documentp1
DESCRIPTION
pTRANSCRIPT
LAPORAN DISKUSI PEMICU 1
Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Muhammad Arif Tri Hapsoro (I11110019)
2. Citra Kristi Melasari (I11110029)
3. Galih Miawan HS (I11110055)
4. Dyanti Warrahmah Dewi (I11111007)
5. Michael Raja Pradana Sitorus (I11111016)
6. Gama Natakusumawati (I11111017)
7. Scholastyka Febrylla (I11111012)
8. Agnes Widyaningsih Salim (I11111032)
9. Farah Muthia (I11111035)
10. Fina Herlinda Nur (I11111053)
11. Fitrianto Dwi Utomo (I11111064)
12. Apriyan Yudha Putranto (I11111069)
13. Putri Anggana Dewi (I11111078)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan pleno ini. Laporan
ini disusun berdasarkan trigger/pemicu tentang multipel malformasi kongenital
pada janin yang diberikan dengan mengacu pada standar kompetensi yang akan
dicapai oleh modul Neurosains. Materi pada laporan ini diuraikan secara rinci
dan sistematis. Melalui laporan ini diharapkan kita semua dapat mengetahui hal-
hal mengenai kelainanan-kelainan pada janin serta hubungan nya dalam bidang
neurosains yang sekarang kita pelajari ini.
Akhirnya kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen-
dosen yang telah membimbing kami dalam diskusi, dan teman-teman angkatan
2011 program studi Pendidikan Dokter yang telah memberi support dalam
penyelesaian laporan ini.
Besar harapan kami agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
para pembacanya. Namun demikian, kami menyadari bahwa masih ada
beberapa kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
Pontianak, mei 2012
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
Cover 1
Kata pengantar 2
Daftar isi 3
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
Pemicu 1 4
Klarifikasi definisi 4
Kata kunci 5
Rumusan masalah 5
Analisis masalah 6
Hipotesis 6
Pertanyaan diskusi 7
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
Diabetes tipe 1 8
Neuroembriogenesis 13
Faktor yang mempengaruhi neuroembriogenesis 16
Neuroanatomi sistem saraf pusat 21
Multipel malformasi kongenital 24
Manifestasi janin anensefali 29
Penanganan terhadap janin anensefali 30
Pencitraan sistem saraf 32
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Pemicu 1
Nyonya dina, usia 38 tahun menderita penyakit DM tipe 1. Ia sedang hamil untuk
ke-4 kali dan datang ke dokter kandungan untuk konsultasi dan pemeriksaan
kehamilannya. Hasil pemeriksaan dengan ultrasonografi janin dicurigai
anenesefali. Dokter menganjurkan agar janin nyonya dina tersebut segera
diterminasi pada usia kehamilan 20 minggu. Janin berjenis kelamin perempuan
tersebut memperlihatkan beberapa kelainan bawaan (multipel malformasi
kongenital) seperti: aprosensefali (tidak adanya diensefalon dan telensefalon)
tanpa bulbus olfaktori dan kelainan khiasma optik; berat otak 6,8 gram (normal
40 gram); atap tengkorak sangat datar dan kelainan tulang tengkorak lainnya;
bagian ujung rostal mesenfalon terdapat nodul yang membulat. Hasil analisis
kromosom menunjukkan kariotip janin 46 XX.
Klarifikasi dan definisi
1. Ultrasonografi
Pencitraan struktur dengan gama.
2. Anensefali
Tidak adanya rongga kranial secara kongenital.
3. Aprosensefali
Kerusakan sisi saraf yang disebabkan oleh kegagalan pentupan
neuropore arteriol.
4. Khiasma optik
Bagian hipotalamus dibentuk oleh dekusasi atau persilangan serat-serat
saraf optic dari separuh medial tiap-tiap retina, disebut juga optic
decussation.
5. Bulbus olfaktori
Ruang sebesar biji kacang diotak yang berisi saraf penciuman.
6. Diensefalon
Posteriol otak ada di hipothalamus.
7. Terminasi kehamilan
4
mengakhiri kehamilan demi kepentingan ibu dan anak.
8. Mesenfalon
Otak tengah
9. Multipel malformasi kongenital
Kelainan pada bayi yang ditimbulkan sejak pembelahan sel.
10. Telensefalon
Salah satu bagian dari 2 bagian otak.
Kata kunci
Nyonya dina 38th, hamil keempat kalinya, konsultasi dan pemeriksaan
kehamilan, menderita DM tipe 1, pemeriksaan ultrasonografi dicurigai anensefali,
dianjurkan untuk terminasi, multipel malformasi kongenital, aprosensefali tanpa
bulbus olfaktori, kelainan khiasma optik, berat otak 6,8gr (normal 40 gr), kariotip
janin 46 xx.
Rumusan masalah
Diabetes melitus tipe 1 pada nyonya dina dan anensefali pada kehamilannya
yang ke-4.
5
Ny. Dina, 38 th
Analisis masalah
Hipotesis
Diabetes melitus tipe 1 yang di derita nyonya dina mempengaruhi perkembangan
janin yang mengakibatkan anensefali.
6
Konsul dan pemeriksaan
kehamilannya
USG
Janin anensefali
Hasil pemeriksaan
DM tipe 1
Hamil ke-4
Manifestasi Penanganan
Terminasi usia 20minggu
Pertanyaan diskusi
1. Jelaskan tentang diabetes melitus tipe 1!
2. Jelaskan mengenai neuroembriogenesis!
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi neuroembriogenesis!
A. penyakit ibu
B. pengaruh obat
C. nutrisi
4. Jelaskan mengenai neuroanatomi sistem saraf pusat!
5. Jelaskan mengenai multipel malformasi kongenital!
6. Jelaskan manifestasi anensefali serta harapan hidupnya!
7. Penanganan apa saja yang dapat diberikan pada janin anensefali?
8. Apa saja pencitraan sistem saraf?
7
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan kronis metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein. Insufiensi relatif atau absolut dalam respons sekretorik
insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbohidrat (glukosa)
merupakan gambaran khas pada diabetes melitus, demikian juga pada
hiperglikemia yang terjadi (Cotran, 2007).
Epidemiologi Diabetes Melitus
Diabetes menegnai sekitar 13 juta orang di Amerika Serikat. Dengan
angka kematian tahunan sekitar 35.000, diabetes adalah penyebab ketujuh
tersering kematian di Amerika Serikat. Risiko seumue hidup mengidap diabetes
tipe 2 bagi populasi dewasa di Amerika Serikat diperkirakan adlah 5% hingga 7%
(Robbins, 2007).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki
ranking ke 4 di dunia dalam hal jumlah penderita kencing manis atau diabetes.
Indonesia dengan populasi 230 juta penduduk, merupakan negara ke 4 terbesar
penderita kencing manis – diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat
(WHO, 2011).
Patogenesis Diabetes MelitusTipe 1 (diabetes melitus tergantung
insulin)
Ini adalah penyakit yang jarang terjadi, terutama mengenai penduduk
Eropa Utara yang berkulit putih (25/10.000 populasi), di mana gejala timbul pada
usia < 30 tahun, dan terjadi defisiensi insulin absolut setelah sel β pankreas
dihancurkan oleh proses autoimun pada orang-orang yang memiliki predisposisi
secara genetis. Berbagai macam antibodi dapat ditemukan sampai 10 tahun
sebelum timbulnya gejala klinis dan menghilang beberapa tahun kemudian.
8
Kondisi autoimun lain yang berhubungan dapat ditemukan pada keluarga
pasien ( Patrick Davey, 2006).
Gambaran klinis: saat datang pasien umumnya kurus dan memiliki gejala-
gejala poliuria, polidipsia, penuruan berat badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi
(abses, infeksi jamur, misalnya kandidiasis). Ketoasisdosis dapat terjadi, disertai
gejala mual, muntah, mengantuk, dan takipnea. Pasien membutuhkan insulin
(Patrick Davey, 2006).
