hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di desa bengkel, kecamatan busung biu, buleleng

55
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan dunia ke arah globalisasi di segala bidang kehidupan, yang meliputi bidang politik, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya telah membawa banyak dampak, baik positif maupun negatif. Globalisasi dapat memacu kemajuan yang sangat pesat terhadap perkembangan suatu negara. Sebaliknya, globalisasi akan dirasa memberikan dampak buruk bagi negara yang tidak memiliki kesiapan dalam proses globalisasi. Globalisasi membawa konsekuensi yang cukup rumit bagi setiap negara, terutama negara-negara berkembang, globalisasi menyebabkan dunia menjadi tanpa batas, dan penyebab utama globalisasi saat ini adalah kemajuan teknologi informasi, dan komunikasi (Latief, 2000;32). Globalisasi ekonomi adalah salah satu proses yang dapat dilihat secara nyata dan membawa dampak terhadap bidang kehidupan yang lain. Di bidang ekonomi globalisasi sangat membutuhkan kesiapan suatu negara untuk menerimanya, terlebih dukungan sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi, terutama kemampuan untuk menerapkan teknologi. Globalisasi ekonomi dimaksudkan sebagai proses terintegrasinya perekonomian negara-negara ke arah masyarakat ekonomi dunia yang saling terkait, saling tergantung, dan saling pengaruh mempengaruhi (Latief, 2000;48). Bertitik tolak dari fenomena diatas, globalisasi ekonomi dapat melahirkan pasar global. Di samping melahirkan pasar

Upload: tenanki

Post on 17-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional karena pertumbuhannya meningkat.Potensi pertanian yang besar ini tidak diikuti oleh kehidupan sebagian petani yang ada di Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Masyarakat Desa Bengkel adalah mayoritas petani, yang hidupnya masih miskin. Sebagai petani cengkeh sudah selayaknya mereka memperoleh kehidupan yang layak, karena cengkeh adalah tanaman yang sangat menjanjikan dan menggiurkan. Akan tetapi, adanya permainan harga oleh tengkulak telah membawa implikasi terhadap anjloknya harga cengkeh ditingkat petani, sebaliknya keuntungan lebih banyak dinikmati oleh tengkulak. Masalah yang diteliti adalah (1)bagaimana bentuk hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, (2)faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel,(3)serta bagaimana dampak dan makna hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel?. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa permasalahan tentang hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel. Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teori utama yang dipergunakan sebagai landasan analisis adalah teori hegemoni, teori tindakan komunikatif dan teori praktik. Berdasarkan analisis tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel menyangkut tentang pengendalian saluran distribusi cengkehnya menyebabkan petani tidak bisa menentukan harga jual, (2) hegemoni tersebut disebabkan oleh ketergantungan petani terhadap modal dari tengkulak, (3) dampak yang ditimbulkan dari adanyan hegemoni adalah buat tengkulak itu sendiri sudah pasti disamping mendapat harga jual yang murah dan keuntungan bunga pinjaman yang di peroleh dari para petani,dan untuk petani cengkeh sendiri disatu sisi memperoleh pinjaman dengan cepat dan mudah akan tetapi tidak bisa menentukan harga yang ditentukan oleh tengkulak. Temuan ini memiliki makna kekuasaan, makna psikologis, dan makna kesejahteraan relatif.

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Perkembangan dunia ke arah globalisasi di segala bidang kehidupan, yang

    meliputi bidang politik, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya telah membawa

    banyak dampak, baik positif maupun negatif. Globalisasi dapat memacu kemajuan

    yang sangat pesat terhadap perkembangan suatu negara. Sebaliknya, globalisasi

    akan dirasa memberikan dampak buruk bagi negara yang tidak memiliki kesiapan

    dalam proses globalisasi. Globalisasi membawa konsekuensi yang cukup rumit

    bagi setiap negara, terutama negara-negara berkembang, globalisasi menyebabkan

    dunia menjadi tanpa batas, dan penyebab utama globalisasi saat ini adalah

    kemajuan teknologi informasi, dan komunikasi (Latief, 2000;32).

    Globalisasi ekonomi adalah salah satu proses yang dapat dilihat secara

    nyata dan membawa dampak terhadap bidang kehidupan yang lain. Di bidang

    ekonomi globalisasi sangat membutuhkan kesiapan suatu negara untuk

    menerimanya, terlebih dukungan sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi,

    terutama kemampuan untuk menerapkan teknologi. Globalisasi ekonomi

    dimaksudkan sebagai proses terintegrasinya perekonomian negara-negara ke arah

    masyarakat ekonomi dunia yang saling terkait, saling tergantung, dan saling

    pengaruh mempengaruhi (Latief, 2000;48). Bertitik tolak dari fenomena diatas,

    globalisasi ekonomi dapat melahirkan pasar global. Di samping melahirkan pasar

  • 2

    bebas, globalisasi ekonomi juga melahirkan kapitalisme, di mana menurut Pilliang

    (2004;101) kecepatan komodifikasi kapitalisme, tak lain dari kecepatan

    mengaitkan segala aspek kehidupan dengan perputaran uang. Waktu, ruang, uang,

    dan kecepatan merupakan empat unsur yang tidak bisa dipisahkan dari wacana

    kapitalisme global. Secara singkat kapitalisme adalah bagaimana modal dan

    kapital dimanfaatkan untuk mengejar keuntungan.

    Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah

    pada era demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang mengarah pada

    gobalisasi, maka pembangunan sektor pertanian tetap dianggap terpenting dari

    keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini

    menjadi penyelamat perekonomian nasional, karena justru pertumbuhannya

    meningkat. Sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang

    mendasari pentingnya pertanian di Indonesia ; 1) potensi sumberdayanya yang

    besar dan beragam, 2) besarnya penduduk yang mengantungkan hidupnya pada

    sektor ini dan 4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian yang

    besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin

    adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa

    pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian

    keseluruhan.

    Apalagi Indonesia yang wilayahnya membentang dari Sabang sampai

    Merauke merupakan Negara Kepulauan. Di samping mempunyai kekayaan laut

    yang melimpah, hasil tambang, dan juga memiliki tanah subur untuk pertanian

    dan perkebunan. Tidak salah grup penyanyi Koesplus menciptakan lagu dengan

  • 3

    syair yang menyanjung kekakayaan alam dan kesuburan bumi pertiwi yang

    dimiliki bangsa Indonesia. Seperti terdapat pada syair orang bilang tanah kita

    tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Dari syair tongkat kayu dan

    batu jadi tanaman menandakan betapa suburnya tanah air Indonesia. Berbagai

    hasil bumi dari bercocok tanam, baik pada lahan basah (sawah) maupun lahan

    kering (perkebunan) telah menghidupi rakyatnya, bahkan telah menjadi komoditi

    yang diperjualbelikan. Selain beras sebagai makanan pokok yang dihasilkan dari

    bercocok tanam padi juga ada palawija seperti jagung, kacang tanah dan kedelai.

    Komoditi lainnya yang dibudidayakan di tanah persada Indonesia, dalam hal ini

    diperkebunan lahan kering, adalah kopi, vanili, coklat, dan cengkeh.

    Hasil pertanian dan perkebunan yang disebutkan tidak lepas dari peran

    para petani, baik yang menggarap lahan basah maupun lahan kering. Akan tetapi,

    keberadaan petani di Indonesia masih terpinggirkan. Kenyataan empiris sering

    tidak sejalan dengan tataran teoretis, yaitu petani sangat berperan sebagai aset

    bangsa yang menghidupi hajat hidup orang banyak, terutama dengan produksi

    hasil pertanian baik beras, palawija, kopi, cengkeh, dan hasil pertanian lainnya.

    Jasa yang begitu besar disumbangkan oleh petani tidaklah seimbang dengan

    imbalan yang diterima oleh petani tersebut. Banyak petani yang terjepit karena

    harga pupuk yang melambung, harga hasil panen yang anjlok tidak sesuai dengan

    biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya produksi.

    Dalam rangka melindungi petani, khususnya petani cengkeh, pemerintah

    melalui Inpres No.50 Tahun 1976 menetapkan kebijakan Tata Niaga Cengkeh.

    Disusul kemudian Keppres No.8 Tahun 1980 yang menetapkan kebijakan harga

  • 4

    dasar dan pelaksanaan kegiatan penyanggaan cengkeh oleh PT Kerta Niaga.

    Konon maksudnya, disamping melindungi petani petani juga untuk meningkatkan

    peranan koperasi (KUD), serta menjamin tersedianya cengkeh bagi konsumen

    yakni pabrik rokok kretek. Anjloknya harga cengkeh ini, juga melahirkan apa

    yang dinamai Konsorsium Cengkeh Nasional (KCN) dan disusul Badan

    Penyangga Pemasaran Cenkeh (BPPC) pada Desember 1990. Namun kebijakan

    pemerintah menampung semua cengkeh yang diproduksi petani sejak tahun 1991

    melalui BPPC, telah menimbulkan stok cengkeh nasional yang berlebihan secara

    akumulatif. Stok cengkeh per 1 Januari 1995 misalnya mencapai 65.000 ton setiap

    tahunnya.

    Kebijakan pemerintah membentuk KCN dan BPPC itu, telah membuahkan

    kritikan karena kemelut harga cengkeh terus berlanjut. Apalagi, dalam lembaga

    itu ditenggarai jelas-jelas mengandung unsur monopoli. Buntutnya, KCN dan

    BPPC pun dibubarkan dan tata niaga cengkeh dihapus. Perdagangan cengkeh

    dikembaliakn ke pasar bebes sejalan dengan tuntutan dari Negara-negara anggota

    WTO, seperti Mandagaskar dan Tanzania, agar Indonesia membuka impor

    cengkehnya. Dihapusnya tata niaga (yang sebenarnya lebih cocok disebut

    monopoli) cengkeh itu, langsung mendongkrak harga cengkeh. Secara pelan dan

    pasti harga cengkeh terus meroket. Penyebab terus meroketnya harga cengkeh ini,

    tidak lain karena berkurangnya pasokan dari petani secara signifikan. Sudah

    menjadi rahasia umum, saat harga cengkeh anjlok (ditangani BPPC) banyak

    petani cengkeh yang membabat habis tanaman cengkehnya.

  • 5

    Hal yang sama juga menimpa para petani cengkeh, khususnya di Bali pada

    daerah-daerah sentra penghasil cengkeh, salah satunya adalah Desa Bengkel,

    Kecamatan Busung Biu, Buleleng. Para petani sering mengalami kesulitan ketika

    memasarkan hasil panen cengkehnya, karena harga sering berfluktuasi. Dulu

    peran BPPC yang dimotori oleh pengusaha nasional Tomi Soeharto dengan

    menunjuk Nurdin Halid sebagai Ketua Induk Koperasi Unit Desa (INKUD), yang

    memonopoli harga cengkeh yang dipasarkan petani (Bali Post, Selasa 16 Juni

    2005). Secara konsep badan ini bertujuan membantu petani, namun kenyataan

    mencekik leher petani cengkeh, harga cengkeh kering turun sampai Rp. 3000/kg.

    Tentu saja harga ini sangat rendah jika dibandingkan dengan biaya produksi

    panen.

    Keuntungan yang dirasakan petani cengkeh terusik kembali, oleh ulah para

    tengkulak dan broker yang kerap kali menentukan harga beli cengkeh lebih

    rendah dari harga pasar. Dengan beragam alasan yang dikemukakan, pada

    akhirnya pihak tengkulaklah yang memiliki posisi daya tawar yang lebih kuat

    dibandingkan dengan para petani cengkeh. Pada prinsipnya tawar-menawar dalam

    dunia perdagangan adalah hal yang biasa, namun untuk beberapa komoditi dan

    pada wilayah tertentu, seringkali proses tawar-menawar terjadi tidak secara

    seimbang. Maksudnya, para petani selalu menjadi pihak yang lebih dirugikan,

    bahkan seringkali penetapan harga jual, terlalu jauh dari harga pasar. Tidak

    menutup kemungkinan para petani lebih banyak menanggung rugi, sebab harga

    jual lebih rendah daripada modal kerja yang dibutuhkan, sehingga tidak mampu

  • 6

    menutupi seluruh modal kerja yang telah dikeluarkan dalam pemeliharaan

    komoditas cengkeh.

    Desa Bengkel, yang dikenal sebagai desa penghasil cengkeh di Kabupaten

    Buleleng, merupakan wilayah pertanian yang cukup dikenal mampu menghasilkan

    bunga cengkeh kualitas baik. Secara geografi dan klimatologi, lokasi desa

    Bengkel merupakan wilayah yang subur dan mudah diakses melalui darat dan

    laut. Sehingga kepopuleran cengkeh asal desa Bengkel telah melewati batas

    kabupaten dan propinsi Bali.

    Logikanya, para petani cengkeh di Desa Bengkel dapat menikmati hasil

    perkebunan mereka secara layak sebagaimana hal yang sama dinikmati oleh para

    petani cengkeh di daerah lainnya di wilayah Republik Indonesia. Pertanian

    cengkeh merupakan warisan yang diturunkan dari para petani terdahulu.

    Kehidupan pertanian yang telah lama dilakukan oleh para leluhur, tetap dipelihara

    sampai sekarang. Demikian halnya dengan para pedagang/ saudagar cengkeh,

    umumnya kegiatan usaha berdagang komoditas cengkeh, merupakan pekerjaan

    atau usaha keluarga. Tidak jauh berbeda dengan regenerasi para petani cengkeh,

    para saudagar cengkeh juga mewarisi segala usahanya kepada anak dan cucu

    mereka.

    Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan-perubahan juga mewarnai

    sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Desa Bengkel. Kekuatan pasar

    bebas telah merambah ke segala penjuru arah, tidak terkecuali di Bali, fenomena

    ini tidak mampu memberikan peluang yang lebih baik bagi para petani cengkeh

  • 7

    dalam meningkatkan kualitas hidup mereka melalui harga jual cengkeh yang

    sesuai dengan harga pasar dunia.

    Tidak jauh berbeda, pewarisan tanah pertanian kepada generasi yang lebih

    muda, tidak mampu membuat kualitas kehidupan petani cengkeh berubah secara

    perlahan. Kualitas pendidikan yang lebih baik, selayaknya memberikan peluang

    yang lebih besar guna menaikkan derajat kehidupan petani cengkeh. Namun, pada

    saat yang bersamaan, regenerasi saudagar cengkeh juga dilakukan pada kurun

    waktu yang bersamaan, sehingga proses yang berkesinambungan dari waktu ke

    waktu dalam suatu lingkungan yang sama, pada akhirnya membuat nasib para

    petani, anak-anak mereka dan bahkan para cucu mereka tidak berubah secara

    drastis.

    Hegemoni saudagar cengkeh terhadap para petani cengkeh, secara nyata

    tidak dapat diputuskan, sebagaimana diharapkan dari kalangan petani cengkeh.

    Ketergantungan yang terjadi, antara petani cengkeh kepada para saudagar

    cengkeh, tidak dapat dengan mudah dihilangkan. Bahkan, tidak menutup

    kemungkinan bahwa ketergantungan dalam banyak dimensi, dianggap merupakan

    suatu fenomena yang lumrah atau natural. Orang kaya/ memiliki modal yang lebih

    menentukan segalanya, dibandingkan dengan orang yang tidak mampu/ tidak

    memiliki modal. Pada akhirnya semua merasakan sudah berjalan sebagaimana

    mestinya, tidak perlu mengkritisi kondisi yang sudah berjalan sebagaimana

    mestinya. Apalagi sampai mempertanyakan harga jual yang lebih rendah

    dibandingkan dengan harga pasaran.

  • 8

    1.2 Rumusan masalah

    Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian ini

    sebagai berikut,

    a. Bagaimanakah bentuk hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di

    Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Buleleng ?

    b. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya hegemoni tengkulak

    terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu,

    Buleleng.?

    c Apakah dampak dan makna hegemoni tengkulak terhadap kehidupan petani

    cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Buleleng ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perihal

    hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh dan dampaknya terhadap

    kehidupan petani tersebut.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut,

    a. Untuk mengetahui bentuk hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh

    di DesaBengkel, Kecamatan Busung Biu, Bulelelng.

  • 9

    b. Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

    tengkulak melakukan hegemoni terhadap petani cengkeh di Desa

    Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Buleleng.

    c. Untuk menginterpretasi dampak dan makna hegemoni tengkulak

    terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu,

    Buleleng.

    1.3 Manfaat Penelitian

    1.3.1 Manfaat Teoretis

    a. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan khususnya

    kajian budaya tentang pemecahan masalah hegemoni tengkulak

    terhadap para petani cengkeh.

    b. Dapat menambah referensi yang dapat dijadikan titik tolak studi lebih

    lanjut bagi mereka yang tertarik terhadap masalah pertanian,

    khususnya petani cengkeh.

    1.3.2 Manfaat Praktis

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

    pemikiran terhadap pemerintah khususnya dalam penetapan dan

    kebijakan di bidang pertanian dengan senantiasa memberikan

    keberpihakan kepada para petani, dalam hal ini petani tidak selalu

    tergantung kepada para tengkulak.

  • 10

    b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau informasi tentang

    penyusunan kebijakan pada bidang-bidang umum yang terkait lainnya

    seperti, bidang hukum ekonomi, sosial dan budaya.

    c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis

    dan pengalaman kepada para petani dalam pemanfaatan modal dan

    pengelolaan tanah pertaniannya, sehingga dapat mengantisipasi

    terhadap dampak yang ditimbulkan

  • 11

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN

    MODEL PENELITIAN

    2.1 Kajian Pustaka

    Kajian pustaka yang dimaksudkan adalah kajian terhadap beberapa hasil

    penelitian yang relevan dengan masalah yang dikaji. Ada beberapa pandangan

    yang dapat digunakan sebagai bahan bandingan yang terkait dengan kerangka

    teori dan metode penelian yang diteliti.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Widhiasthini (2007), yang

    berjudul Hegemoni Iklan Oli Top One pada Media Elektronik di Kota

    Denpasar: Sebuah Kajian Budaya, Dalam penelitian yang dilakukan Widhiastini

    ini salah satu menyebutkan bagaimana konsumerisme dapat dikatakan satu bentuk

    kekuasaan yang melatarbelakangi produksi dan konsumsi di dalam masyarakat

    consumer (Pilliang,2003:152). Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup

    secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi

    mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan

    mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut.

    Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hegemoni dan wacana

    kekuasaan pengetahuan. Penelitian Widhiasthini ini hampir sama dengan

    penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena dalam penelitian ini juga terjadi

    hegemoni akan tetapi perbedaannya bentuk hegemoni disini dilakukan oleh suatu

    produk yang menyebabkan konsumen menjadi tidak kuasa untuk tidak

    11

  • 12

    memakainya, sementara dalam penelitian ini terjadinya hegemoni dilakukan oleh

    tengkulak dalam pembelian hasil cengkeh di Desa Bengkel. Dalam hal ini terjadi

    bentuk penguasaan terhadap seseorang, kalau dalam pengertian Widhiasthini

    bentuk penguasaan konsumen terhadap produk oli, sedangkan dalam penelitian ini

    bentuk penguasaanya terhadap petani yang menjual cengkehnya. Di samping

    perbedaan tersebut juga terdapat pada lokasi. Dalam penelitian yang dilakukan

    Widhiasthini dapat memberikan gambaran bahwa hegemoni sebenarnya bisa

    dilakukan karena ada persetujuan dari konsumen, begitu juga dalam penelitian ini

    hegemoni muncul karena petani cengkeh menyetujui menjual cengkehnya kepada

    para tengkulak, sementara mereka tahu bahwa harga yang diperoleh lebih murah

    dibandingkan kalau menjual langsung ke pabrik. Teori yang digunakan dalam

    penelitian ini mempergunakan teori hegemoni yaitu sebagai analisis dalam

    membahas semua permasalahan baik bentuk, faktor-faktor penyebab, dan dampak

    hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh.

    Hasil penelitian yang dilakukan Ida bagus Ketut Astina (2002) yang

    berjudul Resistensi Petani Susuan terhadap Pemerintah (Studi kasus tentang

    gerakan petani di subak susuan kabupaten karangasem 1976). Dalam penelitian

    yang dilakukan Astina ini dijelaskan bagaimana hegemoni pemerintah terhadap

    petani semakin terasa, terlihat pada awal tahun 1970-an pemerintah mengeluarkan

    program pembangunan pertanian dikenal dengan revolusi hijau dan masyarakat

    petani lebih mengenal dengan program Bimas. Revolusi hijau tidak hanya sebagai

    program pertanian semata melainkan sebuah strategi perubahan perlawanan

    terhadap paradigma tradisional.

