penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/855/1/sri...
TRANSCRIPT
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBIAYAAN MACET PADA
AKAD MURABAHAH DI BMT HUBBUL WATHON
SUMOWONO
SKRIPSI
Diajukanuntuk memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum islam
Oleh
Sri Lestari
NIM : 21411035
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
i
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBIAYAAN MACET PADA
AKAD MURABAHAH DI BMT HUBBUL WATHON
SUMOWONO
SKRIPSI
Diajukanuntuk memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum islam
Oleh
Sri Lestari
NIM : 21411035
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Penuhilah janji-janjimu, agar kamu tidak merugi di dunia dan akhirat nanti !!!
PERSEMBAHAN
Untuk Ibukku, adekku tercinta yang menjadi motivasiku
Untuk Keluarga besar Panti Putri Aisyiyah Tuntang
Kak Andika yang telah memberikan fasilitas sehingga
skripsi ini bisa selesai dengan tepat waktu
Untuk Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga dan teman-teman HES 2011
vi
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkatrahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan.Penulisjuga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulisdapat menyusun
penulisanskripsiini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisanskripsiini disusun untuk diajukan
sebagaisalahsatupersyaratanguna memperolehgelarSarjanaSyari‟ah (S.Sy)
dalamilmusyari‟ah, FakultasSyari‟ah, JurusanS1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang
berjudul:“Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Macet Pada Akad
MurabahahDi BMT Hubbul Wathon Sumowono”.Penulismengakui
bahwa dalam menyusun PenulisanSkripsiini tidak dapat diselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. BapakDr. RahmatHariyadi, M.Pd,selakuRektor IAIN Salatiga
vii
2. IbuDra. SitiZumrotun, M.Ag, selakuDekanFakultasSyari‟ah di IAIN
Salatiga.
3. BapakIlya Muhsin, M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang
Kemahasiswaan dan Kerja Sama.
4. IbuEviAriyani, M.H, selakuKetuaJurusanS1 Hukum Ekonomi Syari‟ahdi
IAIN Salatiga.
5. Ibu Luthfiana Zahriani, M.H, selaku Dosen Pembimbing dan juga selaku
Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang telah memberikan
ilmunya dan selalu meberikan saran, pengarahan, pemahaman serta
masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan tepat
waktu dan maksimal sesuaiyang diharapkan.
6. Bapak Ir. Fauzan dan Bapak Muhammadselakupengurus BMT Hubbul
Wathon Sumowono yang telah berkenan memberikanizinpenelitian di
BMT Hubbul Wathon Sumowonosertamemberikaninformasi
berkaitanpenulisanskripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
8. Kedua Orang tuakuBapakMarjan (Alm) danIbu Painitercinta, yang
telahmendoakan dan memberi kasih sayang serta
semangatkepadakuselama ini.
viii
9. Kel. Ibu Endang Wiratni, B.Sc, Kel. Ibu Alimah, B.A, Ibu-ibu Pengurus
Panti Asuhan Putri aisyiyah Tuntang dan teman-teman, adik-adik
seperjuangan terimakasih atas dukungan, inspirasi dan doa untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai.
10. Sahabat-sahabatku mbak Pipit, mbak Cenul, Tia, Mbak Ratih, Dek Sismi
yang senantiasa memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-temanJurusanS1 Hukum Ekonomi Syari‟ahangkatan 2011 di IAIN
Salatiga yang telahmemberikanbanyakceritaselamamenempuhpendidikan
di IAIN Salatiga.
12. Serta semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan skripsi ini, yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya
Salatiga, 16September 2015
Penulis
ix
ABSTRAK
Lestari, Sri. 2015. Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Macet Pada Akad
Murabahah (Studi Kasus di BMT Hubbul Wathon Sumowono) Skripsi. Fakultas
Syari‟ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani, M.H
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Pembiayaan Macet, Akad, Murabahah
BMT Hubbul Wathon Sumowono merupakan salah satu lembaga
keuangan syari‟ah non bank yang banyak mengeluarkan produk pembiayaan.
Salah satunya adalah pembiayaan dengan menggunakan akad murabahah.Pihak
BMT dalam memberikan pembiayaan kepada anggota dibuatlah suatu akad atau
perjanjian di mana dalam akad tersebut terdapat beberapa ketentuan-ketentuan
yang harus dipenuhi antara kedua belah pihak.Apabila anggota memenuhi
kewajibannya tidak sesuai dengan apa yang di harapkan pihak BMT, sebagaimana
yang tertulis dalam akad murabahah yang pada akhirnya akan mengakibatkan
penunggakan atau bahkan menghentikan sama sekali dari kewajibannya untuk
membayar angsuran.Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :(1) Apa dasar hukum dan bagaimana
penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT Hubbul
Wathon Sumowono? (2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan pembiayaan macet
di BMT Hubbul Wathon Sumowono?
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Dasar hukum penyelesaian
sengketa pembiayaan macet pada akad murabahah diatur dalam Akad
Pembiayaan Murabahah di BMT Hubbul Wathon dan juga diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga (ART) BMT Hubbul Wathon Sumowono dalam BAB
XV Pasal 44 tentang sanksi anggota. Penyelesaian sengketa di BMT Hubbul
Wathon ini diselesaikan dengan jalur non litigasi, karena proses penyelesaiannya
dilakukan diluar pengadilan yaitu dengan cara musyawarah atau negosiasi yang
dilakukan oleh pihak BMT dengan anggota BMT, dan pada sampai saat ini
penyelesaiannya hanya sampai tingkat musyawarah, belum sampai ke Badan
Arbitrase Syari‟ah. (2) Faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan macet di
BMT Hubbul Wathon yaitu berasal dari faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal disebabkan oleh kurangnya BMT menerapkan prinsip kehati-
hatian, yaitu pihak BMT kurang teliti menyeleksi pada saat anggota mendaftarkan
diri untuk pembiayaan murabahah, sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh
faktor ekonomi anggota BMT yang pendapatannya tidak menentu.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
NOTA PEMBIMBING........................................................................................
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................... iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAHAN……………..……………… v
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAK...........................................................................................................
vi
ix
DAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMasalah.............................................................. 1
B. FokusPenelitian...……………………………………………... 4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Penegasan Istilah.........................................................................
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
4
5
6
8
G. MetodePenelitian........................................................................ 12
H. Sistematika Penulisan..................................................................
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Akad-akad Pembiayaan......................
1. Pengertian akad.................................……………………….
20
20
xi
BAB III
2. Akad Pola Pinjaman...........…………………………………
3. Akad Pola Bagi Hasil.............................................................
4. Akad Pola Jual Beli................................................................
5. Akad Pola Sewa.....................................................................
6. Akad Pola Lainnya.................................................................
B. Konsep Dasar Pembiayaan Pada Akad Murabahah....................
1. PengertianMurabahah………...........………………………
2. Syarat Murabahah….........………………………………….
3. RukunPada Akad Murabahah.........………………………..
4. Proses Transaksi Jual Beli Murabahah.....………………….
C. Lembaga Penyelesaian Sengketa Dalam Keuangan Syari‟ah....
D. Alternatif Penyelesaian Sengketa...............................................
E. Tinjauan Umum Mengenai BMT...............................................
1. Pengertian BMT....................................................................
2. Sejarah BMT.........................................................................
3. Dasar Hukum dan Peraturan Hukum BMT..........................
GAMBARAN UMUM BMT HUBBUL WATHON
SUMOWONO DAN PROSEDUR PENGAJUAN
PEMBIAYAAN DI BMT HUBBUL WATHON SUMOWONO
A. Gambaran Umum Lokasi Dan Objek Penelitian..........................
1. Profil BMT Hubbul Wathon Sumono.......……….................
2. Manajemen BMT Hubbul Wathon Sumowono.....................
3. Filosofi Kerja BMT Hubbul Wathon Sumowono ….............
4. Struktur Organisasi BMT Hubbul Wathon Sumowono.........
5. Produk-produk BMT Hubbul Wathon Sumowono................
6. Standar Operating Procedures................................................
B. Prosedur Pengajuan pembiayaan Di BMT Hubbul Wathon
Sumowono...................................................................................
C. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Khusus Pada Akad
Murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono........................
24
25
28
31
32
34
34
35
37
38
39
40
43
43
44
45
47
47
49
51
52
53
59
61
67
xii
BAB IV
ANALISA PENYELESAIAN SENGKETAPEMBIAYAAN
MACET PADA AKAD MURABAHAH DI BMT HUBBUL
WATHON SUMOWONO
A. Proses Penyelesaian Sengketa Terhadap Pembiayaan Macet
Pada Akad Murabahah di BMT Hubbul Wathon
Sumowono..................................................................................
B. Faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan macet di BMT
Hubbul Wathon Sumowono........................................................
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................
B. Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
70
82
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Struktur Organisasi BMT Hubbul Wathon
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Tabel Jumlah anggota dan keterangan yang mengalami
kemacetan
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang mayoritas beragama Islam,
membutuhkan sebuah lembaga keuangan yang berbasis syari‟ah salah
satunya dengan berdirinya bank-bank berbasis syari‟ah ataupun koperasi
yang berbasis syari‟ah yaitu BMT (Baitul Maal wa Tamwil). BMT adalah
salah satu bentuk lembaga keuangan non bank yang beroperasi dengan
prinsip syari‟ah.
Seperti halnya bank syari‟ah, kehadiran BMT juga sedang mem-
bomming di Indonesia semakin menunjukkan eksistensinya. Salah satu
fungsi dari BMTadalah melakukan penyaluran dana kepada masyarakat,
yaitu dengan cara mengeluarkan produk-produk pembiayaan dengan
menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah), kerjasama (musyarakah)
dan(murabahah) jual beli.
Penyaluran dana dengan prinsip jual beli bisa dilakukan dengan
akad murabahah, salam, ataupun istishna. Penyaluran dana dengan prinsip
jual beli yang paling dominan adalah menggunakan akad murabahah.
Secara nasional, bank syari‟ah ataupun BMT di Indonesia saat ini
menggunakan akad murabahah sebagai salah satu produk utama
pembiayaannya.Padahal sebenarnya produk utama dari bank syari‟ah atau
BMT adalah profit and loss sharing (PLS) yang terdiri dari mudharabah
2
atau musyarakah.Maka hal tersebut menjadi suatu permasalahan tersendiri
sehingga perlu adanya penelitian khusus mengenai masalah tersebut.
Allah berfirman dalam suratAl-Anfaal ayat 27:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
Ayat tersebut menganjurkan bahwa setiap orang agar
menghormatidan menepati janji serta amanah yang dipercayakan
kepadanya.Jika anggota tidak dapat atau tidak mampu memenuhi atau
mengingkari janji atau wanprestasi terhadap perjanjian yang telah
disepakati bersama maka anggota dapat di kenakan sanksi.
BMT dalam memberikan pembiayaan kepada anggota harus
menggunakan prinsip kehati-hatian agar terhindar dari pembiayaan
bermasalah atau pembiayaan macet. Sekiranya untuk menghindari hal
tersebut maka BMT harus menerapkannya secara maksimal, agar tidak
terjadi dengan hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya BMT
mengalami kepailitan.
Pihak BMT dalam memberikan pembiayaan kepada anggota
dibuatlah suatu akad atau perjanjian di mana dalam akad tersebut terdapat
beberapa ketentuan-ketentuan perjanjian yang harus dipenuhi antara kedua
belah pihak. Meskipun fakta menunjukkan bahwa pembiayaan yang sering
3
dilakukan dengan akad murabahah lebih banyak diminati oleh anggota
karena sistem dan teknik perhitungannya lebih mudah dipahami.
Apabila anggota tidak memenuhi kewajiban seperti apa yang
tertulis pada akad murabahah, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
penunggakan atau bahkan menghentikan sama sekali dari kewajibannya
untuk membayar angsuran. Dengan begitu BMT belum secara maksimal
dalam menerapkan prinsip kehati-hatian.
Hal tersebut juga dialami oleh BMT Hubbul Wathon Sumowono,
menurut hasil survey pra penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat
beberapa anggotayang lalai dalam memenuhi kewajibannya, baik itu
karena disengaja maupun tidak disengaja.Beberapa anggota yang
mengalami pembiayaan macet mengambil produk pembiayaan yang
menggunakan akad murabahah.
Dengan adanya kasus tersebut maka anggota dikatakan telah
melakukan wanprestasi.Wanprestasiatau tidak dipenuhinya janji dapat
terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak
disengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk
memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak
melakukan prestsai tersebut, (Miru, 2012:95) sebagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara pihak BMT Hubbul
Wathon Sumowono dengan anggotanya.
4
Dengan adanya kasus yang terjadi di BMT Hubbul Wathon
Sumowono mengenai adanya pembiayaan macet, maka sangat mendorong
penulis untuk melakukan kajian dalam bentuk penelitian mengenai
bagaimana upaya penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono. Sehingga penyusun
tertarik akan melakukan penelitian dalam sebuah skripsi yang berjudul
“Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Macet Pada Akad Murabahah Di
BMT Hubbul Wathon Sumowono”.
B. Fokus Penelitian
1. Apa dasar hukum dan bagaimana penyelesaian sengketa pembiayaan
macet pada akad murabahah di BMTHubbul Wathon Sumowono?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pembiayaan macet di BMT
Hubbul Wathon Somowono?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dasar hukum dan penyelesaian sengketa
pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT Hubbul Wathon
Sumowono.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan
macet pada akad murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono
D. Kegunaan Penelitian
5
Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang berguna secara
keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat
diantaranya:
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang hukum
ekonomi syari‟ah pada khususnya, yang memiliki kaitan dengan hal-
hal yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa terhadap akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono, sehingga dapat
mengungkap permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari akad
murabahah seperti anggota yang melakukan pembiayaan macet.
