konsep dasar penyakit.doc

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA OLEH: NI LUH SERI ASTUTI, S.kep 14013110016 PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Upload: luhseriastuti12

Post on 02-Oct-2015

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

OLEH:NI LUH SERI ASTUTI, S.kep14013110016PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

STIKES ADVAITA MEDIKA

2015A. KONSEP DASAR PENYAKIT1. Definisi:

Cedera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price & Wilson, 1995).

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001)Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-14, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

2. Epidemiologi:

Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002)

3. Penyebab/ Etiologi:

Beberapa Faktor yang dapat menyebabkan cedera kepala adalah :

a. Cedera setempat (benda tajam)Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur tengkorak. Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan trauma yang dapat menyebabkan cedera setempat atau kerusakan terjadi terbatas dimana benda tersebut merobek otak.b. Cedera Difus (benda tumpul)

Misalnya terkena pukulan atau benturan. Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan benturan. Terjadi penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti: rambut, kulit, kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan keotak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan pada jaringan otak sehingga dipandang lebih berat.

Secara umum, penyebab cedera kepala diantaranya:

Kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olahraga, trauma tertembak (peluru) dan pecahan bom, trauma benda tumpul, kecelakaan kerja , kecelakaan rumah tangga.4. Patofisiologi:

Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.

Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran otot.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).

5. Klasifikasi:

Cedera kepala dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Berdasarkan Mekanisme

Trauma Tumpul

Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).

Trauma Tembus

Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.

b. Berdasarkan Beratnya Cidera

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scale Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :

Cedera kepala ringan

GCS 13 - 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma

Cedera kepala sedang

GCS 9 - 12

Saturasi oksigen > 90 %

Tekanan darah systole > 100 mmHg

Lama kejadian < 8 jam

Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam

Dapat mengalami fraktur tengkorak

Cedera kepala berat

GCS 3 8

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam

Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral

c. Berdasarkan Morfologi

Cedera kulit kepala

Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.

Fraktur Tengkorak

Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batles sign, lesi nervus cranialis (Kasan, 2000).

6. Gejala Klinis:

a. Cidera kepala ringan-sedang:

Disorientasi ringan , hilang memori sesaat, sakit kepala, mual dan muntah, vertigo dan perubahan posisi, gangguan pendengaran.

Tanda yang potensial berkembang :

Penurunan kesadaran, perubahan pupil, mual makin hebat, sakit kepala semakin berat, gangguan pada beberapa saraf, tanda-tanda meningitis, apasia , kelemahan motorik

b. Cidera kepala sedang-berat

Tidak sadar dalam waktu yang lama, fleksi dan ekstensi yang abnormal, edema otak, tanda herniasi, hemiparese, gangguan akibat saraf kranial, kejang.

Secara umum, tanda dan gejala dari cedera kepala diantaranya:

Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap, kehilangan tonus otot.

Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).

Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.

Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)

Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).

Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.

Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang ulang.

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.

Mual, muntah, mengalami perubahan selera.

Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan penciuman.

Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

7. Pemeriksaan Fisik:

a. Keadaan umum : lemah, gelisah, cenderung untuk tidur

b. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,rhonkhi,takhipnea)c. Sistem saraf : Saraf kranial adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata, vertigo.d. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kraniale. Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitive, gelisah, stupor, koma

f. Rangsangan meningeal :kaku kuduk, kernig, brudzinskhi

g. Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva, rihinorrea, otorhea, ekhimosisis periorbital, gangguan pendengaran

h. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh peningkatan TIK dan disritmia jantung

i. Kognitif : amnesia postrauma, disoroentasi, amnesia retrograt, gangguan bahasa dan kemampuan matematikaj. Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan pedengaran, gangguan sensasi rabak. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan ototl. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

8. Pemeriksaan Diagnostik:

a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

b. MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

d. EEG (Elektroencepalograf)

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

f. BAER

Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

g. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

h. CSF, Lumbal Pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.

i. ABGs

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

j. Kadar Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan TIK.9. Diagnosis:

Dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan mendetail, meliputi tingkat kesadaran, pergerakan, refleks, mata dan telinga, denyut nadi, tekanan darah dan laju pernafasan.Pemeriksaan mata dititikberatkan kepada penentuan ukuran pupil dan reaksinya terhadap cahaya; bagian dalam mata diperiksa dengan bantuan oftalmoskop untuk mengetahui adanya peningkatan tekanan di dalam otak. Pemeriksaan lainnya adalah CT scan dan rontgen kepala.

10. Terapi/tindakan penanganan:

a. Air dan Breathing

Perhatikan adanya apnea

Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.

Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmHg.

b. Circulation

Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.

c. Disability (pemeriksaan neurologis)

Pada penderita hipotensi, pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal.

Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupilPenanganan:

a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan (GCS 1315)

Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedangberat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.

Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap - 2 jam.

Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.

b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-12)

Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.

Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.

c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 2 detik, penurunan produksi urin.

d. Disability

Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.

e. Eksposure

Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

Pengkajian Sekunder

a. Kepala

Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital

b. Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

c. Neurologis

Penilaian fungsi otak dengan GCS

d. Dada

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG

e. Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen

f. Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

2. Diagnosa Keperawatan:a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan klien melaporkan nyeri secara verbal

c. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien mengungkapkan rasa cemasnya, klien tampak cemas dan gelisah, nadi meningkat (>100x/menit), RR>20x/menit.e. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan transportasi O2 ke jaringan otak ditandai dengan menurnnya tingkat kesadaran.

3. Rencana asuhan keperawatan:TerlampirDAFTAR PUSTAKA1. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

2. Brunner and suddart. 2000. Keperawatan medical bedah volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.

3. Manjoer, A, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus

4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

5. McCloskey,Joanne.2004.Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition St.Louis Missouri:Westline Industrial Line

6. Moorhead,Sue.2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition St.Louis Missouri:Westline Industrial Line

7. T. Heather Herdman. 2012. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC