kanun - rp2u.unsyiah.ac.id

31

Upload: others

Post on 25-Apr-2022

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id
Page 2: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

r

KANUN .JURNAL ILMU HUKUM

PELlNlJl1l\G Mohd. Daud Voesoet: S.II.. M.H. (Dekan Fakultas Hukum Uns} iah)

h:ETUA PENGARMI Prof. Dr. Husni Jalil. S.H .. M.II.

WAh:IL h:En!A PENGARMI Prof. Dr. Faisal A. Rani. S.H.. M.H.

KEn;A PENYlINTING T. Ahmad Yani. S.H .. M.Hum.

DEWAN PENYliNTING Prof. Dr. Amiruddin A.Wahab. S.H.

Prof. Dahlan. S.H .. M.H. I'nll" Dr. Hikmahanto Jll\\:m3. S.l1.. I.1M.. Ph D

Prof. Dr. Suhaidi. S.H ..M.H. Prof. Dr. Rusydi Ali Muhammad. SJI.

Prof. Dr. SyahriLal. S.H.. M.A. Dr. Ilyas Ismail. S.H .. I\1.Hum.

Dr. Suhaimi. S.H.. M.Hum. Dr. Eddy Punama. S.H .. M.Hum.

Dr. Mahdi Syahbandir. S.H .. M.Hum. Dr. Mohd. Din. S.H .. M.H.

Dr. Adwani. S.H .. M.H. Dr. Taqwaddin. S.H.. S.L. M.S.

PEN\'TNTING PELA h:SAN.\ (Iyas Yunus. S.H .. M.llum

Fikri. S.H .. M.H. Indra Kesullla Hadi. S.H .. M.H.

Mahfud. S.H .. I.L.M. Sulaiman Tripa. S.H .. M.H.

BENI).-\J1ARA Rismawati, S.H .. M.Hum.

TATA liSAHA Kamaruddin.5.Sos.

S IT No. 2U27;SK D1TJEN PP(;/STU Il)l)-t ISSN 085-t-5-t99 TGL. 26 APRIL 199-t

(International Standart Serial Number) Alamat Redaksi

Fakultas lJukum Uni"ersitas Syiah Kuala LUI Telp/Fax (0651) 7552295

Emai Uumal Kanun [email protected] Darussalam - Banda Aceh

\3ANK BNI 1946 Cabang Randa Aceh No. Rekening 005.000626084.901

Jumal ini ditcrbitkkan 011.'11 Fakultas lIukum Universitas Syiah Kuala secara berkala. Caturwulan. yaitu setiap tahun dalam bulan-bulan April. Agustus. dan Descmber. Penerbitan ini diharapkan bermanfaat bagi kepentingan perkem­bangan ilmll pcngetahuan. terutama publikasi temuan-temuan ilmiah di bidang ilmu hukum kepada kalangan atau profcsi hukum. mahasiswa. dan pembaca. Lebih jauh media ini dapat menampung hubungan-hubungan komunikatif di antara para alumni Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala dengan berbagai gagasan kcilmuan yang diajukan untuk di­rublikasikan dalam jurnal ini.

Jumal I\.IYCV menerima tulisan dari berbagai pihak untuk dipublikasikan. dengan kriteria sebagai berikut: a. Tulisan adalah orisinil. bclurl1 rcrnah

diterbitkan Illelalui jurnal atall media pUbli"-asi lainnya.

b. Tulisan disertai judul dan abstrak (dalam bahasa Indonesia dan Inggris l. Tulisan yang dimuat harus mengi"-uti struktur sebagai berikut: Pendahuluan. kcrangka tcorctik, melOdolugi. tujuan dan konstitusi: hasil pcnelitian dan pcmbahasan. kesimpulan dan rekomendasi. serta daftar pustaka.' rujllkan (Iihat petujuk penutisan).

c. Naskah ditulis spasi ganJa dcngan Microsof Word. dalam 15-20 hal am an. ukuran kuarto. kirim dalam bentuk Hard dan son COP} bersama tulisan. Setiap tulisan yang dimuat dalam

jumal Jnl merupakan pendapat dan tanggungjawab pribadi penulis. Redaksi berhak mengedit setiap tulisan yang dimuat pada jumal ini tanpa mengubah subtansinya.

Page 3: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

KANUN Nomor 53 JURNAL ILMU HUKUM Tahuo XIII

Apr j I 2011

Dr. H. Darwinsyab Minin, S.H., M.S. PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PRAKTIK EKONOMI SYARIAH DI LUAR PENGADILAN MENURUT HUKUM ISLAM I

Dr. lIyas Ismail, S.H., M.Hum. SERTJFJKAT SEBAGAJ ALAT BUKTJ HAK ATAS TANAH DALAM PROSES PERADILAN.30

Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum. PENYELESAJAN SENGKETA SUAMI ISTERJ (RUMAH TANGGA) DI LUAR PENGADILAN MENURUT HUKUM ISLAM 50

Muzakkir Abubakar, Dkk. KEWENANGAN PEMERJNTAH ACEH TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI MAHKAMAH SYAR'JYAH DALAM SISTEM PERADILAN NASIONAL (Tinjauan Tentang Kewenangan Yustisi Dalam Otonomi Khusus) 68

Yusrizal, S.H., M.Hum. Dkk. KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR'IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA 88

Amrizal J. Prang, S.H., LL.M IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ................................................................................................................................................................... 107

Muazzin, S.H., M.H. HAMBATAN EKSEKUSI PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA JJNAYAH PADA MAHKAMAH SYAR'IYAH BIREUN 135

Muhammad Insa Ansari, S.H., M.Hum. AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI 161

Safrina, S.H., M.Hum. PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL 188

Ainal Mardbiab, S.H. PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA No.1 TAHUN 2008 209

KANUN No. 53 Edisi April 2011 ii

Page 4: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

H. Darwinsyah Minin, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Ekonomi Syariah di Luar Pengadilan

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PRAKTIK EKONOMI SYARIAH DI LUAR PENGADILAN MENURUT

HUKUMISLAM

(The Non-Litigation Settlement ofIslamic Economy Practice Dispute Based on Islamic Law)

Oleh: H. Darwinsyah Minin *)

ABSTRACT

Kata Kunci: Ekonomi Syariah, Penyelesaian di luar pengadilan, Hukum Islam.

