kerajaan aceh

17
Kelompok 3 Nama : Gilang Riski Hendrayana Dwi Suprianto Kalangga Madrasah Aliyah Negeri Klaten Tahun 2014/2015

Upload: suratno-ratno-miharjo

Post on 07-Aug-2015

201 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kerajaan Aceh

Kelompok 3 Nama :

• Gilang Riski Hendrayana• Dwi Suprianto• Kalangga

Madrasah Aliyah Negeri KlatenTahun 2014/2015

Page 2: Kerajaan Aceh

Awal Mula Berdirinya Kerajaan AcehKetika awal kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua pelabuhan dagang yang besar sebagai tempat transit para saudagarluar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan Pedir mulai berkembang pesat ketika kedatangan bangsa Portugis serta negara-negara Islam. Namun disampingpelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan adanya kekuatan ketiga, masih muda, yaitu “Regno dachei” (Kerajaan Aceh).Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewatisebuah Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-ratamerupakan pemeluk agama Islam kini lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya yang subur, disini para pedagang mampumenjual hasil dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasaiMalaka dan sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh (Denys Lombard: 2006, 61-63)Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir padatahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan

Page 3: Kerajaan Aceh

peperangan dan penaklukan untuk memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, KerajaanAceh bersama pimpinanya Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebutjuga mampu mengalahkan kapal Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh (Poesponegoro: 2010, 28)Setelah memiliki kapal ini, Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim bersiap-siap untuk menyerang Malaka yang dikuasai oleh Bangsa Portugis. Namunrencana itu gagal. Ketika perjalanan menuju Malaka, awak kapal dari armada Kerajaan Aceh tersebut justru berhenti sejenak di sebuah kota. Disana merekadijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar, sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang Malaka yang dikuasai Portugis.Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis yang bermukim disana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada Gubernur daerah Portugis (William Marsden,2008: 387)Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim untuk terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan Portugis diIndonesia. Mereka terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitar Aceh, dimana kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kekuasaan Portugis,

Page 4: Kerajaan Aceh

termasuk daerah Pasai. Dari perlawanan tersebut akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di Pasai.Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadapsaudara laki-lakinya, Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh Sultan Alauddin Syah (William Marsden, 2008: 387-388)Sultan Alauddin Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan Ibrahim. Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil.Ia mencoba menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru pada tahun 1564. Hingga akhirnya ia wafat 28 September1571. Sultan Ali Ri’ayat Syah atau Ali Ri’ayat Syah, yang merupakan anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan Salad ad-Din. Ia mencoba merebutMalaka sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun 1573 dan 1575. Hingga akhirnya ia tewas 1579 (Denys Lombard: 2006, 65-66)Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakanhubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki, Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannyake Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Merekaberhasil menguasai Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk memimpin daerah-daerah tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh KerajaanAceh ini tak luput dari bantuan tentara Turki.

Page 5: Kerajaan Aceh

Mansyur Syah atau Sultan Alauddin Mansyur Syah dari Kerajaan Perak di Semenanjung adalah orang berikutnya yang naik tahta. Ia merupakan menantu SultanAli Ri’ayat Syah. Menurut Hikayat Bustan as-Salatin, ia adalah seorang yang sangat baik, jujur dan mencintai para ulama. Karena itulah banyak para ulamabaik dari nusantara maupun luar negeri yang datang ke Kerajaan Aceh. Hingga akhirnya ia wafat pada tahun 1585 dan digantikan oleh Sultan Alauddin Ri’ayatSyah ibn Sultan Munawar Syah yang memerintah hingga tahun 1588. Sejak tahun1588, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Ri’ayat Syah ibn Firman Syahatau Sultan Muda hingga tahun 1607 (Poesponegoro: 2010, 30-31)Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syahpada tahun 1496.Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri,kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya,Pedir,Lidie,Nakur.Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru. Pada tahun 1528,Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1571.Gunongan dan Kandang Baginda (Balai Kembang Cahaya). Tidak terlalu banyak peninggalan bangunan zaman Kesultanan yang tersisa di Aceh. Istana Dalam Darud Donya telah terbakar pada masa perang Aceh - Belanda.

