laporan hasil field study

Upload: kurnia-eka-sari

Post on 14-Jul-2015

407 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL FIELD STUDY KEPERAWATAN HIV/AIDS DI BKPM SEMARANG

Di susun oleh : KELOMPOK 5INAYAH ROHMANIA INDAH FITRIANI ISABELLA H.A.P ISMAWADI UTOMO ISTIJABATUL ALIYAH JAJA JALALI JOKO MUNANDAR KURNIA EKA SARI LIA ARIAN PRATIWI LINA FUTUHATUL I. LINA WINARSIH

PRODI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2012

KATA PENGANTARAssalamualaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat dan ridhoNya, sehingga penulis telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Field Study keperawatan HIV/AIDS di BKPM Semarang. Sholawat serta salam marilah kita haturkan kepada junjungan Nabi Besar Rosulullah Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarganya mudah-mudahan kita selalu mendapatkan safaatnya kelak di hari akhir nanti. Atas bantuan, arahan, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini, dengan segala kerendahan hati penulis menghanturkan segenap ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ibu Ns. Dyah Wiji, S.Kep, selaku Dosen Keperawatan HIV/AIDS Fakultas Ilmu keperwatan Universitas Islam Sultan Agung. 2. Bapak Didik Suwarsono, selaku Dosen Keperawatan HIV/AIDS dan pembimbing praktik klinik di BKPM Semarang. 3. Teman-teman Kelas B Angkatan 2008 dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan laporan ini. Dan harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamualaikum Wr. Wb. Semarang, Januari 2012

Penulis

DAFTAR ISIKata Pengantar.................................................................................................................. 2 Daftar Isi........................................................................................................................... 3 A. Pendahuluan Latar Belakang........................................................................................................... 4 Tujuan........................................................................................................................ 6 B. Hasil Kegiatan 1. Penyuluhan dan Penjaringan................................................................................. 7 2. VCT...................................................................................................................... 8 3. CST....................................................................................................................... 9 4. Laboratorium........................................................................................................ 13 C. Dokumentasi.............................................................................................................. 19

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode ini rata-rata kasus AIDS Nasional sampai dengan Maret 2011 adalah 10,62 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2009, jumlah penduduk Indonesia 230.632.700 jiwa). Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari provinsi Papua (16,6 kali rate nasional), Bali (4,7 kali rate nasional), DKI Jakarta (4,3 kali rate nasional), Kep. Riau (2,4 kali rate nasional), Kalimantan Barat (2,3 kali rate nasional), Dl Yogyakarta (1,5 kali rate nasional), Maluku (1,4 kali rate nasional), dan Bangka Belitung (1,1 kali rate nasional). Secara kumulatif, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1978 sampai Maret 2011 sebanyak 24.482 kasus tersebar di 300 kab/kota di 32 provinsi. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,5%). Dari jumlah itu, 4.602 kasus atau 18,8 % diantaranya meninggal dunia. Sementara kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta (3.995), Jawa Timur (3.775), Jawa Barat (3.728), Papua (3.712), Bali (1.747), Kalimantan Barat (1.125), Jawa Tengah (1.030), Sulawesi Selatan (591), Sumatera Utara (507), dan DIY (505). Cara penularan kasus AIDS terbanyak melalui heteroseksual (53,1%), disusul IDU (37,9%), LSL (3,0%), perinatal (2,6%), transfusi darah (0,2%) dan tidak diketahui (3,2%). Pada awalnya diperkirakan infeksi HIV (Human immunodeficiency virus) terjadi pada laki-laki homoseksual, epidemi virus HIV terus mengenai populasi yang lebih luas. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 14001500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada

orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007). Dengan menurunya jumlah sel T4 pada CD4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa atau jaringan yang terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi vagina, dan ASI. Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan intravena, transfusi dan transplantasi, serta paparan pekerjaan. Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan dan mengembalikan kondisi tubuh orang yang terinfeksi HIV. Selama hidupnya, orang yang terinfeksi HIV harus mengkonsumsi obat-obat ARV (Anti Retro Viral) untuk menghambat laju dari virus itu sendiri. Karena itu, orang dengan penderita HIV sangat tergantung hidupnya pada obat ini dan perilaku hidup sehat yang dijalaninya sekarang. Dari hal tersebut janganlah kita menjauhi orang yang mengidap penyakit HIV atau memandangnya sebelah mata. Namun, kita harus memberikan dukungan atau semangat untuk hidup, sebab kebanyakan di masyarakat kita ini sering kali mengucilkan orang yang mengidap HIV serta AIDS. Tidak semua orang yang terinfksi itu adalah orang - orang yang memiliki perilaku buruk di masa lalunya karena ada hal-hal lain yang membuat orang tersebut terinfeksi HIV. Karena tidak ada dukungan dari keluarga maupun masyarakat, keberadaan mereka menjadi terabaikan. Sudah saatnya kita harus saling peduli terhadap sesama karena kita merupakan insane mulia yang memiliki derajat dan martabat yang sama di mata

Tuhan, selain itu sebagai tenaga kesehatan kita memiliki kewajiban membantu mereka memperoleh perawatan kesehatan yang layak dan di terima di tengah-tengah masyarakat untuk hidup berdampingan.

2.

Tujuan Tujuan dari penulisan laporan pembelajaran di BKPM : 1. Mampu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang TB HIV 2. Mampu bekerjasama dalam penjaringan penderita HIV dan mengajukan untuk mengikuti konseling kesehatan di BKPM 3. Memperoleh ilmu tentang managemen kasus serta maksud dari VCT 4. Mengetahui jalur dan bagaimana penderita HIV itu diproses memperoleh pelayanan kesehatan dan pengobatan serta di jaga kerahasiaannya. 5. Mengetahui bagaimana proses pemeriksaan darah pada pasien di BKPM dan reagen-reagen yang digunakan serta terjaga kerahasiaannya.

LAPORAN HASIL KEGIATAN

1.

Penyuluhan dan Penjaringan di BKPM Semarang Kegiatan penyuluhan dan penjaringan klien untuk melakukan VCT dilakukan pada klien yang baru datang pertama kali di BKPM. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang TB-HIV dan menjaring klien baru yang beresiko tinggi terkena HIV. Kegiatan penyuluhan dilakukan dengan cara mempresentasikan materi tentang TB-HIV dan penjaringan di lakukan dengan cara membagi kuesioner pada pengunjung di BKPM. Kegiatan penyuluhan dan penjaringan dimulai pukul 08.00, dilaksanakan di loby BKPM. Kegiatan penyuluhan dan penjaringan ini dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA. Dalam kuesioner yang dibagikan, terdapat 15 pertanyaan dimana pertanyaan 1 sampai 6 merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan pasien tentang TB Paru dan HIV sedangkan pertanyaan nomor 7 sampai 15 merupakan pertanyaan tentang perilaku klien yang beresiko. Pengunjung yang datang merupakan klien yang baru pertama kali datang ke BKPM. Rata rata dari mereka adalah pengunjung yang datang untuk memeriksakan diri tentang penyakit mereka. Dari kegiatan penjaringan yang dilaksanakan di dapatkan hasil ada 13 pengunjung yang mengisi kuesioner yang telah dibagi. Terdiri dari 7 orang perempuan dan 6 orang laki laki. Rata rata usia pengunjung di atas 20 tahun. Dari penjaringan tersebut didapatkan 5 orang yang terjaring beresiko terkena HIV karena dari pertanyaan 7 sampai 15 terdapat jawaban YA . Namun, dari 5 orang tersebut, hanya 1 orang yang mau untuk melakukan VCT. Selama dilaksanakan penyuluhan dan penjaringan, pengunjung tampak

