jangan minta beban ringan

173
Jangan Minta BEBAN RINGAN, [Kesaksian Penderita Kanker] HERU BUDIARGO BAHU KUAT Mintalah Jakarta, 2011

Upload: purnawankristanto

Post on 05-Jul-2015

427 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Ini adalah kesaksian mantan penderita kanker di leher rahim. Dalam setiap pegumulan untuk mengambil keputusan, dia selalu melibatkan Tuhan. Hingga suatu ketika dia harus mengambil keputusan yang oleh dokter dianggap tidak masuk logika kedokteran dan berisiko tinggi. Namun dia meyakini bahwa itu adalah pilihan terbaik.Ternyata keputusan itu benar. Jika dia menuruti nasihat dokter sebelumnya, maka dia akan menyesali keputusan itu seumur hidupnya.Silakan unduh dan sebarkan supaya menjadi berkat bagi banyak orang.Diterbitkan pertama kali oleh Peristeri, Jakarta, 2011Hak cipta c Heru BudiargoDisunting oleh Purnawan KristantoDesain sampul oleh Deddy Khristian PamungkasDistribusi oleh PT. Gloria Usaha Mulia

TRANSCRIPT

Page 1: Jangan Minta Beban Ringan

Jangan MintaBEBAN RINGAN,

[Kesaksian Penderita Kanker]

HERU BUDIARGO

BAHU KUATMintalah

Jakarta, 2011

Page 2: Jangan Minta Beban Ringan

Diterbitkan pertama kali oleh Peristeri, Jakarta, 2011

Hak cipta c Heru BudiargoDisunting oleh Purnawan Kristanto

Desain sampul oleh Deddy Khristian PamungkasDistribusi oleh PT. Gloria Usaha Mulia

Dicetak oleh percetakan PT Gloria Usaha Mulia,

Yogyakarta

[Isi di luar tanggungjawab percetakan]

Page 3: Jangan Minta Beban Ringan

Daftar IsiKesan Sahabat 5

Ucapan Terimakasih 17Pendahuluan 19

1. Pada Mulanya adalah Benjolan 252. Pergumulan 33

3. Operasi 394. Perang Lawan Air Liur 45

5. Pria Mencurigakan 536. Malam Menakutkan 57

7. Kesakitan 658. Belajar Makan 75

9. Pulang 8310. Belajar Hidup Baru 87

11. Terapi Radiasi 9312. Jawaban Tuhan 103

13. Mukjizat-mukjizat 11514. Kabar Baik, Kabar Mengejutkan 129

15.Satu Langkah Lagi 13316. Operasi Lagi 141

17. Pola Hidup Sehat, Pola Makan Sehat 147

Kesaksian Sherly 15718. Penutup 151

Sekilas Tentang Biopsi 172

Page 4: Jangan Minta Beban Ringan

Kecelakaan dan bencana alam yang bertubi-tubi mendera bangsa Indonesia mulai dari ke-celakaan pesawat terbang, kapal laut, gempa bumi sampai lumpur Lapindo yang menggoreskan luka mendalam di benak sejumlah ko-rban dan para penyintas (orang-orang yang selamat dari musibah).

Berbagai peristiwa yang mengharu biru, kesaksian akan per-lindungan dan keselamatan yang nyata dari Tuhan, dan kesadaran akan keterbatasan manusia di tengah bencana yang dahsyat ini menjadi inspirasi bagi penulis untuk menuliskan permenungan di balik setiap kejadian dan mengambil hikmahnya.

Di balik bencana ada hik-mah yang bisa dipetik walau-pun pahit. Kita sudah selayaknya berserah dalam segala situasi kehidupan yang berubah tiada tentu.Melalui “Tuhan Yesus ti-dak Tidur”, pembaca diajak men-emukan mutiara ilahi di balik ke-pedihan dan di antara gelimang air mata kesedihan serta kepu-tusasaan.

Penerbit: Andi, Yogya

Page 5: Jangan Minta Beban Ringan

Melalui tulisan-tulisannya yang penuh ilustrasi menyen-tuh, kocak dan mengena sasa-ran, Purnawan akan mengantar-kan keluarga Anda untuk mere-nungkan perintah-perintah Tu-han yang akan membawa keba-hagiaan. Ada 130 renungan yang terbagi dalam empat tema, yaitu: Kehidupan Suami-Istri, Mendidik Anak, Pertumbuhan Rohani dan Kehidupan Sosial

Penerbit: BPK Gunung Mulia Jakarta

Page 6: Jangan Minta Beban Ringan

Ketika saya menengok Pak Heru di Singapore General Hospital dua hari setelah operasi, saya begitu kaget dengan begitu banyaknya jahitan (dan “stapler”) bekas operasi – dari bagian leher telinga kiri memanjang ke bagian kanan, lalu yang bercabang ke bagian dada atas – saya belum pernah melihat bekas operasi sebesar itu. Tetapi yang luar biasa, hari Kamisnya – ketika membesuk itu hari Senin – Pak Heru bersama Ibu Sherly sudah bisa kembali ke apartemen dengan naik taxi.

Yang saya kagum dari Pak Heru – juga Bu Sherly – adalah ketegarannya. Mereka tidak mengeluh sedikit pun. Bahkan ketika dokter memvonis ia harus radiasi dengan risiko yang sangat “fatal” – dan kemudian ia memilih tidak, dengan pertimbangan imannya – ia menceritakan begitu biasa. Saya melihat betapa besarnya kekuatan dari penyerahan diri kepada Tuhan, dan ketika saya mendengar kemudian Pak Heru sudah sembuh, saya benar-benar takjub.

Buku ini bisa dibilang “kisah sebuah kasih” – baik kasih huruf besar, yaitu kasih Tuhan terhadap Pak Heru – kasih yang terjelma bukan pada jalan yang lurus dan mulus, pada kekuatan yang diberi saat badai menghantam. Juga kasih seorang istri yang dengan telaten dan tabah mendampingi suami melewati lorong panjang kehidupannya. Dan selanjutnya kasih Pak Heru – dan tentu Bu Sherly – akan Tuhan, yang karenanya membuat ia terdorong untuk membagikan berkat rohani yang dialaminya itu

KESAN SAHABAT

Page 7: Jangan Minta Beban Ringan

dalam bentuk buku ini. Dengan bahasa yang mengalir; sederhana dan lancar, Pak Heru berkisah tentang momen-momen dalam perjalanan imannya.

Satu lagi kekuatan dari buku ini. Bayangkan orang yang mengatakan buah apel ini enak; yang benar-benar sudah merasakan kelezatannya, dengan yang hanya mendengar dari kata orang, tentu akan sangat berbeda penghayatannya. Begitu juga dengan buku ini; benar-benar berangkat dari pengalaman nyata si penulis. Bukan “katanya.”

Buku ini sangat layak dibaca bukan hanya oleh orang-orang yang tengah bergumul dengan cancer, tetapi juga oleh semua orang yang tengah bergumul dan seolah sedang berjalan di lorong gelap tak berujung. Selamat membaca.

~Ayub Yahya~

Page 8: Jangan Minta Beban Ringan

Saya masih ingat ketika mengunjungi pak Heru ber-sama dengan suami dan pak Albert di Singapore General Hospital. Terus terang, saat itu saya pulang dengan rasa nyeri melihat setiap jepitan yang ada pada rahangnya. Kami berkomunikasi melalui tulisan dan saya terus berpikir betapa beratnya penderitaan yang harus ditanggungnya. Dan ketika mendengarkan kesaksiannya di acara Supporting Group gereja kami, saya merasa orang ini mempunyai daya juang yang begitu tangguh karena imannya. Tapi waktu saya membaca buku ini, wah saya tiba-tiba menga-lami perjumpaan dengan suatu marathon panjang dari satu keluarga beriman yang berjuang saling menopang dan menguatkan dalam iman percaya kepada Kristus melewati apa yang sulit ditemukan saat segala sesuatu seakan putaran awan gelap yang menggelisahkan.

Apa yang telah disaksikan pak Heru bersama Sherly dan Devi adalah kesaksian iman yang bermanifestasi dalam respon terhadap hal yang secara rasio dan emosi menjungkirbalikkan kekuatan hidup. Pak Heru berjuang dengan amat gigih karena ia menerjemahkan imannya melalui pilihan-pilihan yang selalu dibawa dalam kesabaran mempercayakan diri kepada Tuhan dalam proses panjang yang melelahkan bahkan secara umum menggerogoti semangat hidup. Tapi ia bersama Sherly berpegang teguh pada iman percayanya dan terus menjawab pelbagai pilihan yang ada. Mereka terus menanti-nantikan Tuhan di setiap persimpangan yang terasa menakutkan dan sulit diraba saat harus mengambil keputusan.

Page 9: Jangan Minta Beban Ringan

Melalui kesaksian yang dituliskan saya meyakini bahwa ada banyak pembaca yang akan ikut mengalir bersama perjalanan iman keluarga ini dan merasakan keteguhan hati dari orang yang berjuang bersama Tuhan. Di antara kebingungan , kecemasan dan keputusasaan pak Heru menyaksikan betapa Tuhan menghadirkan dDiri-Nya untuk terus dialami dan menjawab ketidak berdayaan manusiawi.

Iman seperti ini bukan semata-mata pengetahuan, melainkan sebuah pengalaman yang telah menopang mereka menapaki masa-masa kehidupan yang sulit.

Saya mengucapkan selamat untuk selesainya tulisan ini. Sebagaimana diharapkan oleh pak Heru saat menuangkan tulisan ini, saya percaya kesaksian dalam buku ini dapat menguatkan banyak pembaca.

Menutup kesan saya ijinkan saya menyitir lagu yang intinya diambil dari janji Tuhan dalam Yesaya 40:31

Those who walk in Thy wayShall renew their strengthThey shall fly in their wings as eaglesThey shall run and not be wearyThey shall walk and not faintHelp us Lord 2x in Thy way

~Hilda Pelawi~

Page 10: Jangan Minta Beban Ringan

10

Ketika dunia memasuki abad 21, maka terasa perubahan terjadi begitu cepat. Khususnya di bidang kesehatan pun terjadi perkembangan yang begitu luar biasa seperti semakin ba-nyaknya kebutuhan dari suatu penanganan penyakit dan penyebabnya yang semakin kompleks. Melalui buku ini para pembaca akan menyaksikan suatu kisah nyata yang sungguh memperlihatkan kepada kita bahwa mujizat itu tetap berlaku, sementara orang sudah menganggap bahwa mujizat hanya mimpi belaka.

Sebagai seorang sahabat dari penulis yang menga-lami penyakit yang disebut orang kanker, saya memperhatikan bagaimana hubungan penulis dengan Tuhan sehingga beliau memperoleh hikmat dan kepekaan yang luar biasa dalam menulis buku ini sebagai kesaksian pribadinya. Saya percaya tulisan dalam buku ini dapat menambahkan sesuatu bagi iman dan pengharapan pembaca. Maka dari itu, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh setiap orang percaya, terutama bagi mereka yang menderita maupun yang memiliki keluar-ga, kerabat, kenalan yang sedang menderita penyakit kanker.

~Andrew Latuhihin~Fasilitator Jaringan Doa Nasional

Page 11: Jangan Minta Beban Ringan

11

Sebagai orang yang menyaksikan dari dekat kehidupan Heru Budiargo dalam pergumulan panjang antara hidup dan mati menghadapi keganasan kanker, adalah mukjizat jikalau saya harus menyimpulkan atas kesembuhan totalnya. Semua itu bisa terjadi hanya karena kemurahan kuasa dan kasih Tuhan semata.

Pergumulan dan kesembuhannya juga menjadi berkat bagi kita, jemaat-Nya yang diteguhkan oleh kesaksian imannya bahwa:

Kesetiaan penyertaan Tuhan itu tak terbatas, sebagaimana telah dijanjikan-Nya,

Karya Tuhan dinyatakan sebagai kemurahan kasih-Nya karena iman Heru Budiargo,

Karya Tuhan dinyatakan dalam semangat perjuangan de-ngan disiplin keras yang tak mengenal lelah karena harapan kepada Tuhan tak pernah lepas, senantiasa menyertainya.

