mastoiditis

34
REFERAT MASTOIDITIS KEPANITERAAN PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN Oleh Rendy Chandra Adibah Hamran Nur Atiqah Nordin Pembimbing dr. Wiendyati R., Sp THT UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2014

Upload: nur-atiqah-nordin

Post on 21-Jul-2016

499 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

mastoiditis

TRANSCRIPT

Page 1: Mastoiditis

REFERAT MASTOIDITIS

KEPANITERAAN PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Oleh

Rendy Chandra

Adibah Hamran

Nur Atiqah Nordin

Pembimbing

dr. Wiendyati R., Sp THT

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2014

Page 2: Mastoiditis

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah

menolong dan memberkati kami menyelesaikan refarat ini. Tanpa pertolongan Dia mungkin

kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUD Tarakan.

Selain itu, penyusunan referat ini juga bertujuan agar penyusun lebih memahami mengenai

Mastoiditis.

Dalam penyusunan referat ini, Kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dr.

Wiendyati R., Sp. THT selaku pembimbing kami, atas arahan dan bimbingan dalam

penyusunan referat ini.

Akhir kata, penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, baik

dari pemikran, pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun sistematika. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini sangat

diharapkan guna menjadi pelajaran bagi penyususn dalam menyusun referat di waktu yang

akan datang. Dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Jakarta, Juli 2014

Penyusun

2

Page 3: Mastoiditis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang 4

I.2. Tujuan 4

I.3. Manfaat 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi 5

II.2. Mastoiditis 9

2.2.1. Etiologi 9

2.2.2. Mastoiditis Koalesens Akut 11

2.2.3. Infeksi Kronik Telinga Tengah dan Mastoid 14

II.3. Komplikasi 19

BAB III. KESIMPULAN 24

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA 25

3

Page 4: Mastoiditis

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit pada telinga tengah dan mastoid lazim ditemukan di Amerika Serikat dan di

seluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukan bahwa otitis media merupakan masalah

paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Sejak penggunaan antibiotik secara

luas terhadap otitis media dan mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka mortalitas dan

penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun. Namun, sekarang penyakit telinga

tengah seringkali terdapat dalam bentuk kronik atau lambat yang menyebabkan kehilangan

pendengaran dan pengeluaran sekret.

Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang

menonjol dibelakang telinga). Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai

rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah

adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal.

1.2. TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang penyakit mastoiditis.

2. Untuk mengetahui cara-cara pengobatannya.

1.3. MANFAAT

Dengan mempelajari tentang mastoiditis maka kita dapat mengantisipasi agar tidak

terserang penyakit mastoiditis dengan cara lebih menjaga kebersihan.

4

Page 5: Mastoiditis

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun

telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga

terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka

tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya

terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut.

Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya

sedikit dijumpai kelenjar serumen.

5

Page 6: Mastoiditis

2. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :

Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.

Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik

terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian atas

disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan

epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan

pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu

lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.

Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran

ini dalam telinga tengah saling berhubungan.

Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.

3. Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah

atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.

6

Page 7: Mastoiditis

Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi

endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana

cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan

kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut

sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran

basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting

untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut

dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-

lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong.

Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-

sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung

datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria

disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.

Gambar 3. Potongan melintang koklea

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membrane

tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel

rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

Tulang Mastoid

7

Page 8: Mastoiditis

Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya

terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells )

terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid.

Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan

normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah

juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut

sebagai mastoiditis.

Gambar 4. Anatomi telinga dan tulang mastoid

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/

atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani.

Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang

membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk

oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di

posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi

mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut

keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh

pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik

antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang

labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.

2.2. MASTOIDITIS

8

Page 9: Mastoiditis

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad

antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya

disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.

Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.

Gambar 5. Tulang mastoid

2.2.1. Etiologi

Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang

didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga

tengah. Bakteri gram negative dan Streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling

sering didapatkan pada infeksi ini.

Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke

dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang kemudian dapat menyebabkan

infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus

yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.

Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh

penderita (imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian

anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik.

Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan

timbulnya penyakit.  Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding

bakteri,  pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan

keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.

9

Kuman aerob

Page 10: Mastoiditis

2.2.2.

