mrkh

50
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tanda dari kelainan kongenital yang mengenai genitalia perempuan adalah Amenore primer. Kelainan kongenital yang paling sering dijumpai diantaranya adalah gangguan pembentukan vagina yaitu Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (Sindrom MRKH). MRKH merupakan sindrom tidak terbentuknya vagina, uterus dan saluran telur (tuba) yang berasal dari ductus Muller. Genitalia eksterna, ciri kelamin sekunder dan sitogenetik wanita normal. Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH) adalah gangguan yang terjadi pada wanita yang menyerang sistem reproduksi. Keadaan ini menyebabkan uterus dan vagina tidak berkembang atau sama sekali tidak ada. Pengaruh pada wanita biasanya adalah hilangnya siklus menstruasi yang 1

Upload: hartini-sri-utami

Post on 24-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

MRKH

TRANSCRIPT

Page 1: MRKH

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tanda dari kelainan kongenital yang mengenai genitalia

perempuan adalah Amenore primer. Kelainan kongenital yang paling sering

dijumpai diantaranya adalah gangguan pembentukan vagina yaitu Sindrom

Mayer Rokitansky Kuster Hauser (Sindrom MRKH). MRKH merupakan

sindrom tidak terbentuknya vagina, uterus dan saluran telur (tuba) yang

berasal dari ductus Muller. Genitalia eksterna, ciri kelamin sekunder dan

sitogenetik wanita normal.

Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH) adalah gangguan

yang terjadi pada wanita yang menyerang sistem reproduksi. Keadaan ini

menyebabkan uterus dan vagina tidak berkembang atau sama sekali tidak

ada. Pengaruh pada wanita biasanya adalah hilangnya siklus menstruasi

yang berkaitan dengan tidak adanya uterus. Seringkali, tanda nyata utama

pada Sindrom MRKH adalah menstruasi tidak dimulai sejak usia 16 tahun

(amenore primer). Wanita dengan Sindrom MRKH memiliki pola

kromosom (46,XX) dan fungsi ovarium yang normal, begitu pula dengan

genitalia eksterna, payudara dan pertumbuhan rambut pubis. Walaupun

wanita dengan keadaan seperti ini biasanya tidak dapat hamil, mereka masih

mungkin dapat memiliki anak melalui teknologi reproduksi berbantu.

Wanita dengan Sindrom MRKH bisa juga memiliki kelainan bagian

tubuh lain. Ginjal dapat memiliki kelainan dari segi bentuk dan posisi, atau

11

Page 2: MRKH

satu ginjal gagal untuk berkembang (agenesis renal unilateral). Pada

beberapa individu seringkali terdapat kelainan pembentukan tulang,

terutama pada tulang spina (vertebra). Wanita dengan Sindrom MRKH

dapat juga memliki gangguan pendengaran atau cacat jantung.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan tugas ini, mahasiswa diharapkan mampu

memahami serta menjelaskan salah satu kelainan diferensiasi duktus

muller pada tahap embriologi genetalia wanita yaitu Sindrom Mayer

Rokitansky Kuster Hauser (MRKH).

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan tugas ini, mahasiswa diharapkan

mampu memahami dan menjelaskan mengenai:

1. Definisi Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH)

2. Epidemiologi Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser

(MRKH)

3. Anatomi Embriologi Organ Reproduksi Wanita

4. Etiologi Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH)

5. Patofisiologi Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser

(MRKH)

6. Gambaran Klinis Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser

(MRKH)

7. Diagnosis Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH)

2

Page 3: MRKH

8. Diagnosis Banding Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser

(MRKH)

9. Penatalaksanaan Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser

(MRKH)

1.3 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah: BAB 1

Pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan umum dan khusus,

sistematika penulisan, dan manfaat. BAB 2 Pembahasan, yang berisi

definisi, anatomi embriologi organ reproduksi wanita, etiologi, patofisiologi,

gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, BAB 3

Penutup, yang berisi simpulan dan saran.

1.4 Manfaat

Sebagai dasar pengetahuan mengenai embriologi pada tahap

pembentukan dan perkembangan alat reproduksi untuk dapat mengetahui

sebab terjadinya kelainan pada alat reproduksi yang terjadi sejak embrional

salah satunya adalah Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH).

3

Page 4: MRKH

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Mayer Rokitansky Kuster Hauser Syndrome (MRKH) adalah

kelainan bawaan lahir yang ditandai dengan tidak adanya Vagina, Serviks,

dan Uterus ( Rahim ) yang dapat menyerang 1 dari 5.000 wanita, hal ini

juga terkait dengan ginjal, tulang dan kesulitan pendengaran.

2.2 Epidemiologi

Kejadian Sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH) jarang

terjadi, namun tak jarang kelainan kongenital dari traktus genitalia wanita

ini diperkirakan terjadi pada sekitar 1 diantara 5000 wanita.

Ini adalah penyebab paling umum kedua pada amenorea primer,

kedua setelah sindrom Turner. Karakteristik sekunder seksual adalah

normal seperti yang diharapkan seperti tidak terpengaruhnya fungsi

ovarium. Pemeriksaan daerah genital memperlihatkan genitalia eksterna

wanita yang normal, tapi terdapat pula vagina yang buntu yang biasanya

tidak lebih dari 1,5 cm pada pemeriksaan dalam.

Seringkali daerah kecil dari uterus ditemukan pada lateral dinding

samping panggul. Penting untuk diingat bahwa 40% dari pasien memiliki

kelainan ginjal, 15% dari yang yang utama, misalnya, absent kidney, dan

ada juga kelainan tulang yang dihubungkan dengan sindrom ini.