Karya Tuhan dinyatakan melalui istrinya, Sherly, yang tak pernah lepas senantiasa mendampinginya dengan tegar dari krisis ke krisis,

Karya Tuhan melalui pertolongan dan kesaksian berbagai dokter yang menyaksikan proses kesembuhannya,

Karya-Nya juga dinyatakan melalui para pendamping yang dengan setia mendoakan serta mengulurkan tangannya,Karya Tuhan dinyatakan melalui kesembuhan dan tekadnya untuk mempersembahkan hidupnya sebagai pengucapan syukur bagi-Nya dan kemuliaan bagi nama-Nya.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Jakarta, 20 Agustus 2010

~Drs. Paulus A. Setiawan MSc~

Page 12: Jangan Minta Beban Ringan

12

Amazing Grace. Sungguh suatu kesaksian yang indah - bagaimana dengan iman, pengharapan, serta doa, Heru dan Sherly dapat melewati perjuangannya selangkah demi selangkah dalam melawan kanker. Kami bersyukur, bahwa karena anugerah Tuhan kami boleh dipertemukan dalam kasih Tuhan – untuk boleh berbagi - khususnya di saat di mana kami saling membutuhkan dan boleh saling menguatkan.

Kiranya buku ini menjadi sebuah kesaksian yang membawa berkat dan kekuatan bagi mereka yang sedang melewati masa-masa sulit ketika kanker datang menyerang – maupun bagi keluarga yang mendampingi. Sebuah bukti nyata – bahwa kanker bukanlah akhir dari segalanya. Selamat bersaksi !

~John & Wenda Wonoseputro~

Page 13: Jangan Minta Beban Ringan

1�

Saya mengenal pak Heru lebih dekat lagi pada awal tahun 2006 karena bersama-sama mengikuti suatu acara camp khusus pria di luar kota dan kebetulan menjadi teman sekamarnya.

Dari perbincangan saya dengan beliau, sedikit banyak saya sudah dapat menangkap bahwa dia adalah seorang yang gigih, tidak gampang menyerah, ulet , mengasihi keluarganya dan juga mempunyai sifat penyabar. Pada saat dia mengalami sakit ,sifat-sifat memampukannya untuk bertahan dan tidak pernah menye-rah hingga kesembuhan terjadi.

Sesudah menjalani operasi tersebut , saya pribadi belum pernah melihat dan mendengar dia bersungut-sungut atau memperlihatkan sikap yang minta dikasihani. Juga pada saat saya menemani beliau ke dokter di Jakarta untuk memeriksa keadaannya sesudah operasi di Singapura, dia menunjukkan sikap yang tetap tegar.

Dia menghadapi semua itu tidak seperti seorang pasien yang sedang menderita penyakit berat walaupun saaat itu sedang menghadapi kondisi tubuh yang sangat tidak nyaman serta sedang dalam pergumulan berat untuk memutuskan apakah akan menjalani terapi radiasi atau tidak.

Saya percaya bahwa saat itu dia tetap beriman dan percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus tidak pernah meninggalkan dan membiarkan dia mengalami semuanya itu tanpa jalan keluar dan pada akhirnya terbukti. Seperti firman Tuhan pada Matius 9 :22 “Imanmu telah menyelamatkan engkau”

Page 14: Jangan Minta Beban Ringan

1�

Ada satu hal yang saya masih ingat dan pernah saya katakan pada pak Heru pada saat dia sedang mengalami semua itu , bahwa Tuhan Yesus sedang merencanakan sesuatu untuk dia, yang nantinya akan menjadi berkat bagi banyak orang dan mempermuliakan nama-Nya.

Dengan diterbitkannya buku kesaksian ini, pelayanan pak Heru di Supporting Group GKI Kayu Putih dan juga pelayanan-pelayanan lainnnya semua itu menjadi suatu kesaksian yang hidup karena dia sendiri telah mengalami dan menjalani semuanya itu di dalam Iman, Pengharapan dan Kasih.

Tuhan Yesus memberkati,

~Djunaedi Wibowo~

Page 15: Jangan Minta Beban Ringan

1�

Membaca buku ini, aku diingatkan kembali pengalamanku menemani oom Heru dan tante Sherly, di mana Tuhan menyapaku.

Salib yang mereka lewati sungguh luar biasa, bukan saja penyakit dan kematian namun harta benda yang siap habis kapan saja. Tapi selama proses itu, aku tidak pernah mendengar satu pun kata keluhan, kekhawatiran ataupun kata – kata yang mempersalahkan Tuhan keluar dari mulut mereka. Terbayangkah nyerinya lidah Anda dipotong? Atau lidah yang selalu tergigit ketika mengunyah karena letaknya yang miring? Atau terbayang ketika uang ratusan juta habis dalam sekejap? Kadang kita (atau setidaknya aku) mengeluh dan khawatir untuk masalah2 kecil. Om Heru yang besok paginya akan dioperasi, malam hari sebelumnya masih tertawa-tawa, seperti tidak terjadi apa-apa. Beda sekali dengan wajah pasien lainnya yang penuh kerutan, kesedihan plus kekhawatiran. Om Heru bahkan menasihati aku, “Oom nggak mau bilang: kenapa Tuhan kok aku? Memangnya aku salah apa?! Devi, oom percaya Tuhan itu baik, jadi jangan bilang seperti itu, kasihan Tuhan kok disalahin.”

He..he..he Begitu juga ketika aku bertanya apakah tante Sherly khawatir jika oom pergi dan nanti bagaimana menghidupi anak-anak. Katanya, “Yah mungkin standar hidup berkurang, tapi seumur hidup tante, Tuhan nggak pernah meninggalkan Tante. Pikiran kita kecil, ya sudah percaya Tuhan saja.” Whohohoo…apakah kita bisa berbicara seperti itu ketika sedang memikul salib yang berat?

Page 16: Jangan Minta Beban Ringan

1�

Hal lain yang membekas ketika mereka akan meninggalkan Singapore, mereka memberikan cardigan plus SGD100 yang disembunyikan untukku. Bukan nominalnya yang berkesan, tapi kok mereka masih sempat memikirkan orang lain ketika mereka sendiri sibuk. Juga mengapa masih memberikan uang ke orang lain saat mereka sendiri pun sedang sangat membutuhkan uang (padahal aku sudah ada pendapatan oke waktu itu)

Om Heru berkata, “Devi nggak usah takut oom kekura-ngan. Nanti oom dikasih lagi sama Yang di Atas. Sudah ini buat Devi saja.” Tidak ada kekhawatiran sedikit pun. Rasanya dunia masih sangat indah saat sakit merajalela dan uang terkeruk habis. Wow, ini dia iman!

Satu hal yang belum disebutkan di buku ini adalah: menjadi seorang pasangan hidup yang dimaksud Tuhan! Tante Sherly tidak pernah mengeluh saat harus merawat oom Heru yang cuma bisa terbaring, tidak ada rasa jijik sama sekali ketika dia harus berurusan dengan segala sesuatu yang tidak sedap alias jorok bagi orang normal. Dan hebatnya, tidak ada amarah sedikit pun seperti: “kamu sih dulu dibilangin makannya nggak sehat tetap aja dimakan” Tidak ada kata-kata yang menyalahkan. Hal ini membuatku berpikir mengenai banyak pasangan muda yang kami jumpai sedang bermesraan ria di stasiun kereta: “Apakah mereka akan memperlakukan pasangannya dengan cara yang sama ketika pasangannya cuma bisa terbaring di atas tempat tidur, tidak bisa makan, tidak bisa bicara? Apakah mau mengelap darah, ludah, nanah dan semua yang tidak enak dari tubuh pa-sangannya?” Atau hanya keluhan yang keluar, bukan mengucap syukur.

Page 17: Jangan Minta Beban Ringan

1�

Aku yakin Oom Heru dan Tante Sherly hanyalah sebuah alat yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan sabda-Nya (Alkitab) secara nyata. Sehingga setiap orang di sekitarnya bisa lebih mengenal siapa Dia. Demikian juga kita sama dengan mereka yaitu anak – anak Allah. Namun persoalannya apakah bersedia menjadi saksi dengan semua perbuatan kita? Inilah pelaku FIRMAN.

Love,

~Devi~

Page 18: Jangan Minta Beban Ringan

1�

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan syukur akan kasih Tuhan Yesus Kristus yang telah menyatakan kemuliaan-Nya dan penyertaan sehingga kami tidak salah ambil tindakan dan kami menjadi kuat.

Saya juga berterima kasih kepada istri tercinta SHERLY SANTIS dan kedua anak kami FERNANDO dan FERNADIN,dan keponakan kami Devi Adriani, yang begitu setia mendampingi dan percaya bahwa sakit yang saya derita akan sembuh karena Kasih Karunia dari Tuhan Yesus Kristus.

Tak lupa, saya juga berterima kasih kepada semua pengerja dan jemaat GKI Kayu Putih yang selalu mendoakan kami dan me-lawat kami selama sakit, dan kelompok KTB wil Kesabaran yang selalu memberi semangat dan kekuatan.

Juga kepada Pendeta Ayub Yahya, yang memberikan buku-bukunya sehingga menjadikan hikmat dalam sekolah kehidupan ini.

Ucapan yang sama juga teriring kepada bapak Andrew Latuhihin, bapak Roy Kusuma, bapak Budi Sugiri, bapak Djunaedi Wibowo, bapak Heru Pratikto dan teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Kepada ibu Pit Lin, bapak Frederik Waworuntu dan Prof. Chris Theo, yang telah memberikan semangat dan melalui pola hidup sehat yang diajarkan pada kami. Untuk itu saya haturkan terima kasih.

Page 19: Jangan Minta Beban Ringan

1�

Kepada semua dokter yang telah merawat saya, terutama DR. Adi Wirawan, Prof. Rasker dan Prof. Slotwerg dari Belanda yang dipakai Tuhan Yesus untuk menyatakan kuasa-Nya, salam hormat dan rasa syukur saya mengiringi ucapan terima kasih.

Tak lupa juga berterima kasih kepada orang tua kami dan saudara kami, juga teman-teman yang selalu mendoakan dan memberi semangat yang luar biasa.

Yesaya 41:10 Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.

Heru Budiargo

Page 20: Jangan Minta Beban Ringan

20

Sebelumnya, begitu mendengar orang yang terkena kanker, saya sudah langsung memvonis sebentar lagi akan mati. Tinggal menghitung hari. Pikiran itu sewaktu saya masih sehat.

Tetapi setelah saya divonis terkena kanker?

Saya berpikir itu bagian saya yang harus saya hadapi untuk tetap hidup. Apakah yang harus saya perbuat?

Kalau mendengar atau membaca berita bahwa ada orang yang sembuh dari kanker, ya saya mau jadi bagian yang sembuh.

Tuhan Yesus katakan “Janganlah takut, AKU akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” Itulah janji Tuhan Yesus. Terus apa bagian yang harus saya lakukan?

Hal yang saya lakukan adalah :

Pertama: Berdoa minta kekuatan dari Tuhan kita Yesus Kristus, taat dan jangan mengeluh.

Kedua: Belajar pada orang yag berhasil mengatasi penyakit kanker.Bagaimana sikap orang tersebut, pesimis, optimis atau pasrah? Mana yang harus saya ikuti, ingin sembuh dan sehat kembali, atau ingin tetap dengan kekhawatiran dan ketakutan karena tubuh sakit?

PENDAHULUAN

Page 21: Jangan Minta Beban Ringan

21

Ketiga : Tidak bertanya “Mengapa saya”, kok bukan orang lain yang hidupnya nggak karuan? Tuhan tidak pernah mencobai siapa pun (Yak 1:13).

Keempat : Ubah pola makan dan pola hidup segera. Tubuh kita sedang berperang melawan kanker, apakah kita ikut melawan atau membesarkan kanker.

Bila keputusan kita adalah berharap tetap mau hidup dan sehat, lawanlah kanker itu. Itulah bagian kita, sedangkan bagian Tuhan sudah jelas dan pasti kita akan memperoleh kemena-ngan.