kooperatif. Pengunjung mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan yang di ajukan. Kendala yang di hadapi oleh mahasiswa adalah pengunjung yang datang adalah usia lanjut yang kemampuannya sudah menurun. Selain itu terdapat

pengunjung anak anak dan pengunjung yang baru datang di sela acara penjaringan yang membuat suasana menjadi ramai. 2. VCT (Voluntary Counseling and Testing) VCT atau Voluntary Counseling and Testing adalah tes HIV yang dilakukan secara sukarela. Karena pada prinsipnya tes HIV tidak boleh dilakukan dengan paksaan atau tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Di bawah ini orang yang sebaiknya melakukan VCT 1. Orang yang melakukan hubungan seksual berisiko. Hubungan berisiko ini bukan hanya hubungan dengan pekerja seks, gigolo ataupun waria. Hubungan seksual dengan orang yang tidak diketahui status HIV nya bisa juga dianggap hubungan berisiko . 2. Orang yang pernah menerima transfusi darah. 3. Pengguna narkoba suntik. 4. Orang yang mengalami Infeksi Menular Seksual berulang. Ada beberapa tahapan VCT, tahapan pertama adalah pre konseling, pada tahap ini yang dilakukan adalah pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, dan cara pencegahannya Kemudian konselor dilaksanakan penilaian risiko klinis. Pada saat ini, klien harus jujur tentang hal-hal berikut : kapan terakhir kali melakukan aktivitas seksual, apakah menggunakan narkoba suntik, pernahkah melakukan hal-hal yang berisiko pada pekerjaan misalnya supir dan apakah pernah menerima tranfusi darah. Konselor VCT terikat sumpah untuk merahasiakan status si klien. Jadi jangan khawatir untuk menceritakan kegiatan-kegiatan berisiko yang telah dilakukan. Karena konselor hanya menggunakan kode pada nama klien. Pada saat melakukan VCT pastikan konseling dilakukan di tempat tertutup dan menjamin privacy. Kalau sudah selesai pre konseling, konselor akan menawarkan kepada klien apakah bersedia untuk melakukan tes HIV. Kalau misalnya ragu-ragu untuk melakukan tes dan tidak mau tidak masalah. Konselor tidak akan memaksa klien untuk melakukan tes HIV. Bisa kembali lagi kapan saja. Dan kalau klien mau tes HIV, konselor akan memberikan informed consent atau izin dari klien untuk melakukan tes HIV. di surat pernyataan ini klien menyatakan bahwa klien yang

bersangkutan telah menerima informasi yang berhubungan dengan tes ini, HIV dan telah menjalani penilaian risiko klinis. Klien juga menyatakan kalau dirinya bersedia untuk di tes HIV. Pada saat melakukan tes HIV darah kita akan diambil secukupnya. Dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu tergantung jenis tes HIV yang dipakai Biasanya klien disuruh pulang dan kembali lagi mengambil hasil tes beberapa hari setelahnya. Kalau klien berubah pikiran dan tidak mau ngambil hasil tes terserah, Tapi kalau klien memutuskan untuk mengambil hasil tes, klien akan menjalani tahapan post konseling. Pada tahapan ini, konselor akan memberitahukan hasil tes. Kalau hasil tesnya negatif, balik lagi ke penilaian risiko klinis -inilah pentingnya bagi kita untuk menjawab dengan jujur- Kalau dari penilaian risiko klinis, klien masih dalam masa periode jendela, periode jendela adalah periode di mana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV dan hasil tes HIV nya masih negatif, meski belum terdeteksi tapi sudah bisa menularkan klien akan dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama-sama dengan klien konselor akan membantu klien untuk merencanakan program perubahan perilaku. Kalau hasil tes positif, klien bebas untuk mendiskusikan perasaannya dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat dan bagaimana cara agar tidak menularkan ke orang lain. 3. CST (Care, Support and Treatment) CST merupakan suatu layanan medis, psikologis dan sosial yang terpadu dan berkesinambungan dalam menyelesaikan masalah terhadap ODHA selama perawatan dan pengobatan. Akselerasi upaya CST akan maksimal jika disinergikan dengan upaya pencegahan penularan dari ODHA sendiri. Dalam akselerasi upaya CST, pemerintah, praktisi kesehatan, LSM, serta elemen lainnya harus bekerjasama dalam peningkatan akses pendanaan, perencanaan yang mapan dan penataan manajemen program untuk mempercepat langkah global penanggulangan HIV/AIDS jangka panjang.

A. Care (Perawatan) Implemetasi perawatan bersifat komprehensif berkesinambungan yaitu perawatan yang melibatkan jaringan sumberdaya dan pelayanan dukungan secara holistik, komprehensif dan luas untuk ODHA maupun keluarganya dan menghubungkan antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan di rumah secara timbal balik sepanjang perjalanan penyakit. Pencapaian hal tersebut merupakan tanggung jawab tenaga medis yang berperan pada perawatan di rumah sakit dan keluarga yang berperan pada perawatan di rumah. Tindakan kedua pihak terhadap perawatan ODHA harus dimaksimalkan agar pelayanan komprehensif bisa tercapai. Rumah sakit rujukan umumnya sudah memiliki Peraturan Tetap Tindakan Perawatan, yang perlu

disosialisasikan adalah kesinambungan perawatan di rumah, seperti: 1. Pendanaan dan informed concent tertulis antara ODHA, keluarga, dokter dan elemen yang terkait. 2. Perbekalan untuk ODHA dan perawat di rumah, seperti sarung tangan lateks sekali pakai, masker, pemutih, serbet (sebaiknya tersedia banyak). Juga perlu penyediaan obat demam dan diare, anti nyeri, anti mual, salf kulit, serta tabung oksigen jika sewaktu-waktu diperlukan. 3. Diit gizi seimbang. Kebersihan pengolahan bahan mentah, kesterilan alat dan proses memasak serta kematangan penyajian makanan dan minuman bagi ODHA penting diperhatikan. 4. Kenyamanan perawatan. Jika ODHA banyak berbaring cegah dekubitus dengan mengubah-ubah posisi tidurnya, jika pernafasan bermasalah tinggikan bantal punggung dan atur ventilasi ruangan, olahraga ringan di tempat tidur membantu mencegah kekakuan otot. B. Treatment ( Pengobatan) Pada dasarnya mencakup aspek medis klinis, psikologis klinis dan sosial. Pengobatan medis klinis meliputi:

1.

Pengobtan supportif Mencakup penilaian gizi ODHA dari awal untuk mencegah gangguan nutrisi yang memperburuk kondisi. Bila nafsu makan sangat menurun pertimbangkan pemberian obat anabolik steroid.

2.

Profilaksis infeksi oportunistik (IO). Infeksi oprortunistik yang sering terjadi misalnya renitis, kebutaan bahkan ensefalitis akibat cyto megalo virus, tuberkulosis, toksoplasmosis, PCP, jamur kandida. Pengobatan profilaksis IO bisa didapatkan di RS Rujukan khusus penanganan HIV/AIDS.

3.

Terapi Antiretroviral (ARV) ARV berfungsi memperlambat perjalanan penyakit, meningkatkan jumlah sel CD4 dan mengurangi jumlah virus dalam darah. Pertimbangan memulai ARV adalah jika CD4 berjumlah 200-350/mm3. Sebelum memulai terapi ARV, ODHA perlu mendapatkan konseling kepatuhan tentang cara penggunaan, efek samping, tanda bahaya dan semua yang terkait dengan terapi agar tidak terjadi resistensi. Umumnya dokter mengusulkan mulai ARV dengan kombinasi tiga obat, yang sering disebut highly active antiretroviral therapy, mencakup dua obat dari golongan NRTI dan satu dari golongan NNRTI atau golongan protease inhibitor (PI). NRTI yang paling tersedia di Indonesia adalah AZT, 3TC, ddI dan d4T. Dua kombinasi NRTI yang sering dianjurkan adalah AZT + 3TC dan d4T + 3TC. Bila terjadi kegagalan terapi di masa depan akibat resistensi, semua obat harus diganti dengan kombinasi baru.

