persepsi praktisi perbankan syariah terhadap …

121
PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BASYARNAS DAN PERADILAN AGAMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh : Muhamad Dani NIM : 103046128232 Di Bawah Bimbingan Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422 PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1429 H/2008 M

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PILIHAN

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BASYARNAS DAN PERADILAN

AGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh :

Muhamad Dani

NIM : 103046128232

Di Bawah Bimbingan

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

1429 H/2008 M

Page 2: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN

SYARIAH TERHADAP PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

ANTARA BASYARNAS DAN PERADILAN AGAMA telah diajukan

dalam siding munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Juni

2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program

Studi Muamalah Konsentrasi Perbankan Syariah.

Jakarta, 12 Juni 2008

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,

MA, MM

NIP: 150210422

PANITIA UJIAN

Ketua : Euis Amalia, M.Ag

(………………...)

NIP: 150289284

Sekretaris : Ah. Azharuddin Latief, M.Ag

(………………...)

NIP: 150318308

Pembimbing : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM

(………………...)

Page 3: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

NIP: 150210422

Penguji I : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA

(………………...)

NIP: 150222824

Penguji II : Jaenal Aripin, M.Ag (………………...)

NIP: 150289202

Page 4: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

ABSTRAK

Pengadilan sebagai the first and last resort dalam penyelesaian sengketa ternyata

masih dipandang oleh sebagian kalangan hanya menghasilkan kesepakatan yang

bersifat adversarial, belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung

menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya

yang mahal, tidak responsive, menimbulkan antagonisme di antara pihak yang

bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Hal ini

dipandang kurang menguntungkan dalam duniai bisnis sehingga dibutuhkan institusi

baru yang dipandang lebih efisien dan efektif.

Sebagai solusinya, kemudian berkembanglah model penyelesaian sengketa non

litigasi, yang dianggap lebih bisa mengakomodir kelemahan-kelemahan model litigasi

dan memberikan jalan keluar yang lebih baik. Proses diluar litigasi dipandang lebih

menghasilkan kesepakatan yang win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa

para pihak, menghindari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan, dan

tetap menjaga hubungan baik.

Tidak dipungkiri, selain alasan-alasan di atas, dasar pemikiran lahirnya model

penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi seperti BAMUI yang pada akhirnya

menjelma menjadi BASYARNAS, saat itu memang belum ada lembaga hukum yang

Page 5: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

mempunyai kewenangan absolut karena Peradilan umum tidak menggunakan perdata

Islam (fikih muamalah) dalam hukum formil maupun materiilnya, sedangkan

Peradilan Agama saat itu sebagaimana Pasal 49 ayat (1) UU No. 7/1989,

kewenangannya masih terbatas mengenai perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah,

wakaf dan shadaqah. Sehingga lahirnya model BASYARNAS saat itu seakan-akan

sebagai payung hukum alternatif. Sedangkan saat ini kewenangan Peradilan Agama

sudah diperluas melalui UU No. 3 Tahun 2006 diantaranya adalah kewenangan

mutlak mengadili perkara-perkara ekonomi syariah included perbankan syariah, tentu

saja hal ini memberikan pandangan dan sikap yang berbeda dalam penyelesaian

sengketa perbankan syariah dibandingkan sebelum adanya undang-undang tersebut.

Page 6: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

KATA PENGANTAR

الرّحيم الرّحمن االله بسم

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan

kenikmatan berupa Ilmu kepada kita sebagai hamba-Nya, sehingga

dengan ilmu itu kita bisa membedakan kebaikan dan keburukan di

atas bumi ini. Dan patutlah kalimat Alhamdulillahi Rabbi Al-‘Alamin

yang pertama kali terucap oleh penulis karena penulis telah dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta Salam semoga senantiasa

dicurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, para

sahabatnya serta para pengikutnya dan mudah-mudahan kita

termasuk di dalamnya.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan

hambatan yang penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah

berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja

cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik

langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi

dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat

diselesaikan.

Page 7: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya-lah pada kesempatan kali

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,

SH, MA, MM, juga sebagai dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi

ini.

2. Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Euis Amalia, M.Ag.

3. Sekretaris Program Studi Muamalah (Ekonomi Islam), Ah. Azharuddin Latif,

M.Ag.

4. Kepala unit perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis untuk

mengadakan studi kepustakaan sehingga selesainya skripsi ini.

5. Ayahanda H. Muhammad Tair dan Ibunda Hj. Isah Tair yang senantiasa

memberikan motivasi, arahan, do’a dan kasih sayang yang tiada henti-

hentinya, kakanda Sumiyati Saad, Suro Suryadi Tair, Suhandi Tair, Sinah

Abdul Rasyid dan Nasih Ahmad Ramadhan yang selalu mensuport penulis

dalam berbagai hal terutama bantuan moril maupun materiil.

6. Teman-teman diskusi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2003 terutama sahabat Farhan Mustafa,

Rahmat Wiar Budi, Wahyudi Musa, Ifdhal Yuri Hendri, A. Rifa’i Fauzi,

Page 8: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Ahmad Zaki, Andri Herdiansyah, Saidih, Inayatulloh dan Ahmad Rifa’i.

Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tak terhenti sampai di sini dan bisa

terjalin sampai kapan pun dan di manapun kita berada.

7. Kakanda Muhammad Dana, SHI sebagai inspirator penulis dalam ber-

organisasi, Khoerudin el-Ridho, SHI, Muhammad Yusuf Daulay,

Andreansyah Syafi’i, Dede Yusifa, Muhammad Ridwan, Asep Saipul Bahri

dan Taufik Akbar sebagai sahabat pertama yang membantu penulis dalam

berbagai permasalahan terutama dalam berorganisasi, dan banyak lagi yang

lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

8. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih sebesar-

besarnya kepada keluarga besar Bapak Sukmadi, S.Ag

terutama adinda Ria Syukriawati, yang telah memberikan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

terima kasih atas segala bantuanya, Semoga Allah membalas

kebaikannya.

Semoga amal baik semua dibalas oleh Allah SWT dengan

balasan yang berlipat ganda. Amin.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan

manfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Page 9: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Jakarta, 16 Mei

2008

Penulis,

Page 10: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

.................................................................................................

DAFTAR ISI

................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................................

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..........................................................

D. Kajian Pustaka…………………………………………………………

E. Kerangka Konsep……………………………………………………..

F. Metode Penelitian……………………………………………………..

G. Sistematika Penulisan ............................................................................

BAB II TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Persepsi.................................................................................

B. Pengertian Arbitrase Islam ……………………………………...…….

C. Pengertian Peradilan Agama………………………………… ………..

D. Bank Syariah…………………………………………………………...

BAB III BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL DAN PERADILAN

Page 11: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

AGAMA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA

MUAMALAT

A. Badan Arbitrase Syariah Nasional…………..........................................

B. Dasar Hukum dan Wewenang Badan Arbitrase Syariah Nasional.........

C. Peradilan Agama……………….. ..........................................................

D. Dasar hukum dan Wewenang Peradilan Agama di Indonesia…………

E. Analisa tentang Dasar Hukum BASYARNAS dan Peradilan Agama di

Indonesia……………………………………………………….............

BAB IV PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA

BASYARNAS DAN PERADILAN AGAMA PERSEPSI PRAKTISI

PERBANKAN SYARIAH

A. Sengketa Bank Syariah………………………………………………….

B. Persepsi Praktisi………………………………………………………....

C. Sikap Praktisi....………………………………………………………….

D. Pengaruh Persepsi Atas Sikap Praktisi Perbankan Syariah Terhadap Pilihan

Penyelesaian Sengketa Muamalah……………………………....

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………..

B. Saran-saran ……………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….

Page 12: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

LAMPIRAN………………………………………………………………………….

Page 13: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam kehidupannya senantiasa hidup bersama dan

saling berdampingan antara satu dengan yang lainnya, hubungan

yang terjadi atas sesama manusia tersebut akan menciptakan

saling memahami antara mereka, sehingga terbentuk sebuah

kehidupan yang dinamis. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya

akan saling mempunyai ketergantungan satu sama lain, sehingga

tak ada seorang pun yang mampu mencukupi kebutuhannya

sendiri.

Ketika satu individu, kelompok, atau komunitas manusia

dalam memenuhi kebutuhannya berupa satu benda yang

bersamaan dengan kebutuhan individu atau kelompok manusia

lainnya, tentunya akan menimbulkan suatu pertentangan atau

bentrokan. Hal semacam inilah yang menjadi salah satu penyebab

dibutuhkannya sebuah aturan tentang hal-hal pola interaksi satu

sama lain. Sebuah komunitas atau kelompok sosial yang tidak

mempunyai hukum yang jelas akan menjadi masyarakat yang tidak

teratur dan cenderung berlakunya hukum rimba yaitu yang kuat

Page 14: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

akan selalu menang dan menindas, dan yang lemah akan kalah dan

terhina. Karena itu perlu adanya hukum untuk menegakan keadilan

sesuai dengan aturan-aturan yang mereka buat tersebut

berdasarkan standar kemanusiaan.

Dari satu sisi, hukum adalah ketentuan-ketentuan yang

timbul dari dan dalam pergaulan hidup manusia, serta timbulnya

berdasarkan rasa kesadaran manusia itu sendiri, sebagai gejala-

gejala sosial yang merupakan hasil dari pengukuran baik tentang

tingkah laku manusia di dalam pergaulan hidupnya1. Hukum

sebagai norma mempunyai ciri kekhususan, hendak melindungi,

mengatur dan memberikan keseimbangan dalam menjaga

kepentingan umum.

Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk

memperoleh kesepakatan dalam proses perkara atau untuk

menyelesaikan sengketa dan konflik. Cara yang dipakai pada suatu

sengketa tertentu jelas memiliki konsekuensi, baik bagi para pihak

yang bersengketa maupun masyarakat melebihi penyelesaian

sengketa tersebut. Mengingat konsekuensi tersebut, maka sangat

diperlukan untuk menyalurkan sengketa-sengketa tertentu kepada

1 Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2001, Hal 21 Cet. Ke VII

1

Page 15: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang paling tepat bagi

mereka.2

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) adalah cikal bakal Basyarnas.

Lembaga ini didirikan berdasarkan SK No Kep-392/MUI/V/1992, bersamaan dengan

pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 1992. Tujuannya untuk menangani

sengketa antara nasabah dan bank syariah pertama tersebut. Pada tahun 2003,

beberapa bank atau Unit Usaha Syariah (UUS) lahir sehingga BAMUI dirubah

menjadi Basyarnas. Perubahan tersebut berdasarkan SK MUI No Kep-09/MUI

XII/2003 tertanggal 24 Desember 2003. “Basyarnas ini satu-satunya badan hukum

yang otonom milik MUI,” tandas Ahmad Jauhari, sekretaris Basyarnas.3

Badan Arbitrase Syariah Nasional, sejak awal berdirinya

(2003) hingga sekarang, baru dua sengketa perbankan syariah

yang berhasil dituntaskan Basyarnas. Tiga sengketa lainnya sempat

didaftarkan tetapi akhirnya tidak diproses lantaran tidak memenuhi

persyaratan. BAMUI dari 1993 hingga 2003 menyelesaikan 12

sengketa perbankan syariah. Dengan demikian, Basyarnas plus

BAMUI baru menyelesaikan 12 sengketa perbankan syariah

Pada bulan Maret tahun 2006, telah diterbitkan Undang-

undang yang memberikan kewenangan bagi Peradilan Agama (PA)

2 Felix O, Soebagjo (ed), Arbitrase Di Indonesia, Jakarta: Pt. Ghalia Indonesia, 1995, Hal 18 3 www. Hukumonline, Mengurai Benang Kusut Badan Arbitrase Syariah Nasional, 3 januari

2007

Page 16: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

untuk mengurusi persoalan sengketa yang terjadi pada lembaga

keuangan syariah. Peradilan Agama memiliki wewenang untuk

memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di bidang

ekonomi syariah. Kewenangan yang dimiliki pada seluruh lembaga

keuangan syariah, yaitu meliputi perbankan syariah, lembaga

keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa

dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka

menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah,

pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan

bisnis syariah.

Sebelum kewenangan ini diberikan kepada Peradilan Agama,

selama ini bila terjadi sengketa syariah akan diputuskan melalui

BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional), yang merupakan

bentukan dari Majlis Ulama Indonesia (MUI). Pembentukan

Basyarnas sebelumnya bernama BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat

Indonesia), bersamaan dengan berdirinya Bank Muamalat

Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Seiring dengan bermunculannya

bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), maka BAMUI diganti

nama dengan BASYARNAS.

Page 17: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Pada awalnya, pembentukan dari BAMUI hanya

diperuntukkan bagi bank syariah dan nasabahnya, bila terjadi

sengketa. Berkembangnya lembaga keuangan dan bisnis syariah,

menjadikan Basyarnas memiliki wilayah kerja yang lebih luas.

Basyarnas tidak hanya mengurusi permasalahan yang terjadi di

perbankan syariah saja, tapi juga bisa mengurusi permasalahan

yang terjadi pada lembaga keuangan dan bisnis syariah lainnya.

Yang menjadi permasalahan adalah, dengan diterbitkannya

Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Di

sini antara Peradilan Agama dan Basyarnas memiliki wilayah kerja

yang sama dan mengurusi persoalan yang sama, yaitu

menyelesaikan sengketa yang terjadi antara lembaga keuangan

dan bisnis syariah dengan para nasabahnya.4

Permasalahan yang muncul, lembaga mana yang lebih

berwenang untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Memang

lembaga Peradilan Agama lebih mempunyai wewenang untuk

menyelesaikan bila terjadinya sengketa. Karena lembaga Peradilan

Agama lebih mempunyai kekuatan hukum yang harus dipatuhi

4 www.Hukumonline.com, pkes, Basyarnas Tidak Terpengaruh UU No. 3/2006, 21 maret

2007

Page 18: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

sebagai lembaga bentukan dari pemerintah, hal inipun secara jelas

telah disebutkan dalam Undang-undang No. 3 tahun 2006. Namun

BASYARNAS lembaga hukum non-litigasi hasil bentukan dari MUI

dengan tujuan sebagai tempat penyelesaian sengketa yang terjadi

dibidang muamalat dengan didukung fatwa-fatwa MUI sebagai

rujukan hukumnya.

Mungkin kendala yang terjadi adalah tingkat kepercayaan dari

pihak yang akan menyelesaikan sengketa. Wewenang badan

arbitrase dan Peradilan Agama untuk mengurusi persoalan ekonomi

syariah relatif masih baru. Hal ini pun berkaitan dengan kompetensi

dari para hakim agama yang belum memahami ekonomi syariah

secara keseluruhan.

Berkenaan dengan lembaga keuangan dan bisnis syariah,

para hakim tidak hanya dituntut untuk tahu dan paham tentang

hukum-hukum syariahnya saja. Akan tetapi, harus pula mengetahui

sisi praktek dan sistem operasional dari setiap lembaga keuangan

dan bisnis syariah, begitupun tentang pengetahuan dari prinsip-

prinsip ekonomi syariah. Di samping itu pula, tidak bisa diabaikan

fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI. Karena selama

Page 19: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

ini, prinsip operasional dari lembaga keuangan dan bisnis syariah

merujuk dari fatwa-fatwa tersebut.

Keberadaan Basyarnas dapat dijadikan sebagai mitra dalam

penyelesaian masalah yang berkembang. Dapat dijadikan

pertimbangan, independensi dari Basyarnas menjadi positif, karena

dapat menjadi lembaga alternatif dalam penyelesaikan sengketa.

Sangat dimungkinkan, bahwa salah satu diantara pihak yang

bersengketa tidak menyepakati proses penyelesaian sengketa

dilakukan di Peradilan Agama. Hingga proses penyelasaian

sengketa disepakati malaui proses arbitrase.

Persepsi dalam arti sempit berarti pandangan, pengamatan,

dan tanggapan. Sedangkan praktisi disini berarti pelaksana5.

Sehingga persepsi praktisi Perbankan Syariah adalah pandangan,

pengamatan atau tanggapan praktisi Perbankan Syariah melalui

panca inderanya.

Berangkat dari pandangan inilah kemudian penulis tertarik

untuk membahas masalah PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN

SYARIAH TERHADAP PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

ANTARA BASYARNAS DAN PERADILAN AGAMA. Disamping itu

5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta.