10

Gram negative : proteus,

pseudomonas spp E colli,

kuman anaerob

Gram positif : S pyogenes dan

S. aureusBakterioides spp

Timbul Infeksi pada telinga

Eksogen infeksi dari luar melalui

perforosi membrane tympani

Endogen alergi,DM, TBC paru

Rinogen dari penyakit ronggga

hidung dan sekitarnya

Peradangan pada Mastoid

Mastoiditis

Keluarnya pushKemerahan pada mastoid

Timbul suara dengingNyeri

Gangguan rasa nyaman Nyeri pushCemas Hiperemi

Kerusakan jaringan/dikontinuitas

jaringan

OtolitisGangguan pendengaran

Penurunan harga diriGangguan Komunikasi

Page 11: Mastoiditis

2.2.2. Mastoiditis koalesens akut

Komplikasi serius pada zaman pra-antibiotik ini telah jarang ditemukan kini. Namun

karena beberapa alasan, masih dapat ditemukan satu atau dua kasus demikian per tahun pada

institusi-institusi utama. Diagnosis dapat terluputkan karena pasien telah mendapat antibiotik

yang efektif dalam mengubah temuan fisik klasik tapi tidak mampu membasmi infeksi.

Menurut H. Nurbaiti Iskandar (1997), manifestasi klinis dari mastoiditis adalah :

1. Febris / subfebris

2. Nyeri pada telinga

3. Hilangnya sensasi pendengaran

4. Bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga

yang lainnya)

5. Kemerahan pada kompleks mastoid

6. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir.

7. Matinya jaringan keras (Tulang, Tulang Rawan).

8. Adanya abses (Kumpulan jaringan mati dan nanah)

Gambar 6. Mastoiditis

11

Page 12: Mastoiditis

Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah

sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap

dirasakan setelah pemberian antibiotik  maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.

Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan pendengaran

dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. Jika tidak

diobati dapat terjadi ketulian yang berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses

otak atau kematian.

Membran timpani menonjol keluar, dinding posterior kanalis menggantung,

pembengkakan post aurikula mendorong pinna keluar dan ke depan, dan nyeri tekan pada

mastoid, terutama di posterior dan sedikit di atas liang telinga (segitiga Macewen).

Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses. Biasanya gejala muncul dalam waktu 2

minggu atau lebih setelah otitis media akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian

dalam dari prosesus mastoideus.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan CT

scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam

keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar. Contoh cairan dari telinga dibiakkan di

laboratorium untuk mengetahui organisme penyebabnya.

Gambar 7. Mastoiditis

Gambar 8. CT scan mastoiditis

12

Page 13: Mastoiditis

Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis koalesens mengungkapkan adanya

opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel

tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada

otitis media serosa di mana kontur sel tetap utuh.

Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang

menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan

virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan

penyebab otitis media akut.

Tatalaksana

Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibioltik yang

sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau keadaan umum

pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila

gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresi

penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah

komplikasi serius seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak.

Gambar 9. Miringotomi

13

Page 14: Mastoiditis

2.2.3. Infeksi kronik pada telinga tengah dan mastoid

Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering

kali disertai mastoiditis kronik. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif atau inaktif. Aktif

merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga (otorrhea) akibat perubahan

patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari

infeksi aktif terdahulu yang telah “terbakar habis”, dengan demikian tidak ada otorrhoe.

Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran.

Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.

Biasanya tampak perforasi membrana timpani yang kering. Perubahan lain dapat menunjukan

timpanosklerosis (bercak-bercak putih pada membrana timpani), hilangnya osikula yang

terkadang dapat terlihat lewat perforasi membrana timpani, serta fiksasi atau terputusnya

rangkaian osikula akibat infeksi terdahulu. Bila gangguan pendengaran dan cacat cukup

berat, dapat dipertimbangkan koreksi bedah atau timpanoplasti.

Tanda dan gejala

Otitis media kronik aktif berarti adanya pengeluaran sekret dari telinga. Otorrhoe dan

supurasi kronik telinga tengah dapat menunjukan pada pemeriksaan pertama sifat-sifat dari

proses patologi yang mendasarinya. Umumnya otorrhoe pada otitis media kronik bersifat

purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium

peradangannya. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga

tengah dan mastoid. Sekret yang sangat bau, bewarna kuning abu-abu kotor memberi kesan

kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat telihat keping-keping kecil, berwarna putih

dan mengkilap.

Pemeriksaan bakteriologi dari sekret supurasi kronik telinga tengah hanya

memberikan sedikit informasi praktis mengenai penatalaksanaan. Bakteri penginvasi

sekunder, seperti stafilokok, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa, serta sejumlah

bakteri anaerob yang merupakan bagian dari suatu flora campuran, selalu ditemukan dalam

sekret telinga kronik. Anaerob yang paling sering ditemukan adalah dari spesies Bacteroides.

Suatu sekret yang encer berair dengan awitan tanpa nyeri harus mengarah pada kemungkinan

tuberkulosis. Jika sekret encer berbau bususk dan tercampur darah, maka perlu

dipertimbangkan kemungkinan keganasan.

