jurnal association new

18
Hubungan antara Atopi, Asma, Rhinokonjungtivitis Alergi, Dermatitis Atopik dan Infeksi Cacing Usus pada Anak-anak Kuba Meike Wo¨rdemann1, Raquel Junco Diaz2, Lenina Menocal Heredia2, Ana Maria Collado Madurga2, Aniran Ruiz Espinosa3, Raul Cordovi Prado3, Irai Atencio Millan3, Angel Escobedo4, Lazara Rojas Rivero3, Bruno Gryseels1, Mariano Bonet Gorbea2 and Katja Polman Ringkasan Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing usus di masa lalu dan saat ini dengan asma, rhinokonjungtivitis alergi, dermatitis atopik dan atopi. Metode. Penelitian cross-sectional terhadap 1320 anak usia 4- 14 tahun dari dua kota di Kuba. Infeksi cacing ditentukan dengan pemeriksaan tinja dan kuesioner kepada orangtua. Asma, rhinokonjungtivitis dan dermatitis atopik didiagnosis berdasarkan kuesioner Studi Internasional Asma dan Alergi Anak, pemeriksaan tambahan asma dengan spirometri, dan atopi dengan skin prick test. Hasil. Hasil kuesioner frekuensi asma sebanyak 21%, 14% untuk rhinokonjungtivitis alergi, dan 8% untuk dermatitis atopik. Hasil spirometri, 4% menderita asma, 20% memiliki hasil skin prick tes positif. Riwayat infeksi Enterobius vermicularis dikaitkan dengan meningkatnya risiko dermatitis atopik (OR 1.88, P = 0.001) dan rhinokonjungtivitis alergi (OR 1,34, P = 0,046), dan infeksi cacing tambang berkaitan dengan 1

Upload: baesama

Post on 24-Jun-2015

477 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Association New

Hubungan antara Atopi, Asma, Rhinokonjungtivitis Alergi,

Dermatitis Atopik dan Infeksi Cacing Usus pada Anak-anak Kuba

Meike Wo¨rdemann1, Raquel Junco Diaz2, Lenina Menocal Heredia2, Ana Maria Collado Madurga2, Aniran RuizEspinosa3, Raul Cordovi Prado3, Irai Atencio Millan3, Angel Escobedo4, Lazara Rojas Rivero3, Bruno Gryseels1,

Mariano Bonet Gorbea2 and Katja Polman

Ringkasan

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing usus di masa lalu dan saat ini

dengan asma, rhinokonjungtivitis alergi, dermatitis atopik dan atopi.

Metode. Penelitian cross-sectional terhadap 1320 anak usia 4-14 tahun dari dua kota di

Kuba.

Infeksi cacing ditentukan dengan pemeriksaan tinja dan kuesioner kepada orangtua. Asma,

rhinokonjungtivitis dan dermatitis atopik didiagnosis berdasarkan kuesioner Studi

Internasional Asma dan Alergi Anak, pemeriksaan tambahan asma dengan spirometri, dan

atopi dengan skin prick test.

Hasil. Hasil kuesioner frekuensi asma sebanyak 21%, 14% untuk rhinokonjungtivitis

alergi, dan 8% untuk dermatitis atopik. Hasil spirometri, 4% menderita asma, 20%

memiliki hasil skin prick tes positif. Riwayat infeksi Enterobius vermicularis dikaitkan

dengan meningkatnya risiko dermatitis atopik (OR 1.88, P = 0.001) dan rhinokonjungtivitis

alergi (OR 1,34, P = 0,046), dan infeksi cacing tambang berkaitan dengan peningkatan

risiko rhinokonjungtivitis alergi (OR 2,77, P = 0,021). Pemeriksaan feses yang positif

untuk infeksi Ascaris lumbricoides tidak berhubungan dengan dermatitis atopik (OR 0,22,

P = 0,007). Asma dan atopik yang tidak berkaitan dengan infeksi cacing.

Kesimpulan. Infeksi A. lumbricoides yang terjadi saat ini melindungi anak-anak Kuba dari

infeksi dermatitis atopik, sedangkan infeksi E. vermicularis dan cacing tambang di masa

lalu merupakan faktor risiko untuk terjadinya rhinokonjungtivitis alergi dan / atau

dermatitis atopik. Tampaknya, interaksi yang terjadi tergantung pada jenis cacing, penyakit

atopik dan waktu terjadinya infeksi cacing.

Kata kunci. rhinokonjungtivitis alergi, asma, dermatitis atopik, atopik, infeksi cacing

1

Page 2: Jurnal Association New

Pendahuluan

Pengamatan sebelumnya menunjukkan bahwa di negara berkembang penyakit atopik

sangat umum terjadi dan infeksi cacing relatif jarang, begitu pula sebaliknya, hal ini

menimbulkan spekulasi bahwa kedua fenomena ini memiliki hubungan timbal balik.

Hipotesis luas dari keadaan ini adalah paparan infeksi cacing pada anak usia dini dapat

mengurangi risiko terjadinya alergi di usia dewasa (hygiene hypotesis). Bagaimanapun

juga, hubungan antara penyakit atopik dan infeksi cacing masih belum jelas dan

kontroversial (Nyan et al. 2001; Sharghi et al. 2001; Palmer et al. 2002; Cooper et al. 2004;

Van den Biggelaar et al. 2004).

Kebanyakan penelitian terdahulu meneliti tentang hubungan infeksi cacing usus

dengan asma dan atopi, dan hanya sedikit yang diketahui tentang hubungannya dengan

gejala atopik lainnya seperti dermatitis atopik dan rhinokonjungtivitis alergi (Huang et al.

2002; Schäfer et al. 2005). Selain itu, mereka memfokuskan pada pemaparan infesi cacing

saat ini, sehingga untuk mengidentifikasi urutan kejadian antara dua fenomena. Dalam studi

ini, kami memeriksa hubungan infeksi cacing usus di masa lalu dan saat ini dengan asma,

dermatitis atopik, rhinokonjungtivitis alergi dan atopik di antara anak-anak sekolah di dua

kota di Kuba dimana sering terjadi infeksi cacing dan tingkat penyakit atopik dilaporkan

sangat tinggi (Masoli et al. 2004; Wördemann et al. 2006a). Kami juga menyelidiki

kontribusi faktor risiko umum lainnya yang ditemukan terkait dengan penyakit dan / atau

Atopik dalam buku acuan (Bufford & Gern 2005).

Metode

Kelompok Studi

Studi cross sectional dilakukan antara tahun 2003 dan 2004 di San Juan Martin, kota yang

terletak di Barat Kuba dan di Fomento, sebuah kotamadya di pusat pulau. Di San Juan

Martin semua anak (n = 398) dari lima SD, dan di Fomento semua anak (n = 922) dari 14

sekolah dasar termasuk dalam penelitian. Menggunakan Survey Select, SAS version 8.0

(SAS Institute Inc., Cary, NC, USA), sekolah dipilih secara acak setelah stratifikasi untuk

area kotamadya (San Juan y Martinez atau Fomento) dan daerah (Perkotaan atau pedesaan);

semua anak dari sekolah masing-masing disertakan. Kedua kotamadya merupakan daerah

2

Page 3: Jurnal Association New

pegunungan pedesaan yang dilaporkan endemik untuk kecacingan (Escobedo et al. 2007;

Wördemann et al. 2006b).

Surat persetujuan tertulis diperoleh dari orang tua setiap anak. Studi ini disetujui

oleh komite etis Institute of Tropical Medicine Belgia, Pedro Kouri Institut Kedokteran

Tropis (IPK) dan Institut Nasional untuk Kebersihan, Epidemiologi dan Mikrobiologi

(INHEM) di Havana, Kuba.

