laporan maes (aspek tanah).doc

30
LAPORAN MANAGEMEN AGROEKOSISTEM ASPEK TANAH Kelas : O Nama Kelompok : Luqman Ainurrachman 105040200111082 Ganar Priambodo 105040200111107 Muhamad Nur Arrohman 125040200111008 Siti Khotimah 125040200111048 Novi Pitria Fuji S. 125040200111056 Artini 125040200111065 Arini Yunia R. 125040200111080 Arin Ayuningsih 125040200111102 Bramantia Setiawan 125040200111105 Aris Shodikin 125040200111121

Upload: arinayuningsih

Post on 23-Dec-2015

111 views

Category:

Documents


49 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

LAPORAN MANAGEMEN AGROEKOSISTEM

ASPEK TANAH

Kelas : O

Nama Kelompok :

Luqman Ainurrachman 105040200111082

Ganar Priambodo 105040200111107

Muhamad Nur Arrohman 125040200111008

Siti Khotimah 125040200111048

Novi Pitria Fuji S. 125040200111056

Artini 125040200111065

Arini Yunia R. 125040200111080

Arin Ayuningsih 125040200111102

Bramantia Setiawan 125040200111105

Aris Shodikin 125040200111121

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Page 2: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tegalan merupakan suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada

pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan

dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena

permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit

untuk ditumbuhi tanaman pertanian.  Tegalan termasuk katagori lahan kering yang disebut 

lahan tegalan, topografinya miring, tidak pernah tergenang air, pengairannya hanya

mengandalkan air hujan. Oleh karena itu pertumbuhan tanaman diatasnya sangat tergantung

dari air hujan.

Tanaman utama di lahan tegalan biasanya jagung, ketela pohon, kedelai, kacang

tanah, dan jenis kacang-kacangan untuk sayur. Tanaman padi yang ditanam pada tegalan

hanya panen sekali dalam satu tahun dan disebut padi gogo. Selain itu tanah tegalan dapat

ditanami kelapa, buah-buahan, bambu, dan pohon untuk kayu bakar. Cara bertani di lahan

tegalan menggunakan sistem tumpangsari, yaitu dalam sebidang lahan pertanian ditanami

bermacam-macam tanaman. Sistem tumpangsari sangat menguntungkan karena dapat

mencegah terjadinya kegagalan panen.

Pada laporan tentang lahan tegalan ini, kami akan membahas dari hasil pengamatan

yang telah kami lakukan menyangkut aspek biologi tanah dan fisika tanah pada tegalan ini.

Seperti vegetasinya, ketebelan seresah, berat basah dan berat kering seresah dan diversitas

mikroorgasnime yang ada didalam tanah serta deksipsi tentang agroekosisten lahan kering.

Page 3: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

1.2 Tujuan

Mengetahui Agroekosistem dan Lahan kering(tegalan)

Mengetahui indicator kualitas dalam agroekosistem lahan kering (tegalan)

Mengetahui manajemen dalam mengelola lahan kering (tegalan)

1.3 Manfaat

Mengetahui Agroekosistem dan Lahan kering(tegalan)

Mengetahui indicator kualitas dalam agroekosistem lahan kering (tegalan)

Mengetahui manajemen dalam mengelola lahan kering (tegalan)

Page 4: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroekosistem Lahan Kering

Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah suatu

kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi

sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan

timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem

yang terdiri dari komponen biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran

energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai kegiatan

produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan ternak.

Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan untuk kegiatan budidaya tanaman

dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara

langsung atau tidak langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak.(Saragih, 2000).

Penggunaan istilah lahan kering di Indonesia belum tersepakati secara aklamasi.

