praktik pembacaan surah al-ṬᾹriq untuk...
TRANSCRIPT
PRAKTIK PEMBACAAN SURAH AL-ṬᾹRIQ UNTUK
MENOLAK HUJAN DI PONDOK PESANTREN AL-MUHIBBIN
JOMBANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Much. Saifuddin Zuhri
1113034000044
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
dc
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMBACAAN SURAH AL-TARIQ UNTUK MENOLAK HUJAN DI PONDOK PESANTREN AL-MUHIBBIN JOMBANG telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 12 Agustus 2020
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Eva Nugraha, M.Ag.
Aktobi Ghozali, MA. NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19730520 200501 1 003
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Moh Anwar Syarifuddin, M.A.
Dr. M. Suryadinata, M.Ag. NIP. 19720518 199803 1 003 NIP. 19600908 198903 1 005
Pembimbing,
Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. NIP. 19690822 199703 1 002
PRAKTIK PEMBACAAN SURAH AL-ṬĀRIQ
UNTUK MENOLAK HUJAN DI PONDOK
PESANTREN AL-MUHIBBIN JOMBANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar sarjana agama (S.Ag)
Oleh:
Much. Saifuddin Zuhri
1113034000044
Pembimbing
Drs.H.Ahmad Rifqi Muchtar,M.A
NIP: 196908221997031002
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019
ix
ABSTRAK
Much. Saifuddin Zuhri 1113034000044
Praktik Pembacaan Surah al-Ṭāriq untuk Menolak Hujan di Pondok
Pesantren Al-Muhibbin Jombang.
Skripsi ini membahas fenomena living qur’an surat al-Ṭāriq dalam
acara Rajabiyyah yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Bumi Damai
Al-Muhibbin Jombang, Jawa Timur sebagai sarana menolak hujan. Pokok
permasalahan dalam tulisan ini yaitu : Bagaimana proses pembacaan surat
al-Ṭāriq di pondok Al-Muhibbin sebagai tujuan menolak hujan?
Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif, dengan cara pendekatan model etnografi untuk
mendeskripsikan praktik pembacaan surat al-Ṭāriq dengan melakukan
pengamatan secara langsung, wawancara informan dan dokumentasi.
Kemudian menganalisis data yang sudah terkumpul. Tulisan ini
menemukan bahwa pembacaan surat al-Ṭāriq dilakukan setiap tradisi
Rajabiyyah setiap setahun sekali. Dalam pelaksanaannya semua santri dan
ustadz membaca dengan serentak di masjid Jami’ al-Muhibbin setelah
jama’ah shalat magrib sampai dengan waktu isya’. Pembacaan surat al-
Ṭāriq dilakukan sebagai washilah serta ikhtiyar supaya kegiatan
Rajabiyyah berjalan dengan lancar dan terhindar dari sesuatu yang tidak
diinginkan, khususnya gejala alam berupa hujan.
Dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa adanya pembacaan surat al-
Ṭāriq di pesantren al-Muhibbin pertama sebagai ihtiyar untuk menolak
hujan ketika acara sedang berlangsung. Kedua, sebagai persiapan
menyambut bulan suci Ramadhan.
Kata kunci: Living qur’an, Rajabiyyah, al-Muhibbin, al-Ṭāriq.
x
xi
KATA PENGANTAR
بسم الله الرهحمن الرهحيم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan ke
hadirat Ilahi atas rahmat dan hidayat-Nya serta inayah-Nya yang selalu
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pembacaan Surat al-Ṭāriq Sebagai Tujuan Menolak Hujan (Studi Living
Qur’an di Pondok Pesantren Al-Muhibbin Jombang Jawa Timur”
Ṣalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang
telah banyak memberi pengajaran dan pelajaran agar manusia berada di
jalan yang benar dan lurus dan senantiasa berada dalam keadaan nyaman
dan juga selamat. Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya
dengan limpahan karunia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya. Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang
penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, al-ḥamdulillāh dapat teratasi
berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, MA, selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para
pembantu Dekan.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH, selaku Sekretaris Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Dr. Bustamin, S.E., MM, Selaku dosen pembimbing akademik.
xii
5. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A., selaku dosen pembimbing
skripsi yang selalu memberikan arahan kepada penulis, bersabar
memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di bawah
bimbingannya. Juga melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, sehingga
penulis ada gairah semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademika Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh sabar dalam mendidik
saya selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.
7. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Much. Mursyid dan ibunda Suyati,
yang telah mengarahkan, dengan penuh kasih sayang tanpa pamrih, dan
tak bosan dalam memberikan dukungan moral maupun materil, serta
do’a dan semangat untuk saya.
8. Serta Kakakku Much. Syuhud, M. Sulthon dan Muhammad Syifak yang
telah membantu dan tidak bosan memberikan semangat dan doanya
untuk saya.
9. Dan seluruh sahabat-sahabat yang telah memberikan support serta
doanya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. terutama Ahmad
Safaruddin, S.Hum., Ahmad Dzikrulloh Akbar, S.Hum., Hanif Azhar,
S.Hum.
10. Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin, karena sudah
mengizinkan saya melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas
akhir saya.
Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu
mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar
senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan yang
setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya penulis ini senantiasa
xiii
dapat memberikan wawasan mengenai Al-Qur’an dan bermanfaat bagi
semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin ya rabb.
Ciputat, 5 Juli 2020
Hormat saya
Penulis
xiv
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
ṡ es dengan titik atas ث
J Je ج
ḥ ha dengan titik bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Ż zet dengan titik atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
ṣ es dengan titik bawah ص
ḍ de dengan titik bawah ض
ṭ te dengan titik bawah ط
ẓ zet dengan titik bawah ظ
xvi
Koma terbalik di atas hadap kanan „ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Qi ق
K Ka ك
L El ل
M Em ـم
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ‟ ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـــ
I Kasrah ـــ
U Dammah ـــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ـــ ي
Au a dan u ـــ و
xvii
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ᾱ a dengan topi di atas ىا
Ī i dengan topi di atas ىي
Ū u dengan topi di atas ىو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah
maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-
dîwân.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـــ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal
ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah
kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata
( ورةلضرا ) tidak ditulis ad-darūrah melainkan al-darūrah, demikian
seterusnya.
6. Ta Marbūtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/
(lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta
xviii
marbūtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
قةیرط 1 Tarīqah
ةیلإسلامالجامعة ا 2 al-jāmī’ah al-islāmiyyah
دلوجواة حدو 3 wahdat al-wujūd
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskanpermulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥāmid al-Ghazālī bukan
Abū Ḥāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun
akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak
Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
xix
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (Fi‘il), kata benda (Isim), maupun huruf (Ḥarfu)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan di atas
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustādzu ذهب الأستاذ
tsabata al-ajru ث بت لأجر
al-ẖarakah al-‘aṣriyyah الركة العصرية
asyhadu an lā ilāha illā Allāh شهد أن لا إله إلا الله
Maulānā Malīk al-Ṣālih مولان ملك الصالح
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nūr Khālis Majīd;
Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fazl al-
Rahmān.
xx
xxi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix
KATA PENGANTAR .............................................................................. xi
PEDOMAN TRANSLITERASI............................................................. xv
DAFTAR ISI .......................................................................................... xxi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xxiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................ xxv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Identifikasi Masalah .............................................................. 5
C. Pembatasan Masalah .............................................................. 5
D. Perumusan Masalah ............................................................... 6
E. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
F. Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
G. Tinjauan Pustaka .................................................................... 7
H. Metodologi Penelitian ......................................................... 13
I. Sistematika Penulisan ........................................................... 16
BAB II KAJIAN TEORITIS .............................................................. 19
A. Profil Surah al-Ṭāriq ........................................................... 19
1. Penamaan dan Posisi Surah al-Ṭāriq dalam al-Qur’an . 19
2. Kandungan Surah al-Ṭāriq ............................................. 20
3. Fadhilah (keutamaan) Surah al-Ṭāriq . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
B. Penjelasan Tentang Hujan ................................................... 28
1. Proses Terjadinya Hujan ................................................. 28
2. Kadar dan Kandungan Air Hujan ................................... 31
3. Fungsi Air Hujan Bagi Kehidupan ................................. 32
4. Penyebutan Hujan dalam Al-Qur’an ........................ 33
BAB III DESKRIPSI PONDOK BUMI DAMAI AL-MUHIBBIN
TAM- BAK BERAS JOMBANG .......................................... 39
A. Penamaan Pondok Bumi Damai al-Muhibbin ..................... 39 B. Letak Geografis ................................................................... 40
C. Visi dan Misi Pondok .......................................................... 40
D. Kepengurusan Pondok al-Muhibbin .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
xxii
E. Proses dan Tahapan Pembelajaran ......................................... 43
F. Aktifitas Pondok al-Muhibbin ............................................ 45
BAB IV PRAKTIK PENOLAKAN HUJAN MELALUI
PEMBACAAN SURAH AL-ṬᾹRIQ ..................................... 47
A. Landasan Pembacaan Surah al-Ṭāriq Sebagai Sarana Menolak Hujan .................................................................................... 48
B. Proses dan Tata Cara Pembacaan Surah al-Ṭāriq ............... 51
C. Peserta dan Pimpinan Pembacaan ....................................... 51
D. Respon Serta Pemahaman Ustadz dan Santri terhadap
Pembacaan Surah al-Ṭāriq Untuk Menolak Hujan .............. 54
BAB V PENUTUP .............................................................................. 57
A. Kesimpulan .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
B. Saran .................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Surat dan Jumlah Ayat .............................................................. 34
Tabel 2.2 Surat dan Jumlah Ayat .............................................................. 35
Tabel 2.3 Surat dan Jumlah Ayat .............................................................. 36
Tabel 2.4 Surat dan Jumlah Ayat .............................................................. 38
Tabel 3.1 Program Baca Kitab Kelas 2 Ula............................................... 43
xxiv
xxv
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Kepengurusan Pondok al-Muhibbin ......................................... 42
xxvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an menjadi modal utama serta pelecut semangat untuk kita dalam
menggali beberapa keilmuan dan menerapkannya dalam aktifitas sehari-
hari. Sebagai umat islam yang baik sangat dianjurkan untuk membaca al-
Qur’an, sesuai dengan firman Allah yang pertama kali diturunkan1. Al-
Quran juga merupakan petunjuk bagi manusia yang memiliki makna dan
ilmu yang sangat luas,2 salah satunya adalah ilmu Living Qur’an, yaitu suatu
kajian ilmiah pada ranah studi al-Qur’an yang meneliti dialektika antara al-
Qur’an dengan realitas sosial masyarakat.3 Yang dalam bahasa Indonesia
biasa disebut dengan “al-Qur’an yang hidup”4. Living Qur’an merupakan
respon dari masyarakat terhadap teks al-Qur’an berdasarkan penafsiran
manusia, termasuk persepsi masyarakat dan hasil penafsiran tersebut5.
Living Qur’an juga menjadi studi Al-Qur’an baru yang berfokus mengkaji
fenomena sehari-hari masyarakat muslim yang menggunakan Al-Qur’an
sebagai subjek, spirit, simbol, media, dan instrumen dalam menjalankan
aktivitas kehidupannya.6 Semakin banyak produktifitas yang dilakukan oleh
Umat Muslim melalui Al-Quran maka semakin baik pula untuk peradaban.
1 Syamsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press,
2007), h, 4. 2 Said Agil Husin al-Munawi, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem
Pendidikan Islam. (Ciputat: PT, Ciputat Press, 2005), 5. 3 Didi Junaedi, Living Qur’an, Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian al-Quran.
Jurnal of quran and hadist, Vol. 4. No, 2. (2015), 173. 4 M. Masyur dkk, Living Qur’an Dalam Lintasan Sejarah, (Yogjakarta: TH-Press,
2007), h, 30 5 M. Nurdin Zuhri, Sawaun, Dialog al-Qur’an Dengan Budaya Lokal Nusantara,
Jurnal Maghz, Vol, 2, No, 1, 2017, h, 126 6 Ahmad Zainal Abidin dkk, Pola Perilaku Masyarakat...., 7.
2
Akan tetapi terkadang keinginan manusia tidak selamanya berjalan lancar,
terhalang oleh beberapa kendala, seperti hujan.
Wilayah kajian Living Qur’an dinilai melengkapi studi Al-Qur’an pada
wilayah ‘internal’ sebagai kajian yang berfokus pada Nas al-Qur’an, baik
terkait ‘Ulūm al-Qur’ān seperti i’jāz al-Qur’ān, asbāb al-Nuzūl, dan lain-
lain. Kajian “Living Qur’an”, merupakan studi al-Qur’an pada wilayah
‘eksternal’ sebagai kajian yang berfokus pada fenomena al-Qur’an yang
secara sadar ataupun tidak, sudah menstruktur pada kesadaran umat Islam
dan membentuk budaya tertentu, yang pada taraf tertentu merupakan tafsir
al-Qur’an yang berwujud sikap dan perilaku, tradisi, dan budaya, bahkan
kehidupan nyata.7
Kajian tentang Living Qur’an ini merupakan studi tentang Al Qur‘an
yang tidak berpusat pada tekstualnya saja, namun studi tentang gejala sosial
masyarakat yang berhubungan dengan hadirnya Al Qur‘an di tempat-tempat
geografis tertentu dan mungkin pada waktu tertentu pula.8 Membicarakan
mengenai Living Qur’an, pada dasarnya juga membicarakan tentang gejala
penafsiran-penafsiran Al Qur‘an yang sangat luas maknanya, artinya yang
muncul di lingkungan sosial yang berbeda dengan hasil penafsiran selama
ini yaitu dengan berbagai macam variasi.
Penelitian atau kajian tentang Al-Qur’an ini sangat penting untuk
kepentingan dakwah dan pemberdayaan serta perkembangan masyarakat,
sehingga mereka akan lebih menghargai dan maksimal dalam merespon
atau memberi penghargaan baik terhadap Al Qur‘an. Kajian tentang Al-
Qur‘an ini memunculkan paradigma atau anggapan baru pada masyarakat
di era kontemporer saat ini. Pada studi Living Qur’an ini kajian tafsir akan
7 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-quran dan Tafsir, (Yogyakarta: PPLSQ
Ar-Rahmah, 2014), 103-104. 8 M. Mansyur dkk, Living Qur’an Adalah Lintasan.., 39.
3
lebih banyak menghasilkan respon apresiasi baik dan akan memicu
timbulnya tindakan dan partisipasi dari masyarakat.
Kajian Living Qur’an ini memotret kejadian fenomena sosial, mengenai
interaksi manusia dengan Al Qur‘an yang akhirnya menimbulkan sebuah
tradisi di masyarakat. Yakni, tindakan berpola dari manusia dari masyarakat
yang disebut dengan sistem sosial (social system) atau sosial budaya
(cultural system),9 misalnya seperti fenomena One Day One Juz (ODOJ),
tadarrus, Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), Haflah Tilawatil Qur’an
(HTQ), pembacaan surat atau ayat-ayat tertentu pada suatu acara atau even-
even tertentu pula, dan lain-lain, ini semua berdasarkan keyakinan
masyarakat itu sendiri yang bersumber dari interaksi manusia dengan Al
Qur‘an.
Praktik-praktik yang berkenaan dengan fenomena Living Qur’an yang
terjadi di masyarakat beraneka ragam dan berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan sudut pandang yang berbeda dalam memahami nash al-Qur’an,
meskipun landasan yang digunakan sama. Kultur budaya serta letak
geografis tempat setiap daerah dan kebiasaan yang berbeda juga
mempengaruhi praktik kegiatan masyarakat sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadinya aspek-aspek pengalaman yang tidak disadari.
Sebagai contoh terdapat tradisi sima’an, pembacaan ayat al-Qur’an pada
Yaumul Bid, pembacaan surat Jin sebelum menempati rumah baru,
Pembacaan al-Waqiah supaya rezeki lancar, Pembacaan ayat al-Qur’an
untuk penyembuhan penyakit tertentu.
Ada juga kelompok yang membaca surat tertentu dalam al-Qur’an pada
waktu-waktu tertentu, misalnya surat Yasin pada malam Jum’at sehingga
melahirkan tradisi Yasinan. Orang-orang yang mengikuti kegiatan itu
9 Ahmad ‘Ubaydi Hasbilah, Ilmu Living Qur’an Hadist, Ontologi, Epistimologi,
dan Aksiologi, (Ciputat, Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019), 43.