2. Kegunaan praktis
a. Bagi pengelola BMT Hubbul Wathon Cabang Sumowono
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pentingnya
ketegasan hukum positif dan hukum Islam dalam rangka
menyelesaikan sengketa pembiayaan macet dalam akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono.
b. Bagi peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola
berfikir dalam menganalisa proses penyelesaian sengketa
pembiayaan macet dalam akad murabahah di BMT Hubbul
Wathon Sumowono sehingga dapat mengetahui proses
penyelesaian sengketa pembiayaan macet dan faktor-faktor yang
6
menyebabkan pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT
Hubbul Wathon Sumowono.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian
yang akan peneliti teliti ini, maka di pandang perlu untuk menjelaskan
beberapa istilah yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yaitu:
1. Akad
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan
oleh syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya
(Dewi, 2006:47). Sedangkan akad menurut Anwar (2010:68) yaitu
pertemuan ijab dan qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau
lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.
Jadi maksud akad dalam pembahasan ini adalah suatu
perjanjian antara anggota dengan BMT Hubbul Wathon Sumowono
yang telah disepakati bersama dimana dengan akad tersebut
menimbulkan akibat hukum terhadap objek yang diperjanjikan.
2. Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam Fiqih Islam yang berarti suatu
bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan
untuk memperoleh barang tersebut dan tingkat keuntungan yang
diinginkan (Ascarya, 2011:81).
7
Adapun menurut Wiroso (2005:11) murabahah
didefinisikan oleh para fuqaha sebagai penjualan barang seharga
biaya atau harga pokok barang tersebut ditambah mark-up atau
margin keuntungan yang disepakati.
Murabahah yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah
suatu produk yang berupa pembiayaandi BMT Hubbul Wathon
Sumowono yang berbentuk jual beli ketika pihak BMT sebagai
penjual barang dengan menyatakan harga pokok barang ditambah
dengan margin keuntungan yang disepakati dengan pembeli, yang
dimaksud pembeli disini adalah anggota BMT Hubbul Wathon
Sumowono.
3. Pembiayaan
Pembiayaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun dijalankan oleh orang lain (Muhammad, 2002:304).
4. Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, yaitu
pertengkaran, perbantahan, pertikaian, perselisihan (Poerwadarminta,
2006:1086).Yang dimaksud sengketa dalam penelitian ini adalah
penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad murabahah di
BMT Hubbul Wathon Sumowono.
8
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari
penelitian yang ada, karena penelitian yang akan peneliti teliti ini
mendiskripsikan analisis penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada
akad murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono.
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan
perbandingan bagi penelitian ini yaitu terdapat beberapa penelitian terkait
yang membahas tentang upaya penyelesai sengketa pembiayaan macet
pada akad murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono dalam ruang
lingkup yang berbeda, diantaranya adalah:
Pertama, skripsi dari Wijayati, Mufliha. 2013. Pola Penyelesaian
Sengketa Pembiayaan Bermasalah di Kalangan Pegiat Ekonomi Syari‟ah
Kota Metro (Studi atas 5 BMT/LKS di Kota Metro). Jurnal dari STAIN
Jurai Siwo Metro ini menjelaskan tentang upaya penyelesaian sengketa
ekonomi syari‟ah yang melalui jalur litigasi yang telah diatur dalam UU
No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama pasal 49 dan diperkuat dengan
putusan Mahkamah Konstitusi nomor 93/PUU- X/2012 yang menjelaskan
bahwa hak opsional dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat, maka konsekuensi logisnya adalah: seluruh
sengketa ekonomi syari‟ah (dalam jalur litigasi) harus diselesaikan di
Pengadilan Agama. Namun Para pegiat ekonomi syariah di Kota Metro,
cenderung memilih penyelesaian sengketa/wan prestasi yang dilakukan
anggota melalui jalur non-litigasi.Tulisan ini mencoba melakukan
9
polarisasi bagaimana sengketa itu diselesaikan oleh para pegiat ekonomi
syariah Kota Metro.Penelitian dilakukan terhadap 5 BMT/LKS melalui
observasi dan wawancara.Secara keseluruhan BMT/LKS menempuh jalur
non-litigasi untuk menyelesaikan sengketa/wan prestasi anggota dengan
pertimbangan faktor ekonomis, kesederhanaan, dan menjaga hubungan
baik dengan anggota.Adapun pola penyelesaiannya adalah melakukan
teguran, restrukturisasi hutang, penjualan barang jaminan, dan
penghapusan hutang.Masing-masing BMT/LKS yang menjadi subjek
penelitian melakukan langkah-langkah ini dengan intensitas yang berbeda-
beda.
Kedua, skripsi dari Kabogi, Pemal. 2013. Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Upaya Penyelesaian Wanprestasi Pengguna Jasa Dalam
Perjanjian Jual Beli Jasa Di Perusahaan Konstruksi Jaya Gypsum
Maguwarhajo Yogyakarta.Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.Dalam skripsi ini menjelaskan tentang upaya
penyelesaian wanprestasi pengguna jasa dalam perjanjian jual beli jasa di
perusahaan konstruksi jaya gypsum tidak sesuai dengan hukum Islam,
karena upaya yang dilakukan perusahaan tersebut dengan cara
pembongkaran terhadap konstruksi gypsum yang telah dikerjakan
disebabkan oleh perilaku pengguna jasa yang tidak berkenaan melakukan
prestasinya. Cara pembongkaran tersebut melanggar asas manfaat, asas
keserasian, asas kemitraan dan asas keamanan serta asas keselamatan
10
seperti yang sudah dijelaskan dalam pasal 2 UU NO 18 tahun 1999 tentang
jasa konstruksi.
Ketiga, skripsi dari Susilowati, Diana. 2011. Penyelesaian
Wanprestasi Dalam Produk Berbasis Akad Musyarakah Pada BMT Al-
Amiin Ditinjau Dari Fatwa Dewan Syariah Nasional (Dsn)Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dalam skripsi ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan penyelesaian
wanprestasi dalam akad musyarakah ditinjau dari fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) di BMT Al-AMIIN Kecamatan Karanganom,
kabupatenKlaten. Rumusan masalah yang diajukan yaitu : Bagaimanakah
pelaksanaan dan penyelesaian wanprestasi dalam Akad Musyarakah di
BMT AL-AMIIN Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten dan
Bagaimanakah proses pelaksanaan dan penyelesaian wanprestasi dalam
Akad Musyarakah di BMT AL-AMIIN Kecamatan Karanganom
Kabupaten Klaten ditinjau dari fatwa Dewan Syariah Nasionnal (DSN).
Data yang disajikan dianalisis secara deskriptif, yaitu dalam bentuk uraian
yang menghubungkan antara ketentuan teori dan hasil penelitian di
lapangan. Hasil studi ini menjelaskan bagaimana penyelesaian sengketa
wanprestasi dalam Akad Musyarakah yang ditinjau dari fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) apakah sudah sesuai dengan syariat Islam serta
telah memenuhi ketentuan dari Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional (DSN)
yang dilakukan oleh BMT AL-AMIIN. Faktor-faktor terjadinya
wanpertasi tersebut ialah: gagal usaha atau bangkrut;penyalahgunaan
11
pinjaman BMT;karakter atau sifat manusia; Penelitian ini
merekomendasikan perlunya dari pihak BMT AL-AMIIN dalam
melaksanakan Akad Musyarakah kepada pihak nasabah agar tidak terjadi
permasalahan persengketa antara kedua belah pihak dalam berakad. Serta
dalam penyelesaian wanprestasi dalam BMT AL-AMIIN telah memenuhi
ketentuan syariat Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional agar
penyelesaian Akad, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan salah satu
pihak, serta tercipta nya win-win solution.
Keempat, penelitian dari Hidayah, Nurul dan Ariy Khaeruddin.
2015. Wanprestasi dan Model Penyelesaiannya di LKMS (Studi Pada
Lembaga KSPS BMT Bina Ummat Sejahtera) Fakultas Hukum UNIBA
Surakarta. Jurnal ini menjelaskan Masalah klasik yang dihadapi lembaga
keuangan mikro syariah seperti koperasi adalah adanya pembiayaan yang
macet karena adanya pihak yang wanprestasi. Tak terkecuali di Koperasi
SimpanPinjam Syariah (KSPS) BUS (BINA UMMAT SEJAHTERA)
khususnya pada pembiayaan murabahah. Hasil penelitian ditemukan
bahwa dalam akad murabahah belum secara sempurna mengikuti prinsip-
prinsip akad dan akad Murabahah dalam syari‟at Islam.faktor-faktor
penyebab wanprestasi meliputi faktor internal dan eksternal. Untuk
penyelesaian sengketa mengedepankan musyawarah melalui model
pendampingan dengan pendekatan secara kekeluargaan dalam
menyelesaikan masalah. Namun jika tidak berhasil, maka akan ditempuh
12
dengan melakukan somasi bahkan untuk jumlah pembiayaan tertentu akan
dibebaskan dan dibantu dengan skema Qardhul Hasan.
Sedangkan di dalam skripsi ini penulis lebih menekankan pada
penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT
Hubbul Wathon Sumowono.
G. Metode Penelitian
1) Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Dalam penelitian yang akan peneliti teliti ini, peneliti
menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, artinya dengan
melihat apa dasar hukum dan bagaimana penyelesaian sengketa
pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT Hubbul Wathon
Sumowono dan apa faktor-faktor yang menjadi penyebab
pembiayaan macet di BMT Hubbul Wathon Sumowono.
b. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan peneliti teliti adalah penelitian
analitis deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
terjun langsung ke lokasi penelitian untuk memperoleh data yang
diperlukan serta mendeskripsikan permasalahan apa yang terjadi di
BMT Hubbul Wathon Sumowono mengenai penyelesaian sengketa
pembiayaan macet pada akad murabahah dan faktor-faktor
13
penyebab pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT
Hubbul Wathon Sumowono.
2) Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian yang akan peneliti teliti ini, peneliti
bertindak sebagai pengumpul data dilapangan dengan menggunakan
alat penelitian aktif dalam mengumpulkan data-data dilapangan.
Selain itu alat yang dijadikan untuk pengumpulan data bisa berupa
dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian nanti
serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya
penelitian, seperti kamera dan alat perekam.
3) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu
akan dilakukan. Dalam penelitian yang akan peneliti teliti adalah di
BMT Hubbul Wathon Sumowono yang beralamat di Jalan Sukorono
No.7A Sumowono Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah.
4) Kebutuhan dari Sumber Data
Yaitu kebutuhan peneliti untuk memperoleh data yang
diperlukan. Adapun sumber data penelitian berupa:
a. Sumber Data Primer
Adalah sumber data yang langsung didapatkan dari
lapangan atau lokasi penelitian.
14
1. Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan
informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian
yang akan peneliti diteliti. Dalam penelitian nanti yang
menjadi informan adalah manager dan para pegawai di BMT
Hubbul Wathon Sumowono.
2. Dokumen
Dalam hal dokumen penelitian yang akan peneliti teliti
yaitu berupa data-data yang berhubungan dengan BMT Hubbul
Wathon Sumowono, yang diantaranya adalah struktur organisasi
dan data-data yaitu berupa Anggaran Rumah Tangga (ART),
Anggaran Dasar (AD), dan tentang akad pembiayaan
murabahahdari BMT Hubbul Wathon Sumowono.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang
diperoleh dari berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya
yang bertema sama. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung
penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-buku,
undang-undang, fatwa MUI, jurnal ataupun hasil penelitian
sebelumnya yang meneliti hal serupa.
15
5) Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang akan peneliti teliti nanti ada tiga
metode dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penyusunan laporan penelitian yaitu sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan
pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki (Hadi, 1994:139).Dalam
observasi nanti, data yang ingin peneliti telitidiperoleh secara
langsung dariBMT Hubbul Wathon Sumowono.
b. Interview
Interview yaitu cara memperoleh keterangan atau data
dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada
pihak BMT Hubbul Wathon Sumowono dalam hal ini adalah
manager dan para pegawai diBMT Hubbul Wathon Sumowono.
c. Dokumentasi
Yaitu mengumpulkan, menyusun dan mengelola dukumen
kegiatan yang dianggap berguna untuk dijadikan bahan
keterangan yang berhubungan dengan penelitian nanti.
6) Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode
deskriptif analisis.Analisis data yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif terhadap data primer dan sekunder.Selanjutnya diuraikan
16
dan disimpulkan dengan memakai metode berfikir deduktif yaitu
menganalisa data-data yang bersifat umum kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus.
7) Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian
sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik
untuk memeriksa keabsahan data.
Dalam penelitian nanti, peneliti menggunakan pengecekan
keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi . Menurut
Sugiyono (2010:274) Triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut:
1) Triangulasi Sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber.
2) Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda.
3) Triangulasi waktu yaitu pengecekan data dengan wawancara
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang
berbeda.
17
8) Tahap- Tahap Penelitian
Dalam penelitian yang akan peneliti teliti nanti akan
dilakukan dengan berbagai tahap yaitu:
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti peneliti menentukan topik
penelitian, mencari informasi tentang adanya
penyelesaiansengketadalam akad murabahah di BMT Hubbul
Wathon Sumowono, pembuatan proposal penelitian,
menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus
dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu peneliti terjun langsung ke
lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti
wawancara kepada informan, melakukan observasi dan
dokumentasi.
c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan
dirasa cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-
data tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga
bisa memberi arti pada objek yang akan diteliti.
