laporan prak. maserasi

42
I. TUJUAN Mahasiswa mampu menerapkan prinsip maserasi dan kolom kromatografi. II. DASAR TEORI Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khususnya Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorhiza (temulawak). Kurkumin tergolong senyawa diarilheptonoid turunan metana tersubstitusi dua asam farulat (diacu sebagai diferuloil metan) dengan rumus molekul C 21 H 20 O 6 dan berat molekul 368,126 serta titik lebur 183°C. Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aceton. Degradasi yang terjadi bila kurkumin berada pada lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu yang relatif lama (Kristina dkk.,2010). Gambar 1. Struktur Kimia Kurkumin (Kristina dkk., 2010) Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus (Voight,1994). Teknik penyarian dengan metode maserasi dilakukan 1

Upload: sumandari-ardiyanti

Post on 14-Aug-2015

565 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan akhir ttg maserasi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Prak. Maserasi

I. TUJUAN

Mahasiswa mampu menerapkan prinsip maserasi dan kolom kromatografi.

II. DASAR TEORI

Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari

tanaman Zingiberaceae, khususnya Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma

xanthorhiza (temulawak). Kurkumin tergolong senyawa diarilheptonoid turunan

metana tersubstitusi dua asam farulat (diacu sebagai diferuloil metan) dengan

rumus molekul C21H20O6 dan berat molekul 368,126 serta titik lebur 183°C.

Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aceton.

Degradasi yang terjadi bila kurkumin berada pada lingkungan pH 8,5 – 10,0

dalam waktu yang relatif lama (Kristina dkk.,2010).

Gambar 1. Struktur Kimia Kurkumin (Kristina dkk., 2010)

Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak

digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus

(Voight,1994). Teknik penyarian dengan metode maserasi dilakukan dengan

merendam simplisia dengan cairan penyari tertentu. Karena perbedaaan

konsentrasi di luar dan di dalam sel, cairan penyari akan menembus dinding sel

dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut

dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di

luar sel, maka larutan yang pekat didesak keluar. Peristiwa ini terjadi berulang

sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam

sel (Depkes RI, 1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang

mengandung zat aktif yang larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat

yang mudah mengembang dalam cairan penyari (Depkes RI, 1986). Cairan

penyari yang biasa digunakan untuk maserasi adalah pelarut yang bersifat non

polar, semipolar dan polar. Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan

1

Page 2: Laporan Prak. Maserasi

bentuk dan faktor cairan penyari yang baik. Penyari harus memenuhi kriteria,

yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral,

tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif (hanya menarik zat

berkhasiat yang dikehendaki) dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Depkes RI,

1986). Pada maserasi, sejauh mungkin dihindari penggunaan logam berat tanpa

lapisan karena dapat membentuk senyawa kompleks dengan kandungan kimia

tanaman yang mempunyai gugus ortohidroksi atau hidroksikarbonil dalam

molekulnya, misalnya flavonoid, antosianin, tanin dan senyawa fenol lain (Depkes

RI, 1986). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara

maserasi adalah pengerjaan yang lama dan penyariannya kurang sempurna

(Depkes RI, 1986). Proses maserasi selesai bila keseimbangan antara bahan yang

diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan telah

tercapai maka proses difusi segera berakhir. Semakin besar perbandingan

simplisia terhadap cairan pengekstraksi akan semakin banyak hasil yang diperoleh

(Voight, 1994). Pada penyarian dengan maserasi perlu dilakukan pengadukan

untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga

dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaaan konsentrasi

yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan di luar sel (Depkes RI,

1986).

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa

pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung

logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui

kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan.

Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah

dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Gritter,R.J,1991).

Beberapa hal yang perlu diketahui dalam pengerjaan metode ini antara lain

mengenai pemilihan jenis pelarut, adsorben, rancangan alat, dan sifat bahan yang

akan dianalisis (Kusmardiyani dkk., 1992). Pengisian kolom harus dikerjakan

dengan seragam. Setelah adsorben dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya

dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat).

2

Page 3: Laporan Prak. Maserasi

Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk

larutan (slurry) dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak

seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk

mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing , sehingga terjadi

pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah

(dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass

disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan

cairan tidak boleh dibiarkan turun di bawah permukaan bahan isian bagian atas,

karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom

(Adnan,M., 1997).

Cadangan zat pelarut

Pelarut (fase mobil)Isian kolom(fase stasioner)

Wol kaca

Penampung Eluat

Gambar 2. Alat Kromatograi Kolom (Eni Hayani, 2007)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan secara fisiko

kimia yang menggunakan media pemisahan berupa lapisan tipis adsorben yang

seragam. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran

antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya

menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan

dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Data yang diperoleh dari KLT adalah

nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni

dapat dibandingkan dengan nilai Rf senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan

sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang

ditempuh oleh pelarut dari titik asal (Pramseti, 2010).

