kajian atas naskah drama

4
Kajian atas Naskah Drama “Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis Kajian Naskah Drama Berjudul ”Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis Oleh: Darundiyo Pandupitoyo Sungguh, menarik sekali membaca naskah drama “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis ini, hingga penulis pribadi merinding dan terhanyut sepanjang mengkaji serta menghayati naskah ini. Dalam naskah yang terbagi menjadi 3 Scene ini, tersirat pesan baik secara implisit maupun eksplisit sebuah protes sosial mengenai tata kelola sumber daya yang dimiliki oleh Negara Indonesia dan perikehidupan beragama dalam masyarakat. Sumber daya yang penulis maksudkan adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terkandung. Dalam dialog panjang antara Haji Saleh dan Sang Suara yang merupakan bentuk cerita sindiran dari seorang tokoh bernama Ajo Sidi untuk seorang kakek penjaga sebuah surau. Diceritakan bahwa Sang Suara terus menebak keberadaan Haji Shaleh di suatu Negara bernama Indonesia yang disinyalir oleh Sang Suara bahwa Indonesia adalah Negeri yang bertanah yang subur, hingga tanaman akan tumbuh tanpa ditanam, namun penduduk di negeri bernama Indonesia mayoritas melarat dan hidup di bawah garis kemiskinan. Dikatakan pula, Indonesia adalah sebuah negeri yang rakyatnya selalu diperbudak orang lain dan hasil tanahnya 1

Upload: darundiyo-pandupitoyo-s-sos

Post on 15-Jun-2015

999 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Telaah dan kajian filosofis atas naskah drama berjudul "Robohnya Surau Kami" karya A.A. Navis

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Atas Naskah Drama

Kajian atas Naskah Drama “Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis

Kajian Naskah Drama Berjudul ”Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis

Oleh: Darundiyo Pandupitoyo

Sungguh, menarik sekali membaca naskah drama “Robohnya Surau Kami” karya

A.A. Navis ini, hingga penulis pribadi merinding dan terhanyut sepanjang mengkaji serta

menghayati naskah ini. Dalam naskah yang terbagi menjadi 3 Scene ini, tersirat pesan

baik secara implisit maupun eksplisit sebuah protes sosial mengenai tata kelola sumber

daya yang dimiliki oleh Negara Indonesia dan perikehidupan beragama dalam

masyarakat. Sumber daya yang penulis maksudkan adalah sumber daya alam dan sumber

daya manusia yang terkandung.

Dalam dialog panjang antara Haji Saleh dan Sang Suara yang merupakan bentuk

cerita sindiran dari seorang tokoh bernama Ajo Sidi untuk seorang kakek penjaga sebuah

surau. Diceritakan bahwa Sang Suara terus menebak keberadaan Haji Shaleh di suatu

Negara bernama Indonesia yang disinyalir oleh Sang Suara bahwa Indonesia adalah

Negeri yang bertanah yang subur, hingga tanaman akan tumbuh tanpa ditanam, namun

penduduk di negeri bernama Indonesia mayoritas melarat dan hidup di bawah garis

kemiskinan.

Dikatakan pula, Indonesia adalah sebuah negeri yang rakyatnya selalu diperbudak

orang lain dan hasil tanahnya selalu dikeruk, diangkut, dan dijarah oleh pihak lain. Lebih

parahnya lagi, keadaan sosial Indonesia yang selalu kacau dan pertengkaran yang

menjadi hal wajar di Indoenesia. pada faktanya, data yang didapat oleh penulis

pembagian yang didapat pemerintah RI dan perusahaan-perusahaan (khususnya asing)

eksplorasi sumber daya alam Indonesia, sangatlah merugikan pabila dilihat dari

perspektif Pemerintah Indonesia dan rakyatnya.

Patut kita lihat bagaimana cadangan dan produksi minyak dan gas bumi kita, yang

sekitar 80%-nya dikuasai asing. Dengan konsep production sharing, maka otomatis

sebagian, atau mendekati separuh, minyak bumi kita dimiliki asing. Dari sekitar 950 ribu

barel minyak bumi yang diangkat dari perut bumi kita, 300 – 400 ribu barelnya diboyong

1

Page 2: Kajian Atas Naskah Drama

Kajian atas Naskah Drama “Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis

oleh kontraktor asing ke luar negeri, itu di luar ekspor minyak mentah kita. Begitu juga

dengan tambang emas di Freeport.

Penulis cukup prihatin, salah satu tambang emas terbesar di dunia, dan merupakan

yang terbesar di Indonesia tersebut, ”hanya” memberikan sumbangan ke negara 1 milyar

dollar saja setiap tahunnya (http://casdiraku.wordpress.com/2009/11/23/hentikan-

eksploitasi-sumberdaya-alam/). Jadi, pada intinya sampai pada saat ini, Indonesia

masihlah negara yang terjajah, lebih khususnya terjajah dalam hal ekonomi dan

idealisme. Kembali pada perihal kajian naskah novel, terbaca ada sindiran implisit pada

kaum beragama fanatik yang selalu membanggakan ke-agama-annya pada setiap orang.

Bahkan (maaf), dalam naskah ini pemuka agama Islam digambarkan terlalu

memuja dan mengagungkan bahwa mereka pernah datang ke sebuah tanah yang mereka

anggap suci yaitu Mekkah. Mereka juga bengga akan ke-hafal-an diri mereka akan kitab

agama yang ada, ritual dan prosesi keagamaan rutin yang tak pernah mereka tinggalkan

sedikitpun, atau bahkan mereka juga kadang (walaupun tidak semua) terlalu bangga pada

bahasa-bahasa yang berhubungan dengan religi, yang terkadang mereka sendiri tak tahu

menahu artinya kala berdoa menggunakannya.

AA. Navis berhasil sedikit mengingatkan ”mereka”, bahwa sepanjang mereka

beribadah demi agamanya, sepanjang itu pula mereka termasuk orang yang egois. Karena

doa dan ibadah itulah cara manusia untuk menghindarkan dirinya sendiri dari neraka

jahanam. Namun, bagaimana dengan nasib manusia lain di bumi ini. Apa kita pernah

memikirkannya? atau tidakkah kita sempat berpikir bahwa deviasi sosial seperti

contohnya perusakan alam, eksplorasi oleh asing, penggunaan rokok di tempat umum

dsb., haruslah dipikir ulang dan apabila memungkinkan diprotes penggunaannya. Sang

penulis, dengan tegas menggunakan analogi dialog antara Tuhan dan Hamba-Nya

menjelaskan bahwa sudah bukanlah waktunya terlalu membenggakan ke-agama-an kita

sendiri dengan mengatasnamakan gelar atau ritual pribadi yang dipunyai.

Namun, sebagai manusia dan khususnya bagi para pemuka agama, mulailah untuk

menyadari bahwa kita hidup di dunia ini bersama orang lain. Sampai sekarang dalam

pelajaran anak SD-pun, tersebutkan bahwa manusia adalah makhluk individual sekaligus

sosial. Pada artinya, makhluk sosial adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa makhluk

hidup lain dan saling bergantung. Akhirnya, di akhir naskah, sang kakek yang

2

Page 3: Kajian Atas Naskah Drama

Kajian atas Naskah Drama “Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis

menyatakan curahan hatinya pada sang laki-laki, memutuskan untuk membunuh dirinya

sendiri dengan menggorokkan pisau cukur ke lehernya. Hal tersebut dilakukannya, sebab

merasa disindir oleh Ajo Sidi akibat dari ke-Islam-annya yang fanatik. Maka, pada akhir

naskah, Sang Penulis membuat penjelasan akhir via naskah bicara pimpinan pertas, yaitu

”ternyata kita tidak bisa lepas dari kenyataan.” (Durrotul Masturoh)

3