kerajaan buleleng

20
Kerajaan Buleleng Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Kerajaan Buleleng Buleleng, Den Bukit 1660–1950 Lambang Ibu kota Singaraja , Suka sada Bahasa Bali Agama Hindu Pemerintahan Monarki Sejarah - Didirikan 1660 - Dibubarkan 1950 Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tanganBelanda pada tahun 1849 . Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. Daftar isi [sembunyikan ] 1 Sejarah o 1.1 I Gusti Anglurah Panji Sakti o 1.2 Dikuasai Mengwi dan Karangasem o 1.3 Perlawanan terhadap Belanda 2 Daftar raja Buleleng 3 Wangsa Panji Sakti (1660-?)

Upload: putra-tasik

Post on 02-Oct-2015

82 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kerajaan Buleleng

TRANSCRIPT

Kerajaan BulelengDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum DiperiksaKerajaan BulelengBuleleng,Den Bukit

16601950

Lambang

Ibu kotaSingaraja,Sukasada

BahasaBali

AgamaHindu

PemerintahanMonarki

Sejarah

-Didirikan1660

-Dibubarkan1950

Kerajaan Bulelengadalah suatu kerajaan diBaliutara yang didirikan sekitar pertengahanabad ke-17dan jatuh ke tanganBelandapada tahun1849. Kerajaan ini dibangun olehI Gusti Anglurah Panji SaktidariWangsa Kepakisandengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan namaDen Bukit.Daftar isi[sembunyikan] 1Sejarah 1.1I Gusti Anglurah Panji Sakti 1.2Dikuasai Mengwi dan Karangasem 1.3Perlawanan terhadap Belanda 2Daftar raja Buleleng 3Wangsa Panji Sakti (1660-?) 4Wangsa Karangasem (?-1849) 5Wangsa Panji Sakti (1849-1950) 6Lihat pula 7Pranala luarSejarah[sunting|sunting sumber]I Gusti Anglurah Panji Sakti[sunting|sunting sumber]

Gusti Ngurah Karangasem, raja Buleleng ke-12, dan 400 pengikutnya memilihtewasdaripada menyerah saat perang di Benteng Jagaraga (1849).I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putraI Gusti Ngurah Jelantikdari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.Dikuasai Mengwi dan Karangasem[sunting|sunting sumber]Kerajaan Buleleng tahun1732dikuasaiKerajaan Mengwinamun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan rajaKarangasem1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.Perlawanan terhadap Belanda[sunting|sunting sumber]Pada tahun1846Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima PerangI Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun1848Buleleng kembali mendapat serangan pasukanangkatan lautBelanda diBenteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.Daftar raja Buleleng[sunting|sunting sumber]Gusti Ngurah Ketut Jelantik, raja Buleleng ke-14, dalam pakaian berburunya.

LukisanAA Panji Tisna, raja Buleleng ke-16.Berikut daftar raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Buleleng:Wangsa Panji Sakti (1660-?)[sunting|sunting sumber]NamaJangka hidupAwal memerintahAkhir memerintahKeteranganKeluargaGambar

Gusti Anglurah Panji Sakti16601697/99

Gusti Panji Gede Danudarastra1697/991732Anak dari Gusti Anglurah Panji Sakti

Gusti Alit Panji17321757/65Anak dari Gusti Panji Gede Danudarastra

Gusti Ngurah Panji1757/651757/65Anak dari Gusti Alit Panji

Gusti Ngurah Jelantik1757/651780Anak dari Gusti Ngurah Panji

Gusti Made Singaraja1793?Keponakan dari Gusti Made Jelantik

Wangsa Karangasem (?-1849)[sunting|sunting sumber]NamaJangka hidupAwal memerintahAkhir memerintahKeteranganKeluargaGambar

Anak Agung Rai?1806Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem

Gusti Gede Karang18061818Saudara dari Anak Agung Rai

Gusti Gede Ngurah Pahang18181822Anak dari Gusti Gede Karang

Gusti Made Oka Sori18221825Anak dari Gusti Gede Karang

Gusti Ngurah Made Karangasem18251849Keponakan dari Gusti Gede Karang

Wangsa Panji Sakti (1849-1950)[sunting|sunting sumber]NamaJangka hidupAwal memerintahAkhir memerintahKeteranganKeluargaGambar

Gusti Made Rahi18491853Keturunan dari Gusti Ngurah Panji

Gusti Ketut Jelantik18541872Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik

Anak Agung Putu Jelantik19291944Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik

Anak Agung Nyoman Panji Tisna19441947Anak dari Anak Agung Putu Jelantik

Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik19471950Saudara dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna

Lihat pula[sunting|sunting sumber]

Kehidupan Kerajaan Buleleng

Kerajaan BulelengKerajaan Buleleng merupakan Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong, Penempahan, dan Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng tereletak dipesisir pantai, yang menyebabkan Buleleng sering disinggahi kapal-kapal.Adapun kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Buleleng adalah sebagai berikut :a.Kehidupan PolitikDinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menklukan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Yang nantinya Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura Batu Madeg, Raja Udayan menjlain hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh putranya Marakatapangkaja.Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum karena selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya yaitu Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Ia berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan dari dalam maupun luar kerajaan.Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasehat pusat yang disebut pakirankiran I jro makabehan. Badan ini berkewajiban memberikan tafsirandan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul.b.Kehidupan EkonomiKegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adlah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk mengangkutnya.c.Kehidupan AgamaAgama Hindu Syiwa mendominasu kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.d.Kehidupan Sosial BudayaDalam kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya2. Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding keagamaan3. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.Dari ketiga hal diatas dapa kiata ambil kesimpulan sebagi berikut1. Kehidupan sosial masyarakat Bali sudah teratur dan rapi2. Sudah ada system pembagian kerjaHasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa1. Prasasti2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil3. Arca misalnya arca durga4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.

BULELENG DAN SEJARAHNYAJAMAN MAJAPAHIT:Ki Gusti Panji Sakti, seorang yang dijuluki banyak nama:Ki Barak,Gde Pasekan,Gusti Panji, Ki Panji Sakti, Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, yang berkonotasi tangguh - teguh, berjiwa pemimpin, merakyat, memiliki daya super natural - sakti, adalah pendiri kerajaan Buleleng di tahun 1660an. Sebelumnya wilayah Buleleng dikenal dengan nama Den Bukit. Masyarakat Bali Selatan jaman berkembangnya pengaruh Majapahit, Den Bukit dilihat sebagai "daerah nun disana dibalik bukit". Daerah misterius, terra incognito, banyak pendatang silih berganti, bajak laut. Orang yang ingin tinggal menetap mereka menjauhi daerah pesisir, memilih tempat lebih ke tengah, ke wilayah sebelah Selatan. Maka itu wilayah di selatan bukit disebut Bali Tengah atau Bali Selatan.Selama berkuasa di Den Bukit Panji Sakti sejak 1660an sampai 1697 sangat disegani kawan maupun lawan. Dengan pasukan Gowak yang diorganisir bersama rakyat, beliau menguasai kerajaan Blambangan, Pasuruan, Jembrana. Hingga tahun 1690an Panji Sakti menikmati kejayaannya.Bulelengadalah nama puri yang dibangun Panji Sakti di tengah tegalan jagung gembal yang juga disebut jugabuleleng.Letaknya tidak jauh dari sungai yang disebut juga tukad Buleleng. Purinya disebutPuri Buleleng.Puri yang yang lebih tua, terletak di desa Sangket yang dinamai puri Sukasada. Ki Gusti Panji sakti diperkirakan wafat tahun 1699 dengan meninggalkan banyak keturunan.Namun sayang putra-putra Ki Gusti Panji Sakti mempunyai pikiran yang berbeda satu sama lain sehinggakerajaan Buleleng menjadi lemah. Kerajaan Buleleng terpecah belah. Akhirnya dikuasai kerajaan Mengwi, termasuk Blambangan. Lepas dari genggaman Mengwi kemudian tahun 1783 jatuh ke tangan kerajaan Karangasem. Sejak itu terjadi beberapa kali pergantian raja asal Karangasem. Salah seorang raja asal Karangasem yaitu I Gusti Gde Karang bertakhta sebagai raja Buleleng tahun 1806-1818. Sebagai raja Buleleng beliau juga menguasai kerajaan Karangasem dan Jembrana. Beliau dikenal berwatak keras dan curiga kepada bangsa asing. Memang pada jaman itu bangsa asing seperti Belanda dan Inggris ingin menguasai Bali melalui Buleleng dan Jembrana.Sir Stamford Rafflesseorang Inggris jatuh cinta terhadap Bali, baik alam dan budayanya setelah sempat mengunjungi pulau mungil ini di tahun 1811. Setelah itu beliau datang lagi ke Buleleng ingin bekerjasama dengan I Gusti Gde Karang untuk membangun kota pelabuhan dengan nama Singapura. Raffles tergiur melihat ramainya pelabuhan Buleleng dengan lokasi yang dilihatnya sangat strategis di antara kepulauan Nusantara. Memang Buleleng jaman itu sedang jayanya dari hasil monopoli candu dan penjualan budak. Raja Buleleng I Gusti Gde Karang rupanya tertarik dengan rencana Raffles. Namun tidak bisa dilaksanakan, karena Raffles sendiri sangat menentang penjualan budak yang selama ini terus dilaksanakan oleh raja I Gusti Gde Karang. Diantara cinta dan dendam, tahun 1814 pihaknya membawa kapal perang Inggris ke Buleleng, namun tidak terjadi pertempuran.Pada malam hari, Rebo tanggal 24 Nopember 1815 terjadi musibah bencana alam di Buleleng. Beberapa desa tertimbun lumpur dengan penghuninya, ada yang hanyut kearah laut bersama penduduknya.Setelah itu I Gusti Gde Karang membuka lahan dan membangun istana baru, terletak di sebelah Barat jalan yang dinamai puriSingaraja.Puri baru itu berseberangan jalan dengan Puri Buleleng yang dibangun Ki Gusti Pandji Sakti.Baca asal usul nama Singaraja >>Baca asal usul nama Indonesia >>Pembangunan Puri Singaraja dilanjutkan oleh I Gusti Agung Paang, asal Karangasem. yang memerintah sejak 1818 sampai 1829.(Babad Buleleng, Prof. Worsley).Kekuasaan Karangasem berakhir setelah pasukan perang kolonial Belanda menghancurkan benteng pertahanan Buleleng di Jagaraga pada tahun 1849. Dengan berkuasanya pemerintah kolonial / asing di Buleleng, sebagai pemerintahan yang masih dalam proses konsolidasi, maka dapat dibayangkan, suatu proses yang rumit berlangsung......