Desain Studi

Semua anak yang berpartisipasi dilakukan spirometri sebelum dan setelah latihan, skin

prick test dan pemeriksaan tinja. Selain itu, orang tua atau wali dari masing-masing anak

diwawancarai menggunakan versi diperpanjang dari kuesioner standar versi Spanyol dari

ISAAC (Asher et al. 1995). Definisi penyakit atopik menggunakan ketetapan ISAAC :

asma yang terjadi saat ini didefinisikan sebagai jawaban afirmatif pertanyaan kedua ISAAC

tentang asma tentang riwayat asma saat ini (The ISAAC Steering Committee 1998);

rhinokonjungtivitis alergi didiagnosis seperti yang didefinisikan oleh Strachan et al. (1997)

dan dermatitis atopik seperti yang didefinisikan oleh Williams et al. (1999) (jawaban

afirmatif untuk pertanyaan kedua dan ketiga pertanyaan dari Ishak atau kuesioner

dermatitis rhinitis). Pertanyaan tambahan diberikan untuk faktor-faktor yang mungkin

berhubungan dengan sensitisasi alergi atau penyakit atopik sesuai literatur (Bufford & Gern

2005): asupan antibiotik selama tahun pertama kehidupan, kepemilikan atau riwayat kontak

hewan peliharaan saat ini, gastroesophageal reflux (baik sering muntah, atau pyrosis, atau

napas berbau masam, atau biasa menolak makan pada masa bayi), merokok di rumah

tangga, riwayat keluarga atopik (atopik dari ayah, ibu atau saudara kandung), tempat

penitipan anak pra sekolah dan riwayat minum ASI saat bayi.

Atopik didefinisikan sebagai reaksi skin prick tes positif paling tidak terhadap salah

satu alergen yang diteskan. Skin prick tes dilakukan menggunakan ekstrak dari tujuh

alergen yang telah digunakan di seluruh dunia oleh ISAAC (Dermatophagoides

pteronyssinus , D. onyssinus, D. farinae, cat dander, mixed tree, mixed grass, farinae,

Alternaria alternata, dan kecoa) yang diproduksi oleh ALK, Nieuwegein, Belanda.

Histamin (10 mg / ml) digunakan sebagai kontrol positif dan larutan alergen encer sebagai

3

Page 4: Jurnal Association New

kontrol negatif. Larutan ekstrak dan kontrol ditempatkan di sisi volar lengan kiri

menggunakan Alk lancets yang berbeda. Respon kulit diukur setelah 15 menit, dengan

perbandingan dimensi terbesar (3 mm atau lebih besar) terhadap reaktivitas dari kontrol

larutan alergen encer sebagai reaksi positif.

Untuk menunjukkan hyperresponsiveness bronkial (BHR), dilakukan spirometri

sebelum dan 5 dan 10 menit setelah olahraga (lari selama 6 menit) sesuai pedoman ATS

(The American Thoracic Society, Medical Section of the American Lung Association

Masyarakat 1987; The American Thoracic Society 2000) pada semua anak (4-14 tahun)

menggunakan spirometer portabel (Spirobank, MIR, Roma, Italia). Jika di FEV1 awal lebih

rendah dari 70% dari nilai prediksi seperti yang didefinisikan oleh the European

Respiratory Society and Knudson et al. (1976), atau jika FEV1 turun lebih dari 15%, baik 5

atau 10 menit setelah latihan, spirometri dianggap abnormal. Dalam kasus seperti anak

menerima bronkodilator untuk membantu pemulihan, dan spirometri diulangi setelah 20

menit untuk memastikan bahwa semua anak mencapai nilai FEV1 awal lagi.

Satu sampel tinja segar diambil dari tiap anak, satu untuk dilakukan smear dan yang

kedua untuk dilakukan pemeriksaan Kato Katz 25 mg (Katz et al. 1972). (Katz et al). 1972.

