laporan program pelepasliaran elang laut perut … filedeskripsi morfologi dan perilaku: ukuran...

36
LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) DI KAWASAN DANAU BATUR, KINTAMANI Disusun oleh: Tim Pelaksana Jatmiko Wiwoho (PPS Bali) Oni Purwoko Basuki (PPS Bali) Robithotul Huda (PPS Bali) Program Pelepasliaran Elang Elang Laut Perut Putih 2007

Upload: phamlien

Post on 08-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

LAPORAN

PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT PUTIH

(Haliaeetus leucogaster)

DI KAWASAN DANAU BATUR, KINTAMANI

Disusun oleh: Tim Pelaksana

Jatmiko Wiwoho (PPS Bali) Oni Purwoko Basuki (PPS Bali)

Robithotul Huda (PPS Bali)

Program Pelepasliaran Elang Elang Laut Perut Putih 2007

Page 2: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

2

PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) DIDESA BUAHAN KINTAMANI BANGLI Profil ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) Ancaman terbesar yang dihadapi oleh hidupan liar di Indonesia baik hewan maupun tumbuhan adalah terjadinya degradasi atau penurunan kualitas dan kuantitas habitat yang ada di Indonesia, baik itu penebangan hutan, pembukaan lahan pertanian maupun pemanfaatan hasil alam secara berlebihan. Dilain sisi masih adanya perburuan dan penangkapan satwa liar untuk perdagangan juga menjadi sebab semakin terdesaknya hidupan liar yang ada. Ancaman degradasi juga berpengaruh besar terhadap keberadaan jenis-jenis burung pemangsa yang ada di Indonesia, yang berjumlah sekitar 75 jenis. 75 jenis burung pemangsa dari dua suku yang berbeda, yaitu suku Accipitridae, terdiri atas 65 jenis burung pemangsa dan suku Falconidae terdiri atas 10 jenis (Collin., Ed., A.A. Supriatna.?) Kondisi ini juga dialami oleh salah satu jenis burung pemangsa di Indonesia yaitu Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster) yang penyebarannya terdapat di seluruh Indonesia. Jenis ini walaupun tersebar di seluruh Indonesia namun sudah jarang ditemui lagi terutama di pulau Jawa (PIKA database species. 2007). Kondisi dan status serta penyebaran burung Elang Laut Perut Putih Haliaeetus leucogaster) Klasifikasi Dunia: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Falconiformes Famili: Accipitridae Nama Inggris: White-bellied Fish-eagle Species Authority: (Gmelin, 1788) Red List Category & Kriteria: LC (kurang data) (IUCNredlist, 2007) Distribusi Umum.... : Australia (br) , Bangladesh (br) , Brunei Darussalam (br) , Cambodia (br) , China (br) , Christmas Island (v) , Hong Kong, China (br) , India (br) , Indonesia (br) , Lao People's Democratic Republic (br) , Malaysia (br) , Myanmar (br) , Papua New Guinea (br) , Philippines (br) , Singapore (br) , Sri Lanka (br) , Taiwan, Province of China (v) , Thailand (br) , Timor-Leste , Viet Nam (br) Keterangan : (br: breeding/berbiak, v: vagrant/pengunjung) Distribusi di Indonesia...... : Simeulue, Nias, Musala, Banyak, Batu dan Mentawai, Sumatra, Riau dan Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Kalimantan, Pulau Maratua, Panaitan, Laut, Tinjil, Deli, Panaitan, Jawa, Seribu dan Pulau Kangean, Bali, Lombok, Moyo, Sumbawa, Komodo, Padar, Rinca, Palu, Flores, Ende, Besar, Lomblen, Alor, Sumba, Roti, Timor, Lucipara, Kisar, Romang, Leti, Sermata dan Pulau Tanimbar, Tanahjampea, Selayar, Pulau Kalaotoa, Sulawesi, Lembeh, Muna, Buton, Banggai, Sula,

MacKinnon, 1998

Page 3: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

3

Pulau Sangihe dan Talaud, Ternate, Halmahera, Rau, Muor, Morotai, Bacan, Obi, Buru, Kelang, Ambon, Seram, Manuk, Banda, Watubela, Tayandu, Kai and Pulau Aru, Waigeo, Irian Jaya. Ekologi......... : Pantai, muara, danau dan sungai besar Status.......... : CITES - Appendix II. Status di Indonesia : Penetap/resident, Elang laut dilindungi secara undang-undang, melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa (UNEP-WCMC Species Database. 2007; Colin, Ed; A.A. Supriatna.?)

Legend

Records of existence at country level.

No distribution records at country level.

Deskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher, kepala dan bagian bawah tubuh. Pada sayap, punggung dan ekor berwarna abu-abu, bulu primernya hitam. Perbedaan jenis kelamin jantan betina sukar dibedakan, namun dewasa dialam rata-rata jantan lebih kecil dari betina (sekitar 70-75 cm) sedangkan betina rata-rata diatas 85 cm dan memiliki rentang sayap lebar mencapai 2 meter yang sesuai untuk terbang melayang karena elang laut perut putih sering menghabiskan waktunya untuk terbang melayang mencari mangsa (Beehler, B.M dalam Rahman. 2005). Pada remaja warna putih berganti dengan warna coklat pucat dan warna abu-abu berganti coklat gelap, warna bulu badan coklat berbintik berwarna pucat; tanpa abu-abu dan putih; kadang-kadang dengan dada yang gelap. Dari bawah, terlihat warna coklat pucat pada sayap dan bulu primer/bulu terbang berwarna hitam; ekor pucat dengan ujung ekornya berwarna hitam dan berbentuk baji. Iris coklat, paruh dan sera berwarna abu-abu, tungkai tanpa bulu dan kaki berwarna abu-abu coklat. Bersuara nyaring “ah-ah-ah-..” seperti suara angsa (Anonim. 2007). Tinggal menetap dan umum ditemui didaerah pantai, danau besar, dan sungai secara berkelompok maupun sendirian. Terbang melayang dan meluncur dengan posisi sayap membentuk huruf “V”, dengan kepakan pelan tapi kuat. Sering bertengger dengan sangat tegak pada pohon dipinggir perairan, didaerah karang, atau diatas bagan-bagan. Sarangnya kokoh dibuat dipohon-pohon yang tinggi terbuat dari cabang dan

Page 4: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

4

ranting, yang bisa digunakan selama bertahun-tahun dengan musim kawin berkisar pada bulan Mei sampai dengan Oktober. Jenis makannan bervariasi dari jenis ikan baik ikan laut maupun ikan air tawar, reptilia seperti ular, kura-kura maupun penyu kecil serta burung air seperti penggunting laut, petrel, camar, cikalang, pecuk dan cangak (MacKinnon. 1998; Prawiradilaga. 2003) Menurut kriteria IUCN (IUCNREDLIST.2007), elang laut perut putih termasuk jenis yang kurang data (LC/least concern) dengan perkiraan populasi 10.000-100.000 individu dengan luas daerah penyebaran global seluas 1.000.000-10.000.000 km2, trnd jumlah populasi global belum terukur, ada bukti mulai ada kemunduran jumlah populasi namun belum diyakini bahwa kemunduran ini mendekati ambang pintu untuk kemunduran populasi dalam IUCN Red List yaitu turunnya jumlah populasi lebih dari 30 % dalam sepuluh tahun atau tiga generasi.

Di Indonesia sendiri walaupun sudah diketahui daerah penyebaran elang laut perut putih, namun untuk jumlah populasi perkiraan burung ini tidak diketahui secara pasti. Begitupula di Bali, data populasi maupun detail daerah penyebarannya belum banyak diketahui. Bali sendiri merupakan daerah yang sepanjang batas wilayahnya dikelilingi oleh lautan, diutara Laut Bali dan sebelah selatan Samudera Hindia, kemudian terdapat empat danau didalamnya. Danau

Batur (Bangli) yang paling luas yaitu 16 km2 dengan keliling 22 km, diikuti oleh danau Bratan (Tabanan) dan Buyan (Buleleng) yang luasnya ± 367 ha serta yang paling kecil adalah danau Tamblingan (Buleleng) dengan luas 115 ha (KSDA Bali. 2007). Penelitian tentang keberadaan elang laut belum dilakukan. Namun dari beberapa komunikasi pribadi, terutama didaerah Bali bagian tengah dan selatan dapat diketahui jumlah dan lokasi keberadaannya elang laut perut putih. Disekitar TWA Buyan-Tamblingan tahun 2005 (Nopember) terdapat sepasang elang laut dewasa, kemudian di bulan Januari 2006 muncul lagi 2 ekor elang laut anakan disekitar danau. Sampai pada saat ini elang laut yang ditemui di wilayah TWA Buyan-Tamblingan sebanyak 4 ekor dewasa (Ichsan, A.K. 2006), sedangkan satu ekor individu dewasa yang dijumpai di danau Bratan belum bisa dipastikan apakah individu tersendiri atau salah satu dari 4 ekor elang yang sering terlihat di TWA Buyan-Tamblingan. Tahun 2006, disekitar pulau Serangan, Denpasar Timur juga diketahui terdapat satu ekor elang laut perut putih dan di pantai Nusa Penida terdapat satu ekor individu elang laut (Ichsan, A.K. Compri. 2007). Sedangkan di lokasi yang akan dipakai sebagai tempat pelepasliaran (danau Batur, Kintamani) selama survey (bulan Mei-Juni 2007) ditemui satu individu elang laut yang masih remaja. Keberadaan elang laut ini baru diketahui lagi setelah sekitar 2 tahun menghilang dari sekitar danau. Diasumsikan pula apabila disekitar lokasi terdapat individu muda, berarti ada individu pasangan dewasa didanau Batur atau berada dilokasi lain disekitar danau (jarak dengan pantai utara Bali sekitar 8-10 km).

Page 5: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

5

Bali di kandang pelatihan danau Tamblingan (ppsb.doc)

Elang Laut Perut Putih yang Ada di PPS Bali Individu elang yang kemudian diberi nama Bali, berasal dari penyerahan dari

masyarakat kepada Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali yang kemudian dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa Bali di Tabanan pada tanggal 13 September 2004. Elang laut ini sudah menunjukkan ciri-ciri burung elang yang sudadewasa dengan telah sempurnanya warna bulu badan berwarna putih dan warna tutupan sayap telah mengarah kewarna hita abu-abu. Namun secara fisik dan perilaku tidak dalam kondisi bagus, dengan beberapa bagian tubuhnya luka, bulu-bulu yang coklat kotor serta sangat dekat dengan kehadiran manusia. Dari informasi, elang ini lama dipelihara diatas kapal nelayan, diikat dengan rantai pada kakinya sehingga tidak lagi bisa memunculkan aktivitas alaminya. Untuk mengembalikan

kondisinya, elang ditempatkan dikandang sekat raptor untuk mulai dikenalkan dengan perilaku alaminya seperti pengenalan pakan alami, bagaimana cara berburu, cara terbang dan memanfaatkan ruang. Didalam kandang diberikan tempat-tempat

tenggeran yang pendek maupun bantangan-bantangan kayu yang diletakkan diatas tanah. Sehingga secara bertahap elang akan berusaha memanfaatkan dan mencari tempat yang enak dan aman bagi dirinya, dari mulai berjalan diatas tanah, meloncat-loncat dibantangan dan tenggeran rendah sampai memanfaatkan tenggeran diruang menengah keatas. Pengenalan pada jenis pakan alami banyak mengalami kesulitan karena elang sudah lama dipelihara oleh manusia dengan segala perlakuan dan pemberian pakan yang tergantung pemberian manusia. Dari awal elang sudah terbiasa dengan pakan berupa daging ayam yang diberikan secara langsung, sehingga awalnya sulit mengenalkan

mangsa berupa ikan. Pemberian pakanpun harus tetap dilakukan dengan meletakkan mangsa tepat didepan elang bahkan untuk mangsa berupa ikan harus diberikan dengan menyuapinya terlebih dahulu dengan cacahan ikan.

Bali (ppsb.doc)

Bali (ppsb.doc)

Page 6: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

6

Dari proses tersebut maka Bali kemudian bisa dilatih dikandang pelatihan yang sesungguhnya di danau Tamblingan, untuk dikenalkan dengan kondisi alam yang sesungguhnya.

Individu Charles berasal dari Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta, Jawa Tengah. Charles pada awalnya merupakan salah satu dari empat ekor elang laut yang telah dilepasliarkan di wilayah Taman Nasional Karimunjawa yaitu di kepulauan Karimunjawa Provinsi Jawa Tengah pada bulan Agustus 2004. Pada dasarnya Charles telah memiliki kemampuan alamnya kembali karena sebelum dilepasliarkan telah mendapatkan perlakuan-perlakuan dan pengenalan kembali terhadap perilaku dan kondisi alaminya. Pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan di PPS Jogjakarta meliputi pengenalan terhadap pakan alami elang laut, cara penangkapan dan penanganan terhadap mangsa maupun kemampuan terbang dan manuver. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan di kandang mulai dari kandang observasi, kandang kubah besar sampai pada saat habituasi ditempat pelepasliaran. Charles terpaksa kembali dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta karena masih kalah bersaing dengan elang laut liar yang ada disekitar lokasi Taman Nasional Karimunjawa.

Charles ditranslokasikan ke Pusat Penyelamatan Satwa Bali pada tanggal 2 Agustus 2007, dan ditempatkan dikandang kubah (kandang raptor) besar dengan pertimbangan bahwa di PPS Jogjakarta Charles sudah lolos dalam proses penilaian dari segi medis maupun perilaku harian individu. Tidak banyak perlakuan yang diberikan sebelum Charles dibawa ke kandang habituasi di danau Batur selain pemberian suplemen, vitamin dan pemulihan kondisi paska pengangkutan dari Jogjakarta menuju Bali. Charles dibawa kekandang habituasi pada tanggal 9 Agustus 2007. PEMERIKSAAN KESEHATAN

Pemeriksaan kesehatan satwa dilakukan terhadap tiap individu satwa, untuk memastikan bahwa individu yang akan dilepaskan benar-benar dalam kondisi yang sehat sehingga mampu mempertahankan hidup di alam serta untuk memastikan bahwa individu tidak membawa penyakit yang dapat menular terhadap satwa lain dan lingkungan sekitarnya di alam.

Untuk pemeriksaan kesehatan kedua Elang Laut tersebut mengacu pada guidelines IUCN yaitu: Quarantine And Health Screening Protocols For wildlife Prior to Translocation and Release Into The Wild, yang mana standar ini juga disesuaikan dengan kondisi penyebaran penyakit di masing-masing negara mengacu pada data dan informasi OIE (The Office International des Epizootis). Selain berpedoman pada standar yang ada juga dilakukan analisa terhadap data penyebaran penyakit di Indonesia pada umumnya dan lebih khusus di daerah Bali berdasarkan data OIE yang ada di Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian

Charles (ppsj.doc)

Page 7: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

7

dan data distribusi penyakit dari Balai Pengujian dan Penelitian Veteriner Regional VI Denpasar. Hal ini dilakukan karena keterbatasan sarana dan fasilitas laboratorium di Indonesia untuk beberapa pemeriksaan.

Pemeriksaan kesehatan selain dilakukan di Klinik PPS Bali juga dilakukan di laboratorium hewan yang ada di Bali, yaitu Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional VI Denpasar, Departemen Pertanian serta di Laboratorium Klinik Veteriner Yudisthira Swarga. Metode dan Hasil Pemeriksaan

Tahapan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap kedua individu di PPS Bali adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan sekaligus sebagai seleksi awal terhadap individu untuk menentukan layak tidaknya satwa untuk dilepasliarkan ke alam. Pemeriksaan fisik terhadap species elang yang dilakukan meliputi:

a. Pengamatan visual, yaitu terhadap bentuk fisik yang meliputi kesempurnaan sayap, bulu primer, kaki, ekor, mata, paruh, selaput lendir.

b. Palpasi atau perabaan, yaitu pada daerah musculus pectoralis dan musculus femoralis untuk menentukan status gizi satwa serta kelainan fisik lainnya.

c. Pengukuran yang meliputi pengukuran temperatur, frek. nafas dan denyut jantung.

2. Pemeriksaan Laboratorium 2.1 Pemeriksaan Faeces

a. Pemeriksaan terhadap faeces segar secara langsung dan pengapungan untuk mendeteksi adanya parasit cacing, trichomonas, coccidia dan protozoa lainnya.

b. Pewarnaan apusan Faeces (Faecal smear), dengan pewarnaan Gram untuk mendeteksi Candida sp. dan Clostridium sp, serta pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk deteksi Mycobacterium avium.

c. Kultur Faeces (Faecal culture) untuk deteksi Salmonella sp. dan Campylobacter sp.

2.2 Pemeriksaan Darah

a. Pemeriksaan terhadap CBC (Complete Blood Count) dan PCV untuk mengetahui gambaran darah

b. Pemeriksaan serum, untuk deteksi terhadap penyakit New Castle Disease dan Avian Influenza.

c. Pemeriksaan apusan darah (Blood smear), untuk deteksi terhadap parasit darah terutama Avian malaria, Microfilaria dan Leucocytozoon sp.

2.3 Pemeriksaan Swab Cloaca dan Choanal

a. Swab Cloacal dilakukan untuk isolasi virus terutama deteksi penyakit Avian influenza, apabila dari pemeriksaan serologi menunjukkan hasil positif.

b. Swab Choanal dilakukan untuk deteksi adanya infeksi oral Trichomonas

Page 8: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

8

2.4 Pemeriksaan Kulit terutama pada Follikel Bulu Pemeriksaan dimaksudkan untuk deteksi adanya infestasi ectoparasit yang dapat berperan sebagai vektor dari penyakit. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap kedua ekor Elang Laut tersebut adalah sebagaimana dalam tabel di bawah ini:

Hasil Pemeriksaan Keterangan No Jenis

Pemeriksaan Tujuan

pemeriksaan Individu #1 (Bali)

Individu #2 (Charles)

1

Jenis Kelamin

Betina

Jantan

2 Faecal Examination

Langsung Negatif

Negatif PPS Bali

Tidak ada infestasi parasit cacing dan Protozoa

a. Faeces segar

Apung Negatif

Negatif PPS Bali

Tidak ada infestasi parasit cacing dan Protozoa

Gram Negatif Negatif Tidak ada pertumbuhan kuman Clostridia sp.

b. Faecal Smear

Ziehl Neelsen Negatif Negatif Pemeriksaan untuk deteksi Avian Tuberculosis

Salmonella - - Tidak dilakukan karena keterbatasan lab

c. Faecal Culture

Campylobacter - - Tidak dilakukan karena keterbatasan lab

3 Pemeriksaan Darah

Hematokrit/PCV 41 42 40-55% Kadar Hb 14 12 10,5-18,7 g/dl Jml Eritrosit 4,1 4,4 2,2-4,5 ribu/µl Jml Leukosit 11,3 7 5,0-11,0 ribu/µl

a. CBC dan PCV

Total Protein 3,6 3 2,5-5,0 g/dl Deteksi Antibodi dan Antigen terhadap ND

Negatif. Lab Biomedik FKH Unud. RT-PCR

2 Pangkat 3 Balai besar Veteriner Wates Jogja

b. Serologi

Deteksi Antibodi terhadap AI (H5N1)

Negatif. Lab Biomedik FKH Unud. RT-PCR

Negatif. Balai besar Veteriner Wates Jogja

Page 9: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

9

Heterophil 74 73 Normal: 45-75 % Limfosit 30 30 Normal: 20-50 % Monosit - 1 Normal: 0-2 % Eosinofil 2 - Normal: 0-2 % Trombosit - 40 Normal: 35-50 ribu/µl

c. Blood smear

Parasit Darah Negatif PPS Bali

Negatif PPS Bali

Tidak ada infeksi Parasit darah (Leucocytozoon, Microfilaria, Babesia)

4 Swab Cloacal dan Choanal

Oral Trichomonas

Negatif PPS Bali

Negatif PPS Bali

Tidak ada infeksi

5 Kulit dan Bulu

Ectoparasit Negatif PPS Bali

Negatif PPS Bali

Tidak dijumpai telur parasit

PENANDAAN DAN PEMASANGAN WINGMARKER

Berdasarkan SK Menhut No. 355/Kpts-II/2003 tentang Penandaan Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar dan Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. 35/IV-KKH/2004 tentang Penandaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi (Hidup dan Mati) di Luar Habitatnya (Ex-situ), telah dilakukan penandaan pada kedua ekor Elang Laut yang akan dilepasliarkan. Penandaan dilakukan menggunakan microchip merk Avid buatan Amerika, yang penomorannya telah teregistrasi pada Departemen Kehutanan (BKSDA Bali).

Pada saat yang sama dilakukan pula morfometri (pengukuran morfologi). Morfometri dilakukan untuk mengetahui lebih banyak tentang ukuran maupun karakter morfologi satu individu/spesies sehingga nantinya akan diketahui ukuran rata-rata tiap jenis (antar spesies) maupun anak jenis (sub spesies). Sedangkan untuk memudahkan pengamatan selama tahap monitoring paska release dilakukan pemasangan wing marker dan transmitter pada masing-masing individu.

Penandaan dan morfometri dilakukan pada tanggal 5 Juni 2007 (Individu #1) dan 3 Juli 2007 (Individu #2) di klinik Pusat Penyelamatan Satwa Bali.

Page 10: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

10

MORFOMETRI DAN DATA PEMERIKSAAN INDIVIDU YANG DILEPASLIARKAN DI DANAU BATUR KINTAMANI Individu 1: BALI No. Registrasi : A/H.l/0063/PPSB No. BAP BKSDA Bali :AP.13/IV-K.17/PPA.00/2004 Nama ilmiah : Haliaeetus leucogaster Nama panggilan : Bali Jenis kelamin : Betina Umur : dewasa Asal : Penyerahan masyarakat Tanggal kedatangan : 13 September 2004 Lama pemeliharaan

Pemilik awal : - PPS Bali : 2 tahun

Penanganan Perilaku :

Program pemberian feed suplement, berupa penambahan vitamin dan mineral yang diberikan pada pakan satwa untuk memenuhi kebutuhan satwa

Penempatan kandang Kandang kubah : 13 September 2004 – 6 Juni 2007 Kandang latih Tamblingan : 6 Juni 2007 – 29 Juni 2007 Kandang habituasi Kintamani : 29 Juni 2007 – 27 September 2007

Pelatihan

Penangkapan dan penanganan mangsa Kemampuan terbang dan manuver Pengenalan jenis pakan alami Minimalisasi interaksi dengan manusia

Waktu 05 Juni 2007 Tempat Klinik PPS Bali

Jenis Haliaeetus leucogaster Individu no Avid 070838638

Tujuan pengukuran: • Tertangkap • Anakan • Penyelamatan/rescue

Pelaksana: Pusat Penyelamatan Satwa Bali

1 Berat badan 3,3 kg Frekuensi pernafasan 34/15”

2 Panjang total 68 cm Detak jantung 31/15” 3 Panjang sayap 190 cm 4 Rentang sayap 83 cm 5 Lebar sayap dalam 35 cm

Bulu sayap primer kanan kiri berjumlah 10 helai.

Page 11: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

11

6 Lebar patagium 11,5 cm 7 Panjang ekor 26 cm 8 Tungkai 10,1 cm 9 Diameter tungkai 20 mm

Dengan cakar 16,5 cm 10 Tapak kaki Tanpa cakar 11,5 cm Depan dalam 3,7 cm Tengah 3,2 cm Luar 2,7 cm

11 Cakar

Belakang 3,3 cm Tanpa cere 4,2 cm Dengan cere 5,2 cm Tinggi 3,0 cm

12 Paruh

Lebar 1,6 cm 13 Jarak antar pupil 4,4 cm

14 Warna iris

Coklat (ada

pigmentasi warna hitam)

15 Ukuran tembolok - 16 Temperatur O C

Wingsmarker berwarna merah disayap kanan dengan kode BKSDA Bali, H.l 01 Transmitter; 03.405

Individu 2: CHARLES No. Registrasi : A/H.l/0198/PPSB No. BAP BKSDA Bali : STT.40/PPS-B/VIII/2007 Nama ilmiah :Haliaeetus leucogaster Nama panggilan : Charles Jenis kelamin : Jantan Umur : dewasa Asal : PPS Jogjakarta Tanggal kedatangan : 13 September 2007 Lama pemeliharaan :

Pemilik awal : - PPS Bali : 1 bulan

Penanganan Perilaku :

Program pemberian feed suplement, berupa penambahan vitamin dan mineral yang diberikan pada pakan satwa untuk memenuhi kebutuhan satwa

Penempatan kandang Kandang kubah : 2 Agustus 2007 – 9 Agustus 2007 Kandang habituasi : 9 Agustus 2007 – 27 September 2007

Page 12: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

12

Waktu Jumat, 03 Juli 2007 Tempat Klinik PPS

Bali Jenis Elang laut perut putih/ Haliaeetus

leucogaster Individu no

Tujuan pengukuran: • Tertangkap • Anakan • Penyelamatan/rescue

Pelaksana: Pusat Penyelamatan Satwa Bali

1 Berat badan 1,9 kg Frekuensi pernafasan

11/15

2 Panjang total 69 cm Detak jantung 42/15 3 Panjang sayap 80 cm 4 Rentang sayap 179 cm 5 Lebar sayap dalam 31 cm 6 Lebar patagium 9,5 cm 7 Panjang ekor 23 cm 8 Tungkai 9,3 cm 9 Diameter tungkai 1,2 cm

Dengan cakar 11,4 cm 10 Tapak kaki Tanpa cakar 8,9 cm Depan dalam 3,2 cm Tengah 2,5 cm Luar 2,4 cm

11 Cakar

Belakang 3,3 cm Tanpa cere 3,6 cm Dengan cere 4,5 cm Tinggi 2,6 cm

12 Paruh

Lebar 1,6 cm 13 Jarak antar pupil 4,3 cm 14 Warna iris Coklat

muda 15 Ukuran tembolok - 16 Temperatur 39,4 ºC

Tanpa ring kaki Microchip AVID 070606079 Wingsmarker warna kuning disayap kanan Kode BKSDA BALI H.l 005 Transmitter kode 53.425

- berat 11,3 gram - panjang transmitter 2,3

cm - panjang antena 22 cm - panjang total 26,5 cm

Page 13: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

13

SOSIALISASI MASYARAKAT

Sosialisasi kepada masyarakat desa di sekitar kawasan pelepasliaran telah dilaksanakan melalui dua metode: langsung dan tidak langsung. Sosialisasi langsung dilaksanakan pada tanggal 12 dan 23 Juli 2007, 9 dan 21 Agustus 2007 sosialisasi yang telah dilakukan masih sebatas pemberitahuan, penjelasan maksud dan tujuan program, manfaat bagi masyarakat, serta tahapan kerja kepada kepala desa dan belum menyentuh langsung kepada warga masyarakat. Adapun desa-desa yang telah

diberikan sosialisasi pendahuluan adalah: Trunyan, Abang Songan, Abang Batudinding, Buahan, Kedisan, Batur Tengah, Songan A, Suter dan Songan B.

Sosialisasi dilanjutkan di Desa Songan B pada tangal 28 Agustus 2007. Kegiatan yang dimulai pada pukul 13.00 wita ini diikuti 13 kepala dusun serta perangkat Desa Songan B. Dari hasil sosialisasi diketahui masyarakat menyambut baik upaya pengembalian satwa liar pelepasan kembali (release) jenis elang ke wilayah Danau Batur. Mereka menyatakan akan berupaya menjaga kelestarian habitat serta satwa liar yang telah ada di wilayahnya.

Sosialisasi selanjutnya dilakukan di Desa Buahan pada tangal 30 Agustus 2007 pukul 14.00 wita bertempat di Balai Desa Buahan. Sosialisasi dilakukan bersama oleh BKSDA seksi II dan PPS Bali. Sosialisasi ini disambut secara antusias oleh masyarakat. Hal ini di perlihatkan dari banyaknya warga Desa Buahan ini yang datang pada waktu sosialisasi. Dan pada saat sosialisasi mereka juga menyimak dengan baik materi sosialisasi yang telah diberikan. Disamping warga yang antusias dengan acara sosialisasi ini, penyampaian materi yang singkat padat serta tidak terlalu menggurui, membuat materi ini lebih mudah ditangkap oleh masyarakat.

Kemudian sosialisasi dilanjutkan di Desa Songan A pada tanggal 15 September 2007. Sosialisasi ini memanfaatkan momen pertemuan rutin para kepala dusun. Dimulai pada pukul 14.00 wita bertempat di Kantor Desa Songan A, pertemuan ini ternyata mampu menarik minat para kepala dusun untuk mendukung program. Muncul pula permintaan peserta agar di kemudian hari Program Release dapat menambah populasi Jalak Putih yang dahulu banyak dijumpai di sekitar desa.

Secara tidak langsung, sosialisasi dilakukan melalui media kampanye, berupa pemasangan spanduk serta papan informasi di sekitar Desa Buahan dan kandang habituasi. Diharapkan masyarakat yang melintas di kawasan tersebut akan mengetahui program ini dan terdorong untuk berpartisipasi menjaga keamanan dan kelestarian elang ini setelah dilepasliarkan, termasuk satwa liar lainnya.

Page 14: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

14

HABITAT ASSESMENT Pada tanggal 30 Mei 2007 Pusat penyelamatan satwa (PPS) bali beserta Balai konservasi sumberdaya alam (BKSDA) bali mengadakan survey lokasi untuk pelepasliaran elang laut perut putih di kawasanTaman wiasata alam (TWA) penelokan, tepatya didesa buahan Kintamani Bangli. Survey dilanjutkan pada tanggal 9 Juni 2007 yaitu untuk menentukan lokasi kandang habituasi. Setelah survey dilakukan, maka diputuskan untuk membuat kandang habituasi dikawasan TWA yang berbatasan dengan ladang penduduk didesa Buahan yang tidak jauh dari danau batur. Jarak lokasi untuk pembuatan kandang dengan danau batur + 150 m. Kandang tidak dibuat di atas danau seperti yang dibuat di danau tamblingan dengan pertimbangan, ditepi danau terdapat lahan pertanian yang digarap oleh penduduk sekitar. Selain itu kondisi dasar danau yang dalam menyulitkan untuk membuat kandang diatas danau. Meski demikian pembuatan kandang ditepi kawasan TWA tersebut tetap tidak mengurangi dari prinsip kesejahteraan satwa (elang) SURVEI HABITAT DAN PAKAN

Bersamaan dengan pembangunan kandang dilakukan pula survei habitat. Sebelumnya telah dilakukan studi literatur untuk menilai kelayakan habitat dan mengetahui lokasi potensial pelepasliaran elang. Studi mengenai keberadaan jenis elang dilakukan pengamatan intensif pada satu titik dan ketinggian tertentu (Yamazaki, 1997) dengan menggunakan pendekatan metode menyelusuri sepanjang jalan dengan kendaraan (road survey) dan jelajah sekitar (foot survey) (Fuller& Mosher,1987). Untuk mengetahui keberadaan jenis pakan di sekitar lokasi dilakukan dengan observasi langsung di lapangan, selain itu data pendukung lainnya diperoleh dari hasil informasi masyarakat sekitar.

Tingkat keterancaman yang akan dihadapi oleh jenis yang dilepasliarkan selain ancaman alami (tingkat kompetisi) dan ancaman lainnya yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia (perburuan, kerusakan habitat) juga diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan informasi dari penduduk sekitar. Selain itu dilakukan pula wawancara semi-struktur untuk melihat potensi dukungan masyarakat sekitar melalui pertemuan informal dengan masyarakat sekitar lokasi.

Secara spesifik, survei kali ini bertujuan untuk memperkuat dan melengkapi data-data yang sudah ada dengan menilai: keberadaan tipe habitat, keberadaan jenis burung pemangsa sejenis ataupun jenis lainnya, keberadaan pakan di sekitar lokasi pelepasan, tingkat ancaman dan gangguan terhadap jenis yang akan dilepasliarkan, dukungan dan keterlibatan masyarakat sekitar terhadap program. Data dari Inventarisasi Potensi Kawasan sekitar TWA Penelokan oleh BKSDA Bali tahun 2006, bahwa luas TWA Penelokan 574,275 ha, memiliki tipe hutan hujan tropika pegunungan rendah serta curah hujan rata-rata 740 mm sampai dengan 2700 mm pertahun (tipe iklim F) dengan suhu berkisar antara 18 oC sampai dengan 30 oC. Vegetasi tanaman dominan adalah Puspa, Ampupu, Pinus, Kaliandra dan Kerasi serta tanaman penutup dari jenis rumput Teki, rumput Gajah dan Alang-alang. Dari jenis satwa diperoleh catatan 35 jenis burung seperti Alap-alap (Falco sp), Kipasan Jawa (Rhipidura javanica) dan Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris), 8 jenis mammalia seperti Landak (Hystrix brachyura), Musang (Paradoxurus hermaphroditus) , 6 jenis reptil

Page 15: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

15

elang laut liar

seperti Kadal (Mabuya multifiscata) dan Bunglon (Bronchocela jubata) serta 11 jenis serangga.

