konsep dasar penyakit dm

35
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “DIABETES MELITUS OLEH : NI WAYAN SRI WIDYA DEWI 10.321.0723 A4-A PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

Upload: srii-widya-darma

Post on 28-Nov-2015

246 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

“DIABETES MELITUS

OLEH :

NI WAYAN SRI WIDYA DEWI

10.321.0723

A4-A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

2012-2013

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo,

2002).

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.Pada

diabetes,kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau

pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. (Brunner & Suddart,

2001).

Diabetes melitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan

oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai

karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol

(WHO).

Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan

insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

2. EPIDEMIOLOGI

Diabetes militus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih

12 juta orang.Tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah

terdiagnosis, sisanya tidak terdiagnosis.Di Amerika Serikat kurang lebih 650.000

kasus diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya.

Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang

baru diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab

utama amputasi diluar trauma kecelakaan. Tiga puluh persen pasien yang mulai

mendapatkan terapi dianalisis setiap tahun menderita penyakit diabetes.Diabetes

berada dalam urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit

dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang

tinggi dan para penderita diabetes.

Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada

orang dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan

populasi umum. Separuh dari kaseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih

dari 65 tahun dirawat dirumah sakit setiap tahunnya.

3. ETIOLOGI

Diabetes tipe 1

a. Factor –faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi

suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes

tipe I.

b. Faktor-faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon otoimun. Respon ini

merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal

tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya

seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Factor –faktor lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan factor-faktor

genetic, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan

pokok perhatian riset yang terus berlanjut.

Diabetes tipe II :

faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin. Selain itu terdapat pula factor-faktor tertentu :

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Keompok etnik

Selain itu, terdapat beberapa faktor pencetus dari diabetes sebagai berikut :

a. Gangguan metabolisme, dimana tubuh tidak dapat memanfaatkan glukosa/

gula darah untuk diubah menjadi energy/tenaga.

b. Gangguan / tidak berfungsinya hormon insulin dalam tubuh sehingga terjadi

penumpukan kadar glukosa / gula dalam darah.

c. Melahirkan bayi >4 kg.

4. GEJALA KLINIS

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :

Pada tahap awal sering ditemukan:

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai

melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic

diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien

mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak

karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami

starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.

Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya

akan berada sampai pada pembuluh darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka

tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu

lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh

selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk

yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun

banyak makan akan tetap kurus

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)

yang disebabkan karena insufisiensi insulin.Akibat terdapat penimbunan

sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM

umumnya tidak ada.Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM

lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi

yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan

karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati

perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatanyang

lazim.

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal

yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau

bahkan inkontinensia urin.Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang

dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.Karena

itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat

pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami

infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi

absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan

dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.

Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan

berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak

bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

5. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga

efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :

a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat

peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200

mg/hari/100 ml.

b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak,

menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada

dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis.

c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes

mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes

mellitus.Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus

meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai

dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit

tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180

mg%.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi

sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal

normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul

glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.

Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang

keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein

negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang

lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah

dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein

tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan

membran basalis dan perubahan pada saraf perifer.

6. KLASIFIKASI

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :

a. Diabetes mellitus type I,

Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan

nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin

untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup.

Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena

keturunan.kerusakan sel beta pancreas atau penyakit-penyakit yang

mengganggu pruduksi insulin dapat menyebabkan timbulnyadiabetes tipe

I .infeksi virus dan autoimun dapat menyebabkan menyebabkan kerusakan

sel beta pancreas pada banyak pasien diabetes tipe I, meskipun factor

herediter juga berperan penting untuk menentukan kerentanan sel-sel beta

terhadap gannguan-gangguan tersebut. Pada beberapa kasus ,

kecenderungan herediter dapat menyebabkan degenerasi sel beta, bahkan

tanpa adanya infeksi virus atau kelainan autoimun.

