bab 8 pemantapan politik luar negeri dan … filepolitik luar negeri indonesia yang didasarkan pada...

23
BAB 8 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Selama periode 2004 – 2009, perjalanan politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya memperkuat dan memperluas pemahaman tentang identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. Proses demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia secara konsisten telah mengundang banyak simpati, dukungan, dan kepercayaan internasional sehingga dapat menjadi modal penting bagi diplomasi internasional Indonesia. Dampak positif dari situasi tersebut adalah bahwa masyarakat Indonesia lebih dapat dipercaya karena mampu berdemokrasi. Politik luar negeri Indonesia yang didasarkan pada prinsip bebas dan aktif merupakan modal Indonesia dengan interpretasi tidak lagi mendayung di antara dua karang (rowing between two reefs) tetapi berlayar di samudera yang bergejolak (navigating in turbulent ocean). Interpretasi baru tersebut diarahkan untuk menciptakan constructive mindset yang mampu merespons isu-isu yang kompleks dan berfokus pada upaya membangun konektivitas. Interpretasi baru ini menekankan pada diplomasi total, prinsip intermestik dan penggunaan soft power. Salah satu kecenderungan positif pergeseran itu yang patut dicatat adalah adaptasi sikap unilateralisme Amerika Serikat dan sekutu terdekatnya terhadap kultur baru komunitas global yang menyodorkan alternatif penguatan soft power dalam setiap conflict resolution.

Upload: lamque

Post on 30-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 8 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN

PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Selama periode 2004 – 2009, perjalanan politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya memperkuat dan memperluas pemahaman tentang identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. Proses demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia secara konsisten telah mengundang banyak simpati, dukungan, dan kepercayaan internasional sehingga dapat menjadi modal penting bagi diplomasi internasional Indonesia. Dampak positif dari situasi tersebut adalah bahwa masyarakat Indonesia lebih dapat dipercaya karena mampu berdemokrasi.

Politik luar negeri Indonesia yang didasarkan pada prinsip bebas dan aktif merupakan modal Indonesia dengan interpretasi tidak lagi mendayung di antara dua karang (rowing between two reefs) tetapi berlayar di samudera yang bergejolak (navigating in turbulent ocean). Interpretasi baru tersebut diarahkan untuk menciptakan constructive mindset yang mampu merespons isu-isu yang kompleks dan berfokus pada upaya membangun konektivitas. Interpretasi baru ini menekankan pada diplomasi total, prinsip intermestik dan penggunaan soft power. Salah satu kecenderungan positif pergeseran itu yang patut dicatat adalah adaptasi sikap unilateralisme Amerika Serikat dan sekutu terdekatnya terhadap kultur baru komunitas global yang menyodorkan alternatif penguatan soft power dalam setiap conflict resolution.

08 - 2

Pelaksanaan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama internasional senantiasa ditujukan untuk mengoptimalkan pencapaian kepentingan nasional melalui berbagai forum kerjasama baik bilateral, regional maupun multilateral. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa terkait dengan sifat interaksi hubungan baik antarnegara, maupun antar negara dengan aktor non-negara senantiasa diwarnai dengan berbagai ketidakpastian dan permasalahan yang harus dihadapi, terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan domestik ataupun internasional yang terjadi dengan sangat cepat.

Krisis multidimensi yang terjadi sejak tahun 2008 masih dirasakan dampaknya hingga tahun 2009. Pemulihan ekonomi masih menjadi fokus dan mendominasi pembahasan kerjasama baik dalam lingkup bilateral, regional dan internasional. Indonesia terbukti cukup tangguh dalam mempertahankan pertumbuhan ekonominya walaupun tetap mengalami perlambatan. Faktor lain yang turut mempengaruhi konstelasi dan equilibrium politik global saat ini adalah munculnya kekuatan-kekuatan baru di kawasan yang menjadi penyeimbang pengaruh Amerika Serikat seperti Uni Eropa, India, China dan Jepang.

Terlepas dari kesulitan ekonomi dunia, publik Indonesia berharap dapat membayangkan peran penting instrumen diplomasi dalam memberi kontribusi terhadap perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, implementasi kebijakan luar negeri menjadi bagian vital dari rekonstruksi ekonomi yang hendak dibangun Indonesia dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan baik kemakmuran maupun kesejahteran pada masyarakat Indonesia.

Selain itu, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala dalam mengembangkan hubungan dan kerja sama bilateral di bidang ekonomi, perdagangan, investasi dan pariwisata. Kendala tersebut antara lain rendahnya daya saing produk-produk perdagangan Indonesia, kurangnya promosi potensi Indonesia dan pertukaran informasi dengan negara-negara mitra yang menyebabkan potensi Indonesia dan masing-masing negara mitra kurang teridentifikasi dengan baik.

08 - 3

Dalam bidang keamanan nasional, Indonesia masih menghadapi potensi tantangan dengan masih mencuatnya isu-isu separatisme dalam konteks Papua di media internasional. Indonesia masih harus memperkuat dukungan atas kedaulatan dan keutuhan NKRI melalui pendekatan yang tepat dengan memanfaatkan kerjasama yang telah terjalin selama ini. Sebagai contoh adalah munculnya isu-isu separatisme dalam Pacific Islands Forum (PIF).

Dalam bidang pemberantasan aksi terorisme di kawasan Asia Tenggara yang memerlukan penanganan bersama seluruh negara anggota ASEAN, Indonesia tetap berupaya menghormati HAM dan kemanusiaan tidak hanya kepada korban tetapi juga pelaku dengan disepakatinya ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina tanggal 13 Januari 2007. Sebagai bentuk pengakuan akan keberhasilan Indonesia mengatasi masalah terorisme yang menjadi referensi bagi negara-negara ASEAN lainnya dalam penanganan masalah kejahatan lintas negara, upaya penegakan hukum di Indonesia melalui program rehabilitasi baik bagi pelaku maupun yang terkait dengan aksi terorisme telah diakui dan masuk dalam konvensi tersebut.

Pengakuan ini sesungguhnya merupakan penghargaan sekaligus tantangan bagi Indonesia, terutama terkait dengan aksi terorisme yang terjadi di Jakarta pada Jumat, 17 Juli 2009, berupa peledakan bom di hotel J.W. Marriot dan Ritz-Carlton.

Terkait dengan situasi keamanan internasional, situasi di beberapa kawasan seperti Palestina, Korea Utara, dan Myanmar masih merupakan permasalahan prioritas yang perlu mendapatkan perhatian. Sementara itu, dalam konteks bilateral, masih terdapat beberapa isu terkait penyelesaian masalah perbatasan yang masih berada dalam proses perundingan dengan 10 (sepuluh) negara yang berbatasan baik darat maupun maritim dengan Indonesia. Indonesia juga terus melakukan perundingan perbatasan dengan Malaysia di sektor maritim dan perbatasan darat, khususnya berkenaan dengan Outsanding Border Problems (OBP).

08 - 4

Pada tataran domestik, permasalahan yang terkait dengan isu perlindungan dan pelayanan WNI dan BHI diperkirakan masih akan mengemuka. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan meningkatkan kualitas pelayanan, perlindungan dan penanganan kasus secara lebih baik dengan pendekatan “kepedulian dan keberpihakan”.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-

HASIL YANG DICAPAI

Kiprah diplomasi Indonesia sejak tahun 2004 hingga 2009 terus menunjukkan penguatan. Secara umum, hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik sebagai lingkaran utama dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia berlangsung dinamis yang ditandai dengan tingginya intensitas kunjungan antar para pejabat negara yang telah menghasilkan berbagai kesepakatan.

Meskipun hubungan Indonesia-Malaysia diwarnai dengan beberapa isu yang dinilai dapat menganggu hubungan kedua negara, seperti isu TKI, perbatasan darat dan maritim, pembalakan liar, perdagangan manusia dan pengakuan kepemilikan hak kekayaan seni dan budaya asli Indonesia oleh Malaysia, namun hubungan kedua negara tetap terpelihara dengan baik. Dalam Konsultasi Tahunan Indonesia-Malaysia ke-6 di Jakarta tanggal 17 Maret 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Abdullah Ahmad Badawi telah membahas berbagai permasalahan dan upaya peningkatan kerjasama antara kedua negara melalui laporan akhir dan rekomendasi kegiatan Eminent Persons Group (EPG) Indonesia – Malaysia yang meliputi kerjasama di berbagai bidang yang dinilai strategis bagi peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia, khususnya peningkatan di bidang people-to-people contact, penanganan masalah TKI serta penguatan kerjasama di bidang perdagangan, investasi, pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata.

Dalam upaya penanganan TKI di Malaysia, kedua negara tengah menjajaki disepakatinya Mandatory Consular Notification (MCN) dan revisi MoU tahun 2006 dalam upaya meningkatkan

08 - 5

perlindungan WNI dan khususnya TKI di luar negeri. Sementara itu, terkait masalah perbatasan, isu Ambalat kembali mengemuka di tahun 2009 setelah kapal patroli Malaysia melintasi wilayah perairan Indonesia. Dalam upaya penyelesaian masalah perbatasan, Indonesia berkomitmen untuk mengedepankan diplomasi dan bukan gunboat diplomacy.

Hubungan Indonesia-Filipina semakin erat dengan dimintanya Indonesia menjadi Ketua Peace Committee bagi penyelesaian masalah Filipina Selatan yang tidak hanya penting bagi pemerintah dan rakyat Filipina, tetapi juga bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, yang menginginkan kawasan Asia Tenggara dalam kondisi damai dan aman, serta terus berlanjutnya pembangunan untuk kesejahteraan rakyat di negara-negara anggota ASEAN. Selain itu, terkait dengan penyelesaian perundingan batas maritim Indonesia-Filipina yang sempat tertunda, kedua negara telah menyatakan kesiapan untuk memulai kembali perundingan menentukan garis batas laut kedua negara.

Kemajuan yang positif juga terlihat dalam hubungan bilateral Indonesia-Singapura yang secara konstruktif berjalan ke arah pengembangan sektor-sektor kerjasama baru yang saling menguntungkan serta berjalannya proses penyelesaian beberapa outstanding issues. Beberapa outstanding issues yang berhasil diselesaikan, antara lain, adalah ditandatanganinya Perjanjian Batas Maritim Segmen Barat oleh Menteri Luar Negeri kedua negara pada tanggal 10 Maret 2009 di Jakarta yang merupakan hasil dari delapan putaran perundingan batas maritim yang telah dilakukan sejak tahun 2005.

Dalam konteks hubungan bilateral Indonesia-Thailand terus diupayakan penyelesaian masalah separatisme di Thailand Selatan, sedangkan hubungan bilateral Indonesia-RRC sebagai salah satu negara besar di kawasan terus mengalami kemajuan. Setelah ditandatanganinya Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-RRC pada tahun 2005, kedua negara sepakat untuk membentuk Plan of Action (PoA) Deklarasi Kemitraan Strategis sebagai acuan dan road map dalam mengimplementasikan secara konkret Deklarasi Bersama tersebut. Selain itu, Presiden Hu Jintao dalam pertemuannya dengan

08 - 6

Presiden Indonesia di sela-sela KTT ASEM ke-7 di Beijing pada 23 Oktober 2008 menyampaikan komitmen RRC untuk meneruskan investasinya, khususnya di bidang infrastruktur pada proyek-proyek pembangunan jembatan Suramadu dan bendungan Jatigede, berkomitmen untuk terus menyediakan concessional loans dan akan mendorong perusahaan-perusahaan RRC yang berkualitas untuk berinvestasi di Indonesia.

Sebagaimana yang telah dilakukan selama ini, Indonesia senantiasa memberikan dukungan kepada Myanmar dalam menerapkan 7 steps roadmap to democracy, khususnya dorongan untuk mencapai rekonsiliasi nasional agar Pemilu 2010 dapat menjadi Pemilu yang adil dan inklusif. Selain itu, peran signifikan Indonesia kepada Myanmar adalah dalam upaya masyarakat internasional membantu penanganan pasca bencana Topan Nargis pada Mei 2008 dan memberikan bantuan sebesar satu juta dolar AS kepada Pemerintah Myanmar.

Pada tahun 2009, Indonesia-Vietnam tengah menjajagi kemungkinan dimulainya perundingan perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) guna memberikan kepastian hukum terhadap batas wilayah ZEE kedua negara, menunjang kerjasama perikanan, dan penegakan hukum dalam menanggulangi dan memberantas illegal, uncontrolled and unregulated fishing. Sementara itu, hubungan Indonesia-Kamboja difokuskan pada prinsip-prinsip kemitraan, proporsionalitas dan saling menguntungkan. Kedua negara telah menyepakati pembentukan Komisi Bersama Indonesia-Kamboja pada tanggal 18 Februari 1997. Dalam konteks hubungan Indonesia-Laos, Indonesia telah memberikan bantuan berupa traktor tangan kepada Laos dan telah menandatangani MoU kerjasama pertanian antara Indonesia-Laos pada bulan Januari 2009. Kerjasama Indonesia-Mongolia semakin meningkat dengan penyerahan draft MoU kerjasama energi pertambangan antara kedua negara oleh Pemerintah Mongolia.

Hubungan kerjasama Indonesia-Jepang secara umum mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 Indonesia dan Jepang telah menandatangani dokumen kesepakatan kerjasama bilateral di bidang ekonomi, yakni Indonesia–Japan Economic Partnership Agreement

08 - 7

(IJEPA). Dalam kerangka kesepakatan IJEPA, pada tanggal 19 Mei 2008 telah ditandatangani MoU implementasi pengiriman perawat dan perawat lansia oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Japan International Cooperation Welfare Society (JICWELS). Selama ini Jepang juga banyak mendukung Indonesia dengan adanya komitmen memberikan bantuan baik berupa pinjaman maupun hibah untuk mendorong pembangunan di Indonesia, sedangkan dalam rangka sister city/province, saat ini terdapat 6 sister city/province arrangements yang telah dikukuhkan dengan MoU yaitu Jakarta-Tokyo, Yogyakarta-Kyoto, Surabaya-Kochi, Medan-Ichikawa, Jawa Timur-Osaka Prefecture dan Irian Jaya-Yamagata Prefecture.

Perkembangan hubungan Indonesia-Korea Selatan berjalan sangat baik terbukti dari terealisasikan berbagai kesepakatan kerjasama baru seperti kerjasama pemberantasan korupsi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Anti Corruption and Civil Right Commission (ACRC), serta pembelian pesawat jenis CN 235 dari Indonesia dan diharapkan akan terus berlanjut.

Sementara itu, hubungan kerjasama Indonesia-Australia di berbagai bidang semakin meningkat ditandai dengan ditandatanganinya Plan of Action for the implementation of the Agreement between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation dari Lombok Treaty, di bidang pencegahan kejahatan transnasional di antaranya melalui kerjasama dalam kerangka Bali Regional Ministerial Conference on People Smuggling, Trafficking in Person and Related Transnational Crime (Bali Process), dan di bidang kerjasama pembangunan Indonesia-Australia ke depan telah tertuang pada Country Strategy Framework (CSF) 2008-2013. Dalam Bali Process tersebut turut pula dibahas kasus pengungsi Rohingya bersama dengan kasus-kasus lain semacam yang melibatkan warga Sri Langka dan Afghanistan terutama untuk menghasilkan berbagai upaya inovatif dalam penanganan penyelundupan dan perdagangan manusia.

Terkait dengan pemulangan 43 pencari suaka asal Papua, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Luar Negeri RI

08 - 8

menyampaikan nota protes dan sikap kecewa Indonesia atas sikap Australia yang menerima para pencari suaka asal Papua tersebut.

Sementara itu, hubungan bilateral Indonesia-Selandia Baru menunjukkan peningkatan berarti melalui kerjasama bidang ekonomi dan perdagangan, dan dukungan terhadap program-program yang dilaksanakan dalam kerangka Bali Democracy Forum (BDF).

Dalam rangka menyelesaikan masalah residual Indonesia-Timor Leste, kedua negara telah membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) pada Maret 2005 dan telah menyampaikan laporan akhir serta rekomendasinya kepada Kepala Negara/Pemerintahan kedua negara pada 15 Juli 2008.

Sejak dibukanya hubungan diplomatik Indonesia-Papua New Guinea (PNG), kedua negara terus melakukan konsultasi melalui berbagai pertemuan yang dilaksanakan seperti Border Liaison Officer Meeting (BLOM), Joint Border Committee (JBC) dan Joint Ministerial Commision (JMC). Dalam hal penghormatan pada kedaulatan bangsa dan integritas NKRI, Pemerintah PNG selalu menunjukkan dukungannya terhadap Indonesia yang ditunjukkan baik dalam forum-forum internasional seperti di PBB dan seluruh badan di bawahnya (subsidiary organ), maupun organisasi regional seperti Pacific Island Forum (PIF), Melanesian Spearhead Group (MSG) dan LSM-LSM simpatisan OPM.

Demikian pula dengan negara-negara sahabat lainnya, hubungan Indonesia dengan negara-negara kawasan Pasifik selatan, kawasan Asia Selatan dan Tengah, Pakistan, Bangladesh, Iran dan Azerbaijan mengalami kemajuan yang signifikan. Hubungan Indonesia dengan negara-negara sahabat di kawasan Afrika juga berkembang semakin baik, sebagaimana juga hubungan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya dengan negara-negara kawasan Asia Pasifik yang ditujukan bagi pencapaian kepentingan nasional. Hubungan bilateral Indonesia dengan kawasan Amerika, Amerika Latin, dan Eropa terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Dalam mendukung proses perdamaian di Timur Tengah dan mendorong berdirinya sebuah negara Palestina yang bebas merdeka

08 - 9

dengan ibukota di Yerusalem Timur dan hidup secara damai berdampingan dengan negara tetangga lainnya sesuai dengan Annapolis Conference 2007 yang mentargetkan pencapaian two-state solution, Indonesia mendukung perlunya penyelesaian secara permanen status kota Yerusalem mengingat arti penting kota tersebut bagi tiga agama samawi. Pada saat pelaksanaan the International Conference in Support of the Palestinian Economy for the Reconstruction of Gaza pada 2 Maret 2009 yang baru lalu di Mesir, Indonesia berkomitmen untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan dengan fokus terutama pada bidang kesehatan, pembangunan infrastruktur serta tawaran berbagi pengalaman dan konsultasi dalam hal managing the disaster, sebagaimana yang telah berhasil dilakukan saat menangani kerusakan/korban bencana akibat Tsunami melalui Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR). Indonesia mengusulkan pembentukan satu badan serupa BRR dengan otoritas yang memadai serta dukungan dari semua pihak terkait. Sebagai tindak lanjut dari komitmen Indonesia terhadap Palestina tersebut, Pemerintah Indonesia hingga saat ini tengah mempersiapkan pengiriman Fact-finding Team ke Gaza untuk menelaah kebutuhan warga Palestina di lapangan sehingga penyaluran bantuan untuk Palestina dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pemerintah Indonesia bersama-sama sejumlah LSM kemanusiaan nasional juga tengah merencanakan rehabilitasi rumah sakit di kawasan sekitar Gaza. Rencana pengiriman team di atas hingga saat ini masih menunggu kondusifnya situasi dan kondisi di lapangan sebagaimana secara rutin dilaporkan oleh Pemerintah Mesir.

Dalam penyelesaian masalah Irak, Indonesia siap membantu dan memberikan kontribusi terhadap masalah Irak. Indonesia juga menegaskan kembali dukungan bagi kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan, dan keutuhan wilayah Irak serta prinsip non-interference terhadap masalah dalam negeri Irak. Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk membantu Irak memulihkan situasi dan kondisi menuju kemandirian dalam proses pembangunan kembali (rebuilding) antara lain melalui rencana upaya peningkatan hubungan kerjasama ekonomi perdagangan kedua negara.

08 - 10

Perkembangan situasi di Lebanon merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kestabilan politik dan keamanan di wilayah Timur Tengah secara keseluruhan. Atas permintaan PBB, Pemerintah Indonesia telah mengirimkan pasukannya untuk bergabung di bawah UNIFIL, yakni Kontingen Garuda. Indonesia akan menambah pasukannya di Lebanon dalam pasukan perdamaian PBB UNIFIL sebagai bagian dari proyeksi partisipasi pasukan Indonesia yang menargetkan keterlibatan 2000 pasukan Indonesia dalam berbagai pasukan perdamaian PBB pada akhir tahun 2009. Indonesia mendukung pembukaan hubungan diplomatik antara Lebanon dan Suriah serta menyambut langkah bersejarah yang diharapkan mampu memperkuat kedaulatan dan stabilitas kedua negara.

Selain memanfaatkan hubungan kerjasama secara bilateral dengan berbagai negara di kawasan, Indonesia juga terus meningkatkan kerjasama melalui berbagai forum kerjasama yang telah ada, baik di kawasan Asia Pasifik maupun Amerika Eropa bagi pencapaian kepentingan nasional.

Sejalan dengan kepentingan nasional, Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam memajukan berbagai kerjasama untuk membantu mendorong integrasi dan stabilitas kawasan melalui program-program capacity building bagi negara-negara yang memerlukan terutama di kawasan Pasifik. Untuk itu, Indonesia telah melaksanakan berbagai program bantuan dan kerjasama yang telah diberikan pada negara-negara Pasifik, terutama program pelatihan microfinance sekaligus menawarkan berbagai program bantuan dan kerjasama teknis. Hal ini selain bermanfaat bagi peningkatan kapasitas dan integrasi kawasan juga mempererat hubungan antara negara-negara Pasifik dengan Indonesia termasuk untuk mendukung keutuhan wilayah (NKRI).

Dalam rangka penguatan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Afrika, Indonesia telah mengimplementasikan pilar kerjasama solidaritas politik terkait isu Palestina melalui penyelenggaraan New Asian African Strategic Partnership (NAASP) Ministerial Conference on Capacity Builing for Palestine di Jakarta,pada bulan Juli 2008. Konferensi tersebut menegaskan

08 - 11

kembali dukungan bagi kemerdekaan dan terbentuknya negara Palestina serta meneguhkan komitmen bagi pembangunan Palestina melalui berbagai program capacity building.

Hubungan bilateral Indonesia dengan kawasan Amerika dan Eropa terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Terpilihnya Barrack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-44 membawa semangat baru dalam hubungan bilateral Indonesia – AS. Untuk menandai harapan baru hubungan bilateral Indonesia–AS, saat ini sedang menyusun rencana untuk pembentukan Kemitraan Komprehensif, yang akan menjadi salah satu media kedua negara untuk memperdalam dan memperkuat hubungan bilateral kedua negara. Kebijakan administrasi baru Amerika Serikat untuk memulai dialog baru dengan dunia muslim juga menjadi satu elemen penguat hubungan Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar dengan AS.

Dalam upaya pencapaian Millenium Development Goals pada tahun 2008 Indonesia telah masuk dalam eligible country for compact Millennium Challenge Corporation (MCC). Peningkatan status Indonesia menjadi Eligible for Compact sangat mendukung upaya pencapaian Millenium Development Goals dan sebagai pengakuan atas keberhasilan reformasi Indonesia antara lain dalam hal good governance, pemberantasan korupsi dan pengentasan kemiskinan.

Sementara itu, wilayah Amerika Selatan yang merupakan pasar nontradisional, Indonesia terus meningkatkan perdagangan dan perekenomian ke wilayah tersebut dengan mengadakan Promosi Terpadu Indonesia (PTI) setiap tahun ke negara mitra yang potensial. Hubungan kemitraan antara Indonesia-Brazil meningkat dengan ditandatanganinya deklarasi Kemitraan Strategis yang menjadi acuan pengembangan kerjasama prioritas antara kedua negara di masa yang akan datang dan saat ini kedua pihak sedang menyusun rencana aksi pelaksanaan Kemitraan Strategis tersebut untuk 5 tahun kedepan.

Dalam kerangka kerjasama kawasan Asia Timur dan Amerika Latin (FEALAC), Indonesia terus menjalankan kerjasama di bidang

08 - 12

Interfaith Dialogue, demokratisasi, pemberantasan terorisme, kerjasama ekoturisme, dan pelestarian lingkungan.

Untuk wilayah Eropa Barat, seluruh negara Eropa Barat mendukung keutuhan NKRI dan memiliki kerjasama bilateral untuk penegakan demokrasi, good governance, proses desentralisasi serta perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Belanda dan Norwegia telah memberikan komitmennya akan membantu Indonesia dalam penegakan demokrasi melalui kontribusi finansial untuk mendukung kegiatan Bali Democracy Forum. Seluruh negara Eropa Barat juga mengakui keberhasilan Indonesia dalam menjalankan demokrasi, Islam, dan pembangunan secara harmonis. Untuk itu, melalui berbagai kegiatan interfaith dialogues yang telah dilaksanakan oleh Indonesia, negara-negara Eropa Barat tersebut belajar dan mencontoh Indonesia dalam melaksanakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang pluralistik di negaranya.

Dalam tataran regional, perubahan besar terjadi dalam kehidupan ASEAN dengan pemberlakuan Piagam ASEAN pada tanggal 15 Desember 2008. Penandatanganan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang menjadi dasar dibentuknya ASEAN sebagai suatu organisasi yang memiliki legal personality (vide pasal 3 Piagam ASEAN) yang berdasarkan kepada ketentuan hukum (rules-based), mengikat, dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat ASEAN (people oriented) pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007. Dengan telah terselesaikannya proses ratifikasi oleh kesepuluh negara anggota ASEAN, Piagam ASEAN secara efektif mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2008.

Keberhasilan penyusunan Piagam ASEAN dan ratifikasinya oleh seluruh negara anggota merupakan suatu langkah awal dari suatu proyek besar untuk mentransformasikan ASEAN dari suatu asosiasi yang bersifat longgar menjadi sebuah Komunitas ASEAN yang memiliki legal personality dan berdasarkan aturan-aturan yang jelas (rules-based organization). Di samping itu, Piagam ASEAN juga menegaskan bahwa ASEAN harus menjadi people-oriented organization.

08 - 13

Dengan telah disepakatinya Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, konsentrasi ASEAN untuk mendirikan suatu Komunitas ASEAN pada tahun 2015, dalam hal ini Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, merupakan upaya untuk membangun rasa kebersamaan ASEAN sebagai satu keluarga, yang memiliki norma dan tata berinteraksi yang disepakati bersama, seperti yang tertuang dalam tiga kluster Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan yaitu a rules-based community of shared values and norms; a cohesive, peaceful and resilient region with shared responsibility for comprehensive security; dan a dynamic and outward-looking region in an increasingly integrated and interdependent world.

Indonesia memandang bahwa hal-hal yang termuat dalam Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan, yang antara lain berisi tentang upaya pemajuan prinsip-prinsip demokrasi, pemajuan dan perlindungan HAM, serta pencegahan dan memerangi korupsi, akan menjadi fokus perhatian penting kegiatan ASEAN ke depan yang dapat dikerjasamakan dengan Mitra Wicara, tentunya dengan tetap mengedepankan sentralitas ASEAN sebagai driving force dalam setiap kerjasama yang dilakukan.

Selain Cetak Biru Komunitas Politik dan Keamanan, Treaty of Amity and Cooperation (TAC) atau Traktat Kerjasama dan Persahabatan juga merupakan norma kunci yang mengatur hubungan antar negara di kawasan ASEAN. Sampai dengan saat ini, 25 (dua puluh lima) negara, termasuk negara-negara di luar kawasan ASEAN, telah mengaksesi TAC. Aksesi tersebut merupakan suatu “positive gesture” yang menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan dunia terhadap keberadaan ASEAN.

Mengenai pembentukan Komite Wakil Tetap (Committee of Permanent Representatives) untuk ASEAN yang bertempat di Sekretariat ASEAN, Jakarta yang terdiri dari para perwakilan Negara-negara ASEAN dan Mitra Wicara setingkat Duta Besar diharapkan dapat mengurangi jumlah pertemuan ASEAN dan mengambil alih peran SOM dan Dirjen dalam berbagai pertemuan koordinasi dengan negara-negara Mitra Wicara. Menurut data Sekretariat ASEAN per tanggal 12 Februari 2009, saat ini terdapat

08 - 14

13 negara dan 1 organisasi internasional yang telah menunjuk wakilnya sebagai Duta Besar untuk ASEAN.

Mengenai pemajuan HAM di ASEAN, pembentukan badan HAM ASEAN merupakan mandat dari Pasal 14 Piagam ASEAN yang merupakan dokumen hukum yang mengikat seluruh negara anggota ASEAN. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, pada AMM ke-41 bulan Juli 2008, para Menlu ASEAN telah membentuk High Level Panel (HLP) on the Establishment of an ASEAN Human Rights body (AHRb) untuk membahas kerangka acuan (Terms of Reference/TOR) dari AHRb yang akan dibentuk.

Indonesia memandang bahwa kerjasama ASEAN Plus Three dan East Asia Summit sama pentingnya untuk mendorong integrasi di kawasan Asia Timur. Kedua mekanisme ini saling mendukung satu dan lainnya dalam upaya memerkuat kerjasama kawasan, dengan ASEAN sebagai driving force dalam arsitektur regional di kawasan Asia Timur. Bila nantinya kerjasama regional ini terbentuk lebih konkrit, maka negara besar lain dapat berpartisipasi sebagai pengamat. Namun saat ini, Indonesia berpandangan bahwa ASEAN harus terlebih dahulu berkonsentrasi untuk mewujudkan Komunitas ASEAN tahun 2015. Kerjasama dalam kerangka ASEAN Plus Three maupun East Asia Summit dan lainnya haruslah diarahkan dahulu untuk membantunya terwujudnya Komunitas ASEAN 2015.

Hal lain yang perlu dicatat dalam pelaksanaan diplomasi total selama tahun 2004-2009 adalah Pemerintah Indonesia telah memprakarsai berbagai dialog antaragama (interfaith dialogue), seperti Asia Pacific Regional Interfaith Cooperation di Yogyakarta tahun 2004, ASEM Interfaith Dialogue di Bali tanggal 21-22 Juli 2005, “APEC Intercultural and Faith Symposium: Building mutual trust and acceptance for the stability and prosperity of the APEC region” tanggal 5-6 Oktober 2006 di Yogyakarta, International Youth Forum 2008, di Bandung tanggal 23-30 Juni 2008, serta rangkaian pertemuan Bilateral Interfaith Dialogue (BIFD) dengan beberapa negara (Australia, Belanda, Vatikan, Kanada, Inggris, Lebanon, Austria, dan Rusia).

08 - 15

Untuk menjangkau masyarakat internasional, setiap tahun telah diselenggarakan Journalist Visit Program yang ditujukan kepada para jurnalis asing dalam rangka memberikan kesempatan yang seluasnya untuk mendapatkan informasi yang berimbang dan akurat tentang Indonesia atas berbagai isu dan perkembangannya yang menjadi perhatian dari berbagai media asing. Pada tahun 2009, kegiatan tersebut diikuti oleh oleh 9 jurnalis dari Kanada, Argentina, Venezuela, Kuba, Suriname, Chile, Brasilia, Colombia, dan Meksiko, sedangkan untuk menjangkau masyarakat dalam negeri, secara berkala telah diselenggarakan Lokakarya Media mengenai isu-isu internasional.

