perbandingan jenis pidana dan tindakan

30
Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013 Kebijakan Kharāj Khalifah Umar ibn Khattāb Gustomo Try Budiharjo Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Suan Kalijaga Yogyakarta e-mail: [email protected] Abstrak Pada zaman Nabi SAW harta rampasan perang (termasuk tanah) dibagi-bagikan kepada orang-orang yang disebut dalam surat al-Anfal: 41 dan terus diterapkan hingga masa Khalifah Abu Bakar. Akan tetapi pada masa Khalifah ‘Umar ibn Khattab terjadi perubahan, ia berpendirian lain terhadap harta rampasan perang yang berupa tanah. Ia tidak lagi membagi-bagikan tanah rampasan perang (fa’i) seperti yang dilakukan Nabi SAW dan Abu Bakar melainkan mengambil tanah tersebut seoplah-olah milik negara dan pemilik aslinya dikenakan pajak. Adapun alasan yang familiar terhadap sikap Umar tersebut ialah karena adanya ketidak adilan terhadap genarasi berikutnya jika tanah tersebut habis dibagi-bagikan. Akan tetapi, tentu masih ada alasan lain yang perlu untuk diketahui terhadap perubahan kebijakan yang tampak berbalik arah dari kebijakan sebelumnya. Untuk itu ada beberapa teori yang dapat digunakan guna mencari alasan tersebut. Salah satunya ialah teori filsafat sejarah Ibnu Khaldun, yang menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang dapat mengendalikan perjalanan sejarah, yaitu faktor ekonomi, faktor geografis dan agama. Sebenarnya masih ada faktor-faktor yang lain, namun menurut Khaldun ketiga faktor tersebutlah yang paling dominan. Oleh karena itu penulis dalam pembahasan kali ini menggunakan teori di atas karena lebih kredibel dengan topik yang akan dibahas. Selain dapat menjelaskan faktor penyebab kebijakan kharaj, penulis juga dapat menemukan nilai sejarah dari kebijakan kharaj tersebut. Kata kunci: kharaj, pajak, fa’i

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

Kebijakan Kharāj Khalifah Umar ibn Khattāb

Gustomo Try Budiharjo Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Suan Kalijaga Yogyakarta

e-mail: [email protected]

Abstrak

Pada zaman Nabi SAW harta rampasan perang (termasuk tanah) dibagi-bagikan kepada orang-orang yang disebut dalam surat al-Anfal: 41 dan terus diterapkan hingga masa Khalifah Abu Bakar. Akan tetapi pada masa Khalifah ‘Umar ibn Khattab terjadi perubahan, ia berpendirian lain terhadap harta rampasan perang yang berupa tanah. Ia tidak lagi membagi-bagikan tanah rampasan perang (fa’i) seperti yang dilakukan Nabi SAW dan Abu Bakar melainkan mengambil tanah tersebut seoplah-olah milik negara dan pemilik aslinya dikenakan pajak. Adapun alasan yang familiar terhadap sikap Umar tersebut ialah karena adanya ketidak adilan terhadap genarasi berikutnya jika tanah tersebut habis dibagi-bagikan. Akan tetapi, tentu masih ada alasan lain yang perlu untuk diketahui terhadap perubahan kebijakan yang tampak berbalik arah dari kebijakan sebelumnya. Untuk itu ada beberapa teori yang dapat digunakan guna mencari alasan tersebut. Salah satunya ialah teori filsafat sejarah Ibnu Khaldun, yang menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang dapat mengendalikan perjalanan sejarah, yaitu faktor ekonomi, faktor geografis dan agama. Sebenarnya masih ada faktor-faktor yang lain, namun menurut Khaldun ketiga faktor tersebutlah yang paling dominan. Oleh karena itu penulis dalam pembahasan kali ini menggunakan teori di atas karena lebih kredibel dengan topik yang akan dibahas. Selain dapat menjelaskan faktor penyebab kebijakan kharaj, penulis juga dapat menemukan nilai sejarah dari kebijakan kharaj tersebut.

Kata kunci: kharaj, pajak, fa’i

Page 2: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

116

A. Pendahuluan

Untuk menjalankan fungsi roda pemerintahan tentu diperlukan pembiayaan yang memadai. Pembiayaan tersebut meliputi dua aspek, yakni pendapatan dan pengeluaran yang disebut sebagai kebijakan fiskal.1 Tujuan dari kebijakan fiskal ialah agar kondisi perekonomian mengarah menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.2

Tanah menjadi salah satu instrumen kebijakan fiskal dikarenakan keberadaannya yang vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tanah harus dikelola sebaik mungkin agar tanah tidak hanya menjadi benda mati yang tidak mendatangkan manfaat. Dalam Islam, ada beberapa prinsip dalam menjalankan pengelolaan fiskal. Pertama, kewajiban untuk memutar kekayaan dan larangan untuk menumpuk kekayaan secara terus menerus. Kedua, menghilangkan eksploitasi ekonomi dalam segala hal dan menghilangkan jurang perbedaan antar individu dalam perekonomian. Ketiga,

Kebijakan fiskal dalam pemahaman lain dapat diartikan sebagai kegiatan pemerintah dalam menggunakan keuangan negara dan perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian. Pemahaman ini lebih condong kepada kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang yang beredar. Namun, kebijakan fiskal yang hendak dibahas kali ini terkait pengaturan pendapatan dan pengeluaran negara.

1 Fiskal (Latin: Fiscus) berasal dari nama pribadi dari pemegang

keuangan pertama pada zaman Kekaisaran Romawi, secara harfiah dapat diartikan sebagai "keranjang" atau "tas", (Inggris: fisc) berarti perbendaharaan negara atau kerajaan. Fiskal digunakan untuk menjelaskan bentuk pendapatan negara atau kerajaan yang dikumpulkan berasal dari masyarakat dan oleh pemerintahan negara atau kerajaan dianggap sebagai pendapatan lalu digunakan sebagai pengeluaran dengan program-program untuk menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan nasional, produksi dan perekonomian serta digunakan pula sebagai perangkat keseimbangan dalam perekonomian. Dua unsur utama dari fiskal adalah perpajakan dan pengeluaran publik.

2 Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijakan Fiskal (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 1.

Page 3: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

117

menetapkan yang wajib dan suka rela bagi semua orang termasuk bagi masyarakat yang kurang mampu.3

Di masa pemerintahan Islam, pendapatan negara masuk ke dalam kas negara (Baitul Mãl), yakni pendapatan yang dibebankan kepada muslim (relijius) berupa zakat, usyur dan lainnya. Sementara pendapatan yang dipungut dari non-muslim (sekuler) ialah pajak yang berasal dari golongan non-muslim seperti jizyah, kharãj, dan pajak atas hasil tanah. Selain itu, pendapatan juga bersumber dari ganimah hasil tambang, kekayaan dan tanah perorangan yang meninggal tanpa wasiat dan ahli waris.

4

Adapun kebijakan 'Umar yang berhubungan dengan tanah ialah pemberlakuan aturan antara warga penakluk dengan yang ditaklukkan. Dalam memberlakukan aturan tersebut 'Umar tidak mengijinkan bangsa Arab yang berhasil menaklukkan suatu wilayah untuk memiliki properti pertanahan. Bangsa Arab hanya berhak atas gaji atau tunjangan yang dikeluarkan dari zakat yang dikumpulkan dari petani dan upeti penduduk lokal. Artinya tanah atau lahan hasil taklukkan (fa 'i) tetaplah hak permanen penduduk lokal, hasil dari tanah tersebutlah yang diserahkan kepada pihak penakluk. Kebijakan Umar ini bermaksud agar lahan pertanian dapat produktif dan sebagian hasilnya dikenai pajak guna menjadi pemasukan bagi negara yang disebut kharãj.

5

B. Pembahasan

1. Biografi Khalifah 'Umar Ibn Khattab

'Umar ibn Khattāb dilahirkan di lingkungan kabilah Bani 'Adi Ibn Ka'ab 30 tahun sebelum masa kenabian, Ia hidup selama 65 tahun. 'Umar adalah anak dari al-Khattāb ibn Nufail ibn Abdul- Uzza ibn Riyah ibn Abdullah ibn Qurt ibn Razah ibn Adi ibn Ka'ab, Adi ini saudara Murrah, kakek Nabi yang

3 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Cet I (Jakarta

PT Raja Grafindo. 2002), hlm. 26-28. 4 Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-

Khatab, alih bahasa Mansuruddin Djoely cet II (Jakarta: Pustaka Firdaus 1992), hlm. 74.

