la galigo, tradisi sastra lisan yang masih

8
La Galigo, Tradisi Sastra Lisan yang Masih Terkubur Ika Farihah Hentihu (Daeng Te’ne)

Upload: ika-hentihu

Post on 29-Nov-2014

1.111 views

Category:

News & Politics


4 download

DESCRIPTION

Sebuah kegiatan What's Poetry, an International Poetry Seminar di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Salah satu paper pada sesi paralel adalah LA Galigo, tradisi sastra lisan yang masih terkubur.

TRANSCRIPT

La Galigo, Tradisi Sastra Lisan yang Masih Terkubur

Ika Farihah Hentihu (Daeng Te’ne)

I La GaligoEposMitologiManuskrip terpanjangTersebar di beberapa negara (Diaspora

Bugis) : Malaysia, Singapore, Brunai Darussalam Amsterdam dan Leiden Belanda.

Huruf Lontara Kuno

Naskah La GaligoLisan (Turun Temurun) dari sejak abad 14Tertulis di Lontarak (Sureq) – (Ribuan lembar daun

Lontar) Dikumpulkan oleh Mathess (Misionaris Belanda)

dan Sirtjo Koolhof Dituliskan 300.000 baris text dan 12 volume

manuskripLisan – Tradisi Massureq (Membaca dan

Melisankan) Bissu Puang Saidi (Passureq dan Passelleang terakhir)

Cinta, Laut dan Kekuasaan – Dr. Nurhayati Rahman

Neo Galigo Bugis oleh Suryadin Laoddang

Mali siparappe, malilu sipakainge, Sirebba tannga tessirebba pasorong, Padaidi pada elo, sipatuo, sipatakkong, siwata menre, tessirui.

Artinya : Saat hanyut kita saling mengulurkan tangan, khilaf kita saling mengingatkan, berbeda pendapat itu syah tapi tidak saling menghina, kita semua punya kehendak, mari buka jalan kehidupan, berdiri sama tegak, saling bahu-membahu bukannya saling menghujat.

Neo Galigo BugisIyya teppaja kusenge rapang pallanggana

meriangnge, paccolli loloangngi aju marakko, naiyya tettong batang lame.

Artinya : Kurindukan seorang sahabat yang sehati, penyemangat hidup dan jujur bersahaja

Iyyami rimarussakmu meleppang mamminaga rimase-maseta. Tirono libukkeng lejjano tana tedde mulainni alemu.

Artinya, Kala engkau susah tak sejenakpun engkau jauh dari kami, kala engkau mulia tak sejenakpun engkau dekat dengan kami.

Neo Galigo BugisCellenimai pale ndi, mauni cinampe bawang, nassau

cinnaku. Rilaleng nawa-nawapi upototoki. Arti : Jika demikian, tampakkanlah wajahmu dinda.

Meski sejenak, itukan mengobati lara hati. Cukup dalam hati engkau kumiliki.

Tak ingin pulang dengan tangan hampa, sang pria dengan tutur halusnya, meminta sang Dara. Sudilah kiranya menampakkan wajahnya sejenak. Agar sedikit terobati rasa laranya, meski itu tak mungkin. Tak lupa sang Pria, mengungkapkan kadar cintanya. Jika tak dapat memiliki (meminang) sang Dara di dunia nyata. Cukuplah ia miliki dalam hatinya saja.