3

Page 4: Laporan Prak. Maserasi

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

- Alat – Alat Gelas - Kertas Saring

- Batang Pengaduk - Kolom Kromatografi

- Chamber - Toples Kaca

- Cawan Porselin - Spektrofotometri UV

- Batang Bambu

- Sarung Tangan

- Masker

- Botol Vial yang sudah dikalibrasi dengan volum 5 mL dan diberi

nomor I-V

B. Bahan

- Serbuk Kunyit - N-hexana

- Etanol 96% - Kloroform

- Silika Gel - Plat KLT

IV. PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticate rhizomae

Ditimbang 10 gram serbuk kering Curcumae domesticae rhizoma

Dimasukkan dalam wadah (toples kaca) terlindung cahaya

Ditambah dengan 100 ml etanol 96%

Ditutup dan diamkan selama 5 hari sambil berulang diaduk

(setiap 1 hari sekali)

Setelah 5 hari sari disaring, ampas diperas

4

Page 5: Laporan Prak. Maserasi

Ampas ditambah 25 ml etanol 96%, diaduk dan dibiarkan 2 hari lalu

disaring

Ekstrak yang diperoleh diuapkan di atas water bath menggunakan

cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan) sampai

didapat ekstrak kental

Ditimbang cawan porselin yang berisi ekstrak kental dan dihitung

ekstrak kental yang diperoleh

B. Pemisahan dengan Kolom Kromatografi

Pembuatan Kolom Kromatografi

Disiapkan Eluen (N-hexana : kloroform : etanol 96% = 45: 45 :10)

Dimasukkan silika gel ke dalam kolom setinggi 15 cm dengan diameter

1 cm yang telah dialasi dengan glass wool

Dituangkan ke dalam beker glass (yang sebelumnya telah ditimbang

terlebih dahulu), untuk mengetahui bobot silika gel yang digunakan

Ditambahkan eluen sambil diaduk sampai terbentuk campuran

seperti bubur

Bubur silika dimasukkan sedikit demi sedikit dengan pipet ke dalam

kolom. Hati-hati jangan sampai terbentuk gelembung /rongga

Kolom disimpan selama 1-2 hari sebelum siap digunakan

5

Page 6: Laporan Prak. Maserasi

Pengisian Cuplikan / Sampel ke dalam Kolom

Ekstrak kental yang diperoleh ditambahkan 10 ml etanol 96%

Dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit

melalui dinding

Wadah ekstrak dibilas dengan sedikit eluen, lalu dituangkan

kembali ke kolom

Dibiarkan cairan mengalir ke bawah sampai terserap semua

Pemisahan

Kolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya diatur kecepatan

elusi kurang lebih 1 ml per 5 menit

Eluat ditampung dalam 5 vial sampai tanda batas (sebanyak 5 ml)

Eluat dipekatkan sampai setengah volum

C. Identifikasi Curcumin dengan KLT

Semua fraksi yang telah dipekatkan ditotolkan sebanyak 10µL pada plat

KLT silika gel GF254 yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi

pada suhu 110° selama 30 menit

Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber dan dielusi sampai jarak

pengembangan 1 cm dari tepi atas

6

Page 7: Laporan Prak. Maserasi

Plat diangin-anginkan selama 10 menit

Diamati di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan

366 nm

Ditandai spot/noda dan dihitung Rf masing-masing spot serta

ditentukan spot yang diduga curcumin

V. HASIL

a. Bobot serbuk kunyit : 10,0017 gram

b. Volume etanol 96% yang digunakan untuk maserasi : 100 ml

c. Lama proses maserasi :

d. Bobot ekstrak kental : 1,0929 gram

Tabel Bahan Untuk Maserasi

No.Bahan

Jumlah

1.Serbuk kunyit

10,0017 gram

2.Etanol 96% untuk maserasi

100 ml

3.Etanol 96% untuk remaserasi

25 ml

4.Bobot cawan porselin

67,8326 gram

5.Bobot cawan + ekstrak kental

68,9255 gram

6.Ekstrak kental

1,0929 gram

Tabel Bahan Untuk Kromatografi Kolom

No.Bahan

Jumlah

1.Bobot cawan porselin

60,9035 gram

7

Page 8: Laporan Prak. Maserasi

2.Bobot cawan + silika gel

75,1941 gram

3.Silika gel

14, 2906 gram

7.N-hexana

45 ml

8.Kloroform

45 ml

9.Etanol 96%

10 ml

Pembuatan eluen 100 ml untuk kromatografi kolom

N-hexana : kloroform : etanol 96%

45 : 45 : 10

Perhitungan

N-hexana = 45

100x100 ml = 45 ml

Kloroform = 45

100x100 ml = 45 ml

Etanol 96% = 10

100x100 ml = 10 ml

Tabel Bahan Untuk Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

No.Bahan

Jumlah

1.N-hexana

9 ml

2.Kloroform

9 ml

3.Etanol 96%

2 ml

Pembuatan eluen 20 ml untuk kromatografi lapis tipis

N-hexana : kloroform : etanol 96%

45 : 45 : 10

Perhitungan

N-hexana = 45

100x20 ml = 9 ml

8

Page 9: Laporan Prak. Maserasi

Kloroform = 45

100x20 ml = 9 ml

Etanol 96% = 10

100x20 ml = 2 ml

e. Tabel Rf dan warna spot curcumin :

Fraksi I

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,35 35 Hijau

terangDes. 0,34 34 Kuning

pudarBis.

2. 0,42 42 Kuning kecoklatan

Kur. 0,41 41 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,52 52 Coklat kemerahan

- 0,52 52 Kuning-jingga

-

Fraksi II

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,32 32 Hijau

terangBis. 0,31 31 Kuning

pudarBis.

2. 0,39 39 Kuning kecoklatan

Des. 0,45 45 Agak kekuningan

Kur.

3. 0,5 50 Coklat kemerahan

- 0,5 50 Kuning-jingga

-

Fraksi III

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,32 32 Hijau

terangBis. 0,32 32 Kuning

pudarBis.

2. 0,39 39 Kuning kecoklatan

Des. 0,39 39 Agak kekuningan

Des.

3. 0,48 48 Coklat kemerahan

- 0,48 48 Kuning-jingga

-

9

Page 10: Laporan Prak. Maserasi

Fraksi IV

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,33 33 Hijau

terangBis. 0,33 33 Kuning

pudarBis.

2. 0,4 40 Kuning kecoklatan

Kur. 0,4 40 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,5 50 Coklat kemeraha

n

- 0,48 48 Kuning-jingga

-

Fraksi V

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,33 33 Hijau

terangBis. 0,33 33 Kuning

pudarbis.

2. 0,4 40 Kuning kecoklatan

Kur. 0,4 40 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,48 48 Coklat kemeraha

n

- 0,48 48 Kuning-jingga

-

Fraksi VI

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,34 34 Hijau

terangBis. 0,34 34 Kuning

pudarBis.

2. 0,4 40 Kuning kecoklatan

Kur. 0,4 40 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,48 48 Coklat kemeraha

n

- 0,48 48 Kuning-jingga

-

Fraksi VII

10

Page 11: Laporan Prak. Maserasi

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,34 34 Hijau

terangBis. 0,34 34 Kuning

pudarBis.

2. 0,4 40 Kuning kecoklatan

Kur. 0,4 40 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,5 50 Coklat kemeraha

n

- 0,49 49 Kuning-jingga

-

Fraksi VIII

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,32 32 Hijau

terangBis. 0,32 32 Kuning

pudarBis.

2. 0,41 41 Kuning kecoklatan

Kur. 0,4 40 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,5 50 Coklat kemeraha

n

- 0,5 50 Kuning-jingga

-

Fraksi IX

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,34 34 Hijau

terangBis. 0,35 35 Kuning

pudarDes.

2. 0,42 42 Kuning kecoklatan

Kur. 0,41 41 Agak kekuninga

n

Kur.

3. 0,52 52 Coklat kemeraha

n

- 0,51 51 Kuning-jingga

-

Fraksi X

11

Page 12: Laporan Prak. Maserasi

SpotDi bawah UV 366 nm Di bawah sinar matahari

Rf hRf Warna Ket. Rf hRf Warna Ket.1. 0,46 46 Hijau

terang- 0,48 48 Kuning

pudar-

2. 0,55 55 Kuning kecoklatan

- 0,55 55 Agak kekuninga

n

-

3. 0,64 64 Coklat kemerahan

- 0,65 65 Kuning-jingga

-

Keterangan :