2005

Page 20: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

penulis juga termotivasi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai

berikut:

1. Hukum islam senantiasa dituntut untuk dapat memberikan

respon terhadap permasalahan yang muncul. Karenanya

upaya pengkajian secara mendalam terhadap semangat

syariat islam perlu terus dikembangkan dan sebagai basis

kontektualitasnya adalah tujuan syariat itu sendiri yaitu

kemaslahatan umat dan agar hukum islam menjadi kontribusi

bagi perkembangan hukum nasional.

2. Perkembangan ekonomi islam, perlu mendapat perhatian dan

dukungan dari berbagai pihak, demikian pula kelengkapan

perangkat hukum bagi penyelesaian kasus-kasus

perselisihan/persengketaannya.

3. Langkanya penulisan masalah pilihan penyelesaian sengketa

dan kajian-kajian dalam masalah ini harus dikembangkan,

karenanya penulisan ini kiranya dapat menambah khazanah

keilmuan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Page 21: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Pembahasan pada penelitian ini akan berkisar terhadap

fenomena sengketa yang terjadi di Perbankan Syariah, dan pilihan

penyelesaian sengketa para praktisi Perbankan Syariah.

Sesuai dengan pokok permasalahan tersebut, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi praktisi Perbankan Syariah terhadap

pilihan penyelesaian sengketa antara BASYARNAS dan

Peradilan Agama?

2. Bagaimana sikap praktisi Perbankan Syariah terhadap adanya

dua lembaga penyelesaian sengketa muamalat?

3. Bagaimana pengaruh persepsi atas sikap praktisi perbankan

syariah terhadap pilihan penyelesaian sengketa muamalah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui persepsi para praktisi Perbankan

Syariah tentang pilihan penyelesaian sengketa antara

BASYARNAS dan Peradilan Agama

Page 22: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

b. Untuk mengetahui sikap para praktisi Perbankan Syariah

terhadap adanya dua lembaga yang memiliki wewenang

menyelesaikan sengketa muamalah

c. Untuk mengetahui pengaruh persepse atas sikap praktisi

perbankan syariah terhadap pilihan penyelesaian sengketa

muamalah

2. Kegunaan

a. Kepentingan teoritis sebagai sumber ilmu syariah

umumnya, khususnya dibidang hukum sebagai sumber

hukum guna penyelesaian sengketa di bidang muamalat

b. Kepentingan praktis, guna perkembangan dan

terwujudnya praktik ekonomi islam umumnya, khususnya

kepada para pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi

islam dapat memanfaatkan lembaga Arbitrase Islam dan

Peradilan Agama sebagai lembaga penyelesaian sengketa

D. Kajian Pustaka

Agar penulisan penelitian ini lebih terarah dan tidak

mengulang penelitian-penelitian terdahulu, penulis mengkaji

Page 23: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

penelitian-penelitian yang telah ada yang berhubungan dengan

penelitian ini di antaranya:

Skripsi Arbitrase dalam Hukum Positif, Hukum Adat, dan

Hukum Islam “Sebuah Analisa Perbandingan”, yang disusun oleh

Mukhtar Sedayu Siregar, 2006. Hanya menjelaskan secara umum

tentang Arbitrase dan menganalisa sistem arbitarase dalam hukum

positif, hukum adat, dan hukum islam.

Begitupun dengan skripsi Eksistensi Arbitrase Islam dalam

Kancah Hukum Nasional, Studi Komparatif tentang BAMUI dan

BANI: Suatu Tinjauan Perbandingan Yuridis, Karakteristik, serta

Prosedur Beracara. Yang disusun oleh Umma Barokah, 2003. Hanya

memaparkan tentang Arbitrase dari segi yuridis, karakteristik dan

prosedur beracara antara BANI dengan BAMUI.

Sama halnya dengan skripsi Peranan BASYARNAS Terhadap

Penyelesaian Sengketa Bank Syariah, yang disusun oleh Ayatulloh,

2005. Hanya memaparkan tentang Arbitrase kususnya BASYARNAS

sebagai lembaga penyelesaian sengketa, sengketa-sengketa yang

terjadi di Bank Syariah, dan prosedur penyelesaian sengketa Bank

Syaiah di BASYARNAS.

Page 24: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Sedangkan dalam penulisan penelitian ini akan dibahas

mengenai dampak yang terjadi dari adanya dua lembaga yang

memiliki wewenang menyelesaikan persengketaan muamalat

terhadap perbankan syariah, persepsi para praktisi dan sikap para

praktisi terhadap adanya pilihan penyelesaian sengketa muamalat

antara BASYARNAS dan Peradilan Agama.

E. Kerangka Konsep

Mencermati pasal 49 UU No. 3 tahun 2006. Di situ

dipaparkan, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang

ekonomi Islam. Adapun yang dimaksud dengan ekonomi syariah

adalah kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah.

Meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi

syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah

dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas

syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun

lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

Page 25: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

UU No. 3 Tahun 2006 diterbitkan pada 20 Maret lalu. Tiga

hari kemudian, DSN-MUI meluncurkan empat fatwa. Keempatnya

adalah fatwa mengenai akad mudharabah musytarakah,

mudharabah pada asuransi syariah, wakalah bil ujrah pada asuransi

dan reasuransi syariah, serta tabarru’ (hibah) pada asuransi dan

reasuransi syariah. Anehnya, DSN-MUI tetap menyatakan

penyelesaian sengketa mengenai keempat akad tadi dilakukan oleh

Basyarnas meski UU No. 3 Tahun 2006 nyata-nyata menyebutkan

hal ini menjadi wewenang pengadilan agama. Menjadi pertanyaan:

apakah DSN-MUI tak mengetahui adanya UU Peradilan Agama yang

baru itu? Secara logika, tidak mungkin. Satu hal yang jelas, seluruh

fatwa DSN-MUI yang berjumlah 52 itu secara telak bertentangan

dengan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 dalam hal penyelesaian

sengketa di bidang ekonomi syariah. “Seluruh ketentuan

(mengenai sengketa dalam ekenomi syariah) dalam fatwa DSN-MUI

itu harus dirubah.” Demikian gugatan yang disampaikan Sekjen

Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Agustiono dalam seminar ekonomi

syariah yang diselenggarakan Mahkamah Agung (MA), Senin

(20/11).6

6www.hukumonline.com, Ada Apa dengan Badan Arbitrase Syariah Nasional, Senin, 21

November 2006

Page 26: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Namun, keberadaan Basyarnas tak bisa begitu saja difungsikan. Harus

digarisbawahi, penyelesaian lewat Basyarnas bisa dilakukan apabila dalam akad

dibuat klausula mengenai penyelesaian sengketa melalui Arbriter. Hal ini mengacu

pada ketentuan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Karena itu, DSN-MUI tidak cermat ketika menyatakan sengketa di bidang

ekonomi syariah harus diselesaikan melalui Basyarnas. Sangat mungkin, di antara

pihak-pihak yang meneken akad ada yang tidak sepakat menyelesaikan sengketa yang

timbul melalui Basyarnas. Bisa jadi, karena mereka masih mempertanyakan

kapabilitas Basyarnas atau karena pertimbangan lain.

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Pada umumnya salah satu syarat yang haus ditemui bagi

suatu karya ilmiah adalah upaya sistematis dan objektif untuk

mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum.

Selain itu, penelitian itu juga berarti upaya mengumpulkan

informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Manusia

tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga

terdapat penemuan-penemuan, sehingga ia siap merevisi

Page 27: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

pengetahuan-pengetahuan masa lalu melalui penemuan-penemuan

baru.7

Metode penelitian dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan

secara analisa dan sempurna. karena dengan adanya penelitian,

karya ilmiah dapat dibuktikan bahwa data-data yang diperoleh

adalah objektif.

Krilik dan miller memberikan pengertian kualitatif sebagai

penelitian tergantung pada pengamatan sesuai dengan

kemampuannya yang berhubungan langsung dengan objek

penelitian dalam bahasa dan peristilihan sendiri. Adapun sumber

utama penelitian kualitatif adalah objek dilapangan, selain itu juga

data tambahan berupa dokumen, file dan penelitian kepustakaan

lainnya.

a. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan

(library reseach).Penelitian kepustakaan yaitu mencari data-data yang diperoleh dari

literatur-literatur dan referensi yang berhubugan dengan judul skripsi diatas.

Referensi diambil dari al-Qur’an dan Hadist, juga kitab-kitab fiqih klasik dan

7 Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT. Remaja

Rusdakarya,1995. Hal 55

Page 28: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

kontemporer yang berkaitan dengan materi penelitian, kemudian Buku-buku yang

berkaitan dengan Arbitrase khususnya arbitrase islam (BASYARNAS), Peradilan

Agama, Perbankan Syariah dan dari bahan-bahan lain seperti karya tulis skripsi,

makalah, majalah, koran serta bahan-bahan lainnya yang dapat mendukung judul

skripsi di atas.

b. Pendekatan Penelitian

Dalam Penyusunan Penelitian, peneliti menggunakan

pendekatan deskriptif-kualitatif-normatif yaitu pemecahan masalah

dengan cara mengumpulkan informasi dan data sebanyak-

banyaknya dengan jalan mengklasifikasikannya serta

menganalisisnya.

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terdiri dari dua sumber yakni :

1. Sumber Primer, yaitu berupa wawancara, dokumen-dokumen,

buku-buku yang menyangkut dengan Arbitrase khususnya

arbitrase islam, Peradilan Agama, Perbankan Syariah.

2. Sumber Sekunder, yakni memberikan penjelasan dan

menguatkan data primer yang mencakup Karya Tulis berupa,

Page 29: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

makalah, koran, majalah, dan lain-lain dengan mengambil

materi yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.

d. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian yang menggunakan metode library

research ini, dalam pengolahaan data digunakan metode kualitatif,

yakni dengan cara pengumpulan data sebanyak-banyaknya

kemudian diolah menjadi satu-kesatuan data mendeskripsikan

permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi

yang relevan dengan permasalahan lalu dikomparasikan.

e. Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam skripsi ini adalah kualitatif-

normatif yakni pengumpulan data dari berbagai dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan Arbitrase, Peradilan Agama dan Perbankan

Syariah di Indonesia.

Selain itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis juga

menggunakan metode analisis Induktif, yaitu dengan cara

menganalisa data yang bertitik tolak dari data yang bersifat khusus

kemudian ditarik pada kesimpulan umum.

Page 30: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

f. Teknik Penulisan Laporan

Adapun sifat dan bentuk laporan dalam skripsi ini adalah

deskriptif-analitis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2007 yang diterbitkan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun secara sistematis menjadi lima

bab. Tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab dengan rincian sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas latar belakang

permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka konsep, metode

penelitian dan tekhnik penulisan serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Teoretis. Bab ini akan menguraikan tentang

pengertian persepsi, pengertian arbitrase, dan pengertian Peradilan

Agama, dan bank syariah.

Page 31: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Bab III Badan Arbitrase Syariah Nasional dan Peradilan

Agama sebagai lembaga penyelesaian sengketa muamalat. Bab ini

menjelaskan tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional Dasar

hukum dan wewenang BASYARNAS, Peradilan Agama, dasar hukum

dan wewenang serta Analisa tentang dasar hukum BASYARNAS dan

Peradilan Agama di Indonesia.

Bab IV Pilihan penyelesaian sengketa antara BASYARNAS dan

Peradilan Agama Persepsi Praktisi Perbankan Syariah. Bab ini

menguraikan tentang Sengketa Bank Syariah, Persepsi Praktisi,

Sikap Praktisi, dan Pengaruh Persepsi atas Sikap Praktisi terhadap

pilihan penyelesaian sengketa muamalah.

Bab V Penutup, kesimpulan dan saran

Page 32: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Pengertian Persepsi

Dalam kamus ilmiah populer, kata persepsi mempunyai arti

pengamatan, penyusunan dorongan dalam kesatuan-kesatuan; hal

mengetahui, melalu indera, tanggapan (indera); daya memahami.8

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi

diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu,

serapan, proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca

inderanya.9

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami

setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkunganya,

baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan

penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada

pengenalan bahwa persepsi itu suatu penafsiran yang unik

terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar

8 Pius A. Partanto & M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:

Arkola, 1994. Hal 591 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi

ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005

16

Page 33: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

terhadap situasi, seperti yang dikatakan oleh David Krech: “Peta

kognitif individu itu bukanlah penyajian fotografik dari suatu

kenyataan fisik, melainkan agak bersifat konstuksi pribadi yang

kurang sempurna mengenai obyek tertentu, diseleksi sesuai dengan

kepentingan utamanya dan difahami sesuai kebiasaannya. Setiap

pemahaman adalah pada tingkat tertentu bukanlah seniman yang

representatif, karena lukisan gambar tentang kenyataan itu hanya

menyatakan realitas individunya”.10

Pengertian persepsi dikemukakan oleh Rita L. Atkinson,

seperti dikutip oleh Hayadin, berbunyi sebagai berikut: “Proses

dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus yang

biasanya hampir tidak disadari bagian-bagian kecilnya, dan

lingkungan”.11 Dengan kata lain, persepsi merupakan usaha

memahami keadaan tertentu yang menjadi kemungkinan untuk

difahami dan diterima.

Persepsi dikemukakan oleh Desiderato, seperti dikutip oleh

Jalaludin Rahmat, berbunyi: “persepsi adalah pengalaman tentang

10 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Hal. 123 11 Hayadin, Hubungan Harapan Berkarir dan Persepsi terhadap Iklim

Sekolah (School Climate) dengan Kinerja Kepala Sekolah, Jakarta: PPs-UNJ, 2000. Hal. 5

Page 34: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah

memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).12

Dari beberapa pengertian persepsi di atas, penulis

menyimpulkan bahwa persepsi adalah pengamatan seseorang

terhadap suatu obyek sehingga terdapat makna yang dimengerti

yang akan menjadikan suatu pandangan.

Faktor-faktor yang menmpengaruhi pengembangan persepsi

seseorang, antara lain:

1. Psikologi

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini

sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi. Sebagai contoh

terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram,

akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi

seseorang yang buta warna atau suara merdu Grace Simon

12 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Rosdakarya, 2004, Cet. Ke-21, Hal. 129

Page 35: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

yang menyanyikan lagu cinta, barangkali tidak menarik dan

berkesan bagi orang yang kurang mendengar atau tuli.

2. Famili

Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah

familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara

yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di

dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang

diturunkan kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu tidak ayal

lagi kalau orang tuanya NU akan mempunyai anak-anaknya

yang NU pula. Demikian pula seorang anak dalam kampanye

pemilu mendukung PKB, karena orang tuanya tokoh PKB

tersebut.

3. Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga

merupakan salah satu faktor yang kuat dalam

mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang

dan memahami keadaan di dunia ini.13

B. Pengertian Arbitrase Islam

13 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 128

Page 36: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Pengertian arbitrase secara umum di Indonesia, menurut

para pakar hukum adalah sebagai berikut:

Sudargo Gautama,14 menyatakan bahwa arbitrase adalah

cara-cara penyelesaian hakim partikiler yang tidak terikat dengan

berbagai formalitas, cepat dalam memberikan keputusan, karena

dalam instansi terakir serta mengikat, yang mudah untuk

dilaksanakan karena akan ditaati para pihak.

Abdul Kadir Muhammad,15 menyatakan bahwa arbitrase

adalah badan peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum,

yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah

peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh

para pihak-pihak pengusaha yang bersengketa, penyelesaian

sengketa di luar pengadilan negara merupakan kehendak bebas

para pihak, kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian

tertulis yang mereka buat sebelum dan sesudah terjadi sengketa

sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata.

14 Sudargo Gautama, Arbitrase Dagang Internasional, Bandung: Alumni,

1979. Hal. 5 15 Abdul kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992. Hal. 276

Page 37: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

R. Subekti,16 mengatakan bahwa arbitrase adalah suatu

penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau

para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan

tunduk atau mentaati keputusan yang akan diberikan wasit atau

para wasit yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.

Menurut Undang-undang Nomor. 30 tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa pada pasal 1 ayat 1

disebutkan bahwa:

“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang berdasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Sedangkan arbitrase dalam perspektif islam (arbitrase

syariah) dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal

dari kata kerja hakkama.17 Secara etimologis, kata itu berarti

menjadikan seseorang menjadi pencegah suatu sengketa. Secara

teknis tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase

yang dikenal dewasa ini, yaitu: “pengangkatan seorang atau lebih

sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna

16 R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bandung: PT. Bina Cipta, 1979. Hal 1 17 Luis Ma’luf, Al Munjid Fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyria,

1994. Hal 146

Page 38: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

menyelesaikan perselisihan mereka secara damai”. Kata sinonim

yang digunakan adalah muhakkam, sedang wasit atau arbiter

digunakan istilah hakam, yaitu: Who stties a dispute (yang

menyelesaikan perselisihan).18

Dalam istilah fiqih, pengertian tahkim seperti yang

didefinisikan oleh Abu al-Ainain Abdul Fatah Muhammad, tahkim

diartikan sebagai bersandarnya dua orang yang bertikai kepada

seseorang yang mereka ridhai keputusannya untuk menyelesaikan

pertikaian mereka (para pihak).19

Dan menurut para pakar hukum islam, terutama dari

kalangan mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah memberikan pengertian

sebagai berikut:

Menurut kelompok Hanafiyah hakam adalah:20 “Memisahkan

persengketaan dan memutuskan pertikaian atau menetapkan

hukum antara manusia dengan yang haq dan dengan apa yang

ditentukan oleh Allah SWT”. Sedangkan menurut kelompok

18 Bernard Lewis, Encyclopedia of Islam, Leiden: E. J. Briil, 1987. Vol. VII,

Hal 72 19 Abu al-Ainain Abdul Fatah Muhammad, Al-Qadha Wa al-Istbat Fi al-Fiqh

al-Islami, Mesir: Dar al-Fikr, 1976. Hal 84 20 Said Agil Husain al-Munawar, Pelaksanaan Arbitrase Islam dalam

Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta: BAMUI dan BMI, 1994. Cet. Ke-1. Hal 48-49

Page 39: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Syafi’iyah hakam adalah:21 “Memisahkan pertikaian antara dua

pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah SWT”. Atau

“Menyatakan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa bagi yang

wajib melaksanakannya”.

Dari pengertian di atas, apabila diperhatikan dalam setiap

perselisihan atau sengketa di dalam membuat perjanjian (aqad)

terdapat tiga komponen penting yang menimbulkan persengketaan.

Ketiga komponen yang menjadi persengketaan dalam hal ini

adalah: Pertama, mushalih yaitu para pihak yang mengadakan

perjanjian atau aqad yang berkaitan dengan klausula perjanjian

yang telah ditetapkan sebelum atau sesudah terjadinya sengketa.

Kedua, mushalih ‘anhu yaitu persoalan para pihak yang

dipersengketakan berkaitan dengan isi atau materi perjajian yang

menjadi sumber sengketa. Ketiga, mushalihi ‘alaini atau badalush

sulh yaitu arbitor yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa

terhadap seseorang yang melakukan wanprestasi atau pelanggaran

yang dilakukan pihak lain.

Pada hakikatnya arbitrase dalam perspektif islam atau

arbitrase syariah mempunyai pengertian yang sama dengan

21 Ibid

Page 40: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

pengertian arbitrase secara umum di Indonesia. Dalam dunia

hukum sekarang ini, kata arbitrase berasal dari bahasa latin, yaitu

arbitrate yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan suatu

perkara menurut kebijaksanaan.22 Dalam istilah bahasa inggris

arbitrase disebut arbitration sehingga dari kedua istilah tersebut

dapat disimpulkan bahwa arbitrase mengandung pengertian

sebagai cara penyelesaian suatu persengketaan melalui arbiter

yang berusaha menghilangkan sikap permusuhan di antara dua

pihak yang bersengketa. Inilah yang merupakan salah satu ciri

khas dari sistem pengadilan arbitrase dibandingkan dengan sistem

pengadilan yang lain.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

arbitrase syariah adalah suatu cara penyelesaian sengketa para

pihak yang dilakukan oleh wasit (hakam) di luar lembaga peradilan

berdasarkan kesepakatan baik sebelum atau sesudah terjadinya

sengketa secara syariah.

Pada umumnya sistem peradilan arbitrase mensyaratkan para

pihak untuk bersepakat dalam menyelesaikan persengketaan

meraka secara perdamaian, untuk itulah perlu dibuat suatu

22 M. Husyein Umar dan A. Supriyani Kardono, Hukum dan Lembaga

Arbitrase di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1995. Hal 2

Page 41: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

klausula arbitrase yang tercantum pada perjanjian pokoknya,

bahwa apabila terjadi persengketaan yang timbul kemudian hari,

mereka bersepakat untuk dibawa kelembaga yang ada.

C. Pengertian Peradilan Agama di Indonesia

Sebelum memaparkan tentang pengertian Peradilan Agama

terlebih dahulu penulis ingin menjelaskan tentang kedua kata yang

saling berhubungan yang kita temui dalam istilah Lembaga

Peradilan, kata tersebut adalah Peradilan/Pengadilan dan Agama.

Peradilan secara bahasa berasal dari kata adil yang mendapat

awalan “per” dan akhiran “an” kata adil mempunyai arti: 1) Tidak

berat sebelah, tidak memihak, keputusan hakim itu. 2) Memihak

kepada yang benar: berpegang kepada kebenaran. 3) Sepatutnya,

tidak sewenang-wenang mengemukakan tuntutannya. Jadi kata

peradilan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah segala

sesuatu yang mengenai perkara pengadilan: Lembaga Hukum yang

bertugas memperbaiki. Sedangkan kata pengadilan mengandung

arti : 1) Dewan atau Majelis yang mengadili perkara; Mahkamah. 2)

Proses mengadili: keputusan hakim banyak yang tidak puas akan –

hakim itu. 3) Sidang hakim ketika mengadili perkara. 4) Rumah

Page 42: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

atau (bangunan) tempat mengadili perkara; rumahnya dimuka

kantor – Negeri. Sedangkan kata agama adalah Badan Peradilan

khusus untuk orang-orang yang beragama islam yang memeriksa

dan memutuskan perkara tentang perceraian, talak dan lain-lain

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.23

Undang-undang No. 3 Tahun 2006 telah mengatur definisi

Peradilan Agama sebagaimana disebutkan dalam pasal 2, sebagai

berikut: “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang”. Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa lembaga

peradilan yang dimaksud, diperuntukan bagi umat islam saja. Hal

ini menunjukan pula bagi umat islam yang berperkara dapat

menyelesaikannya melalui peradilan yang hakim-hakimnya

beragama islam serta diselesaikan menurut ajaran islam.

Menurut M. Ali Assabuni dalam bukunya tafsir ahkam

menjelaskan bahwa agama adalah suatu jalan, cara atau

kepercayaan. Jadi, peradilan menurut istilah adalah suatu tempat

23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka, 2005. Hal 6-7

Page 43: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

dimana dilakukan peradilan yang menyelesaikan perselisihan di

antara dua orang dengan hukum agama atau hukum syara’.

Menurut fiqih peradilan diartikan dengan:24 “kata yang

menunjukan banyak arti, arti yang paling populer adalah

menghukumi sesuatu dan memutuskannya”. Sedangkan peradilan

menurut istilah adalah: “pemerintahan islam yang menuntut

melakukan upaya menyelesaikan permusuhan di antara dua orang

yang sengketa dengan hukum Allah SWT”.

Kesimpulannya, Peradilan Agama adalah suatu lembaga yang

mengadili, memutuskan perkara-perkara orang islam yang

berkaitan dengan masalah perceraian, talak, kewarisan, dan lain-

lain sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

D. Bank Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

Kata bank berasal dari bahasa Italia blanco yang berarti meja

yang dipakai untuk penitipan dan penukaran uang di pasar.25 Pada

zaman dahulu hampir setiap daerah memiliki mata uang sendiri,

24 Abdul Fatah, Muhammad Abu al-Aini, Al-Qadha wa Isbath Fi al-Fiqih Islami ma’almuqoronah bi Qonuni al-Isbati al-Yumna, Mesir: Dar al Fikr, 1976. Hal 7

25 Muhammad Maslehuddin, Sistem Bank dalam Islam, Jakarta, Rineka Cipta, 1994, Cet. II Hal 1

Page 44: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

sehingga setiap ingin melakukan setiap transaksi lintas daerah

harus menukarkan uang atau emas dengan mata uang daerah

tersebut. Badan yang menyediakan jasa penukaran mata uang

inilah yang disebut bank. Kemudian pengertian bank berkembang

menjadi “Sebuah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan

peredaran uang”.

Malayu SP. Hasibuan mengemukakan rumusan definisi bank

sebagai berikut: “ Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang,

pengumpul dana dan pemberi kredit, mempermudah pembayaran

dan penagihan stabilisator, moneter dan dinamisator

perekonomian”.26 Sedangkan G.M Verry Stuart mendefinisan bank

dengan: “Bank adalah suatu badan usaha yang wujudnya

memuaskan keperluan orang lain akan kredit, baik uang yang

diterimanya, sebagai petaruh orang lain maupun dengan jalan

mengeluarkan uang kertas atau uang logam.27

26 Malayu SP. Hasibuan, Teori dan Praktek Kegiatan Operasional Bank,

Jakarta, CV. Masagung, 1996. Hal 3 27 Ibid Hal 4

Page 45: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Di Indonesia pengertian bank dipertegas dalam Undang-

Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat (2) yang

berbunyi:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Sementara kata syariah adalah satu derivasi dari kata

Syara’a yang berarti al Bayan Wa al Idzhar (Jelas). Sedangkan

Manna al Qatthan mengartikan syariah dengan ungkapan “Jalan

atau tempat keluarnya air untuk minum”. Kemudian bangsa Arab

menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus dan padat saat

dipakai dalam pembahasan hukum menjadi bermakna segala

sesuatu yang disyari’atkan Allah swt kepada hambanya sebagai

jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dari pengertian bank di atas, dapatlah dipahami pengertian

bank syariah yang merupakan sebuah wujud perbankan dengan

sistem dan praktek operasional yang mengacu kepada ketentuan-

ketentuan Al Qur’an dan Hadits baik itu berupa larangan-larangan

yang harus dijauhi maupun perintah yang harus dijalankan.

Menurut Amin Azis bank syariah (Islam) merupakan lembaga

perbankan yang sistem operasinya berdasarkan syariat Islam. Ini

Page 46: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

berarti operasi perbankan mengikuti tata cara berusaha dan

perjanjian usaha berdasarkan al Qur’an dan sunnah Rasul. Hal ini

dipertegas dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Bab I Pasal 1 ayat (3), bank syariah adalah “bank umum yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang

dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran”.28

Kegiatan bank syariah pada dasarnya merupakan perluasan

jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan

menginginkan pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada

sisitem bunga melainkan atas dasar prinsip bagi hasil jual beli

sebagaimana digariskan syariat Islam.

Dahlan Siamat, dalam bukunya Manajemen Lembaga

Keuangan menerangkan prinsip bagi hasil dalam bank syariah

sebagai berikut:

28 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta, Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 1999 Edisi ke-2, Hal 458

Page 47: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Prinsip bagi hasil tersebut adalah prinsip yang berdasarkan

syariah yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil

dalam:

a. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat

sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yang

dipercayakan kepadanya

b. Menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan

penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk

pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal

kerja

c. Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha

lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi

hasil29

2. Prinsip Operasional Bank Syariah

Pada dasarnya aktivitas keuangan dan perbankan dapat

dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk

membawa mereka kepada, paling tidak pelaksanaan dua ajaran al

Quran yaitu:

29 Ibid, Hal 124

Page 48: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

a. Prinsip at-Ta’awun, yaitu saling membantu dan bekerja sama

di antara anggota masyarakat untuk kebaikan

b. Prinsip menghindari al-Ikhtinaz, yaitu menahan uang atau

dana dan membiarkannya menganggur (idle) dan tidak

bertukar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat

umum30

Dan ada empat prinsip yang mendasari jaringan kerja

perbankan dengan sistem syariah, yaitu:31

a. Perbankan Non Riba

Menurut para pakar perundangan riba adalah suatu kontrak

atas harta tertentu yang tidak diketahui persamaan dan

ukurannya ketika akad dilaksanakan, atau melambatkan

salah satunya. Umat Islam dilarang mengambil riba apapun

jenisnya. Tidak ada tempat bagi riba untuk masuk ke dalam

sistem perdagangan Islam sebagaimana dijelaskan dalam

surat al-Baqarah ayat 278-279. Dalam prinsip perbankan

syariah masalah riba adalah musuh utamanya, sebab salah

30 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariahm, Jakarta, Alvabet,

2002, Cet, ke-1, Hal 11-12 31 Jafril Khalil, “Prinsip Syariah dalam Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis,

Jakarta, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis 2002, Volume 20, Hal 47-49

Page 49: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

satu filosofi wujud bank syariah adalah untuk menghindarkan

muamalah riba seperti yang dilaksanakan bank konvensional

b. Perniagaan halal dan tidak haram

Prinsip kedua dalam berbisnis adalah mesti halal dan bukan

berbisnis barang-barang yang diharamkan oleh Islam. Islam

memerintahkan kepada pemeluknya untuk melaksanakan

hal-hal yang baik dan menghindarkan hal-hal yang dibenci

Allah

c. Keridhoan pihak-pihak dalam berkontrak

Etika berbisnis dalam Islam menginginkan setiap yang

berkontrak mendapatkan kepuasan dalam mengadakan

transaksi, oleh sebab itu harus ada kerelaan bagi pihak-pihak

yang berkontrak. Apabila ada pihak yang tidak puas dalam

suatu kontrak mereka boleh menyatakan ketidak puasannya

dan pihak yang lainnya harus melayaninya dengan baik,

sehingga kedua belah pihak merasa puas terhadap kontrak

tersebut

d. Pengurusan dana yang amanah, jujur dan bertanggung jawab

Dalam berbisnis, nilai kejujuran dan amanah dalam mengurus

dana merupakan sifat para Nabi dan Rasul dalam kehidupan

Page 50: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

sehari-hari. Kejujuran dan amanah merupakan sifat yang

hampir bersamaan, antara satu dengan yang lain saling

memperkuat. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-

Mu’minun ayat 8.

Dalam operasionalnya, bank syariah secara umum dapat di

katagorikan kepada empat bagian32:

a. Deposito Nasabah

Dalam operasionalnya bank akan menerima deposit melalui

beberapa rekening, diantaranya rekening giro, rekening

mudharabah, dan lain-lain. Rekening tersebut biasanya

dioperasikan dengan kontrak mudharabah dan wadi’ah.

Kontrak mudharabah yaitu kontrak atas satu jenis

perkongsian dengan modal dari satu pihak dan usaha dari

pihak lain dan pembagian keuntungannya sesuai dengan

kesepakatan antara pengusaha dengan pemodal, yang

penting prosentasinya harus ditetapkan diawal. Dan kontrak

wadi’ah yaitu mewakilkan kepada orang lain untuk

memelihara hak milik. Yang dititipkan hanya barang-barang

yang bernilai dan bermanfa’at dalam hal ini bank atas izin

32 ibid, h. 49-53

Page 51: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

pemiliknya dapat menginvestasikan dan bank akan

memberikan bonus kepada pemiliknya sesuai dengan

kemampuannya.

b. Pembiayaan

Bank syariah suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan

berbagai kontrak perdagangan syariah, dan yang dapat

dioperasikan pada bank syariah:

1. Al-Mudharabah, dari segi konsep dasar sama dengan yang

diatas, namun yang membedakan adalah pada

pelaksanaannya. Pada deposit nasabah, merekalah yang

bertindak sebagai shahibul mal dan bank bertindak

sebagai mudharib, sedangkan dari pada skim pembiyaan

bank sebagai shahibul mal dan nasabah sebagai mudharib.

2. Al-Musyarakah, yaitu akad antara dua orang atau lebih

dengan menyetorkan modal dengan keuntungan di bagi

sesama mereka menurut porsi yang disepakati.

3. Al-Murabahah, yaitu suatu skim bagi orang yang

memerlukan suatu pembiayaan untuk keperluan produktif

atau pun konsumtif, kalau tidak memiliki uang yang cukup

boleh menggunakan elemen ini untuk berkontrak karena

Page 52: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

nasabah diberikan ruang untuk membeli sesuatu dengan

cara pembayaran yang ditangguhkan atau dibayar secara

berangsur.

4. Al-Ijarah, yaitu upah atau sewa dapat juga di definisikan

dengan menjual manfaat, kegunaan dan jasa dengan

bayaran yang ditetapkan sifatnya adalah pelayanan, maka

dari sini dapat dilahirkan berbagai produk, dan diperlukan

kreativitas pegawai bank dalam mengembangkan produk

ini.

5. Al-Qardh al-Hasan, yaitu akad yang memindahkan hak

milik pemberi utang kepada pihak yang berutang berupa

sejumlah uang atau barang yang mempunyai kesamaan

dan ketika sudah sampai yang diperjanjikan untuk

membayarnya tanpa adanya bunga. Dalam pelaksaannya,

bank sebaiknya menyisihkan sebagian dari dananya dan

dapat digunakan untuk pembiyaan ini, guna membantu

masyarakat yang sangat membutuhkan dana untuk

keperluan tertentu dalam waktu dekat, tapi tidak dalam

jumlah yang besar.

c. Pembiayaan perdagangan

Page 53: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Diantara pembiyaan perdagangan yang perlu dibuatkan

produknya adalah pembiyaan sebagai berikut:

1. Surat kredit (L/C), yaitu apabila para pedagang ingin

melakukan transaksi ekspor atau impor agar transaksi

mereka berjalan lancar dapat dilakukan dengan tiga prinsip:

a) Surat kredit dibawah prinsip al-wakalah, yaitu

menyerahkan wewenang kepada seseorang untuk

menjalankan suatu tugas yang akan dilakukan oleh

seseorang yang mempunyai wewenang itu. Dalam

praktiknya, dapat dilakukan oleh nasabah dengan bank

syariah seperti nasabah memohon untuk dibuatkan surat

kredit, dan bank meminta nasabah untuk menyediakan

deposit menurut harga barang yang akan diimpor, dan

bank hanya mengenakan komisi kepada nasabah.

b) Surat kredit dibawah prinsip al-musyarakah, caranya

adalah dalam pembayaran barang yang akan diberi oleh

nasabah dengan berkongsi kepada bank. Untuk

menjualnya diserahkan kepada nasabah dan keuntungan

yang diperoleh dibagi antara pihak bank dan nasabah

menurut porsi yang disepakati bersama.

Page 54: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

c) Surat kredit dibawah prinsip al-murabahah, dalam

prakteknya bank syariah dapat membelikan dan

mengimpor barang sebagaimana yang dikehendaki oleh

nasabah. Setelah barang itu dibeli oleh bank, nasabah

membelinya dengan kontrak al-murabahah dan

pembayaran akan dilakukan oleh nasabah dikemudian

hari.

2. Surat jaminan, yaitu apabila seseorang memerlukan oleh

orang lain untuk menjamin dirinya agar dapat dipercayai

dalam memegang suatu amanah atau urusan, maka ia

memerlukan jaminan yang biasanya disebut sebagai al-

kafalah dan al-damanah. Dan keuntungan bank

menggunakan elemen ini, mendapatkan bayaran dari

nasabah berupa fee atau upah.

3. Pembiyaan modal kerja dibawah kontrak al-murabahah,

biasanya masyarakat kalau mau membuka suatu usaha atau

membuka aktivitas bisnis yang memerlukan modal, dan bank

dapat membiayai modal kerjanya dengan menggukan kontrak

al-murabahah.

Page 55: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

d. Pelayanan lain

Pada prakteknya bank syariah dapat melayani berbagai

keperluan yang di inginkan masyarakat selagi ada unsur

komersilnya dan tidak bertentangan dengan ketentuan syar’i.

Umpamanya pelayanan pengiriman uang, pelayanan

penukaran uang asing, pembayaran telepon, listrik, air,

pelayanan gadai dan lain-lian.

Pelayanan diatas pada umumnya beroperasi dalam elemen

kontrak al-ijarah, bank hanya mengenakan upah. Khusus

penukaran uang selain beroperasi dalam bentuk al-ijarah, juga ada

perlakuan khusus yang nama kontraknya al-sharf, yaitu penukaran

mata uang yang sejenis atau berlainan jenis. Seperti menukarkan

mata uang emas dengan mata uang emas, mata uang emas

dengan mata uang perak ataupun mata uang lain yang dipakai

dipasar.

Page 56: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

BAB III

BASYARNAS DAN PERADILAN AGAMA SEBAGAI

LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA MUAMALAT

A. Badan Arbitrase Syariah Nasional

1. Sejarah Berdirinya

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang dahulu

bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), didirikan

oleh Majlis Ulama Indonesia tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H

bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. didirikan dalam

bentuk badan hukum yayasan, sebagaimana dikukuhkan dalam

Akte Notaris Yudo Paripurno, SH. Nomor 175 tanggal 21 Oktober

1993 tersebut.33

HS. Prodjokusumo34 Sekum MUI, menyebutkan bahwa

gagasan pembentukan badan ini “tidak terlepas dari konteks

perkembangan kehidupan sosial ekonomi umat islam”. Kontekstual

ini jelas dihubungkan dengan berdirinya Bank Muamalat dan Bank

33 Abdul Rahman Saleh, Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta: BAMUI dan

BMI, 1994. Hal 191 34 Ibid

Page 57: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Perkreditan Rakyat berdasarkan prisip syariat islam (BPRS) yang

lebih dulu lahir, bersesuaian dengan diberlakukannya perangkat

hukum yang mendukung beroperasinya perbankan dengan sistem

yang berprinsip islam yaitu UU No. 7/1992 dan PP No. 71 dan 72

tahun 1992. selain bank, telah diketahui pula adanya rencana

pengoperasian asuransi berdasarkan prinsip islam. Perkembangan

baru Lembaga Keuangan Islam tersebut menjadi nyata dengan

diresmikannya asuransi Takaful pada Agustus 1994.

Beberapa tahun kemudian, atas keputusan MUI melalui hasil

Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada tanggal 23 Desember 2003

nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah

menjadi BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) dengan

suatu alasan bahwa banyaknya sistem bank yang menggunakan

prinsip dan nama syariah. Sehingga timbul kesan di kalangan

masyarakat luas bahwa BAMUI adalah lembaga penyelesaian

sengketa yang dikhususkan untuk Bank Muamalat Indonesia (BMI)

saja mengingat pada saat itu bank yang pertama kali

memberlakukan prinsip syariah adalah Bank Muamalat Indonesia

(BMI) karena di lihat dari penggunaan kata muamalatnya. Dari

banyaknya nama syariah inilah akhirnya MUI merubah BAMUI

Page 58: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Di

samping itu juga karena banyaknya anggota pembina dan pengurus

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang meninggal

dunia. Juga ada yang beranggapan bahwa yang mendirikan Badan

Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) adalah Bank Muamalat itu

sendiri, padahal kenyataannya yang meresmikan BAMUI adalah

MUI itu artinya Majlis Ulama Indonesia yang mendirikan BAMUI

dengan segala keputusan yang menyangkut BAMUI diputuskan oleh

Majlis Ulama Indonesia (MUI)35.

2. Fungsi dan Tujuan Badan Arbitrase Syariah Nasional

Setiap lembaga atau badan pasti memiliki tujuan yang

hendak dicapai untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dengan

tujuan tersebut lembaga atau badan dapat memperkirakan mutu

didirikannya badan atau lembaga tersebut. Seperti halnya Badan

Arbitrase Syariah Nasional memiliki fungsi dan tujuan sebagai

berikut:

Penyelesaian sengketa-sengketa keperdataan (khususnya)

yang ditangani oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional

30 Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), Jakarta 25 Agustus 2004,

Skripsi Peranan BASYARNAS Terhadap Penyelesaian Sengketa Bank Syariah, 2005

Page 59: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

(BASYARNAS) diputuskan secara damai (islah). Menurut islam

mendamaikan persengketaan itu merupakan pekerjaan baik dan

terpuji seagaimana terkandung dalam surah Annisa ayat 128.

Dalam surat Al Hujurat ayat 9 justru mendamaikan orang yang

bersengketa itu menjadi suatu perintah sebagaimana Allah SWT

berfirman yang artinya : “Dan jika ada dua golongan dari orang-

orang mukmin berperang (bersengketa) maka damaikanlah

keduanya secara adil”.

Dengan prinsip perdamaian, menurut A. Wasil Auli terdapat

nilai-nilai positif dan juga konstuktif yaitu:

1. Kedua pihak menayadari sepenuhnya perlunya penyelesaian

sengketa yang terhormat dan bertanggung jawab

2. Secara sukarela mereka menyerahkan penyelesaian sengketa

itu kepada orang atau lembaga yang disetujui dan dipercayai

3. Secara sukarela mereka akan melaksanakan putusan dari

arbiter sebagai konsekuensi atas kesepakatan mereka

mengangkat arbiter. Kesepakatan mengandung janji dan janji

itu harus ditepati

4. Mereka menghargai hak orang lain sekalipun orang lain itu

adalah lawannya

Page 60: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

5. Mereka tidak ingin merasa benar sendiri dan mengabaikan

kebenaran yang mungkin ada pada orang lain

6. Mereka memiliki kesadaran hukum dan sekaligus kesadaran

bernegara atau bermasyarakat sehingga dapat dihindari

tindakan main sendiri

7. Seseungguhnya pelaksanaan tahkim atau arbitrase

mengandung makna musyawarah dan perdamaian

Di samping itu tujuan utama pendirian Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) sebagai berikut:

1. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam

sengketa-sengketa perdata/muamalah yang timbul dalam

bidang perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain

2. Menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam

suatu perjanjian, tanpa adanya suatu sengketa, untuk

memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai suatu

persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut

B. Dasar Hukum dan Wewenang Badan Arbitrase Syariah

Nasional

Page 61: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Keberadaan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

sebagai lembaga arbitrase islam tidak bisa dilepaskan dengan

adanya bank syariah, terutama Bank Muamalat Indonesia (BMI)

yang pada saat itu satu-satunya bank yang menggunakan prinsip

syariah. Kemudian disambut dengan dioperasikannya Bank

Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan Asuransi Takaful sebagai

lembaga keuangan yang juga berdasarkan prinsip syariah.

Dengan adanya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang

berdasarkan prinsip syariah perkembangan muamalah (hukum

perdata islam) telah berkembang mulai dari masalah hukum

keluarga, seperti perkawinan, kewarisan, hibah, wasiat, dan

perceraian ditambah lagi dengan hukum bisnis, seperti

perekonomian dan usaha lainnya. Apabila dikemudian hari timbul

sengketa dari para pihak, apabila sengketa itu timbul dari masalah

bisnis syariah maka penyelesaiannya diserahkan kepada Badan

Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sesuai dengan klausula

yang dibuat para pihak sebelum perjanjian dilakukan.

Keberadaan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

secara yuridis formal mempunyai legitimasi yang sangat kuat di

negara Indonesia. Terdapat dasar hukum negara sebagai hukum

Page 62: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

positif yang berlaku saat ini memungkinkan suatu lembaga di luar

lembaga peradilan umum dapat menjadi wasit/hakim dalam

penyelesaian sengketa para pihak. Walaupun penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman pada dasarnya diserahkan kepada badan

peradilan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 14

tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehakiman. Hal

tersebut merupakan induk dan kerangka umum yang meletakan

dasar dan asas peradilan serta pedoman bagi lingkungan peradilan

umum, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara yang

masing-masing diatur dalam undang-undang tersendiri.

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan

badan arbitrase islam (hakam), maka landasan hukumnya pun

tidak lepas dari pedoman Islam yang bersumber dari Al Quran dan

Hadits. Karena penyelesaian sengketa melalui seorang juru damai

merupakan kebiasaan dari masyarakat sejak masa Arab pra Islam.

Nabi Muhammad SAW seringkali diangkat menjadi juru damai oleh

masyarakat arab pada saat itu, saat beliau belum menjadi Rasul.

Suatu contoh, pada kasus siapa yang berhak meletakan Hajar

Aswad pada tempatnya kembali, mereka mempercayai Nabi untuk

menyelesaikannya serta merasa puas akan keputusan yang adil

Page 63: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

dari Nabi Muhammad SAW, sejak itu akhirnya Nabi Muhammad

SAW diberi gelar Al Amin.

Adapun dasar hukum arbitrase syariah dapat dilihat dari ayat-

ayat Al-Qur’an yang menganjurkan tentang perlunya perdamaian,

antara lain sebagai berikut:

Surat An-nisa ayat 35, yang artinya sebagai berikut: “Dan jika

kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya maka

kirimilah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam

dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud

mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufiq kepada

suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Mengenal”. Jika dilihat secara tekstual ayat ini mengandung

pengertian hakam dalam masalah keluarga, menyelesaikan

perselisihan antara suami isrtri. Namun jika dilihat dari semangat

yang terkandung di dalamnya, maka terdapat hakam untuk

menyelesaikan perkara secara ishlah, bukan tidak mungkin untuk

diterapkannya pada masalah lain.

Dasar hukum arbitrase syariah selanjutnya adalah hadits

yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang menceritakan tentang dialog

Nabi dengan Abu Syureikh, dikalangan rakyat jika terjadi

Page 64: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

perselisihan dalam berbagai hal, Abu Syureikh seringkali diangkat

sebagai wasit untuk menyelesaikan masalah di antara mereka:

“Qutaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: telah

menceritakan kepada kami Yazid, dia adalah putera Miqdam bin

Syureikh dari Syreikh Ibnu Hani, dari bapaknya yaitu Hani, bahwa

dia (Hani) tatkala datang kepada Rasul maka Rasul berkata

kepadanya: “Sesungguhnya Allah itulah Hakim dan kepadanyalah

dikembalikan segala permasalahan hukum namun mengapa engkau

digelari “Abu Al Hakim”? maka Hani berkata: “Sesungguhnya

kaumku manakala terjadi perselisihan di antara mereka tentang

sesuatu maka mereka mendatangiku dan aku memberikan putusan

hukum bagi mereka dan masing-masing pihak yang berselisih itu

menerima (keputusan) dengan rela hati”. Rasul berkata: “Alangkah

baiknya hal demikian…”.

Selain Al Quran dan Hadits yang menjadi dasar hukum

arbitrase syariah adalah ijma (kesepakatan) para ulama dari

kalangan sahabat Rasulullah atas keabsahan praktik tahkim.

Persengketaan pernah terjadi yang diputuskan melalui arbitrase di

kalangan sahabat. Ini menunjukan bahwa arbitarse sesungguhnya

sudah menjadi keharusan bagi para pihak yang bersengketa untuk

Page 65: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

mengedepankan rasa perdamaian dan persaudaraan diantara

sesama.

Sedangkan yuridiksi (wewenang) Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) meliputi:36

a. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan

perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain

dimana para pihak sepakat secara tertulis untuk

menyerahkan penyelesaiannya kepada BASYARNAS sesuai

prosedur peraturan BASYARNAS.

b. Memberikan suatu pendapat yang mengikat tanpa adanya

suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan

dengan perjanjian permintaan para pihak.

Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaian perselisihan, maka lembaga

peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut. Hakim harus

memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang sebelumnya telah menangani

kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan dan untuk menghindari lamanya proses

penyelesaian.

C. Peradilan Agama di Indonesia

36 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga

Terkait, BAMUI, TAKAFUL dan Pasar Modal Syariah di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Hal 168-169

Page 66: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Kerajaan Islam yang paling penting di pulau Jawa adalah

Demak (yang kemudian diganti dengan Mataram) Cirebon dan

Banten. Di Indonesia Timur yang paling penting adalah Goa di

Sulawesi Selatan dan Ternate yang pengaruhnya meluas hingga

kepulauan Filipina. Di Sumatera yang paling penting adalah Aceh

yang wilayahnya meliputi wilayah melayu.

