ringkasan eksekutif -...

18
RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI BALI DAN PROVINSI JAWA TIMUR 2018 Peneliti: Rahmi Yuningsih, Dina Martiany, Faridah Alawiyah, Sali Susiana, dan Tri Rini Puji Lestari PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Upload: lenga

Post on 09-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

RINGKASAN EKSEKUTIF

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI

BALI DAN PROVINSI JAWA TIMUR

2018 Peneliti:

Rahmi Yuningsih, Dina Martiany, Faridah Alawiyah, Sali Susiana, dan Tri Rini Puji Lestari

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

Page 2: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

A. Pendahuluan

Letak geografis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng atau kulit

bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Eurasia di bagian

utara dan Lempeng Pasifik di bagian timur, membuat Indonesia rentan mengalami

bencana alam. Intensitas kejadian bencana alam cenderung mengalami peningkatan.

Dari Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) yang dihimpun oleh Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB), pada periode tahun 2005 hingga 2015 terjadi

11.648 kejadian bencana hidrometeorologi dan sekitar 3.810 bencana geologi.

Bencana hidrometeorologi berupa kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim,

kebakaran lahan dan hutan, kekeringan dan cuaca ekstrim. Sedangkan bencana geologi

yang sering terjadi adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan tanah longsor.

Saat ini anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak cukup besar

untuk untuk membantu korban bencana dan untuk membangun kembali rumah,

sarana dan prasarana pascabencana. Dengan terbatasnya kemampuan pemerintah

dalam menangani korban dan pembangunan pascabencana, penanggulangan bencana

mengalami pergeseran paradigma, yaitu dari pemerintah sentris menjadi

partisipatoris. Partisipasi harus dimulai dari tingkat paling rendah, yaitu masyarakat.

Adanya partisipasi dari masyarakat juga membuat pergeseran paradigma

penanggulangan bencana, yaitu dari tanggap darurat menjadi kesiapsiagaan. Tanggap

darurat sampai saat ini memang penting dilakukan dan dibutuhkan oleh masyarakat

terdampak bencana. Namun tidak cukup hanya upaya tersebut saja. Yang lebih penting

adalah menyiapkan masyarakat untuk lebih cerdas dalam menghadapi bencana,

mengurangi dampak risiko serta mengelola pengetahuan menjadi kesadaran kolektif

di dalam masyarakat sehingga tahan atau tangguh dalam menghadapi bencana.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan penelitian ini adalah

“Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali

dan Provinsi Jawa Timur?”, dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(1) Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana?

(2) Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam upaya

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana?

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih

karena sifatnya yang terbuka dan fleksibel. Peneliti akan membangun gambaran

Page 3: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

holistik yang kompleks; menganalisis kata-kata; dan menguraikan laporan mengenai

pendapat detail dari para responden. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat

diperoleh masukan yang sebanyak-banyaknya dari para narasumber dan informan,

sehingga dapat diperoleh gambaran yang utuh mengenai permasalahan.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 19 - 25 Maret 2018 di Provinsi Bali dan

pada tanggal 16 - 22 April 2018 di Provinsi Jawa Timur. Teknik pemilihan informan

dalam penelitian ini dilakukan melalui purposive sampling. Sedangkan teknik

pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, observasi langsung,

wawancara dan FGD dengan pihak-pihak yang berkepentingan seperti BNPB,

Kementerian Sosial, BPBD, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, PMI, lurah/ketua RW

setempat, pengurus Kampung Siaga Bencana dan Desa Tangguh Bencana setempat,

akademisi, masyarakat dan lainnya.

C. Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana di Provinsi Bali

Terkait budaya Bali, terdapat beberapa pandangan masyarakat Bali mengenai

kejadian bencana, antara lain: (1) bencana tidak dapat ditentukan sebelumnya,

melainkan kehendak alam yang harus dihadapi dengan saling bahu membahu antara

unsur pemerintah, swasta dan masyarakat; (2) kejadian bencana merupakan dampak

dari dinamika pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan faktor alam sehingga

kejadian bencana tidak dapat terelakkan; (3) masyarakat masih memiliki pandangan

konvensional terhadap kejadian bencana seperti berpandangan klenik ataupun mistis,

terutama di daerah-daerah pedesaan yang belum terjangkau oleh sosialisasi ataupun

peningkatan kapasitas mengenai penanggulangan bencana. Namun pandangan ini

mulai bergeser setelah kejadian bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004, terutama

di wilayah-wilayah perkotaan yang banyak memiliki akses terhadap media

cetak/elektronik ataupun internet.