Infeksi cacing yang sedang terjadi didefinisikan dengan keberadaan telur cacing (Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura, hookworm or Enterobius vermicularis) yang terdeteksi

oleh salah satu dari dua metode. Selanjutnya, riwayat infeksi cacing sebelumnya dicatat

untuk setiap sampel. Para orang tua ditanya apakah mereka anak pernah mengalami infeksi

parasit, dan jika ya, ditanyakan jenis parasitnya. Jika orang tua tidak tahu nama parasitnya,

maka diminta untuk menjelaskan penampilan parasitnya (misalnya lombrices pequenos

atau lombricillas untuk 'cacing putih kecil', yaitu E. vermicularis, atau blancos lombrices

Grandes untuk 'cacing putih besar", yaitu A. lumbricoides ). Tidak ada gambar yang

digunakan.

Perhitungan statistik menggunakan STATA versi Intercooler digunakan untuk

Windows. Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik. Analisis statistik disesuaikan

dengan desain sampling menggunakan sekolah sebagai unit sampling primer. Kedua kota

(San Juan y atau Fomento) dan jenis daerah (pedesaan/perkotaan), termasuk dalam

stratifikasi variabel. Faktor-faktor yang signifikan pada analisis univariat dilakukan analisis

4

Page 5: Jurnal Association New

regresi logistik bertahap disesuaikan dengan usia (linear), jenis kelamin, kota, daerah dan

pendapatan rumah tangga (≤ 250 peso atau > 250 peso).

Hasil

Sebanyak 1.320 anak digunakan sebagai sampel dari 19 sekolah. Rata-rata usia anak-anak

yang berpartisipasi 4-14 tahun (median 8 tahun); 679 anak laki-laki (51%) dan 641

perempuan (49%). Tingkat Respon terhadap kuesioner 100% dan 99-100% untuk tes lain

(1319/1320 untuk skin prick test, 1308/1320 untuk spirometri). Dari 1313 anak-anak yang

memberikan sampel feses, 83 (6%) positif untuk A. lumbricoides, 126 (10%) untuk T.

trichiura, 121 (9%) untuk cacing tambang, dan 36 (3%) untuk E. vermicularis ; 295 (22%)

anak-anak positif pada paling tidak salah satu dari cacing.

Perhitungan geometri jumlah telur cacing untuk anak-anak yang positif adalah 947,1 telur

per gram tinja (EPG) untuk A. lumbricoides, 133,6 EPG untuk T. trichiura dan 210,5 EPG

untuk cacing tambang; telur E. vermicularis tidak dihitung. Dari 1320 anak-anak yang

orang tuanya diwawancarai, 349 (26%) memiliki riwayat terinfeksi A. lumbricoides, 5

(<1%) untuk T.trichiura, 39 (3%) untuk cacing tambang dan 763 (58%) untuk E.

vermicularis. 279 (21%) dari anak-anak mengalami asma, 54 (4%) hasil spirometri

abnormal, 267 (20%) menunjukkan reaksi positif terhadap skin prick tes, 179 (14%)

menderita rhinokonjungtivitis alergi seperti yang didefinisikan oleh Strachan dan 110 (8%)

menderita dermatitis atopik seperti yang didefinisikan oleh Williams.

Setelah dilakukan penyesuaian untuk usia, jenis kelamin, kota, perkotaan/pedesaan,

latar belakang dan pendapatan, riwayat infeksi cacing tambang yang berkaitan dengan

peningkatan risiko rhinokonjungtivitis alergi, dan riwayat infeksi E. vermicularis

vermicularis dengan peningkatan risiko dermatitis atopik dan alergi rhinokonjungtivitis.

Hasil pemeriksaan positif terhadap A. lumbricoides berbanding terbalik dengan dermatitis

atopik. Trichuris trichiura tidak menyebabkan dampak yang signifikan pada salah satu

penyakit atopik, baik melalui kuesioner atau dengan pemeriksaan. Reaktivitas skin prick

tes, asma dan hasil spirometri tidak berhubungan secara bermakna dengan salah satu cacing

yang diperiksa setelah dilakukan multiple regression (Tabel 1and 2).

