jihad pada masa nabi dan sahabat -...

25

Upload: hahuong

Post on 22-Aug-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal
Page 2: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal
Page 3: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

23

JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT

Azkia Muharom Albantani

Mukadimah

Islam agama mulia yang damai dan mendamaikan.

Kemuliaan lslam disebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan

semangat cinta dan kasih sayang kepada sesama. Akhir-akhir ini

kata-kata jihad sering diperbincangkan di berbagai kalangan. Jihad

merupakan bagian dari ajaran Islam yang sering kali disalah-artikan

oleh orang-orang di luar Islam bahkan di dalam agama Islam

sendiri. Jihad dalam Islam pada intinya adalah menegakan

kebenaran dan mencegah kemungkaran. Banyak pihak di luar Islam

yang memberi label kepada Islam sebagai ‘agama teror’ karena

menganggap jihad merupakan pembenaran dari tuhannya dalam

berbuat kerusakan. Bahkan dari muslim sendiri juga muncul

kelompok-kelompok internal menjadikan jihad sebagai alasan

untuk bertindak ekstrim.

Makna jihad sendiri secara harfiah berasal dari bahasa Arab

yang berarti tenaga, usaha, atau kekuatan. Al-Asymawi

berpendapat bahwa jihad adalah upaya sungguh-sungguh untuk

mencapai tujuan dengan mengerahkan segala kemampuan, serta

bersabar dalam keletihan ketika menjalankan satu perbuatan atau

merealisasikan suatu misi. Sedangkan menurut Ibnu Mandzur

dikatakan bahwa yang dimaksud jihad ialah memerangi musuh

Page 4: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|24

dengan mencurahkan segala kemampuan dan tenaga baik berupa

kata-kata, perbuatan, atau segala sesuatu yang disanggupi.

Jihad merupakan perkara mulia yang disyariatkan oleh Allah

dan dapat terwujud dalam berbagai bentuk perbuatan. Oleh karena

itu jihad memiliki pengertian yang sangat luas, jihad mempunyai

substansi yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi serta

perkembangan zaman yang terjadi.

Jihad Masa Nabi

Jihad ‘perang’ yang terjadi pada masa Rasulullah Muhammad

Saw adalah peperangan untuk mempertahankan hak kehidupan

masyarakat muslim yang diserang lebih dahulu. Selain itu perang

juga dilakukan untuk membela kaum yang lemah.

Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal keamanan

dunia sudah diatur oleh PBB sehingga tidak mungkin lagi terjadi

penyerangan terhadap umat muslim seperti pada masa dahulu.

Hal yang perlu ditunjukkan umat Islam adalah

mempertahankan esksistensi diri umat Islam, namun bukan untuk

menyerang kaum non-muslim. Tentang jihad, banyak ayat yang

membicarakan dalam perspektif hukum Islam. Salah satunya pada

Al-Quran surat At-Taubah ayat 9.

Sayangnya, beberapa penafsir melakukan hal yang mereka

anggap sebagai aksi jihad melihat ayat ini hanya secara sepotong-

sepotong. Padahal dalam menafsirkan suatu ayat, seseorang harus

paham tata aturan bahasa Arab dan aturan penafsiran lainnya. Itu

tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang.

Suatu hukum harus menyesuaikan waktu (masa) dan tempat.

Aturan tentang perang juga perlu mengaitkan dengan disiplin ilmu

lainnya. Aturan hukum tentang perang menjadi hal yang penting

dalam hubungan umat Islam baik dengan sesama umat Islam, umat

Page 5: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

25|

Islam dan non-Muslim, umat Islam dalam suatu negara, dan antar-

negara.

Rasulullah Saw telah memperingatkan akan bermunculan

orang-orang yang pandai membaca Al-Qur’an namun tidak

melewati kerongkongannya (tidak mempengaruhi hatinya) yakni

orang-orang setelah membaca Al-Qur’an namun berakhlak buruk

seperti sombong, merendahkan, mencela, membenci, menyerang,

memerangi bahkan membunuh kaum muslim lainnya yang dituduh

musyrik atau dituduh berhukum dengan selain hukum Allah atau

dituduh telah halal darahnya.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku di atas

kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang

menyelewengkan (menyempal), maka ia menyeleweng (menyempal)

ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).

Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami Al-Qur’an

dan hadis bersandarkan muthala’ah (menelaah kitab) secara

otodidak (shahafi) dengan akal pikiran sendiri, bermazhab

dzahiriyyah yakni berpendapat, berfatwa, beraqidah (beri’tiqad)

selalu berpegang pada nash secara dzahir (makna dzahir).

Rasulullah Saw bersabda:

“Barangsiapa menguraikan Al-Qur’an dengan akal pikirannya

sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat

kesalahan”. (HR. Ahmad)

Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan tentang ini:

“Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa

memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam

majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para

ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya

shahafi atau otodidak, bukan orang alim. Para ulama menilai orang

semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang

Page 6: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|26

diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang

mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari

para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran”.

Jihad Masa Sahabat

Pada masa Rasulullah Saw, mayoritas orang yang pertama-

tama masuk Islam adalah pemuda. Secara sosio-kultural, fenomena

ini berkaitan dengan karakter agama Islam yang revolusioner.

Layaknya setiap gagasan besar, ia selalu disambut oleh kaum muda,

bukan kaum muda tua yang sudah mapan dengan tradisi.

Pemuda memiliki energi dan semangat untuk menyambut

gagasan-gagasan baru. Maka, tidak aneh apabila kaum muda yang

pertama-tama meyakini Islam dan menjadi ujung tombak gerakan

dakwah di Mekah.

Islam memandang pemuda bukan sebagai makhluk setengah

dewasa yang labil atau gemar membuang waktu, sebaliknya Islam

menaruh harapan besar kepada para pemuda untuk menjadi

pelopor.

