laporan aplikasi herbisida
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN GULMA
APLIKASI HERBISIDA TERHADAP GULMA
Disusun Oleh
Rahayu Novrina A240 80006Christian Simanjuntak A24080064Andrixinata A34070016Hamdayanty A34080022Riska Noviana A34080088Dyah Wulandari A34080089
Dosen
Dwi GuntoroM.A. Chozin
Adolf Pieter LontohIs Hidayat Utomo
Asisten
Dina MutiaraCokorda Istri Mega
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Herbisida merupakan bagian dari Pestisida. Pestisida berasal dari bahasa latin
pestis dan caedo, diterjemahkan sebagai racun untuk mengendalikan jasad
pengganggu. Jasad pengganggu pada tanaman disebut Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Jenis-jenis pestisida 1. Insektisida 2. Fungisida Bakterisida 4.
Nematisida 5. Akarisida atau Mitisida 6. Rodentisida 7. Moluskisida 8. Herbisida 9.
Pestisida lain : Pisisida, Algasida, Avisida, Larvisida, Pedukulisida, Silvisida,
Ovisida, Piscisida, Termisida.
Herbisida adalah bahan secawa kimia beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
mengendaliakan tumbuhan pengganggu atau gulma. Akibat serangan gulma dapat
menurunkan panen cukup besar. Hasil penelitian di AS gulma dapat menurunkan
hasil pada kacang-kacangan (51,1%), jagung (45,6%), kentang 16,6%) dan padi
(54,4%). Hasil penelitian di Indonesia pada tanaman padi bahwa gulma Marselia
crenata menurunkan bobot gabah sebesar 19%, Monochoria dan Fimbristilis
menurunkan bobot gabah sampai 54%. Aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh
stadia pertumbuhan tanaman utama dan gulma.
Ada beberapa macam herbisida bila dilihat dari waktu aplikasinya :
1.Herbisida pra tanam (pre plant), diaplikasikan pada saat tanaman belum ditanam
tetapi tanah sudah diolah 2. Herbisida pra pengolahan tanah diaplikasikan pada
vegetasi secara total agar mudah dalam pembersihan lahan 3. Herbisida pra tumbuh
(pre emergence) diaplikasikan setelah benih tanaman ditanam tetapi belum
berkecambah dan gulmapun belum tumbuh 4. Herbisida pasca tumbuh (post
emergence) diaplikasikan pada saat gulma dan tanaman sudah lewat stadia
perkecambahan. Jadi dapat diaplikasikan saat tanaman masih muda atau sudah tua.
Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan atas herbisida kontak dan
herbisida sistemik.1. Herbisida kontak, mematikan jaringan gulma yang terkena.
Herbisida, diaplikasikan dengan penyemprotan dan sangat sesuai untuk
mengendalikan gulma setahun atau semusim, misalnya ceplukan (Physalis angulata),
babadotan (Ageratum conyzoides) dan bayam duri (Amaranthus spinosa) 2. Herbisida
sistemik, diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam jaringan pembuluh
kemudian ditranslokasikan ke bagian lain, sehingga gulma mengalami kematian total.
Cara aplikasi herbisida dengan penyemprotan melalui daun atau penyiraman ke akar
tanaman. Efektif untuk gulma tahunan (perennial weed), misal alang-alang, teki dan
sembung darat.
Pergerakan herbisida masuk ke dalam tubuh tanaman dengan duan cara kerja,
yaitu selektif dan non selektif. Herbisida selektif, diaplikasikan pada berbagai
tumbuhan tetapi hanya akan mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman
yang dibudidayakan. Herbisida non selektif, adalah herbisida yang diaplikasikan
lewat tanah atau daun yang dapat mematikan hampir semua jenis tumbuhan.
Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan aktif (active ingredient)
yang merupakan bahan utama pembunuh OPT dan bahan ramuan (inert
ingredient).Bahan aktif digolongkan dalam kelompok organik sintetik, organik
alamiah dan inorganik. Bahan ramuan dapat berupa bahan pembawa, pewarna,
perekat, dan oroma,
Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman
karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan
memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya titotoksisitas
pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi keamanan terhadap
lingkungan (organisme bukan sasaran), harga dan ketersediaan.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum penegendalian gulma terkait aplikasi herbisida
di lapang adalah agar mahasiswa mengetahui, mempelajari, dan mempraktikan secara
langsung di lapang atau lahan yang bergulma serta mampu melakukan pengaplikasian
herbisida denagn perlakuan dan takaran cairan herbisida yang benar dan teapat.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sprayer punggung Solo,
ember, gelas ukur, pipet, kantong plastik, pisau, nozzle biru, dan kamera. Adapun
bahan yang digunakan air dan herbisida Sulfonat, 2,4-D.
Metode
Langkah awal yang dilakukan adalah kalibrasi alat semprot berdasarkan
volume larutan. Setelah dilakukan perhitungan, herbisida dan air dicampurkan di
ember yang telah disediakan. Campuran herbisida kemudian dimasukkan ke dalam
alat semprot. Setelah alat dan bahan siap digunakan, penyemprotan ke lahanpun
dilakukan. Penyemprotan dilakukan di kebun jarak. Pengamatan dilakukan setiap
minggu hingga minggu ketiga. Pada minggu ketiga diamati jenis dan spesies gulma
yang masih tersisa setelah aplikasi dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
a. Kalkulasi Herbisida
Diketahui
Volume semprot = 500 L/ha
Lebar semprot nozzle biru = 1,5 m
Luas lahan = 3 x 3
= 9 m2
Luas lahan aplikasi
-Volume air yang dibutuhkan = x Volume semprot
Luas dlm 1 ha
9
= x 500 = 0,45 L/regu
10000
Volume air untuk 3 regu = 0,45 L x 3
= 1,35 L/3regu
Luas lahan aplikasi
- Herbisida yang dibutuhkan = x Dosis herbisida
Luas dlm 1 ha
9
= x 3
10000
= 27 x 10-3 L/regu
Herbisida untuk 3 regu = 27 x 10-3 x 3
= 0,081 L/3regu
= 8,1 ml/3 regu
Jumlah air yang dimasukkan ke dalam sprayer adalah 4 liter, jadi
Dosis herbisida(ml)
- Jumlah herbisida yang digunakan = x Volume air yg digunakan
Volume semprot (L)
= 3000 ml500 L
x 4 L
= 24 ml/regu
Jumlah herbisida untuk 3 regu = 24 x 3
= 72 ml
Jadi, jumlah herbisida yang dimasukkan ke dalam sprayer adalah 72 ml untuk tiga
namun yang sebenarnya digunakan adalah 8,1 ml untuk tiga regu atau 2,7 ml/regu.
b. Aplikasi Herbisida
Tabel 1. Data aplikasi herbisida kelompok A
Tabel 2. Data aplikasi herbisida kelompok B
Data Aplikasi Herbisida Kelompok B% Tingkat Kematian
Minggu Ke-
Kelompok Herbisida DosisKonsen-
trasi1 2 3
B1-B3 Sulfonat 3 l/ha 6 ml/l 80 % 90 % 95 %
B4-B6 Gramoxone 2 l/ha 4 ml/l 95 % 100 % -
B7-B9 2,4 D 2 l/ha 4 ml/l 50 % 70 % 90 %
B10-12 Gramoxone 2 l/ha 4 ml/lTidak ada yang mati
(salah tempat aplikasi)
Tabel 3. Data aplikasi herbisida kelompok C
Gambar 1. Hasil aplikasi lapang
Gulma yang masih terdapat di lapang setelah aplikasi
Gambar 2. Passiflora foetida Gambar 3. Melastoma Malabrathricum
Gambar
4. Borreria alata Gambar 5. Gambar 6.
Pembahasan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk
meningkatkan daya saing tanaman budidaya dan melemahkan daya saing
gulma. Teknik pengendalian gulma yang dapat dilakukan adalah: preventif,
mekanis, kultur teknis, hayati, kimia, dan terpadu (integrated weed
management). Pemeliharaan tanaman menghasilkan mencakup pemupukan,
pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, serta penunasan.
Pengendalian gulma merupakan salah satu komponen penting hampir di
detiap sistem produksi tanaman, karena hasil panen dipengaruhi oleh adanya
gulma (Sastroutomo, 1990).
Menurut tjitrosoedirdjo et. al. (1984) cara umum yang dilakukan
dalam pengendalian gulma di perkebunan adalah dengan menggunakan
herbisida. Aplikasi herbisida sebagai salah satu alternatif untuk
mengendalikan gulma menyebabkan penggunaan herbisida yang semakin
meluas dalam bidang pertanian terutama pada perkebunan-perkebunan besar.
Herbisida sendiri merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
mengendalikan gulma. Ashton dan Crafts (1981) membagi herbisida menjadi
tiga golongan berdasarkan sifat kimia, sifat selektivitas, dan cara pengendalian
gulma. Menurut sukman dan Yakup (1991), penggunaan herbisida sendiri
mulai berkembang pesat sejak diperkenalkannya senyawa 2,4-D sebagai
herbisida pada tahun 1944. Penemuan tersebut dinilai memberikan kontribusi
yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman per satuan luas dan
menghemat penggunaan tenaga kerja. Selain itu, penggunaan herbisida
memberikan keuntungan yang tidak didapat pada sistem pengendalian
manual.
Berdasarkan cara aplikasi melalui daun, herbisida dibedakan menjadi
yang bersifat kontak contoh Paraquat (Gramoxone) dan bersifat sistemik
contoh glifosat (Round Up) (Setyobudi et. al., 1995).
Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-
jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida, terutama bagian
gulma yang berwarna hijau. Herbisida ini bereaksi sangat cepat dan efektif
jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih muda dan berwarna
hijau, serta gulma yang memiliki sistem perakaran tidak meluas (Barus,
2003). Paraquat adalah salah satu anggota golongan herbisida piridina, yang
bersifat non selektif yang dipergunakan secara pasca tumbuh, terutama sekali
pada gulma semusim dan rerumputan (Sukman dan Yakup, 2002).
Di antara berbagai macam herbisida, glifosat dan 2,4-D merupakan
bahan aktif yang umum digunakan untuk mengendalikan gulma di
perkebunan. 2,4-D bersifat sistemik dan mampu mematikan gulma daun lebar
(Moenandir, 1993). Glifosat juga bersifat sistemik apabila disemprotkan pada
bagian tumbuhan dan segera ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan
(Thomson, 1979).
Bahan aktif glifosat dapat diabsorbsi lewat daun kemudian
ditranslokasikan bersama fotosintat dalam jaringan keseluruh bagian gulma.
Glifosat juga mempunyai daya brantas yang sangat luas dengan daya racun
yang rendah terhadap hewan dan manusia (Duke, 1988). Glifosat merupakan
herbisida sistemik yang bekerja lebih efektif pada saat pertumbuhan aktif
sehingga dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan. Cara bekerja
glifosat adalah dengan menghambat sintesa protein dan metabolism asam
amino.
Dalam penyemprotan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain
adalah kecepatan dalam berjalan yang sebisa mungkin sama. Kemudian tinggi
nozzle dari tanah juga dapat menimbulkan kesalahan dalam pengaplikasian.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah tekanan udara pada alat
penyempotan yang sebaiknya konstan. Apabila prosedur dapat dilakukan
dengan baik, maka diharapkan aplikasi dapat membuahkan hasil yang baik
sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan data yang diperoleh diatas, lahan yang diberikan aplikasi
herbisida gramoxone menunjukkan kematian gulma pada minggu pertama
yang drastis yaitu 100% pada lahan kelompok A, 100% pada lahan kelompok
B dan 90% pada lahan kelompok C. Hasil ini menunjukkan kecepatan
kematian gulma yang cepat dikarenakan bahan aktif yang terkandung dalam
herbisida gramoxone adalah paraquat yang bersifat kontak.
Herbisida kontak umumnya akan menunjukkan gejala kematian secara
cepat karena bahan aktif secara langsung mematikan bagian gulma yang
terkena herbisida. Namun, pada pengamatan kelompok C terlihat intensitas
kematian gulma pada minggu pertama hanya sebesar 90%. Perbedaan yang
kecil dari pengamatan pada lahan kelompok A dan B. Hal ini bisa saja terjadi
karena kesalahan pada pengaplikasian. Tingkat kerataan cairan yang sampai
ke daun mungkin kecil karena penyemprotan yang kurang merata. Kemudian
hasil yang salah terlihat pada lahan B10-B12, dimana pengamat melakukan
kesalahan tempat pengaplikasian sehingga data tidak dapat diambil atau
diamati.
Jenis gulma yang mati sangat beragam, tidak hanya golongan rumput
atau daun lebar saja. Hal ini dikarenakan bahan aktif dari Gramoxone adalah
paraquat yang merupakan herbisida pasca tumbuh yang bersifat kontak dan
non selektif. Paraquat tidak dapat diserap oleh bagian gulma yang tidak
berwarna hijau (batang atau akar) dan bila tersemprot ke daun, hanya daun itu
saja yang layu dan mati. Butir semprot tidak meresap ke bagian lain sehingga
gulma tetap normal.
Bahan aktif paraquat mematikan gulma dengan merusak klorofil dan efektifitasnya
akan meningkat apabila ada sinar matahari. Penyerapan akan meningkat dengan
intensitas cahaya yang tinggi dan kelembaban yang cukup. Paraquat bereaksi di
kloroplas dimana terdapat sistem fotosintesis dalam menghasilkan karbohidrat.
Paraquat diketahui dapat menghambat proses dalam fotosistem I, yaitu dalam
mengikat electron hasil dari sistem tersebut, dan membentuk electron radikal bebas .
radikal bebas ini akan diikat oleh oksigen membentuk superoxide yang bersifat sangat
aktif. Superoxide ini akan merusak membrane sel dan jaringan tanaman (Pusat
Informasi Paraquat, 2006).
Akan tetapi daaya kerja biologis paraquat akan hilang apabila terkena
tanah. Hal ini terjadi karena adanya reaksi antara muatan positif ganda pada
kation paraquat dengan mineral liat tanah sehingga membentuk ikatan
kompleks dan tidak aktif. Butiran semprot paraquat bila jatuh ke perairan atau
terlarut oleh air hujan akan segera terikat oleh butiran lumpur (Ashton dan
Monaco, 1991).
Selanjutnya pada lahan yang diberi aplikasi herbisida merk Round-Up
menunjukkan kematian gulma pada lahan kelompok C menunjukkan kematian
100% pada minggu pertama. Bila dilihat dari bahan aktif yang terkandung
dalam herbisida ini adalah glifosat yang bersifat sistemik. Kematian yang
ditunjukkan maksimum pada minggu pertama, bukan pada minggu ke 3 atau
bertahap. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan sistemik sangat bergantung
pada kecepatan aliran metabolisme gulma yang dikendalikan. Sehingga bisa
saja gulma mati lebih cepat namun tetap bertahap atau lebih lambat dari
herbisida kontak. Akan tetapi jenis gulma yang mati juga bersifat umum, atau
semua jenis gulma mati. Oleh karena itu, roun up merupakan jenis herbisida
selektif yang sistemik.
Sedangkan lahan yang diaplikasikan herbisida berbahan aktif 2,4-D
hanya menunjukkan kematian pada minggu pertama sebesar 50%, pada
minggu ke-2 70% dan minggu ke-3 90%. Hal ini meninjukkan herbisida 2,4-
D cukup efektif dalam mengendalikan gulma yang dominan di lahan
perkebunan yang diaplikasikan. Kemudian pengaplikasian herbisida Sulfonat
menunjukkan persentase kematian gulma cepat pada minggu pertama hingga
ke-3 berturut-turut 80%, 90%, 95%. Namun gulma berdaun lebar tidak
mengalami kematian. Hal ini menunjukka bahwa jenis herbisida ini bersifat
selektif dan hanya mematikan gulma rumput saja.
Kemudian aplikasi herbisida Trendy menunjukkan kematian secara
bertahap. Secara umum dapat dinilai bahwa herbisida ini merupakan jenis
herbisida yang bersifat sistemik. Data yang diperoleh menunjukkan efektifitas
yang cukup kecil dibandingkan dengan pengaplikasian pada lahan yang
berbeda. Berdasarkan data, gulma yang mati adalah golongan rumput. Hal ini
juga menunjukkan selain sistemik, herbisida ini juga merupakan herbisida
yang selektif. Sebab, lahan yang diplikasi memiliki dominansi jenis gulma
yang berbeda.
Sementara itu, herbisida merk Kemiru menunjukkan kematian gulma
daun lebar dengan tahap kematian jelas. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
herbisida ini juga selektif dan sistemik. Sehingga jenis gulma yang mati hanya
daun lebar dan kematian gulma bertahap. Lalu aplikasi herbisida merk dagang
Glitop menunjukkan kematian gulma yang juga bertahap dan jenis gulma
paku-pakuan tidak mengalami kematian, hal ini menunjukkan herbisida ini
juga selektif atau bukan herbisida general sehingga tidak semua jenis gulma
mati. Kematian gulma juga bertahan atau bisa dikatakan herbisida ini bersifat
sistemik. Akan tetapi jenis herbisida ini dapat mematikan gulma daun lebar
sekaligus rumput, kecuali paku-pakuan.
Lalu aplikasi herbisida Indamin 720 HC menunjukkan kematian yang
bertahap dan umum seperti round up. Akan tetapi persentase kematian yang
terlihat lebih kecil dibandingkan dengan herbisida lain, sehingga bisa
dikatakan jenis herbisida ini kurang efektif dalam mengendalikan gulma. Hal
ini juga bisa terjadi karena kesalahan praktikan dalam pengaplikasian atau
kandungan bahan aktif dalam herbisida yang kurang baik.
Secara umum, pengendalian gulma secara kimiawi dengan herbisida
dapat berhasil tergantung dari kemampuan herbisida dapat berhasil tergantung
dari kemampuan herbisida untuk membasmi beberapa jenis gulma dengan
tidak menimbulkan efek yang merugikan pada tanaman budidaya. Sehingga
hasil yang diperoleh juga relatif tergantung pada cara pengaplikasian
herbisida.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi herbisida dilapang sangat bergantung pada pengaplikasian yang
sesuai prosedur. Gramoxone merupakan jenis herbisida yang bersifat kontak dan non
selektif. Sedangkan Round-up merupakan jenis herbisida yang bersifat sistemik dan
selektif. Sementara Indamin 720 HC merupakan herbisida sistemik dan non selektif.
Lalu Kemiru merupakan jenis herbisida yang bersifat selektif dan sistemik. Kemudian
Glitop merupakan jenis herbisida ini juga selektif tetapi selektif terhadap daun lebar
dan daun sempit, dan tidak mematikan paku-pakuan, herbisida ini juga bersifat
sistemik.
Saran
Pemakain herbisida pada pertanaman sebaiknya dilakukan dengan sangat hati-
hati dan sebisa mungkin diminimalisasi. Sebab pemakaian herbisida yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu juga dapat menimbulkan efek
biologi berupa kekenyalan genetis pada jenis-jenis OPT tertentu sehingga timbul OPT
yang bersifat mutan. Kemudian dalam pengaplikasian herbisida juga diperlukan
keahlian dan paham yang baik untuk mengurangi dampak negatif dan pemborosan.
Oleh karena itu, Praktek pelaksanaan aplikasi herbisida harus tepat (Lima Tepat) agar
tidak salah sasaran dan tidak mencemari lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ashton, F. M. and A. S. Crafts. 1981. Mode of Action of Herbicides. A Wiley
Interscience Publication, John Wiley and Sons. New York. 525 p.
Ashton, F. M., and T. J. Monaco. 1991. Weed Science: Principiles and Practices (3rd
ed.). John Wiley and Sons, Inc. New York. 466 p.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta
Duke, S. O. 1988. Glyphosate. Pl-7, in Kearney, C. P., and D. D. Kurfman (eds).
1988. Herbicides: Chemistry , Degradation, and Mode of Action. Vol 3.
Marcel Dekker Inc. New York and Bassel.
Moenandir, J., and E. Murniningtias. 1999. The effect of herbicide glifosat and 2,4-D
mixtures on weed depression in soybean field. Proceeding the Seventeenth
Asian-Pasific Weed Science Society Confrence. Bangkok. 419-423p.
Pusat Informasi Paraquat. 2006. The Paraquat Information Center on Behalf of
Syngenta Crop Protection AG. http: //www.paraquat.com
Rochecouste, E. 1971. Weed control in tropical plantation crops. Proceeding of the
First Indonesia Weed Science Conference. Indonesia. 149-158p.
Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia. Jakarta. 254 hal.
Setyobudi, H., Subiyantono, dan S. Wanasuria. 1995. Praktek-praktek pencampuran
herbisida pada tanaman perkebunan. Hal: 47-53. Dalam P. Bangunan, I, U.
Sutanto dan R. C. B. Ginting (eds). Prosiding Seminar Pengembangan
Aplikasi Kombinasi Herbisida. Jakarta.
Sukman, Y., dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 123 hal.
Sukman, dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Thomson, W. T. 1979. Agricultural Chemistry. Book II: Herbicides. Thomson Publ.
Indianapolis. 326 p.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. (Eds). 1984. Pengelolaan
Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 209 hal.