  • 13

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah kabupaten

    Karangasem yang mengeluarkan instruksi untuk mewajibkan petani melakukan

    pola tanam padi baru tidak memperoleh respon dari petani dan tetap menanam

    padi lokal. Akibatnya pemerintah lewat petugas dilapangan melakukan tindakan

    represif dengan menginjak dan mencabut beberapa bibit padi petani. Tindakan

    petugas pemerintah menjadi faktor pemicu terjadinya resistensi petani Susuan

    menggunakan wahana subak sebagai upaya memobilisasi massa petani. Fungsi

    resistensi petani Susuan sebagai kontrol sosial terhadap pemerintah dalam

    kebijakan yang cendrung merugikan petani. Makna resistensi disini sebagai upaya

    mengungkapkan ketidakadilan, protes terhadap tindakan represif, dan sebagai

    embrio munculnya penguatan cinta masyarakat sipil. Dalam penelitian yang

    dilakukan oleh Astina juga dijelaskan bagaimana hegemoni yang dilakukan oleh

    pemerintah tetapi di sini lebih cenderung bagaimana petani itu melakukan

    perlawanannya. Penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan dalam membahas

    makna hegemoni tengkulak terhadap petani.

    Di samping itu, ditemukan dalam jurnal dari Badan Penelitian dan

    Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2007) yang berjudul Prospek

    dan Arah Pengembangan Agribisnis; Cengkeh. Dipaparkan di sini bagaimana

    cengkeh adalah merupakan tanaman asli Indonesia yang pada awalnya merupakan

    komoditas ekspor, berubah posisi menjadi komoditas yang harus diimpor karena

    pesatnya perkembangnya industri rokok kretek. Pada dasarnya agribisnis cengkeh

    sangat menguntugkan, apalagi dengan adanya peluang pengembangan industri

    untuk keperluan makanan, farmasi dan pestisida termasuk ekspor. Dalam hal ini

  • 14

    dukungan kebijakan pemerintah yang diperlukan adalah pemberdayaan

    penyuluhan dan organisasi kelompok tani untuk memprioritaskan pengembangan

    cengkeh. Dukungan juga diperlukan untuk akses pembiayaan bagi UKM,

    stabilitas harga dan kemudahan swasta untuk ikut berinvestasi. Fungsi jurnal ini

    terhadap penelitian ini menunjukkan bahwa secara geografis cengkeh adalah

    merupakan tanaman yang yang memiliki daya jual yang sangat bagus, itu dilihat

    dari pesatnya perkembangan industri rokok yang ada di Indonesia. Itu semua tidak

    terlepas dari peran petani cengkeh yang ada.

    2.2 Konsep

    Menurut Tan (dalam Koentjaraningrat, 1994:21), konsep atau pengertian

    merupakan unsur pokok suatu penelitian, sebagai definisi singkat dari sekelompok

    fakta atau gejala. Konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beberapa

    pengertian dasar yang secara langsung terkait dengan topik penelitian seperti yang

    dijelaskan di bawah ini.

    2.2.1 Hegemoni Tengkulak

    Hegemoni adalah tentang kelas yang berkuasa mampu mensubordinasi

    kelompok sosial supaya menyetujui hubungan yang ada, dan ia akan

    melakukannya dengan menawarkan harga kepada kelompok subordinan, dengan

    begitu apa yang disetujui sebenarnya adalah hasil negosiasi dari ideologi dan

    budaya kelas yang berkuasa (Bennet, dalam tester, 2003: 29). Konsep hegemoni

    di atas sangat jelas menunjukkan bahwa ada paling sedikit dua pihak yang terlibat

  • 15

    dalam suatu masalah, sebagai pihak yang menghegemoni dan pihak yang

    terhegemoni tanpa memberi batasan dalam konteks apa hegemoni tersebut

    berlangsung, sehingga hegemoni dapat terjadi dalam bidang apapun. Berkaitan

    dengan penelitian ini juga terdapat pihak yang terhegemoni dan pihak yang

    menghegemoni, pihak yang terhegemoni adalah petani dan pihak yang

    menghegemoni adalah tengkulak. Kekuasaan yang tergolong hegemoni tersebut

    tanpa disadari dan dirasakan oleh petani. Dengan demikian konsep hegemoni yang

    dimaksud adalah kemampuan tengkulak untuk menguasai petani melalui

    serangkaian negosiasi dan tindakan tanpa menggunakan kekerasan, hingga

    akhirnyaterjadikesepakatan. Hegemoni tengkulak dalam penelitian ini adalah

    kemampuan yang dimiliki oleh tengkulak untuk mempertahankan kekuasaan

    ekonomi khususnya dalam transaksi cengkeh terhadap petani.

    Menurut Marx, ekonomi sebagai faktor mekanisme terjadinya kekuasaan,

    sedangkan Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses

    penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif

    mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan

    kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang

    dikuasai. Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat

    dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan

    kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring

    kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka

    yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya

    usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa.

  • 16

    Demikian halnya yang terjadi pada kondisi petani cengkeh di Desa

    Bengkel, secara turun-temurun petani cengkeh adalah pihak yang terhegemoni

    oleh para tengkulak. Tengkulak kebanyakan merupakan salah satu jenis pekerjaan

    yang diteruskan secara turun-temurun. Sehingga hubungan timbal-balik sudah

    berlangsung lama ini, semakin mengukuhkan hegemoni tengkulak terhadap

    kelompok petani cengkeh. Keberadaan/eksistensi para tengkulak didorong oleh

    kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Bengkel yang dari waktu ke waktu selalu

    membutuhkan modal, untuk berbagai keperluan, dengan akses dan prosedur yang

    mudah. Salah satu alternatif sumber dana cepat dan mudah adalah para tengkulak.

    Dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan/diberikan oleh para tengkulak,

    lama-kelamaan para petani cengkeh merasa berhutang-budi kepada para

    tengkulak.

    Perlahan tetapi pasti, segala ide-ide dan nilai-nilai yang berkembang,

    khususnya yang datang dari kelompok tengkulak, menjadi nilai-nilai/norma-

    norma yang alamiah dan diterima oleh kedua belah pihak tanpa ada rasa dirugikan

    atau merugikan. Bilamana interaksi sosial yang menjurus kepada transaksi-

    transaksi ekonomi, secara sadar kedua belah pihak, petani cengkeh dan tengkulak,

    menyakini bahwa kesepakatan-kesepakatan yang dibuat adalah bermanfaat secara

    seimbang bagi kedua belah pihak. Para petani cengkeh biasanya tidak dapat

    bernegosiasi lebih dari apa yang telah ditetapkan/diputuskan oleh para tengkulak.

    Pada kondisi inilah para tengkulak telah menghegemoni para petani cengkeh.

  • 17

    Konsep ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana petani cengkeh bisa

    merasa rela saat tengkulak membeli hasil panen dengan harga yang sangat rendah,

    dan petani merasa lumrah mengatakan: Ya wajarlah dia yang punya duit.

    2.2.2 Petani Cengkeh

    Petani adalah orang atau kelompok orang yang melakukan aktivitas

    mengolah tanah, kemudian menanaminya dengan tanaman, selanjutnya

    memeliharanya dan akhirnya memanen hasilnya (Sahidu ,1986 :2) Cengkeh

    adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh

    adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas

    di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia.

    Pekerjaan sebagai petani merupakan warisan yang dilanjutkan dari para

    orang tua pendahulu, sebagai pekerjaan, petani amat sangat jarang dijadikan salah

    satu pilihan oleh generasi muda/penerus sebagai tujuan akhir dari hasil pendidikan

    mereka. Rata-rata kualitas petani dan pertanian di Indonesia, kurang dapat

    memberikan dampak yang sangat berarti dalam meningkatkan kualitas hidup

    petani ditinjau dari dimensi sosial budaya dan sosial ekonomi, maka tidak jarang

    petani menjadi objek yang selalu dalam keadaan kurang berdaya. Dalam kajian

    ini, petani merupakan objek yang terhegemoni oleh para tengkulak.

  • 18

    2.2.3 Desa Bengkel

    Desa Bengkel adalah desa yang letaknya di Desa/Kelurahan Bengkel,

    Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Bulelelng. Desa Bengkel yang dituju sebagai

    lokasi penelitian, yaitu wilayah di mana terdapat tengkulak yang menguasai petani

    dalam transaksi perdagangan cengkeh.

    2.3 Landasan Teori

    2.3.1 Teori Hegemoni

    Menurut Gramsci dalam (Sardar dan Van Loon, 2002:49) hegemoni

    adalah hal yang mengikat masyarakat tanpa menggunakan kekerasan. Lebih lanjut

    Gamsci menyatakan negosiasi maupun kesepakatan adalah istilah esensial untuk

    memahami hegemoni. Gagasan, nilai, dan kepercayaan tidak dipaksakan dari atas,

    tidak juga berkembang dalam cara yang dan tak sengaja, tetapi dinegosiasikan

    melalui serangkaian perjumpaan dan bentrokan antara kelas-kelas. Hegemoni

    terjadi dalam satu kurun waktu tertentu yang terjadi melalui serangkaian

    pertemuan dan proses, dalam hal ini seseorang atau kelompok orang terlibat di

    dalam melakukan interaksi melalui penyampaian ide, gagasan atau pandangan

    umum.

    Mengacu pada hal tersebut di atas, dapat dinyatakan ciri khas hegemoni

    menurut Ratna (2005:60) adalah bentuk kekuasaan kelas terhadap kelas yang lain,

    yang didasarkan atas kepemimpinan sehingga kelas yang dikuasai menerimanya

    secara suka rela, sebagai suatu yang benar dan alamiah. Hegemoni jauh lebih kuat

  • 19

    dan dahsyat dibandingkan dengan bentuk kekuatan yang lain, sebab tidak terbatas

    oleh ruang dan waktu.