Survei yang telah dilakukan adalah pada tanggal: • 30 Mei 2007 : survei lokasi kandang habituasi oleh BKSDA bali dan

PPS bali. • 9 Juni 2007 : survei lanjutan penempatan kandang habituasi oleh

PPS Bali • 10 Juli 2007 : inventarisasi flora dan fauna di kawasan TWA Penelokan,

dimulai dari Desa Buahan sampai dengan Gunung Abang, Kintamani oleh PPS Bali.

• 2 - 8 Agustus 2007: rapid accessment Desa Songan, Gunung Batur, Desa Trunyan, dan Hutan Penulisan oleh PPS Bali

Berdasarkan hasil survei, kondisi habitat sekitar kandang habituasi secara umum masih bagus dan layak dengan beranekaragam tumbuhan, mulai jenis tumbuhan penutup tanah (cover ground) hingga jenis pohon setinggi 30 meter. Selain itu, kontur tanah yang bertebing dan berbukit–bukit sangat bagus untuk tempat beristirahat elang karena jauh dari jangkauan manusia.

Di perairan Danau Batur ini juga banyak terdapat jenis-jenis ikan yang merupakan pakan Elang Laut Perut Putih. Jenis ikan yang ada di Danau Batur ini antara lain: Lele, Nila, Mujair, Kuyuh dan Karper, populasi terbanyak adalah jenis Nila dan Mujair.

Dari survey yang dilakukan Pusat Penyelamatan Satwa Bali disekitar lokasi danau Batur didapatkan jenis tanaman sebanyak 50 jenis, baik dari strata pohon sampai dengan tingkat semai atau penutup tanah. Didominasi oleh jenis pohon Ampupu

(Eucalyptus urophyla), pohon Puspa (Scima noronhae), Sapen

(Engelherdia spicata) atau dari jenis rumput-rumputan seperti rumput Gajah,

Jangling maupun Alang-alang. (data lengkap ada pada lampiran). Data beberapa jenis satwa yang diperoleh dari kelompok mammalia, primata, ikan, reptil dan paling banyak diperoleh dari jenis burung. Jumlah jenis burung yang diperoleh sebanyak 74 jenis dimana didalamnya termasuk 9 jenis burung pemangsa baik yang resident (jenis penetap) maupun burung pemangsa migran (pengunjung). Jenis burung pemangsa penetap seperti Elang Ular Bido (Spilornis cheela), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) ataupun Alap-alap (Falco sp), sedangkan jenis pemangsa migran yang diketahui biasanya lewat pada bulan Oktober-Nopember adalah Elang Alap China (Accipiter soloensis) dan Elang Alap Jepang (Accipiter gularis). Meski habitat yang masih layak dan banyaknya pakan, akan tetapi jenis burung yang sama dengan yang akan dilepasliarkan tidak banyak. Berdasarakan hasil survei, jenis Elang Laut Perut Putih yang ditemukan di lokasi dan sekitarnya hanya satu ekor. Jenis satwa lain yang banyak terdapat disekitar danau adalah primata dari jenis Monyet Ekor Panjang

Raptor Migran

Page 16: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

16

(Macaca fascicularis), yang memiliki kelompok-kelompok tersebar dari lereng-lereng gunung Abang, terutama daerah yang berbatasan antara hutang dengan ladang penduduk. Sekelompok kecil Lutung/Ijah (Trachypithecus auratus) masih bisa dijumpai disekitar lereng gunung Abang, namun sudah jarang sekali terlihat.

Hutan Taman Wisata Alam Penelokan serta daerah sekitar Danau Batur secara umum memang mudah dijangkau oleh manusia. Kawasan ini sejak lama menjadi salah satu tujuan wisata di Pulau Bali. Desa-desa di sekeliling Danau Batur adalah Trunyan, Abang Batu Dinding, Abang Songan, Buahan, Kedisan, Songan A, Songan B, dan Batur Tengah. Masyarakat desa-desa tersebut telah turun-temurun mendiami kawasan ini, sehingga dengan mudah kita menjumpai berbagai kegiatan masyarakat di sana, seperti: mencari kayu bakar, merumput, pendakian gunung (rekreasi, tracking), atau bahkan perburuan satwa liar. Di sisi lain, akses yang mudah tersebut juga membantu para petugas (polisi kehutanan) untuk sering berpatroli di wilayah tersebut dan tidak hanya mengandalkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, khususnya satwa liar.

Gambaran sekilas mengenai habitat di beberapa desa sekitar Danau Batur berdasarkan hasil survei adalah sebagai berikut:

GAMBARAN WILAYAH SEKITAR DANAU BATUR a. DESA BUAHAN Kondisi kawasan

Desa Buahan terletak di antara kawasan Hutan Taman Wisata Alam (TWA) Penelokan dan Danau Batur, pemukiman penduduknya membentang memanjang di bawah bukit dan tepi Danau Batur. Secara umum kawasan ini masih tergolong seimbang secara ekologi, hal ini ditandai dengan keanekaraman tumbuhan (dari tumbuhan penutup tanah/cover ground sampai pohon dengan ketinggian 30 m lebih)

Page 17: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

17

dan masih dijumpainya top predator seperti burung pemangsa/raptor di sekitar desa. Jenis pohon yang terdapat di sekitar desa dan TWA antara lain: Pinis, Pinus, Ampupu, Sapen, Blantih, Belalu, Beringin, Dadap dan lainya. Sedangkan jenis yang sering dijumpai di sekitar perbatasan kawasan TWA dan ladang adalah Ampupu (Eucalyptus urophylla). Di dalam hutan, pohon Sapen (Engelherdia spicata) sangat sering dijumpai. Untuk tingkat semai terdapat beberapa jenis tumbuhan a.l.: Sak-sak, Bajang-bajang, paku-pakuan, Talang-talang, jahe-jahean, dan lainnya yang banyak dijumpai di hutan (bukan tebing). Sedangkan di sekitar tebing, jenis yang sering dijumpai adalah Talang-talang dan rumput Padi-padian. Untuk tumbuhan tingkat bawah jenis yang banyak dijumpai adalah Kaliandra dan Rumput Gajah, yang bahkan sampai masuk ke wilayah TWA dan mendominasi di perbatasan TWA dan ladang.

Daerah pinggiran kawasan TWA hingga tepi Danau Batur merupakan ladang masyarakat yang ditanami dengan berbagai macam tanaman jangka pendek, sedang dan panjang antara lain seperti: Tomat, Cabe kecil dan besar, Bawang Merah, sayur-sayuran (Kubis, Kacang-kacangan dsb), Pisang, Rumput Gajah, Kalindra, Nangka, Pinis, dsb.

Tumbuhan yang beraneka ragam mengundang beranekaragamnya jenis binatang: burung, mamalia dan serangga. Kawasan hutan yang berbukit dan bertebing juga menjadi salah satu habitat yang sangat baik untuk berbagai jenis satwa: burung pemangsa/raptor, ular, Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dsb. Macaca oleh masyarakat dianggap sebagai hama pertanian karena sering mengganggu dan merusak tanaman mereka

Aktifitas Manusia Kawasan TWA Penelokan khususnya di Desa Buahan meski masih tergolong

”aman”, akan tetapi aktifitas manusia masih banyak berada di dalam kawasan, terutama di sekitar perbatasan ladang dengan TWA. Biasanya masyarakat yang masuk ke kawasan untuk mencari kayu bakar, mencari pakan sapi ”merumput”, dan juga pemburu liar. Biasanya para pemburu mencari burung, Landak, Trenggiling dan juga mencari Monyet ekor panjang.

b. KEDISAN Kondisi kawasan

Desa Kedisan terletak di antara kawasan hutan alam Penelokan dan Danau Batur. Pemukiman penduduk membentang memanjang di bawah bukit, Danau Batur sampai dengan lereng Gunung Batur. Secara umum kawasan ini masih tergolong seimbang (ekologi) sebagaimana dengan Desa Buahan, termasuk jenis pohon-pohonannya, seperti: Pinis, Pinus, Ampupu, Sapen, Blantih, Belalu, Beringin, Dadap dan lainnya. Pohon yang sering dijumpai, terutama di sekitar perbatasan kawasan TWA dan ladang adalah Ampupu (Eucalyptus urophylla). Tumbuhan tingkat semai yang sering dijumpai, terutama disekitar lereng gunug batur adalah Alang-alang, Pulet dan

Page 18: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

18

rumput Padi-padian. Lereng Gunung Batur merupakan lahan kosong atau tidak ada pepohonan, dan dipenuhi bebatuan hitam bekas letusan Gunung Batur.

Sebagaimana desa sebelumnya, kawasan hutan yang berbukit dan bertebing di Desa Kedisan merupakan salah satu habitat yang sangat baik untuk berbagai jenis satwa, seperti burung dan monyet.

Meski di sepanjang pinggir danau banyak berupa ladang masyarakat, akan tetapi masih menjadi habitat beberapa jenis burung air seperti: Kowak Malam Kelabu, Kuntul, Mandar, Trinil yang mencari makan di Danau Batur.

Aktifitas Manusia Aktifitas manusia banyak ditemui di dalam kawasan, terutama di sekitar

perbatasan ladang dengan TWA, seperti mencari kayu bakar, dan merumput.

c. SONGAN Kondisi kawasan

Desa Songan terletak di lereng Gunung Batur. Secara administrtif Desa Songan dibagi menjadi dua wilayah yaitu Desa Songan A dan Desa Songan B.

Hampir semua lahan yang ada di Desa Songan telah menjadi lahan pertanian. Tanaman yang tumbuh adalah tanaman ”domestik”, seperti Nangka, Mangga, Jambu Klutuk dan Waru. Meski demikian masih ada wilayah yang tidak dijadikan lahan pertanian oleh warga yaitu kawasan yang berada di lereng Gunung Batur. Di kawasan lereng ini yang berketinggian 1.747 m dpl (khususnya sebelah utara) pohon yang sering dijumpai adalah pohon Cemara Gunung.

Aktifitas Manusia Aktifitas manusia di hutan lereng Gunung Batur sangat banyak dan dengan

frekuensi harian yang juga sangat tinggi, seperti: pencari batu, penggalian pasir dan pendaki gunung. Demikian pula di daerah sebelah timur Desa Songan (kawasan perbukitan Gunung Abang) yang juga banyak sekali dijumpai aktivitas petani meladang.

d. ABANG Kondisi kawasan

Secara administratif Desa Abang terbagi dalam dua bagian yaitu bagian barat adalah Desa Abang Batu Dinding dan bagian timur adalah Abang Songan. Kedua desa ini terletak di atas ketinggian 2.125 m dpl, berbatasan dengan Gunung Abang/kawasan TWA Penelokan dan Danau Batur di bagian bawah.