Bagaimana lahirnya sebuah babad, silahkan baca;Babad Buleleng dibedah

Babad Andul, Hans Hagerdal:.... According to the Babad Andul this was done by inviting the manca agung to the royal centre at Singapura......(...Menurut Babad Andul itu terjadi dengan mengundang manca agung ke pusat pemerintahan di Singapura....:)Komentar penulis: Waktu Jembrana masih dibawah kerajaan Buleleng tentang Manca Agung Jembrana bernama Brambangmurti mendapat undangan keSingapuradi Buleleng. Tidak mendapat penjelasan tahun berapa Babad Andul dibuat, dengan masih menyebut Singapura untuk Singaraja, namun bisa diperkirakan sekitar 1850an. Mungkinkah benar dulunya bernama Singpapura sebelum berganti menjadi Singaraja??Kalau demikian Raffles memang benar berperan dan perkiraan Bill Dalton dalam bukunya Bali Handbook makin mendekati kenyataan (baca di ruang hijau sebelah kiri). Namun perlu penelitian seksama oleh para akhli sejarah..

Lebih jauh, bilamana anda ingin mengetahui asal usul nama Indonesia riwayatnya begini:Asal Usul Nama IndonesiaPADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsaTionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka"dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.Nama IndonesiaPada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.Makna politisPada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

Tawan KarangDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum DiperiksaTawan karang(taban karang) adalah hak istimewa yang dimiliki raja-rajaBalipada masa lalu, dimana raja akan menyita kapal-kapal yang terdampar di wilayah mereka lengkap beserta seluruh muatannya.

Daftar isi[sembunyikan] 1Masa Bali Kuno 2Penghapusan Tawan Karang (I) 3Insiden dan Serbuan Belanda 4Penghapusan Tawan Karang (II) 5Insiden dan Serbuan Lanjutan 6RujukanMasa Bali Kuno[sunting|sunting sumber]Istilah Tawan Karang sudah dikenal sejak masa Bali Kuno dengan ditemukannya duaprasastiberikut: Prasasti Bebetin AI(818Sakaatau896M):[1]"anada tua banyaga turun ditu, paniken di hyangapi, parunggahna ana mati ya tua banyaga, parduan drbyana, ana cakcak lancangna kajadyan papagerangen kuta"Terjemahan:"jika ada pedagang berlabuh di sana, dihaturkan di Hyang Api persembahannya. Jika pedagang itu meninggal, miliknya dan lain-lain harus dibagi dua. Jika perahunya rusak/pecah agar dijadikan pagar benteng"