    Sehubungan dengan hegemoni, Barker (2005:13) menyatakan bahwa

    proses pembuatan, mempertahankan dan reproduksi makna dan praktik-praktik

    kekuasaan disebut hegemoni. Hegemoni berkait dengan situasi dimana blok

    historis suatu kelompok yang berkuasa mendapatkan kewenangan dan

    kepemimpinan atas kelompok-kelompok subordinat dengan cara memenangi

    kesadaran. Berkaitan dengan unsur-unsur lapisan masyarakat yang terlibat di

    dalam hegemoni, Foucoult (dalam Piliang, 2003: 13) menyatakan bahwa

    masyarakat tidak lagi dikuasai oleh kelas sosial tunggal tetapi oleh kelompok atau

    fagmen-fragmen sosial budaya yang heterogen, plural, dan saling bersaing untuk

    memperoleh hegemoni. Pendapat Foucoult di atas memberikan pandangan bahwa

    terlibat dua kelas masyarakat dalam hegemoni, bila dikaitkan dengan penelitian

    tesis ini maka unsur yang terlibat adalah tengkulak sebagai pihak penghegemoni

    dan petani sebagai pihak yang terhegemoni.

    Berkaitan dengan bidang ekonomi, Gramsci dalam (Srinati, 2004: 191)

    memberikan pernyataan bahwasanya konsensi-konsensi yang melatarbelakangi

    hegemoni itu pada dasarnya bersifat ekonomi; hegemoni muncul dari berbagai

    aktivitas institusi-institusi maupun kelompok-kelompok tertentu di dalam

    masyarakat kapitalis. Mengacu pada pendapat tersebut di atas, bahwa usaha

    ekonomi yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas untuk mengejar keuntungan

    sangat memungkinkan terjadinya praktik hegemoni. Seperti halnya aksi, maka

    akan timbul reaksi yang merupakan timbal balik atas aksi, demikian pula

  • 20

    hegemoni akan menimbulkan kontar-hegemoni. Semakin kuat hegemoni

    dirasakan maka semakin kuat pula kontra hegemoni yang dapat ditimbulkan.

    Teori Hegemoni menyatakan bahwa; hal yang mengikat masyarakat tanpa

    menggunakan kekerasan, dengan kesepakatan dan negosiasi sebagai esensialnya.

    Teori hegemoni dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisa rumusan

    masalah baik bentuk, faktor maupun dampak dan makna hegemoni yang terjadi

    terhadap petani cengkeh yang terdapat di Desa Bengkel,

    2.3.2 Teori Tindakan Komunikatif

    Habermas bertolak dari Teori Kritis Masyarakat Max Horkheimer dan

    Theodor W. Adorno. Ia hendak mengembangkan gagasan teori masyarakat yang

    dicetuskan dengan maksud yang praksis. Habermas melihat apa yang disampaikan

    oleh kedua punggawa mazhab Teori Kritis awal itu tidaklah mencukupi untuk

    menganalisa keadaan masyarakat.

    Bagi Habermas, ketika seseorang berhubungan dengan dunia kehidupan,

    maka dia mengalami salah satu dari tiga relasi pragmatis. Pertama, dengan sesuatu

    di dunia objektif (sebagai totalitas entitas yang memungkinkan adanya pernyataan

    yang benar. Kedua, dengan sesuatu di dunia sosial (sebagai totalitas hubungan

    antar pribadi yang diatur secara legitim/sah). Ketiga, dengan sesuatu di dunia

    subjektif (sebagai totalitas pengalaman yang akses ke dalamnya hanya dimiliki si

    pembicara dan yang dapat dia ungkapkan di hadapan orang banyak).

    Ucapan komunikatif selalu melekat pada berbagai hubungan dengan dunia.

    Tindakan komunikatif bersandar pada proses kooperatif interpretasi tempat

  • 21

    partisipan berhubungan bersamaan dengan sesuatu di dunia objektif, sosial, dan

    subjektif. Pembicara dan pendengar menggunakan sistem acuan ketiga dunia

    tersebut sebagai kerangka kerja interpretatif tempat mereka memahami definisi

    situasi bersama. Mereka tidak secara langsung mengaitkan diri dengan sesuatu di

    dunia namun merelatifkan ucapan mereka berdasarkan kesempatan aktor lain

    untuk menguji validitas ucapan tersebut. Kesepahaman terjadi ketika ada

    pengakuan intersubjektif atas klaim validitas yang dikemukakan pembicara.

    Konsensus tidak akan tercipta manakala pendengar menerima kebenaran

    pernyataan namun pada saat yang sama juga meragukan kejujuran pembicara atau

    kesesuaian ucapannya dengan norma.

    Proses yang terjadi dalam ucapan komunikasi adalah konfirmasi

    (pembuktian), pengubahan, penundaan sebagian, atau dipertanyakan secara

    keseluruhan. Proses definisi dan redefinisi ini yang terus berlangsung ini meliputi

    korelasi isi dengan dunia (ditafsirkan secara konsensual dari dunia objektif,

    sebagai elemen privat dunia subjektif yang hanya bisa diakses oleh orang yang

    bersangkutan. Jadi komunikasi terbentuk dalam situasi intersubjektif, dimana

    situasi tidak didefinisikan secara kaku, tapi diselami konteks-konteks

    relevansinya,

    Tindakan komunikatif memiliki dua aspek, aspek teleologis yang terdapat

    pada perealisasian tujuan seseorang (atau dalam proses penerapan rencana

    tindakannya) dan aspek komunikatif yang terdapat dalam interpretasi atas situasi

    dan tercapainya kesepakatan. Dalam tindakan komunikatif, partisipan

    menjalankan rencananya secara kooperatif berdasarkan definisi situasi bersama.

  • 22

    Jika definisi situasi bersama tersebut harus dinegosiasikan terlebih dahulu atau

    jika upaya untuk sampai pada kesepakatan dalam kerangka kerja definisi situasi

    bersama gagal, maka pencapaian konsensus dapat menjadi tujuan tersendiri.,

    karena konsensus adalah syarat bagi tercapainya tujuan. Namun, keberhasilan

    yang dicapai oleh tindakan teleologis dan konsensus yang lahir dari tercapainya

    pemahaman merupakan kriteria bagi apakah situasi tersebut telah dijalani dan

    ditanggulangi dengan baik atau belum. Oleh karen itu, syarat utama agar tindakan

    komunikatif bisa terbentuk adalah partisipan menjalankan rencana mereka secara

    kooperatif dalam situasi tindakan yang didefiniskan bersama. Sehingga mereka

    bisa menghindarkan diri dari dua resiko, resiko tidak tercapainya pemahaman

    (ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan) dan resiko pelaksanaan rencana tindakan

    secara salah (resiko kegagalan).

    Pandangan baru ini hendak menjelaskan makna reproduksi simbolis dunia-

    kehidupan ketika tindakan komunikatif digantikan oleh interaksi yang

    dikendalikan media, ketika bahasa (dalam fungsi koordinasinya) digantikan oleh

    media-media seperti uang dan kekuasaan. Konversi ini menimbulkan proses

    deformasi infrastruktur komunikatif dunia-kehidupan yang mengakibatkan

    patologis dalam masyarakat. Salah satunya adalah dominasi para kapitalis.

    Dunia-kehidupan bisa berjalan harmoni, ketika tidak ada pemaksaan

    sesuka hati dari beberapa atau kelompok orang. Pemahaman awal pengetahuan

    manusia mula-mula memang diterima sebagai dunianya sendiri. Tetapi ketika

    berhadapan dengan dunia sosial, dimana manusia hidup, bertindak, dan berbicara

    satu sama lain serta berhadapan satu dengan yang lain dengan pengetahuan

  • 23

    eksplisit sesuatu membawanya praktik komunikatif. Sering kali hanya sebagian

    kecil dari pengetahuan valid. Ketika memasuki ruang sosial makan timbul

    persoalan-persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi intersubjektif yang

    membawa setiap orang menjadi otonom dengan ikatan fungsional kebaikan

    bersama. Teori tindakan komunikatif disini dipergunakan dalam kaitannya untuk

    membahas rumusan masalah nomor tiga yaitu dampak dan makna hegemoni

    tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu,

    Buleleng.

    2.3.3 Teori Praktik

    Teori praktik dikembangkan oleh Pierre Bourdieu (Fashri, 2007: 42)

    seorang ilmuwan yang lahir di Denguin Barat daya Perancis. Bourdieu merupakan

    ahli sosiologi yang menghubungkan ide teoritisnya dengan penelitian empiris dan

    didasarkan pada kehidupan sehari-hari (sosiology cultural) (Harker dkk.,ed.,1990

    dan Jenkins, 2004). Teori praktik merupakan gagasan pemikiran Bourdieu (Fashri,

    2007 : 82-100) sebagai perpaduan konseptual tentang habitus, ranah (field), dan

    modal (capital). Menurut Bourdieu harker dkk., ed., ., 1990: xv-vxi, Fashri,

    2007:74-75) dalam pemikirannya mengritik pemikiran dari sejumlah Marxists

    yang mengatakan bahwa masyarakat dapat dianalisis secara sederhana melalui

    kelas-kelas dan ideologinya. Sebagai kritik dari pemikiran ini Bourdieu (Fashri,

    2007:94-95) menggunakan konsep field, yakni arena sosial dimana orang

    berstrategi dan berjuang untuk mendapatkan sumber daya atau modal yang

    diinginkan. Lebih lanjut Fashri menyatakan bahwa field disebut juga sebagai

    sistem dari kedudukan sosial yang terstruktur secara internal dalam hubungan

  • 24

    kekuasaan. Field mempunyai otonomi, dan semakin kompleks suatu masyarakat,

    maka semakin banyak field yang terdapat didalamnya.

    Kemudian Bourdieu (Fashri, 2007:83-94) memperkenalkan konsep habitus

    yang berarti kebiasaan (habitual) yang merupakan skema kognitif pilihan individu

    sebagai sesuatu yang terpola, yakni pola persepsi, pemikiran dan tindakan yang

    bertahan dalam jangka panjang. Bourdieu melihat habitus sebagai kunci

    reproduksi, karena ia membangkitkan praktik-praktik yang membentuk kehidupan

    sosial. Konsep tentang modal dapat didefinisikan oleh Bourdieu (Wirawan, 2008:

    4) sebagai hubungan sosial, artinya suatu energi sosial yang hanya ada dan

    membuahkan hasil-hasil dalam arena perjuangan di mana ia memproduksi dan

    mereproduksi. Bourdieu (dalam Fashri, 2007:98) mengelompokkan modal ke

    dalam empat jenis: pertama, modal ekonomi mencakup alat-alat produksi (mesin,

    tanah, buruh), materi (pendapatan dan benda-benda) dan uang yang dengan

    mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi

    kegenerasi berikutnya. Kedua, modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi

    intelektual yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan

    keluarga. Termasuk, modal budaya antara lain kemampuan menampilkan diri di

    depan publik, pemilikan benda-benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan dan

    keahlian tertentu dari hasil pendidikan, juga sertifikat (gelar kesarjanaan). Ketiga,

    modal sosial menunjuk pada jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu atau

    kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Dan,

    keempat, segala bentuk prestise, status, otoritas dan legitimasi yang terakumulasi

    sebagai bentuk modal simbolik.

  • 25

    Dari ketiga konsep tentang ranah, habitus, dan modal tersebut akan

    melahirkan teori praktik dari Bourdieu. Praktik yang dimaksud disini adalah

    prilaku atau tindakan sosial yang terstruktur dari tiga konseptual gagasan

    Bourdieu tentang ranah, habitus dan modal. Secara ringkas Bourdieu menyatakan

    rumus generatif yang menerangkan praktik sosial dengan persamaan: (Habitus x

    Modal) + Ranah = Praktik (Bourdieu, 1984: 101 dalam Harker dkk., ed. (1990),

    pertarungan sosial selalu terjadi. Mereka yang memiliki modal dan habitus yang

    sama dengan kebanyakan individu akan lebih mampu melakukan tindakan

    mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan dengan mereka yang tidak

    memilki modal. Agar dapat dipandang sebagai seseorang atau kelas yang berstatus

    dan mempunyai prestise, berarti ia harus diterima sebagai sesuatu yang legitimit

    dan, terkadang, sebagai otoritas yang juga legitimit. Hal ini menciptakan sejenis

    konsensus yang didasarkan pada relasi-relasi kekuasaan yang berada di antara dua

    sistem persyratan yang berbeda (sistem seorang amatir dan seorang ahli) dan yang

    dihasilkan dari struktur dan pemfungsian ranah itu. Teori ini akan digunakan

    untuk membahas rumusan masalah nomor dua yaitu faktor-faktor penyebab

    terjadinya hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel,

    Kecamatan Busung Biu, Buleleng.

  • 26

    2.4 Model Penelitian

    Untuk menganalisa masalah hubungan antara tengkulak dan petani dalam

    upaya mereka memperebutkan modal ekonomi, ideologi dapat di diuraikan dalam

    model penelitian di bawah ini.

    Model Penelitian

    Keterangan

    ; menyatakan hubungan langsung satu arah

    ; menyatakan hubungan timbal balik

    Bagan 2.1 Model Penelitian

    Kapitalis

    - Budaya Modern

    Ekonomi Kerakyatan - Budaya

    Tradisional

    Hegemoni Tengkulak terhadap Petani Cengkeh di Desa Bengkel, Kec. Busung

    Biu, Kab. Bulelelng

    Tengkulak (pemodal)

    Faktor-faktor penyebab terjadinya Hegemoni

    Dampak dan Makna Hegemoni

    Bentuk Hegemoni

    Petani pemerintah

  • 27

    Keterangan Model Penelitian;

    Model penelitian diatas menunjukkan peran pemerintah sebagai penentu

    kebijakan publik. Pemerintah wajib menjadi wasit yang adil bagi rakytanya,

    sehingga keberpihakan pemerintah dalam berbagai bidang, harus mampu

    menciptakan kehidupan yang dinamis dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Dalam

    kehidupan perekonomian, pemerintah wajib melindungi usaha rakyatnya, baik

    yang skala kecil maupun besar, walaupun sangat tidak mudah memegang amanah

    ini.

    Pada waktu yang bersamaan, pemerintah juga memiliki tujuan-tujuan

    jangka pendek, menengah sampai pada tujuan jangka panjang. Sehingga kadang-

    kala, pada proses pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan, seringkali pemerintah

    tanpa menyadari telah menghegemoni rakyatnya demi tujuan-tujuan yang

    ditetapkan, meskipun kadang kala tujuan dimaksud tidak terlalu bermanfaat bagi

    rakyat yang dipimpinnya.

    Pada sisi yang lain, para kapitalis, selalu berupaya memperoleh

    kesempatan dan keuntungan yang lebih banyak dari waktu ke waktu. Budaya

    kapitalisme modern, bukan semata dimiliki oleh para kapitalis dari negara-negara

    maju, namun juga dari negera-negara yang belum berkembang. Keuntungan yang

    berlipat, penguasaan sumberdaya-sumberdaya secara berkelanjutan merupakan hal

    utama yang selalu diupayakan oleh kapitalisme. Kondisi ini merupakan dasar

    utama mengapa penguasaan pihak yang memiliki modal terhadap pihak yang

    tidak atau sedikit memiliki modal terus berlanjut.

    Petani di Indonesia, yang secara turun-temurun merupakan pihak yang

    selalu merugi dalam kehidupan sosial ekonomi dibandingkan dengan para pihak

  • 28

    lainnya. Seringkali petani hanya menjadi objek penderita bagi; kebijakan

    pemerintah para pengusaha/konglomerat. Kondisi yang sama juga terjadi di desa

    Bengkel, Kabupaten Buleleng, kekuasaan para tengkulak yang seringkali

    memanfaatkan kebijakan dan peran pemerintah pemerintah, telah memberntuk

    hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh. Hegemoni yang telah lama

    berlangsung tentunya jika dibiarkan akan membawa dampak buruk bagi para

    petani cengkeh, baik masa sekarang dan yang akan datang. Perlu diupayakan

    untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi petani dalam menentukan harga

    jual cengkeh hasil panen. Dengan harga jual cengkeh yang lebih baik atau lebih

    berkeadilan (sesuai harga pasar), diharapkan petani cengkeh dapat hidup lebih

    sejahtera.

    Kondisi yang paling mendasar agar kualitas kehidupan petani dapat

    meningkat adalah tidak adanya hegemoni petani cengkeh oleh para tengkulak

    cengkeh. Untuk itu perlu dikaji; bentuk-bentuk hegemoni tengkulak terhadap

    petani cengkeh, faktor-faktor yang mendorong terjadinya hegemoni tengkulak

    terhadap petani cengkeh dan dampak dan makna hegemoni tengkulak terhadap

    petani cengkeh di desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Bulelelng.

  • 29

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Rancangan penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode yang

    digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah di mana peneliti

    sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi,

    analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

    pada makna (Sugiyono, 2008:1). Penelitian ini akan mengumpulkan berbagai data

    terkait dengan realitas hegemoni tengkulak pada petani cengkeh.

    3.2 Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Kab.

    Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan, di antaranya

    1) penduduknya sebagian besar bertani cengkeh, 2) peran dan kekuasaan

    tengkulak terhadap petani cengkeh sangat dominan dalam proses produksi dan

    distribusi cengkah, 3) para petani kesulitan dalam pemasaran cengkeh,

    3.3 Jenis dan Sumber Data

    Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan ditunjang data

    kuantitatif sebagai data sekunder, sedangkan sumber data terdiri dari sumber data

    primer dan sumber data sekunder. Yang dimaksud dengan data kualitatif adalah

    data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diperoleh

    29

  • 30

    dengan cara observasi dan wawancara dengan informan (Bogdan dan Taylor,

    1992).

    Data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka seperti jumlah

    penduduk, jumlah pendapatan penduduk yang dapat digunakan sebagai sebagian

    indikator tentang tingkat kesejahteraan petani.

    Sumber data adalah tempat dimana penulis memperoleh data. Sumber data

    dalam penelitian ini dibedakan dua macam yaitu sumber data primer dan sumber

    data sekunder. Sumber data primer adalah informan dan objek yang diobservasi,

    sedangkan sumber data sekunder adalah pelbagai jenis dokumen, literatur, atau

    catatan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

    3.4 Teknik Penentuan Informan

    Dasar penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan

    menerapkan teknik purposif, yang merupakan teknik penentuan informan

    berdasarkan pertimbangan peneliti yang kriterianya disesuaikan dengan maksud

    dan tujian penelitian. Pemilihan informan berdasarkan pertimbangan pokok bahwa

    mereka memiliki kemampuan memberikan informasi tentang permasalahan yang

    berkaitan dengan topik penelitian. Penentuan informan dengan teknik purposif

    yaitu dengan menentukan dan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh

    peneliti menurut ciri-ciri spesifik, hingga relevan dengan desain penelitian

    (Nasution, 1992 : 98).

    Selain menentukan informan secara purposif, penentuan informan dalam

    penelitian ini juga dilakukan dengan menerapkan teknik snowball sampling.

  • 31

    Teknik ini dipergunakan memilih informan yang mengetahui tentang masalah

    yang diteliti, dengan cara menghubungi pemerintah setempat dan dari petunjuk

    pejabat pemerintah tersebut kemudian ditunjuk orang yang dianggap tahu tentang

    masalah yang sedang dikaji untuk dijadikan informan. Begitu seterusnya, dan

    pencarian diakhiri ketika informasi yang dibutuhkan sudah dianggap cukup

    memadai sebagai bahan analisa.

    3.5 Instrumen Penelitian

    Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (diri sendiri),

    Arikunto (1993:121) memberikan definisi instrumen penelitian adalah alat pada

    waktu peneliti melakukan wawancara. Oleh karena peneliti sebagai intrumen juga

    harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian

    yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi meliputi pemahaman metode

    penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan

    peneliti untuk memasuki objek penelitian. Yang melakukan validasi adalah

    peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode

    kualitatif, penguasaan teori serta wawasan terhadap bidang yang diteliti

    (Sugiyono, 2008:59).

    Disamping itu instrumen penelitian yang dipakai dalam penelitian ini

    berbentuk pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan

    dengan topik penelitian. Sarana yang diperlukan dalam wawancara ini diperlukan

    tape recorder, alat pencatat serta kamera untuk merekam segala bentuk kegiatan

    yang ada di lapangan.

  • 32

    3.6 Teknik Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data diperlukan teknik yang tepat dalam

    pengumpulannya agar hasil yang di dapat sesuai dengan yang diinginkan. Dalam

    penelitian ini digunakan serangkaian teknik pengumpulan data antara lain;

    observasi, wawancara, dokumentasi dan kepustakaan.

    3.6.1 Teknik Observasi

    Wibisono (2003: 98) mendefinisikan observasi adalah suatu proses

    pencatatan yang sistematis terhadap pola perilaku orang, objek, dan kejadian-

    kejadian tanpa bertanya atau berkomunikasi dengan orang, objek atau kejadian

    tersebut. Pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah secara

    langsung oleh peneliti dengan mengamati perilaku objek penelitian petani dan

    tengkulak, yang menyebabkan adanya hegemoni tengkulak terhadap petani

    cengkeh. Dengan teknik observasi tersebut, peneliti secara langsung berhadapan

    dengan objek yang diteliti untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai

    fenomena-fenomena yang ada sangkut pautnya dengan objek tadi dan akan lebih

    memungkinkan terjadinya integrasi sosial antara peneliti dengan masyarakat yang

    diteliti.

    3.6.2 Teknik Wawancara

    Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data, pelaksanaannya dapat

    dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai, dapat juga

  • 33

    secara tidak langsung (Umar, 2003:169). Sudikan (2001:90) menyatakan tujuan

    wawancara adalah untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia

    dalam suatu masyarakat serta pendiriannya. Wawancara dalam suatu penelitian

    yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia yang

    merupakan suatu bantuan utama dari teknik observasi (Koentjaraningrat, 1990).

    Data primer diperoleh melalui wawancara yang diarahkan kepada informan yang

    mengetahui tentang masalah yang diteliti.

    Wawancara secara bebas dan mendalam dilakukan di sekitar daerah

    penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data atau gambaran secara detail dan

    menyeluruh mengenai lokasi penelitian, baik menyangkut kondisi geografis,

    demografis, sosial budaya, dan sebagainya yang diperlukan, agar dapat menjawab

    masalah-masalah yang telah dirumuskan.

    3.6.3 Studi Dokumen

    Studi dokumen menjadi salah satu cara dalam pengumpulan data pada

    penelitian ini, dokumen tersebut ada yang berupa buku, majalah dan foto, yang

    dapat memberikan tambahan informasi dan data yang dibutuhkan. Selain data

    yang diperoleh dari observasi dan wawancara, dalam penelitian ini juga digunakan

    studi dokumen yakni cara mengumpulkan data melalui bahan tertulis berupa

    arsip-arsip dan kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.

    Cara ini dilaksanakan dengan mencari, memahami, dan kemudian mencatat data

    yang relevan.

  • 34

    Studi dokumen ini digunakan untuk menggali data sekunder sebagai

    penompang data primer. Selain itu, untuk menggali teori-teori dasar, dan konsep-

    konsep yang digunakan dalam penelitian serta sebagai dasar untuk tinjauan

    pustaka sebagai usaha untuk menghindari duplikasi penelitian.

    3.7 Teknik Analisis Data

    Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan interpretatif serta dilakukan

    secara simultan dengan pengumpulan data. Miles dan Huberman (1992:15-19)

    menyatakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis data penelitian

    kualitatif adalah sebagai berikut,

    a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

    penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

    muncul dari catatan di lapangan.

    b. Penyajian data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun

    yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

    pengambilan tindakan atau penyederhanaan informasi yang kompleks

    ke dalam satuan bentuk yang sederhana dan mudah dipahami.

    c. Penarikan kesimpulan, yaitu kegiatan konfigurasi yang utuh atau

    tinjauan ulang terhadap catatan-catatan dilapangan. Tujuannya adalah

    untuk menguji kebenaran, kecocokan, dan validitas dari makna-makna

    yang muncul di lokasi penelitian.

  • 35

    3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian

    Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara formal

    maupun informal. Teknik informal dilakukan secara naratif. Pada bagian-bagian

    tertentu hasil analisis data juga disajikan secara formal, yaitu berupa tabel, bagan,

    foto dan peta. Keseluruhan sajian hasil penelitian dituangkan dalam delapan bab

    yang disusun secara sistematis.

  • 36

    BAB IV

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Desa

    Desa Bengkel termasuk wilayah Kecamatan Busung Biu Kabupaten

    Buleleng dengan luas wilayah 640.000 hektar yang terdiri atas wilayah dataran

    tinggi (perbukitan) sebagai daerah perkebunan. Desa Bengkel termasuk wilayah

    beriklim tropis dengan suhu rata-rata 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius.

    Angin berembus dari arah selatan yang merupakan daerah perbukitan dari

    gugusan gunung Batu Karu dan Danau Tamblingan, dari arah utara yang

    merupakan angin dari Laut Jawa. Hal ini menyebabkan tanah di wilayah ini sangat

    subur dan cocok untuk tanaman hortikultura seperti kopi dan cengkeh.

    Secara administrasi Desa Bengkel memiliki batas-batas wilayah, yaitu

    sebagai berikut.

    1. Sebelah utara Desa Pelapuan

    2. Sebelah timur Desa Banyuatis

    3. Sebelah selatan Desa Umejero

    4. Sebelah barat Desa Kedis

    Desa Bengkel memiliki luas sekitar 640.000 hektar, 114.500 hektar

    merupakan tanah persawahan, 305.000 hektar tanah tegalan, dan 30.000 hektar

    merupakan tanah pekarangan, tanah lapangan 835 are, tanah perkantoran

    pemerintah 450 are dan tanah lainnnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

    tabel 4.1.

    36

  • 37

    Tabel 4.1 Luas wilayah Desa Bengkel Menurut Penggunaannya

    No Jenis Penggunaan Tanah Luas/ha % 1

    2

    3

    4

    5

    6

    Tanah Sawah

    Tanah tegalan dan perkebunan

    Tanah pekarangan dan perumahan

    Tanah lapangan

    Tanah perkantoran pemerintah

    Tanah lainnya

    114.500

    305.000

    30.000

    8,35

    4,50

    177,65

    17.89

    47.66

    4.69

    1.30

    0.70

    27.76

    Jumlah 640.000 10000 Sumber: Data Dasar Profil Desa Bengkel, Tahun 2010

    Berdasarkan Tabel 4.1 Desa Bengkel memiliki lahan pertanian khususnya

    tegalan dan perkebunan yang cukup luas. Dari 305.000 hektar tanah tegalan dan

    perkebunan, sekitar 230.000 hektar adalah perkebunan cengkeh. Tanah tegalan

    dan perkebunan selain dimiliki secara perorangan, ada pula yang merupakan laba

    pura serta milik desa.

    Wilayah Desa Bengkel terletak di bagian Utara pulau Bali, sebelah Barat

    kota Singaraja yaitu di Kecamatan Busung Biu. Seperti terlihat di peta Bali pada

    gambar di bawah ini.

  • 38

    Gambar 4.1 ( Peta Pulau Bali )

    Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang keadaan wilayah Desa

    Bengkel dapat dilihat dalam Peta Desa Bengkel pada gambar 4.2.

    Desa Bengkel

  • 39

    Gambar 4.2 ( Peta Desa Bengkel)

    Kompleks perumahan merupakan areal terkecil di Desa Bengkel yang

    dipergunakan sebagai tempat warga masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari,

    berfungsi sebagai rumah tinggal. Pola dasar dan pola rumah tinggal penduduk di

  • 40

    Desa Bengkel dilandasi pola keseimbangan yang disesuaikan dengan konsep Tri

    Hita Karana yakni tiga sumber yang menyebabkan manusia mencapai

    kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian yaitu Kahyangan (parhyangan),

    sebagai unsur jiwa atau atman, warga masyarakat desa (pawongan) sebagai unsur

    tenaga atau prana, wilayah desa (palemahan) sebagai unsur badan (buwana). Tri

    Hita Karana dalam pola rumah tinggal, yakni memiliki bangunan suci

    (sanggah/merajan), anggota keluarga, dan pekarangan rumah beserta

    bangunannya.

    4.2 Sejarah Desa Bengkel

    Sejarah Desa Bengkel tidak terlepas dari sejarah Buleleng. Berdasarkan

    babad Buleleng, diceritakan perjalanan Ki Gusti Panji, setelah beliau pergi dari

    kota Gelgel, mampir di Jarantik, , selanjutnya pergi menuju arah utara, ke barat,

    memasuki daerah Samprangan. Dari barat memasuki Kawisunya, dicapailah

    wilayah Bandana. Setelah empat hari perjalanan dari danau Pabaratan, Ki Gusti

    Panji, menginap ketika matahari sudah condong ke barat. Memasuki bukit Watu

    Saga, wilayah Den Bukit, Ki Gusti panji beristirahat seraya makan bekal berupa

    ketupat, beliau tersedak-sedak waktu makan (kilen-kilen), Ki Dumpyung disuruh

    melihat air di bawah, dan senjata Ki Pangkajatatwa, diterima oleh Si Luh Pasek

    Panji, lalu pangkal tangkainya ditancapkan di tanah, maksudnya untuk

    menaruhnya, Hyang Widi murah hati lalu memancar keluar air suci dari dalam

    tanah, kira-kira sebesar bejana, akan tetapi tidak ada yang mengalir ke luar dari

    lubang itu, hanya tetap berada seperti semula, sangat luar biasa kesucian air itu,

  • 41

    tak terkira senang hati mereka semua, terutama Ki Gusti Panji, lalu beliau minum

    air itu, demikian cerita air dahulu, selanjutnya diberi nama Banyu Anaman, Toya

    Katipat nama lainnya, hingga sampai sekarang.

    Setelah istirahat selanjutnya kembali melanjutkan perjalanan, dalam

    perjalanannya Ki Gusti Panji, di Danau Bubuyan, tiba-tiba datang kelihatan

    berupa manusia bernama Ki Panji Landung, langsung dicegat Ki Gusti Panji.

    Diusung ke atas, tak terkira tingginya Ki Panji Landung terasa sampai dilangit,

    Ki Gusti Panji disuruh melihat ke timur, kelihatan oleh beliau Ki Gusti Panji

    gunung Toya Anyar. Ki Panji Landung, memberi anugerah Ki Gusti Panji.

    Perjalanan Ki Gusti Panji ini dari daerah Suweca Pura bersama beberapa

    pasukan dan beberapa orang dari pasukan tersebut telah menjadi bagian dari

    penduduk desa Bengkel. Di antara mereka adalah orang-orang yang bekerja keras

    dalam merabas hutan untuk menjadikan lahan pertanian dan tempat tinggal.