44

Page 5: MRKH

2.3 Anatomi Embriologi Wanita

2.3.1 Embriologi Uterus Dan Ovum

Uterus dan tuba berawal dari saluran mullerian, yang pertama kali

ada didekat kutub atas punggungan urogenital di minggu kelima

perkembangan embrio (Gambar 1). Punggungan ini terdiri dari

mesonefros, gonad, dan saluran yang terkait. Indikasi pertama

perkembangan saluran mullerian adalah penebalan epitel coelomic kira-

kira pada segmen keempat rongga thoraks. Ini menjadi bagian-bagian

tekecil dari tuba fallopi, yang berinvaginasi dan tumbuh secara kaudal

untuk membentuk tuba kecil di tepi lateral punggungan urogenital. Pada

minggu keenam, dua saluran mullerian mendekati satu sama lain di garis

tengah. Satu minggu kemudian mencapai sinus urogenital. Pada saat itu,

dua saluran mullerian bergabung membentuk sebuah kanal tunggal pada

tingkat puncak inguinalis. Puncak ini bertumbuh ke Gubernakulum, yang

merupakan primordial dari ligamen sekitarnya.

Gambar 1. Embriologi Uterus

5

Page 6: MRKH

A. Potongan melintang embrio pada usia 4-6 minggu, B. Sel germ primordial ameboid

besar bermigrasi (panah) dari yolk sak ke area epitel germinativum, didalam genitalia. C.

Perpindahan sel simpatikdari ganglia spinalis ke bagian bawah area pertumbuhan ginjal.

Dengan demikian, ujung atas dari saluran mullerian menghasilkan

oviduk (saluran telur), dan bagian-bagian tersebut menyatu membentuk

uterus. Saluran vagina tidak paten secara keseluruhan hingga menjelang

bulan keenam.

2.3.2 Embriologi Ovarium

Pada sekitar minggu keempat, gonad terbentuk pada permukaan

ventral embrio ginjal di sebuah daerah antara segmen kedelapan rongga

thoraks dan segmen lumbal keempat. Sel epitel coelomic menebal, dan

gumpalan sel tunas berhenti ke mesenkim yang mendasarinya. Daerah

yang dibatasi ini disebut epitel germinal. Dari minggu keempat sampai

keenam, bagaimanapun ada banyak sel ameboid besar di daerah ini yang

telah bermigrasi ke dalam tubuh embrio dari yolk sac (lihat Gambar 1).

Sel-sel germinal primordial dibedakan oleh ukurannya yang besar,

morfologis tertentu dan gambaran cytochemical.

Ketika sel-sel germinal primordial mencapai area genital, beberapa

memasuki epitel germinal dan lainnya bergabung dengan kelompok sel

yang sedang berproliferasi atau di mesenkim. Pada akhir minggu kelima,

terjadi pembagian sel secara cepat yang menghasilkan perkembangan

punggung genitalia.. Bagian punggung genitalia sampai ke rongga tubuh

medial terdapat lipatan di dalamnya yang menghasilkan saluran

mesonefrik-Wolffian dan paramesonefrik-mullerian (Gambar 2). Pada

minggu ketujuh, bagian tersebut terpisah dari mesonefros kecuali di zona

6

Page 7: MRKH

sentralis, hilus dan salurannya, di mana pembuluh darah masuk. Pada saat

ini, jenis kelamin dapat dibedakan, karena testis dikenal oleh alur

memancar yang ditentukan dengan baik pada sel yang disebut korda seks.

Korda ini dipisahkan dari epitel germinal dengan mesenkim yang menjadi

tunika albuginea. Korda seks, yang terdiri dari sel-sel germinal besar dan

sel epithelioid kecil berasal dari epitel germinal, berkembang menjadi

tubulus seminiferus dan tubuli rete. Bagian ini membangun koneksi

dengan tubulus mesonefrik yang berkembang menjadi epididimis. Saluran

mesonefrik menjadi vas deferens.

Dalam embrio perempuan, epitel germinal berproliferasi untuk

waktu yang lama. Kelompok-kelompok sel yang terbentuk terletak pada

awalnya di wilayah hilus. Jaringan ikat berkembang di antaranya tumbuh

sebagai korda seks. Korda ini mengembangkan korda medulla dan

bertahan untuk waktu yang bervariasi. Pada bulan ketiga, medula dan

korteks sudah terlihat (lihat Gambar. 2). Sebagian besar ovarium terdiri

dari korteks, massa benih yang padat dan sel epithelioid yang

menunjukkan beberapa tanda-tanda pengelompokan, tetapi tidak ada

korda yang berbeda seperti pada testis. Untaian sel yang memanjang dari

epitel germinal menjadi massa kortikal, dan banyak sekali mitosis.

Keberhasilan mitosis dengan cepat akan segera mengurangi ukuran sel-sel

germinal yang sejauh ini tidak lagi dibedakan dengan jelas dari sel

sekitarnya. Sel-sel germinal saat ini disebut oogonium.

7

Page 8: MRKH

Gambar 2. Tahap lanjutan diferensiasi seksual pada embrio, TDF=Testis Determining

Factor

Pada bulan keempat, beberapa sel benih di daerah medula mulai

membesar. Ini disebut oosit primer pada awal fase pertumbuhan yang

berlanjut sampai tercapai kematangan. Selama periode ini pertumbuhan

sel, banyak oosit mengalami degenerasi, baik sebelum dan sesudah

8

Page 9: MRKH

kelahiran. Sebuah lapisan tunggal dari sel folikel pipih yang berasal

berasal dari epitel germinal segera mengelilingi oosit primer. Struktur ini

sekarang disebut folikel primordial dan dapat pertama kali dilihat di

medula dan kemudian di korteks. Beberapa folikel mulai tumbuh bahkan

sebelum kelahiran, dan beberapa diyakini bertahan di korteks dengan

struktur yang hampir tidak berubah sampai menopause.

