mh rio

Upload: ainunzamira

Post on 06-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

koas

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah tipe dengan IB kurang dari 2+. Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan kulit, sedangkan apabila BTA positif maka akan dimasukan dalam kusta multibasiler.Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, umur, dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.Morbus Hansen pada umumnya memberikan morfologi yang khas yaitu lesi yang diawali dengan bercak putih, bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar dan meluas. Jika saraf sudah terkena, penderita akan mengeluh kesemutan/ baal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang berlanjut pada kekakuan sendi. Rambut alis pun dapat rontok.Terapi yang di programkan untuk pemberantasan morbus hansen di seluruh dunia termasuk indonesia adalah obat yang di kelompokan pada regimen Multi Drug Treatment (MDT) antara lain diaminodiphenil sulfon, rifampisin, klofazimin (lampren). Adapun obat alternatif yaitu ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin. Prognosis untuk morbus hansen pada umumnya baik, hanya jika pasien mampu mengikuti program secara teratur.

BAB IILAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. IJenis kelamin: Laki-lakiUmur: 43 tahun Alamat: Jl. SJ Blok B8, Jakarta UtaraAgama : IslamSuku: Jawa

B. ANAMNESIS : Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih pada tanggal 20 Maret 2015.

Keluhan Utama :Baal pada kedua telapak kaki sejak 3 minggu SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan baal pada kedua telapak kaki sejak 3 minggu SMRS. Keluhan ini dirasakan tidak disertai rasa gatal. Pasien juga mengeluhkan adanya bercak di tubuh, yaitu disekitar siku tangan kanan dan kiri. Tidak ada rasa gatal atau nyeri pada bercak tersebut. Pasien mengatakan bahwa bercak tersebut sering tersenggol dan luka tanpa dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu :Belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.Riwayat DM disangkal

Riwayat Alergi :a. Pasien tidak mempunyai keluhan gatal-gatal atau bentol kemerahan jika setelah makan makanan tertentu.b. Keluhan sering bersin saat pagi hari, udara dingin atau debu tidak dirasakan pasien.c. Pasien tidak mempunyai riwayat menggunakan obat-obatan yang pernah menimbulkan reaksi gatal, kulit terkelupas dan sesak nafas. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal. Riwayat Psikososial & Kebiasaan : Penderita mandi sehari 2 kali. Tidak ada penyakit serupa di lingkungan rumah atau kerjaC. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan umum : Tampak sakit Ringan1. Kesadaran: compos mentis 1. Tanda-tanda vital:- TD: tidak dilakukan- Nadi: 88 x/menit, reguler- Pernapasan : 20 x/menit, reguler- Suhu : 36,5oC

STATUS GENERALIS a. Kepala dan leher Kepala: Normochepal Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), madarosis+/+, lagophtalmus -/- Hidung: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-). hipertrofi konka (-/-), polip (-/-), sadle nose - Telinga: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-), Mulut: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-). Leher: Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid (-) Paru: Simetris, vesikuler (+/+) Jantung: BJ 1 dan II normal, gallop (-), murmur (-) Abdomen: Datar, timpani diseluruh kuadran abdomen Ekstremitas Atas: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-) Bawah: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-) KGB: normal, tidak mengalami pembesaran Pemeriksaan Saraf Nervus auricularis magnus: tidak teraba penebalan saraf, nyeri (-), kaku (-) Nervus radialis: Penebalan (-), nyeri (-), kaku (-) Nervus ulnaris: Penebalan (+/+), nyeri (+/+), kaku (-) Nervus medianus: Penebalan (-), nyeri (-), kaku (-) Nervus popliteal lateralis: Penebalan (-), nyeri (-), kaku (-) Nervus tibialis posterior: Penebalan (-), nyeri (-), kaku (-)

Saraf sensorik Raba: (-) pada lesi ante cubital dan plantar Nyeri: (-) pada lesi ante cubital dan plantar Panas/dingin: tidak dilakukan

Saraf motoric Lagophtalmus -/- Claw hand -/- Wrist drop -/- Claw toes -/- Foot drop -/-

Saraf otonom Keringat di lesi Kulit kering + Elatisitas sulit dinilai

STATUS DERMATOLOGIKUS Regio: Ante Cubital dan thorakalis posterior Efloresensi: Tampak bercak hipopigmentasi, multiple, nummular dengan ukuran paling kecil 1 cm ukuran paling besar 2 cm, dengan batas sirkumskrip, permukaan terdapat skuama halus.

