onikomikosis

29
TINJAUAN PUSTAKA ONIKOMIKOSIS Oleh: Arrum Chyntia Yulliyanti (H1A010024) Nabila Wahida (H1A009007) Pembimbing: dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2015

Upload: arrum-chyntia-yuliyanti

Post on 01-Sep-2015

380 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

onikomikosis

TRANSCRIPT

  • TINJAUAN PUSTAKA

    ONIKOMIKOSIS

    Oleh:

    Arrum Chyntia Yulliyanti (H1A010024)

    Nabila Wahida (H1A009007)

    Pembimbing: dr. I Wayan Hendrawan, M.Biomed, Sp.KK

    DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI

    BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

    RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    2015

  • 1

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Onikomikosis adalah semua infeksi jamur pada kuku. Istilah onikomikosis

    berasal dari Bahasa Yunani onyx berarti kuku dan mykes berarti jamur. Kuku jari

    kaki 25 kali lebih sering terinfeksi daripada kuku jari tangan. Jari kaki terpanjang,

    baik pertama ataupun kedua menopang bagian terberat tekanan dan trauma dari alas

    kaki, lebih rentan terhadap invasi meskipun infeksi kuku multipel juga sering terjadi.

    Terdapat tiga kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis, yaitu:

    dermatofita, nondermatofita, dan yeast. Onikomikosis adalah kelainan kuku tersering

    pada dewasa, sekitar 15-40% dari semua penyakit kuku. Prevalensi onikomikosis

    bervariasi 2-3% hingga 13% pada populasi barat.

    Infeksi jamur pada kuku dapat mendestruksi permukaan kuku. Onikomikosis

    memiliki gambaran klinis yang berbeda-beda untuk setiap penyebabnya.

    Onikomikosis juga berpengaruh signifikan pada kualitas hidup pasien. Masalah yang

    berhubungan dengan onikomikosis antara lain rasa tidak nyaman, kesulitan dalam

    memakai alas kaki dan berjalan, kosmetik, dan rendah diri. Kuku yang terinfeksi dapat

    menjadi reservoir jamur yang berpotensi menyebar ke kaki, tangan, dan paha.

    Penyakit jamur bersifat menular dan dapat menyebar ke anggota keluarga lain jika

    tidak ditepati. Onikomikosis dapat mengganggu integritas kulit dan menjadi celah

    masuknya bakteri dan menyebabkan ulkus, osteomyelitis, selulitis, dan gangrene pada

    pasien diabetes. Selain itu adanya sensitisasi jamur/antigen dermatofitik pada

    lempeng kuku dapat menjadi predisposisi keadaan yang berhubungan dengan

    onikomikosis seperti asma, dermatitis atopik, urtikaria, dan eritema nodosum.

    Berdasarkan alasan tersebut, penulis merasa tertarik untuk menulis tinjauan pustaka

    mengenai onikomikosis.

    B. TUJUAN PENULISAN

    Referat ini bertujuan untuk mengetahui infeksi jamur pada kuku, terutama untuk

    memahami diagnosis dan tatalaksana terbaru onikomikosis serta menambah

    pengetahuan dokter muda.

  • 2

    PEMBAHASAN

    A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KUKU

    Anatomi Kuku

    Kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate), lipatan kuku lateral dan proksimal,

    hiponikium, dasar kuku (nail bed) dan matriks. Matriks dan dasar kuku membantu

    pembentukan lempeng kuku. Bagian ventral lempeng kuku dibentuk oleh dasar kuku,

    sedang sisanya berasal dari matriks. Lempeng kuku berwarna translucent, melalui

    lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar, melekat kuat pada dasar kuku

    dimana perlekatan ini kurang kuat kearah proksimal, terpisah dari sudut postolateral.

    Seperempat bagian kuku ditutupi oleh lunula putih. Pada pemotongan longitudinal,

    lipatan kuku bagian proksimal terlihat berupa lanjutan dari kulit sekitar dorsum dan

    phalangs terminal. Epidermis pada lipatan ini berlanjut disekitar dasar kuku. Lipatan

    kuku bagian proksimal dan memiliki dua permukaan epitel yaitu : bagian dorsal dan

    ventral. Pada persambungan keduanya dijumpai kutikula yang berproyeksi kearah

    distal diatas permukaan kuku. Matriks kuku dapat dibagi atas bagian dorsal yaitu

    bagian intermediate yang menutupi lempeng kuku bagian proksimal sampai ujung

    distal dari lunula, dan bagian ventral. Pada daerah pemisahan antara lempeng kuku

    dan dasar kuku, dapat dijumpai epitel sohlenhorn. Pada keadaan normal struktur ini

    hanya berupa sisa. 1

    Gambar. Anatomi kuku 1

  • 3

    Fisiologi Kuku

    Matriks merupakan pusat pertumbuhan kuku. Kuku tangan tumbuh lebih cepat

    dari kuku kaki, yaitu sepanjang 2-3 mm perbulan, sedangkan kuku kaki 1 mm

    perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk mengganti satu kuku

    tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk satu kuku kaki. Beberapa faktor dapat

    mempengaruhi laju pertumbuhan kuku dan meliputi genetik, usia (laju pertumbuhan

    melambat selama dekade ketiga kehidupan), dan cuaca (laju pertumbuhan meningkat

    selama masa-masa yang lebih hangat dalam tahun). Kecepatan pertumbuhan kuku

    menurun pada penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut. 1

    B. DEFINISI

    Istilah onikomikosis saat ini digunakan untuk menunjukkan semua infeksi jamur

    pada kuku, sedangkan tinea unguium digunakan untuk mendeskripsikan infeksi

    dermatofita pada kuku jari kaki atau tangan.2

  • 4

    C. ETIOLOGI

    Terdapat tiga kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis, yaitu:

    dermatofita, nondermatofita, dan yeast. Dermatofita paling sering menyebabkan

    onikomikosis (90% pada kuku jari kaki dan sedikitnya 50% pada infeksi kuku jari

    tangan). Studi di Inggris menemukan 8590% infeksi kuku disebabkan oleh

    dermatofita dan 5% akibat mould nondermatofita.3

    Moulds non-dermatofita menyebabkan 1,5-6% onikomikosis. Infeksi Candida

    menyebabkan 510% dari semua kasus onikomicosis.3

    Tabel. Kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis 2

    Dermatofita Nondermatofita Yeast Trichophyton rubrum

    Trichophyton mentagrophytes

    Epidermophyton floccosum

    Microsporum canis

    Acremonium sp.

    Fusarium sp.

    Alternaria sp.

    Aspergillus sp.