Pada daerah yang berbatasan dengan kawasan TWA Penelokan secara umum didominasi oleh pohon ampupu dan tumbuhan, sedangkan bagian bawah di dominasi oleh alang-alang dan rumput padi-padian.

Satwa yang terdapat di kawasan ini antara lain: Menjangan (Mutiacus muntjak), Alap-Alap Sapi, Monyet Ekor Panjang, Lutung, Elang Brontok, Elang Ular, Merbah Cerucuk.

Page 19: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

19

Aktifitas manusia Aktifitas manusia didominasi oleh kegiatan mencari kayu bakar, pakan ternak,

dan juga pemburu liar. Selain itu ada juga masyarakat yang yang mendaki Gunung Abang untuk bersembahyang di Pura Puncak Abang atau sekedar berekreasi.

e. TRUNYAN Kondisi kawasan

Desa Trunyan merupakan wilayah di sebelah timur Danau Batur. Desa ini juga berada di bawah perbukitan yang membentang sepanjang wilayah timur Danau Batur, sehingga di bagian bawah berbatasan dengan Danau Batur. Desa Trunyan terkenal dengan wisata kuburan kunonya.

Kondisi hutan di desa ini masih terjaga dengan baik, dikarenakan masyarakat yang masih memegang kuat aturan-aturan adat. Jenis tumbuhan di wilayah ini sangat beragam antara lain: Beringin, Ampupu, Bunut, rumput Padi-padian, Sapen.

Satwa yang terdapat di wilayah ini antara lain: Lutung, Menjangan, Monyet Ekor Panjang, Elang Ular Bido, Burung Merbah Cerucuk, Cekakak Sungai.

Aktifitas manusia Meski kawasan hutannya masih tergolong ”aman”, akan tetapi aktifitas

manusia banyak sekali di dalam kawasan, terutama di sekitar perbatasan ladang dengan hutran. Biasanya masyarakat yang masuk ke kawasan untuk mencari kayu bakar, pakan ternak, dan berburu. Biasanya para pemburu mencari burung, Landak, Trenggiling, Monyet Ekor Panjang dan Lutung.

Keberadaan jenis pakan berupa ikan yang ada di Danau Batur diketahui dengan cara melakukan survey pakan dan mengadakan wawancara semiterstruktur dengan masyarakat nelayan yang ada didesa-desa sekitar Danau Batur . Survey dan wawancara yang dilakukan pada masyarakat lebih mengarah pada jenis-jenis ikan apa saja yang ada di Danau Batur tidak sampai mengarah terhadap jumlah populasi ikan

yang ada didanau Batur. Aktivitas nelayan disekitar danau banyak terpengaruh oleh faktor lain seperti cuaca atau musim tani, karena sebagian nelayan juga merupakan petani aktif yang mengolah lahan disekitar danau. Hal ini terlihat misalnya dari 50 orang nelayang yang ada di desa Buahan hanya sekitar 20 orang yang aktif mencari ikan, begitu juga di desa Kedisan, dari 15 orang nelayan yang ada, hanya 2 orang yang aktif/rutin tiap hari mencari ikan. Nelayan yang aktif rata-rata 2 - 3 kali sehari mencari ikan dengan hasil tangkapan rata-rata mendapatkan 20 ekor ikan sekali turun kedanau. Banyak sedikitnya tangkapan nelayan tergantung pula pada musim yang sedang berjalan, pada saat musim hujan dan angin saat Kaulu (bulan kedelapan) atau Kedasa (bulan sepuluh) pada penanggalan Bali (Januari dan Maret) sangat menurun karena keadaan danau yang bergelombang dan angin yang keras. Sedangkan pada bulan Oktober-Desember (bulan Kalima-Kapitu) nelayan sudah banyak lagi turun kedanau untuk mendapatkan ikan. Jenis yang sering didapatkan adalah: ikan Nila dan

Page 20: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

20

4 meter

6 meter

6 meter

5 meter 30 meter

8 meter kolam

PINTU TARIK (PIPA BESI)

ikan Mujair, sedangkan jenis ikan yang ada didanau batur adalah ikan Mujair, Kuyuh, Karper, Nila, Lele, Nyalian, Belut.

PEMBANGUNAN KANDANG Setelah dilakukan survey dan penentuan lokasi pembuatan kandang habituasi,

maka dilakukanlah pengukuran-pengukuran lokasi serta pengadaan keperluan kandang (tali, bambu, jaring , terpal dan lainnya). Kemudian pada hari Selasa-Jumat tangal 12-

22/06/2007 pengerjaan kandang dilakukan oleh 5 orang tenaga lokal. Kandang habituasi berukuran, Panjang = 28 m, Tinggi = 8 m dan Lebar = 6 m. Bahan kandang dari bambu petung dan bambu tali serta jaring, dilengkapi dengan beberapa enrichment tenggeran artificial dari cabang pohon dan tiga buah kolam ikan berukuran 6 x 4 m, 4 x 3 m dan 3 x 3 m didalam kandang. Kolam juga dilengkapi dengan mesin pemutar air (water pump) yang dimaksudkan untuk simulasi gelombang air (replikasi air danau yang berombak) selain itu water pump juga dapat untuk sirkulasi air agar ikan yang dikolam tidak cepat mati karena air yang keruh. Kandang dilengkapi dengan pintu pelapasan dengan ukuran panjang = 10 m dan lebar = 5 m. Pintu menghadap ke arah danau (utara) dengan pertimbangan agar elang setelah keluar dari kandang lansung terbang ke arah danau yang merupakan sumber pakan elang laut perut putih.

Page 21: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

21

Spesifikasi kandang habituasi adalah sebagai berikut :

Evakuasi pertama

Setelah kandang habituasi selesai dibangun, selanjutnya elang siap dipindahkan dari fasilitas perawatan di PPS Bali, Tabanan ke kandang habituasi di Desa Buahan, Kintamani.

Pemindahan (evakuasi) ke lokasi kandang dilakukan pada tanggal 29 Juni 2007. Evakuasi pertama dilakukan kepada Individu #1 (nama: Bali, hasil penyitaan BKSDA Bali), yang sebelumnya berada di kandang pelatihan di Danau Tamblingan, Kab. Buleleng. Dimulai pada pukul 10.30 wita seluruh Tim PPS Bali dan BKSDA Bali berangkat menuju ke Danau Tamblingan, menggunakan kendaraan patroli milik BKSDA Bali. Setelah individu berhasil ditangkap dan dipindahkan ke kandang angkut, dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum akhirnya Tim Pelaksana bergerak menuju Desa Buahan, Kintamani.

Pada saat yang sama, di kandang habituasi di Desa Buahan dilaksanakan upacara adat, dipimpin oleh Jero Mangku Buahan.untuk memohon keselamatan pada burung elang tersebut.

Tim tiba lokasi kandang sekitar pukul 17.00 wita. Jarak yang jauh dari Danau Tamblingan tidak membuat tim merasa lelah dan berkecil hati demi kelestarian satwa. Setelah diperiksa kondisi fisiknya maka elang segera dipindahkan dari kandang angkut ke dalam kandang habituasi. Tim meninggalkan lokasi kandang pada pukul 19.00 wita. Evakuasi ke dua

Evakuasi kedua dilakukan terhadap Individu #2 (nama: Charles) yang merupakan hasil translokasi dari PPS Jogja. Evakuasi dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2007 oleh Tim Pelaksana PPS Bali dan BKSDA, elang tiba di lokasi kandang habituasi sekitar pukul 13.30 wita. Setelah diperiksa kondisinya, elang segera dipindahkan dari kandang angkut ke kandang habitusi dan digabungkan dengan Individu #1 yang telah lebih dahulu menempati kandang dan dilanjutkan dengan observasi. Observasi terhadap kedua individu dilaksanakan hingga malam hari atau

Jumlah kandang : 1 buah

Bentuk : kotak

Ukuran : panjang 28 m, lebar 6 m, tinggi 8 m.

Pintu pelapasan : berukuran panjang10 m, lebar 5 m.

Bahan : bambu petung, bambu tali, jaring, tali manila, tali plastik, kayu, paranet, terpal

Penempatan : tanah miring

Enrichment : cabang kayu untuk tenggeran, peneduh dari paranet, 3 buah kolam dengan ukuran : - p: 6 m, l: 4 m, kedalaman 50 cm - p: 4 m, l: 3 m, kedalaman 40 cm - p: 3 m, l: 3 m, kedalaman 40 cm

Page 22: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

22

sampai mereka benar-benar tidur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perilaku kedua elang tersebut setelah bergabung dalam satu kandang dan untuk mencegah terjadinya kontak fisik antara kedua individu yang selama ini belum pernah ditempatkan dalam satu kandang. MASA HABITUASI

Tujuan dilakukannya habituasi elang sebelum dilepasliarkan adalah untuk menyesuaikan kondisi satwa dengan lingkungan sekitarnya yang baru (adaptasi) sekaligus melakukan pengamatan dan penilaian perkembangan elang terutama terhadap perilaku-perilaku alami yang nantinya sangat menentukan keberhasilan elang itu sendiri setelah dilepasliarkan. Dalam masa habituasi pula kita dapat melakukan perlakuan-perlakuan yang diperlukan untuk meningkatkan kondisi elang tersebut. Baik perlakuan untuk meningkatkan perilaku dan insting alaminya maupun perlakuan medis yang berkaitan dengan kondisi kesehatan satwa. Pelatihan juga dilakukan dengan melakukan perubahan-perubahan pola perlakuan harian seperti cara dan waktu pemberian pakan serta perubahan enrichment yang ada didalam kandang. Pada satu minggu awal elang masuk, treatment/perlakuan difokuskan pada bagaimana membuat elang mampu beradaptasi dengan lingkungan kandang yang baru, bagaimana elang mampu memanfaatkan kondisi dalam kandang untuk bertengger, berteduh maupun terbang antara tenggeran. Dengan kondisi suhu yang tidak terlalu ekstrem perubahannya antara pagi siang dan sore (berkisar 23oC-24oC), serta hembusan angin yang keras pada siang hari, elang dapat beradaptasi dengan cepat. Selama itu pula untuk tetap menjaga kondisi elang, pemberian pakan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa ikan yang ada didanau Batur seperti Mujair ataupun Karper, ini juga untuk membiasakan elang dengan jenis pakan yang ada disekitar lokasi. Pelatihan pemanfaatan ruang berupa tenggeran dilakukan dengan menempatkan tenggeran-tenggeran dari strata paling rendah diatas tanah sampai dengan strata paling atas pada tegakan pohon maupun tiang kandang. Perubahan letak tenggeran sampai dengan penghilangan tenggeran paling bawah dilakukan selanjutnya untuk membiasakan elang memanfaatkan ruangan sebelah atas. Untuk mengetahui perkembangan dari elang tersebut maka selama masa habituasi dilakukan pengamatan harian juga pengambilan/pencatatan perilaku harian selama dikandang habituasi. Pencatatan dilakukan pada periode waktu tertentu dengan jeda waktu yang telah ditentukan dilakukan pada tiap hari; pagi, siang dan sore hari (AdLibithum Sampling Method dari Altman, J. 1973) sedangkan perilaku yang dicatat selama didalam kandang habituasi merupakan modifikasi dari Panduan Perilaku Burung Pemangsa di TNGH (Prawiradilaga, Dewi. et all. 2003). Dalam pengamatan yang dilakukan, perilaku elang dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu perilaku berpindah tempat atu terbang (flying) dan perilaku bertengger (perching) serta pencatatan terhadap pemanfaatan ruang kandang oleh elang yang dibagi atas tiga strata yaitu tanah atau tenggeran-tenggeran yang diletakkan diatas tanah, cabang bawah yaitu cabang-cabang pohon atau tenggeran yang diposisikan 2-3 meter dan cabang atas dengan tinggi 6-7 meter dari tanah. Perilaku bertengger yang dicatat didalamnya seperti bertengger diam (menengok kanan kiri), menelisik, bersuara, makan, berak ataupun bertengger sambil merentangkan sayap. Sedangkan perilaku berpindah