The existing ofIslamic law regulations are the rule regulated in the sharia law and a small number are found in the decision of the National Sharia Board and in the Indonesia Bank Regulation. In terms of settling the dispute between Islamic Bank and its problem, the Board applies two d(fferent approaches; namely the decision of the board and the Indonesian Civil Law. Therefore, this paper explores the dispute in the Islamic economic law outside the court in accordance to Sharia Law. The method applied is analvsis content from the relevant sources. The non-litigation dispute settlement ruled in the holy book of K<1r«n «r~ ywy that can be applied in solvin~ the disputes 0.( econom? and

finance. A part from Koran and the saying the prophet, there are some sources _. such as Sunan al Daruquthni, Ibnu Khuzaimah Musnad Abu Ya'la al Musili, Musnad Abu, Awanah, Musnad Abu Daud al Yayalisi, Musnad al Bazzar, etc which are the sources ofIslamic law that can be applied in solving the disputes.

A. PENDAHULUAN

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya

dengan ekonomi syariah belum ada aturan khusus yang mengatur tentang

*) Dr. H. Darwinsyah Minin, S.H., M.S., adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Panca Budi Medan dan Sekretaris Program Studi S2 PPs Panca Budi Medan.

KANUN No. 53 Edisi April20J J

Page 5: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

SERTIFlKAT SEBAGAI ALAT BUKTI HAK ATAS TANAH DALAM PROSES PERADILAN

(A Certificate ofLand as an Evidence ofLand in Judicial System)

Oleh : I1yas Ismail*)

ABSTRACT

Kata Kunci : Sertifikat, Alat Bukti Hak, Tanah, Peradilan.

Based on Article 19 (2) (c) ofthe Act Number 5, 1960 and Article 32 ofthe Government Regulation Number 24, 1997 state that in 'registering land, the certificate oflandfunctioning as a strong evidence. Whether a freehold right can only be proved by a certificate, and to what extent of such evidence in judicial process, In terms ofobtaining the answers from the questions, library research is conducted by exploring, discussing and analysing the laws, research reports and relevant expert views. The findings show that such freehold right certificate is issued by National Land Authority by registration process. If there is a land without certificate hence it can be proved through witnesses statements, prediction, acknowledgemen and oath. The certificate has the strong and complete power ofproving can only be admitted if there is no challenge before the court. The challenge towards the certificate can be done if there are a defect on issuing it, good faith ofthe holder and/or the right holder does not really own the land.

A. PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasa] ]9 ayat (1) Undang-Undang Noruor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (biasa juga disebut

.) Dr. Ilyas Ismail, S.H"M,Hum, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,

KANUN No. 53 Edisi April 2011 30

Page 6: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

Undang-Undang Pokok Agraria, dan untuk selanjutnya disebut UUPA)

bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah

telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk

selanjutnya disebut PP 24/1997).

Dalam Pasal 1 angka 1 PP 24/1997 disebutkan bahwa pendaftaran

tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara

terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,

pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan

data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah

dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti

haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas

satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Lebih lanjut dalam Pasal 3 huruf a dan Pasal 4 ayat (l) disebutkan

bahwa salah satu tujuan dilaksanakan pendaftaran tanah adalah untuk

memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang

KANUN No. 53 Edisi April 2011 31

Page 7: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang

terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang

hak yang bersangkutan dan untuk itu kepada pemegang yang bersangkutan

diberikan sertifikat hak atas tanah.

Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat (1)

PP 24/1997 bahwa sertifikat yang merupakan surat bukti hak atas tanah

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Oleh karena data dalam

sertifikat mencakup data mengenai jenis haknya, subjeknya maupun

mengenai letak, batas, dan luasnya maka sertifikat memberikan jaminan

kepastian hukum terhadap data tersebut. Yang menjadi permasalahannya

adalah apakah terhadap suatu bidang tanah yang belum mempunyai

sertifikat dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti lainnya? Bagaimanakah

kekuatan bukti sertifikat yang telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan,

apakah bersifat mutlak?

B. ALAT BUKTI HAK ATAS TANAH

Untuk membuktikan seseorang atau suatu badan hukum sebagai

empunya suatu bidang tanah maka perlu alat bukti. Dalam Pasal 19 ayat (2)

KANUN No. 53 Edisi April 20ll 32

Page 8: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat (I) PP 2411997 ditentukan bah-wa sertifikat

berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah. Sertifikat sebagai alat bukti hak

atas tanah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan KabupateniKota melalui suatu

proses pendaftaran tanah, karena itu apabila suatu bidang tanah belum

dilaksanakan pendaftaran tanahnya maka atas bidang tanah tersebut tidak

mempunyai sertifikat.