Mengingat posisi Bali sebagai kawasan yang masuk dalam jalur ring of fire,

diperlukan kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang dapat mengancam sewaktu-

waktu. Terkait dengan bencana erupsi Gunung Agung, masyarakat yang tinggal di desa

paling terdampak erupsi mulai berinisiatif membentuk relawan yang tergabung dalam

Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung, terdiri dari perwakilan 28 desa di

sekitar Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Mereka berperan aktif memberikan

informasi kepada warga di wilayah terpapar bencana erupsi. Ini merupakan bentuk

nyata dari kekuatan modal sosial masyarakat Bali melalui gotong royong. Keberadaan

Page 4: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Pasebaya Gunung Agung ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Evakuasi

menjadi lebih mudah, karena mereka mengedukasi serta melakukan pendekatan

personal kepada warga.

Selain itu, konsep menyama braya menjadi modal dasar bagi masyarakat Bali

dalam ikut serta penanggulangan bencana. Menyama braya dalam konteks umum

mempunyai makna jiwa kebersamaan, gotong royong, saling asah, asih, dan asuh.

Dalam konteks kekinian, konsep tersebut diimplementasikan menjadi bekerja dalam

team work. Konsep menyama braya didukung oleh sistem cluster (banjar) yang

membuat solidaritas, toleransi dan rasa kemanusiaan menjadi lebih kuat. Konsep

menyama braya dan tulus ngayah menjadi motivasi besar bagi masyarakat Bali untuk

berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana. Konsep menyama braya

diimplementasikan misalnya pada saat terjadi erupsi Gunung Agung, masyarakat

dengan sukarela mempersilahkan fasilitas umum yang dimilikinya seperti bangunan

banjar untuk dapat ditempati oleh para pengungsi yang tersebar di hampir seluruh

Bali.

Bali juga memiliki konsep tri hita karana atau memelihara keharmonisan

hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan hubungan manusia dengan lingkungan

melalui kearifan lokal dan budaya yang berlaku di tiap desa. Hubungan manusia

dengan lingkungan mengajarkan masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan

lingkungan sebagai bagian dari upaya pra-bencana. Selain itu, terdapat beberapa nilai

lokal atau local wisdom yang dimiliki masyarakat Bali yang sangat mendukung

partisipasi dalam penanggulangan bencana, yaitu: (1) Jengah; (2) Ngayah; dan (3)

Lascarya.

Bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali

antara lain:

a. Participation in decision making: (1) Masyarakat ikut serta dalam setiap

program kebencanaan dan menindaklanjuti program tersebut dengan

berkoordinasi dengan perangkat desa sebagai pengambil kebijakan tingkat hilir;

(2) Masyarakat membantu memberikan informasi kerentanan dan jalur-jalur yang

memungkinkan untuk dilakukannya tindakan evakuasi dan data lain dibutuhkan;

(3) Membuat kesepakatan dalam komunitas, misalnya dalam membuat rencana

kontijensi penanggulangan bencana, peraturan/awig-awig terhadap kelestarian

lingkungan, latihan mandiri, dan memberi dan menggalang bantuan untuk korban

Page 5: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

bencana; (4) Masyarakat berkontribusi dalam uji coba penanggulangan bencana

serta membangun perkumpulan atau relawan tanggap bencana.

Participation in implementation: (1) Masyarakat langsung menuju tempat

pengungsian yang telah disiapkan sebelumnya. Hal ini terlihat pada saat banjir

bandang di Gerokgak Buleleng, longsor di Songan Bangli, dan erupsi gunung

Agung; (2) keterlibatan langsung masyarakat dalam kegiatan dapur umum di

lapangan; (3) masyarakat membantu menyalurkan kebutuhan dasar korban

bencana seperti sembako dan pakaian; (4) memberikan bimbingan konseling

kejiwaan bagi korban bencana

Participation in benefit: Masyarakat mengikuti kegiatan pemeliharaan kebersihan

rumah dan lingkungan. Sesuai dengan konsep tri hita karana atau memelihara

kebersihan dan keharmonisan hubungan dengan lingkungan melalui kearifan lokal

dan budaya yang berlaku di tiap desa

Participation in evaluation: Masyarakat turut mengawasi, memberikan saran dan

kritik terhadap upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah, antara lain

dengan melakukan kritik/koreksi terhadap jalur evakuasi korban dan memberikan

saran terhadap jalannya penanggulangan.