Bis : Bisdesmetoksikurkumin

Des : Desmetoksikurkumin

Kur : Kurkumin

VI. PERHITUNGAN

Perhitungan Rf dan hRf masing-masing spot

Rf = jarak yangditempuh senyawa dari titik asaljarak yangditempuh pelarut darititik asal

hRf = Harga Rf x 100

4.1. Pada pengamatan di bawah sinar UV 366 nm

Fraksi I

Spot 1

Rf = 2,8 cm8cm

= 0,35 hRf = 0,35 x 100 = 35

Spot 2

Rf = 3,4 cm8 cm

= 0,42 hRf = 0,42 x 100 = 42

Spot 3

12

Page 13: Laporan Prak. Maserasi

Rf = 4,2 cm8 cm

= 0,52 hRf = 0,52 x 100 = 52

Fraksi II

Spot 1

Rf = 2,6cm8cm

= 0,32 hRf = 0,32 x 100 = 32

Spot 2

Rf = 3,15 cm

8 cm = 0,39 hRf = 0,39 x 100 = 39

Spot 3

Rf = 4 cm8 cm

= 0,5 hRf = 0,5 x 100 = 50

Fraksi III

Spot 1

Rf = 2,6 cm8 cm

= 0,32 hRf = 0,32 x 100 = 32

Spot 2

Rf = 3,15 cm

8cm = 0,39 hRf = 0,39 x 100 = 39

Spot 3

Rf = 3,9 cm8 cm

= 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Fraksi IV

Spot 1

Rf = 2,7cm8cm

= 0,33 hRf = 0,33 x 100 = 33

Spot 2

Rf = 3,2 cm8 cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 4 cm8 cm

= 0,5 hRf = 0,5 x 100 = 50

Fraksi V

13

Page 14: Laporan Prak. Maserasi

Spot 1

Rf = 2,65 cm

8 cm = 0,33 hRf = 0,33 x 100 = 33

Spot 2

Rf = 3,2 cm8cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 3,9 cm8 cm

= 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Fraksi VI

Spot 1

Rf = 2,7cm8cm

= 0,34 hRf = 0,34 x 100 = 34

Spot 2

Rf = 3,2 cm8 cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 3,85 cm

8cm = 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Fraksi VII

Spot 1

Rf = 2,7 cm8 cm

= 0,34 hRf = 0,34 x 100 = 34

Spot 2

Rf = 3,2 cm8cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 4 cm8 cm

= 0,5 hRf = 0,5 x 100 = 50

Fraksi VIII

Spot 1

Rf = 2,6cm8cm

= 0,32 hRf = 0,32 x 100 = 32

Spot 2

14

Page 15: Laporan Prak. Maserasi

Rf = 3,3 cm8 cm

= 0,41 hRf = 0,41 x 100 = 41

Spot 3

Rf = 4 cm8 cm

= 0,5 hRf = 0,5 x 100 = 50

Fraksi IX

Spot 1

Rf = 2,75 cm

8 cm = 0,34 hRf = 0,34 x 100 = 34

Spot 2

Rf = 3,4 cm8cm

= 0,42 hRf = 0,42 x 100 = 42

Spot 3

Rf = 4,2 cm8 cm

= 0,52 hRf = 0,52 x 100 = 52

Fraksi X

Spot 1

Rf = 3,75 cm

8cm = 0,46 hRf = 0,46 x 100 = 46

Spot 2

Rf = 4,4 cm8 cm

= 0,55 hRf = 0,55 x 100 = 55

Spot 3

Rf = 5,15 cm

8cm = 0,64 hRf = 0,64 x 100 = 64

4.2. Pada pengamatan di bawah sinar matahari

Fraksi I

Spot 1

Rf = 2,75 cm

8 cm = 0,34 hRf = 0,35 x 100 = 35

Spot 2

Rf = 3,3 cm8cm

= 0,41 hRf = 0,42 x 100 = 42

15

Page 16: Laporan Prak. Maserasi

Spot 3

Rf = 4,2 cm8 cm

= 0,52 hRf = 0,52 x 100 = 52

Fraksi II

Spot 1

Rf = 2,5 cm8cm

= 0,31 hRf = 0,31 x 100 = 31

Spot 2

Rf = 3,6 cm8 cm

= 0,45 hRf = 0,45 x 100 = 45

Spot 3

Rf = 4 cm8 cm

= 0,5 hRf = 0,5 x 100 = 50

Fraksi III

Spot 1

Rf = 2,6 cm8 cm

= 0,32 hRf = 0,32 x 100 = 32

Spot 2

Rf = 3,15 cm

8cm = 0,39 hRf = 0,39 x 100 = 39

Spot 3

Rf = 3,9 cm8 cm

= 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Fraksi IV

Spot 1

Rf = 2,7cm8cm

= 0,33 hRf = 0,33 x 100 = 33

Spot 2

Rf = 3,2 cm8 cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

16

Page 17: Laporan Prak. Maserasi

Rf = 3,9 cm8 cm

= 0,48 hRf = 0,5 x 100 = 48

Fraksi V

Spot 1

Rf = 2,65 cm

8cm = 0,33 hRf = 0,33 x 100 = 33

Spot 2

Rf = 3,2 cm8 cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 3,9 cm8cm

= 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Fraksi VI

Spot 1

Rf = 2,7 cm8 cm

= 0,34 hRf = 0,34 x 100 = 34

Spot 2

Rf = 3,2 cm8cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 3,85 cm

8 cm = 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Fraksi VII

Spot 1

Rf = 2,7cm8cm

= 0,34 hRf = 0,27 x 100 = 34

Spot 2

Rf = 3,2 cm8 cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 3,95 cm

8cm = 0,49 hRf = 0,49 x 100 = 49

Fraksi VIII

17

Page 18: Laporan Prak. Maserasi

Spot 1

Rf = 2,6 cm8 cm

= 0,32 hRf = 0,32 x 100 = 32

Spot 2

Rf = 3,2 cm8cm

= 0,4 hRf = 0,4 x 100 = 40

Spot 3

Rf = 4 cm8 cm

= 0,5 hRf = 0,5 x 100 = 50

Fraksi IX

Spot 1

Rf = 2,8 cm8cm

= 0,35 hRf = 0,35 x 100 = 35

Spot 2

Rf = 3,3 cm8 cm

= 0,41 hRf = 0,41 x 100 = 41

Spot 3

Rf = 4,1 cm8cm

= 0,51 hRf = 0,51 x 100 = 51

Fraksi X

Spot 1

Rf = 3,8 cm8 cm

= 0,48 hRf = 0,48 x 100 = 48

Spot 2

Rf = 4,4 cm8cm

= 0,55 hRf = 0,55 x 100 = 55

Spot 3

Rf = 5,2cm8 cm

= 0,65 hRf = 0,65 x 100 = 65

18

Page 19: Laporan Prak. Maserasi

V. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan proses pemisahan dan identifikasi senyawa

curcumin dari serbuk simplisia Curcumae domesticae rhizoma. Metode yang

digunakan untuk proses ini yaitu maserasi, kromatografi kolom dan kromatografi

lapis tipis (KLT).

Metode maserasi digunakan untuk tahap awal pemisahan senyawa curcumin

dari campurannya. Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana

yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia pada cairan penyari. Mula-

mula serbuk kering Curcumae domesticae rhizoma ditimbang sebanyak 10 gram.

Serbuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam toples kaca terlindung cahaya.

Hal ini dilakukan untuk mencegah curcumin kontak dengan cahaya yang dapat

menyebabkan penguraian curcumin. Serbuk kemudian ditambahkan dengan 100

ml etanol 96% yang berfungsi sebagai cairan penyari. Etanol digunakan sebagai

cairan penyari karena senyawa curcumin yang bersifat non polar dapat larut dalam

etanol yang cenderung bersifat non polar dibandingkan air. Etanol (C2H5OH)

memiliki dua gugus yang berbeda, yaitu gugus hidroksi (OH) yang bersifat polar

dan gugus alkana (C2H5) yang cenderung bersifat non polar sehingga dapat

melarutkan senyawa curcumin. Karena perbedaaan konsentrasi di luar dan di

dalam sel, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang

pekat didesak keluar. Peristiwa ini terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986). Proses

perendaman simplisia ini dilakukan selama 5 hari sambil diaduk berulang setiap

satu kali sehari. Perendaman dilakukan selama beberapa hari dimaksudkan agar

zat pengotor dapat mengendap sedangkan pengadukan dilakukan dengan

tujuan untuk meratakan konsentrasi diluar butir-butir serbuk simplisia dan

menjaga perbedaan konsentrasi sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dan di

luar sel (Sudjadi, 1986). Ekstrak yang didapat disaring dengan corong yang telah

dilapisi kertas saring. Sebelum digunakan kertas saring dibasahi terlebih dahulu

19

Page 20: Laporan Prak. Maserasi

dengan etanol 96% yang bertujuan untuk mengkondisikan kertas saring pada

corong sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyaringan. Selain itu

juga dapat membersihkan pengotor-pengotor yang mungkin tertinggal pada kertas

saring. Ampas yang didapat selanjutnya diremaserasi dengan 25 ml etanol 96%

yang bertujuan untuk melarutkan kembali senyawa analit curcumin yang

tertinggal pada ampas dan mengendapkan senyawa pengotor saat perendaman

kembali. Selain itu proses maserasi juga masih belum menjamin senyawa analit

yang diinginkan terekstraksi sempurna. Setelah perendaman selama 2 hari, ekstrak

disaring kembali. Ekstrak yang diperoleh diuapkan di atas water bath dengan

cawan porselin sampai didapat ekstrak kental. Untuk mempercepat penguapan

pelarut, maka saat menguapkan dilakukan pengadukan dan diangin-anginkan

secara terus menerus. Kemudian ekstrak kental yang diperoleh dihitung bobotnya.

Tahap selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Sebelum

dilakukan proses pemisahan dengan metode ini, kolom kromatografi disiapkan

sebagai tempat dari fase diam dan fase garak. Pada prinsipnya ada dua cara

pengemasan kolom yaitu cara basah dan cara kering. Pada praktikum ini,

pengemasan kolom dilakukan dengan cara basah. Mula-mula kolom dipasang

tegak lurus pada statif. Kolom yang digunakan berupa tabung kaca yang

dilengkapi dengan keran pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.

Kolom yang digunakan harus dalam keadaan kering untuk mencegah

menempelnya adsorben pada kolom saat adsorben dikeluarkan dari dalam kolom.

Selain itu apabila kolom dalam keadaan basah, permukaan adsorben akan

menyerap air sehingga adsorben akan mengalami reaksi pendeaktifasian pada sisi

aktifnya. Pada bagian dasar kolom dilapisi dengan glass wool untuk menahan

agar adsorben yang nantinya akan dimasukkan tidak sampai masuk ke bagian

bawah kolom di dekat keran. Adsorben yang digunakan praktikum kali ini adalah

silika gel. Selanjutnya disiapkan eluen (N-hexana : kloroform : etanol 96% = 45 :

45 : 10). Eluen merupakan fase gerak yang bersifat non polar. Di dalam beker

glass silika gel ditambahkan dengan eluen secukupnya sambil diaduk hingga

terbentuk campuran seperti bubur. Sisa eluen tadi dimasukkan terlebih dahulu ke

dalam kolom dan dilanjutkan dengan memasukkan bubur silika gel ke dalam

20

Page 21: Laporan Prak. Maserasi

kolom melalui dinding kolom. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya udara

yang terperangkap di dalam kolom yang nantinya dapat terbentuk gelembung-

gelembung udara yang dapat merusak kolom sehingga proses pengelusian tidak

akan baik. Akan tetapi jika memang terjadi gelembung-gelembung, maka dapat

diatasi dengan memukul-mukul bagian dinding kolom secara perlahan sehingga

udara dapat digantikan dengan pelarut. Beberapa silika gel akan menempel pada

dinding kolom sehingga perlu dilakukan pembilasan dengan menggunakan eluen

untuk mencegah mengerasnya silika gel pada dinding. Eluen yang ada di dalam

kolom dikeluarkan namun tetap dijaga agar silika gel pada kolom tidak kering

dengan cara mengatur aliran keran. Eluen inilah yang dipakai untuk membilas

silika gel yang menempel di dinding. Setelah semua silika gel masuk ke dalam

kolom, bagian atas kolom ditutup rapat dengan aluminium foil untuk mencegah

eluen di dalam kolom agar tidak menguap.

Setelah didiamkan selama 1 hari, kolom kromatgrafi sudah siap untuk

digunakan. Ekstrak kental yang diperoleh tadi selanjutnya dilarutkan dengan 10

ml etanol 96% dan dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit

melalui dinding. Cairan dibiarkan mengalir ke bawah sampai terserap semua.

Pengelusian kromatogram dilakukan dengan cara mengalirkan pelarut dan

mengatur kecepatan penetesan larutan yang keluar dari dalam kolom

(Kusmardiyani dkk., 1992). Prinsip pengelusian yang digunakan pada

kromatografi kolom yaitu pada afinitas kepolaran analit dengan fase diam,

sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam.

Semakin besar afinitasnya terhadap fasa gerak, zat akan semakin lama tertahan di

fasa gerak. Semakin kecil afinitasnya terhadap fasa gerak, zat akan semakin lama

tertahan di fasa diam. Sehingga senyawa yang bersifat polar cenderung akan

berinteraksi dengan fase diam yang cenderung bersifat polar, sedangkan senyawa

non polar akan bergerak ke bawah bersama pelarut yang kemudian ditampung

sebagai fraksi-fraksi pada dasar kolom. Hal inilah yang menyebabkan nantinya

terbentuk seperti lapisan-lapisan pada kolom. Hasil pengelusian ditampung dalam

10 botol vial yang masing-masing telah ditera sebanyak 5 ml. Tiap botol terdapat

21

Page 22: Laporan Prak. Maserasi

fraksi yang berbeda-beda. Semua farksi pada botol didiamkan selama beberapa

hari.

Tahap akhir pada praktikum ini dilakukan dengan metode kromatografi lapis

tipis (KLT). Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa curcumin

pada sampel. Semua fraksi yang didapat masing-masing ditotolkan sebanyak

10µL pada plat KLT. Seharusnya plat KLT yang akan digunakan yang dicuci

dengan metanol dan diaktivasi pada suhu 110° selama 30 menit tetapi pada

praktikum kali ini tidak dilakukan. Pemilihan metanol dibandingkan dengan

etanol karena sifat semipolar metanol (CH3OH) yang mengandung tiga atom H

dan satu gugus OH. Karena sifatnya yang semipolar, metanol lebih mampu

membersihkan zat-zat pengotor dibandingkan dengan etanol yang

bersifat non polar dan metanol juga lebih mudah menguap. Penotolan

harus tegak lurus agar didapat spot atau noda yang baik. Selain itu saat melakukan

penotolan pada plat KLT totolan jangan sampai dempet dengan totolan

sebelahnya. Hal ini dapat mempengaruhi hasil pada plat yang kemungkinan akan

terjadi hasil ganda (Gandjar, 2007). Plat yang digunakan sebagai fase diam adalah

silika gel GF254 yang berukuran (10 x 10) cm. Fase diam silika gel GF254 yang

mana G yang berarti Gypsum (pengikat) biasanya pengikat yang digunakan

adalah kalsium sulfat, F yang berarti Flouresence (panjang gelombang), dan

254 yang berarti panjang gelombang yang digunakan yaitu

254nm.Sehingga GF 254 adalah penjerap silika gel dengan pengikat kalsium

sulfat dengan ditambahkan indikator yang dapat berflouresensi jika dideteksi pada

sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Indikator flouresensi adalah

senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar ultraviolet

(Gritter,R.J,1991). Pada plat terdapat 10 buah totolan yang masing-masing

mewakili tiap fraksi. Setelah penotolan berakhir, dilakukan pengelusian sampai

jarak pengembangan 1 cm dari tepi atas. Pengelusian dilakukan di dalam chamber

yang telah diisi dengan fase gerak. Fase gerak yang digunakan untuk mengelusi

yaitu N-hexana : kloroform : etanol 96% (45 : 45 : 10). Penggunaan N-hexana,

kloroform dan etanol 96% dikarenakan prinsip ”like dissolved like” yaitu

senyawa akan cenderung mudah larut pada pelarut yang memilki kepolaran yang

22

Page 23: Laporan Prak. Maserasi

relatif sama, yang menyebabkan pelarut harus sesuai dengan sampel yang akan

diidentifikasi. Plat kemudian diangin-anginkan dengan tujuan untuk menguapkan

sisa-sisa pelarut yang digunakan saat proses pengelusian. Plat selanjutnya diamati

di bawah sinar matahari. Di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm plat juga diamati

spot/noda yang terbentuk. Hanya saja pada sinar UV 254 nm terjadi pemadaman

yang disebabkan karena adanya flouresensi. Adanya noda/spot pada plat saat

diamati di bawah UV 366 nm karena di dalam senyawa tersebut terdapat gugus

kromofor yang akan menyerap panjang gelombang tertentu dan memancarkan

sinar tampak. Kromofor berfungsi sebagai antena, alat penangkap gelombang

elektomagnetik pada panjang gelombang tertentu. Suatu panjang gelombang

tertentu merangsang perubahan struktur molekul kromofor karena molekul

tersebut tereksitasi. Perubahan struktur ini mengakibatkan pelepasan energi /

electron. Energi atau elektron ini lalu ditangkap oleh sistem pembawa signal yang

pada akhirnya noda dapat terlihat. Dan selanjutnya dideteksi dan dihitung nilai Rf

pada masing-masing noda/spot.

23

Page 24: Laporan Prak. Maserasi

Replika plat saat dimati di bawah sinar UV 366 nm

Saat diamati di bawah sinar matahari sudah mulai tampak spot-spot pada tiap

fraksi yang terdapat 3 spot pada masing-masing fraksi. Warna spot 1,2, dan 3

adalah kuning pudar, agak kekuningan, dan kuning-jingga. Begitu saat diamati di

bawah sinar UV 366 nm pada tiap fraksi yang terdapat 3 spot pada masing-masing

fraksi. Warna spot 1,2, dan 3 adalah hijau terang, kuning kecoklatan, dan coklat

kemerahan. Jika dilihat warna spot pada tiap fraksi yang diamati di bawah sinar

UV 366 nm masih belum sesuai pada pustaka.