Onset diabetes tipe I biasanya dimulai pada umur 14 tahun di Amerika

Serikat. Diabetes tipe I dapat timbul tiba-tiba dalam beberapa hari atau

minggu, dengan tiga gejala sisa yang utama :

1) Naiknya kadar glukosa darah

2) Peningkatan pengunaan lemak sebagai sumber energy dan untuk

pembentukan kolesterol oleh hati

3) Berkurangnya protein didalam jaringan tubuh.

b. Diabetes mellitus type II,

Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal

dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :

1) Non obesitas

2) Obesitas

Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas,

tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.Biasanya terjadi

pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.Diabetes

tipe II sering dijumpai dari tipe I, dan kira-kiraditemukan sebanyak 90% dari

kasus diabetes militus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes mellitus tipe II

terjadi diatas umur 30, sering kali diantara usia 50 dan 60 tahun, dan penyakit

ini timbulsecara perlahan-lahan. Oleh karena itu, sindrom ini sering disebut

sebagai onset-dewasa.Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus

yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian berusia kurang

dari 20 tahun dengan diabetes mellitus tipe II. Tren tersebut agaknya berkaitan

terutama dengan peningkatan prevalensi obesitas, yaitu factor resiko trpenting

untuk diabetes tipe II pada anak-anak dan dewasa.

c. Diabetes mellitus type lain

1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan

hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,

kelainan genetik dan lain-lain.

2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :

Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik

d. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama

kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan

kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik

somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam

amino dan glukosa ke fetus.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Adanya kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormalmerupakan

criteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes.

a) Kadar gula darah plasma pada waktu puasa ( gula darah nuchter) yang

besarnya diatas 140mg/dl (SI 7,8 mmol/L) atau

b) kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang diatas 200mg/dl (SI:

11,1 mmol/l) pada satu kali pemeriksaan atau lebih. Jika kadar puasanya

normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes

toleransi glukosa.

c) Tes Toleransi Glukosa

Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive

daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi

tertentu (misalnya untuk pasien yang pernah mengalami operasi lambung).

TTGO dilakukan dengan cara pemberian larutan karbohidrat

sederhana.beberapa factor mempengaruhi TTGO yang mencakup metode

analisis, sumberspesimen, (darah utuh, plasma atau serum, darah kapiler

atau vena).

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b. Glukosa plasma puasa >126 mg/dl (7,8 mmol/L)

c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.

8. PROGNOSIS

Diabetes yang tidak terkontrol merupakan penyebab utama kebutaan, stadium

akhir penyakit ginjal, dan amputasi anggota tubuh.

9. THERAPY / PENATALAKSANAAN

Konservatif

Secara teoritis, pengobatan diabetes mellitus tipe I adalah dengan

memberikan insulin secukupnya sehingga metabolism karbohidrat, lemak, dan

protein pada pasien dapat seormal mungkin.Insulin tersedia dalam berbagai

bentuk.Insulin “regular” mempunyai durasi kerja yang lamanya 3-8 jam,

sedangkan insulin dalam bentuk lainnya (yang dipresipitasikan dengan seng atau

dengan berbagai derivate protein) diabsorpsi secara lambat dari tempat

penyuntikannya dan oleh karena itu mempunyai efek yamg lamanya 10-48

jam.Biasanya, pasien diabetes tipe I yang berat seiap harinya diberi dosis

tunggal insulin yang mempunyai daya kerja untuk meningkatkan seluruh

metabolism karbohidrat setiap hari.

Pada orang dengan diabetes tipe II, diet dan olahraga biasanya

direkomendasikan untuk menurunkan berat dan mengurangi resistensi

insulin.Jika upaya tersebut berhasil, obat-obatan dapat diberikan untuk

meningkatkan sensivitas atau untuk merangsang produksi insulin didalam

pancreas.

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu :

a. Obat hipoglikemik oral

1) Sulfoniluera

Obat golongan ini biasanya diberikan pda pasien dengan berat badan

normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya lebih sedikit.

2) Biguanid

Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah

normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.Obat ini

dianjurkan untuk pasien gemuk (indek masa tubuh/IMT >30) sebagai obat

tunggal.Pada pasie dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi

dengan obat golongan sulfonylurea.

3) Inhibitor a glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim a glukosidase

didalam saluran cerna, sehingga menurunkan hiperglikemia pascprandial.

b. Insulin

Insulin diperlukan dalam keadaan :

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang desertai ketosis

Ketoasidosis diabetic

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali

Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat

Efek samping terapi insulin:

1) Terjadinya hipoglikemia

2) Reksi imun insulin yang dapat menyebabkan alergiinsulin atau resistensi

insulin

Cara penyuntikan insulin:

1) Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan),

dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit.

2) Pada keadaan khusus diberikan intramuscular atau intravena secara bolus

atau drip.

3) Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja

pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.

Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan

perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara

kedua jenis insulin tersebut.

4) Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan terjamin,

semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetes

yang sama.

Operatif

Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga

faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat

hyperglikemik oral dan insulin. Pada penderita dengan diabetes mellitus harus

rantang gula dan makanan yang manis .

Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus

adalah tiga J (jumlah,jadwal dan jenis makanan) yaitu :

J1 : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan

J2 : jadwal makanan harus diikuti dengan jam makan terdaftar.

J3 : jenis makan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan

manis)

Tujuan terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi

vaskuler serta neuropati. Tujuan terapiotik pada setiap tipe diabetes adalah

mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksaan diabetes :

1) Perencanaan diet

Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan

berikut :

a) Memberikan semua unsure makanan esensial (misalnya vtamin dan

mineral)

b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

c) Memenuhi kebutuhan energy

d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara

yang aman dan praktis

e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar meningkat.

2) Latihan

Manfaat dilakukannya latihan bagi penderita diabetes :

a) Mengendalikan kadar glukosa darah

b) Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)

c) Membantu mengurangi stess

d) Memperkuat otot dan jantung

e) Meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL)

f) Membantu menurunkan tekanan darah

3) Pemantauan

Pada penderita diabetes diperlukan pemantauan kadar glukosa darah secara

mandiri agar tidak terjadi komplikasi yang nantinya menimbulkan akibat yang

fatal, penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendaliakan

kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan

pencegahan hpoglikemia dan hiperglikemia, dan berperan dan menentukan

kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi akan

mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.

4) Terapi (jika diperlukan)

Dengan memberikan insulin secukupnya sehingga metabolism karbohidrat,

lemak, dan protein pada pasien dapat seormal mungkin.

5) Pendidikan

Edukasi diabetes adalah pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan

bagi penderita DM dengan tujuan merubah perilaku pasien untuk meningkat

pengetahuan pasien dalam mengatasi penyakitnya. Pendidikan awal akan

membahas pentingnya konsistensi atau kontinuitas pada kebiasaan makan,

hubungan antara makanan dengan insulin, dan adanya rencana makan yang

sesuai dengan kebutuhan masing.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara menyeluruh dengan

menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi meliputi keadaan

umum, TTV, keadaan fisik

a) Aktivitas dan istirahat :

Gejala : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan

istirahat dan tidur

Tanda : tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

b) Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan

pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh.

Tanda : kulit kering, merah, dan bola mata cekung, takikardia, nadi yang

menurun/tak ada.krekels:DVJ(GJK

c) Intregritas ego

Gejala : stress , tergantung pada orang lain, masalah financial yang

berhubungan dengan kondisi.

Tanda : ansietas, peka rangsang.

d) Eliminasi

Gejala : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare,nyeri tekan abdomen.

Tanda : urine encer, pucat, kuning: poiuri(dapat berkembang menjadi

ologuria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut, bau

busuk(infeksi), abdmen keras, bising usus lemah.

e) Nutrisi

Gejala : Nausea, vomitus, berat badan menurun, tidak mengikuti diet

(peningkatan masukan glukosa dan karbohidrat), haus.

Tanda : kulit kering, turgor jelek, kekekuan/distensi abdomen, pembesaran

tiroid(peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah) ,

bau halitosis/manis, bau buah(aseton).

f) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah

otot, gangguan penglihatan, parestesia.

Tanda : disorientasi ;mengantuk, letargi.

g) Nyeri

Gejala: abdomen yang tegang/nyeri

Tanda : wajah meringis dan palpitasi ;tampak sangat berhati-hati.

h) Respirasi

Gejala : sesak nafas, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung

adanya infeksi atau tidak)

Tanda : lapar udara, frekuansi pernapasan

i) Keamanan

Gejala : Kulit kering, lesi/ulkus.

Tanda : demam, diaphoresis, kulit rusak,lesi/ulserasi. Menurunnya

kekuatan umum/rentang gerak.

j) Seksualitas

Gejala : Adanya peradangan pada daerah vagina, masalah impoten pada

pria serta kesulitan orgasme pada wanita.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,

maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus

yaitu :

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ditandai dengan peningkatan

haluaran urine, kelemahan, haus, turgor kulit buruk.

b) Ketidak seimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan

masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic.

c) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa berhubungan dengan gula darah tidak

terkontrol.

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan suhu,

gangguan sirkulasi, parastesia.

e) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

f) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,

kesalahan interpretasi informasi

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastric

berlebihan:diare, muntah ditandai dengan peningkatan haluaran urine,

kelemahan, haus, turgor kulit buruk.

Tujuan : dapat mendemonstrasikan hidrasi adekuat

Kriteria hasil :

Tanda vital stabil

Nadi perifer dapat diraba

Turgor kulit dan pengisian kapiler baik

Haluaran urine tepat secara individu

Kadar elektrolit dalam batas normal

NO. Intervensi Rasional

1. Pantau tanda-tanda vital, catat

adanya perubahan TD ortostatik

Hypovolemia dapat dimanifestasikan

oleh hipotensi dan takikardia.