Bekerjasama dengan badan-badan PBB khususnya di bidang ekonomi dan sosial serta berbagai lembaga internasional seperti Japan International Cooperation Agency (JICA), Australian Government’’s Overseas Aid Program (AUSAID), Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ), Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Japan-ASEAN General Exchange Funds, Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan berbagai program dimana Indonesia memiliki kapasitas dalam kerangka Kerjasama Selatan-Selatan bagi negara-negara di kawasan Asia, Afrika, Pasifik dan Amerika Latin.

Dalam upaya meningkatkan citra Indonesia sebagai negara yang memegang peranan utama di kawasan Asia untuk kemajuan demokrasi, telah diadakan Bali Democracy Forum pada tanggal 10-11 Desember 2008 di Bali yang dimaksudkan sebagai forum bagi negara-negara di kawasan Asia untuk membangun dialog mengenai demokrasi dan perkembangan politik, serta tempat untuk berbagi pengalaman dan best practices yang pada akhirnya dapat memperkuat nilai-nilai demokrasi serta institusi-institusi demokrasi. Untuk mengimplementasikan hasil-hasil dari kesepakatan yang dicapai pada BDF 2008, didirikanlah Institute for Peace and Democracy (IPD), bekerjasama dengan Universitas Udayana di Bali. IPD diharapkan menjadi centre of excellence dan pusat pembelajaran dalam pengembangan demokrasi dan perdamaian serta dalam memberi dukungan substantif, akademik, dan teknis untuk dialog pada BDF.

08 - 16

Salah satu wujud nyata komitmen Pemerintah Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional adalah pengiriman personil TNI dan Polri dalam berbagai Operasi Pemeliharaan Perdamaian (OPP) PBB. Indonesia telah berpartisipasi dalam 24 OPP PBB sejak keikutsertaan pertama kali pada UNEF (UN Emergency Forces) di Sinai pada tahun 1956. Pada saat ini, dislokasi dan komposisi partisipasi Indonesia berjumlah 1623 personil di 7 Misi Perdamaian PBB, yaitu UNIFIL (Lebanon), MONUC (Kongo), UNMIL (Liberia), UNOMIG (Georgia), dan UNMIS/UNAMID (Sudan/Darfur). Dengan jumlah tersebut, Indonesia saat ini menempati urutan ke-17 dalam peringkat negara-negara kontributor OPP PBB (Troops Contributing Countries/TCC dan Police Contributing Countries/PCC). Selain itu, untuk pertama kalinya pula Indonesia berpartisipasi dalam suatu Maritime Task Force (MTF) PBB, dengan mengirimkan KRI Diponegoro dengan jumlah personil 100 orang ke MTF UNIFIL Lebanon.

Mengenai isu Iran, Indonesia menyambut baik pendekatan dan kesiapan Amerika Serikat untuk mengadakan dialog dan perundingan tanpa syarat dengan Iran atas dasar saling menghormati dan kepentingan bersama untuk menyelesaikan isu nuklir Iran secara damai. Pemerintah Indonesia mengharapkan agar Iran mematuhi sepenuhnya berbagai resolusi DK-PBB dan terus bekerjasama dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk menyelesaikan outstanding issues. Indonesia mengharapkan agar dialog dan perundingan tersebut tidak hanya menyangkut isu nuklir tetapi juga terkait dengan penyelesaian krisis di Irak dan Afghanistan yang didalamnya Iran memiliki peran yang penting.

Pelaksanaan diplomasi ekonomi juga semakin ditingkatkan melalui penyelenggaraan kegiatan peningkatan kapasitas di bidang Industri Kecil dan Menengah, Teknologi informasi, dan Micro Finance melalui Non-Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC). Indonesia juga melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas untuk masyarakat Palestina melalui kerangka NAASP, dan aktif melaksanakan kegiatan Kerjasama Teknik Antar Negara Berkembang (KTNB)

08 - 17

dengan melibatkan pihak ketiga seperti Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai donor (triangular cooperation).

Dalam kerangka kerjasama D-8, beberapa pencapaian utama Indonesia sebagai ketua dalam kerjasama D-8 (2006-2008) adalah disepakatinya pembentukan Sekretariat Permanen D-8 yang berkedudukan di Istanbul dengan Sekjen Dr. Dipo Alam (Indonesia), perumusan Roadmap D-8 tahun 2008-2018 yang difasilitasi oleh Indonesia, serta penyelesaian pembahasan Preferential Trade Agreement D-8 beserta annexes-nya secara menyeluruh. Di bawah kepemimpinan Indonesia, untuk pertama kalinya D-8 dapat mengembangkan cakupan stakeholders kerjasama dengan melibatkan partisipasi kalangan swasta dan masyarakat sipil. Keberhasilan keketuaan Indonesia pada D-8 mendapatkan pengakuan dari negara-negara D-8 pada kesempatan KTT D-8 ke-6 di Kuala Lumpur pada bulan Juli 2008.

Indonesia sebagaimana negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) lainnya memandang reformasi dan revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendasar guna meningkatkan peran OKI di dunia internasional. Sebagai tindak lanjut dari Pertemuan Luar Biasa ke-3 Kepala Negara/ Pemerintahan yang diadakan di Mekah, Arab Saudi, tanggal 7-9 Desember 2005, negara anggota OKI sepakat untuk mewujudkan OIC ten-years Program of Action (PoA) yang selain kerjasama politik, negara-negara OKI diharapkan mampu meningkatkan kerjasama di bidang-bidang lainnya seperti ekonomi dan sosial budaya dengan target-target tertentu yang hendak dicapai pada tahun 2015. Indonesia turut mendukung langkah lanjutan OKI dengan disahkannya Piagam Baru OKI dalam KTT ke-11 OKI pada tanggal 13-14 Maret 2008.

