pendidikan kejuruan dalam peyiapan tenaga kerja (laporan eksekutif)

Upload: rian-ruli-narulita

Post on 16-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

File ini merupakan laporan eksekutif hasil pengkajian Puslit Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Depdiknas. Kajian tahun 2009 difokuskan pada permasalahan peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan kejuruan dalam rangka menyiapan lulusan SMK agar siap memasuki dunia kerja.

TRANSCRIPT

  • LAPORAN EKSEKUTIF

    PENGKAJIAN PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI, DAN DAYA SAING PENDIDIKAN SECARA KOMPREHENSIF:

    PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM PENYIAPAN TENAGA KERJA

    PUSAT PENELITIAN, KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA, 2009

    ISBN 978 603 8613 08 8

  • i

    KATA PENGANTAR Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 pasal 18 ayat (1) dan (2). Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja.

    Untuk mewujudkan fungsi pendidikan menengah kejuruan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas SMK secara proporsional termasuk penataan bidang keahlian dan program studi di SMK serta fasilitas magang agar relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Penataan ini dilakukan agar lulusan SMK mampu bersaing dengan lulusan pendidikan lain yang setara untuk dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja.

    Dalam konteks tersebut Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan pada tahun 2009 menyelenggarakan kegiatan mengkaji permasalahan yang terkait dengan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan kejuruan dalam menyiapkan lulusan SMK agar dapat memasuki dunia kerja. Hasil studi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam pembuatan bahan kebijakan oleh berbagai pihak yang relevan.

    Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan kami mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak guna penyempurnaan laporan studi ini.

    Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan

    Inovasi Pendidikan

    Dr.Burhanuddin Tola, M.A. NIP 19510818 198112 1 001

  • ii

    Pengantar

    Daftar Isi

    A. PENDAHULUAN 1

    B. METODE PENELITIAN 3

    C. TEMUAN 4 1. Pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh SMK 4 a. Kesesuaian Struktur Kurikulum yang Digunakan di SMK

    dengan Struktur Kurikulum di Standar Isi 4

    1) Pengalokasian Jam Pelajaran 4 2) Pengelompokan Mata Pelajaran 4 3) Pengelompokan dan Materi Mata Pelajaran

    Kewirausahaan 5

    b. Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan 6 c. Pencapaian Standar Proses 6 1) Jumlah Rombel dan Jumlah Siswa Per Rombel 6 2) Pelaksanaan Praktik 7 3) Sarana Pembelajaran 8 4) Penilaian Hasil Belajar 9 5) Beban Kerja Guru 10 d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 10 2. Relevansi Kompetensi yang Dibutuhkan DU/DI dengan

    Kompetensi yang Dihasilkan SMK 11

    3. Tingkat Daya Saing Lulusan Sebagaimana Diindikasikan oleh Cara Memperoleh Pekerjaan

    11

    D. SARAN 13

    DAFTAR PUSTAKA 16

  • 1

    A. PENDAHULUAN

    Berbagai kebijakan strategis telah ditetapkan pemerintah, di antaranya terkait dengan mutu, peningkatan relevansi, dan daya saing berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan acuan dalam mengembangkan mutu dan relevansi serta telah dijabarkan ke dalam delapan standar, empat diantaranya terkait dengan studi ini yaitu Standar Isi (S1), Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

    Fokus studi ini adalah pada pendidikan menengah kejuruan. Terkait dengan SNP, sampai saat ini pencapaian mutu SMK berdasarkan SNP belum banyak diketahui, padahal pendidikan kejuruan berperan penting dalam mempersiapkan siswanya untuk bekerja dalam bidang tertentu.

    Dalam mempersiapkan lulusannya, SMK kerap menemui masalah. Permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan serta kesenjangan antara kompetensi yang dihasilkan SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha/dunia industri (DU/DI). Salah satu indikasi kesenjangan adalah rendahnya daya serap tenaga kerja lulusan SMK oleh DU/DI. Selain keterbatasan lapangan pekerjaan, kondisi tersebut cenderung mengakibatkan terjadinya pengangguran terbuka. Berbagai permasalahan terkait mutu, relevansi dan daya saing pendidikan yang dihadapi SMK perlu dicarikan alternatif pemecahannya agar para pemangku kepentingan yang terkait dan berwenang dapat melaksanakan perannya masing-masing.