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah
terkumpul dan dianalisis serta dikonsultasikan kepada
pembimbing maka yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah
menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman
penulisan yang telah ditentukan
18
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian nanti
adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang merupakan garis-garis besar
pembahasan isi pokok penelitian yang terdiri atas: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan
penelitian.
Bab II Kajian Pustaka yaitu menguraikan tinjauan umum
tentang akad-akad pembiayaan, konsep dasar dari pembiayaan pada
akad murabahah, dasar hukum mengenai penyelesaian sengketa
pembiayaan macet, menjelaskan tentang alternatif penyelesaian
sengketa, dan tinjauan umum mengenai BMT (Baitul Maal wa
Tamwil).
Bab III Paparan Data dan Temuan Penelitian yaitu
mendiskripsikan tentang gambaran umum mengenai BMT Hubbul
Wathon Sumowono dan prosedur pengajuan pembiayaan di BMT
Hubbul Wathon Sumowono.
Bab IV Pembahasan yaitu membahas tentang dasar hukum dan
proses penyelesaian sengketa terhadap pembiayaan macet pada akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono dan faktor-faktor
19
yang menyebabkan pembiayaan macet di BMT Hubbul Wathon
Sumowono.
Bab V adalah Penutup yang merupakan kesimpulan dan saran.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Akad-akad Pembiayaan
1. Pengertian akad
Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau
kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang
terbingkai dengan nilai-nilai syari‟ah (Ascarya, 2006:35)
Dalam istilah Fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang
menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari
satu pihak, seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun muncul dari dua
pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai (Ascarya, 2006:35).
Secara khusus akad menurut Santoso yang dikutip dalam
bukunya Ascarya (2006:35) berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan
penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan
berpengaruh pada sesuatu.
Rukun dalam akad ada 3, yaitu: 1) pelaku akad; 2) objek akad;
dan 3) shighah atau pernyataan pelaku akad, yaitu ijab dan qabul.
Pelaku akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk
dirinya (ahliyah) dan mempunyai otoritas syari‟ah yang diberikan pada
seseorang untuk merealisasikan akad sebagai perwakilan dari yang lain
21
(wilayah). Objek akad harus ada ketika terjadi akad, harus sesuatu
yang disyariatkan, harus bisa diserahterimakan ketika terjadi akad, dan
harus sesuatu yang jelas antara dua pelaku akad. Sementara itu, ijab
qabul harus jelas maksudnya, sesuai antara ijab dan qabul, dan
bersambung antara ijab dan qabul (Ascarya, 2006:35).
Syarat dalam akad ada empat, yaitu: 1) syarat berlakunya akad
(In’qoid); 2) syarat sahnya akad (Shighah); 3) syarat terealisasikannya
akad (Nafadz); dan 4) syarat lazim. Syarat In’qoid ada yang umum ada
yang khusus. Syarat umum harus selalu ada pada setiap akad, seperti
syarat yang harus ada pada pelaku akad, objek akad dan shighah akad,
akad bukan pada sesuatu yang diharamkan, dan akad pada sesuatu
yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus merupakan sesuatu
yang harus ada pada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal
dua saksi pada akad nikah. Syarat shighah, yaitu syarat yang
diperlukan secara syari‟ah agar akad berpengaruh, seperti dalam akad
perdagangan harus bersih dari cacat. Syarat nafadz ada dua, yaitu
kepemilikan (barang yang dimiliki oleh pelaku dan berhak
menggunakannya) dan wilayah. Syarat lazim, yaitu bahwa akad harus
dilaksanakan apabila tidak ada cacat (Ascarya, 2006:35-37).
Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat
dibagi ke dalam enam kelompok pola, (Ascarya, 2006:41), yaitu:
1. pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah;
22
2. pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;
3. pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah;
4. pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;
5. pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
6. pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan
rahn.
1. Akad Pola titipan
Akad berpola titipan (Wadi’ah) ada dua, yaitu Wadi’ah yad
Amanah dan wadi’ah yad Dhamanah. Pada awalnya, Wadi’ah
muncul dalam bentuk yad al-amanah „tangan amanah,‟ yang
kemudian dalam perkembangannya memunculkan yadh-dhamanah
“tangan penanggung”. Akad Wadi’ah yad Dhamanah ini akhirnya
banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam
produk-produk pendanaan.
a. Titipan Wadi’ah yad Amanah
Secara umum Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak
penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang atau aset kepada
pihak penyimpan (mustawda’) yang diberi
amanah/kepercayaaan, baik individu maupun badan hukum,
tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan,
kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan
kapan saja penyimpan menghendaki (Ascarya, 2006:42)
23
Barang/aset yang dititipkan adalah sesuatu yang
berharga yang dapat berupa uang, barang, dokumen, surat
berharga, atau barang berharga lainnya (Ascarya, 2006:42).
Dengan prinsip ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan
atau memanfaatkan barang/aset yang dititipkan, melainkan
hanya menjaganya. Selain itu, barang/aset yang dititipkan tidak
boleh dicampuradukkan dengan barang/aset penitip. Karena
menggunakan prinsip yad al-amanah, akad titipan seperti biasa
disebut wadi’ah yad amanah (Ascarya, 2006:43).
b. Titipan Wadi’ah yad Dhamanah
Dari prinsip yad al-amanah „tangan amanah‟ kemudian
berkembang prinsip yadh-dhamanh „tangan penanggung‟ yang
berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala
kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset
titipan. Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodian
adalah trustee yang sekaligus guarantor „penjamin‟ keamanan
barang/aset yang dititipkan (Ascarya, 2006:43).
Menurut Ascarya, (2006:43) hal ini juga berarti bahwa
pihak penyimpan telah mendapatkan izin dari pihak penitip
untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan tersebut
untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa
pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang
24
dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki. Hal
ini sesuai dengan anjuran dalam Islam agar aset selalu
diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan
saja).
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur aset
penitip dengan aset penyimpan atau aset penitip yang lain, dan
kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari
keuntungan. Pihak penyimpan berhak atas keuntungan yang
diperoleh dari pemanfaatan aset titipan dan bertanggung jawab
penuh atas resiko kerugian yang mungkin timbul. Selain itu,
penyimpan diperbolehkan juga atas kehendak sendiri,
memberikan bonus kepada pemilik aset tanpa akad perjanjian
yang mengikat sebelumnya. Dengan menggunakan prinsip
yadh dhamanah, akad titipan seperti ini biasa disebut wadi’ah
yad dhamanah (Ascarya, 2006:44)
2. Akad pola pinjaman
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan
dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul
Hasan. Karena bunga dilarang dalam Islam maka pinjaman Qardh
maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih
khusus lagi pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman
kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapi bersifat sosial
(Ascarya, 2006:46).
25
Pinjaman Qardh
Qardh merupakan pinjaman kebajikan/lunak tanpa
imbalan, biasanya untuk pembelian brang-barang fungible
(yaitu barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat,
ukuran, dan jumlahnya) (Ascarya, 2006:46).
Objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang atau
alat tukar lainnya (Ascarya dalam Saleh, 2006:46), yang
merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika
peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam
hal ini bank) dan hanya wajib mengembalikan pokok utang
pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Peminjam atas
prakarsa sendiri dapat terimakasih. mengembalikan lebih besar
sebagai ucapan
3. Akad pola bagi hasil
Konsep bagi hasil yang digambarkan dalam buku Fiqih
pada umumnya diasumsikan bahwa para pihak yang bekerjasama
bermaksud untuk memulai atau mendirikan suatu usah patungan
(joint venture) ketika semua mitra usaha turut berpartisipasi sejak
awal beroperasi dan tetap menjadi mitra usaha sampai usaha
berakhir pada waktu semua aset dilikuidasi. Jarang sekali
ditemukan konsep usaha yang terus berjalan (running bussines)
ketika mitra usaha bisa datang dan pergi setiap saat tanpa
26
mempengaruhi jalannya usaha. Hal ini disebabkan buku-buku
Fiqih Islam ditulis pada waktu usaha tidak sebesar dan serumit
usaha zaman sekarang, sehingga konsep “running business” tidak
mendapat perhatian (Ascarya, 2006:48-49).
a. Musyarakah
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau
lebih pengusaha pemilik dana atau modal bekerjasama sebagai
mitra usaha, membiayai investasi usaha baru atau yang sudah
berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam
manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan.
Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai
kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk
tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha
tersebut (Ascarya, 2006:51).
Proporsi keuntangan dibagi diantara mereka menurut
kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai
dengan proporsi modal yang disertakan (pendapat Imam Malik
dan Imam Syafi‟i), atau dapat pula berbeda dari proporsi modal
yang mereka sertakan (pendapat Imam Ahmad). Sementara itu,
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa proporsi keuntangan
dapat berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal.
Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadi sleeping
27
partner, proporsi keuntungan tidak boleh melebihi proporsi
modalnya (Ascarya, 2006:51-52)
Sementara itu, kerugian, apabila terjadi, akan
ditanggung bersama sesuai dengan proporsi menyertaan modal
masing-masing (semua ulama sepakat dalam hal ini) (Ascarya,
2006:52).
Penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam
musyarakah keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan para
pihak, sedangkan kerugiaan ditanggung bersama sesuai dengan
proporsi penyertaan modal masing-masing pihak.
b. Mudharabah
Secara singkat mudharabah atau penanaman modal
adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga
sehingga ia mendapatakan presentase keuntungan (Ascarya,
2006:60).
Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan
akad bagi hasil ketika pemilik dana atau modal (pemodal),
biasa disebut shahibul mal/rabbul mal, menyediakan modal
(100persen) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa disebut
mudharib, untuk melakukan aktifitas produktif dengan syarat
bahwa keuntungan yang dihasil akan dibagi diantara mereka
menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad
(yang besarnya juga dipengaruhi kekuatan pasar). Shahibul mal
28
(pemodal) adalah pihak yang memiliki modal, tetapi tidak bisa
berbisnis, dan mudharib (pengelola intrepreneur) adalah pihak
yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal. (Ascarya,
2006:61).
4. Akad pola jual beli
Jual beli dibolehkan syariah berdasarkan Alqur-an, Sunnah,
dan Ijmak (konsensus) para ulama. Dalam QS. Al Baqarah 275
disebutkan bahwa “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” Sedangkan dalam QS. An Nisa‟ 29
disebutkan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
makan harta sesamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali
dalam perdagangan berlaku atas dasar suka sama suka diantara
kamu.”
a. Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam Fiqih Islam yang
berarti suatu bentuk jual beli tertentu ktika penjual menyatakan
biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya
lain yang dikeluarkan untuk meemperoleh barang tersebut, dan
tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan (Ascarya,
2006:82).
Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum
atau presentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa
dilakukan secara spot (tunai) atau bisa dilakukan di kemudian
29
hari yang disepakati bersama. Oleh karena itu, murabahah
tidak sendirinya mengandung konsep pembayaran tertunda
(deferred payment), seperti yang secara umum dipahami oleh
sebagian orang yang mengetahui murabahah hanya dalam
hubungannya dengan transaksi pembiayaan di perbankan
syariah, tetapi tidak memahami fiqih Islam (Ascarya, 2006:82).
b. Salam
Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran
di muka dan penyerahan di kemudian hari (advanced payment
atau forward buying atau future sales) dengan harga,
spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan
yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian
(Ascarya, 2006:90).
Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat
transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-
produk pertanian dan produk-produk fungible (barang yang
dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan
jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu
mulia, lukisan berharga, dan lain-lain yang merupakan barang
langka tidak dapat dijadikan objek salam (Ascarya, 2006:90).
Risiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih
berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak
pembeli berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang
30
akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal
yang disepakati (Ascarya, 2006:90).
c. Istishna
Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk
memproduksi barang atau komoditas tertentu untuk
pembeli/pemesan. Istishna merupakan salah satu bentuk jual
beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang
merupakan bentuk jual beli forward kedua yang dibolehkan
oleh syari‟ah (Ascarya, 2006:96).
Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi
barang yang dipesan dengan bahan baku dan perusahaan, maka
kontrak/akad istishna muncul. Agar akad istishna menjadi sah,
harga harus ditetapkan diawal sesuai kesepakatan dan barang
harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati
bersama. Dalam istishna pembayaran dapat dimuka, dicicil
sampai selesai, atau dibelakang, serta istishna biasanya
diaplikasikan untuk industri dan barang manufaktur (Ascarya,
2006:96-97).
Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi
perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli.
Sebelum perusahaan mulai memproduksinya, setiap pihak
dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan
sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila
31
perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna tidak
dapat diputuskan secara sepihak (Ascarya, 2006:97).
5. Akad pola sewa
Transaksi non-bagi hasil selain yang berpola jual beli
adalah transaksi berpola sewa atau ijarah. Ijarah, biasa juga
disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas
dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa. Ijarah adalah istilah
dalam fiqih Islam dan berarti memberikan sesuatu yang disewakan
(Ascarya, 2006:99).
Dalam akad pola sewa terdapat dua jenis ijarah yaitu:
1) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu
memperkerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan
jasa yang disewa. Pihak yang memperkerjakan disebut
musta’jir, pihak pekerja disebur ajir, upah yang dibayarkan
disebut ujrah.
2) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti
tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk
ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) di bisnis konvensional.
Pihak yang menyewa (lessee) disebut musta’jir, pihak yang
menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir, sedangkan biaya
sewa disebut ujrah.
32
6. Akad pola lainnya
Selain pola-pola yang telah dijelaskan, masih ada jenis akad
lain yang biasa digunakan perbankan syariah, yaitu sebagai
berikut:
a. Wakalah
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan,
adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil)
kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta
imbalan tertentu dari pemberi amanah.
b. Kafalah
Kafalah (guaranty) adalah jaminan, beban, atau
tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makful). Kafalah dapat juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang
pada tanggung jawab orang lain sebagain penjamin. Atas
jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang
yang dijamin.
Jadi, secara singkat kafalah berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang kepada orang lain dengan imbalan.
33
a. Hawalah
Hawalah (Transfer Service) adalah pengalihan
hutang/piutang dari orang yang berhutang/berpiutang
kepada orang lain yang wajib
menanggungnya/menerimanya.
b. Rahn
Rahn (Moretgage) adalah pelimpahan
kekuasaan oleh suatu pihak kepada pihak lain (bank)
dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya,
maka penerima kekuasaan dapat menerima imbalan
tertentu dari pemberi amanah.
c. Sharf
Sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta
asing. Produk jasa perbankan yang menggunakan akad
sharf adalah fasilitas penukaran uang (money changer).
d. Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang
diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan. Akad ujr
diaplikasikan dalam produk-produk jasa keuangan bank
syariah (fee based services), seperti untuk penggajian,
penyewaan safe deposit box, penggunaan ATM, dan
sebagainya (Ascarya, 2006:104-110).
34
B. Konsep Dasar Pembiayaan Pada Akad Murabahah
1. Pengetian murabahah
Murabahah didefinisikan oleh para Fuqaha sebagai penjualan
barang seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah
mark-up atau marginkeuntungan yang disepakati. Karakteristik
murabahah adalah bahwa penjual harus memberitahu pembeli
mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut (Wiroso,
2005:13).
Pembiayaan murabahah telah diatur dalam fatwa DSN
No.4/DSN-MUI/IV/2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam
rangka membantu masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan dan
berbagai kegiatan bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah
bagi yang memerlukan, yaitu menjual suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dengan harga yang lebih
sebagai laba (Ilmi, 2002:38)
Bentuk-bentuk akad murabahah menurut Ascarya, (2006:89)
antara lain :
a. Murabahah sederhana
Murabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah
ketika penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan
35
harga sesuai harga perolehan ditambah margin keuntungan
yang diinginkan.
b. Murabahah kepada pemesan
Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak, yaitu
pemesan, pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga
melibatkan pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau
karena kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk
murabahah inilah yang diterapkan perbankan syariah dalam
pembiayaan.
2. Syarat murabahah
Dalam murabahah dibutuhkan beberapa syarat ( Wiroso,
2006:17), antara lain :
a. Mengetahui harga pertama (Harga Pembelian)
Pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian
karena hal itu adalah syarat sahnya transaksi jual beli. Syarat
ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan murabahah,
seperti pelimpahan wewenang (tauliyah), kerja sama (syirkah)
dan kerugian, karena semua transaksi ini berdasarkan pada
harga pertama yang merupakan modal. Jika tidak
mengetahuinya, maka jual beli tersebut tidak sah hingga di
tempat transaksi. Jika tidak diketahui hingga keduanya
36
meninggalkan tempat tersebut, maka gugurlah transaksi
tersebut.
b. Mengetahui besarnya keuntungan
Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan,
karena ia merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan
mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.
c. Modal hendaklah berupa komoditas yang dimiliki kesamaan
dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan
dihitung.
Syarat ini diperlukan dalam murabahah dan tauliyah,
baik ketika jual beli dilakukan dengan penjual pertama atau
orang lain. Serta baik keuntungan dari jenis harga pertama atau
bukan, setelah jenis keuntungan disepakati berupa sesuatu yang
diketahui ketentuannya, misalkan dirham ataupun yang lainnya.
Jika modal dan benda-benda yang tidak memiliki kesamaan,
seperti barang dagangan, selain dirham dan dinar, tidak boleh
diperjual belikan dengan cara murabahah atau tauliyah oleh
pihak yang tidak memiliki barang dagangan. Hal ini karena
murabahah atau tauliyah adalah jual beli dengan harga yang
sama dengan harga pertama, dengan adanya tambahan
keuntungan dalam sistem murabahah.
d. Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak
menisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama
37
Seperti membeli barang yang ditakar atau ditimbang
dengan barang sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak
boleh menjualnya dengan sistem murabahah. Hal semacam ini
tidak diperbolehkan karena murabahah adalah jual beli dengan
harga pertama dengan adanya tambahan, sedangkan tambahan
dengan harga riba hukumnya adalah riba dan bukan
keuntungan.
e. Transaksi pertama haruslah sah secara syara‟
Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh
dilakukan jual beli secara murabahah, karena murabahah
adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan
keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah ditetapkan
dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan
dengan harga, karena tidak benarnya penamaan.
3. Rukun pada akad murabahah
Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam
transaksi ada beberapa (Ascarya, 2006:82), yaitu:
a. Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki
barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang
memerlukan dan akan membeli barang;
b. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga);
dan
c. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
38
4. Proses transaksi jual beli murabahah
Proses transaksi jual belu murabahah, dilakukan oleh bank
syariah dengan nasabah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut
(Wiroso, 2005:39):
a. Nasabah melakukan proses negoisasi atau tawar menawar
keuntungan dan menentukan syarat pembayaran dan barang sedah
berada ditangan bank syariah. Dalam negoisasi ini, bank syariah
sebagai penjual harus memberitahukan dengan jujur perolehan
barang yang diperjualbelikan beserta keadaan barangnya.
b. Apabila kedus belah pihak sepakat, tahap selanjutnya dilakukan
akad untuk transaksi jual beli murabahah tersebut.
c. Tahap berikutnya bank syariah menyerahkan barang yang
diperjualbelikan (yang diserahkan dari penjual ke pembeli adalah
barang). Hal ini akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan
akhirnya akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan akhirnya
akan mempengaruhi harga perolehan barang.
d. Setelah penyerahan barang, pembeli atau nasabah melakukan
pembayaran harga jual barang dan dapat dilakukan secara tunai
atau dengan tangguh. Kewajiban nasabah adalah sebesar harga
jual, yang meliputi harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati dan dikurangi dengan uang muka (jika ada)
39
C. Lembaga Penyelesaian Sengketa Dalam Keuangan Syari’ah
Menurut Anshori, (2008:103), penyelesaian sengkea merupakan ruang
lingkup perjanjian sehingga bersifat open system, karena mengenai
penyelesaian sengketa ini terkait dengan pilihan hukum (choice of law) dan
pilihan forum (choice of forum) sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang
bersengketa. Klausa mengenai penyelesaian sehngketa ini biasanya tertuang
dalam perjanjian pokok yang dibuat oleh para pihak.
Ada beberapa lembaga penyelesaian sengketa (dispute settlement
body) dalam praktik perbankan syariah yang dapat dijadikan alternatif bagi
para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya (Anshori,
2008:104-106).
1. Lembaga arbitrase (Badan arbitrase Syariah Nasional), arbitrase adalah
penyelesaian sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No. 30 tentang arbitrase danAlternatif
penyelesaian sengketa). Khusus untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi antara pihak bank syariah dengan nasabahnya, maka arbitrase
institisional yang sebaiknya dipilih oleh para pihak adalah Badan
Arbitrase Syariah Nasional.
Bahwa seperti halnya dengan lembaga arbitrase yang lain BASYARNAS,
baru memiliki kewenangan/kompetensi untuk menyelesaikan sengketa di
bidang ekonomi syariah apabila para pihak yang bersengketa terlebih
dahulu membuat perjanjian arbitrase baik sebelum sengketa terjadi
40
maupun sesudah sengketa terjad. Yang pertama disebut sebagai pactum
de compramittedo, dimana biasanya melekat pada perjanjian pokoknya
dengan mencantumkam klausula arbitrase, sedangkan yang kedua disebut
dengan akta kompromis yakni berupa perjanjian arbitrase yang terpisah
dengan perjanjian pokoknya.
2. Peradilan Agama, bahwa kewenangan peradilan agama untuk
menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah baru ada sejak
diundangkannya Undang-undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan
atas undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang peradilan agama. Hal ini
dapat dilihat dalam pasal 49 huruf (i) yang menyebutkan bahwa
pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam “ekonomi syariah”. Kewenangan yang didalam pasal 49
huruf (i) ini merupakan kompetensi absolut bagi peradilan agama sebagai
salah satu pilar kekuasaan kehakiman di Indonesia
D. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Di Indonesia penyelesaian sengketa telah banyak dilakukan, baik
yang bersifat individual maupun yang bersifat kelembagaan. Hukum adat
di Indonesia sudah biasa melakukan penyelesain sengketa secara damai
(Manan,2005:169-170).
Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa:
41
a. Negosiasi
Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang
untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negoisasi
merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk
mendiskusikan penyelesaian tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai
penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi).
b. Mediasi
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator (PERMA NO.01 Tahun 2008)
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan
kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral dan tidak
membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang
fasilisator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana
keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk mencapai mufakat.
c. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa secara damai
dengan melibatkan pihak ketiga. Prosedur untuk baik, konsiliasi
dilaksanakan secara suka rela artinya, para pihak dapat menempuh cara
ini apabila kedua belah pihak setuju dan pelaksanaannya bersifat
raahasia, namun demikian pelaksanaan tersebut tidak mengurangi hak
42
masing-masing pihak untuk melangkah ke proses atau tata cara
penyelesaian lebih lanjut.
Dalam konsep ajaran Islam ada tiga sistem dalam
menyelesaikan sengketa atau perselisihan, (Wijayanti, 2013:119)
yaitu:
a. Secara Damai (as-shulh) yaitu suatu jenis akad atau perjanjian
untuk mengakhiri perselisihan/pertengkaran antara dua pihak
yang bersengketa secara damai dan dilakukan dengan cara
musyawarah oleh pihak-pihak yang bersengketa.
b. Secara Arbitrase (at-tahkim)
Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan dengan
istilah “tahkîm”. Secara terminologis, tahkîm memiliki pengertian
yang sama dengan arbitrase yakni pengangkatan seseorang atau
lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih,
guna menyelesaikan perselisihan mereka secara damai, orang
yang menyelesaikan disebut dengan “Hakam”.
c. Melalui Lembaga Peradilan (al- qadhâ)
Apabila para pihak bersengketa, tidak berhasil melakukan as-
shulh atau at- tahkîm, atau para pihak tidak mau melakukan
kedua caratersebut, maka salah satu pihak bisa mengajukan
masalahnya kepengadilan.
43
E. Tinjauan Umum Mengenai BMT (Baitul Mal wa Tamwil)
1. Pengertian BMT (Baitul Mal wa Tamwil)
Secara estimologis istilah “Baitul Maal” berarti “rumah uang”,
sedangkan “Baitut tamwil” mengandung pengertian “rumah
pembiayaan”. Istilah Baitul Maal telah ada dan tumbuh sejak zaman
Rasulullah saw meskipun saat itu belum terbentuk suatu lembaga yang
permanen dan terpisah (Yunus, 2009:5).
Baitul Maal wat Tamwil sebenarnya merupakan dua
kelembagaan yang menjadi satu, yaitu lembaga Baitul Maal dan
lembaga Baitut Tamwil yang masing-masing keduanya memiliki
prinsip dan produk yang berbeda meskipun memiliki hubungan yang
erat antara keduanya dalam menciptakan suatu kondisi perekonomian
yang merata dan dinamis. Namun, dalam perkembangannya,
khususnya lembaga Baitul Maal mengalami penyempitan arti,
sehingga produk dan fungsinya pun mengalami hal yang sama (Yunus,
2009:33).
Baitul Maal Wattamwil (BMT) merupakan kelompok swadaya
masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem
bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil
bawah dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan (Ridwan, 2004:
126).
44
Baitul Maal Wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu
baitul mal dan baitul tamwil. Baitul mal lebih mengarah pada usaha-
usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti
zakat, infaq dan shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
Fungsi Baitul Maal Wat Tamwil yang sebenarnya dalam
konsepsi Islam merupakan alternatif kelembagaan keuangan syariah
yang memiliki dimensi sosial dan produktif dalam skala nasional
bahkan global, di mana denyut nadi perekonomian umat terpusat pada
fungsi kelembagaan ini yang mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi
kelembagaan ekonomi lainnya (Yunus, 2009:7).
Dari pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang
menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga
berperan sosial (sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan
usahanya pada sector keuangan, yakni simpan pinjam. Pada dataran
hukum di Indonesia, badan hukum yang paling mungkin untuk BMT
adalah koperasi.
2. Sejarah BMT(Baitul Maal wa Tamwil)
Pada tahun 1995, Presiden Suharto telah mendeklarasikan
program BMT sebagai suatu gerakan nasional yang bertujuan untuk
penguatan ekonomi rakyat melalui institution building dan small
business development. Sehingga saat ini BMT telah tersebar luas di
seluruh Indonesia. BMT merupakan lembaga keuangan islam yang
45
memiliki misi sosial dan memiliki bisnis. Misi sosial tercakup pada
baitul mal yaitu mengumpulkan dan mendistribusikan Zakat, Infaq dan
Shodaqoh (ZIS).
Sedangkan misi bisnis tercakup dalam aktivitas baitul tamwil
yaitu memobilisasi masyarakat (dalam bentuk simpanan anggota) dan
kemudian diinvestasikan dalam sektor produktif yaitu untuk usaha
mikro. Penyebaran BMT diseluruh tanah air diharapkan dapat
membantu dalam penyelesaian pengembangan ekonomi umat
khususnya golongan masyarakat ekonomi lemah (Widiyanto, 2012:
38).
3. Dasar Hukum Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
Pesatnya aktivias ekonomi masyarakat berbasis syariah
membuatkehadiran regulasi yang mandiri menjadi sebuah
keniscayaan. Bank-bankSyariah dan BPRS tunduk pada peraturan
Bank Indonesia. SedangkanLembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam
bentuk BMT hingga saat inibelum ada regulasi yang mandiri dan
realitasnya berbadan hukumkoperasi sehingga tunduk terhadap
peraturan perkoperasian. Sedangkanditinjau dari segmen usahanya
BMT juga termasuk UKM karenanya jugamengikuti peraturan
peraturan terkait bembinaan dan pengembanganusaha kecil (Amalia,
2009:242)
Hingga saat ini status kelembagaan atau badan hukum yang
memayungi keabsahan BMT adalah koperasi. hal ini berarti
46
kelembagaan BMT tunduk pada Undang-undang Perkoperasian
Nomor 17 tahun 2012 dan secara spesifik diatur dalam Keputusan
Menteri Ngara Koperasi dan UKM RI Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari‟ah (KJKS) (Amalia, 242-243).
47
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT HUBBUL WATHON SUMOWONO DAN
PROSEDUR PENGAJUAN PEMBIAYAAN DI BMT HUBBUL WATHON
SUMOWONO
A. Gambaran Umum Lokasi dan Objek Penelitian
1. Profil BMT Hubbul Wathon Sumowono
a. Sejarah berdiri BMT Hubbul Wathon Sumowono
Baitul Maal Wattamwil (BMT) Hubbul Wathon
adalahlembaga keuangan syari‟ah berbadan hukum koperasi yang
pertama kali berdiri di Kecamatan Sumowono, Kabupaten
Semarang. BMT Hubbul Wathon mulai beroperasional pada
tanggal 26 Agustus 1999 dan memperoleh pengesahan dari Dinas
Koperasi Kabupaten Semarang pada tanggal 13 Desember 2000
dengan Nomor Badan Hukum: 227/BH/KDK.II.I/XII/2000.
Koperasi BMT Hubbul Wathon berkantor pusat di Jalan
Sukorono Nomor 7A Sumowono, Kecamatan Sumowono,
Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Dalam rangka
pengembangan operasional dan peningkatan pelayanan kepada
anggota, pada saat ini BMT Hubbul Wathon telah membuka
kantor cabang di Kecamatan Bandungan, Pringapus dan Ungaran,
serta kantor kas di Sumowono.
48
b. Visi Misi dan Tujuan BMT Hubbul Wathon Sumowono
1) Visi
Menjadi BMT teladan dengan asset Rp.25.000.000.000,00
yang mampu meningkatkan pendapatan pengelola minimal Rp.
5.000.000,00 per bulan dan Rp. 1.000.000,00 per tahun
anggota pada tahun 2020.
2) Misi
a) Meningkatkan penghimpunan dana
b) Meningkatkan pendapatan
c) Meningkatkan kesejahteraan anggota dan calon anggota
d) Meningkatkan SDM Karyawan dan Anggota
e) Melakukan pendampingan usaha dan konsultasi usaha
anggota dan calon anggota
f) Melakukan sosialisasi kegiatan ekonomi Islam
g) Meningkatkan kualitas beragama
3) Tujuan
a) MeningkatkanProgram pemberdayaan Ekonomi
khususnya di Kalangan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dan Koperasi melalui Sistem Syariah
b) Mendorong kegiatan ekonomi syariah dalam usaha mikro,
kecil dan menengah khususnya serta ekonomi Indonesia
pada umumnya.
49
c) Meningkatkan semangat dan peran serta anggota
masyarakat dalam kegiatan koperasi jasa keuangan
syariah.
2. Manajemen BMT Hubbul Wathon Sumowono
Nama : KJKS BMT Hubbul Wathon
Jenis : Koperasi Jasa Keuangan Syari‟ah
Alamat : Desa Losari RT01/RW03 Losari Kec.
Sumowono
Badan Hukum : 227/BH/KDK.II.I/XII/2000
Tanggal berdiri : 13 Desember 2000
Pengurus:
Ketua : Bp. Nurdin, S.Pd.
Sekretaris : Bp. Sidiq Asy‟ari
Bendahara : Bp. Nurhadi
Pengawas:
Ketua : Bp. Maryoto
Anggota : Bp. Muhammad Muhdi
Anggota : Ibu. Heronita Purba
Pengelola:
a. Pusat
General manajer/GM : Ir. Muhammad Fauzan
Manajer Umum : Aji Santoso
Manajer Bisnis : Muhammad
1) Cabang Sumowono
a. Manajer Cabang Sumowono : Ir. Muhammad Fauzan
b. Kabag. Pemasaran dan Pembiayaan : Muhammad
50
c. Pembiayaan : - Aldilano Rendi W
- Fitria Nur Annisa
d. Kasir/Teller : Andis Fery S
2) Cabang Sumowono II
Manajer Cabang : Aji Santoso
Pemasaran : -Rizki Ayu
-Ukit Adiyatma
Kasir/teller : Fenik Kurniawati
3) Cabang Bandungan
Manajer Cabang : Ismiyatun
Pemasaran : -Wahid fauziyanto
-Riyani
Kasir/teller : Ismiyatun
4) Cabang pringapus
Manajer Cabang : Aji Santoso
Pemasaran : - Muhammad Luthfi Hidayat
- Fahmi Komsa Abada
Kasir/Teller : Avivah
51
3. Filosofi kerja BMT Hubbul Wathon
Di BMT Hubbul Wathon Sumowono mempunyai filosofi kerja
yaitu:
a. KERJA ITU RAHMAT, artinya kerja adalah terimakasihku, aku
harus bekerja tulus
b. KERJA ITU AMANAH, artinya kerja adalah tanggung jawabku,
aku harus bekerja tuntas
c. KERJA ITU SUCI, artinya kerja adalah panggilanku, aku harus
bekerja benar
d. KERJA ITU SEHAT, artinya kerja adalah aktualitasku, aku harus
bekerja keras
e. KERJA ITU SENI, artinya kerja adalah kesukaanku, aku harus
kreatif
f. KERJA ITU IBADAH, artinya kerja adalah pengabdianku, aku
harus bekerja serius
g. KERJA ITU MULIA, artinya kerja adalah pelayananku, aku harus
bekerja
h. KERJA ITU KEHORMATAN, artinya kerja adalah kewajibanku,
aku harus bekerja unggul
52
4. Struktur Organisasi BMT Hubbul Wathon Sumowono
Gambar 3.1
struktur organisasi BMT Hubbul Wathon
RA (Rapat Anggota)
Dewan
Pengawas
Syariah
Badan
Pengawas
Pengurus
Pengawas
Internal
Manajer
Umum
Kepala Bagian
Operasional
Kepala Bagian
Pemasaran
Administrasi
Pembiayaan
Staf
Pemasaran
Akutansi
Pembiayaan
Teller
53
5. Produk-produk BMT Hubbul Wathon Sumowono
a. Produk Pembiayaan
1) Mudharabah
Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (BMT selaku shahibul amal)
menyediakan seluruh modal usaha, sedangkan pihak kedua
(anggota BMT/mudharib) bertindak selaku pengelola usaha,
dan keuntungan usaha dibagi antara BMT dan anggota BMT
sesuai kesepakan yang dituangkan dala akad pembiayaan,
ketentuannya yaitu:
a. Pembiayaan untuk modal usaha produktif
b. Modal usaha disediakan oleh BMT
c. Anggota BMT bertindak selaku pengelola usaha
d. Anggota BMT bersedia untuk menyampaikan kondisi
usaha, dan laporan keuangan secara jujur dan terbuka
e. Keuntungan hasil usaha dibagi antara BMT dan anggota
BMT sesuai kesepakatan bersama
2) Musyarakah
Musyarakah yaitu akad kerjasama antara BMT dan
anggota BMT untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana (modal usaha) dan
keuntungan usaha dibagi antara BMT dengan anggota BMT
54
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad pembiayaan,
ketentuannya yaitu:
a. Pembiayaan untuk modal usaha produktif
b. BMT menyertakan sebagian modal atas usaha yang dikelola
oleh anggota BMT
c. Anggota BMT bersedia untuk menyampaikan kondisi
usaha, dan laporan keuangan (keuntungan) secara jujur da
terbuka
d. Keuntungan hasil usaha dibagi antara BMT dan anggota
BMT sesuai kesepakatan bersama
3) Murabahah
Murabahah yaitu akad jual beli suatu barang antara
BMT (penjual) dengan anggota BMT (pembeli) dengan
menegaskan harga belinya kepada anggota BMT dan anggota
BMT membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba,
ketentuannya yaitu:
a. Pembiayaan untuk pembelian barang (kebutuhan
konsumtif)
b. Pihak BMT membelikan barang yang dipesan oleh
anggota BMT, kemudian menjualnya kepada anggota atau
BMT mewakilkan kepada anggota BMT untuk membeli
barang yang dikehendakinya da selanjutnya BMT menjual
barang tersebut kepada anggota
55
c. BMT menyampaikan harga perolehan (harga beli barang)
dan menjual kepada anggota dengan harga lebih (profit
margin) sebagai laba
d. Anggota BMT membayar barang yang dibeli tersebut
dengan cara jatuh tempo maupun angsuran sesuai jangka
waktu yang disepakati
4) Ijaroh
Ijaroh adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
pemilikan barang itu sendiri, ketentuannya yaitu:
a. Ijaroh digunakan untuk keperluan menyewa barang/jasa
(pemindahan hak guna/manfaat barang/jasa)
b. Pihak BMT menyewakan barang atau jasa (menyediakan
hak guna barang/jasa) sesuai kebutuhan anggota BMT
c. Pembayaran sewa dilakukan secara mengangsur sesuai
jangka waktu yang disepakati
d. Keuntugan BMT diperoleh dari imbalan jasa (ujroh) atas
penggunaan manfaat barang/jasa tersebut
5) Qardhul Hasan
Qardhul Hasan, yaitu suatu akad pinjaman kepada
anggota BMT, dan anggota berkewajiban mengembalikan
56
sejumlah pokok pinjaman tanpa tambahan keuntungan kepada
BMT, ketentuannya yaitu:
a. Pinjaman ini diprioritaskan untuk kaum duafa
b. Anggota hanya diwajibkan mengembalikan sejumlah
pokok pinjaman tanpa tambahan keuntungan
b. Produk Simpanan
1) Sirela (Simpanan Sukarela Lancar)
Sirela adalah dana anggota yang disimpan/dititipkan ke
BMT dan dapat diambil sewaktu-waktu, ketentuan dan
karakteristiknya yaitu:
a. Sirela menggunakan akad wadiah yadhomanah
b. Setoran awal (pembukuan rekening) minimal Rp 10.000,-
c. Setoran selanjutnya minimal Rp 5.000,-
d. Penyetoran dan penarikan dapat dilakukan sewaktu-waktu
selama jam pelayanan kas kantor buka
e. Melayani sistem jemput bola (pelayanan penarikan setoran
dan penarikan simpanan di lokasi anggota.
2) Sisuka (Simpana Sukarela Berjangka)
Sisuka adalah dana anggota yang disimpan/dititipkan
maupun diinvestasi ke BMT dengan pengambilan disepakati
dalam jangka waktu tertentu, ketentuan dan karakteristiknya
yaitu:
57
a. Sisuka menggunakan akad wadiah yadhomanah (titipan)
dan mudharabah (investasi)
b. Setoran minimal Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah)
c. Jangka waktu jatuh tempo: 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan
3) Sisupel (Simpanan Sukarela Pelajar)
Sisupel adalah simpanan yang diperuntukkan bagi para
pelajar, ketentuan dan karakteristiknya yaitu:
a. Sisupel menggunakan akad wadiah yadhomanah
b. Setoran awal (pembukaan rekening) minimal Rp. 5.000,-
c. Setoran selanjutnya minimal Rp. 2.000,-
d. Penyetoran dan penarikan dapat dilakukan sewaktu-waktu
setiap hari kerja
e. Melayani sistem jemput bola (pelayanan penarikan setoran
dan penarikan simpanan di sekolah).
