pemba has an
DESCRIPTION
pembahasan.docTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Multiple sklerosis adalah suatu penyakit oto imun yang ditandai oleh pembentukan
antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon
peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema
yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada mielin.
Sklerosis multipel merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini
belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Sklerosis
multipel memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi
orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba
tiba dan biasa hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu
minggu atau bahkan berbulan bulan.
1.2 Tujuan Penulisan
Setelah pembahasan asuhan keperawatan klien dengan sclerosis multipel mahasiswa/i
diharapkan mampu :
1) Menjelaskan Pengertian Sklerosis Multipel
2) Menjelaskan Etiologi Sklerosis Multipel
3) Menjelaskan Klasifikasi Sklerosis Multipel
4) Menjelaskan Patofisiologi Sklerosis Multipel
5) Menjelaskan Manifestasai Klinis Sklerosis Multipel
6) Menjelaskan Komplikasi Sklerosis Multipel
7) Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik Sklerosis Multipel
8) Menjelaskan Penatalaksanaan Sklerosis Multipel
9) Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis Multipel
1.3 Rumusan masalah
1. Bagaimana Pengertian Sklerosis Multipel?
2. Bagaimana Etiologi Sklerosis Multipel?
3. Bagaimana Manifestasi Sklerosis Multipel?
4. Bagaimana Sklerosis Multipel?
1
5. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang?
6. Bagaimana Penatalaksanaan?
7. Bagaimana Askep Sklerosis Multipel?
2
BAB II
KONSEP MATERI
2.1 DEFINISI
Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif
dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis.
Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yakni adanya material lunak dan protein disekitar
serabut-serabut saraf otak. Myelin adalah. Substansi putih yang menutupi serabut saraf yang
berperan dalam konduksi saraf normal (konduksi salutatory). MS merupakan salah satu
gangguan neurologik yang menyerang usia muda sekitar 18-40 tahun. Insidens terbanyak
terjadi pada wanita.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus
dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
- Kehamilan
- Infeksi yang disertai demam
- Stress emosional
- Cedera
2.3 KLASIFIKASI
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori sklerosis
multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
Relapsing Remitting sklerosis multipel
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau
dua puluhan tahun diawali dengan suatu serangan hebat yang kemudian diikuti dengan
kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat
penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan
tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit
semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki
kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya
mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis
multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multipel
3
Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat – saat penderita tidak
mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal istilah
kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah,
penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
Secondary Progressiv sklerosis multipel
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini
kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv sklerosis
multipel.
Benign sklerosis multipel
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini
penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun.
Serangan – serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel.
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada sclerosis multipel, demielinasi menyebar tidak teratur keseluruh sistem saraf
pusat. Mielin hilang dari selinder aksis dan akson itu sendiri berdeganarasi. Adanya plak atau
potongan kecil pada daerah yang terkena menyebabkan sklerosis, terhentinya alur implus saraf
dan menghasilkan berfariasinya manifestasi, yang bergabung pada saraf-saraf yang terkena.
Daerah yang paling banyak terserang adalah saraf optik, khiasama, traktus, serebrum, batang
otak, serebelum, dan medulla spinalis
4
2.5 POHON MASALAH
5
Faktor Predis posisi
Edema dan degenarasi mielin
Demielinisasi yang mengerut menjadi multiple plak
Lesi multiple sclerosism terjadi pada substansialba SSP
demielinisasi
Terhentinya alur impuls saraf
Saraf optic dankhiasma
Gangguan penglihatan
Resiko tinggi trauma
Kerusakan komunikasi verbal
Serebelum dan batang otak
nisfagismus
Ataksiaserebelar
disatria
serebrum
Disfungsi serebri
Hilangnya daya ingat dan dimensia.Gangguan efek
Pengabaian diri
Deficit perawatan diri (makan, ,inum, berpakaian, higene)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Euphoria.Kehilangan kemampuan menyelesaikan
masalah perubahan mengawasi keadaan komplek dan berpikir
abstrak, emosilabil, pelupa, apatis, loss deep memory)
Koping individu tidak efektif
Medulla spinalis
Lesikortikospinalis
Gangguan sensorik
kelemahan spastika nggota
gerak
Gangguan eliminasi urine
Hambatan mobilitas fisik
Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan
•Penurunan koping keluarga
•Gangguan proses keluarga
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
a. Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan
proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
b. Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional
ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot
bicara dan facial palsy.
c. Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang
perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
d. Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia,
disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
e. Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
f. Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi
sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
g. Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
h. Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks
abdomen.
Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih
b. Konstipasi
c. Dekubitus
d. Edema pada kaki
e. Pneumonia
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan
ikatan oligoklonal yakni terdapat beberapa pita immunoglobulin gamma G (IgG).
b. CT Scan : gambaran atrofi serebral
c. MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi
perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan.
d. Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
e. Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitif.
6
2.8 PENATALAKSANAAN
Bersifat simtomatik : sesuai dengan gejala yang muncul
Farmakoterapi :
1) Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan
a. konduksi saraf.
b. Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon, Azatioprin, betaseron.
c. Baklofen sebagai antispasmodic
d. Blok saraf dan pembedahan dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk
mencegah kerusakan lenih lanjut.
e. Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot
f. Keperawatan
Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi dan koordinasi latihan otot )
Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat
7
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, no. register, dan diagnosis medis.
Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan medis adalah
kelemahan anggota gerak, penurunan daya ingat, gangguan sensorik, dan penglihatan.
Riwayat penyakit sekarang
Pada anamesis sering klien mengeluhkan parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati
atau tertusuk-tusuk jarum dan peniti ), kekaburan penglihatan lapang pandang yang makin
menyempit dan klien sering mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara sepontan
terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur. Mersa lelah dan berat pada satu tungkai,
dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya
kurang sekali dan sering juga mengeluh retensi akut dan inkontinensial.
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dikaji meliputi : adanya riwayat infeksi virus pada masa kanak-
kanak yang menyebabkan multipel sklerosis pada waktu mulai menginjak usia pada masa
dewasa muda. Virus campak (rubella) diduga menjadi penyebab penyakit ini.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira-kira 5-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Pengkajian psikososiospritual
Pangakjianmekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien
terhdap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengarunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kelurga maupun dalam
masyarakat.
8
3.2 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Klien dengan multipel sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada TTV, meliputi : bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernafasan berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis.
1. B1 ( Breathing )
Pada umunya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system
pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
Inspeksi umum
Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi
sputum, sesak napas dan pengguanan otot bantu napas.
Palpasi
Taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi
Adanya suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi stridor, rhonki pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
dengan inaktivitas.
2. B2 ( Blood )
Pada umumnya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada
system kardiovaskular. Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami
hipotensi postural.
3. B3 ( Brain )
Pengkajian B3 atau Brain merupakan pemeriksaan vokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lain. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi
akibat dari perubahan tingka laku.
Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmentis
Pengkajian fungsi saraf serebral
Status mental : biasanya sttus mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif penurunan persepsi dan penurunan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
9
Pengkajian saraf kranial
Pengkajian ini meliputi : pengkajian saraf kranial I- XII
a. Saraf I : biasanya pada klien multipel sklerosis tidak memiliki kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II : tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penurunan ketajaman
penglihatan.
c. Saraf III, IV, dan VI : pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
d. Saraf V : wajah simetris dan tidak ada keleinan.
e. Saraf VII : presepsi pengecapan dalam batas normal.
f. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli kondusif dan tuli presepsi.
g. Saraf IX dan X : didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.
h. Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada defiasi pda satu sisi dan tidak ada vasikulasi, indra
pengecapan normal
Pengkajian system motorik
Kelemahan spastik anggota gerak, dengan manifestasi berbagai gejala, meliputi
kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat
anggota gerak.
Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas yang
sebekah terseret maju,serta pengontrolan yang buruk.
Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara trauma spontan
terutama jika pasien sedang berada di tempat tidur
Keadaan spastis yang lebih berat disertai spasme otot yang nyeri.
Pengkajian refleks
Berikut dijelaskan beberapa pengkajian refleks :
Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abdominalis tidak ada
Respon plantar berupa ekstensor ( tanda Babinski). Tanda ini merupakan indikasi
terseranganya lintasan kortikospinsl.
Pengkajian system sensorik
Gangguan sensorik. Parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati rasa atau tertususk-
tusuk jarum dan peniti ). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan ataksia sensori dan
inkoordinasi lengan. Sensasi getar serigkali menghilang.
1. B4 ( Bladder )
10
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan
pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan
berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis. Selain itu juga sering menimbulkan
retensi akut dan inkontinensial.
2. B5 ( Bowel )
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan akitfitas umum klien sering
mengalami konstipasi.
3. B6 ( Bone )
Pada beberapa keadaan klien multipel sclerosis bisanya didapatkan adanya kesulitan
untuk beraktifitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota gerak pada
satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetri pada keempat anggota gerak. Resiko dari multipel
sklrosis terhadap system ini berupa komplikasi sekunder, seperti resiko kerusakaan integritas
jaringan.
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sensori motori.
3. defisit perawatan diri ( Makan,minum,berpakaian dan hygiene) berhubungan dengan
neuro muskuler.
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
mampuan untuk mengabsorbsi nutrisi.
11
3.5 INTERVENSI
NODIAGNOSA NOC NIC
1. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot.
Batasan karakteristik :
- penurunan waktu reaksi.
- kesulitan membolak – balik posisi
- melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
- disnea setelah beraktivitas
- perubahan cara berjalan
- gerakan bergetar
- keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
- keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
- keterbatasan rentang pergerakan sendi
- tremor akibat pergerakan
- pergerakan terlambat
- pergerakan tidak terkordinasi
Faktor yang berhubungan :
-intoleransi aktivitas
- perubahan metabolisme selular
Mobility Level
kriteria hasil:
Klien meningkat
dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
(walker)
Exercise
therapy :
ambulation
Monitoring
vital sign
sebelm/
sesudah latihan
dan lihat
respon pasien
saat latihan
Konsultasikan
dengan terapi
fisik
tentang
rencana
ambulasi
sesuai
dengan
kebutuhan
Bantu klien
untuk
menggunakan
tongkat saat
berjalan dan
cegah
terhadap
cedera
Ajarkan
pasien atau
tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
12
- ansietas
- indeks masa tubuh di atas perentil ke-75 sesui usia
- ganguan koknitif
- fisik tidak bugar
- penurunan ketahanan tubuh
-penurunan kendali otot
- gagngguan muskuloskeletar
-gangguan neuromskular
- kurang pengetahuan tentang aktifitas fisik
- keadaan mood depresif
- keterlambatan perkembangan
- ketidak nyamanan
- kurng dukungan lingkungan
- keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
- kerusakan integritas struktur tulang
- program pembatasan gerak
- keenganan memulai pergerakan
- gaya hidup mononton
- gangguan sensori perseptual
Kaji
kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADLs secara
mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi
dan Bantu
pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan
ADLs ps.
Berikan alat
Bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi dan
berikan
bantuan jika
diperlukan
13
2. Gangguan eliminasi urine
berhubungan dengan
sensori motori.
Batasan karakteristik :
-disuria
- sering berkemih
- anyang-anyangan
- inkontinesia
- nokturia
- retensi
Dorongan
Faktor yang
berhubungan :
-obstruksi anatomic
- penyebab multiple
- gangguan sensori motorik
- infeksi saluran kemih
SO : Urinary Elimination
Indikator :
indikator skala
pola eliminasi 3
bau urine 3
jumlah urine 4
warna urine 4
kejelasan urine 3
asupan cairan 3
Kandung kemih
dikosongkan
sepenuhnya
4
Nyeri dengan
buang air kecil
3
frekuensi kencing 3
Urinary
Elimination
Management:
1. Memantau
eliminasi urine,
termasuk frekuensi,
konsistensi, bau,
volume, dan warna
yang sesuai.
2. Memonitor
tanda-tanda gejala
retensi urine.
3. Mengajarkan
pasien tanda-tanda
dan gejala infeksi
saluran kemih.
4. Menyisipkan
suppositorial uretra
yang sesuai.
5. Rujuk ke dokter
jika tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
terjadi.
6. Membantu
pasien dengan
perkembngan toilet
14
rutin.
7.
Menginstruksikan
pasien untuk
mengosongkan
kandung kemih
sebelum prosedur
yang relevan.
8. Anjurkan pasien
untuk memantau
dan gejala infeksi
saluran kemih.
9. Mengajarkan
pasien untuk
mendapatkan
spesimen urine
pada tanda-tanda
pertama dan
kembaliny tanda-
tanda infeksi dan
gejala.
10.
Mengidentifikasi
faktor-faktor yang
berkontribusi
terhadap episode
inkontinensia.
11. Ajarkan pasien
untuk minum 8 oz
pf cair dengan
makanan, di antara
waktu makan, dan
di sore hari.
12. Anjurkan
pasien untuk
mengosongkan
15
kandung kemih
sebelum prosedur
yang relevan.
13. Catatan waktu
berkemih prosedur
berikut terlebih
dahulu, sesuai
14. Batasi cairan,
sesuai kebutuhan
3.defisit perawatan diri
( Makan,minum,berpakai
an dan hygiene)
berhubungan dengan
neuro muskuler.
Self care
kriteria
hasil:
Klien terbebas dari
bau
badan
Menyatakan
kenyamanan terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan
ADLS
dengan bantuan
Self Care
assistane :
ADLs
Monitor
kemempuan
klien untuk
perawatan diri
yang mandiri.
Monitor
kebutuhan
klien untuk
alatalat
bantu untuk
kebersihan diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan
makan.
Sediakan
bantuan
sampai klien
mampu secara
utuh untuk
melakukan
self-care.
Dorong klien
untuk
melakukan
16
aktivitas
sehari-hari
yang normal
sesuai
kemampuan
yang dimiliki.
Dorong
untuk
melakukan
secara
mandiri, tapi
beri bantuan
ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan
klien/ keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan hanya
jika pasien
tidak mampu
untuk
melakukannya.
Berikan
aktivitas rutin
sehari- hari
sesuai
kemampuan.
Pertimbangkan
usia klien jika
mendorong
pelaksanaan
17
aktivitas
sehari-hari.
4. Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidak mampuan untuk
mengabsorbsi nutrisi.
Batasan karakteristik :
-kram abdomen
- nyeri abdomen
- menghindari makanan
- berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
- kerapuhan kapiler
- diare
-Kurang makanan
- kurang minat pada makanan
- penurunan bareat badan dengan asupan makanan adekuat
Faktor- faktor yang berhubungan :
-faktor biologis
- ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrisi
- ketidak mampuan untuk mencerna makanan
- ketidak mampuan menelan makanan
Status nutrisi
Indicator:
Indicator skala
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan
menggenggam
4. Penyembuhan
jaringan
5. Daya tahan tubuh
Keterangan penilaian NOC:
1. Tidak Pernah Menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
Nutrition
monitoring:
1. BB klien dalam
batas normal
2. Memonitori adanya
penurunan berat
badan
3. Memonitorii tipe
dan jumlah
aktifitas yang biasa
dilakukan
4. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
5. Memonitori kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
6. Memonitori
turgor kulit
7. Memonitori
mual dan
muntah
8. Memonitori
kadar albumin,
total protein,
Hb, dan kadar
Ht
9. Memonitori
pusat
kemerahan dan
kekeringan
jaringan
18
- faktor psikologis
konjungtiva
10. Memonitori
kalori dan
intake nutrisi
11. Catat adanya
edema,
Hiperemik,
Hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral
Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet.
3.5 IMPLEMENTASI
Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah proses
keperawatan
Memberikan penjelasan dan motifasi pada pasien tentang penyakitnya
Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
Mengobservasi TTV
Mengkaji pasien
3.6 EVALUASI
S : pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat pengkajian
O : Pemeriksaan TTV
A : masalah teratasi, belum teratasi, atau teratasi sebagian
P : planing selanjutnya
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang ditandai
dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjdi
pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul karena pola makan yang
tidak teratur, pola diet, penggunaan obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas.
Klien perluh diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat
menjaga kesehatannya.
4.2 Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien, dan
menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi
dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita multiple
skleriosis.
Pada makalah ini penulis menyarankan mahasiswa kesehatan senantiasa menggunakan metode proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan Sklerosis multipel serta memberikan pendidikan kesehatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Kushariadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta
Batiticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika. Jakarta
http://asuhankeperawatangastroenteritis.blogspot.com/2012/12/askep-multiple-sclerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
http://be11nursingae.blogspot.com/2009/06/askep-mutiple-sklerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
Muttaqin Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem.
Salemba Medika. Jakarta
T.Heather Heardman PhD, RN. Diagnosis Keperawatan: Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014 /
editor, T.Heather Heardman ; alih bahasa, Made Sumarwati, dan Budhi Subekti ; editor edisi
bahasa Indonesia. Barrarah Barridm Monica Ester, dan Wuri Praptiani. – Jakarta ECG,
MOSBY ELSEVIER. 2008. Nursing Outcomes classification(NOC),Fourth Edition. Affiliate
of Elsevier Inc.
MOSBY ELSEVIER. 2008, 2004, 2000, 1996, 1992. Nursing Interventions
classification(NIC),Fifth Edition. Affiliate of Elsevier Inc
21