2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,

turgor kulit, dan membrane mukosa.

Merupakan indicator dari tingkat

dehidrasi, atau volume sirkulasi yang

adekuat

3. Pantau masukan dan pengeluaran,

catat berat jenis urine.

Memberikan perkiraan kebutuhan akan

cairan pengganti, fungsi ginjal, dan

keefektifan dari terapi yang diberikan

4. Pertahankan untuk memberikan

cairan paling sedikit 2500 ml/hari

dalam batas yang dapat ditoleransi

jantung jika pemasukan cairan melalui

Mempertahankan hidrasi/volume

sirkulasi.

oral sudah dapat diberikan.

5. Observasi adanya perasaan yang

meningkat, edema, peningkatan berat

badan, nadi tidak teratur, dan adanya

distensi pada vaskuler

Pemberian cairan untuk perbaikan

yang cepat mungkin sangat berpotensi

menimbulkan kelebihan beban cairan

6. Kolaborasi dalam pemberian terapi

cairan sesuai dengan indikasi

Tipe dan jumlah cairan tergantung

pada derajat kekurangan cairan dan

respon pasien secara individual

b) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic ditandai

dengan berat badan optimum :kelebihan lemak tubuh dengan

lipatan/pengukuran lain.

Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil :

Mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat

Menunjukkan tingkat energy biasanya

Berat badan stabil

NO. Intervensi Rasional

1. Kaji pemahaman pasien tentang

hubungan langsung antara

hipertensi dan kegemukan

Kegemukan adalah resiko tambahan pada

tekanaan darah tinggi.

2. Bicarakan pentingnya menurunkan

masukan kalori dan batasi lemak,

garam, dan gula sesuai indikasi

Kesalahan kebiasaan makan menunjang

terjadinya aterosklerosis dan kegemukan,

yang merupakan predisposisi untuk

hipertensi dan komplikasinya misalnya :

stroke, penyakit ginjal, gagal jantung.

3. Kaji ulang masukan kalori harian

dalam pilihan diet

Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan

dalam program diet terakhir. Membantu

dalam menentukan kebutuhna individu

untuk penyesuaian / penyuluhan

4. Dorong pasien untuk

mempertahankan masukan

makanan harian termasuk kapan

dan dimana makan dilakukan dan

lingkungan dan perasaan sekitar

saat makanan dimakan

Memberikan data dasar tentang

keadekuatan nutrisi yang dimakan, dan

kondisi emosi saat makan.membantu untuk

memfokuskan perhatian pada faktor mana

pasien telah/dapat mengontrol perubahan

5. Intruksikan dan membantu memilih

makanan yang tepat, hindari

makanan dengan kejenuhan

lemak tinggi dan kolesterol

Menghindari makanan tinggi lemak jenuh

dan kolesterol penting dalam mencegah

perkembangan arterogenesis

6. Kolaborasi

Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi

Memberikan konseling dan bantuan dengan

memenuhi kebutuhan diet individual

c) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa berhubungan dengan gula darah tidak

terkontrol.

Tujuan :diharapkan tidak terjadi ketidakstabilan gula darah

kriteria hasil:Gula darah dalam batas normal (GD puasa < 120 mg/dl)

No Intervensi Rasional

1 Kaji factor risiko riwayat penyakit

keluarga, kurang pengetahuan

tentang glukosa darah, gangguan

pola makan, dan olahraga.

Mengetahui factor pemberat agar tidak

terjadi ketidakstabilan gula darah secara

berulang.

2 Anjurkan pasien untuk

memeriksakan kadarglukosa

darah secara rutin, waktu dan

dosis obat, diet, aktivitas

Untuk memantau kadar gula darah

3 Libatkan keluarga pasien untuk

perencanaan makan

Memberikan informasi pada keluarga

untukmemahami kebutuhan nutrisi

pasien

4 Identifikasi persepsi dan harapan

kliententang pengobatan yang

sedang dilakukan

Meberikan motivasi kepada kliententang

harapan kesembuhan klien.

5 Ajari klien untuk

mengembangkanstrategi

pencegahan untuk

menjagaketidakstabilan gula

darah

Kestabilan guladarah tidak

hanyadiperoleh dari pengobatan tetapi

daripencegahan yang dilakukan klien.