Gejala dan Tanda Diabetes Melitus
Diabetes mellitus tipe 1 mempunyai gejala polyuria, polydipsi, polyphagi,
penurunan berat badan, lemah, kulit kering.Gejala ini sering terjadi dan biasanya
disertai ketoasidosis, sedangkan tipe 2 gejalanya bertahap, ada yang tanpa
gejala dan terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
(Katzung, 2002).
Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami gejala
hiperglikemi maupun yang tanpa gejala. Gejala hiperglikemi yang disertai dengan
resiko ketoasidosis, tanpa diragukan lagi menegakkan suatu diagnosis DM. Pada
pasien asimptomatik, pemeriksaan didasarkan pada kadar glukosa plasma puasa
dan tes toleransi glukosa oral.
Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang
berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati dan biasa disebut
diabetes tipe 1 (tergantung insulin). Diabetes tipe 1 ada pada pasien yang
memiliki sedikit atau tidak normalnya fungsi produksi insulin. Oleh sebab itu
pasien membutuhkan penambahan insulin dari luar tubuh. Diabetes tipe 1
tersebut sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi
pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia
lanjut tampak. Penyebab timbulnya diabetes tipe 1 ini antara lain karena adanya
infeksi atau toksik lingkungan yang menyerang orang pada sistem imunnya yang
9
secara genetis merupakan predisposisi terjadinya respon autoimun kuat yang
menyerang ß pankreas (Katzung, 2002).
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Penalaksanaan dapat berupa:
1. Edukasi pasien: penting untuk mempunyai perawat pribadi,
edukasi mandiri, dan lain-lain.
2. Penilaian klinis: setelah menegakkan dignosis diabetes melitus,
lakukan terapi komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup,
pemeriksaan untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulan—
penglihatan(retinopati dan katarak), sistem kardiovaskular (denyut nadi perifer,
tanda-tanda gagal jantung, hipertensi), sistem saraf (neuropati sistem saraf
otonom dan/atau saraf sensoris perifer) dan kaki (ulkus, gangren, dan infeksi).
Fungsi ginjal (kreatinin dan albuinuria) harus diperiksa.
3. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi,
dan harus memungkinkan pasien menjalani hidup normal—hal ini membutuhkan
edukasi dan dukungan kepada pasien. Untuk memaksimalkan prognosis
tergantung pada kontrol glukosa darah secara optimal dan menyingkirkan faktor-
faktor risiko kardiovaskular seperti merokok, hipertensi (usahakan tekanan darah
<130/80 mmHg), dan hiperlipidemia. Kontrol kadar glukosa yang optimal dengan
sendirinya dapat memperbaiki kadar kolesterol, namun apabila kadar kolesterol
tetap tinggi setelah ini, terapi penurunan lipid secar agresif dengan statin dapat
dilkukan. Hampir semua orang yang menderita dibetes dan memiliki penyakit
vaskular seharusnya mendapat terapi statin.
Kehamilan dengan Diabetes Melitus
Perubahan hormonal yang luas terjadi pada kehamilan dalam usaha
mempertahankan keadaan metabolisme ibu yang sejalan dengan bertambahnya
usia kehamilan. Hormon-hormon ini mungkin yang bertanggung jawab secara
langsung maupun tidak langsung, menginduksi resistensi insulin periver dan
mengkontribusi terhadap perubahan sel β pancreas. Ovarium, kortek adrenal
janin, plasenta, kortek adrenal ibu dan pancreas terlibat dalam timbulnya
perubahan-perubahan hormonal ini, yang mempunyai pengaruh terhadap
metabolisme karbohidrat. Terutama yang penting adalah peningkatan progresif
10
dari sirkulasi estrogen yang pertama kali dihasilkan oleh ovarium hingga minggu
ke 9 dari kehidupan intra uterine dan setelah itu oleh plasenta. Sebagian besar
estrogen yang dibentuk oleh plasenta adalah dalam bentuk estriol bebas, yang
terkonjugasi dalam hepar menjadi glukoronida dan sulfat yang lebih larut, yang
dieskresikan dalam urine.
Estrogen tidak mempunyai efek dalam transport glukosa, tetapi
meningkatkan peningkatan insulin maksimum ( insulin binding). Progesteron
yang dihasilkan korpus luteum sepanjang kehamilan kususnya selama 6 minggu
pertama. Trofoblas mensintesis progesterone dan kolesterol ibu dan merupakan
penyumbang utama terhadap kadar progesterone plasma yang meningkat
secara secara menetap selama kehamilan. Progesterone juga mengurangi
kemampuan dari insulin untuk menekan produksi glukosa endogen. Lactogen
plasenta manusia (HPL) merupakan hormone plasenta penting lain yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kadarnya dalam darah ibu meningkat
secara berlahan-lahan sepanjang kehamilan, mencapai puncaknya saat aterm.
HPL adalah salah satu dari hormone-hormon utama yang bertanggung jawab
menurunkan sensitivitas insulin sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan.
Kadar HPL meningkat pada keadaan hipoglikemia dan menurun pada keadaan
hiperglikemia. Dengan kata lain HPL merupakan antagonis terhadap insulin.
HPL menekan transport glukosa maksimum tetapi tidak mengubah pengikatan
insulin. Setelah melahirkan dan pengeluaran plasenta, kadar HPL ibu cepat
menghilang, pengaturan hormonal kembali normal.
Perubahan pada metabolisme karbohidrat selama kehamilan sebagai
akibat dari perubahan hormonal diatas. Pada beberapa uji toleransi glukosa
didapatkan keadaan antara lain; hipoglikemia ringan pada saat puasa,
hiperglikemia pos prandial dan hiperinsulinemia. Konsentrasi glukosa plasma
selama puasa yang menurun mungkin terjadi akibat peningkatan dari kadar
plasma insulin. Tetapi hal ini tidak dapat dijelaskan dengan perubahan
metabolisme insulin karena waktu paruh insulin selama hamil tidak berubah.
Peningkatan kadar plasma insulin pada kehamilan normal berhubungan
dengan perubahan respon unik terhadap ingestion glukosa. Pengaruh meternal
bisa dibagi lagi selama kehamilan, selama persalinan dan selama nifas.
Pengaruh hiperglikemia terhadap janin, antara lain:
1. Makrosomia
11
Batasan makrosomia adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan
lebih dari 4000 gr. Dari berbagai penelitian didapatkan kesan bahwa
hiperinsulinemia dan peningkatan penggunaan zat makanan bertanggung jawab
pada peningkatan ukuran badan janin, hipotesis perdersen menyebutkan bahwa
hiperglikemia maternal merangsang hiperinsulinemia janin dan makrosomia.
Komplikasi dari persalinan pervaginam pada bayi makrosomia bisa
dihindari bila ukuran janin diketahui lebih dulu dengan pemeriksaan USG.
Persalinan pervaginam harus dipertimbangkan baik-baik mengingat besarnya
resiko terjadinya distosia bahu. Namun demikian bila dipertimbangkan tindakan
seksio kaisar dikerjakan untuk berat janin lebih dari 4000 gram maka angka
seksio kaisar akan mencapai 50% pada ibu diabetes yang tergantung insulin.
2. Kematian Janin dalam rahim
Kadar glukosa maternal yang tidak stabil bisa menyebabkan terjadinya
janin mati dalam rahim, yang merupakan kejadian khas pada ibu dengan
diabetes. Janin yang terpapar hiperglikemia cendrung mengalami asfiksia dan
sidosis walaupun meknisme yang pasti belum jelas, tetapi diduga keto-asidosis
mempunyai hubungan yang erat dengan matinya janin. Bila kadar glukosa darah
meternal dalam batas normal, kematian janin dalam rahim jarang terjadi.
Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan kecepatan
metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan-keadaan
seperti hiperglikemia, keto-asidosis, pre-eklampsia dan penyakit vaskuler yang
dapat menurunkan aliran darah utero-plasenter serta oksigenasi janin.
