pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

13
1 | Pendidikan Islam dalam Bingkai Nusantara STIT SIFA BOGOR PENDIDIKAN ISLAM DALAM BINGKAI NUSANTARA Disampaikan oleh : EDY Pada kuliah umum di STIT SIFA Bogor tanggal 26 September 2015 A. Pendahuluan Akhir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang “islam nusantara” yang jadi tema besar Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, pada 1 5 Agustus yang lalu. Sebagian pakar setuju dengan konsep tersebut, namun tidak sedikit yang meragukan dengan gagasan tersebut karena dianggap bagian dari rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang telah digelorakan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid. Sebagian lagi menilai bahwa gagasan Islam Nusantara juga berpotensi besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim, sehingga akan muncul istilah Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam Australia, dan sebagainya. Gagasan Islam nusantara disinyalir akan memicu sikap saling menonjolkan kedaerahannya didalam eksistensinya ber-Islam. Seperti cara membaca Qur’an dengan langgam Jawa yang akan memunculkan berbagai egoisme Islam yang bersifat kedaerahan seperti gaya baca Sunda, Batak, Makassar, Aceh, Palembang. Bagi pengusung ide “islam nusantara”, – sebagaimana dikatakan oleh Moqsith Ghazali- Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Islam nusantara bukan sebuah upaya sinkretisme yang memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan kesadaran budaya dalam berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu kita walisongo. Islam nusantara tidak anti arab, karena

Upload: stit-sifa-bogor

Post on 15-Jan-2017

152 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

1 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

PENDIDIKAN ISLAM DALAM BINGKAI NUSANTARA

Disampaikan oleh : EDY

Pada kuliah umum di STIT SIFA Bogor tanggal 26 September 2015

A. Pendahuluan

Akhir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang “islam nusantara” yang

jadi tema besar Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur,

pada 1 – 5 Agustus yang lalu. Sebagian pakar setuju dengan konsep tersebut,

namun tidak sedikit yang meragukan dengan gagasan tersebut karena dianggap

bagian dari rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang telah

digelorakan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid.

Sebagian lagi menilai bahwa gagasan Islam Nusantara juga berpotensi

besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim, sehingga akan muncul

istilah Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam Australia, dan sebagainya.

Gagasan Islam nusantara disinyalir akan memicu sikap saling menonjolkan

kedaerahannya didalam eksistensinya ber-Islam. Seperti cara membaca Qur’an

dengan langgam Jawa yang akan memunculkan berbagai egoisme Islam yang

bersifat kedaerahan seperti gaya baca Sunda, Batak, Makassar, Aceh,

Palembang.

Bagi pengusung ide “islam nusantara”, – sebagaimana dikatakan oleh

Moqsith Ghazali- Ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin

Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks

budaya masyarakat yang beragam. Islam nusantara bukan sebuah upaya

sinkretisme yang memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan

kesadaran budaya dalam berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh

pendahulu kita walisongo. Islam nusantara tidak anti arab, karena

Page 2: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

2 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

bagaimanapun juga dasar-dasar islam dan semua referensi pokok dalam ber-

islam berbahasa Arab.

Terlepas dari pro dan kontra yang berkaitan dengan “tema” Islam

nusantara, Bagaimanakah posisi pendidikan Islam dalam bingkai nusantara ini?

B.Pembahasan

Indonesia adalah bangsa yang besar sebelum nama “Indonesia” ini

terbentuk kebesaran Indonesia itu bisa terbentuk karena keragaman budaya yang

ada di dalamnya, karena dari segi sejarah ada beberapa peradaban yang yang

berbasiskan keagamaan yang menguasai nusantara ini mulai dari masa pra

sejarah, pra colonial dengan berpengaruh besarnya kerajaan hindu budha kutai,

tarumanegara, kalingga, sriwijaya, sailendra, medang, kahuripan, sunda, Kediri,

dharmasraya, singasari, majapahit, dan malayapura, setelah kerajann hindu

budha padam dan meninggalkan peninggalan yang berharaga, k masuklah islam

di Indonesia dan berdiri kerajaan –kerjaan besar pada masanya seperti

kesultanan samudra pasai, ternate, pagaruyung, malaka, indrapura, demak dan

Aceh, dan pada tahun 1600-1904 muncul juga kerajaan- kerajaan Kristen di

Indonesia yakni kerajaan larantuka yang berada di pulau Naga sekarang

disebut sebagai pulau plores.1

Berbagai kekuatan dunia pernah menguasai Nusantara dalam perjalanan

panjangnya Islamlah yang paling memiliki peran dan mampu bertahan sampai

saat ini sehingga berkat perjuangan umat Islamlah Indonesia ini terwujud.2

1 Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia , Jogjakarta: Diva Press,20`14, h. 207

2 Sebelumnya kata Indonesia belum dikenal penjajah mengenalnya denga nama Nederlandsch_ Indie,

pemerintah jepang menggunakan Istilah To-Indo (hindia Timur) Nama Indonesia baru- benar-benar digunakan

setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang bernama Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) orang

Indonesia yang tercatat pertamakali menggunakan kata Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Kihajar

Dewantara) tahun 1913 karena ia mendirikan sebuah biro press denagn nama indonesische persbureau, Adi

Sudirman, Ibid, 12-13

Page 3: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

3 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

Keberadaan madrasah pada saat ini tidak bisa dipisahkan dari keberadaan

pesantren dan perkembangannya di tanah air, keberadaan pesantren sangat

strategis sejak awal perkembangan islam di Indonesia, merebut, dan mengisi

kemerdekaan bahkan sampai saat ini tidak bisa diabaikan pesantren seolah

mengawal keberadaan madrasah.

Berbicara tentang pendidikan Islam tentu tidak dapat dipisahkan dengan

madrasah. Dalam perjalannya Sejak awal diterapkannya sistem madrasah di

Indonesia pada sekitar awal abad ke-20, madrasah telah menampilkan

identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam. Identitas itu tetap dipertahankan

meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang tidak kecil,

dalam sejarah pendidikan di Indonesia paling tidak ada beberapa perubahan

kurikulum dalam sistem pendidikan nasional yakni: pertama kurikulum 1947

yang disebut dengan rencana pelajaran, kedua, kurikulum 1952 yang disebut

dengan rencana pelajaran terurai 1952, ketiga kurikulum 1964 yang disebut

dengan rencana pendidikan 1964 yang menekankan kepada pancawardana yang

meliputi daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral, keempat kurikulum 1968

yang diistilahkan dengan pancawardana menjadi pembinaan jiwa pancasila,

kelima, kurikulum 1975 adanya CBSA, keenam, kurikulum 1984 pemantapan

CBSA, Ketujuh, kurikulum 1994 adanya pembagian waktu dari semester ke

caturwulan, kedelapan, kurikulum 2004 Kurikulum berbasis Kompetensi

(KBK) dan Kesembilan kurikulum 2006 kurikulum tingkat satuan Pendidikan

(KTSP). Kesepuluh, kurikulum 2013 walaupun pernah diterapkan disekolah dan

dikembalikan kembali ke kurikulum 2006 namun beberapa madrasah tetap

menjalankan kurikulum 2013 tersebut.

Pada masa Orde baru di bawah pimpinan Soeharto yang telah berkuasa

hamper tiga puluh dua tahun pada awal kepemimpinan terlihat kontraproduktif

dengan umat Islam idenya tentang asas tunggal misalnya bertahan cukup lama

dan pada gilirannya sangat memperngaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara

Page 4: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

4 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

umat Islam harus berjuang keras agar diakuinya madrasah sebagai salah satu

sistem pendidikan nasinal.

Sebelum dikeluarkannya SK tiga menteri dalam dekade 1970-an

madrasah terus dikembangkan, untuk memperkuat keberadaannya, namun yang

terjadi pada awal tahun 1970an justru pemerintah terkesan mengisolasi

madrasah sehingga tidak menjadi bagian dari sisitem pendidikan nasional

sebagaimana Keputusan presiden (kepres) no 34 tanggal 18 April tahun 1972

tentang “Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan”dimana

keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal: pertama, Menteri pendidikan dan

kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum

dan kejuruan, kedua, menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas

pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja dan pegawai negeri.