Caranya kita harus optimis akan sembuh, ingat kanker sudah ada dalam tubuh kita, harus kita lawan, jangan panik atau stress, karena stress membuat tubuh kita jadi lemah dan kanker jadi kuat.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi sema-ngat yang patah mengeringkan tulang (Amsal 17:22)

Selanjutnya pola hidup dan pola makan yang baik dan benar. Tuhan memberikan kebebasan tentang makanan dan menempatkan tanggung jawab pada kita untuk memilih dan membuat keputusan sendiri dengan bijaksana bagaimana dan apa yang kita makan, agar tubuh tetap sehat.

Tuhan telah menyediakan makanan dan aturan atau hikmat melalui Firman dalam Alkitab baik dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru.

Penting sekali bagi kita untuk mengenali makanan yang kita makan, dan kasih karunia Tuhan pada tubuh kita. Ada bebe-rapa hikmat yang saya dapatkan selama sakit :

Page 22: Jangan Minta Beban Ringan

22

HIKMAT I

Tuhan telah memperlengkapi segala macam enzim, hormon, oksigen, system pencernaan, ginjal, paru-paru, jantung dan lain-lain dalam tubuh untuk mengolah makanan, membuang yang tidak terpakai, hingga tubuh dapat membuat kekebalan tubuh terhadap penyakit dan sistem organ tubuh yang dapat bekerja dengan sempurna.

Dapat kita bayangkan bila bagian tubuh tergores, keluar darah, lalu tubuh tidak dapat menyembuhkan diri. Adakah cara untuk jadi sembuh? Tidak ada.

Jadi tubuh kita dapat menyembuhkan organ yang sakit atau tidak berfungsi dengan benar, dan tubuh yang sehat dapat menyembuhkan kanker sekalipun.

HIKMAT II

Makanan adalah obat ajaib sekaligus racun atau penyebab sakit.

Tubuh memerlukan nutrisi yang baik yaitu protein, karbohidrat, lemak/minyak, vitamin, mineral, air, serat, fitokimia dan antioksidan. Semua didapatkan dari sayuran dan buah-buahan.

Makanlah bahan makanan yang telah Tuhan ciptakan, hindari makanan yang tidak diciptakan sebagai makanan, contoh pewarna, pemanis, pengawet dan penyedap.

Page 23: Jangan Minta Beban Ringan

2�

HIKMAT III

Bila tubuh sakit, itu adalah indikasi bahwa sistem tubuh sudah kewalahan bahkan keracunan.

Karena kesehatan tergantung dari gaya hidup dan makanan yang dimakan setiap hari, maka setiap keputusan kecil terhadap makanan yang dimakan akan membawa dampak apakah akan menjadi sehat atau sakit.

HIKMAT IV

Mengubah pola pikir (mindset) dari kebiasaan apa yang dimakan, adalah hal yang sangat penting dan susah dilakukan, tetapi harus dilakukan bila mau sehat. Sampai kapan? Ya sampai kita ingin sehat.

HIKMAT V

Pasangan hidup dan keluarga adalah hal yang tidak kalah penting, karena sakit yang berkepanjangan akan membawa dampak stress anggota keluarga yang lain. Oleh sebab itu saya sangat berusaha untuk tidak mengeluh dan merepotkan pasa-ngan hidup atau anak, karena mereka juga punya kesibukan masing-masing.

HIKMAT VI

Tuhan Yesus tidak menginkan kita sakit, tetapi bila kita diizinkan sakit, ada maksud Tuhan Yesus yang begitu besar. Ingat: RancanganKu adalah rancangan Damai Sejahtera, bukan ranca-ngan kecelakaan. Tetaplah berpengharapan pada Tuhan Yesus sang Juruselamat.

Page 24: Jangan Minta Beban Ringan

2�

“ ”Janganlah meminta Tuhan meringankan beban kita, tapi mintalah bahu yang

kuat agar kita bisa memikulnya.

Page 25: Jangan Minta Beban Ringan
Page 26: Jangan Minta Beban Ringan

1

Pada Mulanya adalah Benjolan

Page 27: Jangan Minta Beban Ringan

27Mintalah Bahu Kuat

Pada mulanya hanyalah sebuah benjolan kecil yang muncul di bawah rahang kanan, sekitar tahun 2005. Benjolan ini tidak kelihatan dan hanya muncul jika tubuh sedang terserang sariawan atau panas dalam. Suatu saat benjolan itu tidak pernah mengecil lagi sehingga teman-temannya dapat melihat benjolan itu.

“Ah, nggak apa-apa,” jawab Heru Budiargo setiap kali temannya menyinggung tentang benjolan itu.

“Apakah terasa sakit?” Pertanyaan ini sering ditanyakan teman-temannya, yang dijawab Heru, “Ini nggak terasa apa-apa, kok.”

Karena merasa tidak terganggu, maka Heru membiarkan saja benjolan ini. Akan tetapi hari berganti hari benjolan itu bukannya mengempis, malah tumbuh benjolan lain di sebelah bawahnya. Saat diraba dengan tangan, benjolan itu terasa menonjol.

Sekitar bulan Nopember 2007, iseng-iseng Heru berkonsultasi dengan dokter yang kemudian menyarankannya untuk melakukan biopsi.

“Tetapi saya belum mau melakukan itu, karena kata orang-orang kalau di-biopsi, jika benjolan itu memang kanker, maka kanker itu bisa berubah menjadi ganas dan

Page 28: Jangan Minta Beban Ringan

28 Jangan Minta Beban Ringan

akan semakin menyebar. Wah mengerikan!” jelas Heru. “Itu sebabnya, sebisa mungkin saya menghindari biopsi dulu.”

Heru menceritakan hasil pemeriksaan itu kepada Sherly, istrinya. Sherly kemudian mencari informasi dokter yang memiliki keahlian bedah tumor. Dia mendapatkan informasi tentang dokter ahli bedah tumor (Surgery Oncology).

Dengan diantar Sherly. Heru, memeriksakan dua benjolan pada dokter ini. Dokter mengambil penggaris dan mengukur diameter benjolan-benjolan itu. Ternyata diameternya sudah mencapai 2,5 cm. Setelah itu melakukan pemeriksaan dengan memindai (scan) bagian leher Heru. Pemindaian ini memerlukan waktu 30 menit.

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil pemindaian ini dokter menyimpulkan bahwa ada kelenjar yang membesar.

“Kapan mau diangkat?” tanya dokter. “Ini tidak perlu biopsi dulu. Biopsinya nanti saja setelah operasi.”

Benarkah ini tumor? Mungkinkah itu hanya pembengkakan biasa? Atau jangan-jangan itu kanker? Kalau benar itu kanker, apakah termasuk kanker ganas? Haruskah dioperasi? Berbagai pertanyaan yang menggelisahkan berkecamuk di pikiran Heru.

Untuk mencari kepastian, dia mencari pendapat dari dokter lain. Namun semua dokter yang dikunjunginya menyarankan untuk menjalani biopsi, sementara Heru sendiri berusaha keras menghindari pilihan ini.

Mereka memutuskan untuk menjalani pemeriksaan di Penang, Malaysia. Tanggal 10 April 2008, dengan membawa hasil pemindaian, mereka terbang ke negeri jiran

Page 29: Jangan Minta Beban Ringan

29Mintalah Bahu Kuat

menemui dokter oncology. Hasil pemindaian di Jakarta hanya memperlihatkan 1 bulatan, meskipun saat leher diraba menggunakan jari terasa ada 2 benjolan. Dokter meminta dilakukan pemindaian lagi. Hasilnya cukup mengejutkan karena justru terlihat ada benjolan baru. Apakah ini benjolan baru atau benjolan lama yang tidak terekam pada hasil pemindaian sebelumnya?

Berdasarkan hasil pemindaian, dokter mendiagnosis bahwa ada kanker yang berada di pangkal lidah. Jika mengacu pada ukurannya, maka kanker ini akan sudah memasuki stadium 3. Untuk jenis kankernya, baru dapat diketahui setelah menjalani pemeriksaan biopsi. Dokter menyarankan supaya Heru menjalani biopsi yang ditangani oleh dokter spesialis bedah kanker.

Namun karena kesibukan Heru dan juga proses mencocokkan waktu dengan jadwal dokter, maka biopsi baru bisa dilakukan lima bulan kemudian, tepatnya 8 September 2008. Selama lima bulan itu, praktis tidak ada terapi yang dilakukan terhadap benjolan itu. Proses biopsinya sendiri hanya memakan waktu 30 menit. Begitu selesai. Heru diizinkan pulang Jakarta. Mengenai hasilnya akan diinformasikan segera.

Dua hari kemudian, mereka mendapat kiriman email dari rumah sakit di Penang yang memberitahukan hasil pemeriksaan biopsi. Isinya membuat merinding. Ternyata benjolan tersebut terbilang kanker Low Grade Mucoepidermoid Carcinoma, yang berada di pangkal lidah dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening serta kelenjar ludah. Yang lebih mengejutkan, dokter oncology itu menyatakan bawa kanker jenis ini tergolong sangat jarang terjadi. Itu sebabnya, data yang dimiliki rumah sakit tentang

Page 30: Jangan Minta Beban Ringan

30 Jangan Minta Beban Ringan

penyakit ini juga sangat minim. Selain itu, dokter juga tidak memiliki banyak pengalaman dalam menanganinya. Pernyataan serupa datang dari dokter Singapura yang mengatakan bahwa kanker jenis ini sangat langka dan harus dioperasi. Jenis operasinya adalah radical neck dissection and resection of primary site.

Melalui email itu, pihak rumah sakit menyarankan Heru supaya datang ke NCCS (National Cancer Center of Singapore) di Singapura untuk menjalani pemeriksaan organ bagian dalam (endoskopi).

Tanpa menunda-nunda, tanggal 12 September 2008, Heru pun terbang ke Singapura. Pemeriksaan yang dilakukan sambil duduk itu dokter dapat melihat dengan jelas kanker tersebut. Sekali lagi dokter menyarankan supaya benjolan tersebut segera diangkat melalui operasi. Sebab jika terlalu lama maka kanker itu dapat berkembang lebih parah sehingga semakin menyulitkan untuk melakukan pengobatan. Dokter juga menjelaskan risiko bahwa kanker itu dapat merusak pita suara dan menyebabkan penderita susah untuk menelan.

“Bisakah dijelaskan bagaimana operasi itu akan berlangsung, dok?” tanya Heru

“Dalam operasi nanti kami akan membelah bibir bapak. Dimulai dari bagian tengah kemudian serong ke kanan bawah, melewati pipi, kemudian berakhir di bagian telinga,” jelas dokter dengan lugas. “Selanjutnya kami akan membuang benjolan.”

“Rahang bapak juga akan dibelah supaya kami bisa menjangkau pangkal lidah,” lanjut dokter. “Setelah itu, kelenjar getah bening bagian leher kanan dan kelenjar ludah sebelah kanan juga akan diambil. Operasi ini akan memakan

Page 31: Jangan Minta Beban Ringan

31Mintalah Bahu Kuat

waktu antara empat sampai lima jam, dan opname sekitar delapan hari.”

Sejenak Heru tertegun dan tak bisa berkata apa-apa.

Tanya Heru ke dokter, “Dok apakah ini termasuk operasi besar?”

Dokter mengatakan bahwa operasi ini sangat besar.

“Woooow, ternyata operasi ini sangat besar!” batinnya. Untuk melakukan operasi di sekitar kepala dan leher harus dilakukan oleh dokter yang sudah sangat ahli.

***

Bagi kebanyakan orang, begitu mendengar kata “operasi” maka hatinya menjadi gelisah. Namun tidak bagi Sherly. Saat mendengar penjelasan Heru tentang kondisi penyakit suaminya, Sherly tidak menjadi syok. “Kalau boleh memilih, sebenarnya saya ingin Heru tidak harus operasi. Tapi setelah melihat bahwa dia menghadapinya dengan berani, maka saya mendukungnya. Saya akan melakukan apa yang harus saya lakukan,” kata Sherly.

“Kadang-kadang saya sempat juga berpikir tentang masa depan anak-anak yang masih butuh banyak biaya. Saat itu kami juga sedang merenovasi rumah. Sementara biaya untuk pengobatan kanker ini juga butuh banyak biaya. Lalu dari mana biaya akan didapatkan, karena saya sendiri tidak bekerja,” lanjutnya.

Akan tetapi pikiran itu segera ditepisnya. “Karena kalau saya mikirin kok nggak nyampe dan nggak ada solusi, akhirnya saya bilang terserah Tuhan saja deh, ini mah bagian Tuhan karena apa pun yang saya rencanakan tapi kalau bukan kehendak-Nya maka tidak akan tercapai,” kata Sherly.

Page 32: Jangan Minta Beban Ringan

32 Jangan Minta Beban Ringan

“Bagian saya adalah hidup benar di hadapan-Nya. Saya tidak perlu menghabiskan waktu untuk bersedih dengan penyakit Heru. Saya yakin Tuhan memampukan saya untuk melaluinya, “terusnya.

Heru juga merasa tenang. “Waktu itu saya tetap merasa damai sejahtera karena saya percaya bahwa apa pun yang terjadi, Tuhan Yesus pasti menyertai dan memberi kekuatan,” kenangnya.

Selepas urusan di Singapura, Heru mampir dan Batam karena belum pernah mengunjungi pulau ini. Pagi berikutnya, terbang ke Jakarta.

Sesampai di rumah, Heru langsung mengubah pola hidupnya, antara lain dengan berpantang beberapa jenis makanan. Untuk keperluan ini, Heru meneladani pola hidup ibu Pit Lin dari Club Sehat yang sembuh dari penyakit kanker. “Saya sangat terinspirasi bahwa selama bu Pit Lin sakit, dia tidak mau mengeluh atau bersungut-sungut, tetap tetap berharap pada Tuhan apapun yang akan terjadi, sambil menjalankan pola hidup dan makan yang benar,” ungkap Heru.

Sebelum berangkat kembali ke Singapura, mereka membuat daftar orang-orang yang harus dilayani dan dibezuk karena mereka sedang dalam pergumulan. “Mumpung Heru masih punya suara, jadi kami kunjungi orang yang telah kami rencanakan untuk dilayani,” kata Sherly. Seandainya nanti memang menjadi cacat tidak dapat bersuara, paling tidak mereka sudah ambil bagian dalam sekolah kehidupan ini.

Page 33: Jangan Minta Beban Ringan

33Mintalah Bahu Kuat

Page 34: Jangan Minta Beban Ringan

2

Pergumulan

Page 35: Jangan Minta Beban Ringan

35Mintalah Bahu Kuat

Sepulang dari Batam suasana hati Heru masih tenang. Akan tetapi pada sore mendadak muncul perasaan yang campur aduk antara ketakutan, kekhawatiran dan kegelisahan. Padahal pada malamnya Heru dan Sherly berencana untuk melayat ke rumah duka. Salah satu teman KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) mereka dipanggil Tuhan karena serangan stroke. Malam itu adalah kesempatan terakhir mereka untuk melayat.

Heru lalu menyampaikan kegalauan hatinya pada Sherly.

“Saya sedang merasa kacau, takut dan khawatir sekali,” ungkap Heru.

“Apa yang dikhawatirkan? Takut apa?” tanya Sherly, istrinya.

“Entahlah. Saya kok tiba-tiba merasa takut sekali. Tapi saya nggak tahu takut apa.”

“Apa sih yang membuat takut,” tanya Sherly dengan lembut,” Apakah khawatir soal biaya? Apakah takut rasa sakit saat operasi? Atau takut bila operasinya gagal?”

“Saya nggak bisa menjelaskan. Pokoknya banyak hal yang berkecamuk di pikiran saya. Sungguh kacau! Saya nggak

Page 36: Jangan Minta Beban Ringan

36 Jangan Minta Beban Ringan

bisa tenang. Saya merasa sangat gelisah.”

“Begini saja,” usul Sherly, “Kita sekarang berangkat ke rumah duka. Di sana banyak teman-teman KTB atau Komsel. Nanti minta didoakan.”

Heru setuju.

Mereka bergegas menuju rumah duka. Sesampainya di sana, Heru langsung mengungkapkan pergumulan batinnya pada pak Budi Sugiri. “Pak, saya sedang kacau, takut dan khawatir. Tolong doakan saya,” pinta Heru.

“Itu yang namanya intimidasi,” jelas pak Budi. Setelah kebaktian tutup peti, mereka mengajak pak Roy, pak Iwan dan pak Arifin untuk mengambil tempat di sudut ruangan dan berdoa bersama.

Selama berdoa berlangsung itu, pak Arifin dalam doanya menyebutkan firman Tuhan dari Yohanes 11 : 4. Usai berdoa mereka membuka Alkitab dan bersama-sama membacanya:

Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.”

Doa itu ternyata menimbulkan perubahan yang luarbiasa. Heru merasa lebih tenang, dapat kembali berpikir dengan jernih dan merasakan “Damai sejahtera yang melampaui segala akal dan pikiran.”

Lebih dari itu, Heru juga mendapatkan hikmat dari Tuhan perihal operasi.

Page 37: Jangan Minta Beban Ringan

37Mintalah Bahu Kuat

“Hikmat tersebut adalah bahwa kanker ini harus dioperasi. Untuk urusan pekerjaan di kantor saya tidak perlu mengkhawatirkan karena justru dengan operasi ini karyawan akan bersungguh-sungguh dalam mengemban tanggungjawab atas pekerjaannya. Demikian juga anak-anak saya akan menjadi lebih dewasa,” tutur Heru. Dengan kata lain, proses operasi ini justru akan menjadi berkat bagi orang lain. Heru juga mendapat hikmat supaya tidak mencemaskan tentang biaya operasi.

Hikmat tersebut membuat Heru dan istrinya menjadi lebih tenang. Akan tetapi tiba-tiba muncul persoalan baru. Saat berkorespondensi dengan dokter di Singapura, Heru mendapat informasi bahwa setelah operasi, dia harus opname di rumah sakit selama delapan hari. Setelah itu, masih belum bisa balik ke Indonesia karena Heru masih harus tetap tinggal di negeri pulau itu selama 2-3 minggu lagi untuk belajar makan lagi. Sebab sebelumnya, Heru hanya mendapatkan asupan makanan melalui selang yang ditelusupkan melalui hidungnya.

Membayangkan hal ini, rasa masygul menyeruak kembali. Heru justru mencemaskan Sherly jika harus menungguinya selama itu mengingat istrinya itu menderita cedera di tulang belakang yang sering kumat. “Bagaimana dengan Sherly? Apakah dia akan cukup kuat menunggui saya? Bagaimana ketika saya sedang diopname tiba-tiba Sherly jatuh sakit. Siapa yang akan merawatnya?”

Sherly menyadari pergumulan suaminya. Dia mengisahkan, “Kalau dipikir-pikir memang rasanya tidak mungkin untuk mendampingi. Saya memiliki cedera di leher dan pinggang yang sering kumat. Saya tidak bisa berjalan jauh dan duduk yang terlalu lama. Padahal kalau harus

Page 38: Jangan Minta Beban Ringan

38 Jangan Minta Beban Ringan

menemani Heru, berarti saya harus duduk lama di rumah sakit. Selain itu, hidup di Singapura itu lebih banyak berjalan kaki karena tidak ada bajaj atau ojek. Untuk mengantisipasi ini, saya harus membawa semua obat yang biasa saya minum. Ini untuk berjaga-jaga bila kumat sakitnya nanti. Selebihnya, Tuhan yang akan memampukan saya.”

Sama seperti yang sudah-sudah, mereka membawa persoalan ini ke hadapan Tuhan. Sekali lagi kasih Tuhan merahmati mereka melalui hikmat yang diterima oleh Sherly bahwa “Sherly akan tetap sehat dan kuat.” Hal ini kembali menguatkan mereka. Apalagi sudah ada Devi, keponakan Heru, yang sudah bermukim di Singapura. Karena masih belum bekerja, maka Devi memiliki banyak kesempatan untuk membantu mereka selama berada di Singapura. Termasuk di antaranya membantu mencarikan pinjaman blender atau juicer apabila sudah diperlukan.

Saat Heru menyusun kepingan-kepingan peristiwa di masa lalu, Heru melihat ada gambar utuh tentang karya pemeliharaan Tuhan. Tuhan telah menyiapkan segala sesuatunya.

Jadwal operasi sudah didapatkan yaitu hari Jumat, 14 Nopember 2008. Mereka harus datang sehari sebelumnya untuk menjalani persiapan.

Page 39: Jangan Minta Beban Ringan

39Mintalah Bahu Kuat

Page 40: Jangan Minta Beban Ringan

3

Operasi

Page 41: Jangan Minta Beban Ringan

41Mintalah Bahu Kuat

Sehari sebelum operasi, Heru sudah masuk ke kamar rumah sakit. Heru menceritakan kembali suasana saat itu: “Malam itu adalah malam terakhir saya masih dapat memilih makanan bebas. Setelah operasi ini saya pasti harus sangat berhati-hati dalam memilih makanan.”

“Malam itu saya berdoa dengan bersungguh-sungguh berdoa berharap akan adanya mukjizat yang spektakuler. Kalau bisa, benjolan ini bisa hilang secara ajaib atau tiba-tiba dokter menemukan metode terapi terbaru sehingga saya tidak harus menjalani operasi ini.”

Sesudah berdoa, Heru terlelap sampai pukul 5 pagi. Begitu bangun, Heru bangun cepat-cepat meraba leher dan berharap terjadi mukjizat. Ternyata benjolan itu masih tetap ada.

“ Pukul tujuh pagi, perawat sudah mendorong saya di atas kereta dorong menuju ruang operasi. Sepanjang lorong ke ruang operasi itu saya terus-menerus berdoa meminta mukjizat. Sesampai di meja operasi, doa saya berubah. Saya minta hadirat Tuhan Yesus saja dan supaya Yesus sendiri yang memimpin operasi ini. Sampai di situ pun saya masih lancang mengatur-atur Tuhan he…he. . . he..”

Page 42: Jangan Minta Beban Ringan

42 Jangan Minta Beban Ringan

Sherly dan Devi menunggu selama operasi berlangsung sambil berdoa dan membalas SMS dari saudara, sahabat, teman, karyawan, pendeta, dan teman di gereja. Isi pesan SMS beraneka ragam. Ada yang mendoakan; Ada yang memberi saran; Ada yang sedih; Ada pula yang khawatir.

“Tanpa saya sadari, semua itu menjadi berkat bagi saya. Dengan berbagai kiriman SMS itu saya tidak sendirian karena ada kesibukan menceritakan apa yang sedang terjadi. Saya mendapat penghiburan sehingga semakin kuat bersama-Nya,” ujar Sherly.

Operasi dimulai pukul delapan tepat. Ada 15 dokter yang menangani operasi yang menurut keterangan dokter berlangsung sangat lama itu. “Saya tidak tahu persis berapa lama operasi berlangsung namun yang jelas saya sudah masuk ICU pukul 18.00. Itu artinya operasi ini berlangsung dari pagi sampai sore. Wow…. apa dokternya nggak capek tuh? Apa selama operasi itu mereka sempat istirahat makan siang? Nggak tahulah!” ujar Heru.

Sherly menunggu dengan setia. Jika terasa lelah, dia memejamkan mata sejenak. Tidak hanya Sherly dan Devi, kerabat dan relasi Heru yang ada di Jakarta menunggu kabar dengan perasaan was-was. Mereka beberapa kali mengirimkan SMS untuk mengetahui hasil operasi..

Selesai operasi, Heru dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU). “Saat pertama melihat Heru usai operasi wajahnya terlihat lebih gemuk karena bengkak. Warnanya merah,” terang Sherly. Dengan bercanda Sherly mengatakan bahwa wajah suaminya saat itu seperti wajah makhluk angkasa luar dari planet asing.

Page 43: Jangan Minta Beban Ringan

43Mintalah Bahu Kuat

Ada banyak peralatan medis yang menempel tubuh Heru. “Selang ada di mana-mana: di hidung, di mulut, di dada, dan di tenggorokan. Pokoknya ramai deh. Terus luka sayatnya juga tampak aneh. Ada yang dijahit dengan benang, tapi ada pula yang distaples dengan semacam kawat,” jelas Sherly. Anehnya, melihat semua itu, Sherly tidak merasa kaget atau menjadi panik.