  • 2

    Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan SMK dalam rangka penyiapan tenaga kerja. Secara lebih operasional penelitian ini bertujuan untuk, pertama, memperoleh informasi tentang pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh SMK terkait dengan (i) kesesuaian struktur kurikulum yang diterapkan di SMK dengan struktur kurikulum di Standar Isi, (ii) tingkat pencapaian SKL, (iii) kesesuaian pelaksanaan pembelajaran (yang mencakup perencanaan, proses pembelajaran, dan penilaian) dengan Standar Proses, (iv) pencapaian kualifikasi akademik pendidik dan tenaga kependidikan. Kedua, relevansi kompetensi yang dibutuhkan DU/ DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK yang diindikasikan oleh daya serap, kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan. Ketiga, tingkat daya saing lulusan yang diindikasikan oleh cara memperoleh pekerjaan.

    B. METODE PENELITIAN Lingkup penelitian ini adalah mata pelajaran produktif, terutama dalam menganalisis kesesuaian struktur kurikulum dan pencapaian SKL. Penelitian ini mengambil delapan provinsi sebagai sampel dan pada setiap provinsi diambil satu kabupaten dan satu kota. Pada setiap kabupaten/kota dipilih tiga SMK yang memiliki program keahlian Teknik Mekanik Otomotif (TMO). Jumlah sekolah sampel terpilih adalah 48 SMKN dan SMKS terbaik menurut Dinas Pendidikan setempat kecuali 2 SMK di Kabupaten Agam dan Kota Samarinda. Penentuan sampel provinsi dan kabupaten/kota dilakukan dengan mempertimbangkan keberadaan program keahlian TMO. Provinsi dan kabupaten/kota terpilih adalah Sumatera Utara (Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang), Sumatera Barat (Kota Padang, Kabupaten Agam), Jawa Barat

  • 3

    (Kota dan Kabupaten Bandung), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten Jombang), Bali (Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan), Kalimantan Timur (Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara), Sulawesi Selatan (Kota Makassar, Kabupaten Gowa), dan Sulawesi Tenggara (Kota Kendari, Kabupaten Kolaka).

    Data penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 48 Wakil Kepala SMK Bidang Humas yang menangani Bursa Kerja Khusus (BKK) dan kepala SMK. Wawancara dilakukan terhadap 48 kepala SMK dan ketua program keahlian TMO serta satu orang pengawas SMK dari setiap kabupaten/kota. Adapun data sekunder diperoleh melalui pengkajian dokumen sekolah antara lain silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), prestasi siswa dan profil sekolah.

    C. TEMUAN Temuan Studi ini secara garis besar terdiri atas 3 bagian yaitu pencapaian SNP oleh SMK, relevansi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK, dan tingkat daya saing lulusan sebagai mana diindikasikan oleh cara memperoleh pekerjaan. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini.

    1. Pencapaian SNP oleh SMK a. Kesesuaian Struktur Kurikulum yang digunakan di SMK

    dengan Struktur Kurikulum di SI

    Dalam hubungannya dengan kesesuaian struktur kurikulum yang digunakan di SMK dengan struktur Kurikulum di SI, ada 3 hal yang didiskusikan yaitu pengalokasian jam pelajaran, pengelompokan mata pelajaran, serta pengelompokan dan materi Kewirausahaan. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini.

    1) Pengalokasian Jam Pelajaran

  • 4

    Masih terdapat sekolah yang memiliki alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan lebih rendah dibandingkan dengan alokasi waktu yang terdapat pada struktur kurikulum SMK pada SI. Namun untuk mata pelajaran Kompetensi Kejuruan, semua SMK telah mengalokasikan waktunya sesuai SI. Di sebagian besar SMK, jumlah alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan sama dengan atau lebih besar dari 140 jam pelajaran sesuai dengan SI. Namun demikian masih terdapat 7,14% SMK yang kurang dari 140 jam, berarti lebih rendah dari SI. Ada kemungkinan hal ini disebabkan rendahnya tingkat pemahaman pihak SMK terhadap SI.

    2) Pengelompokan Mata Pelajaran Masih terdapat SMK di Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Tabanan, yang belum mengelompokkan mata pelajaran produktif ke dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan. Hal ini juga terjadi di SMK yang berkategori baik dan RSBI. Kenyataan bahwa di sekolah dengan kategori baik pun masih belum mengikuti pengelompokan tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat pemahaman pihak sekolah terhadap SI. Rendahnya tingkat pemahaman SMK yang berkategori RSBI mengindikasikan penerapan kriteria pemilihan RSBI yang tidak secara murni dan konsekuen.