4
mungkin memiliki motivasi beragam, baik motivasi keagamaan untuk
memperoleh fadhilah maupun motivasi sosial, sekadar untuk media
pergaulan, dan sebagainya.
Sehingga dewasa ini dapat ditemukan beragam tradisi yang mulai
melahirkan perilaku-perilaku secara umum yang menunjukan resepsi sosial
masyarakat atau kelompok tertentu terhadap Al-Qur’an. Sebagai contoh
Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin di desa Tambakberas
Jombang. Peneliti sengaja menggunakan Pondok ini sebagai objek
penelitian karena dinilai sangat tepat, sudah sesuai dengan historis dan
peran pondok tersebut pada masyarakat sekitar. Mengingat sudah hampir 2
abad pesantren ini bediri lebih tepatnya sudah 195 Tahun di desa Tambak
beras, Jombang. Kemudian di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin, Tambakberas Jombang ini terdapat kegiatan atau ritual rutin
Daf’il Maṭār yakni ritual yang dilakukan untuk tujuan menolak hujan, yang
dimaksud menolak hujan bukan berarti menolak secara harfiah, karena
hujan merupakan anugrah Allah dan tidak ada satu kekuatanpun yang bisa
menghentikan keinginan Allah SWT. Namun, berikhtiyar untuk
mengalihkan curah hujan ked aerah lain dengan tawasull dan seizin Allah
SWT. Ritual ini biasanya dilakukan para santri ketika Pondok akan
mengadakan kegiatan besar yang melibatkan masyarakat sekitar, seperti
Peringatan Maulid Nabi, peringatan Isra’ Mi’raj dan Haul Pendiri
Pesantren. Terutama Rajabiyyah. Terdapat kegiatan pembacaan surat
tertentu dalam jumlah tertentu yang dilakukan dalam ritual ini. Di antara
surat yang dibaca dalam ritual Daf’il Maṭār ini adalah al-Ṭāriq 7 kali
kemudian diakhiri dengan do’a Allahumma Khawalayna Wala ‘Alaiyna
sebanyak 100 kali.
Dalam Tafsir Al-‘Azhar karangan seorang tokoh penting Indonesia yakni
Prof. Dr. Hamka atau sering disebut dengan Buya Hamka diterangkan
5
bahwa pada ayat 11 surat al-Ṭāriq Allah SWT bersumpah dengan langit
sebagai makhlukNya, yang mengandung hujan. Di dalam tafsir Al-‘Azhar
juga disebutkan langitlah yang menyimpan air dan menurunkannya menurut
jangka waktu tertentu. Berangkat dari fenomena ritual ini, peneliti tertarik
untuk meneliti serta mengkaji fenomena tersebut lebih mendalam. Karena
Al-Qur’an pada posisi ini difungsikan sebagai sarana untuk menolak hujan.
Padahal di satu sisi terdapat ritual untuk meminta hujan yang telah terdapat
legitimasinya dalam hadist, ritual tersebut adalah shalat Istisqa’.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan pada deskripsi latar belakang di atas, nampak bahwa
pembacaan surah al-Ṭāriq untuk Daf’il Maṭār atau ritual menolak hujan di
Pondok Pesantren Al-Muhibbin Tambakberas, Jombang Jawa Timur
menjadi fenomena nyata setiap tahun. Dalam hal ini peneliti memfokuskan
dalam beberapa hal.
1. Surah-surah al-Qur’an yang berkaitan dengan alam seperti,
Surah al-Ra’d, al-Ḥijr, al-Dukhān, al-Ahqāf, al-Żāriyāt, al-Ṭūr,
al-Najm, al-Qamar, al-Ḥadīd, al-Burūj, al-Fajr, al-Balad, al-
Syams, al-Lail, al-Ṭīn, al-Zalzalah, al-‘Aṣr, al-Fīl dan al-Falaq.
2. Surah al-Qur’an yang menjelaskan tentang hujan, seperti Al-
Zukhrūf, al-Naḥl dan al-Ṭāriq
3. Respon santri dalam pembacaan Surah al-Ṭāriq
C. Pembatasan Masalah
Agar pokok permasalahan tidak melebar peneliti perlu memberikan
pembatasan masalah. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan membahas
tentang proses pembacaan surah al-Ṭāriq di Pondok Pesantren Bumi Damai
al-Muhibbin Tambakberas Jombang dalam upaya menolak hujan. Adapun
batasan masalahnya adalah tentang proses pembacaan dan keterkaitan surah
6
al-Ṭāriq serta respon santri Bumi Damai al-Muhibbin terhadap ritual Daf’il
Maṭār.
D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan, peneliti merumuskan
beberapa permasalahan yang menjadi inti dari penelitian ini, antara lain:
Bagaimana proses pembacaan surah al-Ṭāriq dan respon santri terhadap
ritual Daf’il Maṭār sebagai upaya menolak hujan di Pesantren Bumi Damai
Al-Muhibbin?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembacaan surah al-Ṭāriq dalam ritual
Daf’il Maṭār sebagai upaya menolak hujan di Pesantren Bumi Damai Al-
Muhibbin
2. Untuk mengetahui keterkaitan surah al-Ṭāriq serta respon santri
terhadap ritual Daf’il Maṭār sebagai upaya menolak hujan di Pesantren
Bumi Damai Al- Muhibbin.
F. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan referensi
dalam kajian studi al-Qur’an khususnya dalam diskursus Living Qur’an,
sehingga diharapkan bisa berguna terutama bagi yang memfokuskan pada
kajian sosio-kultural masyarakat muslim (Indonesia) dalam
memperlakukan atau menggunakan al-Qur’an.
b. Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk membantu
memperkenalkan salah satu bentuk keanekaragaman khazanah sosio-kultur
masyarakat Muslim Indonesia, guna meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya menjadikan al-Qur’an sebagai bagian dalam hidup.
7
G. Tinjauan Pustaka
Melihat dari penelitian-penelitian sebelumnya penulis belum
menemukan penelitian secara spesifik yang mengarah pada Living Qur’an
yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Bumi Damai al-Muhibbin. Adapun
dari pembahasan-pembahasan terdahulu, penulis mendapat banyak
informasi yang bisa dijadikan dasar pijakan dan rekomendasi. Berdasarkan
turunan tema yang diangkat dalam kajian ini, ditemukan beberapa referensi
baik berupa jurnal, buku, skripsi maupun tesis yang dapat dimanfaatkan
sebagai perbandingan dan tambahan informasi, di antaranya :
Be a Living Qur’an Petunjuk Praktis Penerapan ayat-ayat al-Qur’an
dalam Kehidupan Sehari-hari.10 Karya Ibrahim Eldeeb yang judul aslinya
adalah Masyru’uk al-Khaṣ Ma’a al-Qur’ān. Buku ini menguraikan tentang
bagaimana langkah-langkah maupun petunjuk yang bisa dipakai bagi umat
Islam untuk menarik kecintaannya terhadap al-Qur’an . Ada perbedaan
dalam buku ini dengan sebelumnya, jika buku sebelumnya membahas
metode penelitian living Qur’an, maka buku ini lebih fokus pada gejala-
gejala sosial yang muncul dalam masyarakat Muslim seperti anjuran
membaca dan menghafal al-Qur’an.
Syahrul Rahman dalam tulisanya yang berbentuk jurnal, “living quran:
Studi Kasus Pembacaan al-Ma’ṡurāt di Pesantren Khalid Bin Walid Pasir
Pengaraian Kab. Rokan Hulu11 menjelaskan motivasi para santri
mengetahui dan mengamalkan pembacaan al-Ma’ṡurāt ini adalah
keutamaannya yang besar, seperti melindungi rumah dari gangguan setan,
10 Ibrahim E. 2009. “Be a Living Qur’an Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-ayat
al-Qur’an Dalam Kehidupan Sehari-sehari”. Skripsi. Ushuludin. IAIN Sultan Maulana
Hasanudin. Banten 11 Syahrul Rahman. 2016. living quran: Studi Kasus Pembacaan al-Ma’tsurat di
Pesantren Khalid Bin Walid. Syahadah. Vol, 4. No., 2.
8
disempurnakan nikmat, dicukupi segala kebutuhan di dunia, sehingga
mereka berusaha mentradisikannya.
Umi masruroh menulis Jurnal, “Tradisi Rebo Wekasan Dalam Kajian
Living Qur’an Di Desa Pakuncen Kecamatan Selomerto Kabupaten
Wonosobo12” yang menjelaskan bahwa tradisi Rebo Wekasan dipandang
sebagai hasil penafsiran masyarakat atau dengan kata lain respons
masyarakat terhadap al-Qur’an. Fenomena yang terdapat dalam tradisi
Rebo Wekasan seperti: pembacaan surat-surat al-Qur’an dan tulisan ayat al-
Qur’an dalam tradisi Rebo Wekasan merupakan hasil dari pemahaman
masyarakat Desa Pakuncen atas fungsi al-Qur’an yang menurut mereka al-
Qur’an mempunyai kekuatan magis. Yakni dengan menggunakan surat-
surat tertentu dalam al-Qur’an dan menulis potongan ayat-ayat al-Qur’an
dalam bentuk rajah/wifiq bisa menyelamatkan mereka dari dari bencana dan
keburukan-keburukan yang tidak diharapakan.
Moh. Muhtador menjelaskan dalam tulisan jurnal “Pemaknaan ayat al-
Quran dalam mujahadah: Studi Living Qur’an di PP al-munawwir Krapyak
komplek al-Kandiyas13”, bahwa Mujahadah menjadi media untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara berzikir yang diambil dari
potongan ayat-ayat al-Qur’an telah memberikan keyakinan kepada
pengamalnya dan telah menjadikan al-Qur’an hidup dalam kehidupan.
Salah satu keyakinannya adalah potongan ayat al-Qur’an tersebut telah
memberikan ketenangan dalam menjalani hidup, serta dapat mengabulkan
keinginan yang diharapkan. Akan tetapi, placebo effect di dalam diri
pengamal juga aktif untuk ikut serta menyembuhkan yang digantungkan
dalam bacaan-bacaan potongan ayat tersebut.
12 Umi Masruroh. 2017. Tradisi Rebo Wekasan Dalam Kajian Living Qur’an di
Desa Pakuncen. Qaf. Vol, 1. No, 02. 13 Moh. Muhtador. 2014. Pemaknaan ayat al-Quran dalam mujahadah: Studi
Living Qur’an di PP al-munawwir krapyak. Jurnal Penelitian. Vol, 8, No, 1.
9
Idham Hamid menulis skripsi, “Tradisi Membaca Yasin Di Makam
Annangguru Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe
Kec. Campalagian Kab. Polewali Mandar14” yang berkesimpulan bahwa
Tradisi ma’baca Yasin di makam Annangguru Maddappungan yang
dilakukan santri pondok Pesantren Salafiyah Parappe dalam pandangan al-
Qur’an tidak terdapat kontradiksi hingga sampai melarang, bahkan tidak
sedikit hadis-hadis Nabi Saw. yang mendukung serta menganjurkan untuk
membaca surah Yasin dalam kondisi maupun kedaan tertentu. Penelitian
Idham membuktikan bahwa dari kegiatan tradisi ma’baca Yasin di makam
Annangguru Maddappungan yang rutin dilakukan setiap hari Jum’at pagi
berimplikasi pada santri, yakni mampu membentuk kepribadian dengan
berlandaskan nilai-nilai qur’ani serta senantiasa dekat dengan ulama
sekalipun yang telah meninggal, dengan harapan dapat meneladani jasa-jasa
para ulama. Selanjutnya dari praktik tradisi ma’baca Yasin di makam
Annangguru Maddappungan, mampu menjadikan sebagai media dakwah
atau komunikasi untuk memperkuat karakter spritual masyarakat.
Muhammad Fauzan Nasir menulis skripsi, “Pembacaan Tujuh Surat
Pilihan Al-Qur’an Dalam Tradisi Mitoni (Kajian Living Al-Qur’an Di
Dusun Sumberjo, Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten
Klaten)15” yang menjelaskan tentang paradigma fungsional yang digunakan
dalam menggali fungsi dari tujuh surat pilihan dalam al-Qur’an pada saat
upacara mitoni, disimpulkan bahwa pembacaan tujuh surat tersebut,
difungsikan oleh masyarakat Sumberjo dari pemaknaan terhadap surat-surat
dan ayat ayat yang dibaca sebagai kitab suci, obat dan sarana perlindungan.
14 Idam Hamid. 2017. Tradisi Membaca Yasin Di Makam Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec. Campalagian Kab.
Polewali Mandar. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Filsafat. UIN Alaudin Makasar,
Makasar. 15 M. Fauzan Nasir. 2016. Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Al-Qur’an Dalam
Tradisi Mitoni. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Dakwah. IAIN Surakarta. Surakarta.
10
M. Assyafi’ Syaikhu Z. menulis skripsi, “Karomahan (Studi Tentang
Pengamalan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Praktek Karomahan di
Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk16)” yang
berkesimpulan bahwa penggunaan ayat al-Qur‟an dalam Padepokan Macan
Putih adalah praktek pembacaan dan pengamalan ayat yang dapat direspon
oleh santri-santri untuk dijadikan karomahan. Media dalam karomahan
menggunakan media lantunan bacaan ayat al-Qur’an dan menggunakan
bahan-bahan alami seperti suara, air, garam, pasir, gelang, dan kayu
menjalin, yang semua itu dibumbui dengan bacaan ayat Qur’an. Selain itu,
cara mempraktekkannya dapat dengan menulis ayat tersebut di kain putih.
Pembacaan ayat ini bertujuan sebagai perantara, agar rahmat Allah SWT
turun sebagai kekuatan dan solusi dari segala masalah yang dihadapi
manusia. Adapun Makna karomahan berdasarkan pada teori sosiologi
pengetahuan Karl Mannheim meliputi tiga kategori makna yaitu, makna
objektif, secara umum karomahan tersebut merupakan praktek pembacaan
dan pengamalan ayat al-Qur‟an yang difungsikan untuk menghasilkan
kekuatan. Makna eksresif yang ditangkap oleh peneliti tujuan dakwah bagi
praktisi dan tujuan mencari keselamatan, pahala, dan ridla Allah bagi santri.
Sedangkan makna dokumenter dilihat dari ruang sosial, karomahan dalam
padepokan menjadi magnet bagi masyarakat. Hal ini karena praktisi seorang
Gus, putra Kiai, sehingga masyarakat merasa aman dan tidak ragu.
Sedangkan sebagian besar masyarakat berstatus Nahdiyyin sehingga simbol
Gus maupun Kiai sangat berpengaruh bagi mereka.
Isnani Sholeha memulis skripsi, “Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari
Al-Qur’an Dalam Tradisi Mujahadah (Studi Living Di Pondok Pesantren
16 M. As-Syafi’i. 2017. Karomahan (Studi Tentang Pengamalan Ayat-Ayat Al-
Qur’an Dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih. Skripsi. Fakultas
Ushuludin dan Dakwah. IAIN Surakarta. Surakarta.
11
Putri Nurul Ummahat Kotagede, Yogyakarta17)” yang menjelaskan tentang
Prosesi dan pema’naan dalam pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi
mujahadah yang dilaksanakan setiap ba’da jama’ah shalat Isya oleh seluruh
santri secara rutin dan istiqomah.
Yadi Mulyadi menulis tesis, “AL-QUR’AN DAN JIMAT (Studi Living
Qur’an Pada Masyarakat Adat Wewengkon Lebak Banten18)” yang
menyimpulkan bahwa Sebagian besar masyarakat Adat Wewengkon
Kasepuhan dalam kehidupan sehari-harinya meyakini al-Qur’an terdapat
doa-doa khusus yang mengandung beragam keutamaan-keutamaan tertentu.
Kemudian, al-Qur’an diramu hingga dibuat huruf-huruf hijāiyyah dan
dicampurkan dengan nama Allah Swt. Rasulullah Saw. Khulafaur Rasyidin,
malaikat, dan numerik Arab sehingga menjadi sebuah jimat. Adapun makna
dari persepsi masyarakat terhadap al-Qur’an itu bagian dari penghormatan,
pemuliaan dan pelestarian masyarakat terhadap al-Qur’an. Motif dan tujuan
masyarakat Kasepuhan dalam menggunakan jimat karena memiliki
beragam manfaat, antara lain: Pertama, dapat menyelamatkan diri dan
memberikan kepercayaan/ketenangan dalam menyelesaikan berbagai
persoalan hidup. Kedua, dapat berfungsi sebagai karismatik yang tinggi
dalam pandangan setiap manusia demi mempertahankan eksistensi
kekuasaan. Ketiga, digunakan sebagai penglaris dalam perdagangan untuk
kepentingan stabilitas ekonomi. Keempat, sebagai penyembuh dari
berbagai penyakit untuk kepentingan masyarakat luas yang mengendap
penyakit yang tak kunjung sembuh dan lain sebagainya.
Mochammad Rizal Fanani menulis tesis, “Kajian Living Qur’an Ayat-
Ayat Pengobatan Dalam Kitab Sullam Al-futuhat Karya Kh. Abdul Hannan
17 Isnani Sholeha. 2016. Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam
Tradisi Mujahadah. Skripsi. Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam. UIN Sunan
Kalijaga. Yogyakarta 18 Yadi Mulyadi. 2017. Al-qur’an dan Jimat. Program Magister Fakultas
Ushuludin. Tesis. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
12
Ma’shum19” yang menyimpulkan bahwa Dalam kitab Sullam Al-futuhat
terdapat beberapa ayat yang digunakan sebagai media pengobatan dengan
berbagai macam cara yang berbeda beda dalam setiap pengobatan yang
dilakukan. Seperti (1) Obat untuk menolak bala’ dengan media ternak, (2)
Fadilah surah al-Humazah, dalam hal ini surah al-Humazah digunakan
untuk mendeteksi jenis penyakit yang diderita oleh seseorang. Kemudian
dilanjutkan dengan beberapa ritual tertentu; (3) Obat sakit lumpuh, (4)
amalan untuk menenangkan tangisan anak kecil, (5) Obat sakit perut.
Pencantuman ayat-ayat yang terdapat dalam kitab Sullam Al-futuhat oleh
KH. Abdul Hannan Ma’shum memiliki beberapa landasan yaitu penukilan-
penukilan yang dilakukan dari berbagai kitab dan juga ijazah yang diterima
oleh Kyai. Kemudian, amalan-amalan tersebut di amalkan oleh KH. Abdul
Hannan Ma’shum dan telah berhasil. Meskipun begitu, terkadang hasil yang
diperoleh seseorang dengan yang lainnya berbeda. Hal ini terjadi karena
kadar keyakinan serta kemantaban mereka yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Karena segala amaliyah akan berbuah sesuai dengan kadar
kemantaban si pelaku serta ke Istiqamahannya.
Penelitian di atas adalah sama-sama meneliti tentang living Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari. Namun memiliki fokus yang berbeda-beda,
secara konteks penelitian-penelitian diatas adalah sama-sama memiliki satu
tujuan yaitu meneliti tentang penghidupan al-Qur’an. Jadi, relevansinya
dengan penelitian ini adalah bagaimana cara manusia memaknai al-Qur’an
itu sendiri dan bagaimana cara mengamalkannya. Letak perbedaannya
adalah pada fokusnya, yaitu fungsi dari ayat al-Qur’an dan tujuan dalam
mengamalkan ayat al-Qur’an sebagai ritual atau sarana menolak hujan di
Pondok Pesantren Bumi Damai al-Muhibbin.
19 M. Rizal Fanani. 2016. Kajian Living Qur’an Ayat-Ayat Pengobatan Dalam
Kitab Sullam Al-futuhat. Tesis. Pasca Sarjana Ilmu Al-qur’an dan Tafsir. IAIN
Tulungagung. Tulungagung
13
H. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam kajian living Qur’an ini adalah metode
yang berkenaan dengan lapangan atau studi kasus. Oleh karena itu,
diperlukan beberapa perangkat untuk membahas hal tersebut. Di antaranya
adalah jenis penelitian, tehnik pengumpulan data dan tehnik pengolahan
data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua jenis penelitian secara langsung. Yakni
penelitian kualitatif atau kepustakaan (library research) dan penelitian
lapangan (field research) lapangan20. yaitu suatu penelitian yang
menggambarkan atau memaparkan secara umum mengenai pembacaan
surah al-Ṭāriq terhadap kegiatan Daf’il Maṭār di Pondok Pesantren Bumi
Damai Al-Muhibbin dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan
mengintrepretasikan data yang berkaitan dengan penelitian ini.21
2. Subjek Penelitian
Subyek penelitian merupakan tempat untuk memperoleh keterangan22
dalam penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah informan yang akan
diteliti, di antaranya:
a. Ustadz atau Ketua Santri yang menjadi panutan di Bumi Damai Al-
Muhibbin.
b.Beberapa santri yang terlibat dalam pembacaan surah al-Ṭāriq sampai
sekarang.
20 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif dan Gabungan, (Jakarta: Paramedia
Group, 2014), 328. 21 John Creswell, Penelitian Kualitatif & Field Research Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2015, 105. 22 J.R.Rajo. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulan ,
Jakarta: Grasindo, 2010, 109.
14
Informasi di atas bisa saja bertambah sesuai dengan apa yang diterima
dan dialami oleh peneliti selama pengumpulan data.
3. Sumber data
Untuk mendapatkan data yang valid dan benar, peneliti dalam hal ini
menggunakan dua sumber data, sumber data primer berupa penelitian
lapangan yang dibantu dengan data sekunder berupa metode kualitatif yakni
library research.
1. Data Primer
a. Wawancara Ustadz Bumi Damai Al-Muhibbin
b. Wawancara Ketua Santri Bumi Damai Al-Muhibbin
c. Wawancara beberapa santri Bumi Damai Al-Muhibbin
2. Data Sekunder
a. Tafsir terkait surah al-Ṭāriq
b. Hadist Nabi mengenai Hujan
c. Jurnal dan beberapa buku mengenai pemahaman Al-Qur’an
3. Tehnik Pengumpulan Data
Agar mendapat data-data yang valid dan berkualitas, maka penelitian ini
menggunakan beberapa tehnik dalam pengumpulan data, yakni ;
Pertama, Observasi yakni melakukan kegiatan terjun kelapangan dalam
rangka mengamati dan mendengar untuk memahami.23 Terjun kelapangan
merupakan proses mencari jawab dan mencari bukti terhadap fenomena
sosial-keagamaan yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini mencatat,
merekam serta memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis.
Kedua, Wawancara, merupakan cara pengumpulan data yang
berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report,24 yakni
23 Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), 131. 24 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitaif dan R & D (Bandung:
Alfabeta, 2011), 138.
15
percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dan merupakan yang biasa
digunakan oleh para peneliti lapangan, karena dianggap sebagai salah satu
dari penggalian data yang cukup efektif dan efisien. Pekerjaan ini dilakukan
dengan cara bertanya dan berdialog25 dengan informan (tokoh-tokoh kunci)
yang ditentukan sebagai kunci pokok. Tujuan tehnik ini untuk mendapatkan
data-data yang terkait dengan obyek yang diteliti, yang berhubungan
dengan ritual Daf’il Maṭār.
Ketiga, Dokumentasi merupakan pengumpulan data kualitatif dengan
cara melihat atau menganalisis beberapa dokumen yang dibuat oleh subjek
sendiri atau oleh orang lain tentang subjek26. Data yang diambil dalam
teknik ini adalah dokumentasi yang berupa foto-foto yang berkaitan dengan
obyek yang diteliti.
4. Teknik Pengolahan Data
Penulis menggunakan tiga tahapan dalam mengolah data yang diperoleh
selama pengumpulan data.
Pertama, reduksi data yang merupakan penyeleksian, pemfokusan dan
abstraksi data dari hasil catatan lapangan.27 Data yang diperoleh dalam
ritual Daf’il Maṭār secara keseluruhan dikumpulkan kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan konsep penelitian yang telah dirancang
sebelumnya.
Kedua, display atau penyajian data, pada tahap ini penulis melakukan
organisasi data, mengaitkan hubungan-hubungan tertentu antara data yang
satu dengan data yang lain.28 Dalam hal ini misalkan mengenai ritual Daf’il
Maṭār dan bagaimana pembacaan al-Qur’an dalam ritual tersebut. Pada
25 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 186 26 Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), 143. 27 Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), 175. 28 Moh. Soehadha, Metode Penulisan Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, 131.
16
proses ini penulis menyajikan data yang lebih kongkret dari tahap
sebelumnya, serta telah diklasifikasikan pada tema-tema yang dirancang
oleh peneliti.
Ketiga, Verifikasi, pada tahap ini penulis melakukan penafsiran
(interpretasi) terhadap data yang telah diperoleh dan melalui tahap reduksi
dan display (penyajian), sehingga data yang ada telah memiliki makna.29
Dalam tahap ini interprestasi dapat dilakukan dengan cara
membandingkan, pencatatan tema-tema dan pola-pola, pengelompokan,
melihat kasus per kasus dan melakukan pengecekan terhadap hasil
observasi serta melakukan wawancara dengan informan. Proses ini juga
menghasilkan sebuah hasil analisis yang telah dikaitkan dengan asumsi-
asumsi dari kerangka teoritis yang ada. Selain itu penulis juga menyajikan
jawaban atau pemahaman terhadap rumusan masalah yang dicantumkan di
bagian latar belakang masalah penelitian.
I. Sistematika Penulisan
Penelitian ini secara sistematis akan diuraikan dalam bentuk lima bab
yang terdiri dari:
Pendahuluan, berisi terkait alasan kenapa penelitian ini penting untuk
dilakukan, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi
perhatian utama peneliti yang dijawab pada kesimpulan, tujuan dan manfaat
penelitian, hasil penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
Kedua, berisi tentang al-Qur’an yang hidup dalam perilaku masyarakat.
Pada bagian ini al-Quran dijadikan sebagai tradisi masyarakat, melihat
tinjauan umum seputar Living Qur-an dan tradisi keagamaan.
29 Moh. Soehadha, Metode Penulisan Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, 134.
17
Ketiga, deskripsi wilayah Pondok Bumi Damai al-Muhibbin yang berada
di Jombang Jawa Timur. Bab ini menjelaskan hasil data dari observasi yang
telah diteliti oleh peneliti, meliputi profil pesantren dan keadaan sosial
agama.
Keempat, pembacaan ayat-ayat al-Qur’an untuk menolak hujan, dalam
bab ini akan memaparkan bagimana cara pelaksaan pembacaan surat at-
Thariq sebagai ritual menolak hujan.
Kelima menjelaskan tentang kesimpulan pada penelitian ini, saran-saran
dari peneliti yang sifatnya membangun serta diakhiri dengan harapan dari
beberapa kritik pembaca sehingga dapat mendorong penulis untuk memicu
potensi dan kualitas yang lebih baik dari sebelumya.
18
19
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Profil Surah al-Ṭāriq
1. Penamaan dan Posisi Surah al-Ṭāriq dalam al-Qur’an
Surah al-Ṭāriq adalah surah makkiyah. Para ahli Tafsir sepakat
berpendapat bahwa surah al-Ṭāriq diturunkan pada periode Makkah yaitu
setelah surah al-Balad di mana ayat-ayat dari surah ini diturunkan pada fase
Mekkah sebelum Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke kota
Madinah.1 Surah ini dinamakan dengan al-Ṭāriq sebagaimana tertera dalam
mushaf al-Iman (usmany) serta di berbagai buku tafsir lainya. Secara
etimologi al-Ṭāriq berarti mengetuk dengan suara yang terdengar keras,
bisa juga dipakai untuk menyebut orang yang sedang berjalan dengan kaki.
Dan secara khusus digunakan pada waktu malam, sebab umumnya pada
waktu malam hari semua pintu rumah kebanyakan ditutup. Kemudian
makna ini diperluas menjadi apa saja yang terlihat pada waktu malam.
Adapun para pakar tafsir mengartikan nama surat ini dengan bintang yang
muncul pada malam hari2
Tema surat ini masih berkisar tentang hari akhirat. Adapun proses utama
pembicaraan adalah tentang manusia, rahasia penciptaan serta tahapan-
tahapannya kemudian memuat tanda-tanda kekuasaan Allah yang tiada
batasnya. Dan pembenaran al-Qur’an sebagai wahyu dan kitab Allah yang
menjadi pembeda anatara kebenaran dan kebatilan. Muatan surat ini ditutup
dengan hiburan kepada Nabi Muhammad supaya tidak terlalau menanggapi
tekanan dari kaum Quraisy. Agar beliau terus berdakwah tanpa memikirkan
1 Jalaluddin as-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulumi al-Qur’an Cet. I (Beirut: Darul Kutub al-
Ilmiah, 2004 M/1425 ), 20. 2 Dr. Jum’ah Ali Abd. Qadir, Ma’âlim Suar al-Qur’ân, Cairo: Universitas al-Azhar,
cet.I, 2004 M/1424 H, vol.2.783.
20
resiko karena Allah yang akan menanggani dan mengurus mereka.
Kemudian pada ayat 11-12 disebutkan hubungan surat al-Ṭāriq dengan
hujan.
2. Kandungan Surah al-Ṭāriq
Surat al-Ṭāriq merupakan salah satu surat yang terdapat dalam mushaf
al-Qur'an yaitu di dalam juz al-Qur'an yang ke 30. Surah al-Ṭāriq
merupakan surat yang terletak pada urutan surah yang ke-86. Jumlah ayat
yang terdapat dalam surah al-Ṭāriq adalah 17 ayat. Allah berfirman pada
ayat yang pertama:
والسماء والطارق“Demi langit dan yang datang pada malam hari.”
menurut tafsir Mawardi dalam surat pertama surat al-Ṭāriq والسماء
adalah Allah bersumpah demi langit dan Allah juga bersumpah dengan kata
3Sebagaimana yang telah dijelaskan pada tafsir-tafsir surat والطارق
sebelumnya, bahwasannya langit merupakan makhluk terbesar yang dapat
disaksikan melalui kasat mata.
Tidak ada makhluk yang bisa kita saksikan yang lebih luas daripada
langit. Di dalam naungan langit ada matahari, rembulan, bintang-bintang,
menunjukkan betapa luasnya langit. Bahkan ujungnya saja tidak kita
ketahui sampai di mana, dan semua manusia di ujung dunia bagian manapun
bisa menyaksikan. Itulah di antara hikmah mengapa Allah sering
bersumpah dengan langit karena langit adalah benda yang bisa diliat oleh
seluruh makhluk diman apun mereka berada. Allah juga bersumpah dengan
yang datang pada malam hari4.
3 Ali bin Muhammad Abu Hasan Almawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 6, 245. 4 Ali bin Muhammad Abu Hasan Almawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 6, 246.
21
ت يان بليل dalam bahasa arab bermakna والطارق yaitu datang pada malam الإ
hari. Artinya apa saja yang datang pada waktu malam. Di antaranya adalah
bintang-bintang karena munculnya pada waktu malam5.
Kemudian Allah berfirman:
وما أدراك ما الطارق “Dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
Ayat ini menegaskan arti kata الطارق yang akan dijelaskan pada ayat
setelahnya. Dalam tafsir Tabari kata الطارق disini menunjukan menengetuk
pada waktu malam6. Allah memberi pertanyaan pada ayat kedua supaya
orang-orang memperhatikanya. Allah berfirman:
النجم الثاقب “(yaitu) bintang yang bersinar tajam”
Disebut bintang karena keluarnya pada malam hari dan menghilang
ketika siang hari, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh hadist :
الا طارقا يطرق بخير يارحمن“Mengetuk pintulah dengan baik-baik”
Kemudian kata الثاقب Ibnu Abbas menjelaskanya dengan sesuatu yang
menerangi. Kemudian imam Suddi berkata الثاقب adalah para setan akan
tembus dengan cahaya tersebut7.
Kemudian Allah berfirman:
ها حافظ إن كل ن فس لما علي “Setiap orang pasti ada penjaganya”
Tidak ada satu jiwa pun melainkan ada pencatat amalnya. Sebagaimana
yang telah berlalu pada tafsir surat al-Infiṭār bahwasanya setiap manusia
5 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 496. 6 Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabarani, Tafsir Al-Thabari, jilid 24, 351. 7 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 627.
22
diikuti oleh para malaikat yang mencatat amalan dia. Sebagaimana yang
telah Allah firmaknkan dalam surah al-Infiṭār ayat 10-12. dalam tafsir Jalalain diartikan sebagai malaikat yang selalu حافظ
menjaga manusia dari kebaikan maupun kejelekan8. Artinya segala sesuatu
yang memiliki ruh akan selalu dijaga oleh Allah SWT baik dalam keadaaan
sadar maupun tidak. Karena Allah sudah mengutus beberapa malaikat untuk
selalu menjaga dan mengawai manusia, seperti yang sudah difirmankan
dalam al-Qur’an surat al-Ra’d ayat 11 yang artinya Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah9. Kemudian Allah
berfirman :
نسان مم خلق ف لينظر الإ“Maka hendaknya manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan”
خلق من ماء دافق “Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar”
ائب يرج من بي الصلب والت“Yang keluar dari antara tulang punggung dan tulang dada”
Ayat-ayat ini adalah peringatan dari Allah untuk para manusia agar tidak
lupa diri atau untuk merenung dari mana manusia diciptakan agar manusia
tidak dapat menyombongkan dirinya di dunia. Manusia dicicptakan dari air
hina yang keluar (memancar) dari kemaluan laki-laki dan rahim perempuan,
yang keluar dari tulang rusuk lelaki dan tulang dadanya perempuan10. Begitu
lemahnya manusia dilihat dari asal mula diciptakan, sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat al-Rūm ayat 27 yang artinya, Dan Dialah Allah
8 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497. 9 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 628.
10 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.
23
yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan
(menghidupkan)nya kembali11. Kemudian Allah berfirman:
إنه على رجعه لقادر “Sesungوguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya”.
Surat al-Ṭāriq diturunkan untuk kaum musyrikin Arab yang
mengingkari hari kebangkitan. Maka Allah ingin mengingatkan
sebagaimana Allah mampu menciptakan manusia dari air mani, Allah lebih
mudah untuk membangkitkan manusia kembali dari kematian12 Secara
logika dan realita semua mengerti bahwasannya mengulangi sesuatu itu
lebih mudah daripada ketika membuatnya pertama kali. Oleh karena itu,
Allah membuat contoh seperti itu agar manusia menggunakan otaknya
untuk merenungkannya.
Namun bagi Allah semuanya mudah dan sama mudahnya. Tentang tafsir
ayat ini, ada 4 pendapat sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Jarir At-
Thobari. Pendapat pertama, kata ‘mengembalikannya’ kembali kepada air
mani, yaitu Allah mampu mengembalikan air mani setelah terpancarkan.
Kata orang, kalau air susu sudah keluar dari putingnya maka tidak mungkin
dikembalikan, begitupun dengan air mani kalau sudah keluar dari kemaluan
maka tidak mungkin dikembalikan. Bagi manusia mustahil, tetapi Allah
kuasa untuk mengembalikan itu semua, Allah mampu untuk
mengembalikan air mani yang sudah terpancarkan masuk kembali ke dalam
kemaluan. Pendapat kedua, yaitu Allah mampu mengembalikan manusia
kembali menjadi air mani jika Allah berkehendak. Pendapat ketiga, yaitu
Allah mampu mengembalikan manusia dari kondisi tua kepada kondisi
11 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 629. 12 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.
24
muda, dari kondisi muda kepada kondisi anak-anak13.Kemudian Allah
berfirman:
لى السرائر ي وم ت ب “Pada hari ditampakkan segala rahasia” (al-Ṭāriq [86]: 9).
Pada hari kiamat kelak semua rahasia akan terbuka dan terbongkar, tidak
ada rahasia yang tersembunyi pada hari kiamat. Semua dibuka dengan jelas
dan dapat dilihat oleh orang lainya14. Oleh karena itu, hendaknya kita juga
memperhatikan masalah hati kita di samping amalan jawarih (anggota
badan), di antaranya berupa masalah keikhlasan, masalah qana’ah, masalah
beriman kepada takdir, maka masalah hati ini adalah perkara yang sangat
penting. Karena sangat berpengaruh terhadap amalan kita di dunia dan di
akhirat kelak tatkala yaumul hisab, hari kebangkitan.
Kemudian Allah berfirman:
من ق وة ولا نصر فما له “Maka manusia tidak lagi mempunyai suatu kekuatan dan tidak (pula) ada
penolong”
Seseorang tidak akan dapat menghindar dai siksaan Allah dan juga tidak
ada orang lain yang bisa menolong dia. Tidak ada kekuatan dari dirinya dan
tidak pula dari orang lain15 Bagaimana seorang ayah dan ibu akan menolong
anaknya atau sebaliknya -jika telah ditetapkan masuk neraka-, sementara
pada hari kiamat satu sama lain akan lari saling meninggalkan. Allah
berfirman:
ه وأبيه وصاي وم يفر المرء من حبته وبنيه أخيه وأم“34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,35. dari ibu dan
bapaknya,36. dari istri dan anak-anaknya”. (QS ‘Abasa [80]: 34-36).
13 Muhammad bin Zariri bin Yazid, Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qu’an, (Muassah
Risalah, 2000), 134. 14 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 630. 15 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.
25
Oleh karena itu, ingatlah bahwasanya yang akan menolong kita adalah
amalan kita. Jangan pernah berharap kepada orang lain. Kemudian Allah
berfirman:
والسماء ذات الرجع “Demi langit yang mengandung hujan” al-Ṭāriq [86]: 11.
Dikatakan الرجع karena hujan itu berulang-ulang16, sebagaimana dalam
ilmu fisika bahwasannya air itu turun kemudian akan kembali lagi ke langit.
Sehingga disebut dengan berulang-ulang.
Kemudian Allah berfirman:
والأرض ذات الصدع “Dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan”
Yang dimaksud dengan صدع ال adalah التشقق dan الانفطار, yaitu
terbelahnya tanah karena keluarnya tumbuhan ke atas17 kemudian Ibnu
Abbas mengartikanya dengan retak karena tumbuh-tumbuhan18. Maksud
dari ayat-ayat ini adalah langit menurunkan hujan sehingga tercurahkan
kepada tanah yang mati dan tandus, lalu tanah tersebut hidup kembali
dengan keluarnya tetumbuhan pada tanah-tanah tersebut. Maka
demikianlah pula hari kebangkitan, mudah bagi Allah membangkitkan
kembali jasad-jasad yang telah mati sebagaimana mudahnya bagi Allah
untuk menghidupkan kembali tanah yang telah tandus. Kemudian Allah
berfirman:
إنه لقول فصل
16 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497. 17 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497. 18 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 631.
26
“Sungguh (Al-Quran) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan
yang batil)”
وما هو بلزل “Dan (Al-Quran) itu bukanlah senda gurauan”
Al-Quran adalah pemutus dan pembeda antara yang hak dan bathil., Ibnu
Abbas menafsirkan dengan hukum yang adil19. Dan apabila sudah datang
ayat dari Allah maka kewajiban kita adalah menerimanya. Apabila sudah
ada ayat, sudah ada hadist, maka seluruh perkataan manusia harus kita
buang. Kita harus mendahulukan perkataan Allah dan perkataan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seluruh isi kandungan al-Qur’an
adalah serius dan tidak ada yang merupakan senda gurau semata. Maka ini
merupakan bantahan kepada kaum musyrikin yang menyatakan bahwa
ayat-ayat al-Qur’an hanyalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu
yang dibacakan oleh Nabi untuk bercanda dan bersenda gurau20. Kemudian
Allah berfirman:
م يكيدون كيدا إن“Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat”
وأكيد كيدا“Dan Aku pun membuat rencana (tipu daya) yang jitu”
Orang-orang kafir yang selalu berbuat tipu daya kepada nabi Muhammad
pada akhirnya senjata makan tuan karena Allah Maha mengetahui
segalanya21. Patut diketahui bahwasanya tidak boleh mengatakan Allah
Maha Pembuat Tipu Daya, karena tidak boleh kita menisbatkan sifat tipu
daya yang permanen kepada Allah. Namun Allah terkadang membuat tipu
daya kepada orang yang berbuat tidak baik.. Kemudian Allah berfirman:
ل الكافرين أمهلهم رويدا فمه
19 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 632. 20 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497. 21 Jalaludin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Surabaya : Nurul Huda), 497.
27
“Karena itu berilah penangguhan kepada orang-orang kafir. Berilah mereka
kesempatan untuk sementara waktu”
Oleh karena itu, orang-orang kafir berbuat kerusakan di dunia tinggal
menunggu waktu azab Allah akan turun kepada mereka, baik berupa
siksaan, malapetaka dan kehancuran3022. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Luqmān ayat 24 yang artinya, Kami biarkan mereka bersenang-
senang sebentar kemudian kami paksa mereka (masuk) kedalam siksaan
yang keras.
3. Fadhilah (keutamaan) Surah al-Ṭāriq
Setiap huruf dan kata dalam al-Qur’an selalu memiliki makna yang
begitu dalam karena merupakan Kalamullah termasuk juga surah al-Thariq.
Al-Qur’an juga akan bisa menjadi hujjah yang akan membela kita jika kita
mengamalkan kandungannya. Sebaliknya, Al-Qur’an juga akan menuntut
kita, jika kita tidak mengamalkanya. Sesungguhnya Al-Qur’an akan
menjadi musuh pada hari kiamat bagi orang-orang yang membaca dan
menghafalnya saja, namun menyelisihi dan tidak mengamalkannya31. Salah
satu surat dalam al-Qur’an adalah surah al-Ṭāriq. Surah al-Ṭāriq ini
memiliki keistimewaan serta keutamaan tersendiri. Dalam kitab Lamahatul
Anwar wa Nafahatul Azhar, Muhammad bin Abdul Wahid Al-Ghafiqi
menyebutkan beberapa riwayat mengenai keutamaan surah al-Takwīr
(surat-surat pendek juz 30). Pertama, orang yang membaca surah al-Ṭāriq,
maka dia akan mendapatkan pahala dan kebaikan sebanyak bintang-bintang
yang ada di langit. Hal ini berdasarkan riwayat berikut;
ق ار الط و اء م الس و ة ر و س أ ر ق ن م م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص الله ل و س ر ن ع ب ع ك ن ب ب ا ن ع ات ن س ح ر ش ع اء م الس ف م ن ل ك د د ع ب الله اه ط ع أ
22 Muhammad Ali Shabuni, Mukhtasar Ibnu Katsir, (Lebanon: Bairut), 1981, 635. 31 Ustadz Ahmad zainudin,Lc, Keutamaan Membaca Al-Qur’an, https://Artikel
Muslim.Or.id.diambil pada tanggal 11 januari 2020.
28
Dari Ubay bin Ka’ab, dari Rasulullah Saw; Barangsiapa membaca surah
‘Was samaa-i wath thariq, maka Allah akan memberinya sepuluh kebaikan
sebanyak hitungan bintang yang ada di langit.
Dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Al-Tsa’labi disebutkan
sebagai berikut;
ق ار الط و اء م الس و ة ر و س أ ر ق ن م م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص الله ل و س ر ن ع ب ع ك ن ب ب ا ن ع ات ن س ح ر ش ع اء م س ال ف م ن ل ك د د ع ب ر ج الأ ن م الله اه ط ع ا
Dari Ubay bin Ka’ab, dari Rasulullah Saw; Barangsiapa membaca surah
‘Was samaa-i wath thariq, maka Allah akan memberinya pahala sepuluh
kebaikan sebanyak hitungan bintang yang ada di langit. Kedua, orang yang
membaca surah al-Ṭāriq, maka dia akan dilindungi dan dihalangi dari
musuh-musuhnya.
Ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut;
ق ار الط ة ر و س أ ر ق ف ه س ف ى ن ل ع اف خ ن : م ال ق ه ن أ م ل س و ه ي ل ع ى الله ل ص ب الن ن ع ي و ر ه ن ي ب و ه ن ي ب ال ح و ه و د ع ن م الله ه ظ ف ح
Diriwayatkan dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda; Barangsiapa takut
terjadi sesuatu pada dirinya, kemudian dia membaca surah al-Ṭāriq, maka
Allah akan menjaganya dari musuhnya, dan Allah akan menghalanginya
dari musuhnya.
Demikianlah beberapa penjelasakan terkait keutamaan surat al-Ṭāriq
menurut beberapa Ulama’ yang sudah disebutkan oleh peneliti.
B. Penjelasan Tentang Hujan
1. Proses Terjadinya Hujan
Al-Qur’an banyak sekali membahas tentang fenomena alam, seperti
eksistensi air, eksistensi laut, eksistensi awan dan angin, eksistensi
tetumbuhan dan pepohonan, eksistensi binatang, kebersihan lingkungan dan
kerusakan lingkungan32. Salah satunya adalah hujan, fenomena alam
tersebut dipahami kadang kala sebagai rahmat dan juga sebagai azab.
32 Muchlis M.Hanafi, Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an
Tematik),(Jakarta: Lajnah Pentashih Al-Qur’an, 2012), 27.
29
Padahal hujan tersebut kalau dilihat dari proses turunnya pengertianya sama
yaitu karena proses alam semata yaitu salah satu contoh proses terjadinya
hujan sebagai berikut, air yang terkena sinar matahari akan menguap. Uap
air tersebut akan naik ke angkasa, karena suhu di angkasa itu sangat dingin,
maka suhu itu mengembunkan uap air menjadi titik-titik air. Kumpulan
titik-titik air ini tampak sebagai awan. Tiupan angin yang membawa titik-
titik air dari tempat lain membuat titik-titik air menjadi sangat banyak,
sehingga awan tampak semakin menebal. Suhu yang semakin dingin
membuat titik-titik air semakin besar dan berat hingga akhirnya jatuh ke
bumi sebagai hujan.33
Menurut imam al-Rafi’i sebagaimana dikutip al-Munawi, bahwasanya
hujan turun setiap siang dan malam. Namun, Allah menurunkanya sesuai
kehendak-Nya, dilaut ataupun di darat. Terkadang huja turun tidak sesuai
dengan muslimnya dan terkadang pula hujan turun sesuai dengan
musimnya. Semua itu tergantung pada kehendak sang pemilik alam yaitu
Allah SWT.34
ها ويصرفه الله حيث شاء ما من ليل ولا نار إلا والسماء ت طر ف ي
Ibnu ‘Abbas juga pernah meriwayatkan bahwa setiap tahun hujan turun
tidak lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Karena Allah telah membagi
turunnya hujan diantara hamba-hambanya dan sesuai dengan kehendak-
Nya35.
وعن ابن عباس ما من عام أقل مطرا من ع ام ولكن الله قسم ذلك بي ع باده على ما شاء
33 Umi Habibah Dkk,..Ilmu Pengetahuan Alam 5, (Jakarta:CV.Mitra Media
Pustaka,2010), 184. 34 Syarh al-Jami’ al-Shagir, Faidhul Qadir, Maktabah Tajariyatul Kubra, 1971. 35 Mausu’ah al-Hafidz Ibnu Hajar, 560.
30
Diriwayatkan bahwa malaikat mengetahui jumlah butiran hujan dan
kadar turunnya pada setiap tahun. Dikarenakan butiran hujan yang turun
tidak pernah berbeda, hanya saja butiran hujan yang turun disetiap daerah
berbeda-beda.36
وروي أن الملائكة ي عرف ون عدد المطر وقدره كل عام لأنه لا يت لف لكن تتلف في ه البلاد
Dalam ilmu geografi proses terjadinya hujan ialah berasal dari
penguapan air laut dan permukaan akibat penyinaran matahari. Kemudian
mengalami pengembunan (kondensasi) membentuk titik air yang
berkumpul menjadi awan. Jika titik-titik air sudah berat, maka turunlah
dalam bentuk hujan37. Pendapat di atas bisa kita pahami sebagai proses alam
semata, proses tersebut seakan-akan tidak memperlihatkan kepada manusia
bahwa hujan tidak menimbulkan azab atau musibah, akan tetapi hujan turun
sebagai kabar gembira atau rahmat bagi alam seperti ayat berikut:38
ي د ي ي را ب ش ح ب ل الريا رس ي ي و الذ لت وه ق ا أ ذ إ ت ه ح اب س رحمت حه ا ا ب ن زل ن أ ف يت د م ل ب اه ل ن ق الا س ق ل ث ن ك ه م ا ب ن رج خ أ اء ف م رات الث ل م
رون ذك م ت لك ع ى ل وت م ل ك نرج ا ل ذ ك“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira
sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan), hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu
Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab
hujan itu berbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran.” (Surah al-A’rāf [7]: 57).
36 Syarh al-Jami’ al-Shagir, Faidhul Qadir, Maktabah Tajariyatul Kubra, h, 631
37 Hartono, Geografi 1 jelajah bumi dan alam semesta untuk kelas X
SMA/MA,(Jakarta: CV.Citra Praya.2009),99. 38 Muchlis M.Hanafi, Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an Tematik),
57.
31
2. Kadar dan Kandungan Air Hujan
Kandungan H2O atau uap air hujan merupakan kandungan paling
dominan, karena berkisar sekitar 90 hingga 99.9%. Pada saat siklus hujan,
ada yang dinamakan proses penguapan di mana menjadi sumber
terbawanya H2O pada hujan. Penguapan H2O akan membentuk awan kecil
yang akan terbawa angin dan menjadi sumber utama hujan. Hujan
merupakan proses turunnya butiran air dari atmosfer ke permukan bumi
dalam bentuk es, salju, ataupun bentuk cair. Proses turunnya hujan sendiri
diawali dengan proses penguapan air di permukaan bumi. Penguapan paling
besar dibantu oleh energi sinar matahari. Panas dari sinar matahari yang
terpapar pada permukaan air menyebabkan air lapisan permukaan akan
menguap dan mengapung ke udara sampai atmosfer. Uap air ini terkumpul
akibat dorongan angin. Angin yang disebabkan oleh udara yang bergerak
akibat perbedaan tekanan, yakni menuju udara yang meiliki tekanan lebih
rendah. Ditempat dengan tekanan udara yang lebih rendah itulah sedikit
demi sedikit uap air tersebut terkumpul dan menjadi awan yang lebih pekat.
Jika dilihat dari permukaan bumi berupa awan mendung. Saat awan ini
berkumpul menjadi lebih pekat dan mengalami penurunan suhu di atmosfer,
maka air dalam bentuk uap ini berubah menjadi bentuk cairnya kembali dan
turun sebagai hujan.
Siklus air atau siklus hidrologi adalah pergerakan dan perubahan air
didalam hidrosfer39. Siklus ini merupakan pengulangan proses turunnya
hujan. Karena sifat air yang mudah berubah wujud seperti cair, padat, dan
gas. Perubahan wujud air ini bisa disebabkan banyak hal, seperti paparan
sinar matahari dan perubahan musim. Air yang berada di daratan seperti
laut, danau, dan sungai yang terpapar sinar mentari mengalami perubahan
39 Ndarto, Hidrologi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 4.
32
wujud menjadi gas atau mengalami penguapan. Kemudian naik ke udara
dan berubah menjadi awan dan mengalami perubahan wujud kembali
menjadi cair dan turun sebagai hujan. Proses tersebut terus mengalami
pengulangan. Terus terjadi berulang-ulang mulai dari proses penguapan air
didaratan, pembentukkan awan, turunnya hujan, hingga menguap kembali.
3. Fungsi Air Hujan Bagi Kehidupan
a. Pemasok air tawar
Penyebab air hujan ini tawar adalah pada saat air laut menguap
kandungan garam yang tercampur pada air tertinggal dan tidak ikut
menguap. Kandungan garam tetap tertinggal, sedangkan air yang menguap
tersebut terpisah dan berubah menjadi zat gas dan naik ke atmosfer.
Pada saat hujan turun air yang dihasilkan adalah air tawar. Hal itu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan di bumi. Mengingat setiap makhluk hidup
di Bumi membutuhkan air tawar. Selain untuk minum, air tawar juga
dibutuhkan dalam pengairan tanaman-tanaman yang menjadi sumber
makanan utama hewan dan manusia yang ada di bumi.
b. Energi kinetik air hujan pada run off
Energi kinetik hujan adalah energi gerak yang dihasilkan dari pergerakan
air dari air hujan. Energi kinetik pada air setelah turun sebagai hujan
berperan sangat penting dalam kehidupan di daratan seperti mengangkut
unsur hara ke dataran yang lebih rendah, penggerak mesin, sebagai
pembangkit lisrik dan lain sebagainya40. Manfaat dari pergerakan air ini
secara alami sangat berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah yang
berada di dataran yang lebih rendah. Karena air membawa unsur-unsur hara
pada tanah yang nantinya akan menjadikan tumbuhan di dataran rendah
dapat menjadi lebih subur. Jadi tidak hanya berfungsi sebagai pemasok air,
40 Zaglul An-Najar, Abdul Daim Kahlil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Al-Qur’an
Dan Hadis, (Jakarta: Lentera Abadi, 2015), 82.
33
pergerakan air hujan yang sudah turun juga penting dalam meningkatkan
kesuburan tanah yang berada di dataran yang lebih rendah. Karena air
membawa unsur-unsur hara pada tanah yang nantinya akan menjadikan
tumbuhan di dataran rendah dapat menjadi lebih subur. Jadi tidak hanya
berfungsi sebagai pemasok air, pergerakan air hujan yang telah turun juga
sangat penting dalam membawakan unsur hara yang sangat dibutuhkan
tumbuhan. Tumbuhan sebagai produsen tingkat satu dalam rantai makanan
sangat penting perannya dalam ekosistem. Sehingga jika hujan tidak turun
dan tumbuhan mengalami kekurangan air atau pun unsur hara yang dibawa
air dari dataran tinggi akan sangat berpengaruh pada kehidupan hewan dan
manusia.
Dalam hal lain, manusia juga memanfaatkannya sebagai sumber energi
untuk penggerak mesin seperti penggiling dan pompa air di bidang
perkebunan. Di daerah pelosok yang masih belum terjamah oleh listrik
negara pun memanfaatkan sebagai penggerak turbin yang mengubah energi
gerak menjadi energi listrik. Dalam skala besarnya, pengguanaan air
sebagai energi pembangkit listrik terdapat pada waduk yang sengaja
dijadikan pembangkit listrik tenaga air. Pengubahan energi gerak yang
dihasilkan dari pergerakan air sangat membantu dalam kehidupann
manusia. Hal ini sangat membantu dalam menghemat energi lain yang
digunakan sebagai pembangkit listrik, misal minyak bumi yang di gunakan
pada pembangkit listrik tenaga dari generator. Saat hujan turun, maka akan
menaikkan debit air. Jika hujan tidak turun tentu tak akan ada yang
mengangkut air ke dataran tinggi, yang nantinya dimanfaatkan energi
geraknya menjadi sumber energi listrik.
4. Penyebutan Hujan dalam Al-Qur’an
Di antara hikmah diturunkannya al-Qur’an dalam bahasa Arab adalah
kekayaan yang terkandung dalam bahasa Arab itu sendiri. Satu kata dalam
34
bahasa asing akan dijumpai ungkapannya dalam bahasa Arab dengan
istilah-istilah yang berbeda. Kata “hujan” misalnya, Al-Qur’an
membahasakannya dengan beberapa istilah atau ungkapan. Berdasarkan
penelurusan peneliti, setidaknya ada empat, yaitu: al-Maṭar, al-Ghayth,
Anzala….māa (menurunkan air atau hujan) dan al-Wadqu. Masing-masing
istilah tersebut mempunyai karakter dan makna tersendiri sebagaimana
pemaparan berikut:
a. Maṭar
Kata Maṭar menurut Quraish Shihab yaitu kata ( المطر ) al-Mathar bentuk
jama’nya adalah ( أمطار ) am ṭārun yang artinya hujan41. sedangkan apabila
menggunakan bentuk nakirah atau infinitife ( مطرا ) maṭaran artinya adalah
hujan atau sesuatu yang luar biasa atau ajaib42. di dalam al-Qur’an, baik
dalam bentuk tunggal maupun Jama’, diulang sebanyak 15 kali yang
tersebar di dalam beberapa surah yaitu sebagai berikut.43
Tabel 2.1 Surat dan Jumlah Ayat
Surat Ayat Terulang
al-A’rāf 84 2 kali
Hūd 82 1 kali
al-Ḥijr 74 1 kali
al-Syu’arā 173 3 kali
al-Naml 58 3 kali
al-Anfāl 32 1 kali
al-Furqān 40 2 kali
41 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 1343. 42 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 4,(Jakarta: Lentera Hati, 2002),195. 43 M. Fuad Abdul Baqi, Muʹjam al-Mufahras li al-Fādz al-Qurān al-Karīm (Beirut:
Dar el-Hadith, 2007), 765
35
al-Nisā’ 102 1 kali
al-Aḥqāf 24 1 kali
b. Ghayth
Kata Yuwghāth, apabila dipahami dari kata ghayth atau hujan, maka
terjemahannya adalah diberi hujan. Dan jika ia berasal dari kata ghawts
yang berarti pertolongan, maka ia berarti perolehan manfaat yang sangat
dibutuhkan guna menampik datangnya mudharat, dari kata inilah lahir
istilah istighātsah44. Dalam Al-Qur’an kata al-Ghayth baik dalam bentuk
tunggal maupun jama’ diulang sebanyak 6 kali yang tersebar di dalam
beberapa surah yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Surat dan Jumlah Ayat
Surat Ayat Terulang
Yūsuf 49 1 kali
al-Kahfi 29 2 kali
Luqmān 34 1 kali
al-Syūra’ 28 1 kali
al-Ḥadīd 20 1 kali
c. Anzala (menurunkan)….mā' (air/hujan)
Al-Qur’an menggunakan kata kunci anzala yang berarti menurunkan dan
kata ini diulang hampir sebanyak penyebutan istilah al-mā atau air dalam
al-Qur’an. Selain menggunakan kata anzala, Allah juga menggunakan kata
yang dekat maknanya dengan menurunkan, yaitu kata ṣabba yang berarti
mencurahkan (air dari langit). Subjek yang menjadi pelaku kata anzala
yakni menurunkan ini adalah Allah yang diungkapan dalam bentuk kata
44 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.6 (Jakarta: lentera hati, 2002), 111.
36
Allah ismul-jalālah, kata ganti Kami atau Dia. Sementara asal air itu,
disebutkan oleh Al-Qur’an, minas-samā dari langit, sedangkan tempat yang
menjadi penampungan air yang turun dari langit itu adalah al-ard, yaitu
bumi.45
Al-Qur’an menyebut istilah mā' dalam bentuk nakirah (indefinite) dan al
mā' dalam bentuk ma’rifah (definite) yang berarti air sebanyak 59 kali.
Sementara itu, al-Qur’an menyebut (mā'aki), airmu satu kali,(mā'aha)
airnya, dua kali, dan (mā' akum) air kalian, satu kali. Jadi secara keseluruhan
al-Qur’an mengulang istilah (mā') atau air sebanyak 63 kali yang tersebar
dalam 42 surah. Hal ini mengisyaratkan bahwa air, menurut al-Qur’an
merupakan sumber kekayaan alam yang sangat penting, berharga dan
memiliki daya guna dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
manusia,binatang dan tetumbuhan.46
Di dalam al-Qur’an kata Anzala……Māa dengan berbagai derivasinya
diulang sebanyak 27 kali yang tersebar di dalam beberapa surah yaitu
sebagai berikut47.
Tabel 2.3 Surat dan Jumlah Ayat
Surat Ayat Terulang
al-Baqarah 22 dan 164 2 kali
al-an’ām 99 1 kali
al-A’rāf 57 1 kali
al-Anfāl 11 1kali
Yūnus 24 1kali
45 Muchlis M.Hanafi, Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an Tematik),
112. 46 Muchlis M.Hanafi, Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an Tematik),
112. 47 M. Fuad Abdul Baqi, Muʹjam al-Mufahras li al-Fādz al-Qurān al-Karīm, 765.
37
al-Ra’d 17 1 kali
Ibrāhīm 32 1 kali
al-Ḥijr 22 1 kali
al-Naḥl 10 dan 65 2 kali
al-Kahfi 45 1 kali
Tāhā 53 1 kali
al-Ḥajj 5 dan 63 2 kali
al-Mu’minīn 18 1 kali
al-Furqān 48 1 kali
al-Naml 60 1 kali
al-‘Ankabūt 63 1 kali
al-Rūm 24 1 kali
Luqmān 10 1 kali
al-Fāṭir 27 1 kali
al-Zumar 21 1 kali
Fuṣṣilat 39 1 kali
Az-Zuhruf 11 1 kali
Qaf 9 1 kali
al-Nabā’ 14 1 kali
38
d. Wadqu
Kata al-Wadq mayoritas ulama memahaminya dengan arti hujan.
Terambil dari kata Wadaqa yang berarti menetes48. Di dalam al Qur’an kata
al-Wadqa di ulang sebanyak 2 kali yaitu sebagai berikut:49
Tabel 2.4 Surat dan Jumlah Ayat
Surat Ayat Terulang
al-Nūr 43 1 kali
al-Rūm 48 1 kali
48 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.8, 576. 49 M. Fuad Abdul Baqi, Muʹjam al-Mufahras li al-Fādz al-Qurān al-Kariym, 838.
39
BAB III
DESKRIPSI PONDOK BUMI DAMAI AL-MUHIBBIN
TAMBAK BERAS JOMBANG
A. Penamaan Pondok Bumi Damai al-Muhibbi
Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin adalah salah satu unit
dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang yang
didirikan oleh KH. Moh. Djamaluddin Ahmad, beliau adalah salah satu
menantu dari alm. KH. Abdul Fattah Hasyim, pendiri Madrasah Mu’allimin
Mu’allimat Atas (MMA). Pada awalnya dengan bermodalkan sebidang
tanah pemberian dari mertua, beliau membangun rumah yang cukup
sederhana dan sebuah kamar di bagian depan.
Selang beberapa waktu mulai datang santri yang berkeinginan untuk ikut
mengabdi pada beliau, dan lama kelamaan kamar tersebut tidak lagi cukup
menampung para santri, untuk itu beliau membuat local kecil dengan
ukuran 4 x 6 m2. Seiring dengan bertambah pesatnya jumlah santri Pondok
Pesantren Bahrul Ulum, semakin banyak pula santri yang nyantri pada KH.
M. Djamaluddin Ahmad, dan dalam waktu singkat kamar yang ada tidak
dapat mampu lagi menampung santri, untuk itu beliau membangun asrama
dengan membuat dua lokal di atas rumah beliau dan satu lokal di lantai
bawah, dan mulai saat itulah beliau memberi nama asrama ini dengan nama
"Al-Muhibbin" yaitu orang-orang yang dicintai oleh Allah SWT. Dalam hal
ini Pengasuh Pesantren memiliki keingginan atau do’a agar santri yang
menuntut ilmu di Pesantren al-Muhibbin selalu dicintai Allah SWT dalam
segala hal1.
1 Achmad Fauzi Darmawan (Ketua Santri al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri, Tambak Beras, 23 April 2020, Jombang.
40
Karena lokasi yang ada di lingkungan Pondok Induk Bahrul Ulum dirasa
sempit sehingga tidak memungkinkan lagi untuk mengembangkan asrama
guna menampung jumlah santri yang semakin lama semakin bertambah
maka KH. M. Djamaluddin Ahmad beserta Ibu Nyai Hj. Churriyah
mencoba mengembangkan Al-Muhibbin dengan membeli sebidang tanah
yang berada + 500 meter di sebelah selatan pondok Induk Bahrul ulum
dengan luas + 1 hektar. Pada tahun 1992 M dimulailah pembangunan
pondok Pesantren Al-Muhibbin di lokasi yang baru dengan mendirikan
sebuah masjid dengan ukuran 25x 25 m2 sembilan buah kamar untuk
domisili para santri. Pada tahun 1994 M, tepatnya tanggal 28 Rajab 1415 H.
Al-Muhibbin diresmikan di lokasi yang baru dan baru diberi nama “Bumi
Damai Al-Muhibbin”2.
B. Letak Geografis
Pondok Bumi Damai al-Muhibbin ini terletak dijalan KH. Wahab
Hasbullah gg II 120 A. tepatnya berada di dusun Tambak Rejo, desa
Tambak Beras, Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Adapun ketentuan batas desa ini adalah:
1) Sebelah utara berdekatan dengan desa Tembelang.
2) Sebelah selatan berdekatan dengan desa Tambak Rejo.
3) Sebelah barat berdekatan dengan desa Ploso Geneng.
4) Sedangkan sebelah Timur berdekatan dengan desa Sariloyo.
C. Visi dan Misi Pondok
Dalam setiap komunitas atau lembaga pasti memiliki visi dan misi agar
tujuan yang akan diraih sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat
2 Achmad Fauzi Darmawan. Wawancara.
41
mencetak produk ataupun SDM yang unggul. Pondok Pesantren Al-
Muhibbin juga memiliki Visi dan Misi, diantaranya3:
1. Visi
Terwujudnya generasi yang bertaqwa kepada Allah SWT, yang
berakhlaqul karimah dan mampu mengemban amanah, mengajak dan
mengajarkan kebaikan serta Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
2. Misi
Misi Bumi Damai Al-Muhibbin adalah mewujudkan cita-cita luhur
pesantren berupa:
a) Terbinanya mental spiritual santri sebagai wujud penghambaan
kepada Allah SWT
b) Terbinanya moral dan etika santri sebagai makhluk sosial yang
beradab
c) Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan serta wawasan
intelektual islamiyyah, sehingga terciptanya kader dan pemimpin yang
handal dari pesantren.