Salah satu kelainan patologi yang dapat ditemukan pada otitis media dan mastoiditis

kronik adalah kolesteatoma, yaitu epitel skuamosa yang mengalami keratinisasi (“kulit”)

14

Page 15: Mastoiditis

yang terperangkap dalam rongga telinga tengah dan mastoid. Kolesteatoma biasanya

terbentuk sekunder dari invasi sel-sel epitel liang telinga melalui attis ke dalam mastoid.

Suatu kolesteatoma dapat mencapai ukuran yang cukup besar sebelum terinfeksi atau

menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibat hilangnya tulang mastoid, osikula, dan

pembungkus tulang saraf fasialis.

Gambar 10. Kolesteatoma

Perubahan patologi lain yang tampak pada otitis media kronik adalah jaringan

granulasi, yang dapat pula menyebabkan destruksi tulang dan perubahan-perubahan hebat

dalam telinga tengah dan mastoid. Jaringan granulasi dapat matur atau imatur (fibrosa).

Sejenis jaringan granulasi khusus adalah granuloma kolesterol, dimana dijumpai celah-celah

kolesterin dalam suatu palung jaringan granulasi dengan sel-sel raksasa yang tersebar.

Kelainan ini selalu diatasi dengan pembedahan dan memerlukan mastoidektomi.

Gejala otitis media kronik yang penting lainnya adalah gangguan pendengaran, yang

biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin

ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit, ataupun

kolesteatoma, dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

duramater atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak.

Vertigo pada pasien dengan supurasi telinga tengah kronik merupakan gejala serius

lainnya. Gejala ini memberi kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang.

Fistula merupakan temuan yang serius , karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga

tengah dan mastoid ke telinga dalam, sehingga timbul labirintis (ketulian komplit), dan dari

sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada setiap kasus

supurasi telinga tengah kronik dengan riwayat vertigo.

15

Page 16: Mastoiditis

Perforasi membrana timpani dapat bersifat sentral atau marginal. Jika perforasi

marginal atau pada attic, maka kolesteatoma perlu dicurigai. Jaringan granulasi dapat tampak

mengisi perforasi atau pada beberapa kasus, membentuk polip yang cukup besar dan

menonjol ke dalam liang telinga.

Gambar 11. Perforasi attic

Gambar 12. Kolesteatoma dan Polip

Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,

lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid satunya atau yang

normal. Erosi tulang, terutama pada daerah attic (kehilangan skutum) memberi kesan

kolesteatoma.

16

Page 17: Mastoiditis

Penatalaksanaan

Terapi konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasihat untuk

menjaga telinga agar tetap kering, serta pembersihan telinga dengan penghisap secara berhati-

hati. Untuk membersihkan dapat digunakan hidrogen peroksida atau alkohol dengan

menggunakan aplikator kawat berujung kapas untuk mengangkat jaringan yang sakit dan

supurasi yang tidak berhasil keluar. Kemudian dapat diberikan bubuk atau obat tetes yang

biasanya mengandung antibiotik dan steroid.

Antibiotik dapat membantu dalam mengatasi eksaserbasi akut otitis media kronik.

Namun antibiotik tidak sepenuhnya berguna untuk mengobati penyakit ini, sebab dari

definisinya, otitis media kronik bersrti telah ada perubahan patologi yang membandel, dan

antibiotika tidak terbukti bermanfaat dalam penyembuhan kelainan ini. Jika direncanakan

tindakan bedah, maka pemberian antibiotik sistemik bebrapa minggu sebelum operasi dapat

mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.

Gambar 13. Mastoidektomy

Pembedahan bertujuan membasmi infeksi dan mendapatkan telinga yang kering, dan

aman melalui berbagai prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi. Tujuan utama dari

pembedahan adalah menghilangkan penyakit, dan hal ini tercapai bila terjadi kesembuhan.

17

Page 18: Mastoiditis

Tujuan mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga

yang kering dan aman. Sedangkan tujuan timpanoplasti adalah menyelamatkan dan

memulihkan pendengaran, dengan cangkok membrana timpani dan rekonstruksi telinga

tengah. Tujuan sekunder adalah mempertahankan atau memperbaiki pendengaran

(timpanoplasti) bilamana mungkin.

Gambar 14. Timpanoplasti

Jika otitis media dan mastoiditis kronik bersifat serius, dan terutama bila telah ada

komplikasi atau ancaman komplikasi, maka dapat dipertimbangkan pembedahan mastoid

pada usia berapapun. Secara umum, timpanoplasti lebih jarang dilakukan pada anak di bawah

usia lima tahun. Hal ini karena tingginya insidens infeksi telinga pada kelompok umur kuran

dari lima tahun.

