kata sambutan -...

104

Upload: others

Post on 05-Jan-2020

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pusat Kajian AKN | i

KATA SAMBUTAN

Sekretaris Jenderal DPR RI

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita

semua.

BPK RI telah menyampaikan Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2019,

beserta Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I

Tahun 2019 kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI) pada Rapat Paripurna

DPR RI, Selasa 17 September 2019. IHPS I Tahun

2019 memuat ringkasan 692 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

dan Badan Lainnya yang terdiri atas 651 LHP Keuangan, 4 LHP Kinerja,

dan 37 LHP Dengan Tujuan Tertentu (PDTT).

Memenuhi amanat konstitusi Pasal 23E ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945, hasil pemeriksaan BPK RI tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Dalam hal ini

DPR RI melakukan penelaahan terhadap hasil pemeriksaan BPK RI dalam

mendorong pengelolaan keuangan negara ke arah perbaikan serta untuk

mewujudkan tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel.

Untuk menjalankan amanat tersebut sekaligus untuk memperkuat referensi

serta memudahkan pemahaman terhadap IHPS I Tahun 2019, Pusat Kajian

Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI telah membuat

ringkasan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan

Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL) Tahun Anggaran 2018 yang

dikelompokkan sesuai mitra kerja Komisi DPR RI mulai dari Komisi I

sampai dengan Komisi XI.

Demikian Buku Ringkasan atas Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I

Tahun 2019 ini kami susun dan sajikan. Semoga dapat menjadi acuan bagi

DPR RI dalam melakukan fungsi pengawasannya dengan pendalaman atas

ii | Pusat Kajian AKN

kinerja mitra kerja dalam melaksanakan program-program prioritas

pembangunan nasional, baik pada rapat-rapat kerja maupun pada saat

kunjungan kerja DPR RI.

Akhirnya Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Pimpinan dan Anggota

DPR RI yang terhormat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Oktober 2019

Indra Iskandar

NIP. 19661114199703 1 001

Pusat Kajian AKN | iii

KATA PENGANTAR Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara

Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

uji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan dan

penyajian buku Ringkasan atas Hasil Pemeriksaan Semester I 2019

(IHPS I 2019) pada Kementerian/Lembaga yang disusun oleh Pusat Kajian

Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) Badan Keahlian DPR RI sebagai

supporting system dapat terselesaikan.

Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 17 September 2019, Badan

Pemeriksa Keuangan RI menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan

Semester (IHPS) beserta Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2019

yang memuat ringkasan dari 692 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK

pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dan badan lainnya yang meliputi hasil pemeriksaan atas 651

laporan keuangan, 4 hasil pemeriksaan kinerja, dan 37 hasil pemeriksaan

dengan tujuan tertentu. Untuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada

pemerintah pusat sendiri, terdiri dari 105 LHP atas laporan keuangan, 3

pemeriksaan kinerja, dan 9 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Dalam buku ini tersaji ringkasan laporan hasil pemeriksaan BPK RI untuk

Kementerian/Lembaga yang menjadi Mitra Kerja Komisi X, yang terdiri

dari 6 (enam) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan yaitu pada

Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pemuda

dan Olahraga, Perpustakaan Nasional, dan Badan Ekonomi Kreatif, serta 1

(satu) Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu pada

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Beberapa temuan dan permasalahan yang perlu mendapat perhatian antara

lain:

a. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) merupakan satu dari

lima K/L yang tidak memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) yang didasari permasalahan pada Belanja Barang belum

didukung bukti pertanggungjawaban serta terdapat ketidaksesuaian

P

iv | Pusat Kajian AKN

informasi yang tercantum dalam bukti pertanggungjawaban dengan hasil

konfirmasi yang diberikan oleh pihak lain yang terkait;

b. Pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diungkap mengenai

permasalahan pengembalian pembayaran ganda Tunjangan Profesi

Guru dan juga permasalahan lembaga penyalur Program Indonesia

Pintar (PIP) yang belum seluruhnya terdaftar sebagai Treasury National

Pooling (TNP);

c. Pada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi diungkap

permasalahan pemberian bantuan beasiswa (Bidikmisi, ADik) kepada

mahasiswa yang tidak berhak. BPK RI juga melakukan pemeriksaan

dengan tujuan tertentu atas pengelolaan program beasiswa yang

menunjukkan masih adanya kelemahan dalam pengelolaan program

beasiswa, baik pada aspek pengendalian intern, ketidakpatuhan terhadap

ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun aspek ekonomis,

efisiensi dan efektivitas (3E) yang antara lain mengakibatkan bantuan

beasiswa tidak dapat segera dimanfaatkan oleh perguruan tinggi maupun

mahasiswa, penyaluran beasiswa berpotensi tidak tepat sasaran,

pemborosan keuangan negara atas bantuan keuangan yang tidak sesuai

persyaratan, dan kekurangan penerimaan atas sisa dana pengelolaan

beasiswa;

d. Pada K/L lainnya seperti Kementerian Pariwisata, Perpustakaan

Nasional, dan Badan Ekonomi Kreatif secara umum diungkap

permasalahan penatausahaan Persediaan, Aset Tetap, Aset Tak

Berwujud, permasalahan kelebihan pembayaran, pemborosan keuangan

negara, kekurangan volume pekerjaan, dan sebagainya.

Pada akhirnya, kami berharap ringkasan ini dapat dijadikan bahan untuk

melakukan pendalaman atas kinerja Mitra Kerja Komisi dalam

melaksanakan program-program prioritas pembangunan nasional, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan secara transparan dan

akuntabel untuk dapat memberikan manfaat pada kesejahteraan rakyat, serta

dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi

BPK terhadap kinerja Kementerian/Lembaga dan Badan Publik lainnya.

Pusat Kajian AKN | v

Atas kesalahan dan kekurangan dalam buku ini, kami mengharapkan kritik

dan masukan yang membangun guna perbaikan produk PKAKN

kedepannya.

Jakarta, Oktober 2019 DRS. HELMIZAR

NIP. 19640719 199103 1 003

vi | Pusat Kajian AKN

DAFTAR ISI

Kata Sambutan Sekretaris Jenderal DPR RI .................................. i

Kata Pengantar Kepala PKAKN .................................................... iii Daftar Isi ............................................................................................. vi

1. KEMENTERIAN PARIWISATA LHP atas Laporan Keuangan Kementerian Pariwisata Tahun 2018 (LHP No. 94/HP/XVI/05/2019) ......................................... 1

Sistem Pengendalian Intern ....................................................... 1

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan ........... 5

2. BADAN EKONOMI KREATIF LHP atas Laporan Keuangan Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2018 (LHP No. 92/LHP/XVI/05/2019) ..................................... 14 Sistem Pengendalian Intern ....................................................... 14

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan ........... 18

3. KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA LHP atas Laporan Keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun 2018 (LHP No. 119/HP/XVI/05/2019) ......... 22 Sistem Pengendalian Intern ....................................................... 22

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan ........... 27

4. PERPUSTAKAAN NASIONAL LHP atas Laporan Keuangan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Tahun 2018 (LHP No. 84/HP/XVI/05/2019) ......... 38 Sistem Pengendalian Intern ....................................................... 38

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan ........... 43

Pusat Kajian AKN | vii

5. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LHP atas Laporan Keuangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2018 (LHP No. 1/HP/XIX/05/2019) ...... 47 Sistem Pengendalian Intern ....................................................... 47

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan ........... 57

6. KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

LHP atas Laporan Keuangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2018 (LHP No. 112/HP/XVI/05/2019) .................................................................. 67

Sistem Pengendalian Intern ....................................................... 67

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan ........... 76

PDTT atas Pengelolaan Program Beasiswa Tahun 2017 sampai dengan Triwulan III Tahun 2018 pada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Instansi Terkait Lainnya (LHP No. 178/HP/XVI/07/2019) ............................................... 87

viii | Pusat Kajian AKN

Pusat Kajian AKN | 1

RINGKASAN

ATAS HASIL PEMERIKSAAN SEMESTER I 2019 (IHPS I 2019)

PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA MITRA KERJA KOMISI X

1. KEMENTERIAN PARIWISATA

Perolehan opini BPK RI atas Laporan Keuangan (LK) Kementerian

Pariwisata (Kemenpar) selama tiga tahun berturut-turut sejak TA 2016

sampai dengan TA 2018 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang perkembangan

status pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI pada Kemenpar

untuk Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun Anggaran 2018:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Kemenpar pada

tahun 2018 mengungkap temuan yang perlu mendapatkan perhatian baik

ditinjau dari penilaian Sistem Pengendalian Intern maupun penilaian

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan yaitu:

Sistem Pengendalian Intern

Temuan Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern

1.1 Sistem Pengendalian Aset

1.1.1 Aset Kendaraan rusak berat dan tidak berfungsi sebanyak 21 unit

belum dihapuskan.

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan

Kementerian Pariwisata

Tahun 2018

(LHP No. 94/HP/XVI/05/2019)

2016 2017 2018

20 16 8

2016 2017 2018

58 38 34

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

20 19 0 37 19 0 1 0 0 0 0 0

Temuan

44

Rekomendasi

130

Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti

2 | Pusat Kajian AKN

Aset kendaraan rusak berat dan tidak berfungsi sebanyak 21 unit

belum dihapuskan (Temuan No. 1.1.1 atas Aset dalam LHP SPI No.

94B/HP/XVI/05/2019, Hal. 3)

1. Sebanyak 18 unit kendaraan pada Sekretariat Kementerian Pariwisata

dan 3 unit kendaraan pada Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I

belum diusulkan untuk dihapuskan. Kendaraan tersebut berupa bus,

mini bus, sedan dan motor dalam kondisi rusak berat dan tidak

digunakan lagi dalam operasi pemerintahan. Permasalahan tersebut

disebabkan karena inventarisasi/sensus terhadap aset-aset yang sudah

rusak dan tidak digunakan dalam operasional pemerintah baru

dilaksanakan pada tahun 2018 sehingga kajian dan perencanaan

penghapusan akan dilaksanakan secara bertahap di tahun 2019, dan akan

meminta persetujuan penjualan kendaraan secara lelang ke Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), serta melakukan

koordinasi antara Setmen dan Deputi Pengembangan Pemasaran I

terkait pencatatan kendaraan dinas operasional melalui mekanisme

transfer keluar dan transfer masuk pada SIMAK BMN.

2. Lamanya proses penghapusan mengakibatkan penambahan biaya

administrasi dan pengamanan fisik atas 21 unit kendaraan yang rusak

berat tersebut.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pariwisata agar:

a. Kepala Biro Umum Kepegawaian Hukum dan Organisasi (UKHO)

menyampaikan telaahan usulan penghapusan kendaraan rusak berat

kepada Sekretariat Menteri; dan

b. Sekretaris Menteri segera memproses penghapusan kendaraan yang

rusak ke KPKNL.

1.1.2 Perjanjian kerjasama atas pemanfaatan BMN untuk pembangunan,

pegelolaan dan pengalihan (build, operate, and transfer) Gedung

Sapta Pesona B Kemenpar Tidak Memadai.

1.1.3 Pencatatan penggunaan Persediaan Bahan Praktek di Sekolah

Tinggi Pariwisata (STP) Bandung dan Politeknik Pariwisata

Makassar tidak berdasarkan bukti administrasi.

Pusat Kajian AKN | 3

Perjanjian kerjasama atas pemanfaatan BMN untuk pembangunan,

pengelolaan dan pengalihan (build, operate, and transfer) Gedung

Sapta Pesona B Kemenpar tidak memadai (Temuan No. 1.1.2 atas Aset

dalam LHP SPI No. 94B/HP/XVI/05/2019, Hal. 5)

1. Kementerian Pariwisata tidak melakukan peninjauan perjanjian Build,

Operate, and Transfer (BOT) atas pemanfaatan Gedung Sapta Pesona B

Kemenpar secara berkala sesuai dengan peraturan yang terbaru dhi.

PMK No.96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan

Barang Milik Negara Lampiran V tentang Tata Cara Pelaksanaan BGS

(Bangun Guna Serah) dan BSG (Bangun Serah Guna) Barang Milik

Negara.

2. Permasalahan ini mengakibatkan nilai retribusi ke Kas Negara dari

pemanfaatan Gedung Sapta Pesona B sudah tidak relevan dengan

ketentuan yang berlaku dikarenakan beberapa klausul yang diatur dalam

PMK No. 96/PMK.06/2007 tidak tercakup dalam perjanjian kerjasama

antara Kemenpar dan PT GLP, diantaranya tidak ada klausul mengenai

perubahan tarif dan denda keterlambatan pembayaran kontribusi dan

biaya pemeliharaan dari pihak PT GLP ke Kas Negara; dan klausul

perjanjian BGS yang mencakup nilai retribusi yang menjadi kewajiban

pihak kedua serta hak/kewajiban masing-masing pihak kepada Menteri

Keuangan c.q DJKN.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pariwisata agar

memerintahkan Sekretaris Menteri untuk berkoordinasi dengan

Direktur PT GLP membahas kembali mengenai penyesuaian tarif

distribusi perjanjian BOT Gedung Sapta Pesona B sesuai ketentuan.

Pencatatan penggunaan persediaan bahan praktek di STP Bandung

dan Politeknik Pariwisata Makassar tidak berdasarkan bukti

administrasi (Temuan No. 1.1.3 atas Aset dalam LHP SPI No.

94B/HP/XVI/05/2019, Hal. 9)

1. SOP terkait pengadaan dan pengeluaran persediaan bahan baku praktek

telah ditetapkan, namun pemeriksaan BPK RI menemukan adanya

4 | Pusat Kajian AKN

permasalahan pencatatan pengeluaran persediaan yang tidak didasarkan

pada bukti administrasi pada:

a. Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung sebesar

Rp3.043.816.774,00 yang terdiri dari Prodi Manajemen Tata Boga

(MTB) sebesar Rp2.739.164.209,00 dan Prodi MTH sebesar

Rp304.652.565,00; dan

b. Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Makassar sebesar

Rp3.467.371.740,00.

2. Permasalahan tersebut disebabkan karena: tidak adanya personel khusus

(store keeper) untuk melakukan penatausahaan sebagaimana ditemukan

pada Poltekpar Makassar; store keeper yang ada tidak melakukan

penatausahaan dengan baik seperti pencatatan tidak sesuai aplikasi

Persediaan (dokumen food store recquisition); pencatatan hanya didasarkan

pada pengecekan sisa stok; mahasiswa/i tidak tertib mengisi food store

requestition; tidak terdapat bincard (kartu inventaris barang); dan

kurangnya pengendalian dan pengawasan atas pengendalian atas

pencatatan barang persediaan sesuai SOP.

3. Permasalahan tersebut mengakibatkan pengeluaran persediaan pada

STP Bandung dan Politeknik Pariwisata Makassar tidak tertib sebesar

Rp6.511.188.514,00 (Rp2.739.164.209,00 + Rp304.652.565,00 +

Rp3.467.371.740,00).

4. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pariwisata agar

memerintahkan:

a. Direktur Poltekpar Makassar mengangkat store keeper pada masing-

masing gudang praktek, membuat sistem pengendalian atas

pengeluaran persediaan praktek, dan mencatat setiap barang

persediaan sesuai dengan SOP; dan

b. Kepala STP Bandung memberikan sanksi kepada store keeper yang

tidak tertib melakukan pencatatan sesuai SOP, membuat sistem

pengendalian atas pengeluaran persediaan praktek, dan mencatat

setiap barang persediaan sesuai dengan SOP.

Pusat Kajian AKN | 5

Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Kekurangan volume pekerjaan pada pengadaan barang/jasa Layanan

Early Warning System (EWS) E-Comando di lingkungan

Kementerian Pariwisata tahun 2018 sebesar Rp148.249.794,00 (Temuan

No. 1.1.1.1 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No. 94C/HP/XVI/05/2019,

Hal. 3)

1. Jumlah short message service (sms) layanan Early Warning System (EWS) E-

Comando yang dikirim selama tahun 2018 hanya sebanyak 47.749 sms

dari 552.000 sms yang ditetapkan di dalam kontrak sehingga terjadi

kelebihan pembayaran akibat adanya kekurangan volume pekerjaan

sebesar Rp148.249.794,00. Pengalokasian kebutuhan oleh PPK dan Tim

Teknis tersebut jauh lebih besar dibandingkan realisasinya. Pengendalian

dan pengawasan yang dilakukan baik oleh Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA) maupun PPHP terhadap proses perencanaan sampai dengan

pertanggungjawaban kurang optimal, serta penyedia jasa juga tidak

menagihkan pembayaran sesuai dengan jumlah sebenarnya.

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan

1.1.1 Belanja Barang

1.1.1.1 Kekurangan volume pekerjaan pada pengadaan barang/jasa

Layanan Early Warning System (EWS) E-Comando di lingkungan

Kementerian Pariwisata Tahun 2018 sebesar Rp148.249.794,00.

1.1.1.2 Realisasi Belanja Jasa Lainnya pada 10 kontrak di Deputi Bidang

Pengembangan Industri dan Kelembagaan tidak sesuai ketentuan

sebesar Rp950.946.860,00.

1.1.1.3 Realisasi Belanja Jasa Lainnya pada tujuh kontrak di Deputi Bidang

Pengembangan Pemasaran I tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp3.047.459.630.

1.1.1.4 Realisasi Belanja Jasa Lainnya pada 10 kontrak di Deputi Bidang

Pengembangan Pemasaran II tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp8.077.391.975,00.

1.1.1.5 Realisasi Belanja Barang dari Dana Dekonsentrasi pada Provinsi

Sulawesi SeIatan tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp139.703.760,00.

6 | Pusat Kajian AKN

2. Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran atas Layanan

Early Warning System (EWS) E-Comamdo sebesar Rp148.249.794,00

((552.000 - 47.749) sms @ Rp330,00 dikurangi pajak Rp18.153.036,00).

Seluruhnya telah disetorkan ke Kas Negara tanggal 6 Mei 2019.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pariwisata agar

memberikan sanksi kepada: KPA yang tidak melakukan pengawasan dan

pengendalian atas tugas PPK; PPK dan Tim Teknis yang kurang cermat

dalam mengalokasikan kebutuhan jasa layanan Early Warning System

(EWS) E-Comando; dan PPHP yang kurang cermat dalam menerima

barang/jasa hasil pekerjaan.

Realisasi Belanja Jasa Lainnya pada 10 Kontrak di Deputi Bidang

Pengembangan Industri dan Kelembagaan tidak sesuai ketentuan

sebesar Rp950.946.860,00 (Temuan No. 1.1.1.2 atas Belanja Barang dalam LHP

Kepatuhan No. 94C/HP/XVI/05/2019, Hal. 5)

1. Pemeriksaan BPK RI secara uji petik pada Sekolah Tinggi Pariwisata

(STP) Bandung, Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Makassar, dan

Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa Dua Bali menemukan 10 kontrak

tidak sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. Kekurangan volume pekerjaan pembuatan film animasi master plan

Kampus Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung tahun 2018 sebesar

Rp39.693.412,00;

b. Duplikasi perhitungan item pelaporan pada pekerjaan jasa

pelaksanaan psikotes penerimaan mahasiswa baru Sekolah Tinggi

Pariwisata Bandung tahun 2018 sebesar Rp139.035.000,00;

c. Pekerjaan pelaksanaan publikasi sosial media Kampus Sekolah

Tinggi Pariwisata Bandung tahun 2018 tidak sesuai ketentuan di

dalam kontrak sebesar Rp102.900.000,00;

d. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pekerjaan jasa pemeliharaan gedung

Kampus Poltekpar Makassar tidak disusun berdasarkan survey harga

pasar sehingga perbandingan HPS berdasar invoice lebih murah

sebesar Rp130.935.780,00 dibandingkan HPS dengan SBM TA

2018. Selain itu, terdapat BPJS Ketenagakerjaan yang telah dipungut

namun belum dibayarkan dan besaran THR yang tidak sesuai

Pusat Kajian AKN | 7

ketentuan sebesar Rp45.594.000,00 (seluruhnya telah disetorkan ke

Kas Negara);

e. Pada kegiatan pemeliharaan gedung TA 2018 di STP Bandung,

perhitungan PPN dalam penyusunan RAB lebih besar dari yang

seharusnya mengakibatkan kekurangan Penerimaan Negara sebesar

Rp2.714.426,00, dan terdapat kelebihan perhitungan keuntungan

sebesar Rp23.141.590,00;

f. Pada pekerjaan Cleaning Service (CS) STP Bandung, terdapat

kelebihan pembayaran atas pekerjaan CS sebesar

Rp108.368.937,00, meliputi: penagihan atas pembayaran THR

sebesar Rp36.967.619,00 dan tagihan pembayaran yang tidak sesuai

jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp71.401.318,00;

g. Pada pelaksanaan pekerjaan studi lapang (fieldtrip) STP Bandung

terdapat pembayaran tiket pesawat oleh mahasiswa yang seharusnya

menjadi kewajiban rekanan sebesar Rp392.192.000,00;

h. Kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan praktek luar kampus

di Politeknik Pariwisata Makassar sebesar Rp23.726.978,00

(seluruhnya telah disetorkan ke Kas Negara);

i. Kekurangan volume pot pada sewa indoor plant di Poltekpar

Makassar sebesar Rp32.614.400,00 (seluruhnya telah disetorkan ke

Kas Negara);

j. Pada pekerjaan jasa pelaksanaan psikotes penerimaan mahasiswa

baru Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali tahun 2018 terdapat

duplikasi perhitungan pembayaran untuk item pelaporan, kelebihan

pembayaran akibat perbedaan data peserta psikotes sebesar

Rp43.680.500,00 (telah disetorkan ke Kas Negara sebesar

Rp1.704.000,00 sehingga sisa kelebihan pembayaran adalah

Rp41.976.500,00).

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Kelebihan pembayaran Rp847.307.440,00 (Rp39.693.412,00 +

Rp139.035.000,00 + Rp102.900.000,00 + Rp23.141.591,00 +

Rp108.368.937,00 + Rp392.192.000,00 + Rp41.976.500,00);

b. Pemborosan atas pelaksanaan Pekerjaan Jasa Pemeliharaan Gedung

Kampus Poltekpar Makassar sebesar Rp130.935.780,00; dan

8 | Pusat Kajian AKN

c. Penyedia jasa kurang membayar PPh ke Kas Negara sebesar

Rp2.714.426,00.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pariwisata agar:

a. Memberikan sanksi kepada KPA yang tidak melakukan pengawasan

dan pengendalian atas tugas PPK, PPK dan Tim Teknis tidak

cermat dalam menyusun HPS dan mengawasi pelaksanaan kegiatan

serta membebankan THR dalam nilai kontrak, Ketua Program Studi

tidak meminta persetujuan PPK dalam menambah item harga tiket

pelaksanaan dalam kontrak, PPHP kurang cermat dalam memeriksa

barang/jasa hasil pekerjaan, dan penyedia jasa tidak melaksanakan

pekerjaan sesuai kontrak;

b. Mengembalikan pungutan biaya tambahan tiket pesawat pada

kegiatan Studi Lapang (Fieldtrip) STP Bandung kepada mahasiswa

sebesar Rp392.192.000,00;

c. Memerintahkan penyedia jasa membayar kekurangan pembayaran

PPh ke Kas Negara sebesar Rp2.714.426,00; dan

d. Memerintahkan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan

Kelembagaan untuk menarik kelebihan pembayaran atas 6 Kontrak

kepada penyedia jasa terkait sebesar Rp455.115.440,00

(Rp847.307.440,00 - Rp392.192.000,00) dan menyampaikan bukti

setornya ke BPK RI.

Realisasi Belanja Jasa Lainnya pada tujuh kontrak di Deputi Bidang

Pengembangan Pemasaran I tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp3.047.459.630,00 (Temuan No. 1.1.1.3 atas Belanja Barang dalam LHP

Kepatuhan No. 94C/HP/XVI/05/2019, Hal. 25)

1. Pemeriksaan BPK RI atas Belanja Jasa Lainnya, menemukan

permasalahan pada tujuh kontrak dengan rincian sebagai berikut:

a. Kekurangan volume pelaksanaan kegiatan kerjasama pemasaran di

Wilayah Cross Border Kepri untuk Pasar Asia Tenggara I sebesar

Rp867.440.180,00;

b. Kekurangan volume pelaksanaan kegiatan kerjasama pemasaran di

Wilayah Cross Border Kepri untuk Pasar Asia Tenggara II sebesar

Rp1.217.025.900,00;

Pusat Kajian AKN | 9

c. Kekurangan volume pelaksanaan kegiatan kerjasama pemasaran di

Wilayah Cross Border Kepri untuk Pasar Asia Tenggara (Johor Baru)

sebesar Rp426.114.450,00;

d. Kekurangan volume pelaksanaan kegiatan Jakarta Hot Deals Pasar

Singapura dan Sales Mission 7 Destinasi Prioritas Lainnya di

Myanmar dan Laos sebesar Rp95.357.000,00;

e. Pelaksanaan pekerjaan Sales Mission Danau Toba Indonesia di

Jakarta dan Bandung ditemukan realisasi pencairan tiket perjalanan

tidak secara at cost dengan selisih lebih sebesar Rp142.320.550,00;

f. Pada pelaksanaan pekerjaan Misi Penjualan Destinasi Pariwisata

Prioritas Danau Toba di Surabaya, Semarang, Yogyakarta dan

Makassar ditemukan pencairan tiket perjalanan tidak secara at cost

dengan selisih lebih sebesar Rp146.313.900,00 dan kekurangan

volume pekerjaan senilai Rp14.732.150,00 (seluruhnya telah

disetorkan ke Kas Negara sebesar Rp161.046.050,00); dan

g. Kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan Pameran Wonderful

Indonesia pada Annual Meeting IMF sebesar Rp138.l55.500,00 (telah

dilakukan penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp25.000.000,00 dan

masih terdapat sisa kelebihan pembayaran sebesar

Rp113.155.500,00).

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran atas

kegiatan sebagaimana disebutkan di atas sebesar Rp2.861.413.580,00

(Rp867.440.180,00 + Rp1.217.025.900,00 + Rp426.114.450,00 +

Rp95.357.000,00 + Rp142.320.550,00 + Rp113.155.500,00).

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pariwisata agar:

a. Memberikan sanksi kepada KPA yang tidak melakukan

pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan PPK dengan baik, kepada

PPK yang kurang cermat dalam mengendalikan pelaksanaan

pekerjaan, PPHP yang kurang cermat dalam memeriksa dan

menghitung barang/jasa hasil pekerjaan, dan Tim Teknis yang

kurang cermat dalam melakukan pekerjaan;

b. Menempatkan verifikator dalam jumlah yang lebih memadai di

bagian Keuangan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I; dan

10 | Pusat Kajian AKN

c. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I menarik kelebihan

pembayaran atas 6 kontrak sebesar Rp2.861.413.580,00 kepada

penyedia jasa dan menyampaikan bukti setomya ke BPK RI.

Realisasi Belanja Jasa Lainnya pada 10 kontrak di Deputi Bidang

Pengembangan Pemasaran II tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp8.077.391.975,00 (Temuan No. 1.1.1.4 atas Belanja Barang dalam LHP

Kepatuhan No. 94C/HP/XVI/05/2019, Hal. 36)

1. Pemeriksaan BPK RI atas Belanja Jasa Lainnya, menemukan

permasalahan pada beberapa kontrak dengan rincian sebagai berikut:

a. Kegiatan publikasi branding pariwisata Indonesia melalui media

sosial internasional paket l di Asdep Strakom Pemasaran II tidak

mencapai target di Malaysia, Jepang, dan Thailand mengakibatkan

pemborosan sebesar Rp398.146.874,00;

b. Pada pekerjaan publikasi destinasi prioritas dan destinasi branding di

media cetak Korea ditemukan kelebihan pembayaran atas

kekurangan publikasi sebesar Rp65.339.000,00 (seluruhnya telah

disetorkan ke Kas Negara);

c. Kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan Internationale Tourismus

Borse (ITB) Berlin 2018 sebesar Rp556.570.628,00 telah dilakukan

penyetoran sebesar Rp200.000.000,00 sehingga masih terdapat

kelebihan pembayaran sebesar Rp356.570.628,00;

d. Kekurangan volume pada pekerjaan kegiatan Indonesia Tourism

Update di Belarusia sebesar Rp17.248.000,00 (seluruhnya telah

disetorkan ke Kas Negara);

e. Kekurangan volume pada pekerjaan kegiatan Festival Wonderful

Indonesia dan Joint Promotion dengan Wholesaler/Airlines di Rusia

Rp129.752.000,00 dan telah dilakukan penyetoran ke Kas Negara

sebesar Rp50.000.000,00 sehingga masih terdapat kelebihan

pembayaran sebesar Rp79.752.000,00;

f. Pemahalan nilai kegiatan publikasi destinasi prioritas dan destinasi

branding di Inflight Magazine paket II sebesar Rp791.336.280,00 dan

seluruhnya telah disetorkan ke Kas Negara;

g. Kekurangan volume pada pekerjaan kegiatan Korean International

Tourism Show di Korea Selatan sebesar Rp49.011.137,00 dan telah

Pusat Kajian AKN | 11

dilakukan penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp49.011.136,00

(masih terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp1,00);

h. Kekurangan volume pada pekerjaan kegiatan Diving Equipment and

Marketing Association (DEMA) Show di Las Vegas Amerika Serikat

sebesar Rp10.098.454,00 dan telah dilakukan penyetoran ke Kas

Negara sebesar Rp10.106.473,00;

i. Kekurangan volume pada pekerjaan kegiatan Hanatour International

Travel Show (HITS) di Kintex Seoul Korea Selatan sebesar

Rp123.865.532,00 dan seluruhnya telah disetorkan ke Kas Negara;

j. Pada kegiatan publikasi branding pariwisata Indonesia melalui

komunitas media sosial di Asdep Strakom Pemasaran II diketahui

terdapat kekurangan jumlah postingan oleh influencer China sebesar

Rp213.312.000,00 dan pengiriman barang promosi yang melebihi

tanggal pelaksanaan kegiatan sebesar Rp76.560.000,00. Seluruhnya

telah disetorkan ke Kas Negara; dan

k. Pada pelaksanaan kegiatan pemberian insentif kepada airlines dan

wholesaler pada Satker Asdep Pengembangan Pemasaran II Regional

I ditemukan beberapa permasalahan seperti pembayaran insentif

untuk rute yang tidak ada di dalam kontrak sebesar

Rp3.419.158.820,00, pembayaran insentif tidak sesuai realisasi pax

dalam dokumen pertanggungjawaban sebesar Rp1.333.259.800,00,

pembayaran insentif tanpa didasari manifest wisman yang datang ke

Indonesia sebesar Rp1.291.872.416,00. Untuk itu, telah dilakukan

penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp4.392.472.820,00 sehingga

masih terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp1.651.818.216,00.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pemborosan kegiatan publikasi

branding pariwisata Indonesia melalui media sosial internasional tiga

negara sebesar Rp398.146.874,00, dan kelebihan pembayaran atas

beberapa kegiatan di atas sebesar Rp2.088.140.845,00

(Rp356.570.628,00 + Rp79.752.000,00 + Rp1,00 +

Rp1.651.818.216,00).

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pariwisata agar:

a. Memberikan sanksi kepada: KPA (Deputi Bidang Pengembangan

Pemasaran II) yang kurang cermat dalam mengawasi tugas PPK

Kegiatan yang tidak melakukan pengendalian atas pelaksanaan

12 | Pusat Kajian AKN

pekerjaan; PPK Kegiatan yang tidak cermat dalam melakukan

verifikasi dokumen pertanggungjawaban; PPHP Kegiatan yang

tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya; dan Penyedia Jasa

Kegiatan yang melakukan penagihan tidak sesuai persyaratan

pembayaran;

b. Menambah verifikator dalam jumlah yang lebih memadai di bagian

Keuangan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II; dan

c. Menarik kelebihan pembayaran atas 4 kontrak sebesar

Rp2.088.140.845,00 dan menyampaikan bukti setornya ke BPK RI.

Realisasi Belanja Barang dari Dana Dekonsentrasi pada Provinsi

Sulawesi Selatan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp139.703.760,00 (Temuan No. 1.1.1.5 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No.

94C/HP/XVI/05/2019, Hal. 61)

1. Pemeriksaan BPK RI terhadap pertanggungjawaban Belanja Barang

pada Dana Dekonsentrasi Provinsi Sulawesi Selatan menemukan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Pada kegiatan program pengembangan kepariwisataan ditemukan

sebanyak 14 kegiatan atau sebesar Rp122.172.000,00 tidak sesuai

ketentuan dikarenakan bukti pertanggungjawaban tidak lengkap,

kekurangan volume pekerjaan, jumlah peserta kegiatan tidak sesuai

SPJ, dan sebagainya;

b. Realisasi Belanja Perjalanan Dinas pada tiga kegiatan event promosi

pariwisata luar negeri tahun 2018 sebesar Rp17.531.760,00 tidak

sesuai ketentuan dikarenakan adanya kelebihan pembayaran uang

harian pada belanja perjalanan dinas luar negeri.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar

Rp139.703.760,00 (Rp122.172.000,00 + Rp17.531.760,00).

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pariwisata agar:

a. Memberikan sanksi kepada: KPA kegiatan Dekonsentrasi dan PPK

yang kurang cermat dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan; PPHP

yang kurang cermat dalam menerima barang/jasa hasil pekerjaan;

Pelaksana Perjalanan Luar Negeri yang menagihkan pembayaran

tidak sesuai ketentuan; dan Penyedia Jasa Kegiatan yang tidak

melaksanakan pekerjaan sesuai yang disepakati; dan

Pusat Kajian AKN | 13

b. Menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp139.703.760,00 dan

menyampaikan bukti setornya ke BPK RI.

14 | Pusat Kajian AKN

2. BADAN EKONOMI KREATIF (BEKRAF)

Perolehan opini BPK RI atas Laporan Keuangan (LK) Badan Ekonomi

Kreatif (Bekraf) pada awal dibentuknya yaitu TA 2016 memperoleh Opini

Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) kemudian pada TA 2017 sampai

dengan TA 2018 opininya meningkat menjadi Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP) dua tahun berturut-turut.

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang perkembangan

status pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI pada Bekraf

untuk Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun Anggaran 2018:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Bekraf pada tahun

2018 mengungkap temuan yang perlu mendapatkan perhatian baik ditinjau

dari penilaian Sistem Pengendalian Intern maupun penilaian Kepatuhan

Terhadap Peraturan perundang-undangan, yaitu:

Sistem Pengendalian Intern

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan

Badan Ekonomi Kreatif

Tahun 2018

(LHP No. 92/LHP/XVI/05/2019)

Temuan Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern

1.1 Sistem Pengendalian Belanja

1.1.1 Pelaksanaan tiga kegiatan swakelola Belanja Barang pada Deputi

Pemasaran belum memadai.

2016 2017 2018

22 14 14

2016 2017 2018

73 47 31

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

57 17 0 16 21 0 0 9 0 0 0 0

Temuan

50

Rekomendasi

151

Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti

Pusat Kajian AKN | 15

Pelaksanaan tiga kegiatan swakelola Belanja Barang pada Deputi

Pemasaran belum memadai (Temuan No. 1.1.1 atas Belanja dalam LHP SPI

No. 92B/LHP/XVI/05/2019, Hal. 3)

1. Dalam mendukung pelaksanaan program global branding untuk produk-

produk ekonomi kreatif nasional, maka Deputi Pemasaran

melaksanakan pengadaan barang melalui Swakelola Tipe III (swakelola

yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat

Daerah penanggungjawab anggaran dan dilaksanakan oleh organisasi

masyarakat pelaksana swakelola), dimana pada pemeriksaannya BPK RI

menemukan:

a. Pada tahun 2018, Tim Penyelenggara Swakelola pada Deputi

Pemasaran belum dibentuk dikarenakan keterbatasan SDM, dan

usulan honor belum disetujui; dan

b. Tiga Perjanjian Kerja Sama (PKS) kegiatan tidak dilengkapi dengan

RAB, dan RAB baru diserahkan oleh pelaksana setelah kegiatan

swakelola dilaksanakan.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pengendalian dan pengawasan

atas pelaksanaan kegiatan swakelola lemah dan tidak optimal.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala Bekraf agar memerintahkan Deputi

Pemasaran untuk:

a. Membentuk Tim Persiapan, Tim Pelaksana dan Tim Pengawas

Kegiatan Swakelola serta menganggarkan honor swakelola pada

Deputi Pemasaran; dan

b. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada PPK Deputi

Pemasaran untuk lebih optimal dalam melakukan perencanaan dan

pengawasan kegiatan swakelola.

1.2 Sistem Pengendalian Aset

1.2.1 Penatausahaan Persediaan pada tiga kedeputian belum memadai.

1.2.2 Penatausahaan Aset Tetap Peralatan dan Mesin serta Aset Tak

Berwujud Bekraf belum memadai.

16 | Pusat Kajian AKN

Penatausahaan Persediaan pada tiga kedeputian belum memadai (Temuan No. 1.2.1 atas Aset dalam LHP SPI No. 92B/LHP/XVI/05/2019, Hal. 6)

1. Pada pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern Bekraf TA 2017,

diungkap permasalahan pengelolaan Persediaan Bekraf yang belum

memadai dan Bekraf telah menindaklanjuti rekomendasi BPK RI

dengan melakukan perhitungan jumlah Persediaan akhir tahun dan

menuangkannya dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang

Persediaan namun belum seluruhnya sesuai rekomendasi. Pada

pemeriksaan Persediaan TA 2018, BPK RI menemukan permasalahan

sebagai berikut:

a. Tiga kedeputian tidak melakukan pemeriksaan fisik Persediaan, dan

pelaporan tidak didasarkan pada mutasi barang; dan

b. Penyerahan Persediaan Bantuan Pemerintah berupa Bangunan,

Sarana, serta Barang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

belum didukung dokumen serah terima Barang Milik Negara

(BMN).

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan lemahnya pengamanan barang

Persediaan.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala Bekraf agar memerintahkan

Sekretaris Utama selaku Kuasa Pengguna Barang (KPB) untuk:

a. Menginstruksikan koordinator Tim Pengelola BMN agar lebih

cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas

pengelolaan dan penatausahaan Persediaan; dan

b. Menginstruksikan pengelola Persediaan agar berpedoman pada

ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan pengelolaan dan

penatausahaan Persediaan.

Pusat Kajian AKN | 17

Penatausahaan Aset Tetap Peralatan dan Mesin serta Aset Tak

Berwujud Bekraf belum memadai (Temuan No. 1.2.2 atas Aset dalam LHP

SPI No. 92B/LHP/XVI/05/2019, Hal. 9)

1. Pemeriksaan BPK RI atas Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud (ATB)

menunjukkan:

a. Belum semua Aset Tetap diberi label barang inventaris karena tahap

inventarisasi barang bergerak yang berada dalam penguasaan

pegawai Bekraf masih dalam proses;

b. Terdapat Aset Tak Berwujud (ATB) berupa lisensi yang

dimanfaatkan pihak lain sudah tidak dapat digunakan karena jangka

waktu yang telah habis dan belum dikembalikan kepada Bekraf; dan

c. Pembuatan dan pengembangan aplikasi Hak Kekayaan Intelektual

(HKI) dicatat dengan mengkapitalisasikannya ke ATB yang sudah

tidak aktif dan tidak memenuhi kriteria sebagai ATB lagi pada

SIMAK BMN.

2. Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan pengendalian BMN yang

belum dilabeli menjadi lemah dan ATB yang tercantum dalam SIMAK

BMN tidak sesuai kondisi yang sebenarnya.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala Bekraf agar memerintahkan:

a. Sekretaris Utama selaku Kuasa Pengguna Barang (KPB) untuk

menginstruksikan Kepala Subbagian Aset agar pengamanan BMN

dilakukan secara lebih optimal;

b. Deputi Infrastruktur untuk menginstruksikan Kepala Sub

Direktorat Manajemen Pelaksanaan TIK agar berkoordinasi

dengan Subbagian Aset terkait penarikan ATB yang dikuasai oleh

pihak lain (AINAKI); dan

c. Deputi Infrastruktur serta Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi

untuk menginstruksikan Tim Teknis masing-masing deputi agar

berkoordinasi dengan Subbagian Aset dalam melakukan pencatatan

ATB ke aplikasi SIMAK BMN dan melakukan inventarisasi ATB

yang ada pada masing-masing deputi.

18 | Pusat Kajian AKN

Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan

1.1 Belanja Barang

1.1.1 Pembelian tinta toner tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.

1.1.2 Kekurangan volume pekerjaan pengadaan jasa sewa peralatan kegiatan

BEACON pada Deputi Riset, Edukasi dan Pengembangan sebesar

Rp18.000.000,00.

1.1.3 Kekurangan volume Belanja Jasa Lainnya pada dua kegiatan di Deputi

Pemasaran dan Deputi Akses Permodalan sebesar Rp135.454.545,00.

1.1.4 Sisa dana pada dua kegiatan swakelola Belanja Jasa Lainnya di Deputi

Infrastruktur dan Deputi Pemasaran belum dikembaiikan ke Kas Negara

sebesar Rp91.920.000,00.

1.1.5 Terdapai kekurangan volume pekerjaan atas Kegiatan World

Conference on Creative Economy sebesar Rp433.350.000,00.

1.1.6 Terdapat pemborosan sebesar Rp655.188.000,00 dan kelebihan

pembayaran sebesar Rp50.328.564,00 pada Pekerjaan

Penyelenggaraan Acara Bekraf for Pre-Startup.

1.1.7 Terdapat kekurangan volume sebesar Rp990.039.698,00 dan

pemborosan sebesar Rp312.095.350,00 Kegiatan Fullboard Meeting

atas 26 Kegiatan Fasilitasi Sertifikasi Profesi pada Deputi Fasilitasi

Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi.

1.1.8 Pemberian Bantuan Pemerintah untuk tiga Fasilitasi Revitalisasi

Infrastruktur Fisik Ruang Kreatif tidak sesuai ketentuan dan terdapat

kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp19.692.513,00.

1.1.9 Kekurangan volume atas tiga pekerjaan Revitalisasi Infrastruktur Fisik

Bantuan Pemerintah pada Deputi Infrastruktur sebesar Rp62.530.269,00.

1.1.10 Denda keterlambatan atas pekerjaan Pengadaan Bantuan Pemerintah

sebesar Rp19.206.823,00 belum dikenakan.

1.2 Belanja Modal

1.2.1 Kekurangan volume atas pekerjaan Renovasi Interior dan Furniture

Kantor Bekraf Lantai 17 di Gedung Kementerian BUMN pada Biro Umum

dan Kepegawaian sebesar Rp98.390.119,00.

Pusat Kajian AKN | 19

Terdapat kekurangan volume pekerjaan atas Kegiatan World

Conference on Creative Economy (WCCE) sebesar Rp433.350.000,00 (Temuan No. 1.1.5 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No.

92C/LHP/XVI/05/2019, Hal. 13)

1. Pemeriksaan menemukan adanya pembayaran atas item-item pekerjaan

yang tidak dapat dibuktikan keberadaannya pada saat pelaksanaan

kegiatan WCCE baik melalui dokumentasi foto maupun video sebesar

Rp433.350.000,00.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran atas

pelaksanaan kegiatan WCCE sebesar Rp433.350.000,00.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala Bekraf agar memerintahkan Deputi

Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah untuk:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada PPK yang kurang

cermat dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan

kegiatan WCCE, dan PPHP yang kurang cermat dalam

melaksanakan tugas pemeriksaan barang; dan

b. Menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp433.350.000,00 dan

menyetorkannya ke Kas Negara serta menyampaikan salinan bukti

setor kepada BPK RI.

Terdapat pemborosan sebesar Rp655.188.000,00 dan kelebihan

pembayaran sebesar Rp50.328.564,00 pada pekerjaan

penyelenggaraan acara Bekraf for Pre-Startup (Temuan No. 1.1.6 atas

Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No. 92C/LHP/XVI/05/2019, Hal. 16)

1. Pada pelaksanaan pekerjaan penyelenggaraan acara (Event Organizer)

Bekraf for Pre-Startup (BEK-UP), pemeriksaan BPK RI menunjukkan

permasalahan sebagai berikut:

a. Perbandingan antara RAB dan laporan akhir kegiatan menunjukkan

perbedaan jumlah peserta yang besar dan mengakibatkan

pemborosan sebesar Rp655.188.000,00 dikarenakan penetapan

jumlah peserta berdasarkan target, bukan berdasarkan data peserta

Pre-Startup setempat;

b. Terdapat kelebihan pembayaran honorarium mentor sebesar

Rp25.200.000,00 atas pembayaran honor yang tidak didukung

daftar hadir;

20 | Pusat Kajian AKN

c. Kelebihan pembayaran paket meeting fullboard sebesar

Rp4.290.000,00 yang merupakan selisih lebih antara realisasi

anggaran dengan realisasi pembayaran ke pihak hotel; dan

d. Kelebihan pembayaran perjalanan dinas mentor lokal sebesar

Rp20.828.564,00 yang merupakan selisih lebih antara harga tiket di

dokumen pertanggungjawaban dengan realisasi harga tiket

penerbangan sebenarnya.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pemborosan keuangan negara

sebesar Rp655.188.000,00, dan kelebihan pembayaran sebesar

Rp50.328.564,00 (Rp25.200.000,00 + Rp4.290.000,00 +

Rp20.838.564,00).

3. BPK RI merekomendasikan Kepala Bekraf agar memerintahkan Deputi

Infrastruktur untuk:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada PPK yang kurang

cermat dalam menyusun perencanaan dan pengawasan atas

pelaksanaan kegiatan; dan

b. Menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp50.328.564,00 dan

menyetorkannya ke Kas Negara serta menyampaikan salinan bukti

setor kepada BPK RI.

Terdapat kekurangan volume sebesar Rp990.039.698,00 dan

pemborosan sebesar Rp312.095.350,00 kegiatan Fullboard Meeting

atas 26 kegiatan fasilitasi sertifikasi profesi pada Deputi Fasilitasi

Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi (Temuan No. 1.1.7 atas Belanja

Barang dalam LHP Kepatuhan No. 92C/LHP/XVI/05/2019, Hal. 20)

1. Pada tahun 2018, Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi melaksanakan

kegiatan fasilitasi sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif di beberapa

daerah. Hasil pemeriksaan BPK RI pada 26 kegiatan fasilitasi sertifikasi

profesi di Deputi Fasilitasi HKl dan Regulasi diketahui hal-hal sebagai

berikut:

a. Kekurangan volume kegiatan fullboard meeting sebesar

Rp990.039.698,00 dikarenakan waktu (jumlah hari) pelaksanaan

kegiatan kurang dari yang ditentukan; dan

Pusat Kajian AKN | 21

b. Pemborosan atas kegiatan fullboard meeting sebesar

Rp312.095.350,00 dikarenakan jumlah pax fullboard meeting yang

melebihi jumlah yang ditentukan dalam kontrak.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar

Rp990.039.698,00 dan pemborosan sebesar Rp312.095.350,00 atas

kegiatan Fasilitasi Sertifikasi Profesi.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala Bekraf agar memerintahkan Deputi

Fasilitasi HKI dan Regulasi untuk:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada PPK yang kurang

cermat dalam menguji kelengkapan bukti pertanggungjawaban dan

tidak mempedomani ketentuan yang berlaku dalam kontrak; dan

b. Menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp990.039.698,00 dan

menyetorkannya ke Kas Negara serta menyampaikan salinan bukti

setor kepada BPK RI.

22 | Pusat Kajian AKN

3. KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

Perolehan opini BPK RI atas Laporan Keuangan (LK) Kementerian

Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada TA 2016 memperoleh opini

Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) kemudian pada TA 2017 sampai

dengan TA 2018 berhasil memperbaiki perolehan opininya menjadi Wajar

Dengan Pengecualian (WDP). Meski demikian, Kemenpora termasuk

satu dari lima K/L yang tidak memperoleh opini WTP pada IHPS I 2019.

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang perkembangan

status pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI pada Kemenpora

untuk Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun Anggaran 2018:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Kemenpora pada

tahun 2018 mengungkap temuan yang perlu mendapatkan perhatian baik

ditinjau dari penilaian Sistem Pengendalian Intern maupun penilaian

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan yaitu:

Sistem Pengendalian Intern

Temuan Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern

1.1 Sistem Pengendalian Belanja

1.1.1 Tata Kelola Belanja Barang Lainnya untuk Diserahkan kepada

Masyarakat/Pemda tahun 2018 belum memadai.

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan

Kementerian Pemuda dan Olahraga

Tahun 2018

(LHP No. 119/HP/XVI/05/2019)

2016 2017 2018

24 17 30

2016 2017 2018

105 43 72

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

31 23 0 21 17 0 53 3 0 0 0 0

Temuan

71

Rekomendasi

220

Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti

Pusat Kajian AKN | 23

Tata kelola Belanja Barang Lainnya untuk diserahkan kepada

Masyarakat/Pemda tahun 2018 belum memadai (Temuan No. 1.1.1 atas

Belanja dalam LHP SPI No. 119B/HP/XVI/05/2019, Hal. 3)

1. Pemeriksaan BPK atas Sistem Pengendalian Intern pengelolaan Belanja

Barang Lainnya untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda

menemukan adanya kelemahan sebagai berikut:

a. Terkait bantuan fasilitasi untuk cabang olahraga pada Deputi

Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, diketahui adanya

permasalahan bantuan fasilitasi yang tetap diberikan meskipun

verifikasi proposal permohonan bantuan belum sesuai persyaratan

yang ditetapkan di dalam juknis, terdapat inkonsistensi waktu terkait

kapan proposal diterima dan diverifikasi antara yang tercantum di

1.1.2 Penganggaran sarana olahraga meja tenis pada Deputi Bidang

Peningkatan Prestasi Olahraga Tahun 2018 sebesar Rp1.860.309.000,00

tidak tepat.

1.2 Sistem Pengendalian Aset

1.2.1 Pengelolaan Kas pada tiga satuan kerja Kementerian Pemuda dan

Olahraga Tahun 2018 belum memadai.

1.2.2 Pengelolaan Persediaan berupa peralatan Electronic Scoring Target (EST)

untuk Asian Games XVIII tahun 2018 pada Cabang Olahraga Menembak

belum memadai.

1.2.3 Pengelolaan Persediaan yang berasal dari sponsorship Value-in-Kind

(VIK) berupa barang elektronik sebesar Rp3.351.625.000,00 belum

memadai.

1.2.4 Pengelolaan barang hasil pengadaan INAPGOC tahun 2018 belum

memadai.

1.2.5 Penatausahaan peralatan IT untuk penyelenggaraan Asian Games 2018

tidak dilaksanakan dengan cermat dan terjadi kehilangan aset sebesar

Rp1.171.329.500,00.

1.2.6 Pengelolaan Aset Tetap pada Kementerian Pemuda dan Olahraga

tahun 2018 belum memadai.

1.3 Sistem Pengendalian Kewajiban

1.3.1 Proses pengalihan tunggakan pembayaran kegiatan yang timbul dari

penyelenggaraan Asian Games 2018 sebesar Rp28.828.444.103,00 tidak

tepat.

24 | Pusat Kajian AKN

dalam Berita Acara Hasil Verifikasi Proposal dengan kondisi

sebenarnya, dan PPK belum melakukan verifikasi atas laporan

pertanggungjawaban yang disampaikan oleh induk organisasi

cabang olahraga (cabor) padahal BAST akan disahkan oleh PPK

setelah hasil verifikasi atas laporan pertanggungjawaban dinyatakan

sesuai dengan perjanjian kerjasama;

b. Terkait bantuan pemerintah pada Deputi Bidang Pengembangan

Pemuda, diketahui jika PPK belum melakukan verifikasi atas

laporan pertanggungjawaban yang disampaikan oleh induk

organisasi cabor; dan

c. Terdapat pengadaan peralatan olahraga dan peralatan sekretariat

yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun namun hingga

saat ini belum ditetapkan statusnya sedangkan sesuai PMK No. 111

Tahun 2016, pengalihan kepemilikannya kepada cabor baru dapat

dilakukan setelah dilakukan penetapan status penggunaan.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Berita Acara Hasil Verifikasi yang dibuat oleh Tim Verifikasi belum

dapat diyakini validitasnya;

b. Laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang diserahkan

oleh induk organisasi cabang olahraga belum sepenuhnya dapat

diyakini kesesuaiannya dengan perjanjian kerjasama; dan

c. Pengamanan fisik atas peralatan hasil pengadaan cabor lemah.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pemuda dan Olahraga agar:

a. Menginstruksikan Tim Verifikasi yang mengelola anggaran Belanja

Barang Lainnya untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda,

supaya lebih cermat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam

pengelolaan anggaran bantuan pemerintah;

b. Melakukan revisi Peraturan Menpora (Permenpora) terkait

pengelolaan dan penyaluran bantuan pemerintah, dengan mengatur

kewajiban PPK untuk melakukan verifikasi atas laporan

pertanggungjawaban bantuan dan mengesahkan Berita Acara Serah

Terima (BAST) setelah hasil verifikasi sesuai dengan perjanjian kerja

sama berdasarkan PMK No. 173/PMK.05/2016;

c. Menginstruksikan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga

dan Deputi Bidang Pengembangan Pemuda untuk:

1) Menyempurnakan juknis terkait pengelolaan dan penyaluran

bantuan pemerintah dengan mengatur kewajiban PPK untuk

Pusat Kajian AKN | 25

melakukan verifikasi atas laporan pertanggungjawaban bantuan

dan mengesahkan BAST setelah hasil verifikasi sesuai dengan

perjanjian kerja sama berdasarkan PMK No.

173/PMK.05/2016;

2) Menyempurnakan perjanjian kerjasama (MoU) dengan

menambahkan klausul terkait status pemanfaatan barang hasil

pengadaan dari dana bantuan; dan

3) Meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan

kegiatan di satuan kerja yang menjadi tanggungjawabnya.

Pengelolaan Kas pada tiga satuan kerja Kementerian Pemuda dan

Olahraga tahun 2018 belum memadai (Temuan No. 1.2.1 atas Aset dalam

LHP SPI No. 119B/HP/XVI/05/2019, Hal. 14)

1. Atas pemeriksaan pengelolaan Kas, BPK mengungkapkan adanya

kelemahan umum dan kelemahan khusus (hasil pemeriksaan lapangan)

dalam pengelolaan Kas di Kemenpora sebagai berikut:

a. Kelemahan Umum: pengamanan fisik kas tunai oleh Bendahara

Pengeluaran masih lemah, salah satunya ditunjukkan dengan tidak

adanya brankas, tidak adanya pemisahan tugas dan tidak berjalannya

fungsi operator aplikasi pengelolaan anggaran dimana masih

ditemukan personil yang mengelola lebih dari satu jenis aplikasi

maupun personil pengelola yang tidak ditetapkan melalui SK. Selain

itu, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) juga melakukan

penarikan tunai atas seluruh dana yang dipindahbukukan sehingga

Bendahara Pengeluaran (BP) dan BPP memiliki kas tunai tiap

harinya melebihi jumlah yang telah ditetapkan sebesar

Rp50.000.000;

b. Kelemahan Khusus: BP dan beberapa BPP di Deputi I, Deputi

III, dan Deputi IV tidak melaksanakan pengelolaan Kas sesuai

ketentuan, yaitu tidak melaksanakan pembukuan/pencatatan serta

pertanggungjawaban yang valid dan akurat sehingga data yang

dihasilkan tidak dapat diandalkan.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan lemahnya pengendalian

pengelolaan Kas pada tiga satuan kerja.

3. BPK RI merekomendasikan Menpora agar:

a. Memerintahkan Bendahara Pengeluaran terkait agar lebih cermat

dalam pengelolaan Kas yang menjadi tanggungjawabnya;

26 | Pusat Kajian AKN

b. Memerintahkan PPK terkait untuk meningkatkan pengawasan atas

pengelolaan Kas di BPP yang menjadi tanggungjawabnya;

c. Memperbaiki desain pengendalian internal atas Kas dengan

melakukan pemisahan tugas dan fungsi secara tepat serta

menugaskan personil yang memiliki keahlian di bidangnya dan

berstatus pegawai tetap; dan

d. Menginstruksikan Deputi I, III, dan IV untuk meningkatkan

pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan kegiatan di satuan kerja

yang menjadi tanggungjawabnya.

Pengelolaan Aset Tetap pada Kementerian Pemuda dan Olahraga

Tahun 2018 belum memadai (Temuan No. 1.2.6 atas Aset dalam LHP SPI No.

119B/HP/XVI/05/2019, Hal. 46)

1. Terdapat kelemahan pengelolaan Aset Tetap yang berulang dari tahun

sebelumnya yaitu terkait permasalahan pemutakhiran hasil inventarisasi

BMN ke dalam aplikasi SIMAK BMN maupun ke dalam Daftar Barang

Ruangan (DBR), Aset Tetap belum dilengkapi dengan kode/nomor

inventaris barang secara rinci, Aset Tetap berupa Peralatan dan Mesin

tidak dapat ditelusuri keberadaannya, dan pengelolaan Aset Tetap

Kemenpora masih dipusatkan pada satker Bidang Kesekretariatan

Kemenpora.

2. Pada tahun 2018, telah dilakukan upaya tindak lanjut sebagai berikut:

a. Proses inventarisasi barang rusak telah dilakukan dan

didokumentasikan dalam Laporan Inventarisasi Barang Rusak.

Namun nilai total barang rusak antara yang tercatat di Laporan

Inventarisasi dengan di aplikasi SIMAK BMN menunjukkan adanya

perbedaan;

b. Terkait DBR, telah dilakukan proses matching data antara fisik

barang di ruangan dengan data di aplikasi SIMAK BMN. Namun

hingga 31 Desember 2018, proses tersebut belum selesai. Kendala

dalam proses matching data tersebut adalah pelaksanaan yang masih

terpusat oleh Petugas SIMAK BMN Sekretariat Kemenpora;

c. Pada tahun 2018, telah dilakukan proses inventarisasi namun

labelling kode inventaris secara rinci tersebut belum dilakukan; dan

d. Terdapat Aset Tetap Peralatan dan Mesin yang masih tidak dapat

ditelusuri keberadaannya sebesar Rp5.511.401.170,00 berupa

meubelair di P3SON, 114 unit Aset Tetap Peralatan dan Mesin Sport

Pusat Kajian AKN | 27

Science Hambalang, dan selisih hasil inventarisasi tahun 2014 yang

tidak dapat ditelusuri keberadaanya sebanyak 6.508 unit.

3. Pengelolaan kendaraan bermotor belum termonitor dengan baik dimana

ditemukan kendaraan yang sudah dihibahkan namun masih tercatat di

Kartu Inventaris Barang (KIB), terdapat kendaraan bermotor yang tidak

diketahui keberadaannya sebesar Rp54.823.000,00, 256 unit kendaraan

tidak didukung data yang rinci, dan Berita Acara (BA) pinjam pakai

belum menunjukkan kondisi yang mutakhir

4. Permasalahan tersebut mengakibatkan penyelesaian masalah Aset Tetap

Peralatan dan Mesin sebesar Rp5.566.224.170,00 (Rp5.511.401.170,00

+ Rp54.823.000,00) berlarut-larut, dan pengamanan aset kendaraan

bermotor menjadi lemah.

5. BPK RI merekomendasikan Menpora agar:

a. Memperbaiki sistem pengelolaan Aset Tetap dengan memperbaiki

SOP, dan mendelegasikan tugas dan tanggungjawab pengelolaan

Aset Tetap dari Sekretariat Kemenpora ke masing-masing satker

serta menugaskan personil yang memiliki keahlian di bidangnya;

b. Memerintahkan Petugas SIMAK BMN supaya lebih tertib dalam

menjalankan pengelolaan Aset Tetap;

c. Menginstruksikan Kepala Bagian Rumah Tangga dan Kepala

Bagian Perlengkapan supaya lebih cermat dalam mengelola

kendaraan bermotor; dan

d. Menginstruksikan Sesmenpora untuk meningkatkan pengendalian

dan pengawasan atas pengelolaan Aset Tetap di satuan kerja yang

menjadi tanggung jawabnya.

Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan

1.1 Pendapatan

1.1.1 Pendapatan Dana Komersial Asian Games 2018 sebesar

Rp25.400.000.000,00 belum diterima.

1.1.2 Pelaksanaan Ticketing Agreement terbebani biaya yang tidak sesuai

perjanjian sebesar Rp1.379.519.685,00.

28 | Pusat Kajian AKN

1.2 Belanja Barang

1.2.1 Belanja Bantuan Pemerintah tahun 2018 belum didukung bukti

pertanggungjawaban sebesar Rp4.850.000.000,00 dan sisa Dana

Bantuan Pemerintah belum disetor ke Kas Negara sebesar

Rp18.841.598.726,00.

1.2.2 Pengelolaan Dana untuk Kegiatan Sepeda Nusantara, Hari Olahraga

Nasional XXXV di Ternate, dan Gala Desa Nusantara pada Deputi

Bidang Pembudayaan Olahraga tahun 2018 tidak sesuai ketentuan.

1.2.3 Pengelolaan Dana untuk Pelaksanaan Kegiatan Kirab Pemuda pada

Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Tahun 2018 belum sesuai

ketentuan.

1.2.4 Pembayaran Uang Rapat Dalam Kantor Tahun 2018 pada dua satuan

kerja di Kemenpora Rp120.708.000,00 tidak sesuai ketentuan.

1.2.5 Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Tahun 2018 pada Dinas Pemuda dan

Olahraga Provinsi Jawa Barat untuk Konsumsi Atlit tidak sesuai ketentuan

dan sebesar Rp18.949.169,00 tidak sesuai peruntukan.

1.2.6 Pajak yang telah dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu pada

Asisten Deputi Peningkatan Kreativitas Pemuda terlambat dibayarkan

sebesar Rp22.053.636,00.

1.2.7 Pengelolaan Dana Bonus pada Deputi Bidang Pembudayaan

Olahraga Tahun 2018 tidak sesuai ketentuan.

1.2.8 Proses pengadaan peralatan Electronic Scoring Target Cabang Olahraga

Menembak di Jakabaring pada persiapan penyelenggaraan Asian Games

XVIII Tahun 2018 tidak sesuai ketentuan.

1.2.9 Pertanggungjawaban Bantuan Fasilitasi Komite Olahraga Nasional

Indonesia tidak sesuai ketentuan sebesar Rp50.252.256.000,00.

1.2.10 Pengadaan sewa Security Door untuk Asian Para Games 2018 tidak sesuai

ketentuan.

1.2.11 Pengelolaan perpajakan atas Bantuan Keuangan pada INAPGOC tidak

sesuai ketentuan.

1.2.12 Pengadaan peralatan tiga belas Cabang Olahraga untuk pertandingan

Asian Games 2018 menunggak pajak impor dan bea masuk sebesar

Rp11.121.126.000,00, membebani sewa gudang sebesar

Rp2.277.000.000,00, dan memunculkan biaya mobilisasi yang tidak jelas

pembebanannya sebesar Rp457.987.769,00.

Pusat Kajian AKN | 29

Belanja Bantuan Pemerintah tahun 2018 belum didukung bukti

pertanggungjawaban sebesar Rp4.850.000.000,00 dan sisa dana

bantuan pemerintah belum disetor ke Kas Negara sebesar

Rp18.841.598.726,00 (Temuan No. 1.2.1 atas Belanja Barang dalam LHP

Kepatuhan No. 119C/HP/XVI/05/2019, Hal. 10)

1. Pemeriksaan BPK atas Belanja Barang Bantuan Pemerintah TA 2018

menemukan adanya realisasi belanja bantuan yang belum didukung

bukti pertanggungjawaban pada Deputi II Bidang Pengembangan

Pemuda sebesar Rp4.850.000.000,00 dan dari realisasi bantuan fasilitasi

pada 53 cabor TA 2018 pada Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi

Olahraga diketahui baru 35 cabor yang memberikan jawaban konfirmasi

perihal sisa dana bantuan yakni sebesar Rp48.581.374.184,00 dimana

dari jumlah tersebut sebesar Rp29.739.775.458 telah disetorkan ke Kas

Negara sedangkan sisanya Rp18.841.598.726,00 belum dikembalikan ke

Kas Negara.

1.2.13 Pengadaan peralatan Cabang Olahraga untuk pertandingan Asian Games

2018 direalisasikan tidak sesuai kuantitas kontrak sebesar

Rp679.626.374,00 dan tidak sesuai produk yang diperjanjikan sebesar

Rp94.374.000,00.

1.2.14 Pemutusan kontrak pekerjaan Pengadaan Peralatan Cabang Olahraga

Judo dan Sepak Takraw tidak dikenakan sanksi sesuai ketentuan.

1.2.15 Perubahan merk glass court pada Pengadaan Peralatan Squash untuk

Asian Games 2018 tidak didukung referensi harga yang akuntabel.

1.2.16 Harga satuan sebagian peralatan Cabang Olahraga Cycling Track untuk

pertandingan Asian Games 2018 terindikasi kemahalan sebesar

Rp90.268.302,00.

1.2.17 Realisasi komponen pekerjaan sewa peralatan pengamanan untuk

penyelenggaraan Asian Games 2018 tidak sesuai dengan kontrak sebesar

Rp4.900.000.000,00.

1.2.18 Pekerjaan pengadaan souvenir video kenangan Asian Games 2018

terlambat diselesaikan dan belum dikenakan denda sebesar

Rp147.070.000,00.

1.3 Belanja Modal

1.3.1 Pengadaan barang pada Sekretariat Kemenpora tahun 2018 tidak melalui

e-purchasing sebesar Rp643.076.547,00.

30 | Pusat Kajian AKN

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan Belanja Bantuan Pemerintah

sebesar Rp4.850.000.000,00 belum dapat diuji kebenaran

penggunaannya, terdapat kekurangan penerimaan atas sisa dana yang

belum disetor sebesar Rp18.841.598.726,00, dan terdapat kekurangan

penerimaan atas sisa dana yang belum dilaporkan dan belum disetorkan

oleh cabor.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pemuda dan Olahraga agar:

a. Menginstruksikan Deputi I dan IV untuk memerintahkan para

penerima bantuan agar segera menyampaikan bukti

pertanggungjawaban penggunaan bantuan, dan meningkatkan

pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan anggaran dan

kegiatan di satuan kerja yang menjadi tanggung jawabnya;

b. Memerintahkan PPK agar lebih cermat dalam menjalankan tugas

dan fungsinya;

c. Menginstruksikan induk cabor untuk menyetorkan sisa dana

bantuan ke Kas Negara sebesar Rp18.841.598.726,00; dan

d. Menginstruksikan Inspektur Kemenpora agar melakukan pengujian

terhadap bukti pertanggungjawaban yang disampaikan oleh

penerima bantuan dan mengidentifikasi sisa dana bantuan fasilitasi

tahun 2018 pada beberapa induk organisasi yang belum melaporkan

sisa dananya, dan memerintahkan untuk menyetorkannya ke Kas

Negara.

Pengelolaan dana untuk kegiatan Sepeda Nusantara, Hari Olahraga

Nasional XXXV di Ternate, dan Gala Desa Nusantara pada Deputi

Bidang Pembudayaan Olahraga tahun 2018 tidak sesuai ketentuan (Temuan No. 1.2.2 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No.

119C/HP/XVI/05/2019, Hal. 14)

1. Pada kegiatan Sepeda Nusantara, prosedur pencairan dana

dilakukan dengan pencairan Surat Perintah Membayar (SPM)-LS

Bendahara dan SPM-LS pihak ketiga yang diketahui hanya dipinjam

nama perusahaannya untuk menandatangani perikatan kontrak/SPK

dengan nilai dibawah Rp50.000.000,00, dan tidak pernah melakukan

penyerahan barang/jasa. Setelah dana diterima, dana tersebut ditarik

tunai oleh rekanan dan diberikan kembali ke Bendahara Pengeluaran

Pembantu (BPP) untuk selanjutnya dibagikan ke 70 kabupaten/kota.

Mekanisme pembiayaan seperti ini telah terjadi sejak tahun sebelumnya

Pusat Kajian AKN | 31

dan berulang di tahun 2018. Pemeriksaan lebih lanjut menemukan

adanya perbedaan antara nilai bersih SP2D kegiatan dengan nilai yang

diterima oleh kabupaten/kota sebesar Rp6.628.979.544,00, terdapat

perbedaan nilai doorprize yang dianggarkan dan direalisasikan oleh

Kemenpora dengan nilai yang diterima oleh kabupaten/kota sehingga

terdapat nilai doorprize yang tidak diterima/digantikan sebesar

Rp15.700.000,00, dan terdapat nilai belanja bahan yang dikelola oleh

BPP sebesar Rp3.190.025.000,00 yang tidak didukung bukti

pembelian/pertanggungjawaban yang riil;

2. Pada kegiatan Gala Desa Nusantara, pengelolaan dana kurang

transparan dan akuntabel, terdapat selisih lebih dana fasilitasi di

Bendahara sebesar Rp4.638.450.000,00 terdiri dari kelebihan pencairan

dibandingkan kebutuhan sebesar Rp2.386.800.000,00 dan dana tidak

disalurkan ke kabupaten/kota sebesar Rp2.251.650.000,00, pengelolaan

Kas Gala Desa oleh BPP tidak memadai (uang UP/TUP yang ada di

brankas BPP pada akhir hari kerja melebihi Rp50.000.000,00,

pencatatan pengeluaran dalam BKU tidak dicatat sesuai kondisi riilnya,

tidak dirinci per kabupaten/kota, tidak dibuatnya daftar perhitungan

pajak yang telah dibayarkan, dan tidak dibuatnya Daftar Rincian

Permintaan Pembayaran), pengadaan barang dan jasa sebesar

Rp10.457.935.000,00 menggunakan mekanisme pemecahan kontrak

dan mekanisme pinjam nama perusahaan, terdapat selisih biaya

perjalanan dinas antara yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada

SPJ rampung sebesar Rp57.124.940,00 dan tidak ada boarding pass

sebesar Rp9.756.900,00, dan terdapat kekurangan penyaluran ke

kabupaten/kota minimal sebesar Rp7.950.000,00.

3. Kegiatan Hari Olahraga Nasional (Haornas), terdapat honor yang

tidak dibayarkan oleh BPP kepada Panitia Pelaksana Haornas sebesar

Rp104.260.000,00, dan dari dana Haornas sebesar Rp2.239.567.028,00

sebanyak Rp914.367.028,00 tidak didukung bukti pertanggungjawaban

dan atas sisanya Rp1.325.200.000,00 ditemukan permasalahan bukti

pertanggungjawaban berindikasi diragukan validitasnya sebesar

Rp1.053.000.000,00.

4. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Belanja Barang sebesar Rp25.912.338.412,00 belum dapat diuji

kebenaran penggunaannya (Rp6.628.979.544,00 + Rp15.700.000,00

32 | Pusat Kajian AKN

+ Rp3.190.025.000,00 + Rp4.638.450.000,00 + Rp57.124.940,00 +

Rp10.457.935.000,00 + Rp9.756.900,00 + Rp914.367.028,00);

b. Adanya honor yang tidak dibayarkan oleh BPP kepada Panitia

Pelaksana Haornas sebesar Rp104.260.000,00;

c. Kekurangan pembayaran kepada kabupaten/kota penyelenggara

Gala Desa sebesar Rp7.950.000,00; dan

d. Pengeluaran sebesar Rp1.325.200.000,00 berindikasi diragukan

validitasnya.

5. BPK RI merekomendasikan Menteri Pemuda dan Olahraga agar:

a. Memerintahkan PPK, BPP, dan PPHP supaya lebih cermat dalam

menjalankan pengelolaan anggaran dan kegiatan sesuai peraturan

yang berlaku;

b. Memerintahkan BPP untuk segera menyelesaikan pembayaran

honor kepada Panitia Pelaksana Haornas sebesar

Rp104.260.000,00, menyelesaikan kekurangan pembayaran ke

kabupaten/kota penyelenggara Gala Desa sebesar Rp7.950.000,00;

c. Menginstruksikan Inspektur Kemenpora untuk melakukan

pengujian atas belanja sebesar Rp25.912.338.412,00 dan melakukan

pengujian validitas bukti pertanggungjawaban sebesar

Rp1.325.200.000,00, apabila terdapat kelebihan pembayaran agar

disetor ke Kas Negara; dan

d. Menginstruksikan Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga untuk

meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan

anggaran dan kegiatan di satuan kerja yang menjadi tanggung

jawabnya.

Pengelolaan dana untuk pelaksanaan kegiatan Kirab Pemuda pada

Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda tahun 2018 tidak sesuai

ketentuan (Temuan No. 1.2.3 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No.

119C/HP/XVI/05/2019, Hal. 34)

1. Atas pelaksanaan kegiatan oleh pihak ketiga, diketahui bahwa kegiatan

dilaksanakan oleh pihak tertentu yang tidak terikat kontrak dan untuk

pencairan dana dilakukan peminjaman nama rekanan. Nilai SP2D netto

seluruhnya adalah Rp2.182.825.278,00 dimana sebanyak

Rp92.040.664,00 merupakan fee kepada rekanan yang dipinjam nama

perusahaannya untuk pencairan anggaran, sebanyak Rp106.107.272,00

merupakan pencairan kepada PT KNB, dan sebanyak

Pusat Kajian AKN | 33

Rp1.984.677.341,00 diberikan ke pelaksana pekerjaan dimana sebesar

Rp428.312.341,00 diserahkan secara tunai dan sebesar

Rp1.556.365.000,00 dikelola di rekening pelaksana pekerjaan tersebut.

2. Atas proses pengelolaan dana Kirab Pemuda oleh dua

lembaga/organisasi kepemudaan diketahui terdapat permasalahan

sebagai berikut:

a. Pada Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia

(HMPI), pengelolaan dana bantuan kegiatan Kirab Pemuda

dilakukan secara tunai, bukti pertanggungjawaban atas belanja

bahan, belanja sewa, dan belanja perjalanan biasa sebesar

Rp12.568.000.000,00 belum sepenuhnya dapat diyakini

validitasnya, dan terdapat keterlambatan penyetoran pajak

penghasilan (PPh) atas honorarium Tim Pelaksana Kirab Pemuda

yang telah dipungut;

b. Pada Indonesia Scouts Challenge (ISC), pada kegiatan Kirab

Pemuda, ISC bertindak sebagai panitia lokal dan panitia inti

diserahkan kepada PT DBL yang tidak ditetapkan di dalam SK.

Total dana yang diterima ISC adalah Rp7.600.000.000,00 dan

diserahkan ke PT DBL sebesar Rp7.420.000.000,00, sisanya

Rp580.000.000,00 ditarik tunai secara bertahap oleh Ketua dan

Bendahara ISC yaitu sebesar Rp420.000.000,00 dan sisanya sebesar

Rp160.000.000,00 dipindahbukukan ke rekening PT JEM.

Pengelolaan dana oleh ISC sebesar Rp420.000.000,00 tidak

didukung bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dan atas pajak

honorarium yang telah dipotong terlambat disetorkan ke Kas

Negara. Lebih lanjut, terdapat pengeluaran yang berindikasi

diragukan validitasnya sebesar Rp3.132.000.000,00, yaitu atas

pengadaan kaos dan pembayaran uang transport peserta, dan

terdapat sisa dana kegiatan sebesar Rp400.000.000,00 yang

diberikan sebagai keuntungan PT DBL namun tidak disertai bukti

yang memadai.

3. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Belanja Barang sebesar Rp2.910.784.613,00 (Rp106.107.272,00 +

Rp428.312.341,00 + Rp1.556.365.000,00 + Rp420.000.000,00 +

Rp400.000.000,00) belum dapat diuji kebenaran penggunaannya;

34 | Pusat Kajian AKN

b. Pengeluaran sebesar Rp15.700.000.000,00 (Rp12.568.000.000,00 +

Rp3.132.000.000,00) tidak dapat diyakini kebenaran

penggunaannya; dan

c. Pembayaran yang tidak seharusnya kepada beberapa pihak sebesar

Rp92.040.664,00.

4. BPK RI merekomendasikan Menteri Pemuda dan Olahraga agar:

a. Memerintahkan HMPI dan ISC untuk mempertanggungjawabkan

bantuan pemerintah yang diterimanya sesuai ketentuan yang

berlaku;

b. Memerintahkan PPK untuk meningkatkan pengawasan terhadap

pengelolaan dan pertanggungjawaban bantuan oleh penerima

bantuan;

c. Menginstruksikan Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda supaya

lebih optimal dalam melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan

anggaran dan kegiatan, memerintahkan rekanan yang dipinjam

nama perusahaannya untuk mengembalikan fee yang diterimanya ke

Kas Negara sebesar Rp92.040.664,00, dan menyempurnakan

petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan terkait kelengkapan

pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan; dan

d. Menginstruksikan Inspektur Kemenpora supaya melakukan

pengujian atas belanja sebesar Rp2.910.784.613,00 yang belum

didukung bukti pertanggungjawaban, dan melakukan pengujian atas

validitas bukti pertanggungjawaban sebesar Rp15.700.000.000,00,

apabila terdapat kelebihan pembayaran agar disetorkan ke Kas

Negara.

Pengelolaan dana bonus pada Deputi Bidang Pembudayaan

Olahraga tahun 2018 tidak sesuai ketentuan (Temuan No. 1.2.7 atas Belanja

Barang dalam LHP Kepatuhan No. 119C/HP/XVI/05/2019, Hal. 57)

1. Diketahui pencairan bonus lebih besar dibandingkan nilai bonus sesuai

daftar nominatif yang ditetapkan dalam SK sebesar

Rp11.633.302.169,00 dikarenakan pencairan bonus tidak didukung

dengan data penerima yang valid.

2. Penyaluran bonus ke rekening penerima lebih rendah sebesar

Rp12.182.507.757,00 dibandingkan dengan nilai yang seharusnya

dibayarkan sesuai ketetapan SK.

Pusat Kajian AKN | 35

3. Mekanisme kontrol Kas oleh Bendahara Pengeluaran dalam mengelola

bonus belum memadai dimana ditemukan:

a. Ketidaksesuaian nilai pemindahbukuan TUP dari BP ke BPP dan

dari BPP ke penerima yang mengakibatkan sisa TUP bonus Asian

Games tidak sesuai kondisi sebenarnya;

b. Adanya pembayaran bonus dan apresiasi selain kepada

olahragawan, pelatih, dan asisten pelatih dalam suatu cabang

olahraga sesuai yang ditetapkan dalam peraturan terkait sebesar

Rp3.680.000.000,00 (seluruhnya telah disetor ke Kas Negara);

c. Terdapat sisa bonus sebesar Rp1.476.067.790,00 yang belum dapat

ditelusuri dan belum dikembalikan ke Kas Negara; dan

d. Terdapat selisih lebih pembayaran yang harus disetorkan ke Kas

Negara sebesar Rp502.553.192,00.

4. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Dana bonus sebesar Rp1.476.067.790,00 belum dapat diyakini

kebenaran penggunaannya; dan

b. Dana yang masih harus disetor ke Kas Negara sebesar

Rp502.553.192,00.

5. BPK RI merekomendasikan Menteri Pemuda dan Olahraga agar:

a. Memerintahkan Bendahara Pengeluaran dan PPK supaya lebih

cermat dalam mengelola anggaran sesuai peraturan yang berlaku;

b. Menginstruksikan Inspektur Kemenpora untuk melakukan

pengujian atas selisih dana bonus yang belum dapat ditelusuri

sebesar Rp1.476.067.790,00, dan apabila terdapat kelebihan

pembayaran agar disetor ke Kas Negara;

c. Memerintahkan para pihak yang tidak berhak menerima bonus dan

BP untuk menyetorkan dana bonus dan pajak ke Kas Negara

sebesar Rp502.553.192,00;

d. Memerintahkan BPP Asdep Bidang Kemitraan dan Penghargaan

Olahraga untuk menginventarisir bunga dan jasa giro di rekening

penerima bonus yang tidak berhak untuk selanjutnya disetorkan ke

Kas Negara; dan

e. Menginstruksikan Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga supaya

lebih optimal dalam pengendalian dan pengawasaan atas

pelaksanaan anggaran di satuan kerja yang menjadi

tanggungjawabnya.

36 | Pusat Kajian AKN

Pertanggungjawaban bantuan fasilitasi Komite Olahraga Nasional

Indonesia tidak sesuai ketentuan sebesar Rp50.252.256.000 (Temuan

No. 1.2.9 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No. 119C/HP/XVI/05/2019,

Hal. 72)

1. Pada tahun 2018, Kemenpora menganggarkan bantuan pemerintah

untuk KONI sebesar Rp78.098.639.000,00 dengan realisasi sebesar

Rp68.223.448.000,00 dimana dari nilai bantuan tersebut, telah

digunakan sebesar Rp50.252.256.000,00 dan sisanya sebesar

Rp17.971.192.000,00 dalam penguasaan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) karena proses hukum yang sedang berjalan.

2. Pengujian selanjutnya atas pengelolaan dana bantuan sebesar

Rp50.252.256.000,00 menunjukkan beberapa permasalahan sebagai

berikut:

a. Pencairan dana bantuan baru diterima KONI pada bulan Juni 2018

sedangkan kegiatan dan operasional KONI telah berjalan sejak awal

tahun;

b. Pengelolaan bantuan dilakukan secara tunai oleh Pengurus KONI

dimana dari setiap dana bantuan yang masuk ke rekening KONI

ditarik tunai dengan menggunakan cek;

c. Tidak diperoleh data pembukuan/pencatatan KONI yang riil

sehingga tidak dapat diketahui peruntukan dana bantuan tersebut

yang sebenarnya;

d. Bantuan sebesar Rp33.677.571.953,00 telah didukung bukti

pertanggungjawaban akan tetapi bukti pertanggungjawaban

tersebut belum diverifikasi oleh PPK; dan

e. Sisanya sebesar Rp16.375.001.049,00 (Rp2.736.512.519,00 +

Rp13.638.488.530,00) tidak didukung bukti pertanggungjawaban.

3. Permasalahan tersebut mengakibatkan bantuan pemerintah kepada

KONI sebesar Rp50.052.573.002,00 belum dapat diuji kebenaran

penggunaannya dan penyajian Belanja Barang pada Laporan Realisasi

Anggaran (LRA) dan Beban Barang dan Jasa pada Laporan Operasional

tidak dapat diyakini kewajarannya.

4. BPK RI merekomendasikan Menteri Pemuda dan Olahraga agar:

a. Menginstruksikan PPK dengan pendampingan dan reviu

Inspektorat Kemenpora untuk melakukan verifikasi atas bantuan ke

KONI sebesar Rp33.677.571.953,00;

Pusat Kajian AKN | 37

b. Menginstruksikan Ketua KONI untuk mempertanggungjawabkan

dana bantuan sebesar Rp16.375.001.049,00; dan

c. Menginstruksikan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga

supaya lebih optimal dalam melakukan pengendalian dan

pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan kegiatan di satuan kerja

yang menjadi tanggung jawabnya.

38 | Pusat Kajian AKN

4. PERPUSTAKAAN NASIONAL

Perolehan opini BPK RI atas Laporan Keuangan (LK) Perpustakaan

Nasional (Perpusnas) selama tiga tahun berturut-turut sejak TA 2016 sampai

dengan TA 2018 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang perkembangan

status pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI pada Perpusnas

untuk Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun Anggaran 2018:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Perpusnas pada

tahun 2018 mengungkap temuan yang perlu mendapatkan perhatian baik

ditinjau dari penilaian Sistem Pengendalian Intern maupun penilaian

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan yaitu:

Sistem Pengendalian Intern

Temuan Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern

1.1 Sistem Pengendalian Pendapatan

1.1.1 Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terlambat antara 1

s.d. 371 hari.

1.1.2 Sebagian penerimaan atas Sewa Gedung Auditorium digunakan

langsung.

1.1.3 Terdapat pelaksanaan konservasi dan alih media atas koleksi milik pihak

lain yang tidak dipungut tarif PNBP.

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan

Perpustakaan Nasional

Tahun 2018

(LHP No. 84/HP/XVI/05/2019)

2016 2017 2018

11 13 19

2016 2017 2018

20 26 39

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

16 1 0 4 1 0 0 24 0 0 0 0

Temuan

43

Rekomendasi

85

Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti

Pusat Kajian AKN | 39

Sebagian penerimaan atas sewa gedung auditorium digunakan

langsung (Temuan No. 1.1.2 atas Pendapatan dalam LHP SPI No.

84B/HP/XVI/05/2019, Hal. 4)

1. Terdapat pendapatan pengelolaan BMN berupa penyewaan gedung

auditorium untuk 48 kegiatan resepsi pernikahan yang tidak dilaporkan

dan disetorkan ke Kas Negara senilai Rp395.520.000,00 dan digunakan

secara langsung untuk operasional pengelolaan gedung dan kegiatan

operasional lainnya sebesar Rp395.817.287,00. Penggunaan langsung itu

dilakukan tanpa verifikasi dan validasi Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK), atau tanpa melalui mekanisme pengeluaran Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pengeluaran operasional gedung

auditorium yang digunakan langsung dari penerimaan atas sewa gedung

tidak melalui verifikasi dari PPK dan penerimaan sewa gedung beserta

pengeluarannya tidak tercatat dalam laporan keuangan.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memerintahkan Kepala Biro Umum lebih memperhatikan

peraturan terkait pengelolaan BMN dan PNBP dalam pengelolaan

gedung auditorium; dan

b. Memerintahkan Kepala Biro Hukum dan Perencanaan lebih

optimal dalam melaksanakan penyusunan, monitoring dan evaluasi

program dan anggaran terkait penentuan estimasi penerimaan.

1.2 Sistem Pengendalian Belanja

Anggaran Belanja Modal Direalisasikan untuk Belanja Barang

Sebesar Rp3.329.672.800,00.

1.3 Sistem Pengendalian Aset

1.3.1 Pengakuan Akrual terkait Belanja Dibayar di Muka belum memadai.

1.3.2 Penatausahaan Persediaan tidak memadai.

1.3.3 Penatausahaan Aset Tetap belum memadai.

1.3.4 Koleksi digital sebanyak 31.264 jenis dan mikrofilm sebanyak 9.868 jenis

di PERPUSNAS belum dinilai Kementerian Keuangan

1.3.5 Penatausahaan Aset Tak Berwujud belum memadai

40 | Pusat Kajian AKN

Anggaran Belanja Modal direalisasikan untuk Belanja Barang sebesar

Rp3.329.672.800,00 (Temuan No. 1.2 atas Belanja dalam LHP SPI No.

84B/HP/XVI/05/2019, Hal. 9)

1. Terdapat ketidaksesuaian penggunaan akun dan penganggaran atas

Belanja Modal sebesar Rp3.329.672.800,00 yang diantaranya digunakan

untuk Beban Bahan senilai Rp226.778.200,00, Beban Non Operasional

Lainnya senilai Rp90.887.500,00, Beban Pemeliharaan Gedung dan

Bangunan senilai Rp901.354.600,00, Beban Pemeliharaan Peralatan dan

Mesin senilai Rp2.047.703.500,00, dan Beban Jasa Profesi senilai

Rp62.949.000,00 yang secara substansi tergolong ke dalam Belanja

Barang.

2. Permasalahan di atas mengakibatkan realisasi Belanja Modal disajikan

lebih catat (overstated) senilai Rp3.329.672.800,00.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar memerintahkan

Sekretaris Utama untuk melakukan evaluasi kesesuaian penggunaan

akun pada saat penganggaran dan realisasinya.

Penatausahaan Persediaan tidak memadai (Temuan No. 1.3.2 atas Aset

dalam LHP SPI No. 84B/HP/XVI/05/2019, Hal. 15)

1. Hasil pemeriksaan terhadap Persediaan menemukan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan nilai Persediaan antara SIMAK dan SAIBA

dikarenakan nilai pendapatan dan beban penyesuaian Persediaan

tidak terbentuk di satker pusat;

b. Terdapat 43 Persediaan senilai Rp192.900.000,00 yang telah

diserahkan kepada masyarakat namun masih tercatat di aplikasi

Persediaan dikarenakan belum diperolehnya BAST atas pengeluaran

tersebut;

c. Terdapat perbedaan data Persediaan koleksi bahan pustaka yang

berasal dari hibah (koleksi surplus) perolehan tahun 2018 antara

data penilaian oleh Kementerian Keuangan dengan data yang

diinput di aplikasi Persediaan oleh petugas aplikasi Persediaan;

d. Terdapat 486 Persediaan yang masuk dan keluar tanpa di input di

aplikasi Persediaan dikarenakan belum pernah dilakukan penilaian

Pusat Kajian AKN | 41

oleh Kementerian keuangan sehingga tidak pernah diakui sebagai

Persediaan masuk tahun 2018;

e. Persediaan di tiga UAPKPB (sekretariat Utama, Poli Gigi, dan

Deputi II) belum dilengkapi dengan kartu Persediaan; dan

f. Terdapat Persediaan yang sama namun memiliki dua kode barang

yang berbeda.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pencatatan Persediaan tidak

akurat.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Mengirimkan operator Persediaan untuk mengikuti pelatihan terkait

pengelolaan Persediaan; dan

b. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kepala

Bagian Tata Usaha yang belum optimal dalam melakukan

pengendalian atas pengelolaan Persediaan pada UAPKPB Kantor

Pusat PERPUSNAS.

Penatausahaan Aset Tetap belum memadai (Temuan No. 1.3.3 atas Aset

dalam LHP SPI No. 84B/HP/XVI/05/2019, Hal. 20)

1. Hasil pemeriksaan terhadap Aset Tetap menemukan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

a. Sebuah masjid dan kanopi yang dibangun dari dana non APBN

belum dicatat pada SIMAK BMN dikarenakan tidak diketahui nilai

perolehannya;

b. Terdapat 41 mobil yang sudah dihibahkan dan memiliki BAST akan

tetapi belum diusulkan penghapusan ke Kementerian Keuangan;

c. Penatausahaan Aset yang tersimpan di Gudang Cawang tidak

dilengkapi dengan daftar rincian barang dan Aset tersebut tidak

termasuk sebagai salah satu objek dari kegiatan inventarisasi

Perpusnas tahun 2018; dan

d. Terdapat 11 jenis Aset Tetap bernilai negatif sebesar

Rp1.371.575,00 pada SIMAK BMN dikarenakan penyusutan masih

terus berlangsung akan tetapi nilai asetnya 0,00 karena Aset tersebut

sudah dihapuskan.

42 | Pusat Kajian AKN

2. Permasalahan di atas mengakibatkan pengendalian atas Aset yang

disimpan di Gudang Cawang lemah, dan penyajian nilai Aset Tetap pada

aplikasi SIMAK BMN belum akurat.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kepala

Biro Umum yang tidak optimal dalam melakukan pengelolaan dan

penatausahaan BMN;

b. Memerintahkan Kepala Biro Umum untuk meningkatkan

koordinasi internal dalam penatausahaan BMN; dan

c. Mengajukan permohonan penghapusan BMN kepada Kementerian

Keuangan atas mobil perpustakaan keliling yang sudah dilengkapi

BAST.

Penatausahaan Aset Tak Berwujud belum memadai (Temuan No. 1.3.5

atas Aset dalam LHP SPI No. 84B/HP/XVI/05/2019, Hal. 26)

1. Hasil pemeriksaan terhadap Aset Tak Berwujud (ATB) menemukan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Sebanyak 65 ATB perolehan tahun 2008 s.d. 2012 senilai

Rp11.245.121.342,00 sudah tidak dipakai masih ditemukan pada

aplikasi SIMAK BMN (telah dilakukan koreksi pada akun Aset

Lain-lain);

b. Sebanyak 114 ATB berupa antivirus perolehan tahun 2008 s.d. 2013

senilai Rp737.465.000,00 sudah habis masa berlakunya masih

ditemukan pada aplikasi SIMAK BMN (telah diusulkan dilakukan

koreksi untuk di pindah ke Aset Lain-lain);

c. Sebanyak 260 ATB perolehan tahun 2008 s.d. 2016 senilai

Rp8.305.775.950,00 tidak dilengkapi dengan keterangan yang

spesifik (belum dapat diidentifikasi karena Perpusnas belum

melakukan inventarisasi) masih ditemukan pada aplikasi SIMAK

BMN.

2. Permasalahan diatas mengakibatkan akun Aset Tak Berwujud belum

disajikan secara akurat.

Pusat Kajian AKN | 43

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kepala

Biro Umum yang kurang optimal dalam pengendalian

penatausahaan Aset Tak Berwujud; dan

b. Menginstruksikan Kepala Biro Umum untuk melakukan

inventarisasi Aset Tak Berwujud agar bisa diketahui kondisinya

apakah masih aktif digunakan atau sudah dihentikan

penggunaannya.

Kepatuhan Terhadap Peraturan perundang-undangan

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan

1.1 Belanja Barang

1.1.1 Kekurangan volume atas 16 paket pekerjaan Belanja Barang Sebesar

Rp497.959.605,00.

1.1.2 Kelebihan pembayaran atas pelaksanaan Workshop Multi

Stakeholder Kegiatan Revitalisasi Pengembangan Perpustakaan

Umum sebesar Rp211.887.104,00.

1.1.3 Pembayaran penghasilan personil pada pengelolaan management

building tidak sesuai kontrak sebesar Rp529.342.545,00.

1.1.4 Terdapat 63 Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) belum

mendapatkan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan sesuai dengan

ketentuan kontrak.

1.1.5 Pembayaran honor operasional Lembaga Akreditasi tidak sesuai dengan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2017 tentang

Standar Biaya Masukan (SBM) TA 2018.

1.2 Belanja Modal

1.2.1 Kekurangan volume atas dua paket pekerjaan Belanja Modal sebesar

Rp58.032.150,00.

1.2.2 Terdapat tiga paket pekerjaan belum dikenakan denda

keterlambatan sebesar Rp303.872.000.

1.2.3 Pemborosan pengadaan langsung atas peralatan dan mesin yang

melebihi harga e-katalog sebesar Rp106.993.320,00.

44 | Pusat Kajian AKN

Kekurangan volume atas 16 paket pekerjaan Belanja Barang sebesar

Rp497.959.605,00 (Temuan No. 1.1.1 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan

No. 84C/HP/XVI/05/2019, Hal. 3)

1. Terdapat permasalahan kekurangan volume atas 16 paket pekerjaan

sebesar Rp497.959.605,00 yang dilaksanakan pada tahun 2018. Seluruh

pekerjaan telah dinyatakan selesai 100% sesuai BAST. Pekerjaan

tersebut diantaranya pekerjaan penataan dan perbaikan ruangan,

pemeliharaan gedung halaman kantor utama, pemeliharaan AC,

penataan partisi ruangan, dan pemeliharaan transportasi buku mekanis

dan security check RFID gate. Permasalahan tersebut terjadi karena

kelalaian penyedia dalam melaksanakan pekerjaan (tidak dilakukan

pengukuran riil serta pemeriksaan dan pengecekan fisik di lapangan).

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran atas

pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp497.959.605,00.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK yang

tidak cermat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, dan

PPHP yang tidak cermat dalam melakukan pemeriksaan dan

pengujian hasil pengadaan pada saat melakukan serah terima

pekerjaan;

b. Menarik dan menyetor ke Kas Negara kelebihan pembayaran

sebesar Rp497.959.605,00 serta menyampaikan salinan/copy bukti

setor kepada BPK RI.

1.3 Aset

1.3.1 Terdapat keterlambatan penyetoran Kas Uang Persediaan.

1.3.2 Pemanfaatan BMN oleh pihak ketiga di PERPUSNAS Gedung Salemba

belum mendapat persetujuan Kementerian Keuangan.

Pusat Kajian AKN | 45

Kelebihan pembayaran atas pelaksanaan Workshop Multi

Stakeholder kegiatan revitalisasi pengembangan perpustakaan

umum sebesar Rp211.887.104,00 (Temuan No. 1.1.2 atas Belanja Barang dalam

LHP Kepatuhan No. 84C/HP/XVI/05/2019, Hal. 9)

1. Terdapat kelebihan pembayaran pelaksanaan Workshop Multi Stakeholder

sebesar selisih antara nilai kontrak dengan nilai realisasi sebesar

Rp211.887.104,00 yang disebabkan karena jumlah peserta yang datang

lebih sedikit dibandingkan jumlah peserta yang direncanakan, serta

PPHP yang kurang cermat dalam memeriksa hasil pekerjaan.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran atas

pelaksanaan pekerjaan sebesar Rp211.887.104,00.

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK yang

kurang cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan pekerjaan, dan juga kepada PPHP yang kurang cermat

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya;

b. Menarik dan menyetor ke Kas Negara kelebihan pembayaran

sebesar Rp211.887.104,00 serta menyampaikan salinan/copy bukti

setor kepada BPK RI.

Pembayaran penghasilan personil pada pengelolaan Management

Building tidak sesuai kontrak kerja sebesar Rp529.342.545,00 (Temuan

No. 1.1.3 atas Belanja Barang dalam LHP Kepatuhan No. 84C/HP/XVI/05/2019,

Hal. 10)

1. Untuk mendukung pelayanan Perpusnas, maka dilakukan kerjasama

dengan rekanan untuk pengelolaan Management Building dimana salah

satu komponennya adalah pengadaan personel. Namun, diketahui

adanya ketidaksesuaian (selisih kurang) antara gaji yang seharusnya

diberikan menurut kontrak dengan realisasi yang diterima oleh pegawai

sebesar Rp395.639.423,00, dan permasalahan rekanan (PT AP) yang

tidak membayarkan seluruh premi jaminan kesehatan yang telah

ditanggung Perpusnas atas 171 personel, sehingga selama tahun 2018

terdapat kekurangan pembayaran premi sebesar Rp133.703.122,00.

46 | Pusat Kajian AKN

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pembayaran personel tidak

sesuai kontrak sebesar Rp529.342.545,00 (Rp395.639.423,00 +

Rp133.703.122,00).

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK yang

kurang cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan pekerjaan, dan kepada PPHP yang kurang cermat

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya;

b. Memperhitungkan kembali hak pegawai atas pembayaran gaji dan

iuran BPJS Kesehatan untuk dibayarkan kepada masing-masing

personil melalui pengawasan dari Inspektorat dan menyampaikan

salinan/copy bukti pembayaran kepada BPK RI.

Terdapat tiga paket pekerjaan belum dikenakan denda keterlambatan

sebesar Rp303.872.000,00 (Temuan No. 1.2.2 atas Belanja Modal dalam LHP

Kepatuhan No. 84C/HP/XVI/05/2019, Hal. 18)

1. Adanya keterlambatan penyelesaian tiga paket pekerjaan yang belum

dikenakan denda keterlambatan yaitu pada pekerjaan perbaikan

AC/Chiller gedung A, B, C, D, dan E sebesar Rp170.000.000,00,

pekerjaan perbaikan blok A dan B sebesar Rp60.000.000,00, dan

pekerjaan pengadaan smart device services berbasis RFID sebesar

Rp73.872.000,00.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kekurangan Penerimaan Negara

atas denda keterlambatan pekerjaan yang belum dipungut sebesar

Rp303.872.000,00 (Rp170.000.000,00 + Rp60.000.000,00 +

Rp73.872.000,00).

3. BPK RI merekomendasikan Kepala PERPUSNAS agar:

a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK yang

kurang cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan pekerjaan, dan PPHP yang kurang cermat dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya; dan

b. Menarik dan menyetor ke Kas Negara denda keterlambatan yang

belum dikenakan sebesar Rp303.872.000,00 serta menyampaikan

salinan/copy bukti setor kepada BPK RI.

Pusat Kajian AKN | 47

5. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Perolehan opini BPK RI atas Laporan Keuangan (LK) Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selama tiga tahun berturut-

turut sejak TA 2016 sampai dengan TA 2018 adalah Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP).

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang perkembangan

status pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI pada

Kemendikbud untuk Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun

Anggaran 2018:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Kemendikbud pada

tahun 2018 mengungkap temuan yang perlu mendapatkan perhatian baik

ditinjau dari penilaian Sistem Pengendalian Intern maupun penilaian

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan yaitu:

Sistem Pengendalian Intern

Temuan Pemeriksaan Sistem pengendalian Intern

1.1 Pengendalian Internal Belanja Pegawai

1.1.1 Pengelolaan Tunjangan Guru Bukan PNS belum memadai.

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun 2018

(LHP No. 1/HP/XIX/05/2019)

2016 2017 2018

54 43 27

2016 2017 2018

117 123 86

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

21 17 0 76 93 0 20 13 86 0 0 0

Temuan

124

Rekomendasi

326

Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti

48 | Pusat Kajian AKN

Pengelolaan Tunjangan Guru Bukan PNS belum memadai (Temuan

No. 1.1.1 atas Belanja Pegawai dalam LHP SPI No. 1.b/HP/XIX/05/2019, Hal. 3)

1. Hasil pemeriksaan pertanggungjawaban pengelolaan Belanja Tunjangan

Guru Bukan PNS menemukan beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Masih terdapat kendala dalam proses penyelesaian retur atas

Tunjangan Profesi Guru Tahun 2013 s.d. 2017 sebesar

Rp27.815.359.783,00 (CaLK Ditjen GTK per 31 Desember 2018)

pada Direktorat Pembinaan Guru Dikdas diantaranya disebabkan

1.2 Pengendalian Internal Atas Belanja Barang

1.2.1 Kesalahan penganggaran dan penggunaan MAK Belanja Barang dan

Jasa pada lima Eselon I Kemendikbud.

1.2.2 Pengelolaan Belanja Barang Bantuan Pemerintah belum tertib.

1.2.3 Penatusahaan Belanja Barang yang Menghasilkan Aset pada Setjen

Kemendikbud belum memadai.

1.2.4 Pengelolaan BOP Kesetaraan Kejar Paket A, B, dan C belum memadai.

1.3 Pengendalian Internal Atas Belanja Modal

1.3.1 Kesalahan penganggaran atas kegiatan Belanja Modal pada Direktorat

Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat

sebesar Rp177.100.000,00.

1.4 Pengendalian Internal Atas Belanja Bantuan Sosial

1.4.1 Pengelolaan Bantuan Sosial Kegiatan Program Indonesia Pintar

belum memadai.

1.4.2 Pengelolaan Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2018 pada Ditjen

Dikdasmen belum tertib.

1.5 Pengendalian Internal Atas Kas

1.5.1 Pengelolaan Kas oleh Bendahara belum tertib.

1.5.2 Pengelolaan Kas pada Atase Pendidikan dan Kebudayaan tidak tertib.

1.6 Pengendalian Internal Atas Persediaan

1.7 Pengendalian Internal Atas Aset Tetap

1.7.1 Pengelolaan dan Penatausahaan Aset Tetap Belum Memadai

1.8 Pengendalian Internal Atas Aset Lainnya

1.8.1 Penatausahaan Aset Lainnya belum tertib.

Pusat Kajian AKN | 49

karena tidak semua data retur terdaftar di OMSPAN KPPN,

kekeliruan data pada SPM, perbedaan nama dan nomor rekening

penerima, serta pengelolaan retur yang masih manual;

b. Selain itu, pengembalian atas pembayaran ganda Tunjangan Profesi

Guru tahun 2016 sebesar Rp877.668.025,00 belum terselesaikan

meskipun telah dilakukan beberapa upaya penagihan.

2. Hal tersebut mengakibatkan guru belum dapat memanfaatkan tunjangan

guru non PNS yang menjadi haknya, dan terdapat kelebihan

pembayaran sebesar Rp877.668.025,00 atas realisasi ganda tunjangan

profesi guru yang tidak segera diselesaikan.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan Dirjen GTK supaya

memerintahkan pejabat Eselon II terkait untuk:

a. Melakukan koordinasi antara pengelola tunjangan pada Direktorat

Pembinaan Guru Dikdas dengan KPPN agar memiliki data

penerima bantuan yang valid untuk penyaluran kembali dana

tunjangan;

b. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk segera

menyelesaikan pembayaran ganda tunjangan profesi guru dan

selanjutnya menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Kas

Negara;

c. Menarik dan menyetor ke Kas Negara atas kelebihan pembayaran

tunjangan guru non PNS sebesar Rp877.668.025,00; dan

d. Berkoordinasi dengan KPPN untuk mengidentifikasi penyelesaian

pembayaran kekurangan tunjangan guru non PNS kepada yang

berhak.

Pengelolaan Belanja Barang Bantuan Pemerintah belum tertib (Temuan No. 1.2.2 atas Belanja Barang dalam LHP SPI No. 1.b/HP/XIX/05/2019,

Hal. 21)

1. Hasil pemeriksaan BPK atas bantuan pemerintah menemukan

permasalahan dalam pengelolaan Belanja Barang yang signifikan dengan

uraian permasalahan sebagai berikut:

50 | Pusat Kajian AKN

a. Mekanisme perencanaan bantuan pemerintah

Dalam perencanaan bantuan pemerintah, ditemukan beberapa

kelemahan diantarannya terdapat kesalahan kode akun dalam

penganggaran bantuan pemerintah, petunjuk teknis pemberian

bantuan tidak selaras/tidak memedomani pedoman di atasnya,

belum adanya pedoman turunan (petunjuk teknis) terkait penentuan

penerima, jumlah barang, dan/atau nilai uang, serta bantuan

pemerintah belum didukung perencanaan peruntukkan yang

memadai.

b. Mekanisme pelaksanaan bantuan pemerintah

Dalam pelaksanaan bantuan pemerintah ditemukan beberapa

kelemahan diantarannya terdapat petunjuk teknis yang tidak

mengatur secara komprehensif terkait mekanisme pelaksanaan

bantuan pemerintah, terdapat penyaluran bantuan pemerintah yang

tidak tepat jumlah, pemberian bantuan pemerintah belum

ditetapkan dalam SK dan tidak sesuai dengan data dapodik,

ditemukan jumlah peserta didik yang menjadi dasar perhitungan

bantuan pemerintah dhi. Bantuan belajar Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) melebihi jumlah siswa berkebutuhan khusus,

terdapat penyaluran ganda, terdapat pengembalian dana atas saldo

bantuan pemerintah yang belum tercatat, terdapat bantuan

pemerintah tahun 2018 yang disalurkan pada tahun 2019, terdapat

realisasi bantuan pemerintah tahun 2018 yang digunakan untuk

memenuhi kekurangan tahun 2017, terdapat belanja bantuan

pemerintah yang belum dibayarkan kepada penyedia barang,

terdapat kegiatan yang didanai dari dana bantuan pemerintah tahun

2018 namun belum dilaksanakan sampai dengan 31 Desember

2018, penyaluran bantuan pemerintah tidak tepat sasaran, serta

terdapat sisa saldo pada rekening bank penyalur yang merupakan

sisa dana gagal transfer ke rekening penerima.

c. Mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban bantuan

pemerintah

Dalam pengawasan dan pertanggungjawaban bantuan pemerintah

ditemukan beberapa kelemahan diantarannya terdapat belanja

bantuan pemerintah tahun 2016 s.d. 2018 yang belum

Pusat Kajian AKN | 51

dipertanggungjawabkan, terdapat pengembalian dana kegiatan oleh

penerima bantuan pemerintah tahun 2016 yang belum disetorkan

ke Kas Negara, pencegahan pencairan ganda bantuan pemerintah

pada Biro Keuangan belum optimal, ditemukan penyampaian LPJ

atas lembaga yang tidak mencairkan bantuan pemerintah tahun

2018, terdapat permasalahan pertanggungjawaban penggunaan

dana bantuan pemerintah yang tidak sesuai seperti bantuan

operasional digunakan tidak sesuai peruntukkan, penatausahaan

BAST bantuan pemerintah belum tertib, tidak adanya sanksi atas

keterlambatan penyampaian LPJ bantuan pemerintah, dan terdapat

beberapa kendala dalam mempercepat penyampaian LPJ

diantaranya juknis bantuan pemerintah tidak mengatur batas waktu

pelaksanaan kegiatan, batas penyerahan LPJ, dan pengaturan

lampiran bukti pemakaian dana, terdapat kendala keterbatasan

anggaran monitoring, pelaporan bantuan pemerintah kurang

memadai, dan penyerahan LPJ tidak sampai ke pusat.

2. Permasalahan ini salah satunya disebabkan karena belum

dikembangkannya sistem aplikasi yang mampu mengintegrasikan semua

proses pengelolaan bantuan pemerintah di lingkungan Kemendikbud,

dan belum disusunnya aturan dan sosialisasi penerapan aplikasi berbasis

web tersebut (mencakup seluruh direktorat, UPT, pemda dan penerima

bantuan).

3. Hal tersebut mengakibatkan tujuan dari pemberian bantuan kepada yang

berhak tidak tercapai, dan kurangnya akuntabilitas dalam

pertanggungjawaban penyaluran bantuan pemerintah.

4. BPK RI merekomendasikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar:

a. Memerintahkan Kepala unit Eselon I terkait untuk

menginstruksikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada

masing-masing PPK Bantuan Pemerintah di satkernya agar

menyusun laporan pertanggungjawaban bantuan pemerintah dan

melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan secara akurat dan

tepat waktu;

b. Memerintahkan Sekretaris Jenderal dengan melibatkan unit utama

untuk melakukan kajian atas pemanfaatan sistem pengelolaan

52 | Pusat Kajian AKN

bantuan pemerintah yang terintegrasi dari aspek perencanaan,

penetapan, panyaluran dan penggunaan serta monitoring;

c. Memerintahkan Kepala Balitbang untuk menyusun anggaran

operasional BAN-S/M dan BAN PAUD dan PNF sesuai dengan

alokasi yang dibutuhkan melalui DIPA/RKA, bukan melalui MAK

Bantuan Pemerintah;

d. Mengembangkan sistem aplikasi yang mampu mengintegrasikan

semua proses pengelolaan bantuan pemerintah di lingkungan

Kemendikbud; dan

e. Menyusun aturan dan mensosialisasikan penerapan aplikasi berbasis

web tersebut (mencakup seluruh direktorat, UPT, pemda dan

penerima bantuan).

Pengelolaan Bantuan Sosial Kegiatan Program Indonesia Pintar

(PIP) belum memadai (Temuan No. 1.4.1 atas Belanja Bantuan Sosial dalam

LHP SPI No. 1.b/HP/XIX/05/2019, Hal. 83)

1. Berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan dana PIP diketahui terdapat

permasalahan sebagai berikut:

a. Masih adanya dana PIP tahun 2017 dan 2018 sebesar

Rp1.952.635.775.000,00 yang belum dicairkan/diaktivasi oleh

peserta didik dikarenakan belum seluruh peserta didik terinformasi

sebagai penerima PIP maupun memiliki buku simpanan

pelajar/KIP ATM. Kemendikbud telah melakukan beberapa upaya

percepatan seperti penyebaran informasi melalui media elektronik,

sosialisasi kepada orang tua murid dan komite sekolah, serta validasi

data peserta didik, namun kurangnya koordinasi dengan bank

penyalur dalam menginformasikan rekening yang belum diaktivasi

mengakibatkan penyaluran belum optimal;

b. Terdapat mutasi debet dana PIP rekening giro RPL Kemendikbud

ke Rekening Perantara BRI (Internal Aging/IA) yang jumlahnya tidak

sesuai dengan besaran dana PIP per siswa;

c. Permasalahan pencairan PIP ganda merupakan permasalahan yang

sering diungkap dalam pemeriksaan BPK. Pada TA 2018, terdapat

pencairan PIP ganda sebesar Rp5.147.000.000,00 dengan jumlah

PIP yang telah dicairkan pada tahun 2018 sebesar

Pusat Kajian AKN | 53

Rp3.392.800.000,00 dan yang belum dicairkan adalah sebesar

Rp1.754.200.000,00;

d. Permasalahan keterlambatan penyaluran dana PIP dari lembaga

penyalur ke rekening tabungan penerima juga sering diungkap

dalam pemeriksaan BPK. Pada TA 2017, ditemukan keterlambatan

penyaluran dana PIP antara 1 s.d. 42 hari. Pada TA 2018, ditemukan

keterlambatan penyaluran dana PIP antara 1 s.d. 211 hari;

e. Perjanjian kerjasama (PKS) antara Kemendikbud dengan lembaga

penyalur pada tahun 2018 belum mencantumkan klausul sanksi

yang salah satunya terkait pemberian denda kepada bank/pos

penyalur dalam hal terjadi keterlambatan penyaluran yang

besarannya disepakati oleh kedua belah pihak;

f. Sebagai dua lembaga yang ditunjuk menjadi penyalur dana PIP,

diketahui jika BNI belum terdaftar dalam Treasury National Pooling

(TNP) sedangkan BRI telah terdaftar dalam TNP, dan masih

ditemukannya keterlambatan penyetoran jasa giro ke rekening Kas

Negara antara 6 s.d. 29 hari; dan

g. Terdapat penyalahgunaan dana PIP Tahun 2016 oleh lembaga

penyalur (telah dikenakan sanksi pidana kepada yang berkaitan dan

telah dilakukan pengembalian kepada penerima dana PIP).

2. Hal tersebut mengakibatkan:

a. Kemendikbud tidak dapat segera memutuskan status rekening atau

untuk memerintahkan bank penyalur supaya menutup dan

menyetorkan dana ke rekening kas negara atas rekening yang belum

teraktivasi oleh peserta didik;

b. Laporan rekening koran lembaga penyalur pada jenjang SD dan

SMP tidak dapat digunakan untuk memonitor jumlah dana PIP

yang telah tersalurkan pada masing-masing peserta didik;

c. Laporan dana bansos PIP yang sudah disalurkan dan yang

sudah/belum dicairkan/diaktivasi tidak dapat diperoleh secara

cepat, tepat, dan akurat;

d. Dana PIP ganda tahun 2018 sebesar Rp5.147.000.000,00 tidak

dapat disalurkan kepada peserta didik lain yang membutuhkan;

e. Keterlambatan pencairan mengakibatkan peserta didik tidak dapat

segera memanfaatkan dana PIP; dan

54 | Pusat Kajian AKN

f. Pendapatan Jasa Giro yang terlambat disetorkan tidak dapat segera

dimanfaatkan oleh negara.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan:

a. Dirjen Dikdasmen untuk mendorong dan melakukan koordinasi

dengan Lembaga penyalur yaitu BNI dan BRI agar mematuhi

mekanisme pencairan dana PIP yang diatur dalam PKS dan

merevisi PKS antara lain mengatur mekanisme sistem manajemen

kas, dan bank wajib menyampaikan laporan secara periodik atas

saldo dana PIP yang masih tersimpan baik yang masih dalam

rekening penyalur/RPL, rekening siswa yang belum diaktivasi,

maupun rekening perantara (internal aging);

b. Dirjen Dikdasmen untuk meminta kepada KPA dan PPK terkait

untuk melakukan proses identifikasi, kompilasi dan sinkronisasi

data calon penerima PIP di Dapodik sebagai data sumber SK

penerima PIP, dan meneliti laporan dari bank penyalur;

c. Dirjen Dikdasmen untuk memperbaiki sistem pendataan peserta

didik (dapodik) sebagai sumber data penerima PIP dengan

menetapkan pihak yang bertanggungjawab atas cleansing data dan

minimal dua minggu sekali pelaksanaannya, serta pengaturan

periodisasi penyerahan dapodik yang telah update (hasil cleansing)

PDSPK ke direktorat terkait;

d. Dirjen Dikdasmen untuk menyusun mekanisme pelaporan

penyaluran dana PIP dari satuan pendidikan yang

menginformasikan dana PIP yang dialokasikan ke peserta didik,

dana PIP yang telah diaktivasi dan informasi kendala apabila ada

dana PIP yang tidak dapat dicairkan; dan

e. Sekretaris Jenderal Kemendikbud memerintahkan Kepala PDSPK

berkoordinasi dengan unit terkait untuk menyusun mekanisme dan

metode verifikasi serta validasi data dari satuan pendidikan sampai

tingkat pengelola PIP Pusat sebelum SK PIP diterbitkan.

Pusat Kajian AKN | 55

Pengelolaan dan penatausahaan Aset Tetap belum memadai (Temuan

No. 1.7.1 atas Aset Tetap dalam LHP SPI No. 1.b/HP/XIX/05/2019, Hal. 134)

1. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan Aset Tetap tahun 2018

menunjukkan adanya permasalahan sebagai berikut:

a. Ditemukan Aset Tetap berupa beberapa bidang tanah diantaranya

seluas 7.798 m2 dan 6.000 m2 digunakan pihak lain, digunakan oleh

masyarakat, maupun terkena pekerjaan konstruksi proyek jalan tol,

kendaraan senilai Rp347.640.000,00 digunakan pihak lain tanpa

didukung Berita Acara Pinjam Pakai, Aset Tetap Peralatan dan

Mesin, Gedung, dan Bangunan, serta Aset Tetap Lainnya milik

Satker Dekonsentrasi berada dalam penguasaan satu SLB namun

statusnya tidak dimutakhirkan di dalam SIMAK BMN;

b. Beberapa Aset Tetap senilai Rp315.918.228.692,00 dan tanah seluas

4.675 m2 belum mempunyai bukti kepemilikan atas nama

Pemerintah Republik Indonesia;

c. Terdapat aset-aset yang masih dalam proses pengusulan penetapan

dan menunggu SK penetapan dari Kemenkeu sebesar

Rp1.730.610.814.452,00;

d. Permasalahan Aset Tetap lainnya antara lain terdapat Aset Tetap

yang belum dicatat dalam SIMAK BMN karena dokumen sumber

sebagai dasar pencatatan belum ditemukan, penyelesaian KDP

berlarut-larut dan belum ada kepastian penyelesaiannya, terdapat

Aset Tetap Peralatan dan Mesin, Aset Tetap Tanah, dan Aset Tetap

Lainnya bernilai Rp1,00, terdapat Aset rusak berat namun belum

direklasifikasi, terdapat kegiatan rehabilitasi/renovasi yang

menghasilkan Aset Tetap namun belum dilakukan kapitaliasi, Aset

Tak Berwujud dicatat sebagai Aset Tetap Lainnya, terdapat Aset

Tetap Tanah yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas

pokok dan fungsi instansi bersangkutan (idle) karena kebijakan

moratorium untuk mendirikan bangunan, pencatatan Aset Tetap

Lainnya tidak dirinci per jenis dan/atau per jenis barang, terdapat

selisih pencatatan luas tanah antara pencatatan pada SIMAK BMN

dengan bukti kepemilikan seluas 8.590 m2, Daftar Barang Ruangan

(DBR) tidak mutakhir, terdapat kesalahan klasifikasi jenis barang

pada SIMAK BMN, bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah

56 | Pusat Kajian AKN

belum diperbaharui sesuai revisi peta bidang tanah, terdapat Aset

Tetap belum bernomor inventaris, dan terdapat Aset bernilai negatif

pada 9 satker Dikdasmen senilai minus Rp382.770.597,00.

2. Hal tersebut mengakibatkan:

a. Pencatatan atas rincian Aset Tetap belum akurat senilai

Rp377.816.311.637,00;

b. Aset Tetap Kemendikbud berpotensi hilang atau dikuasai oleh

pihak lain senilai Rp347.640.000,00 serta tanah seluas 7.798 m2 dan

6.000 m2;

c. Status Aset Tetap Tanah yang belum didukung status kepemilikan

beresiko menimbulkan permasalahan hukum pada masa yang akan

datang senilai Rp315.918.228.692,00 dan tanah seluas 4.675 m2;

d. Risiko penyalahgunaan Aset Tetap senilai Rp1.730.610.814.452,00;

e. Database Aset Tetap tidak dapat dijadikan sebagai dasar

pengambilan keputusan perencanaan dalam rangka pengadaan,

pemeliharaan, pemusnahan, dan manajemen Aset Tetap Lainnya.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar:

a. Menginstruksikan kepada Pimpinan Eselon I terkait untuk

memerintahkan pimpinan satker terkait sebagai Kuasa Pengguna

Barang untuk berkoordinasi dengan Kemenkeu terkait Bukti

Kepemilikan Tanah Kemendikbud, memerintahkan para Kuasa

Pengguna Barang mengamankan aset negara dan berkoordinasi

dengan pemakai tanah dan/atau bangunan serta BMN sesuai

dengan ketentuan untuk pengamanan aset negara, memerintahkan

para Pengelola SIMAK BMN khususnya pada Ditbin PAUD dan

Setdijen untuk lebih cermat dalam mendefinisikan,

mengklasifikasikan dan menyajikan transaksi BMN dalam SIMAK-

BMN, dan memerintahkan para Kepala Satker untuk

menginstruksikan PPK agar melaporkan RAB pemeliharaan suatu

Aset Tetap kepada Pengelola SIMAK BMN supaya dapat diketahui

adanya kapitalisasi atau tidak atas Aset Tetap tersebut;

b. Memerintahkan Dirjen GTK selaku Pengguna Barang agar

mempercepat proses pengajuan penetapan penggunaan barang

pada Kementerian Keuangan;

Pusat Kajian AKN | 57

c. Menginstruksikan Sekjen agar memerintahkan Kepala Biro Umum

untuk memastikan harga wajar atas aset berupa tanah dan barang

lainnya yang masih bernilai Rp1,00; dan

d. Irjen, Kepala Biro Umum dan Kepala Biro Hukor untuk

menyelesaikan permasalahan pembebasan tanah.

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Peraturan

Perundang-undangan

1.1 Kepatuhan terhadap PNBP

1.1.1 Pengelolaan dan penatausahaan PNBP belum memadai.

1.2 Kepatuhan atas Belanja Pegawai

1.2.1 Kelebihan pembayaran atas Belanja Pegawai Setjen, Ditjen

Dikdasmen, serta Ditjen PAUD dan Dikmas.

1.3 Kepatuhan Atas Pengelolaan Barang dan Jasa

1.3.1 Kekurangan volume pekerjaan atas Belanja Barang di lingkungan

Kemendikbud.

1.3.2 Belanja Barang belum diatur dalam Standar Biaya Masukan (SBM).

1.3.3 Mekanisme Pertanggungjawaban Belanja Perjalanan Dinas belum

didukung bukti at cost dan terdapat kelebihan pembayaran

Belanja Perjalanan Dinas pada lingkungan Kemendikbud.

1.3.4 Kelebihan pembayaran atas Belanja Barang dan bukti

pertanggungjawaban realisasi Belanja Barang belum lengkap.

1.3.5 Belanja Barang salah peruntukan.

1.3.6 Pelaksanaan kegiatan Belanja Barang mengalami keterlambatan dan

belum dikenakan denda keterlambatan.

1.3.7 Pembayaran uang saku Rapat Dalam Kantor (RDK) empat satker

Kemendikbud tidak sesuai ketentuan.

1.3.8 Pengadaan Belanja Barang dan Jasa pada Ditjen PAUD dan Dikmas

serta Ditjen Kebudayaan belum sesuai dengan ketentuan pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.

58 | Pusat Kajian AKN

Pengelolaan dan penatausahaan PNBP belum memadai (Temuan No.

1.1.1 atas Aset Tetap dalam LHP kepatuhan No. 1.c/HP/XIX/05/2019, Hal. 3)

1. Pemeriksaan terhadap satker Kemendikbud yang mengelola PNBP

menunjukkan adanya permasalahan-permasalahan PNBP sebagai

berikut:

a. Tarif PNBP belum memiliki dasar hukum dan digunakan

langsung

Terdapat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh

satker Kemendikbud TA 2018 yang belum memiliki izin/tidak

diatur dalam Keputusan Kepala satker terkait maupun peraturan

perundang-undangan tentang penetapan tarif PNBP. Atas

penerimaan di BP PAUD dan Dikmas Kalimantan Selatan sebesar

Rp54.840.000,00 seluruhnya digunakan langsung sedangkan pada

Museum Nasional terdapat penggunaan langsung untuk biaya

operasional sebesar Rp241.394.744,00 dan sisa dana belum

disetorkan ke Kas Negara sebesar Rp30.954.090,00;

b. Tarif PNBP telah memiliki dasar hukum namun

dipergunakan langsung

Pengelolaan Pendapatan oleh Balai Bahasa DI Yogyakarta

dilaksanakan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

82 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak PNBP. Namun diketahui jika pendapatan

1.4 Kepatuhan atas Pengelolaan Belanja Modal

1.4.1 Penyelesaian pekerjaan atas enam kegiatan Belanja Modal

mengalami keterlambatan dan belum dikenakan sanksi denda

keterlambatan serta pekerjaan yang putus kontrak belum dicairkan

jaminan pelaksanaan.

1.4.2 Pelaksanaan dua pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi dalam

kontrak.

1.4.3 Kelebihan pembayaran atas penghitungan ganda pajak penghasilan

penyedia jasa dalam kontrak.

1.4.4 Kelebihan pembayaran pada kegiatan Belanja Modal Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan TA 2018.

Pusat Kajian AKN | 59

royalti tahun 2013 s.d. 2016 digunakan langsung oleh Balai dan

dibagikan kepada penyusun buku sebesar Rp46.795.000,00;

c. PNBP terlambat/belum disetor ke Kas Negara

Pemeriksaan terhadap lima satker Kemendikbud (Pusdiklat

Sekretariat Jenderal, Biro Umum Setjen, SetDitjen Dikdasmen,

Museum Benteng Vrederburg, dan LPMP Sulawesi Utara)

menunjukkan jika penyetoran Penerimaan yang diterima satker

tersebut terlambat disetorkan ke Kas Negara antara 2 sampai 29 hari

sebesar Rp659.793.400,00. Selain itu terdapat pula PNBP yang

telah diterima oleh empat satker Kemendikbud namun masih belum

disetorkan ke Kas Negara yaitu pada Direktorat PKLK dengan

penerimaa sebesar Rp2.800.530.000,00 telah disetorkan ke Kas

Negara sebesar Rp571.671.500,00, digunakan langsung sebesar

Rp603.492.800,00 dan masih terdapat sisa dana sebesar

Rp1.625.365.700,00, pada BPP Bahasa belum disetorkan sebesar

Rp325.000,00, Balai Bahasa DI Yogyakarta belum disetorkan

sebesar Rp5.828.100,00, dan BPCB Jawa Tengah belum disetorkan

sebesar Rp98.851.000,00.

d. PNBP belum/tidak dipungut

Satker Pusdiklat Setjen menyewakan ruang untuk ATM BRI di

lingkungan Pusdiklat namun sejak April 2016 sampai dengan

Desember 2018 belum dibayarkan dengan nilai tagihan sebesar

Rp61.512.666,68 (seluruhnya telah disetorkan ke Kas Negara).

e. Tarif PNBP tidak diatur sesuai ketentuan atau belum

ditetapkan oleh instansi yang berwenang

Diketahui terdapat beberapa penerimaan satker Kemendikbud yang

belum ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan seperti

sewa Wisma Arga Mulya, sewa lahan pemancar, dan sewa lahan

parkir pada Biro Umum Setjen, sewa kamar/asrama/aula/ruang

pada Setditjen Dikdasmen, penerimaan royalti pada Balai Bahasa DI

Yogyakarta, dan sewa parkir serta usaha kantin pada Museum

Nasional. Atas pendapatan Museum Nasional tersebut, digunakan

langsung sebesar Rp149.720.815,00.

60 | Pusat Kajian AKN

f. Permasalahan Terkait Lainnya

Permasalahan PNBP lainnya pada Kemendikbud antara lain

Bendahara Penerimaan tidak membuat pembukuan atas PNBP

satker, dan tidak tertib dalam mencatat setiap transaksi penerimaan

PNBP, serta pengendalian penerimaan PNBP masih lemah.

2. Hal tersebut mengakibatkan:

a. Penerimaan PNBP yang digunakan langsung sebesar

Rp1.096.243.359,00 (Rp241.394.744,00 + Rp54.840.000,00 +

Rp46.795.000,00 + Rp603.492.800,00 + Rp149.720.815,00)

berpotensi untuk disalahgunakan;

b. Kekurangan penerimaan dari PNBP yang belum disetor dan PNBP

tidak dipungut sebesar Rp1.822.836.556,68 (Rp30.954.090,00 +

Rp1.625.365.700,00 + Rp325.000,00 + Rp5.828.100,00 +

Rp98.851.000,00 + Rp61.512.666,68);

c. Negara tidak dapat segera memanfaatkan dana dari PNBP yang

terlambat disetorkan ke Kas Negara sebesar Rp659.793.400,00;

d. Pemungutan PNBP tidak memiliki dasar legitimasi yang kuat.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan :

a. Pejabat Eselon I terkait untuk:

1) Menerbitkan pedoman/petunjuk teknis pengelolaan PNBP di

lingkungan Kemendikbud;

2) Memerintahkan kepada seluruh KPA dan Bendahara

Penerimaan selaku pengelola PNBP agar menyetorkan seluruh

PNBP tepat waktu, menatausahakan seluruh bukti

pertanggungjawaban secara tertib serta tidak melakukan

penggunaan langsung atas PNBP tersebut;

3) Memerintahkan kepada seluruh KPA agar meningkatkan

koordinasi dengan KPKNL dalam rangka penetapan dan atau

pemutakhiran tarif PNBP;

4) Memerintahkan KPA terkait agar menarik dan menyetorkan ke

Kas Negara atas kekurangan penerimaan dari PNBP yang

belum disetor dan PNBP tidak dipungut sebesar

Rp931.275.475,00 terdiri dari PKLK sebesar

Pusat Kajian AKN | 61

Rp830.114.600,00, BPCB Jawa Tengah sebesar

Rp98.851.000,00, dan Balai Bahasa sebesar Rp2.309.875,00;

b. Memerintahkan Sekjen Kemendikbud agar melakukan penertiban

rekening penerimaan PNBP di seluruh satker pengelola PNBP; dan

c. Memerintahkan Inspektur Jenderal agar melakukan pemeriksaan

terhadap pengelolaan PNBP pada satker yang terindikasi melakukan

penggunaan langsung PNBP termasuk pemeriksaan terhadap

rekening pribadi yang digunakan untuk menampung PNBP.

Kelebihan pembayaran atas Belanja Pegawai Setjen, Ditjen

Dikdasmen, serta Ditjen PAUD dan Dikmas (Temuan No. 1.2.1 atas

Belanja Pegawai dalam LHP kepatuhan No. 1.c/HP/XIX/05/2019, Hal. 27)

1. Pengembangan aplikasi kehadiran yang belum optimal dikembangkan

dan digunakan untuk mendukung pengelolaan Belanja Pegawai

menyebabkan ditemukannya permasalahan dimana aplikasi kehadiran

masih bisa menginput dokumen pendukung status kehadiran lebih dari

lima hari, tidak ada batas jam datang dan jam pulang pegawai, kelebihan

uang makan pegawai sebesar Rp43.111.300,00, dan kelebihan

pembayaran rapel tukin sebesar Rp25.849.905,80.

2. Ketidakcermatan pengelola dalam memedomani ketentuan perhitungan

tunkin dan juga PPK yang tidak cermat dalam menguji bukti

pembayaran gaji dan tunjangan menyebabkan ditemukannya

permasalahan perhitungan potongan tunkin yang tidak memedomani

ketentuan yang berlaku sehingga terjadi kurang potong tukin sebesar

Rp32.942.281,00 dan kelebihan potong sebesar Rp1.087.924,00,

pengenaan sanksi terhadap akumulasi keterlambatan belum

diperhitungkan sebesar Rp51.434.012,00, kelebihan pembayaran tukin

di lingkungan Setjen pada pegawai yang sedang tugas belajar sebesar

Rp2.414.490,00, kelebihan pembayaran tunjangan umum pada pegawai

pelaksana tugas belajar dan pegawai yang menjalani cuti besar pada

Ditjen Dikdasmen sebesar Rp30.915.000,00, dan kelebihan pemberian

gaji dan tunjangan pada PNS di Ditjen Dikdasmen yang terlibat kasus

hukum sebesar Rp4.880.100,00 dikarenakan kurangnya koordinasi

antara KPA dan Biro SDM terkait pegawai bersangkutan.

62 | Pusat Kajian AKN

3. Hal tersebut mengakibatkan:

a. Kelebihan pembayaran atas Belanja Pegawai sebesar

Rp191.547.088,80 (Rp51.434.012,00 + Rp32.942.281,00 +

Rp43.111.300,00 + Rp25.849.905,80 + Rp2.414.490,00 +

Rp30.915.000,00 + Rp4.880.100,00) dan telah dilakukan

penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp73.969.768,70;

b. Kekurangan pembayaran pada Ditbinsuslat sebesar

Rp1.087.924,00.

4. BPK RI merekomendasikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

menginstruksikan Pejabat Eselon I terkait untuk:

a. Mengoptimalkan pemanfaatan aplikasi

http://kehadiran.sdm.kemdikbud.go.id dan pengawasannya;

b. Memerintahkan kepala satker terkait untuk menarik dan

menyetorkan ke Kas Negara atas kelebihan pembayaran tukin dan

uang makan sebesar Rp117.647.320,10 terdiri dari kelebihan

pembayaran tukin sebesar Rp91.811.520,10 dan kelebihan

pembayaran uang makan sebesar Rp25.835.800,00;

c. Memerintahkan Direktur Binsuslat untuk membayar kekurangan

pembayaran tukin sebesar Rp1.087.924,00; dan

d. Memerintahkan para pimpinan satker untuk menertibkan

administrasi kehadiran, kepegawaian dan keuangan.

Belanja Barang belum diatur dalam Standar Biaya Masukan (SBM) (Temuan No. 1.3.2 atas Pengelolaan Barang dan Jasa dalam LHP Kepatuhan No.

1.c/HP/XIX/05/2019, Hal. 46)

1. Pada pemeriksaan TA 2017, BPK juga mengungkap permasalahan

terkait pembayaran honorarium yang tidak diatur dalam SBM. Pada TA

2018, permasalahan pembayaran honorarium yang tidak diatur dalam

SBM juga terjadi pada pembayaran uang harian peserta kegiatan pada

Ditjen GTK, pembayaran honor dan uang harian atas tenaga pengajar

BIPA, pembayaran honorarium dan uang harian perjalanan dinas pada

Pusbangfilm Setjen, dan pembayaran honorarium kegiatan Ditjen

Dikdasmen. Permasalahan tersebut terjadi karena kurang proaktifnya

proses pengusulan Standar Biaya Khusus (SBK) dan SBM Lainnya

Pusat Kajian AKN | 63

(SBML) atas pembayaran komponen kegiatan yang belum diatur dalam

SBM tersebut.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan pembayaran honorarium belum

berdasarkan pertimbangan kewajaran yang layak, realisasi Belanja Jasa

Profesi Pengajar BIPA lokal dan pembayaran uang harian pengajar

BIPA belum didasarkan pada penghitungan yang sah dan memadai, dan

efisiensi penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran tidak terjamin.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan kepada Dirjen GTK, Kepala BPP

Bahasa, Sekjen dan Dirjen Dikdasmen agar mengusulkan penggunaan

SBK atau SBML kepada Kementerian Keuangan atas pembayaran

komponen kegiatan yang belum diatur dalam SBM sesuai dengan

ketentuan.

Mekanisme pertanggungjawaban Belanja Perjalanan Dinas belum

didukung bukti at cost dan terdapat kelebihan pembayaran Belanja

Perjalanan Dinas (Temuan No. 1.3.3 atas Pengelolaan Barang dan Jasa dalam

LHP Kepatuhan No. 1.c/HP/XIX/05/2019, Hal. 54)

1. Pada pemeriksaan Belanja Perjalanan Dinas TA 2018, BPK menemukan

permasalahan Belanja Perjalanan Dinas pada lima satker Kemendikbud

sebesar Rp693.996.194,29 antara lain perbedaan harga tiket pada

dokumen pertanggungjawaban dengan harga sebenarnya, pemberian

honor narasumber dan uang harian pada tanggal yang sama, penetapan

golongan uang harian tidak sesuai keadaan sebenarnya, pembayaran

uang harian perjalanan kegiatan short course dan pengawasan luar negeri

dibayarkan 100% dari seharusnya sebesar 40%, dokumen

pertanggungjawaban tidak valid, peserta kegiatan perjalanan dinas tidak

mengikuti kegiatan secara penuh, dan pembayaran uang harian melebihi

SBM TA 2018. Kurang optimalnya pengawasan dan pengujian terhadap

dokumen pertanggungjawaban, serta pelaksanaan kegiatan yang tidak

berpedoman pada ketentuan yang berlaku menyebabkan adanya

kelebihan pembayaran perjalanan dinas.

2. Selain permasalahan tersebut, terdapat pemborosan Belanja Perjalanan

Dinas pada Ditjen Dikdasmen akibat adanya biaya tambahan reschedule

64 | Pusat Kajian AKN

tiket pesawat sebesar Rp88.848.800,00 disebabkan pemesanan tiket

tidak berdasarkan undangan dan persetujuan Kementerian Sekretariat

Negara, penentuan kurs untuk perjalanan dinas LN tidak didukung

bukti yang cukup, dan pertanggungjawaban Belanja Barang atas kegiatan

perjalanan dinas pada PDSPK Setjen sebesar Rp195.330.000,00

menunjukkan kegiatan dilakukan pada hari libur, dokumen

pertanggungjawaban kuitansi pembayaran tidak valid, lembar kunjungan

tidak ditandatangani oleh pihak yang berwenang, slip pembayaran hotel

tidak ada, dan presensi kehadiran peserta kegiatan tidak memadai.

3. Hal tersebut mengakibatkan :

a. Kelebihan pembayaran perjalanan dinas sebesar Rp693.996.194,29

terdiri dari Setjen sebesar Rp42.745.297,00, Inspektorat Jenderal

sebesar Rp192.958.163,00, GTK sebesar Rp139.099.714,29,

Dikdasmen sebesar Rp316.849.020,00, dan Dinas Pendidikan

Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp2.344.000,00;

b. Pemborosan atas Belanja Perjalanan Dinas di Dikdasmen sebesar

Rp88.848.800,00;

c. Penentuan nilai kurs yang tidak tepat pada Dikdasmen berpotensi

negara tidak mendapatkan harga tiket yang wajar; dan

d. Pertanggungjawaban belanja belum didukung bukti yang sah

sehingga terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp195.330.000,00

pada Setjen.

4. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan masing-masing Kepala satker

Eselon I terkait untuk:

a. Menarik dan menyetorkan ke Kas Negara atas kelebihan

pembayaran biaya perjalanan dinas yang masih belum terselesaikan

pada Setjen Kemendikbud sebesar Rp102.309.184,29

(Rp195.330.000,00 + Rp42.745.297,00 - Rp135.766.113,00). Untuk

Inspektorat Jenderal, GTK, Dikdasmen, dan Dinas Pendidikan

Provinsi Kalimantan Selatan telah menyetorkan seluruh kelebihan

pembayaran ke Kas Negara;

Pusat Kajian AKN | 65

b. Menginstruksikan kepada KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran dan

Bendahara Pengeluaran Pembantu pada satker terkait serta LO

kegiatan short course pada Itjen agar mempedomani ketentuan yang

berlaku dalam melaksanakan perjalanan dinas dan lebih cermat

dalam melaksanakan pengujian atas tagihan pembayaran.

Penyelesaian pekerjaan atas enam kegiatan Belanja Modal

mengalami keterlambatan dan belum dikenakan sanksi denda

keterlambatan serta pekerjaan yang putus kontrak belum dicairkan

jaminan pelaksanaan (Temuan No. 1.4.1 atas Pengelolaan Belanja Modal dalam

LHP Kepatuhan No. 1.c/HP/XIX/05/2019, Hal. 110)

1. Pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan Belanja Modal TA 2018 di

Kemendikbud menunjukkan adanya penyelesaian atas enam paket

kegiatan Belanja Modal yang mengalami keterlambatan dan belum

dikenakan sanksi denda sebesar Rp332.634.204,27, serta satu pekerjaan

mengalami putus kontrak dan belum dicairkan jaminan pelaksanaannya

sebesar Rp24.460.000,00.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kekurangan Penerimaan Negara

atas denda keterlambatan yang belum dikenakan sebesar

Rp332.634.204,27 yaitu pada Ditjen Kebudayaan sebesar

Rp297.553.988,10 dan pada Ditjen Dikdasmen sebesar Rp35.080.216,17

(telah dilakukan penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp297.553.988,10),

serta kekurangan Penerimaan Negara atas jaminan pelaksanaan yang

belum dicairkan sebesar Rp24.460.000,00.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan masing-masing Pejabat Eselon I

untuk memerintahkan:

a. PPK Ditjen Dikdasmen menarik dan menyetorkan ke Kas Negara

atas denda keterlambatan dan jaminan pelaksanaan yang belum

dicairkan kepada penyedia jasa sebesar Rp59.540.216,17

(Rp332.634.204,27 - Rp297.553.988,10 + Rp24.460.000,00);

b. PPK Ditjen Kebudayaan dan Ditjen Dikdasmen agar lebih cermat

dalam melaksanakan tugasnya; dan

c. KPA Ditjen Kebudayaan dan Ditjen Dikdasmen agar lebih optimal

dalam mengawasi dan mengendalikan kinerja bawahannya.

66 | Pusat Kajian AKN

Kelebihan pembayaran pada kegiatan Belanja Modal Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan TA 2018 (Temuan No. 1.4.4 atas Pengelolaan

Belanja Modal dalam LHP Kepatuhan No. 1.c/HP/XIX/05/2019, Hal. 119)

1. Kurang optimalnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan

pekerjaan oleh penyedia jasa menyebabkan ditemukannya permasalahan

kekurangan volume pekerjaan/terdapat item pekerjaan yang tidak

dilaksanakan pada lima satker di Kemendikbud sebesar

Rp1.813.943.906,84 terdiri dari kelebihan pembayaran pada Ditjen

Kebudayaan sebesar Rp955.204.583,46, Sekretariat Jenderal sebesar

Rp642.718.350,00, Ditjen GTK sebesar Rp114.514.555,10, Ditjen

PAUD dan Dikmas sebesar Rp50.718.611,11, dan Ditjen Dikdasmen

sebesar Rp50.787.807,17.

2. Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan kelebihan pembayaran

kepada penyedia jasa sebesar Rp1.813.943.906,84 (telah dilakukan

penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp1.330.892.592,55).

2. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan agar menginstruksikan masing-masing Pejabat Eselon I

untuk memerintahkan:

a. PPK satker terkait untuk menarik dan menyetorkan ke Kas Negara

atas kelebihan pembayaran kepada penyedia jasa sebesar

Rp483.061.622,07 terdiri dari Sekretariat Jenderal sebesar

Rp434.531.350,00 dan Ditjen Dikdasmen sebesar Rp48.530.272,07;

b. PPK satker terkait agar lebih cermat dalam melaksanakan tugasnya;

dan

c. KPA satker terkait agar lebih optimal dalam melakukan pengawasan

atas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Pusat Kajian AKN | 67

6. KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

TINGGI

Perolehan opini BPK RI atas Laporan Keuangan (LK) Kementerian

Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) selama tiga

tahun berturut-turut sejak TA 2016 sampai dengan TA 2018 adalah Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP).

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang perkembangan

status pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI pada

Kemenristekdikti untuk Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun

Anggaran 2018:

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Kemenristekdikti

pada tahun 2018 mengungkap temuan yang perlu mendapatkan perhatian

baik ditinjau dari penilaian Sistem Pengendalian Intern maupun penilaian

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan yaitu:

Sistem Pengendalian Intern

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Tahun 2018

(LHP No. 112/HP/XVI/05/2019)

Temuan Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern

1. Penyajian atas Laporan Keuangan (LK) Kemenristekdikti Tahun 2018

1.1 Tindak lanjut akun Kas pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas

Laporan Keuangan tahun anggaran (TA) 2017 belum optimal dan

penyetoran kas pada 13 satuan kerja di lingkungan Kemenristekdikti

belum tertib.

2016 2017 2018

82 78 37

2016 2017 2018

253 259 132

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

92 50 4 139 163 102 22 46 26 0 0 0

Temuan

197

Rekomendasi

644

Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti

68 | Pusat Kajian AKN

Tindak lanjut akun Kas pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas

Laporan Keuangan TA 2017 belum optimal dan pengelolaan Kas pada

13 satuan kerja di lingkungan Kemenristekdikti belum tertib (Temuan

No. 1.1 atas Penyajian laporan Keuangan dalam LHP SPI No.

112B/HP/XVI/05/2019, Hal. 3)

1. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti untuk membentuk Tim

Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) untuk memproses

permasalahan selisih kas TA 2017. Rekomendasi tersebut telah

ditindaklanjuti dengan membentuk TPKN namun laporan TPKN

1.2 Penatausahaan Piutang di lingkungan Kemenristekdikti belum

tertib.

1.3 Pengelolaan Persediaan Kemenristekdikti belum memadai.

1.4 Pengamanan dan penatausahaan Aset Tetap belum memadai.

1.5 Penyajian Aset Tak Berwujud belum memadai.

2. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara

2.1 Pengelolaan Pendapatan Belum Sepenuhnya Memadai

2.1.1 Empat Kerja Sama Operasional di Lingkungan Unesa belum sesuai

ketentuan.

2.1.2 Penatausahaan dan pengelolaan Pendapatan pada satuan kerja non

Badan Layanan Umum (BLU) tidak tertib.

2.1.3 Penatausahaan Pendapatan pada beberapa satuan kerja BLU tidak sesuai

ketentuan.

2.2 Penatausahaan Belanja Belum Tertib

2.2.1 Kesalahan klasifikasi Belanja Barang pada sebelas satuan kerja di

lingkungan Kemenristekdikti sebesar Rp7.424.959.310,00.

2.2.2 Pengelolaan Dana Beasiswa Bidikmisi pada Direktorat Jenderal

Pembelajaran dan Kemahasiswaan kurang optimal.

2.2.3 Pengelolaan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan

Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) pada Direktorat Jenderal

Pembelajaran dan Kemahasiswaan kurang memadai.

2.2.4 Pengelolaan uji kompetensi matiasiswa Program Keperawatan,

Kebidanan, Profesi Ners, Profesi Dokter, Dokter Gigi, dan Profesi

Guru Tahun 2018 belum memadai.

Pusat Kajian AKN | 69

terkait perkembangan penyelesaian kerugian negara belum juga

diserahkan.

2. Selain permasalahan tindaklanjut, pemeriksaan pengelolaan Kas

menemukan beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Terdapat selisih penyajian Kas dan Bank per 31 Desember 2018

sebesar Rp32.797.374.124,00 terdiri dari selisih kurang kas sebesar

Rp23.845.590.130,00 dan selisih lebih kas sebesar

Rp8.951.783.994,00;

b. Belanja atas Hibah belum mendapat pengesahan dari Kementerian

Keuangan sebesar Rp4.380.000.000,00;

c. Kas digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan sebesar

Rp2.880.005.092,00;

d. Saldo Kas belum dapat diketahui secara jelas peruntukannya sebesar

Rp7.382.474.539,00;

e. Terdapat rekening bank pada lima satker yang tidak memiliki izin

KPPN;

f. Penatausahaan Kas tidak tertib dimana ditemukan penggunaan

dana pada LLDIKTI IV sebesar Rp92.173.393,00 yang tidak

didukung bukti pertanggungjawaban, sisa dana yang belum disetor

ke Kas Negara pada LLDIKTI IV sebesar Rp213.181.300,00, dan

terdapat selisih kurang kas riil dengan pembukuan di BPP sebesar

Rp4.421.000,00 yang tidak dapat dijelaskan; dan

g. Terdapat pemotongan pajak oleh bank atas jasa giro dan bunga

deposito yang masuk ke rekening penerimaan pada empat

universitas sebesar Rp2.139.989.002,00.

3. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Kemenristekdikti tidak dapat memanfaatkan Kas pada BLU yang

belum dipertanggungjawabkan atau yang dipinjamkan kepada

pegawai;

b. Penyajian dana kelolaan pada Neraca belum dapat ditentukan hak

dan kewajibannya;

c. Catatan penerimaan dan pengeluaran kas tidak akurat;

d. Penggunaan dana di Tahun 2019 pada LLDIKTI IV sebesar

Rp92.173.393,00 tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya;

70 | Pusat Kajian AKN

e. Kekurangan penerimaan kas dari sisa dana yang belum disetor ke

Kas Negara pada LLDIKTI IV sebesar Rp213.181.300,00;

f. Kekurangan kas pada Bendahara Pengeluaran LLDIKTI IV sebesar

Rp4.421.000,00;

g. Hilangnya kesempatan Perguruan Tinggi untuk memanfaatkan

pendapatan dari jasa giro dan bunga deposito sebesar

Rp2.139.989.002,00.

4. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Ristekdikti agar:

a. Memerintahkan TPKN untuk memproses para penanggungjawab

permasalahan selisih kas dan bank sesuai ketentuan yang berlaku

dan menyampaikan hasilnya kepada BPK RI;

b. Memerintahkan Pimpinan satker terkait untuk berkoordinasi

dengan perbankan untuk membuat sistem pengelolaan rekening

yang dapat mengidentifikasi langsung setiap penerimaan yang

masuk ke rekening BLU, lebih optimal dalam melakukan

pengendalian dan pengawasan pengelolaan dan penyajian Kas,

memerintahkan Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan

dan BPP terkait untuk memedomani ketentuan dalam

penatausahaan Kas, dan berkoordinasi dengan pihak bank terkait

dan KPP setempat agar tidak memungut pajak jasa giro atas saldo

dana giro dan bunga deposito sesuai ketentuan;

c. Memerintahkan Inspektorat Jenderal menguji pertanggungjawaban

belanja sebesar Rp92.173.393,00. Apabila ada kelebihan

pembayaran agar disetorkan ke Kas Negara dan laporan hasil

pengujian beserta bukti setor disampaikan ke BPK RI; dan

d. Menginstruksikan Kepala LLDIKTI IV untuk memerintahkan

Bendahara Pengeluaran menyetorkan kekurangan kas ke Kas

Negara sebesar Rp4.421.000,00 dan sisa dana sebesar

Rp213.181.300,00. Bukti setor disampaikan ke BPK RI.

Pusat Kajian AKN | 71

Penatausahaan Piutang di lingkungan Kemenristekdikti belum

sepenuhnya tertib (Temuan No. 1.2 atas Penyajian laporan Keuangan dalam

LHP SPI No. 112B/HP/XVI/05/2019, Hal. 11)

1. Permasalahan penatausahaan Piutang juga diungkap dalam pemeriksaan

laporan keuangan TA 2017. Pada pemeriksaan TA 2018, BPK juga

menemukan permasalahan terkait Piutang sebagai berikut:

a. Terdapat saldo piutang yang tidak didukung dokumen pencatatan

piutang, kartu piutang, maupun daftar inventarisasi piutang yang

lengkap;

b. Belum tertibnya penatausahaan piutang dimana ditemukan

universitas yang belum menyusun SOP terkait pengelolaan piutang,

belum memiliki unit khusus yang mengelola piutang, terdapat

universitas dengan saldo piutang kategori macet mencapai 89%,

terdapat saldo piutang yang masih tercatat atas mahasiswa yang

sudah tidak aktif, terdapat universitas yang belum memiliki

mekanisme penagihan piutang, pencatatan pembayaran piutang

tidak tertib, terdapat piutang macet yang tidak diserahkan kepada

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), dan terdapat piutang yang

belum disajikan dalam laporan keuangan;

c. Metode penyisihan piutang pada beberapa universitas diketahui

belum sepenuhnya mengikuti pedoman dari Kemenristekdikti,

penentuan kualitas piutang tanpa melihat tanggal jatuh tempo sesuai

surat penagihan, tidak membuat daftar umur piutang, dan tidak

melaksanakan penyisihan piutang tak tertagih secara memadai;

d. Piutang tercatat tidak dapat diidentifikasi sebagai piutang

operasional (jasa layanan pendidikan) atau piutang non operasional

(jasa lainnya); dan

e. Satker tidak optimal dalam melakukan pemantauan dan penagihan

piutang.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan penyajian piutang beserta

penyisihannya dalam Laporan Keuangan TA 2018 tidak akurat, dan

Penerimaan Negara dari realisasi piutang tidak optimal.

