Page 87: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan dan uraian yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya,

yang kemudian menganalisis putusan Pengadilan Agama Depok perkara

No.1155/Pdt.G/ 2008/PA.DPK maka penulis dapat mengambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Praktek mediasi dalam proses persidangan melalui tuntutan balik (rekonvensi)

di Pengadilan Agama Depok pada tahun 2008 setelah dikeluarkannya

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008, dalam putusan yang penulis

análisis,dalam tahap rekonversi belum dilakukan proses mediasi tetapi para

pihak hanya diperintahkan untuk bagaimana memikirkan baiknya tentang

perceraian. Pada tahun 2008 di Pengadian Agama Depok belum ada

mediasi,dikarenakan pada saat itu pelaksanaan mediasi sosialisasinya belum

berjalan, pada tahun 2009 baru berjalan.

2. Pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim tersebut dalam

putusan perkara nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK yaitu: Pasal 174 HIR, Pasal

22 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 76 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah di ubah dengan

Page 88: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

82

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama,

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 38 K/AG/1990 tanggal 22-8-1991

dan Nomor 266 K/AG/1993 tanggal 25-6-1996, Al-Qur’an Surat Ar-Rum

Ayat 21 dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (INPRES Nomor 1 Tahun

1991), Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

beserta penjelasannya dan Pasal 19 Huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Jis. Pasal 116 Huruf f Kompilasi Hukum Islam, Pasal 149 dan Pasal 153 b

Kompilasi Hukum Islam, Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana yang telah di ubah dengan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Sedangkan Amar Putusan yang digunakan oleh Majelis Hakim tersebut

dalam putusan perkara nomor 1155/Pdt.G/2008/PA.DPK yaitu: Dalam

konvensi mengabulkan dengan memberi izin kepada Pemohon untuk

menjatuhkan talak satu raj’I. Bekas suami wajib memberikan mut’ah kepada

bekas istri dan nafkah selama menjalani masa iddah. Waktu tunggu bagi yang

masa haid di tetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari.

Dalam Rekonvensi mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk

sebagian. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan kepada

Penggugat Rekonvensi Mut’ah berupa uang sejumlah Rp. 15.000.000,- (lima

Page 89: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

83

belas juta rupiah). Nafkah selama menjalani iddah seluruhnya Rp.

15.684.000,- (lima belas juta enam ratus delapan puluh empat rupiah). Biaya

pendidikan anak kedua (Laras Paramastuti Adhyasari) sejumlah Rp.

10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Menetapkan telah terjadi hibah dari

Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi kepada Laras Paramastuti

Adhyasari (anak kedua) atas harta/barang berupa : Tanah seluas 264 m2 (dua

ratu enam puluh empat meter persegi) dan sebuah bangunan rumah yang

berdiri di atasnya, terletak di Jl. Lumut Hijau III F 157 Blok L Cinere,

Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat dengan Sertifikat Hak Milik

Nomor 1394 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Depok. Tanah seluas

180 m2 (seratus delapan puluh meter persegi) dan sebuah rumah yang berdiri

diatasnya, terletak di Taman Ganesha D5 No.3A, Telaga Kahuripan,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan Sertifikat Hak

Guna Bangunan Nomor 1129 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten

Bogor. Satu unit mobil Toyota Wish, warna Silver, tahun pembuatan 2003,

Nomor polisi B 2267 OD. Menolak untuk selebihnya. Dalam Konvensi dan

Rekonvensi yaitu Membebankan kepada Pemohon Konvensi/Tergugat

Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 171.000,- (seratus

tujuh puluh satu ribu rupiah). Dalam konvensi dan rekonvensi membebankan

kepada Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya

perkara sejumlah Rp. 171.000,- (seratus tujuh puluhg satu ribu rupiah).

Page 90: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

84

3. Praktek mediasi dalam perkara rekonvensi dilihat dari indikator atau tolak

ukur keberhasilan mediasi ada 2 yaitu perkara dicabut dalam perceraian dan

adanya akta perdamaian dalam perkara lain, melihat dari indikator sedikitnya

perkara yang putus cerai dan banyaknya perkara perceraian yang dicabut dari

daftar perkara atau berhasil didamaikan maka kurang lebih untuk efektivitas

mediasi mencapai 5-8% di Pengadilan Agama Depok. Tetapi jika indikator

keberhasilan mediasi di lihat sebagai kesamaan pendapat untuk mencari jalan

keluar dari persengketaan, berhasilan mediasinya bisa mencapai kurang lebih

60-70%. Adapun faktor yang menentukan keberhasilan mediasi yaitu terdiri

dari mediatornya, baik hakim mediator ataupun mediator non hakim,

kemudian fasilitas yang mendukung seperti sarana maupun prasarananya yang

menunjang berjalannya proses mediasi antara para pihak, serta yang

menentukan pula kesadaraan para pihak itu sendiri yang bersengketa ingin

atau tidaknya berdamai.