Adapun faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam upaya meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali yaitu:

1. faktor agama dan keyakinan masyarakat Bali yang sebagian besar beragama hindu

yang percaya dengan adanya hukum karmaphala (hukum karma) dan konsep

hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan dengan lingkungan

(konsep Tri Hita Karana)

2. faktor budaya masyarakat Bali yang kental dengan semangat gotong-royong

(menyama braya), rasa kemanusiaan, persaudaraan, toleransi dan solidaritas yang

tinggi menimbulkan rasa tulus dan ikhlas dalam membantu sesama

3. pengaruh adat dan budaya Bali yang tumbuh dan berkembang dalam konteks desa

pekraman di mana masyarakat hidup rukun dan saling menolong

Page 6: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

4. Pulau Bali sebagai destinasi pariwisata yang membutuhkan kapasitas masyakat

dalam menjamin wisatawan dapat merasa aman dan nyaman di Bali termasuk

ketika terjadi bencana

5. semakin gencarnya program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh

pemerintah maupun stakeholder lainnya dalam bentuk desa tangguh, desa siaga,

siaga bencana berbasis masyarakat, kampung siaga bencana, dan lainnya

6. semakin banyak lembaga atau organisasi sosial kemanusiaan terkait dengan

penanggulangan bencana yang bersentuhan langsung dengan masyarakat

termasuk dalam upaya pemberian sosialisasi dan pelatihan

Adapun faktor penghambat dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali yaitu:

1. masyarakat masih belum sepenuhnya memahami dan peduli akan kejadian

bencana di Provinsi Bali. Masyarakat cenderung berpandangan bahwa

menghindari risiko bukanlah hal yang penting, mereka tetap melakukan rutinitas

sehari-hari yang bisa saja mengancam keselamatan jiwanya. Misalnya, masyarakat

masih banyak yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana dan juga

masyarakat kurang berminat untuk berperan aktif dalam sosialisasi kebencanaan.

Bahkan dalam kejadian erupsi Gunung Agung, ada beberapa masyarakat yang

tetap melakukan pekerjaan kesehariannya di daerah yang rawan. Namun ketika

bencana itu terjadi, masyarakat malah menilai pemerintah lamban dalam

menangani dan mengantisipasinya.

2. urusan kebencanaan masih banyak dianggap tabu untuk dibahas (entah karena

kaitannya dengan upacara/persembahan ataupun karena dalih pariwisata yang

diusung pemerintah sebagai jargon “turis akan takut datang ke Bali jika kita bicara

bencana”). Beberapa wilayah yang telah mendapatkan sosialisasi ataupun

pendampingan baik dari pemerintah maupun lembaga nonpemerintah lebih

terbuka menyikapi isu-isu mengenai kesiapsiagaan, penanggulangan dan

pengurangan risiko dibandingkan daerah yang tidak tersentuh intervensi program

sama sekali.

3. masih adanya anggapan bahwa masyarakat hanya sebagai objek bukan subjek.

Padahal urusan penanggulangan bencana adalah urusan pemerintah, swasta dan

masyarakat. Hal ini membuat masyarakat bersikap pasrah dan sangat bergantung

pada program-program pemerintah.

Page 7: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

4. belum maksimalnya koordinasi antara masyarakat dan pemangku kepentingan

dalam penanggulangan bencana. Koordinasi juga belum maksimal dilakukan antar

instansi pemerintah maupun stakeholder lain. Hal ini terlihat dalam belum

bersinerginya program-program pemberdayaan masyarakat dalam

penanggulangan bencana yang dilakukan di masing-masing instansi seperti

program destana, kampung siaga bencana, desa siaga dan sibat.

5. pendanaan program atau kegiatan penanggulangan bencana untuk masyarakat

yang masih minim

6. upaya sosialisasi pra-bencana kurang intens dilakukan khususnya di daerah-

daerah pelosok. Biasanya sosialisasi gencar dilakukan setelah dalam keadaan

sudah terancam bahaya bencana.

7. tidak semua masyarakat mempunyai kehidupan perekonomian yang mencukupi.

Padatnya rutinitas keseharian yang mempersulit masyarakat berperan aktif

dalam organisasi atau kegiatan sosial

D. Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa

Timur

Mayoritas bencana terjadi di desa sehingga penanganan pertama pada saat

bencana akan optimal jika dilakukan oleh masyarakat sekitar. Keterlibatan aktif

masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana di Jawa Timur banyak dilakukan

melalui program-program pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat,

provinsi maupun kabupaten/kota. Tak hanya pihak tersebut, namun pihak swasta

seperti universitas juga berperan dalam menumbuhkan peran aktif masyarakat

daklam penanggulangan bencana. Seperti program Destana yang diinisiasikan oleh

BNPB, Kampung Siaga Bencana (KSB) oleh Kemensos, Desa Siaga oleh Kementerian

Kesehatan, SIBAT oleh PMI dan lainnya. Dari program tersebut, Desa Siaga merupakan

jumlah program pemberdayaan paling banyak di Jawa Timur (90% dari jumlah desa

yang ada) walau Desa Siaga lebih menitikberatkan pada upaya kesehatan secara umum

namun tetap menyiratkan program kebencanaan khususnya kegawatdaruratan medis

akibat bencana. Tujuan program tersebut sama-sama ingin membentuk pemahaman

masyarakat mengenai bencana beserta upaya penanggulangan yang melibatkan

masyarakat sehingga masyarakat dapat mandiri melakukan upaya penanggulangan.

Page 8: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

1. Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang

memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu

mengorganisasi sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus

meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan

dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan,

kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk

pemulihan pascakeadaan darurat. Dalam Desa/Kelurahan Tangguh Bencana,

masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau,

mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka,

terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan.

Komponen Desa/Kelurahan Tangguh Bencana meliputi: (1) Legislasi:

penyusunan Peraturan Desa yang mengatur pengurangan risiko dan penanggulangan

bencana di tingkat desa; (2) Perencanaan: penyusunan rencana Penanggulangan

Bencana Desa; Rencana Kontinjensi bila menghadapi ancaman tertentu; dan Rencana

Aksi Pengurangan Risiko Bencana Komunitas (pengurangan risiko bencana menjadi

bagian terpadu dari pembangunan); (3) Kelembagaan: pembentukan forum

Penanggulangan Bencana Desa/Kelurahan yang berasal dari unsur pemerintah dan

masyarakat, kelompok/tim relawan penanggulangan bencana di dusun, RW dan RT,

serta pengembangan kerjasama antarsektor dan pemangku kepentingan dalam

mendorong upaya pengurangan risiko bencana; (4) Pendanaan: rencana mobilisasi

dana dan sumber daya (dari APBD Kabupaten/ Kota, APBDes/ADD, dana mandiri

masyarakat dan sektor swasta/pihak lain); (5) Pengembangan kapasitas: pelatihan,

pendidikan, dan penyebaran informasi kepada masyarakat, khususnya kelompok

relawan dan para pelaku penanggulangan bencana agar memiliki kemampuan dan

berperan aktif sebagai pelaku utama dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana; dan (6) Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana: kegiatan-kegiatan mitigasi fisik struktural dan non-fisik;

sistem peringatan dini; kesiapsiagaan untuk tangggap darurat, dan segala upaya

pengurangan risiko melalui intervensi pembangunan dan program pemulihan, baik

yang bersifat struktural-fisik maupun non-struktural.

2. Kampung Siaga Bencana (KSB) Mahameru Kabupaten Malang

Page 9: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Secara geografis, beberapa desa di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten

Malang merupakan daerah rawan bencana. Desa Ngadas terutama memiliki risiko

tinggi terkait dengan erupsi Gunung Bromo. Desa Gubug Klakah dan Pandansari yang

terletak di lereng gunung tersebut, rawan terkena bencana longsor. Adanya

pengalaman menghadapi erupsi Gunung Bromo pada tahun 2015, menjadi latar

belakang terbentuknya KSB Mahameru. Khusus dari Desa Gubug Klakah mayoritas

relawan adalah perempuan.

KSB dibentuk dengan maksud untuk memberikan perlindungan kepada

masyarakat dari ancaman dan risiko bencana dengan cara menyelenggarakan kegiatan

pencegahan dan penanggulangan bencana berbasis masyarakat melalui pemanfaatan

sumber daya alam dan manusia yang ada pada lingkungan setempat. Anggotaan tim

KSB 30-50 orang yang berasal dari unsur masyarakat.