72 | Pusat Kajian AKN

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar menginstruksikan

Pimpinan PTN terkait untuk:

a. Menyusun SOP terkait piutang sesuai dengan ketentuan yang

berlaku; dan

b. Memerintahkan Kepala Biro Keuangan terkait agar lebih cermat

dalam melakukan penilaian, perhitungan, dan penentuan kualitas

piutang, serta lebih cermat dalam pengawasan dan pengendalian

penatausahaan piutang.

Pengelolaan dana beasiswa Bidikmisi pada Direktorat Jenderal

Pembelajaran dan Kemahasiswaan kurang optimal (Temuan No. 2.2.2

atas Penatausahaan Belanja dalam LHP SPI No. 112B/HP/XVI/05/2019, Hal. 64)

1. Permasalahan pengelolaan Bidikmisi juga diungkap dalam pemeriksaan

laporan keuangan Kemenristekdikti TA 2017. Pada TA 2018, BPK

mengungkap permasalahan pengelolaan Bidikmisi sebagai berikut:

a. Dalam penyelenggaraan program beasiswa Bidikmisi diketahui jika

Tim Pengelola Bidikmisi Pusat tidak membuat laporan tersendiri

mengenai pelaksanaan dan penggunaan dana Bidikmisi;

b. Terdapat keterlambatan penyaluran dana Bidikmisi pada tahun 2018

sebesar Rp341.468.465.000,00 yang disebabkan proses usulan

pencairan dari Perguruan Tinggi baru dilakukan Desember 2018;

c. Perguruan Tinggi belum menyampaikan laporan penggunaan

Bantuan Biaya Pengelolaan Bidikmisi tahun 2018 sebesar

Rp1.003.725.000,00 sehingga proses pencairan belum bisa

dilakukan;

d. Ditemukan pengelolaan program beasiswa pada tiga perguruan

tinggi belum memadai dimana terdapat pemberian beasiswa

Bidikmisi pada mahasiswa yang cuti, mangkir, atau mengundurkan

diri pada UNS sebesar Rp315.000.000,00 dan Undip sebesar

Rp415.800.000,00, terdapat pemborosan biaya pengelolaan

Bidikmisi karena tidak sesuai panduan pada UNS sebesar

Rp243.483.500,00, bukti pertanggungjawaban pengelolaan

Bidikmisi tidak dapat diyakini kebenarannya pada UNS sebesar

Rp47.890.000,00, dan terdapat pembayaran uang kuliah oleh

Pusat Kajian AKN | 73

mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi tahun 2018 yang belum

dikembalikan oleh Unand sebesar Rp192.650.000,00.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Pemberian beasiswa Bidikmisi tidak dapat dievaluasi secara

menyeluruh untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan

selanjutnya;

b. Mahasiswa dan perguruan tinggi terlambat menerima dan

memanfaatkan dana Bidikmisi;

c. Realisasi Bantuan Biaya Pengelolaan Bidikmisi pada lima perguruan

tinggi tidak akurat sebesar Rp1.003.725.000,00;

d. Pemberian beasiswa Bidikmisi kepada mahasiswa sebesar

Rp730.800.000,00 (UNS sebesar Rp315.000.000,00 dan Undip

sebesar Rp415.800.000,00) tidak tepat sasaran;

e. Biaya Pengelolaan Bidikmisi atas kegiatan yang tidak sesuai dengan

Panduan Bidikmisi 2018 pada UNS sebesar Rp243.483.500,00;

f. Bukti pertanggungjawaban Biaya Pengelolaan Beasiswa Bidikmisi

pada UNS sebesar Rp47.800.000,00 tidak akurat; dan

g. Kewajiban Unand kepada penerima beasiswa bidikmisi tahun 2018

sebesar Rp192.650.000,00 belum diselesaikan.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar:

a. Memerintahkan Pimpinan Perguruan Tinggi/LLDIKTI terkait

untuk menyampaikan laporan penggunaan dana dan jika terdapat

sisa dana agar disetor ke Kas Negara dan salinan bukti setor

disampaikan kepada BPK RI;

b. Menginstruksikan Dirjen Belmawa untuk lebih optimal dalam

melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bantuan biaya

pendidikan Bidikmisi, dan memerintahkan PPK dan Pengelola

Bidikmisi agar lebih optimal dalam berkoordinasi dengan bank

penyalur dan perguruan tinggi terkait;

c. Memerintahkan Inspektorat Jenderal Kemenristekdikti untuk

mengevaluasi kembali penyaluran Bidikmisi kepada mahasiswa yang

cuti, drop out, dan non aktif serta menyampaikan hasilnya kepada

BPK RI, menguji belanja yang tidak akurat penggunaannya sebesar

Rp2.025.898.500,00 (Rp1.003.725.000,00 + Rp47.890.000,00 +

Rp243.483.500,00 + Rp730.800.000,00). Apabila ada kelebihan

74 | Pusat Kajian AKN

pembayaran agar disetorkan ke Kas Negara dan bukti setor

disampaikan ke BPK RI; dan

d. Memerintahkan Rektor Unand untuk membayarkan kewajiban

kepada penerima beasiswa Bidikmisi tahun 2018 sebesar

Rp192.630.000,00.

Pengelolaan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan

Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) pada Direktorat Jenderal

Pembelajaran dan Kemahasiswaan kurang memadai (Temuan No. 2.2.3

atas Penatausahaan Belanja dalam LHP SPI No. 112B/HP/XVI/05/2019, Hal. 74)

1. Pemeriksaan terhadap program Beasiswa PPA diketahui jika

pelaksanaan Program Beasiswa PPA belum diatur dengan

Permenristekdikti dan masih berdasarkan UU No. 2 Tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi, proses monitoring dan evaluasi atas

pelaksanaan program Beasiswa PPA belum pernah dilakukan sehingga

efektivitas pelaksanaan program belum diketahui, dan terdapat 78 satker

di lingkungan Kemenristekdikti yang belum menyampaikan laporan

penyaluran Beasiswa PPA tahun 2018.

2. Pemeriksaan terhadap program Beasiswa ADik menunjukkan jika

Peraturan Menteri yang mengatur beasiswa ADik yaitu

Permenristekdikti No. 2 Tahun 2018 baru ditetapkan tanggal 2 Agustus

2018 sehingga belum dapat diterapkan sepenuhnya tahun 2018, terdapat

beberapa hal penting yang belum diatur dalam pedoman ADik tahun

2018 seperti perhitungan dan penentuan kuota, persyaratan penerima,

dan lainnya, Tim Pengelola Pusat belum seluruhnya menyusun laporan

pelaksanaan program sesuai dengan Pedoman ADik Tahun 2018, dan

terdapat 280 Perguruan Tinggi yang belum menyampaikan LPJ Biaya

resettlement dan matrikulasi mahasiswa program ADik.

3. Permasalahan tersebut mengakibatkan penyelenggaraan Beasiswa PPA

belum memiliki peraturan pelaksanaan yang sesuai, pengendalian atas

kelengkapan dan akurasi program Beasiswa PPA dan ADik lemah, dan

akibatnya Direktur Kemahasiswaan tidak dapat mengetahui apakah

pencairan dan penyaluran Beasiswa PPA telah efektif (tepat sasaran,

tepat jumlah, dan tepat waktu).

Pusat Kajian AKN | 75

4. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Ristekdikti agar:

a. Menetapkan Peraturan Menteri yang mengatur pemenuhan hak

mahasiswa dengan cara memberikan bantuan kepada mahasiswa

berprestasi antara lain program PPA;

b. Memerintahkan Dirjen Belmawa untuk melaksanakan monitoring

dan evaluasi program beasiswa PPA dan ADik, memperbaiki

Pedoman Program PPA dan Program ADiK secara memadai, dan

menginstruksikan Tim Pengelola Pusat ADik agar lebih optimal

dalam melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan; dan

c. Memerintahkan Pimpinan satker terkait untuk menyampaikan

laporan penyaluran dan penggunaan dana PPA dan ADik termasuk

di dalamnya hasil validasi kelayakan penerima beasiswa. Jika

terdapat sisa dana agar disetor ke Kas Negara dan salinan bukti setor

disampaikan kepada BPK RI.

Pengelolaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Keperawatan,

Kebidanan, Profesi Ners, Profesi Dokter, Dokter Gigi, dan Profesi

Guru Tahun 2018 belum memadai (Temuan No. 2.2.4 atas Penatausahaan

Belanja dalam LHP SPI No. 112B/HP/XVI/05/2019, Hal. 81)

1. Hasil pemeriksaan pengelolaan Uji Kompetensi yang dilakukan oleh

beberapa Perguruan Tinggi (PT) yang ditunjuk sebagai Panitia Uji

Kompetensi Nasional menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

a. Penetapan dasar tarif pada penerimaan Uji Kompetensi (UKOM) tahun

2018 yang pada dasarnya merupakan PNBP hanya didukung Keputusan

Menristekdikti dan belum diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau

Peraturan Menteri Keuangan;

b. Sisa Dana Panitia Nasional Uji Kompetensi Pendidikan Keperawatan

dan Pendidikan Kebidanan Panitia Tahun 2014-2018 sebesar

Rp754.674.551,00 belum diserahkan ke Panitia 2018-2019 (seluruhnya

telah disetorkan ke Kas Negara);

c. Belanja Bantuan Biaya Operasional Pelaksanaan Uji Kompetensi

Pendidikan Keperawatan, Pendidikan Kebidanan dan Profesi NERS

periode I Tahun 2018 dan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi

Dokter dan Dokter Gigi Tahun 2018 sebesar Rp1.940.300.000,00 tidak

didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai seperti

76 | Pusat Kajian AKN

kuitansi/nota pembelian, daftar nominatif penerima upah, dokumen

perpajakan, dan bukti lainnya;

d. Honorarium Jasa Profesi kegiatan FGD belum didukung bukti

pertanggungjawaban yang memadai sebesar Rp1.635.420.000,00, dan

terdapat ketidaksesuaian pembayaran honorarium sekretariat panitia

sebesar Rp289.085.000,00 dikarenakan standar biaya masukan (SBM)

yang digunakan adalah honor jasa profesi.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Lemahnya pengendalian oleh Kemenristekdikti atas PNBP UKOM

tahun 2018;

b. Realisasi bantuan operasional pelaksanaan UKOM dan Belanja

Pelaksanaan FGD sebesar Rp3.575.720.000,00 (Rp1.940.300.000,00 +

Rp1.635.420.000,00) belum lengkap pertanggungjawabannya dan tidak

dapat diyakini kebenaran penggunaannya;

c. Pemborosan atas pembayaran honorarium Sekretariat Panitia sebesar

Rp289.085.000,00.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Ristekdikti agar:

a. Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rangka penerapan

tarif uji kompetensi sesuai ketentuan;

b. Memerintahkan Panitia Nasional pelaksanaan UKOM meningkatkan

pengawasan dan pengendalian terkait tarif pelaksanaan uji kompetensi

dan meningkatkan pemantauan serta penagihan bukti-bukti

pertanggungjawaban secara lengkap;

c. Memerintahkan Inspektorat Jenderal Kemenristekdikti menguji belanja

yang tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya sebesar

Rp3.575.720.000,00. Apabila ada kelebihan pembayaran agar disetorkan

ke Kas Negara dan salinan bukti setor disampaikan ke BPK RI.

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan Terhadap Peraturan

Perundang-undangan

1.1 Belanja Pegawai

1.1.1 Pembayaran Belanja Pegawai pada delapan satker tidak sesuai ketentuan

sebesar Rp888.968.205,00.

Pusat Kajian AKN | 77

1.2 Belanja Barang

1.2.1 Pengadaan Barang dan Jasa pada delapan satuan kerja di

lingkungan Kemenristekdikti tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp7.238.555.374,00.

1.2.2 Pelaksana belum dikenakan sanksi sesuai ketentuan dan jaminan

pelaksanaan atas tiga paket pekerjaan putus kontrak pada Ditjen

Kelembagaan dan Unud belum dicairkan sebesar Rp190.110.115,00.

1.2.3 Pembayaran Belanja Barang untuk Honorarium dan Uang Saku

Rapat pada sembilan satker belum sesuai ketentuan sebesar

Rp2.792.960.625,00.

1.2.4 Pertanggungjawaban Belanja Barang pada tujuh satuan kerja pada

Kemenristekdikti tidak sesuai dengan ketentuan.

1.2.5 Kelebihan pembayaran Biaya Perjalanan Dinas pada 13 satker sebesar

Rp700.040.767,00 dan pertanggungjawaban Belanja Perjalanan Dinas

belum memadai sebesar Rp4.701.565.150,00.

1.2.6 Pengelolaan Keuangan SNMPTN dan SBMPTN tahun 2018 kurang

memadai.

1.2.7 Pembayaran bantuan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan

Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) pada enam Perguruan Tinggi tidak

sesuai ketentuan sebesar Rp1.914.000.000,00.

1.2.8 Pengelolaan program World Class Professor belum optimal.

1.2.9 Pelaksanaan Program Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris di empat

Perguruan Tinggi Negeri tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp834.210.000,00 dan sisa dana belum disetor sebesar

Rp343.437.327,00.

1.2.10 Pengelolaan Dana Penelitian dan Pengabdian Masyarakat TA 2018 di

Lingkungan Kemenristekdikti belum sesuai ketentuan.

1.3 Belanja Modal

1.3.1 Pelaksanaan Belanja Modal tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp6.924.927.400,00.

78 | Pusat Kajian AKN

Pengadaan Barang dan Jasa pada delapan satker tidak sesuai

ketentuan sebesar Rp7.238.555.374,00 (Temuan No. 1.2.1 atas Belanja Barang

dalam LHP SPI No. 112C/HP/XVI/05/2019, Hal. 9)

1. Hasil pemeriksaan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada delapan

satker menemukan beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Terdapat kelebihan pembayaran akibat kekurangan volume pada

empat satker sebesar Rp221.377.000,00;

b. Pemeriksaan pengadaan ATK dan computer supplies pada Setjen

Kemenristekdikti dan Ditjen Belmawa menemukan permasalahan

pengadaan langsung tidak sesuai ketentuan/prosedur yang

seharusnya, pengadministrasian dasar pembayaran tidak tertib,

terdapat pemahalan harga berkisar antara 135% - 500% dari harga

wajar sebesar Rp1.086.138.522,00, terdapat perbedaan antara

kuitansi penagihan dengan kuitansi yang sebenarnya sebesar

Rp154.603.760,00;

c. Bukti pertanggungjawbaan pengadaan ATK dan computer supplies

pada Ditjen SDID berbeda dengan bukti yang sebenarnya dengan

selisih lebih sebesar Rp4.699.423.720,00;

d. Dari total pertanggungjawaban Belanja Barang pada LLDIKTI IV

sebesar Rp3.026.854.930,00, sebesar Rp1.949.842.158,00

merupakan belanja riil dan pajak, sisanya sebesar Rp502.016.714,00

dibagikan untuk pegawai dalam bentuk kas dan tidak diketahui

keberadaanya, dan sebesar Rp574.995.658,00 digunakan untuk

biaya operasional non budgeter dan belanja tidak didukung SPJ.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Kelebihan pembayaran sebesar Rp1.964.135.996,00

(Rp221.377.000,00 + Rp1.086.138.522,00 + Rp154.603.760,00 +

Rp502.016.714,00); dan

b. Belanja Barang dan Jasa tidak diyakini kewajarannya sebesar

Rp5.274.419.378,00 (Rp4.699.423.720,00 + Rp574.995.658,00).

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti menginstruksikan

Pimpinan satker agar:

a. Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada KPA, PPSPM,

PPK, dan Bendahara Pengeluaran satker terkait untuk lebih cermat

Pusat Kajian AKN | 79

dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap

pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara;

b. Memerintahkan PPK satker terkait untuk menarik kelebihan

pembayaran kepada pelaksana pekerjaan sebesar

Rp1.964.135.996,00 serta menyetorkannya ke Kas Negara dan

bukti setor disampaikan kepada BPK RI;

c. Memerintahkan Itjen Kemenristekdikti untuk melakukan

pemeriksaan lebih lanjut atas belanja sebesar Rp5.274.419.378,00

dan menyampaikan hasilnya kepada BPK RI.

Pembayaran Belanja Barang untuk Honorarium dan Uang Saku RDK

pada sembilan satker belum sesuai ketentuan sebesar

Rp2.792.960.625,00 (Temuan No. 1.2.3 atas Belanja Barang dalam LHP SPI No.

112C/HP/XVI/05/2019, Hal. 18)

1. Pemeriksaan atas pengelolaan Belanja Barang (honorarium dan uang

saku rapat) diketahui terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp432.772.500,00 pada

tiga satker baik disebabkan pemberian honor

narasumber/pembahas kepada seluruh peserta kegiatan dan juga

kelebihan pembayaran kepada narasumber yang tidak sesuai

keadaan sebenarnya;

b. Terdapat kelebihan pembayaran honorarium kegiatan dan

kepanitiaan pada lima satker sebesar Rp1.055.548.125,00 baik

disebabkan pembayaran melebihi SBM, pembayaran ganda, ataupun

pembayaran kepada pihak yang tidak melaksanakan tugas (telah

dilakukan pengembalian sebesar Rp293.268.000,00 sehingga

kelebihan pembayaran yang belum diselesaikan adalah sebesar

Rp762.280.125,00);

c. Kelebihan pembayaran uang saku RDK pada lima satker sebesar

Rp1.174.440.000,00 disebabkan pembayaran RDK tidak sesuai

ketentuan, pembayaran ganda, dan RDK dilaksanakan di jam kerja;

d. Pemborosan atas pembayaran Uang Saku Pemeriksa di Untirta

sebesar Rp130.200.000,00 kepada pemeriksa yang tidak memiliki

jabatan fungsional auditor dan pelaksanaan tugas belum sepenuhnya

memenuhi ketentuan delapan jam.

80 | Pusat Kajian AKN

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar

Rp2.369.492.625,00 (Rp432.772.500,00 + Rp762.280.125,00 +

Rp1.174.440.000,00) dan pemborosan keuangan negara sebesar

Rp130.200.000,00.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar menginstruksikan

Pimpinan Satker:

a. Menarik dan menyetorkan kelebihan pembayaran sebesar

Rp2.369.492.625,00 dan menyerahkan bukti setor ke BPK RI;

b. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK dan

Bendahara Pengeluaran agar lebih cermat dalam melakukan

pengujian/verifikasi pembayaran uang harian, honorarium kegiatan

dan kepanitiaan, dan uang saku RDK.

Pertanggungjawaban Belanja Barang pada tujuh satker tidak sesuai

ketentuan (Temuan No. 1.2.4 atas Belanja Barang dalam LHP SPI No.

112C/HP/XVI/05/2019, Hal. 23)

1. Hasil pemeriksaan pertanggungjawaban kegiatan pada

Kemenristekdikti, diketahui adanya permasalahan yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Terdapat Belanja Barang yang tidak didukung bukti

pertanggungjawaban pada empat satker Kemenristekdikti (Ditjen

Kelembagaan Iptek dan Dikti, Ditjen Belmawa, Unmul, dan Unesa)

sebesar Rp78.019.992.820,00;

b. Terdapat sisa dana bantuan pemerintah yang terlambat disetorkan

ke Kas Negara pada Ditjen Penguatan Inovasi sebesar

Rp3.235.426.299,00, belum disetorkan ke Kas Negara pada tiga

satker (Ditjen Penguatan Inovasi, Ditjen kelembagaan, dan Ditjen

Belmawa) sebesar Rp605.505.328,00, dan Belanja Barang sebesar

Rp3.334.524.490,00 belum diyakini kebenarannya karena SOP dan

format standar laporan penggunaan dana yang digunakan sebagai

dasar untuk menelusuri dan menguji verifikasi dan kewajaran

penggunaan dana belum ada;

c. Atas pertanggungjawaban dana pada empat program di Ditjen

SDID TA 2018 diketahui terdapat dana yang masih berada pada

Pusat Kajian AKN | 81

penerima dana dan belum dipertanggungjawabkan sebesar

Rp44.298.629.651,00;

d. Realisasi Belanja Barang Lainnya pada Unsrat ditemukan 23

mahasiswa penerima beasiswa PPA yang juga menerima beasiswa

lain sebesar Rp55.200.000,00, dan terdapat pembebanan belanja

tahun 2017 yang dilakukan pada tahun 2018 sebesar

Rp14.072.120.088,00 di UB.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan hal sebagai berikut:

a. Belanja Barang sebesar Rp125.653.146.961,00

(Rp78.019.992.820,00 + Rp3.334.524.490,00 +

Rp44.298.629.651,00) tidak dapat diyakini kebenaran

penggunaannya;

b. Kekurangan Penerimaan Negara atas sisa pelaksanaan kegiatan yang

belum dikembalikan ke Kas Negara sebesar Rp605.505.328,00;

c. Pemborosan keuangan negara pada Unsrat sebesar

Rp55.200.000,00;

d. Belanja tahun 2017 pada UB membebani keuangan tahun 2018

sebesar Rp14.016.920.088,00.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar menginstruksikan:

a. KPA Satker terkait agar melakukan pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pendanaan bantuan pemerintah;

b. Pimpinan Satker terkait untuk memerintahkan kepada PPK dan

Bendahara Satker terkait agar lebih optimal dalam melakukan

verifikasi pertanggungjawaban kegiatan pelaksanaan pendanaan

bantuan pemerintah;

c. Direktur secara berjenjang lebih cermat dalam mengelola dan

menyusun pertanggungjawaban keuangan;

d. Pimpinan Satker terkait agar menetapkan panduan atau pedoman

pemberian bantuan;

e. Rektor, Wakil Rektor Bidang II, dan Kepala Biro Keuangan, UB

agar memperhatikan kecukupan anggaran yang tersedia dalam

memberikan persetujuan pencairan dana;

f. Irjen agar memverifikasi pertanggungjawaban dana sebesar

Rp125.653.146.961,00 dan menyampaikan laporan ke BPK RI; dan

82 | Pusat Kajian AKN

g. Pimpinan Satker terkait untuk memerintahkan penerima bantuan

agar melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana dan

menyetorkan sisa dana sebesar Rp605.505.328,00 ke Kas Negara

dan menyampaikan bukti setor kepada BPK RI.

Pengelolaan Keuangan SNMPTN dan SBMPTN Tahun 2018 kurang

memadai (Temuan No. 1.2.6 atas Belanja Barang dalam LHP SPI No.

112C/HP/XVI/05/2019, Hal. 40)

1. Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan SNMPTN dan SBMPTN tahun

2018 menunjukan adanya permasalahan sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan Penganggaran

Penetapan tarif biaya seleksi SBMPTN sebesar

Rp200.000,00/peserta pada dasarnya tidak diatur secara jelas di

dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Tarif ini

juga tidak diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan

Menteri Keuangan. Perhitungan biaya penyelengaraan kegiatan

disusun Panitia Pusat SNPMBPTN dengan mengalokasikan

anggaran yang ada dan bukan dengan menghitung biaya efektif yang

diperlukan. Proses riviu terhadap anggaran juga tidak

memperhatikan ketentuan hal-hal yang dibatasi dalam penyusunan

RKA-K/L, penyusunan RAB belum memperhatikan rincian

kegiatan dan batasan pagu anggaran masing-masing kegiatan. Mata

Anggaran Keluaran (MAK) yang digunakan dalam penganggaran

belanja kegiatan SNMPTN dan SBMPTN juga tidak sesuai MAK

yang seharusnya.

b. Tahap Pelaksanaan Anggaran

Terdapat perbedaan terkait struktur panitia pusat, dimana di dalam

SK Panitia Pusat SNPMBPTN terdapat unsur Narasumber,

Pengelola Keuangan, Koordinator dan Anggota Panitia, serta Ketua

Panitia Teknis, sementara di dalam SBML tidak mengatur adanya

jabatan tersebut. Berdasarkan pemeriksaan bukti

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Panitia Pusat

SNPMBPTN, diketahui pada kegiatan FGD terdapat pembayaran

honor narasumber/pembahas sebesar Rp7.715.300.000,00 tidak

memiliki dasar perhitungan yang jelas yaitu tidak berdasarkan waktu

Pusat Kajian AKN | 83

penyampaian/pembahasan materi oleh masing - masing

narasumber/pembahas, adanya pembayaran honorarium

narasumber/pembahas kepada peserta sebesar

Rp8.914.847.500,00, pembayaran honorarium fasilitator kepada

Tim Pendukung Sekretariat tidak sesuai SBM/SBML sebesar

Rp238.537.000,00, dan adanya pembayaran honorarium bulanan

untuk Anggota Tim Pendukung Sekretariat tidak sesuai

SBM/SBML sebesar Rp207.990.000,00. Berdasarkan pemeriksaan

pelaksanaan penugasan penyelenggaraan SNMPTN dan SBMPTN

pada 3 PTN diketahui terdapat kelebihan pembayaran atas kegiatan

FGD yang tidak memenuhi kriteria FGD pada UNPAD senilai

Rp644,817.000,00, terdapat pelaksanaan RDK tidak didukung

dengan data kehadiran yang valid dan bukti riil pada UPI sebesar

Rp491.100.000,00 dan pada Untirta sebesar Rp330.087.000,00,

terdapat pembayaran hotel tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya

pada UPI sebesar Rp4.500.000,00, terdapat pembayaran perjalanan

dinas kepada panitia yang tidak mengikuti kegiatan pada UPI

sebesar Rp1.290.000,00 dan pada Untirta sebesar Rp4.610.900,00.