Melalui forum OKI, Indonesia senantiasa memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik yang disampaikan dalam berbagai forum pertemuan OKI guna mendukung pengakuan Indonesia terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamasikan Negara Palestina. Dalam Pertemuan Tingkat

08 - 18

Menteri ke-36 OKI di Damaskus tanggal 23-25 Mei 2009 Indonesia kembali menyampaikan komitmennya untuk terus membantu bangsa Palestina, termasuk upaya meningkatkan kapasitas Palestina. Terkait dengan hal ini, Indonesia telah melaksanakan bantuan program peningkatan kemampuan dalam berbagai bidang seperti diplomasi, pelayanan bisnis, pemberdayaan perempuan, micro finance, pekerjaan umum dan industri otomotif. Selain itu, peran konkret Indonesia dalam berbagai komite GNB, seperti Kelompok Kerja Perlucutan Senjata dan Komite Palestina dan sebagainya, jelas akan meningkatkan peran Indonesia saat ini.

Selain itu, masalah Bangsa Moro atau minoritas Muslim di Filipina Selatan telah mendapat perhatian OKI sejak beberapa dasawarsa terakhir. Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan terus mendukung penyelenggaraan pertemuan-pertemuan antara Pemerintah Filipina dan MNLF yang difasilitasi oleh OKI. Penyelesaian masalah di Filipina Selatan diharapkan mampu membawa dampak yang positif di kawasan Asia Tenggara, terutama dalam membawa perdamaian dan harmoni.

Sejak pendiriannya, Gerakan Non-Blok (GNB) telah mengalami pasang surut kemajuan dan perubahan secara substantial dalam hal fokus perhatian dan bentuk-bentuk kerjasama antar negara-negara anggotanya yang didasari oleh pergeseran konstalasi geopolitik dunia dan tantangan internasional yang berkembang dewasa ini. Indonesia memandang GNB sebagai salah satu wadah yang tepat bagi negara-negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya di forum internasional. Indonesia turut berperan penting dalam upaya GNB untuk memajukan pendekatan baru yang berorientasi pada kemitraan, dialog dan kerjasama serta meninggalkan sikap konfrontatif dan retorika semata. Peran konkret Indonesia dalam berbagai komite GNB, seperti Kelompok Kerja Perlucutan Senjata dan Komite Palestina jelas akan meningkatkan peran Indonesia saat ini.

Dalam upaya memajukan proses perundingan dalam perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Conference of the Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di

08 - 19

Bali dan berhasil mengesahkan dokumen historis sekaligus terobosan dalam pembahasan isu perubahan iklim yakni Bali Action Plan (BAP) dan Bali Roadmap. Bali Action Plan mencakup isu mitigasi, adaptasi, transfer teknologi, pendanaan dan berbagi visi (shared vision). Paket kebijakan tersebut diharapkan dapat menangani isu perubahan iklim secara komprehensif serta menjadi dasar pembahasan kesepakatan perubahan iklim pasca 2012. Selain itu, disepakati pula operasionalisasi Adaptation Fund. Dari sisi proses, disepakati pembahasan BAP melalui Adhoc Working Group on Longterm Cooperative Action (AWG LCA) yang juga dijadikan forum negosiasi hingga COP-15 di Kopenhagen.

Pemerintah juga telah berhasil memprakarsai ”koalisi” sebelas negara-negara hutan hujan tropis yang dikenal dengan sebutan Forest Eleven (F-11) di sela-sela High-Level Event on Climate Change di New York tanggal 24 September 2007. F-11 beranggotakan Brazil, Kosta Rika, Gabon, Kongo, Kamerun, Kolombia, Malaysia, Papua Nugini, Peru, Republik Demokratik Kongo dan Indonesia. Pertemuan New York tersebut menghasilkan Joint Statement Tropical Rainforest Countries’ Leaders yang pada pokoknya berisi komitmen untuk mengedepankan Sustainable Forest Management (SFM) guna mendukung pencapaian pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan – seperti tertuang dalam Millenium Development Goals – serta membantu upaya dunia memerangi dampak buruk dari perubahan iklim. Dalam upaya implementasi SFM, para pemimpin sepakat bahwa diperlukan suatu kerjasama forest governance; penegakan hukum; pengembangan riset; peralihan teknologi ramah lingkungan; serta mobilisasi dan inovasi sumber daya keuangan guna mendukung pengembangan hutan di negara-negara berkembang. Melalui F-11, Indonesia telah menunjukkan kepada dunia akan pentingnya peran hutan hujan tropis dalam pelestarian lingkungan hidup untuk kepentingan global – yaitu menonjolkan fakta bahwa hutan hujan tropis memberikan jasa penyerapan karbon yang relatif lebih tinggi daripada jenis hutan lainnya, selain menonjolkan peran dan kontribusi hutan hujan tropis dalam konservasi keanekaragaman hayati.

08 - 20

Masih terkait dengan isu lingkungan, Pemerintah Indonesia berhasil menyelenggarakan World Ocean Conference (WOC) pada tanggal 11-14 Mei 2009 dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada 15 Mei 2009 di Manado. WOC merupakan inisiatif Indonesia untuk mengajak dunia memberikan kontribusi dan memberikan solusi terhadap dampak dan ancaman perubahan iklim terhadap laut. Konferensi itu menghasilan kesepakatan internasional Manado Ocean Declaration (MOD) yang menjadi cermin komitmen dunia untuk kelangsungan kehidupan laut. Sekaligus MOD merupakan keberhasilan Indonesia untuk mengkaitkan upaya konservasi wilayah laut dengan upaya multilateral melalui UNFCCC. MOD akan menjadi batasan dalam pengelolaan kelautan secara global dan menjadi momentum bagi penyelamatan dunia terhadap laut. Pertemuan Dewan Food and Agriculture Organization (FAO) ke-136 pada tanggal 15-19 Juni 2009 telah menerima penyampaian Indonesia atas MOD sebagai inisiatif penting upaya mengidentifikasi konsekuensi perubahan iklim terhadap ketahanan pangan di sektor perikanan dan kelautan.

Pada tahun 2008, dunia juga dihadapkan pada krisis keuangan global, krisis energi dan krisis pangan. Hal ini tercermin dari keikutsertaan Indonesia sebagai salah satu negara kunci dalam pertemuan internasional bagi pembahasan isu krisis pangan dan energi dalam kerangka G-8 pada tanggal 7-9 Juli 2008 di Hokkaido, Jepang. Bagi Indonesia, undangan ini adalah sebuah pengakuan terhadap kiprah Indonesia dalam mengatasi krisis pangan dan krisis energi mengingat inilah undangan pertama yang diterima Indonesia untuk hadir dalam KTT G-8.