Karena masih di bawah pengaruh obat bius, malam itu Heru merasakan kepalanya terasa sangat besar, bengkak, dan berat. Untuk menggerakkan kepala sedikit saja terasa begitu berat dan susah. Kelopak mata terasa berat. Maunya tidur terus.

Untuk sekadar membuka mulut pun Heru hampir tidak bisa melakukannya. Peralatan medis banyak yang menempel di kepalanya. Leher Heru dilubangi kemudian dimasuki selang oksigen supaya Heru bisa bernapas.

Selepas pukul sem-bilan malam, pengaruh obat bius mulai meng-hilang. Kesadaran Heru mulai pulih namun be-lum bisa membuka mu-lut sedikit pun. Bibirnya menjadi tebal. Lidah juga membengkak sehingga memenuhi rongga mulut. “Lidah ini seperti ditarik dan tidak tahu ke arah mana. Ini sangat aneh,

Jahitan dan staples

Page 44: Jangan Minta Beban Ringan

44 Jangan Minta Beban Ringan

karena hanya ada sedikit saja yang bisa dirasakan dan disen-tuh oleh lidah. Badan terasa sakit semua, capek sekali dan tidak punya tenaga. Telinga saya juga tidak bisa mendengar dengan jelas,” tutur Heru.

Pukul 22. Heru menyuruh Sherly pulang ke apartemen karena sudah ada perawat yang berjaga-jaga di rumah sakit. Tujuannya untuk menghemat tenaga karena hari-hari yang harus dilalui masih panjang. Heru tidak menduga bahwa justru setelah itu akan “berperang” melawan air liur.

Page 45: Jangan Minta Beban Ringan

45Mintalah Bahu Kuat

Page 46: Jangan Minta Beban Ringan

4

Perang Lawan Air Liur

Page 47: Jangan Minta Beban Ringan

47Mintalah Bahu Kuat

Malam hari selepas operasi, Heru harus berjuang sekuat tenaga membendung banjir air di rongga mulutnya. Heru tidak mampu membuang atau menelan air liur sehingga mengalir masuk ke dalam saluran napas. Akibatnya Heru terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas, seperti orang tenggelam dalam air. Heru segera memencet bel untuk memanggil perawat. Karena tidak bisa membuka mulut, Heru hanya bisa menggunakan bahasa isyarat tangan untuk menunjukkan bagian mulutnya. Perawat buru-buru mengambil alat penyedot untuk menguras volume air liur di mulut Heru.

Pada awalnya, masih ada jeda waktu sekitar lima menit sebelum serangan air liur berikutnya itu datang kembali. Akan tetapi lama-kelamaan produksi air liur itu mengucur deras tanpa henti. Heru mulai kewalahan dan menjadi panik. Jika terlambat untuk disedot, maka napasnya akan tersengal-sengal seperti orang yang tenggelam. Dia berusaha sekuat tenaga mencari oksigen. Akhirnya perawat menunggui di samping tempat tidur karena harus sering-sering menyedot air liur.

Setiap kali dilakukan penyedotan, maka mulut Heru harus dibuka. Padahal sampai saat itu Heru belum bisa membuka mulutnya sendiri. Perawat harus membuka paksa

Page 48: Jangan Minta Beban Ringan

48 Jangan Minta Beban Ringan

mulutnya. “Rasanya sakit sekali,” kata Heru.

Sherly hanya bisa memandang Heru yang kesakitan, tapi belum bisa membantu apa-apa. Dia hanya memperhatikan reaksi Heru. “Jika diperlukan saya segera memanggil perawat,” katanya. Karena dirawat di ruang super intensif maka perawat sangat tanggap, cekatan dan pintar. Mereka sudah mengerti kebutuhan pasien yang baru saja keluar dari kamar operasi.

“Saat itu peran saya adalah lebih menjaga perasaan Heru,” ujar Sherly, “saya harus selalu siap membantu. Untuk itu saya tidak boleh sakit. Kalau saya menderita sakit flu, saya khawatir bisa menularkan pada Heru. Itu sebabnya saya selalu menjaga kesehatan dengan minum vitamin dan makan teratur.”

Malam itu Heru tidak dapat beristirahat sedikit pun. Sampai dengan fajar menyingsing sudah tidak terhitung berapa puluh kali perawat harus menyedot air liurnya. Pukul lima pagi, Heru akhirnya terlelap, namun hanya bertahan selama sejam karena diganggu oleh serangan air liur.

***

Paginya, di apartemen, Sherly bangun tidur lalu minum jeruk nipis. Tujuannya supaya tidak mudah sakit flu. Dilanjutkan dengan bersaat teduh. Diawali dengan menyanyi dari buku Kidung Jemaat. Nyanyian ini yang setiap pagi selalu menemani Sherly dalam perjalanan dari apartemen sampai rumah sakit. Selesai bersaat teduh, Sherly mandi dan sarapan buah. Setelah itu dengan menggendong ransel dan bersepatu kets, Sherly bergegas menuju rumah sakit.

Apartemennya dekat dengan MRT. Dari China Town ke Outram Park hanya terpaut satu stasiun. “Sebentar banget.

Page 49: Jangan Minta Beban Ringan

49Mintalah Bahu Kuat

Mungkin hanya 1 atau 2 menit. Yang lebih lama justru jalan kaki dari apartemen menuju stasiun MRT,” kata Sherly. Sesampai di Outram Park dia melanjutkan perjalanan menggunakan shuttle bus, yaitu bus gratis yang disediakan oleh rumah sakit. Namun jika datang terlalu pagi atau pulang terlalu malam, fasilitas ini berhenti beroperasi. Sherly harus berjalan kaki menuju MRT.

“Jika dalam perjalanan itu kaki saya terasa tidak enak atau ngilu, ya saya cari tempat duduk. Saya istirahat sebentar, tumpangkan tangan pada yang sakit sambil berdoa supaya bisa jalan lagi,” ujar Sherly.

Perjalanan apartemen menuju rumah sakit dan sebaliknya ini adalah pengalaman yang baru bagi Sherly. Dia belum pernah pergi sendirian di luar negeri. Apalagi kondisi

tubuhnya juga tidak sedang prima.

Karena menderita sakit HNP (Human Neutrophil Peptides) di punggung dan leher, Sherly tidak bisa berjalan kaki terlalu jauh, membawa beban berat di punggung dan duduk yang lama. Dia akan merasakan pegal-pegal di pinggang dan lehernya.

Saat berada di rumah, setelah mengerjakan urusan rumah

tangga dari pagi hingga siang, dia masih bisa menyempatkan diri untuk berbaring sejenak dan meluruskan pinggang dan

Selang-selang menempel

Page 50: Jangan Minta Beban Ringan

50 Jangan Minta Beban Ringan

kakinya yang pegal. Namun selama berada di rumah sakit di Singapura, Sherly tidak punya tempat untuk berbaring. Meski demikian, dia justru tidak pernah merasa sakit. “Teman-teman komsel bergurau kalau saya dapat bonus dari Tuhan Yesus Kristus. Saya disembuhkan dari sakit pinggang. Kalau ada teman yang bergurau seperti itu, saya hanya bilang ‘amin’ saja,” ujar Sherly.

***

Menjelang siang, sekitar pukul 11, serangan air liur sedikit mereda. Bersamaan dengan itu, ada tiga teman kantor yang datang menjenguk. Heru belum bisa bercakap-cakap. Jadi hanya bisa berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat tangan saja.

Dari pagi sampai dengan siang hari, Heru belum dapat menggerakkan tubuhnya dengan leluasa. Badannya masih terasa sangat lelah dan berat. Dia hanya dapat mendengarkan orang berbicara dan melihat sedikit namun belum dapat merespon. Air liurnya masih tetap keluar namun sudah lebih berkurang dibandingkan dengan malam sebelumnya.

Sherly dan Devi dengan sigap membantu mengelap dan membersihkan mulut menggunakan tisu. Dalam situasi seperti ini, tisu menjadi benda yang sangat berharga karena banyak menghabiskan tisu. Sementara itu persediaan tisu sudah mulai menipis.

Heru mulai latihan untuk membuka mulutnya tetapi terasa masih sakit sekali. “Saya coba masukkan satu jari ke dalam mulut ternyata tidak bisa masuk. Saya mencoba sedikit memaksakan tetapi terasa sakit sekali,” tutur Heru. “Lidah juga belum bisa digerakkan. Saya hanya merasakan sedikit pada ujung lidah tapi saya belum tahu apakah itu

Page 51: Jangan Minta Beban Ringan

51Mintalah Bahu Kuat

gigi atau benda yang lain.” Lidah masih bengkak, miring dan tidak dapat merasakan apa-apa.

Sore itu ada dokter yang datang untuk memberikan petunjuk cara membersihkan mulut supaya tidak tumbuh jamur dan timbul infeksi. Tapi bagaimana bisa? Sedangkan untuk membuka mulut saja tidak bisa. Jangankan untuk berkumur-kumur, bahkan untuk menggerakkan lidah saja masih belum mampu! Meski demikian, Heru mencoba untuk mematuhi perintah dokter. Dia mencoba berkumur-kumur dengan sedikit air, tapi hasilnya malah air itu masuk ke dalam saluran napas. Tubuhnya langsung bereaksi dengan batuk-batuk yang hebat.

Sekitar pukul sepuluh malam, sebelum berpamitan pulang ke apartemen, Sherly dan Devi mengajak Heru berdoa malam. Usai keduanya pulang, Heru melanjutkan berdoa secara pribadi. “Tuhan inilah bagianku yang harus kujalani. Hanya kekuatan yang dari-Mu yang akan memampukanku. Aku siap untuk menjalaninya. Amin.”

Begitu selesai mengucapkan “amin”, tebersit kegalauan dalam hati kecilnya. “Apakah kulakukan ini sudah benar? Ada orang yang memberi saran supaya aku tidak menjalani operasi ini karena daerah kepala dan leher adalah bagian tubuh yang berisiko tinggi bila dioperasi. Tapi mengapa kulakukan juga?” Berbagai bayangan melintas di benak Heru. “Bagaimana kalau operasi ini gagal lalu aku menjadi cacat seumur hidup? Bagaimana jika setelah operasi ini aku selamanya tidak mampu makan, berbicara dan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan mulut?”

Untuk menghilangkan kegalauan itu, Heru berdoa kembali. Heru tidak mendapatkan jawaban Tuhan secara spesifik namun dia merasakan hati yang dipenuhi dengan

Page 52: Jangan Minta Beban Ringan

52 Jangan Minta Beban Ringan

perasaan damai sejahtera. Dia juga mendapatkan hikmat bahwa operasi ini memang perlu dilakukan sebelum segala sesuatunya terlambat.

Sejam kemudian, serangan air liur itu datang kembali. Heru masih belum mampu menggerakkan mulut untuk mengeluarkan air liur yang menggenangi rongga mulutnya. Kali ini air liurnya lebih banyak dan mengalir tanpa putus-putus. Sama seperti malam sebelumnya, semalaman Heru harus begadang dengan didampingi perawat yang siap-siap dengan alat sedotnya jika bah lair liur itu meluap kembali.

Tanggal 16 Nopember 2008, sekitar jam tujuh pagi, perawat memberitahu bahwa Heru sudah bisa dipindah ke ruang perawatan namun ruang perawatan penuh. Jadi dia harus menunggu ada kamar yang kosong.

Pukul 08.10, tim dokter datang untuk memeriksa keadaan fisik. Bibir masih bengkak. Mulut juga masih sulit untuk dibuka namun dokter malah menyuruh Heru untuk berkumur-kumur. Perawat membantu menyemprotkan air ke dalam mulut. Hal ini cukup membantu untuk mengencerkan lendir yang ada di mulut sehingga bisa terbawa keluar saat Heru batuk-batuk karena tersedak oleh air yang masuk ke saluran napas.

“Saat itu, rasa dalam mulut kacau sekali. Lidah terasa sakit dan bekas operasi ini juga sangat mengganggu,” kenangnya. Perjuangan melawan air liur ini menguras tenaga Heru. Fajar menjelang, Heru merasakan kelelahan luar biasa.