    Botryodiplodia theobromae

    Onycochola canadensis

    Scytalidium dimidiatum

    Scytalidium hyalinum

    Geotrichum candidum

    Cladosporium carrionii

    Scopulariopsis brevicaulis

    Candida albicans

    Candida parapsilosis

    D. EPIDEMIOLOGI

    Onikomikosis adalah kelainan kuku tersering pada dewasa, sekitar 15-40% dari

    semua penyakit kuku.3 Prevalensi onikomikosis bervariasi 2-3% hingga 13% pada

    populasi barat. Prevalensi onikomikosis di Asia Tenggara relatif rendah. Berdasarkan

    hasil survei berskala besar di Asia tahun 1990an didapatkan prevalensi onikomikosis

    di negara-negara tropis lebih rendah (3,8%) daripada di negara subtropis (18%). 2,3

    Angka prevalensi onikomikosis dipengaruhi oleh usia, faktor predisposisi, status

    sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan dan frekuensi bepergian. Prevalensi lebih tinggi

    (25%) pada pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV).2

    Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi onikomikosis meningkat sesuai

    usia karena sirkulasi perifer yang tidak baik, diabetes, trauma kuku berulang, adanya

    paparan yang lebih lama terhadap jamur patogen, fungsi imun yang sub optimal, dan

    tidak biasa atau ketidakmampuan memotong kuku atau mempertahankan perawatan

    kuku yang baik.2

  • 5

    Prevalensi onikomikosis pada anak cukup bervariasi mulai dari 0% (US,

    Finlandia) sampai dengan 2,6% (Guatemala). Alasan prevalensi onikomikosis pada

    anak lebih rendah dibandingkan dewasa diantaranya kurangnya paparan terhadap

    jamur karena waktu yang dihabiskan di lingkungan yang berpatogen lebih sedikit,

    pertumbuhan kuku yang lebih cepat, permukaan kuku untuk invasi lebih kecil, dan

    prevalensi tinea pedis lebih kecil. 2

    Prevalensi onikomikosis di seluruh dunia meningkat akibat meningkatnya

    populasi dengan masalah kesehatan kronis seperti diabetes, meningkatnya pasien

    imunokompromais dan terapi imunosupresan, dan partisipasi dalam olahraga

    meningkatkan penggunaan kolam renang komersial dan sepatu atau alas kaki oklusif

    untuk olahraga. 2

    Pada beberapa orang onikomikosis dapat disebabkan oleh defek genetik yang

    menyebabkan perubahan fungsi imun. Pola familial distal lateral onychomycosis

    disebabkan oleh infeksi T. rubrum yang tidak berhubungan dengan transmisi

    interfamilial. Beberapa penelitian melaporkan pola dominan autosom dihubungkan

    dengan infeksi T.rubrum dan meningkatkan risiko terjadinya onikomikosis pada

    individu yang minimal seorang orangtuanya menderita onikomikosis. 3

    E. FAKTOR RISIKO

    Pengetahuan tentang faktor resiko onikomikosis adalah hal yang penting,

    diketahui bahwa pasien dengan psoriasis diabetes dan immunosupression lebih rentan

    terhadap onikomikosis. Onikomikosis juga meningkat seiring dengan usia dan

    kebanyakan studi telah menunjukkan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki

    dibandingkan wanita. Selain itu juga kegiatan olahraga dapat meningkatkan resiko

    onikomikosis; misalnya, perenang. Kontak dengan sumber infeksi dan trauma

    langsung pada kuku misalnya menggigit kuku juga meningkatkan risiko

    onikomikosis.5

    Dalam sebuah penelitian menemukan beberapa laporan pasien dengan gangguan

    atopik dan onikomikosis yaitu dengan pengobatan onikomikosis tanda-tanda dan

    gejala gangguan atopik telah menghilang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kasus-

    kasus tertentu, pasien dapat memiliki gangguan reaktif sebagai akibat dari infeksi

    jamur. Selain itu pasien dengan asma, urtikaria dan angioedema lebih cenderung

  • 6

    memiliki onikomikosis. Ini dapat dijelaskan oleh reaksi alergi terhadap jamur yang

    menyebabkan penyakit atopik atau oleh fakta bahwa pasien dengan gangguan ini lebih

    rentan terhadap onikomikosis. Pengobatan kanker juga dapat berperan dalam

    membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi jamur. Hal yang sama berlaku untuk

    gangguan rheumatologis, yang juga tampaknya dikaitkan dengan peningkatan risiko

    onikomikosis. 5

    Onikomikosis pada atlet

    Onikomikosis pada atlet menyebabkan prevalensi lebih tinggi, seperti trauma,

    infeksi tinea pedis sebelumnya, berkeringat dan peningkatan paparan penularan

    dermatofita. Sebuah studi dari islandia, perenang tiga kali lipat lebih rentan terjadinya

    onikomikosis sebesar 23% dibandingkan dengan populasi umum sebesar 8%, dan

    survei Achilles menunjukkan 1- 5 kali prevalensi lebih tinggi terjadinya onikomikosis

    pada atlet dibandingkan dengan nonathletes. Selain itu, adanya satu infeksi dapat

    meningkatkan risiko terjadi infeksi yang lain. Faktor predisposisi utama yang

    berkontribusi pada atlet adalah berlatih olahraga tanpa alas kaki atau pelindung

    (Misalnya pesenam, penari balet). Lingkungan lembab seperti kolam renang, spa,

    gym, ruang locker menjadi sumber transmisi yang sering.4,5

    Onikomikosis pada diabetes

    Penderita diabetes hampir tiga kali lebih mungkin mengalami onikomikosis. Ini

    dapat menyebabkan penderita diabetes (biasanya dengan sirkulasi yang buruk dari

    ekstremitas bawah, neuropati dan gangguan penyembuhan luka) memiliki risiko lebih

    tinggi terkena onikomikosis. Kuku yang sakit, dengan tebal tepi tajam, bisa melukai

    jaringan kulit sekitarnya dan mengakibatkan erosi oleh karena tekanan kuku. Adanya

    suatu erosis memungkinkan sebagai jalan masuknya bakteri, jamur atau patogen

    lainnya. Suatu studi menunjukan sekitar 34% dari semua penderita diabetes memiliki

    resiko terjadinya onikomikosis. 4

    Umur dan jenis kelamin

    Onikomikosis dilaporkan lebih umum terjadi pada orang tua dan lebih sering

    pada laki-laki. Sekitar 20% dari populasi berusia di atas 60 tahun, 50% dari subyek

    yang berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan memiliki onikomikosis. Korelasi antara

    bertambahnya usia dan onikomikosis mungkin disebabkan oleh berkurangnya

    sirkulasi perifer, sudah tidak aktif bekerja, diabetes, dan menjaga kebersihan kaki.4

  • 7

    Imunodefisiensi

    Onikomikosis dapat timbul pada pasien imunokompromais dan letak

    anatomisnya sama dengan pasien imunokompeten yaitu distal lateral subungual

    onychomycosis (DLSO) dan proximal white subungual onychomycosis (PWSO).