Rasulullah memetakan potensi tiap-tiap sahabat dengan

cermat. Al-Qur’an surat At Taubah ayat 122 menyebutkan, tidak

sepatutnya mukminin terjun semua ke medan perang. Harus ada

sebagian dari mereka yang tinggal untuk memperdalam ilmu

pengetahuan keagamaan dan memberi peringatan pada kaumnya.

Itulah yang dilakukan Rasulullah. Sahabat yang memiliki

kapasitas memimpin dan bersiasat ditunjuk menjadi panglima

perang, sedangkan sahabat yang memiliki minat mendalami ilmu

diberi tempat di masjid.

Dalam bidang kemiliteran, tercatat nama Sa’ad bin Abi

Waqqash yang masuk Islam ketika berumur 17 tahun. Sa’ad adalah

orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Ia

Page 7: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

27|

ditunjuk menjadi panglima kaum muslim di Irak dalam perang

melawan Persia pada masa amirul mukminin Umar bin Khattab.

Pemuda lainnya, Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun

dipercaya Rasulullah Saw untuk memimpin pasukan yang di

dalamnya ada sahabat-sahabat ternama, seperti Abu Bakar dan

Umar bin Khattab. Pasukannya berhasil dengan gemilang

mengalahkan tentara Romawi.

Atab bin Usaid diangkat menjadi gubernur Mekah pada usia

18 tahun. Dua ksatria yang membunuh Abu Jahal dalam perang

Badar, Mu’adz bin Amr bin Jamuh dan Mu’awwidz bin ‘Afra, juga

masih berusia belasan tahun.

Di bidang keilmuan, ada Zaid bin Tsabit, pemuda Anshar yang

masuk Islam pada usia sebelas tahun. Pada masa Perang Badar dan

Uhud, dengan semangatnya Zaid pernah memohon diizinkan

berperang, namun ditolak oleh Rasulullah karena masih terlalu

kecil. Ia baru dizinkan berperang pada masa Perang Khandaq tahun

5 Hijriyah.

Kecerdasan Zaid membuat pemuda ini dipercaya menjadi

penulis wahyu oleh Rasulullah. Ia mampu menguasai berbagai

bahasa dalam tempo singkat. Pada masa kodifikasi Al-Qur’an ,

Khalifah Abu Bakar pertama kali menunjuk Zaid untuk

menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an .

Ada pula Abdullah bin Mas’ud, salah satu assabiqunal awwalun

yang dikaruniai kepandaian dalam membaca Al-Qur’an . Dengan

berani, berulang kali Ibnu Mas’ud membacakan ayat-ayat Al-

Qur’an di hadapan pemuka Quraisy yang tengah berkumpul di

Ka’bah.

Kaum Quraisy langsung berang dan menghajarnya, namun

tidak membuat Ibnu Mas’ud surut. Dia merupakan satu dari empat

orang yang kepadanya umat diwasiatkan untuk mempelajari Al-

Qur’an .

Page 8: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|28

Mu’adz bin Jabal juga masih berusia muda saat memeluk Islam

di tangan Mus’ab bin Umair. Rasulullah memujinya sebagai orang

yang paling mengetahui tentang halal dan haram. Anas bin Malik

juga masih berusia 10 tahun saat menjadi pelayan Rasululah. Ia

termasuk salah satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dari

Rasululah.

Kemudian sepupu Rasulullah, Ibnu Abbas, masih berusia

sangat muda saat menjadi rujukan para sahabat dalam memahami

Al-Qur’an . Ibnu Abbas mendapat pendidikan langsung dari

Rasulullah.

Oleh Umar bin Khattab, Ibnu Abbas sejak awal telah diikutkan

dalam musyawarah para pembesar Madinah. Ketika para sahabat

senior protes dan bertanya mengapa anak kecil itu diikutkan, Umar

menunjukkan bahwa kapasitas keilmuan Ibnu Abbas memang

pantas ada di sana.

Duta pertama yang dikirim Rasulullah juga berasal dari

golongan pemuda yaitu Mus’ab bin Umair, seorang pemuda kaya,

rupawan, dan terpandang di Mekah. Ia rela meninggalkan keluarga,

kemewahan, dan kehormatan di tengah kaumnya demi Islam.

Mus’ab adalah duta pertama dalam sejarah Islam. Ia diminta

Rasulullah mengajar Al-Qur’an kepada penduduk Madinah. Ketika

itu, diantara sahabat Rasulullah sebenarnya masih ada beberapa

sahabat yang lebih tua dan lebih berkedudukan, tetapi Rasulullah

punya pertimbangan sendiri mengutus Mus’ab.

“Mus’ab menyadari bahwa dirinya hendak menangani

persoalan yang paling besar saat itu. Ia bertanggung jawab

dalam menentukan masa depan Islam di Madinah yang tak

lama kemudian menjadi Darul Hijrah, titik pusat dakwah dan

para dai,” tulis Khalid Muhammad Khalid.

Selain itu, Rasulullah Saw telah melarang untuk memerangi

atau membunuh orang yang baru saja mengucapkan la ilaha illallah.

Page 9: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

29|

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah

menceritakan kepada kami Laits. (dalam riwayat lain disebutkan)

Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh dan

lafazh tersebut saling berdekatan kemiripannya. Telah mengabarkan

kepada kami Laits dari Ibnu Syihab dari Atha’ bin Yazid al-Laitsi dari

Ubaidullah bin Adi bin al-Khiyar dari al-Miqdad bin al-Aswad

bahwa dia mengabarkan kepadanya, bahwa dia berkata, Wahai

Rasulullah, apa pendapatmu seandainya aku berjumpa dengan

seorang lelaki dari golongan orang-orang kafir, lalu mereka

menyerangku dan memotong salah satu dari tanganku dengan

pedangnya. Kemudian dia lari dariku dan berlindung di balik

sepohon kayu’, lalu orang yang melakukan itu berkata: “Aku

menyerahkan diri karena Allah. Wahai Rasulullah, apakah aku boleh

membunuhnya setelah dia mengucapkan ungkapan itu (tauhid)?”

Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu membunuhnya”. Miqdad

membantah: “Wahai Rasulullah! Lelaki itu telah memotong

tanganku, dan setelah memotongnya ia (sengaja) mengucapkannya.

Apakah aku boleh membunuhnya?”. Rasulullah Saw menjawab:

“Janganlah kamu membunuhnya, seandainya kamu membunuh

lelaki itu, maka sungguh dia seperti kamu sebelum kamu

membunuhnya, sedangkan kamu berkedudukan sepertinya sebelum

dia mengucapkan perkataan tersebut (maksudnya kafir)”. (HR

Muslim)

“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah

menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar. (dalam riwayat

lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib

dan Ishaq bin Ibrahim dari Abu Mu’awiyah keduanya dari al-A’masy

dari Abu Dlibyan dari Usamah bin Zaid dan ini Hadis Ibnu Abu

Syaibah, dia berkata, Rasulullah SAW mengutuskan kami dalam

suatu pasukan. Suatu pagi kami sampai di al-Huruqat, yakni suatu

tempat di daerah Juhainah. Kemudian aku berjumpa seorang lelaki,

lelaki tersebut lalu mengucakan La Ilaha Illallahu (Tidak ada tuhan

Page 10: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|30

yang berhak disembah selain Allah), namun aku tetap menikamnya.

Lalu aku merasa ada ganjalan dalam diriku karena hal tersebut,

sehingga kejadian tersebut aku ceritakan kepada Rasulullah.

Rasulullah lalu bertanya: “Kenapa kamu membunuh orang yang

telah mengucapkan La Ilaha Illaahu?” Aku menjawab: “Wahai

Rasulullah! Sesungguhnya lelaki itu mengucap demikian karena

takutkan ayunan pedang”. Rasulullah bertanya lagi: “Sudahkah

kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar

mengucapkan kalimah syahadat atau tidak?”. Rasulullah terus

mengulangi pertanyaan itu kepadaku hingga menyebabkan aku

berandai-andai bahwa aku baru masuk Islam saat itu. Usamah

menceritakan lagi, Sa’d telah berkata: “Demi Allah, aku tidak akan

membunuh seorang muslim, hingga dia telah dibunuh oleh orang

yang mempunyai perut yang kecil, yaitu Usamah”. Usamah berkata

lagi: “Seorang lelaki telah bertanya, Tidakkah Allah telah berfirman,

‘(Dan perangilah mereka, sehingga tiada lagi fitnah, dan jadikanlah

agama itu semata-mata karena Allah) (QS Al-Anfal: 38)”. Maka Sa’d

menjawab: “Sesungguhnya kami memerangi mereka supaya tidak

berlaku fitnah, tetapi kamu dan para Sahabat kamu memerangi

mereka, untuk menimbulkan fitnah”. (HR Muslim)

Lalu bagaimana nasib mereka di akhirat kelak bagi mereka

yang merasa berjihad di jalan Allah memerangi dan bahkan

membunuh orang-orang yang mengucapkan la ilaha illallah,

mendirikan salat lima waktu, menjalankan puasa di bulan

Ramadhan, membayar zakat dan telah menunaikan ibadah haji?

Rasulullah Saw bertanya lagi: “Apakah kamu yang telah

membunuhnya?“. Dia menjawabnya: “Ya”. Beliau bertanya lagi: “Lalu

apa yang hendak kamu perbuat dengan kalimat ‘tidak ada tuhan (yang

berhak disembah) kecuali Allah? jika di hari kiamat kelak ia datang (untuk

minta pertanggung jawaban) pada hari kiamat nanti?” (HR Muslim)

Dari Ummu Salamah RA berkata, telah bersabda Rasulullah Saw:

“akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya

dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya

Page 11: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

31|

maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha

dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa).” Maka para sahabat

berkata : “Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?”

Beliau menjawab: “Jangan, selama mereka menegakan salat bersama

kalian.” (HR. Muslim)

Jihad Masa Kini

Berbicara masalah jihad pada zaman sekarang, kita bisa

kedepankan ayat al-quran surat Al-Furqan ayat 52:

“Maka janganlah engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah

terhadap mereka dengannya (Al-Qur’an ) dengan (semangat)

perjuangan yang besar”.

Pada ayat ini terdapat kata Jihad. Jihad dalam ayat ini tidak

bisa diartikan dengan berperang karena ayat ini termasuk dalam

kelompok ayat makiyyah, yang mana Nabi belum diperintahkan

berperang. Baru pada permulaan hijrah nabi diizinkan berperang.

Melalui ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk

menyampaikan risalahnya dengan sungguh-sungguh,

melaksanakan jihad dan perjuangan dengan penuh kebijaksanaan,

kesabaran, ketabahan, dan tidak takut atau gentar terhadap musuh.

Jihad di sini lebih ditekankan pada kesungguhan

melaksanakan dakwah, pendidikan, maupun usaha-usaha

pengembangan sosial. Jihad dalam ayat ini disebut dengan jihad

besar diantaranya adalah karena untuk melakukan jihad ini tidak

bisa diri kita tercampur sikap lemah, karena berjihad melawan

orang jahil dengan argumen jauh lebih berat daripada jihad

melawan musuh dengan pedang.

Ayat ini menjadi bukti bahwa jihad tidak selalu berkaitan

dengan mengangkat senjata. Tuntutan pada ayat ini sangat relevan

sekali untuk dewasa ini karena pada masa sekarang senjata yang

paling ampuh dan sangat kuat untuk meraih kemenangan adalah

Page 12: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|32

dengan pengetahuan atau informasi. Berbagai macam tuduhan dan

kesalah-pahaman terhadap Islam pada masa kini harus dibendung

melalui informasi yang benar serta keteladanan yang baik. Untuk

menghadapi lawan-lawan yang bermaksud memutar balikkan fakta

atau yang tidak memiliki pengetahuan tentu lebih berat dari

pertempuran dengan senjata.

