peper polimer

17
TUGAS TEKNOLOGI POLIMER “PAPER TENTANG BIODEGRADABLE PLASTICS” KELOMPOK : 1. Slamet Suwito (5213413037) 2. Aji Setiawan (5213413009) 3. Ayuning arimurti (5213413019) 4. Dwi Fibriani (5213412027) 5. Reni Ainun Jannah (5213412023) 6. Ririn Mahmudah (5213412043)

Upload: fahmysihab

Post on 19-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas tentang polimer, definisi, isi, jenis, metode dan lain lain

TRANSCRIPT

Page 1: Peper Polimer

TUGAS TEKNOLOGI POLIMER

“PAPER TENTANG BIODEGRADABLE PLASTICS”

KELOMPOK :

1. Slamet Suwito (5213413037)

2. Aji Setiawan (5213413009)

3. Ayuning arimurti (5213413019)

4. Dwi Fibriani (5213412027)

5. Reni Ainun Jannah (5213412023)

6. Ririn Mahmudah (5213412043)

PRODI TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

Page 2: Peper Polimer

TEKNOLOGI KEMASAN PLASTIK BIODEGRADABLE

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengemasan atau pewadahan diperkirakan telah ada sejak beberapa ratus

tahun sebelum masehi. Bahan kemasan yang berasal dari alam seperti dedaunan,

kulit binatang dan tanah liat telah banyak digunakan sebagai wadah penyimpanan

atau pengemasan.

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, teknologi pengemasan

juga berkembang dengan pesat. Meskipun kemasan alami masih digunakan,,

akhir-akhir ini kemasan yang lebih maju (modern) telah banyak digunakan secara

meluas. Sehari-hari, dijumpai berbagai produk terutama produk pangan

menggunakan kemasan yang beragam baik bahan, bentuk, warna maupun fungsi

dasarnya. Kemasan aseptik, modifikasi atmosfir dan “tetra pak” adalah jenis

kemasan modern yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan kemasan

plastik. Selain plastik, bahan kemasan yang banyak digunakan untuk produk

pangan dan hasil pertanian lainnya diantaranya kertas, logam, kayu, aluminium.

Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang

paling populer dan sangat luas penggunaannya. Plastik tidak hanya dipakai untuk

kemasan pangan (food grade), tetapi juga banyak diaplikasikan sebagai bahan

pelindung dan pewadahan produk elekronika, komponen/suku cadang dan zat

kimia untuk industri. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni,

fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak

mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan

lain), tidak korosif dan harganya relatif murah. Disamping memiliki berbagai

kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan kemasan lainnya, plastik juga

mempunyai kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk

(migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan

kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan

dengan cepat dan alami (non-biodegradable).

Saat ini, bahan kemasan plastik telah menimbulkan permasalahan cukup

serius. Polimer plastik yang tidak mudah terurai secara alami mengakibatkan

terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan

Page 3: Peper Polimer

lingkungan hidup. Berbagai laporan menunjukkan, produk berbahan dasar plastik

menjadi penyebab kerusakan lingkungan di pantai New Jersey, laut Sargasso dan

pulau Scottish (Griffin, 1994). Selain itu, plastik dalam proses pembuatannya

menggunakan minyak bumi, yang ketersediannya semakin berkurang dan sulit

untuk diperbaharui (non-renewable). Kondisi demikian menyebabkan bahan

kemasan plastik tidak dapat dipertahankan penggunaannya secara meluas, oleh

karena akan menambah persoalan lingkungan dan kesehatan diwaktu mendatang.

Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada serta meningkatnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan lingkungan lestari,

mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan

yang “biodegradable”. Saat ini penelitian dan pengembangan teknologi bahan

kemasan biodegradable terarah pada usaha membuat pengemas yang mempunyai

sifat seperti plastik yang berbasiskan bahan alami dan mudah terurai.

B. Tujuan

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui tentang teknologi

kemasan plastik biodegradale.

II. KEMASAN PLASTIK BIODEGRDABLE

A.Pengertian

Secara umum kemasan plastik biodegradable diartikan sebagai film

kemasan yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Griffin

(1994),, plastik biodegradable adalah suatu bahan dalam kondisi tertentu, waktu

tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya, yang mempengaruhi

sifat-sifat yang dimilikinya oleh pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, algae).