Untuk perkembangan Peradilan Agama di masa kerajaan

Mataram (1613-1645) diperintah oleh Sultan Agung pada saat itu

sebelum pengaruh Islam masuk ke sistem peradilan yang

berkembang sebelumnya adalah ajaran Hindu yang mempengaruhi

sistem peradilan, ketika itu perkara dibagi menjadi dua bagian:

perkara yang menjadi urusan raja (perkaranya disebut perdata)

dan perkara yang bukan urusan pengadilan raja ( perkara disebut

padu). Bila diperhatikan dari segi materi hukumnya dapat diduga

bahwa hukum perdata bersumber dari ajaran Hindu, sementara

hukum padu bersumber pada hukum adat.37

Ketika Ibnu Battutah singgah di Samudera Pasai (Aceh dekat

Lhok Sumawe sekarang), pada tahun 1345 M, ia mengagumi

37 Abdul Hakim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia “Dari

Otoriter Konsep Menuju Konfigurasi Demokrasi responsif”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hal 38-39

Page 67: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

perkembangan Islam di negeri itu. Ia mengagumi kemampuan

Sultan al-Malik al-Zahir berdiskusi tentang berbagai masalah Islam

dan ilmu fiqih. Menurut pengembara arab muslim Maroko itu, selain

sebagai seorang raja, al-Malik al-Zahir yang menjadi Sultan Pasai

ketika itu adalah juga seorang fuqaha yang mahir tentang hukum

Islam, yang dianut di kerajaan Pasai pada waktu itu adalah hukum

mazhab Syafi’i ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia

bahkan setelah kerajaan Islam Malaka berdiri (1400-1500 M) para

ahli hukum Islam Malaka datang ke Samudera Pasai untuk meminta

kata putus berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalam

masyarakat.

Dalam proses Islamisasi ke kepulauan Indonesia yang

dilakukan para saudagar melalui perdagangan dan perkawinan,

peranan hukum Islam adalah besar, ketika saudagar muslim

hendak menikah dengan seorang wanita setempat misalnya wanita

itu diislamkan terlebih dahulu dan pernikahannya kemudian

dilangsungkan menurut ketentuan hukum Islam, keluarga yang

tumbuh dari perkawinana ini mengatur hubungan antar anggota-

Page 68: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

anggotanya dengan kaidah-kaidah hukum Islam atau kaidah-kaidah

lama yang disesuaikan dengan kaidah Islam.38

Dari beberapa contoh dan uraian singkat tersebut dapatlah

ditarik sebuah kesimpulan bahwa sebelum Belanda mengalihkan

kekuasaanya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang

berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat. Tumbuh dan

berkembang disamping kebiasaan atau adat penduduk yang

mendiami kepulauan nusantara ini. Menurut Soebardi (1978)

terdapat bukti-bukti yang menunjukan bahwa Islam berakar dalam

kesadaran penduduk kepulauan nusantara dan mempunyai

pengaruh yang bersifat normatif dalam kebudayaan Indonesia.

Pengaruh ini menurut De Josselin De Joy (dalam Kusumadi 1960)

merupakan penetration pasifigne, tolerante et constuctive

(penetrasi secara damai, toleran dan bersifat membangun).39

Sikap politik pemerintah Hindia Belanda terhadap Peradilan

Agama yang semula tidak akan melakukan gangguan serta tetap

membiarkan orang Jawa memutuskan seperti dalam instruksi bulan

38 Prof. H. Muhammad Daud Ali, SH, Hukum Islam dan Peradilan Agama

(Kumpulan Tulisan), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hal 190 39 Ibid, hal 192

Page 69: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

September 1808 M, ternyata lebih jauh menjadi mengatur dan

memperluas pengaturan tersebut di pulau Jawa. Hal ini dapat

dilihat dengan keluarnya staatsblad nomor 22 tahun 1820. Dalam

pasal 13 staatblad ini disebutkan bahwa Bupati wajib

memperhatikan soal-soal agama Islam dan untuk menjaga para

pendeta dapat menjalankan tugas mereka sesuai dengan adat

kebiasaan orang Jawa seperti dalam perkawinan, pembagian

pusaka dan sejenis itu.40

Tetapi pada tahun 1882 dikeluarkan penerapan raja Belanda

yang dimuat dalam staatsblad 1882 nomor 152 yang mengatur

bahwa Peradilan Agama di Indonesia untuk pulau Jawa dan Madura

dilaksanakan di Peradilan Agama yang dinamakan priesterrad atau

Majlis Pendeta. Menurut Notosusanto (1963:6) penamaan tersebut

sebenarnya keliru, oleh karena dalam agama Islam tidak dikenal

pranata kependetaan atau padri. Kekeliruan itu dikecam oleh

Snouch Hurgronjec (1973;12) yang menyatakan bahwa hal itu

sebagai akibat kedangkalan pengetahuan pemerintah.

40 Peradilan Agama di Indonesia, Sejarah Perkembangan Lembaga dan

Proses Pembentukan Undang-undangnya, Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Badan Peradilan Agama Islam , Jakarta 2001, hal 8

Page 70: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Dengan adanya ketetapan tersebut, terdapat perubahan yang

cukup penting yaitu: 1) Reorganisasi ini sebenarnya membentuk

Peradilan Agama yang baru disamping landraad dengan wilayah

hukum yang sama, yaitu rata-rata seluas wilayah kabupaten. 2)

Peradilan itu menetapkan perkara-perkara yang dipandang masuk

dalam lingkungan kekuasaannya. Menurut Noto Susanto (1963:7)

perkara-perkara itu umumnya meliputi perkawinan, segala jenis

perceraian, mahar, nafkah, keabsahan anak, perwalian, kewarisan,

hibah, wakaf, shadaqah, dan baitul maal, yang semuanya erat

dengan agama Islam.

Pengadilan Agama tidak memiliki daya paksa. Oleh karena itu

apabila salah satu pihak yang berperkara tidak mau tunduk atas

keputusan tersebut, maka keputusan itu baru dapat dijalankan

dengan terlebih dahulu diberi kekuatan oleh ketua Landroad

(sekarang pengadilan negeri). Seringkali ketua Landroad tidak

bersedia memberi kekuatan atas keputusan Pengadilan Agama atau

membuat terjadinya pertentangan itu adalah sumber hukum yang

digunakan oleh kedua pengadilan itu. Pengadilan Agama

Page 71: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

mendapatkan keputusannya kepada hukum Islam, sedangkan

Landroad mendasarkan keputusannya kepada hukum adat.41

Politik hukum adat yang dasarnya revolusioner, benar-benar

telah mengacaukan perkembangan perubahan-perubahan sosial

dan politik. Apapun gagasan para perumusnya, namun inti politik

itu adalah untuk mendesak Islam kembali, menghambat

kemajuannya dan secara romantis mempertahankan kemurnian

masyarakat adat yang justru adat istiadat itu hanya akan

mengisolir mereka satu dengan yang lain. Banyak pemimpin-

pemimpin Indonesia yang berpendapat bahwa adatrecht politick

hanya menyuburkan taktik devide-et impera dari pemerintahan

kolonial, bagi kebanyakan rakyat pedesaan maupun kota, hal ini

tidak banyak membawa perubahan. Rakyat masih terus meminta

bantuan kepada Pengadilan Agama dalam perkara penyelesaian

warisan nenek moyang, namun secara politis pihak Islam harus

menerima kekalahan, yang sukar untuk direbut kembali di

kemudian hari.42

41 Drs. Cik Hasan Basri. Ms, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: PT.

Rajawali Press, 2003. Hal 110-111 42 Daniel S. Lev, Peradilan Agama Islam di Indonesia, Jakarta: PT.

Intermasa, 1987. Hal 46

Page 72: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Sebagian karena pertentangan ideologi, para pemimpin Islam

tidak dapat memberikan jalan keluar yang lebih baik, mereka yang

sebenarnya ingin melepaskan diri dari lingkungan adat. Maka

gerakan untuk kembali kepada kemurnian Al-Quran dan Hadist

dikalangan para reformis dipaksa berhenti tanpa dapat mengambil

langkah-langkah untuk mencari nilai-nilai baru bagi agama dalam

dunia yang modern ini. Tulisan-tulisan para intelektual Islam pada

tahun 1930-an menggambarkan problematika ini dan sejak itu

mereka menyadari akan pengaruh ketat alam pemikiran tradisional

dalam Islam.43

Sementara itu lembaga-lembaga agama ini, telah mengalami

perubahan yang berarti, sebagian besar akibat politik kolonial atau

kadang-kadang oleh pergerakan politik Islam baru sendiri, yang

oleh para pemimpinnya terutama kalangan modernisasi

perkembangan itu sering dianggap remeh. Gerak kearah ekonomi

Pengadilan Agama (walaupun terbatas) telah disebut dimuka.

Beberapa inovasi yang terjadi di Jawa nampak diperluas kepulau-

pulau lain. Pengadilan Kodi di Kalimantan (biasa di sebut Kerapatan

Kodi) telah diorganisir dan dibentuk pengadilan bandingannya.

43 Ibid, hal. 46-47

Page 73: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Andaikata ada waktu yang cukup, perubahan-perubahan semacam

itu mungkin sudah dilaksanakan di tempat-tempat lain di luar Jawa.

Di luar Jawa sendiri para pejabat agama mencurigai Mahkamah

Islam Tinggi yang baru itu karena dianggap sebagai imbalan atas

pencabutan wewenang mereka terhadap waris. Oleh karena para

hakim agama pada dasarnya kurang percaya akan perubahan baru

yang dilakukan oleh Gubernemen dan khawatir akan lebih banyak

dilakukan pengawasan melalaui Mahkamah Islam Tinggi, maka

mereka pernah membentuk pengadilan bandingan sendiri namun

akhirnya kedudukan Mahkamah Islam Tinggi diterima juga.

Perubahan-perubahan di dalam Peradilan Agama ternyata

berjalan terus setelah penjajahan di tutup, sedang aliran yang

mereka wakili terus berlangsung di bawah tekanan dan pembatasan

yang sama. Namun situasi politiknya telah berubah dengan akibat

dan konsekuensi yang panjang pula.44

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 atas

usul Menteri Agama yang direstui Menteri Kehakiman, pemerintah

menetapkan bahwa Pengadilan Agama diserahkan dari kekuasaan

44 Ibid, hal. 47-48

Page 74: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

kementrian kehakiman kepada kementrian agama dengan

ketetapan pemerintah nomor 5 tanggal 25 Maret 1946.

Sebelum merdeka pegawai pengadilan Agama mendapat gaji

pada masa kolonial Belanda tetapi ketika itu gaji tersebut diberikan

bukan atas nama sebagai pengadilan Agama tetapi menerima gaji

sebagai Islami Tiseh Adviseur pada Landraad. Dan pada akhirnya

kewenangan mengangkat penghulu landraad, penghulu, anggota

raad agama dan pejabat lain yang dahulu pada residen dan bupati

diserahkan pula kepada Menteri Agama dan maklumat pemerintah

nomor 11 tanggal 23 April 1946. ini berarti kewenangan tauliyah

pada hakim/qadhi dalam pelaksanaan syariat Islam yang dahulu

ditangan penguasa kafir (Belanda dan Jepang kini kembali berada

ditangan bangsa Indonesia sendiri).

Sejalan dengan pasal 2 aturan peralihan Undang-undang

Dasar Negara RI 1945, dasar dan wewenang kekuasaan Peradilan

Agama masih tetap berlaku sebagaimana sebelum proklamasi, baik

di pulau Jawa, Madura, Kalimantan Selatan maupun di daerah-

daerah lain. Selama revolusi fisik pada umumnya tidak ada

perubahan tentang dasar peraturan Peradilan Agama secara

Page 75: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

prinsipal, selain usaha-usaha pelestarian Peradilan Agama itu

sendiri. Selama revolusi fisik yang patut di cermati adalah:

Pertama: Keluarnya UU No. 22 tahun 1946 tentang

pencatatan nikah, talak, dan rujuk, pada tanggal 22 November

1946 di Linggar Jati (Cirebon) oleh Presiden RI detetapkan UU No.

22 tahun 1946 tentang penyatuan pencatatan nikah, talak, dan

rujuk menggantikan ordinasi-ordinasi perkawinan yang

sebelumnya. Ini merupakan Undang-undang pertama dalam

sejarah kemerdekaan yang jelas menyangkut pelaksanaan syariat

Islam, sekalipun belum memasuki materi hukum perkawinannya

sendiri.

Kedua: Keluarnya UU No. 19 tahun 1948 yang pernah

dinyatakan berlaku isinya antara lain dihapusnya susunan Peradilan

Agama yang telah ada selama ini, tetapi materi hukum yang

menjadi wewenangnya ditampung dan dimasukan di Pengadilan

Negeri yang secara istimewa diputus oleh dua orang hakim ahli

agama disamping hakim yang beragama Islam sebagai ketua.

Keweangan Pengadilan Agama dimasukan dalam Pengadilan Umum

secara istimewa yang diatur dalam pasal 35 ayat (2), Pasal 75 dan

Pasal 33. Undang-undang ini merupakan aturan yang penting

Page 76: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

tentang peradilan dalam masa pemerintahan RI Yogyakarta.

Undang-undang ini bermaksud mengatur mengenai peradilan dan

sekaligus mencabut serta menyempurnakan isi UU No. 70 tahun

1947 tentang susunan dan kekuasaan Mahkamah Agung dan

Kejaksaan yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.

sehubungan dengan lingkungan peradilan, undang-undang ini

menetapkan tiga lingkungan peradilan yaiu peradilan umum,

peradilan tata usaha negara, dan peradilan ketentaraman.45

Pada tahun 1970, pemerintah lebih mempertegas keberadaan

Peradilan Agama dengan dikeluarkannya UU No. 14 tahun 1970

tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dalam

pasal 10 disebutkan : ada empat lingkungan peradilan di Indonesia

yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan

Peradilan Tata Usaha Negara. Seluruh peradilan tersebut

disejajarkan posisinya secara hukum dan berinduk kepada

Mahkamah Agung.

45 Kamarusdiana, S.Ag. MH, Diktat mata Kuliah Peradilan Agama di

Indonesia, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003-2004. Hal 65-66

Page 77: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

D. Dasar Hukum dan Wewenang Peradilan Agama di

Indonesia

Adapun yang menjadi kompetensi Peradilan Agama dapat kita

lihat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama yang dalam pasal 49-nya menyebutkan bahwa :

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang

:

a. Perkawinan

b. Kewarisan, Wasiat, dan Hibah yang dilakukan berdasarkan

hukum Islam

c. Waqaf dan Shadaqah”46

Berdasarkan ketentuan pasal 50 Undang-Undang No. 8 ahun

2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986

Tentang Peradilan Umum, disebutkan bahwa :

“Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama”

46 Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,

Yogyakarta: PT. Citra Media, 2006. Hal 144

Page 78: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Undang-Undang Peradilan Agama tahun 1989 ini telah

mengalami perubahan pada tahun 2006, yaitu dengan lahirnya

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006. Terkait dengan kompetensi

Peradilan Agama yang tertuang dalam ketentuan pasal 49

mengalami perluasan. Adapun perluasan kewenangan dari

Pengadilan Agama tertuang dalam pasal 49 huruf i, yaitu berupa

kewenangan menyelesaikan sengketa di bidang Ekonomi Syariah.

Yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah menurut penjelasan pasal

49 huruf i Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 adalah perbuatan

atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah,

meliputi : Bank Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah,

Reksa dana Syariah, Obligasi Syariah dan Surat berharga berjangka

menengah Syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah,

Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah,

Bisnis Syariah, dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah.47

Melihat kepada kewenangan Peradilan Agama dan Peradilan

Umum di atas, kewenangan Peradilan Agama berdasarkan Undang-

Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama mempunyai

47 Ibid.

Page 79: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

kompetensi atau kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan

memutus sengketa dibidang Ekonomi Syariah.

E. Analisa Tentang Dasar Hukum BASYARNAS dan Peradilan

Agama di Indonesia Selama ini, sebelum amandemen UU Peradilan Agama,

memang ada lembaga yang menangani sengketa perekonomian

syariah, yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

Kasus sengketa ditangani oleh Badan Arbitrase Syariah Nasioal

(BASYARNAS), sesuai dengan akad di lembaga keuangan syariah.

Nasabah dan lembaga perbankan secara ”terpaksa” harus memilih

lembaga Basyarnas untuk menyelesaikannya. Setiap draft kontrak

syariah telah memuat klausul Basyarnas. Keharusan ke Basyarnas

karena belum dikeluarkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.