4. Peran hakim mediator dalam proses mediasi dalam perkara rekonvensi di

Pengadilan Agama Depok proaktif dan sunguh-sungguh mendorong para

pihak untuk memikirkan sejumlah kemungkinan yang dapat dibicarakan guna

mengakhiri persengketaan dalam persidangan, namun dalam perkara

rekonvensi di Pengadilan Agama Depok hanya menganjurkan mediasi kepada

para pihak yang bersengketa saja, tidak mengupayakan perdamaian.

Page 91: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

85

B. Saran-Saran

Berdasarkan kenyataan yang sudah diuraikan diatas, maka saran yag dapat

penulis sampaikan sebagai berikut :

1. Kepada Pengadilan Agama khususnya di Pengadilan Agama Depok dalam

menerima, memeriksa dan memutuskan perkara, tetap terus

mempertimbangkan peraturan perundangan yang berlaku baik secara materiil

maupun formil, dengan adanya sosialisasi dan pelatihan terhadap para Hakim

khususnya di Pengadilan Agama.

2. Bahwasanya Hakim mediator khususnya di Pengadilan Agama Depok tetap

lebih aktif dalam menggali dan menemukan hukum objektif atau materiil,

sunguh-sungguh mendorong para pihak untuk memikirkan sejumlah

kemungkinan yang dapat dibicarakan guna mengakhiri persengketaan, mampu

menghilangkan konflik atau permusuhan sehingga tidak ada pihak yang

dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution).

3. Bahwasannya dengan perkara yang cukup banyak masuk ke Pegadilan Agama

Depok khususnya, agar jumlah Hakim dan Mediator dapat ditingkatkan, serta

agar diadakan mediator dari Non Hakim yang bersertifikat.

4. Kepada para aktivis hukum dan para penegak hukum dan juga para akademisi

hukum agar lebih mengsosialisasikan mengenai mediasi kepada masyarakat

luas, baik melalui ceramah-ceramah, khutbah jum’at, maupun seminar-

Page 92: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

86

seminar, agar masyarakat luas lebih mengetahui tentang mediasi dan proses

mediasi yang ada di Pengadilan Agama.

5. Kepada Pemerintah agar memasukan kurikulum pendidikan Madrasah Aliyah

dan Sekolah Menengah Atas tentang Pelajaran yang membahas tentang

Mediasi atau Islah, dimana pentingnya perdamaian dalam suatu persengketaan

baik di luar pengadilan maupun Pengadilan.

Page 93: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

87

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal, MEDIASI Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat,dan Hukum Nasional, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009.

Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan No.1 Tahun 1974tentang Perkawinan, (Jakarta: Akademika Presindo), 1986, cet I

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992.

Abi Abdullah bin Yazid Al-Qazwainiy, Sunan Ibnu Majah, Beirut, Lebanon:Daar el-Fikr, 1994

Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004

Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI.

Arifin, Jaenal, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi hukum diIndonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Arto, Mukti, Praktik Perkara Perdata Pengadilan Agama, Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2006.

At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Juz 5, Kairo : Dar al Hadits, 2001

Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Direktorat PembinaanBadan Peradilan Agama Islam, 2001.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta, Balai Pustaka, 1998.

Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan:Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase, Jakarta, GramediaPustaka Utama, 2001.

Hassan, A. Tarjamah bulughul maram ibnu hajar al-‘asqalani, Bandung, cvDiponegoro, 2006.

Hasan, Bisri Cik. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta, Logos WacanaIlmu, 1999.

Page 94: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

88

Harahap, Muhammad Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,Persidangan, penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan.Jakarta: Sinar Grafindo, 2006.

J. C. T. Simorangkir, Dkk, Kamus Hukum, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.

Lubis Sulaikin dkk, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama di Indonesia,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008

Manaf, Abdul, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di LingkunganPeradilan Agama, Bandung : CV Mandar Maju. 2008.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Surabaya : Kencana PrenadaMedia Group, 2008.

Mertokusumo, Sudikno SH, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta :Liberty Yogayakarta, 2002.

Mono, Henny SH. Praktik Berperkara Perdata, Malang : Bayu Media, 2007.

Mubarok, Jaih dan Nurlailatul Musyafalah dkk, Peradilan Agama diIndonesia, Bandung : Pustaka Bani Quiraisy, 2004.

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Semarang : Rajawali Pers, 1995.

Rasyid, Roihan A, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : PTRajaGrafindo Persada, 2002.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UniversitasIndonesiaUI-Press, 1986.

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat (Jakarta : CV Rajawali, 1985), h.14.

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), Cet. VII,

Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta, PT GramediaPustaka Utama, 2006.

Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in 3,Surabaya : Alhidayah, 1993.

Page 95: PROBLEMATIKA MEDIASI DALAM PERKARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21549/1/MOHAMM… · 9 Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in

89

Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqh Islami wa Adillatuh, Damaskus: Dar al-fikr,2004.

Zein, Satria Effendi M, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,Jakarta : Kencana Prenada Media, 2004.

WWW.BADILAG.NET

www.diahkei.staff.ugm.ac.id,

www.padepok.pta-bandung.net