Jihad yang ada pada masa sekarang hanyalah jihad melawan

hawa nafsu untuk dapat menjalankan syariat Islam, yakni

bersemangat menjalankan perintah_Nya dan menjauhi larangan_

Nya.

Allah berfirman:

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil

terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan

tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al-Mumtahanah/60:

8)

Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang mujahid adalah orang yang mengendalikan hawa nafsunya

untuk mentaati Allah”. Syaikh Ibnu Athaillah mengingatkan

“Janganlah kamu merasa bahwa tanpamu Syariat Islam tak kan

tegak. Syariat Islam telah tegak bahkan sebelum kamu ada. Syariat

Islam tak membutuhkanmu, kaulah yg butuh pada Syariat Islam”.

Tidak boleh ada fatwa jihad untuk membunuh muslim lainnya

walaupun mereka berbeda pemahaman.

Diriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw

bersabda: “Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga

kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian

saling mencintai.” (HR Muslim)

Rasulullah SAW bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang

mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi

bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang

Page 13: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

33|

sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut

merasakan sakitnya).” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW bersabda, “mencela seorang muslim adalah

kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).

Orang yang fasik adalah orang yang secara sadar melanggar

larangan Rasulullah atau larangan agama sebagaimana firman-Nya

yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah

sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang

diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya

dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang

yang rugi.” (QS Al-Baqarah/2: 27)

Bagi orang-orang yang fasik, tempat mereka adalah neraka

jahannam. Allah berfirman yang artinya, “Dan adapun orang-orang

yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam”. (QS

Sajdah/32:20)

Imam al-Nawawi mencantumkan hadis keutamaan jihad

sebanyak 67 hadis dalam kitabnya Riyâdh al-Shâlihîn. Diantaranya

diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, bahwa suatu ketika Rasulullah

Saw ditanya oleh seseorang: “Wahai Rasulallah, perbuatan apa yang

paling mulia?”. Kemudian Nabi menjawab: “Percaya kepada Allah

dan Rasul-Nya.” Sahabat itu bertanya lagi “Kemudian apa?” Nabi

menjawab “Jihad di jalan Allah.” Lantas bertanya lagi “Kemudian

apa?” Nabi menjawab “Haji mabrur.”

Senada dengan Hadis di atas, Ibnu Mas’ud RA bertanya

kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulallah, amal apa yang paling

dicintai Allah?”. Nabi bersabda: “Salat tepat waktu”. “Kemudian

apa?” tanya Ibnu Mas’ud selanjutnya. “Berbakti kepada kedua

orang tua.” “Kemudian apa?”. “Jihad di jalan Allah,” jawab nabi

mengakhiri.

Dari kedua hadis di atas dapat diketahui bahwa jihad adalah

memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam konteks amal yang

Page 14: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|34

mulia (al-a’mâl al-afdhâl) jihad menempati urutan kedua setelah

iman. Sedangkan dalam konteks amal yang dicintai Allah (ahabb al-

a’mâl) jihad menempati urutan ketiga setelah salat tepat waktu dan

berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan dalam sebuah hadis yang

diriwayatkan oleh sahabat Abi Yahya bahwa Nabi bersabda

“Barang siapa yang menyumbangkan dananya untuk jalan Allah

maka akan ditulis baginya pahala sebanyak 700 kali lipat.”

Penutup

Jihad di zaman Rasulullah SAW adalah bentuk amalan yang

tertinggi. Jihad berfungsi mempertahankan eksitensi Islam yang

saat itu baru mekar. Perlawanan kaum yang tidak menyukai

kehadiran Islam juga dilakukan dengan fisik. Rasulullah pun

menyeru para sahabatnya untuk menegakan jihad.

Pelajaran dari kisah-kisah di atas, yaitu: kuatnya keimanan dan

kepercayaan para sahabat terhadap janji-janji Allah ta’ala; sangat

cintanya mereka untuk mati syahid; besarnya keberanian mereka

dalam jihad; dan bersegeranya mereka menuju kebaikan tanpa

mengulur-ulur waktu walaupun itu hanya untuk memakan

beberapa butir kurma.

Page 15: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

35

JIHAD PADA MASA DAULAH ‘ABBASIYAH DI BAGHDAD

Asep Usman Ismail

Mukadimah

Rasulullah Saw di Madinah (622-632 M/1-11 H) bukan hanya

seorang Nabi dan Rasul, tetapi juga kepala negara dan

pemerintahan. Ketika Rasulullah Saw wafat, tidak ada yang

menggantikan beliau sebagai Nabi dan Rasul, karena beliau Nabi

dan Rasul terakhir. Nabi Muhammad Saw, menurut Al-Qur`an,

adalah khatam al-nabiyyîn, penutup nabi-nabi. (QS Al-Ahzab/33: 40)

Bagaimana kedudukan beliau sebagai kepala negara dan

pemerintahan?. Khalifah adalah pengganti Rasulullah Saw sebagai

kepala negara dan pemerintahan. Secara bahasa khalîfah berarti yang

datang belakangan atau yang kemudian, sehingga khalîfah berarti

yang menggantikan. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Khalîfatur

Rasulillah Saw yang berarti orang yang menggantikan Rasulullah

Saw dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara dan

pemerintahan. Keempat orang khalifah setelah Rasulullah Saw

yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan

dan Ali bin Abi Thalib disebut Khulafâ` al-Râsyidûn, para pengganti

Rasulullah Saw yang terbimbing. Mereka menjadi kepala Negara

dan kepala pemerintahan selama kurang lebih tiga puluh tahun

(632-661M./11-40 H); kemudian diteruskan oleh Daulah Bani

Umayah di Damaskus (661-750 M/40-132 H) dan Daulah Abbasiyah

di Baghdad (750 M-1258 M./132-656 H).

