menyoal bank tanah

Upload: pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp

Post on 12-Oct-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

oleh Taufiqul Mujib Kompasiana 03 September 2009

TRANSCRIPT

Menyoal Bank Tanah

oleh Taufiqul Mujib Kompasiana 03 September 2009 Guna menyiasati persediaan lahan untuk perumahan masyarakat menengah ke bawah, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan Bank Tanah (land banking). Konsep pengadaan Bank Tanah ini nantinya akan dikelola Perum Perumnas (Kompas, 24 Juli 2009). Konsep ini sudah digunakan oleh beberapa negara di Eropa dan Amerika, namun baru pertama di Indonesia.Sekilas tentang Bank TanahSecara umum, lembaga Bank Tanah dimaksudkan sebagai kegiatan pemerintah untuk menyediakan tanah yang akan dialokasikan penggunaannya di kemudian hari. Dilihat dari fungsinya, lembaga Bank Tanah dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni lembaga Bank Tanah Umum dan lembaga Bank Tanah Khusus (Maria Sumardjono, 1993).Dalam pengertian lembaga Bank Tanah Umum, tercantum kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh badan pemerintah untuk menyelenggarakan penyediaan, pematangan, dan penyaluran tanah untuk semua jenis penggunaan tanah, tanpa ditentukan terlebih dahulu penggunaannya. Sedangkan Bank Tanah Khusus, langsung ditentukan secara spesifik penggunaannya, semisal untuk pembangunan perumahan menengah, pengembangan industri, dan pembangunan fasilitas umum atau biasa disebut advance land acquisition (Flencher, 1974). Dan Bank Tanah yang sedang digagas pemerintah ini masuk dalam kategori kedua.Dalam konteks Indonesia, kelembagaan Bank Tanah wajib disandarkan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Penyelenggara Bank Tanah harus berbentuk badan hukum publik, dalam hal ini BUMN dan/atau BUMD serta pembentukannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tak hanya itu, dikarenakan lembaga ini mempunyai lingkup wewenang dan tanggung jawab sedemikian besar menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka pemerintah memegang peran penuh dalam setiap prosesnya.Selain itu, pembiayaan seluruh komponen dari Bank Tanah tidak boleh berasal dari utang dan atau bantuan pendanaan lain yang mengikat dan dapat menyebabkan tujuan awal untuk mensejahterakan rakyat menjadi tidak tercapai.Sebagai obyek dari Bank Tanah ini adalah tanah negara atau tanah hak. Tanah negara tersebut antara lain dapat berasal dari bekas hak erfpacht, bekas tanah partikelir, tanah HGU yang tidak diperpanjang lagi, tanah terlantar dan lainnya. Sementara, mengenai cara perolehan tanah untuk kegiatan lembaga Bank Tanah Khusus, dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu pengadaan tanah/pencabutan hak atas tanah dan jual beli.Menjadikan Bagian dari Pembaruan AgrariaLatar belakang kemunculan kebijakan Bank Tanah adalah respon atas krisis lahan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Tercatat, persediaan lahan Perumnas kini hanya tersisa 2.400 hektar, sementara laju kebutuhan rumah baru setiap tahun sebanyak 800.000 unit. Kondisi timpang inilah yang kemudian seringkali menyulut konflik agraria di perkotaan (urban agrarian conflict). Oleh karenanya, konsep Bank Tanah harus dalam skema pembaruan agraria guna menata ulang peruntukan lahan secara lebih adil dan komprehensif. Dengan begitu, paling tidak akan tercapai dua manfaat. Pertama, pembaruan agraria di wilayah kota akan meminimalisir terjadinya konflik. Kedua, tata ruang dan wilayah akan lebih bisa diatur (semisal: bisa mencegah bahaya banjir).Dari konsep tersebut, ada beberapa hal yang menjadi catatan. Pertama, penegasan orientasi pembentukan Bank Tanah ialah untuk kemakmuran rakyat. Pasalnya, Perumnas yang berbentuk Perusahaan Umum, mengindikasikan sifat ganda. Selain sebagai lembaga yang menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum, Perumnas juga difungsikan untuk memupuk keuntungan. Namun, khusus untuk Bank Tanah, Perumnas harus tegas dan konsisten bahwa pengadaan tabungan tanah yang dikelola akan memberi jaminan bagi pengadaan perumahan rakyat dalam jangka panjang.Kedua, kejelasan dan ketegasan dalam menentukan subyek. Subyek utama penerima manfaat kebijakan Bank Tanah ini adalah masyarakat miskin. Skema Bank Tanah harus menghilangkan wilayah abu-abu yang berpotensi membuat program ini tidak tepat sasaran. Program Rusunami (Rumah Susun Hak Milik) bisa dijadikan pelajaran. Dikarenakan peraturan Rusunami yang lemah, sehingga subsidi dari Menpera ini tidak bisa dinikmati rakyat miskin gara-gara sebagian besar pembeli bukan kelompok yang disasar, bahkan pada sejumlah kasus, pembelinya adalah investor (untuk dijual kembali).Ketiga, membangun desain agar tanah tidak diterlantarkan atau diperdagangkan. Sebagai perbandingan, di Amsterdam-Belanda, tanah untuk perumahan rakyat biasanya disalurkan dengan model sewa selama 50 tahun (Strong, 1979). Batas waktu ini diterapkan agar tanah tetap dikuasai oleh negara.Dalam konteks perumahan di Indonesia, konsep hak atas tanah biasanya bisa berujung pada hak milik. Oleh karenanya, perlu juga dibuat mekanisme batasan waktu demi menjaga agar tanah tetap digunakan sesuai dengan fungsinya, dan setelah itu baru benar-benar menjadi hak milik.Keempat, pembangunan pedesaan. Hal mendasar yang harus dicermati adalah, sebagus apapun skema Bank Tanah untuk perumahan, tanpa diiringi dengan pembangunan desa, maka arus urbanisasi akan selalu muncul dan kemudian diikuti dengan masalah-masalah agraria perkotaan. Pola pembangunan nasional selama ini selalu mengabaikan desa, sehingga terjadi kontradiksi antara kota dengan desa. Desa mengalami minus capital, sedangkan di kota mengalami surplus capital. Alhasil, mayoritas penduduk desa yang merupakan petani, mengalami keterasingan dalam distribusi hasil pertanian. Mereka terpaksa menjual rendah hasil pertanian kepada tukang ijon atau tengkulak dan kemudian terjebak pada rentenir. Bahkan tak jarang, para petani harus kehilangan lahannya. Kemiskinan di desa dan tidak prospektifnya pertanian mengakibatkan urbanisasi di kota-kota dan bergerak di sektor-sektor informal.Nah, pertanyaannya sekarang, Bank Tanah mau dibawa kemana?