Tetapi setelah keluarnya Undang-Undang tersebut, harus dibuka

peluang seluas-luasnya kepada Pengadilan Agama untuk

mengadilinya, sehingga tidak menjadi monopoli Basyarnas.

Selain itu, sering pula ditemukan redaksi akad yang

membuka dualisme hukum yang sangat menyesatkan. Banyak

bank-bank yang syariah yang menyebutkan dalam akadnya, bahwa

jika terjadi perselisihan akan diselesaikan oleh lembaga arbitrase

Page 80: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

syariah atau Pengadilan Negeri. Hal ini menyesatkan, karena jika

para pihak sudah menentukan dan memilih lembaga arbitrase,

maka sudah tertutup peluang kepada Pengadilan Negeri. Pilihan

tersebut harus tegas, apakah arbitrase atau pengadilan Negeri. Jika

para pihak memilih pengadilan Negeri, hal inipun tidak tepat, tidak

relevan dan jelas tidak sesuai syariah.

Dengan keluarnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, kasus

sengketa ekonomi syariah harus diselesaikan di Pengadilan Agama,

kecuali para pihak sepakat diselesaikan melalui lembaga arbitrase.

Satu hal lagi yang menjadi catatan penting adalah masalah

eksekusi. Selama ini eksekusi keputusan arbitrase dilakukan oleh

Pengadilan Negeri, bukan Pengadilan Agama (Syariah). Ketentuan

ini sesuai dengan Undang-Undang Arbitrase No 30 Tahun 1999.

Realita ini seharusnya diubah, pasca keluarnya Undang-Undang No.

3 Tahun 2006. Dengan kata lain, Undang-Undang arbitrase harus

diamandemen. Lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 ini juga

membawa implikasi besar bagi seluruh redaksi akad di lembaga

perbankan dan keuangan syariah saat ini.

Selama ini dalam setiap akad di lembaga ekonomi syariah

tercantum sebuah klausul yang berbunyi, “ Jika salah satu pihak

Page 81: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di

antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan

melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah. Dengan amandemen ini maka klausul

tersebut seharusnya dihapuskan dan seluruh format transaksi di

bank dan lembaga keuangan syariah harus diubah. Klausul tersebut

juga terdapat pada Peraturan Bank Indonesia saat ini dan seluruh

fatwa DSN MUI. Dalam fatwa DSN MUI dan PBI disebutkan, bahwa

penyelesaian sengketa diselesaikan oleh Badan Arbitrase Syariah.

Maka dengan amandemen ini, bunyi redaksi DSN MUI dan PBI yang

menyebutkan peranan Badan Arbitrase seharusnya dihapus, karena

telah ada Pengadilan Agama yang berwenang mengadilinya.

Namun demikian, Badan Arbitrase tidak serta kehilangan

peran, sebab jika para pihak memilih badan ini menyelesaikan

kasusnya, maka hal itu dibenarkan. Pencantuman lembaga

atbitrase syariah di fatwa DSN dan PBI untuk menyelesaikan

sengketa syariah dapat dimaklumi, karena selama ini belum ada

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.

Tetapi, setelah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 lahir, maka

lembaga yang menyelesaikan kasus sengketa syariah tidak lagi

Page 82: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

monopoli arbitrase. Kecuali para pihak sejak awal memang sepakat

memilih Badan Abitrase. Klausul keharusan penyelesaian sengketa

melalui lembaga arbitrase adalah sebuah kesalahan fatal. Sama

fatalnya, jika setiap transaksi bisnis non syariah harus diselesaikan

melalui lembaga arbitrase konvensional yang disebut BANI, bukan

Pengadilan Umum. Silakan lihat bunyi klausul kontrak bisnis

konvensonal, apakah semuanya ada klausul diselesaikan lembaga

Arbitrase,? Dan tertutup bagi pengadilan?. Jawabannya jelas tidak.

Karena itu, hal yang sama harus diterapkan juga di dalam bunyi

kontrak syariah

Amandemen ini memang dirasakan sangat penting,

mengingat perkembangan lembaga keuangan syariah bergerak

cepat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal

syariah, lembaga keuangan miro syariah (BMT), pergadaian

syariah, dan sebagainya.

Memang, sejak UU No. 3/2006 disahkan, seharusnya masalah

sengketa perbankan syariah bakal menemui titik terang. Undang-

Undang itu menegaskan bahwa semua sengketa ekonomi syariah

diselesaikan di Pengadilan Agama. Masalahnya, dari segi sumber

daya manusianya masih banyak menuai masalah. Data IAIE

Page 83: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

menyebutkan, dari 2.000-an hakim Pengadilan Agama, hanya 500

yang diperkirakan memenuhi standar.

Namun secara yuridis, badan Peradilan Agama telah

mempunyai kewenangan memeriksa, mengadili dan memutus

perkara sengketa ekonomi syariah yang meliputi antara lain bank

syariah berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 2006

sebagaimana tersebut dalam pasal 49 berikut penjelasannya.

Sehingga kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan

syariah yang tepat adalah pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama.

Demikian juga upaya-upaya alternatif yang ditempuh

sebelum penyelesaian sengketa diserahkan ke pengadilan,

terakhir melalui mekanisme arbitrase syariah, maka pengadilan

yang akan menyelesaikan sengketa tersebut tentunya Pengadilan

yang aparatur hukumnya memilki basis keilmuan ataupun

spesifikasi bidang ilmu syariah. Sebab segala urusan pekerjaan

yang diserahkan kepada yang bukan ahlinya akan mengalami saat

kehancuran ( idza wujida al amru fi ghoiri ahlihi fantazhiru as-

sa’ah). Dan oleh karena sengketa ekonomi syariah menjadi

kewenangan absolut Peradilan Agama sebagaimana ketentuan

Page 84: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Undang-Undang. No. 3 tahun 2006, maka segala bentuk

perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berdasarkan

prinsip syariah termasuk penanganan sengketa perbankan

syariah, tepatnya dilakukan oleh Peradilan Agama.

Dari segi syar’iyah, tujuan syaria’at Islam untuk melindungi

(menolak) dari bahaya atau mafsadat dan menciptakan

kesejahteraan dan kemaslahatan umat yang dikemas dalam

prinsip rahmatan lil’alamin (menjadi rahmat bagi sekalian alam).

Oleh karena itu dalam subyek hukum bagi Peradilan Agama yang

menyebutkan “ bagi orang-orang yang beragama Islam” adalah

termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya

menundukan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai

hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama (penjelasan

pasal 49 Undang-Undang No. 3 tahun 2006). Sehingga para

nasabah yang non muslim yang mengikuti aktivitas dalam

menggunakan jasa perbankan berdasarkan prinsip syariah, jika

terjadi kasus maka sengketanya diselesaikan di Peradilan Agama.

Page 85: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

BAB IV

PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP

PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA

BASYARNAS DAN PERADILAN AGAMA

A. Sengketa Bank Syariah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah sengketa adalah

sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat atau

pertengkaran.48 Oleh karenanya bentuk sengketa beraneka ragam

dan keaneka ragamannya menentukan inti permasalahan. Setiap

permasalahan memiliki sekian banyak lika-liku akan tetapi pada

akhirnya intinya akan muncul kepermukaan. Berbagai faktor

individual maupun pengaruh lingkungan dapat menguasai para

48 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1999, Cet. Ke-10.

Hal 914

Page 86: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

pihak yang bersengketa melalui pertentangan tertentu yang

kadang-kadang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat.49

Oleh karena itu paling efektif kalau dapat diselesaikan dengan

putusan yang final dan mengikat melalui alternatif penyelesaian

sengketa, baik melalui bentuk-bentuk alternatif penyelesaian

sengketa tertentu maupun arbitrase. Dengan demikian sengketa

tersebut dapat diputus, atau setidak-tidaknya dapat diklarifikasi

dengan mempersempit persoalannya mealalui alternatif

penyelesaian sengketa yang tepat. Beberapa bentuk sengketa

dapat saja diselesaikan dengan melakukan negosiasi langsung oleh

para pihak tanpa perlu bantuan dari pihak ketiga.

Permaslahan yang kadang menimbulkan sengketa antara

bank dan nasabahnya adalah menyangkut pembiayaan bermasalah

yang dapat mengganggu kinerja bank itu sendiri karena harus

menyisihkan waktu untuk menyelesaikan permasalahan

pembiayaan bermasalah tersebut.

Sebab-sebab yang dapat menimbulkan sengketa antara

lain:50

49 H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

Jakarta, PT. Pikahati Aneka, 2002, Cet. Ke-I. Hal 1

56

Page 87: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

1. Sebab-sebab yang ditimbulkan oleh kreditur atau pihak

bank pada saat proses pemberian pembiayaan.

a. Kesalahan dalam menentukan jumlah pembiayaan yang

diberikan, pembiayaan yang kurang atau melebihi dari

jumlah pembayaran yang diperlukan akan dapat

mengakibatkan kemacetan pada pembiayaan tersebut.

Kalau pembiayaan kurang dari jumlah yang diperlukan,

maka akan mengurangi kemampuan debitur dalam

memperlancar atau meningkatkan usahanya.

b. Kesalahan dalam menentukan jangka waktu

pembiayaan, hal ini dapat menjadikan pembiayaan

bermasalah karena akan mengganggu kemampuan dari

debitur yang bersangkutan.

c. Kesalahan dalam menentukan jenis pembiayaan yang

diberikan, hal ini akan menyangkut penentuan atas

resiko pembiayaan yang diberikan. Apabila keliru dalam

memilih jenis dan tujuan penggunaan pembiayaan,

resikonya terlalu besar sehingga akan mengakibatkan

pembiayaan bermasalah.

50 M. Abda’i Zidni, Staf Bank DKI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta 4

Maret 2008

Page 88: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

d. Kesalahan karena kemudahan memberikan

pembiayaan, ini terjadi karena hanya didasarkan untuk

mengejar target, sehingga lupa memperhatikan prinsip-

prinsip pemberian pembiayaan yang sehat.

Kesalahan-kesalahan tersebut kemungkinan besar terjadi

disebabkan karena adanya persaingan antar bank, kurangnya

mengenai informasi debitur yang nakal, kurangnya informasi

mengenai sumber pembiayaan dan lain-lain.

2. Sebab-sebab yang ditimbulkan oleh debitur atau pihak

nasabah

a. Adanya kesalahan management dari debitur, akibat dari

kurangnya pengalaman dan keterampilan debitur

dibidang keuangan, sehingga tidak dapat mengadakan

penyesuaian yang perlu untuk mengatasi kesulitan-

kesulitan yang dihadapi.

b. Adanya kesengajaan dari debitur untuk menipu kreditur

dengan memberikan keterangan atau data-data yang

tidak benar.

c. Tidak adanya i’tikad baik dari debitur untuk

mengembalikan pembiayaannya walaupun debitur

Page 89: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan

pembayaran kembali.

B. Persepsi Praktisi

Bila mencermati setiap Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan

Syariah Nasional (DSN) MUI mengenai produk dan kegiatan yang

tercakup dalam ekonomi Syariah, maka sebagian besar Fatwa DSN

mencantumkan ketentuan penyelesaian sengketa melalui Badan

Arbitrase Syariah. Secara prinsip, dimasukannya ketentuan Badan

Arbitrase Syariah dalam fatwa adalah pemikiran yang baik. Pelaku

usaha Syariah akan memperoleh perlindungan hukum dari arbiter-

arbiter Badan Arbitase yang sangat mengerti skim ekonomi

Syariah.

Dalam kontek Ushul Fiqih, sebuah Fatwa dijadikan dasar

hukum bagi umat Islam dalam menentukan arah kebijakan

pelaksanaan muamalah. Apakah yang diperbolehkan atau dilarang

oleh Fatwa, akan menjadi pedoman pelaku usaha untuk

melaksanakan kegiatan ekonomi syariah. Pedoman tersebut

menjadi terlegitimasi dan berhak menyandang ‘produk sesuai

Page 90: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

syariah’ ketika seluruh pelaksanaan kegiatan ekonomi telah sesuai

dengan Fatwa.

Sedangkan apa yang dilarang oleh Fatwa maka menjadi

pantangan atau larangan pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan

tersebut. Implikasinya ketika suatu kegiatan ekonomi tidak sejalan

dengan fatwa, maka kegiatan ekonomi tersebut tidak lagi berhak

menyandang ‘Produk sesuai Syariah’. Dikaitkan dengan adanya

ketentuan penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah

dalam fatwa DSN, maka sudah menjadi kewajiban bagi pelaku

usaha bisnis ekonomi Syariah untuk menggunakan lembaga Badan

Arbitrase Syariah bagi tempat penyelesaian sengketa dan

perselisihan bagi para pelaku usaha Syariah.

Namun demikian, tidak mudah bagi Para Pelaku Usaha

Syariah untuk memilih Arbitrase Syariah sebagai tempat ideal

untuk menyelesaikan sengketa. Kendala pertama adalah

keterbatasan keberadaan Arbitrase Syariah di seluruh wilayah

Indonesia. Tidak semua provinsi memiliki Badan Arbitrase Syariah.

Kendala kedua adalah Badan Arbitrase tidak memiliki

perangkat atau dasar hukum untuk melakukan penetapan sita,

pelaksanaan lelang atau proses pengosongan atas sebuah

Page 91: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

bangunan sengketa misalnya. Putusan Badan Arbitrase (baik

Syariah ataupun tidak) harus diikuti dengan permohonan ke

Pengadilan Negeri (yang penarapan hukumnya sangat

konvensional) untuk kemudian dilakukan proses hukum selanjutnya

(sita, lelang, pengosongan, dan lain-lain). Karenanya pihak-pihak

bersengketa harus melalui dua lembaga yang berbeda (Badan

Arbitrase Syariah dan Pengadilan Negeri) untuk dapat

menyelesaikan sengketanya51

Selama ini, sebelum kasus sengketa dibawa ke Pengadilan

Negeri, masalah perselisihan ditangani terlebih dahulu oleh Basan

Arbitrase Syariah. Namun, peran dan fungsi Badan Arbitrase ini

tidak optimal dan tidak memadai untuk menyelesaikan setiap kasus

perselisihan, karena lembaga artbitrase tidak memiliki daya paksa

untuk menyeret orang yang digugat ke Pengadilan, sehingga tidak

mengherankan jika ratusan bahkan mungkin ribuan kasus gugatan

perselisihan di bidang ekonomi syariah yang tercecer, karena

berada di luar kewenangan Badan Arbitrase Syariah. Banyaknya

kasus gugatan di bidang ekonomi syariah yang tidak bisa

51 www.irmadevita.com, Irma Devita (Praktisi Ekonomi Islam yang tinggal

di Australia) Repotnya Bersengketa dalam Transaksi Syariah Pilih Arbitrase atau Pengadilan ? 27 November 2007

Page 92: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

diselesaikan Badan Atbitrase Syariah, karena Badan Arbitrase

bukanlah lembaga Pengadilan.52

Dengan demikian, untuk menyelesaikan kasus-kasus

sengketa yang senantiasa muncul, kedudukan lembaga atbitrase ini

sangat lemah dilaporkan saat ini paling tidak ratusan kasus

komplain ke bank dan lembaga keuangan syariah yang diajukan ke

Bank Indonesia yang tidak bisa ditangani oleh Badan Arbitrase.

Lemahnya kedudukan arbitrase untuk menyesailan kasus-kasus

sengketa karena memang atbitrase adalah lembaga tahkim, bukan

lembaga pengadilan itu sendiri. Keputusan arbitrase baru memiliki

kekuatan hukum, apabila kedua belah pihak sepakat membawa

kasus itu ke Badan Arbitrase Syariah dan mereka sepakat untuk

menerima keputusan badan arbitrase tersebut.53

Yang menjadi masalah adalah gugatan keberatan seringkali

berasal dari satu pihak, misalnya dari nasabah yang dirugikan.