Jihad merupakan ruh ajaran Islam yang telah dilakukan oleh

Rasulullah Saw bersama para sahabat Muhajirin dan Anshar,

Page 16: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|36

kemudian diteruskan oleh Khulafâ` al-Râsyidûn, Abu Bakar Ash-

Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib;

kemudian diteruskan oleh para Khalifah Bani Umayah dan para

Khalifah Bani Abbas. Mereka melanjutkan jihâd fi sabîillâh, baik

dalam arti perang pada jalan Allah maupun jihâd fi sabîillâh dalam

pengertian melakukan gerakan da’wah dan pendidikan sehingga

Islam pada masa Bani Abbas telah mencapai puncak kemajuan

dalam pengembangan sains, teknologi, kedokteran, sastra dan

kebudayaan. Jihad yang mereka lakukan telah mengantarkan Islam

dan umat Islam menjadi agama yang ya’lû wa lâ yu’lâ alayhi (agama

yang unggul dan tidak ada yang mengunggulinya) dalam

perkembangan peradaban, sains dan teknologi.

Jihad pada masa Daulah Abbasiyah secara singkat dapat

dipaparkan sebagai berikut:

Pertama, jihad dalam arti perang melawan kekuatan kafir yang

ingin memadamkan cahaya Allah dan syi’ar Islam yang

menyebabkan Islam dan kaum Muslimin harum. Kedua, jihad

dalam arti perang dalam menumpas gerakan bughat, yaitu gerakan

oposisi yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat. Ketiga,

jihad dalam arti perang dalam menumpas aliran sesat yang

mengangkat senjata dan/atau melakukan tindakan subversive yang

mengancam kedaulatan negara. Keempat, jihad dalam arti

mengerahkan segala kemampuan para ulama untuk menjelaskan

Islam yang lurus guna menangkal paham bathil dan aliran yang

sesat dan menyesatkan umat.

Kelima, jihad dalam arti mengerahkan kemampuan para

ulama ahli sains dan teknologi untuk melakukan penelitian dalam

berbagai bidang keilmuwan guna melahirkan paradigma sains yang

terintegrasi dengan Islam. Keenam, jihad dalam arti melakukan

gerakan da’wah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada

manusia dan mengajak manusia memeluk Islam dengan kuat dan

kokoh. Demikian juga berjihad dengan melakukan gerakan

pendidikan untuk memastikan bahwa program regenerasi ulama,

umara, mujahid dan para ahli sains dan teknologi berjalan dengan

baik dan benar sesuai pesan dasar Al-Qur`an dan Sunnah Nabi

Muhammad Saw.

Page 17: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

37|

Khalifah Abu Ja’fat Al-Manshur (136-158 H/754-775 M) adalah

khalifah kedua Dinasti Bani Abbas. Beliau merupakan satu dari tiga

khalifah besar pengukir sejarah. Dua khalifah lainnya adalah

Khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H/786-809 M) dan Khalifah Al-

Ma`mun (198-218 H/813-833 M) Khalifah Al-Manshur terkenal

sebagai arsitek, pembangun dan pengembang Daulah Abbasiyah.

Kebijakan pemerintahannya banyak dikonsentrasikan pada

penguatan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Beberapa

kerusuhan dan pemberontakan dapat diatasi seperti

pemberontakan Sindbadz di Khurasan yang dipimpin Abu Muslim

al-Khurasani. Di Asia Kecil, pasukan Khalifah Al-Manshur dapat

mengalahkan pasukan Romawi yang berkekuatan 100.000 personel

di bawah komando Kaisar Konstantine V (740-775 M). Pada tahun

758 M pasukan Al-Manshur berhasil merebut kembali kota Benteng

Malatia, wilayah Cappadocia dan Sicilia, dari tangan kekuasaaan

Kaisar Konstantine V. Untuk menghindari kekalahan lebih fatal dan

memalukan, Kaisar Konstantine V mengajukan genjetan senjata

selama tujuh tahun (758-765 M) kepada Khalifah Al-Manshur.

Gencatan senjata itu disetujui dengan ketentuan Kaisar Konstantine

V membayar upeti tahunan kepada Khalifah Al-Manshur.

Al-Manshur, Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun merupakan tiga

Khalifah Daulah Abbasiyah yang telah memainkan peran yang

strategis dalam membangun, mengembangkan dan memajukan

Daulah Abbasiyah. Di bawah pemerintahan tiga khalifah inilah,

sastra, sains, kebudayaan dan peradaban muslim maju dan

berkembang pesat. Tiga khalifah besar tersebut mempunyai

reputasi, prestasi, kontribusi, dan jasa besar bagi kemajuan dan

kebesaran Daulah Abbasiyah. Tanpa menapikan prestasi dan

kontribusi khalifah-khalifah yang lain, tak dapat diragukan lagi

bahwa Khalifah Al-Manshur, Khalifah Harun Al-Rasyid dan

Khalifah Al-Ma’mun merupakan tiga khalifah besar Daulah

Abbasiyah yang paling banyak berkiprah dan berjasa signifikan

dalam membangun pilar-pilar kebudayaan dan mengantarkan

peradaban Muslim ke puncak The Golden Age of Islam (Masa

Keemasan Islam). Semua ini merupakan buah manis dari ajaran

jihad dalam Islam yang dilakukan dengan baik dan benar; lengkap

Page 18: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|38

dan menyeluruh. Bukan jihad yang terkoyak, tetapi jihad yang

terpadu secara simponi antara jihad dalam arti perang dengan jihad

dalam arti gerakan da’wah dan pendidikan dengan

mengoptimalkan seluruh potensi umat untuk mengharumkan Islam

dan kaum muslimin sehingga Islam dan kaum muslimin menjadi

agama yang ya’lû wa lâ yu’lâ alayhi (agama yang unggul dan tidak

ada agama lain yang dapat mengungguli Islam dan kaum muslimin)

dalam ajaran dan peradaban.

Jihad pada masa pemerintahan Abbasiyah tidak hanya

dilakukan dengan pedang para syuhada, tetapi juga dengan pena

dan tinta para ulama. Hasilnya pijar-pijar pesona kebesaran dan

gemerlap keagungan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan

peradaban Arab Muslim memikat ketakjuban dan kekaguman

banyak pihak sepanjang zaman sebagaimana diabadikan dalam

goresan tinta para sejarawan, baik sejarawan Muslim maupun

sejarawan Barat yang bukan Muslim. Salah satunya H.G. Well

secara jujur dan obyektif menorehkan catatannya yang sangat

mengesankan. Untaian catatan H.G. Well yang penuh decak kagum

dan imperasif ini sudah pasti dibaca dan didengar oleh masyarakat

internasional terutama para ilmuwan, budayawan dan sarjana:

“The Arab intelligence had been flung across the world even more

swiftly and dramatically than had the Greek a thousand years before.

Very great advances were made in mathematical, medical and

physical science. The clumsy Roman numerals were ousted by the

Arabic figures we use to this day, and zero sign was first employed.

The very names algebra is Arabic. So is the word chemistry. The

names of such stars as Algol, Aldebaran and Bootes preserve the

traces of Arab conquest in the sky. Their philosophy was destined

reanimate the medieval philosophy of France and Italy and the whole

Christian world”. (Hasil-hasil pemikiran cerdas ilmuwan Arab

itu menyebar ke seluruh pelosok dunia bahkan lebih cepat dan

lebih dramatis daripada bangsa Yunani seribu tahun

sebelumnya. Perkembangan yang sangat besar terjadi di

lapangan ilmu matematika, kedokteran dan ilmu-ilmu alam.

Angka-angka Romawi yang kaku telah digantikan dengan

angka-angka Arab yang kita gunakan sampai hari ini; dan

Page 19: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

39|

untuk pertama kalinya angka nol dipergunakan. Nama asli

Algebra (aljabar) adalah juga berasal dari bahasa Arab. Begitu

juga chemistery adalah dari kata Arab. Nama-nama bintang

seperti Agol, Aldebaran dan Bootes [adalah berasal dari bahasa

Arab] menjadi bukti nyata jejak-jejak penaklukkan sarjana

Arab di angkasa. Filsafat mereka telah ditakdirkan untuk

menghidupkan kembali filsafat Abad Pertengahan di Prancis,

Italia dan seluruh dunia Kristen).

Jihad pada masa Daulah Abbasiyah, seperti sudah disebutkan,

dilakukan dengan memadukan pedang para syuhada, pena dan

tinta para ulama, serta tongkat komando para umara (pemerintah)

bukan hanya dalam menumpas musuh yang mengganggu

keamanan dan kedaulatan Negara, tetapi juga dalam menumpas

aliran sesat yang berkembang di masyarakat. Begitu memegang

tongkat komando, para Khalifah Abbasiyah segera mengidentifikasi

diri mereka sebagai pembela ajaran Islam dan menjauhkan diri dari

segala bentuk kemurtadan. Para khalifah berpegang kepada prinsip

bahwa kekuasaan politik atau tongkat komando yang berada di

tangan mereka harus digunakan untuk menata kehidupan dunia

agar sejalan dengan ajaran agama dan melindungi agama dari ulah

manusia yang mencintai dunia dengan mengorbankan ajaran

agama. Singkatnya, tongkat komando para umara yang dipandu

pena dan tinta para ulama mengarahkan jihad dalam menumpas

berbagai aliran sesat dan penyimpangan agama. Jihad ini menjadi

sangat penting untuk menjaga kemurnian ajaran Islam, terutama

untuk menjaga kemurnian pokok-pokok agama (ushûl al-dîn), yakni

îmân, aqîdah dan tawhîd dari berbagai pencemaran.

Demikianlah, Khalifah Abu Ja’fat al-Manshur menghukum

mati pemimpin kelompok aliran agama yang mengklaim dirinya

titisan Tuhan. Al-Manshur juga memerintahkan hukuman mati

terhadap Ibnu al-Muqaffa (720-756 M), seorang sastrawan dan

budayawan yang menganut ajaran sesat dan menyebarkan ajaran

sesat tersebut kepada masyarakat sehingga ia termasuk orang yang

sesat dan menyesatkan masyarakat. Penggantinya Khalifah al-

Mahdi berkuasa (775-785 M) bahkan melembagakan semacam

pemeriksaan terhadap orang-orang yang dicurigai menganut

Page 20: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|40

paham zandaqah (pelakunya disebut zindiq), semacam paham

filosofis atau aliran pemikiran yang mengantarkan para

penganutnya menjadi ateisme, menolak adanya Tuhan. Orang-

orang yang terbukti zindiq, penganut paham zandaqah, dinyatakan

sebagai musuh negara dan agama, dan karena itu bisa dijatuhi

hukuman mati.

Jihad para ulama yang berkolaborasi dengan umara pada masa

Daulah Abbasiyah mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi

kedua belah pihak. Ulama memberikan legitimasi dan keabsahan

umara sebagai pemegang tongkat komando dalam menata

kehidupan dunia agar sejalan dengan ajaran agama; sedangkan

umara memberikan berbagai kemudahan, fasilitas dan dukungan

kepada para ulama dalam mengembangkan ilmu agama dan

bimbingan agama kepada masyarakat. Patronase dan perlindungan

umara terhadap para ulama pada gilirannya turut mendorong

kemajuan ilmu agama. Maka tidak mengherankan kalau pada masa

Abbasiyah ini syari’ah agama atau hukum fiqih berhasil

dikodifikasikan atau dibukukan secara teratur atau sistematis. Pada

masa Abbasiyah ini terwujud pembukuan hampir seluruh kitab

hadis standar yang terpenting seperti kutub al-sittah (kitab hadis

yang enam), yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu

Dawud, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan al-Nasai dan Sunan Ibnu Majah.

Selain itu, terwujud pula pembukuan Musnad Ahmad bin Hanbal,

Sunan Ibnu Hibban dan Sunnan Daruquthni.

Jihad para ulama dan para umara pada masa Daulah

Abbasiyah ini terlihat pula pada kesungguhan dan perjuangan

mereka untuk melaksanakan syari’at Islam dalam kehidupan

bernegara dan bermasyarakat di seluruh wilayah kekuasaan

mereka. Untuk menopang terlaksananya syari’at Islam di seluruh

wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, mereka mengatur

kekuasaan kehakiman dalam struktur badan peradilan tertinggi

(Mahkamah Agung) yang dipimpin oleh seorang Qâdhî al-Qudhât,

hakim agung yang memiliki wewenang mengawasi pelaksanaan

syari’at Islam, mengangkat dan memberhentikan qâdhî- qâdhî (para

hakim) dan memberikan saran dan nasihat kepada khalifah dalam

masalah hukum. Tokoh paling terkenal yang pernah menduduki

Page 21: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

41|

jabatan Qâdhî al-Qudhât ini adalah Qâdhî Abu Yusuf (731-798 M),

seorang ulama yang berperan besar dalam kajian dan penerapan

fiqh dan ushul fiqh.

Qâdhî Abu Yusuf selain dikenal sebagai seorang ulama fiqh

bermadzhab Maliki yang ilmunya luas dan dalam, juga dikenal

sebagai perumus konsep al-kharâj, pajak bumi dan aneka

pertambangan sebagai salah satu pendapatan negara; namun, yang

menjadikan namanya harum adalah intergritas dan keberanian

beliau dalam menetapkan hukum secara adil, meskipun terhadap

warga negara biasa yang berbeda agama. Beliau menjadi pahlawan

dalam menegakan supermasi hukum atas kekuasaan; sekaligus

menunjukkan kepada dunia internasional sepanjang zaman bahwa

para hakim yang beragama Islam bisa memberikan rasa keadilan

hukum bagi warga negara biasa yang berbeda agama dan penganut

agama minoritas.

Dalam menangani kasus sengketa tanah antara seorang warga

negara yang beragama Yahudi dengan negara, khususnya dengan

Khalifah Harun al-Rasyid sebagai Kepala Negara, terlihat keadilan

dan integritas beliau sebagai hakim agung yang menjunjung tinggi

etika. Ketika Khalifah Harun al-Rasyid memasuki gedung

Mahkamah Agung, para petugas mengizinkan beliau menaiki

kendaran dengan menunggang kuda hingga di depan pintu masuk

ruang pengadilan; sementara pada waktu yang sama para petugas

melarang orang Yahudi, warga negara biasa, untuk berkendaraan

hingga berada di depan pintu ruang pengadilan. Para petugas

menyuruh orang Yahudi mengikatkan kendali kudanya di depan

pintu gerbang gedung Mahkamah Agung dan memintanya berjalan

kaki menuju pintuk masuk ruang pengadilan.

Sikap para petugas yang membedakan perlakuan kepada dua

pihak yang berperkara di Mahkamah Agung hanya karena

perbedaan status dan kedudukan tersebut ditolak oleh Qâdhî Abu

Yusuf. Beliau memerintahkan kepada para petugas untuk

memperlakukan para pihak yang berperkara di Mahkamah Agung

dengan perlakuan yang sama. Jika Khalifah Harun al-Rasyid

diizinkan memasuki gedung Mahkamah Agung dengan

menunggang kuda hingga di depan pintu masuk ruang pengadilan,

Page 22: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|42

maka seorang Yahudi yang sama-sama sedang berperkara itu harus

diizinkan pula memasuki gedung Mahkamah Agung dengan

menunggang kuda hingga di depan pintu masuk ruang pengadilan.

Ketika kedua pihak yang berperkara di Mahkamah Agung

sudah berada di ruang sidang, para petugas mempersilahkan

Khalifah Harun al-Rasyid untuk duduk di atas kursi; sedangkan

mereka mempersilahkan orang Yahudi untuk duduk di lantai.

Perlakuan yang berbeda hanya karena perbedaan kedudukan ini

pun ditolak oleh Qâdhî Abu Yusuf. Beliau sebagai hakim

mempersilahkan kedua pihak yang berperkara untuk duduk di atas

kursi atau keduanya duduk di lantai. Beliau menerapkan prinsip

bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di

depan hukum. Beliau tidak hanya menerapkan kaidah ini secara

yuridis formal, tetapi juga secara total sejak memasuki gedung

Mahkamah Agung hingga para pihak yang berperkara berada di

ruang sidang. Beliau dengan mantap memutuskan bahwa negara

telah berbukti bersalah secara sah dan meyakinkan dalam sengketa

tanah ini. Kepala Negara, menurut Qâdhî Abu Yusuf, telah

mengambil dan menguasai tanah milik seorang Yahudi dengan

merampas secara paksa.

Dengan demikian, Qâdhî Abu Yusuf telah berani menegakan

hukum secara adil. Beliau menjadi pahlawan dalam menegakan

supermasi hukum atas kekuasaan. Seorang Kepala Negara seperti

Khalifah Harun al-Rasyid bisa dikalahkan dalam sengketa tanah

dengan seorang warga Negara biasa yang berbeda agama dengan

Hakim Agung dan Kepala Negara. Singkatnya, melalui seorang

hakim yang berintegritas, keadilan bisa dirasakan oleh rakyat kecil

yang non muslim sekalipun dan penganut agama minoritas.

Jihad untuk melaksanakan syari’at Islam dalam seluruh

wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah tidak cukup dengan hanya

membentuk Negara khilafah, tetapi juga perlu ditopang sedemikian

rupa oleh sumber daya manusia muslim yang memiliki kapasitas,

kualitas dan integritas seperti Qâdhî Abû Yûsuf. Beliau berhasil

membuktikan bahwa badan peradilan merupakan rumah tempat

mencari keadilan bagi semua warga Negara, baik yang Muslim

maupun yang bukan Muslim.

Page 23: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

43|

“Jihad untuk melaksanakan syari’at Islam dalam seluruh wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah tidak cukup dengan

hanya membentuk Negara Khilafah, tetapi juga perlu ditopang sedemikian rupa oleh sumber daya manusia muslim yang

memiliki kapasitas, kualitas dan integritas”

Page 24: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

|44

Dapat pula ditambahkan bahwa jihad untuk melaksanakan

syari’at Islam pada masa Daulah Abbasiyah dengan baik dan benar,

serta memberi rasa keadilan kepada semua warga Negara selain

membutuhkan badan kekuasaan kehakiman yang independent

serta sumber daya manusia seperti Qâdhî Abû Yûsuf; perlu juga para

pejabat badan kekuasaan kehakiman yang mempunyai kemampuan

mengawasi para praktisi hukum yang nakal.

Pada masa pemerintahan Ar-Radhi Billah (322-329 H./934-940

M) ada seorang kaya raya yang memiliki ribuan domba yang

dipelihara dalam sebuah peternakan meminta fatwa hukum kepada

seorang faqîh (ahli fiqh), bagaimana caranya agar ia tidak terkena

kewajiban zakat ternak, tetapi benar hukum fiqh? Seorang ahli fiqh

yang tidak memiliki integritas, kejujuran, keikhlasan dan

commitment untuk memadukan hukum fiqh dengan akhlak atau

etika menjawab pertanyaan tersebut dengan dua langkah yang

berikut: Pertama, pecah atas nama kepemilikan ribuan domba-

domba itu menjadi beberapa orang dengan catatan bahwa masing-

masing orang hanya memiliki 40 ekor domba. Kedua, apabila masa

kepemilikannya sudah hampir genap satu tahun, maka masing-

masing pemilik 40 ekor domba tersebut wajib menyembelih atau

menjual satu ekor domba sehingga masa kepemilikan 40 ekor

tersebut tidak sampai genap satu tahun.

Jawaban ahli fiqh tersebut jika dilaksanakan, maka orang kaya

pemilik ribuan domba tersebut tidak kena kewajiban zakat ternak.

Pertama, menurut fiqh batas minimal kepemilikan domba yang

kena kewajiban zakat itu 40 ekor. Kedua, seorang yang memiliki 40

ekor domba itu baru kena kewajiban zakat ternak apabila masa

kepemilikannya mencapai haul, genap satu tahun. Dengan

demikian jawaban ahli fiqh tersebut cemerlang. Sebuah jawaban

cerdas yang bisa membantu orang kaya, pemilik ribuan ekor domba,

menghindar dari kewajiban mengeluarkan zakat ternak dengan

pendekatan fiqh sehingga tidak bertentangan dengan hukum fiqh.

Para ulama fiqh bersepakat bahwa mengikuti dan

melaksanakan saran ahli fiqh tersebut hukumnya haram. Pertama,

ia memiliki niat yang buruk, ingin bebas dari kewajiban membayar

zakat ternak. Jadi arah, orientasi dan spiritnya menghindari

Page 25: JIHAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45837/2/BUKU JIHAD.pdf · Ini berbeda pada zaman sekarang di mana soal

45|

kewajiban membayar zakat, bukan menguatkan niat dan tanggung

jawab untuk membayar zakat. Kedua, pandangan hukum fiqh yang

dikemukakan oleh ahli fiqh tersebut bersifat hîlah, mencari celah

untuk keluar dari kewajiban membayar zakat; sedangkan mencari

hîlah dari kewajiban agama itu, menurut kesepakatan jumhur

ulama, hukumnya haram. Istilah hîlah yang berasal dari bahasa

Arab itu kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu yang sekarang

menjadi bahasa Indonesia menjadi kilah. Oleh sebab itu, spirit

pandangan hukum yang dikemukakan oleh ahli fiqh tersebut hanya

berkilah dari kewajiban membayar zakat.

Penutup

Dengan demikian jihad pada masa Abbasiyah dapat

diringkaskan sebagai berikut:

Pertama, jihâd dalam arti al-qitâl, yakni perang menghadapi

pasukan kafir yang ingin memadamkan syi’ar Islam. Khalifah Abu

Ja’far al-Manshur berhasil mengalahkan serangan pasukan Romawi

di Asia Kecil yang berkekuatan 100.000 personel di bawah komando

Kaisar Konstantine V (740-775 M). Pada tahun 758 M pasukan Al-

Manshur berhasil merebut kembali kota Benteng Malatia di

Cappadocia dan Sicilia dari tangan kekuasaaan Kaisar Konstantine

V. Kedua, perang dalam menumpas gerakan bughat, yaitu gerakan

oposisi yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat seperti

perang dalam menumpas pemberontakan Sindbadz di Khurasan

yang dipimpin Abu Muslim al-Khurasani. Dengan menumpas

gerakan bughat ini, Pemerintahan Khalifah Al-Manshur berhasil

menguatkan kembali stabilitas politik dan keamanan dalam negeri.

Jihad dalam menghadapi pasukan kafir dan jihad dalam

menghadapi gerakan bughat, menurut kesepakatan jumhur ulama,

merupakan tanggung jawab pemerintah. Kelompok-kelompok

sosial masyarakat tidak memiliki kewenangan untuk melakukan

perang, baik menghadapi pasukan kafir maupun menghadapi

pasukan bughat. Kewenangan untuk menyatakan perang,

melakukan gencatan senjata dan melakukan perjanjian damai

sepenuhnya merupakan wewenang khalifah sebagai Kepala Negara

dan kepala pemerintahan. Jika pemerintah mengundang seluruh