C. Support (Dukungan) Dukungan merupakan pengobatan aspek psikologis klinis dan sosial. Upaya dapat berupa konseling pendampingan psikoterapi oleh konselor dan psikoreligi oleh pemuka agama sesuai keyakinan ODHA, dalam bentuk kunjungan terbuka atau konsultasi via telpon/internet. Masyarakat khususnya sub-populasi beresiko perlu diberikan edukasi yang benar tentang HIV/AIDS berupa penyuluhan dan diskusi terbuka, termasuk menghilangkan stigma dan diskriminasi untuk mengurangi beban psikis, stress dan depresi pada ODHA sebab ODHA juga memiliki hak-hak asasi. Kestabilan emosional mempengaruhi

peningkatan ketahanan tubuh sehingga menurunnya pertumbuhan virus. Berada di komunitas yang menghormati dan menghargai keberadaannya akan membuat ODHA bertahan hidup. Dukungan pendanaan dari pemerintah dan LSM terkait, diperlukan bagi ODHA dan keluarga, sebab program pengobatan jangka panjang berdampak pada peningkatan kebutuhan biaya. Pemerintah perlu membuat anggaran khusus terkait dengan hal ini dan para borjuis perlu mendukung dengan memberikan bantuan dana kesehatan secara cuma-cuma. Jika semua ODHA terjangkau mendapatkan akses layanan CST, dan negara bersama rakyat memiliki visi dan misi yang sama dalam penanggulangan HIV/ AIDS maka program ini akan mencapai puncak keberhasilan selaras dengan program universal acces WHO. MK ( Manajemen Kasus ) Meruapakan jasa atau layanan yang mengkaitkan dan mengkoordinasikan bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia dukungan medis psikososial dan praktis bagi orang orang yang membutuhkan bantuan tersebut. Tujuan dan peran manajer kasus 1. Mengupayakan pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan 2. Pemberdayaan ODHA 3. ODHA mendapatkan pengetahuan tentang HIV / AIDS dan dukungan untuk perubahan perilaku. 4. Mengidentifikasi dan memahami kebutuhan klien secara individu 5. Merencanakan kegiatan dan tujuan pelayanan secara bersama antara manajer kasus dan klien. 6. Menjadi fasilitator bagi pemecahan masalah klien. Kegiatan dan layanan Manajer kasus 1. Layanan informasi terbaru seputar maslah HIV / AIDS. 2. Konseling ( sebaya, pra terapi ARV, keluarga ). 3. Back Up dari PMO dalam terapi Anti Retroviral maupun terapi lainnya. 4. Kunjungan dukungan bagi ODHA yang membutuhkan.

Hambatan 1. Tingginya biaya pengobatan walaupun sudah ada subsidi. 2. Sulitnya mengkontrol perilaku berisiko penghuni lapas 3. Akses terhadap jaminan social ( JPS, GAKIN ) terbatas. 4. Masih adanya petugas kesehatan yang kurang ( belum ) memahami masalah HIV / AIDS. 5. Rendahnya kepedulian keluarga terhadap pasien ODHA. 6. Masih kuatnya stigma masyarakat terhadap ODHA.