Sementara pihak perbankan syariah yang digugat, tidak serta

merta mau masalah itu dibawa ke lembaga arbitrase. karena hal itu

52 www.iaei-pusat.org, Agustianto (Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam

Indonesia (IAEI) dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Islam), Ekonomi Syariah Dan Peradilan Agama, 25 Februari 2008

53 Hukukonline.com, Presiden Direktur Karim Business Consulting

Adiwarman Azwar Karim, Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Masih Diperdebatkan, 2 Agustus 2006

Page 93: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

bisa menjadi beban dan menimbulkan kewajiban pembayaran bagi

bank syariah. Akibatnya, dalam banyak kasus, persolan sengketa

yang merugikan nasabah, terkatung-katung tiada ujungnya, karena

masalah itu tidak bisa diselesaikan badan arbitrase, akibat salah

satu pihak tidak mau membawanya ke Badan Arbitrase tersebut.

Contoh kasus yang langsung saya tangani di sebuah bank

syariah X. Bank syariah tersebut secara sepihak mengubah harga

jual beli murabahah dengan perubahan angka yang signifikan

(ratusan juta rupiah) yang jelas merugikan nasabah. Padahal,

dalam syariah, perubahan harga ini tidak boleh dilakukan.

Perubahan sepihak ini dilakukannya karena nasabah menunda

pembayaran. Padahal di bank Islam yang lain yang murni syariah,

tidak terjadi perubahan harga walau ada penundaan pembayaran.54

Karena perubahan harga bai’ murabahah itu, nasabah merasa

keberatan dan mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Syariah.

Dalam merespon ini, bank syariah jelas tidak mau digugat, karena

ia tahu jika ia mau menyeselesaikan masalah ini di Badan Arbitrase

54 www.iaei-pusat.org, Agustianto (Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam

Indonesia (IAEI) dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Islam), Ekonomi Syariah Dan Peradilan Agama

Page 94: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Syariah, maka ia harus mengubah kembali harga jual beli kepada

harga semula.

Karena bank syariah tidak mau, maka Badan Arbitrase

Syariah tidak bisa menyelesaikan kasus sengketa tersebut. Hal ini

berbeda jika nasabah tersebut mengajukan kasus tersebut ke

Pengadilan. Bank syariah bisa dipanggil oleh Pengadilan untuk

menyelesaikan kasus tersebut melalui persidangan. Bank Syariah

tidak bisa menolak dan menyatakan tidak mau membawa perkara

itu ke Pengadilan. Dengan demikian Peradilan memiliki daya paksa.

Berdasarkan kenyataan ini, maka amandemen ini sangat strategis

dan sangat penting bagi kepastian hukum di bidang ekonomi

syariah di Indonesia.

M. Abda’i Zidni, Staf Bank DKI Syariah mengatakan

“Mengenai BASYARNAS, harus dilihat dulu kompeten atau tidak

BASYARNAS menyelesaikan masalah sengketa. Dan harusnya

peradilan agama sudah siap, lembaganya sudah ada tapi apa

orang-orangnya/hakim-hakimnya sudah siap untuk menyelesaikan

sengketa syariah? Inikan lebih ke ekonominya syariah, istilah-istilah

dari bank, istilah-istilah pembiayaan, skim-skim yang ada,

harusnya mereka sudah disiapkan, diberikan training, pelatihan,

Page 95: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

selain selama ini mereka hanya menyelesaikan masalah

perkawinan, perceraian, tapi sekarang mereka pun harus siap

menyelesaikan sengketa muamalah dengan adanya Undang-

undang yang memberikan kekuasaan absolut peradilan agama

untuk menyelesaikan sengketa muamalah. Kita tahu bahkan

mungkin semua bank pun tahu biasanya Peradilan Umum itu

lembaga non arbitrase, lalu BASYARNAS itu kan lembaga non

litigasi dan Peradilan Agama harusnya sama dan sejajar

kedudukannya dengan peradilan Umum/Negeri, harusnya punya

kompetensi khusus, punya kekuatan hukum, penyelesaiannya

sama, eksekusinya juga harusnya tidak perlu ke peradilan negeri

harusnya memang dipersiapkan secara komperhenshif, jangan

sampai putusannya kuat dan mengikat tapi lembaga eksekusinya

beda”.55

Amandemen UU No 7/1989 ini juga membawa implikasi besar

bagi seluruh redaksi akad di lembaga perbankan dan keuangan

syariah saat ini. Selama ini dalam setiap akad di lembaga ekonomi

syariah tercantum sebuah klausul yang berbunyi, “ Jika salah satu

pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan

55 M. Abda’I Zidni, Staf Bank DKI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta 4

Maret 2008

Page 96: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan

melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah.Dengan amandemen ini maka klasul tersebut

dihapuskan dan seluruh format transaksi di bank dan lembaga

keuangan syariah harus diubah.

Demikian juga terhadap fatwa DSN MUI, karena dalam fatwa

DSN MUI disebutkan, bahwa penyelesaian perselisihan diselesaikan

oleh Badan Arbitrase Syariah. Maka dengan amandemen ini, bunyi

redaksi DSN MUI yang menyebutkan peranan Badan Arbitrase

dinyatakan tidak berlaku lagi. Walaupun Keberadaan Badan

Arbitrase masih dibutuhkan, apabila para pihak sepakat untuk

menyelesaikan kasusnya secara bersama-sama di Badan Arbitrase

Syariah.56

C. Sikap Praktisi

Chief Executive Officer (CEO) Asian Finance Bank Berhad

(AFB), Faisal Alshowaikh,57 mengatakan, tidak menjadi masalah

bila sengketa bisnis perbankan syariah di Indonesia ditangani oleh

56 Ibid 57 www.republika.co.id, Sengketa Bank Bisa Ditangani Dua Peradilan,

Kamis, 21 Februari 2008

Page 97: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

peradilan agama. ''Hal itu asalkan mereka (hakim) memiliki

keahlian cukup dalam memahami instrumen dan bisnis perbankan

syariah.''

Beliau mengakui di beberapa negara tetangga penanganan

sengketa bisnis perbankan syariah memang ditangani oleh

peradilan non agama. Salah satunya adalah Arab Saudi. Di negara

tersebut, kata dia seluruh sengketa perbankan baik syariah

maupun konvensional ditangani oleh peradilan khusus.

Tujuannya adalah untuk mempercepat proses penanganan

perkara sengketa bisnis perbankan syariah. ''Jadi, peradilan ini

tidak hanya untuk sengketa bank syariah, tapi seluruh bank.

Idenya adalah untuk mempercepat penanganan bisnis syariah.''

Hal senada diungkapkan Direktur Utama Bank Mega Syariah

(BMS), Benny Witjaksono.58Tidak menjadi masalah penanganan

sengketa bisnis perbankan syariah dilakukan oleh peradilan agama.

''Memahami bisnis perbankan syariah penting. Ini karena bank

syariah itu kan bisnis yang berorientasi pada laba dan bukan

lembaga sosial.''

58 Ibid

Page 98: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Saat ini, menurut Benny, sengketa bisnis syariah telah

ditangani oleh Peradilan Agama. Hal tersebut berdasarkan hasil

amandemen UU Peradilan Agama yang berlaku saat ini. Namun, ia

menduga masih ada hakim peradilan agama yang belum

memahami bisnis perbankan syariah.

''Contohnya ada teman saya yang bersengketa beberapa

waktu lalu. Ini sengketa pembiayaan antara bank syariah dan

nasabah. Tapi hakim memutuskan membatalkan transaksi

pembiayaan murabahah dan memerintahkan bank untuk

mengambil aset dan mengembalikan uang yang dibayar kepada

nasabah. Ini kan kurang benar.''

Benny berharap pemahaman hakim peradilan agama atas

bisnis perbankan syariah perlu terus ditingkatkan. Dengan

demikian, mereka bisa menangani kasus sengketa bisnis perbankan

syariah sebagaimana mestinya.

Sedangkan Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia

(Asbisindo), Ahmad Riawan Amin,59 mendorong agar kedua

lembaga tersebut sama-sama bisa menangani sengketa perbankan

syariah. Dengan demikian, pilihannya menjadi lebih luas. ''Nanti

59 Ibid

Page 99: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

tergantung siapa yang menuntut, ke pengadilan agama boleh, ke

BASYARNAS boleh malah pengadilan umum juga bisa.''

Riawan menjelaskan, ada fakta bahwa hakim di peradilan

agama dianggap kurang memahami bisnis perbankan tetapi mereka

memahami fiqih muamalah. Untuk kekurangannya, kata dia bisa

diberikan pengertian sehingga mereka bisa memahami bisnis

perbankan syariah.

Masalah kedua, kata Riawan jangan sampai terjadi kerancuan

pengertian bahwa bank syariah hanya untuk orang Islam saja.

''Bank syariah bukan untuk orang Islam saja, dan peradilan agama

pun tidak di bawah Departemen Agama tetapi Mahkamah Agung,

jadi sebetulnya tidak perlu menjadi masalah.''

Presiden Direktur Karim Business Consulting Adiwarman

Azwar Karim berpendapat lain. Ia melihat bahwa jika ada sengketa

dalam ekonomi syariah maka harus diselesaikan di Pengadilan

Agama. Ia mendasarkan pada ketentuan UU No. 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama.60

60 Hukukonline.com, Presiden Direktur Karim Business Consulting

Adiwarman Azwar Karim, Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Masih Diperdebatkan, 2 Agustus 2006

Page 100: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Direktur Bank Syariah Mandiri, Hanawijaya, berpendapat

Penanganan sengketa itu bisa ditempuh dengan berbagai cara.

Beliau menjelaskan, musyawarah merupakan cara yang paling

lazim digunakan. Namun jika mentok, pilihan lainnya adalah

menyelesaikan lewat jalur arbitrase. Namun atas permintaan

nasabah, penyelesaiannya bisa juga dengan melibatkan pihak

ketiga sebagai mediator. “Ini untuk perkara yang jumlahnya tidak

lebih dari Rp500 juta, sesuai Pasal 6-7 Peraturan Bank Indonesia

No. 8/V/PBI/2006,” kata Hanawijaya. Jika ketiga cara itu tak

membuahkan hasil, maka solusi terakhir adalah membawah

perkara ke pengadilan umum.

Kenapa ke pengadilan umum? Selaku praktisi perbankan

syariah, Hanawijaya melihat masih banyak masalah yang

menghimpit PA jika hendak menyelesaikan perkara ekonomi

syariah. Masalah utama PA, menurutnya, adalah tiadanya hukum

materiil maupun formil mengenai ekonomi syariah. “PA juga tidak

berwenang sebagai lembaga eksekutorial jaminan pembiayaan

perbankan syariah,” imbuh Hanawijaya. Selain itu, ia masih

Page 101: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

meragukan kompetensi hakim agama karena kurangnya

pemahaman operasional perbankan syariah.61

D. Pengaruh Persepsi atas Sikap Praktisi Perbankan Syariah

Terhadap Pilihan Penyelesaian Sengketa Muamalah antara

BASYANAS dan Peradilan Agama

Persepsi praktisi yang sebagian besar memilih Peradilan

Agama sebagai lembaga yang lebih berhak menyelesaikan sengketa

perbankan syariah karena didasarkan oleh lahirnya Undang –

undang No 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang telah

memiliki kewenangan absolut untuk menyelesaikan sengketa

muamalah.

Namun demikian persepsi praktisi perbankan tidak singkron

dengan sikap yang mereka miliki, terbukti dari persepsi mereka

yang menyatakan bahwa Peradilan Agama yang lebih berwenang

menyelesaikan sengketa muamalah berdasarkan ketetapan Undang

– undang No 3 tahun 2006. Dalam menyelesaikan sengketa

mereka lebih memilih BASYARNAS sebagai lembaga pertama untuk

61 Hukumonline.com, Kompetensi Pengadilan Agama Masih Terbentur UU Arbitrase, Selasa 17 Juni 2008

Page 102: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

menyelesaikan sengketa karena BASYARNAS lebih bersifat

musyawarah.

Terlebih para praktisi masih meragukan kapabilitas hakim-

hakim peradilan agama untuk menyelesaikan sengketa muamalah

dan tidak adanya hukum materiil maupun formil mengenai ekonomi

syariah.

Dari persepsi praktisi yang sangat positif menyambut lahirnya

Undang-undang No 3 tahun 2006 yang memberikan wewenang

absolut kepada peradilan agama untuk menyelesaikan sengketa

muamalah namun tidak berpengaruh positif dengan sikap mereka

dalam memilih lembaga penyelesaian sengketa tidak disertai

dengan pilihan mereka kepengadilan agama untuk menyelesaikan

sengketa yang terjadi.

Seperti yang disampaikan Hanawijaya, Direktur Kepatuhan

Dan Manajemen Resiko Bank Syariah Mandiri beliau lebih

menyarankan agar sengketa dalam perbankan syariah dibereskan

di Basyarnas saja. Melalui jalur ini, sebuah sengketa dapat

Page 103: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan tidak memakan

biaya banyak.62

Dari awal berdirinya hingga sekarang BASYARNAS, baru dua

sengketa perbankan syariah yang berhasil dituntaskan Basyarnas.

Tiga sengketa lainnya sempat didaftarkan tetapi akhirnya tidak

diproses lantaran kurang memenuhi persyaratan. BAMUI dari 1993

hingga 2003 menyelesaikan 12 sengketa perbankan syariah.63

Dengan demikian, BASYARNAS plus BAMUI baru menyelesaikan 12

sengketa perbankan syariah.

Adanya ketidak singkronan antara persepsi dengan sikap

praktisi di karenakan belum adanya rujukan hukum yang jelas

tentang ekonomi islam. Kondisi ini dikhawatirkan akan berpengaruh

pada putusan hakim Pengadilan Agama kelak.

Bukan mustahil dalam memutuskan perkara sejenis ada dua

putusan yang berbeda. Andi Syamsul Alam, Ketua Muda Mahkamah

Agung Bidang Peradilan Agama, juga mengakui adanya

kemungkinan disparitas putusan hakim. “Ada ketakutan terjadinya

62 Hanawijaya, Makalah pada seminar “KHES; Solusi Penyelesaian Sengketa

Ekonomi Islam” yang diadakan Manhkamah Agung, 04 Februari 2008

63 Ahmad Jauhari, Sekretaris BASYARNAS, Wawancara Pribadi, 20 Juni 2008

Page 104: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

disparitas putusan dari hakim agama yang berjumlah sekitar 3000

orang itu,” ujarnya dalam diskusi yang diadakan BPHN (Badan

Pembinaan Hukum Nasional).64

Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) KH. Ma’ruf Amin,

menjelaskan bahwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sudah

mengeluarkan sejumlah fatwa berkaitan dengan ekonomi syariah.

Jumlahnya sekitar 53 fatwa. “Selain regulasi Pemerintah, fatwa

ulama bisa dijadikan dasar hukum oleh hakim“.65

Meskipun demikian, para praktisi tetap merasa pesimis

dengan kapabilitas hakim-hakim di Peradilan Agama akan mampu

menyelesaikan sengketa yang terjadi karena skim dalam ekonomi

islam sangat berbeda dengan yang ada di konvensional.

“Harusnya mereka sudah siap, lembaganya sudah ada tapi apa

orang-orangnya/hakim-hakimnya sudah siap untuk menyelesaikan

sengketa syariah? Inikan lebih ke ekonominya syariah, istilah-istilah

dari bank, istilah-istilah pembiayaan, skim-skim yang ada,

harusnya mereka sudah disiapkan, diberikan training, pelatihan,

64 www.hukumonline.com, seminar tentang Kompilasi Nash dan Hujjaj

Syari’iyah dalam bidang ekonomi syariah yang diadakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, 11-12 Juli 2007

65 Ibid

Page 105: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

selain selama ini mereka hanya menyelesaikan masalah

perkawinan, perceraian, tapi sekarang mereka pun harus siap

menyelesaikan sengketa muamalah dengan adanya Undang-

undang yang memberikan kekuasaan absolut peradilan agama

untuk menyelesaikan sengketa muamalah”.66

Rukmana,67 Pemimpin Divisi Usaha Syariah Bank Jabar

berpendapat berdasarkan amandemen UU Peradilan Agama

beberapa tahun lalu, seluruh sengketa bisnis keuangan dan

perbankan syariah harus ditangani oleh Peradilan Agama. Namun,

dalam praktiknya, hakim-hakim di Peradilan Agama dinilai masih

belum berpengalaman. Padahal, penanganan sengketa secara baik

sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi

perkembangan industri perbankan syariah.

66 M. Abda’i Zidni, Staf Bank DKI Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta 04

Maret 2008 67 Rukmana, Penanganan Sengketa Perbankan Syariah Secara Optimal,

Republika, 15 April 2008

Page 106: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dengan di undangkannya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU

No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menurut praktisi, mengenai

sengketa perbankan Syariah penyelesaiannya diserahkan kembali kepada

dasar perjanjian dalam kesepakatan yang telah disepakati diawal oleh kedua

belah pihak. Walaupun dalam Undang-undang tersebut telah mengatur

kompetensi absolut Peradilan Agama dalam meyelesaikan sengketa ekonomi

Syariah. Bila dalam kesepakatan itu, harus diselesaikan melalui

BASYARNAS maka, penyelesaiannya harus di BASYARNAS, begitu juga

sebaliknya, bila dalam kesepakatan harus diselesaikan di Pengadilan Agama,

maka penyelesaiannya harus di Pengadilan Agama.

2. Adapun mengenai sikap praktisi tentang adanya dualisme lembaga dalam

menyelesaikan sengketa muamalah, pada dasarnya mereka lebih memilih

kepada Pengadilan Agama, hal ini karena Pengadilan Agama lebih memiliki

kekuatan hukum yang jelas (pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang

perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama),

dibangdingkan dengan BASYARNAS. Asalkan para hakim Peradilan Agama

72

Page 107: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

memiliki keahlian cukup dalam memahami instrumen dan bisnis perbankan

syariah.

3. Mengenai pengaruh persepsi atas sikap praktisi perbankan syariah terhadap

pilihan penyelesaian sengketa muamalat, persepsi yang positif dari para

praktisi dalam menyambut lahirnya UU No. 3/2006 tentang peradilan agama

tidak disertai dengan sikap positif mereka dalam memilih penyelesaian

sengketa yang terjadi.

4. Mengingat segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh lembaga

peradilan, oleh sebagian kalangan Peradlan Agama dipandang sebagai

lembaga pilihan terbaik. Penambahan kewenangan Peradilan Agama di bidang

ekonomi syariah sebagaimana amanat Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

adalah suatu bentuk kepercayaan terbesar terhadap lembaga peradilan yang

secara politis sejak zaman kolonial Belanda selalu didiskreditkan dan

didiskriminasikan. Momentum ini hendaknya dipandang sebagai amanah yang

harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena ini adalah pertaruhan bagi

citra Peradilan Agama itu sendiri. Apabila kepercayaan ini tidak disia-siakan

dan dijawab dengan kinerja yang memuaskan, maka ini bukan saja

momentum bersejarah, namun menjadi tonggak baru yang menentukan

perjalanan sejarah Peradilan Agama ke depan. Apabila kepercayaan itu sudah

terbangun, Peradilan Agama mungkin saja akan diberi amanat baru yang lebih

besar sekedar mengingatkan Mahkamah Syar’iyah di Aceh telah diberi

kewenangan khusus untuk melaksanakan peradilan dibidang jinayah (pidana

Page 108: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Islam)- mungkin juga hal ini akan berimbas pada perluasan kewenangan

Peradilan Agama secara signifikan di waktu-waktu yang akan datang.

5. Stigma yang melekat pada Pengadilan Agama sebagai

lembaga yang inferior sedikit demi sedikit akan terkikis

dengan sendirinya apabila seluruh komponen Peradilan

Agama saling bahu membahu untuk menunjukkan kinerja

bagus dan mendedikasikan sebagai persembahan terbaik bagi

negeri ini yang tak juga surut dirundung duka.

B. Saran- Saran

Dengan keluarnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, ada lima masukan

kritis dan evaluatif yang perlu menjadi perhatian.

1. Jika terjadi sengketa di bidang ekonomi Syariah, penyelesaian perkaranya

tidak boleh dibatasi (dikunci) hanya oleh lembaga arbitrase syariah

(BASYARNAS). Sehubungan dengan itu bunyi klausul seluruh akad di

lembaga keuangan syariah, bunyi fatwa DSN dan PBI yang mengharuskan

penyelesaian sengketa dilakukan oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional,

hendaknya dihilangkan.

2. Oleh karena seluruh perselisihan di bidang ekonomi syariah menjadi

wewenang Peradilan Agama, maka seluruh hakim agama yang selama ini

hanya memahami hukum-hukum keluarga (al-ahwal asy-syakhsyiah) perlu

Page 109: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

memahami hukum-hukum tentang perbankan dan lembaga keuangan syariah

lainnya. Untuk itu perlu dilaksanakan pelatihan dan workshop ekonomi

syariah bagi hakim di lingkungan Peradilan Agama.

3. Dalam RUU Perbankan Syariah dan RUU Surat Berharga Syariah Negara

(SBSN) yang akan segera disahkan harus dimasukkan sebuah pasal yang

menyebutkan, bahwa jika terjadi perselisihan dalam masalah perbankan

syariah, harus diselesaikan di Peradilan Agama. Jadi bukan di pengadilan

Umum atau Badan Arbitrase. DPR jangan sempat melupakan klausul ini agar

kedua Undang-Undang tersebut sinkron dan tidak bertentangan.

4. Dengan disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 ini, maka semua

perundang-undangan yang terkait harus menyesuaikan (diamandemen),

walaupun pasal yang diamendemen hanya satu pasal. Undang-Undang yang

perlu dimandemen tersebut antara lain :

a. Undang-Undang Arbitrase,

b. Undang-Undang Pasar Modal

c. Undang-Undang tentang Asuransi

d. Undang-Undang tentang Pegadaian

5. Diperlukan penambahan/perubahan materi Kompilasi Hukum Islam (KHI)

yang ada. Selama ini KHI hanya berisi tiga bidang hukum islam, yaitu

perkawinan, warisan, dan wakaf. Oleh karenanya diperlukan peran praktisi

untuk mendorong pemerintah agar Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Page 110: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

(KHES) segera disahkan. Agar para hakim-hakim di peradilan agama

memiliki rujukan hukum dalam mengambil keputusan.

6. Bagi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya

Program Studi Muamalah, harus lebih pro-aktif mendorong disahkannya

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) agar terciptanya kejelasan

hukum dalam bertransaksi dengan prinsip syariah.

Page 111: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim

Abdul Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Remaja

Rusdakarya,1995.

Abdul Fatah Muhammad, Abu al-Ainain, Al-Qadha Wa al-Istbat Fi al-Fiqh al-Islami,

Mesir: Dar al-Fikr, 1976.

Al-Munawar, Said Agil Husain, Pelaksanaan Arbitrase Islam dalam

Arbitrase Islam di Indonesia, Cet Ke-2. Jakarta: BAMUI dan

BMI, 1994.

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariahm, Cet Ke-1. Jakarta, Alvabet,

2002.

Abdurrasyid, H. Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Cet Ke-I.

Jakarta, PT. Pikahati Aneka, 2002.

Daud Ali, H. Muhammad, Hukum Islam dan Peradilan Agama

(Kumpulan Tulisan), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003.

Djamali, Abdul, Pengantar Hukum Indonesia, Cet Ke-VII, Jakarta : PT. Grafindo

Persada, 2001.

Departemen Agama RI, Peradilan Agama di Indonesia, Sejarah

Perkembangan Lembaga dan Proses Pembentukan Undang-

Page 112: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Undangnya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam Direktorat Badan Peradilan

Agama Islam,2001.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Cet Ke-10. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Gautama, Sudargo, Arbitrase Dagang Internasional. Bandung:

Alumni, 1979.

Hasibuan, Malayu SP, Teori dan Praktek Kegiatan Operasional Bank.

Jakarta: CV. Masagung, 1996.

Hasan Bisri, Cik, Peradilan Agama di Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:

PT. Rajawali Grafindo Persada, 2003.

Hakim, Abdul, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia

“Dari Otoriter Konsep Menuju Konfigurasi Demokrasi

responsif”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Hayadin, Hubungan Harapan Berkarir dan Persepsi terhadap Iklim

Sekolah (School Climate) dengan Kinerja Kepala Sekolah,

Jakarta: PPs-UNJ, 2000

http/www.hukumonline.com, Mengurai Benang Kusut Badan

Arbitrase Syariah Nasional, 3 Januari 2007

Page 113: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

http/www.hukumonline.com, pkes, Basyarnas Tidak Terpengaruh

UU No. 3/2006, 21 Maret 2007

http/www.hukumonline.com, Ada Apa dengan Badan Arbitrase

Syariah Nasional, Senin, 21 November 2006

http/www.iaei-pusat.org, Agustianto (Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi

Islam Indonesia (IAEI) dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI

Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Islam), Ekonomi Syariah

Dan Peradilan Agama, 25 Februari 2008

http/www.republika.co.id, Sengketa Bank Bisa Ditangani Dua

Peradilan, Kamis, 21 Februari 2008

Khalil, Jafri, “Prinsip Syariah dalam Perbankan”, Jurnal Hukum

Bisnis Volume 20. Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum

Bisnis, 2002.

Lewis, Bernard, Encyclopedia of Islam Vol VII. Leiden: E. J. Briil,

1987.

Lev, Daniel S, Peradilan Agama Islam di Indonesia. Jakarta: PT.

Intermasa, 1987

Maslehuddin, Muhammad, Sistem Bank dalam Islam Cet Ke II.

Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Page 114: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Ma’luf, Luis, Al Munjid Fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-

Masyria, 1994.

Muhammad, Abdul Kadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992.

Partanto, Pius A dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer.

Surabaya: Arkola, 1994.

Rahmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi Cet Ke-21. Bandung: PT.

Rosdakarya, 2004.

Saleh, Abdul Rahman, Arbitrase Islam di Indonesia. Jakarta:

BAMUI dan BMI, 1994.

Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-

lembaga Terkait, BAMUI, TAKAFUL dan Pasar Modal Syariah

di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Subekti, R, Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta, 1979.

Soebagjo, Felix O, Arbitrase Di Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1995.

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Ke-2.

Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia,

1999.

Page 115: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Umar, M. Husyein dan A. Supriyani Kardono, Hukum dan Lembaga

Arbitrase di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1995.

Page 116: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

1. Permasalahan apa yang sering berkembang di institusi anda?

Jawab : Alhamdulillah sejauh ini masalah sengketa belum

mengemuka, mungkin nanti seandainya ada sengketa seperti

pembiayaan yang tidak lancar atau pembiayaan yang menuju

tidak lancar masih bisa kita tangani secara penyelesaian kedua

belah pihak, secara musyawarah khususnya permaslahan tidak

lancar itu ada penagihan, alhamdulillah sampai saat ini belum

sampai tuntut menuntut yang memerlukan lembaga peradilan

umum, Peradilan Agama, atau bisanya kita semua dalam klausul

perjanjian kalau terjadi sesuatu penyelesaiannya dengan

musysawarah atau nanti beracara di BASYARNAS.

2. Sebab-sebab apakah yang dapat menimbulkan sengketa?

Jawab : Biasanya ada dua hal pertama karena sebab-sebab

yang ditimbulkan oleh kreditur atau pihak bank pada saat proses

pemberian pembiayaan seperti karena ada kesalahan dalam

menentukan jumlah pembiayaan yang diberikan, Kesalahan

dalam menentukan jangka waktu pembiayaan , Kesalahan dalam

Page 117: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

menenukan jenis pembiayaan yang diberikan, Kesalahan karena

kemudahan memberikan pembiayaan, lalu sebab-sebab yang

ditimbulkan oleh debitur atau nasabah karena adanya

kesalahan management dari debitur, karena adanya

kesengajaan dari debitur untuk menipu kreditur dengan

nmemberikan keterangan atau data-data palsu tidak adanya

i’tikad baik dari debitur untuk mengembalikan pembiayaan

walaupun debitur tertsebut memiliki kemampuan untuk

melakukan pembayaran kembali

3. Apa langkah awal yang diambil institusi anda dalam

menyelesaikan masalah tersebut?

Jawab : Langkah awal biasanya ada tahapan-tahapannya

kalau sudah mulai ada indikasi, di bank kan ada lima kolektibility

1). Lancar, 2). Dalam perhatian khusus, disitu sudah harus hati-

hati intens menghubungi kenapa dia tidak membayar

kewajibannya sampai tahap-tahap berikutnya ada secara lisan,

lalu surat peringatan 1, 2, 3 sampai dia memenuhi

kewajibannya.

Page 118: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

4. Seberapa besar peran BASYARNAS dalam menyelesaikan

masalah sengketa?

Jawab : BASYARNAS, kalau sampai saat ini......tahukan

kantornya? Kita tahu itu lembaganya, ada DPS dan DSN, dalam

semuanya kita LKS, lalu dalam mengembangkan bisnis syariah,

ekonomi syariah ada lembaganya juga, kalau ada sengketa ada

BASYARNAS, sebelumnya kan BANI karena kita syariah lalu ada

anjuran memakai BASYARNAS anjuran itu demi

mengembangkan. Perannya?.......karena di DKI Syariah belum

pernah terjadi sengketa yang besar gitu sehingga sampai saat

ini belum terlihat, arbiternya gimana, mekanismenya gimana,

mungkin bank lain sudah pengalaman.

5. Apakah anda yakin BASYARNAS bisa menyelesaikan

permasalahan di DKI Syariah?

Jawab : Harusnya yakin! Ee..... terus terang kita belum tahu

siapa arbiternya siapa? Setiap bulan kan pembiayaan itu setiap

bank membayar iuran, apakah nanti di lihat dari situ juga

penyelesaian sengketanya, lalu dilihat dari kompeten atau tidak

BASYARNAS menyelesaikan masalah sengketa.

Page 119: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

6. Dalam mengambil keputusan mengenai sengketa, adakah

pengaruh pada institusi anda dengan lahirnya UU No. 3/2006

tentang Peradilan Agama?

Jawab : Sikap kita! Pradiga ya....? sekarang begini kalau kita

ketemu dengan bank lain, kalau di fatwanya kan terutama

penyelesaian sengketa Murabhahah harus ke BASYARNAS,

ya......... tidak dimungkinkan ke peradilan umum, tapi kita

lihatlah keputusannya di peradilan negeri, lalu terbitlah peradilan

agama untuk itu harusnya mereka sudah siap, lembaganya

sudah ada tapi apa orang-orangnya/hakim-hakimnya sudah siap

untuk menyelesaikan sengketa syariah? Inikan lebih ke

ekonominya syariah, istilah-istilah dari bank, istilah-istilah

pembiayaan, skim-skim yang ada, harusnya mereka sudah

disiapkan, diberikan training, pelatihan, selain selama ini mereka

hanya menyelesaikan masalah perkawinan, perceraian, tapi

sekarang mereka pun harus siap menyelesaikan sengketa

muamalah dengan adanya Undang-undang yang memberikan

kekuasaan absolut peradilan agama untuk menyelesaikan

sengketa muamalah. Kita tahu bahkan mungkin semua bank pun

Page 120: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

tahu biasanya Peradilan Umum itu lembaga non arbitrase, lalu

BASYARNAS itu klan lembaga non litigasi dan Peradilan Agama

harusnya sama dsn sejajar kedudukannya dengan peradilan

Umum/Negeri, harusnya punya kompetensi khusus, punya

kekuatan hukum penyelesaiannya sama, eksekusinya juga

harusnya tidak perlu ke peradilan negeri harusnya memang

dipersiapkan secara komperhenshif, jangan sampai putusannya

kuat dan mengikat tapi lembaga eksekusinya beda.

7. Menurut anda sudah siapkah hakim-hakim peradilan agama

menyelesaikan sengketa yang terjadi di Perbankan Syariah?

Jawab : Harusnya sudah, kalau mereka sudah diberikan

pembekalan, harusnya pemerintah pro aktif dengan cara

mengundang praktisi ekonomi syariah, lembaga keuangan

syariah, sharing, memberikan pengetahuan dengan

mengundang untuk mengadakan pelatihan yang diadakan untuk

hakim-hakim, selama inikan KHES (Kompilasi hukum Ekonomi

Syariah) masih digodok di Mahkamah Agung itulah payung

hukum yang lebih kuat tapi belum disetujui, peraturan-peraturan

yang lebih kuat pun akhirnya belum bisa, sehingga sampai saat

Page 121: PERSEPSI PRAKTISI PERBANKAN SYARIAH TERHADAP …

ini bank syariah belum bisa sejajar dengan yang

konvensionalnya.