6 Berikan pengetahuan pada

kliententang kondisi dan

pengobatan yangsedang

dilakukan

Mengurangi ansietas terhadap

kondisidan pengobatan yang dilakukan

7 KolaborasiKonsultasikan dengan

ahli gizi tentangdiet yang tepat

untukdiabetes tipe I

Membantu

menyeimbangkan/mengontrol kadar

gula darah

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan suhu,

gangguan sirkulasi, parastesia.

Tujuan : mencegah/menurunkan resiko infeksi

Kriteria hasil : mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk

mencegah terjadinyanya

NO. Intervensi Rasional

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan

peradangan, seperti demam,

kemerahan, adanya pus pada luka,

sputum purulen, urine warna keruh

atau berkabut

Pasien mungkin masuk dengan infeksi

yang biasanya telah mencetuskan

keadaan ketoasidosis atau dapat

mengalami infeksi nasokomial

2. Tingkatkan upaya pencegahan

dengan melakukan cuci tangan

yang baik pada semua orang yang

Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi

nasokomial).

berhobungan dengan pasien

termasuk pasiennya sendiri

3. Perhatikan teknik aseptic pada

prosedur invasive (seperti

pemasangan infuse, kateter folley

dan sebagainya), pemberian obat

intravena dan memberikan

perawatan pemeliharaan.

Kadar glukosa yang tinggi dalam darah

akan menjadi medi terbaik bagi

pertumbuhan kuman

4. Anjurkan untuk makan dan minum

adekuat(pemasukan makanan dan

cairan yang adekuat) kira-kira 3000

ml/hari jika tidak ada kontraindikasi.

Menurunkan kemungkinan terjadinya

infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk

mencegah urine yang statis dan

membantu dalam mempertahankan

Ph/keasaman urine, yang menurunkan

pertumbuhan bakteri dan mengeluarkan

organism dari system organ tersebut.

5. Kolaborasi

Berikan obat antibiotic yang sesuai

Penanganan awal dapat membantu

mencegah timbulnya sepsis.

e) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

Tujuan : pasien tidak mengalami injury

Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami

injury

NO. Intervensi Rasionalisasi

1. Hindarkan lantai yang licin. Mencegah pasien jatuh dan cidera

2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah melakukan aktivitas fisik

3. Orientasikan klien dengan ruangan. Untuk mempermudah pasien mengenal

ruangannya yan nantinya dapat

mempermudah aktivitasnya

4. Bantu klien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari

Untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien

setiap harinya

5. Bantu pasien dalam ambulasi atau Mencegah terjadiny kontraktur otot dan

perubahan posisi melancarkan peredaran darah

f) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,

kesalahan interpretasi informasi.

Tujuan : pasien mengetahui tentang penyakitnya

Kriteria hasil :

Pasien dapat mengungkapkan masalahnya

Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan rasional

tindakannya

NO. Intervensi Rasionalisasi

1. Ciptakan lingkungan yang

saling percaya dengan

mendengarkan penuh

perhatian, dan selalu ada

untuk pasien

Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan

sebelum pasien bersedia mengambil bagian

dalam proses belajar

2. Pilih berbagai strategi belajar,

seperti teknik demonstrasi

yang memerlukan

keterampilan dan biarkan

pasien mendemonstrasikan

ulang, gabungkan

keterampilan baru ini

kedalam rutinitas rumah sakit

sehari-hari

Penggunaan cara yang berbeda tentang

mengakses informasi meningkatkan pencerapan

pada individu yang belajar.

3. Diskusikan tentang rencana

diet, penggunaan makanan

tinggi serat dan cara untuk

melakukan makan diluar

rumah

Kesadaran tentang pentingnya control diet akan

membantu pasien dalam merencanakan

makan/mentaati program.

4. Buat jadwal latihan/aktivitas

yang teratur dan identifikasi

hubungan dengan

penggunaan insulin yang

perlu menjadi perhatian

Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya

dengan kerja puncak insulin. Makanan kudapan

harus diberikan sebelum atau selama latihan

sesuai kebutuhan dan rotasi injeksi harus

menghindari kelompok otot yang akan digunakan

4. IMPLEMENTASI

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. EVALUASI

a) Cairan terpenuhi, tidak terjadi dehidrasi

b) Kekurangan nutisi dapatd iatasi, control berat badan teridentifikasi

c) Tidak terjadi ketidakstabilan gula darah

d) Resiko terjadinya infeksi dapat dicegah.

e) Pasien tidak mengalami resiko injuri

f) Pasien memahami tentang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta :EGC

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Nanda Internasional . 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.

Jakarta

: EGC

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Edisi 8,Volume 2.

Jakarta: EGC

Price & Wilson.2005. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Jakarta :EGC