Page 6: Kerajaan Aceh

Kini, bagian inti dari Istana Dalam Darud Donya yang merupakan tempat kediaman Sultan Aceh telah berubah menjadi Kraton Meuligoe yang digunakan sebagaiPedopo Gubernur Aceh. Perlu dicatat bahwa pada masa Kesultanan bangunan batu dilarang karena ditakutkan akan menjadi benteng melawan Sultan. Selain itu,Masjid Raya Baiturrahman saat ini bukanlah arsitektur yang sebenarnya dikarenakan yang asli telah terbakar pada masa Perang Aceh - Belanda. Peninggalanarsitektur pada masa kesultanan yang masih bisa dilihat sampai saat ini antara lain Benteng Indra Patra, Masjid Tua Indrapuri, Komplek Kandang XII (KomplekPemakaman Keluarga Kesultanan Aceh), Pinto Khop, Leusong dan Gunongan beserta Taman Ghairah yang luas dipusat Kota Banda Aceh. Kesusateraan Sebagaimana daerah lain di Sumatera, beberapa cerita maupun legenda disusun dalam bentuk hikayat. Hikayat yang terkenal diantaranya adalah Hikayat Malem Dagang yang berceritakan tokoh heroik Malem Dagang dalam settingan penyerbuan Malaka oleh AngkatanLaut Aceh. Ada lagi yang lain yaitu Bhikayat Malem Diwa, hikayat Banta Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham Nadiman, hikayat Pocut Muhammad, hikayat Perang Goempeuni, hikayat Habib Hadat, kisah Abdullah Hadat dan hikayat Perang Sabi. Salah satu karya kesusateraan yang paling terkenal adalah Bustanus Salatin (taman para raja) karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry disamping Taj al-salatin (1603),Sulalat al-Salatin (1612), dan Hikayat Aceh (1606-1636). Selain Ar-Raniry terdapat pula penyair Aceh yang agung yaitu Hamzah Fansuri dengan karyanya antara lain Asrar al-Arifin (Rahasia Orang yang Bijaksana), Sharab al-Asyikin (Minuman Segala Orang yang Berahi), Zinat al-Muwahidin (PerhiasanSekalian Orang yang Mengesakan), Syair Si Burung Pingai, Syair Si Burung Pungguk, Syair Sidang Fakir, Syair Dagang dan Syair Perahu.

Page 7: Kerajaan Aceh

Karya AgamaPara ulama Aceh banyak terlibat dalam karya di bidang keagamaan yang dipakai luas di Asia Tengga. Syaikh Abdurrauf menerbitkan terjemahan dari Tafsir Alqur'anAnwaarut Tanzil wa Asrarut Takwil, karangan Abdullah bin Umar bin Muhammad Syirazi Al Baidlawy ke dalam bahasa jawi. Kemudian ada Syaikh Daud Rumy menerbitkan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadi yang menjadi kitab pengantar di dayah sampai sekarang. Syaikh Nuruddin Ar-Raniry setidaknya menulis 27 kitab dalam bahasa melayu dan arab. Yang paling terkenal adalah Sirath al-Mustaqim, kitabfiqih pertama terlengkap dalam bahasa melayu.Tradisi kesultanan • Tradisi Meugang• Tradisi Peusijuk• Tradisi Tung Dara Baro• Tradisi Minum Kopi• Tradisi Kenduri Apam• Tradisi Mano Meupa• Tradisi Pelantikan Sultan Aceh

Page 8: Kerajaan Aceh

Silsilah raja raja kerajaan dan gubenur aceh darussalam Silsilah raja raja kerajaan dan gubenur aceh darussalam

sultan alaidin ali mughayat syah 916-936 H (1511 - 1530 M)sultan salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)sultan alaidin riayat syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 - 1571M)sultan husain alaidin riayat syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)sultan muda bin husain syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 harisultan mughal seri alam pariaman syah,987 H (1579M) selama 20 harisultan zainal abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)sultan aialidin mansyur syah, 989 -995H (1581 -1587M)sultan mugyat bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)sultan alaidin riayat syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M)sultan muda ali riayat syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)sultan iskandar muda dharma wangsa perkasa alam syah 1016 - 1045H (1607 - 1636M)sultan mughayat syah iskandar sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)sultanah sri ratu tajul alam safiatuddin johan berdaulat, 1050-1086H (1641 - 1671M)sultanah sri ratu nurul alam naqiatuddin (anak angkat safiatuddin), 1086 - 1088 H (1675-1678 M)sultanah sri ratu zakiatuddin inayat syah (putri dari naqiatuddin) 1088 - 1098 H (1678 - 1688M)sultanah sri ratu kemalat syah (anak angkat safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 - 1699M)sultan badrul alam syarif hasyim jamalul lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)

Page 9: Kerajaan Aceh

sultan perkasa alam syarif lamtoi bin syarif ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)sultan jamalul alam badrul munir bin syarif hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)sultan jauharul alam imaduddin,1139H (1729M)sultan syamsul alam wandi teubeuengsultan alaidin maharaja lila ahmad syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)sultan alaidin johan syah 1147 - 1174 (1735-1760M)sultan alaidin mahmud syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M)sultan alaidin muhammad syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M)sultan husain alaidin jauharul alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M)sultan alaidin muhammad daud syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M)sultan sulaiman ali alaidin iskandar syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)sultan alaidin mahmud syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)sultan alaidin muhammad daud syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M)

sultan alaiddin muhammad daud syah adalah sultan terakhir dari kerajaanaceh darussalam, beliau berjuang dan bergerilya selama 29 tahun danbeliau tidak pernah menyerahkan kedaulatan negaranya kepada pihakbelanda.

pada tahun 1903 beliau ditangkap oleh belanda dan diasingkan ke ambon,maluku dan terakhir dipindahkan ke jawa. beliau mangkat dijakarta padatahun 1939.