Page 23: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

23

tempat terdiri atas terbang 1 (Terbang dari cabang ke cabang lain antar pohon atau pohon yg sama), berpindah 2 (Terbang dari cabang pohon ke tanah), berpindah 3 (Terbang dari tanah ke cabang pohon), berpindah 4 (Terbang dari tanah kembali lagi ke tanah), berpindah 5 (Bergeser di atas cabang), berpindah 6 (Berjalan di tanah), berpindah 7 (Berlari di tanah) dan berpindah 8 (Meloncat di tanah). Dari kedua ekor Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster); Bali dan Charles, data perilaku harian dan perkembangan yang diperoleh tidak sama dan tidak dapat diperbandingkan keduanya. Parameter pengamatan yang dipakai pada kedua ekor elang adalah sama, namun lama waktu habituasi yang berbeda selama satu bulan membuat perlakuan selama didalam kandang habituasi berbeda antara kedua ekor elang tersebut. Bali masuk kandang habituasi dan mulai memperoleh pelatihan pada tanggal 29 Juni 2007 dan pencatatan perilaku hariannya dilaksanakan mulai tanggal 01 Juli 2007 sampai dengan tanggal 18 September 2007, dengan total 48 hari pengamatan (242 jam). Charles masuk kandang habituasi tanggal 09 Agustus 2007, dengan total pengamatan selama 23 hari (123 jam) mulai dari tanggal 25 Agustus 2007 sampai dengan 18 September 2007.

Sebagian besar dari pola perilaku dari Bali adalah bertengger, sebesar 80,6 % dari keseluruhan waktu dalam kandang habituasi. Bertengger diam sambil menengok kanan kiri melihat kondisi lingkungan sekitar kandang, serta akan merespon kehadiran manusia atau hewan lain dengan mengeluarkan suara keras panjang ” ah- ah – ah”. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan sekitar juga dilakukannya dengan terbang berpindah

tenggeran. Pada awal minggu pertama kondisi lingkungan yang berbeda dan kehadiran banyak orang sempat membuat Bali terlihat stres, terlihat dari seringnya terbang tanpa orientasi arah sehingga menabrak dinding kandang. Stres semakin berkurang setelah kehadiran orang disekitar kandang berkurang, ditandai pula dengan telah semakin seringnya Bali mengeluarkan suara keras. Selain bertengger diam perilaku bertengger lainnya yang banyak dilakukan adalah menelisik bulu, menata menyisir atau meminyaki bulu-bulu tubuhnya. Kontak suara sering terjadi saat kehadiran burung elang laut liar yang memang ada disekitar lokasi kandang. Dari pengamatan yang dilakukan tidak terdapat perilaku agresi atau saling serang dengan elang yang berada diluar, yang teramati adalah bahwa terlihat Bali dan

BALI Masuk kandang habituasi tanggal 29 Juni 2007. Total observasi dikandang selama 48 hari pengamatan atau 242 jam pengamatan, dengan rata-rata 5 jam pengamatan tiap harinya. Jumlah total perilaku yang teramati sebanyak 3926 kali (100%), baik perilaku perpindahan tempat maupun bertengger. Prosentase perilaku Bali yang paling dominan adalah bertengger (perching) sebanyak 80,6 % dan sisanya berpindah tempat sebanyak 19,4%. Sedangkan pemanfaatan ruang sebanyak 91,5 %, Bali memakai tenggeran dicabang atas.

Page 24: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

24

PROSENTASE PEMANFAATAN RUANG BALI6,1% 2,4%

91,5%

Tanah

Cabang Baw ah

Cabang Atas

elang liar tersebut saling kontak baik dengan bersuara bersautan maupun bertengger saling berdekatan, elang liar berada di atas kandang habituasi. Dari tanda-tanda yang bisa terlihat, elang liar yang terlihat datang disekitar kandang merupakan elang yang masih muda atau baru menginjak taraf dewasa. Hal ini terlihat dari masih terdapatnya bercak-bercak tanda kotor/warna coklat pada dada, sehingga warnanya belum terlihat betul-betul putih seperti pada elang laut dewasa lainnya. Vokalisasi/bersuara keras terlihat sebagai isyarat peringatan (alarm call) malah terlihat antara Bali dan Charles, terutama pada saat-saat awal Charles dibawa masuk kedalam kandang habituasi. Kondisi ini mungkin karena waktu kedatangan dan masuknya Charles kedalam kandang habituasi tidak berbarengan dengan Bali, sehingga Bali lebih dahulu menguasai kondisi kandang. Agresi dalam artian terjadi perkelahian langsung antara Bali dan Charles tidak terjadi. Antisipasinya dengan diadakannya penyekat antara Bali dan Charles dengan menggunakan jaring selama dua minggu. Selama penyekatan tersebut terjadi adaptasi keduanya, dimana secara fisik kedua elang tidak bisa kontak langsung namun secara visual bisa, sehingga kesempatan Charles untuk eksplorasi pemanfaatan ruang juga bisa terpenuhi.

Dalam pemanfaatan ruang kandang, Bali cenderung selalu

menggunakan tenggeran strata atas, baik aktivitas bertengger maupun

perpindahan tempat. Hanya pada saat minggu-minggu awal Bali masih sering menggunakan tenggeran strata bawah atau diatas

tanah pada saat makan. Begitupula pada saat berburu makan, Bali cenderung untuk melakukannya dengan turun dahulu dari atas cabang kemudian masuk kedalam kolam untuk mendapatkan mangsanya. Dalam perkembangannya Bali mulai mencoba untuk mengambil mangsa dari dalam kolam dengan terbang menggepakkan sayap. Perkembangan paling bagus dari Bali adalah kemampuan terbangnya yang semakin meningkat, baik pada pergerakan perpindahan dari tenggeran maupun pada saat displai mengelilingi kandang habituasi. Terutama pada saat masa aktif pada siang hari diatas pukul 12.00 siang dan pada saat angin bertiup keras, Bali mampu terbang beberapa kali untuk mengelilingi kandang.

Page 25: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

25

PROSENTASE BERTENGGER BALI

13,1%

56,9%

1,9%

3,0%0,0%2,8%0,6%1,1%

4,5%

2,2%0,4%

2,6%2,4%

4,5%4,2%

MenelisikMenengokMengamati mangsaMakanMinumBerakMenggosok Paruh dengan KakiMenggosok Paruh di PohonRentang SayapKepak SayapMenggaruk Leher/KepalaMenggerakkan BadanMenggerakkan EkorBersuara KerasBersuara Pelan

PROSENTASE TERBANG BALI

39,4%

6,3%6,2%1,6%

32,4%

5,0%

0,9%

5,1%

3,1% Berpindah 1

Berpindah 2

Berpindah 3

Berpindah 4

Berpindah 5

Berpindah 6

Berpindah 7

Berpindah 8

Sambar Mangsa

Pada akhir bulan Agustus 2007, wingsmarker yang dipasang pada sayap kanan Bali terlepas. Kemungkinan besar karena pemasangan yang kurang tepat atau selama diam bertengger didalam kandang Bali sering kali menelisik disekitar sayap dan menarik wingsmarker sehingga terputus. Untuk selanjutnya wingsmarker tidak dipasangkan lagi pada Bali karena dikhawatirkan penangkapan dan handling/penanganan selama pemasangan wingsmarker akan mempengaruhi kembali kondisi dan aktivitas Bali.

Page 26: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

26

Perilaku harian Charles yang teramati selama observasi harian adalah 80,2 % bertengger, sama dengan individu lainnya (Bali) yang juga menghabiskan sebagian besar waktunya untuk diam bertengger. Diam menengok kanan kiri ataupun menelisik bulu merupakan aktivitas yang memiliki porsi dominan dalam perilaku bertengger ini. Charles dalam pemanfaatan ruang lebih banyak memakai strata tenggeran menengah untuk aktivitasnya. 66 % dari hasil

observasi menunjukkan bahwa Charles selalu bertengger di cabang tengah. Hal ini dipengaruhi juga karena Charles masuk tidak bersamaan dengan Bali, sehingga Bali lebih cenderung untuk lebih dominan dalam menguasai ruang bertengger, terutama tenggeran sebelah atas. Selama masa observasi tidak pernah terlihat kedua ekor burung bertengger bersama dalam satu tenggeran. Lebih sering keduanya bertengger dalam satu pohon namun memakai tempat tenggeran yang berbeda, Bali bertengger pada tenggeran diatas sedangkan Charles bertengger ditenggeran tengah. Tanpa ada aktivitas lain semisal agresi diantara keduanya.

PROSENTASE PEMANFAATAN RUANG CHARLES

25,8%

66,5%

7,8%

Tanah

Cabang Bawah

Cabang Atas

Karena lebih banyak berada dibawah, maka Charles diberi perlakuan/treatment berupa bunyi-bunyian dari gongseng untuk menakut-nakutinya agar bisa memanfaatkan ruang/tenggeran-tenggeran menengah keatas. Awal pemakain alat

CHARLES Charles masuk kandang habituasi tanggal 09 Agustus 2007, dengan total pengamatan selama 23 hari, rata-rata lima jam setiap hari dengan total jam observasi 123 jam. Dimulai dari tanggal 25 Agustus 2007 sampai dengan 18 September 2007. Perilaku yang mendominasi adalah bertengger 80,2 % dari total perilaku teramati, sedangkan perpindahan tempat sebanyak 19,8 %.

Page 27: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

27

tersebut sangat bagus dampaknya terhadap Charles, namun beberapa hari berikutnya, Charles kembali sering berada ditanah tanpa ada alasan yang jelas, misalnya; makan. Meski demikian pemanfaatan ruang Charles mulai membaik dibandingkan awal masuk kekandang.

PROSENTASE TERBANG CHARLES

16,3%

20,9%

19,5%2,6%

16,3%

12,6%

2,0% 8,0% 1,7% Berpindah 1Berpindah 2Berpindah 3Berpindah 4Berpindah 5Berpindah 6Berpindah 7Berpindah 8Sambar Mangsa

Dalam hal terbang berburu dan menyambar mangsanya, Charles terlihat lebih bagus daripada Bali, begitupula keakuratannya dalam mendapatkan mangsanya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi Charles sebelumnya yang telah pernah dilepaskan pada Agustus 2004 dipulau Karimunjawa.

Page 28: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

28

MONITORING PASKA PELEPASLIARAN Monitoring yang dilakukan setelah pelepasliaran bertujuan untuk memantau kondisi dan perkembangan satwa setelah dilepasliarakan kemBali kealam. Hal yang penting dilakukan adalah memantau apakah satwa yang telah dilatih kemBali dan dilepaskan tersebut bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan serta bertahan hidup, sebelum individu tersebut mampu memiliki daerah kekuasaan, berpasangan maupun berkembang biak. Fokus dari monitoring adalah menemukan elang yang dilepasliarkan dan sebisanya mengikuti pergerakan dan perkembangannya baik secara visual maupun informasi dari masyarakat. Sebelumnya kedua ekor elang telah dipasang alat untuk mempermudah dilakukan pengamatan yaitu wingsmarker/penanda sayap dan transmitter/radio pemancar pada ekor masing-masing. Pemasangan alat ini adalah supaya selama pengamatan dilapangan baik secara visual maupun memakai radio pemancar keberadaan elang dapat dipantau ataupun bisa dibedakan dari individu elang laut liar yang memang telah ada disekitar lokasi. Pada Bali wingsmarker berwarna merah disayap kanan dengan kode BKSDA Bali, H.l 01 dan kode transmitter di ekor 53.405, sedangkan Charles memiliki penanda sayap berwarna kuning disayap kanan dengan kode BKSDA Bali H.l 005 dan kode transmitter 53.425. Keberadaan penanda juga mempermudah saat pencarian informasi pada masyarakat, karena biasanya dengan adanya penanda pada sayap burung tersebut masyarakat lebih mudah mengenali individu yang dimaksudkan. 1. HASIL MONITORING Kedua elang laut ini (Bali dan Charles) keluar dari kandang habituasi pada tanggal 27 September 2007. Yang keluar pertama kali adalah Bali pada pukul 10.39 wita dan 1 jam kemudian Charles menyusul. Setelah keluar dari kandang, kedua elang ini masih terlihat sesekali muncul dari rerimbunan pohon dikawasan hutan dan sinyal masih tertangkap dengan jelas.Lokasi keduanya masih disekitar kandang habituasi Buahan.

A. Bali Tangal 28-30/09/2007 Bali masih terlihat langsung dan sinyal masih tertangkap dengan jelas didaerah sekitar kandang habituasi yaitu perbatasan desa Buahan dengan Abang Batudinding sampai desa Buahan. Sinyal juga tertangkap dari desa Abang

wilayah atas (lewat jalur Penelokan – Besakih). Aktivitas yang terpantau adalah terbang, bertengger/ diam. Kondisinya sehat. Tanggal 01-05/10/2007 Bali terlihat langsung dan sinyal terdeteksi dengan jelas masih disekitar kandang habituasi yaitu di perbatasan desa Buahan – Abang Batudinding dan mulai meluaskan pps bali.doc.sept07

Page 29: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

29

jelajahnya sampai kawasan desa Kedisan. Bali terpantau saat dia merespon tim monitoring yang mencoba memberikan ikan yang telah dimatikan kepadanya dengan cara melempar ke tengah danau. Dengan cekatan ia menyambar ikan tersebut dan membawanya ke pohon pinus yang berada diperbatasan desa Buahan-Abang Batudinding. Bali juga terlihat saat dia terbang berpasangan dengan elang laut perut putih lokal. Elang laut perut putih lokal ini adalah elang laut lokal kawasan danau batur yang dulu sering datang kekandang habituasi saat Bali masih didalam kandang. Elang lokal ini sepertinya masih muda yang ditandai oleh window nya (bagian sayap yang terlihat transparan, dari bawah saat dia terbang) dan warna bulu dadanya yang masih terlihat ada bercak-bercak warna kecoklatan (pada elang laut dewasa bulu dada menjadi putih bersih). Informasi yang didapat dari masyarakat, dulu disekitar lintang danau batur ada + 4 ekor elang laut perut putih, namun hampir 1 tahun belakangang (tahun 2006) tidak pernah terlihat lag . Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh BKSDA Bali tahun 2006 juga tidak menemukan elang laut perut putih dikawasan TWA penelokan. Kemudian kedua elang ini, Bali dan lokal bertengger di pohon pinus yang terpantau sampai pkl. 18.00 wita. Pohon tersebut diduga adalah pohon yang digunakan untuk tidur Bali (pohon tidur/sleeping tree) karena dia terlihat sampai malam hari masih dipohon tersebut. Bali menggunakan pohon tersebut sampai 2 hari. Aktivitas yang terpantau adalah terbang sendiri, terbang berpasangan, menyambar mangsa, makan dan bertengger.

Tanggal 06-13/10/2007 Bali masih terlihat langsung dan sinyal masih terdeteksi oleh reciever. Daerah jelajah Bali semakin luas yaitu dari desa Kedisan sampai ke daerah banjar Alengkong desa Songan. Keliling daerah jelajah Bali mencapai 18,65 km2 ditarik garis terluar dari titik-titik dimana Bali terdeteksi baik secara visual maupun informasi

Page 30: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

30

masyarakat. Meski demikian, Bali masih cenderung kembali ke daerah sekitar kandang habituasi. Hal ini kemungkinan karena Bali masih mencari lokasi yang tepat untuk tempat tinggalnya atau mungkin juga hanya sekedar berburu makanan. Tanggal 14-20/10/2007. Bali masih terlihat langsung dan sinyal masih terdeteksi oleh reciever daerah yang sering sekali terlihat adalah perbatasan Buahan-Abang Batudinding. Bali sempat mengeluarkan suara keras yang didengar oleh beberapa petani diladang sekitar kawasan hutan yaitu pada pukul 11.00 wita. Meski perilaku ini sering dilakukan dalam kandang namun ini baru pertama kali dilakukan saat dia keluar kandang, hal ini menjadi indikasi bahwa Bali mulai dapat beradaptasi dengan lingkungan serta pasanganya.Tanggal 21-28/10/2007 Bali masih terlihat langsung dan sinyal masih terdeteksi oleh reciever daerah yang sering sekali terlihat adalah perbatasan Buahan-Abang Batudinding. Bali mulai menampakkan perilaku yang bagus yaitu merespon pasanganya. Setiap kali terlihat Bali selalu berpasangan dengan elang laut perut putih lokal yang diduga jantan atau jika tidak berpasangan, keduanya berada diderah yang tidak jauh antar individu tersebut. Pada waktu terlihat terbang berpasangan, Bali terlihat membawa ranting pohon. Tetapi ranting tersebut jatuh ditimur kandang habituasi. Arah terbangnya menuju ketimur (perbatasan Buahan – Abang Batudinding). Meskipun ranting yang dibawa oleh Bali tersebut jatuh saat pengamatan, namun kemungkinan dia mencari lagi ranting-ranting lagi menjadi besar jika Bali memang telah siap untuk kawin dan merasa nyaman didaerah ini. Dan menjadikan kawasan ini sebagai daerah teritorialnya. Pohon yang terlihat digunakan Bali untuk bertengger adalah pohon Ampupu dan pohon Belalu. Pohon Ampupu tersebut sempat digunakan oleh Bali untuk tidur (pohon tidur). Namun hanya satu kali dan keesokan harinya tidak dipakai lagi. Jadi masih jelas terlihat bahwa Bali masih memilih-milih pohon yang akan digunakan sebagai tempat bersarang. Perilaku yang teramati adalah terbang sendiri, berpasangan, terbang membawa ranting, terbang berburu melihat kebawah, menyambar mangsa, bertengger santai, menelisik, menggaruk leher, berak dan rentang sayap. Tanggal 29-31/10/2007 Bali masih terlihat nyata dan sinyal juga masih tertangkap dengan baik. Lokasi pertemuan masih disekitar perbatasan Buahan-Abang Batudinding. Begitu juga dengan pasangan Bali juga masih setia mendampinginya serta membimbing Bali dengan baik. Aktivitas yang terpantau adalah terbang sendiri, terbang berpasangan, bertengger, dan bersuara. Kawasan yang dimana Bali sering terlihat dilakukan penyisiran untuk mengetahui tempat yang sering digunakan Bali dan pasanganya untuk beristirahat, namun pencarian tidak maksimal karena medan berbukit dan bertebing serta tutupan tanah oleh semak berduri dan tempat tersebut tidak dapat ditemukan. Tanggal 01-08/11/2007 Bali masih terlihat nyata dan sinyal masih tertangkap dengan baik di desa Buahan sampai Abang Batudinding. Bali masih sering terlihat bersama pasangannya, dan bahkan sempat terdengar bersuara bersahutan. Bali juga terlihat saat sedang terbang rendah berburu didanau. Sinyal selalu tertangkap jelas jika dari daerah yang sama atau lebih tinggi dengan posisi objek berada. Jadi setiap kali reciver di hidupkan dari kawasan Buahan-Suter lewat jalur Penelokan –Besakih, sinyal hampir selalu ditangkap dengan baik. Tanggal 09-15/11/2007 Bali tidak terlihat langsung oleh pengamat beberapa hari ini namun sinyal masih tertangkap di daerah Abang Batudinding dan juga desa Buahan. Elang lokal pasangan Bali masih terlihat ketika sedang terbang dan berburu diatas danau. Hal ini menimbulkan sebuah tanda tanya yang besar pada tim monitoring, ada

Page 31: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

31

PETA KONTUR G. ABANG

apa dengan Bali ? apakah dia sedang bersarang dan mau bertelur? Atau sakit? Namun dari aktivitas yang terpantau oleh reciever, Bali masih melakukan pergerakan-pergerakan yaitu terbang jarak pendek-pendek dan jauh. Jadi kemungkinan Bali masih dalam kondisi sehat. Kondisi alam yang mulai memasuki musim penghujan, juga mempengaruhi pertemuan langsung serta penangkapan sinyal dengan Bali, karena cuaca sering berubah-ubah, kabut tebal turun, mendung disertai gerimis. Daerah yang sekarang diprediksikan sebagai daerah yang dijadikan tempat bertengger atau daerah yang menjadi teritorialnya adalah wilayah bukit Tapis lereng G. Abang. Hal ini terlihat dari aktivitas Bali yang sering terlihat didaerah sekitar bukit, baik pada saat pagi maupun sore hari. Sering kali terlihat juga oleh masyarakat dusun Abang Dukuh (tepat dibawah lereng G. Abang) aktivitas dua ekor elang disekitar dusun ataupun pada saat elang berburu didanau.

Page 32: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

32

Tanggal 16-22/11/2007 Bali masih terlihat langsung dan sinyal juga masih bisa tertangkap oleh reciever. Akan tetapi keberadaanya kini sepertinya mulai bergeser kearah timur yaitu didesa Abang Batudinding, tepatnya didaerah sekitar lembah bukit Abang. Beberapa kali ditemukan sinyal mengarah kedaerah tersebut. Dan saat terlihat oleh warga, dia sedang berburu bersama pasanganya di danau banjar Cemara Landung desa Trunyan. Tanggal 23-30/11/2007 Bali terlihat nyata dan sinyal juga masih bisa tertangkap oleh reciever saat dia sedang terbang didesa Abang Batudinding. Kurang lebih selama 5 menit Bali terbang berputar-putar sambil melihat ke bawah disebelah barat bukit abang dan kemudian terbang meluncur kearah barat (Buahan) dan sinyal masih tertangkap lemah. Tanggal 01-07/12/2007 Pagi hari tepatnya pkl.07.00 wita ada warga yang sedang beraktivitas disekitar kandang habituasi memberitahukan bahwa ada elang laut perut putih yang sedang mencoba menyerang elang brontok yang ada didalam kandang habituasi. Kemudian tim monitoring segera meluncur ke lokasi. Ternyata benar, elang laut perut putih lokal pasangan Bali. Hampir 1 jam elang tersebut terus mencoba menyerang elang brontok yang ada dalam kandang habituasi dengan cara berputar-putar mengelilingi kandang habituasi seperti mencari celah untuk masuk kedalam kandang sambil sesekali menabrak jaring kandang. Namun usahanya sia-sia karena jaring yang digunakan untuk penutup kandang sangat kuat dan posisi elang brontok jauh dari dinding kandang habituasi. Sementara si brontok meresponnya dengan suara khasnya klik..klik..klik seperti takut dan marah. Kemudian setelah menyerang brontok tersebut elang lokal itu terbang ke arah timur (Abang) dan lenyap ditelan rimbunnya pepohonan hutan. Kejadian ini adalah yang pertama kali selama Bali dilepasliarkan. Hal ini terjadi kemungkinan pasangan Bali merasa bahwa daerah ini merupakan teretorialnya. Meskipun jenis keduanya yang berbeda, akan tetapi jika satu jenis tersebut dirasa mengganggu atau menjadi ancaman meskipun dari segi pakan mereka berbeda, kemungkinan juga akan diusir dari wilayah tersebut. Sementara itu pada

G. ABANG

BUKIT TAPIS

Page 33: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

33

hari berikutnya, Bali dan pasangannya terlihat sedang terbang berpasangan diatas danau desa Abang kemudian meluncur ke arah bukit Abang. Tanggal 08-14/12/2007 Bali masih terlihat nyata, namun sepertinya alat pancar sinyal (transmitter) yang dipasang diekor Bali lepas. Hal ini terbukti saat beberapa kali Bali terlihat saat terbang sendirian atau berpasangan, sinyal selalu tidak didapat. Padahal jarak pertemuan sangat dekat yaitu antara 200 meter sampai 1000 meter. Meski demikian tak ada tanda tambahan seperti wingsmarker serta transmitter pada tubuh Bali, namun ciri-ciri Bali nampak sekali dan sangat berbeda dengan elang laut lokal yang ada (bulu primer ke sembilan sayap kiri Bali ”moulting” lepas). Jadi aktivitas Bali masih bisa terpantau jika Bali terlihat langsung. Aktivitas yang terlihat adalah terbang berpasangan, terbang sendirian, bertengger dipohon Ampupu berpasangan, bersuara bersahutan, menelisik, mengibaskan ekor dan tubuh, berak, kepak sayap, rentang sayap, bergeser dan terbang antar cabang. Lokasi pertemuan masih disekitar desa Abang dan Buahan.

PERTEMUAN DENGAN BALI

receiver48%

langsung35%

informasi masyarakat

17%

Dari pengamatan sampai bulan Desember 2007, Bali lebih banyak terpantau melalui gelombang transmitter (48 %), 35 % pengamatan langsung secara visual dan informasi dari masyarakat sebanyak 35 %. Kendala utama dari monitoring adalah kondisi lokasi yang beragam dari daerah yang rata sampai dengan wilayah yang berbukit-bukit, terutama disekitar wilayah gunung Abang. Kemampuan daya terima gelombang transmitter yang digunakan mampu menerima sinyal sejauh kurang dari 1 km sampai dengan 4 km. Pada posisi pengamatan diatas ketinggian dan tanpa halangan vegetasi maupun dari tutupan kanopi pohon yang rapat, sinyal transmitter mampu menjangkau jarak sekitar 4 km, namun pada saat saat observer posisinya didalam tutupan kanopi maupun di lereng-lereng sekitar gunung Abang gelombang yang diterima sangat kecil dan sering kali menghilang walaupun pada saat itu pemantauan secara visual dengan menggunakan binokuler mampu mencapainya.

Page 34: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

34

Tanggal 01-06/01/2008 Bali dari informasi masyarakat masih terpantau disekitar lembah bukit Abang meski pertemuan langsung tidak didapat. Bali terpantau melakukan pergerakan-pergerakan yaitu terbang pendek dan jauh. Kemungkinan Bali cenderung bersembunyi dibalik pepohonan daripada berburu didanau. Meskipun tidak berburu didanau, kemungkinan Bali masih bisa bertahan dari perburuannya dihutan yaitu mencari mamalia kecil dan burung-burung kecil. Karena elang laut selain memakan ikan, dia juga bisa memakan jenis –jenis lain seperti burung-burung air, serta mamalia kecil /hewan pengerat (Prawiradilaga dkk. 2003). Tanggal 07-15/01/2007, selama satu minggu Bali masih belum terlihat langsung selama pemantauan oleh observer. Tanggal 16-19/01/2007 Setelah beberapa hari tidak menampakkan dirinya, kini Bali kembali terlihat secara langsung oleh observer bersama pasanganya yang selalu setia membimbing dan mengajari Bali mengenali dirinya sebagi burung pemangsa. Lokasi keberadaanya didaerah sekitar bukit Tapis sampai banjar Cemara Landung desa Trunyan. Bukit Tapis merupakan lokasi yang diduga sebagai tempat peristirahatan bahkan bersarang, dieksplorasi oleh tim. Hasilnya adalah daerah tersebut memang cocok sekali untuk bersarang elang laut perut putih, karena banyaknya pohon besar seperti Pinus dan Cemara Gunung. Pohon-pohon tersebut berada diketinggian dan lereng yang terjal dan curam sehingga tidak ada aktivitas manusia yang bisa mengganggunya. Namun dari hasil pantauan, belum dijumpai sarang elang laut perut putih. Jadi kemungkinan Bali masih belum membuat sarang meskipun ia sering

Page 35: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

35

berpasangan dengan elang lokal. Dan masih mencari tempat yang benar-benar cocok untuk bersarang. Perkiraan sampai akhir bulan Januari 2008, daerah jelajah yang sering dikunjunginya Bali mencapai 13,3 km2 (garis keliling dari titik-titik terluar) meliputi daerah Buahan, Kedisan, wilayah Suter sampai dengan banjar Cemara Landung didesa Trunyan dan sangat memungkinkan untuk terus bergeser kearah timur kesekitar Madya, Alengkong kearah pantai utara Bali. B. Charles Tanggal 28-29 /09/2007 sehari setelah dilepasliarkan, sinyal yang terpancar oleh transmitter Charles masih terdeteksi dari reciever. Namun tidak terlihat langsung. Hari kedua sinyal Charles terdeteksi dari desa Abang Batudinding (lembah bukit Abang) dan sempat terlihat langsung oleh masyarakat disekitar Abang Batudinding meski hanya beberapa menit saja. Charles terbang kearah timur menuju bukit Abang. Tanggal 01-02/10/2007 hari ketiga dan keempat, pencarian Charles sangat menyulitkan karena sinyal sama sekali tidak didapat dan Charles juga tidak menampakkan dirinya. Dari data hasil perilaku Bali yang dicatat oleh PPS Jogja tahun 2004, Charles memang berperilaku penakut, dan dia suka bersembunyi dibalik kanopi pepohonan bahkan turun ketanah dan bersembunyi disemak-semak.

Tanggal 03-04/10/2007 hari kelima Charles terlihat sedang bertengger diam dipohon Ampupu oleh warga banjar Madya Trunyan. Dan dalam kondisi sehat. Hari keenam Charles tidak ada tanda-tanda sama sekali. Sinyal tidak dapat dilacak dan masyarakat

Page 36: LAPORAN PROGRAM PELEPASLIARAN ELANG LAUT PERUT … fileDeskripsi morfologi dan perilaku: Ukuran tubuh 70-85 cm, berwarna putih, abu-abu dan hitam. Dewasa berwarna putih pada leher,

36

juga tidak pernah melihat lagi. Perkiraan Charles terbang ke arah laut. Asumsinya adalah jika Charles terbang tinggi di sekitar danau Batur, maka Charles akan melihat hamparan laut yang berada disebelah utara kawasan danau Batur dan elang akan tertarik dengan hamparan air yang luas karena Charles ini dulunya pernah dilepasliarkan di Taman Nasional Karimunjawa yang nota bene adalah pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh lautan. Tapi karena Charles tidak dapat bertahan di alam maka elang di tangkap kembali dan direhabilitasi lagidi PPS Jogja. Charles pada saat dilepasliarkan di TNK pada bulan Agustus 2004 memang memiliki kecenderungan sangat besar untuk memenfaatkan hutan tepi pantai untuk aktivitas hariannya (Rahman, Z dkk. 2005), dibandingkan dengan beberapa tipe habitat yang ada disekitar sana seperti daerah perbukitan, perkebunan, mangrove ataupun daerah pemukiman penduduk. Dari pertemuan observer maupun masyarakat diketahui bahwa dalam hal terbang dan melakukan manuver dialam Charles sudah terlihat bagus, hal ini terlihat dari cara terbang berputar ”soaring” dan terbang tanpa mengepakkan sayap yang terlihat oleh observer/masyarakat. Namun selama beberapa hari tersebut tidak diketahui ataupun ada informasi masyarakat yang melihat Charles berburu mangsa disekitar danau atau pemukiman masyarakat. Terakhir Charles terlihat dibanjar Madya adalah ± sekitar 6 km dari kandang pelepasliaran di desa Buahan. Pergerakan Charles masih dapat diikuti oleh observer sampai didaerah tersebut, namun kendala yang dihadapi terutama masalah medan dilapangan yang memang sulit untuk dijangkau bahkan dengan memanfaatkan gelombang transmitter yang ada. Posisi observer yang cenderung dilokasi bawah menyulitkan penerimaan gelombang yang terhalang tutupan kanopi dan kontur wilayah yang berlembah gunung. Keterbatasan jangkauan ini mungkin tidak akan dialami oleh elang karena daya jangkauan terbangnya yang luas, sehingga sulit untuk mengejar pergerakannya secara intensif. Perkiraan pergerakan Charles kearah laut utara (laut Bali) sangat mungkin karena dari danau Batur jaraknya hanya ± 8 km sampai 10 km, apalagi apabila posisinya dari ketinggian sekitar gunung Abang, Madya atau Alengkong. Untuk memastikan keberadaan Charles, pencarian dilakukan juga sampai daerah pantai utara Bali, mulai dari daerah Daya, Ban, Muntigunung, Tianyar, Muntidesa dan Kertabuana terutama mengumpulkan informasi sekaligus sosialisasi kegiatan dan keberadaan elang yang dilepasliarkan. Namun sampai akhir Desember 2007 keberadaan maupun informasi tentang keberadaan elang belum didapatkan.