Syarat keanggotaan bersifat sukarela, tinggal di kawasan dimaksud dan telah

mengikuti pelatihan penanggulangan bencana atau sejenis yang dilaksanakan oleh

dinas atau instansi sosial kabupaten/kota, provinsi atau Kementerian Sosial. Adapun

syarat kelengkapan KSB antara lain adanya Gardu Sosial sebagai tempat sekretariat

KSB, tempat pertukaran informasi antar anggota KSB, juga dapat difungsikan sebagai

Pusat Kendali Operasi (Pusdalop) pada saat terjadi bencana serta sebagai pusat

layanan komunitas bidang kesejahteraan sosial pada saat kondisi normal atau tidak

ada bencana. Selain itu juga disyaratkan adanya Lumbung Sosial, yaitu bangunan

permanen sebagai tempat penyimpanan dan persediaan barang-barang (logistik,

pakaian dan lainnya) untuk kesiapsiagaan penanggulangan bencana.

Kemampuan tim KSB meliputi: (1) Mengetahui proses dan mekanisme KSB

secara baik; (2) Mengetahui kondisi wilayah, budaya, dan adat istiadat setempat; (3)

Mengetahui dan memahami manajemen penanggulangan bencana secara umum dan

penanggulangan bencana berbasis masyarakat; (4) Mengetahui tingkat kerentanan,

kerawanan, dan risiko bencana; (5) Kemampuan menyusun standar operasional

penanggulangan bencana; dan (6) Mengetahui sumber daya dan potensi lokal yang

dapat dipergunakan untuk penanggulangan bencana.

3. Taruna Siaga Bencana (Tagana) Jawa Timur

Taruna Siaga Bencana atau Tagana adalah relawan yang berasal dari

masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana

bidang perlindungan sosial. Tagana merupakan bagian dari tim KSB yang memiliki

Page 10: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

tugas khusus, yaitu: (1) Melakukan pendekatan awal kepada tokoh masyarakat dengan

cara menjelaskan dan meyakinkan keberadaan dan fungsi KSB; (2) Memfasilitasi

masyarakat dalam menyusun rencana kerja KSB; (3) Menyebarluaskan informasi

penanggulangan bencana kepada masyarakat; (4) Memberikan keterampilan-

keterampilan praktis penanggulangan bencana kepada masyarakat; (5) Membantu dan

memfasilitasi metode dan praktik simulasi penanggulangan bencana; (6) Membantu

masyarakat dalam menyusun SOP; (7) Membantu masyarakat dalam menyusun peta

kerawanan bencana dan peta risiko bencana; (8) Membantu tim KSB berkomunikasi

dengan pihak luar.

Tagana menjadi penghubung antara pemerintah daerah dengan masyarakat

setempat. Anggota Tagana berlatar belakang aktif di karang taruna dan memperoleh

latihan dasar Tagana yang diberikan oleh pemerintah daerah. Tagana di Provinsi Jawa

Timur ada sejak tahun 2006. Pada tahun 2007 dan tahun 2014 ketika Gunung Kelud

mengalami erupsi, Tagana berpartisipasi dalam penanggulangan bencana Gunung

Kelud. Tagana ditempatkan di posko induk membantu melakukan koordinasi

penanganan bencana, penanganan pengungsi dan korban bencana hingga membantu

kegiatan dapur umum.

Pada saat bencana tanah longsor di Banaran, Tagana aktif mengelola relawan.

Relawan yang berasal dari masyarakat sekitar dapat turun ke lokasi bencana

berdasarkan keahlian atau kluster keahlian yang telah dibuat sebelumnya oleh Tagana

seperti keahlian dapur umum, keahlian dukungan psikososial pada korban dan

masyarakat yang mengalami trauma. Manajemen tersebut juga berlaku untuk pihak

lain yang ikut serta upaya penanggulangan seperti bantuan keahlian dari kampus,

sekolah tinggi ataupun perkumpulan psikolog dalam penangaman psikososial,

sehingga penanganan korban bencana dan masyarakat yang mengalami trauma

dilakukan satu pintu yaitu di bawah koordinasi Tagana.

Tagana memprioritaskan korban bencana yang membutuhkan pertolongan

utama seperti lansia dan anak-anak. Seperti pada saat bencana tanah longsor di

Banaran, terdapat 19 anak yang mengalami trauma akibat melihat langsung kejadian

tanah longsor di sekolah. Bersama stakeholder lain, Tagana membuat rencana tindak

lanjut seperti menyediakan tenda untuk sekolah darurat, pemberian dukungan

psikososial, intervensi sosial pada anak yang ditinggal orang tua meninggal akibat

bencana.

Page 11: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

4. Desa Siaga Aktif

Desa Siaga merupakan desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

atau Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) lainnya yang buka setiap

hari dan berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan

bencana dan kegawatdaruratan, surveilans berbasis masyarakat yang meliputi gizi,

penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Poskesdes merupakan UKBM yang dibentuk di desa

dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.

Poskesdes dikelola oleh satu orang bidan dan minimal dua orang kader dan

merupakan koordinator dari UKBM.

Indikator desa siaga antara lain: (1) adanya Forum Masyarakat Desa, sarana

atau fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Poskesdes atau UKBM lain) dengan tenaga

dan sistem rujukannya, Posyandu, UKBM maternal dan UKBM lain sesuai kebutuhan;

(2) Sistem pengamatan berbasis masyarakat (KIA, gizi, penyakit, faktor risiko

lingkungan dan perilaku); (3) Sistem kesiapsiagaan kegawatdaruratan dan bencana

berbasis masyarakat; (4) Upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan sehat; dan

(5) Upaya menciptakan serta terwujudnya PHBS dan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).

Desa siaga dilaksanakan melalui pendekatan edukatif, yaitu dengan

memfasilitasi masyarakat (individu, keluarga, kelompok masyarakat) untuk menjalani

proses pembelajaran pemecahan masalah kesehatan yang dihadapinya secara

terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), dengan tahapan: (1) Mengidentifikasi

masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk

mengatasi masalah; (2) Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif

pemecahan masalah; (3) Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang terpilih dan

layak, merencanakan, dan melaksanakannya; (4) Memantau, mengevaluasi, dan

membina kelestarian upaya yang telah dilakukan.

Bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi

Jawa timur antara lain:

Participation in decision making: (1) masyarakat bersama pemerintah membuat

roadmap, rencana kontijensi, dan directory penanggulangan bencana; (2)

masyarakat didampingi para relawan PMI membuat jalur evakuasi, menentukan

titik aman, membuat sistem peringatan dini, sosialisasi serta pembagian tugas

pokok dan fungsi.

Page 12: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Participation in implementation: pada saat terjadinya bencana, Tagana

mempunyai tanggung jawab sosial di wilayah bencana, yaitu mengerahkan tenaga

untuk membantu proses evakuasi, membantu bahan baku sayuran untuk penguatan

dapur umum dan membantu menyebarkan informasi kepada masyarakat dan

membantu dalam layanan dukungan psikososial pada korban bencana maupun

pada masyarakat umum yang mengalami trauma akibat bencana.

Participation in benefit: berpartisipasi dalam kebermanfaatan pembangunan

merupakan keikutsertaan masyarakat, yang dapat memberikan manfaat positif bagi

pemerintah; sekaligus meningkatkan manfaat pembangunan bagi masyarakat itu

sendiri. Masyarakat mengikuti kegiatan pemeliharaan kebersihan rumah dan

lingkungan.

Participation in evaluation: Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan

bencana juga dilakukan melalui upaya pengawasan. Masyarakat juga memberikan

saran dan kritik terhadap upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah.

Adapun bentuk partisipasi dalam evaluasi, antara lain dapat dilakukan dengan:

melakukan kritik/koreksi terhadap jalur evakuasi korban, dan memberikan saran

terhadap jalannya penanggulangan. Upaya pengawasan secara pribadi dan lembaga

pengawasan dilakukan secara menyeluruh misalnya apakah masih ada hak korban

yang terlewati.

Faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam upaya meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Timur yaitu:

adanya kesadaran tinggal di daerah yang rawan bencana, solidaritas yang

tinggi antar masyarakat, dan tanggung jawab sosial untuk menjaga lingkungan.

Adapun modal sosial yang menjadi faktor dalam penanggulangan bencana

adalah sifat gotong royong, loyalitas tanpa pamrih dan kerja sama. Adanya

riwayat sejarah kejadian bencana yang dialami oleh masyarakat di desa atau

kelurahan tersebut juga menjadi faktor pendorong partisipasi masyarakat

dalam penanggulangan bencana;

pemerintah memberikan perhatian terhadap kegiatan-kegiatan

penanggulangan bencana mulai dari tahap pra, saat, hingga pascabencana.

Penanggulangan bencana juga didukung oleh kebijakan, sarana dan prasarana

di masing-masing daerah, serta didukung oleh SDM terlatih;

Page 13: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Pemerintah menganggap penting keberadaan relawan Tagana, baik pada tahan

prabencana, saat bencana maupun pascabencana. Pemerintah memberikan

perhatian pada 1.600 relawan Tagana dengan memberikan asuransi. Dana

asuransi bagi Tagana bersumber dari APBD 1. Selain itu, pemerintah juga

menganggarkan pada tahun 2018 sebanyak 50 orang relawan akan

disertifikasi oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) penanggulangan bencana.