5 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jilid I dan II (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999), hlm. 64.

Page 4: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

118

kedelapan. Ibunya, Hantamah binti Hasyim ibn al¬Mugirah ibn Abdullah ibn 'Umar ibn Makhzum. 'Umar lahir pada waktu sebelum fajar dan ia merupakan anak ke-16.6

Masa kecil 'Umar termasuk masa kecil yang berbeda dengan anak-anak saat itu, sebab Ia sempat belajar baca-tulis.

7 Di masa remajanya Ia bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran kota Mekkah. Beranjak dari masa anak-anak ke masa remaja, sosok tubuh 'Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan teman¬teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Ketika 'Auf ibn Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: Dia 'Umar ibn Khattāb.8

'Umar masuk Islam sesudah Muslimin hijrah ke Abisinia dan jumlah orang yang hijrah itu hampir mencapai sembilan puluh orang laki-laki dan perempuan. Sesudah mereka hijrah, 'Umar bermaksud mendatangi Muhammad dan sahabat- sahabatnya serta Muslimin yang lain di Darul Arqam di Safa dan jumlah mereka laki-laki dan perempuan empat puluh orang.

9

Terkait sebab 'Umar masuk Islam ada beberapa sumber yang berbeda pendapat. Di antaranya menyebutkan bahwa 'Umar sudah tidak tahan lagi melihat seruan Muhammad yang memecah belah keutuhan Quraisy, dan mendorong orang semacam dia menyiksa orang-orang yang masuk Islam agar keluar meninggalkan agama itu dan memaksa kembali kepada agama masyarakat mereka. Sumber yang lain menyebutkan bahwa 'Umar memang sangat sedih karena sesama anggota

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa mereka yang sudah mendahului 'Umar masuk Islam sekitar seratus tiga puluh orang.

6 Abi al Faraj Abdurrahman Ibn-al-Jawzi, Manaqib Amir Al Mu'minin

'Umar Ibn Al Khatab (Kairo: Maktabah al Khanaji, 1997), hlm. 4. 7 Belajar baca-tulis merupakan hal yang jarang sekali terjadi di

kalangan penduduk Mekkah. Dari semua suku Quraisy, ketika Nabi diutus hanya tujuh belas orang yang pandai baca-tulis. Orang-orang Arab masa itu tidak menganggap pandai baca-tulis itu suatu keistimewaan, bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan anak-anaknya dari belajar.

8 Ibn Sa'd menuturkan dalam at-Tabaqat: "Orang itu lebih tinggi tiga depa. Siapa dia?" Dijawab: 'Umar ibn Khattãb.

9 Ibid., hlm. 22

Page 5: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

119

masyarakatnya telah pergi meninggalkan tanah air, sesudah mereka disiksa dan dianiaya. Namun, sumber yang paling familiar ialah ketika 'Umar hendak pulang menemui adiknya (Fatimah) dan mendengar lantunan ayat-ayat al-Qur'an dari dalam rumah, seketika itu pula ia mengetahui bahwa Fatimah dan suaminya telah masuk Islam. Mengetahui hal tersebut kemudian 'Umar memukul adiknya dan meminta al-Qur'an yang dibaca tadi. Setelah al-Qur'an diserahkan, lalu 'Umar membaca beberapa ayat dan kemudian berkata "Sungguh indah dan mulia sekali kata-kata ini!". Kemudian Umar meminta Fatimah untuk mengatarkannya kepada Nabi Muhammad s.a.w untuk menyatakan ke-Islamannya.10

Selama menjabat sebagai Khalifah, ia tak henti-hentinya memikirkan nasib rakyatnya. Bahkan ia sering terjaga demi memahami kondisi kehidupan umat.

Wataknya yang keras, tegas dan sederhana membawa dampak positif dalam penyebaran agama Islam. Perawakannya yang besar serta mentalnya yang berani berdampak positif terhadap perlindungan Rasulullah dari orang-orang kafir, yang sebelumnya Umar adalah orang yang paling membenci Rasulullah.

'Umar juga dikenal sebagai orang yang pandai berpendapat dan piawai dalam mengemukakan alasan yang masuk akal. 'Umar selalu aktif berpendapat dalam hal apapun, pendapatnya yang logis senantiasa mendapat perhatian dari Rasulullah SAW. Namun, tak jarang pula 'Umar berselisih pendapat dengan Nabi SAW, seperti dalam kasus Nabi SAW hendak menshalati Abdullah ibn Ubai seorang tokoh munafik yang meninggal dunia.

11

10 Muhammad Husain Haekal, Umar ibn Khattãb, alih bahasa Ali

Audah, Cet. 3 (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002), hlm. 23-24. 11 Abdurrahman Umairah, Tokoh-tokoh yang Diabadikan Al-Qur'an,

jilid 4 (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 58.

Menjadi kebiasaannya keluar di malam hari hanya untuk mengetahui persis keadaan umatnya. 'Umar sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk mengetahui kehidupan rakyat, terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri ia memikul gandum yang hendak diberikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang sedang ditangisi oleh anak-anaknya yang kelaparan. Ketika

Page 6: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

120

mengetahui keadaan si ibu dan anak yang sudah kelaparan, Khalifah 'Umar merasa bahwa kelaparan yang dialami oleh keluarga miskin tersebut disebabkan karena kelalaiannya dan ketidakmampuannya memberikan keadilan terhadap semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, langkah pertama yang ia lakukan adalah menyelesaikan masalah yang dialami oleh sang ibu dengan memberikan makanan kepadanya. Kualitas kepemimpinan ~Umar ibn Khattāb adalah cermin dari kualitas pemimpin umat yang bijak, arif, dan adil.

Selama 10 tahun pemerintahan 'Umar, negara mengalami perubahan kondisi perekonomian sebagai akibat lebih lanjut dari penaklukan-penaklukan yang terjadi. Penaklukan-penaklukan tersebut membuat terbukanya sumber¬sumber ekonomi yang tidak diperoleh sebelumnya. Di masa pemerintahannya, negara menerima seperlima rampasan perang dari setiap pasukan muslim yang memperoleh kemenangan. Pajak tanah dari mereka yang sudah terikat dalam perjanjian yang hidup dari tanah mereka dan juga pajak perlindungan diri yang berasal dari mereka yang kalah tetapi tidak masuk Islam.

Selama masa pemerintahannya, ia disibukkan dalam menentukan perkembangan Islam untuk masa-masa selanjutnya. Maka menjadi konsekuensi logis bagi seorang pemimpin dengan wilayah negara yang semakin luas untuk mengambil beberapa kebijakan-kebijakan. Adapun kebijakan Umar dipengaruhi beberapa faktor, beberapa faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Faktor Militer

Ekspansi yang terjadi pada masa pemerintahan 'Umar ibn Khattāb hingga ke wilayah Irak, Syam, Mesir, Armenia, Azarbejan, Khurdistan, dan lain-lain. Tentunya dalam penaklukan yang luas tersebut ada suatu mobilisasi yang baik dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi. Untuk kepentingan itu 'Umar ibn Khattāb menciptakan suatu sistem organisasi militer yang dapat mendukung sistem keamanan dan pengendalian wilayah yang semakin bertambah luas. Ia membentuk satu lembaga kemiliteran untuk mengakomodasi

Page 7: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

121

kepentingan tersebut atas saran dari para sahabat. Ia akhirnya terkenal sebagai orang yang pertama menciptakan lembaga itu.12

Terkoordinirnya pertahanan negara dengan terbentuknya lembaga militer tersebut menjadi titik awal kemajuan pemerintahan Islam di bidang pertahanan negara. Sebagai konsekuensinya, tentara tidak lagi bertempur sebagai sukarelawan melainkan sebagai profesi. Dengan demikian, orang-orang yang menjadi tentara pada waktu itu harus mendapatkan gaji layaknya pengawai negeri saat ini. Para tentara pada masa ~Umar juga tidak diperkenankan menjalani profesi yang lain. Hal ini bertujuan agar tentara-tentara tersebut tidak terpecah konsentrasinya dalam menjaga stabilitas keamanan.

13

Faktor ini sangat menentukan dalam kehidupan kenegaraan, karena tidak seperti sebelumnya, setelah penaklukan ke luar Jazirah Arab akhirnya penduduk negara Islam semakin heterogen dan kompleks. Bersamaan dengan itu pula, adanya asimilasi antara berbagai kelompok. Terutama setelah dibangunnya kota Kuffah dari Utara maupun Selatan, dari Hijaz maupun Najd, kabilah-kabilah Mudar maupun Rabi'ah.

2. Faktor Demografis

14

Jadi, hubungan teritorial tersebut telah memberikan pengaruh timbal balik yang berlangsung secara terus-menerus, baik dalam kontak fisik maupun non- fisik. 'Umar dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial paling tidak ada dua kunci kesuksesan, yaitu pertama, beradaptasi dengan tantangan baru itu secara kreatif. Dalam hal ini tampaknya 'Umar berdasar pada fakta yang telah lalu, menghadapi tantangan baru itu secara berani dan beradaptasi terhadap tantangan itu dengan melakukan asimilasi dan bila perlu menerimanya tanpa

Mobilitas penduduk semakin intens. Kota Madinah tidak saja dikunjungi oleh suku-suku Arab, tetapi juga oleh orang-orang 'Ajam, dan begitu pula sebaliknya.

12 M.Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, cet. 1 (Jakarta : Rasail,

2005), hlm. 12. 13 Imam as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, alih bahasa Fachry (Jakarta:

Hikmah, 2010), hlm. 133 14 A. Al-'Usairy, Sejarah Islam,cet-1 ( Jakarta : Akbar Media, 2003),

hlm 155

Page 8: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

122

mengorbankan nilai-nilai esensial dan ideal yang dibawa oleh syariat. Kedua, mengambil suatu pandangan sejarah yang konstektual. Dalam menghadapi perubahan tersebut, 'Umar melihatnya secara sosio-historis sehingga penafsiran 'Umar cenderung bersifat konstektual yang berangkat dari keadaan yang benar-benar terjadi di tengah-tengah masyarakat.

3. Faktor Geografis

Kondisi geografis Arab dipenuhi dengan gugusan pegunungan yang dilengkapi oleh lembah-lembah yang curam. Selain itu, dataran Arab juga terdiri atas gurun pasir dan padang tandus. Padang tandus tersebut merupakan dataran luas diantara perbukitan yang ditutupi pasir dan menyimpan kandungan air bawah tanah.15

Kondisi cuaca di Arab merupakan salah satu wilayah terkering dan terpanas. Suhu rata-rata pertahun di dataran rendah Hijaz mendekati 900 F, dengan suhu sedikit di bawah 700 F. Dengan demikian, merasakan musim kering selama tiga tahun atau lebih merupakan hal yang lumrah.

16Dari sekian wilayah, hanya Yaman dan Asir yang mendapatkan curah hujan yang cukup untuk bercocok tanam. Adapun dataran subur lainnya dapat dijumpai di sekitar pesisir seperti di Oman. Sementara untukmwilayah sebelah barat merupakan wilayah yang sangat panas dan kering seperti Jeddah, Hudaidah dan Masqat.17

Keadaan yang demikian berdampak terhadap berkurangnya kemungkinan tumbuhnya tanaman-tanaman hijau. Di daerah Yaman ditumbuhi gandum dan kopi, sedangkan anggur yang menjadi kegemaran bangsa Arab untuk dijadikan khamr merupakan produk yang diimpor dari Hauran dan Libanon. Produk-produk yang berasal dari oasis-oasis Arab adalah delima, apel, aprikot, kacang almond, jeruk, lemon, tebu, semangka dan pisang yang juga tumbuhnya di Yaman. Arab sendiri memiliki satu jenis tumbuhan yang menjadi primadona

15 Philip K. Hitti, History Of The Arabs, cet- 10, alih bahasa Cecep

Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu semesta, 2008), hlm. 17-18.

16 Ibid., hlm. 20-21. 17 Ibid., hlm. 2'.

Page 9: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

123

pertanian yakni kurma, kurma arab sangat dikenal luas di dunia, banyak diminati dan bernilai tinggi.18

Di sektor pemerintahan, 'Umar melakukan penataan administrasi pemerintahan dengan cara desentralisasi pemerintahan.

Ekstrimnya iklim Arab juga berimbas terhadap sedikitnya hewan yang mampu beradaptasi. Sebagian besar orang Arab paling banyak memelihara unta, keledai, anjing penjaga, anjing pemburu, kucing, domba dan kambing. Adapun hewan yang hidupnya liar ialah panter, macan tutul, hyena, serigala, rubah dan kadal. Adapun kuda, sebelum zaman ke Khalifahan Umar ibn Khattāb merupakan hewan yang hanya digunakan untuk berperang, pertandingan dalam olahraga berburu. Namun pada umumnya orang Arab tidak memiliki kuda, sebab hewan ini tidak tangguh seperti unta, sehingga akan merepotkan dalam perawatannya.

19 Hal tersebut dimaksudkan untuk menjangkau wilayah Islam yang semakin luas. Wilayah Islam dibagi dalam beberapa propinsi yaitu; Mekkah, Madinah, Palestina, Syria, Basrah, Kufah, Jazirah dan Mesir.20

'Umar juga membentuk departemen-departemen yang diberi nama diwan (jawatan-jawatan), mendirikan Baitul Māl (karena pada masa nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar istilah Baitul Māl belum menjadi lembaga),

21 menempa uang, membentuk tentara untuk menjaga dan melindungi perbatasan, mengatur gaji, mengangkat hakim, mendirikan pos-pos militer, mengatur jalannya pos, membuat kalender hijriah, mengadakan hisbah (pengawasan terhadap pasar, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, penjagaan terhadap tata tertib dan susila, pengawasan terhadap kebersihan jalan dan sebagainya).22

18 Ibid., hlm. 23. 19 Ensiklopedia Islam, Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997),

hlm. 127. 20 Ibid. 21 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab (Jakarta: logos, 1997), hlm.

238. 22 Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I (Jakarta: al-

Husna, 1983), hlm. 225- 226.

Page 10: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

124

Pada lembaga pengadilan 'Umar tidak lagi memonopoli struktur pengadilan, sudah ada orang-orang yang ditunjuk dan diberi wewenang melaksanakan peradilan pada kasus-kasus tertentu. Urusan pengadilan diserahkan kepada pejabat-pejabat yang diangkat dan diberi nama qādi. Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan yudikatif dan eksekutif oleh 'Umar belum total sama sekali, sebab Khalifah dan juga gubernur-gubernurnya tetap memegang peradilan pada kasus-kasus hukum jināyāh dan qiyās. Namun wilayah yang jauh dari pusat Khalifah, wewenang itu diberikan. Dalam catatan sejarah, 'Umar adalah tokoh pertama dalam Islam yang mengangkat qādi di kota¬kota.23

Pada masa pemerintahan 'Umar, negara Islam menjadi negara adikuasa yang banyak memiliki wilayah kekuasaan, ketika itu Persia dan Bizantium juga ditaklukkan 'Umar. Kemampuan 'Umar melakukan ekspansi besar-besaran tersebut tentu tidak bisa lepas dari sistem militer yang tangguh sebagai basis pertahanan dan keamanan negara. 'Umar membentuk organisasi militer yang bertujuan menjaga kecakapan militer bangsa Arab, untuk itu 'Umar melarang pasukan Arab menguasai tanah pertanian negeri-negeri taklukan, sebab penguasaan atas tanah pertanian tersebut dikhawatirkan akan melemahkan semangat militer mereka. ia juga melarang pasukan militer muslim hidup di perkampungan sipil, mereka hidup di perkampungan militer. Tentara juga tidak diperbolehkan memiliki profesi lain seperti berdagang, bertani dan lain sebagainya yang mengakibatkan perhatian mereka berkurang terhadap kepentingan militer.

24

Di sektor ekonomi, 'Umar ibn Khattāb membentangkan garis perbedaan mendasar pengelolaan ekonomi dengan kerajaan lainnya, seperti sistemfeodalisme yang diterapkan di Iran dan Irak.

25

23 Imam as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, alih bahasa: Fachry (Jakarta:

Hikmah, 2010), hlm. 24 Syamsuez Salihima, Kebijakan Umar ibn Khattãb Dalam

Pemerintahan (Makassar: Yayasan Pendidikan, 2005), hlm. 101-120.