Frekuensi janin mati dalam rahim atau bayi lahir mati berkisar antara 15-
20%. Usaha untuk menghindari kematian janin tiba-tiba dalam rahim yaitu
dengan melakukan terminasi kehamilan beberapa minggu sebelum aterm. Tetapi
tindakan ini sering menimbulkan mortalitas neonatal karena prematuritas
iatrogenik.
Hiperglikemia maternal yang terjadi selama masa kritis dari
organogenesis (usia kehamilan dibawah 9 minggu) dihubungkan dengan adanya
peningkatan frekuensi malformasi. Hemoglobin glikosilat banyak dipakai sebagai
indikator dalam pengawasan hiperglikemia selama organogenesis.
Dari perconaan lainnya di peroleh hasil bahwa hiperglikemia dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada yolk sec, gangguan metabolisme mio-
12
inositol, dan bersama-sama dengan defisiensi asam arakhidonat ditemukan
dapat menyebabkan defek kongenital.
Hipoglikemia pada percobaan binatang mampu menyebabkan terjadinya
dismorfogenesis, tetapi tidak terbukti pada manusia. Demikian juga inhibitor
somatomedin, yang pada percobaan binatang menunjukan efek sinergistik
dengan hiperglikemia dan peningkatan karang keton dalam menyebabkan defek
kongental dan retardasi pertumbuhan, ternyata belum diperoleh data yang sama
pada bayi dari ibu diabetes.
Sementara itu, dilaporkan adanya hubungan antara vaskulopati meternal
dengan anomali kongenital. Molsted-Pedersen dkk melaporkan insidens anomali
sebesar 3,1% pada ibu diabetes tanpa gangguan vaskuler, dan 10,7% pada ibu
diabetes dengan gangguan vaskuler.
2. neuroembriogenesis
Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat (SSP) muncul pada awal minggu ketiga sebagai suatu
lempeng penebalan ectoderm berbentuk sandal, lempeng saraf (neural plate ), di
region middorsal di depan primitive node (nodus primitif). Tepi-tepi lempeng ini
segera membentuk lipatan saraf (neural fold).
Seiring dengan perkembangan lebih lanjut, lipatan saraf tersebut terus
meninggi, saling mendekati di garis tengah, dan akhirnya menyatu membentuk
tabung saraf (neural tube). Penyatuan dimulai di daerah servikal dan berlanjut
kea rah sefalik dan kaudal. Juka penyatuan telah dimulai, ujung-ujung bebas
tabung saraf membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis yang berhubungan
dengan rongga amnion di atasnya. Penutupan neuroporus kranialis berlangsung
kea rah cranial dari tempat penutupan awal di region servikal dan dari suatu
tempat di otak depan yang terbentuk belakangan. Tempat yang belakangan ini
berjalan kearah cranial, untuk menutup region paling rostral tabung saraf, dank e
arah kaudal untuk bertemu dengan penutupan dari daerah servikal. Penutupan
akhir neuroporus kranialis terjadi pada stadium -18 sampai -20 somit (hari ke 25);
penutupan neuroporus kaudalis terjadi sekitar 2 hari kemudian.
13
Ujung sefalik tabung saraf memperlihatkan tiga dilatasi, vesikel otak
primer: (a) prosensefalon, atau otak depan (forebrain); (b) mesensefalon, atau
otak tengah (midbrain); dan rombensefalon, atau otak belakang (hindbrain).
Secara bersamaan ujung ini membentuk dua fleksura: (a) fleksura servikalis di
taut otak belakang dan korda spinalis dan (b) fleksura sefalika di region otak
tengah.
Ketika mudigah berusia 5 minggu, prosensefalon terdiri dari dua bagian :
(a) telensefalon yang dibentuk oleh bagian tengah dan dua kantong luar lateral,
hemisferium serebri primitif dan (b) diensefalon yang ditandai oleh pertumbuhan
vesikel mata (vesikula optika). Suatu alur dalam, istmus rombensefalon
memisahkan memisahkan rombensefalon dan mesensefalon .
Rombensefaoln terdiri dari dua bagian ( a) metensefaon yang kemudian
membentuk pons dan serebelum, dan (b) mielensefalon. Batas antara kedua
bagian ini ditandai oleh fleksura pontina.
Lumen korda spinalis, kanalis sentralis, bersambungan dengan lumen
vesikel otak. Rongga rombensefalon adalah ventrikel keempat, rongga
diensefalon adalah ventrikel ke tiga, dan rongga-rongga di hemisferium serebri
adalah ventrikel lateral. Lumen mesensefalon menghubungkan ventrikel ketiga
dan keempat. Lumen ini menjadi sangat sempit dan dikenal sebagai akueduktus
sylvius. Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui foramen
interventrikulare monro.
Diferensiasi histologist
1. Sel saraf
Neuroblas, atau sel saraf primitif, muncul secara eksklusif melalui
pembelahan sel neuroepitel.
2. Sel glia
Sebagian besar sel penunjang primitif, gliablas, terbentuk oleh sel
neuroepitel setelah pembentukan neuroblas berhenti.
Jenis lain sel penunjang yang mengkin berasal dari gliablas adalah sel
oligodendroglia.
Pada paruh kedua perkembangan, tipe ketiga sel penunjang, sel
microglia, muncul di SSP. Tipe sel yang sangat fagositik ini berasal dari
mesenkim. Ketika berhenti menghasilkan neuroblas dan gliablas, sel neuroepitel
14
berdiferensiasi menjadi sel ependim yang melapisi kanalis sentralis korda
spinalis.
3. Sel Krista neuralis
Sel-sel Krista neuralis berasal dari ectoderm dan meluas ke seluruh
panjang tabung saraf. Sel-sel Krista bermigrasi ke lateral dan menghasilkan
ganglion sensorik (ganglion radiks dorsal ) saraf spinal dan tipe sel lain.
4. Saraf spinal
Serebut saraf motorik mulai muncul pada minggu keempat, berasal dari
sel saraf di lempeng basal (kornu ventral) korda spinalis. Serabut-serabut ini
menyatu membentuk berkas yang dikenal sebagai radiks saraf ventral. Radiks
saraf dorsal terbentuk sebagai kumpulan serabut yang berasal dari sel di
ganglion radiks dorsal (ganglion spinal).
5. Mielinasi
Sejak bulan keempat kehidupan janin, banyak serabut saraf tampak
keputihan akibat pengendapan myelin yang dibentuk oleh penyelubungan akson
oleh kumparan membrane sel Schwann.
Meskipun mielinasi serabut saraf di korda spinalis berawal pada sekitar
bulan keempat kehidupan intrauterus, sebagian dari serabut motorik yang turun
dari pusat-pusat otak yang lebih tinggi ke korda spinalis tidak mengalami
mielinasi sampai tahun pertama kehidupan pascanatal.
Perubahan posisi korda spinalis
Pada bulan ketiga perkembangan, korda spinalis bertentang di seluruh
panjang mudigah, dan saraf-saraf spinalis berjalan melewati foramen
intervertebrale setinggi tempat asalnya. Namun, seiring dengan bertambahnya
usia kolumna vertebralis dan dura memanjang lebih cepat daripada tabung saraf,
dan ujung terminal korda spinalis secara bertahap bergeser ke level yang lebih
tinggi. Saat lahir, ujung ini berada setinggi vertebra lumbal ke tiga. Akibat
pertumbuhan yang tidak seimbang ini, saraf-saraf spinal berjalan oblik dari
segmen asalnya di korda spinalis ke level kolumna vertebralis yang sesuai. Dura
tetap melekat ke kolumna vertebralis setinggi koksigeus.
15
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi neuroembriogenesis
A. Penyakit ibu
Seperti yang dinyatakan dalam pemicu, nyonya Dina sedang hamil dan
menderita penyakit diabetes mellitus (DM) tipe 1, atau disebut juga Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). DM dengan kehamilan dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
a. DM Gestasional¸ yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
b. DM Pregestasional, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan
berlanjut setelah hamil.
Berdasarkan klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyonya Dina
menderita DM pregestasional. Penyakit DM yang diderita nyonya Dina
diketahui dapat menimbulkan masalah bagi janin yang dikandungnya.
Masalah yang mungkin timbul pada janin yang ibunya penderita DM:
a. Abortus
b. Prematur sebelum usia kandungan 36 minggu
c. Kelainan kongenital seperti sacral agenesis, neural tube defek
d. Respiratory distress
e. Neonatal hiperglikemia
f. Makrosomia
g. Hipocalcemia
h. Kematian perinatal akibat diabetik ketoasidosis
i. Hiperbilirubinemia
j. Potensial penyakit saraf dan jiwa
B. Pengaruh obat
Selain ditimbulkan oleh penyakit DM itu sendiri, masalah yang mungkin
dialami janin juga dapat muncul sebagai efek samping obat-obatan yang
diberikan kepada ibu dengan penyakit tersebut. Obat DM antara lain:
a. Meningkatkan jumlah insulin:
16
1) Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.): kategori C, tidak
disarankan untuk wanita hamil
2) Meglitinide (repaglinide, nateglinide): kategori C, tidak disarankan
untuk wanita hamil
3) Insulin injeksi
b. Meningkatkan sensitivitas insulin:
1) Biguanid/metformin: kategori B, tidak disarankan untuk wanita hamil
2) Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone): kategori C, tidak
disarankan untuk wanita hamil
c. Memengaruhi penyerapan makanan:
1) Acarbose: kategori B (diperkirakan tidak berbahaya terhadap janin),
namun demikian pemakaiannya pada ibu hamil tetap harus berhati-
hati
Obat DM dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu obat hipoglikemik dan
insulin injeksi. Obat hipoglikemik merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil,
sementara belum ada bukti yang memperlihatkan bahwa insulin injeksi dapat
menyebabkan masalah/kelainan pada janin.
C. nutrisi
Nutrisi sangat terkait dengan proses perkembangan manusia dari janin
hingga lahir dan tumbuh dewasa. Semakin bertambah usia anak, maka
semakin besar pula kebutuhan nutrisi mereka. Keadaan di mana nutrisi yang
dikonsumsi kurang dari yang dibutuhkan disebut dengan malnutrisi.
Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya makanan yang dikonsumsi,
kualitas makanan yang rendah, dan sering mengalami infeksi. Malnutrisi dapat
mengakibatkan gangguan fungsi otak yang timbul menjadi behavior problem.
Masa perkembangan otak terbagi menjadi:
a. Intrauterine: SSP
b. 0-2 tahun
c. 2-5 tahun: 80%
d. 5-12 tahun: 100%
17
e. Seiring meningkatnya usia seseorang hingga mencapai usia tua,
maka otaknya akan mengalami atrofi.
Jika bicara mengenai nutrisi, maka terkait pula dengan energi. Energi
merupakan total kalori dari makanan. Energi sangatlah penting sebab 20-30%
dari energi digunakan otak untuk menjalankan fungsi dan pertumbuhan,
sehingga dibutuhkan terus-menerus oleh tubuh. Karbohidrat dan glukosa
merupakan sumber energi yang utama untuk aktivitas sintesis dan fungsional.
Nutrisi sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak terutama pada saat-saat
kehamilan, postnatal (0-36 bulan), dan di atas 36 bulan. Status gizi dapat dilihat
atau diukur dari berat badan dan lingkar kepala bayi atau anak-anak tersebut.
Protein
a. Asam amino yang digunakan untuk energi hanya sebesar 10%.
b. Digunakan untuk sintesis jaringan baru.
c. Harus terus-menerus disupply untuk otak.
d. Asam amino di ASI merupakan sumber utama pertumbuhan otak
dengan kadar yang tepat, sedangkan pada sistein-taurin-triptofan
lebih tinggi.
e. ASI mengandung kadar protein W yang tinggi, mudah diserap dan
diutilisasi oleh tubuh.
Nutrien-nutrien yang penting bagi perkembangan otak, antara lain:
a. Asam lemak
b. Asam folat
c. Zinc
d. Zat besi
e. Vitamin A
f. Iodin
1. Asam lemak esensial
a. Asam lemak esensial: omega-3 dan 6 berperan dalam pembentukan mielin
dan membran lain, penting pada saat masa krisis, bahan utama sintesis
perkembangan anak.
18
b. Keduanya berperan penting bagi kehidupan janin dan tahun pertama atau
kedua pada perkembangan postnatal.
c. DHA (dihommogammalineic acid) dan AA (arachidonic acid) merupakan
turunan dari asam linoleat dan penting untuk struktur dan fungsi dari membrane
cerebral. ASI manusia memberikan AA dalam jumlah yang cukup bagi membran
jaringan.
d. DHA: dari omega-3; berfungsi untuk maturasi retina, diferensiasi fotoreseptor,
penting untuk perkembangan jaringan saraf, banyak terdapat pada substansia
grisea, kebutuhan meningkat saat trimester terakhir kehamilan dan bulan-bulan
pertama kelahiran.
e. AA: dari omega-6; bersama DHA berfungsi penting untuk struktur dan fungsi
membran.
f. Sumber DHA dan AA: intrauterine ditransfer dari ibu ke janin terutama saat
trimester ketiga, setelah kelahiran ASI, suplemen, ikan, daging, telur.
2. Asam folat
a. Merupakan vitamin yang larut air dari kelompok B, terkait dengan sintesis
asam nukleat, penting dalam maturasi sel, sintesis, metilasi, dan repair DNA.
b. Mengonsumsi asam folat 0,4-0,8 mg per hari mengurangi mengurangi resiko
neural tube defect (NTD) pada bayi. Wanita yang pada kehamilan sebelumnya
pernah memiliki bayi dengan NTD, sebaiknya mengonsumsi 4 mg/hari selama 1
bulan sebelum dan 3 bulan setelah mengalami kehamilan.
c. Defisiensi asam folat menyebabkan NTD: spinal bifida yang terjadi karena
neural tube gagal menutup di minggu keempat kehamilan, dan anencephaly di
mana otak depan gagal berkembang.
d. Sumber makanan: gandum, daging-daging organ, bayam, kacang, dan buah.
3. Zinc
a. Defisiensi zinc menyebabkan NTD: unencephalocele tonjolan hernia otak,
dan iniencephaly substansi otak menonjol melalui fisura dari kolom vertebral.
b. Sumber makanan: produk susu, kacang-kacangan, ragi, biji-bijian, sereal
gandum, dan biji labu.
4. Zat besi
19
a. Merupakan komponen utama dari hemoglobin dan enzim yang berperan
dalam metabolisme energi. Ditemukan pula pada mioglobin. Kandungan zat besi
pada perempuan dewasa lebih rendah dibandingkan pada laki-laki.
b. Defisiensi zat besi menyebabkan: gangguan kognitif, gangguan
perkembangan dan fungsi psikomotorik, gangguan pengaturan suhu, dan pica.
c. Pica adalah kelainan di mana seorang anak memiliki kecenderungan untuk
memakan atau memasukkan besi ke dalam mulutnya.
d. Otak akan sensitif terhadap defisiensi zat besi pada saat 2 tahun pertama
kehidupan.
e. Sumber makanan: zat besi heme daging, ikan, unggas; zat besi nonheme
buah-buahan, sayur-sayuran, kacang kering, kacang-kacangan, dan produk biji-
bijian.
f. Zat besi heme lebih mudah diserap dibandingkan zat besi nonheme.
g. Absorpsi zat besi non-heme akan meningkat pada saat mengonsumsi sumber
vitamin C yang baik (jeruk, anggur, tomat, brokoli, strawberry), dimakan bersama
makanan heme, dan dimasak dengan panci dari besi.
h. Absorpsi zat besi non-heme akan menurun jika mengonsumsi makanan
berserat dan suplemen dalam jumlah yang tinggi, minum teh atau kopi ketika
atau persis sesudah makan (polyphenol akan mengikat zat besi), dan saat
mengonsumsi suplemen kalsium (sebaiknya dilakukan ketika perut kosong).
5. Vitamin A
a. Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan abnormalitas mayor dalam
perkembangan janin.
b. Di Inggris, wanita hamil dinasihati untuk mencegah makan makanan yang
mengandung kadar vitamin A yang tinggi.
c. Sumber makanan: daging organ (hati dan jeroan ayam), jus wortel, kentang
manis, labu, bayam, dan sereal-siap-makan.
6. Iodin
a. Defisiensi iodin menyebabkan: kerusakan otak dan gangguan mental.
b. Sumber makanan: asparagus, bawang putih, jamur, seafood, garam laut,
rumput laut, kacang wijen, kacang kedelai, bayam, dan lobak.
20
4. neuroanatomi sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat terdiri dari:
1. Otak
Prosencephalon
Cerebrum
Diencephalon (antara otak)
Mesencephalon
Rhombencephalon
Medulla oblongata
Pons
Cerebellum
2. Medullaspinalis
Pars cervicalis
Pars thoracica
Pars lumbalis
Pars sacralis
Parscoccygea
1. Otak
Otak dibagi menjadi:
a. Prosencephalon
Cerebrum dan diencephalon
b. Mesensephalon
c. Rhombencephalon
Pons, medulla oblongata dan cerebellum
Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta
Cerebrum
- Terdiri dari 2 hemisfer, dipisahkan oleh fissura longitudinalis, dihubungkan
oleh corpus callosum.
21
- Korteks cerebri yang berlipat-lipat disebut gyrus, yang, dipisahkan oleh
fissura atau sulcus.
- Beberapa sulcus yang besar digunakan untuk membagi masing-masing
permukaan hemispherium menjadi lobus-lobus
Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta
Diencephalon
Hampir seluruh bagian diencephalon tertutup dari permukaan otak. Terdiri
dari thalamus di bagian dorsal dan hypothalamus di bagian ventral. Thalamus
merupakan substansia grisea yang berbentuk seperti telur besar dan terletak di
kedua sisi ventriculus tertius. Ujung anterior thalamus membentuk batas posterior
foramen interventriculare, yaitu lubang antara ventriculus tertius dan
ventriculus lateralis. Hypothalamus membentuk bagian bawah dinding lateral dan
lantai ventriculus tertius.
Mesencephalon
Mesencephalon merupakan bagian sempit otak yang menghubungkan
prosencephalon dangan rhombencephalon. Rongga sempit di mesencephalon
adalah aqueductus cerebri yang menghubungkan ventriculus tertius dengan
ventriculus quartus. Mesencephalon terdiri dari banyak nuclei an berkas serabut-
serabut saraf ascendens dan descendens.
Pons
Pons terletak di permukaan anterior cerebellum, inferior dari mesencephalon,
dan superior dari medulla oblongata. Pons atau jembatan dinamakan dari
banyaknya serabut yang berjalan transversal pada permukaan anteriornya yang
menghubungkan kedua hemispherium cerebelli. Pons juga mengandung banyak
nuclei serta serabut-serabut ascendens dan descendens.
Medulla oblongata
Medulla oblongata berbentuk conus, di superior berhubungan dengan pons
dan di bagian inferior berhubungan dengan medulla spinalis. Pada medulla
22
oblongata terdapat banyak kumpulan neuron yang disebut nuclei dan berfungsi
menyalurkan serabut-serabut saraf ascendens dan descendens.
Cerebellum
Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior, posterior terhadap pons
dan medulla oblongata. Bagian ini terdiri dari dua hemispherium yang
dihubungkan oleh sebuah bagian median, yaitu vermis. Cerebellum
berhubungan dengan mesencephalon melalui pedunculus cerebellaris
superior, dengan pons melalui pedunculus cerebellaris media, dan dengan
medulla oblongata melalui pedunculur cerebellaris inferior. Pedunculus-
pedunculus membentuk berkas-berkas serabut saraf yang besar yang
menghubungkan cerebellum dengan susunan saraf lainnya.
Lapisan permukaan masing-masing hemispherium cerebelli disebut korteks
dan terdiri dari substansia grisea. Korteks cerebelli tersusun dalam lipatan-lipatan
atau folia yang dipisahkan oleh fissura-fissura transversal yang tersusun rapat.
Pada bagian ini terdapat massa substansia grisea di dalam cerebellum yang
tertanam di dalam substansia alba; yang paling besar disebut nucleus dentatus.
Medulla oblongata, pons, dan cerebellum mengelilingi sebuah rongga yang
berisi cairan serebrospinal, disebut ventriculus quartus. Di bagian superior,
rongga ini berhubungan dengan ventriculus tertius melalui aqueductus cerebri,
dan di bagian inferior menyambung dengan canalis centralis medulla spinalis.
Ventriculus quartus berhubungan dengan ruang subarachnoid melalui tiga
lubang yang terdapat di bawah atapnya. Melalui ketiga lubang ini cairan
serebrospinal di dalam susunan saraf pusat dapat masuk ke ruang
subarachnoid.
5. Malformasi kongenital
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam
Neonatologi IDAI 2008).
23
Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008)
membedakan kelainan kongenital sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan
awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau
menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang
menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi,
mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.
2. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga
mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula
berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula
yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam
uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.
3. Disrupsi
Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang
semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya
disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai
beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik
deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula
berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan
yang terkena.
4. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah
displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)
akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di
seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia
24
di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri
abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini
berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan
disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan
yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif
berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan
kelainan seumur hidup (Neonatologi IDAI, 2008).
Malformasi tersering pada sistem saraf adalah defek neural tube. Otak
dan medula spinalis berasal elemen ektoderm yang berdiferensiasi dan
berproliferasi untuk membentuk neural tube. Penyimpangan perkembangan ini,
yang secara luas disebut defek neural tube atau dysraphic state, dapat mengenai
otak atau medula spinalis, atau keduanya.
DEFEK NEURAL TUBE
Medulla spinalis berasal dari elemen ektoderm yang berdifrensiasi dan
berproliferasi untuk membentuk neural tube. Penutupan neural tube berawal
pada sekitar hari ke-22 gestasi dan tuntas antara hari ke-26 hingga ke-28.
Gangguan yang berkaitan dengan kelainan penutupan neural tube adalah
sebagian dari malformasi SSP yang paling sering terjadi. Penyimpangan
perkembangan ini, yang secara luas disebut sebagai defek neural tube atasu
dysraphic state, dapat mengenai otak atau medula spinalis, atau keduanya.
Contohnya adalah anensefalus, meningokel dan ensefalokel cranium, dan
berbagai bentuk spina bifida.
Anensefalus, dengan atau tanpa kelainan tulang belakang, adalah bentuk
defek neural tube yang paling parah dan merupakan malformasi SSP tersering
yang diidentifikasi pada janin manusia. Kejadian anensefaluls sekitar 1 dalam
500 kelahiran dan ditemukan di seluruh dunia, meskupun dengan variasi
frekuensi regional. Seperti pada semua defek neural tube, malformasi ini lebih
sering terjadi pada kelompok sosio ekonomi rendah dan pada bayi dari
perempuan yang usianya lebih dari 40 tahun. Penelitian epidemiologic
memperlihatkan keterkaitan yang cukup meyakinkan antara defisiensi folat dalam
25
makanan dan peningkatan risiko anensefalus. Atas alasan yang belum jelas,
janin perempuan lebih sering terkena daripada janin laki-laki.
Morfologi anensefalus kubah cranium pada janin anensefalus mengalami
hypoplasia atau tidak ada, dan tulang di dasar tengkorak menebal. Orbita
dangkal, sehingga mata menonjol dan menimbulkan penampakan wajah “seperti
kodok”. Neurohipofisis tidak ditemukan, dan hipofisis anterior lebih kecil daripada
normal, mencerminkan tidak adanya hormone trofik dari hipotalamus. Juga
mungkin terdapat kelainan di korpus vertebra atau medulla spinalis. Organ lain ,
termasuk paru dan kelenjar adrenal, mengalami hypoplasia.
Anensefalus tidak memungkinkan kehidupan di luar uterus, dan sebagian
besar janin meninggal dalam beberapa menit sampai jam setelah lahir. Diagnosis
anensefalusa dapat ditegakkan pada masa prenatal. Hidramnion sering terjadi
pada gestasi anensefalik, serta konsentrasi α-fetoprotein dan asetilkolinestrase
meningkat dalam cairan amnion. Ultrasonografi dapat mendeteksi adanya
anensefalus pada akhir trimester pertama.
ENSEFALOKEL
Ensefalokel dan meningokel kranuim, yang mencerminkan defek neural
tube yang lebih ringan, mungkin terjadi lebih belakangan selama gestasi
daripada anensefalus. Ensefalokel merupakan tersering di antara keduanya dan
ditandai dengan menonjolnya meningen dan perenkim otaka dalam jumlah
bervariasi melalui suatu defek di tulang cranium. Hal ini paling sering terjadi di
region oksipital meskipun semua bagian tengkorak dapat terkena. Ensefalokel
anterior terutama banuak terjadi di Asia Tenggara. Meningokel cranium jarang
terjadi dan dibedakan dengan ensefalokel oleh hanya adanya meningen dan
CSS di jaringan yang mengalami herniasi.
SPINA BIFIDA
Defek neural tube spinalis (spina bifida)dapat terjadi di semua tingkatan
tetapi paling sering di region lumbosacral. Pada semua kasus, terjadi hypoplasia
atau kehilangan satu atau lebih arkus vertebra, dengan berbagai kelainan
meningen dan atau medula spinalis di bawahnya. Dua varian tersering adalah
meningokel mmielokel dan spina bifida okulta.
26
Meningomielokel atau mielomeningokel, ditandai dengan herniasi
meningen spinal dan medula spinalis melalui suatu defek di vertebra posterior
untuk membentuk suatu kantong mirip kista. Meningen mungkin terpajan
lingkungan luar atau tertutup oleh kulit. Meningomielokel sering berkaitan denga
hidrosefalus dan malformasi Arnold Chiari. Medula biasanya abnormal pada
malformasi ini, dan manifestasi utama defek ini, seperti dapat diperkirakan,
adalah infeksi, paralisis ekstremitas bawah, dan gangguan pengendalian
kandung kemih dan buang air besar. Kata meningokel menandakan jenis defek
spinal yang mirip, tetapi lebih ringan dan hanya meningen yang mengalami
herniasi melalui arkus vertebra yang berbentuk abnormal.
Spina bifida okulta adalah bentuk paling ringan pada defek neural tube.
Kelainan ini ditandai dengan gangguan penutupan arkus vertebra posterior,
dengan meningen dan medula spinalis intak. Letak defek kadang ditandai
dengan adanya cekungan kecil di kulit atau sejumput rambut. Kelainan ini , yang
terjadi pada sekitar 20% populasi umum, tidak menimbulkan gejala.
MALFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN HIDROSEFALUS
Banyak gangguan berbeda yang dihubungkan dengan adanya
hidrosefalus. Pada didapat (missal, tumor, pendarahan, dan proses peradangan)
yang menggangu aliran normal dan resorpsi CSS. Pada kasus yang lain,
kelainan perkembangan primer dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus.
Malformasi primer terkait hidrosefalus yang sering ditemukan adalah yang
mengenai serebellum dan dicontohkan oleh malformasi Arnold-Chiari dan
malformasi Dandy-Walker.
MALFORMASI ARNOLD-CHIARI
Kadang disebut malformasi Chiari II ditandai dengan fosa kranialis
posterior yang dangkal disertai ekstensi kaudal medulla oblongata dan sebagian
vermis serebelum melalui foramen magnum. Batang otak bagian bawah tampak
memanjang dan tertekan, dengan suatu lapisan tipis parenkim serebelum gliotik
yang mengalami herniasi dan menutupi permukaan dorsal medulla. Akuaduktus
serebri sering menyempit, dan bagian dorsal otak tengah biasanya mengalami
malformasi. Biasanya ditemukan kelainan lain di kubah tengkorak, termasuk
27
penipisan fokal tulang tengkorak, yang mencerminkan hubungan embriologik
yang erat antara otak yang sedang berkembang dan wadahnya. Hamper selalu
terdpat meningoieilokel di bagian kaudal medula. Malformasi ini biasanya disertai
oleh hidrosefalus. Meskipun pathogenesis hidrosefalus pada malformasi Arnold-
Chiari belum sepenuhnya dipahami, saat ii sudah cukup jelas bahwa hidrosefalus
merupakan perubahan sekunder dan bukan penyebab defek Arnold-Chiari,
seperti yang diperkirakan sebelumnya.
MALFORMASI DANDY-WALKER
Malformasi Dandy-Walker terdiri atas aplasia atau hypoplasia vermis
serebelum, disertai oleh dilatasi mirip-balon ventrikel keempat dan membesarnya
fosa posterior. Lesi biasanya disertai oleh hidrosefalus. Kelainan lain, termasuk
agenesis korpus kalosum, meningokel oksipital, dan lesi yang disebabkan oleh
migrasi neuron abnormal selama embryogenesis, juga mungkin ditemukan.
6. Manisfestasi anensefali dan harapan hidupnya
Manifestasi klinis:
1. Yang pasti terjadi
Pada penderita anensefali, terdapat gangguan atau defek yang besar
pada bagian otak yang dasar. Mereka mengalami defek pada kalfarium,
meninges dan scalp. Hal ini dikarenakan neuroporus rostralis yang
merupakan neural tube bagian atas, tidak menutup dengan sempurna.
Penutupan neural tube terjadi pada saat janin berusia 21 sampai 26 hari.
Sehingga pada penderita anensefali, terdapat gangguan pada proses
penutupan neural tube.
2. Gambaran klinis yang umum terjadi
Penderita anensefali biasanya tidak mempunyai hemisfer cerebri dan
cerebellum. Hal ini menyebabkan janin tersebut hanya memiliki sisa
batang otak. Selain itu tidak adanya traktus pyramidal pada medula
spinalis. Manifestasi klinis yang biasa terjadi juga adalah kelenjar pituitary
mengalami hipoplastik yang merupakan penurunan kemampuan dalam
membelah. Hal ini menyebabkan adanya defek pada neuroendokrin.
Adanya hipoplastik pada kelenjar pituitary bagian posterior, bisa
28
menyebabkan adanya kelainan diabetes insidipus. 50% kasus anensefali
juga ditemukan adanya polyhydramnios.
3. Gambaran klinis tambahan
Para penderita anensefali juga bisa menunjukkan beberapa manifestsai
klinis tambahan, seperti melipatnya bagian telingan dan adanya celah
pada langit-langit mulutnya. Selain itu, pada 20% kasus anensefali, juga
ditemukan adanya defek pada jantungnya.
4. Gambaran klinis tambahan pada bayi yang sudah dilahirkan
Secara definisi, seorang bayi yang dilahirkan dalam keadaan anensefali,
tidak bisa sadar secara permanen. Tapi beberapa penelitian
menerangkan bahwa bayi dengan anensefali masih bisa sadar. Hal ini
dikarenakan batang otak yang masihn ada mengandung neuron,
percabanngana neuron, traktus serat dan lainnya, yang bisa mendorong
adnaya kesadaran.
Harapan hidup penderita anensefali:
Anensefalus tidak memungkinkan kehidupan diluar uterus dan sebagian
besar janin meninggal dalam beberapa menit sampai jam setelah lahir.
Anensefali total tidak dapat bertahan hidup; sebagian anensefali diaborsi
atau tetap dilahirkan; bayi yang masih hidup biasanya hanya bertahan
beberapa jam.
Sekitar 25% bayi dengan anensefali yang mampu bertahan hidup hingga
akhir masa kehamilan, meninggal saat kelahiran. Dan 50% mampu
bertahan hidup mulai dari beberapa menit hingga 24 jam. Sementara 25%
lainnya mampu bertahan antara 1 hingga 10 hari.
7. Penanganan janin anensefali
Definisi
Terminasi kehamilan adalah mengakhiri kehamilan dengan sengaja
sehingga tidak sampai ke kelahiran. baik janin dalam keadaan hidup atau mati.
Sejarah terminasi kehamilan dalam ilmu falsafah
29
Pada dasarnya wanita telah melakukan terminasi kehamilannya sejak
permulaan sejarah tercatat. Dalam sejarah Yunani dan Romawi, terminasi
kehamilan diselenggarakan untuk mengontrol populasi. Dewa-dewa tidak
melarangnya dan tidak terdapat hukum negara yang berhubungan dengan hal
itu, ahli-ahli falsafa yunani bahkan menganjurkan terminasi atau tidak
melarangnya, tetapi Phytagoras tidak menyetujui terminasi kehamilan ini, karena
ia berpendapat bahwa pada saat fertilisasi, telah masuk suatu Roh. Hipocrates
adalah salah seorang pengikutnya, sehingga dalam Sumpah Hipocrates terdapat
sanksi terhadap perbuatan abortus / terminasi kehamilan. Hal tersebut tidak
dilaksanakan dan ajaran Hipocrates diabaikan, dokter-dokter Yunani dan
Romawi tetap melaksanakan terminasi kehamilan atas perminataan para wanita.
Di dalam ajaran Islam terdapat pula macam-macam aliran, tetapi dengan indikasi
medis, baik yang berasal dari ibu maupun yang berasal dari janin, terutama
sebagai hasil dari kemajuan subspesialisasi fetomaternal berupa imunologi,
amniocentesis, USG dan lain-lain, maka indikasi adalah jelas dan terminasi dapat
dilaksanakan. Pengontrolan reproduksi, sebenarnya harus diselenggarakan
sebelum terjadinya pembuahan. Menurut pandangan Islam, untuk mencegah
kelahiran seorang anak yang cacat, sebaiknya digunakan cara-cara kontrasepsi
daripada memilih terminasi kehamilan. Dalam suatu debat mengenai terminasi
kehamilan ada sebuah kata yang dianggap sangat penting. Kehidupan (life),
kehidupan potensial (potential life) dan hidup (alive). Ada yang berpendapat
bahwa embrio atau janin adalah hidup (alive) atau memiliki kehidupan manusia
yang hidup.
Terminasi kehamilan dipandang dari segi hukum
Definisi legal paling umum tantang abortus terapeutik sampai saat itu
adalah terminasi kehamilan sebelum janin mampu hidup dengan tujuan
menyelamatkan nyawa ibu. Beberapa Negara memperluas hukum mereka
menjadi “untuk mencegah cidera tubuh yang serius atau permanen pada ibu atau
mempertahankan kehidupan atau kesehatan ibu. Beberapa Negara bagian
mengijinkan abortus apa bila kehamilan kemungkinan besar melahirkan bayi
dengan malpormasi berat.Hukum abortus ketat yang berlaku hingga tahun 1973
sebenarnya belum lama diundangkan. Abortus sebelum adanya gerkan janin
30
pertama kali (quickenling) yang umunya terjadi pada usia gestasi antara 16
sampai 12 minggu, sah atau ditoleransi secara luas diamerika serikat dan inggris
sampai tahun 1973. pada tahun ini diperlakukan undang-undang yang
menyebabkan abortus sebelum adanya gerakan janin .
pengakhiran kehamilan > 12 minggu sampai 20 minggu
1. misoprostol 200 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama
2. pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya
3. kombinasi pemasangan batang laminaria dengan misoprostol atau
pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% mulai 20
tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit
8. pencitraan
Dalam bidang radiologi, ada beberapa pencitraan diagnostik yang perlu kita
ketahui :
a. X-ray atau sinar X
b. Ultra Sound – menggunakan gelombang suara
c. Computerized Tomography (CT Scan) – hampir sama seperti X-ray, tetapi
CT Scan menggunakan komputer sehingga kita dapat memperoleh pencitraan
dari berbagai sudut dan potongan
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
SKULL X RAY
Fungsi dari sinar X yang paling penting dalam bidang neuroscience adalah untuk
mengetahui bentuk tulang kepala. Sinar X juga digunakan untuk mengetahui
kelainan-kelainan pada tulang kepala, seperti :
- kalsifikasi
- fraktur (patah tulang)
- erosi tulang (destruksi, kerusakan tulang)
- hyperostosis tulang (penebalan tulang)
31
- kalsifikasi yang lain (seperti pengapuran karena tumor otak)
- adanya pergeseran garis tengah (midline shift)
- adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, contohnya sella turcica
menjadi melebar, yang merupakan salah satu tanda dari penyakit hidrosefalus
- konfigurasi-konfigurasi lainnya
Ada beberapa foto sinar X yang harus kita ketahui, yakni foto kepala yang
khusus, selain AP (arah sinar dari anterior ke posterior), PA (kebalikan dari AP),
dan lateral. Foto kepala yang khusus ini misalnya adalah foto basis cranii (dasar
tengkorak), terutama pada pasien-pasien dengan fraktur atau kecelakaan pada
bagian kepala. Posisi seperti ini disebut submentovertical position.
Selain itu kita juga dapat melihat kelainan lain, seperti misalnya kelainan pada
nervus optikus (II), diketahui dengan melakukan foto yang disebut optic
foramina view. Kita juga dapat melihat foto-foto lain dengan fokus ke sella
turcica (tempat kelenjar hipofisis), petrosus/ internal auditory meatus, dan
lainnya.
COMPUTERIZED TOMOGRAPHY (CT) SCAN
Pada dasarnya, prinsip yang digunakan dengan sinar X, tetapi perbedaannya,
sinar X yang digunakan itu berputar. Jadi misalnya ada seorang pasien yang
akan diperiksa kepalanya dengan CT Scan. Kemudian kepala pasien tersebut
disinari dengan sinar X yang berputar (berputar mengelilingi kepala pasien) dan
sinar tersebut ditangkap oleh detektor yang ada di sekeliling kepala pasien.
Akibatnya, kita dapat memperoleh gambar berupa potongan-potongan (baik
sagital, axial, maupun koronal) dari kepala pasien yang seolah-olah pasien
tersebut dipotong-potong.
CT Scan ada beberapa jenis, yaitu :
a. Conventional CT : Merupakan CT Scan model lama. Prinsipnya adalah
mejanya berjalan step-by-step. Ketika dilakukan penyinaran, meja yang
digunakan untuk pasien berbaring itu tidak bergerak. Oleh karena itu, setiap kali
sinar X berputar untuk memperoleh gambar, yang diperoleh hanya 1
slice(potongan) saja. Untuk memperoleh potongan berikutnya, meja tersebut
32
harus bergeser sedikit kemudian dilakukan penyinaran dengan sinar X lagi, dan
begitulah seterusnya. Karena setiap penyinaran hanya diperoleh satu potongan,
jadi conventional CT juga merupakan single-slice CT.
b. High Resolution CT : CT dengan resolusi tinggi
c. Multislice CT : hasil yang diperoleh dari CT Scan tidak hanya satu slice
(potongan), tetapi beberapa slice sekaligus dalam sekali penyinaran.
d. Helical/Spiral CT : dalam helical CT, meja yang digunakan itu berjalan secara
kontinu. Jadi ketika tabung sinar Xnya berputar, meja tempat pasien berbaring
pun juga berjalan sehingga seolah-olah tabung sinar Xnya itu berjalan dengan
lintasan helix/spiral (Gambar 1). Terdapat 2 jenis helical CT, yaitu helical single-
slice CT dan helical multi-slice CT. Dengan menggunakan helical multi-slice CT,
kita dapat memperoleh resolusi yang lebih tinggi dan juga dapat melihat anatomi
yang lebih luas. Selain itu, kita dapat melihat gambar secara volumetrik (3
dimensi).
Ada juga yang disebut dengan CT Angiography, yakni CT yang digunakan untuk
melihat pembuluh darah dengan menyuntikkan kontras terlebih dahulu.
Kontras (iodium) juga bermanfaat untuk melihat kelainan. Misalnya otak normal
diberi kontras, tidak akan terlihat kelainan atau pun menjadi lebih putih. Namun,
begitu ada infeksi atau tumor terhadap otak tersebut maka akan terlihat suatu
perbedaan kontras, yang disebut dengan penyangatan (enhancement).
Misalnya dalam kasus AVM (Arteriovenous malformation).
Adanya CT Scan sangatlah menggebrak dunia kedokteran, terutama dalam
bidang diagnostic. Apalagi terhadap kelainan-kelainan yang ada di dalam otak.
Dahulu ketika hanya terdapat sinar X, kita hanya dapat menggunakan foto polos.
Untuk melihat kelainan tersebut, cukup sulit jika hanya dengan foto polos karena
kita tidak dapat melihat bagian dalam otak dengan menggunakan sinar X biasa.
Namun dengan menggunakan CT Scan, kita bisa melihat struktur anatomi dalam
otak, misalnya ventrikel.
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat melihat berbagai macam hal, baik
anatomi normal maupun kelainan-kelainan. Contoh : jika terjadi tumor, maka
akan terlihat low density (hipodense, disebut juga radiolucent, yakni tampilannya
33
lebih hitam). Sementara itu, pada lesi lain, jika terlihat lebih putih, maka disebut
hiperdense atau radioopaque.
MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
Sesuai dengan namanya, prinsip dasar MRI adalah dengan menggunakan
medan magnet. Dengan menggunakan MRI, kita dapat melihat :
a. Morfologi dari suatu objek
b. Fungsi (faal) dari suatu objek (Functional MR) – misalnya memeriksa pasien
psikiatri dengan gangguan kejiwaan, menggunakan functional MR
c. Pembuluh darah (MR Angiography)
d. Chemical content (MR Spectroscopy)
Prinsip dasar MRI : ketika pasien masuk ke dalam tabung MRI, proton-proton
yang terdapat di dalam tubuhnya (hidrogen, yang berasal dari air yang ada di
dalam tubuh) dibuat menjadi searah oleh medan magnet yang sangat kuat
(sekitar 10 kali gravitasi bumi). Setelah itu akan ada bunyi (yang merupakan
gelombang radiofrequency (rf)) yang mengganggu proton-proton itu. Kemudian,
setelah diganggu oleh bunyi tersebut, air di dalam tubuh yang letaknya berbeda-
beda (di dalam lemak, tulang, cairan tubuh, dll), akan berbeda getarannya.
Kemudian ketika gelombang rf dimatikan, proton tersebut kembali ke posisi
normal (waktu relaksasi). Akibatnya, mereka akan mengeluarkan energi yang
berbeda-beda. Nah, energi-energi yang berbeda itulah yang ditangkap oleh
komputer yang kemudian diolah menjadi gambar. Kedua dokter yang
menemukan prinsip kerja dari MRI ini, yakni Felix Bloch dan Edward Purcell,
kemudian memperoleh nobel atas penemuan mereka yang luar biasa ini.
Kelebihan MRI dibandingkan CT Scan :
a. Bisa multiplanar – bisa mendapatkan gambar potongan-potongan pasien dari
berbagai arah (atas ke bawah, kanan ke kiri, depan ke belakang)
b. Tidak ada radiasi
c. Sangat baik untuk melihat kontras jaringan lunak (perubahan terhadap
jaringan lunak), terutama otak dan sumsum tulang
d. Tidak menimbulkan artefak (gangguan gambar) pada tulang
34
Kekurangan MRI dibandingkan CT Scan :
a. Potongannya tidak bisa lebih tipis dibanding CT Scan (CT Scan bisa
memotong hingga 0,5 mm, sementara MRI hanya bisa 3 mm paling kecil)
b. Sulit melihat kelainan tulang
c. Claustrophobia – pasien yang takut ruangan tertutup
d. Tidak bisa untuk pasien yang menggunakan pacu jantung
ULTRASOUND
Prinsip dari ultrasound adalah menggunakan gelombang suara dengan frekuensi
tinggi (lebih dari 20kHz, bahkan dapat mencapai 5-10 MHz) untuk menghasilkan
gambar. Ultrasound dapat dilakukan untuk pemeriksaan extracranial dan
intrakranial
a. Extra cranial (5-10 MHz)
Untuk melakukan pemeriksaan ultrasound terhadap extracranial carotid dan juga
arteri vertebralis, dapat digunakan metode :
a. B-mode (brightness mode – gambar yang dihasilkan hitam dan putih saja)
b. Doppler – bisa melihat aliran pembuluh darahnya
b. Intra cranial (2 MHz)
Misalnya untuk mendeteksi adanya penyempitan pembuluh darah (stenosis) atau
mendeteksi terjadinya vasospasme (kontraksi otot polos pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan vasokonstriksi) pada pendarahan subarachnoid.
ANGIOGRAPHY
Merupakan suatu teknik untuk menggambarkan isi (bagian dalam) dari pembuluh
darah. Sebagai contoh, pada coronary angiography, catheter dimasukkan ke
dalam pembuluh darah melalui arteri femoralis dan kemudian diinjeksikan
kontras dengan pompa bertekanan tinggi agar dapat divisualisasikan dengan
menggunakan sinar X.
Ada juga yang disebut Digital Subtraction Angiography (DSA), yakni sebuah
teknik angiography dengan menggunakan sebuah peralatan x ray yang
dikomputerisasi dengan kompleks. Angiography dapat juga digunakan untuk
mengetahui keadaan arteri karotis (carotid angiography) dan arteri vertebral
35
(vertebral angiography). Dengan menggunakan teknik angiografi tersebut, kita
dapat mengetahui apabila terdapat :
a. Vessel occlusion (penghambatan pembuluh darah), stenosis atau
terbentuknya plak pada pembuluh darah
b. Aneurysms – terbentuknya suatu kantong yang berisi darah yang membeku
akibat dilatasi arteri atau vena
c. Arterio-venous malformations
d. Abnormal tumour circulation
e. Vessel displacement or compression
36
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes melitus tipe 1 yang diderita ny.dina, faktor umur serta kurangnya
asupan asam folat dapat mempengaruhi perkembangan janin yang
mengakibatkan anensefali.
37
Daftar pustaka
Behrman RE, Kliergmean RM, Jenson HB, Stanton B. Nelson textbook of
Pediatric, 18th. Philadelphia Elsevier; 2007.p, 2046.
Levene MI, Chervenark FA. Fetal and Neonatal Neurology and Neurosurgery, 4th
edition. China: Elsevier United; 2009.p. 235.
Muscari, Mary E. 2001. Keperawatan Pediatric, ed. 3. Jakarta: EGC.
Pabst R, R Putz. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Ed. 22, jilid 1. Jakarta:
EGC. Hal. 284, 285, 288, 304.
Robbins, Kumar, Cotran. 2004. Buku Ajar Patologi, Ed. 7, jilid 2. Jakarta: EGC.
Hal. 918.
Snell, Ricard S. 2002. Neuroanatomi Klinik, Ed. 5. Jakarta: EGC. Hal. 6-14, 493,
494.
Jaquier M, Klein A, Boltshauser E., 2006. Spontaneous pregnancy outcome after
prenatal diagnosis of anencephaly, BJOG 2006; 113:951-953.
38