Setiap bidang tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia

seharusnya telah terdaftarkan pada Kantor Pertanahan KabupateniKota

setempat agar data tanah dapat tersedia secara lengkap dan menyeluruh yang

dengan sendirinya akan bermanfaat bagi semua pihak baik instansi

pemerintah sendiri maupun perorangan atau swasta terutama bagi pihak

yang akan melakukan perbuatan hukum atau akan meletakkan hubungan

hukum atas suatu bidang tanah. Pemerintah yang dalam hal ini Kantor

Pertanahan KabupatenIKota sebagai institusi yang berwenang melaksanakan

pendaftaran tanah telah mulai melaksanakan pendaftaran tanah pada tahun

1961 yaitu sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961

tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang

Pemdaftaran Tanah. Salah satu alasan penerbitan PP 2411997 bahwa

KANUN No. 53 EdisiAprii 20ll 33

Page 9: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, sertifikal sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

ketentuan hukum yang dijadikan dasar pelaksanaan pendaftaran tanah

dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya

pendaftaran tanah dalam waktu yang singkat dengan hasil yang memuaskan,

hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendaftaran tanah yang

diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961

selama 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Dari 55

juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftarkan, barn lebih

kurang 16,3 juta bidang yang sudah didaftar. 1 Pada tahun 2006 Badan

Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan bahwa sejak UUPA diundangkan

tahun 1960 sampai tahun 2006 te1ah diterbitkan 33,74 juta sertifikat tanah

atau sekitar 36 % dari jumlah bidang tanah yang perlu disertifikat di luar

kawasan hutan.2

Kenyataan tersebut dapat dipahami bahwa masih banyak bidang­

bidang tanah hak yang belum mempunyai sertifikat. Pertanyaannya adalah

apakah terhadap bidang-bidang tanah yang belum bersertifikat dapat

dibuktikan dengan selain sertifikat. Ketentuan hukum tidak menyebutkan

I Penjelasan Umum PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 2 Risnarto, Dampak Sertipikasi Tanah Terhadap Pasar Tanah dan Kepemilikan Tanah

Skala Keci], MakaJah disajikan pada Seminar Nasional Land and Household Economy 1970-2007, Changing Roads for Poverty Reduction. PSEKP and UNESCAP-CAPSA, BogoLlndonesia, tanggal 25 Juni 2007.

KANUN No. 53 Edisi April 2011 34

Page 10: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

sertifikat sebagai satu-satunya alat bukti hak atas tanah, karena itu hams

dipahami bahwa untuk membuktikan hak atas tanah adalah berlaku juga

ketentuan tentang pembuktian hak pada umunya sebagaimana ditentukan

dalam hukum pembuktian.

Pasal 164 HIR/284 RBg dan Pasal 1866 KUH Perdata

menyebutkan bahwa alat bukti dalam perkara perdata terdiri atas; bukti

tertulis/surat, bukti saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah.

Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk

menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai

pembuktian.3

Dalam membuktikan adanya sesuatu peristiwa atau adanya

sesuatu hak pertama-tama digunakan bukti tulisan. Apabila bukti tulisan

tidak ada atau tidak cukup maka digunakan bukti saksi, apabila bukti saksi

tidak cukup maka digunakan bukti persangkaan, jika bukti tulisan ditambah

bukti saksi dan bukti persangkaan juga belum cukup maka ditambah lagi

J Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, him. 2. KANUN No. 53 Edisi April 2011 35

Page 11: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat sebagai A1at Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

dengan bukti pengakuan. Jikalau dengan bukti-bukti tersebut juga belum

mencukupi maka ditambah lagi dengan bukti sumpah.4

Dalam hukum pembuktian dikenal tiga jenis surat, yaitu akta otentik,

akta dibawah tangan dan surat bukan akta.5 Akta otentik merupakan surat yang

dibikin dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat

umum yang berkuasa untuk itu6•

Berdasarkan Pasal 1 angka 20 PP 24/1997, sertifikat adalah surat tanda

bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak

atas tanah,hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan

hak tanggungan yang masing-masing sudah dbukukan dalam buku tanah yang

bersangkutan. Secara teknis batasan tentang sertifikat pemah dimuat dalam PP

Nomor 10 Tahun 1961 yang menyebutkan bahwa sertifikat adalah salinan buku

tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dan diberikan sampul.7

Sertifikat diterbitkan BPN yang didalamnya memuat data fisik dan data

yuridis suatu bidang tanah tertentu. Data fisik berkenaan dengan letak, batas dan

luas bidang tanah. Sedangkan data yuridis berkenaan dengan subyek hak, alas hak

dan pembebanan hak atas tanah. Data tersebut diperoleh dari pemohon sertifikat

4 Teguh Samudra, 2004, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, him. 9.

5 Teguh Samudra, hIm. 37. 6 Wirjono, 1975, Hukum Acara Perdata di Indonesia, cetakan keenam, Sumur, Bandung,

hIm. 108. 7 Batasan yang terdapat dalam PP 10 tahun 1961.

KANUN No. 53 Edisi April 20/ / 36

Page 12: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

dan pemeriksaan oleh BPN melalui proses pendaftaran tanah. Karena itu dalam

kaitannya dengan alat-alat bukti dalam proses peradilan perdata sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 164 H1R/284 RBg dan Pasal 1866 KUH Perdata maka

sertifikat berstatus sebagai bukti surat yang berkualifikasi sebagai akta otentik.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa dalam hal suatu bidang

tanah tidak atau belum mempunyai sertifikat, maka dapat dibuktikan dengan bukti­

bukti lainnya sebagaimana ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan.

Bukti-bukti lainnya tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBg,

dan Pasal 1866 KUH Perdata serta Pasal 23 dan Pasal 24 PP 24/1997 yang

mengatur mengenai pembuktian hak atas tanah untuk keperluan pendaftaran hak

atas tanah.

Dalam Pasal 23 PP 24/1997 disebutkan bahwa untuk keperluan

pendaftaran hak atas tanah terhadap hak-hak atas tanah yang lahir setelah

berlakunya UUPA dapat dibuktikan dengan; (a) penetapan pemberian hak (Surat

Keputusan Pemberian Hak) atas tanah Negara atau atas tanah hak pengelolaan dari

pejabat yang berwenang, (b) akta pemberian Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan

atas tanah Hak Milik dari PPAT (c) akta ikrar akaf, (d) akta pemisahan hak milik

atas satuan rumah susun, dan (e) akta pemberian hak tanggungan.

Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa terhadap hak atas tanah yang

terjadinya berdasarkan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang

maka pendaftaran hak merupakan syarat lahimya hak atas tanah yang bersangkutan.

KANUN No. 53 Ed;s; April 2011 37

Page 13: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

Oleh karena bukti hak yang dikeluarkan dalam proses pendafatran tanah hanya

sertifikat maka harus dipahami juga bahwa hak atas tanah yang lahir atas dasar

penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang hanya dapat dibuktikan

dengan sertifikat. Hal ini berbeda dengan hak atas tanah yang lahir selain

berdasarkan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang.

Sedangkan terhadap hak-hak atas tanah yang telah ada sebelum

berlakunya DUPA dan berdasarkan UUPA dapat dikonversi menjadi salah satu hak

atas tanah yang dikenal dalam UUPA (atau yang lebih dikenal dengan hak atas

tanah yang lahir berdasarkan ketentuan konversi UUPA) maka berdasarkan Pasal

24 ayat (I) PP 24/ 1997 bahwa untuk keperluan pendaftaran haknya, dibuktikan

dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,

keterangan saksi dan atau pemyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya

dianggap cukup untuk dilakukan pendaftaran hak.

Dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (I) PPIl997 disebutkan bahwa alat-alat

bukti tertulis tersebut dapat berupa, antara lain: (a) akta hak eigendom yang

diterbitkan berdasarkan Overcrijvings Ordonnantie (Stb. 1834-27); (b) surat bukti

hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja; (c) akta pemindahan

hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala

Adat/Kepala DesaIKelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP 241l997; (d)

risalah lelang yang dibuat oleh pejabat (elang yang berwenang yang tanahnya

KANUN No. 53 Edisi April 2011 38

Page 14: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

belum dibukukan.

Lebih lanjut dalam Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997

disebutkan:

Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan pendahulunya, dengan syarat:

a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desalkelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.8

Berdasarkan aturan yang terdapat dalam PP 24/1997 dapat

dipahami bahwa untuk membuktikan hak atas tanah bagi keperluan

pendaftaran tanah dapat dilakukan dengan surat, keterangan saksi dan atau

pemyataan yang bersangkutan. Ketentuan tersebut tentu dapat diperlakukan

mutatis mutandis terhadap pembuktian hak atas tanah dalam proses

peradilan.

8 Pasal 26 PP 24/1997 pada dasamya menyebutkan bahwa sebelum data sllatll bidang tanah dibukukan dalam daftar-daftar yang disediakan untuk itu pada Kantor Pertanahan, data tanah tersebut hams diumumkan selama kurun waktu tertentu pada Kantor Pertanahan dan Kantor DesaiKelurahan atau tempat lain yang dianggap perlu untuk memberikan kesempatan bagi yang berkepentingan mengajukan keberatan. KANUN No. 53 Edisi April 2011 39

Page 15: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

C. KEKUATAN BUKTI SERTIFlKAT

Salah satu fungsi akta adalah sebagai alat pembuktian. Sebagai alat

pembuktian akta dibedakan kedalam tiga macam kekuatan pembuktian,

yaitu: kekuatan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian fonnal dan kekuatan

pembuktian materia1.9 Kekuatan bukti lahir merupakan kekuatan bukti yang

didasarkan atas keadaan lahir bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti

akta dianggap/diterima sebagai suatu akta dan hams diperlakuakn sebagai

akta sepanjang tidak terbukti kebalikannya. Sedangkan kekuatan bukti

fonnal merupakan kekuatan bukti yang didasarkan atas benar atau tidaknya

pemyataan dalam akta bahwa penandatangan akta menerangkan apa yang

tercantum dalam akta. Sementara itu kekuatan pembuktian material

merupakan kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya

isi dari pemyataan bahwa penandatangan menyatakan bahwa peristiwa

hukum yang dinyatakan dalam akta itu benar-benar telah terjadi.

Sertifikat yang mempunyai kedudukan sebagai akta otentik

mempunyai kekuatan pembuktian lahir, fonnil dan materil dan berdasarkan

Pasal 165 HIR bahwa akta otentik mempunyai kekuatan yang sempuma.

9 Teguh Samudra, ibid, him. 47-49. KANUN No. 53 Edisi April 2011 40

Page 16: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

Artinya apa yang tercantum didalarnnya harus diterima sebagai suatu yang

benar selama tidak ada pihak yang dapat membuktikan sebaliknya.