    Tetapi pada pasien imunokompromais terutama pada pasien infeksi HIV terdapat

    peningkatan frekuensi onikomikosis pada daerah predileksi tersebut; bahkan

    dikatakan bahwa salah satu tanda klasik pasien HIV adalah onikomikosis tipe PWSO,

    yang ditandai dengan adanya plak putih pada bagian proksimal kuku. Apabila pada

    identifikasi penyebab disamping dermatofita juga ditemukan infeksi non dermatofita

    seperti candida dan kapang, maka hal ini disebut sebagai infeksi campuran walaupun

    penyebab utamanya tetap dermatofita sedangkan organisme yang lain hanya sebagai

    infeksi ikutan. Dermatofitosis perifolikulitis noduler granulomatosa (Granuloma

    Majocchis) adalah contoh infeksi T. rubrum tipe dermal atipik yang sering dijumpai

    pada pasien imunokompromais. Infeksi ini ditandai dengan adanya papul, nodus

    warna keunguan pada daerah traumatik (ekstremitas bawah) yang sering disertai

    onikomikosis, tinea korporis, dan tinea pedis. Pada pemeriksaan histopatologik

    ditemukan granuloma perifolikular sebagai tanda adanya invasi jamur pada folikel

    rambut. Dengan pewarnaan periodic acid-schiff (PAS) ditemukan hifa bersepta yang

    dikelilingi reaksi radang granulomatosa.4

    F. KLASIFIKASI

    Dermatofita

    Onikomikosis dermatofita dapat memperlihatkan beberapa pola klinis yaitu: 3

    1. Distal and Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO)

    DLSO adalah presentasi tersering infeksi kuku dermatofita. Kuku jari kaki lebih

    sering terjadi daripada kuku jari tangan. Jamur menginvasi kuku dan dasar kuku

    melalui penetrasi lipatan distal atau lateral. Kuku menjadi menebal dan warnanya

    berubah, dengan bebagai derajat onikolisis (pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku)

    meskipun lempeng kuku awalnya tidak terpengaruh. Infeksi dapat mengenai satu sisi

    kuku atau menyebar ke seluruh dasar kuku. Akhirnya lempeng kuku menjadi rapuh

    dan mudah hancur.

  • 8

    Penyebab tersering adalah T.rubrum. DLSO yang disebabkan oleh dermatofita

    dan nondermatofita memiliki presentasi klinis serupa sehingga penting untuk

    dilakukan pengambilan sampel pemeriksaan jamur.

    Tinea unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi sekunder akibat tinea pedis,

    sedangkan infeksi kuku jari tangan mengikuti tinea manuum, tinea capitis atau tinea

    corporis. Tinea unguium dapat hanya pada satu kuku atupun semua kuku. Kuku jari

    pertama dan kelima paling sering mengalami infeksi karena pemakaian alas kaki lebih

    merusak bagian kuku ini. Infeksi dermatofita pada kuku jari tangan terjadi dengan

    pola seperti kuku jari kaki, tetapi lebih jarang. Infeksi kuku jari tangan biasanya

    unilateral.

    2. Superficial White Onychomycosis (SWO)

    Infeksi pada SWO biasanya berawal di lapisan superfisial lempeng kuku dan

    menyebar ke bagian yang lebih dalam. Lesi putih hancur terjadi pada permukaan

    kuku, terutama pada kuku jari kaki. Secara perlahan menyebar sampai seluruh

    lempeng kuku, dan beberapa bentuk memperlihatkan penetrasi dalam. Bentuk ini

    tidak akan berespon baik terhadap terapi topikal. Kondisi ini sering dijumpai pada

    anak-anak dan biasanya akibat infeksi T. interdigitale.

    3. Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)

    PSO biasanya pada kuku jari kaki. Infeksi dapat berawal pada lipatan kuku

    proksimal, dengan penetrasi ke dalam lempeng kuku yang baru terbentuk ataupun di

    bawah lempeng kuku proksimal. Bagian distal kuku tetap normal sampai proses akhir

    penyakit. T.rubrum adalah penyebab tersering. PSO paling jarang terjadi pada

    populasi umum namun lebih sering pada pasien AIDS. Pada pasien AIDS infeksi

    sering cepat menyebar dari tepi proksimal dan permukaan atas kuku sehingga terjadi

    perubahan warna lempeng (diskolorisasi) putih mencolok tanpa penebalan.

    4. Endonyx Onychomycosis

    Pada endonyx onychomycosis jamur dengan segera berpenetrasi ke lapisan keratin

    lempeng kuku. Lempeng kuku berubah warna menjadi putih tanpa onikolisis dan

  • 9

    hiperkeratosis subungual. Organisme penyebab tersering adalah T. soudanense dan

    T.violaceum.

    5. Total Dystrophic Onychomycosis (TDO)

    Setiap variasi presentasi klinis diatas dapat berlanjut menjadi TDO, dimana

    lempeng kuku hampir seluruhnya rusak. TDO primer sangat jarang dan biasanya

    disebakan oleh Candida sp., terutama pada pasien imunokompromais.

    Pola campuran juga dapat terlihat, kombinasi dari PSO dengan SWO, DLSO

    dengan SWO.

    Yeast

    Onikomikosis candidal dapat terjadi melalui satu dari empat cara berikut:3

    1. Paronikia kronis dengan distrofi kuku sekunder

    Paronikia kronis pada kuku jari tangan biasanya terjadi hanya pada pasien dengan

    pekerjaan basah dan pada anak-anak karena sering mengisap jari. Pembengkakan

    lipatan kuku posterior terjadi sekunder akibat pencelupan kronis di air atau

    kemungkinan akibat reaksi alergi makanan, dan kutikula terlepas dari lempeng kuku

    sehingga kehilangan sifat kedap air. Mikroorganisme (yeast dan bakteri) memasuki

    ruang subkutikula menyebabkan pelepasan kutikula dan menjadi lingkaran setan.

    Infeksi dan inflamasi pada area matriks kuku secepatnya menjadi distrofi kuku

    proksimal.

    2. Infeksi distal kuku

    Infeksi distal kuku dengan candida sangat jarang dan hampir semua pasien

    memiliki fenomena Raynaud atau beberapa bentuk insufisiensi vaskular lainnya, atau

    sedang menggunakan kortikosteroid oral. Masih belum jelas apakah masalah vaskular

    yang mendasari terjadinya onikolisis ataukah infeksi yeast yang menyebabkan

    onikolisis. Meskipun klinis onikomikosis candidal tidak dapat dibedakan secara jelas

    dengan DLSO, namun pada candida tidak ada infeksi kuku jari kaki dan hiperkeratosis

    subungual terjadi lebih ringan.

    3. Candidosis mukokutaneus kronis

    Candidosis mukokutaneus kronis memiliki etiologi multifaktor yang mengurangi

    imunitas dimediasi seluler. Tanda klinis bervariasi sesuai keparahan imunosupresi.

  • 10

    Pada kasus berat terjadi penebalan nyata kuku jari dan terbentuk granuloma candida

    dan meliputi membrane mukosa.

    4. Kandisosis sekunder

    Onikomikosis candida sekunder terjadi pada penyakit lain apparatus kuku,

    terutama psoriasis.