4. LaboratoriumPada saat kelompok kami datang ke laboratorium BKPM Semarang sekitar pukul 10.30 WIB, disana kami diajarkan oleh petugas yang ada di laboratorium tentang bagaimana cara mengetahui hasil laboratorium penderita TB paru dan HIV. Yang pertama dijelaskan oleh petugas laboratorium yaitu tes untuk penderita HIV dan tes pemeriksaan dahak. Cara pemeriksaan dahak di laboratorium Secara Mikroskopik, dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dilakukan identifikasi bakteri tahan asam, dimana bakteri akan terbagi menjadi dua golongan. Bakteri tahan asam adalah bakteri yang pada pengecatan ZN tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam atau alkohol, sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Dibawah mikroskop tampak bakteri berwarna merah dengan warna dasar biru muda. Pembuatan sediaan Apus Sputum 1. Ose dipanaskan diatas api spirtus sampai merah dan di dinginkan. 2. Sputum disiapkan (hati-hati, hindari droplet/percikan sputum), diambil sedikit dari bagian yang kental dan berwarna kuning kehijauan (purulen) menggunakan Ose. 3. Sputum dioleskan secara merata (seperti obat nyamuk) pada objek glass (dengan ukuran 2x3 cm).

4. Ose yang telah digunakan dimasukkan kedalam alkohol sambil di goyanggoyangkan sampai sisa-sisa sputum bersih, kemudian dibakar. 5. Sediaan yang telah dibuat dikeringkan di udara terbuka sekitar 15-30 detik, jangan sampai terkena matahari langsung. 6. Sediaan diambil dengan pinset dan difiksasi selama 3-5 menit. 7. Pewarnaan/Pengecatan. Larutan Ziehl-Neelsen 1. Sediaan yang telah kering dilakukan fiksasi 5 menit. 2. Sambil difiksasi, digenangi dengan carbol fuchsin 0,3 %, dipanaskan di atas pembakar spirtus sampai menguap tetapi jangan sampai mendidih atau kering selama 5 menit. 3. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 4. Warna merah dilarutkan pada sediaan sampai bersih dengan 3 % alkohol-asam. 5. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 6. Digenangi dengan larutan methylen blue selama 20-30 detik. 7. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 8. Diamati dibawah mikroskop cahaya. 9. Pembacaan dan Penilaian. Tes pemeriksaan HIV Tes laboratorium berkala merupakan salah satu bagian terpenting dari perawatan kesehatan HIV. Tes laboratorium ini merupakan bagian dari perencanaan pengobatan yang berfungsi untuk memonitor perkembangan HIV dalam tubuh anda, selain juga memberi informasi untuk membantu dalam penentuan jenis rejimen pengobatan apakah anda sudah layak memulai pengobatan, menghentikan atau mengubah pengobatan. Komitmen anda untuk secara berkala melakukan monitor hasil laboratorium sangatlah penting untuk dapat memegang kendali terhadap kesehatan anda. Banyak orang merasa perlu untuk mengetahui dan mengerti tentang aspek perawatan kesehatan ini untuk dapat menerima status HIV mereka.

Terdapat beberapa jenis tes laboratorium yang digunakan untuk memonitor HIV. Keempat tes yang paling umum adalah viral load, jumlah CD4, tes darah lengkap dan tes kimia darah. Keempat jenis tes ini adalah tes darah dan merupakan tes paling komprehensif yang ada untuk memonitor kesehatan seeorang dengan HIV.

Tergantung dari kesehatan dan apakah anda sedang dalam rejimen pengobatan, kebanyakan dokter akan melakukan tes ini setiap tiga hingga enam bulan. Karena tes-tes ini digunakan untuk memonitor kesehatan anda secara keseluruhan dengan membandingkan dengan hasil-hasil tes yang lalu, sangatlah penting untuk mengetahui kapan anda pertama kali didiagnosa atau kapan anda memulai pengobatan dalam melakukan tes laboratorium sehingga terdapat titik awal untuk perbandingan. Untuk membaca hasil tes anda, dalam ringkasan laporan biasanya anda dapat melihat daftar jenis tes yang dilakukan, hasil tes tersebut serta rentang angka referensi. Hasil tes biasanya dilaporkan dalam bentuk angka absolut yang diukur per unit tertentu atau dalam persentase, yang kemudian dapat dibandingkan dengan rentang angka referensi yang diberikan untuk jenis tes tersebut. Rentang angka referensi diperoleh dari sampling sejumlah orang-orang sehat untuk menentukan rentang rata-rata. Hasil tes seseorang seharusnya jatuh di antara angka rata-rata tersebut untuk dapat dianggap masuk dalam rentang - normal.