Adapun faktor penghambat dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam penanggulangan bencana antara lain:

masyarakat belum semuanya memahami pentingnya upaya pencegahan

bencana sehingga umumnya masyarakat baru menyadari pada saat bencana

terjadi.

adanya perubahan karakter masyarakat dari masyarakat pedesaan ke

masyarakat perkotaan membuat modal sosial gotong royong menjadi sedikit

berubah.

kebijakan, dana, kurangnya pengetahuan masyarakat terkait penanggulangan

bencana, kearifan lokal, kapasitas dan kompetensi masyarakat terkait dengan

penanggulangan bencana belum merata di masing-masing daerah.

dukungan pemerintah kabupaten/kota sampai ke tingkat desa, namun

anggaran, sarana dan prasarana khususnya pada tahapan kesiapsiagaan

bencana masih terbatas.Masih adaa anggapan program penanggulangan

bencana bukan sektor unggulan, namun sektor penunjang yang membutuhkan

banyak dana.

program pemerintah umumnya berupa kegiatan rutin dan berskala panjang

sehingga kerap dinilai kurang inovatif. Program pemerintah dalam

penanggulangan bencana juga terhambat dengan adanya mutasi pegawai di

pemerintah kabupaten/kota.

belum dilakukan upaya sinergitas antar program. Upaya sinergitas menjadi

penting mengingat adanya target desa tangguh bencana dalam RPJMN

sejumlah 5.000 desa atau kelurahan. Dengan sinergitas maka BPBD Provinsi

Jawa Timur dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial

Provinsi Jawa Timur melalui integrasi komponen ketangguhan bencana dalam

masing-masing program.

Page 14: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

E. Penutup

1. Kesimpulan

Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali dan

Provinsi Jawa Timur cukup baik dan signifikan dalam mendukung upaya

penanggulangan bencana yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan. Modal

sosial yang paling menonjol yang ditemukan dalam masyarakat Bali terkait dengan

penanggulangan bencana adalah adanya semangat Menyama Braya, semacam jiwa

kebersamaan, gotong royong, saling asah, asih, dan asuh. Dalam konteks kekinian,

semangat ini diimplementasikan menjadi bekerja dalam team work. Sedangkan

beberapa nilai kearifan lokal/local wisdom lain yang dimiliki masyarakat Bali yang

sangat mendukung partisipasi dalam penanggulangan bencana, yaitu: (1) Jengah; (2)

Ngayah; dan Lascarya.

Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Bali dilakukan

dalam bentuk (1) Memelihara kebersihan dan keharmonisan hubungan dengan

lingkungan melalui kearifan lokal dan budaya yang berlaku di tiap desa (Tri Hita

Karana); dan (2) Membuat kesepakatan dalam komunitas, misalnya dalam membuat

rencana kontijensi penanggulangan bencana, peraturan/awig-awig terhadap

kelestarian lingkungan, latihan mandiri, dan memberi bantuan maupun menggalang

bantuan untuk korban bencana.

Adapun faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam upaya meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali yaitu: (1)

Faktor agama (keyakinan) masyarakat Bali yang sebagian besar beragama Hindu, yang

percaya dengan adanya hukum karmaphala (hukum karma) dan Tri Hita Karana; (2)

Faktor budaya masyarakat Bali yang kental dengan semangat gotong-royong; dan (3)

Pengaruh adat dan budaya Bali yang tumbuh dan berkembang dalam konteks Desa

Pekraman di mana masyarakat hidup rukun dan saling menolong.

Sementara itu faktor penghambat dalam upaya meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam penanggulangan bencana di Provinsi Bali yaitu: (1) Kurangnya

kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam penanggulangan bencana; (2)

Kurangnya kapasitas dan pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan bencana;

dan (3) Belum maksimalnya koordinasi antara masyarakat dan pemangku

kepentingan dalam penanggulangan bencana.

Di Jawa Timur, partisipasi masyarakat tumbuh dan berkembang melalui

program-program pemberdayaan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota

Page 15: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

dan pihak swasta. Bentuk program-program tersebut antara lain Destana oleh BNPB,

KSB oleh Kemensos, Desa Siaga oleh Kementerian Kesehatan, dan SIBAT oleh PMI.

Melalui program-program tersebut, maka tumbuh kesadaran dan solidaritas yang

tinggi antar-masyarakat dan tanggung jawab sosial untuk menjaga lingkungan. Kondisi

ini menjadi salah satu faktor pendukung dalam upaya penanggulangan bencana.