5

Page 6: Jurnal Association New

6

Page 7: Jurnal Association New

Diskusi

Meskipun telah terbukti bahwa infeksi cacing dan penyakit atopi saling berkaitan secara

terbalik (Scrivener et al. 2001; Cooper et al. 2004; Van den Biggelaar et al. 2004) tetapi

hubungan antara keduanya masih tidak jelas (Palmer et al. 2002). Penelitian sebelumnya

menunjukkan hal yang bertentangan yaitu baik helminthiases karena penyebab apapun

(Palmer et al. 2002), menghambat (Scrivener et al;. 2001 Cooper et al. 2004; Van den

Biggelaar et al. 2004) atau tidak terkait dengan penyakit atopik (Sharghi et al;. 2001 Davey

et al. 2005; Cooper et al. 2006); atau bahwa penyakit atopik melindungi dari infeksi cacing

(Nyan et al. 2001). Penelitian kami menegaskan adanya hubungan yang berbeda antara

infeksi cacing dan penyakit atopik, gejala yang tampak tergantung pada jenis infeksi cacing

dan penyakit atopik. Selain itu, waktu infeksi cacing tampaknya ikut berperan seperti yang

ditunjukkan hasil kuesioner dibandingkan hasil pemeriksaan tinja. Sayangnya, data

sebelum pemeriksaan tinja tidak tersedia, jadi kami harus mengandalkan kuesioner untuk

memperoleh informasi tentang riwayat infeksi cacing pada anak-anak seperti yang telah

7

Page 8: Jurnal Association New

dilakukan oleh peneliti lain (Palmer et al. 2002; Schäfer et al. 2005). Namun kami

menyadari keterbatasan pendekatan ini. Metode ini kurang spesifik dan tidak peka, dengan

risiko hanya mengukur gejala yang tampak jelas dan pengaruh infeksi cacing berat. Desain

penelitian cross-sectional dan informasi yang potensial dan bias ingatan pasien pada saat

mengisi kuesioner menyebabkan tidak dapat membuat hubungan temporal yang kuat. Studi

longitudinal merupakan pendekatan yang lebih valid untuk memeriksa sebab-akibat yang

berhubungan antara infeksi cacing dan penyakit atopi. Namun demikian, kita berpikir

bahwa data yang kami lakukan memberikan indikasi pentingnya waktu investasi cacing

dalam hubungan ini. Secara umum, hasil cross sectional memiliki nilai penting dalam

desain longitudinal yang baru.

Kami menemukan adanya hubungan negatif antara infeksi A. lumbricoides yang

terjadi saat ini dengan dermatitis atopik, hal ini menunjukkan bahwa A. lumbricoides dapat

melindungi terhadap dermatitis atopik. Namun, hubungan terbalik tidak dapat

dikesampingkan, terutama sejak riwayat infeksi A. lumbricoides did lumbricoides tidak

mempunyai efek pada dermatitis atopik. Hubungan terbalik antara infeksi cacing dengan

dermatitis atopik telah dilaporkan oleh Schafer et al. (2005), peneliti ini menggunakan data

kuesioner tentang riwayat dermatitis atopik dan investasi cacing sebagai pertanyaan

tambahan pada pertanyaan onset kejadian. Mempertimbangkan urutan terjadinya dermatitis

atopik dan waktu investasi cacing, mereka menemukan bahwa investasi cacing sebelumnya

berhubungan negatif dengan dermatitis atopik dan riwayat dermatitis atopik sebelumnya

juga berhubungan negatif dengan investasi cacing saat ini.

Data mengenai hubungan antara parasit usus dan dermatitis atopik dan

rhinokonjungtivitis alergi sulit untuk ditemukan (Huang et al. 2002; Schäfer et al. 2005).

Kami menemukan riwayat infeksi E. vermicularis berhubungan dengan peningkatan risiko

rhinokonjungtivitis alergi dan dermatitis atopik, pernyataan yang terakhir berbeda dengan

Schafer et al., yang melaporkan adanya hubungan negatif antara riwayat investasi E.

vermicularis sebelumnya dan dermatitis atopik di anak-anak sekolah di Jerman Timur.

Kami tidak menemukan hubungan apapun antara riwayat infeksi E. vermicularis

saat ini dengan dermatitis atopik atau rhinokonjungtivitis alergi. Huang et al. (2002)

memiliki hasil yang sama untuk dermatitis atopik, tetapi dilaporkan hubungan yang negatif

8

Page 9: Jurnal Association New

dengan rhinitis alergi dan asma. But in Huang's study current Tapi pada penelitian Huang,

infeksi E. vermicularis saat ini didasarkan pada pemeriksaan pita. Kami hanya

menggunakan pemeriksaan tinja, yang kurang sensitif (Tsibouris et al banyak. 2005)

sehingga dengan demikian dapat menjelaskan kurangnya pengaruh infeksi E. vermicularis

vermicularis saat ini pada penyakit atopik dalam populasi penelitian kami.

Dalam populasi penduduk Kuba yang kami teliti, riwayat infeksi cacing tambang

berkaitan dengan peningkatan risiko rhinokonjunktivitis alergi. Sepanjang pengetahuan

kami, kami adalah yang pertama yang menemukan hubungan antara infeksi cacing tambang

dan rhinokonjungtivitis alergi. Trichuris trichiura ini tidak terkait dengan penyakit atopik.

Hasil ini sejalan dengan hasil Dagoye et al. (2003) yang menemukan T. trichiura tidak

berhubungan dengan kejadian asma, berbeda dengan cacing lain. Terutama cacing yang

memiliki fase sistemik dalam siklus hidup mereka dapat mempengaruhi penyakit atopik

(Scrivener et al. 2001; Dagoye et al. 2003).

Asma pada anak-anak Kuba ini tidak terkait dengan helmintiasis, baik didefinisikan

sebagai asma saat ini atau dari hasil spirometri yang abnormal.

spirometry. Persentase anak-anak dengan bronkial hyperresponsiveness yangditemukan

dengan spirometri (4%) berbeda jauh dengan mereka yang dilaporkan sedang menderita

asma saat ini oleh orang tuanya (21%), sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya

(Wördemann et al. 2006a). Kedua metode memiliki keterbatasan dan kegunaan mereka

untuk mendiagnosis asma, baik secara terpisah atau bersama-sama, masih diperdebatkan

(Demissie et al. 1998; Remes et al. 2002; Gruchalla et al. 2003). Reaktivitas skin prick test

juga tidak terpengaruh oleh cacing, hal ini sesuai dengan penelitian Palmer et al. (2002) dan

Cooper et al. (2006). Reaktivitas skin prick tes dalam kaitannya dengan infeksi cacing

mungkin tergantung pada intensitas dan kronisitas dari infeksi cacing, seperti infeksi cacing

yang kronis dan berat dapat melindungi dari atopi (Lau & Matricardi 2006). Jadi kurangnya

efek infeksi cacing terhadap uji tusukan kulit dalam penelitian kami dan Palmer et al.

(2002) dan Cooper et al. (2006) mungkin karena rendahnya intensitas dan prevalensi yang

terinfeksi saat di skin pricktest dibandingkan hasil penelitian lain yang menyatakan

hubungan terbalik antara infeksi cacing dengan penyakit atopik (Cooper et al. 2003; Van

den Biggelaar et al. 2004).