Gambar 15. Pembersihan kolesteatoma

18

Page 19: Mastoiditis

2.3. KOMPLIKASI

Komplikasi penyakit otitis media dan mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan

perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada

struktur di sekitarnya.

Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada kelainan patologik

yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna.

Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada

OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang

normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.

Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa saluran nafas

yang mampu melokalisasi dan mengatasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar

kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka

struktur lunak di sekitarnya akan terkena.

Gambar 16. Infeksi di telinga tengah memungkinkan penjaralan ke struktur di sekitarnya

Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses sub-periosteal. Tetapi bila

infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis fasialis atau labirintis.

Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,

meningitis atau abses otak. Pada kebanyakan kasus, bila sawar tulang terlampaui, suatu

dinding pertahanan ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk.

19

Page 20: Mastoiditis

Pada kasus akut atau eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui

osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus lain, terutama yang kronis, penyebaran

biasanya melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada,

misalnya fenestra rotundum, meatus akustikus interna, dusktus perilimfatik atau duktus

endolimfatik.

Gambar 17. Komplikasi dari mastoiditis

Beberapa pola penyebaran penyakit :

Penyebaran hematogen, yaitu penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui

dengan adanya :

1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi

pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh

2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal

3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh dan tulang serta lapisan

mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga

mastoidits hemoragika.

20

Complications in acute mastoiditis. Extension of the infectious process beyond the mastoid system leads to intracranial and extracranial suppurative complications, including :- subperiosteal abscess (A), - epidural abscess (B), - subdural empyema (C), - brain abscess (D), - meningitis (E), - lateral sinus thrombosis (F), - carotid artery involvement (G), - apical petrositis (H).

Page 21: Mastoiditis

Penyebaran melalui erosi tulang, dapat diketahui, bila :

1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit

2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih

luas, misalnya paresis n. Fasialis ringan yang total, atau gejala meningitis lokal

mendahului meningitis purulen

3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus

supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktus jaringan lunak yang terbuka

biasanya dilapisi ileh jaringan granulasi

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran ini dapat diketahui bila :

1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit

2. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan

fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah

sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirintis supuratif.

3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang

bukan oleh karena erosi.

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan,

tetapi dasarnya tetap sama.

Adams dkk (1989) mengmukakan klasifikasi sebagai berikut :

a. Komplikasi telinga tengah :

- Perforasi membran tumpani persisten

- Erosi tulang pendengaran

- Paralisis nervus fasialis

b. Komplikasi telinga dalam :

- Fistula labirin

- Labirintis supuratif

- Tuli saraf (sensorineural)

21

Page 22: Mastoiditis

c. Komplikasi ekstradural :

- Abses ekstradural

- Trombosis sinus lateralis

- Petrosis

d. Komplikasi ke susunan saraf pusat

- Meningitis

- Abses otak

- Hidrosefalus otitis

Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi :

I. Komplikasi intratemporal

a. Komplikasi telinga tengah

- Paresis nervus fasialis

- Kerusakan tulang pendengaran

- Perforasi membran timpani

b. Komplikasi ke rongga mastoid

- Petrositis

- Mastoiditis koalesen

c. Komplikasi ke telinga dalam

- Labirintis

- Tuli saraf / sensorineural

II. Komplikasi ekstratemporal

a. Komplikasi intrakranial

- Abses ekstradura

- Abses subdura

- Abses otak

- Meningitis

- Tromboflebitis sinus lateralis

- Hidrosefalus otikus

b. Komplikasi ekstrakranial

- Abses retroaurikular

- Abses Bezold’s

22

Page 23: Mastoiditis

- Abses zygomatikus

Schambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut :

a. Komplikasi intratemporal

- Perforasi membran timpani

- Mastoiditis akut

- Paresis nervus fasialis

- Labirintis

- Petrosis

b. Komplikasi ekstratemporal

- Abses subperiosteal

c. Komplikasi intrakranial

- Abses otak

- Tromboflebitis

- Hidrosefalus otikus

- Empiema subdura

- Abses subdura / ekstradura

23

Page 24: Mastoiditis

BAB III. KESIMPULAN

Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang

menonjol dibelakang telinga). Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai

rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah

adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal.

Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang

menelantarkan otitis media akut yang dideritanya.

Komplikasi penyakit otitis media dan mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan

perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada

struktur di sekitarnya.

24

Page 25: Mastoiditis

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2007.

2. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta:

Hipokrates. 1996.

3. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005

25