Sedangkan lemahnya pemahaman masyarakat akan kejadian bencana

merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya penanggulangan bencana

selain karena faktor dukungan dana dan pemerintah setempat (pemerintah

kabupaten/kota sampai ke tingkat desa).

2. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat direkomendasikan beberapa hal

berikut, yaitu:

a. Budaya dan kearifan lokal (local wisdom) yang selama ini terdapat dalam

masyarakat Bali yang penuh dengan semangat gotong-royong perlu terus

dipelihara, sehingga dapat mendukung upaya penanggulangan bencana yang

dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan;

b. Kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap upaya penanggulangan

bencana di dua provinsi perlu ditingkatkan oleh seluruh stakeholder terkait,

sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing;

c. Agar upaya penanggulangan bencana lebih optimal, koordinasi antar-

pemangku kepentingan perlu terus dibangun dan ditingkatkan.

Page 16: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anwas, Oos M. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung: Penerbit Alfabeta.

BNPB. 2014. Indeks Risiko Bencana Indonesia. West Java: Directorate of Disaster Risk Reduction Deputy for Prevention and Alertness.

Coppola, Damon P. & Maloney, Erin K. 2009. Communicating Emergency Preparedness – Strategies for Creating a Disaster Resilient Public. London: CRC.

Health Agency Bali Province. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014. Denpasar: Health Agency of Bali Province.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hikmat, Harry. 2004. Pengarusutamaan Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Cipruy.

IDEP. 2007. Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Bali: Yayasan IDEP.

Isnanta, Fahri. 2014. Implementasi Program Kampung Siaga Bencana (KSB) dalam Rangka Penanggulangan Bencana Berbasiskan Masyarakat di Kelurahan Rawa Buaya RW 11 Jakarta Barat. Depok: Tesis FISIP UI.

Ministry of Social Affairs. 2015. Himpunan Perundang-undangan Penanggulangan Bencana Bidang Perlindungan Sosial. Jakarta: Directorate of Social Protection for Natural Disaster Victims Ministry of Social Affairs RI.

Ministry of Social Affairs. 2016. Buku Saku Kampung Siaga Bencana (KSB). Jakarta: Directorate of Social Protection for Natural Disaster Victims Ministry of Social Affairs RI.

Ministry of Social Affairs. 2016. Petunjuk Teknis Kampung Siaga Bencana (KSB). Jakarta: Directorate of Social Protection for Natural Disaster Victims Ministry of Social Affairs RI.

Khambali. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta: ANDI.

Majalah Kontak Sosial. Jefri, Tagana Teladan Pertama Tingkat Nasional. Edition of Semester 2 Year 2017, page 40.

Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI). 2009. Kiat Tepat Mengurangi Risiko Bencana: Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK). Jakarta: Grasindo.

Page 17: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Mulyadi, Mohammad. 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Masyarakat Desa. Ciputat: Nadi Pustaka.

Nurjanah, dkk. 2013. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.

Health Crisis Center of Ministry of Health 2017. Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Kabupaten/Kota Rawan Bencana Jawa Timur.

Sugiyanto, dkk. 2012. Bantuan Stimultan Pemulihan Sosial: Studi Evaluasi Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan. Jakarta: P3KS.

Yustiningrum, Emilia, dkk. 2016. Bencana Alam, Kerentanan dan Kebijakan di Indonesia: Studi Kasus Gempa Padang dan Tsunami Mentawai. Yogyakarta: Calpilus.

Zubaedi. 2016. Pengembangan Masyarakat: Wacana dan Praktik. Jakarta: Kencana.

“1.655 KK Pengungsi Sinabung akan di Relokasi tahap Tiga’, http://news.analisadaily.com/read/1655-kk-pengungsi-sinabung-akan-di-relokasi-tahap-tiga/424224/2017/09/30, accessed on February 8th, 2018.

“Belum Rampung Dibangun, Jembatan di Brebes ini Roboh Tersapu Banjir”, https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3844425/belum-rampung-dibangun-jembatan-di-brebes-ini-roboh-tersapu-banjir/komentar, accessed on February 8th, 2018.

“Jatim Juara Lagi, Mensos Khofifah Berikan Penghargaan untuk Pakde Karwo”, https://duta.co/jatim-juara-lagi-mensos-khofifah-berikan-penghargaan-untuk-pakde-karwo/, accessed on February 8th.

Page 18: RINGKASAN EKSEKUTIF - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian... · RINGKASAN EKSEKUTIF PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA