politik luar negeri indonesia

31
Dalam menjalin hubungan dengan bangsa lain, kita menetapkan politik luar negeri yang "bebas" dan "aktif". Politik luar negeri bebas aktif ini mulai dicanangkan sejak awal merdeka. Bebas artinya bahwa bangsa Indonesia bebas menjalin hubungan dan kerja sama dengan bangsa mana pun di dunia ini. Bangsa kita tidak membatasi hubungan dengan Negara - negara barat saja, juga tidak membatasi dengan bangsa-bangsa timur saja. Indonesia menjalin hubungan dengan semua bangsa di dunia. Aktif artinya bahwa bangsa Indonesia selalu berusaha secara aktif dalam usaha menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif berdasar pada landasan konstitusional, yakni tercantum pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan pasal 11 UUD 1945. Dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia, pada masa orde lama (tahun 1959 - 1965) pernah terjadi penyimpangan terhadap politik luar negeri yang bebas dan aktif ini. Saat itu bangsa Indonesia cenderung mengeblok ke Rusia (timur). Pada waktu itu, politik luar negeri Indonesia berporos Jakarta - Pyongyang - Peking. Sebagai salah satu perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif, bangsa Indonesia pernah menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 dan juga membentuk Gerakan Non Blok bersama beberapa negara Asia Afrika lainnya.

Upload: fitri-rahmalia-akbar

Post on 16-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Politik

TRANSCRIPT

Page 1: Politik Luar Negeri Indonesia

Dalam menjalin hubungan dengan bangsa lain, kita menetapkan politik luar negeri

yang "bebas" dan "aktif". Politik luar negeri bebas aktif ini mulai dicanangkan sejak awal

merdeka.

Bebas artinya bahwa bangsa Indonesia bebas menjalin hubungan dan kerja sama

dengan bangsa mana pun di dunia ini. Bangsa kita tidak membatasi hubungan dengan Negara

- negara barat saja, juga tidak membatasi dengan bangsa-bangsa timur saja. Indonesia

menjalin hubungan dengan semua bangsa di dunia.

Aktif artinya bahwa bangsa Indonesia selalu berusaha secara aktif dalam usaha

menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial.

Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif berdasar pada landasan

konstitusional, yakni tercantum pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan pasal 11

UUD 1945. Dalam perkembangan sejarah bangsa Indonesia, pada masa orde lama (tahun

1959 - 1965) pernah terjadi penyimpangan terhadap politik luar negeri yang bebas dan aktif

ini. Saat itu bangsa Indonesia cenderung mengeblok ke Rusia (timur). Pada waktu itu, politik

luar negeri Indonesia berporos Jakarta - Pyongyang - Peking.

Sebagai salah satu perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif, bangsa Indonesia

pernah menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 dan juga

membentuk Gerakan Non Blok bersama beberapa negara Asia Afrika lainnya.

BAB II

PERMASALAHAN

A.    Jelaskan pengertian Politik Luar Negeri Indonesia ?

B.     Bagaimana perwujudan Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas Aktif ?

C.     Jelaskan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif di Era Globalisasi ?

BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

A. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia

Page 2: Politik Luar Negeri Indonesia

Suatu bangsa yang merdeka tidak dengan serta merta dapat hidup sendiri tanpa bantuan

dari negara lain. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan mempertahankan

kemerdekaannya, negara tersebut membutuhkan dukungan dari negara lain. Nah, untuk

mendapatkan dukungan tersebut, suatu negara harus mengadakan hubungan yang baik

dengan negara lain. Misalnya, ketika awal berdirinya negara Kesatuan republik Indonesia,

untuk memperoleh pengakuan dan dukungan dari negara lain terhadap kemerdekaannya, para

pendiri negara kita mengadakan hubungan dengan Australia, Amerika Serikat, Belgia, Mesir

dan sebagainya. Alhasil,negara kita dapat berdiri dengan tegak dan mempertahankan

kemerdekaanya sampai sekarang.

Hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, tentu saja tidak bisa

dilepaskan dari kebijakan politik luar negeri suatu negara termasuk Indonesia, perlu

dipahamami dulu definisi atau pengertian dari politik luar negeri seperti di bawah ini:

1. Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam

berhubungan dengan negara lain.

2. Politik luar negeri merupakan kumpulan kebijaksanaan atau setiap yang ditetapkan oleh

suatu negara untuk mengatur hubungan dengan negara lain untuk yang ditujukan untuk

kepentingan nasional.

3. Politik luar negeri merupakan penjabaran dari politik nasional, sedangkan politik nasional

merupakan penjabaran untuk dari kepentingan nasional atau tujuan negara yang

bersangkutan.

Jadi, pada dasarnya politik luar negeri merupakan  strategi untuk melaksanakan

kepentingan nasional atau tujuan negara yang ada kaitannya dengan negara lain.

Dalam sejarah bangsa Indonesia, sejak tanggal 2 September 1948, Pemerintah Indonesia

mengambil haluan bebas aktif untuk politik luar negerinya. Dalam siding Badan Pekerja

Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Pemerintah Indonesia menyampaikan sikap

politik luar negeri Indonesia seperti berikut. Sikap pemerintah tersebut dipertegas lagi oleh

kebijakan politik luar negeri Indonesia yang antara lain dikemukakan oleh Drs. Moh. Hatta.

Ia mengatakan, bahwa tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara;

b. Memperoleh barang-barang dari luar untuk memperbesar kemakmuran rakyat, apabila

barang-barang itu tidak atau belum dapat dihasilkan sendiri;

Page 3: Politik Luar Negeri Indonesia

c. Meningkatkan perdamaian internasional, karena hanya dalam keadaan damai Indonesia

dapat membangun dan syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran

rakyat;

d. Meningkatkan persaudaraan segala bangsa sebagai cita-cita yang tersimpul dalam

Pancasila, dasar dan falsafah negara Indonesia.

Politik yang bebas aktif, bebas berarti bahwa bangsa Indonesia bebas menentukan dan

berhubungan dengan negara mana pun. Kita tidak membatasi hubungan dengan bangsa-

bangsa Eropa saja atau dengan bangsa Timur saja. Kita berhubungan dengan semua bangsa di

dunia. Aktif, artinya bahwa bangsa Indonesia turut aktif dalam menciptakan perdamaian

dunia. Perwujudannya, bahwa bangsa Indonesia akan berusaha untuk membantu negara-

negara yang terjajah agar terbebas dari penjajahan, tidak mau menjajah bangsa lain, dan

selalu mengutamakan jalan pemecahan dengan cara damai terhadap setiap konflik yang

terjadi.

B. Tujuan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia

Apabila kita simpulkan dari uraian di atas, tujuan politik luar negeri Indonesia bebas

aktif ialah:

a. Menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa;

b. Ikut serta menciptakan perdamaian dunia internasional, sebab hanya dalam keadaan damai

kita dapat memenuhi kesejahteraan rakyat;

c. Menggalang persaudaraan antarbangsa sebagai realisasi dari semangat Pancasila.

Dalam menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, bangsa Indonseia menjalankan

prinsip-prinsip berikut:

a. Negara Indonesia menjalankan politik damai, dalam arti bangsa Indonesia bersama-sama

dengan masyarakat bangsa-bangsa lain di dunia ingin menegakkan perdamaian dunia;

b. Negara Indonesia ingin bersahabat dengan negara-negara lain atas dasar saling menghargai

dan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Indonesia menjalankan

politik bertetangga baik dengan semua negara di dunia.

c. Negara Indonesia menjunjung tinggi sendi-sendi hukum internasional;

d. Indonesia membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional dengan berpedoman kepada

Piagam PBB.

C. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia

Page 4: Politik Luar Negeri Indonesia

Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif memilki landasan yang kuat

dan kokoh. Landasan tersebut tercantum pada alinea pertama dan keempat Pembukaan UUD

Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 serta pasal 11 UUD 1945. Dalam alinea

pertama disebutkan, " penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan." Sedangkan dalam alinea keempat dinyatakan, " ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial " Pasal 11 ayat 1 UUD 1945 berbunyi, "Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara

lain."

Selain landasan tersebut, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia bebas aktif juga

berdasar pada Keterangan Pemerintah di depan sidang BP-KNIP tanggal 2 September 1948.

Politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif tetap diabdikan untuk mencapai

kepentingan dan tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945.

Secara sosial bangsa Indonesia menghendaki kehidupan yang damai dengan semua

negara di dunia. Sebab itu, kita tidak hanya menjalin kerjasama dengan negara-negara

tertentu saja. Kita terbuka terhadap semua bangsa dan negara dalam menjalin kerjasama.

Secara kejiwaan, apabila bangsa kita membatasi diri hanya dengan negaranegara

tertentu saja, maka dapat menyebabkan bangsa kita terkucil oleh salah satu kelompok. Karena

alasan itu juga, bangsa Indonesia menentukan haluan politik luar negeri yang bebas aktif.

Bebas artinya dalam menjalin hubungan internasional tidak dibatasi pada negara-negara

tertentu saja. Aktif artinya, bangsa kita tak mau tinggal diam dalam upaya menciptakan

perdamaian dan keamanan internasional.

D. Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia

1. Pelaksanaan Politik Luar Negeri pada Masa Orde Lama

Page 5: Politik Luar Negeri Indonesia

Pada masa orde lama (Demokrasi Terpimpin), politik luar negeri Indonesia pernah

belok ke arah negara-negara Eropa Timur atau Uni Sovyet, dan memusuhi negara-negara

eropa. Hal ini disebabkan oleh dua faktor penting, yaitu:

a. Faktor dari dalam negeri (intern), yaitu karena dominannya (besarnya pengaruh) Partai

Komunis Indonesia (PKI) menguasai kehidupan politik Indonesia;

b. Faktor dari luar negeri (ekstern), yaitu kurang simpatiknya bangsa eropa dan Amerika

dalam menghadapi berbagai persoalan di negara Indonesia.

Dengan dua alasan itu, pemerintah Indonesia akhirnya membelokkan haluan politiknya

ke arah timur (Uni Sovyet). Indonesia mengambil haluan politik luar negeri dengan

membentuk Poros Jakarta _ Hanoi _ Phnom Penh _ Peking _ Pyongyang.

Dianutnya politik luar negeri yang cenderung condong ke Sovyet menyebabkan

perubahan kehidupan sosial politik bangsa Indonesia. Partai Komunis Indonesia (PKI)

berkembang dengan leluasa. Partai-partai politik lain dibubarkan satu per satu, sehingga

dalam negara hanya ada satu partai, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncaknya

terjadilah peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965.

Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung

Sebagai bangsa yang pernah merasakan betapa pahitnya hidup dalam penjajahan,

bangsa Indonesia memprakarsai diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika bersama dengan

negara India, Pakistan, Birma, dan Sri Lanka.

Persiapan untuk menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika dilakukan di Colombo (Sri

Lanka) pada tanggal 28 April - 2 Mei 1954 dan di Bogor (Indonesia) pada tanggal 29

Desember 1954.

Dalam persiapan itu disepakati bahwa Konferensi Asia Afrika (KAA) akan

dilaksanakan di Bandung (Indonesia) pada tanggal 18 _24 April 1955. Setelah disepakati,

maka pada tanggal 18 sampai dengan 24 April 1955 di Kota Bandung (Jawa Barat) diseleng-

garakan Konferensi Asia Afrika, tepatnya di Jalan Asia Afrika.

Maksud dan tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung adalah untuk:

a. meningkatkan kemauan baik (goodwill) dan kerja sama antar bangsa-bangsa Asia

Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan baik kepentingan timbale balik

maupun kepentingan bersama;

b. mempertimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan budaya dalam

hubungannya dengan negara-negara peserta;

Page 6: Politik Luar Negeri Indonesia

c. mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus yang

menyangkut rakyat Asia Afrika, dalam hal ini yang menyangkut kedaulatan

nasional, rasialisme, dan kolonialisme;

d. meninjau posisi Asia Afrika dan rakyatnya dalam dunia masa kini dan saham yang

diberikan untuk peningkatan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.

Konferensi yang diselenggarakan di Bandung itu menghasilkan 10 prinsip yang

dikenal dengan nama Dasa Sila Bandung.Konferensi Asia Afrika ini dihadiri oleh 29 negara

Asia dan Afrika

.

Mendirikan Gerakan Non Blok

Seusai Perang Dunia II, negara-negara di dunia terbagi ke dalam dua blok, yaitu Blok

Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet.

Adanya dua kekuatan tersebut menyebabkan terjadinya "Perang Dingin" (Cold War) di antara

kedua blok itu. Akibatnya, suhu politik dunia menjadi memanas dan penuh dengan

ketegangan-ketegangan.

Guna mengatasi ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur yang terus bersitegang,

bangsa Indonesia memprakarsai didirikannya Gerakan Non-Blok (Non Aligned). Negara-

negara pemrakarsa Non-Blok ialah:

a) Afghanistan

b ) India

c ) Indonesia

d) Republik Arab Persatuan (Mesir)

e) Yugoslavia.

Gerakan Non Blok ini dibentuk atas dasar Dasa Sila Bandung (hasil Konferensi Asia

Afrika di Bandung). Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama Non Blok diadakan di

Beograd atau Belgrado (Yugoslavia) dari tanggal 1 - 6 September 1961 atas undangan dari

Presiden Yosef Broz Tito (Yugoslavia), Abdul Nasser (Mesir), dan Sukarno (Indonesia).

KTT ini dihadiri oleh 25 negara dari Asia-Afrika, Amerika Latin, dan Eropa.

Konferensi ini dimaksudkan untuk meredakan ketegangan dunia dan menunjukkan

kepada dunia bahwa masih ada pihak ketiga yang berada di luar kedua blok yang sedang

bertentangan itu. Setelah diadakan KTT Non Blok I, negaranegara yang tergabung dalam

Non-Blok oleh Negara - Negara barat disebut sebagai Dunia Ketiga (The Third World).

Sampai saat ini, Non-Blok telah mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) puluhan kali.

Temukan KTT kedua dan seterusnya, apa keputusan yang dihasilkan dalam setiap KTT.

Page 7: Politik Luar Negeri Indonesia

Mengirimkan Misi Garuda (MISIRIGA)

Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif menyatakan, bahwa bangsa Indonesia

akan senantiasa aktif dalam upaya menciptakan perdamaian dunia. Untuk mewujudkan misi

ini, maka Indonesia mengirimkan misi perdamaian dunia dengan nama Pasukan Garuda.

Pasukan ini diperbantukan untuk PBB dalam usaha turut mendamaikan daerah-daerah yang

sedang bersengketa.

Pada bulan Januari 1957 dikirimlah Pasukan Garuda I ke Timur Tengah di bawah

komando Kolonel Hartoyo, yang kemudian diganti oleh Letnan Kolonel Suadi. Pada tahun

1960, di Kongo terjadi perang saudara. Untuk mendamaikan situasi di Kongo ini, Indonesia

mengirimkan Pasukan Garuda II di bawah pimpinan Kolonel Prijatna, sedangkan sebagai

komandan batalion adalah Letkol Solichin Gautama Purwanegara. Selanjutnya Misi Garuda

III dikirim ke Kongo dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris.

Dalam setiap sengketa internasional yang menerjunkan PBB, Indonesia selalu siap

sedia menjadi petugas misi perdamaian PBB melalui Pasukan Garuda. Keikutsertaan

Indonesia dalam Misi Perdamaian ini tergabung dalam Pasukan Dewan Keamanan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB). Dalam pengiriman misi perdamaian ini, tentara dari

Indonesia mendapat sambutan baik dari negara yang menerima. Hal ini karena tentara kita

mengembangkan sikap bersahabat dan cinta damai. Sampai saat ini, bangsa Indonesia telah

puluhan kali terlibat dalam misi perdamaian dunia di bawah bendera Perserikan Bangsa-

Bangsa (PBB).

Menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)natau United Nations

Organization (UNO)

Dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia, bangsa Indonesia ikut aktif menjadi

anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 28 September 1950 dengan nomor

anggota ke-60. Pada masa Orde Lama (Demokrasi Terpimpin), Indonesia pernah menyatakan

keluar dari keanggotaan PBB, yakni pada tanggal 7 Januari 1965. Pada saat itu, politik luar

negeri Indonesia sedang condong ke Sovyet. Akan tetapi, setelah zaman orde baru, Indonesia

kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tetap pada urutan ke-60,

karena oleh PBB Indonesia masih belum dicoret dari keanggotaan. Sebagai anggota PBB,

bangsa Indonesia aktif terus dalam usaha menciptakan perdamaian dan keamanan dunia

internasional, salah satu di antaranya ialah dengan aktifnya Indonesia dalam mengirimkan

misi perdamaian yang tergabung dalam Misi Republik Indonesia Garuda (MISIRIGA).

Page 8: Politik Luar Negeri Indonesia

Menjalin Kerja Sama dengan Negara-negara di Dunia

Politik luar negeri yang bebas dan aktif memberikan kesempatan kepada bangsa

Indonesia untuk melakukan hubungan dengan negara-negara lain di dunia. Itulah sebabnya,

sehingga bangsa Indonesia juga menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara di

dunia, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan,

tanpa membatasi diri dengan negara-negara blok barat saja atau blok timur saja.

Sebagai perwujudannya, bangsa kita menjadi anggota oragnisasi internasional. Dalam

organisasi internasional, Indonesia juga bekerja sama dalam OPEC (Organization of

Petroleum Exporting Countries =Negara-negara pengekspor minyak), Organisasi Konferensi

Islam (OKI), dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation = Kerjasama Ekonomi Negara

Asia Pasifik). Selain itu, Indonesia juga menjadi anggota organisasi internasional lainnya

2. Pelaksanaan Politik Luar Negeri pada Masa Orde Baru

Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB

Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tercatat sebagai

anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah banyak memperoleh manfaat dan bantuan dari

organisasi internasional tersebut.

Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.

1) PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto ataupun de jure kemerdekaan

Indonesia oleh dunia internasional.

2) PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah RI.

3) PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi, sosial, dan

kebudayaan.

Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu sejak Indonesia menyatakan

diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan

PBB tersebut sebagai protes atas diterimanya Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan

Keamanan PBB, sedangkan Indonesia sendiri pada saat itu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.

Akibat keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal itu jelas

sangat merugikan pihak Indonesia.