Prasasti Sembiran(923M) terbuat dari tembaga:[1]"me yanad taban karang ditu, perahu, lancing, jukung, talaka, anak banwa katatahwan di ya, kajadyan wrddhi kinwa[na] ma katahu aku, pynnekangna baktina, di bhatara punta hyang?"Terjemahan:"dan bila ada peristiwa peristiwa tawan karang (taban karang) di perahu, lancang, jukung, talaka, serta diketahui oleh penduduk desa, supaya dijadikan wrddhi (semacam persembahan), setelah diberitahukan kepadaku, supaya dihaturkan kepada Bhatara Punta Hyang"

Penghapusan Tawan Karang (I)[sunting|sunting sumber]Walaupun Tawan Karang dianggap sebagai hal yang yang wajar oleh raja-raja Bali, Belanda menganggap hal ini mengancam kepentingannya. Oleh karena itu dibuatlah penjanjian penghapusan Tawan Karang dengan beberapa kerajaan di Bali pada waktu itu:[2] KerajaanBadung,28 November1842 KerajaanKarangasem,1 Mei1843 Kerajaan Klungkung,24 Mei1843 KerajaanTabanan,22 Juni1843 Ada sumber yang menyebutkan bahwa pada tahun1843Kerajaan Bulelengjuga ikut menandatangani perjanjian penghapusan Tawan Karang.[3]

Insiden dan Serbuan Belanda[sunting|sunting sumber]Walaupun sudah penjanjian sudah dibuat dan ditandatangani, pada kenyataannya perjanjian ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Pada tahun1844terjadi lagi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda yang karam di Pantai Prancak dan Sangsit.[3]Pada tahun1845RajaBulelengmenolak pengesahan perjanjian penghapusan Tawan Karang.[3]Hal ini membuat Belanda menggunakan isu Tawan Karang untuk menyerang Bali padaPerang Bali I(1846),Perang Bali II(1848) danPerang Bali III(1849).

Penghapusan Tawan Karang (II)[sunting|sunting sumber]Setelah penyerbuan Belanda, penandatanganan perjanjian penghapusan Tawan Karang dilanjutkan dengan kerajaan-kerajaan sebagai berikut:[2] KerajaanBangli,25 Juni1849 KerajaanJembrana,30 Juni1849 KerajaanGianyar,13 Juli1849Dalam bulan yang sama (13-15 Juli 1849) ditandatanganilah perjanjian perdamaian di Kuta untuk menghentikan pertempuran antara raja-raja Bali dengan Belanda. Pada perdamaian ini, raja-raja Bali menegaskan lagi untuk menghentikan dan menghapuskan adat Tawan Karang.

Insiden dan Serbuan Lanjutan[sunting|sunting sumber]Pada tanggal 27 Mei 1904 sebuah kapal bernama Sri Kumala kandas diPantai Sanur- bagian Selatan Kerajaan Badung. Beberapa minggu setelah itu, pemilik kapal menuduh bahwa barang berharga yang ada di dalam kapar tersebut dirampas oleh penduduk sekitar Sanur. Insiden ini dipakai sebagai alasan Belanda untuk menyerbu Kerajaan Badung. Terjadilah peristiwa Puputan Badung pada tanggal 20 September 1906.