Selain itu, dalam upaya mencari solusi dan mencegah krisis global yang dilakukan dalam forum G-20, Indonesia sebagai satu-satunya wakil kawasan Asia Tenggara menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang dan turut berperan dalam upaya mereformasi sistem keuangan internasional. G-20 juga menyepakati untuk membangun kerangka peraturan serta pengawasan yang lebih kuat dan konsisten secara global dan mendorong pembentukan arsitektur sistem keuangan baru melalui pembentukan Financial Stability Board (FSB) yang menggantikan Financial Stability Forum

08 - 21

(FSF) dengan mandat yang lebih kuat dan keanggotaan lebih luas hingga mencakup seluruh negara anggota G-20.

Partisipasi Indonesia juga menonjol dalam berbagai kerjasama pada badan-badan PBB lainnya, seperti Indonesia saat ini menjadi Presiden Trade and Development Board (TDB) untuk periode April – September 2009. Penunjukan Indonesia secara aklamasi oleh 154 negara angggota TDB-UNCTAD, selain memperlihatkan kepercayaan negara-negara anggota kepada Indonesia, juga membuka peluang bagi peningkatan diplomasi Indonesia di bidang perdagangan dan pembangunan dalam forum UNCTAD. Sebagai presiden TDB-UNCTAD, Dubes/Watapri Jenewa akan memimpin sidang TDB-UNCTAD yang diagendakan sampai bulan September 2009.

Selain itu, isu Genetic Resources,Traditional Knowledge and Folklore (GRTKF) merupakan salah satu isu utama bagi Indonesia di World Intellectual Property Organization (WIPO). Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia berpandangan bahwa pembahasan mengenai isu ini hendaknya diarahkan kepada pembentukan international legally binding instrument dalam bentuk pasal-pasal perjanjian internasional yang mencakup definisi, beneficiaries, dan durasi perlindungan atas Traditional Cultural Expressions (TCEs) dan Traditional Knowledge (TK).

Dalam isu pemberantasan aksi terorisme, pemerintah Indonesia mengutuk keras aksi terorisme berupa peledakan bom di hotel J.W. Marriot dan Ritz-Carlton yang terjadi di Jakarta pada Jumat, 17 Juli 2009, Aksi teroris itu merupakan serangan terhadap demokrasi dan kebebasan, serta terhadap bangsa Indonesia yang baru saja menyelesaikan proses demokrasi secara dewasa. Aksi teror itu juga secara nyata ditujukan untuk mengganggu perekomian Indonesia dan citra positif Indonesia, yang telah dibangun melalui kerja keras selama lima tahun terakhir.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada hari yang sama melakukan sidang mendadak untuk membahas situasi di Indonesia berkaitan dengan pengeboman Hotel JW Marriott

08 - 22

dan Hotel Ritz-Carlton di Jakarta. Sidang berakhir dengan Pernyataan Presiden DK PBB nomor S/PRST/2009/22, yang intinya menyatakan keyakinan DK PBB terhadap kemampuan Pemerintah Indonesia mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab melakukan ledakan bom mendesak semua negara agar bekerja sama dengan Indonesia dalam upaya menangkap dan mengadili para pelaku.

Terkait dengan peristiwa ledakan bom ini, Pemerintah Indonesia menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas pernyataan simpati dan dukungan yang ditawarkan oleh negara-negara sahabat dan dunia internasional. Selain itu, Pemerintah Indonesia menegaskan kepada seluruh rakyat Indonesia serta negara-negara sahabat bahwa saat ini para penegak hukum dan aparat keamanan Indonesia terus bekerja keras untuk membawa para pelaku kejahatan ini ke muka hukum. Selain itu, Pemerintah Indonesia mengambil beberapa langkah untuk memulihkan kondisi perekonomian pasca ledakan di Ritz-Carlton dan JW Marriott. Pertama, peningkatan pengamanan obyek vital yang dianggap strategis seperti Pertamina, PLN, atau bidang telekomunikasi. Kedua, pemerintah menyediakan anggaran untuk mempercepat proses pemulihan pasca ledakan. Ketiga, Departemen Perdagangan akan melakukan langkah antisipasi supaya tidak terjadi kelangkaan barang. Dan keempat, seluruh jajaran perekonomian akan melakukan lobi dengan investor asing untuk mengembalikan kepercayaan mereka.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Kebijakan politik dan hubungan luar negeri akan terus diarahkan untuk melanjutkan dan menindaklanjuti kegiatan-kegiatan dalam rangka perluasan dan peningkatan diplomasi Indonesia baik di tingkat bilateral, regional maupun multilateral dalam bentuk kerja sama di segala bidang. Hal tersebut dilaksanakan guna mencapai sasaran pembangunan di bidang hubungan luar negeri yakni menguatnya dan meluasnya identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. Terkait dengan pencapaian sasaran tersebut, tantangan terbesar adalah bagaimana

08 - 23

Indonesia dapat memanfaatkan potensi strategisnya secara maksimal dalam konstelasi politik regional dan global.

Penyelesaian masalah perbatasan serta pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar tetap menjadi salah satu perhatian utama politik luar negeri Indonesia. Indonesia juga akan terus meningkatkan dan mengembangkan diplomasi ekonomi dalam upaya meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan. Pemerintah berusaha untuk meningkatkan peranan Indonesia dalam mendorong terciptanya tatanan dan kerja sama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional. Pemerintah juga akan menyusun rencana tindak untuk mendukung upaya-upaya peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan melalui pelaksanaan multi-track diplomacy.

Indonesia menyadari bahwa upaya melawan (aksi) terorisme untuk jangka panjang sangat bergantung pada upaya memberdayakan kaum moderat. Karena itu upaya mengembangkan budaya dialog, toleransi dan upaya untuk saling memahami dan menghormati antarsesama umat beragama menjadi agenda penting dalam kerja sama internasional yang diprakarsai dan didorong oleh Indonesia.

Indonesia secara tegas menolak pengaitan terorisme dengan agama atau budaya tertentu. Namun, disadari bahwa upaya memberantas terorisme dalam jangka panjang perlu dilakukan dengan mengikis akar-akar terorisme yang muncul dari radikalisme dan manipulasi terhadap agama.

Pelaksanaan diplomasi total secara optimal hanya dapat tercapai melalui kerjasama dan koordinasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan sehingga dapat dirasakan dampaknya terhadap pencapaian kepentingan nasional.