Penghentian Konfrontasi dengan Malaysia

Page 9: Politik Luar Negeri Indonesia

Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan Dwikora oleh Presiden

Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan pemerintah Orde Lama ini jelas menyimpang dari

pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif. Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia

dikembalikan lagi pada politik bebas aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan

pelaksanaan dari Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966.

Indonesia segera memulihkan hubungan dengan Malaysia yang sejak 1964 terputus.

Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil dicapai dengan ditandatangani Jakarta

Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Persetujuan normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia

merupakan hasil perundingan di Bangkok (29 Mei–1 Juni 1966). Perundingan dilakukan Wakil

Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak dan Menteri Utama/Menteri Luar

Negeri Indonesia, Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan persetujuan yang dikenal sebagai

Persetujuan Bangkok.

Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut.

1) Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi keputusan yang telah diambil

mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.

2) Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.

3) Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.

Pembentukan Organisasi ASEAN

Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau

dikenal dengan nama ASEAN. ASEAN merupakan organisasi regional yang dibentuk atas prakarsa

lima menteri luar negeri negaranegara di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar negeri tersebut

adalah Narsisco Ramos dari Filipina, Adam Malik dari Indonesia, Thanat Khoman dari Thailand, Tun

Abdul Razak dari Malaysia, dan S. Rajaratnam dari Singapura.

Penandatanganan naskah pembentukan ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1967 di

Bangkok sehingga naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi Bangkok. Syarat menjadi

anggota adalah dapat menyetujui dasar dan tujuan pembentukan ASEAN seperti yang tercantum

dalam Deklarasi ASEAN. Keanggotaan ASEAN bertambah seiring dengan banyaknya negara yang

merdeka. Brunei Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam pada

tanggal 7 Januari 1984.

Vietnam diterima menjadi anggota ASEAN ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Sementara itu,

Laos dan Myanmar bergabung dengan ASEAN pada tanggal 23 Juli 1997 dan menjadi anggota

kedelapan dan kesembilan. Kampuchea menjadi anggota ASEAN yang kesepuluh pada tanggal 30

April 1999.

Konsep ZOPFAN dan SEANWFZ

Page 10: Politik Luar Negeri Indonesia

27 November 1971 di Kuala Lumpur diadakan konferensi para menteri luar negeri ASEAN.

Konferensi menghasilkan sebuah konsep yang menghendaki agar kawasan Asia Tenggara menjadi

kawasan damai, bebas, dan netral. Konsep ini diberi nama ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and

Neutrality). Indonesia juga mengenalkan konsep SEANWFZ (South East Asian Nuclear Weapons

Free Zone) pada tahun 1983 sebagai bagian dari ZOPFAN. Konsep SEANWFZ ini sebenarnya

merupakan refleksi dari hasrat Indonesia untuk memainkan peranan yang aktif di panggung regional.

Pembentukan AFTA

Pada awalnya, AFTA merupakan usulan dari pihak Thailand. Indonesia awalnya menolak atas

ide pembentukan AFTA, namun pada akhirnya Indonesia menyetujuinya. Atas dukungan Indonesia,

AFTA kemudian menjadi usulan ASEAN, bukan lagi usulan Thailand. Dengan terbentuknya AFTA,

maka kawasan Asia Tenggara mulai memasuki era perdagangan bebas. Bagi Indonesia, terbentuknya

ACFTA membentuk peluang untuk menciptakan iklim investasi yang baik dan tentunya mendukung

proses pembangunan nasional.

Normalisasi hubungan  Indonesia dengan Republik Rakyat China (RRC)

Hubungan antara Indonesia dengan RRC membeku sejak Oktober 1967, karena RRC diyakini

berada di belakang kudeta yang dilakukan oleh PKI pada tahun 1965. Indonesia akan menormalisasi

hubungan dengan RRC jika China benar-benar bersahabat dan berhenti memberikan bantuan dan

fasilitas terhadap para mantan pimpinan PKI. Pada awal tahun 1989, Indonesia secara tiba-tiba

mengumumkan bahwa ada kemungkinan bagi Jakarta dan Beijing untuk membuka kembali hubungan

diplomatik. Keputusan normalisasi hubungan Indonesia-China tampaknya memiliki kaitan erat

dengan hasrat Presiden Soeharto dalam memainkan peranan dominan dalam politik dunia secara

umum dan wilayah Asia Pasifik secara khusus.

Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik

Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) untuk memproyeksikan

posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya Indonesia tidak setuju dengan APEC. Kekhawatiran

itu didasarkan pada ketidakmampuan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan. Kekhawatiran

lainnya adalah kehadiran APEC dapat mengikis kerja sama antara negara-negara ASEAN. Setelah

berakhirnya Perang Dingin, Indonesia mengubah pandangannya terhadap APEC. Faktor

pendorongnya antar lain adalah karena Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC selanjutnya.

Keberhasilan Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi Ketua GNB X

pada tahun 1992, setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia adalah salah satu pemimpin

internasional.

Page 11: Politik Luar Negeri Indonesia

Pasukan Indonesia ke Bosnia

Indonesia melakukan kunjungan dan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Bosnia

ketika Yugoslavia pecah dan terjadi kericuhan antara masyarakat Kristen dan Islam di Bosnia. Dalam

menghadapi kasus Perang Bosnia, Indonesia lebih menampilkan politik luar negeri yang bijak.

Dengan kata lain, Indonesia tidak menampilkan sikap politik yang terlalu berlebihan dalam

memandang persoalan internasional. Hal ini tentu menjadi posisi yang tepat dilakukan indonesia

selaku ketua GNB.

Pembentukan OPEC

Selain ASEAN, keterlibatan Indonesia dalam membetuk kondisi perekonomian global yang

stabil dan kondusif, serta memaksimalkan kepentingan nasional, Indonesia juga masuk sebagai

anggota negara-negara produsen atau penghasil minyak dalam OPEC. OPEC menjadi barometer

pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia dalam hal stabilitas perekonomian dunia.

Pada masa Soeharto, politik luar negeri Indonesia cenderung sangat kooperatif dengan negara-

negara lain, khususnya negara-negara Barat. Konsep kebangsaan atau nasionalitas diidentikkan

dengan percepatan pembangunan dengan konsep dan teknik yang diadopsi dari negara-negara luar.

Politik luar negeri Indonesia juga masih cenderung patronatif dengan kebijakan dan orientasi ideologi

liberal yang diusung dalam globalisasi. Soerharto cenderung tunduk kepada modal asing yang sangat

kuat pengaruhnya terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga. Hal ini yang membuat

Indonesia tidak memiliki kedaulatan dan otoritas untuk mengatur bangsa dan negaranya sendiri.

Kepemimpinan Soeharto secara umum mempunyai karakteristik yang berbada dengan

pendahulunya. Diparuh pertama kepemimpinannya, dia cenderung adaptif dan low profile. Dan pada

paruh terkhir kepemimpinannya, sejak 1983, Soeharto mengubah gaya kepemimpinannya menjadi

high profile. Gayanya tersebut mempengaruhi pilihan-pilihan politik luar negerinya, yang pada

kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi politik-ekonomi dan keamanan dalam negeri

Indonesia. (Wuryandari, 2008, hal. 170) Dengan nilai ingin menyejahterakan bangsa, Soeharto

mengambil gaya represif (di dalam negeri) dan akomodatif (di luar negeri).

Dalam masa kepemimpinan Soeharto, diplomasi masih digunakan sebagai instrumen politik luar

negeri yang dominan. Namun, pada masa pemerintahan Soeharto juga diterapkan diplomasi yang

bersifat koersif, artinya dalam menerapkan kebijakan Soeharto terkadang menggunakan otoritas

penuh yang dimilikinya sebagai Presiden Indonesia dengan sedikit memaksakan kepada seluruh

perangkat pelaksana politik luar negerinya (para menteri dan lembaga pemerintahan) dan kepada

seluruh rakyatnya.

Page 12: Politik Luar Negeri Indonesia

3. Pelaksanaan Politik Luar Negeri pada Masa Transisi

Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dan menyerahkan jabatannya

kepada Wakil Presiden B.J. Habibie. Setelah diumumkannya pengunduran diri Soeharto

tersebut, maka B.J. hbibie secara konstitusional dan secara sah telah menjadi Presiden baru

Indonesia mengantikan Soeharto. Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie terbilang cukup

singkat. Meskipun begitu, bukan berarti selama menjadi Presiden Indonesia beliau tidak

melakukan pemerintahan tanpa pencapaian prestasi yang berarti.

Setelah tumbangnya rezim otoriter Soeharto, Indonesia mencoba menata kembali

kehidupan masyarakat dan sistem politik, khususnya politik luar negerinya. Berbagai upaya

dilakukan untuk membangun kembali sistem ekonomi yang sempat terpuruk oleh krisis

moneter pada akhir 1990-an. Prioritas utama yang dilaksanakan adalah perbaikan ekonomi.

Program-program pembangunan ekonomi negara-negara berkembang seperti Millenium

Development Goals (MDGs), merupakan gambaran orientasi politik luar negeri Indonesia

yang sempat mencari bentuk pasca kejatuhan Soeharto. Namun, dalam perjalananannya

program MDGs ini tidak berjalan dengan baik. Politik luar negeri yang pada awalnya

ditujukkan untuk memaksimalkan kepentingan nasional masyarakat sendiri, justru hanya

menjadi alat bagi korporasi internasional untuk memasukkan kepentingannya di Indonesia.

Di tingkatan global, Indonesia juga semakin serius dalam mengusahakan perdamaian

dunia yang diwujudkan dalam kesepakatan internasional, seperti Protokol Kyoto, penempatan

pasukan perdamain di daerah konflik, hingga usaha penanganan terorisme internasional.

Namun,  semua hal itu belum merefleksikan kondisi sebenarnya dari masyarakat Indonesia

yang semakin hari, semakin tidak mandiri terhadap kedaulatan bangsa dan negaranya.

Pada awal masa pemerintahannya Habibie memang menghadapi persoalan legitimasi

cukup serius.Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden RI ke-3 memunculkan kontroversi

di kalangan masyarakat. Meskipun mendapatkan cobaan dari dalam negeri, Habibie masih

tetap berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui beragam cara. Diantaranya,

pemerintahan Habibie menghasilkan dua Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan

perlindungan atas Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, pemerintahan Habibie pun berhasil

mendorong ratifikasi empat konvensi internasional dalam masalah hak-hak pekerja.

Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa pemerintahan Habibie yang

pendek tersebut. Dengan catatan positif atas beberapa kebijakan dalam bidang HAM yang

Page 13: Politik Luar Negeri Indonesia

menjadi perhatian masyarakat internasional ini, Habibie berhasil memperoleh legitimasi yang

lebih besar dari masyarakat internasional untuk mengkompensasi minimnya legitimasi dari

kalangan domestik.

Habibie mendapatkan kembali kepercayaan dari dua institusi penting yaitu Dana

Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank). Hal ini memperlihatkan bahwa

walaupun basis legitimasi dari kalangan domestik tidak terlampau kuat, dukungan

internasional yang diperoleh melalui serangkaian kebijakan untuk membentuk image positif

kepada dunia internasional memberikan kontribusi positif bagi keberlangsungan

pemerintahan Habibie saat periode transisi menuju demokrasi.

Pemerintahan Habibie pula yang memberikan pelajaran penting bahwa kebijakan luar

negeri, sebaliknya, juga dapat memberi dampak negatif bagi kelangsungan pemerintahan

transisi. Kebijakan Habibie dalam persoalan Timor-Timur menunjukan hal ini dengan sangat

jelas. Habibie mengeluarkan pernyataan pertama mengenai isu Timor-Timur pada bulan Juni

1998 dimana ia mengajukan tawaran untuk pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk

provinsi Timor Timur. Proposal ini, oleh masyarakat internasional, dilihat sebagai

pendekatan baru. Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal

dengan menyatakan bahwa Indonesia akan memberi opsi referendum untuk mencapai solusi

final atas masalah Timor-Timur.

Aksi kekerasan yang terjadi sebelum dan setelah referendum kemudian memojokkan

pemerintahan Habibie. Legitimasi domestiknya semakin tergerus karena beberapa hal.

Pertama, Habibie dianggap tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi

referendum di Timor-Timur karena ia dianggap sebagai presiden transisional. Kedua,

kebijakan Habibie dalam isu Timor-Timur merusak hubungan antara dirinya dengan Jenderal

Wiranto, panglima TNI pada masa itu.

Habibie menjadi kehilangan legitimasi, baik dimata masyarakat internasional maupun

domestik. Di mata internasional, ia dinilai gagal mengontrol TNI, yang dalam pernyataan-

pernyataannya mendukung langkah presiden Habibie menawarkan refendum, namun di

lapangan mendukung milisi pro integrasi yang berujung pada tindakan kekerasan di Timor

Timur setelah referendum. Di mata publik domestik, Habibie juga harus menghadapi

sentimen nasionalis yang semakin menguat, terutama ketika akhirnya pasukan penjaga

perdamaian yang dipimpin oleh Australia masuk ke Timor-Timur. Sebagai akibatnya,

Page 14: Politik Luar Negeri Indonesia

peluang Habibie untuk memenangi pemilihan presiden pada bulan September 1999 hilang.

Sebaliknya, citra TNI sebagai penjaga kedaulatan teritorial kembali menguat. Padahal

sebelumnya, peran politik TNI menjadi sasaran kritik kekuatan pro demokrasi segera setelah

jatuhnya Suharto pada bulan Mei 1998.

Sejak 1998 Indonesia mengalami keterpurukan yang luar biasa dalam berbagai dimensi,

serta menjadi penyebab bangsa Indonesia terpuruk pula dalam konstelasi politik

internasional. Lepasnya Timor-Timur, kekalahan diplomasi Sipadan dan Ligitan, serta

“hilangnya” wibawa Indonesia di mata negara-negara tetangga (seperti Australia, Singapura,

dan Malaysia) merupakan beberapa persoalan yang sempat dihadapi bangsa Indonesia, di

tengah krisis ekonomi (sebagai imbas krisis moneter Asia tahun 1997) dan carut-marut politik

di era reformasi. (Wuryandari, 2008, hal. 175)

Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh Presiden Habibie adalah dibangunnya

Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang bertujuan untuk mengakselerasi

pembangunan nasional. Dengan dibangunnya IPTN ini, dunia bidang teknologi terutama

dalam bidang teknologi, khususnya teknologi penerbangan.

Instrumen politik luar negeri yang digunakan pada masa pemerintahan Presiden

Habibie adalah diplomasi. Di era Habibie, kepentingan nasional dalam dunia diplomasi lebih

merrujuk ke upaya pemulihan ekonomi. Diplomasi juga digunakan oleh Habibie guna

menarik perhatian dunia internsional dan mendapatkan dukungan internasional untuk

mengukuhkan legitimasinya sebagai presiden transisional. Diplomasi juga digunakan oleh

Habibie untuk menarik perhatian publik domestik agar legitimasinya sebagai Presiden diakui.

4. Pelaksanaan Politik Luar Negeri pada Masa Reformasi

A. Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid naik menjadi Presiden Indonesia yang keempat pada tahun 1999. Ia dikenal

sebagai sosok yang sangat liberal dalam berpikir, kayak akan ide dan kental dengan suasana informal

dan santai namun mempunya visi dan tujuan tertentu. Ia cenderung mengagregasikan aspirasi dari

Page 15: Politik Luar Negeri Indonesia

setiap kepentingan untuk kemudian diwujudkan dalam suatu kebijakan yang akomodatif bagi semua

pihak.

Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur termasuk salah satu presiden Indonesia

yang paling sering melakukan kunjungan ke luar negeri dengan tujuan untuk memulihkan nama baik

Indonesia sekaligus berdiplomasi meminta bantuan dan dukungan luar negeri. Hal ini menuai cukup

banyak kritikan karena dianggap merupakan tindak pemborosan walaupun tujuannya memang untuk

membuka jalur investasi asing untuk Indonesia. Profil Gus Dur banyak dinilai controversial dan

mengarahkan politik luar negeri Indonesia ke arah yang high profile kembali. Salah satu niatan Gus

Dur yang paling controversial ialah rencananya untuk membuka hubungan dagang dengan dengan

Israel. Rencana ini kemudian dibatalkan karena banyaknya kecaman dan penolakan dari dalam negeri.

Secara umum, kepentingan nasional yang ditekankan pada masa kepemimpinan Gus Dur ialah

perbaikan ekonomi nasional, stabilitas politik dan keamanan melalui diplomasi. Hal ini ditegaskan

Gus Dur dalam pidatonya di depan MPR pada tanggal 7 Agustus 2000[1]. Kepentingan ini kemudian

dipenuhi melalui instrument investasi swasta, diplomasi bantuan luar negeri, perdagangan bebas,

dukungan internasional, otonomi regional dan sistem politik demokratis. Instrument ini diterapkan

dalam ranah global sehingga diharapkan bantuan dan perbaikan citra Indonesia berjalan bersamaan[2].

Keberhasilan yang berhasil diraih Gus Dur dalam sektor politik luar negeri ialah perbaikan citra

Indonesia sehingga investasi asing pun dapat mengalir membantu perekonomian Indonesia yang

masih terseok akibat krisis. Kebanyakan keberhasilan Gus Dur lebih berpusat pada pengelolaan

konflik melalui agregasi kepentingan yang baik. Namun dengan kepemimpinan yang banyak

dianggap menyimpang, Gus Dur tidak sempat menghasilkan catatan keberhasilan lebih banyak dari

apa yang telah direncanakan.

Berikut sejumlah hambatan yang muncul pada era kepemimpinan Gus Dur:

1. Transisi demokrasi menyebabkan ketidakstabilan politik

2. Perekonomian masih belum bangkit dari krisis

3. Konflik horizontal dan vertical semakin bermunculan dan mengancam keamanan nasional

4. Kurangnya kepercayaan internasional terhadap citra Indonesia yang memburuk

5. Kurangnya dukungan dari dalam negeri terhadap kebijakan yang diambil Gus Dur

Page 16: Politik Luar Negeri Indonesia

6. Transisi politik dan demokrasi menyebabkan kepercayaan terhadap pemerintah dari rakyat

masih minim

B. Megawati Soekarnoputri

Setelah Gus Dur diturunkan dari jabatan Presiden RI dengan kurang hormat, Megawati yang

pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden naik menggantikan posisi Gus Dur sebagai Presiden RI

yang kelima. Megawati mewarisi kondisi domestic Indonesia yang kacau dan kondisi hubungan luar

negeri Indonesia yang minim kepercayaan internasional. Megawati dalam memimpin banyak

mengambil kebijakan yang berorientasi kanan yang ditandai dengan dijadikannya Amerika Serikat

sebagai negara non-Asia pertama yang dikunjungi Megawati[3]. Selanjutnya, Megawati banyak

melakukan kunjungan luar negeri sebagai bentuk kelanjutan usaha-usaha pendahulunya untuk

mencari dukungan dan kerjasama luar negeri.

Kebijakan luar negeri Megawati yang menarik adalah kerjasama dengan Rusia melalui

pembelian pesawat Sukhoi. Kebijakan yang lain adalah pemutusan hubungan dengan International

Monetary Fund (IMF)[4]. Dalam kedua hal tersebut, terbukti bahwa Megawati mereduksi

kecenderungannya pada Barat dan berusaha bertindak netral. Meskipun demikian banyak yang

menyebut era kepemimpinan Megwati seperti mendayung yang menabrak karang terus menerus.

Hutang Indonesia pada saat itu masih belum bisa tertanggulangi dengan baik. Megawat menjalankan

strategi poltik luar negeri yang cenderung low profile.

Pada masa Megawati ini, terjadi peristiwa Bom Bali yang menjadi ujian bagi politik luar negeri

Indonesia. Semenjak peristiwa tersebut, isu terorisme menjadi perhatian Indonesia di forum

internasional dan lagi- lagi mencoreng citra baik yang sedang dibangun Indonesia. Akan tetapi berkat

kepiawaian Departemen Luar Negeri yang saat itu menjabat, maka permasalahan ini tidak berdampak

sangat serius terhadap hubungan internasional Indonesia. Sayangnya, di tengah-tengah usaha untuk

membangun kembali diplomasi Indonesia, justru terjadi kegagalan diplomasi terkait sengketa pulau

Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia yang berakibat terhadap lepasnya kedua pulau out dari NKRI.

Secara umum dapat dilihat bahwa kepentingan nasional Indonesia pada era Megawati masih

seputar menjaga stabilitas ekonomi, politik dan pertahanan serta keamanan. Di sisi lain, perjuangan

untuk memulihkan citra baik Indonesia di mata internasional masih terus dilakukan melalui diplomasi

untuk bantuan dan dukungan asing, investasi sektor swasta, perdagangan bebas, promosi sistem

politik yang demokratis dan otonomi kekuatan regional. Pada masa tersebut, Megawati memusatkan

perhatian politik luar negeri Indonesia pada wilayah regional terlebih dahulu.

Page 17: Politik Luar Negeri Indonesia

Pada periode pemerintahan Megawati, Indonesia sedang berada dalam tahap pembentukan sistem

politik nasional yang lebih mapan dan pola pemerintahan mulai terlaksana secara desentralisasi.

Dengan demikian, demokrasi yang diterapkan sedikit demi sedikit telah memunculkan petanda yang

baik. Komitmen yang kuat dalam era Megawati untuk dapat mengembalikan kepercayaan diri

Indonesia di mata dunia membuahkan hasil dengan mulai aktifnya kembali hubungan diplomasi

Indonesia dengan negara- negara lain. Selain itu, Megawati juga berhasil mengelola konflik yang

terjadi baik secara horizontal maupun vertical sehingga tidak memarah lebih jauh. Perekonomian

Indonesia juga sudah menglami perbaikan secara infrastruktur dan kasus- kasus KKN mulai

mengalami pengusutan. Secara keseluruhan, keberhasilan Megawati lebih terkait pada pengelolaan

konflik domestic.

Hambatan yang mewarnai kepemimpinan Megawati kurang lebih sama dengan yang sebelum-

sebelumnya, yaitu instabilitas ekonomi, politik, keamanan dan kurangnya kepercayaan dunia

internasional  terhadap kondisi Indonesia. Hanya saja pada era Megawati, terjadi konflik terorisme

yang menambah daftar masalah keamanan negara yang perlu segera ditangani agar bisa membantu

perbaikan diplomasi dan hubungan luar negeri Indonesia.

A. Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo bambang Yudhoyono atau yang sering disebut SBY naik pertama kali menjadi Presiden

RI pada pemilu tahun 2004. Kemudian pada pemilu tahun 2009, beliau kembali terpilih dan menjabat

sebagai Presiden RI.

Dalam seminar yang bertajuk ‘Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Pemerintahan Presiden

SBY’ disampaikan mengenai konteks politik luar negeri RI yang menyangkut aspek domestik dan

aspek kawasan. Dalam aspek domestik termasuk pula mengenai reformasi dan demokrasi. Semakin

stabil dan terkonsolidasi demokrasi di Indonesia, maka akan semakin terbukanya kesempatan

tumbuhnya Islam berdampingan dengan modernitas. Demokrasi yang berhasil di Indonesia akan

memicu demokrasi di negara- negara lain pula. Demokratisasi dalam politik luar negeri RI digalakkan

melalui peran DPR RI dan juga melalui civitas akademika serta seluruh anggota masyarakat. Dalam

hal ini perlu dicatat bahwa SBY mendapat keuntungan karena kondisi ekonomi dan politik saat ia

terpilih sudah cenderung stabil.

Dalam masa pemerintahannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kepesatan dan

menjadi sorotan di mata internasional. Dalam konteks regionalisme, Indonesia telah menjadi salah

satu bukti kebangkitan negara- negara Asia, konstelasi negara G- 20 dan ASEAN sebagai poros utama

kawasan. Sebagai bukti bahwa kini Indonesia dipandang aman oleh pihak internasional ialah bahwa

Page 18: Politik Luar Negeri Indonesia

Indonesia pada tahun 2011 lalu berhasil menjadi tuan rumah bagi East Asia Summit (KTT Asia

Timur) yang menjembatani kepentingan negara- negara Asia Timur dan Asia Tenggara.

Saat ini dengan adanya perubahan hubungan dengan negara- negara barat dan perubahan dengan

negara- negara komunis maupun mantan komunis, maka terdapat pula perubahan isu- isu yang

menjadi konsentrasi utama. Pemerintah Indonesia kini mengarahkan politik luar negerinya kepada

isu- isu demokrasi, HAM, lingkungan hidup, ketahanan pangan, krisis energi dan krisis utang di

Eropa.

Pendekatan politik luar negeri yang dilakukan oleh Presiden SBY memiliki beberapa ciri sebagai

berikut:

· Opportunity Driven, yaitu mendayagunakan segala kesempatan yang ada secara optimal.

· Win Win Solution, yaitu memberikan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.

· Constructive, yaitu bahwa Indonesia akan berperan dalam kegiatan- kegiatan yang mendorong

terciptanya kestabilan regional.

· Rasional dan Pragmatis, yaitu menggunakan rasio dalam berpikir dan perimbangan keputusan

serta berpikir secara pragmatis atau manfaat.

·Soft Power, yaitu mengandalkan dan mempelajari cara- cara halus dalam melakukan diplomasi

seperti yang dilakukan di negara- negara Canada, Norwegia dan Australia.

·Personal, yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap pemimpin tiap- tiap negara untuk mengamil

hati dan menjalin persahabatan.

Dengan pendekatan yang dianut tersebut, maka Presiden SBY menerapkan politik luar negeri

yang konstruktif untuk membangun stabilitas nasional dan internasional dengan membawa semboyan

All Directions Foreign Policy (Politik luar negeri ke segala arah). Hal ini berarti bahwa Indonesia

tidak hanya memihak ke satu pihak saja, sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

Selain itu, Indonesia juga menganut paham A Million Friends, Zero Enemy yang artinya merangkul

sebanyak- banyaknya kawan dengan menggunakan soft power sehingga meminimalisir kemungkinan

adanya musuh. Harapan- harapan terhadap politik luar negeri Indonesia dibangun dengan sistem

bridge builder, consessus builder dan resolusi conflict. Dapat dilihat dari penjabaran di atas, bahwa di

bawah kepemimpinan SBY politik luar negeri Inddonesia kembali tampil high profile tetapi

konsisten.

Page 19: Politik Luar Negeri Indonesia

Kepentingan nasional yang diutamakan lebih kepada mengelola integritas nasional, pengelolaan

konflik dan citra baik Indonesia agar terjamin hubungan internasional yang tetap lancar. Instrumen-

instrumen yang digunakan Indonesia dalam melaksanakan politik luar negeri antara lain ialah

partisipasi Indonesia dalam forum- forum kawasan maupun internasional seperti ASEAN, PBB, G-20,

APEC, ASEM maupun WTO. Di samping itu kunjungan kenegaraaan beragai kepala negara asing ke

Indonesia juga mencitrakan semakin bertumbuhnya kepercayaan internasional terhadap Indonesia dan

semakin banyak hubungan bilateral yang mampu dijalin pemerintah Indonesia dengan luar negeri.

Instrumen lain yang digunakan ialah perdagangan internasional, investasi swasta, dukungan

internasional dan intstrumen- instrument multidimensi lainnya yang bisa mendukung tercapainya

kepentingan nasional Indonesia.

Dampak dan realisasi dari berbagai bentuk kebijakan politik luar negeri terseut ialah bahwa saat

ini Indonesia merupakan poros kekuatan ASEAN dan menjadi Co- Chair pada New Asia- Africa

Strategic Partnership. Selain itu, dialog intensif yang terjalin dengan negara- negara tetangga seperti

Malaysia, Singapura dan Australia juga membuka lebih mudahnya terjadi perlindungan hukum agi

warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Perbaikan citra Indonesia sebagai negeri yang

damai, indah dan kaya budaya juga mampu memberi sumbangsihnya tersendiri terutama dalam

bidang kepariwisataan.

Kemajuan yang pesat pada era politik luar negeri SBY diindikatori dengan banyaknya investasi

yang masuk dan jalinan kerjasama antara Indonesia dan negara- negara tetangga. Selain itu, konflik

separatism di Aceh berhasil diselesaikan dan konflik- konflik lain pun berhasil diredam. Saat ini

Indonesia menjadi salah satu pusat kekuatan di Asia Tenggara yang sedang terus- menerus tumbuh.

Meskipun demikian terdapat kritik bahwa pola kebijakan luar negeri SBY cenderung aktif tanpa

benar- benar bebas dari keberpihakan terhadap blok manapun.

Hambatan dalam politik luar negeri Indonesia saat ini merupakan hambatan multidimensi berupa

konflik horizontal maupun cultural yang bisa memecah persatuan dan kesatua Indonesia. Selain itu

permasalahan terorisme sampai saat ini masih menggantung dan belum terselesaikan dengan baik. Hal

ini ditambah pula dengan infrastruktur domestic yang belum sepenuhnya memenuhi kualitas yang

diperlukan.

BAB IV

PENUTUP

Page 20: Politik Luar Negeri Indonesia

Politik luar negeri merupakan fornulasi antara kepentingan domestik dengan keadaan konstelasi politik internasional. Bukan hanya berdasarkan pada kepentingan nasional suatu negara, melainkan politik luar negeri juga harus mempertimbangkan keadaan dunia. Dalam pembahasan kali ini, aktor intelektual memiliki peranan sangat penting dalam menentukan arah kebijakan politik luar negeri negara tersebut.

Dalam kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia, setiap Presiden menghadapi keadaan yang berbeda-beda pada saat memerintah, baik dari domestik maupun dari konstelasi politik global. Meskipun strategi penerapan kebijakan dari masing-masing Presiden memiliki karakteristik tersendiri, mereka tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Penafsiran bebas dan aktif inilah yang disesuaikan dengan keadaan domestik dan konstelasi politik global pada saat itu.

Instrumen politik luar negeri yang dominan digunakan oleh masing-masing Presiden Indonesia pada masing-masing periode adalah diplomasi. Sebab, tujun nasional Indonesia utamanya adalah menjaga hubungan baik dengan negara-negara di dunia. Dan diplomasi merupakan instrumen yang paling cocok digunakan dalam menjalankan strategi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.

Jadi, aktor sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan luar negeri suatu negara. Karakteristik dari sang aktor juga akan mempengaruhi sifat dari kebijakan yang akan diterapkan. Instrumen politik yang paling dominan digunakan oleh para pemimpin Indonesia adalah diplomasi.