Fasilitas atau isi pondok pesantren al-Muhibbin Tambakberas
Jombang antara lain:
a) Masjid
b) Asrama santri
c) Lokal madrasah
d) Perpustakaan
e) Lapangan olahraga
f) Koperasi
g) Dll
3 Almuhibbin, Bumi Damai ( 25 Mei, 2020).
42
D. Kepengurusan Pondok al-Muhibbin
Setiap kepengurusan pasti memiliki struktur untuk membagi peran dan
tugas dalam menjalankan dan memaksimalkan kegiatan yang ada di
organisasi tersebut. Sebagaimana kepengurusan yang ada di pondok Bumi
Damai al-Muhibbin. Dalam hal ini peneliti menjelaskannya melalui tabel
agar mudah dipahami, adapun tabelnya adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1 Kepengurusan Pondok al-Muhibbin
43
E. Proses dan Tahapan Pembelajaran
Untuk program al-Qur’an bagi santri baru menggunakan kitab Yanbu’a
sampai dengan jangka waktu satu tahun. Kemudian ketika sudah lulus
berganti al-Qur’an dan sampai pada murattal. Supaya lebih jelas peneliti
merangkainya seperti dibawah ini4 :
1. Program al-Qur’an
a. Materi Yanbu’a dilaksanakan 5 hari dalam satu pekan selama satu
tahun yang bertempat di masjid Jami’
b. Materi al-Qur’an setiap pertemuan membaca satu halaman mushaf.
Dilaksanakan 5 hari setoran musafahah dengan guru, 1 hari penyelarasan
lagu/murottal bersama di Masjid. Standar mushaf yang dipakai adalah
mushaf Al-Qur’an cetakan kudus atau memakai standart Rosm Usmany.
c. Materi penyelarasan murottal/bacaan Materi ini disampaikan
dengan metode menirukan. Seluruh santri bertempat di masjid. Alat bantu
metode ini menggunakan proyektor.
2. Program baca kitab
a. Kelas 1 Ula, empat hari membaca kitab dengan cara santri maju
untuk menyetorkan bacaan sebanyak 5–10 baris setiap pertemuan, guru
menyimak dan membenarkan bila ada bacaan yang salah dan guru
memberikan pertanyaan tentang materi Nahwu, Shorof, dan pemahaman
Fiqih. Kemudian 1 hari digunakan untuk belajar ilmu Tajwid.
b. Kelas 2 Ula keatas lima hari membaca kitab-kitab yang sudah
ditentukan. Materi pembelajaran:
Tabel 3.1 Program Baca Kitab Kelas 2 Ula
4 Almuhibbin, Bumi Damai ( 25 Mei, 2020).
Pelajaran ULA WUSTHO ULYA
44
3. Program Takrar
Takrar adalah metode belajar santri dengan cara mengkaji, memahami,
dan mengembangkan materi yang telah diajarkan di Madrasah formal. Di
antara sistem takrar yang diterapkan oleh pondok Bumi Damai al-Muhibbin
adalah :
a. Takrar pola pengajaran, Takrar ini diperuntukkan bagi santri yang
bersekolah di MTsN dan MAN.
b. Takrar Pola Terpimpin, takrar ini diperuntukkan bagi santri kelas
VII dan VIII MTs FH, kelas X MA FH Program Khusus (Program Bahasa),
dan kelas 1 Madrasah Muallimin Muallimat.
c. Takrar pola pendampingan, takrar ini diperuntukkan bagi santri
kelas IX MTs FH, kelas X MA FH Program Reguler (Program Agama),
kelas XI dan XII MA FH serta kelas II sampai VI Madrasah Muallimin
Muallimat.
d. Takrar pola mandiri, takrar ini diperuntukkan bagi santri yang sudah
menjadi mahasiswa.
Baca kitab توشيح فتح القريب تقريب
Nahwu افيه عمريطي جرومية
Shorof مقصود امثلة تصرفية امثلة تصرفية
Fiqih توشيح فتح القريب تقريب
45
F. Aktifitas Pondok al-Muhibbin
Kegiatan santri pondok Pesantren al-Muhibbin banyak sekali meliputi
kegiatan harian, pelatihan dan pengembangan ketrampilan dan keilmuan.
Agar lebih jelas maka peneliti menjabarkannya sebagai berikut5
1. Kegiatan harian
a. Shalat lima waktu berjama’ah
b. MHM Program al-Qur’an
c. MHM Program kitab
d. MHM Program takror
e. Pengajian wethon
2. Pelatihan dan Pengembangan Ketrampilan
a. Senam Wushu
b. Hadrah al-Banjari
c. Majlis Diba’iyyah
d. Majlis Manaqib
e. Tahlil
f. Kaligrafi
g. Qira’ah
h. Pidato
i. MC
j. Dll
3. Pelatihan dan Pengembangan Keilmuan
a. Forum Bakhtsul kutub
b. Forum Bakhtsul masail
c. Kursus Jurnalistik
d. Dll
5 Almuhibbin, Bumi Damai ( 25 Mei, 2020)
46
Demikianlah semua aktifitas yang dilakukan oleh santri Bumi Damai Al-
Muhibbin yang sudah dirumuskan oleh pengasuh serta para ustadz demi
merealisasikan visi dan misi pondok Al-Muhibbin. Sehingga dapat
mencetak santri yang dapat berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
47
BAB IV
PRAKTIK PENOLAKAN HUJAN MELALUI
PEMBACAAN SURAH AL-ṬᾹRIQ
Kitab suci al-Qur’an yang selalu dan setiap saat mendapatkan perhatian
dan dibaca oleh masyarakat muslim, bahkan juga menjadi landasan amal
dan perbuatan bagi pribadi seorang muslim dalam menjalani kehidupannya
sebagai individu yang menjadi bagian dari masyarakat secara luas. Umat
Islam senantiasa meyakini bahwa al-Qur’an benar-benar hadir secara nyata
di dalam setiap sendi kehidupan, sebagaimana bacaan dan makna ayat-
ayatnya hadir beriringan dalam kehidupan umat Islam di sepanjang masa.1
Dari sinilah muncul penelitian tentang fenomena living Qur’an. Yang
dicari dari penelitian living Qur’an bukanlah kebenaran agama dengan
bukti-bukti ayat-ayat al-Qur’an, yang dengan itu umumnya sebagian
kelompok muslim bisa saja menghakimi kelompok muslim lainnya, atau
terhadap kelompok keagamaan lain yang dianggap tidak sesuai, akan tetapi
living Quran lebih mengedepankan dan mengutamakan penelitian terhadap
tradisi yang ada (fenomena) yang berkembang hingga saat ini dalam
masyarakat dan dilihat dari perspektif kualitatif.2
Adapun al-Qur’an terkadang dijadikan untuk isyarat dan simbol dalam
keyakinan masyarakat yang bisa juga dimanfaatkan sebagai kebaikan, dan
kemudian diapresiasikan dengan norma dan bentuk perilaku keagamaan.
Jadi dengan penelitian living Qur’an, para peneliti menemukan sebuah
kesimpulan hasil penelitian yang mendetail dalam meneliti prilaku suatu
masyarakat dengan karakter sosial keagamaan yang juga sangat unik. Tanpa
1 Kitab (al-Qur‟an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan terjemahannya, 2. 2 Yusuf dkk, Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Qur’an, 50.
48
disadari masyarakat muslim Indonesia juga menjadikan dan menggunakan
al-Qur’an sebagai alat kelengkapan bacaan dalam sebuah acara keagamaan.
Seperti tradisi yang berkembang di Pondok Pesantren Al-Muhibbin,
Tambak Beras, Jombang Jawa Timur. Bab ini mengulas pemahaman dan
praktek yang dilakukan oleh para santri Pondok Pesantren Al-Muhibbin
Tambak Beras, Jombang terhadap pembacaan ayat-ayat tertentu dalam al-
Qur’an, maka dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan pendapat dan
pandangan, serta praktek yang mereka lakukan terhadap pembacaan surah
al-Ṭāriq dalam berbagai acara keagaamaan seperti yang sudah penulis
sebutkan di atas.
A. Landasan Pembacaan Surah al-Ṭāriq Sebagai Sarana Menolak
Hujan
Para ahli Tafsir sepakat berpendapat bahwa surat al-Ṭāriq diturunkan
pada periode Makkah yaitu setelah surat Al-Balad3. Surat ini dinamakan
dengan al-Ṭāriq sebagaimana sudah tertera dalam muṣḥaf al-Iman (usmany)
serta diberbagai buku tafsir.
Secara etimologi al-Ṭāriq berarti mengetuk dengan suara yang terdengar
keras, bisa juga dipakai untuk menyebut orang yang sedang berjalan dengan
kaki. Dan secara khusus digunakan pada waktu malam, sebab umumnya
pada waktu malam hari semua pintu rumah kebanyakan ditutup. Kemudian
makna ini diperluas menjadi apa saja yang terlihat pada waktu malam.
Adapaun para pakar tafsir mengartikan nama surat ini dengan bintang yang
muncul pada malam hari4.
Tema surat ini masih berkisar tentang hari akhirat. Adapun proses utama
pembicaraan adalah tentang manusia, rahasia penciptaan serta tahapan-
3 Jalaluddin as-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulumi al-Qur’an Cet. I (Beirut: Darul Kutub al-
Ilmiah, 2004 M/1425 ), 20-22. 4 Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd. Qadir, Ma’alim Suar al-Qur’an, cet. I, VOL.2 (Cairo:
Universitas al-Azhar, 2004 M/1424 ), 783.
49
tahapannya kemudian memuat tanda-tanda kekuasaan Allah yang tiada
batasnya. Dan pembenaran al-Qur’an sebagai wahyu dan kitab Allah yang
menjadi pembeda anatara kebenaran dan kebatilan. Muatan surat ini ditutup
dengan hiburan kepada Nabi Muhammad supaya tidak terlalau menanggapi
tekanan dari kaum Quraisy. Agar beliau terus berdakwah tanpa memikirkan
resiko karena Allah yang akan menangani dan mengurus mereka. Kemudian
pada ayat 11-12 disebutkan hubungan surat al-Ṭāriq dengan hujan.
والأرض ذات الصدع والسمآء ذات الرجع “Demi langit yang mengandung hujan. Dan bumi yang mempunyai tumbuh-
tumbuhan” (QS. al-Ṭāriq [86]: 11-12).
Kemudian Allah kembali bersumpah dengan langit. Jika di awal surat ini
langit dihubungkan dengan kegelapan dan bintang yang menerangi dan
menghiasinya, maka pada ayat ini Allah menggandengkan langit dengan
bumi. Menggandengkan langit dengan hujan serta bumi dengan tumbuh-
tumbuhan. Dikatakan raj’i sebagai hujan karena air hujan pada dasarnya
berasal dari bumi dan akan dikembalikan ke bumi ke tempat asalnya untuk
mengairi tumbuhan yang bermacam-macam. Hasan al-Bashri mengatakan
bahwa hujan di sebut raj’i karena kembali dari langit dengan membawa
rizki, padahal tadinya berasal dari bumi berupa air saja. Adapun Ibnu Zaid
menafsirkan raj’i dengan bulan, matahari dan bintang-bintang yang
memiliki orbit tempat kembali mereka5.
Dari air yang sama itu kemudian ketika sampai di bumi berubah menjadi
tumbuhan yang bermacam-macam. Dinamakan al-ṣad’u karena aslinya
terbelah. Biji-bijian dan benih yang tadinya di dalam tanah kemudian
muncul dengan membelah tanah di atasnya, meskipun tak semua tumbuhan
berasal dari dalam tanah6. Tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut, langit dan
5 Syihabuddin al-Alusy, Ruhul Maany, Vol. XXX (Beirut: Darul Fikr, 1997
M/1417), 178. 6 Syihabuddin al-Alusy, Ruhul Maany, 179.
50
bumi serta sebagian fenomena yang diungkap dalam ayat ini digunakan
Allah bersumpah. Semata untuk meneguhkan hakikat al-Qur’an yang
didustakan oleh orang-orang kafir saat diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw.
وما هو بلزل إنه, لقول فصل “Sesungguhnya al-Quran itu benar-benar firman yang memisahkan antara
yang hak dan yang bathil. Dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau”. (QS.
al-Ṭāriq [86]: 13-14).
Al-Qur’an tidaklah seperti yang mereka tuduhkan. Bukan gurauan atau
mitos sebagaimana klaim mereka. Al-Qur’an adalah kalam suci yang
diturunkan sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Di dalamnya
termuat kaidah dan risalah serta ajaran yang mengajak kepada kebenaran
serta konsekuensinya. Juga memuat rambu-rambu dan batas-batas yang
menyelamatkan manusia dari kerugian abadi dan kesengsaraan.
Pada dasarnya hujan turun setiap hari disemua belahan dunia, baik siang
maupun malam. Akan tetapi semua itu atas kehendak Allah SWT,
diturunkan kapanpun, dalam situasi musim hujan atau tidak baik di laut
maupun di darat semua tergantung Allah SWT. Sebagaimana yang sudah
dijelaskan oleh imam Rafi’i dalam kitab Faiḍul Qadir50. Dengan ini semua
hujan bisa dipindahkan ketempat lain dengan seizin Allah SWT.
ما من ليل ولا نار إلا والسماء ت ط ر ف ي ه ا و ي ص ر ف ه الله حيث شاء Menurut Ahmad Fauzi Darmawan, ustadz sekaligus ketua santri Pondok
Pesantren Al-Muhibbin surat al-Ṭāriq selalu dibaca sebelum acara besar
dilaksanakan, tujuanya adalah supaya pada hari acara tersebut hujan tidak
turun, curah hujan di daerah pondok Al-Muhibbin dipindahkan kedaerah
lain atas seizin Allah. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh salah satu
50 Syarh al-Jami’ al-Shagir, Faidhul Qadir, Maktabah Tajariyatul Kubra, 1971.
51
warga Tambak Beras, bapak Khairul, dengan seizin Allah dan kemuliaan
al-Quran hujan tidak pernah turun selama acara berlangsung7.
B. Proses dan Tata Cara Pembacaan Surah al-Ṭāriq
Tata cara pembacaan surah al-Ṭāriq sebagai sarana menghentikan hujan
di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin adalah sebagai berikut:
1. Mengirimkan Fatihah kepada Nabi Muhammad Saw. berserta Istri
dan keluarganya
2. Mengirimkan Fatihah kepada para Waliyullah terutama Syaikh
Abdul Qadir al-Jilani
3. Mengirimkan Fatihah kepada Syaikh Massi ‘Ali
4. Mengirimkan Fatihah kepada Syaikh Mahrus ‘Ali
5. Mengirimkan Fatihah kepada Syaikh As-Syukri
6. Mengirimkan Fatihah kepada Ibu Nyai Wahid Hasyim
7. Mengirimkan Fatihah kepada Ibu Nyai Musyarafah Fattah
8. Mengirimkan Fatihah kepada Syaikh Jamaluddin Ahmad
9. Membaca surat al-Ṭāriq sebanyak 7 kali
10. Membaca doa Allahumma Khawalaina Wala ‘Alaina sebanyak 100
kali (diperbanyak jika memungkinkan).8
Tata cara pembacaan surah al-Ṭāriq diatas merupakan ijazah khusus
yang diberikan kepada pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhibbin yaitu KH.
Djamaludin Ahmad dari gurunya langsung KH. Jalil Mustaqim,
Tulungagung, Jawa Timur.
C. Peserta dan Pimpinan Pembacaan
Pembacaan surah al-Ṭāriq dilakukan secara berjama’ah setelah shalat
Maktubah melibatkan semua santri yang berjumlah hampir 2000 dan warga
7 Achmad Fauzi Darmawan. Wawancara. 8 Achmad Fauzi Darmawan, Wawancara.
52
sekitar sebagai peserta dan dipimpin oleh imam Shalat. Biasanya dari
kalangan santri senior atau dari pendiri pondok Al-Muhibbin itu sendiri
yaitu Kiai Jamaluddin Ahmad. Pembacaan surat al-Ṭāriq ini dilakukan di
bulan Rajab sesuai dengan nama kegiatan besarnya yaitu “Rajabiyah”,
biasanya dilakukan pada minggu kedua di bulan Rajab. Dan dilakukan
seminggu sebelum acara berlangsung. Semisal pada acara Rajabiyah bulan
Maret tanggal 9 tahun 2020 kemarin, ritual ini dilakukan mulai tanggal 1
Maret di Masjid Jami’ Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin.9
Acara Rajabiyah dimulai dengan ISHARI se-Jawa Timur, biasanya acara
ini dilakukan di hari sabtu sore sampai malam minggu di halaman Pondok
Pesantren Al-Muhibbin. Kemudian hari berikutnya yakni minggu malam
senin dilanjut dengan santunan yatim piatu dan orang tidak mampu yang
dibarengi dengan Nikah Massal bagi warga setempat dan santri yang ingin
pada moment pernikahannya disaksikan oleh para guru dan Ulama’, pada
momen pernikahan massal sang pengantin dihias di Komplek Al-Amanah
yang diasuh oleh Abdul Khaliq Hasan menantu dari KH. Djamaludin
Ahmad dan diiring menuju Pondok Al-Muhibbin dengan Kereta Kelinci.
Dan pada malam selasa, yakni malam puncak acara Rajabiyyah diadakan
Tablig Akbar dan pengajian umum yang dihadiri oleh Ulama-Ulama sepuh
Nusantara. Di halaman Pondok Pesantren Al-Muhibbin.
Pondok pesantren Al-Muhibbin Tambakberas Jombang selalu
merutinkan pembacaan surat al-Ṭāriq dalam bulan rajab tepatnya sebelum
acara Rajabiyyah diselenggarakan. Pembacaan tersebut ditujukan sebagai
washilah untuk melancarkan acara dan meminimalisir hal-hal yang tidak
diinginkan seperti halnya cuaca buruk atau hujan. Menurut salah satu santri
yaitu Ahmad Safaruddin ketika semua santri membacakan surat al-Ṭāriq
9 Achmad Fauzi Darmawan, Wawancara.
53
secara berjama’ah memang jarang terjadi hujan. Meskipun cuaca mendung
tapi pada waktu acara hujan tidak turun seperti biasanya10
Beberapa kali dalam acara Rajabiyyah memang turun rintik hujan akan
tetapi curah hujan tidak begitu lebat dan dalam durasi waktu yang tidak
lama sehingga para peserta dan santri tidak terganggu dalam menyimak
pengajian akbar tersebut11. Kemudian Achmad Dzikrullah Akbar
menambahkan gejala alam tidak turunnya hujan ketika acara Rajabiyyah
bukan serta merta tidak ada alasannya. Namun semua itu atas rahmat Allah
SWT melalui ikhtiyar pembacaan surat al-Ṭāriq. Bahkan Akbar
menyakinkan bahwa dia belum pernah menemui acara Rajabiyyah diguyur
dengan hujan lebat12.
Dampak dari pembacaan surat al-Ṭāriq untuk sarana menolak hujan juga
dikuatkan oleh ustadz Lauhul Mahfudz. Menurut beliau ketika semua
urusan diserahkan kepada Allah SWT apalagi ikhtiyarnya dilakukan secara
berjama’ah maka insya Allah akan dikabulkan oleh Allah. Tidak turunnya
hujan ketika acara Rajabiyyah adalah salah satu bukti Rahmat Allah yang
diperlihatkan kepada manusia khususnya masyarakat dan santri yang
mengikuti acara tersebut. Beliau juga menyakinkan bahwa selama beliau
mengikuti acara Rajabiyyah di Pondok Al-Muhibbin belum pernah ada
kendala alam yang menyebabkan ketidaknyamanan peserta yang dalam hal
ini adalah turunnya hujan13.
10 Ahmad Safaruddin (Santri Al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much. Saifuddin
Zuhri, Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang. 11 M. Faidlun Ni’am (Santri Al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much. Saifuddin
Zuhri, Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang. 12 Ahmad Dzikrullah Akbar (Santri Al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri, Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang. 13 Lauhul Mahfudz (Ustadz Pondok Al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri, Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang.
54
D. Respon Serta Pemahaman Ustadz dan Santri terhadap Pembacaan
Surah al-Ṭāriq Untuk Menolak Hujan
Perbedaan latar belakang pendidikan akan berdampak bedanya
pemahaman dalam kepala masing-masing manusia dan menimbulkan
perbedaan pendapat di kalangan warga, baik yang bersifat formal maupun
non formal. Sedikit maupun banyak sangat mempengaruhi pendapat santri
dan warga tentang bacaan surah di al-Qur’an. Disamping itu, kondisi kultur,
ekonomi dan budaya. Setiap individu warga juga memiliki perebedaan yang
sama. Khususnya latar belakang tersebut memberikan keunikan di setiap
kali memahami al-Qur’an. Seperti warga Tambak Beras, Jombang yang
mayoritas adalah kaum santri, akan tetapi memungkinkan menimbulkan
adanya perbedaan dalam menanggapi dan fungsi surah al-Ṭāriq seperti
halnya yang peneliti temui di Desa Tambak Beras14.
Khairul menceritakan pemahamannya bahwa surah al-Ṭāriq adalah
surah yang artinya sangat bagus untuk dipakai di desa Tambak Beras
apalagi di Bumi Damai Al-Muhibbin yang santrinya sangat banyak15.
Sementara M. Muhdhor mengatakan, “Itu ajaran baik dan surahnya juga
baik, saya masih ingat abah Kiai (Djamaluddin Ahmad) menjelaskan Tafsir
surat al-Ṭāriq dalam pengajian Hikam dan bisa untuk mengalihkan curah
hujan ketempat lain, tentunya dengan izin Allah Swt.”16. Pendapat lain dari
Ustadz Lauhul Mahfudz menegaskan, “Surah al-Ṭāriq kan dari dulu
dibacakan di Muhibbin sebelum acara Rojabiyyah dimulai, semua orang
sudah tau akan hal itu karena salah satu dari Ijazahnya Kiai Djamal untuk
Nyiwer Hujan17.
14 Ahmad Fauzi Darmawan. Wawancara 15 Khairul (warga sekitar pondok),diwawancarai oleh Much. Saifuddin Zuhri,
Tambak Beras, 23 April 2020, Jombang. 16 M. Muhdhor (Santri Al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much. Saifuddin Zuhri,
Tambak Beras 25 April 2020, Jombang. 17 Lauhul Mahfudz. Wawancara.
55
Selain itu, ada juga para santri yang memahami tentang surah al-Ṭāriq
dalam berbagai versi pendapat mereka. Zulkifli santri kelas 3 Aliyah asal
Sidoarjo menceritakan “Surah al-Ṭāriq adalah surah yang sering dibaca
oleh pak Kiai kalau sedang hujan lebat dan ada acara yang cukup besar,
terutama dalam acara Rajabiyyah, Saya tidak tahu kenapa hujan bisa
berhenti mungkin karena dipindah ditempat lain, itu yang saya dengar dan
pahami18. Ahmad Saiful Rizal juga sama halnya berpendapat, ”Yah surat al-
Ṭāriq kan harus dibaca setiap acara Rajabiyyah itu harus dibaca setelah
shalat Maktubah dan gak pernah ketinggalan.19 Bahkan, pendapat
pemahaman mereka juga menyentuh aspek empiris, seperti Ahmad
Dzikrullah Akbar selaku santri senior di Pondok al-Muhibbin menggunakan
ayat ke 11 surah al-Ṭāriq ini sebagai salah satu ayat yang diyakininya
sebagai perisai dan doa meraih rida Allah, sebagaimana ia mengatakan ”Ya
surat al-Ṭāriq itu bagus dibaca dan santri Al-Muhibbin itu selalu
membacanya dan bagi mereka sebelum Ilmuan di dunia membahas terkait
langit dan bintang al-Quran sudah membahasnya melalui surat al-Ṭāriq, dan
menurutku surat ini bisa untuk memindahkan hujan ketempat lain, itulah
kenapa kami selalu membaca surat tersebut sebelum acara rajabiyyah”.51
Pengalaman berinteraksi dengan al-Qur’an menghasilkan pemahaman
dan penghayatan terhadap ayat-ayat tertentu secara atomistik, sebagaimana
dilihat dari pengalaman pembacaan surah al-Ṭāriq di Pondok Pesantren Al-
Muhibbin. Pemahaman dan penghayatan individual yang diungkapkan dan
dikomunikasikan secara verbal maupun dalam bentuk tindakan tersebut
dapat mempengaruhi individu yang membacanya, dan juga individu lain
sehingga membentuk kesadaran bersama, dan pada taraf tertentu
18 Zulkifli (Santri Al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much. Saifuddin Zuhri,
Tambak Beras 25 April 2020, Jombang. 19 Ahmad Saiful Rizal (santri al-Muhibbin), diwawancarai oleh Much. Saifuddin
Zuhri, Tambak Beras , 26 April 2020, Jombang. 51 Ahmad Dzikrullah Akbar. Wawancara.
56
melahirkan tindakan-tindakan kolektif dan terorganisasi. Pengalaman
bergaul dengan al-Qur’an melalui pembacaan ayat-ayat secara mentradisi
seperti pembacaan surah al-Ṭāriq ternyata lekat dengan makna yang dibawa
surah itu sebagai surah dalam al-Qur’an.
Dengan demikian, adanya praktek pembacaan ayat-ayat al-Qur’an yang
mentradisi di sebuah masyarakat seperti pembacaan surah al-Ṭāriq di
kalangan warga Tambak Beras dan Santri Al-Muhibbin benar-benar
menjadikannya al-Qur’an yang hidup di tengah masyarakat yang
mengamalkannya. Salah satu bukti testimoni masyarakat sebagai respon
positif mereka atas praktek living Qur’an ini menegaskan bahwa “mengenai
bacaan surah al-Ṭāriq sebagai amalan yang dilakukan setiap selesai shalat
Maktubah di bulan Rajab. Selain digunakan untuk sarana menghentikan
hujan juga sebagai refleksi bahwa di Bulan Rajab warga Tambak Beras dan
Santri Al-Muhibbin dituntut untuk semakin mendekatkan diri kepada
Allah52”.
52 Lauhul Mahfudz. Wawancara.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Santri dan para Ustadz pondok al-Muhibbin mempraktikkan riwayat
surah al-Ṭāriq dalam rangkaian acara Rajabiyyah. Hasil penelitian skripsi
yang peneliti lakukan menemukan bahwa pembacaan surah al-Ṭāriq dibaca
selama 7 kali setiap selesai shalat Maktubah dan melibatkan pengurus,
ustadz serta santri Pondok Al-Muhibbin dan setelah itu membaca doa
Allahumma Khawalaina Wala ‘Alaina sebanyak 100 kali. Ayat-ayat itu
dibacakan dalam upacara untuk menolak hujan pada saat acara sedang
berlangsung. Rutinitas ayat-ayat surah al-Ṭāriq itu dibarengi dengan adanya
pemahaman khusus terhadap pilihan pembacaan ayat-ayat tadi, sehingga
menjadi bagian dari Living Qur’an dalam kebiasaan santri al-Muhibbin
Tambak beras Jombang.
Santri al-Muhibbin sendiri masih berpegang teguh dengan tradisi yang
ada, yang masih melekat dalam melaksanakan serta menjalankan tradisi
tersebut, salah satu tradisi yang dipegang dan digunakan hingga sekarang
ialah “Rajabiyyah yang dilakukan pada bulan Rajab” yang dimaksud
dengan Rajabiyyah ialah : salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Santri
al-Muhibbin untuk menyongsong bulan suci Ramadan. Santri Al-Muhibbin
Tambak Beras membacakan surah dalam al-Qur’an yaitu surah al-Ṭāriq
secara berjamaah supaya pada hari acaranya tidak turun hujan.
Beberapa praktik pembacaan surah al-Ṭāriq yang digunakan dalam acara
kegiatan Rajabiyyah santri al-Muhibbin dan Ustadz pondok antara lain:
1. Surah al-Ṭāriq digunakan saat acara Rajabiyyah, biasanya di baca
setelah hadarat-hadarat kepada Nabi Muhammad Saw., dan kepada
keluarga yang sudah meninggal dunia, barulah dibacakannya surah al-Ṭāriq
58
tersebut dengan maksud, agar ketika acara berlangsung tidak ada yang
menghalanginya terutama hujan.
2. Surah al-Ṭāriq dipakai juga sebagai amalan rutin santri al-
Muhibbin, pengurus dan ustadz ketika mulai bulan Rajab sampai datangnya
bulan Ramadan untuk mempersiapkan diri menuju bulan yang suci dan
mulai berlatih riyaḍah secara batin. Karena santri al-Muhibbin mayoritas
mengikuti thariqah Syadziliyyah yang diasuh oleh KH. Djamaluddin
Ahmad selaku Pengasuh Pondok al-Muhibbin dan Mursyid Thariqah
Syadziliyyah.
B. Saran
Penelitian tentang Praktek Pembacaan surah al-Ṭāriq dan acara
Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-Muhibbin menjadi salah satu fenomena
Living Qur’an yang harus dikaji lebih dalam. Peneliti merekomendasikan
kepada peneliti selanjutnya agar mampu memperhatikan aspek-aspek lain
dari kehidupan masyarakat Tambak Beras yang mayoritas adalah santri.
Sehingga semakin hari dapat menjadi proses menuju pengalaman al-Qur’an
sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. Al-Qur’an kembali kepada fungsi
sebenarnya, dan menjadi pedoman kehidupan untuk menggapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
59
DAFTAR PUSTAKA
Artikel, Buku, Jurnal dan Wawancara.
Abd. Qadir, Jum’ah. Ma’âlim Suar al-Qur’ân, Cairo: Universitas al-Azhar,
cet.I, 2004.
Abdul Baqi, Fuad. Muʹjam al-Mufahras li al-Fādz al-Qurān al-Karim.
_______. Muʹjam al-Mufahras li al-Fādz al-Qurān al-Karīm. Beirut: Dar
el-Hadith, 2007.
Abidin, Zaenal. dkk, Pola Perilaku Masyarakat.
Ahmad ‘Ubaydi Hasbilah, AU. Ilmu Living Qur’an Hadist, Ontologi,
Epistimologi, dan Aksiologi. Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-sunnah.
Ahmad Zainal Abidin dkk, Pola Perilaku Masyarakat. 2019.
Ali bin Muhammad Abu Hasan Almawardi, Ali bin Muhammad. Tafsir Al-
Mawardi.
Al-Shagir, al-Jami’. Faidhul Qadir, Maktabah Tajariyatul Kubra, 1971.
Hajar, Ibnu, Mausu’ah al-Hafidz
Creswell, John. Penelitian Kualitatif & Field Research. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2015.
Habibah, Umi Dkk,..Ilmu Pengetahuan Alam 5. Jakarta:CV.Mitra Media
Pustaka,2010.
Hartono. Geografi jelajah bumi dan alam semesta untuk kelas X SMA/MA,
Jakarta: CV.Citra Praya.2009.
Herdiansyah, Haris. Metode Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika. 2010.
J. Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif.
Jalaludin Al-Mahalli, Jalaludin. Tafsir Jalalain. Surabaya.
Junaedi, Didi. 2015. Living Qur’an Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian
al-Qur’an. Vol. 4. No, 2.
Sawaun, Nurdin. 2017. Dialog al-Qur’an Dengan Budaya Lokal
Nusantara,. Vol, 2, No, 1.
M. Hanafi, Muchlis. Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an
Tematik.
60
M. Hanafi, Muchlis. Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an
Tematik)
_______. Pelestarian Lingkungan hidup (Tafsir al-Qur’an Tematik).
Jakarta: Lajnah Pentashih Al-Qur’an, 2012.
Mansur. Muhammad dkk. Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadist.
Yogyakarta: Teras. 2007.
Masyur Muhammad dkk, Living Qur’an Dalam Lintasan Sejarah,
Yogjakarta: TH-Press, 2007.
Masruroh, Umi. 2017. Tradisi Rebo Wekasan Dalam Kajian Living Qur’an
di Desa Pakuncen. Qaf. Vol, 1. No, 02.
Muhammad Ali Shabuni, Muhammad. Mukhtasar Ibnu Katsir. Lebanon,
1981.
Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabarani, Muhammad Ibnu. Tafsir Al-Thabari.
Al-Muhibbin, Bumi Damai.com ( 25 Mei, 2020). Diakses pada 25 Mei
2020.
Muhtador, Mochammad. 2014. Pemaknaan ayat al-Quran dalam
mujahadah: Studi Living Qur’an di PP al-munawwir krapyak. Jurnal
Penelitian. Vol, 8, No, 1
Al-Munawi, SA. Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan
Islam. Ciputat; Ciputat Press. 2005.
Muri Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kualitatif dan Gabungan, Jakarta:
Paramedia Group, 2014.
Mustaqim. Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta:
PPLSQ Ar-Rahmah. 2014.
Al-Najar, Zaglul. Abdul Daim Kahlil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Al-
Qur’an Dan Hadis. Jakarta: Lentera Abadi, 2015.
Ndarto, Hidrologi. Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Rahman, Syahrul. 2016. living quran: Studi Kasus Pembacaan al-
Ma’tsurat di Pesantren Khalid Bin Walid. Syahadah. Vol, 4. No., 2.
Rajo, J.R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan
Keunggulan. Jakarta : Grasindo. 2010.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati. Vol. 6.
_______. 2002. Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati. Vol. 4.
_______. Tafsir Al-Misbah, Vol. 8.
61
Soehadha, Moh. Metode Penulisan Sosial Kualitatif untuk Studi Agama.
Syamsul Ulum, Syamsul. Menangkap Cahaya Al-Qur’an, Malang: UIN
Malang Press, 2007
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R& D. Bandung:
Alfabeta. 2011.
Al-Suyuti, Jalaludin. al-Itqan fi ‘Ulumi al-Qur’an Cet. I (Beirut: Darul
Kutub al-Ilmiah, 2004.
Warson Munawwir, Ahmad. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Zaid, Moh. 2011. Makna dan Pesan Penguat Sumpah Allah Dalam Surat-
Surat Pendek. Nuansa. Vol 8 No, 1.
Zainudin, Ahmad. Keutamaan Membaca Al-Qur’an, diambil dari
https://Artikel Muslim.Or.id.diambil pada tanggal 11 januari 2020.
Zariri bin Yazid, Muhammad. Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qu’an. 2000.
Disertasi, Skripsi, dan Tesis.
As-Syafi’i, Muhammad. “Karomahan (Studi Tentang Pengamalan Ayat-
Ayat Al-Qur’an Dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan
Putih.” Skripsi S1., IAIN Surakarta 2016.
E, Ibrahim. “Be a Living Qur’an Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-ayat al-
Qur’an Dalam Kehidupan Sehari-sehari.” Skripsi S1., IAIN Sultan
Maulana Hasanudin Banten, 2009.
Hamid, Idam. “Tradisi Membaca Yasin Di Makam Annangguru
Maddappungan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec.
Campalagian Kab. Polewali Mandar.” Skripsi S1., UIN Alaudin
Makasar, 2017.
Nasir, Fauzan. “Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Al-Qur’an Dalam Tradisi
Mitoni.” Skripsi S1., IAIN Surakarta, 2016.
Sholeha, Isnani. “Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam
Tradisi Mujahadah.” Skripsi S1., UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2016.
Fanani, Rizal. “Kajian Living Qur’an Ayat-Ayat Pengobatan Dalam Kitab
Sullam al-Futuhat.” Tesis S2., Pasca Sarjana Ilmu Al-qur’an dan
Tafsir. IAIN Tulungagung, 2016.
62
Mulyadi, Yadi. “Al-qur’an dan Jimat.” Tesis S2., UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017.
Wawancara Responden/informan.
Akbar, Dzikrullah (Santri Al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri. Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang.
Fauzi D, Achmad (Ketua Santri al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri. Tambak Beras, 23 April 2020, Jombang.
Khairul (warga sekitar pondok). Diwawancarai oleh Much. Saifuddin
Zuhri. Tambak Beras, 23 April 2020, Jombang.
Mahfudz, Lauhul (Ustadz Pondok Al-Muhibbin). Diwawancarai oleh
Much. Saifuddin Zuhri. Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang.
Muhdhor, Muhammad (Santri Al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri. Tambak Beras 25 April 2020, Jombang.
Ni’am, Faidlun (Santri Al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much. Saifuddin
Zuhri. Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang.
Rizal, Saiful (Santri al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much. Saifuddin
Zuhri. Tambak Beras , 26 April 2020, Jombang.
Safaruddin, Ahmad (Santri Al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much.
Saifuddin Zuhri. Tambak Beras, 24 April 2020, Jombang.
Zulkifli (Santri Al-Muhibbin). Diwawancarai oleh Much. Saifuddin Zuhri.
Tambak Beras 25 April 2020, Jombang.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Achmad Fauzi Darmawan
Alamat : Jl. Moh Hatta Badang 03/03 Badang, Ngoro, Jombang
Jabatan :Ustadz/Ketua Pondok
Telpon : 085607311414
Email : -
Saya : “Bagaimana praktik pembacaan surah al-Ṭāriq pada
kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-Muhibbin?”.
Informan : “Pembacaannya biasanya dimulai ketika mendekati acara
Rojabiyyah, Abah (KH Djamaludin Ahmad) Ngendiko (memerintahkan)
kepada semua santri pondok untuk membacakan secara serentak setelah
shalat Maktubah, dilakukan di Masjid ini, yakni Masjid Jami’ al-
Muhibbin”.
Saya : “ Apakah di setiap tahun santri juga melakukan hal yang
sama?
Informan :”Iya, karena sudah menjadi tradisi sejak Pondok dibangun
di Tempat ini, selain untuk tawassul menghentikan hujan abah juga
mengingatkan kita untuk mempersiapkan diri kita semua untuk menjemput
bulan suci Ramadan”.
Saya : “ Kalau boleh tahu dari mana tradisi ini dimulai?
Informan : “ ini aslinya sebuah ijazah dari guru Abah ketika belajar di
pesantren tempo dulu, dikumpulkan oleh abah dan minta restu dari Gurunya
yaitu Kiai Jalil Mustaqim Tulungagung untuk diamalkannya dan beliau
merestuinya, intinya hanya satu kita pasrahkan semuanya kepada Allah
Swt. melalui Ridha dan kebesarannya tidak ada yang tidak mungkin”.
LAMPIRAN 1
Saya : “Apakah benar ketika sudah membaca surah al-Ṭāriq hujan
benar-benar tidak turun?”
Informan : “Sekali lagi itu semua Qadla dan Qadar Allah, yang saya
rasakan biidznillah semua akan lancar-lancar saja, biasanya dengan cara
berdoa agar hujan dialihkan ketempat yang lain kalau lagi musim hujan ya”.
Saya : “Selain surah al-Ṭāriq adakah doa lain yang dibaca?
Informan :” Ada, doa Allahumma Khawalaina Wala ‘Alaina sebanyak
100 kali ini juga ijazah yang diterima oleh Abah dari gurunya dulu”.
Saya : “Untuk pembacaannya tempatnya dimana, apakah boleh
dilakukan di selain Masjid Jami’?
Informan : ”Boleh saja, karena amalan ini akan dilakukan sampai nanti
bulan puasa, akan tetapi lebih mudah dan biar tidak terasa berat maka lebih
baik dilakukan di Masjid secara bersamaan”.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ahmad Safaruddin
Alamat : Jl. Prapatan Angker Kelet 05/03 Jepara
Jabatan : Santri
Telepon : 085706896121
Email : [email protected]
Saya : “Bagaimana praktik pembacaan surah al-Ṭāriq pada
kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-Muhibbin?”.
Informan: “Selama saya mengikutinya, pembacaan surat itu ditujukan untuk
maksud menangkal hujan ketika acara berlangsung, biasanya dibaca dua
minggu sebelum acara dimulai dan dibaca setelah shalat wajib”
Saya : “Apakah anda yakin ketika membaca surah al-Ṭāriq hujan
tidak turun?’
Informan : ”Ya yakin, bahkan tidak berani mampir kesini karena yang
doa orang-orang shalih semua hehe”
Saya : “Anda mulai mengikuti sejak kapan?”
Informan : ”Saya mengikuti sejak pertama kali mondok disini,
awalnya saya penasaran dan sedikit tidak percaya namun setelah
mengetahuinya dan mendapatkan penjelasan dari bapak Kiai akhirnya saya
mantap dan percaya. Kan ini juga tidak untuk menolak hujan saja, juga
untuk mendekatkan diri kepada Allah di bulan Rajab”.
Saya : “Anda mondok disini sejak kapan?”
Informan : ”Sudah lama, dari tahun 2005 sampai sekarang.”.
Saya : ”Bagaimana respon santri terhadap pembacaan surah aṭ-
Ṭāriq?
LAMPIRAN 2
Informan : “Karena itu termasuk amanat dari pak Kiai jadi kita
santrinya harus mengikutinya, semua santri maupun santriwati di sini
mengikuti semua, bahkan sampai ngaji kilatan waktu ramadhan surah al-
Ṭāriq masih diamalkan”.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : M. Faidlun Ni’am
Alamat : Jl. Masjid No. 12 014/003 gang I, Sarirejo, Mojosari
Mojokerto
Jabatan : santri/Pengurus pondok
Telepon : 08151533391
Email : [email protected]
Saya : “Bagaimana menurut Anda tentang praktik pembacaan
surah al-Ṭāriq pada kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-
Muhibbin?”.
Informan : “Saya selalu mengikutinya dengan santri yang lain di
Masjid Jami’. Pembacaan surat ini dilakukan untuk melancarkan hajat besar
yaitu Rajabiyyah supaya berjalan dengan lancar dan gak hujan”.
Saya : “Apakah anda yakin dengan membaca surah al-Ṭāriq hujan
tidak turun?’
Informan : ”Iya, saya yakin”.
Saya : ”Apakah anda pernah menyaksikan kejadian diluar logika
tentang pembacaan surah aṭ-Ṭāriq?
Informan : ”Waktu Rajabiyyah kemarin ini, baru saja selesai kemaren
itu yang saya tahu langit mendung, tapi tidak hujan. Saya sudah beberapa
kali mengalami peristiwa seperti itu”.
LAMPIRAN 3
1.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ahmad Dzikrullah Akbar
Alamat : Klampisan, Tondowulan, Plandaan, Jombang
Jabatan : Santri/warga sekitar
Telepon : 082333332760
Email : [email protected]
Saya : “Bagaimana menurut Anda tentang praktik pembacaan
surah al-Ṭāriq pada kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-
Muhibbin?”.
Informan : “Apa ya, yang saya tahu surah al-Ṭāriq selalu dibaca warga
sini ketika ada acara Rajabiyyah di al-Muhibbin dan dapat mengalihkan
hujan, jadi kita mengantisipasi dulu sebelum acara melalui wasilah
pembacaan surat at-Thariq”.
Saya : “Apakah anda juga mengikutinya?”.
Informan : “Iya, biasanya dengan anak saya”
Saya : ”Menurut anda kegiatan ini seperti apa?
Informan :”Ya bagus, dapat pahala banyak kan bulan Rajab”.
LAMPIRAN 4
2.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Khairul
Alamat : Gang Salaf Tambakberas Jombang
Jabatan : santri/Warga sekitar
Telepon : 085730222844
Email : -
Saya : “Bagaimana menurut Anda tentang praktik pembacaan
surah al-Ṭāriq pada kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-
Muhibbin?”.
Informan : “Bagus, ini Ijazah dari Kiai Jamal untuk menolak hujan,
saya selalu membaca surah tersebut, apalagi dalam ayat ke 11, itu saya
resapi betul-betul sesuai dengan anjuran bapak Kiai”.
Saya ; ”Anda sudah berapa kali mengikuti Rajabiyyah?
Informan : “Dari pertama saya selalu mengikutinya bahkan dulu saya
pernah menjadi panitia acara tersebut”.
Saya :”Apakah kamu hanya membacanya ketika acara Rajabiyyah
saja?
Informan : “Dulu saya seperti itu, tapi sekarang saya baca terus sampai
bulan puasa datang cak meskipun bolong-bolong hehe”
LAMPIRAN 5
3.
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ustad Lauhul Mahfudz
Alamat : Cendoro, Palang, Tuban
Jabatan : Ustadz/Pengurus
Telepon : 085733208833
Email : [email protected]
Saya : “Bagaimana menurut anda tentang praktek pembacaan
surah al-Ṭāriq pada kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren al-
Muhibbin?”.
Informan : “Ya itu bacaan al-Quran, yang namanya Mushaf kita lihat
saja dapat pahala apalagi membacanya dengan rutin dan berjamaah pasti
akan sangat mustajab”
Saya :”Anda selalu mengikutinya?
Informan : “Iya. Bahkan warga sekitar pun banyak juga yang
mengamalkannya bersama-sama.”
Saya : ”Menurut Anda apa hubungannya surah al-Ṭāriq dengan
menolak hujan?
Informan : ”Surat itu kan diturunkan pada malam hari, dan disalah satu
ayatnya yaitu ayat 11 menerangkan tentang hujan, bahwa semua yang turun
dari langit dan muncul dari bumi adalah milik Allah jadi semua tergantung
dengan izin Allah. Kita hanya berdoa dengan seksama dan saya yakin Allah
akan mengabulkan dengan perantara tersebut”.
Saya : ”Biasanya dilakukan kapan?”
Informan : ”Dibulan Rajab, bulan yang penuh berkah”.
LAMPIRAN 6
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : Ahmad Saiful Rizal
Alamat : gang Salaf Tambakberas Jombang
Jabatan : Santri/warga sekitar
Telepon : 085749375177
Email : [email protected]
Saya : “Bagaimana menurut anda tentang praktek pembacaan
surah al-Ṭāriq pada kegiatan Rojabiyyah di Pondok Pesantren al-
Muhibbin?”.
Informan : “Bagus dan dilakukan terus ketika bulan rajab dan acara
Rajabiyah”.
Saya : ”Anda mondok di al-Muhibbin atau warga setempat?
Informan : ”Rumah saya dekat dengan pondok ini, saya hanya ikut
ngaji dan jama’ah saja tetapi menetap di rumah”.
Saya : ”Bagiamana meurutmu tentang keyakinan menghentikan
hujan dengan pembacaan surah aṭ-Ṭāriq?
Informan : ”Secara saintifik mungkin masih menjadi perdebatan kalau
digunakan untuk menolak hujan tapi secara fisika dan ilmu biologi surat al-
Ṭāriq sudah menjelaskan lebih dulu daripada ilmu lainnya dan lagi-lagi ini
soal kepercayaan warga setempat semua bisa terjadi dan buktinya memang
ada. Ditambah lagi tidak ada efek negatifnya, karena warga dan santri sini
sudah paham betul terkait agama”.
Saya : ”Biasanya anda melakukannya di rumah atau di masjid?
Informan : ” Saya melakukanya di masjid bersama dengan santri”.
LAMPIRAN 7
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama :M. Muhdhor
Alamat : Jl. Kyai Achmad 01/04 Magersari, Pandaan, Pasuruan
Jabatan : Santri
Telepon : -
Email : [email protected]
Saya : “Bagaimana menurut anda sebagai santri tentang praktek
pembacaan surah al-Ṭāriq pada kegiatan Rajabiyyah di Pondok Pesantren
al-Muhibbin?”.
Informan : “Menurut saya itu semacam doa agar tidak terjadi hujan
ketika acara Rajabiyyah, saya juga ,asih ingat ketika pengajian Hikam
bersama Abah Jamal, salah satu manfaat surah at-Tahriq bisa mengalihkan
hujan”.
Saya : ”Apakah anda selalu mengikutinya?
Informan : ”Saya selalu mengikutinya dengan santri lainya kalau tidak
kebagian jama’ah sama teman lainnya saya membacanya di kamar”.
Saya : ”Ada berapa orang yang biasanya mengikuti pembacaan
ini?
Informan : ”Banyak sih, semua santri dan santriwati dihimbau untuk
melakukan hal yang sama ditambah dengan kehadiran masyarakat jadi
sangat ramai sekali, terkadang masjid saja sampai tidak muat”
Saya : ”Apakah Anda pernah mengalami ketika ritual ini
dilakukan masih turun hujan?”
Informan : ”Iya pernah tapi tidak terlalu lebat dan tidak mengganggu
tamu-tamu yang sudah hadir”
LAMPIRAN 8
Saya : ”Apakah anda hanya melakukanya ketika acara
Rajabiyyah saja?
Informan : ”Tidak, saya juga meneruskannya sampai bulan Ramadhan
dan bahkan ketika saya pulang kampung juga saya masih membaca dengan
orang tua saya”.