HUKUM TAWAN KARANGIndonesia sebagai negera maritim terbesar di dunia nampaknya perlu banyak belajar dari sejarah para pendahulunya. Kerugian sekitar Rp. 4 miliar setiap kali terjadi pencurian ikan oleh kapal asing harus segera dihentikan. Terlalu dermawan negeri kita jika kasus ini terus dibiarkan berlangsung terus menerus tanpa ada usaha penyelesaian. Ibarat perusahaan, negeri ini bahkan bisa saja gulung tikar jika masalah hanya dianggap angin lalu.Belajar dari sejarah Kerajaan di Bali ketika mendapati kapal asing mendarat tanpa persetujuan kerajaan, maka perlu kiranya negeri ini menerapkanhukum tawan karangseperti dahulu pernah diterapkan. Tentunya dengan menyesuaikan pada konteks kekinian. Tidak sekedar menahan seluruh kapal asing yang secara ilegal beroperasi di wilayah laut Indonesia tentunya. Tidak pula dengan menyita seluruh ikan hasil tangkapan beserta muatan lainnya yang dimiliki oleh kapal asing tersebut. Bahkan tidak pula dengan menjadikan awak kapal asing sebagai budak atau bahkan dieksekusi di tempat.Hukum tawan karangdetik ini berbeda kawan. Setidaknya ada 4 butir penting yang harus dipenuhi dalamhukum tawan karangdi Indonesia saat ini.Pertama, membuat regulasi yang mengatur perihalillegal fishing, baik yang dilakukan oleh kapal asing maupun lokal. Departemen Kelautan dan Perikanan yang saat ini dipimpin oleh Menteri Freddy Numberi bahkan harus segera menyelesaikan aturan perundangan terkait masalah ini. Seperti dahulu, raja-raja Bali pernah bertitah tentanghukum tawan karangdan menerapkannya, makahukum tawan karangdetik ini pun harus segera diterapkan kembali.Kedua, meningkatkan infrastruktur yang dapat mendukung usaha pencegahan pencurian oleh kapal asing. Kebutuhan teknologi canggih dalam bidang pertahanan dan keamanan bahari jelas mutlak diperlukan untuk melindungi wilayah perairan negari ini. Kekuatan armada laut yang tangguh seperti dulu pernah dimiliki kerajaan-kerajandi Balipada akhirnya juga harus dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini.Ketiga, meningkatkan kerjasama dengan seluruh stakehoders perikanan dan kelautan baik skala nasional maupun internasional. Ibarat kerajaan, maka perlu kerjasama dari seluruh elemen terkait, baik raja, angkatan laut, rakyat jelata hingga perjanjian dan kesepakatan dengan kerajaan-kerajaan dari negeri seberang agarhukum tawan karangini dapat diterapkan dengan baik.Keempat, ketikahukum tawan karangini berlaku di Indonesia detik ini, perlu sebuah kesadaran moral dari seluruh pemangku kepentingan. Tidak ada penyelewengan darihukumtawan karangyang telah disepakati bersama, karena memang peraturan perundangan yang berlaku ini menguntungkan semua pihak, tidak hanya menguntungkan satu pihak kemudian merugikan pihak lain. Tidak ada juga korupsi, kolusi dan nepotisme dalam menegakkanhukumtawan karangini. Bahkan kekuatan asing sudah tidak mampu lagi mempengaruhi aparatur negara untuk mengkhianati bangsanya.Akhirnya, tujuanhukum tawan karanguntuk menjaga dan melindungi teritorial atau wilayah kekuasaan dari musuh-musuh asing sehingga diaanggap sebagailocal geniusdan menjadi embrio hukum adat antar bangsa akan mampu melahirkan paham wawasan yaitu wawasan nusantara. Bahkan, semangatPerang Buputan badungyang dilakoni oleh rakyat Sanur sebagai pelaksanaanhukum tawan karangharus menjadi inspirasi dan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara yang merdeka dan berdaulat penuh atas semua kekuatan asing yang ingin menggerogoti kekayaan bahari negeri Indonesia.

Puputan margaranaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum DiperiksaPertempuran Puputan Margarana

Bagian dariPerang Kemerdekaan Indonesia

Tanggal20 November1946

LokasiDesa Adeng,Kecamatan Marga,Tabanan,Bali,Indonesia

HasilKekalahan Indonesia, dikuasainya Bali oleh BelandaPendirianNegara Indonesia Timur

Pihak yang terlibat

IndonesiaBelanda

Komandan

I Gusti Ngurah Rai

Kekuatan

96

Perang Puputan Margaranamerupakan salah satu pertempuran antaraIndonesiadanBelandadalam masaPerang kemerdekaan Indonesiayang terjadi pada20 November1946. Pertempuran ini dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda KecilKolonelI Gusti Ngurah Rai. Dimana PasukanTKRdi wilayah ini bertempur dengan habis habisan untuk mengusir Pasukan Belanda yang kembali datang setelah kekalahan Jepang, untuk menguasai kembali wilayahnya yang direbut Jepang padaPerang Dunia II, mengakibatkan kematian seluruh pasukanI Gusti Ngurah Raiyang kemudian dikenang sebagaiPerang Puputanserta mengakibatkanBelandasukses mendirikanNegara Indonesia Timur.Peristiwa[sunting|sunting sumber]Pada waktu staf MBO berada di desa Marga,I Gusti Ngurah Raimemerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisiNICAyang ada diKota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada20 November1946(malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan NICA dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dariMakassar. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di Desa Margarana sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihakBelandaada lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 November 1946 dikenal dengan perang puputan margarana, dan kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.