    3) Pengelompokan dan Materi Kewirausahaan. Semua sekolah menggolongkan mata pelajaran Kewirausahaan ke dalam kelompok adaptif, kecuali 2 sekolah di Kabupaten Bandung yang mengelompokkan ke dalam kelompok mata pelajaran produktif dan muatan lokal. Kesalahan konseptual dalam memasukkan mata pelajaran Kewirausahaan ke dalam muatan lokal mengindikasikan kekurangpahaman pihak sekolah

  • 5

    terhadap SI. Sementara itu memasukkan Kewirausahaan ke kelompok produktif dapat dimaklumi karena kurang jelasnya pengelompokan di tabel struktur kurikulum dan belum adanya definisi di penjelasan sebelum tabel struktur kurikulum. Belum terdapat keterkaitan materi Kewirausahaan dengan program keahlian TMO, kecuali di 4 SMK di 3 kabupaten kota. Materi Kewirausahaan yang tidak terkait tersebut misalnya membuat telur asin, menjual sampo dan deterjen, menjual oli, mencuci sepeda motor. Materi Kewirausahaan yang terkait misalnya membuka usaha bengkel perbaikan dan pemeliharaan sepeda motor dan mobil serta unit produksi komponen sepeda motor. Belum terkaitnya materi Kewirausahaan dengan materi program keahlian mengindikasikan rendahnya pemahaman pihak sekolah terhadap konsep Kewirausahaan.

    b. Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan Pada pengukuran pencapaian SKL, indikator yang digunakan adalah hasil uji kompetensi yang digunakan sebagai syarat kelulusan, artinya walaupun nilai Ujian Nasional (UN) bagus, namun kalau tidak lulus uji kompetensi siswa dinyatakan tidak lulus ujian. Akibatnya, kelulusan pada uji kompetensi terkesan dipaksakan, artinya, hasil uji kompetensi dari sekolah dibuat sedemikian rupa sehingga apabila diratarata dengan nilai UN akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari syarat minimal kelulusan. Sebagai contoh di Kabupaten Kolaka, rata-rata nilai uji kompetensi pada tahun 2006/2007 adalah 7,32, sedangkan rata-rata nilai UN adalah 5,24, atau selisih sebesar 37,36 persen. Dengan demikian nilai gabungan UN dan uji kompetensi adalah 6,34 yang berarti lulus.

    c. Pencapaian Standar Proses Pencapaian standar proses diindikasikan oleh 5 hal berikut yaitu: (i) jumlah rombongan belajar (rombel) dan jumlah

  • 6

    siswa per rombel, (ii) pelaksanaan praktik, (iii) sarana pembelajaran, (iv) penilaian hasil belajar, dan (v) beban kerja guru. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini.

    1) Jumlah Rombel dan Jumlah Siswa per Rombel Jumlah rombel untuk kelas I, II dan III yang terbanyak ada pada SMK di kota Bandung, yaitu 6 rombel di setiap tingkat. Sementara untuk jumlah rombel yang paling sedikit ada pada SMK di Kota Kendari (semua SMK sampel memiliki 1 rombel pada setiap tingkat) dan Kabupaten Kolaka yang kebanyakan memiliki 1 rombel pada masing-masing tingkat.

    Mengacu pada Permendiknas no. 41 tahun 2007 yang menyatakan bahwa jumlah maksimal peserta didik pada setiap rombongan belajar adalah 32 orang, ditemukan bahwa 79 persen SMK memiliki jumlah peserta didik per rombel kelas I melebihi ketentuan Permendiknas tersebut, untuk kelas II dan kelas III masing-masing 73 persen. Sebanyak 81 persen kabupaten/kota yang jumlah murid SMK per rombelnya lebih tinggi dari ketentuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kebijakan Mendiknas yang dijabarkan dalam surat edaran Dirjen Mandikdasmen no.2669/C.C5/MN/2009 yang diantaranya menyatakan bahwa dinas pendidikan kabupaten/kota tidak diperkenankan membatasi jumlah lulusan SMP/MTs dan yang sederajat yang akan melanjutkan studi ke SMK baik negeri maupun swasta, yang berkategori RSBI maupun SMK yang belum RSBI.