Selain kelebihan pembayaran, terdapat pula pemborosan akibat

pembayaran honorarium panitia tidak sesuai SBM/SBML pada

UNPAD sebesar Rp51.000.000,00, dan pembayaran Uang Lembur

yang tidak seluruhnya didukung dengan absensi fingerprint pada

Untirta sebesar Rp117.062.000,00.

c. Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Diketahui terdapat dana penugasan kegiatan Seleksi Akademik dan

Portofolio SNMPTN yang belum dipertanggungjawabkan pada

ISBI Tanah Papua sebesar Rp10.035.000,00 dan terdapat sisa dana

penugasan dari PTN yang belum disetorkan ke Kas Negara sebesar

Rp18.794.683,00. Selain itu, proses verifikasi bukti

pertanggungjawaban penggunaan dana SNMPTN dan SBMPTN

dari Panitia Lokal dan PTN penerima penugasan masih lemah dan

belum optimal dikarenakan belum jelasnya pejabat yang

bertanggungjawab dalam melakukan tugas tersebut.

84 | Pusat Kajian AKN

2. Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan:

a. Anggaran dan realisasi belanja dalam rangka penyelenggaraan

SNMPTN dan SBMPTN tidak mencerminkan belanja yang

sebenarnya;

b. Kelayakan dan keabsahan penetapan tarif biaya pendaftaran peserta

SBMPTN tidak dapat diukur;

c. Pembayaran honorarium narasumber/pembahas FGD tidak

diyakini kewajarannya sebesar Rp7.715.300.000,00;

d. Kelebihan pembayaran honorarium, RDK, dan biaya perjalanan

dinas sebesar Rp10.629,789.400,00 (Rp8.914.847.500,00 +

Rp238.537.000,00 + Rp644.817.000,00 + Rp491.100.000,00 +

Rp4.500.000,00 + Rp1.290.000,00 + Rp330.087.000,00 +

Rp4.610.900,00);

e. Pemborosan keuangan negara atas honorarium panitia dan Uang

Lembur sebesar Rp376.052.000,00 (Rp207.990.000,00 +

Rp51.000.000,00 + Rp117.062.000,00);

f. Penggunaan dana penugasan di ISBI Tanah Papua tidak akurat

sebesar Rp10.035.000,00; dan

g. Kekurangan Penerimaan Negara sebesar Rp18.794.683,00.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar:

a. Mengarahkan panitia pusat SNPMBPTN untuk:

1) Menyusun rencana kebutuhan anggaran secara detail dan

menyeluruh dalam rangka penyelenggaraan SNMPTN dan

SBMPTN;

2) Melakukan analisa kelayakan pemungutan biaya pendaftaran

dari peserta SBMPTN sesuai ketentuan Undang-Undang

Pendidikan Tinggi;

3) Memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

tentang PNBP dan BLU dalam menetapkan tarif biaya

pendaftaran peserta SBMPTN;

4) Menyusun anggaran dan merealisasikan belanja sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5) Membayarkan honorarium narasumber/pembahas hanya

kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan berdasarkan

satuan waktu yang jelas;

Pusat Kajian AKN | 85

6) Membayarkan honorarium kepanitiaan SNPMBPTN sesuai

dengan tarif yang telah ditetapkan dalam SBM atau SBML yang

berlaku; dan

7) Lebih optimal dalam melakukan monitoring

pertanggungjawaban dan pengembalian sisa dana penugasan

SNMPTN dan/atau SBMPTN;

b. Memerintahkan Itjen dan SPI PTN pengelola dana SNMPTN dan

/atau SBMPTN agar lebih cermat dalam mereviu anggaran dan

mengawasi penggunannya sesuai ketentuan;

c. Menarik kelebihan pembayaran honorarium

narasumber/pembahas/fasilitator sebesar Rp10.629.789.400,00

dan menyetorkannya ke Kas Negara serta menyampaikan bukti

setor kepada BPK RI;

d. Memerintahkan kepada Pimpinan PTN pengelola dana penugasan

SNMPTN/SBMPTN agar lebih cermat dalam merealisasikan dana

sesuai ketentuan serta mencegah terjadinya pemborosan keuangan

negara;

e. Memerintahkan Pimpinan ISBI Tanah Papua menyampaikan

pertanggungjawaban penggunaan dana penugasan sebesar

Rp10.035.000,00; dan

f. Memerintahkan kepada pimpinan PTN agar menyetorkan sisa dana

penugasan dari dana RM ke Kas Negara sebesar Rp18.794.683,00.

Pelaksanaan Belanja Modal tidak sesuai ketentuan sebesar

Rp6.924.927.400,00 (Temuan No. 1.3.1 atas Belanja Modal dalam LHP SPI No.

112C/HP/XVI/05/2019, Hal. 81)

1. Pemeriksaan terhadap realisasi Belanja Modal pada satker di lingkungan

Kemenristekdikti terdapat permasalahan sebagai berikut:

a. Kekurangan volume pekerjaan atas 16 paket pekerjaan pada delapan

satker di lingkungan Kemenristekdikti sebesar Rp1.076.005.000,00

(telah disetor ke Kas Negara sebesar Rp66.731.000,00 sehingga sisa

kekurangan volume sebesar Rp1.009.274.000,00);

b. Kelebihan pembayaran biaya non personil di Unsrat akibat adanya

selisih antara nilai kontrak dan penggunaan riil penyedia sebesar

86 | Pusat Kajian AKN

Rp157.482.000,00, dan kelebihan pembayaran akibat adanya

pembayaran ganda di Untirta sebesar Rp17.515.000,00;

c. Terdapat biaya tambahan sebesar Rp49.900.000,00 untuk

konsultan pengawas yang seharusnya ditanggung oleh

kontraktor/penyedia pada realisasi Belanja Modal di UT; dan

d. Terdapat keterlambatan pengadaan barang dan jasa belum

dikenakan denda keterlambatan pada 30 paket pekerjaan pada 10

Satker dan dua Eselon I sebesar Rp5.445.307.400,00 (telah

dilakukan penyetoran ke Kas Negara sebesar Rp297.801.400,00

sehingga tersisa Rp5.147.506.000,00).

e. Terdapat indikasi pemecahan paket pengadaan, indikasi pengadaan

di bawah satu kendali, indikasi kontrak dibuat setelah barang

diterima (kontrak proforma), dan adanya pemahalan harga

pengadaan AC pada Unsika sebesar Rp156.338.000,00.

2. Hal tersebut mengakibatkan:

a. Kelebihan pembayaran sebesar Rp1.340.609.000,00

(Rp1.009.274.000,00 + Rp157.482.000,00 + Rp17.515.000,00 +

Rp156.338.000,00);

b. Pemborosan atas pembayaran realisasi Belanja Modal yang tidak

sesuai ketentuan sebesar Rp49.900,000,00; dan

c. Kekurangan Penerimaan Negara dari denda keterlambatan

penyelesaian pekerjaan sebesar Rp5.147.506.000,00.

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Ristekdikti agar

menginstruksikan pimpinan satuan kerja terkait untuk:

a. Menarik dan menyetorkan ke Kas Negara atas kelebihan

pembayaran sebesar Rp1.340.609.000,00 serta menyampaikan

salinan bukti setor kepada BPK RI;

b. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada KPA, PPK, Panitia

atau Pejabat Pengadaan dan Panitia penerima hasil pekerjaan

masing-masing pekerjaan yang tidak cermat dalam melaksanakan

tugasnya; dan

c. Menarik dan menyetorkan denda keterlambatan ke Kas Negara

sebesar Rp5.147.506.000,00 dan menyampaikan salinan bukti setor

kepada BPK RI.

Pusat Kajian AKN | 87

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Pengelolaan Program Beasiswa Tahun

2017 s.d. Triwulan III Tahun 2018 pada Kementerian Riset Teknologi dan

Pendidikan Tinggi Tahun 2018 bertujuan untuk menilai apakah pengelolaan

program beasiswa Kemenristekdikti mulai tahap perencanaan, proses

seleksi, pelaksanaan pendidikan, penyaluran dan penggunaan dana,

pelaporan, pertanggungjawaban, serta kewajiban pasca tugas belajar telah

dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance).

Dalam pemeriksaannya, BPK RI menemukan ketidakpatuhan atas

pengelolaan program beasiswa antara lain:

Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Atas

Pengelolaan Program Beasiswa Tahun 2017 s.d. Triwulan III Tahun 2018

pada

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Tahun 2018

(LHP No. 178/HP/XVI/07/2019)

Temuan Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Peraturan

Perundang-undangan

3.1 Beasiswa pada Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan

3.1.1 Pengalokasian kuota, proses penyaluran, dan pelaporan IPK

Bidikmisi tidak sesuai ketentuan.

3.1.2 Pengelolaan Bantuan Bidikmisi pada Universitas Cenderawasih

tidak sesuai ketentuan.

3.1.3 Pengelolaan Beasiswa Bidikmisi pada UPN Veteran Jatim dan UPN

Veteran Yogyakarta tidak sesuai ketentuan.

3.1.4 Pertanggungjawaban Bantuan Biaya Pengelolaan Program Bidikmisi

serta Biaya Resettlement dan Matrikulasi Program Afirmasi Dikti pada

Universitas Padjadjaran tahun 2017 senilai Rp334.250.000,00 tidak

sesuai ketentuan.

3.1.5 Pertanggungjawaban biaya Pengelolaan Bidikmisi pada Universitas

Pendidikan Indonesia tahun 2017 tidak sesuai ketentuan.

3.1.6 Pertanggungjawaban kegiatan seleksi ADik wilayah barat tahun 2017

dan 2018 sebesar Rp177.891.513,00 tidak sesuai ketentuan.

88 | Pusat Kajian AKN

Pengalokasian kuota, proses penyaluran, dan pelaporan IPK

Bidikmisi tidak sesuai ketentuan (Temuan No. 3.1.1 atas Beasiswa Direktorat

Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan dalam LHP PDTT No.

178/HP/XVI/07/2019, Hal. 19)

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut terkait pengelolaan Bidikmisi

pada Ditjen Belmawa diketahui hal-hal sebagai berikut:

3.2 Pengelolaan Beasiswa pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu

Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

3.2.1 452 karyasiswa yang telah berakhir masa tugas belajar belum

kembali ke instansi asal.

3.2.2 Penyelenggaraan tugas belajar pada Ditjen SDID tidak sesuai

ketentuan.

3.2.3 Pelaksanaan Program Beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor

untuk Sarjana Unggul (PMDSU) tidak dilengkapi dengan perjanjian

tugas belajar.

3.2.4 Tarif Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Kontrak BPPDN dan PMDSU

pada Universitas Indonesia tidak sesuai ketentuan serta sisa dana

BPPDN On Going Tahun 2016 belum disetor ke Kas Negara sebesar

Rp425.250.006,00.

3.2.5 Kegiatan Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris (PKBI) bagi pegawai

LPNK dan tenaga kependidikan tidak sesuai ketentuan yang berlaku

sebesar Rp316.032.500,00.

3.2.6 Sanksi pengembalian dana beasiswa belum dikenakan kepada 502

orang dosen tugas belajar yang tidak menyelesaikan studi dan 26

orang dosen yang mengundurkan diri dari Perguruan Tinggi.

3.3 Pengelolaan Beasiswa pada Direktorat Jenderal Kelembagaan

3.3.1 Beasiswa Retooling Kompetensi Vokasi Dosen dan Sertifikasi

Kompetensi Mahasiswa Bidikmisi belum dipertanggungjawabkan

sebesar Rp497.870.000 dan sisa sebesar Rp93.733.705,00 belum

disetor ke Kas Negara

3.3.2 Sisa pengelolaan Dana Beasiswa KNB sebesar Rp448.505.020,00 belum

disetor ke Kas Negara.

Pusat Kajian AKN | 89

a. Penyisihan jalur alokasi khusus sebanyak 55.000 dari alokasi kuota

awal Bidikmisi sebesar 230.000 selama tahun 2016 sampai tahun

2018 tidak memiliki dasar yang jelas;

b. Proses seleksi Bidikmisi jalur alokasi khusus diketahui tidak sesuai

ketentuan seperti kuota alokasi khusus yang sebagian besar

ditujukan untuk mahasiswa PTS mengurangi kesempatan

mahasiswa reguler dalam memperoleh Bidikmisi, beberapa

mekanisme dalam Bidikmisi alokasi khusus sepenuhnya menjadi

kewenangan masing-masing pengusul sehingga Ditjen Belmawa

tidak memiliki informasi yang jelas terkait hal tersebut, data

pendukung tidak selengkap Bidikmisi jalur reguler, data usulan

calon merupakan mahasiswa aktif yang sudah diterima di PTS

maupun PTN dan bukan siswa SMA atau sederajat yang akan

mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi, prosentase kelayakan

penerima Bidikmisi alokasi khusus hanya mencapai 44,99%, dan

pengunggahan data pendukung dilakukan setelah penetapan

sedangkan seharusnya dilakukan pada saat pendaftaran;

c. Penetapan batas minimal IP mahasiswa Bidikmisi belum diatur

dengan jelas dalam panduan Bidikmisi. Meskipun dalam Panduan

Bidikmisi Tahun 2018 telah diatur pada Bab I huruf E tentang

Penghentian Penerima Bidikmisi dimana salah satu poinnya adalah

tidak memenuhi IP minimal yang ditetapkan oleh perguruan tinggi,

namun tidak ada ketetapan mengenai batasan IP masing-masing

perguruan tinggi baik PTN maupun PTS;

d. Jumlah perguruan tinggi pengelola Bidikmisi dari tahun 2016

sampai tahun 2018 mengalami peningkatan namun tingkat

kepatuhan dalam melaporkan IP mahasiswa penerima Bidikmisi

semakin menurun yakni sebesar 50,04% pada tahun 2016 menjadi

hanya 19,77% pada tahun 2018;

e. Keterlambatan penetapan dan pengunggahan data mahasiswa

khususnya untuk Bidikmisi alokasi khusus oleh perguruan tinggi ke

dalam SIM Bidikmisi mengakibatkan penyaluran Bidikmisi

terlambat;

f. Sistem informasi penyaluran Bidikmisi belum bisa menyajikan data

penyaluran Bidikmisi secara legkap dan masih berpusat di bank

90 | Pusat Kajian AKN

penyalur dan dilaporkan secara periodik ke Ditjen Belmawa setiap

tiga bulan sekali secara manual sehingga tidak dapat dilakukan

pemantauan secara real time.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan bantuan Bidikmisi tidak dapat

segera dimanfaatkan oleh perguruan tinggi maupun mahasiswa, dan

monitoring dan evaluasi penyaluran Bidikmisi tidak dapat dilakukan

secara optimal.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar menginstruksikan

Dirjen Belmawa untuk:

a. Memerintahkan Direktur Kemahasiswaan merencanakan dan

mengalokasikan kuota awal Bidikmisi secara proporsional ke PTN

dan PTS di bawah Kemenristekdikti;

b. Mengatur standar prestasi dan potensi akademik mahasiswa

Bidikmisi dalam Panduan Bidikmisi; dan

c. Memerintahkan kepada Pengelola Bidikmisi perguruan tinggi agar

lebih tertib dalam melaporkan data IP mahasiswa.

Pengelolaan Bantuan Bidikmisi pada Universitas Cenderawasih

(Uncen) tidak sesuai ketentuan (Temuan No. 3.1.2 atas Beasiswa Direktorat

Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan dalam LHP PDTT No.

178/HP/XVI/07/2019, Hal. 28)

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan terkait pengelolaan Bidikmisi di Uncen

diketahui permasalahan sebagai berikut:

a. Seleksi dan verifikasi terkait kelayakan mahasiswa Bidikmisi jalur

mandiri tidak memadai karena sedikitnya mahasiswa yang masuk

melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN menyebabkan sebagian besar

kuota Bidikmisi dialokasikan untuk mahasiswa jalur mandiri, Bagian

Kemahasiswaan tidak pernah mengumumkan seleksi pendaftaran

mahasiswa Bidikmisi jalur mandiri dan hanya melakukan pemilihan

kepada mahasiswa yang dinilai tidak mampu, dan Uncen tidak

pernah melakukan verifikasi maupun uji kelayakan atas data

mahasiswa Bidikmisi yang telah ditetapkan tersebut;

b. Input data mahasiswa Bidikmisi Jalur Mandiri ke dalam SIM

Bidikmisi tidak dilakukan oleh pengelola Bidikmisi Uncen sehingga

Pusat Kajian AKN | 91

rincian dan kelayakan data mahasiswa tidak dapat diketahui oleh

pengelola Bidikmisi Pusat;

c. Sebanyak 1.147 (212 + 440 + 495) mahasiswa dengan UKT

golongan III (Rp1.150.000,00 – Rp5.000.000,00) ke atas namun

mendapat Bidikmisi tahun 2015 - 2017 sedangkan masih ada

mahasiswa dengan UKT Gol. I (Rp500.000,00) dan UKT Gol. II

(Rp1.000.000,00) yang tidak memperoleh Bidikmisi dan minimal

terdapat sembilan mahasiswa terindikasi tidak layak menerima

Bidikmisi dengan nilai bidikmisi sebesar Rp228.900.000,00;

d. Terdapat mahasiswa yang telah masuk dalam daftar pencairan

Beasiswa PPA Tahun 2017-2018 namun juga masuk dalam daftar

mahasiswa Bidikmisi yang akan ditetapkan dengan kelebihan

pembayaran minimal sebesar Rp136.800.000,00;

e. Pembayaran ganda Bidikmisi tahun 2017-2018 kepada 10

mahasiswa sebesar Rp39.000.000,00;

f. Mahasiswa Bidikmisi Uncen masih diwajibkan membayar UKT dan

terdapat biaya penyelenggaraan pendidikan tahun 2017-2018 yang

diterima dari Ditjen Belmawa sebagai pengganti UKT mahasiswa

Bidikmisi tidak disetorkan ke Kas Negara sebesar

Rp12.876.000.000,00;

g. UKT yang telah dibayarkan mahasiswa Bidikmisi belum seluruhnya

dikembalikan kepada mahasiswa sebesar Rp12.654.279.310,00;

h. Terdapat mahasiswa Bidikmisi angkatan 2016, 2017, dan 2018 yang

berasal dari luar kota/provinsi Papua tidak memperoleh biaya

kedatangan “at cost” dan biaya hidup sementara dari Uncen

dikarenakan dana bantuan biaya pengelolaam Bidikmisi dari Ditjen

Belmawa masuk ke rekening Bendahara Pengeluaran Uncen dan

pengelola tidak mengetahui tujuan penggunaan dana tersebut.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Penyaluran Bidikmisi di Uncen tidak tepat sasaran sebesar

Rp228.900.000,00;

b. Kelebihan penerimaan UKT sebesar Rp12.654.279.310,00;

c. Kekurangan Penerimaan Negara sebesar Rp12.876.000.000;

d. Kelebihan pembayaran Bidikmisi ganda sebesar Rp39.000.000 dan

Bidikmisi dobel dengan PPA sebesar Rp136.800.000;

92 | Pusat Kajian AKN

e. Mahasiswa Bidikmisi angkatan baru 2016 dan 2017 tidak

memperoleh biaya pengganti transport dan biaya hidup sementara.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar:

a. Memerintahkan kepada Rektor Uncen untuk lebih cermat dalam

mengawasi dan mengevaluasi pengelolaan Bidikmisi serta

menghentikan pemungutan UKT bagi mahasiswa Bidikmisi,

menarik kelebihan pembayaran ganda Bidikmisi dan PPA sebesar

Rp175.800.000,00 (Rp39.000.000,00 + Rp136.800.000,00) dan

menyetorkannya ke Kas Negara serta menyampaikan bukti setor

kepada BPK RI, membuat sistem informasi mahasiswa dan

administrasi akademik yang efektif dan efisien yang bisa

mengecualikan mahasiswa Bidikmisi dari kewajiban membayar

UKT, memerintahkan Tim Pengelola Bidikmisi agar menggunakan

dan mempertanggungjawabkan biaya pengelolaan Bidikmisi sesuai

ketentuan.; dan

b. Memerintahkan Itjen dan SPI Uncen agar berkoordinasi untuk

memverifikasi kelayakan mahasiswa Bidikmisi Uncen angkatan

2015-2018, dan menguji penerimaan alokasi biaya penyelenggaraan

pendidikan mahasiswa Bidikmisi sebesar Rp12.876.000.000,00 dan

penerimaan UKT mahasiswa Bidikmisi sebesar

Rp12.654.279.310,00, apabila ada hak negara dikembalikan ke Kas

Negara. Laporan hasil pengujian dan bukti setor disampaikan ke

BPK RI.

Terdapat 452 karyasiswa yang telah berakhir masa tugas belajarnya

namun belum kembali ke instansi asal (Temuan No. 3.2.1 atas Beasiswa

pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi dalam LHP PDTT No. 178/HP/XVI/07/2019, Hal. 60)

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui sebanyak 452

Karyasiswa/Pegawai Pelajar yang sudah melewati masa tugas belajar

tetapi belum kembali ke Perguruan Tinggi asal dikarenakan berbagai

kondisi yang dialami oleh pegawai pelajar sehingga mengalami

keterlambatan penyelesaian tugas belajar bahkan tidak dapat

melanjutkan pendidikan.

Pusat Kajian AKN | 93

2. Kurang optimalnya proses monitoring dan evaluasi atas keterlambatan

tersebut mengakibatkan Perguruan Tinggi tidak segera mendapatkan

manfaat dari peningkatan kualitas dosen.

3. BPK RI merekomendasikan Menteri Ristekdikti agar memerintahkan

Dirjen SDID untuk:

a. Membuat sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada karyasiswa

yang akan habis masa tugas belajarnya yang dapat dipantau oleh

Kemenristekdikti maupun perguruan tinggi asal dan perguruan

tinggi penyelenggara beasiswa; dan

b. Memberikan peringatan dengan batas waktu yang jelas serta

memonitor karyasiswa yang telah melebihi masa tugas belajarnya

supaya segera menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke instansi

asal.

Sanksi pengembalian dana beasiswa belum dikenakan kepada 502

orang dosen tugas belajar yang tidak menyelesaikan studi dan 26

orang dosen yang mengundurkan diri dari Perguruan Tinggi (Temuan

No. 3.2.6 atas Beasiswa pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam LHP PDTT No. 178/HP/XVI/07/2019,

Hal. 81)

1. Berdasarkan hasil konfirmasi BPK, diketahui sebanyak 502 orang dosen

penerima beasiswa Dikti tidak dapat menyelesaikan pendidikan. Dari

502 orang dosen tersebut, nilai besaran beasiswa yang dapat

diidentifikasi sebesar Rp1.744.119.000,00; dan sebanyak 26 orang dosen

mengundurkan diri dan tidak lagi tercatat sebagai dosen pada Perguruan

Tinggi (PT) asal dengan nilai besaran beasiswa yang dapat ditelusuri

hanya 4 orang dengan nilai sebesar Rp335.484.000,00. Namun,

terhadap dosen yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan dan yang

mengundurkan diri tersebut belum dikenakan sanksi dan belum

dilakukan penyetoran penggantian uang beasiswa ke Kas Negara.

2. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar

Rp2.079.502.000,00 (Rp1.744.119.000,00 + Rp335.484.000,00).

3. BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Ristekdikti agar :

a. Memerintahkan Pimpinan Perguruan Tinggi terkait lebih tegas

dalam menerapkan peraturan tugas belajar dan meningkatkan

94 | Pusat Kajian AKN

ketertiban administrasi penyelenggaraan tugas belajar yaitu dengan

membuat perjanjian kepada masing-masing penerima beasiswa;

b. Memerintahkan Dirjen SDID berkoordinasi dengan PT terkait

untuk meningkatkan monitoring dan evaluasi serta penetapan

sanksi terhadap dosen-dosen yang tidak melaksanakan kewajiban

tugas belajarnya;

c. Memerintahkan Itjen melakukan pengujian atas pemberian

beasiswa yang tidak selesai masa studinya, termasuk di dalamnya

kelebihan pembayaran sebesar sebesar Rp2.079.502.000,00.

Apabila merupakan kelebihan pembayaran agar disetorkan ke Kas

Negara. Laporan pengujian disampaikan ke BPK RI.