    Non Dermatofita

    Tidak seperti dermatofita, moulds kecuali Neoscytalidium sp. bukan keratinolitik

    dan merupakan penginvasi sekunder daripada patoogen primer lempeng kuku.

    Scopulariopsis brevicaulis, jamur tanah tersering menjadi penyebab infeksi kuku

    nondermatofita. Neoscytalidium dimidiatum diisolasi dari kuku yang sakit dan infeksi

    pada kulit tangan dan kaki pada pasien daerah tropis. 3

    Infeksi mould telah dilaporkan pada semua kelompok usia namun lebih sering

    pada individu lanjut usia, laki-laki, dan kuku jari kaki. Insidensi infeksi mould pada

    kuku sulit dinilai karena seringkali tidak dibedakan antara jamur dermatofitosis dan

    onikomikosis bentuk lain.3

    Infeksi mould tidak menular tetapi kebanyakan tidak berespon baik terhadap

    terapi standard untuk dermatofita atau candida. Mould nondermatofita biasanya

    terjadi sekunder pada kuku yang telah sakit atau mengalami trauma, sehingga hanya

    pada satu kuku. Mould nondermatofita dicurigai sebagai agen penyebab onikomikosis

    jika pengobatan antijamur sebelumnya gagal, dan pemeriksaan mikroskopik positif

    namun tidak didapatkan isolat dermatofita.3

    G. PATOGENESIS

    Invasi jamur pada kuku masih sangat sedikit diteliti. Namun faktor-faktor yang

    terkait dengan infeksi kuit sudah banyak diteliti. Faktor mekanik dan kimia berperan

    dalam keseluruhan proses. Proses adhesi diikuti invasi ke dalam lapisan bawah sangat

    penting. Lokasi dan pola invasi membuat gambaran klinis onikomikosis yang

    berbeda. Proses pada kuku terjadi oleh penetrasi elemen jamur dan sekresi enzim yang

    mendegradasi komponen kulit. Jamur dermatofitik memiliki aktivitas keratolitik,

    proteolitik, dan lipolitik. Hidrolisis keratin oleh proteinase tidak hanya memfasilitasi

    invasi ke jaringan tetapi juga menyediakan nutrisi untuk jamur. 6

  • 11

    Gambar. Patogenesis onikomikosis. (a) Anatomi kuku normal. (b) Pola invasi

    DLSO. (c) Pola invasi endonyx onychomycosis. (d) Pola invasi SWO. (e) Pola invasi

    PSOM. (f) TDOM.

    Secara struktur, bagian-bagian kuku terpapar dengan lingkungan dan mudah

    mengalami kerusakan dan invasi berbagai organisme, terutama melalui lipatan kuku

    proksimal dan distal. Namun terdapat kutikula dan distal solehorn sebagai proteksi.

    Imunologis daerah kuku sedikit berbeda dengan kulit. Struktur kuku terisolasi dari

    cell-mediated immunity (CMI) akibat rendahnya ekspresi MHC (Major

    histocompatibility) Class 1a antigens, produksi lokal agen imunosupresif potent,

    disfungsi antigen presenting cells (APC) dan inhibisi aktivitas Natural Killer (NK). 6

    Selain itu dermatofita adalah organisme keratinofilik yang kuat karena mampu

    membentuk perforasi pada organ dengan mendigesti keratin dengan cepat. Kuku juga

    memiliki imunitas alamiah yang kuat.7

    Penelitian oleh Dorschner menunjukkan peningkatan lokal peptide antimikroba

    (human cathelicidin LL-37). Cathelicidin LL-37 tidak diekspresikan pada keadaan

    kulit normal, namun akan meningkat jika terpapar infeksi atau inflamasi. Namun

    peptide tersebut terekspresikan secara kuat pada struktur kuku dan memliki potensi

    melawan Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans.6

    Distibusi sel imun juga terlihat berbeda pada beberapa bagian kuku. Pada lipatan

    proksimal kuku (PNF) sel T CD4+ tinggi dan pada matriks kuku proksimal (PNM)

    densitas sangat rendah. Sel T CD8+ jarang di sekitar PNF, dasar kuku, dan PNM.

    Densitas sel Langerhans lebih tinggi pada epitelium PNF dan dasar kuku daripada

  • 12

    matriks kuku. Sel Langerhans dan makrofag pada matriks kuku secara fungsional

    terganggu dengan kemampuannya mempresentasikan antigen. 6

    Akibat kurangnya efektivitas CMI, bagian kuku menjadi rentan terhadap invasi

    jamur, jika terpapar faktor-faktor predisposisi. Onikomikosis biasanya merupakan

    infeksi kronis yang tidak berhubungan dengan inflamasi. Lempeng kuku adalah

    tempat yang baik bagi jamur untuk bertahan dalam waktu lama. Faktor prediposisi

    antara lain penyakit vaskular, atopi, obesitas, diabetes, olahraga, dan sebagainya. 6

    Dermatofita seringkali mempengaruhi lapisan vental dan tengah lempeng kuku,

    dimana keratin cukup halus. Pada permukaan ventral, topografi ireguler dan taut antar

    sel lebih fleksibel daripada taut bagian dorsal sehingga menjadi kanal hifa untuk

    berpenetrasi ke dalam lempeng kuku. Lapisan intermediat lebih jarang terkena,

    sedangkan lempeng kuku dorsal terkena pada white superficial onychomycosis.

    Lempeng kuku dorsal adalah bagian terkeras dan berisi kalsium yang tinggi.

    Patogenisitas jamur berbeda antara spesies. Trichophyton mentagrophytes merusak

    kuku lebih parah daripada Trichophyton rubrum akibat proses mekanik dan

    enzimatik.6

    Patogenesis tergantung berdasarkan subtype onikomikosis.7

    Pada DLSO jamur menyebar dari kulit plantar dan menginvasi dasar kuku melalui

    hiponikia. Inflamasi yang terjadi pada daerah ini menyebabkan gambaran klinis

    khas DLSO.

    Pada WSO jamur secara langsung menginvasi permukaan lempeng kuku.

    Pada proksimal subungual onikomikosis jamur melakukan penetrasi matriks kuku

    melalui lipatan proksimal kuku dan berkolonisasi di bagian yang dalam dari

    lempeng proksimal kuku.

    Pada endonyx onikomikosis jamur menginvasi kuku melalui kulit dan secara

    langsung menginvasi lempeng kuku.