    2) Pelaksanaan Praktik Jumlah peserta didik terbanyak mencapai 43 orang (34 persen lebih tinggi dari SNP) per rombel ada pada SMK sampel di Kabupaten Jombang, dan jumlah peserta didik paling sedikit yaitu 19 orang (Lebih rendah 41 persen

  • 7

    dari SNP) ada di Kota Kendari. Untuk pelaksanaan praktik peserta didik dalam satu rombel dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing jumlahnya berkisar antara 5 sampai 20 orang. Pengelompokan ini disesuaikan dengan ketersediaan peralatan praktik yang dimiliki sekolah. Dengan demikian, kurangnya peralatan praktik terkesan sudah dapat diatasi oleh semua SMK dengan cara membagi peserta didik menjadi kelompok yang lebih kecil. Ketika kelompok pertama sedang melaksanakan praktik, maka kelompok lainnya melaksanakan praktik lain atau mengikuti pembelajaran tatap muka.

    3) Sarana Pembelajaran Sarana pembelajaran yang dibahas di sini meliputi buku dan peralatan praktik. Buku terdiri dari buku teks dan modul. Rasio buku per peserta didik di lebih dari 50 persen kabupaten/kota sampel mencapai 1:1. Walaupun demikian kepemilikan buku oleh peserta didik sebagian besar berupa fotokopi, bukan buku atau modul asli karena jumlah yang dimiliki oleh sekolah umumnya sangat terbatas. Rasio yang paling rendah ada pada Kabupaten Agam yaitu mencapai 1:10 untuk buku-buku yang bukan buku teks. Di luar itu koleksi buku atau modul di perpustakaan yang berkaitan dengan Otomotif di SMK sampel juga sangat terbatas. Pada sekolah-sekolah yang memiliki koleksi buku dalam jumlah besarpun, koleksi buku otomotifnya sangat sedikit.

    Peralatan praktik di bengkel terdiri dari berbagai macam alat dan mesin, dari obeng dan alat-alat kecil lainnya sampai mesin yang sangat kompleks seperti katrol digital untuk mengangkat mobil atau melepas bodi dari chasisnya. Jumlah peralatan tersebut di masing-masing SMK sangat beragam. Rasio peralatan praktik atau peralatan bengkel dihitung dengan membagi jumlah alat

  • 8

    dengan jumlah siswa per rombongan praktik. Satu rombongan belajar bisa dibagi menjadi 2 sampai 6 rombongan praktik. Rasio peralatan per rombongan praktik yang tertinggi mencapai 1:1 dan terendah mencapai 1:18. Untuk peralatan kecil, seperti obeng, gunting dan lain-lain, rasionya berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Untuk peralatan besar rasionya berkisar antara 1:4 sampai 1:18. Dengan demikian ketika praktik, hanya sebagian siswa yang benar-benar melaksanakan praktik menggunakan alat atau mengoperasikan peralatan/mesin.

    4) Penilaian Hasil Belajar Penilaian pembelajaran mata pelajaran teori dan praktik dilaksanakan dengan cara yang berbeda Untuk pembelajaran teori, penilaian dilaksanakan melalui ulangan harian, tengah semester dan akhir semester. Ada beberapa daerah yang melaksanakan penilaian hanya melalui ulangan harian dan akhir semester, namun ada pula yang melaksanakan ulangan harian dan ulangan tengah semester saja.

    Ulangan harian dilakukan secara periodik setelah peserta didik menyelesaikan 1 Kompetensi Dasar (KD) atau lebih. Pada beberapa daerah ulangan harian disebut dengan ulangan mingguan atau reviu. Di beberapa daerah reviu lisan atau tertulis tetap dilakukan setiap minggu walaupun satu kompetensi dasar belum selesai dibahas. Namun demikian ditemukan pula penyelenggaraan penilaian yang dilakukan satu bulan sekali, setelah lebih dari satu KD selesai. Nampaknya penggunaan sistem ulangan harian, tengah semester dan akhir semester ini tidak sesuai dengan sistem kompetensi. Pada sistem kompetensi siswa tidak boleh mempelajari kompetensi berikutnya sebelum kompetensi sebelumnya dikuasai. Artinya pada akhir

  • 9

    semester ketika KD terakhir dipelajari maka kompetensi siswa sudah diukur dan ternyata menguasai semua kompetensi yang mendahuluinya. Jadi pada akhir semester penilaian yang dilakukan hanya untuk mengukur KD terakhir saja.