Viral load Tes ini dilakukan untuk mengukur jumlah HIV dalam darah (kopi/mL). Terdapat dua jenis tes viral load: polymerase chain reaction (PCR) atau branched DNA (b-DNA). Dari ringkasan hasil tes anda dapat mengetahui jenis tes yang digunakan. Walaupun kedua tes ini memberikan kesimpulan yang hampir sama, hasil tes dari dua jenis tes laboratorium ini tidak sebanding. Karenanya, walaupun hasil kedua tes tersebut pada dasarnya memberikan informasi yang sama, sangatlah penting untuk hanya menggunakan salah satu agar memberikan perbandingan yang konsisten. Tujuan dari tes ini adalah untuk mencapai atau sedekat mungkin mencapai tingkat tidak terdeteksi. Untuk tes viral load PCR, angka yang dianggap tidak terdeteksi adalah kurang dari 50 kopi HIV dalam darah, dan untuk tes viral load b-DNA, angka ini adalah kurang dari 400 kopi HIV dalam darah. Anda disarankan untuk melakukan tes viral load setiap tiga bulan. Butuh waktu antara empat hingga tujuh hari bagi laboratorium untuk memproses hasil tes ini.

Jumlah CD4 Tes ini mengukur jumlah sel CD4 (T sel) dalam tubuh anda, berdasarkan kesehatan sistim kekebalan tubuh anda. Fokus dari tes ini adalah untuk mengukur jumlah CD4 absolut. Jumlah CD4 absolut adalah jumlah sel CD4 yang ada dalam sistim kekebalan tubuh anda. Sel CD4 merupakan bagian dari sistim kekebalan tubuh yang bertugas untuk melawan infeksi dan juga merupakan sel-sel yang secara langsung menjadi sasaran HIV. Dalam perkembangannya, HIV mengambil alih sel CD4, memanfaatkan sel-sel ini untuk bereplikasi, dan dalam proses tersebut membunuh sel CD4 yang asli. Hal inilah mengapa tes jumlah CD4 menjadi indikator yang berguna untuk menentukan kesehatan sistim kekebalan tubuh. Semakin banyak jumlah sel CD4, semakin kuat sistim kekebalan tubuh anda. Biasanya seseorang yang hidup dengan HIV dianjurkan untuk memonitor jumlah CD4 mereka untuk memastikan jumlahnya di atas 200. Namun bila jumlah CD4 anda di bawah 200, anda dianjurkan untuk bekerjasama dengan dokter untuk memulai rejimen pengobatan atau melakukan perbaikan dalam rejimen obat yang kini anda konsumsi. Dengan tes jumlah CD4, anda dianjurkan untuk melakukan tes begitu anda dites positif HIV, kemudian secara berkala tiap tiga hingga enam bulan. Biasanya laboratorium butuh waktu dua minggu untuk memproses tes ini.