Terkait dengan kekuatan pembuktian sertifikat hak atas tanah

terdapat istilah tersendiri dalarn ketentuan perundang-undangan pertanahan,

antara lain sebagaimana ditentukan dalarn Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA

yang menyebutkan bahwa kegiatan pendaftaran tanah meliputi; "Pemberian

surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang

kuat". Demikian juga halnya Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 yang

menyebutkan; "sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang

termuat di dalarnnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai

dengan data yang ada dalarn surat ukur dan buku tanah hak yang

bersangkutan".

Lebih lanjut dalarn Penjelasan Pasal 32 ayat (1)) PP 24/1997

disebutkan bahwa sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat, dalarn arti

bahwa selarna tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis

yang tercantum di dalamnya hams diterima sebagai data yang benar.

KANUN No. 53 Edisi April 2011 41

Page 17: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

Karena itu selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan

data yuridis yang tercantum dalam sertifikat hams diterima sebagai data

yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari hari maupun

dalam berperkara di pengadilan. 10

Sehubungan dengan hal tersebut dapat dipahami bahwa sertifikat

tidak mempunyai kekuatan bukti yang mutlak, karena masih memungkinkan

untuk dinyatakan batal atau dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum

melalui putusan pengadilan. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan

gugatan ke pengadilan untuk meminta pengadilan agar memutuskan bahwa

suatu sertifikat hak atas tanah tertentu tidak mempunyai kekuatan hukum.

Berdasarkan PP 10/1961 bahwa kapanpun seseorang atau badan

hukum dapat mengajukan gugatan terhadap suatu sertifikat tetapi

berdasarkan PP 24/1997, yang juga telah mencabut dan menyatakan tidak

berlaku PP 10/1961, bahwa gugatan terhadap suatu sertifikat tidak lagi

dapat diajukan apabila telah lewat waktu tertentu dan telah memenuhi

persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 32 ayat (2).

Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 menyebutkan:

10 Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Oi Indonesia, Arkola, Surabaya, him. 110.

KANUN No. 53 Edisi April 2011 42

Page 18: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke PengadiJan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (2) diuraikan lebih lanjut bahwa

ketentuan tersebut bertujuan pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem

publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian

hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan

didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda

buktinya Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya

tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu

menghadapi kemungkinan gugatan dan pihak lain yang merasa mempunyai tanah

itu. Oleh karena hukum tanah Indonesia berdasarkan pada hukum adat maka untuk

mengatasi kelemahan tersebut menggunakan lembaga "rechtsverwerking". Dalam

hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak

diketjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperoJehnya dengan

itikat baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut, yang

dalam ketentuan perundang-undangan pertanahan disebut hapusnya hak atas tanah

karena diterlantarkan.

KANUN No. 53 Edisi April 2011 43

Page 19: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

Berdasarkan ketentuan tersbut dapat dipahami bahwa batas waktu 5

(lima) tahun itu berlaku apabila memenuhi 3 (tiga) persyaratan, yaitu; (I)

peJaksanaan pendaftaran tanah yang melahirkan sertifikat tersebut diJakukan secara

sah, artinya sesuai dengan ketentuan perundang-undanga yang berlaku, sebagai

contoh bahwa salah satu tahapan daJam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah

dilakukan pengumuman terhadap data tanah yang telah diteliti sebelum dilakukan

pembukuan hak atas tanah. Apabila pengumuman tidak dilakukan atau dilakukan

tidak sesuai dengan aturan atau menyimpang dan tujuan diadakan pengumuman

maka hal itu dapat dikategorikan sebagai cacat hukum dalam proses

pensertifikatan; (2) penguasaan tanah oleh pemohon atau penerusnya dilakukan

dengan iktikat baik, hal ini tentu ada ukuran-ukuran dalam hukum mengenai iktikat

baik tersebut; dan (3) tanah tersebut dikuasai secara nyata oleh pemohon, hal ini

berarti tidak cukup penguasaan secara hukum saja. Dengan demikian apabila ketiga

persyaratan tersebut tidak dipenuhi secara kumulatif maka batasan waktu 5 (lima)

tahun tersebut tidak dapat diterapkan.

Karena pengaturannya masih dalam bentuk Peraturan Pemerintah maka

hakimlah dalam penerapan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 terhadap kasus-kasus

konkrit yang akan mempertimbangkan terpenuhinya syarat-syarat bagi

penerapannya sebagaimana halnya penerapan lembaga "rechtsverwerking" pada

tanah-tanah adat. Hakimlah yang menimbang berat ringannya bobot kepentingan

44 KANUN No. 53 Edisi April 2011

Page 20: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

para pihak yang bersengketa dan dalam rangka pembaharuan hukum tanah nasional

maka ketentuan tersebut perlu diatur dalam bentuk undang-undang. 11

Walaupun pengadilan berwenang memutuskan ketidakabsahan atau

menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap suatu sertifikat

tetapi pengadilan tidak berwenang membatalkan sertifikat yang

bersangkutan. Pemyataan suatu sertifikat tidak mempunyai kekuatan hukum

dan pembatalan sertifikat merupakan dua hal yang berbeda walaupun saling

berkaitan. Perbedaan prinsipnya terletak pada kewenangan dan akibat

hukurnnya. Penyataan bahwa suatu sertifikat tidak mempunyai kekuatan

hukum merupakan kewenangan pengadilan sedangkan pembatalan sertifikat

merupakan kewenangan BPN.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Nemer 10 Tahun 2006

tentang Badan Pertanahan Nasienal dan Pasal 13 Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN Nemer 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas

Tanah Negara, bahwa Menteri Negara Agraria/Kepala BPN berwenang

membatalkan keputusan pemberian hak atas tanah.

II Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang­Undang Pokok Agraria, lsi dan Pelaksanaannya, cetakan kesepuluh, Djambatan, Jakarta, hIm. 482. KANUN No. 53 Edisi April 1011 45

Page 21: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

Lebih lanjut dalam Pasal 104 Peraturan Menteri Negara Agraria/

Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan

Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, disebutkan

bahwa pembatalan keputusan pemberian dan sertifikat hak atas tanah

diterbitkan karena dua hal, yaitu (1) karena terdapat caeat hukum

administratif dalam penerbitan keputusan pemberian danJatau sertifikat hak

atas tanahnya, atau (2) karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Untuk pembatalan sertifikat atas dasar putusan pengadilan, pihak

yang berkepentingan hams mengajukan permohonan kepada Kepala BPN.

Persoalan muncul apabila tidak dikabulkannya permohonan pembatalan

tersebut, atau sebelum dibatalkannya sertifikat tersebut, apakah subyek hak

yang tercantum namanya dalam sertifikat masih berhak atas tanah tersebut

dan bagaimana pula kedudukan perbuatan-perbuatan hukum yang

mendasarkan diri pada sertifikat yang telah dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum tetapi belum/tidak dibatalkan oleh BPN. Hal tersebut

berpeluang timbulnya multi tafsir, tergantung pada pemahaman terhadap

kedudukan putusan pengadilan dan kedudukan Peraturan Menteri/Kepala

KANUN No. 53 Edisi April 2011 46

Page 22: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikal Sebagai Alai Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

BPN dalam sistem hukum Indonesia. Ada yang berpandangan bahwa

sertifikat yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum oleh

pengadilan walaupun belum dibatalkan oleh BPN menyebabkan sertifikat

tersebut telah hilang kekuatannya sebagai akta otentik. Dengan demikian

sejak dibacakannya putusan tersebut maka terhadap sertifikat yang

bersangkutan sudah tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan perbuatan­

perbuatan hukum. 12 Karena itu seyogyanya dalam peraturan perundang­

undangan disebutkan secara tegas bahwa pembatalan hak atas tanah dan

sertifikat atas dasar putusan pengadilan adalah bersifat adminitratif belaka

dan tidak memberikan peluang keabsahan perbuatan hukum terhadap

bidang tanah yang hak dan sertifikatnya sudah dinyatakan batal dan tidak

mempunyai kekuatan berlaku oleh pengadilan.

12 Maya Sartika, 20 I0, Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Atas Tanah Yang Telah Dinyatakan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Oleh Pengadilan, Tesis, PPS UNSYIAH, Banda Aceh, him. 104. KANUN No. 53 Edisi April 20ll 47

Page 23: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, 5ertifikal 5ebagai AlaI Bukli Hak Alas Tanah Dalam Proses Peradilan

D. PENUTUP

Sertifikat merupakan alat bukti hak atas tanah yang utama tetapi

bukan satu-satunya alat bukti. Ketiadaan sertifikat tidak dengan sendirinya

ketiadaan hak seseorang atas suatu bidang tanah. Untuk membuktikan hak

kepemilikan atas suatu bidang tanah dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti

lain sebagaimana halnya alat-alat bukti yang dapat digunakan dalam proses

peradilan perdata pada umurnnya sebagaimana ditentukan dalam HIRJRBg

dan KUH Perdata.

Sertifikat tidak berkekuatan mutlak, karena sertifikat masih dapat

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila dapat dibuktikan

sebaliknya melalui proses peradilan. Dalam DUPA dan PP 24/1997

disebutkan bahwa sertifikat mempunyai kekuatan bukti yang kuat, harns

diterima sebagai suatu yang benar selama tidak dapat dibuktikan

ketidakbenarannya dalam suatu proses peradilan. Gugatan pembatalan hak

atas tanah dan sertifikat hak atas tanah masih dapat diajukan oleh pihak yang

berkepentingan walaupun telah lewat waktu 5 (lima) tahun sejak terbitnya

sertifikat, asalkan dapat membuktikan adanya cacat hukum dalam proses

penerbitan sertifikat, perolehan hak atas tanahnya tidak dengan iktikat baik

KANUN No. 53 Edisi April 2011 48

Page 24: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

lIyas Ismail, Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah Dalam Proses Peradilan

danlatau tanah yang dimohonkan hak tersebut tidak dikuasai secara nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Boedi Harsono (2005), Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang­Undang Pokok Agraria, lsi dan Pelaksanaannya, cetakan kesepuluh, Djambatan, Jakarta.

lrawan Soerodjo (2003), Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya.

Maya Sartika (2010), Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Atas Tanah Yang Telah Dinyatakan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Oleh Pengadilan, Tesis, PPS UNSYIAH, Banda Aceh.

Risnarto (2007), Dampak Sertipikasi Tanah Terhadap Pasar Tanah dan Kepemilikan Tanah Skala Kedl, Makalah disajikan pada Seminar Nasional Land and Household Economy 1970-2007, Changing Roads for Poverty Reduction. PSEKP and UNESCAP-CAPSA, Bogor, 25 Juni 2007.

Sudikno Mertokusumo (1985), Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Teguh Samudra (2004), Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung.

Wirjono (1975), Hukum Acara Perdata di Indonesia, cetakan keenam, Sumur, Bandung.

****000****

KANUN No. 53 Edisi April 2011 49

Page 25: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

(man Jauhari, Penyelesaian Sengketa Suami Isteri (Rumah Tangga) di Luar Pengadilan

PENYELESAIAN SENGKETA SUAMI ISTERI (RUMAH TANGGA) DI LUAR PENGADILAN MENURUT

HUKUMISLAM

(The Non-Litigation Settlement ofFamily Dispute Based on Islamic Law)

Oleh: Iman Jauhari*)

ABSTRACT

Kata Kunci: Sengketa suami isteri, di luar pengadilan, Hukum Islam.

This research aims to explore the domestic dispute of husband and wife and how to solve it through non-litigated settlement based on Sharia Law. The method applied is content analysis from the relevant sources of the research. The dispute results from the lack ofunderstanding ofthe couple regarding the value of marriage based on Islamic law. The divorce might be resulted from economy, infidelity, and education background factors, which the percentage is 90% while domestic violence, drinking and gambling factors have the percentage of 10%. The settlement could be conducted through peaceful way by appointing one mediator both from husband and wife sides. This concept based on the 35, An­Nisa Chapter of the holy Koran suggesting that it is recommended the family dispute could be solved peacefully and accepted by both parties. The mediation phase conducted by hakam is the second phase while the parties themselves solve the first one. Such second process is called non-litigation settlement, which takes short time, accepted by the parties and keeps the confidential of the coriflicting parties.

*) Dr. (man Jauhari, S.H., M.Hum, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam Banda Aceh, Dosen S2 Ilmu Hukum PPs-Unsyiah Darussalam Banda Aceh, Dosen S2 Hukum Bisnis PPs-UMA Medan, Dosen S2 Ilmu Hukum PPs-Umsu Medan, Dosen S2 Ilmu Hukum PPs-UIR Pekanbaru, Ketua Program Studi S2 llmu Hukum PPs­UNPAB Medan, dan Koordinator Peneliti Ahli Pada Kantor Litbang Pemko Binjai.

KANUN No. 53 Edisi April 2011 50

Page 26: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

Muzakkir Abubakar, Kewenangan Pemerinlah Aceh Terhadap Pelaksanaan Fungsi Mahkamah

KEWENANGAN PEMERINTAH ACEH TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI MAHKAMAH SYAR'IYAH DALAM

SISTEM PERADILAN NASIONAL (Tinjauan Tentang Kewenangan Yustisi Dalam Otonomi Khusus)*)

(The Authority ofAceh Government Towards the Conduct ofMahkamah Syar'iyah in National Judicial System)

(A Study on a Judicial Authoritty in the Context ofSpecial Autonomy)

Oleh: Muzakkir Abubakar, Suhaimi, Basr(*)

ABSTRACT

Kata Kunci: Kewenangan Pemerintah Aceh, Mahkamah Syar'iyah, Sistem Peradilan Nasional, Otonomi Khusus

This is the research explaining the legal status ofand the existence of the Islamic Law Court in national judicial system, the authority ofAceh Government in enacting the local law derived from Islamic rules as a regulation for the court in acting in national judicial system. The rules would be a guidance for the court in fulfilling the justice for Moslems in Aceh thus the court would be more effective in holding its functions and the constraints faced by the Aceh Government and the court in implementing Islamic Law as a concrete action to fulfil the neededjustice in society. The data are gathered by conducting library research and interview with the Islamic Law experts and the experts of criminal justice procedure and civil procedure law which then the data are discussed through. In order to complete the data gathered from library research, field research is also conducted. The gathered data both from library andfield research is analysed by qualitative normative approach then described descriptively. The findings shows that the Act Number 11, 2006 regarding Aceh Governance has strengthened the

*) Dibiayai o)eh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 516/SP2H/PP/DP2MNIII2010 Tanggal24 Juli 20lO.

U) Muzakkir Abubakar, S.H .. S.U., Dr. Suhaimi, S.H.,M.Hum, Basri, S.H.,M.Hum, adalah Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

68 KANUN No. 53 Edisi April 2011

Page 27: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

r

Yusrizal dkk, Kewenangan Mahkamah Syar'iyah di Aceh S ebagai Pengadilan Khu~us

KEWENANGAN MAlIKAMAll SYAlt'tVAtt ht ACkH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA

(The Authority ofIslamic Courts in Aceh as the Special Courts in Settling the Disputes)

Oleh : Yusrizal, Sulaiman, Mukhlis*)

ABSTRACT

Kata Kunci: Islamic Courts, Special Courts, Settling the Disputes.

Special courts are the courts having the authority to assess, judge and decide special cases that can only be established in one of the court types under the supervision ofthe Indonesia's Supreme Courts as regulated in the laws. Such courts are the court for children, trading court, human rights court, the court for corruption. the relationship industrial court and fishery court under the first instance court and tax court under the supervision ofadministrative court.

A. LATAR BELAKANG

Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Aceh yang dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang oleh Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 15 ayat (2)

disebutkan bahwa: "Peradilan Syari'ah Islam di. Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan

agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama

.j Yusrizal, S.H., M.H., Sulaiman, S.H., M.Hum, Mukhlis, S.H., M.H., adalah stafpengajar pada Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe.