D. RESUME Seorang laki-laki usia 43 tahun datang ke poli kulit RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan baal pada kedua kakinya. Keluhan sudah dirasakan sejak 3 minggu SMRS. Pasien tidak mengeluhkan adanya gatal-gatal pada tubuh. Pasien juga mengeluhkan adanya luka yang muncul tanpa dirasakan pada sikunya.Pada pemeriksaan fisik ditemukan adaya madarosis, anastesia pada daerah ante cubital dan plantar, Pada pemeriksaan dermatologi pada regio ante cubital dan thorakalis posterior tampak bercak hipopigmentasi, multiple, nummular dengan ukuran paling kecil 1 cm ukuran paling besar 2 cm, dengan batas sirkumskrip, permukaan terdapat skuama halus.

E. DIAGNOSIS KERJAMorbus Hansen tipe TT

G. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG BTA Biopsi

H. PENATALAKSANAANNon Medikamentosa: Menjaga sanitasi terutama kebersihan tubuh Tidak memakai handuk ataupun pakaian dalam bersama Tirah baring

Medikamentosa: MDT PB Neurobion 1x1

I. PROGNOSISQuo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo ad sanationam: dubia ad bonam

BAB IIIDISKUSI KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja yaitu Morbus Hansen. Hal ini diperoleh dengan dilakukannya anamnesis, pemeriksaan fisik dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi pada kasus ini.AnamnesisSeorang laki-laki usia 43 tahun datang ke poli kulit RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan baal pada kedua kakinya. Keluhan sudah dirasakan sejak 3 minggu SMRS. Pasien tidak mengeluhkan adanya gatal-gatal pada tubuh. Pasien juga mengeluhkan adanya luka yang muncul tanpa dirasakan pada sikunya.

Anamnesis sesuai dengan Teori Ada rasa baal pada keluhan utama, sesuai dengan cardinal sign MH. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri didaerah sendi. Adanya riwayat luka yang tidak dirasakan oleh pasien.Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik ditemukan adaya madarosis, anastesia pada daerah ante cubital dan plantar, Pada pemeriksaan dermatologi pada regio ante cubital dan thorakalis posterior tampak bercak hipopigmentasi, multiple, nummular dengan ukuran paling kecil 1 cm ukuran paling besar 2 cm, dengan batas sirkumskrip, permukaan terdapat skuama halus.

Pemeriksaan Fisik sesuai dengan Teori : Pada pemeriksaan fisik ditemukan adaya madarosis, anastesia pada daerah lesi dan rasa baal pada kaki.

Sehingga berdasarkan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, pada kasus ini ditegakkan Diagnosa Kerja : Morbus HansenTujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insidens penyakit. Mengobati dan menyembuhkan penderita, serta mencegah timbulnya penyakit.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI :Kusta atau morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1II. EPIDEMIOLOGI:Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet. 1Masa tunas nya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun. 1Kelompok umur terbanyak yang menderita penyakit ini adalah usia 25-35 tahun. Frekuensi pada jenis kelamin pria atau pun wanita adalah sama. 2 III. ETIOLOGI:Kuman penyebabadalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A.HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia 1 .Kuman ini bersifat obligat intrasel, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in vitro , berbentuk basil Gram positif dengan ukuran 3 -8m x 0,5m, bersifat tahan asam dan alkohol.Kuman ini memunyai afinitas terhadap makrofag dan sel Schwann, replikasi yang lambat di sel Schwann menstimulasi cell-mediated immune response , yang menyebabkan reaksi inflamasi kronik. 3

IV. PATOFISIOLOGI: 3Sebenarnya M.leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang memicu timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut penyakit imunologik.Kusta bukanlah penyakit yang sangat menular. Sarana utama penularan adalah dengan penyebaran aerosol dari sekret hidung yang terinfeksi pada mukosa hidung dan mulut terbuka. Kusta tidak umumnya menyebar melalui kontak langsung melalui kulit utuh, meskipun kontak dekat adalah yang paling rentan.Masa inkubasi kusta adalah 6 bulan sampai 40 tahun atau lebih. Masa inkubasi rata-rata adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid dan 10 tahun untuk kusta lepromatosa. Daerah yang paling sering terkena kusta adalah saraf perifer dangkal, kulit, selaput lendir saluran pernapasan bagian atas, ruang anterior dari mata, dan testis. Daerah-daerah tersebut cenderung bagian dingin dari tubuh. Kerusakan jaringan tergantung pada sejauh mana imunitas diperantarai sel diungkapkan, jenis dan luasnya penyebaran bacillary dan perkalian, penampilan yang merusak jaringan komplikasi imunologi (yaitu, reaksi lepra), dan pengembangan kerusakan saraf dan gejala sisa.M. leprae adalah bakteri intraseluler obligat, asam-cepat, gram positif basil dengan afinitas untuk makrofag dan sel Schwann. Untuk sel Schwann pada khususnya, mengikat mikobakteri ke domain G dari rantai alpha laminin-2 (hanya ditemukan di saraf perifer) dalam lamina basal. Replikasi lambat mereka dalam sel Schwann akhirnya merangsang respon kekebalan yang dimediasi sel, yang menciptakan reaksi peradangan kronis. Akibatnya, pembengkakan terjadi di perineurium, menyebabkan iskemia, fibrosis, dan kematian aksonal.Urutan genom M leprae hanya selesai dalam beberapa tahun terakhir. Satu penemuan penting adalah bahwa meskipun itu tergantung pada host untuk metabolisme, mikroorganisme mempertahankan gen untuk pembentukan dinding sel mikobakteri. Komponen dinding sel merangsang antibodi immunoglobulin M dan tuan diperantarai sel respon imun, sementara juga moderator kemampuan bakterisidal makrofag.Kekuatan dari sistem kekebalan inang mempengaruhi bentuk klinis dari penyakit ini. Kuat diperantarai sel imunitas (interferon-gamma, interleukin [IL] -2) dan hasil respon yang lemah humoral dalam bentuk ringan dari penyakit, dengan terdefinisi dengan baik saraf yang terlibat dan beban bakteri yang lebih rendah. Sebuah respon humoral yang kuat (IL-4, IL-10), tetapi hasil kekebalan yang relatif tidak ada sel-dimediasi pada kusta lepromatosa, dengan lesi luas, kulit yang luas dan keterlibatan saraf, dan beban bakteri tinggi. Oleh karena itu, spektrum penyakit yang ada seperti yang diperantarai sel imunitas mendominasi dalam bentuk ringan kusta dan menurun dengan meningkatnya keparahan klinis. Sementara itu, kekebalan humoral relatif tidak ada pada penyakit ringan dan meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.Toll-like receptors (TLRs) juga mungkin memainkan peran dalam patogenesis kusta . M leprae mengaktifkan TLR2 dan TLR1, yang ditemukan pada permukaan sel Schwann, terutama dengan kusta tuberkuloid. Meskipun ini pertahanan kekebalan yang dimediasi sel yang paling aktif dalam bentuk ringan dari kusta, juga mungkin bertanggung jawab untuk aktivasi gen apoptosis dan, akibatnya, timbulnya bergegas kerusakan saraf ditemukan pada orang dengan penyakit ringan. Alpha-2 reseptor laminin ditemukan dalam lamina basal sel Schwann juga merupakan target masuk untuk M leprae ke dalam sel, sedangkan aktivasi dari jalur erbB2 reseptor tirosin kinase signaling telah diidentifikasi sebagai mediator dari demielinasi pada kusta .Aktivasi makrofag dan sel dendritik, baik antigen-penyajian sel, terlibat dalam respon kekebalan host terhadap M leprae. IL-1beta diproduksi oleh antigen-penyajian sel yang terinfeksi oleh mycobacteria telah ditunjukkan untuk merusak pematangan dan fungsi sel dendritik. [5] Karena basil telah ditemukan dalam endotelium kulit, jaringan saraf, dan mukosa hidung, sel-sel endotel juga berpikir untuk berkontribusi pada patogenesis kusta. Jalur lain dimanfaatkan oleh M leprae adalah jalur ubiquitin-proteasome, dengan menyebabkan apoptosis sel kekebalan tubuh dan tumor necrosis factor (TNF) -alpha/IL-10 sekresi. Sebuah peningkatan mendadak dalam T-sel kekebalan bertanggung jawab untuk tipe I reaksi reversal. Ketik II hasil reaksi dari aktivasi TNF-alpha dan pengendapan kompleks imun pada jaringan dengan infiltrasi neutrophilic dan dari aktivasi komplemen pada organ. Satu studi menemukan bahwa siklooksigenase 2 diungkapkan di microvessels, berkas saraf, dan serat saraf terisolasi dalam dermis dan subcutis selama reaksi reversal. Bila basil M.leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada system imunitas seluler (SIS) penderita. SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa. 1

Gambar 1. Patofisiologi LepraPatogenesis Kerusakan Saraf pada Pasien Kusta :