Tes darah lengkap Tes ini mengukur tiap komponen dalam darah. Tes darah lengkap sangat penting karena beberapa jenis obat-obatan dapat menyebabkan rendahnya jumlah darah merah atau darah putih, yang kemudian dapat menyebabkan anemia atau kelainan darah lain. Tes ini mengukur jumlah sel darah putih, hemoglobin, hematocrit dan platelet dalam darah. Dengan menggunakan tes ini, jumlah sel darah putih yang tinggi dapat berarti tubuh melakukan perlawanan terhadap infeksi yang mungkin tidak terdeteksi; jumlah sel darah merah yang rendah dengan hemoglobin dan hematocrit bisa jadi merupakan anemia akibat konsumsi obat HIV; dan jumlah platelet yang rendah dapat mempengaruhi pembekuan darah. Tes ini berbeda dengan tes viral load atau tes jumlah CD4 karena tidak secara langsung memperlihatkan perkembangan berkenaan dengan HIV, tetapi tetap membantu dengan memonitor kesehatan keseluruhan seseorang. Dengan tes darah lengkap dianjurkan anda

melakukan tes tiap tiga bulan bila anda dalam rejimen pengobatan. Bila anda tidak mengkonsumsi obat-obatan HIV, tes ini seharusnya menjadi bagian dari tes fisik tahunan anda. Tes ini butuh satu hari untuk diproses laboratorium. Proses Tes HIV Tes yang paling lazim untuk HIV adalah tes darah. Sekarang juga ada tes yang dapat mencari antibodi dalam air seni, atau dalam cairan yang diambil dari dalam mulut (bukan air liur), digesekkan dari dalam pipi. Tes yang sering dipakai sekarang disebut tes cepat atau rapid test, yang mampu menyediakan hasil dalam 20-30 menit. Untuk tes darah, contoh darah kita diambil dengan jarum suntik sekali pakai, atau tetes darah diambil setelah jari kita ditusuk dengan jarum sekali pakai. Jika hasil tes pertama reaktif (positif), hal ini menunjukkan kemungkinan kita terinfeksi HIV. Tetapi tes harus diulang dua kali dengan cara berbeda untuk memastikan hasilnya benar, dan dapat dinyatakan positif. Ini biasanya dilakukan oleh tempat tes tanpa kita diketahui. Hasil juga dapat dilaporkan sebagai non-reaktif (negatif). Kadang laboratorium juga melaporkan angka non-reaktif (mis. non-reaktif, 0,34). Angka ini tidak ada relevansi sama sekali dan sebaiknya diabaikan. Sebelum darah diambil, kita wajib diberi konseling oleh seorang konselor yang terlatih. Di antara yang lain, konseling ini akan memberi informasi dasar tentang HIV dan AIDS, manfaat dan kerugian kita mengetahui apakah kita terinfeksi, dan bagaimana kita akan bereaksi jika nanti hasilnya positif. Setelah itu, kita diminta menyetujui sebelum darah diambil (sering disebut informed consent). Kita juga wajib diberi konseling lagi oleh konselor yang sama saat hasilnya sudah ada. Hasilnya hanya boleh diberikan pada kita, dan tidak boleh diberikan pada orang lain tanpa persetujuan kita. Tempat melaksanakan tes bertanggung jawab untuk menjamin nama kita dan hasil tes tidak diketahui orang lain. Penggunaan strategi pemeriksaan HIV bertujuan untuk keamanan transfusi dan produk darah (strategi I), surveilans (strategi I dan II), diagnosis (strategi I dan II untuk yang gejala AIDS positif serta strategi II dan III untuk infeksi HIV yang tanpa gejala). Diagnosis pasien asimtomatik harus menggunakan strategi III dengan persyaratan sensitifitas reagen pertama > 99%, spesifisitas reagen kedua > 98%,

spesifisitas reagen ketiga > 99%, preparasi antigen atau prinsip tes reagen 1,2,3 tidak sama dan prosentase hasil kombinasi 2 reagensia pertama yang tidak sama (discordant) < 5%.

DOKUMENTASI

Gambar 1. Penyuluhan

Gambar 2. Penjaringan

Gambar 3. Penjelasan tentang VCT

Gambar 4. Penjelasan tentang CST

Gambar 5 a. Laboratorium

Gambar 5b. Laboratorium

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Leaflet Lampiran 2. Questioner Lampiran 3. Form VCT dan CST