KANUN No. 53 Edisi Apri/2011 88

Page 28: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

Muazzin, Hambatan Eksekusi Putusan Hakim Dalam Perkara Jinayah

HAMBATAN EKSEKUSI PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA JINAYAH PADA MAHKAMAH

SYAR'IYAH BIREUN*)

(The Constraints ofExecution on the Conviction ofIslamic Criminal Law Case Held by the Syar'iyah Court ofBireun)

Oleh: Muazzin**)

ABSTRACT Kata Kunci:

The existence and authority of Syar'iyah Court regulated in Qanun Number 10, 2002 concerning the Islamic Syari'ah Court. From 2007 to 2010, the Syar'iyah Court ofBireun has decided 27 cases ofthe Islamic offences. Although there are already the decision, there is most of the cases have not already been enforced yet, only one of the cases is just executed by the prosecution ofBireun. The results showed that there are some conviction that have not been executed yet by the Court, the Court and the State Attorney Bireun have no special budget to carry out the execution, Qanun Aceh does not provide an authority to the institutions of law enforcement to arrest the suspected, the accused and the convicted in the case ofislamic criminal law.

A. PENDAHULUAN

Keberadaan dan kewenangan Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa

dan mengadili perkara Jinayah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1I

Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Bab XVIII Pasal 11

Undang-Undangtersebut menentukan bahwaMahkamah Syar'iyah

'J Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala Nomor: 032/H 11.2/SP3/20 IO.

") Muazzin, S.H., M.H .. Adalah Staf Pengajar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

KANUN No. 53Edi.fi April 201 J 135

Page 29: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

Muhammad Insa Ansari, Akses Terhadap Putusan Lembaga Peradilan Oi Era Keterbukaan Informasi

AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI

(The Access to Judicial Decision in the Era of Information Openness)

Oleh : Muhammad Insa Ansari *)

ABSTRACT

Kata Kunci: Keterbukaan, Akses, Putusan, Peradilan.

Right to information is one of the human rights regulated in the 1945 Constitution. The implementation ofsuch right for the citizens is further regulated in the Act Number 14, 2008 regarding the Openness ofPublic Information. This paper explores the iriformation openness of the judicial institution as a public institution. Basically, such openness is not the new thing in Indonesian justice procedure system. Article 195 ofthe Indonesian Penal Law states that all decisions are valid and enforcable if it is staied in the open trial for the public. Article 13 (1) of the Act Number 48, 2009 regarding the Justice Authority also provides that each trial process is open for public unless the Act states conversely. Artilce 20 ofthe Act Number 4, 2004 regarding the Justice Power also states the same thing as the Act Number 48, 2009. However, the decision that is more accessible to public is the decision of the Supreme Court. Contrastly, the decisions ofthe first instance court and the court of appeal have not been able to be accessed yet. Therefore, in the era ofpublic information openness, such iriformation should be easily and quickly accessed by the public through electronic and printed l'nedia, court official websites, started from the court of the first instance, Mi/iatry Court, Administrative Court, Appeal Court to the Supreme Court.

KANUN No. 53 Edisi April20J J 161

Page 30: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

(Role ofCourts in the Implementation ofthe Decitions ofInternational Arbitration

Oleh: Safrina*)

ABSTRACT

Kata Kunci: Pengadilan, Putusan Arbritase, Internasional.

Arbitration is a forum for dispute resolution outside ofcourt that has been chosen by the businesses. One of benefits and advantages has by the arbitration body is the force of law from a final decition (a decition the final level) and binding (binding both parties to the dispute). In the implementation of international award, Indonesia has ratified New York Convention in 1958 through Presidential Decree No. 34 of 1981 that authorizing the execution of foreign arbitration in Indonesia. In addition, through Act No. 30 of 1999, requires that the courts play an important role in the enforcement of international arbitration. The international award can be executed in Indonesia after it being eksekuatur from the chairman ofthe Central Jakarta District Court.

A. PENDAHULUAN

Peranan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa bisnis nasional dan

intemasional semakin dibutuhkan. Arbitrase dianggap sebagai forum yang

reliable, efektif dan efisien dalam penyelesaian sengketa jika dibandingkan

dengan forum peradilan. 1 Melalui arbitrase para pihak diberi kebebasan untuk

*) SafTina, S.H., M.H. adalah Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

1 Linda Rachmainy. "Arbitrase Untuk Keadilan". h!!J:J://www.pikiran-rakvat.com/. KANUlV No. 53 Ellisi April 2()J J 188

Page 31: KANUN - rp2u.unsyiah.ac.id

Ainal Mardhiah, Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Berdasarkan Perma NO.1 Tahun 2008

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA No.1 TAHUN 2008

(judul bahasa inggris)

Oleh: Ainal Mardhiah")

ABSTRACT

Kata Kunci: Sengketa, Mediasi, Perma

Ao PENDAHULUAN

Di dalam kehidupan sosial di masyarakat, bisa teIjadi perbedaan

kepentingan antara setiap individu. Perbedaan kepentingan itu bisa

membuahkan konflik diantara sesama individu (anggota masyarakat). Untuk

menyelesaikan konflik-konflik sesama individu diperlukan hukum. Salah satu

fungsi (kegunaan) hukum adalah sebagai sarana penyelesaian sengketa,

sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman bagi warga masyarakat. 1 Untuk

menyelesaikan sengketa tersebut negara telah menyediakan sarananya yaitu

badan peradilan, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 14 tahun

1970 jo. Undang-Undang No. 35 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan

undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sesuai

dengan ketentuan tersebut di atas, Badan peradilan bertugas menerima,

memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan (perkara) Pidana dan Perdata

OJ Ainal Mardhiah, S.H. adalah Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh. I Marwan Mas, Pengantar llmll Hllkum, Ghalia Indonesia, Jakarta 2004, hlm-87. KANUN No. 53 Edisi April 2011 209