Dengan menetapkan perekonomian yang lebih

25 Iran dan Irak pada waktu itu adalah negara monarki yang menggunakan sistem ekonomifeodalisme yang membagi ekonomi menjadi dua kelas, yaitu kaya dan miskin. Kelas kaya terdiri dari raja, anggota istana, para pejabat, para baron, tuan tanah, dan pemimpin agama. Kelas ini menguasai segala sumber produksi yang ada. Sementara kelas miskin terdiri

Page 11: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

125

Islami dan tidak mengenal istilah kesewenang¬wenangan dari para raja.26

1. Baitul Māl pada masa 'Umar sudah menjadi bagian lembaga negara.

'Umar ibn Khattāb mengembangakan prinsip ekonomi bersama yang harus dinikmati oleh setiap orang berdasarkan prinsip al-Qur'an dan Sunnah Rasul tentang keadilan dan keseimbangan yang tidak memberi hak perseorangan secara berlebihan. Ia memanfaatkan semua faktor produksi, tanah, tenaga kerja, modal yang mencegah terjadinya dominasi suatu kelompok kecil. Jika dominasi itu terjadi, maka akan membawa kepada stagnasi ekonomi. 'Umar meneruskan Baitul Mal yang dibentuk pada masa Rasulullah dengan melakukan beberapa inovasi, yaitu:

2. Di setiap wilayah taklukannya terdapat Baitul Māl perwakilan

3. Pengelolaannya dilakukan dengan cara yang modern.33 4. Dana yang ada di Baitul Māl tidak langsung

dialokasikan seluruhnya seperti masa sebelumnya (Masa Rasulullah dan Abu Bakar), ini untuk antisipasi jika terjadi defisit anggaran.27

Dalam hal mendistribusikan harta Baitul Māl, Khalifah 'Umar mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:

28

1. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribu-sikan dana bantuan

dari petani, tukang-tukang, dan para penghasil barang, dan mereka ini tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi barang yang mereka hasilkan sendiri. cara ini dimaksudkan untuk membantu kelompok kaya agar selalu kaya dengan mengeksploitasi kelompok orang-orang miskin. dan yang paling berkuasa dalam penerapan system ini adalah para raja.

26 M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf (Yogyakarta: Pusat Studi Islam, 2003), hlm. 62.

27 Selama masa pemerintahan Umar negara hanya sekali mengalami defisit anggaran, yakni pada tahun "Ramadhah" kira-kira tahun ke-1 8 H. Saat itu terjadi kekeringan di sebagian negara Islam akan tetapi dapat diatasi dengan bantuan makanan dari wilayah lain. Lama masa "Ramadhah" ada yang meriwayatkan 9 bulan, 1 tahun dan ada yang mengatakan 2 tahun. A. Karim Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, cet I (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), hlm. 48-51.

28 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), hlm. 171.

Page 12: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

126

kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana.

2. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari praktik suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalau pun terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran.

3. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistri-busikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.

4. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini menyimpan daftar bantuan untuk mereka fakir yang menderita dan miskin. Tujuan dari depertemen ini adalah agar tidak seorangpun di negeri ini terabaikan kebutuhan hidupnya. Semua orang yang sakit, usia lanjut, cacat, yatim piatu, janda atau oleh karena sebab lain sehingga tidak mampu memperoleh penghidupan sendiri diberi bantuan keuangan secara tahunan dari Baitul Māl.

5. Departemen Pajak bertugas mengelola administrasi pajak negara. Departemen Kepolisian bertugas memlihara ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan. Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum. Departemen Militer bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.29

Pada masa pemerintahan 'Umar ibn Khattāb, pendapatan negara diklasifikasikan menjadi dua yakni, pendapatan dari muslin dan non-muslim. Pendapatan dari muslim berasal dari zakat, usyur, sementara pendapatan dari non-muslim berasal dari jizyah, pajak hasil tanah, pajak untuk mendapatkan hak

29 Abul A'la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan (Jakarta: Mizan,

1996), hlm. 124

Page 13: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

127

kharāj dan pajak terhadap para pedagang non muslim. Adapun pendapatan negara yang lain ialah ganimah, hasil tambang, harta warisan yang tidak ada ahli warisnya.

2. Kharāj Sebelum masa pemerintahan Umar kaum muslimin diberi

hak untuk menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dari perang. Pada waktu ia berkuasa peraturan ini diubah. Tanah-tanah di wilayah yang ditundukkan oleh Islam harus tetap berada di tangan para pemiliknya sendiri dan mereka hanya dikenakan pajak tanah (kharāj).

Kharāj adalah pajak bumi yang diwajibkan oleh Kepala Negara kepada masyarakat yang mengadakan perjanjian perlindungan dengan negara.30 Kharāj secara lugah memiliki makna keluar, yang bisa bermakna hasil yang dikeluarkan tanah, sehingga mewajibkan pengelola kharāj membayar sewa atau upah karena memperoleh hasil dari tanah. Adapun secara istilah kharāj memiliki makna hak kaum muslimin atas tanah atau kawasan yang diperoleh dari kaum kafir dengan jalan paksaan (penaklukan) atau jalan damai.31 Menurut Abdul Manan dalam buku Teori dan Praktek Ekonomi Islam, kharāj adalah sejenis pajak yang dikenakan pada tanah terutama yang ditaklukkan oleh kekuatan senjata, terlepas dari siapakah pemilik itu seorang yang di bawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, seorang budak, muslim maupun tidak beriman.32

Berdasarkan tarifnya, kharāj dibedakan menjadi dua yaitu:

33

a) Kharāj wāzifah (tetap) yakni beban khusus pada tanah sebanyak hasil lahan atau uang persatuan lahan, kharāj tetap menjadi wajib setelah satu tahun dan hanya dikenakan satu kali satu tahun.

30 Muhammad Rawwas Qal'ahji, Ensiklopedi Fiqih : Umar Bin

Khathab Ra (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 332. 31 Nurul Huda dan Ahmad Muti, Keuangan Publik Islam (pendekatan

al-Kharāj Imam Abu Yusuf) (Bogor: Ghalia Indonesia), hlm. 77. 32 Abdul Manan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta:

Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 43. 33 Zakarsyi A Salam, Siyãsah Mãlliyah (Yogyakarta: Fakultas

Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga, t.t), hlm. 15.

Page 14: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

128

b) Kharāj muqasamah (proporsional), yakni pajak yang dikenakan berdasarkan hasil yang diperoleh dari tanaman. Setengah atau sepertiga hasil tanah tersebut sesuai kebijaksanaan imam asalkan tidak lebih dari setengah hasil tanah atau kurang dari seperlima. Pada umunya dipungut setiap kali panen dan bisa lebih dari satu kali setahun.

Dilihat dari cara mendapatkannya, kharāj dibagi menjadi dua, yaitu:34

a) Kharāj 'unwah (Kharāj paksaan), yaitu tanah yang diambil oleh orang muslim terhadap orang kafir melalui peperangan. Contohnya tanah Irak, Syam dan Mesir.

b) Kharāj sulhi (Kharāj damai), yaitu tanah yang diambil dari pemiliknya karena menyerahkan diri kepada orang Islam berdasarkan perjanjian damai.

Kharāj pada mulanya merupakan bagian dari ganimah (harta rampasan perang) yang berupa tanah. Gānimah secara umum adalah harta yang dirampas oleh orang-orang Islam melalui peperangan dengan orang kafir, harta tersebut adalah tanah, orang laki-laki, wanita, anak-anak (sebagai tawanan), harta yang dapat dipindah-pindahkan seperti dirham, pedang, kuda dan sebagainya.35

Untuk harta yang dikuasai oleh orang Islam dari non-muslim dengan tanpa melalui peperangan, maka harta itu dinamakan harta fa'i. Harta fa'i yang berupa tanah tidak dikenai pajak kharāj melainkan dikenai usyur pertanian. Adapun tanah hasil peperangan yang bukan dikelola oleh kafir dzimmi melainkan dikelola oleh orang Islam akan tetap dibebani pajak kharāj, sebab status tanah tersebut menurut Abu Yusuf yang dikutip Nurul Huda dan Ahmad Muti adalah kharājiyyah (wajib dipungut pajak).

36

34 Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah, alih

bahasa Ahmad S. dkk (Jakarta: HTI Press, 2009), hlm. 54-57. 35 Muhammad Rawwas Qal'ahji, Ensiklopedi Fiqih : Umar Bin

Khathab Ra (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 83. 36 Nurul Huda dan Ahmad Muti, Keuangan Publik Islam

(pendekatan al-Kharāj Imam Abu Yusuf) (Bogor: Ghalia Indonesia), hlm. 141.

Page 15: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

129

3.Tanah Rampasan Perang

Pada masa Nabi SAW, hasil rampasan perang (termasuk tanah) baik melalui jalan damai maupun perang dibagi-bagikan kepada orang-orang yang disebut dalam surat al-Anfal: 41.

Berdasarkan ayat di atas, Rasulullah SAW memperlakukan harta ganimah itu sesuai dengan porsinya. Beliau mengambil seperlima dari harta rampasan itu untuk nafkah dirinya dan keluarga. Lalu sisanya diberikan kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Di masa Abu Bakar dan 'Umar, bagian Rasulullah dan kerabatnya tidak diberikan dengan alasan Rasulullah telah meninggal dan karena mereka mendapat bagian tersebut berkat pertolongan Allah.37

Namun, berkenaan dengan tanah-tanah pertanian 'Umar berpendapat lain. Pendiriannya ialah bahwa tanah-tanah itu harus disita dan tidak dibagi-bagikan,

Berkenaan dengan harta (yang bergerak) maka 'Umar telah melaksanakan hukum Allah mengenainya. Dia ambil seperlimanya, dan membagi-bagikan empat perlima lainnya kepada masing-masing anggota tentara sebagai pelaksanaan firman Allah Ta'ala dalam Surat al-Anfal (8): 41.

38

37Muhammad Rawwas Qal'ahji, Ensiklopedi Fiqih : Umar Bin

Khathab Ra (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 85. 38 Umar bersikap sesuai saran dari Muadz bin Jabal yang menolak

pembagian tanah rampasan perang dengan mengatakan, "Apabila kamu (Umar) membagi suatu tanah, hasilnya yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dan keseluruhan akan menjadi milik seorang saja".

lalu dibiarkan seolah-olah tanah-tanah itu kepunyaan negara di tangan para pemilik yang lama, kemudian mereka ini dikenakan pajak (kharāj). Hasil pajak itu kemudian dibagi-bagikan kepada keseluruhan orang-orang Muslim setelah disisihkan untuk gaji tentara yang ditempatkan di pos-pos pertahanan (al-Thughur, seperti Basrah dan Kufah di Irak) dan negeri-negeri yang terbebaskan. Sementara kebanyakan para sahabat menolak kecuali jika tanah-tanah itu dibagikan di antara mereka karena tanah-tanah itu adalah harta kekayaan yang dikaruniakan Allah sebagai rampasan (fa 'i) kepada mereka.

Page 16: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

130

Adapun titik pandangan 'Umar ialah bahwa negeri-negeri yang dibebaskan itu memerlukan tentara untuk menjaga pertahanan, dan tentara itu tentulah memerlukan ongkos. Maka jika tanah-tanah pertanian itu habis dibagi-bagi, lalu bagaimana tentara itu mendapatkan logistik mereka? Ditambah lagi bahwa Allah tidak menghendaki harta kekayaan hanya berkisar atau menjadi sumber rejeki kaum kaya saja. Jika tanah-tanah pertanian yang luas di Syam, Mesir, Irak dan Persia dibagikan kepada beberapa ribu sahabat, maka menumpuklah kekayaan di tangan mereka, dan tidak lagi tersisa sesuatu apa pun untuk mereka yang masuk Islam kelak kemudian hari sesudah itu. Akibatnya terjadilah adanya kekayaan yang melimpah di satu pihak, dan kebutuhan (kemiskinan) yang mendesak di pihak lain.

Sepanjang pemerintahan 'Umar, banyak daerah yang ditaklukkan melalui perjanjian damai. Penaklukan ini banyak menimbulkan masalah baru. Terutama adalah berhubungan dengan kebijakan negara tentang kepemilikan tanah yang ditaklukkan. Dari sinilah muncul permasalahan bagaimana pembagiannya. Sebagian sahabat ada yang menuntut agar kekayaan tersebut didistribusikan kepada para pejuang, sementara yang lain menolak. Setelah mengalami perdebatan yang panjang, Umar memutuskan bahwa tanah masih bisa ditempati oleh penduduknya dengan memberlakukan tanah tersebut sebagai fa 'i, dan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus yang akan datang. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut dihasilkanlah hal-hal sebagai berikut:39

a. Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik orang muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat, sedangkan bagian yang berada di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.

b. Kharāj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah usyur.

39 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.49.

Page 17: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

131

c. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharāj danjizyah.

d. Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Basra) bila ditanami oleh orang muslim diperlakukan sebagai tanah usyur.

e. Di Sawad (Irak), kharāj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rofiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (jenis gandum) dengan anggapan tanah tersebut dapat dilalui air . Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.

f. Di Mesir menurut sebuah perjanjian Amar, dibebankan dua dinar, bahkan hingga tiga irdab gandum, dua qist untuk minyak, cuka, dan madu. Rancangan ini sudah disetujui oleh Khalifah.

Perjanjian Damaskus (Syiria) menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum Muslim. Beban per-kepala sebesar satu dinar dan beban jarib (unit berat) yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.40

4. Pengelolaan Kharāj

Ketika membahas kharāj tentu saja memiliki keterkaitan dengan pembahasan tanah. Menjadi pertanyaan pula bagaimana tanah kharāj pada masa 'Umar beroperasi. Setidaknya ada dua kebijakan yang sangat penting dilakukan oleh Umar dalam memanage tanah kharāj, yaitu: menghidupkan tanah mati dan pengaplingan tanah.

Bumi hakikatnya ialah sama dengan manusia yang di dalamnya memiliki jasad dan ruh dengan tanah sebagai jasadnya, sedangkan ruhnya adalah pembangunannya. Jadi jika bumi diterlantarkan hingga rusak, maka ia kehilangan ruh dan kembali mati. Oleh sebab itu, 'Umar memberikan hak milik kepada siapa saja yang mau menghidupkan tanah mati (lahan tidur). Di sisi lain, tanah yang sudah menjadi milik seseorang namun selama tiga tahun diterlantarkan, maka tanah tersebut akan menjadi milik orang yang mengelolanya. Begitulah yang dilakukan oleh 'Umar agar setiap tanah tidak menjadi lahan tidur agar bisa terus produktif.

40 M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf(Yogyakarta:

Pusat Studi Islam, 2003), hlm. 191.

Page 18: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

132

Lahan tidur atau tanah yang dimiliki negara yang diberikan kepada seseorang dari pemimpin pada saat itu diatur dengan cara pengkaplingan. Pengkaplingan ini bertujuan agar tanah yang digarap dan dimiliki dimanfaatkan dalam tempo waktu tertentu. Ada dua syarat tanah yang dikaplingkan, yaitu:41

Dari laporan yang didapat dari ~Utsman, luas daerah tersebut 36 juta jarib.

1. Bukan sebagai milik pribadi

2. Tidak merugikan orang muslim atau kafir dzimmi.

Tanah tersebut diberi waktu selama tiga tahun bagi penggarap untuk mengelolanya, dan tanah yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan orang tersebut dan kemampuannya. Akan tetapi jika tanah yang diberikan tersebut justru diterlantarkan, maka 'Umar menarik kembali tanah tersebut lalu diberikan kepada orang lain yang sanggup mengelolanya.

Dalam menentukan besarnya kharāj, 'Umar bermusyawarah dengan sahabat yang lain, dan akhirnya terjadi kesepakatan untuk mengutus 'Utsman ibn Hunaif dan Hudzaifah ibn Yaman. 'Ustman ditugaskan menangani penetuan besarnya kharāj di Irak untuk wilayah Kufah (tanah disekitar sungai Eufrat) dan Hudzaifah ibn Yaman ditugaskan di sekitar sungai Tigris (Dajlah), apakah tanah tersebut termasuk kategori subur atau bukan. Selain itu, kondisi tanah yang dialiri air (irigasi) atau menggunakan alat untuk pengairannya, kapasitas tanah, mutu hasil panen juga menjadi pertimbangan dalam penentuan besarnya kharāj.

42

41 Jaribah ibn Ahmad Haritsi, Fikih Ekonomi Umar ibn Khathab, alih

bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006), hlm.466. 42 1 jarib yang digunakan pada masa kekhalifahan Umar ibn KhattAb

setara dengan 1366 m2, kira-kira 1 1/3 dunim, 1 dunim = 1000 m2. Lihat Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah, alih bahasa Ahmad S. dkk (Jakarta: HTI Press, 2009), hlm. 68-71.

Berdasarkan pertimbangan luas tanah, kualitas tanah dan kuantitas air, maka ~Umar mengeluarkan kebijakan terkait kharāj sebagai berikut:55

a. Setiap jarib tanah yang subur ataupun yang berair banyak, sebanyak 1 dirham.

Page 19: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

133

b. Setiap jarib tanah yang ditanami buah kurma (ruthbah) sebanyak 5 dirham.

c. Setiap jarib tanah yang ditanami gandum (sya'ir) sebanyak 2 dirham.

d. Setiap jarib yang ditanami gandum (hinthah) sebanyak 4 dirham.

e. Setiap jarib tanah yang ditanami tebu sebanyak 6 dirham.

f. Setiap jarib tanah yang ditanami kurma (nakhl) sebanyak 8 dirham.

g. Setiap jarib yang ditanami anggur sebanyak 10 dirham.

h. Setiap jarib yang ditanami zaitun sebanyak 12 dirham

Untuk wilayah Mesir, kharāj hanya dikumpulkan setelah musim panen karena pengolahan tanah di Mesir sangat tergantung dengan banjirnya sungai Nil.43 Sementara untuk wilayah Sawad (sistem perpajakan tanah yang berada diterapkan Sawad sangat mirip dengan yang berlaku di Syria)44 dan Irak, 'Umar mengutus 'Utsman bin Hunaif. Berdasarkan hasil survei dan pengumpulan data, maka ditetapkanlah pajak yang dibebankan adalah sebagai berikut:45

43 Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn

al-Khatab, alih bahasa Mansuruddin Djoely, cet II (Jakarta: Pustaka Firdaus 1992), hlm. 135.

44 Ibid., hlm. 129. 45 Ibid., hlm. 12 1-125.

1. Setiap jarib tanah kharāj sebanyak 1 dirham.

2. Setiap jarib tanah yang ditanami kurma sebanyak 10 dirham.

3. Setiap jarib tanah yang ditanami tebu sebanyak 6 dirham.

4. Setiap jarib tanah yang ditanami sayur-sayuran sebanyak 5-10 dirham.

5. Setiap jarib tanah yang ditanami gandum sebanyak 2 dirham.

Page 20: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

134

6. Setiap jarib tanah yang ditanami jagung dan biji-bijian lainnya sebanyak 1 dirham.

Tarif kharāj dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan situasi dan kondisi. Bahkan 'Umar pernah tidak menarik kharāj sama sekali pada waktu terjadi paceklik di tahum Ramāçlāh. Menurut Ath-Thabari hal ini dikarenakan oleh bencana kelaparan sebab kemarau panjang dan paceklik.46 Luasnya wilayah yang tertimpa musibah hingga seluruh wilayah Hijaz berakibat berhentinya kegiatan pertanian dan berdampak terhadap kegiatan perdagangan dengan munculnya wabah pes di negeri Syam. Menurut riwayat yang lain krisis ini juga mencapai wilayah Najd, Tihamah dan Yaman.47

Dalam pengelolaannya, seluruh pajak dikumpulkan di masing¬masing Baitul Māl perwakilan tiap wilayah dalam bentuk barang dan sekaligus uang. Cabang-cabang Baitul Māl tersebut berdiri sendiri dan tidak bergantung dengan Baitul Māl yang berada di pusat (Madinah). Mereka mengumpulkan pajak yang berada di bawah wewenangnya dan membelanjakannya menurut keperluan selama satu tahun.

48 Apabila ada sisa baru dikirimkan ke Baitul Māl yang berada di pusat.49

Bentuk pembayaran kharāj ialah berupa uang dan barang. Diterapkankannya bentuk barang dan uang bertujuan agar menjadi motivasi terhadap pengeksplorasian bumi, sebab

Untuk menghindari adanya penyelewenagan, Umar memilih wakil dengan sangat berhati-hati dan ia sewaktu-waktu melakukan cek perbendaharaan di Baitul Māl. Selain kejujuran, wakil yang dipilih harus memiliki kemampuan dalam menajemen keuangan dan memiliki integritas tinggi.

46 Jaribah ibn Ahmad Haritsi, Fikih Ekonomi Umar ibn Khathab, alih

bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006), hlm. 352. 47 Ibid., hlm. 355. 48 Sistem semacam ini disebut dengan sistem desentralisasi fiskal,

yaitu bentuk pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi (pembangunan).

49 Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khatab, alih bahasa Mansuruddin Djoely, cet II (Jakarta: Pustaka Firdaus 1992), hlm. 151.

Page 21: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

135

jika hanya dalam bentuk uang saja dikhawatirkan petani-petani meninggalkan pertanian dan bekerja dalam bidang yang lain.50

'Umar juga membuat buku induk yang berfungsi untuk mencatat segala aktivitas keuangan di Baitul Māl, seperti: pencatatan pengeluaran dan pencatatan pemasukan. Dengan buku tersebut segala kegiatan yang terjadi di setiap Baitul Māl dapat terekam dengan baik. Setelah satu tahun, buku induk tersebut menjadi bukti laporan pertanggung jawaban pengelolaan pajak selama satu tahun (periode).

51

Untuk pendristribusiannya, seperti apa yang terungkap dalam perkataan 'Umar ibn Khattāb saat percakapan dan perdebatannya dalam hal pembagian tanah Irak, Syam dan Mesir, menjadi dalil yang jelas untuk pembelanjaan kharāj. Berikut pernyataan 'Umar terkait tanah rampasan perang: "Tahukah kalian, negeri-negeri besar seperti Syam, al-Jazirah (Lembah Mesopotamia), Kufah, Basrah dan Mesir? Semuanya itu harus diisi dengan tentara dan disediakan perbekalan untuk mereka. Dari mana mereka mendapat perbekalan itu jika semua tanah pertanian telah habis dibagi-bagi?"

52

50 Jaribah bin Ahmad Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khathab, alih

bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari (Jakarta: Khalifa, 2006), hlm.49 51 Ibid., hlm. 646-650. 52Ditulis oleh Nurcholish Madjid di situs

http://sejarah.kompasiana.com/2011/06/10/ijtihad-umar-ibn-khattab-cak-nur/ (akses 9 november 2012)

Dana yang telah dikumpulkan di Baitul Māl akan digunakan untuk pembayaran pengeluaran rutin administrasi negara, biaya perang dan sisanya dibagikan pada orang-orang Islam. Pengeluaran rutin administrasi negara meliputi pembayaran gaji pegawai, orang-orang yang melayani masyarakat, seperti imam, muadzin, ahli fiqih, penghafal Al Quran, pengantar surat, dan lainnya. Selain itu anggaran juga digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, seperti membangun jembatan, memperbaiki jalan, membuat parit, dan memperluas masjid. Anggaran perang digunakan untuk merenovasi benteng, membeli senjata dan peralatan perang lainnya. Sisa dana akan dibagikan kepada orang¬orang Islam.

Page 22: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

136

Pembagian sisa dana yang ada di Baitul Māl (baik berasal dari kharāj maupun yang lain) dilakukan berdasarkan kedekatan hubungannya kepada Nabi SAW, urutan mana yang lebih dulu masuk Islam, partisipasinya terhadap ekspedisi militer, dan pengetahuan mereka tentang al-Qur'an. Dalam hal ini urutan yang paling atas ditempati oleh keluarga nabi, mereka mendapatkan 12.000 dirham per tahun, urutan kedua ditempati oleh para Muhajirin dan Anshor yang besarnya ditentukan oleh siapa yang lebih dulu masuk Islam, mereka mendapatkan subsidi sebesar 4000 sampai 5000 dirham per tahun. Urutan ketiga ditempati oleh para prajurit, yang besar subsidinya berkisar antara 500 sampai 600 dirham per tahun. Urutan terakhir ditempati oleh wanita, anak-anak, dan penerima santunan yang besarnya bervariasi antara 200 hingga 600 dirham per tahun.53

5. Faktor Penyebab Kebijakan Kharāj 'Umar ibn Khattäb

Perubahan yang terjadi dalam sejarah bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, ada saja faktor yang turut mengiringi dalam perjalanan sejarah tersebut. Menurut Khaldun setidaknya ada tiga faktor yang menjadi penyebab berubahnya suatu peradaban sejarah, yaitu faktor ekonomi, faktor geografis dan faktor agama. Ketiga faktor inilah yang menurutnya juga berada dalam hukum determinisme sejarah.

1. Faktor Ekonomi

Kondisi perekonomian yang ada pada masa 'Umar ibn Khattãb secara garis besar hampir sama dengan masa Rasulullah dan Abu Bakar yang dominan tradisional agraris. Di masa Rasulullah, pemerintahan langsung dipimpin oleh beliau. Beliau jugalah yang bertindak dalam setiap kebijakan ekonomi, politik bahkan dalam urusan kehakiman dan keamanan. Kondisi demikian juga tidak jauh berbeda dengan masa Abu Bakar, hal ini disebabkan masa pemerintahan Abu Bakar yang sangat singkat (2 tahun) dan ia disibukkan memerangi kemunculan nabi-nabi palsu dan pembangkangan dari kaum-kaum murtadin. 53 Philip K. Hitti, History of The Arabs, cet-10, alih bahasa Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 114.

Page 23: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

137

Sementara di masa pemerintahan 'Umar ibn Khattãb kondisinya sudah jauh lebih kondusif dari sebelumnya.

Luasnya wilayah Islam pada masa 'Umar ibn Khattãb otomatis menuntut agar ada suatu sistem manajemen pemerintahan yang baik yang dapat mengurus kepentingan negara. Selain itu, negara yang luas juga harus dilengkapi dengan pertahanan militer yang kuat demi menjaga keamanan nasional. Oleh karena itu, kebutuhan militer dalam sebuah negara menjadi suatu hal yang mutlak keberadaannya.

Tentara (masa Rasulullah dan Abu Bakar) berasal dari sukarelawan, sehingga negara tidak perlu memberinya gaji setiap bulannya melainkan menggantinya dengan pembagian harta rampasan perang (gãnimah). Masa 'Umar, kebutuhan tentara menjadi suatu hal yang mutlak dan harus selalu siap siaga dalam menjaga pertahanan negara yang begitu luas. Maka, posisi tentara pada saat itu bukanlah sebagai relawan melainkan sebagai profesi yang harus diberi gaji. Hal ini bertujuan agar para tentara tidak terpecah konsentrasinya karena tidak bekerja di ladang dalam mencari nafkah.

Selain tentara, negara di bawah kepemimpinan 'Umar menuntut adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat mengelola negara dengan baik. Hal ini menjadi kosekuensi logis bagi setiap negara yang memiliki wilayah yang luas. Oleh karena itu, 'Umar membentuk diwan-diwan di setiap provinsi agar kepentingan seluruh warga negara dapat terakomodir. Sistem ini dalam konteks kotemporer disebut sistem pemerintahan desentralisasi.54

54 Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan. Dengan adanya desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur

Page 24: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

138

Dalam tataran hukum juga terjadi perubahan, yakni diangkatnya beberapa qādi yang ditugaskan di kota-kota. Meskipun 'Umar di pusat pemerintahan masih menjalankan fungsi sebagai qādi, tetapi untuk lokasi kota yang jauh diserahkan kepada qādi utusan.55

Melihat beberapa faktor di atas, tampak bahwa negara pada masa Khalifah 'Umar ibn Khattãb membutuhkan suatu pembiayaan yang tidak sedikit, ia harus menggaji para diwan, qādi, tentara dan sebagainya, termasuk juga menjaga stabilitas keuangan negara. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka negara harus memiliki sumber pendapatan agar dapat menutup kekurangan biaya pegawai. Dengan demikian, pelembagaan kharāj merupakan salah satu solusi yang dilakukan pada waktu itu. Ide kharāj awalnya berasal dari Muadz ibn Jabal yang berpikir bahwa tanah rampasan perang untuk tidak dibagi-bagikan. Ia berpikir tentang bagaimana nasib orang-orang kemudian yang akan kesusahan memiliki tanah karena sudah habis dibagi-bagikan, selain itu para tentara di perbatasan juga membutuhkan logistik. Pendapat ini mendapat respon dari 'Umar dan beberapa sahabat yang lain, dan kemudian ia melarang tanah-tanah yang didapatkan dari hasil perang untuk tidak dibagi-bagikan. Tanah-tanah tersebut kemudian dikenakan kharāj untuk pemasukan negara dan hasilnya juga untuk menggaji para pegawai dan tentara. Jika saja kharāj tersebut tidak diterapkan, kemungkinan akan terjadi defisit anggaran yang disebabkan besarnya kebutuhan negara daripada

Pengangkatan qādi-qādi juga berimbas terhadap tanggung jawab negara untuk memberi mereka imbalan (gaji).

Kondisi-kondisi di atas masih perlu dukungan dengan cara membangun lembaga-lembaga yang mengakomodir semua kepentingan negara. Oleh karenan itu 'Umar mendirikan beberapa departemen seperti Departemen Pelayanan Militer, Departemen Kehakiman dan Eksekutif, Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam.

tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.

55 Imam as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, alih bahasa Fachry (Jakarta: Hikmah, 2010), hlm. 113.

Page 25: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

139

penerimaannya. Menurut 'Umer Chapra yang dikutip oleh Gusfahmi bahwa solusi untuk menutup defisit anggaran adalah dengan pajak, yaitu mereformasi sistem perpajakan.56

Wilayah Islam pada masa 'Umar yang terletak di Timur Tengah tidak berada dalam kondisi geografis yang sama. Daerah Hijaz terkenal kering meskipun berdekatan dengan Laut Merah dan dipenuhi dengan tebing-tebing serta gurun pasir, Irak (daerah sungai Tigris dan Eufrat) merupakan daratan yang subur, Mesir juga daerah subur, namun tergantung dari banjir sungai Nil.

2. Faktor Geografis

57

Dalam menentukan tarif, 'Umar tidak bertindak sendirian. Ia mengutus 'Utsman bin Hunaif dan Hudzaifah bin Yaman untuk melakukan observasi lahan.

Daerah-daerah tersebut memiliki kondisi tanah yang berbeda, sehingga akan berpengaruh terhadap hasilnya.

58

Dengan tarif yang proporsional, perkembangan perekonomian umat menjadi lebih stabil. Petani yang memiliki lahan tidak begitu produktif, maka tarif kharajnya pun menjadi lebih sedikit. Artinya dalam pengenaan tarif disesuaikan dengan keadaan si pemilik dan lahan yang digarap. Kebijakan ini membuat petani yang kurang produktif dengan lahannya masih tetap dapat mengembangkan usahanya. Berdasarkan

Sikap yang demikian menunjukkan sifat seorang pemimpin yang bijak, di mana dalam mengambil keputusan juga mempertimbangkan pendapat dari orang yang ahli di bidang tertentu.

Mengacu pada hasil penelitian tanah yang dilakukan oleh Utsman bin Hunaif dan Hudzaifah bin Yaman. 'Umar beserta sahabat yang lain dalam musyawarahnya mengeluarkan kebijakan menggunakan tarif proporsional. Penelitian tersebut disandarkan kepada beberapa aspek yang dijadikan pertimbangan estimasi tarif. Dengan demikian tarif yang berlaku untuk setiap lokasi menjadi berbeda-beda.

56 Gusfahmy, Pajak menurut Syariah (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007), hlm. 163. 57 Philip. K Hitti, History of The Arabs, cet X, terjemahan R. Cecep

Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 16-27.

58 Jaribah bin Ahmad Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khathab, alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari (Jakarta: Khalifa, 2006), hlm. 502.

Page 26: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

140

pertimbangan tersebut, jelaslah bahwa faktor geografis suatu wilayah menjadi tolak ukur Umar dalam menentukan tarif kharāj. Dengan demikian, cukup jelas bahwa faktor kondisi geografis suatu tempat dapat memberi pengaruh dalam perkembangan sejarah.

3. Faktor Agama

Prinsip dalam ekonomi Islam adalah keadilan, adil merupakan norma yang paling utama dalam seluruh aspek perekonomian.58F

59 Oleh karena itu, setiap pemimpin haruslah memiliki sifat tersebut, agar dalam menjalankan amanah tidak melakukan suatu kedzaliman.

Himbauan untuk bersikap adil dalam al-Qur'an bukan saja menunjuk kepada seorang pemimpin negara saja melainkan ke seluruh umat manusia. Maka dari itu, seorang pemimpin negara yang memiliki otoritas kekuasaan mutlak harus memiliki sifat ini. Dengan pemimpin yang adil, akan tercipta tatanan masyarakat yang tentram. Himbauan untuk bersikap adil terdapat dalam surat al-Isra' ayat 35:

تأويلا وأحسن خير ذلك المستقيم بالقسطاس وزنوا إذكلتم الكيل وأوفوا

Lafadzh قسط pada ayat di atas mempunyai arti adil, sedangkan persamaan dari lafadzh قسط ialah نصيب� yang berarti bagian.59F

60 Jadi adil yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah adil yang sesuai dengan bagian-bagiannya (porsi). Dengan kata lain, .ialah adil yang proporsional قسط

Berdasarkan perintah yang terdapat dalam ayat di atas, Umar telah mempraktekkannya dalam kharāj. Ini terbukti dari cara ia menentukan tarif kharāj dengan cara menimbang aspek kesuburan tanah, luas, pengairan dan lain sebagainya. Dengan acuan tersebut keluarlah kebijakan tarif yang sekiranya tidak memberatkan pihak yang dikenai pajak kharāj.

59 Yusuf al-Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, alih bahasa:

Zainal Arifin (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 195. 60 Disampaikan dalam mata kuliah Tafsir Ahkam I oleh Hamim Ilyas

(Dosen Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Page 27: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

141

Selain itu, dalam persoalan ekonomi, Islam juga menyingung persoalan harta sebagai fungsi sosial.61

Membahas masalah fungsi harta sebagai fungsi sosial berarti juga membahas relasi antar kebebasan individu dan wewenang negara. Pemerintah sebagai oknum yang menjalankan tugas negara dalam mengasuh rakyatnya, harus mampu menyelesaikan permasalahan sosial ada. Apalagi permasalahan harta yang senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. 'Umar sebagai Khalifah (pemerintah) telah melaksanakan tugasnya sebagai pemerintah dengan baik. Hal ini terlihat dari pandangannya yang jauh ke depan, memikirkan nasib-nasib generasi berikutnya, nasib para tentara, dan lain sebagainya. Ia juga memperbolehkan kaum yang ditaklukkan wilayahnya untuk tetap dapat mengolahnya dengan syarat membayar kharāj.

Maka seorang pemimpin harus mampu memposisikan harta sebagai fungsi sosial. Dengan begitu akan terjadi pemerataan distribusi harta yang baik.

62

Pertimbangan tersebutlah yang kemudian mengubah kebijakan sebelumnya (membagikan tanah rampasan perang) dan juga mengambil alih tanah tersebut sebagai milik negara. Kemudian tanah tersebut dapat dikelola oleh rakyat dengan mengajukan hak pakai, sementara hasilnya akan dikenai sewa yang menjadi sumber pendapatan negara. Dari uang sewa tersebut negara mampu membiayai militer untuk keperluan pertahanan, kemudian membiayai infrastruktur yang lain sehingga memperlancar arus perdagangan.

Dengan demikian, terdapat dua kemaslahatan yakni bagi pemilik aslinya dan bagi negara karena memperoleh pemasukan.

63

Pada intinya, pelembagaan kharāj pada masa pemerintahan 'Umar tidak digunakan untuk kepentingan pemerintahan. Karena dana tersebut dialokasikan kepada beberapa aspek, seperti pendidikan, kebudayaan, pengembangan

61 Muhammad Ahmad Khalafallah, Masyarakat Muslim Ideal

(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 68. 62 Nurul Huda dan Ahmad Muti, Keuangan Publik Islami

(pendekatan al-Kharaj ImamAbu Yusuf) (Bogor: Ghalia Indonesia), hlm. 141. 63 Dalam catatan sejarah, Umar membangun kanal yang

menghubungkan sungai Nil dengan laut Merah. Dengan adanya kanal tersebut proses distribusi dari Mesir ke Madinah atau sebaliknya dapat ditempuh dalam waktu yang singkat.

Page 28: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

142

infrastruktur, keamanan dan lain-lain.15 Semagat dalam Islam agar harta dapat memberikan manfaat satu dengan yang lainnya menunjukkan bahwa harta sebagai fungsi sosial memiliki tujuan kemaslahatan.

C. Penutup

Inti dari kebijakan Umar melembagakan kharaj adalah al-‘adl. al-‘adl yang terdapat dalam pelembagaan kharaj ialah tentang persamaan hak dan kewajiban antara muslim dan non-muslim. Selain itu, kebutuhan negara akan biaya juga menjadi alasan sebuah negara memberlakukan pajak terhadap tanah. Hal ini penting dilakukan agar sebuah negara tidak mengalami defisit anggaran dalam memenuhi kebutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Intervensi negara pada masa Umar terhadap tanah rampasan perang yang tidak dibagi-bagikan seperti masa sebelumnya menunjukkan bahwa negara di bawah kepemimpinan Umar telah melaksanakan fungsi harta sebagai fungsi sosial. Harta tidak lagi menjadi milik seorang saja melainkan milik bersama dan intervensi negara bertujuan agar terjadi regulasi perekonomian yang lebih merata.

Dengan demikian, pelembagaan kharaj dipengaruhi dua unsur penting yakni kebutuhan dan keadilan. Negara butuh sejumlah dana untuk menjalankan fungsinya dalam mensejahterakan rakyatnya dan keadilan bagi generasi berikutnya yang tetap akan dapat memiliki tanah yang tidak dibagi-bagikan seperti periode sebelumnya (masa Nabi SAW dan Abu Bakar).

Page 29: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

143

Daftar Pustaka

Ensiklopedia Islam, Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Gusfahmy, Pajak menurut Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Haekal, Muhammad Husain, Umar ibn Khattãb, alih bahasa Ali Audah, Cet. 3, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002.

Haritsi, Jaribah bin Ahmad, Fikih Ekonomi Umar bin Khathab, alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhsyari, Jakarta: Khalifa, 2006.

Hitti, Philip K, History Of The Arabs, cet- 10, alih bahasa Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi Ilmu semesta, 2008.

http://sejarah.kompasiana.com/2011/06/10/ijtihad-umar-ibn-khattab-cak-nur/ (akses 9 november 2012)

Ibn-al-Jawzi, Abi al Faraj Abdurrahman, Manaqib Amir Al Mu'minin 'Umar Ibn Al Khatab, Kairo: Maktabah al Khanaji, 1997.

Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Cet I, Jakarta PT Raja Grafindo. 2002.

Khalafallah, Muhammad Ahmad, Masyarakat Muslim Ideal, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.

Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam, Jilid I dan II, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999.

Majid, M. Nazori, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Yogyakarta: Pusat Studi Islam, 2003.

Manan, Abdul, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Maududi, Abul A'la al-, Khilafah dan Kerajaan, Jakarta: Mizan, 1996.

Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Arab, Jakarta: logos, 1997.

Page 30: PERBANDINGAN JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Gustomo Try Budiharjo: Kebijakan Kharaj Khalifah Umar...

Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2, Desember 2013

144

Nurul Huda dan Ahmad Muti, Keuangan Publik Islami (pendekatan al-Kharaj ImamAbu Yusuf), Bogor: Ghalia Indonesia.

Qal'ahji, Muhammad Rawwas, Ensiklopedi Fiqih : Umar Bin Khathab Ra, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Qardhawi, Yusuf al-, Norma dan Etika Ekonomi Islam, alih bahasa: Zainal Arifin, Jakarta: Gema Insani, 2006.

Ra'ana, Irfan Mahmud, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khatab, alih bahasa Mansuruddin Djoely, cet II, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992.

Rahayu, Ani Sri, Pengantar Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995.

Salam, Zakarsyi A, Siyãsah Mãlliyah, Yogyakarta: Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga, t.t.

Salihima, Syamsuez, Kebijakan Umar ibn Khattãb Dalam Pemerintahan, Makassar: Yayasan Pendidikan, 2005.

Solikhin, M, Sejarah Peradaban Islam, cet. 1, Jakarta : Rasail, 2005.

Suyuti, Imam as-, Tarikh al-Khulafa, alih bahasa: Fachry, Jakarta: Hikmah, 2010.

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta: al-Husna, 1983.

Umairah, Abdurrahman, Tokoh-tokoh yang Diabadikan Al-Qur'an, jilid 4, Jakarta: Gema Insani, 2002.

'Usairy, A. Al-, Sejarah Islam,cet-1, Jakarta : Akbar Media, 2003.

Zallum, Abdul Qadim, Sistem Keuangan Negara Khilafah, alih bahasa Ahmad S. Dkk, Jakarta: HTI Press, 2009.