Pagi-pagi, Sherly istrinya sudah datang sambil membawa handphone. Ada banyak pesan singkat yang masuk. Semuanya berisikan kata-kata penguatan. Namun

Page 53: Jangan Minta Beban Ringan

53Mintalah Bahu Kuat

Heru sudah tidak punya sisa daya untuk membalas. Dia membiarkan saja. Dia ingin sekali memejamkan mata barang sejenak, tetapi saat itu tidur menjadi kemewahan bagi Heru. Serangan air liur seakan tak rela memberi kesempatan kepada Heru untuk memicingkan mata sedetik pun.

Kakinya terasa dingin, bukan karena pendingin ruangan, melainkan karena kondisi tubuhnya yang menurun drastis. Heru meminta istrinya untuk memijit-mijit kakinya yang terasa kaku. Setelah itu minta diselimuti sampai rangkap tiga.

Akhirnya pukul 16.00 Heru dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Dia mendapat tempat di ujung, dekat dengan jendela. Ada tiga pasien yang dirawat di ruangan yang sama. Salah satu dari pasien itu akan memberikan pelajaran yang berharga buat Heru.

Page 54: Jangan Minta Beban Ringan

5

Pria Mencurigakan

Page 55: Jangan Minta Beban Ringan

55Mintalah Bahu Kuat

Kira-kira baru 30 menit berada di ruang yang baru, masuklah pasien baru. Melihat raut wajahnya, sepertinya pasien ini pria keturunan India atau Pakistan. Sorot matanya tajam dan terlihat nanar. Tangannya selalu memegang perut dan pinggang. Mungkin di situlah pusat rasa sakitnya. Orangnya terlihat sederhana. Dia hanya membawa sekantong plastik, kalau isinya baju, pasti tidak lebih dari sepasang baju. Dia datang sendirian. Tidak ada keluarga atau orang lain yang mengantarnya.

Sejak masuk ke dalam kamar, orang ini selalu mengamati Sherly dan Devi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sorotan matanya yang jalang menyiratkan seolah-olah belum pernah melihat makhluk manusia perempuan. Itu yang membuat Heru mulai tidak menyukai orang ini.

“Saya curiga, apa maunya orang ini. Tatapan matanya tidak sopan sama sekali,” jelas Heru.

Orang dari Asia Selatan itu membuka tas plastik bawaannya. Ternyata isinya sekaleng minuman bersoda dan selembar kaos. Dia membuang tas plastik dan bergegas menenggak habis isi minuman kaleng itu. Akibatnya, pria itu mengalami kesakitan pada pencernaannya. Dia memanggil perawat lalu terbaring meringkuk sambil memegangi perutnya yang sakit.

Page 56: Jangan Minta Beban Ringan

56 Jangan Minta Beban Ringan

Heru membatin, “Lha wong sedang menderita sakit perut kok malah minum minuman bersoda. Jelas saja bertambah sakitlah.”

Setelah rasa sakitnya reda, pria ini menatap Heru dengan wajah dingin. Tanpa sapaan, namun raut wajahnya menunjukkan sejuta keheranan hinggap di benaknya. “Mungkin dia merasa takut melihat wajah saya yang bengkak, penuh jahitan dan ditempeli berbagai peralatan medis,” kenang Heru sambil tersenyum. “Apalagi saat itu saya masih terus-menerus mengeluarkan air liur dari mulut saya.”

Malam harinya pria ini dipindah oleh perawat ke ruangan lain. Kemungkinan besar orang ini terganggu oleh suara batuk-batuk Heru karena tersedak oleh luapan air liur. Selain itu, orang ini mungkin orang ini juga terganggu oleh lampu kamar Heru yang tetap dinyalakan pada larut malam meskipun Heru sudah menutup korden di ranjangnya. Seharusnya lampu di ruangan itu dimatikan dan semua korden dibuka.

Bagi Heru dan pasien lain yang ada di ruangan itu, tingkah pria ini terlihat aneh. Sikapnya juga mencurigakan dan tidak dapat diduga.

Akan tetapi pada pagi harinya, terjadi peristiwa yang mengejutkan. Orang pertama yang menjenguk Heru adalah pria yang aneh ini. Dia menghampiri tempat tidur Heru. Dengan tersenyum, dia memberi salam sambil mengangkat tangannya. Untuk sesaat Heru terperanjat. Dia masih teringat perilaku ganjil orang ini pada malam tadi. “Ngapain dia datang? Apa maunya?” Karena kendala bahasa maka mereka hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan raut wajah. Sikap pria ini telah berubah drastis. Dari orang yang semalam tampak angkuh, dingin dan sombong, pagi itu

Page 57: Jangan Minta Beban Ringan

57Mintalah Bahu Kuat

menjadi sosok yang ramah, lembut dan murah senyum. Dia hanya mengucapkan dua kata, “Good morning!” Akan tetapi itu sudah lebih dari cukup untuk melumerkan kekakuan dan mengikis kecurigaan.

Heru tersenyum sebisa-bisanya karena mulut masih sakit. Selebihnya hanya melambaikan tangan.

Selama dua hari berikutnya, pria ini rutin mengunjungi dan menyapa Heru di pagi hari. Namun pada hari ketiga, pria ini menyapa sekaligus pamitan. Dari empat pasien di kamar itu, pria ini hanya berpamitan kepada Heru, Sherly dan Devi.

“I go back. I go back,” katanya dengan wajah sumringah sambil memberikan salam dengan tangan.

Heru, Sherly dan Devi mengantarkan kepergian pria ini dengan wajah haru. Suara Sherly dan Devi tercekat di tenggorokan. Mereka masih tertegun akan kehadiran pria ini. “Awalnya pria ini tampak mencurigakan,” kenang Heru. “Eh, ternyata justru pria ini paling memberi perhatian pada kami bertiga. Kami salah menduga dan terburu-buru dalam menilai seseorang. Kami cepat mengambil kesimpulan dengan hanya melihat penampilan luarnya. Ternyata hatinya berbeda dengan penilaian kami. Puji Tuhan, kami diingatkan supaya tidak menaruh curiga pada orang hanya dari penampilan luarnya saja.”

Sore harinya, Heru mendapat kunjungan istimewa dari ibu Hilda Pelawi, dan Pak Albert beserta istri. Heru dan istri merasa sangat senang atas kunjungan ini. Rasanya seperti berada di Jakarta saja karena bertemu dengan orang-orang yang dekat di hati.

Page 58: Jangan Minta Beban Ringan

6

Malam Menakutkan

Page 59: Jangan Minta Beban Ringan

59Mintalah Bahu Kuat

Pukul sembilan malam, Sherly dan Devi berpamitan pulang ke apartemen untuk istirahat. Sebelumnya mereka sudah menyiapkan hal yang dibutuhkan Heru pada malam hari: kertas tisu, tempat sampah, tempat buang air liur, buku dan pena. Semua sudah siap dengan posisi yang mudah dijangkau oleh Heru.

Satu jam kemudian, ada pasien baru yang masuk ke ruang perawatan dan ditempatkan di sebelah Heru. Dari logat bicaranya, Heru menduga orang ini berasal dari orang Filipina. Dia datang bersama dengan empat teman perempuannya, sehingga menimbulkan suara yang berisik. Padahal Heru sedang panik berjuang melawan gerojogan air liur yang tidak mau berhenti.

Heru masih mencoba bersabar, namun setengah jam berlalu tetangga baru ini masih saja bercanda. Kesabaran Heru mencapai batasnya. Dia meraih bel dan memencetnya untuk memanggil perawat.

Perawat datang. Karena belum bisa berbicara, Heru menggoreskan pesan di atas buku kecil. “Saat ini sudah larut malam. Tolong tamunya suruh pulang,” tulis Heru.

Perawat lalu menegur tamu-tamu pasien baru itu. Mereka meminta waktu lagi. Namun Heru sudah gusar. “KALAU MAU BERCANDA, DI LUAR SAJA!” tulis Heru besar-besar.

Page 60: Jangan Minta Beban Ringan

60 Jangan Minta Beban Ringan

Melalui perawat, pasien baru itu mengatakan bahwa dia akan dioperasi.

Heru menulis lagi. “Operasinya ‘kan tidak di sini. Ini sudah malam, bukan jam bezuk. Suruh mereka keluar sekarang. Go out now!” tandas Heru. Akhirnya mereka menuruti permintaan Heru dan meninggalkan ruangan.

Suasananya kembali senyap seiring perasaan Heru yang kembali tenang. Sebelum meninggalkan ruangan, perawat terlebih dahulu mematikan AC. Akibatnya udara menjadi terasa pengap. Sebenarnya Heru juga merasa kedinginan. Dia berselimut sampai rangkap tiga dan masih tetap berkeringat dingin. Meski demikian, kalau AC dimatikan maka Heru merasa kesulitan bernapas. Dia merasakan udara menjadi sesak dan pengap. Dia lebih rela kedinginan daripada susah bernapas.

“Saya pencet bel lagi, minta AC untuk dinyalakan, wah saat itu benar-benar tidak nyaman, tidak ada damai, perasaan kacau, badan capek, bekas operasi terasa sakit, lelah dan yang paling sengsara ya air liur ini yang makin dahsyat tidak mau berhenti. Susah sekali untuk dikeluarkan dari mulut, dan mulut mulai terasa kaku” kata Heru.

Meski sudah dimarah-marahi namun perawat yang keturunan India itu tetap bersikap baik, sabar dan telaten dalam membantu menyedot air liur di mulut Heru.

Lewat tengah malam, Heru masih belum bisa mengistirahatkan badan. Dia ingin meluruskan badannya. Cukup sekali saja rasanya sudah cukup. Namun hal itu hampir mustahil dilakukan saat itu. Jika dia meluruskan badan dengan rebahan, maka air liurnya langsung masuk ke saluran napas. “Jadi posisi paling baik ya duduk di atas kasur.

Page 61: Jangan Minta Beban Ringan

61Mintalah Bahu Kuat

Begitulah saya harus pada posisi duduk terus sampai bokong saya terasa panas sekali,” jelas Heru.

“Saya merasa sangat capek. Saya ingin sekali air liur ini berhenti dululah barang sejenak supaya bisa tidur sebentar saja. Ternyata tidak dapat. Saya hanya bisa berharap dan doa. Tuhan saya ingin istirahat, tolong hentikan air liur ini,” kata Heru.

Dengan posisi duduk Heru dapat melihat dengan jelas jam yang ada di dinding. Jarum jam menunjukkan angka 2 pagi. Korden masih tertutup sebagian. Heru mulai gelisah. Dia mencoba berdoa namun tidak dapat berkonsentrasi karena diganggu oleh batuk-batuk. Batuk ini karena tersedak air liurnya sendiri. Persediaan kertas tisu sudah berkurang banyak.

Lalu tiba-tiba Heru melihat korden tersingkap dan dia merasa sendirian di kamar itu. Siapa yang membuka korden, sementara tidak ada orang di sekitar nya? Dia melihat ada jalan panjang terbentang di depannya. Jalan itu sangat sepi. Dari jauh terlihat ada binatang seperti kambing berwarna putih, berjenggot hitam panjang, keriting dan di kepalanya terdapat tanduk. Binatang ini mampu berjalan layaknya manusia yaitu menggunakan dua kaki belakangnya. Dia juga dapat tersenyum.

Binatang ini diiringi oleh makhluk lain yang susah digambarkan oleh Heru karena belum pernah melihat hewan seperti ini sebelumnya.

Ada empat binatang yang menghampiri Heru. “Saya sangat bingung. Saya tidak tahu sedang ada di mana. Saya berpaling ke arah jam di dinding. Saya masih bisa melihat dengan jelas. Saya meraba telinga, mata dan hidung saya

Page 62: Jangan Minta Beban Ringan

62 Jangan Minta Beban Ringan

untuk memastikan apakah saya dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Ternyata masih terasa. Itu artinya saya dalam keadaan sadar. Saya pun masih batuk-batuk karena air liur itu,” ungkapnya.

Binatang semakin mendekat. Heru mulai ketakutan. Dia cepat-cepat memejamkan untuk berdoa. Tapi tidak bisa. “Mau membayangkan wajah Tuhan Yesus saja saya tidak dapat melakukannya. Saya menutup mata namun yang terlihat hanya kegelapan. Namun jika membuka mata, maka saya melihat binatang itu. Binatang ini tertawa sewaktu saya tidak dapat berdoa. Saya merasa takut! Takut sekali! Sepertinya tidak ada yang dapat melindungi atau menolong saya. Saya berpikir, berakhirlah riwayat saya di sini ? Saya mencoba mengusir dengan menyebut di dalam nama Yesus, tapi saya tidak mampu karena pikiran dan perasaan kosong. Saya tidak dapat berkonsentrasi. Binatang ini terlihat menertawakan kepanikan saya. Tapi anehnya tawanya tidak mengeluarkan suara. Jadi seperti melihat film bisu.”

“Saat itu saya merasa sendirian menghadapi binatang yang mengerikan itu. Anehnya, setiap kali dia berusaha menggapai saya, tangannya tidak sampai. Saat binatang itu mendekat, saya mendorongnya tapi terasa kosong. Seperti menahan angin. Saya tahu bahwa alamnya berbeda. Dimensinya berbeda,” jelas Heru.

Heru melirik jarum jam. Pukul 3 pagi. Baru satu jam sejak kedatangan binatang ini tapi rasanya pergulatan itu sudah lama sekali. Binatang itu dalam posisi menunggu untuk mengajak pergi. Mirip sekali dengan binatang buas yang menantikan kelengahan mangsanya supaya dapat diterkamnya. Heru semakin gencar mengucapkan doa. “Tuhan jangan sembunyikan wajah-Mu! Saya takut sekali.

Page 63: Jangan Minta Beban Ringan

63Mintalah Bahu Kuat

Jangan tinggalkan saya, saya tidak mampu menghadapinya!”

Heru semakin kalut dan panik. Dia hampir tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah berkali-kali jarinya menekan tombol pemanggil, tetapi tidak ada satu pun perawat yang datang.

Serangan air liur tidak memberi jeda. Heru melirik, binatang itu masih menunggu di sana. Heru ingin membaca Alkitab, namun tidak ada Alkitab di ruangan itu. Sebenarnya ada program Alkitab yang terinstall di HP namun sedang dibawa oleh istrinya.

Ketakutan begitu menyiksa dan menguras tenaga. Heru merasakan keletihan lahir dan batin. Heru hanya bisa memejamkan mata meskipun takut dan tidak juga bisa terlelap.

Pukul empat dini hari, binatang itu akhirnya pergi menjauh dan hilang dari pandangannya. Anehnya, setelah itu pandangan Heru kembali tertutup korden. Sepeninggal binatang aneh itu, Heru baru bisa membayangkan wajah Tuhan Yesus kembali. “Sangat-sangat terasa bedanya. Setelah itu saya merasakan ketenangan dan damai. Saya merasa ada yang melindungi dan menjaga kembali.”

Usai pergumulan itu, Heru mendapatkan hikmat: “Tuhan menciptakan manusia dan melindunginya. Kalau Tuhan tidak melindungi, jika harus berhadapan dengan apa yang baru saja saya alami maka manusia tidak akan mampu. Tuhan Yesus itu sungguh penuh kasih terhadap manusia, saya ingat di Matius 5 :45, Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang-orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan tidak benar.”

Page 64: Jangan Minta Beban Ringan

64 Jangan Minta Beban Ringan

Heru merenungkan ayat itu. “Andai saja matahari dan hujan hanya untuk orang benar, sementara orang yang berdosa, jahat dan tidak benar tidak mendapatkannya apakah mereka masih bisa hidup? Pasti tidak! Sungguh besar kasih karunia Allah. Dia memberikannya tanpa syarat kepada manusia. Kita sangat beruntung karena masih tetap dilindungi setiap saat.”

“Tetapi mengapa semalam saya merasa tidak dilindungi. Mengapa saya merasa sendirian saat harus menghadapi binatang yang menyeramkan itu? Apakah Tuhan meninggalkan saya karena saya memarahi tamu orang Filipina dan perawat? Ataukah saya egois dan tidak peduli dengan orang lain?” Ada banyak pertanyaan yang dipergumulkan kembali oleh Heru.

Pukul 07.30 Sherly sudah datang dengan wajah yang segar dan terlihat sehat. Tampaknya dia mendapatkan istirahat yang cukup. Heru tak sabar untuk menceritakan peristiwa mengerikan semalam. Mereka berdoa bersama-sama lalu membuka Alkitab di HP. Heru mencari ayat yang mengandung kata “wajah Tuhan.” Dia mendapatkannya di Mazmur 27: 8-9:”Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”, maka wajah-Mu kucari ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka. Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku!”

Membaca ayat itu, Heru mensyukuri bahwa Tuhan baru saja memperlihatkan sesuatu: Siapa saja yang tidak dilindungi Tuhan maka hidupnya akan hancur. Hidupnya berada di bawah bayang-bayang ketakutan.

Page 65: Jangan Minta Beban Ringan

65Mintalah Bahu Kuat

“Terima kasih Tuhan. Sekarang jelas bagi saya bahwa Tuhan selalu menjaga tiap orang baik dalam keadaan sehat atau sakit, baik dalam susah atau senang. Tuhan selalu ada di dalam diri kita. Tuhan merasakan sakit waktu kita sakit, sedih waktu kita tidak jujur, senang waktu mendoakan orang lain dan membantu orang lain, dan Tuhan dengan kuasa-Nya selalu mengasihi kita yang tiada taranya. Tuhan telah mengasihi kita terlebih dahulu, jadi kita juga harus mengasihi sesama kita, seperti mengasihi pada diri sendiri. “

“Duh, ada banyak sekali perbuatan saya yang tidak menyenangkan Allah. Ampuni saya Tuhan.”

Page 66: Jangan Minta Beban Ringan

7

Kesakitan

Page 67: Jangan Minta Beban Ringan

67Mintalah Bahu Kuat

Senin, 17 Nopember 2008, atau hari keempat setelah operasi, Heru belum diizinkan makan atau minum. Kebutuhan makannya didapatkan melalui selang infus. Bekas operasi masih terasa masih bengkak dan belum dapat berbicara. Untuk berkomunikasi dengan orang lain, Heru masih menggunakan bahasa isyarat atau menuliskan pesan di lembaran buku.

Setelah renungan pagi rutin bersama Sherly, Heru merasakan tekanan yang berat pada daerah pipi dan bahu yang menjadi bekas operasi. Ternyata ada banyak cairan serum dan darah yang tidak dapat keluar melalui selang mesin penyedot.

Sherly memanggil perawat untuk memeriksa mesin dan selang yang terpasang di mulut dan tenggorokan suaminya. Perawat dan dokter datang untuk memeriksa selang yang terpasang di daerah bahu. Alat penyedot beroperasi normal. Namun tiba-tiba serum dan cairan lain yang keluar dari bekas operasi tersedot ke dalam mesin yang sedang bekerja. Semua cairan dihisap oleh mesin itu. Heru merasakan sangat kesakitan.

Dokter menjadi heran karena mesin itu bekerja dengan normal. Akan tetapi Heru merasakan sebaliknya. Dia merasakan bekas operasinya seperti ditarik kencang

Page 68: Jangan Minta Beban Ringan

68 Jangan Minta Beban Ringan

sekali. Perasaan ditarik kencang itu mulai menjalar ke tangan sebelah kanan, kepala bagian kanan, mata, rahang mulut dan ke dada juga bagian kanan. Situasinya mulai panik. Dokter kebingungan karena Heru mulai tidak dapat diajak berkomunikasi. Dia hanya menunjukan isyarat kalau kesakitan. Heru kesulitan menuliskan pesan karena tidak dapat menggerakkan tangan. Pandangan matanya mulai kabur.

Heru meminta supaya mesin penyedot itu dimatikan saja. Namun dokter tidak mengizinkannya. Dokter hanya mengubah pengaturan kecepatan penyedotan mesin menjadi lebih pelan. Akan tetapi Heru masih merasakan sakit di tubuhnya. Pandangan matanya justru tambah kabur dan tubuhnya semakin melemah. Melihat kondisi ini, Dokter memutuskan untuk terus-menerus menjaga hingga Heru mulai tenang kembali.

Di dalam kesakitan itu, selain mendapatkan kekuatan dari doa, Heru juga mendapatkan penghiburan dari SMS yang dikirimkan sahabat-sahabatnya. Salah satunya berbunyi demikian: “Kalau anda merasa terbeban berat jangan minta Tuhan untuk meringankannya, tetapi mintalah bahu yang kuat untuk menanggungnya, karena di situlah kita akan dimampukan oleh Tuhan Allah kita, dan kemuliaan Tuhan akan nyata.”

Siangnya, tim dokter datang untuk memeriksa kesiapan Heru menerima makanan melalui selang yang dimasukkan dari hidung langsung ke lambung. Setelah diperiksa, ternyata selangnya kekecilan dan posisinya sudah bergeser. Tidak mengarah ke lambung lagi. Maka tidak ada pilihan lain untuk mengganti selang. Caranya adalah dengan memasukkan selang yang baru dengan bantuan arahan dari

Page 69: Jangan Minta Beban Ringan

69Mintalah Bahu Kuat

foto ronsen agar posisinya tepat di lambung.

Persoalan dengan air liur juga masih tetap merepotkan. Produksinya masih berlebihan. Sementara itu mulut hanya dapat dibuka sedikit sekali. Untuk memasukkan satu jari saja belum bisa.

Mesin penyedot yang menghisap serum dan darah juga ngadat. Rasa sakitnya mulai menjalar ke pipi dan bahu. Karena mesin tidak bekerja sempurna maka serum dan darah itu keluar melalui mulut. Saat mengeluarkan air liur, maka serum dan darah itu ikut keluar. Kelihatannya seperti sedang muntah darah. Sherly dan Devi yang melihat itu menjadi bingung dan panik. Devi tidak tahan melihatnya. Dia pergi sambil menangis ketakutan. Dia mengira Heru mulai muntah darah. Namun Sherly masih tenang. Dia tetap mendampingi suaminya sambil berdoa.

“Apakah itu nggak apa-apa?” tanya Sherly.

Heru menulis bahwa itu adalah serum dan darah dari bekas operasi. Sherly tidak perlu cemas. Tak berapa lama, Devi sudah bisa menguasai perasaannya dan kembali ke dalam ruangan dengan raut wajah yang dibuat tenang. Dia tidak mau Heru tertular menjadi takut.

Pukul 2 siang, mereka mendapat kunjungan dari pdt. Ayub Yahya yang membawakan 2 buku. Judulnya “Senam Mulut Bikin Imut” dan “Ketika Badai Menerpa.” Buku ini memberikan banyak penghiburan. Buku pertama membuat Heru tersenyum sendirian karena kegelian. Sedangkan buku kedua mengajak Heru untuk semakin mengenali dirinya sendiri. Dia membaca buku itu sedikit demi sedikit karena takut cepat selesai.

Page 70: Jangan Minta Beban Ringan

70 Jangan Minta Beban Ringan

Malamnya, sekitar pukul sembilan, Sherly dan Devi pulang ke apartemen. Mereka sudah kelelahan. Dalam kesendirian Heru mulai mencemaskan apa yang akan terjadi malam itu. Apakah kejadian mengerikan semalam akan terulang pada malam ini? Tanya Heru dalam hati.

Heru memejamkan mata untuk berdoa. “Tuhan, apa pun yang harus saya jalani atau alami malam ini, saya sangat percaya kalau Tuhan selalu ikut serta. Saya tidak khawatir atau takut.” Setelah itu menyiapkan HP yang telah terinstal program Alkitab.

Badannya sudah terlalu penat. Satu-satunya keinginannya adalah terlelap pulas. Tapi apa hendak dikata, produksi air liur tak pula kunjung berhenti. Untuk mengeluarkan air liur itu, bukan perkara yang mudah. Heru masih kesulitan mengeluarkannya sendiri. Itu masih ditambah dengan serum dan darah bekas operasi uang mengalir melalui mulut. Maka Heru harus dibantu dengan alat penyedot melalui mulut. Masalahnya, Heru juga belum dapat membuka mulut lebar. Untuk membuka sedikit saja Heru mengalami kesakitan.