    Berdasarkan informasi para tetua dan tokoh desa Bengkel menyebutkan bahwa

    sebelum tanggal 6 Juli 1962, Desa Bengkel masuk wilayah Desa Banyuatis yang

    bernama banjar/kelurahan Bengkel. Pada tanggal tersebut di atas dibawah

    perjuangan kelian banjar dan masyarakatnya membentuk Desa Bengkel yang

    dulunya bernama desa Djabon Pahit ( Pohon Bengkel).

  • 42

    4.3 Demografi Desa

    4.3.1 Kependudukan

    Penduduk sebagai salah satu sumber daya merupakan modal dasar dalam

    pembangunan. Menurut Ndraha (1991: 22) demografi menyangkut penduduk

    suatu desa yang terdaftar sebagai penduduk atau bertempat kedudukan di wilayah

    desa bersangkutan, tidak soal di mana ia mencari nafkahnya. Demografi juga

    berarti susunan atau perkembangan tentang penduduk (Badudu-Zain, 1996: 327).

    Keadaan demografi Desa Bengkel berfokus pada jumlah, ditribusi, struktur, dan

    perubahan penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Jumlah mengarah pada

    banyaknya penduduk, distribusi menunjukkan penempatan penduduk dalam suatu

    ruang pada kurun waktu tertentu, struktur mencakup distribusi penduduk menurut

    jenis kelamin dan kelompok umur, dan perubahan penduduk mencakup

    pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk (Asnawati, 2002: 3). Dalam

    penelitian desa Bengkel hanya dibatasi pada struktur penduduk menurut umur,

    jenis kelamin, tingkat pendidikan, mata pencaharian, serta menurut agama yang

    dipeluknya.

    Berdasarkan data dasar dari Desa Bengkel tahun 2009, jumlah penduduk

    Desa Bengkel secara keseluruhan adalah 3.227 jiwa atau 704 Kepala Keluarga

    (KK), yang terdiri atas 1.652 laki-laki dan 1.575 perempuan. Komposisi jumlah

    penduduk Desa Bengkel menurut umur dan jenis kelamin seperti terlihat pada

    tabel 4.2.

  • 43

    Tabel 4.2 Penduduk Desa Bengkel Menurut Umur dan Jenis Kelamin

    No Umur Jenis Kelamin Jumlah (tahun) Laki-laki Perempuan (jiwa)

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    10 11 12

    0 4 5 9 10 14 15 19 20 24 25 29 30 34 35 39 40 44 45 49 50 54 55 ke atas

    21 144 123 143 152 147 143 110 125 162 120 351

    42 149 115 142 136 154 141 120 127 129 114 208

    63 293 238 285 288 321 284 230 252 291 234 559

    Jumlah 1.652 1.575 3. 227 Sumber Data: dari Kantor Kepala Desa Bengkel Tahun 2010 Berdasrkan tabel 4.2 penduduk usia remaja dan produktif (15 54 tahun)

    berjumlah 2.284 orang, sedangkan kelompok yang ketergantungan sekitar 933

    orang. Hal ini menunjukkan kelompok ketergantungan lebih kecil jumlahnya

    daripada kelompok produktif. Suratiyah dan Hartadi (1990) menyatakan bahwa

    umur sangat berpengaruh pada tingkat partisipasi kerja. Umur yang lebih tua,

    lebih tinggi partisipasinya, dan tingkat partisipasi akan menurun secara bertahap

    pada umur 55 tahun.

    Desa Bengkel yang berprnduduk 3.227 orang, jika dilihat dari jenis

    kelamin, penduduk lak-laki berjumlah sedikit lebih banyak jika dibandingkan

    dengan perempuan. Perbedaan ini sangat penting artinya untuk mengetahui

    perkembangan pola ekonomi di desa tersebut. Perkembangan aktivitas

  • 44

    prekonomian suatu masyarakat terkait erat dengan kualitas penduduknya yang

    ditentukan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki. Pendidikan tidak hanya

    menambah pengetahuan, tetapi dapat juga meningkatkan keterampilan tenaga

    kerja yang nantinya dapat meningkatkan produktivitas (Effendi, 1993: 17).

    4.3.2 Pendidikan

    Untuk mengetahui kualitas penduduk Desa Bengkel dapat dilihat dari

    tingkat pendidikan masyarakatnya, seperti terlihat pada tabel 4.3.

    Tabel 4.3 Penduduk Desa Bengkel Menurut Tingkat Pendidikan

    No Tingkat Pendidikan Jumlah %

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    Belum tamat SD / Sederajat

    SD/Sederajat

    SLTP

    SLTA

    D1/D2

    Perguruan Tinggi

    Tidak Sekolah/Belum Sekolah

    373

    1500

    750

    325

    100

    55

    124

    11.56

    46.48

    23.24

    10.07

    3.10

    1.70

    3.84

    Jumlah 3.227 10000

    Sumber: Data Dasar Profil Desa Bengkel, Tahun 2010

    Tabel 4.3 memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan masyarakat

    Desa Bengkel masih tergolong relatif rendah jika dibandingkan jumlah penduduk

    produktif secara keseluruhan. Kesadaran masyarakat terhadap nilai pendidikan

    dan kemampuan ekonomi masyarakat tersebut sangat menentukan dalam

  • 45

    meningkatkan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan sering dipergunakan

    sebagai indikator dalam mengukur pendapatan maupun status sosial seseorang.

    4.3.3 Mata Pencaharian Penduduk

    Selain itu tingkat pendidikan masyarakat akan berdampak pula pada mata

    pencaharian penduduk yang cenderung heterogen. Mata pencaharian penduduk

    Desa Bengkel dapat terlihat pada tabel 4.4.

    Tabel 4.4 Penduduk Desa Bengkel Menurut Mata Pencaharian

    No Mata Pencaharian Jumlah % 1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    Petani

    Pelajar / Mahasiswa

    Ibu Rumah Tangga

    Pedagang

    Pegawai Swasta

    Pensiunan

    Guru/ Dosen

    Wiraswasta

    TNI

    Buruh Tani/ Buruh Harian Lepas

    Bidan / tenaga medis lain

    Pegawai Negeri

    Belum Kerja / Tidak Bekerja

    Lainnya

    571

    153

    306

    34

    183

    15

    23

    26

    2

    779

    1

    7

    902

    225

    17.69

    4.74

    9.48

    1.05

    5.67

    0.46

    0.71

    0.81

    0.06

    24.14

    0.03

    0.22

    27.95

    6.97

    Jumlah 3.227 100,00 Sumber: Data Dasar Profil Desa Bengkel, Tahun 2010

    Tabel 4.4 menyiratkan bahwa masyarakat Desa Bengkel sebagian besar

    menekuni pekerjaan di bidang pertanian dan buruh tani atau buruh harian lepas.

  • 46

    Buruh tani ini sangat diperlukan pada saat musim panen cengkeh tiba di mana

    mereka bekerja sebagai pemetik bunga cengkeh.

    4.3.4 Agama dan Kepercayaan

    Kepercayaan atau agama memberikan warna tertentu bagi kehidupan

    sosial masyarakat sesuai dengan keyakinan agama yang dianut. Horton (1991:

    305) menyatakan bahwa agama berkaitan dengan sesuatu yang sifatnya lebih dari

    perilaku moral. Berdasarkan daftar data dasar profil desa Bengkel Tahun 2010,

    mayoritas masyarakat Desa Bengkel adalah beragama Hindu. Hal itu bisa dilihat

    dari bangunan suci yang sebagian banyak adalah Pura. Selain pemeluk agama

    Hidu di Desa Bengkel juga ada masyarakat yang menganut agama Islam dan

    Kristen. Jumlah penduduk menurut aga dan kepercayaan di Desa Bengkel dapat

    dilihat pada tabel 4.5 berikut.

    Tabel 4.5 Penduduk Desa Bengkel Menurut Agama yang Dianut

    No Agama Jumlah %

    1

    2

    3

    Islam

    Katolik

    Hindu

    6

    7

    3.214

    0,19

    0.22

    99,60

    Jumlah 3.227 100,00

    Sumber: Diolah dari Data Dasar Profil Desa Bengkel, Tahun 2010

  • 47

    4.4 Sistem Pemerintahan

    Pada umumnya desa di Bali memiliki dua kelembagaan pemerintahan,

    yaitu sebagai kesatuan sosial kultural yang disebut dengan desa adat dan sebagai

    kesatuan administrasi disebut desa dinas. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis

    oleh Geertz (1992) yang memaparkan bahwa orang Bali selalu terikat pada

    pengelompokan sosial tertentu, di antaranya adalah kesatuan sosial yang

    didasarkan pada tempat tinggal dan ikatan sosio religius yang melahirkan desa

    adat dan kesatuan sosial atas dasar administrasi yang melahirkan konsep desa

    dinas.

    Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 1986, desa adat dirumuskan sebagai satu

    kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata

    krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam

    ikatan kahyangan tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan

    sendiri, serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Melalui desa adat-lah

    masyarakat Bali mempertahankan identitas kebalian mereka yang dilandasi oleh

    konsep Tri Hita Karana, yaitu (1) parhyangan (tempat pemujaan kepada Tuhan),

    (2) pawongan (warga desa), dan (3) palemahan (wilayah tanah desa). Desa adat

    lebih berfungsi dalam segi-segi kehidupan beragama, spiritual, kultural dan

    rohani. Sedangkan desa dinas sebagai satu kesatuan wilayah di bawah kecamatan,

    melakukan fungsinya pada segi-segi kehidupan formal.

    Desa Adat Bengkel terdiri atas dua banjar dinas, yaitu Banjar Dinas

    Bengkel dan Bukit Telu. Dalam dua banjar dinas tersebut terdapat sembilan banjar

    adat yaitu, (1) Banjar Adat Teben, (2) Banjar Adat Asem, (3) Banjar Adat

  • 48

    Kalibondan, (4) Banjar Adat Pengadengan, (5) Banjar Adat Bukit Telu, (6) Banjar

    Adat Umabasa, (7) Banjar Adat Betelan, (8) Banjar Adat Atuh, dan (9) Banjar

    Adat Salia. Dalam melaksanakan tugasnya, Desa Adat Bengkel dipimpin oleh

    seorang klian desa pakraman dan dibantu oleh wakil ketua, panyarikan

    (skretaris), juru raksa (bendahara), dan lima orang klian banjar adat yang

    membawahi sembilan banjar adat. Saba desa merupakan lembaga kerjasama yang

    terdiri atas para tokoh dan sesepuh desa. Setiap warga desa adat wajib untuk

    melaksanakan kewajiban-kewajiban yang patut dipelihara atau dilaksanakan.

    Mekanisme kehidupan desa adat adalah setiap warga desa adat mempunyai hak

    memilih kepala desa adat, ikut serta dalam sangkepan (rapat) desa adat, berhak

    dipilih sebagai prajuru dan lain-lainnya. Perangkat desa adat disebut prajuru desa

    adat. Berikut adalah bagan struktur Desa Adat Bengkel.

  • 49

    Bagan 4.1 Struktur Organisasi Desa Adat Bengkel

    Sumber: Kantor Kepala Desa Bengkel, Tahun 2010.

    Desa Bengkel memiliki pemerintahan desa dinas yang dikepalai oleh

    seorang kepala desa atau perbekel. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa

    dibantu oleh seorang sekretaris desa, lima orang kepala urusan (kaur), yaitu (1)

    kaur pemerintahan, (2) kaur pembangunan, (3) kaur bagian umum, (4) kaur

    kesejahteraan, dan (5) kaur keuangan, serta dua orang kepala dusun (banjar dinas)

    yakni kepala dusun (banjar dinas) Bengkel dan Bukit Telu. Kedua banjar dinas

    tersebut terdiri atas sembilan banjar adat. Banjar dinas Bengkel meliputi empat

    Klian Desa Pakraman Saba Desa

    Skretaris

    Wakil Ketua Klian Desa Pakraman

    Teben dan Asem

    Kalibondan dan Pengadengan

    Bukit Telu dan Umabasa Betelan

    Atuh dan Salia

    Klian Banjar Adat

    Bendahara

  • 50

    banjar adat, yaitu banjar adat Teben, Asem, Kalibondan, dan Pengadengan.

    Sedangkan banjar dinas Bukit Telu meliputi lima banjar adat, yaitu banjar adat

    Bukit Telu, Umabasa, Betelan, Atuh dan Salia. Di samping itu kepala desa dinas

    didampingi oleh Badan Perwakilan Desa (BPD). Untuk lebih jelasnya struktur

    pemerintahan Desa Bengkel dapat dilihat pada bagan 4.2

    Bagan 4.2 Struktur Organisasi Desa Bengkel

    Sumber: Kantor Kepala Desa Bengkel, Tahun 2010.

    Kepala Desa Bengkel

    Badan Perwakilan Desa (BPD)

    Sekretaris Desa

    Br. Adat Teben dan Asem

    Br. Adat Kalibondan dan Pengadengan

    Br. Adat Bukit Telu dan Umabasa

    Banjar Adat

    Betelan

    Br. Adat Atuh dan Salia

    Kepala Banjar Dinas Bengkel

    Kepala Banjar Dinas Bukit Telu

    Kaur Pemerintahan

    Kaur Pembangunan

    Kaur Kesejahteraan

    Rakyat

    Kaur Keuangan

    Kaur Umum

  • 51

    4.5 Profil Petani Cengkeh di Desa Bengkel

    Desa Bengkel terletak di dataran tinggi dengan iklim yang sejuk, karena

    wilayah desa ini terletak di balik perbukitan gunung Batukaru. Kondisi geografis

    tersebut membuat Desa Bengkel sangat cocok untuk pengembangan tanaman

    hortikultura, seperti kopi, cengkeh, coklat, dan vanili. Desa Bengkel yang terdiri

    atas sembilan banjar adat sejak dahulu terkenal sebagai sentra penghasil kopi.

    Sekitar tahun 1980-an terjadi penurunan harga kopi yang sangat drastis di pasaran.

    Anjloknya harga kopi tersebut membuat para petani di desa tersebut memikirkan

    untuk menanam tanaman komoditi lainnya yang lebih menjanjikan. Di satu sisi

    kalau mereka menanam tanaman lain belum tahu juga apakah hasilnya akan lebih

    baik, karena mereka tahu bahwa tanaman cengkeh adalah merupakan tanaman

    yang paling subur tumbuh di daerahnya. Akan tetapi petani malas untuk memetik

    bunga cengkehnya itu disebabkan karena kekawatiran setelah bersusah-susah

    memanjat pohot dan membayar ongkos petik, setelah dijual harganya tak

    sebanding dengan ongkos produksinya.

    Tanaman cengkeh sebenarnya telah berkembang di Desa Asah Duren

    Kabupaten Jembrana dan telah menjadi pilihan untuk dikembangkan di Desa

    Bengkel. Hal ini disebabkan harga komoditi ini sangat menjanjikan. Banyak para

    petani yang mencari bibit tanaman cengkeh ke Desa Asah Duren. Pada tahun 1981

    sampai dengan 1985 terjadi perabasan pohon kopi secara besar-besaran dan

    diganti dengan tanaman cengkeh. Sepuluh tahun kemudian, yaitu sekitar tahun

    1991 petani cengkeh di Desa Bengkel menikmati jerih payahnya sekitar tujuh

    sampai sepuluh tahun telah bercocok tanam cengkeh. Akan tetapi, kegembiraan

  • 52

    yang dialami oleh petani cengkeh di desa tersebut tidak berlangsung lama, oleh

    karena terjadi penurunan harga jual yang sangat drastis seiring dengan kebijakan

    Badan Penyangga Penjualan Cengkeh (BPPC) memonopoli pembelian cengkeh

    petani. Harga jual cengkeh menjadi sangat murah, yaitu dari harga jual rata-rata

    Rp 15.000,- sampai dengan Rp 25.000,- anjlok sampai Rp 3000,- per kilo

    gramnya.

    Anjloknya harga cengkeh tersebut membuat petani menjadi frustrasi.

    Mereka membiarkan pohon cengkehnya tanpa perawatan, seperti pembersihan

    ladang, pemupukan, dan penyiraman. Hal ini terjadi oleh karena harga cengkeh

    yang sangat rendah dan tidak sepadan dengan biaya produksinya. Tanaman

    cengkeh tumbuh dengan tanpa perawatan dari petani menyebabkan tanaman

    cengkeh menjadi tidak subur. Setelah bergulirnya reformasi dan sampai pada

    pembubaran BPPC harga jual cengkeh di pasaran berangsur-angsur menjadi baik

    kembali. Petani cengkeh kembali bergairah untuk merawat tanaman cengkehnya

    yang sebelumnya ditinggalkan begitu saja. Para petani tersebut rata-rata memiliki

    lahan seluas 15 sampai dengan 30 are dengan jumlah tanaman cengkeh sebanyak

    25 sampai dengan 50 buah pohon cengkeh. Dari jumlah ini para petani rata-rata

    pertahunnya memanen cengkeh sebanyak 250 kg sampai dengan 500 kg cengkeh

    kering. Sampai dengan bulan Agustus 2010 harga cengkeh kering per

    kilogramnya adalah rata-rata Rp 50.000,-

  • 53

    Gambar 4.3 Seorang petani menjemur cengkeh

    (Dokumen Mareni, 2010)

    4.6 Profil Tengkulak

    Kehidupan masyarakat Desa Bengkel yang heteregen, yaitu selain

    sebagian besar yang bermatapencaharian sebagai petani juga ada yang sebagai

    pegawai baik negeri maupun swasta, tukang, bekerja pada jasa angkutan, dan

    pedagang atau saudagar. Masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang dapat

    dikelompokkan ke dalam yang berskala kecil dan menegah berdasarkan modal

    yang dimiliki. Profesi saudagar dituntut untuk memiliki jumlah modal yang besar,

    oleh karena saudagar ini yang akan membeli hasil panen cengkeh dari para petani

    di desa Bengkel. Saudagar ini mendapatkan modalnya dari luas lahan kebun

    cengkeh yang di atas rata-rata dimiliki petani pada umumnya. Di samping

    memiliki modal yang besar saudagar ini juga memiliki akses dengan para

    pengepul yang ada di kota Singaraja.

  • 54

    Saudagar ini kemudian disebut tengkulak dalam penelitian ini, oleh karena

    mereka tidak hanya membeli hasil panen cengkeh dari petani juga berperan

    sebagai rentenir. Masa panen cengkeh yang cukup lama, yaitu sekali dalam

    setahun menyebabkan para petani kekurangan modal untuk biaya pemeliharaan

    cengkeh seperti membeli pupuk dan obat-obatan untuk hama pohon cengkeh,

    biaya buruh pemetik dan mikpik (memisahkan bunga dari tangkai), serta untuk

    kebutuhan keluarga baik konsumsi, pendidikan, maupun upacara adat. Di sinilah

    tengkulak berperan untuk meminjamkan uang kepada petani dengan bunga yang

    tinggi. Pada saat petani menjual hasil panen cengkehnya, maka harga akan

    dipermainkan oleh tengkulak tersebut di samping terjadi pemotongan harga dari

    akumulasi bunga pinjaman. Para saudagar juga tidak mau rugi, walaupun tahu

    pada saat panen rugi petani cengkeh tidak harus membayar hutang, akan tetapi

    tengkulak berpikirnya apabila tidak dibayarkan hutangnya akan kembali

    bertambah. Pihak petani juga berpikir kalau tidak dibayar pada saat menghasilkan

    panen, akan tidak bisa membayar kembali karena kesempatan untuk membayar

    hutang adalah pada saat panen cengkeh. Petani cengkeh juga merasa sangat

    kesulitan untuk menutupi hutang yang sudah berulang-ulang dilakukan, akan

    tetapi mereka tidak punya penghasilan lain selain berkebun cengkeh. Mau tidak

    mau petani cengkeh harus membayar hutangnya walaupun penghasilannya tidak

    cukup untuk membayar hutang. Karena saudagar tidak mau memberikan

    keringanan untuk menunda pembayaran hutangnya, di samping hutang akan

    semakin banyak juga kemungkinan hutang tidak dibayar. Karena bagaimanapun

    juga petani masih mengharapkan pinjaman lagi kalau biaya untuk produksi

  • 55

    cengkehnya kurang. Dan tempat untuk memperoleh pinjaman itu adalah pada

    tengkulak. Keberadaan tengkulak sedikitnya dapat meringankan beban petani

    yang membutuhkan modal cepat dan mudah karena tanpa membutuhkan waktu

    yang lama, walaupun petani sadar dengan meminjam uang kepada tengkulak

    sudah pasti bunganya juga tinggi.

    Gambar 4.4 Profil saudagar cengkeh

    (Dokumen Mareni, 2010)