Sedangkan Seal (1994), kemasan plastik biodegradable adalah suatu material

polimer yang berubah kedalam senyawa berat molekul rendah dimana paling

sedikit satu tahap pada proses degradasinya melalui metabolisme organisme

secara alami.

Di beberapa negara maju, mulai diproduksi film kemasan yang dapat

didegradasi melalui proses fotokimia atau dengan mikroorganisme penghancur.

Page 4: Peper Polimer

Melalui proses modifikasi gugus fungsional polimer PE dan PS, sehingga film

kemasan yang terbentuk dapat terdegradasi oleh fotokimia atau kimiawi. Salah

satu contohnya adalah pembutan film kemasan dari polihidroksi butirat (PHB) dan

asam polilaktat hasil fermentasi.

B. Jenis Biopolimer

Ada tiga kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam

pembuatan film kemasan biodegradable, yaitu :

1. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis : film jenis ini dibuat dari

campuran granula pati (5 – 20 %) dan polimer sintetis serta bahan tambahan

(prooksidan dan autooksidan). Bahan ini memiliki nilai biodegradabilitas yang

rendah dan biofragmentasi sangat terbatas.

2. Polimer mikrobiologi (polyester) : biopolimer ini dihasilkan secara

bioteknologis atau fermentasi dengan mikroba genus Alcaligenes . Biopolimer

jenis ini diantaranya polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat (PHV), asam

polilaktat (polylactic acid) dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Bahan ini

dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur dan alga. Namun oleh karena

proses produksi bahan dasarnya yang rumit mengakibatkan harga kemasan

biodegradable ini relatif mahal.

3. Polimer pertanian : biopolimer ini tidak dicampur dengan bahan sintetis dan

diperoleh secara murni dari hasil pertanian. Polimer pertanian ini diantaranya

cellulose (bagian dari dinding sel tanaman), cellophan, celluloseacetat, chitin

(pada kulit Crustaceae), pullulan (hasil fermentasi pati oleh Pullularia pullulans ).

Polimer hasil pertanian mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai

potensi untuk dibentuk atau dicetak menjadi film kemasan. Keunggulan polimer

jenis ini adalah tersedia sepanjang tahun (renewable) dan mudah hancur secara

alami (biodegradable). Beberapa polimer pertanian yang potensial untuk

dikembangkan adalah pati gandum, pati jagung, kentang, casein, zein, konsentrat

whey dan soy protein.

Page 5: Peper Polimer

III. TEKNOLOGI PEMBUATAN KEMASAN PLASTIK

BIODEGRADABLE

A. Prinsip Pembentukan Film

Kemampuan suatu bahan dasar dalam pembentukan film dapat

diterangkan melalui fenomena fase transisi gelas. Pada fase tertentu diantara fase

cair dengan padat, massa dapat dicetak atau dibentuk menjadi suatu bentuk

tertentu pada suhu dan kondisi lingkungan yang tertentu. Fase transisi gelas

biasanya terjadi pada bahan berupa polimer. Sedangkan suhu dimana fase transisi

gelas terjadi disebut sebagai titik fase gelas (glassy point). Pada suhu tersebut

bahan padat dapat dicetak menjadi suatu bentuk yang dikehendaki, misalnya

bentuk lembaran tipis (film) kemasan.

Madeka dan Kokini (1996), meneliti suhu transisi pada keadaan antara

glassy ke rubbery dari zein murni dengan kadar air 15 – 35 %. Hasil penelitian

menunjukkan terjadinya jalinan reaksi transisi pada suhu antara 65 – 160o C

untuk tepung zein dengan kadar air di atas 25 %. Dibawah suhu 65o C zein

terlihat seperti cairan polimer yang kusut (engtangled fluid polymer), sedang di

atas suhu 160o C ikatan silang agregat zein menjadi lemah. Kaitan dengan gejala

ini, polimer zein dari jagung yang dilarutkan dalam pelarut organik dapa dicetak

menjadi film kemasan plastik.

Secara kimia kemampuan membentuk film dijelaskan oleh Argos, et al.,

(1982), sebagai akibat terjadinya interaksi glutamin pada batang-batang (planes)

molekul zein yang bertumpuk. Selanjutnya Gennadios, et. al., (1994), bahwa film

terbentuk melalui ikatan hidrofobik, hidrogen dan sedikit ikatan disulfid diantara

cabang-cabang molekul zein.

B. Metode Pembuatan Film

Metode pembuatan kemasan plastik biodegradable telah berkembang

sangat pesat. Beberapa metode yang dapat diterapkan diantaranya yang

dikembangkan oleh Yamada, et. al. (1995), Frinault, et. al. (1997), Isobe (1999).

Namun demikian, pemilihan metode/teknologi produksi didasarkan pada evaluasi

Page 6: Peper Polimer

terhadap karaktersitik fisik dan mekanik film yang dihasilkan.. Selain

karakteristik tersebut, juga didasarkan pada nilai biodegradabilitas film pada

berbagai kondisi.

a. Metode pembuatan film yang dikembangkan oleh Isobe (1999), yaitu bahan

dasar (zein) dilarutkan dalam aceton dengan air 30 % (v/v) atau etanol dengan air

20 % (v/v). Kemudian ditambahkan bahan pemlastik (lipida atau gliserin),

dipanaskan pada 50o C selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pencetakan pada

casting dengan menuangkan 10 ml campuran ke permukaan plat polyethylene

yang licin. Dibiarkan selama 5 jam pada suhu 30 sampai 45o C dengan RH

ruangan terkendali. Film yang terbentuk dilepas dari permukaan cetakan (casting),

dikeringkan dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam.

b. Metode lain yang dikembangkan oleh Frinault, et al., (1997) dengan bahan

dasar (casein) menggunakan pencetak ekstruder dengan tahap proses terdiri dari :

pencampuran bahan dasar dengan aceton/etanol- air, penambahan plasticiser,

pencetakan dengan ekstruder kemudian pengeringan film.

c. Metode yang dikembangkan Yamada, et. al., (1995), bahan dasar (zein)

dilarutkan dalam etanol 80 %. Ditambahkan pemlastis, dipanaskan pada suhu 60

sampai 70o C selama 15 menit. Campuran kemudian dicetak pada auto-casting

machine. Selanjutnya dibiarkan selama 3 – 6 jam pada suhu 35o C dengan RH

ruangan 50 %. Film kemudian dikeringkan selama 12 – 18 jam pada suhu 30o C

pada RH 50 %. Dilanjutkan dengan conditioning dalam ruang selama 24 jam pada

suhu dan RH ambien.

C. Karakteristik Kemasan Plastik

Keberhasilan suatu proses pembuatan film kemasan plastik biodegradable

dapat dilihat dari karakteristik film yang dihasilkan. Karakteristik film yang dapat

diuji adalah karakteristik mekanik, permeabilitas dan nilai biodegradabilitasnya.

Adapun pengertian masing-masing karakteristik tersebut adalah :

1.Karakteristik mekanik :

Karakteristik mekanik suatu film kemasan terdiri dari : kuat tarik (tensile

strength), kuat tusuk (puncture strength), persen pemanjangan (elongation to

Page 7: Peper Polimer

break) dan elastisitas (elastic/young modulus). Parameter-parameter tersebut dapat

menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan

dengan struktur kimianya. Selain itu, juga menunjukkan indikasi integrasi film

pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukan film. Kuat

tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama

pengukuran berlansung. Kuat tarik dipengaruhi oleh bahan pemlastis yang

ditambahkan dalam proses pembuatan film.. Sedangkan kuat tusuk

menggambarkan tusukan maksimum yang dapat ditahan oleh film. Film dengan

struktur yang kaku akan menghasilkan nilai kuat tusuk yang tinggi atau tahan

terhadap tusukan. Adapun persen pemanjangan merupakan perubahan panjang

maksimum film sebelum terputus. Berlawanan dengan itu, adalah elastisitas akan

semakin menurun jika seiring dengan meningkatnya jumlah bahan pemlastis

dalam film.. Elastisitas merupakan ukuran dari kekuatan film yang dihasilkan.

2. Permeabilitas :

Permeabilitas suatu film kemasan adalah kemampuan melewatkan partikel

gas dan uap air pada suatu unit luasan bahan pada suatu kondisi tertentu.. Nilai

permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia polimer,, struktur

dasar polimer, sifat komponen permeant. Umumnya nilai permeabilitas film

kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk yang dikemas.