    H. DIAGNOSIS

    a. Anamnesis

    Onikomikosis seringkali asimtomatis dan pasien seringkali hanya mengeluhkan

    kosmetik kuku. Pada anamnesis didapatkan kecurigaan yang menagarah ke infeksi

    jamur seperti perubahan warna atau bentuk kuku. Pada penyakit yang sangat berat

  • 13

    dapat mengganggu aktivitas seperti berdiri, berjalan, atau berolahraga. Hal paling

    penting adalah mencari faktor risiko onikomikosis. 8

    Kecurigaan klinis mould non-dermatofita adalah organisme penyebab antara lain:

    tidak adanya tinea pedis, hanya menginfeksi satu atau dua kuku jari kaki, adanya

    riwayat trauma, riwayat pengobatan nonresponsif terhadap antimikotik sistemik dan

    keterlibatan inflamasi periungual.2

    b. Pemeriksaan Fisik

    Tanda klinis yang mungkin ditemukan pada kuku yaitu: 9

    Onikolisis

    Debris di bawah lempeng kuku

    Hiperkeratosis subungual

    Diskolorasi (biasanya putih atau kuning tidak transparan, lebih jarang pigmentasi

    coklat)

    Destruksi seluruh atau sebagian lempeng kuku

    Tanda klinis tinea unguium seringkali sulit dibedakan dengan infeksi yang

    menyebabkan kerusakan kuku lainnya seperti candida, mould atau infeksi bakteri.3

    Candidosis biasanya berawal dari lempeng kuku proksimal, dan terlihat juga

    paronikia (infeksi lipatan kuku).

    Infeksi bakteri terutama karena Pseudomonas aeruginosa cenderung

    menyebabkan perubahan warna kuku menjadi hitam atau hijau. Infeksi bakteri dapat

    bersamaan dengan infeksi jamur.3

    Terdapat tiga bentuk infeksi kuku oleh candida yaitu infeksi lipatan kuku

    (paronikia candida), infeksi kuku distal, dan onikomikosis distrofi total. Distrofi total

    adalah manifestasi candidosis mukokutaneus kronis. Infeksi kulit dan lipatan kulit

    lebih sering pada wanita, terutama kuku jari tangan akibat pekerjaan yang

    memerlukan perendaman tangan di air yang sering. Kuku jari tangan keempat dan

    kelima jarang terinfeksi. 3

    Paronikia candida biasanya berawal dari lipatan kulit proksimal atau batas lateral.

    Kulit peringual menjadi bengkak, eritem, dan nyeri. Terdapat gap yang prominen

    diantara lempeng kuku dan lipatan kuku. Lempeng kuku seringkali ikut terkena

    dengan infeksi pada bagian proksimal. Tanda putih, hijau, atau hitam muncul pada

    bagian proksimal dan lateral kuku dan selanjutnya bagian distal. Kuku menjadi lebih

  • 14

    opak, dan muncul furrowing atau pitting transversal atau longitudinal. Kuku menjadi

    rapuh dan bisa lepas dari dasarnya. Tidak seperti infeksi dermatofita, tekanan dan

    gerakan pada jari sangat nyeri. Superinfeksi bakteri sering didapatkan dan sulit untuk

    ditentukan organisme mana yang menyebabkan kerusakan kuku. 3

    Infeksi candida distal memperlihatkan onikolisis dan hyperkeratosis subungual.

    Seringkali sulit dibedakan dengan infeksi dermatofita, namun derajat kerusakan kuku

    cenderung lebih kecil daripada dermatofita serta lebih sering pada kuku jari tangan

    daripada kuku jari kaki. Infeksi candida distal sangat jarang terjadi dan biasanya

    didahului oleh fenomena Raynaud atau masalah vaskular lain. 3

    Pada candidosis mukokutan kronis, organisme menginvasi lempeng kuku dari

    luar, menyebabkan penebalan tebal dan hyperkeratosis atau disebut sebagai

    onikomikosis distrofi total. 3

    Pada infeksi mould tanda klinis spesifik sangat sedikit, sehingga perlu

    pemeriksaan mikologis dan histologis. Kebanyakan kasus ambigu dan sulit dibedakan

    dengan dermatofita. Aspergillus sydowii dapat diisolasi sebagai kontaminan ataupun

    sebagai agen etiologi. Filament yang terlihat langsung pada pemeriksaan mikroskopis

    dapat merupakan bagian dermatofita tidak aktif atau nondermatofita asli. Sehingga

    isolasi nondermatofita dari spesimen yang positif terdapat filament jamur tidak

    menjamin bahwa kuku terinfeksi oleh nondermatofita yang sama. 3

    c. Pemeriksaan Penunjang

    Konfirmasi laboratorium harus didapatkan sebelum memulai terapi untuk: 3

    Mengeliminasi diagnosis non infeksi jamur

    Mendeteksi infeksi campuran

    Mendiagnosis pasien dengan bentuk onikomikosis yang berespon kurang baik

    seperti infeksi kuku jari kaki oleh T. rubrum.

    Spesimen kuku yang baik sulit didapatkan namun sangat penting. Kuku diambil

    dari setiap kuku yang distrofi, diskolor, atau rapuh. Kuku yang sakit harus dipotong

    sepanjang mungkin. 3

  • 15

    Figure 7. Sampling scrapings for KOH preparation or culture. A scraping of the

    surface of the nail (A) usually does not provide sufficient material for study. The

    most viable hyphae are under the nail plate; clipping followed by paring (B) yields

    the most useful sample. Photo courtesy of Phoebe Rich, MD.

    Spesimen diambil setelah pasien bebas dari antijamur topikal atau sistemik

    selama 2-4 minggu. Spesimen diambil dengan cara kerokan halus atau cliiping

    (potongan kuku) dan tidak ditaruh dalam media lembap dan harus segera diperiksa

    kurang dari 1 minggu. Seluruh kuku dibersihkan dengan alkohol. Debris harus

    dikeluarkan dengan scalpel atau kuret. 10

    Tabel. Lokasi pengambilan spesimen yang baik. 10

    Mikroskopis

    Pemeriksaan mikroskopis menggunakan larutan KOH 40%. Untuk debris

    subungual dan visualisasi jamur dapat ditambahkan dimetil sulfoksida ke dalam

    larutan KOH 10-15%. Pewarnaan jamur (chlorazol black E atau Parker blue-black

    ink) dapat dipakai untuk visualisasi lebih baik. KOH untuk debris subungual dan

    pewarnaan periodic-acid Schiff (PAS) untuk lempeng kuku dapat mengkonfirmasi

    organisme tetapi tidak mengidentifikasi viabilitas organisme. PAS menunjukkan hifa

  • 16

    septat adalah diagnostik tetapi PAS yang hanya memperlihatkan bentuk yeast

    konklusif terbukti infeksi. 10

    Kultur

    Kultur jamur lebih lama dan kurang sensitif tetapi merupakan gold standard

    untuk identifikasi organisme. Media untuk kultur antara lain: 10

    1. Media primer berisi cycloheximide yang melawan sebagian NDM dan bakteri

    misalnya DTM, mycosel (BBL), dan mycobiotic (DIFCO)

    2. Media sekunder seperti Sabouraud glucose agar (SGA), Littman's Oxgall

    medium, dan potato dextrose agar (PDA) yang bebas cycloheximide dan dapat

    mengisolasi NDM. Antibiotik seperti kloramfenikol dan gentamisin dapat

    ditambahkan ke SGA atau PDA untuk mengeliminasi kotaminasi bakteri.

    Spesimen diinkubasi pada suhu 25-30C.

    NDM lebih cepat tumbuh daripada dermatofita dan membentuk koloni well-

    formed dalam 1 minggu. Koloni kebanyakan dermatofita biasanya berdiferensiasi

    sempurna dalam 3 minggu. Kultur dilakukan dalam 2 minggu dan interpretasi

    dikatakan negatif jika dalam 3-6 minggu tidak ada pertumbuhan. Kultur negatif palsu

    bisa terjadi karena kesalahan pengambilan sampel atau sampel inadekuat. 10

    Histopatologi

    Biopsy dipertimbangkan jika tes yang lain tidak memberikan hasil definitif.

    Biopsy juga dapat membedakan onikodistrofi karena psoriasis dan lichen planus tetapi

    menyebabkan distrofi kuku permanen. Tidak seperti kultur, pemeriksaan

    histopatologis tidak dapat membedakan organisme viable atau nonviable. 10

    Metode deteksi baru

    Metode deteksi baru seperti Real-time polymerase chain reaction (PCR) assays

    yang dapat mengidentifikasi deermatofita pada kuku, rambut, dan kulit dalam waktu

  • 17

    Algoritma pemeriksaan penunjang onikomikosis 6

    Gambar manifestasi kilnis onikomikoss 12

    Figure 5. Candidal onychomycosis.Onycholysis and chronic paronychia may result from

    invasion of Candida. In immunocompetent patients, this is secondary to other causes such as trauma

    or chronic exposure to water. Photo courtesy of Phoebe Rich, MD.

  • 18

    Figure 1. Distal and lateral subungual

    onychomycosis (DLSO): whitish discoloration,

    onycholysis and subungual hyperkeratosis

    Figure 2. DLSO with prevalent yellow

    discoloration.

    Figure 3. Pigmented DLSO.

    Figure 4. Onychomycosis due to molds,

    presenting the typical periungual inflammation.

    Figure 5. White superficial onychomycosis

    (WSO): white opaque friable patches of the nail

    plate.

    Figure 7. Proximal subungual onychomycosis

    (PSO): white discoloration of the proximal nail

    plate.

    Figure 8. Endonyx onychomycosis: white

    discoloration of the nail plate that is firmly

    attached to the nail bed.

    Figure 9. Total onychomycosis: the nail plate is

    completely invaded by fungi and friable.

  • 19

    I. DIAGNOSIS BANDING

    Kelainan kuku yang menyerupai onikomikosis antara lain:3

    Distrofi kuku yang tidak disebabkan oleh infeksi jamur seperti trauma kronik,

    psoriasis, onikolisis, onikogrifosis, melanoma maligna subungual dan liken

    planus.

    Onikogrifosis adalah penebalan dan distorsi kuku terutama pada big toe (ibu jari),

    sering pada lansia.

    Penyakit Darier dan liken planus, dan keadaan iktiosis, keratosis. Sekitar 10%

    penderita liken planus memiliki kuku abnormal yang dihubungkan dengan tanda

    klinis penipisin lempeng kuku, hyperkeratosis subungual, onikolisis dan

    pterygium dorsal.

    Sindrom yellow nail juga sering menyerupai onikomikosis. Pigmentasi Light

    green-yellowish pada lempeng kuku, mengerasnya dan terangkatnya kurvatur

    longitudinal adalah tanda pada penyakit ini.

    Trauma berulang juga membuat tampakan kuku abnormal yang dapat

    menyebabkan onikolisis dan kolonisasi oleh pathogen infeksius pada ruang yang

    mengalami trauma serta perubahan warna lepeng kuku. Clipping kuku yang

    terinfeksi disertai pemeriksaan dasar kuku dapat membedakan trauma dengan

    onikomikosis. Dasar kuku akan normal pada trauma, dengan pola ridges

    epidermal longitudinal intak ke lunula

    Tabel. Diagnosis banding onikomikosis 9

    Pada Dewasa Pada Anak

    Psoriasis

    Trauma kuku

    Kontak iritan

    Liken planus

    Neoplasma

    Infeksi bakteri (pseudomonas, proteus)

    Psoriasis kuku

    Malalignment kongenital large toenail

    Suungual ekostosis

    Subungal warts

    Subungual hematom

    Paronikia sekunder karena mengisap jari

    Parakeratosis pustulosa

  • 20

    J. TERAPI

    Pengobatan topikal

    Struktur keratin dan kompak keras dari lempeng kuku dorsal bertindak sebagai

    penghalang untuk difusi obat topikal ke dalam dan melalui lempeng kuku.

    Konsentrasi obat topikal dapat hampir 1000 kali lebih efektif dan cepat dari luar ke

    dalam. Sifat hidrofilik dari lempeng kuku juga menghalangi penyerapan molekul

    lipofilik dengan berat molekul tinggi. Peran monoterapi dengan antijamur topikal

    terbatas,

  • 21

    Terapi sistemik

    Obat sistemik secara luas digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah

    terbinafine, allylamine dan itrakonazol triazol. Griseofulvin juga dapat digunakan

    untuk mengobati onikomikosis tetapi lebih jarang digunakan oleh karena tingkat

    kepatuhan pasien harus tinggi. Flukonazol tidak dapat digunakan untuk pengobatan

    onikomikosis, tetapi mungkin merupakan lini ke 3 dari terapi onikomikosis.

    Ketokonazol juga menunjukkan efektifitas terhadap pengobatan onikomikosis tetapi

    risiko hepatotoksisitas dengan terapi jangka panjang sangat besar dan penggunaanya

    harus dibatasi. Di Amerika Serikat dan Eropa, termasuk Inggris, ketokonazol sudah

    tidak digunakan lagi untuk pengobatan mikosis superfisial. 3

    Griseofulvin

    Griseofulvin merupakan fungistatik lemah, bekerja dengan menghambat asam

    sintesis asam nukleat, menghambat pembelahan sel dan menghambat sintesis dinding

    sel jamur. Ini adalah satu-satunya antijamur yang digunakan untuk terapi pada anak

    dengan onikomikosis, dosis untuk kelompok usia 1 bulan keatas yaitu 10 mg/ kgBB

    per hari. Griseofulvin harus bersamaan dengan makanan berlemak untuk

    meningkatkan penyerapan dan bantuan bioavailabilitas. Pada orang dewasa dosisnya

    500-1000 mg per hari selama 6-9 bulan di kuku yang terinfeksi. Efek sampingnya

    berupa mual dan ruam sebesar 8-15%, kontraindikasi pada kehamilan. Griseofulvin

    memiliki beberapa keterbatasan termasuk keberhasilan terapi yang lebih rendah,

    durasi pengobatan yang lama, risiko interaksi obat yang lebih besar dan ketersediaan

    agen antijamur baru. 3

    Terbinafine

    Terbinafine bekerja dengan menghambat squalene epoxidase yang sangat

    penting untuk biosintesis ergosterol yang merupakan komponen integral dari dinding

    sel jamur. Lebih dari 70% efektifitas penyerapan bila melalu oral, dan penyerapan

    tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine

    clearance menurun ketika pasien memiliki penyakit hati atau penyakit ginjal.