Page 10: Kerajaan Aceh

Masa Kejayaan Meskipun Sultan dianggap sebagai penguasa tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan oleh orangkaya atau hulubalang. Hikayat Aceh menuturkan Sultan yang diturunkan paksa diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579 karena perangainya yang sudah melampaui batas dalam membagi-bagikanharta kerajaan pada pengikutnya. Penggantinya Sultan Zainal Abidin terbunuh beberapa bulan kemudian karena kekejamannya dan karena kecanduannya berburudan adu binatang. Raja-raja dan orangkaya menawarkan mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada 1589. Ia segeramengakhiri periode ketidak-stabilan dengan menumpas orangkaya yang berlawanan dengannya sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa tunggal KesultananAceh yang dampaknya dirasakan pada sultan berikutnya.[3] Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.

Page 11: Kerajaan Aceh

Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda) didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 denganpimpinan Tuanku Abdul Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I. Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi kekuasaan Aceh. Kerajaan Aceh mulai mengalami masa keemasan atau puncak kekuasaan di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami peningkatan dalam berbagai bidang, yakni dalam bidang politik, ekonomi-perdagangan, hubungan internasional memperkuat armada perangnya, serta mampu mengembangakan dan memperkuat kehidupan Islam. Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun semakin terdesak akibat perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di bawah pimpinan

Sultan Iskandar Muda Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung dari Timur.

Page 12: Kerajaan Aceh

Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda, salah satunya yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan Perancis. Ia pernah mengirimkan utusannya ke Turki dengan memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan Turki dengan memberikan sebuah meriam perang dan bala tentara, untuk membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin Turki mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab, juga dengan Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditas-komoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca, obat-obatan (Poesponegoro: 2010, 31) Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar. Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomianKerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan inimenjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara

Page 13: Kerajaan Aceh

Kemunduran Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan. Diplomat_Aceh_ke_Penang Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870an Hal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah kemangkatan Sultan Iskandar Tsani hingga serangkaian peristiwa nantinya, dimana para bangsawan ingin mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan mengangkat janda Iskandar Tsani menjadiSultanah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang melatar-belakangi pengangkatan ratu. Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para Ulèëbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa harus melalui pelabuhan sultan di ibukota.

Page 14: Kerajaan Aceh

Lada menjadi tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir abad 19. Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, mesjid raya, Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan ketidak-tentraman. Menindaklanjutipertikaian ini, Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung) Tgk. Syech Abdurrauf As-Sinkily melakukan berbagai reformasi terutama perihal pembagian kekuasaan dengan terbentuknya tiga sagoe. Hal ini mengakibatkan kekuasaan sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa penuh pada daerah Bibeueh (kekuasaan langsung) semata. Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824),seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya menjadi Sultan Saif Al-Alam. Perang saudara kembali pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay Huan, seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang mampu berbahasa Perancis, Inggris dan Spanyol) dikembalikan. Tak habis sampai disitu, perang saudara kembali terjadi dalam perebutankekuasaan antara Tuanku Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar Sultan Mansur Syah (1857-1870).

Page 15: Kerajaan Aceh

Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh. Dia berhasil menundukkan para raja lada untuk menyetor upetike sultan, hal yang sebelumnya tak mampu dilakukan sultan terdahulu. Untuk memperkuat pertahanan wilayah timur, sultan mengirimkan armada pada tahun 1854 dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan kekuatan 200 perahu. Ekspedisi ini untuk meyakinkan kekuasaan Aceh terhadap Deli, Langkat dan Serdang. Namun naas, tahun 1865 Aceh angkat kaki dari daerah itu dengan ditaklukkannya benteng Pulau Kampai. Kemunduran terus berlangsung dengan naiknya Sultan Mahmudsyah yang muda nan lemah ke tapuk kekuasaan. Serangkaian upaya diplomasi ke Istanbul yang dipimpinoleh Teuku Paya Bakong dan Habib Abdurrahman Az-zahier untuk melawan ekspansi Belanda gagal. Setelah kembali ke ibukota, Habib bersaing dengan seorang India Teuku Panglima Maharaja Tibang Muhammad untuk menancapkan pengaruh dalam pemerintahan Aceh. Kaum moderat cenderung mendukung Habib namun sultan justru melindungi Panglima Tibang yang dicurigai bersekongkol dengan Belanda ketika berunding di Riau. Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus Sultan ditugaskan untuk mencari bantuan ke sekutu lama Turki .

Page 16: Kerajaan Aceh

Namun kondisi saat itu tidak memungkinkan karena Turki saat itu baru saja berperang dengan Rusia di Krimea. Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Perancis hingga Amerika namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di Penang untuk meraih simpati Inggris juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan diri menyerah ibukota. Maret 1873, pasukan Belanda mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal invasi Belanda Aceh. Perang AcehPerang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883 ,namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.

Page 17: Kerajaan Aceh