9

Page 10: Jurnal Association New

Kami juga memeriksa efek dari faktor risiko umum lainnya untuk penyakit atopik

dan/atau atopik (Bufford & Gern 2005). Pemakaian antibiotik selama tahun pertama

kehidupan secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya asma,

dermatitis atopik dan rhinokonjungtivitis alergi dalam populasi penelitian kami. Interferensi

dari konsumsi antibiotik dengan flora usus dan dampak selanjutnya terhadap perkembangan

penyakit atopik atopik telah diusulkan sebelum (Hart et al. 2002). Namun hubungan antara

asupan antibiotik dan penyakit atopik juga bisa terbalik, yaitu meningkatnya asupan

antibiotik karena gejala alergi keliru didiagnosis sebagai infeksi bakteri atau karena infeksi

saluran pernapasan yang membutuhkan perawatan antibiotik pada anak dengan asma,

seperti yang disarankan oleh Bufford dan Gern (2005). Gejala refluks dikaitkan dengan

rhinokonjungtivitis alergi dan asma saat ini. Penelitian terakhir telah ditemukan oleh

Nordenstedt dan et al. (2006) di Norwegia juga tampaknya karena reaktivitas bronkial yang

meningkat dan mikroaspirasi pada pasien dengan refluks.

Riwayat kontak dengan binatang berhubungan negatif yang dengan dermatitis

atopik. In literature animal contact is generally Pada literatur, riwayat kontak dengan

binatang secara umum digambarkan memiliki efek perlindungan terhadap penyakit atopik

(Bufford & Gern 2005). Faktor risiko lainnya, seperti minum ASI, saudara kandung,

keadaan tempat penitipan anak, merokok di rumah tangga, kepemilikan hewan peliharaan

atau kontak selama tahun pertama kehidupan tidak memberikan dampak yang signifikan

terhadap penyakit atopik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hubungan antara faktor

resiko yang disebutkan di atas dan penyakit atopik sering tidak konsisten (Bufford & Gern

2005).

Simpulan

Infeksi A.lumbricoides saat ini melindungi anak-anak Kuba terhadap dermatitis atopik,

sementara riwayat infeksi E. vermicularis dan cacing tambang sebelumnya merupakan

faktor risiko untuk rhinokonjungtivitis dan / atau dermatitis atopik.

Sepertinya, perbedaan interaksi tergantung pada jenis cacing dan penyakit atopik dan waktu

investasi cacing.

10

Page 11: Jurnal Association New

Referensi

1. Asher MI, Keil U, Anderson HR et al. (1995) International study of asthma and

allergies in childhood (ISAAC): rationale and methods. European Respiratory Journal

8, 483–491.

2. Bufford JD & Gern JE (2005) The hygiene hypothesis revisited. Immunology and

Allergy Clinics of North America 25, 247–262.

3. Cooper PJ, Chico ME, Rodrigues LC et al. (2003) Reduced risk of atopy among

school-age children infected with geohelminth parasites in a rural area of the tropics.

Journal of Allergy and Clinical Immunology 111, 995–1000.

4. Cooper PJ, Chico ME, Rodrigues LC et al. (2004) Risk factors for atopy among school

children in a rural area of Latin America. Clinical and Experimental Allergy 34, 845–

852.

5. Cooper PJ, Chico ME, Vaca MG et al. (2006) Effect of albendazole treatments on the

prevalence of atopy in children living in communities endemic for geohelminth

parasites: a clusterrandomised trial. Lancet 367, 1598–1603.

6. Dagoye D, Bekele Z, Woldemichael K et al. (2003) Wheezing, allergy and parasite

infection in children in urban and rural Ethiopia. American Journal of Respiratory and

Critical Care Medicine 167, 1369–1373.

7. Davey G, Venn A, Belete H, Berhane Y & Britton J (2005) Wheeze, allergic

sensitization and geohelminth infection in Butajira, Ethiopia. Clinical and

Experimental Allergy 35, 301–307.

8. Demissie K, White N, Joseph L & Ernst P (1998) Bayesian estimation of asthma

prevalence, and comparison ofexercise and questionnaire diagnostics in the absence of

a gold standard.

9. Annals of Epidemiology 8, 201–208. Escobedo AA, Can˜ ete R & Nu´n˜ ez FA (2007)

Intestinal protozoan and helminth infections in the Municipality San Juan y Martınez,

Pinar del Rı´o, Cuba. Tropical Doctor 37, 236–238.

11