Pada bulan kedelapan, ovarium telah menjadi panjang, sempit,

struktur lobulated yang melekat pada dinding tubuh sepanjang garis hilus

oleh mesovarium, yang terletak adalah epoöphoron. Sel epitel germinal

sebagian besar telah dipisahkan dari korteks oleh ikatan jaringan ikat

tunica albuginea. Ikatan ini tidak ada di banyak daerah kecil dimana helai

sel, biasanya disebut sebagai tali Pfluger, yang berhubungan dengan epitel

germinal. Di antara korda ini terdapat sel-sel yang diyakini oleh banyak

orang sebagai oogonium yang menyerupai sel-sel epitel lainnya yang

merupakan hasil dari mitosis berulang. Pada korteks yang mendasari, ada

dua zona yang berbeda. Dibagian superfisial, ada sarang sel germinal pada

sinapsis miosis, diselingi dengan tali Pfluger dan helai jaringan ikat.

Dalam zona yang lebih dalam, ada banyak kelompok sel germinal pada

sinapsis, serta oosit primer, sel pre folikel, dan beberapa folikel primordial.

2.4 Etiologi

Etiologi dari Sindrom MRKH belum jelas. Secara embriologi

diketahui, bahwa terjadinya gangguan perkembangan fusi ductus Muller

pada kehamilan minggu ke sembilan.

9

Page 10: MRKH

Sindrom MRKH merupakan bagian dari kelainan agenesis vagina

atau ductus Muller, yang dapat disertai kelainan organ tubuh lain seperti,

tulang belakang, ekstremitas dan traktus urinarius.

2.5 Patofisiologi

Sindrom MRKH awalnya dianggap kejadian sporadis, menunjukkan

keterlibatan faktor-faktor non-genetik atau lingkungan seperti diabetes

gestasional atau thalidomide-seperti teratogen. Namun, studi analisis

riwayat kehamilan yang tersedia gagal untuk mengidentifikasi hubungan

dengan penggunaan narkoba, penyakit, atau paparan teratogen. Penjelasan

lain dari terjadinya sindrom sporadis adalah Hipotetis dalam mewarisi

poligenik/ multifaktorial, ditandai dengan rendahnya risiko kekambuhan

untuk anggota keluarga tingkat pertama. Penjelasan yang paling masuk

akal sebenarnya bergantung pada deskripsi jumlah yang signifikan dan

meningkatnya agregat kekeluargaan berdasarkan keakuratan dari sindrom

MRKH dalam ikatan keluarga mereka. Biasanya Aplasia utero-vaginal

sering ditemukan berhubungan dengan kelainan lain, terutama ginjal dan

tulang, kedua yang terakhir yang kadang-kadang diamati dalam kombinasi

dengan yang pertama dan menarik adalah terjadi pada kerabat yang lebih

jauh dari ibu pasien MRKH. Aplasia Utero-vagina hanya dapat mewakili

satu manifestasi dari defek genetik bervariasi yang berhasil diungkapkan.

Yang terakhir ini tampaknya ditularkan sebagai sifat dominan autosomal

dengan penetrasi yang tidak lengkap ditambah dengan variasi ekspresivitas

10

Page 11: MRKH

dari gen mutan tunggal, seperti sebelumnya dihipotesiskan, atau

ketidakseimbangan kromosom terbatas terdeteksi dalam kariotipe standar.

Penyebab sindrom MRKH tidak cukup jelas sampai sekarang,

meskipun spektrum kelainan ditemui menunjukkan cacat bidang

perkembangan, yang melibatkan sistem organ yang terkait erat selama

embriogenesis. Lebih tepatnya, sindrom MRKH dapat dikaitkan dengan

pembelahan awal dari mesoderm intermediate, konsekuensi awal (pada

akhir minggu keempat kehidupan janin) terjadi perubahan protoplasma

dari cabang cervicothoracic dan saluran pronephric. Yang terakhir ini

kemudian menginduksi diferensiasi dari mesonephroi dan kemudian

saluran Wolffian dan Müllerian.

Adanya informasi hubungan keluarga dengan informasi riwayat

genetik awalnya menyebabkan pendekatan gen sebagai kandidat untuk

penentuan etiologi yang mendasari sindrom MRKH baik pada hubungan

dengan penyakit genetik lain atau pada keterlibatan selama embriogenesis.

Akibatnya, MRKH diasosiasikan dengan galaktosemia atau fibrosis kistik,

tetapi tidak untuk gen galaktosa-1-fosfat uridyl transferase (GALT)

maupun pengkodean gen cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR)

saluran klorida menunjukkan setiap mutasi atau polimorfisme terkait

dengan gangguan tersebut. Ekspresi menyimpang hormon anti-Mullerian

(AMH) atau reseptornya, keduanya terlibat dalam saluran regresi

Müllerian adalah hipotesis sebagai penyebab sindrom MRKH, namun teori

ini kemudian disingkirkan sebagai hasil dari temuan yang bertentangan

dari penelitian terhadap 32 pasien. Selain itu, aplasia lengkap struktur

11

Page 12: MRKH

Müllerian sering diamati dalam sindrom MRKH, menunjukkan bahwa

diferensiasi Müllerian memang terjadi tetapi tidak lengkap.

Gen dengan spektrum yang luas dari kegiatan selama pengembangan

awal (seperti WT1, PAX2 , HOXA7 untuk HOXA13 dan PBX1) juga

telah diusulkan sebagai penyebab, berdasarkan fenotipe yang diamati pada

tikus mutan. Namun, peran mereka dalam sindrom MRKH belum

selanjutnya menunjukkan adanya keterlibatan secara lanjut. WNT4 adalah

gen perkembangan lain, milik famili gen WNT yang mengatur sel dan

jaringan pertumbuhan dan diferensiasi selama embriogenesis: inaktivasi

homozygotic dalam model tikus menyebabkan kegagalan pembentukan

saluran Müllerian dan berbagai cacat saat lahir yang mematikan. Selain itu,

WNT4 dikenal menjadi penting untuk keberhasilan nephrogenesis. Sebuah

fungsi mutasi yang gagal pada gen WNT4 baru-baru ini dijelaskan dalam

seorang wanita 18 tahun, berkaitan dengan tidak adanya struktur Müllerian

yang diturunkan, agenesis ginjal unilateral, dan tanda-tanda klinis

kelebihan androgen. Malformasi kongenital diamati pada pasien ini

mengarahkan fenotipe MRKH seperti dan serupa dengan yang diamati

dalam WNT4-/-tikus tersebut menunjukkan adanya efek dominan. Dalam

hal ini patologis serta dalam model tikus, tampaknya bahwa fungsi mutasi

WNT4 yang gagal penting untuk diferensiasi ovarium yang normal,

menyebabkan maskulinisasi gonad janin sehingga memproduksi androgen.

Protein WNT4 yang dikenal untuk menekan gen khusus laki-laki seperti

encoding enzim steroidogenik CYP17A1 dan HSB3B2, yang penting

untuk sintesis testosteron. WNT4 mungkin tidak mampu bermutasi

12

Page 13: MRKH

menekan ekspresi enzim androgen-sintesis dalam sel ovarium, sehingga

mengarah ke fenotipe hiperandrogenik. Selanjutnya, WNT4 tampaknya

menjadi penting untuk diferensiasi awal saluran Müllerian. Mutasi

dominan-negatif WNT4 kemudian dapat menghasilkan dua efek yang

berbeda, hiperandrogenisme dan aplasia uterus. Urutan gen WNT4 di 19

pasien MRKH telah mengkonfirmasi bahwa gen ini tidak terlibat dalam

sindrom MRKH. Akhirnya, laporan sangat baru pada pasien kedua mutasi

WNT4 lain telah menyebabkan kesimpulan bahwa kekurangan WNT4

bertanggung jawab untuk fenotipe klinis yang berbeda dari sindrom

MRKH klasik. Sindrom ini baru karena WNT4 bermutasi pada wanita XX

dan ditandai dengan tidak adanya derivatif saluran Müllerian,

hiperandrogenisme dan ginjal opsional adysplasia, mirip tetapi berbeda

dari sindrom MRKH, karena itu, harus disebut sebagai nama yang tepat,

seperti "sindrom WNT4" atau "defek WNT4" dan akan dicatat sebagai

akibat jumlah OMIM yang tepat. Yang terakhir ini bisa jadi 277000 jika

diubah, OMIM 601.076 akan dibatasi untuk MRKH tipe I dan II atau

MURCS.

Gen TCF2 (sebelumnya v-HNF1 atau HNF-1β) awalnya ditemukan

terkait dengan diabetes tipe-Mody dan dengan diabetes mellitus, kista

ginjal dan gangguan perkembangan lain ginjal. Menariknya, malformasi

genital seperti uterus bikornuata, uterus Didelphys dan Müllerian aplasia

(OMIM 158.330) yang kadang-kadang ditemukan terkait dengan anomali

ginjal dalam beberapa agregat keluarga menunjukkan mutasi dalam gen

TCF2. Cacat gen ini nanti dapat menjelaskan beberapa kasus yang jarang

13

Page 14: MRKH

dalam malformasi Müllerian, termasuk aplasia, membuat gen ini menjadi

salah satu kandidat untuk MRKH, tapi dibatasi untuk kasus keluarga

dengan penyakit ginjal dan/atau riwayat diabetes. Akhirnya hipotesis

penyebab poligenik/multifaktorial untuk sindrom MRKH telah diperkuat

oleh temuan terbaru, pada orang dewasa, dari penghapusan interstisial dan

terminal yang melibatkan masing-masing kromosom 22 dan 4. Namun,

sejumlah besar gen yang termasuk dalam masing-masing penghapusan ini

tidak mengizinkan setiap gen tertentu yang bertanggung jawab untuk

sindrom MRKH. Hanya analisis kohort besar pasien MRKH pasti akan

membantu untuk menggambarkan gen kandidat baru dan membangun

fenotipe/genotipe korelasi yang diperlukan untuk diagnosis genetik

sindrom MRKH.

Gambar 3. Sindrom MRKH

14

Page 15: MRKH

2.6 Gambaran Klinis

2.6.1 Gambaran Klinik Utama Sindrom MRKH

Tanda klinis pertama umumnya amenore primer pada pasien dengan

fenotipe wanita normal, yang normal 46, XX kariotipe, dengan fungsi

ovarium normal dengan adanya tanda-tanda kelebihan androgen.

Pemeriksaan luar mengungkapkan pubertas yang normal dilengkapi

dengan karakteristik seksual sekunder perempuan (rambut kemaluan dan

pengembangan payudara stadium Tanner 5) dan genitalia eksterna yang

normal. Pada saat yang sama, ukuran vagina berkurang untuk lebih atau

kurang dalam (2-7 cm) dimple vagina.

Tabel 1. Stadium Tanner

a. b.

Gambar 4. Stadium Tanner, a. Perkembangan Payudara, b. Perkembangan Rambut pubis

15

Page 16: MRKH

Pemeriksaan Anatomi diperlukan untuk mendiagnosis dari kedua

jenis sindrom MRKH. Aplasia uterus di hadapan dua tanduk dasar

dihubungkan oleh lipatan peritoneal dan saluran telur normal sesuai

dengan MRKH terisolasi atau sindrom MRKH tipe I. Tipe II adalah

MRKH ditandai dengan simetris atau asimetris uterus hipoplasia, disertai

dengan aplasia dari salah satu dari dua tanduk atau oleh perbedaan ukuran

antara dua dasar tanduk, ditambah dengan malformasi tuba seperti

hipoplasia atau aplasia dari satu atau dua tuba. Malformasi lain yang sering

dikaitkan dengan MRKH Tipe II adalah terlibatnnya saluran kemih atas,

kerangka dan lingkup otologi, malformasi jantung lebih jarang dilaporkan.

Dalam hal ini, MURCS akronim adalah umumnya digunakan sebagai

pengganti. Kasus ovarium polikistik dan tumor ovarium telah dijelaskan

pada wanita yang dinyatakan dengan kromosom 46, XX kariotipe normaL.

Selain itu, aplasia atau tidak adanya derivatif Müllerian sugestif

sindrom MRKH telah dijelaskan dalam kasus disgenesis gonad atau

agenesis di XY atau X0 pasien dengan fenotipe perempuan. Saat ini, jenis

patologi ovarium tidak dianggap untuk menjadi bagian dari spektrum

klinis MRKH atau MURCS, karena tidak ada satu kelompok pasien

menunjukkan acak hubungan antara salah satu patologi ini dan

uterovaginal aplasia telah dilaporkan sejauh ini. Namun, seperti Penelitian

harus dilakukan pada kohort besar perempuan dengan MRKH, untuk

mengkonfirmasi asumsi ini.

Gambar 5. Agenesis vagina pada wanita usia 16 tahun

16

Page 17: MRKH

2.6.2 Hubungan terkait dalam MRKH sindrom tipe II (asosiasi MURCS)

1. Hubungan Malformasi Traktus urinarius bagian atas

Hubungan malformasi saluran kemih secara keseluruhan, terkait

kelainan saluran kemih bagian atas ditemukan pada sekitar 40% kasus

dengan sindrom MRKH. Terutama, termasuk agenesis ginjal unilateral

(23-28%), ectopia dari satu atau kedua ginjal (17%), hipoplasia ginjal

(4%), horseshoe kidney dan hidronefrosis. Selain itu, kasus agenesis ginjal

bilateral (urutan Potter) terkait dengan adanya uterus dan saluran telur

telah dilaporkan pada janin aborsi medisinalis, memperkuat gagasan

bahwa aplasia Müllerian, prinsip fitur sindrom MRKH, bisa menjadi

manifestasi ekstra herediter adysplasia ginjal (HRA) di beberapa

kasus. Saat ini, sedang diselidiki sebuah keluarga di mana ini

Jenis asosiasi telah ditemukan: proband adalah 46, XX janin tanpa anomali

kromosom; ayah dan putri pertamanya (sekarang berusia 5 tahun)

disajikan dengan agenesis ginjal unilateral. Sepupu ayahnya, menunjukkan

hemi-uterus, sebuah fitur yang sudah dijelaskan di HRA.

Mempertimbangkan hal ini, adysplasia ginjal tampaknya baik karakteristik

utama HRA dimana Malformasi Müllerian pada berbagai jenis kadang-

kadang ditemui atau bermanifestasi sekunder sindrom MRKH. Meski

mirip, sindrom ini mungkin bisa dibedakan dari satu sama lain ketika

riwayat keluarga yang tersedia: HRA ditularkan sebagai autosomal yang

ketat dominan sifat, sedangkan MRKH menunjukkan lengkap penetrasi

ditambah dengan ekspresivitas sangat bervariasi ketika dijelaskan dalam

anggota keluarga. Oleh karena itu penting bahwa evaluasi ginjal tidak

17

Page 18: MRKH

hanya diperlukan ketika mendiagnosis sindrom MRKH, tetapi juga

sepenuhnya dibenarkan di probands anggota keluarga.

2. Hubungan kelainan tulang

Kelainan ini terutama melibatkan tulang belakang (30 sampai 40%)

dan, lebih jarang, wajah dan ekstremitas. Malformasi Rachidial ditemui

dalam MURCS asosiasi adalah scoliosis (20%), kelainan vertebra

(asimetris, menyatu atau terjepit vertebra), Klippel-Feil asosiasi (fusi

setidaknya dua segmen serviks, leher pendek, garis rambut rendah,

pembatasan gerak leher) dan/atau Sprengel yang cacat, malformasi tulang

rusuk atau agenesis, dan spina bifida. Malformasi wajah dan tungkai

terutama brachimesophalang, ectrodactyli, jempol ganda , tidak adanya

radius, displasia atrio-digital (Holt-Oram like syndrome) dan asimetris

wajah.

3. Hubungan Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran atau tuli berhubungan dengan 10 sampai

25% pasien MURCS, mereka sering terkena tuli konduktif akibat kelainan

telinga tengah, seperti ankilosis stapedial, atau defek sensorineural dengan

berbagai keparahan. Pasien dengan gangguan pendengaran terkait dengan

adysplasia dari meatus auditorius dan/atau malformasi telinga juga telah

dilaporkan.

4. Hubungan Malformasi jantung

Hubungan MRKH dengan malformasi jantung kurang umum. Semua

laporan yang terlibat menyebabkan kematian atau kelainan jantung berat

mengevokasi Holt-Oram atau sindrom velocardiofacial seperti

18

Page 19: MRKH

membutuhkan pembedahan bila memungkinkan. Seperti dilaporkan

malformasi katup aorta-pulmonal, defek septum atrium dan defek

conotruncal seperti stenosis katup pulmonal atau Tetralogi Fallot.

2.7 Diagnosis

Sindrom MRKH ditandai dengan aplasia bawaan dari uterus dan

bagian atas (2/3) dari vagina wanita menunjukkan perkembangan seksual

sekunder yang normal disertai karakteristik 46, XX kariotipe normal.

Malformasi terkait lainnya (tipe II atau asosiasi MURCS):

- Ginjal (agenesis unilateral, ginjal ginjal atau horseshoe kidney)

- Rangka dan khususnya tulang belakang (Anomali Klippel-Feil; vertebra

menyatu, terutama cervical; scoliosis)

- Disfungsi pendengaran

- Lebih jarang, anomali jantung dan digital (sindaktili, polidactili)

Aplasia utero-vaginal disebut sebagai Rokitansky urutan atau

sindrom MRKH tipe I (terisolasi). Aplasia inkomplit dan/atau

berhubungan dengan kelainan lain, umumnya disebut sebagai asosiasi

MURCS (atau tipe II Sindrom MRKH). Dalam hal ini, istilah GRES

(Genital Renal Ear Syndrome) juga dapat digunakan.

Pemeriksaan fisik menunjukkan pengembangan sekunder seksual yang

normal, perineum normal, dan saluran vagina kecil. Pinggiran himen

biasanya tampak bersama dengan saluran vagina yang kecil, karena

embriologis keduanya berasal dari sinus urogenital. Pemeriksaan

19

Page 20: MRKH

rectoabdominal sangat membantu untuk menentukan apakah struktur garis

tengah (bagian atas vagina, leher uterus, dan / atau uterus) ada atau tidak.

Ultrasonografi, harus dilakukan untuk menilai status ginjal, juga dapat

mengkonfirmasi ovarium dan uterus. Struktur kecil sekitar uterus dapat

tampak dan dapat menyebabkan sakit perut / panggul siklik atau kronis dan

memerlukan eksisi bedah jika endometrium tampak dalam puncak

rudimenter noncommunicating.

Gambar 6. a) USG Abdomen pot. axial menunjukkan uterus kiri dan kanan yang normal. b) USG

Abdomen pot. sagittal menunjukkan cavum endometrium didaerah uterus kanan (RH) berhubungan

dengan lesi hipoechoic (M). c) Gambar USG sagital mengarahkan lebih lanjut di arah kaudal

menunjukkan lesi hypoechoic dimana terjadi pengumpulan cairan dengan gema internal terletak di

posterior vesika urinaria. Tampaknya berakhir sedikit di atas introitus.

MRI dapat membantu dalam mengevaluasi agenesis vagina, terutama untuk

menentukan apakah endometrium fungsional hadir secara normal

serta apakah uterus memiliki kelainan atau tidak. Ada kemungkinan bahwa

MRI mungkin tidak dapat mengidentifikasi bagian uterus lateral yang

tersembunyi pada otot psoas.

20

Page 21: MRKH

Gambar 7. MRI: Menunjukkan agenesis vagina.

Laparoskopi hampir tidak pernah ditunjukkan dalam evaluasi diagnostik,

laparoskopi dan untuk kasus-kasus agenesis vagina tanpa nyeri panggul

tidak diperlukan kecuali bentuk anatomi tidak dapat didefinisikan oleh

modalitas lain. Atau, jika nyeri panggul siklik atau kronis berkembang,

maka penilaian dan pengobatan panggul untuk kelainan uterus dan

kemungkinan endometriosis ditunjukkan.

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding aplasia Müllerian meliputi pasien dengan

amenore primer dan dengan karakteristik seksual yang normal sekunder

(Tabel 1). Ini pertama-tama harus mengarah ke eksklusi disgenesis gonad.

Diagnosis banding meliputi adanya kelainan uterus dan vagina kongenital

(aplasia atau agenesis), atresia vagina dan ketidakpekaan androgen.

Septum vagina transversal dan hymen imperforata, yang awalnya dapat

mempersulit dianosis tidak termasuk. Pasien dengan kondisi terakhir

memiliki leher uterus dan uterus yang normal, yang keduanya teraba pada

pemeriksaan rektal. Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan

21

Page 22: MRKH

struktur Müllerian dalam kasus-kasus di mana pemeriksaan palpasi tidak

memberikan hasil.

1. Atresia Vagina

Pada umumnya akan mengungkapkan nyeri panggul dalam

hubungan dengan cryptomenorrhea pada pemeriksaan fisik. Atresia vagina

ditemukan dalam berbagai sindrom, terutama Sindrom Winter (ditandai

dengan kelainan ginjal, genital, dan telinga tengah), dan Sindrom

McKusick-Kaufman, yang berhubungan dengan hidrometrocolpos,

polidactili postaxial dan malformasi jantung bawaan dan karena mutasi

pada gen MKKS yang terletak pada kromosom 20p12. Perlu dicatat bahwa

sementara ini aplasia Müllerian sebagian atau total di Sindrom MRKH

memperlihatkan adanya kemandulan ireversibel, atresia vagina dapat

dikoreksi melalui pembedahan untuk memungkinkan kehamilan.

2. Defek WNT4

Sampai saat ini, hanya dua kasus defek WNT4 telah dikabarkan.

Kondisi ini mirip tetapi berbeda dari Sindrom MRKH sehingga dapat

membingungkan. Tampaknya cukup jelas bahwa kasus-kasus lain akan

segera dilaporkan dalam literatur, sehingga penting untuk memasukkan

sindrom ini ke dalam diagnosis banding MRKH/MURCS. Bukti

hiperandrogenisme pada perempuan dengan fenotip wanita normal

awalnya mengarahkan dokter untuk mencurigai WNT4 sebagai penyebab

utama.

3. Androgen insensitivity syndrome (AIS)

22

Page 23: MRKH

AIS, juga disebut sindrom feminisasi testis (TFM), adalah gangguan

pseuhermaphroditism laki-laki yang disebabkan oleh mutasi pada gen

untuk reseptor androgen. AIS adalah gangguan resesif X-linked pada laki-

laki yang memiliki genitalia eksterna wanita, perkembangan payudara

wanita, blind vagina,, uterus yang tidak ada dan adneksa wanita, serta test

abdominalis atau inguinalis. Sebagian Hasil insensitivitas androgen pada

hipospadia dan mikropenis dengan ginekomastia, sehingga sindrom ini

jelas berbeda dengan sindrom MRKH.

4. Aplasia derivatif Müllerian

Aplasia derivatif Müllerian, yang mungkin mirip Sindrom MRKH,

telah dijelaskan dalam hubungan dengan disgenesis gonad. Dalam kasus

ini, pasien menunjukkan kariotipe normal, selalu melibatkan kromosom X,

seperti mosaicisms 45, X/46, X, dic (X), 46, XX/45, X0 , 46, XX/47, XXX

atau penyusunan ulang / penghapusan seperti 46, X, del (X) (pter-q22), 46,

X, i(Xq) atau kariotipe kompleks. Namun, sindrom MRKH tampaknya

tidak menjadi sifat terkait-X dan karena itu tampak bahwa kromosom X

membawa satu atau beberapa gen yang terlibat dalam diferensiasi minimal

sangat awal baik gonad maupun saluran Müllerian.

23

Page 24: MRKH

Tabel 2. Kesimpulan Diagnosis banding antara Sindrom MRKH dengan atresia vagina

terisolasi, defek WNT4, dan Sindrom insensitivitas androgen.

2.9 Penatalaksanaan

Terapi melibatkan pembuatan vagina ketika pasien ingin aktif secara

seksual. Ada beberapa terapi pilihan. Yang pertama, yang memakan waktu

tapi tanpa pembedahan, memerlukan penggunaan dilator vagina secara

progresif. Hal ini dapat tercapai dengan baik bila diiringi dengan motivasi

kepada pasien dewasa selama beberapa bulan. Vagina berfungsi secara

baik telah dicapai pada banyak pasien dengan cara ini.

Menggunakan konsep dilator vagina, Ingram menemukan teknik

yang berguna. Dia menggunakan tiga set Lucite dilator. Set pertama berisi

10 dilator dengan panjang 1,5 cm dan bahwa peningkatan panjang 1,5-10

cm; set kedua berisi 5 dilator dengan panjang 2,5 cm dan peningkatan

panjang 3 sampai 10 cm, dan set ketiga memiliki 8 dilator, panjang 3,5 cm

dan diameter 3 sampai panjang 10 cm. Sebuah kursi dipasang di bangku

dan digunakan untuk menjaga tekanan dilator pada dimple introital vagina

bagian posterior uretra. Pasien memegang dilator di tempat dengan pad

atau korset dan bekerja melalui tiga set dalam mode progresif, panjang

dan lebar dapat diatur dan disesuaikan. Kursi tersebut memungkinkan

tekanan terus untuk melawan dilator, tekanan dilanjutkan selama 15

sampai 30 menit pada waktu total minimal 2 jam sehari. Pasien mungkin

membaca atau melakukan kegiatan lain sambil duduk. Hal ini biasanya

24

Page 25: MRKH

membutuhkan waktu 4 sampai 6 bulan untuk mengembangkan neovagina

yang memadai dengan teknik ini.

a. b.

Gambar 8. a. Alat dilatator vagina, b. Teknik pemasangan dilatator vagina

Bedah rekonstruksi vagina memiliki banyak variasi teknik. Operasi,

untuk sebagian besar, mengembangkan ruang potensial antara kandung

kemih dan rektum dan mengembalikan ruang ini dengan jaringan

menggunakan stent, paling sering cangkok kulit split-ketebalan atau bahan

sintetis. Pada prosedur akhir, dikembangkan oleh Abbe-McIndoe, mudah

untuk melakukan tapi harus dilakukan hanya bila pasien akan

menggunakan vagina secara sering. Jika ia gagal untuk meninggalkan

cangkok di tempat tersebut, neovagina sering akan mengerut,

meninggalkan bekas luka, dan menjadi tidak berfungsi. Möbus dan rekan

melaporkan bahwa pada 24 pasien yang telah menjalani operasi

pengembangan dari suatu neovagina, 20 dari 24 yang ditemukan untuk

menjalani kehidupan seksual yang sehat dengan respon emosional seksual

yang baik. Mereka menekankan bahwa coitus awal dan teratur pasca

operasi sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang dan lebih unggul

25

Page 26: MRKH

pada pemakaian stent. Dengan demikian, waktu pengoperasian bertepatan

dengan kesempatan untuk coitus sangat penting.

Prosedur alternatif ditemukan oleh Williams. Prosedur ini

menggunakan kulit labia dan hasil dalam kantong vagina dengan sumbu

langsung posterior. Meskipun secara anatomi tidak mirip vagina normal

dimana hasil dari prosedur McIndoe itu tidak menghasilkan kantong

vagina yang berfungsi dan diterima dengan baik oleh pasien. Akhirnya,

sumbu vagina normal dilaporkan untuk dapat dikembangkan.

Gambar 9. Teknik Laparoskopi pada prosedur vaginoplasti Sindrom MRKH.

Vecchietti mengembangkan prosedur laparoskopi untuk

memproduksi neovagina. Jahitan laparoskopi ditempatkan di lipatan

Peritoneal antara kandung kemih dan uterus belum sempurna. Sebuah

jarum canggih kemudian menghancurkan pseudohymen dan zaitun

melekatkan jahitan dan menarik erat perineum. Jahitan (dua) tersebut

kemudian diperbaiki ke perangkat traksi pada dinding anterior abdomen

dan lulus traksi diterapkan selama 6 sampai 8 hari. Zaitun tersebut

26

Page 27: MRKH

kemudian dilepas dan pasien menggunakan dilator vagina sampai

hubungan seksual dimulai 10 sampai 15 hari kemudian. Beberapa penulis

telah melaporkan keberhasilan dengan prosedur ini.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH) adalah

kelainan bawaan yang ditandai dengan tidak adanya vagina terkait dengan

kelainan uterus yang bervariasi dan saluran kemih tetapi ovarium bersifat

27

Page 28: MRKH

fungsional. Salah satu penyebab sindrom MRKH adalah gangguan

perkembangan fusi ductus Muller pada kehamilan minggu ke sembilan. Di

mana akibat dari sindrom ini adalah terganggunya sistem reproduksi

wanita yang mengalaminya.

Sindrom MRKH merupakan bagian dari kelainan agenesis vagina

atau ductus Muller, yang dapat disertai kelainan organ tubuh lain seperti,

tulang belakang, ekstremitas dan traktus urinarius. Sehingga, hal ini perlu

dipelajari tidak hanya bermanfaat untuk mewaspadai kelainan saluran

kemih pada pasien dengan sindrom MRKH, tetapi juga untuk mempelajari

sistem rangka dan pendengaran pada pasien. Pertimbangan psikologis

pasien dengan agenesis uterovaginal mungkin menginginkan kebutuhan

Vaginoplasty secara awal, yang sampai sekarang telah ditunda sampai

sebelum menikah.

Bedah koreksi banyak memerlukan pembentukan sebuah saluran

neovaginal oleh kinerja neovaginoplasty yang dapat dilakukan dengan

teknik bedah terbuka atau laparoskopi. Teknologi fertilisasi in vitro dan

transfer embrio, yang memungkinkan untuk koleksi oosit dari gen ibu,

fertilisasi oleh gen ayah, dan penempatan keduanya akan menghasilkan

kehamilan, sehingga memungkinkan seorang wanita tanpa uterus untuk

memiliki anak dari gennya sendiri.

3.2 Saran

Dengan mengetahui penyebab dari Sindrom MRKH yaitu gangguan

perkembangan fusi ductus Muller pada kehamilan minggu ke Sembilan

28

28

Page 29: MRKH

oleh karena berbagai sebab. Perlu dilakukan informasi oleh petugas

kesehatan sejak awal usia reproduksi wanita untuk memperbaiki gizi dan

menghindari pola hidup tidak sehat sehingga dapat menghindari adanya

kelainan embriologi pada saat kehamilannya. Bila dapat dideteksi lebih

dini, maka dapat ditentukan langkah penatalaksanaan secara dini oleh

petugas kesehatan yang berwenang.

Masih banyak lagi kelainan yang terjadi pada masa embriologi

khususnya kelainan pembentukan organ reproduksi baik pada wanita

maupun pria, oleh karena itu perlu dipelajari dan disampaikan untuk

menambah wawasan mengenai hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arsana Wiyasa IW, Aisyatul Mukminah. 2004. Penatalaksanaan Sindroma Mayer Rokitansky Kuster Hauser (Sindroma Mrkh) Dengan Sindroma Klippel Feil. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XX, No.2. Sub Bagian Fetomaternal SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unibraw.

Rohen, Johanes W, Drecoll, Elke Lutjen. 2003. Embriologi Fungsional, Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.

29

Page 30: MRKH

Langman, Sadler T. W. 2009. Embriologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC

KELAINAN DIFERENSIASI DUKTUS MULLER PADA EMBRIOLOGI GENETALIA WANITA

SINDROM MAYER ROKITANSKY KUSTER HAUSER (MRKH)

Tugas Akhir Mata Kuliah EmbriologiDosen Pengampu: Dr. H. Bambang Poernomo Soenardirahardjo, drh, MS.

30

30

Page 31: MRKH

Oleh:Hartini Sri Utami(011314653010)

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN REPRODUKSI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2014KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat

menyelesaikan penyusunan Makalah Embriologi yang berjudul “Kelainan

Diferensiasi Duktus Muller Pada Embriologi Genetalia Wanita, Sindrom

Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH)” sebagai tugas akhir Mata Kuliah

Embriologi semester II Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Reproduksi.

31

i

Page 32: MRKH

Makalah ini disusun untuk memperluas pengetahuan dalam bidang

Embriologi khususnya mengenai kelainan perkembangan alat reproduksi masa

embrional yang dapat memberikan dampak pada masa dewasa serta pengaruhnya

terhadap organ yang lainnya.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah

Dr. H. Bambang Poernomo Soenardirahardjo, drh, MS. yang telah memberikan

kuliah mengenai embriologi serta menjadi fasilitator dalam diskusi pada mata

kuliah embriologi.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat

banyak kekurangan baik dari segi isi maupun kesalahan dalam penulisannya. Oleh

karena itu saya memohon maaf serta mengharapkan saran dan kritik dari

pembaca.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun maupun pembaca

untuk menambah wawasan serta pengetahuan khususnya dalam mata kuliah

biomolekuler.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 01 Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

32

ii

Page 33: MRKH

1.2 Tujuan.................................................................................................2

1.2.1 Tujuan Umum.........................................................................2

1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................2

1.3 Sistematika Penulisan.........................................................................3

1.4 Manfaat...............................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................4

2.1 Definisi................................................................................................4

2.2 Epidemiologi.......................................................................................4

2.3 Anatomi Embriologi Organ Reproduksi Wanita................................5

2.3 Embriologi Uterus dan Ovum.......................................................5

2.4 Embriologi Ovarium.....................................................................6

2.4 Etiologi................................................................................................9

2.5 Patofisiologi......................................................................................10

2.6 Gambaran Klinis...............................................................................15

2.6.1 Gambaran Klinik Utama Sindrom MRKH..............................15

2.6.2 Hubungan Terkait Dalam MRKH Sindrom Tipe II (MURCS)

17

2.7 Diagnosis...........................................................................................19

2.8 Diagnosis Banding............................................................................21

2.9 Penatalaksanaan................................................................................24

BAB 3 PENUTUP..................................................................................................28

3.1 Kesimpulan.......................................................................................28

3.2 Saran.................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

33

iii