kunyit
DESCRIPTION
obat herbalTRANSCRIPT
Pendahuluan
Simplisia, pati, minyak, ekstrak, sirup, kapsul, kosmetik merupakan
produk yang dihasilkan dari tanaman obat yaitu tanaman kunyit. Banyaknya lahan
yang digunakan oleh masyarakat Indonsia untuk budidaya tanaman kunyit dan
juga seumber daya manusia di Indonesia yang memadai dalam urusan budidaya
tanaman obat membuat tanaman kunyit ramai di pasaran dan mempunyai prospek
serta peluang yang best baik di Negara sendiri maupun di mancanegara. Namun
kendala yang dihadapi oleh pembudidaya tanaman kunyit ini adalah harga jual
pada tingkat petani atau belum diolah masih relative rendah yaitu sekitar 1000/kg
kunyit. Investasi pada sektor hulu akan menarik minat apabila nilai jual hasil
produk pertanian tanaman obat dapat ditingkatkan, dengan mengoptimalkan
industry hilir melalui diversifikasi produk.
Untuk nilai tambah tanaman obat di sektor usaha industry hulu, ditentukan
oleh faktor produksi di dalam pembudidayaannya. Faktor pendukung yang
mempunyai nilai tambah adalah penyediaan bibit unggul. Rendahnya prduktivitas
tanaman obat di sebagaian besar snra produksi disebabkan petani belum
mengikuti teknik budidaya anjuran berdasarkan SOP yang dianjurkan.
1
Arah pengembangan tanaman obat sampai pada tahun 2010 asih diarahkan
ke lokasi dimana industry obat tradisional berkembang yaitu sebagian besar
berada di Pulau Jawa. Untuk teknologi budidaya dan pascapanen, arah
pengembangan difokuskan pada pemanfaatan varietas / klon unggul, sosialisasi
dan pelatihan teknologi serta bantuan investasi permodalan. Rata – rata
produktivitas varietas unggul yang ada saat ini adalah 7 – 20 ton / ha untuk kunyit.
Pengembangan agribisnis hilir komoditas tanaman obat diarahkan untuk
pengembangan produk turunan berupa produk jadi.
Sekilas Tentang Reforma Agraria
Secara etimologis, kata agraria berasal dari kata bahasa Latinager yang
artinya sebidang tanah(bahasa Inggrisacre).Kata bahasa atinaggrariusmeliputi
arti yang adahubungannya dengan tanah, pembagian atas tanah terutama tanah
umum, bersifat perdesaan.Katareform merujuk pada perombakan, mengubah
dan menyusun/membentuk kembali sesuatu menuju perbaikan.Dengan demikian
reforma agraria dapat diartikan secara sederhana sebagai penataan kembali
struktur pemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah/wilayah, demi
kepentingan petani kecil, penyakap, buruh tani (Rolaswati, tanpa tahun).
Sementara pengertian reforma agrariayang lebih lengkap (Tuma, 1965)
adalahsuatu upayasistematik, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat,
dalam jangka aktutertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan
keadilan sosial sertamenjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat
‘baru’ yang demokratis danberkeadilan; yang dimulai dengan langkah menata
ulang penguasaan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam
lainnya, kemudian disusul dengansejumlah program pendukung lain untuk
meningkatkan produktivitas petanikhususnya dan perekonomian rakyat pada
umumnya (Bachriadi, 2007)
Siregar (2008) menjelaskan landreform sebagai usaha sistematis untuk
memperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah yang dirasakan belum
harmonis dan belum mencerminkan keadilan sosial. Usaha perbaikan yang
dilakukan melalui penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah menjadi tatanan keagrarian baru yang dapat
2
menjamin keadilan, harmoni sosial, produktivitas dan keberlanjutan,
berdasarkan prinsip bahwa “tanah pertanian harus dikerjakan dan diusahakan
secara aktif oleh pemiliknya sendiri” (Utami, 2013).
Pelaksanaan landreform dengan demikian bertujuan memperbaiki
keadaan sosial ekonomi rakyat melalui pembagian yang lebih adil atas
sumber penghidupan petani berupa tanah (Utami, 2013). Namun kemudian
disadari bahwa dalam banyak kejadian, petani yang telah memperoleh tanah
dari kegiatan landreform kemudian melepaskan kembali tanahnya karena
petani tidak memiliki akses kepada kegiatan ekonomi, sumber keuangan,
manajemen usaha, dan teknologi pertanian. Akibatnya keberadaan tanah tidak
membantu petani meningkatkan kesejahteraanna
Pengaturan pertanahan di Indonesia sudah dimulai dengan
terbentuknya panitia Agraria Yogyakarta melalui Penetapan Presiden Nomor 16
Tahun 1948 yang diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo. Panitia ini mengusulkan
tentang asas yang akan merupakan dasar hukum agraria, diantaranya adalah (i)
pengakuan adanya hak ulayat, (ii) pembatasan minimum (dua hektar) dan
maksimum (10 hektar) tanah pertanian per keluarga, dan (iii) perlunya
pendaftaran tanah. Selanjutnya terbentuk Panitia Agraria Jakarta menggantikan
Panitia Yogyakarta melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1951
dengan Ketua Sarimin Reksodihardjo (kemudian digantikan oleh Singgih
Praptodihardjo) yang menghasilkan keputusan penting yang relatif senada
diantaranya adalah (i) batas minimum pemilikan tanah pertanian (2 hektar) per
keluarga; (ii) mengadakan ketentuan maksimum pemilikan tanah, hak usaha,
hak sewa dan hak pakai; (iii) pengaturan hak ulayat dengan undang-undang.
Berikutnya dikenal pula Panitia Soewahjo yang ditetapkan melalui
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1956 yang diketuai oleh Soewahjo
Soemodilogo. Panitia ini berhasil menyusun naskah rancangan UUPA pada
tanggal 1 Januari 1957, diantaranya yang terpenting adalah (i) asas domein diganti
dengan hak kekuasaan Negara; (ii) diakuinya hak ulayat; (iii) dualisme
hukum agraria dihapuskan; (iv) penetapan batas masimum dan minimum luas
3
tanah yang boleh dimiliki; (v) tanah pertanian dikerjakan dan diusahakan sendiri;
(vi) diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.
Naskah rancangan Panitia Soewahjo kemudian disempurnakan
kemudian diberi nama Rancangan Soenarjo mengikuti nama Menteri Agraria
pada saat itu dan diajukan ke DPR pada tahun 1958. Namun kemudian dengan
berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD
1945, sementara Rancangan Soenarjo berdasarkan UUDS 1950, kemudian
disusun kembali naskah undang-undang tersebut. Rancangan yang baru
tersebut dinamai Rancangan Sadjarwo mengikuti nama Menteri Agraria pada
saat itu, yang kemudian diajukan kembali ke DPRGR. Naskah ini yang
akhirnya disetujui menjadi UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 (Harsono,
1999 dan Hakim, tanpa tahun)
Menteri Agraria Sadjarwo dalam pidato pengantar penyerahan
rancangan UUPA pada tanggal 12 September 1960 menyatakan bahwa
tujuan pelaksanaan landreform di Indonesia adalah (i) mengadakan pembagian
yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah; (ii) melaksanakan
prinsip tanah untuk petani, supaya tanah tidak menjadi alat pemerasan; (iii)
memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara
Indonesia. Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap hak milik; (iv)
mengakhiri sistim tuan tanah dan menghapus pemilikan dan penguasaan tanah
secara besar-besaran dengan cara menyelenggarakan batas maksimum dan batas
minimumuntuk tiap keluarga (Gautama, 1986)
Namun menurut Zulkarnain (2004), tujuan landreform dapat
dikategorikan dalam 3 (tiga) tujuan yaitu (i) ekonomis, untuk memperbaiki
keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik rakyat serta
memberi fungsi sosial pada hak milik, memperbaiki produksi nasional
khususnya di sektor pertanian guna mempertinggi taraf hidup rakyat; (ii)
politis, mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan tanah
yang luas, mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan
rakyat tani berupa tanah; (iii) psikologis, meningkatkan kegairahan kerja bagi
4
para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak, memperbaiki
hubungan kerja antara pemilik tanah dan penggarap.
Berjalannya waktu, kemudian melalui Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN) yang dicanangkan sebagai landreform plus, yakni
landreform untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (reforma aset), ditambah dengan reforma
akses. Dengan demikian, tujuan PPAN mencakup (i) menata kembali
ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah kearah yang lebih
adil; (ii) mengurangi kemiskinan; (iii) menciptakan lapangan kerja; (iv)
memperbaiki akses rakyat kepada sumber ekonomi, terutama tanah; (v)
mengurangi sengketa dan konflik pertanahan; (vi) memperbaiki dan menjaga
kualitas lingkungan hidup; (vii) meningkatkan ketahanan pangan
(Shohibuddin, 2009).
Tanah pertanian yang diredistribusi melalui landreform
Tanah Pertanian yang
diredistribusi
Total tanah pertanian
yang diusahakan
Presentase tanah yang
diredistribusi terhadap
total ttanah pertanian
yang diusahakan
Indonesia 850.128 ha 26.000.000 ha 3%
Jawa 339.227 ha 5.800.000 ha 6%
Sumber : Reforma agrarian 2006 – 2007, STPN PRESS dan SAjogyo
Institute 2012
5
Maksud dan Tujuan Reformasi Agraria
1. Menciptakan sumber – sumber kesejahteraan masyarakat berbasis
agrarian
2. Menata kehidupan masyarakat yang lebih berkeadilan
3. Menigkatkan harmoni kemasyarakatan
Dan untuk tujuan dari reforma agrarian adalah
1. Mengurangi kemiskinan
2. Menciptakan lapangan pekerjaan
3. Memperbaiki akses masyarakat kepada sumber – sumber ekonomi,
terutama tanah
4. Menata ulang ketimpangan penguasaan kepemiikan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah dan sumber – sumber agrarian
5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan agrarian
Objek Reforma Agraria
Tanah merupakan komponen dasar dalam reforma agraria, maka pada
dasarnya tanah yang ditetapkan sebagai objek reforma agraria adalah tanah-tanah
negara dari berbagai sumber yang menurut peraturan perundang-undangan dapat
dijadikan sebagai objek reforma agrarian. Karenanya kegiatan penyediaan tanah
merupakan langkah strategis bagi keberhasilan reforma agraria. Salah satu contoh
sumber tanah objek reforma agrarian adalah tanah terlantar. Menurut Pasal 9 PP
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar,
tanah terlantar yang sudah ditetapkan menjadi tanah negara akan menjadi salah
satu objek reforma agraria.
6
Subjek Reforma Agraria
Pada dasarnya subyek Reforma Agraria adalah penduduk miskin di
perdesaan baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin
dalam kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat
dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari
daerah lain (perdesaan dan perkotaan).
Prinsip-Prinsip Reforma Agraria
1. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
2. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
3. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi
keanekaragaman dalam unifikasi hukum;
4. mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia;
5. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan
optimalisasi partisipasi rakyat;
6. mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan,
penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria
dan sumberdaya alam;
7. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang
optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi
mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan
dukung lingkungan;
8. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis
sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;
9. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor
pembangunan dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan
pengelolaan sumberdaya alam;
7
Jadi, kesimpulannya adalah budidaya tanaman obat kunyit di Indonesia
berpeluang besar karena lahan yang potensial juga sumber daya manusia yang
berkompeten atau memadai dalam hal urusan budidaya tanaman obat. Namun
kendala yang dihadapi saat ini adalah harga jual tanaman kunyit belum olah
relative rendah yaitu hanya 1000/kg kunyit hal ini yang dirasa sangat
memprihatinkan bagi petani karena minimnya harga jual. Pada aspek ini reforma
agrarian diperlukan untuk mensejahterakan para petani yaitu dengan melakukan
pengembangan – pengembangan pada beberapa sektor antara lain yaitu untuk
teknologi budidaya dan pascapanen, arah pengembangan difokuskan pada
penggunaan varietas bibit unggul, sosialisasi mengenai SOP yang dianjurkan dan
pelatihan teknologi serta bantuan – investasi permodalan untuk para petani.
Pengembangan – pengembangan tersebut bertujuan untuk menaikkan nilai jual
dari kunyit karena petani diharuskan bisa untuk mengolah kunyit sampai pada
produk setengah jadi atau produk jadi.
8
DAFTAR PUSTAKA
Bachriadi. Bersaksi untuk Pembaharuan Agraria. Insist Press, Yogyakarta, 2007
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia.Sejarah, Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Djambatan, Jakarta, 1999.
Rolaswati, Devi Kantini.Pengaruh Reforma Agraria Dunia terhadap Reforma
Agraria di Indonesia. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UPN
“Veteran” Jakarta, tanpa tahun.
Siregar. Hukum Agraria. Sinar Grafika, Jakarta, 2008
Utami, Putri Ayu Rezki.Kajian Hukum Pelaksanaan Program Pebaharuan
Agraria Nasional di Kabupaten Serdang Bedagai. Tesis. Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan, 2013.
Zulkarnain. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Obyek Landreform Berdasarkan
Keputusan Menteri Agraria Nomor SK.24/HGU/65 di Kabupaten
Langkat. Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan,
2004
9