    Penilaian praktik dilakukan melalui penilaian unjuk kerja (performance test). Di beberapa daerah untuk mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan tidak dilakukan tes praktik. Sedangkan untuk mata pelajaran Kompetensi Kejuruan ada tes praktiknya. Tes dilakukan untuk beberapa KD dengan menggunakan lembar kerja. Biasanya sebelumnya siswa diminta menggambarkan apa yang akan dipraktikkan terlebih dahulu.

    5) Beban Kerja Guru Beberapa SMK di Kota Surabaya, Kabupaten Jombang, dan Kabupaten Kutai Kartanegara belum memenuhi ketentuan Permendiknas nomor 39 tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Namun beban kerja ini belum memperhitungkan beban kerja guru tersebut pada SMK lain. Sementara itu di SMK di kabupaten dan kota sampel lainnya sudah mencapai ketentuan tersebut, bahkan ada yang melebihi ketentuan maksimal 44 jam per minggu yaitu pada SMK di Kota Kendari.

    d. Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan Para guru TMO baik yang PNS, honorer maupun pegawai tetap yayasan sudah memenuhi standar kualifikasi akademik sesuai PP No.19/2005 pasal 29 ayat 6. PP tersebut menyatakan antara lain pendidikan minimum guru SMK adalah diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan tenaga laboratorium /bengkel TMO

  • 10

    umumnya masih berpendidikan tertinggi sekolah menengah. Sebagian besar SMK menyatakan jumlah guru mata pelajaran produktif masih belum memadai. Rata-rata jumlah guru TMO yang dimiliki oleh satu SMK sampel yaitu 11 orang dan menurut kepala sekolah, rata-rata masih membutuhkan 9 orang.

    2. Relevansi Kompetensi yang Dibutuhkan DU/DI dengan Kompetensi yang Dihasilkan SMK.

    Relevansi kompetensi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK diindikasikan oleh waktu tunggu dan kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan. Responden adalah ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) atau wakil kepala sekolah bidang Humas.

    Tentang waktu tunggu lulusan, hanya 52,5 persen responden yang menyatakan bahwa waktu tunggu lulusan untuk memperoleh pekerjaan adalah 5 bulan atau lebih pendek. Dengan demikian hampir separuh (47,5 persen) responden yang menyatakan bahwa waktu tunggululusannya adalah 6 bulan atau lebih lama. Mengenai kesesuaian,hanya 5 persen responden menyatakan bahwa semua lulusannya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa tingkat relevansi SMK dengan DU/DI masih relatif rendah.

    3. Tingkat Daya Saing Lulusan Sebagaimana Diindikasikan oleh Cara Memperoleh Pekerjaan

    Responden untuk mendapatkan data tingkat daya saing adalah ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) atau wakil kepala sekolah bidang Humas. Data ini diperoleh responden dari hasil penelusuran lulusan dan informasi dari lulusan yang sudah bekerja. Persentase cara lulusan SMK memperoleh pekerjaan untuk 3 tahun berturut turut (2005/2006 2007/2008) yaitu sebagai berikut: (i) melamar sendiri (39,28% ; 35,11%; dan

  • 11

    36,06%), (ii) disalurkan oleh BKK (18,88% ; 22,91% ; dan 22,11%), (iii) dipesan oleh DU/DI saat praktik kerja industri atau prakerin (11,06% ; 12,61% ; dan 14,49%), (iv) sudah dipesan sebelum lulus (12,5% ; 12,86% ; dan 12,76%), dan (v) lainnya, misalnya melalui saudara atau alumni yang sudah bekerja (21,92% ; 26,01%; dan 23,31%). Secara umum data memperlihatkan bahwa persentase tertinggi adalah melamar sendiri diikuti oleh cara lain dan disalurkan oleh BKK. Sementara persentase lulusan yang dipesan pada saat prakerin paling rendah. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya sekolah untuk membangun jejaring dengan DU/DI yang antara lain disebabkan kurangnya kepercayaan DU/DI terhadap sekolah. Salah satu indikatornya adalah tidak adanya tanggapan terhadap proposal yang diajukan sekolah dalam rangka menjalin kerjasama. SMK yang mempunyai daya saing tinggi lulusannya cenderung sudah banyak dipesan oleh DU/ DI pada saat prakerin dan/atau sebelum lulus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daya saing lulusan SMK masih kurang. Temuan memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah perusahaan yang meminta lulusan selama 3 tahun berturut-turut (2005/2006 2007/2008) yaitu 13, 13, dan 14 perusahaan. Rata-rata jumlah lulusan yang diminta perusahaan untuk bekerja selama 3 tahun berturut-turut (2005/2006 2007/2008) sebanyak 66, 68, dan 64 orang. Persentase lulusan yang dapat dipenuhi oleh SMK berturut turut sebanyak 84,85%, 64,71%, dan 64,06%. Belum dapat dipenuhinya permintaan DU/DI salah satunya disebabkan oleh kurangnya kualifikasi lulusan sesuai yang dibutuhkan DU/DI. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingkat daya saing lulusan masih kurang.