Gambar 2. Kerusakan saraf

V. KLASIFIKASI:

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit lepra yang terdiri berbagai tipe, yaitu :TT: tuberkuloid polar, bentuk yang stabilTi: tuberkuloid indefiniteBT: borderline tuberculoidBB: Mid borderlineBl : borderline lepromatousLi: lepromatosa indefiniteLL: Lepromatosa polar, bentuk yang stabil

TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang stabil. Jadi tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat beralih tipe, baik ke arah TT maupun ke arah LL. Menurut WHO (1981), lepra dibahi 2 menjadi multibasilar (MB) dan pausibasilar (PB). Multibasilar berarti mengandung banyak basil dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+, yaitu tipe LL,BL, dan BB pada klasifikasi Ridley-Joping. Pausibasilar mengandung sedikit basil dengan IB kurang dari 2+, yaitu tipe TT,BT, dan I. 1

Untuk kepentingan pengobatan, pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada pemeriksaan kulit, yaitu tipe TT,BT, dan I, sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB,BL,LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif ,harus diobati dengan rejimen MDT-MB. 1

Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO ( 1995 ) 1PBMB

1. Lesi kulit (makula datar, papul yang meninggi, nodus) 1-5 lesi Hipopigmentasi/eritema Distribusi tidak simetris Hilangnya sensasi jelas

> 5 lesi Distribusi lebih simetris Hilangnya sensasi kurang jelas

2. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena) Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta MultiBasilar (MB) 1

SifatLepromatosa (LL)Borderline Lepromatosa (BL)Mid Borderline (BB)

Lesi

BentukMakulaInfiltrat difusPapulNodusMakulaPlakatPapulPlakatDome-shape(kubah)Punched-out

JumlahTidak terhitung, praktis tidak ada kulit sehatSukar dihitung, masih ada kulit sehatDapat dihitung, kulit sehat jelas ada

DistribusiSimetrisHampir simetrisAsimetris

PermukaanHalus berkilatHalus berkilatAgak kasar, agak berkilat

BatasTidak jelasAgak jelasAgak jelas

AnestesiaBiasanya tidak jelasTak jelasLebih jelas

BTA

Lesi kulitBanyak (ada globus)BanyakAgak banyak

Sekret hidungBanyak (ada globus)Biasanya negatifNegatif

Tes LeprominNegatifNegatifNegatif

Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta PausiBasilar (PB) 1KarakteristikTuberkuloid (TT)Borderline Tuberculoid (BT)Indeterminate (I)

Lesi

TipeMakula ; makula dibatasi infiltratMakula dibatasi infiltrat saja; infiltrat sajaHanya Infiltrat

Jumlah

Satu atau dapat beberapaBeberapa atau satu dengan lesi satelitSatu atau beberapa

Distribusi

Terlokalisasi & asimetrisAsimetrisBervariasi

PermukaanKering, skuamaKering, skuamaDapat halus agak berkilat

BatasJelasJelasDapat jelas atau dapat tidak jelas

AnestesiaJelasJelasTak ada sampai tidak jelas

BTA

lesi kulitHampir selalu negatifNegatif atau hanya 1+Biasanya negatif

Tes leprominPositif kuat (3+)Positif lemahDapat positif lemah atau negatif

VI. DASAR DIAGNOSIS VI.1 Gejala klinis Masa inkubasinya 2 40 tahun (rata-rata 5 7 tahun). Onset terjadinya perlahan-lahan dan tidak ada rasa nyeri. Pertama kali mengenai system saraf perifer dengan parestesi dan baalyang persisten ataurekuren tanpaterlihat adanyagejalaklinis.Padastadiuminimungkinterdapaterupsikulitberupa macula dan bula yang bersifat sementara. Keterlibatan sistem saraf menyebabkan kelemahan otot, atrofi otot, nyeri neuritik yang berat, dan kontraktur tangan dan kaki. Gejala prodromal yang dapat timbul kadang tidakdikenali sampai lesi erupsi ke kutan terjadi. 90% psien biasanya mengalami keluhan pada pertama kalinya adalah rasa baal, hilangnya sensori suhu sehingga tidak dapat membedakan panas dengan dingin. Selanjutnya, sensasi raba dan nyeri, terutama dialami pada tangan dan kaki, sehingga dapat terjadi kompliksi ulkus atau terbakar pada ekstremitasyang baal tersebut. Bagian tubuh lain yang dapat terkenakusta adalah daerah yang dingin, yaitu daerah mata, testis, dagu, cuoing hidung, daun telinga, dan lutut.