    Terbinafine sangat lipofilik dan efektif baik di kulit dan kuku. Terbinafine memiliki

    efek fungisida kuat terhadap dermatofita, terutama T. rubrum dan T. mentagrophytes,

    tetapi memiliki aktivitas fungistatik rendah terhadap spesies Candida. Namun ada

    laporan mengenai efek samping yang serius, termasuk sindrom Stevens-Johnson dan

  • 22

    epidermal toksik necrolysis, sebuah penelitian lain juga mengungkapkan bahwa yang

    paling umum efek sampingnya adalah gangguan pada gastrointestinal, seperti mual,

    diare atau gangguan rasa, selain itu gangguan dermatologik seperti ruam, pruritus,

    urtikaria atau eksim. ada laporan langka toksisitas hati yang serius, yang terjadi

    biasanya pada pasien dengan penyakit hati yang sudah ada. 3

    Itrakonazol

    Itrakonazol aktif terhadap berbagai jamur termasuk dermatofita dan beberapa

    nondermatofita. Mekanisme kerja dari itrakonazol adalah sama dengan antijamur azol

    lainnya: menghambat sitokrom jamur Sintesis P450 oksidase yang dimediasi

    ergosterol, yang diperlukan untuk dinding sel jamur. Itrakonazol secara optimal

    diserap dengan makanan dan pH asam, hal ini sangat lipofilik dan dimetabolisme di

    hati oleh sitokrom P450 yang meningkatkan risiko interaksi dengan obat lainnya yang

    dimetabolisme melalui rute ini seperti terbinafine. Itrakonazol juga menembus kuku

    cepat dan masih terdeteksi di kuku hingga 7 hari setelah terapi dimulai, dan tetap

    dalam kuku sampai 6-9 bulan setelah terapi dihentikan. 3 Berdasarkan penelitian

    Itrakonazole 400 mg 1 kali sehari selama 3 bulan efektif untuk onikomikosis.13

    Pengobatan onikomikosis anak

    Onikomikosis kurang umum pada anak-anak dengan perkiraan prevalensi di

    seluruh dunia

  • 23

    tinea pedis. Orang tua dan saudara kandung mereka juga harus diperiksa sebagai

    faktor resiko genetik. Lempeng kuku pada anak-anak itu tipis dan tumbuh lebih cepat

    daripada di orang dewasa, pengobatan topikal sering dianjurkan. Namun, ada tidak

    ada uji klinis menunjukkan kemanjuran terapi topikal untuk onikomikosis pada

    populasi pediatrik. Selain itu, beberapa ahli percaya bahwa, seperti pada onikomikosis

    dewasa, terapi topikal sendiri umumnya tidak efektif. Sebuah review sistematis dari

    semua data, baru-baru ini diterbitkan oleh Gupta dan Paquet, menjelaskan lima uji

    klinis, tiga analisis retrospektif dan sejumlah case report. Berikut dua Studi

    menunjukkan kemanjuran bagi itrakonazol dan terbinafine, sebuah studi dari hanya

    17 kasus (usia 3-14 tahun) diobati dengan itraconazole selama 3-5 bulan menunjukkan

    angka kesembuhan klinis yang tinggi sebesar 94% tanpa kambuh kembali. Terdapat

    juga sebuah studi yang lebih baru dari 36 kasus (Usia 4-17 tahun) dari onikomikosis

    diobati dengan baik selama 12 minggu saja menggunakan itrakonazol 200 mg per hari,

    atau terbinafine harian dengan dosis yang ditentukan oleh berat badan, menunjukkan

    penyembuhan klinis sebesar 100% dari kasus yang diobati dengan itraconazole dan

    88% dari kasus yang diobati dengan terbinafine.3

    Onikomikosis dalam kelompok khusus penderita diabetes

    Sampai sepertiga penderita diabetes mungkin memiliki resiko onikomikosis.

    Prevalensi terjadinya onikomikosis pada penderita diabetes sangat tinggi dikaitkan

    dengan gangguan indeks glikemik, iskemia, neuropati dan imunosupresi lokal.

    Onikomikosis adalah faktor predisposisi yang signifikan dalam pengembangan ulkus

    kaki pada orang dengan diabetes. Interaksi obat dan hipoglikemia membuat

    terbinafine oral merupakan pilihan dalam pengobatan onikomikosis pada pasien

    diabetes. Itrakonazol merupakan kontraindikasi pada gagal jantung kongestif karena

    peningkatan risiko efek ionotropik negatif, karena ada peningkatan prevalensi

    penyakit jantung pada penderita diabetes, terbinafine lebih baik digunakan daripada

    itrakonazol dalam pengobatan onikomikosis pada populasi ini. Pengobatan topikal

    mungkin tepat untuk infeksi ringan sampai sedang dan apabila risiko interaksi obat

    oral dianggap tinggi.3

    Imunosupresi

    Prevalensi onikomikosis pada pasien HIV-positif adalah sekitar 30%, dan

    berkorelasi dengan jumlah CD4 450mm. Sementara bentuk PSO itu lebih sering pada

  • 24

    pasien dengan AIDS, sebagian besar kasus onikomikosis di pasien imunosupresi

    disebabkan oleh T. Rubrum, nondermatofita hanya sebagian kecil dari kasus

    onikomikosis pada pasien ini. Pada pasien imunosupresi Griseofulvin adalah obat

    antijamur yang paling tepat dengan penggunaan oral yang efektif. Karena ada

    peningkatan risiko interaksi itrakonazol dan ketokonazol dengan ARV, terbinafine

    dan flukonazol lebih sering digunakan untuk pengobatan onikomikosis pada pasien

    ini.3

    Tabel. Karakteristik obat antijamur 2

    Terapi laser

    Akhir-akhir ini laser diperkenalkan sebagai salah satu terapi onikomikosis untuk

    menghindari efek samping antijamur topikal dan sistemik, terapi yang cepat dan

    seringkali pada keadaan persisten. Namun penelitian mengenai efektivitas laser dalam

    onikomikosis masih sangat terbatas serta memakai jumlah sampel yang kecil.

    Mekanisme kerja laser untuk terapi onikomikosis belum jelas. Sistem laser berada

    pada spektrum infrared (panjang gelombang 780 nm-3000 nm) secara langsung

    memanaskan jaringan target. Laser untuk penyakit kuku telah disetujui di Amerika

    Serikat oleh Food and Drug Administration (FDA). Alat hanya baru diakui

    kemampuannya untuk membersihkan pertumbuhan kuku pada onikomikosis secara

    sementara dan bukan kuratif definitif. 14

    Salap topikal yang dijual bebas

    Agen topikal yang dijual bebas juga dipakai dalam terapi onikomikosis. Terapi

    ini hanya dievaluasi pada beberapa penelitian dengan jumlah sampel kecil. Salap

    topikal mengandung mentol (Vicks Vaporub digunakan pada penelitian dengan 18

    pasien. setelah 48 minggu, 28% memiliki kesembuhan klinis dan mikroskopis, 56%

  • 25

    sembuh parsial, dan 17% tidak mengalami perubahan. Bahan aktif obat ini yang

    memiliki efek antijamur adalah timol, eucalyptus oil, dan camphor dalam skala kecil.

    Petrolatum dan turpentine oil pada obat ini diduga memiliki kemampuan

    mentransmisi bahan antijamur ke dalam dasar kuku. Namun belum cukup penelitian

    tentang hal ini.15

    K. FOLLOW-UP

    Reaksi hepatotoksik jarang terjadi, namun diperlukan monitoring periodik pada

    pasien yang mendapat antijamur sistemik meliputi pemeriksaan darah lengkap dan

    pengukuran kadar enzim hati setiap 4-6 minggu.8

    Terapi dihentikan setelah dosis standard dengan terbinafine atau itraconazole jika

    tidak terbukti infeksi jamur secara mikroskopis atau kultur. Setelah terapi antijamur,

    pertumbuhan kuku dinilai. Kecepatan pertumbuhan kuku seharusnya 1,5-2 mm per

    bulan dan mungkin perlu waktu 1 tahun untuk normal. 8

    L. PROGNOSIS

    Farmakoterapi seringkali tidak berhasil dengan angka relaps atau rekurensi 20

    25%. Prognosis lebih buruk pada keadaan-keadaan berikut: 16

    Luas kuku yang terinfeksi >50%

    Penyakit yang mendasari signifikan

    Hyperkeratosis subungual > 2mm

    Total distrofi onikomikosis

    Organisme nonresponsif (contohnya Scytalidium mold)

    Pasien dengan imunosupresan

    Penyakit sirkulasi perifer

    Laki-laki

    Pertumbuhan kuku buruk

    Usia >65 tahun

    Kultur positif setelah 24 minggu

  • 26

    M. KOMPLIKASI

    Perlukaan kulit di sekitar kuku yang sakit memudahkan kolonisasi

    mikroorganisme sehingga meningkatkan risiko infeksi. Komplikasi pada lansia dan

    penderita diabetes yang pernah dilaporkan dianataranya selulitis, osteomyelitis,

    sepsis, dan nekrosis jaringan.8

    N. PENCEGAHAN

    Meskipun dengan terapi optimal, 1 dari 5 pasien onikomikosis tidak dapat

    sembuh. Kegagalan ini karena diagnosis inakurat, kesalahan identifikasi pathogen,

    adanya kelainan lain, sifat kuku, adanya inoculum jamur kuat atau resistensi obat,

    imunokompromais, diabetes mellitus atau penyakit vaskular perifer. 2

    Pencegahan rekurensi dan relaps dilakukan dengan cara: 2,3

    Selalu memakai sepatu pelindung, menghindari paparan ulang, menghindari

    telanjang kaki di tempat umum.

    Menghindari penggunaan gunting kuku bersamaan dengan orang lain.

    Jamur juga bisa dihilangkan dengan menaruh kapur barus dalam sepatu dan

    kemudian ditutup dengan plastik yang terikat erat minimal 3 hari.

    Karena onikomikosis dan tinea pedis menular, semua anggota keluarga yang

    terinfeksi juga harus dirawat di saat yang sama untuk menghindari infeksi ulang.

    Manikur dan pedikur sering menyebabkan berbagai masalah kuku sehingga

    kebersihan alat-alatnya harus dijaga.

    Menjaga kaki tetap dingin dan kering.

    Memakai antijamur topikal dan sistemik secara teratur sesuai indikasi.

    Mengganti sepatu yang lama.

    Memakai bubuk atau spray antijamur yang mengandung miconazole, clotrimazole

    atau tolnaftate ke dalam sepatu 1 minggu sekali dan memakai kaus kaki.

    Mengikuti protokol pengobatan.

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Skin and Nail: Barrier Function, Structure, and Anatomy Considerations for Drug

    Delivery. 2009. Particle Sciences Drug Development Service. Volume 3.

    Available From:

    http://www.particlesciences.com/docs/technical_briefs/TB_3.pdf (diakses 2

    Agustus 2015)

    2. Kaur et al. Onychomycosis Epidemiology, Diagnosis and Management. Indian

    Journal of Medical Microbiology. 2008; 26(2): 108-16

    3. Ameen et al. British Association of Dermatologists guidelines for the

    management of onychomycosis 2014. British Journal of Dermatology (2014)

    171, pp937958

    4. Sigurgeirsson & Steingrmsson. Risk factors associated with onychomycosis.

    European Academy of Dermatology and Venereology. JEADV (2004) 18, 4851

    5. Knenneth, et al. 2013. Update on Onichomycosis: Efective Strategis for

    Diagnosis and Treatment. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery.

    Available from:

    http://www.edermatologynews.com/fileadmin/content_pdf/san/scms_pdf/CMS_

    Onychomycosis_Spple_vs12.pdf (diakses 2 Agustus 2015).

    6. Grover C, Khurana A. Onychomycosis: Newer insights in pathogenesis and

    diagnosis. Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2012;78:263-70.

    Available from: http://www.ijdvl.com/text.asp?2012/78/3/263/95440 (diakses 2

    Agustus 2015)

    7. Lowell, et al. 2012. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th Edition.

    New York: McGraw-Hill Companies Tosti. 2014. Onychomycosis. Available at

    http://emedicine.medscape.com/article/1105828 (diakses 3 Agustus 2015)

    8. Tosti. 2014. Onychomycosis. Available at

    http://emedicine.medscape.com/article/1105828 (diakses 3 Agustus 2015)

    9. Rich, et al. Diagnosis, Clinical Implications, and Complications of

    Onychomycosis.Update on Onychomycosis: Effective Strategies for Diagnosis

    and Treatment. Supplement 1. 2013: 32; 2S

  • 28

    10. Singal A, Khanna D. Onychomycosis: Diagnosis and management. Indian J

    Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2011 [cited 2015 Aug 6];77:659-72.

    Available from: http://www.ijdvl.com/text.asp?2011/77/6/659/86475

    11. Dyanne et al. Onychomycosis: Current Trends in Diagnosis and Treatment.

    American Family Physician (2013) 88:11

    12. Bianca & Aurora. Onychomycosis: A Review. Journal of Fungi 2015, 1 pp 30-

    43

    13. Ahmed et al. Pulse dose of oral itraconazole is effective in the treatment of

    onychomycosis. Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2011; 21 (4):

    276-280.

    14. Bristow. The effectiveness of lasers in the treatment of onychomycosis: a

    systematic review. Bristow Journal of Foot and Ankle Research 2014, 7:34

    15. Westerberg. Onychomycosis: current trends in diagnosis and treatment. Am Fam

    Physician. 2013 Dec 1;88(11):762-770

    16. Sigurgeirsson B. Prognostic factors for cure following treatment of

    onychomycosis. J Eur Acad Dermatol Venereol 2010;24:679-84.