Beberapa pihak menggunakan untuk padanan istilah Inggris: upland, dryland,  atau non

irrigated land (Notohadiprawiro, 1989). Sementara menurut Minardi (2009), lahan kering

umumnya selalu dikaitkan dengan pengertian  bentuk-bentuk usahatani bukan sawah yang

dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai lahan

atas (upland ) atau lahan yang terdapat di wilayah kering (kekurangan air) yang tergantung

pada air hujan sebagai sumber air. Definisi lahan kering menurut Direktorat perluasan areal

(2009) adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air  pada sebagian

Page 5: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

kecil waktu dalam setahun, yang terdiri dari lahan kering dataran rendah, dan lahan kering

dataran tinggi.

Menurut Bamualim (2004), secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan

menjadi 2 kategori, yaitu (1) lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai diwilayah

Kawasan Timur Indonesia (KTI), dan (2) lahan kering  beriklim basah, yang banyak terdapat

di kawasan barat Indonesia. Wilayah  pengembangan lahan kering yang dominan di

Indonesia berdasarkan dua kategori tersebut diklasifikasikan berdasarkan potensi dan

dominasi vegetasinya.

2.2 Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah

Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas suatu

tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi,

memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson

et al. (1997) mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan

dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan hidup

manusia.

Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator

kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah.

Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap

indikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang

menunjukkan kapasitas fungsi tanah.

Gambar Tanah

Page 6: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi

tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Menurut Doran & Parkin

(1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :

(1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,

(2) memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,

(3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan,

(4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan

(5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar

tanah.

Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator kualitas tanah harus

mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya yaitu:

1. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis

2. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya

3. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan organik,

meliputi limbah industri dan rumah tangga serta curahan dari atmosfer.

4. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.

5. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait dengan

permukiman manusia.

2.3 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan Tanah

Pengelolaan pertanian secara intensif dengan mengandalkan masukan/input bahan-

bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisidanya, contohnya yaitu sistem Revolusi Hijau

yang pernah diterapkan di Indonesia. Walaupun Revolusi hijau tersebut membawa Indonesia

ke swasembada pangan pada era Orde baru, namun dilihat dari keberlanjutan produktivitas

lahannya sangat tidak baik, dengan adanya input-input kimiawi yang berlebihan

mengakibatkan kesuburan tanah mulai menurun dan banyak permasalahan lainnya.

Diantaranya yaitu:

1. Dari Segi Kimia Tanah

a) Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang

yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer

bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan  bagian mati tanaman

berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah

Page 7: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

baik yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan

bahan organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa

pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan).

Pada sistem pertanian yang diolah secara intensif dengan menerapkan sistem

monokulttur biasanya jumlah bahan organiknya sedikit karena tidak ada atau minimnya

seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang berasal dari pupuk

organic baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim karena lebih menekankan

penggunaan input kimia. Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian tanpa penerapan

tambahan bahan organik pada lahan pertanain intensif merupakan pengelolaan

agroekosistem yang tidak sehat.

b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun

pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena seringnya

penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-menerus untuk

menunjang ketersediaan unsure hara dalam tanah. Tanah bersifat asam dapat pula

disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium.

Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang

diserap oleh tanaman.

pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi

tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun

juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam

unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn,

Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.

Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka

apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya

disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu

bertahan dengan pH tertentu.

c) Ketersediaan Unsur Hara

Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan

perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, mineral

alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.

Pada lahan dengan pengolahan secara intensif sumber unsur haranya berasal dari

input-input kimiawi berupa pupuk anorganik, petani kurang menerapkan tambahan bahan

organic seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman yang diusahkan.,

sehingga petani sangat berketergantungan dengan pupuk kimia, padahal penggunaan

Page 8: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan kesuburan tanah menurun. Terkadang

nampak gejala defisiensi unsur hara pada tanaman yang diusahakan dan petani

mengatasinya dengan aplikasi pupuk kimia yang banyak mengandung unsure hara yang

kurang tadi, misalnya tanaman kekurangan unsure N maka petani mengaplikasikan pupuk

urea sebagai penunjang ketersediaan unsure N yang kurang tadi, begitupula dengan

unsure-unsur lainnya.

2. Dari Segi Fisika Tanah

a)      Kondisi kepadatan tanah

Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah

yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik

tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g /

m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur

berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih

alami atau tanah yang tidak mengalami pemadatan”. Bobot isi tanah di lahan dengan

pengolahan intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi karena tanah telah mengalami

pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan tanahnya. Sedangkan

untuk nilai BJ tanah, menurut literature (Anonymous, 2010) menyatakan bahwa, “Pada

tanah secara umum nilainya BJ antara  2,6 – 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan

BO, nilai BJ semakin kecil”. Pada lahan dengan pengolahan intensif memiliki BJ bisa

lebih dari 2,6 apabila pemadatan tanah yang terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu

tinggi juga berpengaruh terhadap penentuan laju sedimentasi serta pergerakan partikel

oleh air dan angin.

b)    Kedalaman efektif tanah

Gambar Kedalaman Efektif Tanah

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar

tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar

Page 9: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-

akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka

kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).

Pada lahan dengan sistem pengolahan intensif  terkadang memiliki sebaran perakaran

yang cukup tinggi karena tanaman yang diusahakan dalam kurun waktu yang lama hanya

satu komoditi saja.

c)  Erosi Tanah

Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain.

Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan

pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya

mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan

tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan

kimia tanah.

Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya praktek penebangan hutan

untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan lingkungan yang amat tinggi.

Pembukaan hutan tersebut merupakan tindakan eksploitasi lahan yang berlebihan,

perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah berdampak pada keberlangsungan hidup

biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi tersebut diatas terus berlangsung dengan cara

tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan bertambahnya jumlah lahan kritis dan

kerusakan dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa

degradasi lapisan tanah (erosi), kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi

dalam sungai, bencana banjir, disribusi dan jumlah atau kualitas aliran air sungai akan

menurun.

Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan menyebabkan tidak

adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi tanah dari daya pukul air hujan

secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi cenderung tinggi.

3. Dari Segi Biologi Tanah

a)  Keanekaragaman biota dan fauna tanah, ditunjukkan dengan adanya kascing

Biota tanah memegang peranan penting dalam

siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka

panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan

produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang

Page 10: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah

dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis

tanah. Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan

cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan

organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat

meningkat 1,15 kali).

Gambar 14. Organisme dalam Tanah

Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya

berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam

tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di

atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok

cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran

cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya.

(Hairiah, 2004).

Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada lahan tersebut

sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit, padahal aktifitas cacing

tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah, seperti meningkatkan

kandungan unsur hara, mendekomposisikan bahan organik tanah, merangsang granulasi

tanah dan sebagainya.

Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka diperlukan sistem

penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi, produktif dan pemanfatan

teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian akan mewujudkan sistem pertanian

yang tangguh dan secara menyeluruh menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam

suatu agroekosistem berkelanjutan.

Deskripsi tersebut menggambarkan kerusakan tanah akibat pemakaian bahan kimia

yang intensif. Untuk itu perlu suatu manajemen untuk mengelola agroekosistem untuk

memperbaiki kualitas tanah. Sehingga bisa mencapai agroekosistem yang berkelanjutan.

Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara

langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan

atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu agroekosistem terdiri dari empat sifat utama

yaitu produktivitas (productivity), kestabilan (stability), keberlanjutan (sustainability) dan

kemerataan (equitability). Dengan menggunakan manajemen agroekosistem

2.4 Kriteria Indicator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan Berkelanjutan

Page 11: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan

sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan

secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.

Kriteria/indikator agroekosistem tersebut dikatakan sehat :

1. Dari Segi Kimia Tanah

a) Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang

sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer bahan

organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa

daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah baik

yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan

organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk

kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organic tersebut

berperan langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun

biologinya, diantaranya :

o Memengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam

o Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah

o Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan,

kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil.

o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama heterotrofik.

b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun

Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium,

Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang

lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan

unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur

alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat

diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga

ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar,

akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.

Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman terhadap pH tanah

tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan.

Page 12: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka apabila

suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan

dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH

tertentu

c) Ketersediaan Unsur Hara

Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya

diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, mineral alami, unsur hara

yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia. Pada lahan pertanian diketahui

sumber unsur hara berasal dari bahan organik, karena pada lokasi tersebut banyak

ditemukan seresah yang merupakan sumber bahan organic selain itu aplikasi pupuk

kandang juga menambah ketersediaan unsur hara yang berfungsi ganda, diserap oleh

tanaman dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Gambar Ciri Kekurangan Unsur Hara

2. Dari Segi Fisika Tanah

a) Kondisi kepadatan tanah

Widiarto (2008) menyatakan bahwa, “Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah

yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik

tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g /

m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur

berliat antara 1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih

alami atau tanah yang tidak mengalami pemadatan”.

b) Kedalaman efektif tanah

Page 13: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman.

Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman.

Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar

tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman

efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).

c) Erosi Tanah

Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain.

Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan

pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya

mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan

tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan

kimia tanah.

3. Dari Segi Biologi Tanah

a) Keanekaragaman biota dan fauna tanah

Ditunjukkan dengan adanya kascing. Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus

hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan

produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui

perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah.

Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing

dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik

semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat meningkat

1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun

makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang

mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah

yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah.

Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah.

Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di

sekitarnya. (Hairiah, 2004).

Page 14: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan serta Fungsinya

3.1.1 Alat dan bahan yang digunakan di lapang

Alat :

1. Meteran panjang 50 m : untuk mengukur luas lahan yang akan digunakan dan tebal

seresah

2. Tali rafia : untuk membuat frame seresah dan batas luas lahan

pengamatan

3. Cetok : untuk menggali dan mengeluarkan tanah serta mengambil

ring

4. Ring sampel : sebagai media tanah yang akan di amati

5. Blok sampel : sebagai media tanah yang akan di amati

6. Pisau : untuk menggali tanah serta mengambil ring

7. Cutter : untuk memotong plastik wrapping

8. Plastik Wrapping : untuk membungkus tanah yang di amati

9. Timbangan : untuk menimbang tanah dalam blok

10. Papan Kayu : sebagai perantara untuk memadatkan tanah dalam media

11. Spidol permanen : untuk memberi tanda pada masing-masing pengamatan

Page 15: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

12. Palu : untuk memukul papan kayu agar tanah dalam media padat

13. Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan

14. Kamera : untuk dokumentasi

15. Tas kresek : untuk tempat seresah dan tanah

Bahan :

1. Tanah : sebagai bahan yang akan di amati

2. Seresah : sebagai bahan yang akan di amati

3.1.2 Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium

Alat :

1. Timbangan analitik : untuk menimbang tanah, cawan, dan seresah

2. Cawan : untuk tempat tanah saat di oven

3. Oven : untuk mengoven tanah agar kering

4. Pisau : untuk mengambil tanah dari dalam ring dan blok

5. Kamera : untuk dokumentasi

6. Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan

7. Kertas label : untuk memberi keterangan sampel

Bahan :

1. Tanah dalam ring : sebagai bahan pengamatan

2. Tanah dalam blok : sebagai bahan pengamatan

3. Seresah : sebagai bahan pengamatan

3.2 Cara Kerja

Page 16: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

3.2.1 Cara kerja di lapang

Tanah yang akan diambil harus digali dengan sekop ataupun pisau agar lebih mudah dan tanah tetap utuh

Lakukan hal yang sama pada ring, namun tanah dalam ring di ambil berdasarkan 3 kali ulangan bukan kedalaman

Setelah tanah diratakan dan seresah di ambil, kemudian masukkan blok kedalam plot dan

beri papan lalu pukul dengan palu agar tanah yang terambil utuh dan tinggi tanah 10 cm

Pada titik pengamatan buatlah plot kecil 50 cm x 50 cm untuk mengukur seresah (2 plot). Lalu ukur ketebalan seresah dan ambil seresah untuk

di amati

Buat plot ukuran 20 m x 20 m, kemudian tentukan titik pengamatan

Siapkan alat dan bahan

Tanah yang telah terambil dari blok dikeluarkan dan dibungkus dengan plastik wrapping agar tidak menguap, kemudian di masukkan tas kresek dan diberi keterangan saat pengamatan

Tanah digali lalu diambil dengan sekop atau pisau agar lebih mudah dan tanah tetap utuh

Tanah yang telah diambil dikeluarkan dari dalam blok dan dibungkus plastik wrapping agar tidak menguap. Lalu dimasukkan tas

kresek dan diberi keterangan saat pengamatan.

Page 17: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

3.2.2 Cara kerja di laboratorium

Lakukan sebanyak 3 kali kedalaman tanah, yaitu: 0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm.

Lakukan hal yang sama pada ring sampel, namun ring sampel dilakukan berdasarkan 3 kali ulangan bukan

kedalaman dan tanah tidak perlu dikeluarkan dari ring

Dokumentasikan untuk setiap kegiatan dan catat hasilnya

Siapkan alat dan bahan

Timbang tanah 50 gr pada masing-masing sampel, timbang cawan saja,

dan cawan + tanah

Kemudaian oven selama 24 jam

Sisa tanah pada masing-masing ring ditimbang juga

Setelah 24 jam ambil tanah dari oven dan timbang lagi (cawan, tanah, cawan + tanah) untuk

menghitung BI

Page 18: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

3.3 Penjelasan

3.3.1 Penjelasan Cara Kerja di Lapang

Pertama siapkan alat dan bahan, lalu buat plot dengan ukuran 20 x 20 m dan

menentukan titik pengamatan. Pada titik pengamatan dibuat 2 plot kecil dengan ukuran 50 x

50 cm untuk pengamatan seresah. Kemudian di ukur ketebalan seresah dan di ambil untuk

pengamatan di laboratorium. Setelah seresah di ambil dan tanah diratakan, kemudian blok

dimasukkan kedalam plot dan di atasnya diberi papan kayu lalu dipukul dengan palu sampai

tinggi tanahnya mencapai 10 cm. Papan kayu sebagai perantara membantu agar agregat tanah

tidak rusak karena palu tidak langsung mengenai tanah. Tanah yang ada di dalam blok di

ambil dengan menggunakan sekop atau pisau untuk membantu menggali tanahnya dan tanah

tetap utuh. Tanah yang telah terambil di keluarkan dan dibungkus dengan plastik wrapping

agar tidak menguap dan dimasukkan kedalam tas kresek lalu diberi keterangan. Kemudian

dilakukan sebanyak 3 kali kedalaman, yaitu: 0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm. Hal yang

sama juga dilakukan pada ring sampel, namun pada ring sampel dilakukan berdasarkan 3 kali

ulangan bukan kedalaman dan tanah tidak perlu dikeluarkan dari ring karena jumlah ring

memadai untuk ketiga sampel. Jika ditemukan cacing maupun organisme lain maka dapat

dilakukan pengamatan juga. Kemudian di dokumentasikan untuk setiap kegiatan dan dicatat

hasilnya.

3.3.2 Penjelasan cara Kerja di Laboratorium

Untuk seresah, pisahkan antara seresah daun, ranting dan batang, kemudian hitung dan

ditimbang

Dokumentasikan masing-masing kegiatan dan catat hasilnya sesuai keterangan pada kertas label

Page 19: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Pertama siapkan alat dan bahan, lalu timbang masing-masing sampel tanah sebanyak 50

gr, sebelumnya timbang berat cawan terlebih dahulu. Lalu masing-masing sampel pada

cawan di oven selama 24 jam dan telah dilabeli. Tujuan pengovenan adalah agar tanah dapat

kering. Sisa tanah pada masing-masing ring ditimbang dan setelah 24 jam tanah di ambil dari

oven dan di timbang lagi tanah + cawan, tanah saja dan cawan saja. Lalu dapat dihitung berat

isi tanah sesuai dengan rumus. Untuk pengamatan seresah, pertama serasah dipisahkan antara

seresah daun, batang, maupun ranting. Kemudian di hitung jumlah seresah dan ditimbang.

Setiap kegiatan di dokumentasikan dan dicatat hasilnya.

Page 20: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

BAB IV. PEMBAHASAN UMUM

4.1 Data dan Pembahasan

Jenis

Alat

Diameter

(cm)

Tinggi

Blok/Ring (cm)

Berat

Tanah

(gram)

Tnh. Basah

(gram)

+

Cawan

(gram)

Tnh. Kering

(gram)

+

Cawan

(gram)

Cawan

(gram)

Ring 1 8,5 7 582,73 54,3 42,69 4,3

Ring 2 8,5 7 653,4 54,48 41 4,48

Ring 3 8,5 7 681,50 60,11 45,4 10,11

Blok 1 8,5 7 3380 56,71 40,3 6,71

Blok 2 8,5 7 3125 54,44 47,9 4,44

Blok 3 8,5 7 3015 54,97 45 4,97

Dirumus untuk memperoleh nilai BI sebagai berikut :

Vt = . π . D2. P

Ka = x

BI = = : Vt

Hasil dari perhitungan melalui rumus diatas adalah sebagai berikut :

Jenis Alat Ka (Kadar Air) BI (Berat Isi)

Ring 1 0,30 gram 0,027 gram

Ring 2 0,37 gram 0,030 gram

Ring 3 0,42 gram 0,028 gram

Page 21: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Balok 1 0,49 gram 0,149 gram

Balok 2 ` 0,144 gram

Balok 3 0,25 gram 0,137 gram

Data seresah :

Jenis Seresah Berat Basah (gram) Berat Kering (gram)

Batang (Plot 1) 33,3 0,92

Batang (Plot 2) 3,1 2,65

Daun (Plot 1) 2,7 2,26

Daun (Plot 2) 3,1 2,96

4.2 Interpretasi Data Hasil Praktikum

Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar air dan berat isi tanah setiap ring

sampel dan balok berbeda-beda. Ring 1 memiliki kadar air 0,30 gram dan berat isi tanah

sebesar 0,027 gram. Ring 2 memiliki kadar air 0,37 dan berat isi tanah sebesar 0,30 gram.

Ring 3 memiliki kadar air 0,42 gram dan berat isi tanah sebesar 0,028 gram. Begitu juga

kadar air dan berat isi tanah pada sampel balok masing-masing juga berbeda. Balok 1

memiliki kadar air 0,49 dan berat isi tanah sebesar 0,149 gram. Balok 2 memiliki kadar air

0,15 gram dan berat isi tanah sebesar 0,144. Serta balok 3 yang memiliki kadar air0,25 gram

dan berat isi tanah sebesar 0,137 gram.

4.3 Pembahasan Umum

DAFTAR PUSTAKA

Bamualim, A. 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah Kering. Makalah

Seminar Nasional Pengembangan Peternakan berwawasan Lingkungan. IPB. Bogor.

Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai

(DAS) Sehat. FP-UB. Malang.

Page 22: LAPORAN MAES (ASPEK TANAH).doc

Hardjowigwno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah.

Minardi, S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Pengembangan Pertanian

Tanaman Pangan. Orasi Pengukuhan Guru Besar Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Notohadiprawiro, T. 1989. Pertanian Lahan Kering di Indonesia: Potensi, Prospek,

Kendala dan Pengembangannya. Makalah disampaikan pada Likakarya Evaluasi Proyek

Pengembangan Palawija SECDPUSAID Bogor, 6-8 Desember. Repro: Ilmu Tanah

Universitas Gajah Mada (2006)

Saragih, B. 2000. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.

Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor Indonesia, Jakarta.