Ketiga, Ketua lembaga administrasi negara bertugas dan bertanggung jawab

atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.3

Selanjutnya kepres nomor 34 Tahun 1972 dipertegas oleh Inpres Nomor

15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII

tahun 1966 menjelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam

pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan diatur dikelola oleh

Departeman Agama sedangkan Madrasah dalam TAP MPRS nomor 2 tahun

1960 adalah lembaga pendidikan otonom dibawah menteri agama. Dari sini

dapat disimpulkan bahwa madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum

namun juga bersifat kejuruan. Sementara kepres nomor 34 tahun 1972 dan

Inpres No.15 tahun 1974 menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan

umum dan kejuruan sepenuhnya sepenuhnya berada dibawah tanggung jawab

mendikbud, secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya

penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum

3 Samsul Nizar, Sejarah Pemdidikan Islam,….. ibid 362

Page 5: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

5 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

nasional kepada mendikbud. kebijakan pemerintah ini dinilai tidak

menguntungkan umat Islam yang akhirnya menimbulkan respon yang cukup

keras yang berdatangan dari para ulama dan madrasah swasta.

Ketegangan ini wajar saja muncul dan dirasakan oleh umat Islam. Betapa

tidak, pertama, sejak diberlakunya UU No. 4 tahun 1950 jo UU No. 12 tahun

1954, masalah madrasah dan pesantren tidak dimasukkan dan bahkan tidak

disinggung sama sekali, yang ada hanya masalah pendidikan agama di sekolah

(umum). Dampaknya madrasah dan pesantren dianggap berada di luar sistem.

Kedua, umat Islam pun “curiga” bahwa mulai muncul sikap diskriminatif

pemerintah terhadap madrasah dan pesantren. Dan kecurigaan itu pun diperkuat

dengan dikeluarkannya Keppres 34/1972 yang kemudian diperkuat dengan

Inpres 15/1974 yang isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan madrasah

dari pendidikan nasional.

Munculnya reaksi dari umat Islam ini disadari oleh pemerintah Orde

Baru. Berkaitan dengan Keppres 34/1972 dan Inpres 15/1974, kemudian

pemerintah mengambil kebijakan yang lebih operasional dalam kaitan dengan

madrasah, Melalui desakan yang terus menerus terutama respon yang ditujukan

oleh Majlis pertimbangan pendidikan dan Pengajaran agama (MP3A) yang

menegaskan bahwa madrasah telah memberikan kontribusi yang cukup besar

dalam proses pembangunan.

Karena desakan yang kuat kemudian pemerintah secara aktip menyikapi

tuntutan umat Islam tersebut kemudian pemerintah mengadakan sidang kabinet

terbatas pada tanggal 26 November 1974 yang salah satu hasilnya adalah

kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Kementerian Agama,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan kementerian dalam negeri

mengenai peningkatan mutu madrasah.4

4 Samsul Nizar, Sejarah Pemdidikan Islam… ibid 363

Page 6: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

6 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

Sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan madrasah inilah,

pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan kebijakan berupa Surat Keputusan

Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama (Prof. Dr.

Mukti Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif

Thayeb) dan Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Machmud).

Diantara ketentuan yang dikeluarkan oleh SKB tiga menteri tersebut

adalah menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang

menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang

diberikan sekurang-kurangnya tiga puluh persen disamping mata pelajaran

umum.

Beberapa permasalahan yang muncul setelah diberlakukannya SKB tiga

menteri antara lain:

1. Berkurangnya muatan materi pendidikan agama. Hal ini dilihat sebagai

upayapendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum

agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati,

apalagi kemudian dikurangi.

2. Tamatan Madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak

mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.

3. Diakui bahwa model pendidikan madrasah di dalam perundang-undangan

negara, memunculkan dualisme sistem Pendidikan di Indonesia.

Dualisme pendidikan di Indonesia telah menjadi dilema yang belum

dapat diselesaikan hingga sekarang. Dualisme ini tidak hanya berkenaan

dengan sistem pengajarannya tetapi juga menjurus pada keilmuannya.

Pola pikir yang sempit cenderung membuka gap antara ilmu-ilmu agama

Islam dan ilmu-ilmu umum. Seakan-akan muncul ilmu Islam dan ilmu

bukan Islam (kafir).5

5 Muhammad Isnaini, Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang) Madrasah Sebagai

The Centre Of Excellence. Makalah yang tidak diterbitkan, tt.

Page 7: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

7 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

Sebagai warisan (legacy) Islam yang sangat penting, pendidikan Islam

Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan dalam pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya. Dewasa ini pendidikan Islam (al-tarbiyah al-islamiyah) ¬–

khususnya dalam kewenangan Kementerian agama-- telah berkembang dalam

jenis dan ragam yang dapat dikategori dalam dua kelompok besar. Pertama,

pendidikan Islam sebagai lembaga atau program. Dalam praktiknya, pendidikan

Islam kategori ini mencakup setidaknya 6 (enam) jenis lembaga/program, yaitu:

1. Pondok Pesantren dan Diniyah (Ula, Wustha, ’Ulya) dan Ma’had ’Aly

(Pesantren Luhur) dengan segala variasi dan kualitasnya.

Lembaga/program ini telah memperoleh kedudukan yang semakin kokoh

melalui UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 dan PP

55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan;

2. Madrasah (MI, MTs, MA) yang disebut sebagai ‘pendidikan umum berciri

khas Islam’ yang dalam praktiknya ‘sama tapi tak sebangun’ dengan

sekolah;

3. Perguruan tinggi Islam dengan keragamannya seperti Sekolah Tinggi,

Institut (negeri dan swasta) dan Universitas (UIN) yang memperoleh

kedudukan khusus dalam UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi;

4. Pendidikan usia dini/TK/RA/BA yang diselenggarakan oleh dan/atau

berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam;

5. Pelajaran agama Islam (PAI) di Sekolah/Madrasah/Perguruan Tinggi

sebagai suatu mata pelajaran, mata kuliah, dan/atau sebagai program

studi;

6. Pendidikan Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, forum-

forum kajian keislaman, majelis ta’lim, dan institusi-institusi lainnya

Page 8: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

8 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

yang digalakkan masyarakat, atau pendidikan (Islam) melalui jalur

pendidikan non formal dan informal.

Saat ini semenjak diberlakukannya Undang-undang sisdiknas no 20 tahun

2003 secara teori sudah tidak ada lagi perbedaan antara madrasah dan sekolah,

namun dualisme pendidikan antara kemenag dan depdiknas menjadi

permasalahan yang sampai sekarang tidak dapat terselesaikan hal ini dapat

dimaklumi karena sekolah dan madrasah di Indonesia memiliki latar belakang

yang panjang dan dua lisme ini bisa saja disebut menjadi ciri khas dari

pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan data statistik madrasah pada tahun 2007/2008 Pendataan

RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008

encakup 33 propinsi. Jumlah lembaga yang berhasil didata sebanyak 18.759

RA/BA/TA, 21.188 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 12.883 Madrasah Tsanawiyah

(MTs) dan 5.398 Madrasah Aliyah (MA). satus lembaga pada Madrasah

Ibtidaiyah sebanyak 92,6% atau 19.621 lembaga berstatus swasta dan

sebanyak 7,4% atau 1.567 lembaga berstatus Negeri. Madrasah Tsanawiyah

Negeri sebanyak 9,8% atau 1.259 lembaga, kemudian Madrasah Tsanawiyah

Swasta sebanyak 90,2% atau 1.624 lembaga. Madrasah Aliyah berstatus

Negeri sebanyak 11,9% atau 644 lembaga, sementara Madrasah Aliyah

berstatus swasta sebanyak 88,1% atau 4.754 lembaga. Lihat grafik berikut. 6

6 Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah tahun 2008

Page 9: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

9 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

Dari data di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagian

madrasah adalah swasta, artinya sebagian besar madrasah dikelola oleh

masyarakat dengan berbagai model dan lembaga yang melatarbelakanginya,

orang tua yang menyekolahkan anaknya di madrasah swasta berdasarkan data

statistic madrasah berada di bawah Rp 1.000.000 per bulan, Tidak Tetap -

42,18%, < 1.000.000 - 43,75%, 1.000.000 – 2.000.000 - 10,47%, > 2.000.000 -

3,60% 7 keadaan ini sungguh berbanding terbalik dengan potensi kekayaan

alam yang dimiliki negara kita.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam terus berpacu dalam

menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang menyesuaikan dengan jamannya

dalam bingkai nusantara madrasah hendaknya menjadi penggerak dalam

mewacanakan dan melakukan kemajuan-kemajuan dalam bidang kemajemukan

dengan menunjukkan islam yang baik dan toleran

Madrasah dewasa ini dihadapkan pada Tantangan global dan merupakan

sebuah tuntutan yang tidak bisa ditawar pendidikan merupakan salah satu

sarana untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar siap mengahadapi

7 Departemen Agama R.I: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Ringkasan Statistik Pendidikan Islam

2006-2007

Page 10: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

10 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

tantangan tersebut salah satu cirinya adalah mampu dan siap hidup dalam

lingkungan yang majemuk dan multikultural yang merupakan akibat dari

kemajuan tekhnologi yang tidak bisa dihindari kemajuan tekhnologi membuat

dunia semakin kecil sehingga pada saat ini dunia menjadi sebuah kampung yang

kecil

Merupakan kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa negara Indonesia

terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain sehingga

negara-negara Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat

“multikultural”. Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di

dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari sosiokultural maupun

geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar. 13000 pulau

dengan 33 provinsi dan 300 etnis kondisi Indonesia yang seperti ini

menegaskan bahwa NKRI adalah negara yang multkultural. Jumlah pulau di

Indonesia sampai saat ini sebenarnya belum secara pasti diketahui jumlahnya

karena masih memiliki perbedaan pendapat tentangnya, Lembaga yang pernah

menetapkan jumlah pulau yang dimiliki oleh Indonesia, diantaranya adalah:

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 1972,

mempublikasikan bahwa hanya 6.127 pulau yang telah mempunyai nama.

Publikasi ini tanpa menyebutkan jumlah pulau secara keseluruhan; Pusat Survei

dan Pemetaan ABRI (Pussurta) pada tahun 1987menyatakan, jumlah pulau di

Indonesia adalah 17.504 dan dari jumlah itu hanya 5.707 pulau yang telah

memiliki nama; Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

(Bakosurtanal) pada tahun 1992 menerbitkan “Gezetteer nama-nama Pulau dan

Kepulauan Indonesia”. Bakorsurtanal mencatat hanya 6.489 pulau yang telah

memiliki nama; kemudian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(Lapan) pada tahun 2002 berdasarkan citra satelit mengklaim jumlah pulau di

Indonesia adalah 18.306 buah; Kementrian Riset dan Teknologi, pada tahun

Page 11: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

11 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

2003, berdasarkan citra satelit menyebutkan Indonesia memiliki 18.110 pulau.

Ketidaksamaan penetapan jumlah pulau tersebut ditindak lanjuti oleh

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia pada tahun 2004,merilis bahwa

jumlah pulau di Indonesia adalah 17.504 pulau, dan dari jumlah tersebut

dipastikan sebanyak 7.870 pulau sudah memiliki nama, sedangkan sisanya

sebanyak 9.634 pulau belum diberi nama. Kemudian pada bulan Agustus tahun

2009, jumlah pulau yang sudah ditetapkan oleh Depdagri mendapat koreksi dari

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ditegaskan bahwa jumlah pulau

yang dimiliki oleh Indonesia sebanyak 17.480 buah, dan dari jumlah tersebut

baru 4.891 pulau yang telah diberi nama dan telah didaftarkan ke badan dunia

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Ternyata jumlah yang sudah dirilis oleh

KKP itupun masih belum valid, dan pada bulan Agustus tahun 2010,

Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan revisi tentang jumlah pulau

yang dimiliki Indonesia dari 17.480 pulau menjadi 13.000 pulau. Dengan

adanya revisi tersebut tentunya semakin membiaskan pendapat publik tentang

berapa jumlah pulau yang sebenarnya dimiliki Indonesia ?, mengapa datanya

tidak pernah valid dan mengapa datanya selalu berubah-ubah? Kondisi

semacam ini seharusnya tidak boleh terjadi pada tingkat Kementerian, karena

memberikan informasi yang tidak akurat dan tentunya akan membingungkan

masyarakat umum. Dampak yang lebih luas diantaranya akan mempengaruhi

dunia pendidikan di Indonesia, karena siswa akan memiliki sikap yang tidak

konsisten manakala menyebutkan jumlah pulau yang dimiliki oleh Indonesia.

Polemik tentang perbedaan jumlah pulau yang dimiliki oleh Indonesia dapat

terjadi karena dari beberapa lembaga yang menyatakan pendapat menggunakan

acuan dan metode survei yang berbeda pula. Selain hal tersebut ada

kemungkinan terjadi duplikasi nama pulau dan atau ada satu pulau dengan dua

Page 12: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

12 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

nama yang berbeda pula terlepas dari itu semua yang jelas Indonesia adalah

Negara kepulauan dan itu sudah menjadi kesepakatan.8

Indonesia yang multikultural bagi madrasah hendaklah disikapi secara

wajar dan pentingnya bagi madrasah menumbuhkan pendidikan Islam yang

multicultural, Pentingnya pendidikan multikultural bagi madrasah dapat dilihat

dari pertama, adanya keanekaragaman suku bangsa yang ada di Indonesia,

kedua falsafah pancasila dan pembukaan UUD 1945 yang mencerminkan

adanya perbedaan budaya yang harus dihargai untuk keutuhan bangsa dan

negara Indonesia, ketiaga UU RI No 20/2003 tentang pendidikan nasional yang

menghargai perbedaan dan keragaman peserta didik.9

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memberikan pemahaman

yang utuh berkaitan dengan pendidikan keragaman dalam pendidikan

multikultural Perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar kehidupan manusia telah

tertulis dalam al-Qur’anul Karim sebagaimana Allah SWT telah berfirman

dalam Q.S al-hujurat/49:13

8 http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia ...lebih lanjut dijelaskan. Berbagai Lembaga

pernah mempublikasikan tentang jumlah pulau yang dimiliki Indonesia, tetapi sampai dengan saat ini belum ada

pernyataan resmi sebagai dokumen negara dan diakui secara internasional tentang penetapan jumlah pulau yang

dimiliki oleh Indonesia. (Lih..sekertariat jendral ketahanan nasional. http://www.dkn.go.id/site/index.php/ruang-

opini/126-jumlah-pulau-di-indonesia. di lihat tanggal 22 Februari 2015 jam 10:36)

9 Depag RI (Tiem),Panduan Model Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulutral

Sekolah Dasar, Direktorat pendidikan Islam pada Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian

agama RI, 2010, h.17. lebih lanjut dalam penyusunan kurikulum tinghkat satuan pendidikan ada prinsip yang

harus dipenuhi diantaranya Beragam dan terpadu Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman

karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak

diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara

terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

Page 13: Pendidikan islam dalam bingkai nusantara 2jadi

13 | P e n d i d i k a n I s l a m d a l a m B i n g k a i N u s a n t a r a S T I T S I F A B O G O R

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa

dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang

yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa

diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Kurangnya pemahaman dan penerapan secara praktis firman Allah SWT.

dalam QS. al-Hujurat /49: 13 tersebut menyebabkan orang Islam terjebak dalam

hal-hal yang merugikan. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik yang

tidak berkesudahan, Maka konsep pendidikan multikultural bagi madrasah perlu

secara terus-menerus untuk disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai

forum atau media. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh dalam diri setiap orang

kesadaran hidup dalam sebuah bangsa yang mempunyai keragaman budaya

yang pada akhirnya bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan

inilah salah satu yang harus dibangun oleh Pendidikan Islam dalam bingkai

Nusantara.