4) Si Suqur (Simpanan Persiapan Ibadah Qurban)
Si Suqur adalah simpanan yang direncanakan untuk
pembelian hewan qurban pada hari raya Idul Adha, ketemtuan
dan karakteristiknya yaitu:
a. Si Suqur menggunakan akad wadiah yadhomanah
b. Setoran awal (pembukaan rekening) minimal Rp. 50.000,-
c. Setoran selanjutnya minimal Rp.10.000,-
d. Penyetoran dapat dilakukan sewaktu-waktu setiap hari kerja
58
e. Pengambilan hanya bisa dilakukan mulai 1 bulan menjelang
hari raya Idul Adha
5) Si Tasya (Simpanan Tamasya)
Si Tasya adalah simpanan yang direncanakn untuk
tamasya/wisata/tour, ketentuan dan karakteristiknya yaitu:
a. Si Tasya menggunakan akad wadiah yadhomanah
b. Setoran awal (pembukaan rekening) minimal Rp. 10.000,-
c. Setoran selanjutnya minimal Rp. 5.000,-
d. Pengambilan bisa dilakukan 7 hari sebelum tanggal
keberangkatan
e. BMT bisa menyediakan biro jasa tour/perjalanan wisata
6) Siaman (Simpanan Amanah)
Siaman adalah dana amanah anggota BMT berupa
zakat, infaq, shadaqah, dan dana sosial lainnya yang
disampaikan kepada BMT dan BMT akan menyalurkan serta
mengalosasikan dana tersebut kepada pihak yang
membutuhkan dan berhak menerima (mustahiq), ketentuan dan
karakteristiknya yaitu:
a. Siaman adalah merupakan dana kebajikan dengan prinsip
tolong menolong yang dilakukan dengan mengharap
keridho‟an Allah SWT.
b. Anggota BMT menyiapkan zakat, infaq, shadaqah maupun
dana sosial lainnya kepada BMT.
59
c. BMT mengalosasikan dana tersebut kepada pihak-pihak
yang membutuhkan dan berhak menerima (mustahiq) dalam
bentuk tunai, bantuan sosial, pinjaman qardhul hasan, dan
kegiatan-kegiatan yang lain yang bersifat sosial.
d. BMT akan melaporkan pengalokasian dana amanah tersebut
secara berkala
6. Standar Operating Procedures
a. Standar operasional penggunaan dana untuk kegiatan operasional
Jenis-jenis biaya operasional:
1) Biaya TK
2) Listrik, air, telepon
3) Transportasi
b. Standar opersional penggunaan dana untuk aktiva tetap dan
investaris.
Jumlah aktiva tetap di luar tanah dan bangunan tidak boleh
1% jumlah asset bersi (non antar kantor pasiva).
c. Standar operasional penggunaan dana untuk pendidikan dan biaya
sosial.
d. Sumber dana
1) Penyisihan setiap bulan untuk biaya pendidikan
2) Denda yang diperoleh
3) Penyisihan setiap bulan untuk biaya sosial
4) Penyisihan dana dkk
60
e. Penggunaan dana
1) Bantuan pendidikan, pelatihan, training karyawan
2) Beasiswa untuk anak karyawan
3) Beasiswa untuk anggota/nasabah
4) Beasiswa untuk anak karyawan
5) Bantuan sosial untuk masyarakat
6) Bantuan sosial untuk anggota/nasabah
7) Bantuan sosial untuk masyarat
f. Pengelolaan dana pendidikan dan sosial
1) Perusahaan menyisihan dana dalam bentuk biaya
pendidikan yang jumlah dan waktunya disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan.
2) Perusaha menyisihan dana dalam bentuk biaya sosial
yang jumlah dan waktunya disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan.
3) Denda yang diambil dari anggota atau nasabah tidak
diperkanan dicatat sebagai pendapatan, tetapi sebagai
dana sosial.
4) Dana kesejahteraan/sosial juga diambil dari pembulatan
biaya bagi hasil, yang dilakuakan sebagai upaya
mempermudah pencatat secara manual pada buku
anggota.
61
5) Dana pendidikan dan soaial baik penerimaan dan
pengeluarannya dicatat secara rinci dan terpisah dari
neraca (off balance sheet).
6) Dana pendidikan dan sosial dicatat/diadministrasikan
oleh badan atau staf pada Bagian/Divisi SDM.
g. Standar operasional penggunaan dana untuk investasi
1) Perusahaan memungkinkan untuk ikut berinvestasi kepada
pihak lain baik berbentuk badan usaha maupun tidak,
sepanjangan usaha tersebut dinilai produktif dan prospektif,
dengan sistim bagi hasil.
2) Dalam hal investasi bisa berbentuk penanaman modal ataupun
saham, berdasarkan presentase. Dalam beberapa hal
memungkinkan untuk ikut dalam tim manajemen/pengendali
usaha tersebut.
B. Prosedur Pengajuan Pembiayaan di BMT Hubbul Wathon
Sumowono
Pembiayaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dijalankan oleh orang lain (Muhammad, 2002:304).
Yang dimaksud dengan pembiayaan disini adalah pembiayaan
yang diberikan oleh BMT Hubbul Wathon Sumowono terhadap anggota
yang mana anggota harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
62
oleh pihak BMT Hubbul Wathon Sumowono dan juga anggota harus
mematuhi prosedur yang telah dibuat oleh pihak BMT Hubbul Wathon
Sumowono.
1) Standar operasional dan prosedur pembiayaan
a. Standar operasional dan prosedur umum
b. Marketing menjelaskan tentang prosedur, tata cara, syarat dan
jenis pembiayaan.
c. Anggota mengisi formulir pengajuan pembiayaan dan
melengkapi persyaratan administrasi awal sebagai syarat
pengajuan pembiayaan.
d. BMT Hubbul Wathon melakukan survey ketempat tinggal,
tempat usaha dan jaminan.
e. BMT Hubbul Wathon melakukan wawancara/tanya jawab
dengan anggota, suami/istri dan atau ahli warisnya.
f. BMT Hubbul Wathon melakukan analisis kelayakan usaha.
g. BMT Hubbul Wathon menyetujui atau menolak pengajuan.
Penolakan tidak harus disertai alasan-alasan secara detail.
h. Pengajuan pembiyaan yang disetujui baru dapat dilakukan
realisasi pembiayaan apabila seluruh persyaratan administrasi
telah dipenuhi secara lengkap.
1. Prosedur persyaratan administrasi pengajuan pembiayaan
a. Menyerahkan photo copy KTP yang masih berlaku dan
menunjukkan aslinya.
63
b. Menyerahkan photo copy Kartu Keluarga dan menunjukkan
aslinya.
c. Menunjukkan photo copy surat-surat resmi yang berkekuatan
hukum dari barang/benda yang akan dijadikan jaminan/agunan
serta menunjukkan aslinya.
d. Menyerahkan photo copy Surat Penunjukkan Kerja (kalau ada).
e. Mengisi form aplikasi pembiayaan dan melengkapi sesuai yang
tercantum dalam form aplikasi tersebut.
2. Prosedur Survey
a. Survey dilakukan dengan membawa perangkat survey berupa
persyaratan administrasi yang masuk dan daftar persyaratan.
b. Tim survey melakukan verifikasi data-data yang ada
hubungannya dengan Nama, alamat, RT dan RW, kelurahan,
dll, yang berkaitan dengan stasus kependudukan.
c. Petugas datang langsung ke rumaha anggota, dicocokkan data
administrasi dengan kenyataan yang ada beserta isi dan perabot
rumah.
d. Petugas melakukan survey lingkungan, mencari data dari
beberapa tetangga tentang perlaku, akhlaq, ibadah, usaha,
kekayaan, hutang, dll.
e. Petugas melakukan survey ke tempat usaha atau ke tempat
pembelian barang yang mau dijadikan objek pembiayaan
64
tentang kebenaran alamat tempat usaha, jenis usaha, volume
usaha, omset usaha, asset usaha, prospek usaha, dll.
f. Petugas melakaukan survey berkaitan dengan barang atau harta
yang dijaminkan tentang kebenarannya, kualitasnya, statusnya,
letaknya, dll.
g. Hasil survey diserahkan kepada Kadiv Marketing untuk
ditindaklanjuti.
3. Prosedur analisa pembiayaan
a. Faktor Internal, yaitu mengacu pada tingkat kemampuan
keuangan BMT Hubbul wayhon dengan berpedoman pada
rasio Likuiditas, Proyeksi Cashflow, Legal Landing Limit.
b. Faktor Koternal, yaitu mengacu pada akhlaq atau karakter
anggota, agunan yang diberikan atau kredibilitas lembaga
penjamin, kapasitas usaha, prospek usaha, kemampuan
keuangan anggota, beban keuangan yang sedang ditanggung
anggota, dan riwayat/catatan tentang hutang-hutang yang telah
dilakukan.
c. Faktor Eksternal, yaitu mengacu pada ternd/kecenderungan
pasar tentang produk, kemasan, metode pemasaran, perubahan
harga, dan kemungkinan resiko post major.
65
4. Prosedur persetujuan pembiayaan
a. Pembiayaan hanya boleh dan syah dilakukan bila sudah survey,
wawancara, analisa, dan mendapat persetujuan dari bagian
yang berwenang.
b. Pembiayaan mutlak tidak boleh melebihi legal landing limit
(2,5% dari asset)
c. Satu anggota hanya diperbolehkan melakukan satu kali
pembiayaan dalam waktu yang sama, dan hanya boleh
dilakukan pembiayaan lagi bila pembiayaan sebelumnya sudah
selesai/lunas.
d. Besarnya nominal persetujuan pembiayaan tidak harus sama
dengan pengajuan, tetapi harus berdasarkan kelayakan
berdasarkan hasil analisa.
e. Persetujuan pembiayaan harus dituangkan dalam form
persetujuan pembiayaan sebagai dasar mutlak untuk realisasi
pembiayaan, tanpa adanya surat persetujuan (acc) dari yang
berwenang maka pembiayaan tersebut tidak boleh dilakukan.
5. Syarat dan prosedur pembiayaan
a. Syarat akad, setiap pembiayaan berapapun basarnya dan
berapapun jangka waktunya dan apapun jenisnya mutlak harus
ada akad pembiayaan.
66
b. Akad pembiayaan hanya dapat dilakukan bila semua syarat
administrasi dan syarat teknis (survey, wawancara, analisa, dan
surat persetujuan) telah terpenuhi.
c. Akad pembiayaan hanya dapat dilakukan bila kedua belah
pihak telah saling memahami isi dari akad dan secara kaul telah
saling menerima atas semua ketentuan dari pembiayaan.
d. Akad pembiayaan hanya dapat dilakukan oleh bagian
berwenang atau komite pembiayaan sesuai dengan besarnya
plafon mewakili pihak BMT Hubbul Wathondengan anggota
yang memenuhi syarat-syarat hukum dan syar‟i untuk
bermua‟malah dan beperkara hukum.
e. Bagian pembiayaan yang berwenang yang mewakili BMT
Hubbul Wathon membacakan/menyampaikan tentang isi pokok
dari akad pembiayaan yang meliputi:
1. Jenis pembiayaan yang disetujui
2. Jangka waktu yang disetujui
3. Cara setoran angsuran
4. Besarnya angsuran
5. Biaya administrasi
6. Besarnya nisbah bagi hasil/profit margin/mark up
67
7. Perhitungan bagi hasil
a. Dalam hal kerjasama pembiayaan, BMT Hubbul Wathon
mensyaratkan sistem bagi hasil dengan anggota yang besarnya
ditentukan dengan nisbah.
b. Nisbah bagi hasil tergantung kesepakatan BMT Hubbul
Wathon dan anggota, dan ditentukan didepan, dalam bentuk
prosentase dikalikan keuntungan.
c. Penentuan nisbah bagi hasil bisa disepakati berdasarkan
keuntungan harian, pasaran, mingguan, atau bulanan.
d. Perhitungan bagi hasil ditentukan sesuai nisbah bagi hasil
berdasarkan keuntungan (bersih atau kotor) dari usaha yang
dibiayai.
C. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Khusus Pada Akad Murabahah di
BMT Hubbul Wathon Sumowono
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal ditambah
keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus
memberitahu harga produk/barang yang dibeli dan mementukan suatu
tingkat kentungan sebagai tambahannya. Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
1. Syarat-syarat pembiayaan murabahah, yaitu:
1) Syarat permohonan individu:
a. Photo copyKTP suami istri
68
b. Photo copy Kartu Keluarga
c. Photo copy Surat nikah
d. Salinan tagihan rekening listrik dan telepon
e. Agunan (BPKB/sertifikat)
f. Data objek pembiayaan
g. Data jaminan (harga objek, lokasi jaminan dan foto)
2) Tambahan berkas bagi pegawai:
a. Photo copy SK pengangkatan menjadi PNS/pegawai
tetap
b. Photo copy gaji slip terbaru (untuk pegawai swasta
minimal 3 bulan terakhir)
c. Photo copy print out rekening tabungan/rekening
penampungan gaji minima 3bulan terakhir
3) Tambahan berkas khusus bagi profesional (dokter, bidan,
perawat):
a. Photo copy surat ijin praktek yang masih berlaku
b. Laporan keuangan praktek (pendapatan dan
pengeluaran) minmal 3 bulan terakhir
c. Photo copy data kunjungan pasien minimal 3 bulan
terakhir
d. Photo copy print out rekening tabungan/giro untuk
perputaran usaha minimal 6 bulan terakhir
69
4) Tambahan khusus bagi wiraswasta:
a. Photo copy surat ijin usaha lengkap (SIUP, TDP, akta
badan usaha, NPWP badan usaha)
b. Ijin usaha sudah berjalan minimal 2 tahun
c. Laporan keuagan usaha (neraca dan rugi-laba) periode 2
tahun terakhir
d. Photo copy print out rekening tabungan/giro perputaran
usaha minimal 6 bulan terakhir
Adapun prosesnya adalah:
BMT menunjuk anggotanya sebagai pihak yang mewakili
pembelian barang yang dimaksudkan atas nama:
1. BMT membayar harga beli hanya sah bila dilengkapi dengan
bukti pembayaran seperti kwitansi, tagihan atau dokumentasi
sejenis.
2. Selanjutnya BMT menjual barang tersebut kepada anggota
dengan harga yang telah disepakati bersama, yaitu harga beli
ditambah sejumlah margin.