Komponen hRf

Warna dengan

(Egon, 1985)

UV 366 nm Matahari

Bisdemetoksikurkumi

n25-35

Merah-

jingga mudaKuning

Desmetoksikurkumin 35-40 Salmon Jingga

Kurkumin 40-45 Merh-darah Jingga

24

Page 25: Laporan Prak. Maserasi

Selain itu pada plat juga ditunjukkan adanya tailing (pengekoran). Sehingga

proses pemisahan dapat dikatakan kurang baik. Dengan spot tersebut Rf dan hRf

dapat dihitung dimana Rf merupakan jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik

asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Pada metode

KLT kali ini jarang pengembang pada setiap spot adalah 8 cm. Berdasarkan Rf

dan hRf pada masing-masing fraksi semua fraksi mengandung senyawa

kurkuminoid keculai pada fraksi X. Dimana senyawa kurkuminoid antaralain

bisdesmetoksikurkumin, desmetoksikurkumin, dan kurkumin.

Gambar 3. Senyawa Kurkuminoid

Pada fraksi I terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366 nm

dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,35 dan 0,34 dengan hRf 35 dan 34.

Pada spot 2 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai

Rf 0,42 dan 0,41 dengan hRf 42 dan 41. Dan pada spot 3 yang diamati pada

25

Page 26: Laporan Prak. Maserasi

UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,52 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 52.

Pada fraksi II terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366 nm

dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,32 dan 0,31 dengan hRf 32 dan 31.

Pada spot 2 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai

Rf 0,39 dan 0,45 dengan hRf 39 dan 45. Dan pada spot 3 yang diamati pada

UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,5 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 50.

Pada fraksi III terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,32 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 32. Pada spot 2 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,39 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 39. Begitu juga pada spot 3 yang diamati

pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,48

dengan hRf 48.

Pada fraksi IV terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,33 dan 0,34 dengan hRf 33 dan 34.

Pada spot 2 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai

Rf yang sama yaitu 0,4 dan dengan hRf yang sama juga yaitu 40. Dan pada

spot 3 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,5

dan 0,49 dengan hRf 50 dan 49.

Pada fraksi V terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366 nm

dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,33 dan dengan

hRf yang sama juga yaitu 33. Pada spot 2 yang diamati pada UV 366 nm dan

sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,4 dan dengan hRf

yang sama juga yaitu 40. Begitu juga pada spot 3 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,48 dengan hRf

48.

Pada fraksi VI terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,34 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 34. Pada spot 2 yang diamati pada UV 366

26

Page 27: Laporan Prak. Maserasi

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,4 dan dengan

hRf yang sama juga yaitu 40. Begitu juga pada spot 3 yang diamati pada UV

366 nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,48 dengan

hRf 48.

Pada fraksi VII terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,34 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 34. Pada spot 2 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,4 dan dengan

hRf yang sama juga yaitu 40. Dan pada spot 3 yang diamati pada UV 366 nm

dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,5 dan 0,49 dengan hRf 50 dan 49.

Pada fraksi VIII terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai nilai Rf yang sama yaitu 0,32 dan

dengan hRf yang sama juga yaitu 32. Pada spot 2 yang diamati pada UV 366

nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,41 dan 0,4 dengan hRf 41 dan 40.

Begitu juga pada spot 3 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari

memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,5 dengan hRf 50.

Pada fraksi IX terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366 nm

dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,34 dan 0,35 dengan hRf 34 dan 35.

Pada spot 2 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai

Rf 0,42 dan 0,41 dengan hRf 42 dan 41. Dan pada spot 3 yang diamati pada

UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,52 dan 0,51 dengan hRf 52

dan 51.

Pada fraksi X terdapat 3 spot yaitu pada spot 1 yang diamati pada UV 366 nm

dan sinar matahari memiliki nilai Rf 0,46 dan 0,48 dengan hRf 46 dan 48.

Pada spot 2 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai

nilai Rf yang sama yaitu 0,55 dan dengan hRf yang sama juga yaitu 55. Dan

pada spot 3 yang diamati pada UV 366 nm dan sinar matahari memiliki nilai

Rf 0,64 dan 0,65 dengan hRf 64 dan 65.

Dari data data di atas dapat dilihat pada spot 3 pada tiap fraksi tidak

mengandung senyawa kurkuminoid.

27

Page 28: Laporan Prak. Maserasi

VII. KESIMPULAN

7.1. Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dengan

prinsip merendam simplisia dengan cairan penyari tertentu sehingga

cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif , zat aktif  akan

larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang diluar sel, maka zat aktif yang di

dalam sel didesak keluar.

7.2. Kromatografi kolom merupakan metode pemisahan dengan kolom

kromatografi dengan menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip

yang digunakan dengan kromatografi lapis tipis yaitu adanya

perbedaan afinitas antara fasa diam dan fasa gerak.

7.3. Fraksi yang diduga terdapat curcumin yaitu pada fraksi I, II, III, IV, V,

VI, VII, VIII, dan IX.

28