Perubahan saraf tepi yang terjadi dapat berupa pembesaran saraf tepi yang asimetris pada daun telinga, ulnar, tibia posterior, radial kutaneus, Kerusakan sensorik pada lesi kulit Kelumpuhan nervus trunkus tanpa tanda inflamasi berupa neuropati, kerusakan sensorik dan motorik, serta kontraktur Kerusakan sensorikdenganpolaStocking-glove Acraldistalsymmethricanesthesia(hilangnya sensasi panas dan dingin, serta nyeri dan raba)

VI.2 Pemeriksaan fisik41.Tuberculoid Leprosy (TT, BT)Pada TT, imunitas masih baik,dapat sembuh spontan dan masih mampu melokalisirsehinggadidapatkangambranbatasyangtegas.Mengenaikulit maupun saraf. Lesikulit bisa satu ataubeberapa, dapat berupa makula atauplak,dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau central clearing.Permukaan lesi dapat bersisik, dengan tepi yang meninggi. Dapat disertai penebalan saraf tepi yang biasanya teraba. Kuman BTA negatif merupakan tanda terdapatnya respon imun yang adekuat terhadap kuman kusta. Pada BT, tidakdapat sembuh spontan,Lesi menyerupai tipe TT namun dapat disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas TT. Gangguan saraf tidak berat dan asimetris.

Gambar LesiTuberculoid leprosy, soliter, anesthetic, annular

Lesi Kulit pada Tuberculoid Leprosy Borderline Tuberculoid Leprosy, gambaran anular inkomplit dengan papul satelit2.BorderlineLeprosyPada tipe BB borderline,meruapakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga bentuk dimorfik. Lesi kulit berbentuk antara tuberculoid dan lepromatous.Terdiridari macula infiltratif, mengkilap, batas lesi kurang tegas, jumlah banyak melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi bervariasi, dapat perbentukpunch outyang khas. Pada tipe ini terjadi anestesia dan berkurangnya keringat.

Lesi Kulit pada Borderline BB Leprosy3.Lepromatous LeprosyTipe BL, secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dengancepatmenyebarkeseluruhbadan.Makulalebihbervariasibentuknya.Distr-ibusi lesi hampir simetris. Lesi innfiltrat, dan plak seperti punched out. Tandatandakerusakansarafberupahilangnyasensasi,hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul.Penebalansaraftepiterabapadatempatpredileksi.TipeLL,jumlah lesi sangat banyak, nodul mencapai ukuran 2 cm, simetris,permukaan halus,lebih eritematous, berkilap, berbatas tidaktegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Ditemukan juga lesi Dematofibroma-like multipel, batas tegas, nodul, eritem. Distribusilesikhaspadawajah,mengenaidahi,pelipis,dagu,cuping telinga. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresifmembentuk facies leonine. Kerusakan saraf menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia

.

Lesi Kulitpada Lepromatous LeprosyDeformitas pada kustaDeformitas dapat dibagi dalam deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M.Leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah.Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat perubahan saraf, umumnya deformitas terjadi diakibatkan keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf. 1Gejala-gejala kerusakan pada saraf :1. N.ulnaris Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis Clawing kelingking dan jari manis Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial2. N. medianus Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah Tidak mampu aduksi ibu jari Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah Ibu jari kontraktur Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral3. N. radialis Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk Tangan gantung (wrist drop) Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan4. N. poplitea lateralis Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis Kaki gantung (foot drop) Kelemahan otot peroneus5. N. tibialis posterior Anestesia telapak kaki Claw toes Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis6. N. fasialis Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus Cabang bukal, mandibular, dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir7. N. trigeminus Anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mataKerusakan mata pada kusta juga dapat terjadi secara primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. Fasialis yang dapat membuat paralisis N.Orbicularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri-sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan. 1Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus semineferus testis. 1

Kusta histoidKusta histoid merupakan variasi lesi pada tipe lepromatous yang ditandai dengan adanya nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya timbul sebagai kasus relapse sensitive atau relapse resistent. 1Relapse sensitive terjadi bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dapat terjadi karena kuman yang dorman aktif kembali atau pengobatan yang diselesaikan tidak adekuat, baik dosis maupun pemberiannya,disebut juga resisten sekunder. 1Relaps resistents terjadi, bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan, tetapi tidak dapat diobati dengan obat yang sama karena kuman telah resisten terhadap obat MDT, disebut juga resisten primer. 1Pemeriksaan saraf tepi 4a. N. auricularis magnusPasien menoleh ke kanan/kiri semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan terdorong oleh otot-otot di bawahnya sehingga dapat terlihat pembesaran saraf. Dua jari pemeriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka akan teraba jaringan seperti kabel atau kawat. Bandingkan kanan dan kiri dalam hal besar, bentuk, serat, lunak, dan nyeri atau tidaknya.b. N. ulnarisTangan yang diperiksa rileks, sedikit fleksi dan diletakkan di atas satu tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa meraba sulcus nervi ulnaris dan merasakan adanya penebalan atau tidak Bandingkan kanan dan kiri dalam hal besar, bentuk, serat, lunak, dan nyeri atau tidaknya.c. N. peroneus lateralisPasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitulum fibulae, dan merasakan ada penebalana atau tidak. Bandingkan kanan dan kiri dalam hal besar, bentuk, serat, lunak, dan nyeri atau tidaknya.d. N. tibialis posteriorMeraba maleolus medialis kaki kanan dan kiri dengan kedua tangan, meraba bagian posterior dan mengurutkan ke bawah ke arah tumit. Bandingkan kanan dan kiri dalam hal besar, bentuk, serat, lunak, dan nyeri atau tidaknya.

Pemeriksaan Fungsi Saraf 4a. Tes sensorikGunakan kapas, jarum, serta tabung reaksi berisi air hangat dan dingin. Rasa rabaSepotong kapas yang dilancipkan ujungnya, disinggungkan ke kulit pasien. Kapas disinggungkan ke kulit yang lesi dan yang sehat, kemudian pasien disuruh menunjuk kulit yang disinggung dengan mata terbuka. Jika hal ini telah dimengerti, tes kembali dilakukan dengan mata pasien tertutup. Rasa tajamMenggunakan jarum yang disentuhkan ke kulit pasien. Setelah disentuhkan bagian tajamnya, lalu disentuhkan bagian tumpulnya, kemudia pasien diminta menentukan tajam atau tumpul. Tes dilakukan seperti pemeriksaan rasa raba. SuhuMenggunakan dua buah tabung reaksi yang berisi air panas dan air dingin. Tabung reaksi disentuhkan ke kulit yang lesi dan sehat secara acak, dan pasien diminta menentukan panas atau dingin.

b. Tes OtonomBerdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis, yaitu :1. Tes keringat dengan tinta ( tes Gunawan)2. Tes Pilokarpin3. Tes Motoris (voluntary muscle test) pada n. ulnaris, n.medianus, n.radialis, dan n. peroneus4

VI.3 Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaaan bakterioskopik, Digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan obat. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan ZIEHL NEELSON. Bakterioskopik negative pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung basil M.Leprae. Pertama tama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya minimal 4 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 -4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa menghiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut karena pada cuping telinga biasanya didapati banyak M. leprae1.Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).1 + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP2+ Bila 1 10 BTA dalam 10 LP3+ Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP4+ Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP5+ Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP6+ Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LPIndeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.IM= Jumlah solidx 100 %/ Jumlah solid + Non solidSyarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA, I.B 1+ tidak perlu dibuat IM karedna untuk mendapatkan 100 BTA harus mencari dalam 1.000 sampai 10.000 lapangan, mulai I.B 3+ maksimum harus dicari 100 lapangan.2. Pemeriksaan histopatologi, Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus, dan yang dari kulit disebut histiosit. Apabila SIS nya tinggu, makrofag akan mampu memfagosit M.Leprae. Datangnya histiosit ke tempat kuman disebabkan karena proses imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia Langhans.Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M.Leprae yang sudah ada didalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sebagai sel Virchow atau sel lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan. 1Gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe lepromatosa terdpat kelim sunyi subepidermal ( subepidermal clear zone ) yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur unsur tersebut.3. Pemeriksaan serologik:Didasarkan terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16kD serta 35kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman M.tuberculosis.Kegunaan pemeriksaan serologik ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan, karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas.Pemeriksaan serologik adalah MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay) dan ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick). 1 4.Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2hari (reaksi Fernandez) atau 3 4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae, yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test (PPD) pada tuberkolosis3.Reaksi kustaReaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. 1. Penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response). Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan. Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2, yaitu pada reaksi tipe 1 yang memegang peranan adalah imunitas seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral. 4a. Reaksi tipe 1Menurut Jopling, reaksi kusta tipe I merupakan delayed hypersensitivity reaction yang disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal upgrading) seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Antigen yang berasal dari kuman yang telah mati (breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan sistem imun selular yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi tipe I terjadi akibat perubahan keseimbangan antara imunitas dan basil. Dengan demikian, sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal. Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal oleh karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan lebih lambat dan umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak mendapat pengobatan.Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk yang lain sehingga disebut reaksi borderline. Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi lebih eritematosa, lesi makula menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi lama menjadi bertambah lesi luas. Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu saja sudah cukup 4.b. Reaksi tipe IIReaksi tipe II disebabkan oleh hipersensitivitas humoral , yaitu reaksi hipersnsitivitas tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang melibatkan komplemen. Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatous juga tampak pada BL. Reaksi tipe II sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran lesi lebih eritematus, mengkilap, tampak nodul atau plakat, ukuran bernacam-macam, pada umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan ulserasi, juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise. Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis, dan limfe. 4Tabel perbedaan reaksi kusta tipe 1 dan tipe 2 4No.Gejala/tandaTipe I (reversal)Tipe II (ENL)

1Kondisi umumBaik atau demam ringanBuruk, disertai malaise dan febris

2Peradangan di kulitBercak kulit lama menjadi lebih meradang (merah), dapat timbul bercak baruTimbul nodul kemerahan, lunak, dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)

3Waktu terjadiAwal pengobatan MDTSetelah pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6 bulan

4Tipe kustaPB atau MBMB

5SarafSering terjadiUmumnya berupa nyeri tekan saraf dan atau gangguan fungsi sarafDapat terjadi

6Keterkaitan organ lainHampr tidak adaTerjadi pada mata, KGB, sendi, ginjal, testis, dll

7Faktor pencetus Melahirkan Obat-obat yang meningkatkan kekebalan tubuh Emosi Kelelahan dan stress fisik lainnya kehamilan

Tabel Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat tipe 1 dan tipe 2 4NoGejala/tandaTipe ITipe II

RinganBeratRinganBerat

1.KulitBercak : merah, tebal, panas, nyeriBercak : merah, tebal, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecahNodul : merah,panas,nyeriNodul : merah, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah

2Saraf tepiNyeri pada perbaan (-)Nyeri pada perabaan (+)Nyeri pada perabaan (-)Nyeri pada perabaan (+)

3Keadaan umumDemam (-)Demam (+)Demam (+)Demam (+)

4Keterlibatan organ lain---+Terjadi peradangan pada : mata : iridocyclitis testis : epididimoorchitis ginjal : nefritis kelenjar limpa : limfadenitis gangguan pada tulang, hidung, dan tenggorokan

*bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai reaksi berat

Fenomena LucioFenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau infiltrat difus, bewarna merah muda, bentuk tidak teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritematous disertai purpura dan bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut.Gambaran histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik dengan nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi endhotelial pembuluh darah lebih dalam. Didapatkan banyak basil M.Leprae di endotel kapiler. Walaupun tidak ditemukan infiltrat PMN seperti pada ENL namun dengan imunofluoresensi tampak deposit imunoglobulin dan komplemen di dalam dinding pembuluh darah. 1

VII. DIAGNOSIS BANDING: 2Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding lepra: Ada Makula hipopigmentasi Ada daerah anestesi Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam Ada pembengkakan/pengerasan saraf tepi atau cabang-cabangnya.

1. Tipe I (makula hipopigmentasi) : tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis rosea, atau dermatitis seboroika atau dengan liken simpleks kronik.2. Tipe TT (makula eritematosa dengan pinggir meninggi) : tinea korporis, psoriasis,lupus eritematosus tipe diskoid atau pitiriasis rosea3. Tipe BT,BB,BL (infiltrat merah tak berbatas tegas) : selulitis, erysipelas atau psoriasis.4. Tipe LL (bentuk nodula): lupus eritematous sistemik, dermatomiositis, atau erupsi obat

VIII. PENATALAKSANAANTujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, dan untuk mencapai tujuan tersebut, strategi pokok yang dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita4

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan untuk mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. 4Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (Diaminodifenil sulfon) kemudoan klofazimin dan rifampicin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotic lain untuk pengobatan alternative yaitu ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin. Sejak tahun 1951 pengobatan tuberculosis dengan obat kombinasi ditujukan untuk mencegah kemungkinan resistensi obaat sedangkan MDT untuk kusta baru dimulai tahun 1971.1WHO Recommended treatment regimens 66 month regimen for Paucibacillary (PB) LeprosyDapsonRifampisin

Dewasa50-70 kg100 mg Setiap hari600 mgSebulan sekali di bawah pengawasan

Anak10-14 tahun *50 mg Setiap hari450 mgSebulan sekali di bawah pengawasan

* Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg setiap hari dan rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan12 month regimen for Multibacillary (MB) LeprosyDapsoneRifampisinClofazimin

Dewasa50-70 kg100 mgSetiap Hari600 mgSebulan sekali di bawah pengawasan50 mg Setiap hariDAN300 mgSebulan sekali di bawah pengawasan

Anak10-14 tahun *50 mg Setiap hari450 mgSebulan sekali di bawah pengawasan50 mg Setiap hariDAN150 mgSebulan sekali di bawah pengawasan

*Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg sehari, rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan, klofazimin, 50 mg diberikan dua kali seminggu, dan klofazimin 100 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasanSingle Lesion Paucibacillary (SLPB) Leprosy (one time dose of 3 medications taken together)RifampisinOfloxasinMinosiklin

Dewasa50-70 kg600 mg400 mg100 mg

Anak5- 14 tahun *300 mg200 mg50 mg

*Tidak dianjurkan untuk wanita hamil atau anak-anak kurang dari 5 tahunTipe PB4Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (released from treatment)

AnakDewasa

Hari 1 : diawasi petugasRifampisin 2caps (300mg+150mg) + DDS 1 tab (50mg)Rifampisin 2caps (2x300mg) + DDS 1 tab (100mg)

Hari 2-28 : di rumahDDS 1 tab (50mg)DDS 1 tab (100mg)

*Anak di bawah 10 tahun diberi dosis 1-2mg/kgBB

Tipe MB4Mengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif.

AnakDewasa

Hari 1 : diawasi petugasRifampisin 2caps (300mg+150mg) + Klofazimin 3caps (3x50mg) + DDS 1 tab (50mg)Rifampisin 2caps (2x300mg) + klofazimin 3caps (3x100) + DDS 1 tab (100mg)

Hari 2-28 : di rumahKlofazimin 1 tab (50mg) + DDS 1 tab (50mg)Klofasimin 1cap (100mg) + DDS 1 tab (100mg)

* anak di bawah 10 tahun diberi dosis 1-2mg/kgBB Pengobatan Reaksi Kusta:Pengobatan E.N.L :Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara lain prednison. Dosisnya tergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednison 15-30 mg sehari, kadang-kadang lebih. Makin berat reaksinya makin tinggi dosisnya, tetapi sebaliknya bila reaksinya terlalu ringan tidak perlu diberikan. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. 1Ada lagi obat yang dianggap sebagai obat pilihan pertama yaitu thalidomide, tetapi harus berhati-hati karena mempunyai efek teratogenik. Jadi tidak boleh diberikan kepada orang hamil atau masa subur. Jika hal ini tidak mungkin, adalah penting bahwa kehamilan dikeluarkan sebelum perawatan ini dimulai. Kontrasepsi yang efektif harus digunakan selama 4 minggu sebelum dan setelah pengobatan serta selama masa pengobatan. Haruskah kehamilan terjadi meskipun tindakan pencegahan ini, ada risiko tinggi kelainan berat janin. 1Klofazimin kecuali sebagai obat antikusta dapat juga dipakai sebagai anti-reaksi E.N.L, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Khasiatnya lebih lambat dari kortikosteroid. Keuntungan lain klofazimin dapat dipakai sebagai usaha untuk lepas dari ketergantungan kortikosteroid. 1Pengobatan reaksi reversal:Perlu diperhatikan, apakah reaksi ini disertai neuritis atau tidak. Sebab kalau tanpa neuritis akut tidak perlu diberi pengobatan tambahan. Kalau ada neuritis akut, obat pilihan pertama adalah kortikosteroid yang dosisnya juga disesuaikan dengan berat ringannya neuritis, makin berat makin tinggi dosisnya. Biasanya diberikan prednison 40-60 mg sehari, kemudian diturunkan perlahan-lahan. Pengobatan harus secepat-cepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya kerusakan saraf secara mendadak. 1Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan. Analgetik dan sedativa kalau diperlukan dapat diberikan. Klofazimin dan thalidomid untuk reaksi reversal kurang efektif, oleh karena itu jarang dipakai. 1Pencegahan Cacat:Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot. Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. 1

IX. PROGNOSISDengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang baik. 4

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe Dili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta. Dalam : Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima Cetakan Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2010;73-882. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003 : 124-1263. Lewis. S.Leprosy. Update Feb 4, 2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview#showall

4. Wolff, Klaus, Johnson, Richard A, Suurmond, Dick. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 5th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. P 665-6715. Willacy Hayley. Update Apr 20, 2010. Available at : http://www.patient.co.uk/doctor/Leprosy.htm6. WHO.1998 Model Prescribing Information: Drugs Used in Leprosy. Available at: http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/1.html

1

21