3. Anggota BMT melakukan pembiayaan dengan cara
mengangsur selama jangka waktu yang telah disepakati
bersama antara BMT dengan anggota pembiayaan.
4. Dalam pembiayaan ini dipungut biaya administrasi
(free/provisi) oleh BMT Hubbul Wathon Sumowono.
70
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBIAYAAN MACET PADA AKAD
MURABAHAH DI BMT HUBBUL WATHON SUMOWONO
A. Dasar Hukum dan Proses Penyelesaian Sengketa Terhadap
Pembiayaan Macet pada Akad Murabahah di BMT Hubbul Wathon
Sumowono
BMT Hubbul Wathon Sumowono adalah sebuah lembaga
keuangan non bank yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan
dana bagi kepentingan masyarakat. BMT Hubbul Wathon Sumowono ini
mempunyai lima jenis pembiayaan yaitu, Mudharabah, Musyarakah,
Murabahah, Ijaroh, dan Qaardhul Hasan. Di BMT Hubbul Wathon
Sumowono pembiayaan yang banyak diminati anggota adalah pembiayaan
dengan menggunakan akad murabahah.
Berdasarkan wawancara kepada Bapak Muhammad selaku
Manajer BMT Hubbul Wathon Sumowono, pada hari Senin 27 Juli 2015
pukul 10.25 WIB, menyatakan bahwa, ketentuan dari pembiayaan dengan
menggunakan akad murabahah yaitu untuk pembelian barang atau
kebutuhan yang bersifat konsumtif. Pembiayaan ini dilakukan dengan
cara, BMT membelikan barang yang dibutuhkan anggota kepada pihak
pemasok, kemudian BMT menjualnya kepada anggota. Dalam
pelaksanaan akad tersebut, terkadang BMT mewakilkan uangnya kepada
71
anggota untuk pengadaan barang sendiri tetapi tetap atas nama dari pihak
BMT.
Dalam akad tersebut BMT menyampaikan harga perolehan (harga
beli barang) dan menjual kepada anggota dengan harga lebih atau profit
margin sebagai laba. Anggota dengan ini berkewajiban membayar
angsuran sesuai dengan kesepakatan bersama.
Syarat-syarat pengajuan pembiayaan murabahah di BMT Hubbul
Wathon Sumowono adalah orang yang mengajukan pembiayaan di BMT
Hubbul Wathon harus menjadi anggota terlebih dahulu. Kemudian
mengisi form aplikasi permohonan pembiayaan, dengan melengkapi
beberapa persyaratan seperti menyertakan photo copy KTP pemohon serta
suami atau istri, photocopy KK, photo copy surat nikah, potho copy
rekening listrik pada bulan terakhir, photo copy slip gaji bulan terakhir
bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau pekerja swasta, dan juga photo copy
jaminan seperti sertifikat ataupun BPKB.
Di BMT Hubbul Wathon, dijumpai anggota yang melakukan
pembiayaan macet. Pembiayaan macet adalah suatu keadaan di mana
anggota lalai dalam melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran
baik yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Dalam ajaran Islam,
seorang yang melakukan akad harus memenuhi akad-akad itu. Hal ini
dijelaskan dalam QS Al-Maidah ayat 1:
72
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu, dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu, (yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan
akad harus memenuhi apa-apa yang telah diperjanjikan dalam akad
tersebut. Karena hal tersebut akan dimintai pertanggungjawaban nanti di
akhirat. Maka dari itu, BMT Hubbul Wathon Sumowono dalam menyikapi
hal tersebut, ada beberapa upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan
sengketa terhadap pembiayaan macet pada akad murabahah.
Upaya yang dilakukan BMT Hubbul Wathon Sumowono dalam
menyikapi anggota yang macet yaitu dengan cara musyawarah secara
baik-baik antara pihak BMT Hubbul Wathon Sumowono dengan anggota
yang melakukan pembiayaan macet. BMT Hubbul Wathon
Sumowonojuga melakukan pendekatan dengan cara kekeluargaan dengan
memberikan kelonggaran waktu sesuai dengan kesepakatan bersama.
Akan tetapi, apabila dengan cara musyawarah atau kekeluargaan tidak
berhasil maka, pihak BMT Hubbul Wathon Sumowonodengan terpaksa
menyita barang jaminan dari anggota (wawancara kepada Bapak
Muhammad selaku Manajer BMT Hubbul Wathon Sumowono, pada hari
Selasa 28 Juli 2015 pukul 13.25 WIB).
73
Dasar hukum penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono diatur di dalam Anggaran
Rumah Tangga (ART) BMT Hubbul Wathon Sumowono telah dijelaskan
dalam BAB XV Pasal 44 tentang sanksi anggota (ART BMT Hubbul
Wathon Sumowono terlampir), dan juga diatur dalam Akad Pembiayaan
Murabahah (Akad Pembiayaan Murabahah terlampir)
Adapun tahap-tahap yang dilakukan oleh pihak BMT Hubbul
Wathon Sumowono terhadap anggota yang melakukan pembiayaan macet,
dapat melalui beberapa langkah yaitu:
1. Tingkat pertama peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut
dalam jangka waktu selang 2 (dua) bulan antara peringatan I dan II.
2. Tingkat kedua, menetapkan hukuman berupa pemberhentian sementara
sebagai anggota koperasi, selama-lamanya 6 (enam) bulan.
3. Diberikan surat Somasi
Surat somasi diberikan kepada anggota BMT jika surat peringatan
yang ke II tidak diindahkan juga oleh anggota BMT.
4. Pihak BMT menghubungi anggota BMT yang melakukan pembiayaan
macet dengan cara SMS dan juga telepon, jika tidak ada respon maka
pihak BMT datang ke rumah anggota untuk menemui anggota dan
diajak untuk musyawarah, musyawarah bisa dilakukan di rumah
anggota, di kantor BMT maupun pada rapat anggota.
5. Setelah musyawarah pihak BMT memberikan kelonggaran waktu
untuk mengangsur pembiayaan.
74
6. Bilamana setelah anggota diberi kelonggaran waktu dan anggota tidak
membayar angsurannya maka pihak BMT akan menyita barang
jaminan dan menjualnya untuk melunasi pembiayaannya bila memang
anggota sudah benar-benar tidak mempunyai i‟tikad baik ataupun tidak
mampu lagi untuk membayar pembiayaannya.
7. BMT Hubbul Wathon melakukan penjualan terhadap barang-barang
yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan pembiayaan. Di
dalam BMT penjualan jaminan yang harganya lebih dari hutang
anggota, maka kelebihan dari hutang akan dikembalikan, tetapi jika
hasil penjualan barang jaminan tidak menutup pembiayaan anggota,
maka pihak BMT akan menagih kembali sesuai kekurangannya, dan
hal-hal tersebut tentunya dimusyawarahkan terlebih dahulu antara
pihak BMT dengan anggota yang melakukan pembiayaan macet.
8. Apabila semua tahap telah dilakukan oleh pihak BMT dan ternyata
anggota tidak melaksanakan musyawarah yang telah disepakati
bersama oleh pihak BMT dengan anggota yang melakukan
pembiayaan macet, maka akan dilakukan pemberhentian terhadap
anggota.
Dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) pasal 44 tentang sanksi
anggota, tertulis bahwa “Bagi anggota yang terkena sanksi diberi
kesempatan untuk melakukan pembelaan didalam Rapat Anggota, anggota
yang diberhentikan sementara dan atau telah dikenakan sanksi oleh
pengurus maka, apabila hendak menggunakan haknya membela diri,
75
menyampaikan maksudnya kepada pengurus secara tertulis, mereka
kehilangan hak dan kewajibannya sampai ada keputusan Rapat Anggota
atas pemberhentian tersebut. Bagi anggota yang pemberhentiannya
sementaranya dan atau pemberhentiannya tidak diterima oleh Rapat
Anggota, maka hak dan kewajibannya pulih kembali seperti semula”.
Dalam pelaksanaan pembiayaan ini, kedua belah pihak tidak
mengharapkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dikarenakan
perjanjian ini berdasarkan semata-mata karena Allah SWT. Namun apabila
terjadi hal-hal tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut melalui peraturan/prosedur yang berlaku di kantor
BMT Hubbul Wathon, dan keputusan akhir yang mengikat dan apabila
belum ditemukan jalan keluar, maka kedua belah pihak sepakat untuk
penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Syari‟ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah (Akad Pembiayaan Murabahah pasal 7).
Peraturan/prosedur yang berlaku di kantor BMT Hubbul Wathon
tentang penyelesaian sengketa pembiayaan pada akad murabahah adalah
Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 44 tentang sanksi anggota, dan
sampai pada saat ini permasalahan yang ada di BMT Hubbul Wathon
Sumowono mengenai penyelesaian sengketa pada akad murabahah hanya
pada sampai tingkat musyawarah, belum sampai ke Badan Arbitrase
Syari‟ah.
76
Penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad murabahah di
BMT Hubbul wathon ini juga diatur dalam Akad Pembiayaan Murabahah
dalam pasal 6 yaitu :
1) Pihak II memberikan kuasa pada Pihak I untuk men-debet semua
simpanannya apabila pihak II mengalami keterlambatan angsuran, dan
pihak II bersedia untuk membayar kembali simpanan yang telah di-
debet.
2) Bila pihak II lalai membayar/memenuhi kewajibannya sebagaimana
yang telah disepakati bersama, maka segala/ongkos penagihan dan
kuasa pihak I akan ditanggung oleh Pihak II.
3) Apabila pihak II lalai memenuhi kewajibannya sebagaimana Pasal (4)
sesuai dengan jatuh tempo per periodenya, maka pihak II bersedia
membayar Infak Kifarat atau denda kepada pihak I sesuai dengan
kebijakan yang berlaku di BMT Hubbul Wathon.
4) Sehubungan dengan pasal (5), apabila terjadi permasalahan, penyalahan
aturan pembiayaan dan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan dan
mengalami jalan akhir maka pihak I berwenang penuh ats barang
jaminan tersebut.
Anggota yang mengajukan pembiayaan murabahah di BMT
Hubbul Wathon Sumowono pada tahun 2014 berjumlah 260 anggota. Dari
jumlah tersebut ada anggota yang lalai dalam membayar angsuran
berjumlah lima orang anggota. Anggota yang mengalami kemacetan dapat
dilihat pada tabel berikut:
77
NO
Nama
Anggota
(Samaran)
Objek
Barang
Macet
Dalam
Hitungan
Bulan
Cara
Penyelesaian
Sengketa
1 Nn Sepeda motor 3 Bulan Musyawarah
2 Ap Elektronik 4 Bulan Musyawarah
3 Js Mobil 10 Bulan Musyawarah
4 Ft Ternak 4 Bulan Musyawarah
5 By Tanah 4 Bulan Musyawarah
Tabel 4.1
Jumlah anggota dan keterangan yang mengalami kemacetan
Berdasarkan tabel 4.1 semua proses penyelesaian sengketa pada
akad murabahah di BMT Sumowono menggunakan sistem musyawarah
yang dilakukan oleh pihak BMT dengan anggota. Musyawarahbisa
dilakukan di rumah anggota, di kantor BMT, maupun pada saat rapat
anggota (wawancara kepada Bapak Muhammad selaku Manajer BMT
Hubbul Wathon Sumowono, pada hari Kamis 30 Juli 2015 pukul 09.30
WIB).
Pada umumnya proses penyelesaian sengketa dalam ruang lingkup
syari‟ah dapat di selesaikan dalam dua jalur yaitu jalur litigasi dan non
litigasi. Jalur litigasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui badan
peradilan, sedangakan jalur non litigasi adalah proses penyelesaian
sengketa diluar pengadilan.
1. Jalur Litigasi
Kewenangan peradilan agama untuk menyelesaikan sengketa
di bidang ekonomi syari‟ah baru ada sejak diundangkannya Undang-
78
undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang
No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Hal ini dapat dilihat
dalam pasal 49 huruf (i) yang menyebutkan bahwa pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
“ekonomi syari‟ah”. Kewenangan yang didalam pasal 49 huruf (i) ini
merupakan kompetensi absolut bagi peradilan agama sebagai salah
satu pilar kekuasaan kehakiman di Indonesia.
2. Jalur non Litigasi
Lembaga arbitrase (Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional) adalah
penyelesaian sengketa perdata diluar pengadilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No. 30 tentang
arbitrase danalternatif penyelesaian sengketa). Khusus untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pihak bank syari‟ah
dengan nasabahnya, maka arbitrase institisional yang sebaiknya
dipilih oleh para pihak adalah Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional.
Bahwa seperti halnya dengan lembaga arbitrase yang lain
BASYARNAS, baru memiliki kewenangan/kompetensi untuk
menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari‟ah apabila para
pihak yang bersengketa terlebih dahulu membuat perjanjian arbitrase
baik sebelum sengketa terjadi maupun sesudah sengketa terjadi. Yang
pertama disebut sebagai pactum de compramittedo, dimana biasanya
79
melekat pada perjanjian pokoknya dengan mencantumkam klausul
arbitrase, sedangkan yang kedua disebut dengan akta kompromis
yakni berupa perjanjian arbitrase yang terpisah dengan perjanjian
pokoknya(Manan,2005:169-170). Bentuk-bentuk penyelesaian
sengketa diluar pengadilan yang lain yaitu:
d. Negosiasi
Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang
untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak
mmemiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda.
Negoisasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa
untuk mmrndiskusikan penyelesaian tanpa keterlibatan pihak
ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil
keputusan (mediasi).
e. Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak
dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral
dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak
tetapi menunjang fasilisator untuk terlaksananya dialog antar pihak
dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk
mencapai mufakat.
f. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa secara damai
dengan melibatkan pihak ketiga. Prosedur untuk baik, konsiliasi
80
dilaksanakan secara suka rela artinya, para pihak dapat menempuh
cara ini apabila kedua belah pihak setuju dan pelaksanaannya
bersifat rahasia, namun demikian pelaksanaan tersebut tidak
mengurangi hak masing-masing pihak untuk melangkah ke proses
atau tata cara penyelesaian lebih lanjut.
Dalam konsep ajaran Islam ada tiga sistem dalam
menyelesaikansengketa atau perselisihan, (Wijayanti, 2013:119)
yaitu:
d. Secara Damai (as-shulh)
Yaitu suatu jenis akad atau perjanjian untukmengakhiri
perselisihan/pertengkaran antara dua pihak yangbersengketa
secara damai dan dilakukan dengan cara musyawarah olehpihak-
pihak yang bersengketa.
e. Secara Arbitrase (at-tahkim)
Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan
dengan istilah“tahkîm”. Secara terminologis, tahkîm memiliki
pengertian yang samadengan arbitrase yakni pengangkatan
seseorang atau lebih sebagai wasitoleh dua orang yang berselisih
atau lebih, guna menyelesaikanperselisihan mereka secara damai,
orang yang menyelesaikan disebutdengan “Hakam".
f. Melalui Lembaga Peradilan (al- qadhâ)
Apabila para pihak bersengketa, tidak berhasil melakukan
as-shulh atau at- tahkîm, atau para pihak tidak mau melakukan
81
kedua caratersebut, maka salah satu pihak bisa mengajukan
masalahnya kepengadilan.
Proses penyelesaian sengketa pada akad murabahah di BMT
Hubbul Wathon Sumowono melalui jalur non litigasi, dengan cara
negosiasi antara pihak BMT dengan anggota BMT yang melakukan
pembiayaan macet. BMT Hubbul Wathon Sumowono juga menyelesaikan
sengketa berdasarkan hukum Islam yaitu dilakukan secara damaidengan
cara musyawarah oleh pihak-pihak yang bersengketa. Dalam firman Allah
pada QS. Al-Hujarat ayat 10:
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Ayat diatas menjelaskan bahwa bila ada persengketaan diantara
orang-orang mukmin, persengketaan bisa diselesaikan dengan jalur
perdamaian. Karena damai atau tidak bersengketa adalah salah satu bentuk
taqwa kepada Allah SWT.
Hal ini juga sesuai berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 1
menyatakan bahwa” perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar azas kekeluargaan”. Jadi, BMT Hubbul Wathon Sumowono telah
melaksanakan peraturan sesuai dengan UUD 1945. Yaitu apabila BMT
Hubbul Wathon Sumowono mengahadapi permasalahan dengan para
82
anggota BMT, maka BMT Hubbul Wathon Sumowono mengatasinya
berdasarkan azas kekeluargaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, proses penyelesaian sengketa pada
akad murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono yaitu dengan cara
musyawarah atau negosiasi secara kekeluargaan melalui pendekatan
terhadap anggota BMT, sampai pada saat ini bila ada persengketaan dalam
pembiayaan akad murabahah diselesaikan hanya sampai pada tingkat
musyawarah, dan belum sampai pada Badan Arbitrase Syari‟ah. Hal
tersebut sesuai yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART)
BMT Hubbul Wathon yaitu pada pasal 44 tentang sanksi anggota. (ART
BMT Hubbul Wathon terlampir), dan juga terdapat dalam Akad
Pembiayaan Murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono (Akad
Pembiayaan Murabahah terlampir)
B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pembiayaan Macet di BMT
Hubbul Wathon Sumowono
Tidak menutup kemungkinan, di setiap lembaga keuangan pasti
ada anggota yang melakukan wanprestasi atau pembiayaan macet. BMT
Hubbul Wathon berusaha bagaimana baiknya agar anggota BMT tetap
loyal terhadap BMT Hubbul Wathon Sumowono yaitu dengan cara
menjalin hubungan baik, sopan, akrab terhadap anggota. Dengan tujuan
agar citra baik BMT Hubbul Wathon tetap terjaga, dan apabila ada
anggota yang mengalami pembiayaan macet pihak BMT dapat
83
menyelesaikannya dengan cara yang baik. Faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan macet di BMT Hubbul Wathon adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Internal
Pembiayaan macet di BMT Hubbul Wathon dipengaruhi oleh
faktor internal adalah kurangnya prinsip kehati-hatian, yaitu BMT
Hubbul Wathon dalam memberikan pembiayaan kepada anggota
kurang teliti menyeleksi pada saat calon anggota mendaftarkan diri
untuk pembiayaan murabahah sehingga mengakibatkan pembiayaan
macet.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal di dominasi oleh permasalahan ekonomi pada
anggota BMT Hubbul Wathon yang mengalami pembiayaan macet,
dikarenakan kebanyakan anggota di BMT Hubbul Wathon yang
melakukan pembiayaan murabahah berprofesi sebagai pedagang dan
petani. Penghasilan petani tidak selamanya sama, karena petani disaat
panen belum tentu hasilnya baik, dan itu sangat mempengaruhi
terhadap pendapatannya di saat mereka menjual hasil panennya, jadi di
saat petani itu hasilnya kurang baik bisa saja petani tersebut mengalami
kerugian dan dalam pembiayaan dapat mengakibatkan macet dalam
pengangsurannya. Penyebab pembiayaan macet di BMT Hubbul
Wathon ini juga dikarenakan anggota yang meminjam sengaja
84
menunggak angsurannya karena anggota pergi ke luar daerah yang
mengakibatkan macet pada pembiayaannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
85
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti akan
memaparkan beberapa kesimpulan dari penelitian sebagai berikut:
1. a) Dasar hukum penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad
murabahah diatur dalam Akad Pembiayaan Murabahah di BMT
Hubbul Wathon dan juga diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
(ART) BMT Hubbul Wathon Sumowono dalam BAB XV Pasal 44
tentang sanksi anggota.
b) Penyelesaian sengketa di BMT Hubbul Wathon ini diselesaikan
dengan jalur non litigasi, karena proses penyelesaiannya dilakukan
diluar pengadilan yaitu dengan cara musyawarah atau negosiasi yang
dilakukan oleh pihak BMT dengan anggota BMT yang mengalami
pembiayaan macet, sampai pada saat ini BMT Hubbul Wathon bila
menyelesaikan masalah hanya pada tingkat musyawarah, belum
sampai ke Badan Arbitrasi Syariah. Proses penyelesaian sengketa di
BMT Hubbul Wathon Sumowono dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1) Tingkat pertama peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali
berturut-turut dalam jangka waktu selang 2 (dua) bulan antara
peringatan I dan II,
2) Tingkat kedua, menetapkan hukuman berupa pemberhentian
sementara sebagai anggota koperasi, selama-lamanya 6 (enam
bulan),
86
3) Pemberhentian anggota (ART BMT Hubbul Wathon BAB XV
tentang sanksi pasal 44).
2. Faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan macet pada akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon yaitu :
a. Faktor Internal
Pembiayaan macet di BMT Hubbul Wathon dipengaruhi oleh
faktor internal yaitu kurangnya prinsip kehati-hatian,yaitu pihak
BMT kurang teliti menyeleksi pada saat anggota mendaftarkan diri
untuk mengajukan pembiayaan murabahah.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal di dominasi oleh permasalahan ekonomi pada
anggota BMT Hubbul Wathon, dikarenakan kebanyakan anggota di
BMT Hubbul Wathon yang melakukan pembiayaan murabahah
berprofesi sebagai pedagang dan petani yang pendapatannya tidak
menentu. Penyebab pembiayaan macet di BMT Hubbul Wathon ini
juga dikarenakan anggota yang meminjam sengajamenunggak
angsurannya karena anggota pergi ke luar daerah yang
mengakibatkan macet pada pembiayaannya.
B. Saran
1. Sebaiknya BMT dalam menjalankan usahanya lebih menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam menjalankan pembiayaan murabahah agar
pihak BMT tidak mengalami kerugian.
87
2. Diharapkan kepada pihak BMT dapat lebih selektif dalam memberikan
pembiayaan murabahah terhadap anggota yang mengajukan
pembiayaan sehingga tidak ada kerugian diantara kedua belah pihak.
3. Dalam memberikan pembiayaan murabahah, hendaknya BMT Hubbul
Wathon Sumowono harus memperhatikan dan melaksanakan
sistematika dengan tahapan pembiayaan murabahah yang telah
menjadi acuan sehingga memberikan hasil yang optimal bagi BMT
dan mampu meminimalisir resiko atau menghindari pembiayaan
macet.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟anul Al-Karim.2010. Mushaf Al-AzharAlQur’andanTerjemah.Bandung:
Hilal.
Amalia, Euis. 2009. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran
LKM danUKM di Indonesia. Jakarta: Rajawai pers.
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Tanya Jawab Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII
Press
Anwar, Syamsul. 2010. HukumPerjanjianSyariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Ascarya. 2011. Akad&Produk BankSyariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Dewi, Gemala,Widyaningsih, &Yeni Salma Barlinti.2006. HukumPerikatanIslam
di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Hadi, Sutrisno. 1994. Metodelogi Research. Yogyakarta: andioffse.
Hidayah, NuruldanAriyKhaeruddin.2015. Wanprestasi Dan Model
Penyelesaiannya Di Lkms (StudiPadaLembagaKspsBmtBinaUmmat
Sejahtera).JurnalFakultasHukum UNIBA Surakarta.
Kabogi, Pemal. 2013. TinjauanHukum Islam
TerhadapUpayaPenyelesaianWanprestasiPenggunaJasaDalamPerjanjia
nJualBeliJasa Di Perusahaan Konstruksi Jaya Gypsum Maguwarhajo
Yogyakarta.Skripsitidakditerbitkan.
Yogyakarta:FakultasSyariahdanHukum UIN SunanKalijaga Yogyakarta.
Makhlakul, Ilmi. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Keuangan Mikro Keuangan
Syariah. Yogyakarta: UII Press
Manan, Abdul. 2000. Penerapan Hukum Acara Perdata. Jakarta: PRENADA
MEDIA
Miru, Ahamadi. 2012. Hukum Kontrak Bernuansa Islam. Jakarta: PT Raja
grafindo Persada
Muhammad, 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
PermaNomer01 Tahun 2008
Poerwadarminta, 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Yogyakarta: UII Press
Sugiyono. 2010. MetodePenelitianKuantitatifKualitatifdan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Susilowati, Diana. 2011. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Produk Berbasis
Akad Musyarakah Pada Bmt Al-Amiin Ditinjau Dari Fatwa Dewan Syariah
Nasional (Dsn). Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Syukur, Muhammad. 2006.TinjauanHukum Islam
TentangPenyelesaianWanprestasidalamAkadMusygarakah
(StudiKasuspada BMT Al-Amin KaranganomKlaten).
Skripsitidakditerbitkan.Yogyakarka: FakultasSyariah IAIN
SunanKalijaga Yogyakarta.
Widyanto. 2012. BMT dan Pengembangan Usaha Mikro. Semarang: Unissula
Wijayati, Mufliha. 2013. Polapenyelesaiansengketapembiayaanbermasalahan di
kalanganpengiatekonomisyariahkota. Jurnal STAIN JuraiSiwo Metro.
Wiroso. 2005. JualBeliMurabahah. Yogyakarta: UUI Press.
Yunus, Jamal Luail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang: UIN Press
DAFTAR PERTANYAAN
1. Bagaimana sejarah BMT Hubbul Wathon Sumowono?
2. Apa Undang-undang yang mendasari di dirikannya BMT Hubbul Wathon
Sumowono?
3. Apa visi misi BMT Hubbul Wathon Sumowono?
4. Bagaimana struktur organisasi BMT Hubbul Wathon Sumowono?
5. Apa produk-produk yang ada di BMT Hubbul Wathon Sumowono?
6. Bagaimana cara untuk menjadi anggota BMT Hubbul Wathon
Sumowono?
7. Bagaimana cara untuk melakukan akad murabahah di BMT Hubbul
Wathon Sumowono?
8. Bagaimana sistem dan prosedur pemberian pembiayaan bagi anggota
BMT Hubbul Wathon Sumowono?
9. Bagaimana cara penyelesaian sengketa pembiayaan macet pada akad
murabahah di BMT Hubbul Wathon Sumowono?
10. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pembiayaan macet di BMT
Hubbul Wathon Sumowono?
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Lestari
TTL : Kab.Semarang, 10 Januari 1994
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Krajan Kidul, Sumberejo RT 02 RW 01 Kec.Pabelan
: Kab.Semarang / Jl.Fatmawati NO.71 Tuntang
Pendidikan Terakhir : Sarjana (S1) Fakultas Syari‟ah Jurusan Hukum Ekonomi
: Syari‟ah IAIN Salatiga
Riwayat Pendidikan
RA : RA Nurul Huda Sumberejo Lulus Tahun 2000
MI : MI Miftahul Huda Sumberejo Lulus Tahun 2005
SMP : SMP Muhammadiyah Salatiga Lulus Tahun 2008
SMA : SMA Islam Sudirman Ambarawa Lulus Tahun 2011
Sarjana (S1) : IAIN Salatiga Lulus Tahun 2015
Tuntang, 16 September 2015
Sri Lestari