    D. SARAN Berdasarkan temuan tersebut secara umum disarankan agar SMK meningkatkan kualitasnya secara menyeluruh baik dari segi input, proses, output, dan kerjasama dengan DU/DI agar DU/ DI percaya

  • 12

    dan selalu tertarik untuk merekrut lulusan mereka menjadi tenaga kerja. Secara khusus disarankan kepada berbagai pihak yang relevan untuk melakukan berbagai hal berikut.

    1. Untuk meningkatkan pemahaman pihak SMK terhadap struktur kurikulum dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pelatihan dan workshop tentang KTSP baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, MGMP maupun sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini disarankan pula agar Pemerintah dan Pemerintah Daerah meningkatkan kepeduliannya terhadap kegiatan KTSP, antara lain dengan mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan sosialisasi dan pelatihan tentang KTSP.

    2. SMK perlu meningkatkan kerja sama dengan DU/DI dengan fasilitasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, khususnya dalam mengembangkan KTSP sampai dengan penempatan lulusan.

    3. BSNP disarankan untuk memberikan pengertian atau batasan tentang normatif, adaptif, dan produktif. Tabel struktur kurikulum juga perlu diperjelas dalam pengelompokan mata pelajarannya, apakah masuk ke dalam normatif, adaptif, atau produktif agar lebih mudah dibaca dan dipahami.

    4. SMK perlu membentuk tim pengajar Kewirausahaan yang berlatar belakang pendidikan relatif sesuai dan membekali mereka dengan kompetensi serta materi yang dibutuhkan. Selain itu, di antara tim pengajar minimal satu orang gurunya berpengalaman mengelola usaha.

    5. SMK diharapkan memfasilitasi siswa yang memiliki bakat dan kompetensi berwirausaha dengan cara antara lain memberi pelatihan kewirausahaan dan mencarikan bantuan biaya agar mereka dapat belajar untuk mandiri.

    6. Pihak DU/DI disarankan untuk menjalin kerjasama yang positif demi kepentingan DU/DI dan SMK antara lain dengan memberi

  • 13

    kan penilaian yang objektif dalam penyelenggaraan uji kompetensi.

    7. Pemerintah, pemerintah daerah, dan SMK disarankan meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana (buku-buku teks, modul, dan alat praktik) dan prasarana. Dalam hal kuantitas terutama sebagai upaya agar minimal siswa memperoleh kesempatan yang sesuai dengan standar alokasi waktu dalam menggunakan alat praktik. Dalam hal kualitas sebagai upaya agar sarana di SMK tidak terlalu jauh ketinggalan dengan peralatan yang ada di DU/DI. Prasarana, terutama ruang kelas disarankan untuk ditingkatkan jumlahya terutama pada SMK yang jumlah siswa/rombelnya melebihi standar.

    8. Bagi KD yang disyaratkan penguasaannya untuk KD berikutnya, sistem ulangan harian, tengah semester, dan akhir semester kurang tepat. Sebelum membuat silabus, disarankan guru memetakan KD yang berurutan dan tidak berurutan. Untuk yang berurutan disarankan menerapkan sistem penilaian per kompetensi.

    9. Menambah jumlah guru dengan latar belakang pendidikan yang sesuai kebutuhan, baik guru PNS, honorer maupun guru tetap yayasan.

    10. SMK mempersiapkan mental dan kompetensi siswa yang akan praktik di DU/DI agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan lingkungan kerja di tempat prakerin. Di sisi lain agar tempat prakerin memberikan apresiasi kepada siswa terutama yang memiliki potensi untuk bekerja di perusahaan tersebut.

    11. SMK disarankan meningkatkan komunikasi secara intensif dengan para alumni baik yang sudah maupun yang belum bekerja, dengan melakukan pendataan/penelusuran secara berkala.

  • 14

    DAFTAR PUSTAKA

    Depdiknas. 2005 Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional

    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tentang Standar Kompetendi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

    Peraturan Menteri Pendidikan Nassional No. 24 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

    Sugiono. 2006 Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.