Komponen kimia alamiah berperan penting dalam permeabilitas. Polimer dengan

polaritas tinggi (polisakarida dan protein) umumnya menghasilkan nilai

permeabilitas uap air yang tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah. Hal

ini disebabkan polimer mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Sebaliknya,

polimer kimia yang bersifat non polar (lipida) yang banyak mengandung gugus

hidroksil mempunyai nilai permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas oksigen

yang tinggi, sehingga menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif menahan

gas. Permeabilitas uap air merupakan suatu ukuan kerentanan suatu bahan untuk

terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dari suatu film kemasan

adalah laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang

permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan

unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban

Page 8: Peper Polimer

tertentu. Sedangkan permeabilitas film kemasan terhadap gas-gas, penting

diketahui terutama gas oksigen karena berhubungan dengan sifat bahan dikemas

yang masih melakukan respirasi.

3. Biodegradabilitas

Alasan utama membuat kemasan plastik berbahan dasar bioplimer adalah

sifat alamiahnya yang dapat hancur atau terdegradasi dengan mudah.. Umumnya

setelah sampah kemasan dibuang ke tanah (landfill), akan mengalami proses

penghancuran alami baik melalui proses fotodegradasi (cahaya matahari, katalisa),

degradasi kimiawi (air, oksigen), biodegradasi (bakteri, jamur, alga, enzim) atau

degradasi mekanik (angin, abrasi). Proses-proses tersebut dapat berlansung secara

tunggal maupun kombinasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat

biodegradabilitas kemasan setelah kontak dengan mikroorganisme, yakni : sifat

hidrofobik, bahan aditif, proses produksi, struktur polimer, morfologi dan berat

molekul bahan kemasan (Griffin, 1994). Proses terjadinya biodegradasi film

kemasan pada lingkungan alam dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu

dengan proses oksidasi molekul, menghasilkan polimer dengan berat molekul

yang rendah. Proses berikutnya (secondary process) adalah serangan

mikroorganisme (bakteri, jamur dan alga) dan aktivitas enzim (intracellular,

extracellular). Contoh mikroorganisme diantaranya bakteri phototrop

(Rhodospirillium, Rhodopseudomonas, Chromatium, Thiocystis), pembentuk

endospora (Bacillus, Clostridium), gram negatif aerob (Pseudomonas, Zoogloa,

Azotobacter, Rhizobium), Actynomycetes, Alcaligenes (Griffin, 1994). Umumnya

kecepatan degradasi pada lingkungan limbah cair anaerob lebih besar dari pada

limbah cair aerob, kemudian dalam tanah dan air laut.

D. Metode Uji Biodegradabilitas

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam uji biodegradasi adalah :

jenis sampel (blow film, pulverize), sifat (crystallinity), jenis mikroorganisme

(jamur, bakteri), kondisi lingkungan ( inokulasi, kelembaban, temperatur, nutrisi,

pertumbuhan mikroorganisme, penurunan berat sel) dan sifat hydrofobik. Adapun

cara penentuan degradasi yaitu mengukur perubahan sifat mekanis,, jumlah gas

Page 9: Peper Polimer

CO2 yang dikeluarkan dan produk-produk yang dihasilkan.. Berbagai metode

pengujian biodegradasi yang diadopsi oleh Organisation for Economic

Cooperation and Development (OECD) telah digunakan secara khusus untuk

menganalisis, mendeteksi dan mengukur konsumsi oksigen dan atau

karbondioksida yang dikeluarkan dari metabolisme substrat. Ada lima uji saat ini

yang dapat digunakan, yakni : modified AFNOR test (untuk dissolved organic

carbon/DOC), modified Sturn test (produksi CO2), modified MITI test (konsumsi

O2 dan penguraian substrat), Closed bottle test (konsumsi O2 ) dan modified

OECD screening test (dissolved organic carbon/DOC) (Griffin, 1994). Metode

lain yang dikembangkan untuk menguji daya tahan plastik terhadap degradasii

mikroorganisme, yakni : Petri dish screen (digunakan di USA/ASTM,

Jerman/DIN, Prancis/AFNOR, Swiss/SN dan Standar Internasional/ISO (846),

Environmental chamber method (pada kelembaban tinggi - 90 %), Soil burial tests

(berdasarkan kontak dengan tanah).

IV. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KEMASAN PLASTIK

BIODEGRADABLE KE DEPAN

Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegrdable dewasa ini

berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman,

Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk

menggali berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di Jerman pengembangan

untuk mendapatkan polimer biodegradable pada polyhydroxybutiyrat (PHB),

Jepang (chitin dari kulit Crustaceae, zein dari jagung, pullulan). Aktivitas

penelitian lain yang dilakukan adalah bagaimana mendapatkan kemasan

thermoplastic degradable yang mempunyai masa pakai (lifetimes) yang relatif

lebih lama dengan harga yang lebih murah. Pengembangan lain yang sangat

penting adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan penggunaan bahan pemlastis.

Penggunaan kemasan plastik biodegradable misalnya sebagai botol sampo,

dari bahan PHBV (produksi Wella AG dan ICI) dengan harga Rp. 75.000/kg

(tahun1995), bahan celluloseacetat untuk barang-barang cetakan, harga Rp.

25.000/kg, campuran chitosan dengan cellulosa (di Jepang) sebagai pelindung

terhadap oksigen, harga Rp.15.000/kg dan pullulan (di Jepang) sebagai kemasan

Page 10: Peper Polimer

pangan beku (mentega, keju) dengan harga Rp.60.000 sampai Rp.70.000,-.

Kemasan plastik biodegradable ini penggunaannya masih terbatas pada produk

farmasi, kosmetik dan container.

Kendala utama yang dihadapi dalam pemasaran kemasan ini adalah

harganya yang relatif tinggi dibandingkan film kemasan PE. Sebagai

perbandingan untuk PHBV sekitar US$ 8 – 10/lb, sedangkan untuk film PE hanya

US$ 0.30 – 0.45/lb. Biaya produksi yang tinggi berasal dari komponen bahan

baku (sumber karbon), proses fermentasi (isolasi dan purifikasi polimer) dan

investasi modal. Upaya untuk menekan harga tersebut adalah menggunakan

substrat dari methanol, molasses dan hemicellulose hydrolysate (Griffin, 1994).

Di Indonesia penelitian dan pengembangan teknologi kemasan plastik

biodegradable masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena selain kemampuan

sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu dan teknologi bahan, juga

dukungan dana penelitian yang terbatas. Dipahami bahwa penelitian dalam bidang

ilmu dasar memerlukan waktu lama dan dana yang besar. Sebenarnya prospek

pengembangan biopolimer untuk kemasan plastik biodegradable di Indonesia

sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya sumber daya alam, khususnya

hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun. Berbagai

hasil pertanian yang potensial untuk dikembangkan menjadi biopolimer adalah

jagung, sagu, kacang kedele, kentang, tepung tapioka, ubi kayu (nabati) dan chitin

dari kulit udang (hewani) dan lain sebagainya.

Kekayaan akan sumber bahan dasar seperti tersebut di atas, justru

sebaliknya menjadi persoalan potensial yang serius pada negara-negara yang telah

maju dan menguasai ilmu dan teknologi kemasan biodegrdable, khususnya di

Jerman. Negara tersebut dengan penguasaan IPTEK yang tinggi bidang teknologi

kemasan, merasa khawatir kekurangan sumber bahan dasar (raw materials) dan

akan menjadi sangat tergantung pada negara yang kaya akan sumber daya alam.

Page 11: Peper Polimer

V. KESIMPULAN

Teknologi kemasan plastik biodegradable adalah salah satu upaya yang

dilakukan untuk keluar dari permasalahan penggunaan kemasan plastik yang non-

biodegradable, berkurangnya cadangan minyak bumi, kesadaran dan kepedulian

terhadap lingkungan lestari serta resiko kesehatan.

Negara-negara maju seperti Jerman, Prancis, Swiss, Jepang, Amerika

Serikat dan Inggris telah mengembangkan berbagai jenis kemasan biodegradable

untuk kemasan produk farmasi, kosmetik dan pangan. Produk tersebut

berkembang oleh dukungan tersedianya dana riset dan penguasaan teknologi

proses yang baik. Namun demikian, pengembangan teknologi kemasan

bioegradable masih menghadapi kendala harga yang mahal dan penggunaanya

yang terbatas. Berbagai cara telah dilakukan yakni memperbaiki proses produksi,

mencari bahan biopolimer lain dan perbaikan sifat-sifat fisik kemasan.

Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam (hasil pertanian),

potensial menghasilkan berbagai bahan biopolimer, sehingga teknologi kemasan

plastik biodegradable mempunyai prospek yang baik.