Heru berpikir. “Seandainya aku dapat tidur tengkurap dengan mulut dibuka, mungkin air liur dan serum bersama darah akan keluar sendiri. Tapi bagaimana caranya? Perlengkapan yang menempel begitu banyak. Bagaimana cara untuk telungkup”

Heru melihat ada celana panjang seragam pasien yang masih bersih terlipat di dekat tempat tidurnya. Dengan susah payah dia menggapai celana itu lalu dihamparkannya di samping kepalanya. Setelah itu dia telungkup di atas celana itu. Luar biasa! Hasilnya sangat mengagumkan. Ada banyak sekali cairan yang mengalir keluar sendiri. Tanpa susah-

Page 71: Jangan Minta Beban Ringan

71Mintalah Bahu Kuat

susah dikeluarkan. Setelah terasa bersih, Heru membalikkan badan dan segera terlelap pulas. Sangat pulas. Belum pernah Heru tidur sepulas ini selama sakit dan ternyata dengan telungkup sangat berdampak besar.

Sekitar pukul dua pagi, Heru terbangun karena produksi air liur sudah melimpah kembali dan menutup saluran napas. Namun Heru sudah tidak panik lagi. Dia mengambil celana pasien yang sudah kotor itu untuk menampung darah, serum dan air liur.

Tak berapa lama dokter jaga melakukan pemeriksaan. Dia tampak kaget saat melihat Heru mengeluarkan darah. Dia menyangka Heru muntah darah, tapi mengapa terlihat tenang saja.

“Are you vomiting? Are you oke? It is blood! (Apakah Anda muntah? Apakah Anda baik-baik saja? Yang keluar itu darah!)” tanya dokter.

Heru hanya menanggapi dengan menggelengkan dan menganggukkan kepala saja.

Dokter memeriksa sumber darah dan cairan itu. Setelah memastikan kondisi Heru, dokter lantas berpamitan.

Menjelang fajar, sekitar pukul 5, Heru akhirnya tidur pulas. Bangun pukul 07.10. Meski hanya tidur selama dua jam, namun Heru merasakan kenyamanan yang luar biasa. Kekhawatiran yang sempat muncul sebelum tidur akhirnya telah hilang. Pagi itu Heru mendapatkan hikmat bahwa “Jika kita menjalankan kewajiban kita maka Tuhan memberkati dan memberikan damai sejahtera.”

Empat hari setelah operasi, tepatnya tanggal 18 Nopember 2008, pukul 08.00 ada tim dokter yang

Page 72: Jangan Minta Beban Ringan

72 Jangan Minta Beban Ringan

membezuk. Tim itu beranggotakan sembilan dokter. Heru memanfaatkan kunjungan itu untuk mendapatkan informasi. Dia memberondong para dokter dengan berbagai pertanyaan: Kapan saya dapat bicara? Kapan boleh makan? Lidah saya miring, kapan dibetulkan? Mulut susah dibuka, kenapa? Dokter hanya menjawab singkat sekali: “Sabar. Sebentar lagi.”

Dokter yang lain memerintahkan Heru untuk menutup tube (alat bernapas sementara yang ada di tenggorokan), lalu menyuruhnya berbicara. Heru menutup tube dan berbicara. Terdengar suara tapi kecil dan lemah. Meski demikian, itu sudah membuat Heru bersyukur. Suara itu terdengar begitu merdu.

Bekas operasi masih bengkak

Page 73: Jangan Minta Beban Ringan

73Mintalah Bahu Kuat

Dokter yang lain memerintahkan Heru meminum air putih, sedikit saja dan pelan-pelan. “Apakah saya sudah boleh minum?” tanya Heru melalui tulisan.

“Boleh sedikit untuk latihan minum,” jawab dokter.

Heru mencoba meneguk beberapa tetes air, tapi ternyata belum bisa. Kerongkongannya masih terasa sakit dan belum bisa dibuka untuk dilewati air. Heru malah tersedak dan batuk-batuk sehingga menyemprot para dokter itu.

Sebelum berlalu, dokter memesan supaya setiap siang dan sore Heru mulai latihan bernapas menggunakan hidung dengan cara menutup tube. Namun untuk mengeluarkan lendir dan air liur masih melalui lubang di tube. Selain itu, Heru juga mulai harus latihan minum meski belum terlalu banyak sebab lidah dan kerongkongannya masih bengkak.

Heru menjadi girang atas kemajuan ini. Saat Sherly dan Devi datang, Heru segera menyapa dengan suara. Tentu saja Sherly dan Devi terkejut namun sekaligus gembira.

Siangnya, ada perkembangan yang juga menggembirakan. Perawat membawakan cotton swab, yaitu gulungan kapas bertangkai yang cukup besar, tujuannya adalah untuk gosok gigi. Alat ini ternyata sangat efektif membersihkan mulut. Baik dari air liur maupun kotoran mulut lainnya. Heru merasakan mulutnya menjadi bersih. Untuk hari-hari selanjutnya, cotton swab ini akan menjadi alat pembersih mulut. Sejak saat itu setiap perawat yang datang selalu dimintai cotton swab oleh Heru. Dia mengumpulkannya sebagai persediaan pada malam hingga pagi hari.

Heru bisa mulai bisa tidur dengan tenang sebab memiliki senjata pembersih yang efektif. Akan tetapi

Page 74: Jangan Minta Beban Ringan

74 Jangan Minta Beban Ringan

jumlahnya masih belum mencukupi. Pada pukul dua pagi, persediaan sudah mulai menipis. Pada jam itu, Heru sudah menghabiskan 10 batang cotton swab. Yang tersisa hanya 4 batang sehingga harus diirit-irit pemakaiannya. Saat matahari merekah, persediaan cotton swab sudah habis.

Cotton swab cukup efektif tapi cepat habis, Heru hanya berpikir mencari pengganti, tetapi belum tahu apa yang dapat menggantikan cotton swab. Heru berdoa bertanya pada Tuhan : “Tuhan apa ada cara atau alat untuk membersihkan air liur yang efektif? Cotton swab baik tapi mudah rusak?” Saat itu juga Tuhan menjawab dengan memberi bayangan di benak dengan gambar sendok kecil. Buat apa sendok kecil? Tanya Heru dalam hati. “Menurut Sajalah. Nanti kalau perawat datang aku akan minya sendok kecil,” katanya dalam hati mantap.

Tanpa menunggu lama, Heru memencet bel untuk memanggil perawat. Dia menulis permintaan untuk dibawakan sendok kecil. Setelah mendapat sendok kecil, Heru masih bingung harus berbuat apa. Dilihatnya sendok kecil, dan coba dimasukkan ke dalam mulut. Hasilnya mengagumkan. Hikmat sederhana ini ternyata sangat efektif. Air liur yang susah dikeluarkan itu ternyata mudah disendok keluar. Sendok ini juga dapat digunakan untuk membuka mulut. Heru mensyukuri ide dari Tuhan ini. Heru terus menggunakan cara ini sampai nanti mulut dan lidahnya mulai mampu membuang liurnya sendiri. Tuhan Yesus luar biasa!!!

Hingga sore, Heru sudah bisa menelan air putih sebanyak 3 tegukan kecil. Setiap tegukan banyaknya sekitar satu sendok teh. Sungguh, sebuah permulaan yang menyenangkan.

Page 75: Jangan Minta Beban Ringan

75Mintalah Bahu Kuat

Sore itu, lambung Heru juga mulai mendapat pasokan makanan cair yang dialirkan lewat selang, dari hidung mengarah langsung ke lambung. Makanan cair, yaitu ensure cokelat, dipompa melalui mesin yang telah diprogram untuk memasukkan 1 liter ensure selama 24 jam. Akan tetapi, ensure belum habis, selangnya mampet pada pukul 3 pagi. Selang tidak dapat digunakan lagi. Akhirnya, infus kembali dimanfaatkan sebagai pemasok makanan.

Paginya, pihak rumah sakit mengganti selang, dengan bantuan foto ronsen. Hasilnya bagus.

Page 76: Jangan Minta Beban Ringan

8

Belajar Makan

Page 77: Jangan Minta Beban Ringan

77Mintalah Bahu Kuat

Makanan yang diberikan kepada Heru adalah ensure sebanyak 5 kali dalam sehari sejak pukul 08.00 pagi, dengan interval setiap 3 jam. Pukul 11 siang perut Heru mulai mencerna ensure melalui selang yang dituangkan secara perlahan, sebanyak 300 ml. Proses penuangannya relatif cepat. Hanya dalam 5 menit cairan sebanyak 300 ml itu sudah masuk ke dalam lambung.

Karena sudah lama tidak bekerja, maka lambung langsung bereaksi. Keringat dingin menjalar di seluruh badan dan kepalanya. Akhirnya cepat-cepat minta pispot kursi. Ensure hanya bertahan di lambung tidak lebih dari 5 menit dan sudah keluar lagi.

Pukul 14, saat diberikan ensure, muncul reaksi seperti pada pemberian makanan cair yang sama. Badan masih berkeringat dingin. Sekarang wajah menjadi pucat dan berakhir dengan pispot lagi, dan Ensure ini lebih cepat keluarnya, begitu masuk langsung keluar.

Heru menanyakan ke dokter mengapa gejala ini terjadi. Menurut dokter hal itu adalah proses adaptasi karena sudah 5 hari lambung kosong. Begitu diisi, maka lambung menjadi terkejut. Penjelasan yang masuk akal.

Pukul 17, reaksinya masih sama, namun hati Heru sudah merasa tenang. Demikian juga pukul 20.00.

Page 78: Jangan Minta Beban Ringan

78 Jangan Minta Beban Ringan

Pagi hari berikutnya, pukul 08.00 dimulai dengan makanan cair lagi. Keringat dingin masih tetap membanjir sehingga badan dan rambut basah seperti orang yang baru saja mandi. Tak berapa lama, ada dua orang dokter yang memeriksa. Mereka berpendapat bahwa Heru belum siap menerima makanan cair sehingga harus dikonsultasikan ke tim dokter.

Pagi itu, muncul masalah pada Heru. Dia mencium bau yang tidak enak, semacam bau busuk. Hampir semua benda berbau busuk, mulai dari selimut, tangannya sendiri, tangan perawat, tangan dokter dan bajunya sendiri berbau busuk. Anehnya, hanya dia sendiri yang mencium bau. Dari mana asal bau itu? Setelah diusut ternyata bau itu bersumber dari mulut dan lambung sendiri. Mungkin telah terjadi pembusukan di dalam pencernaannya.

Pada pukul 11 siang, makanan cair kembali diselang. Kali ini ada tim dokter yang sengaja datang untuk melihat reaksi tubuh Heru. Begitu masuk maka ensure itu segera dikeluarkan dari tubuh. Dokter memutuskan untuk menghentikan ensure. Selang dicabut dan Heru harus belajar makan melalui mulut. Itu adalah satu-satunya jalan, tidak ada cara lain.

Heru merasa senang dengan keputusan dokter itu, tapi bagaimana caranya? Jangankan mengunyah, untuk membuka mulutnya saja masih susah. Lidah selalu berada di atas gigi karena posisinya miring. Saat digunakan untuk belajar minum juga masih gagal. Pangkal lidahnya terasa sakit sekali. Tetapi Heru sadar bahwa ini adalah cara yang lebih cepat untuk pulih dan sembuh.

Namun ternyata dari siang sampai dengan malam hari Heru belum berhasil makan. Belum ada asupan makanan

Page 79: Jangan Minta Beban Ringan

79Mintalah Bahu Kuat

yang berhasil. Tak ada jalan lain, jarum infus disuntikkan kembali.

Pagi berikutnya, Heru mendapatkan ransum semangkuk bubur, sebutir telur rebus dan segelas susu cokelat. Obat yang diberikan sudah dihancurkan dan dilarutkan ke dalam air karena Heru dipandang sudah mampu untuk minum dan menelan.

“Saya mencoba meminum susu cokelat, ternyata tidak dapat menelan. Rasa manis dalam susu itu malah menjadi sumber rasa sakit,” kata Heru. Gagal dengan susu cokelat Heru mencoba untuk menelan bubur. Sayangnya dia belum bisa menelan. Tenggorokan tidak dapat membuka. Heru malah terbatuk-batuk tidak keruan. Dia mandi keringat akibat batuk-batuk. Masih tersisa telur rebus. Ini kesempatan terakhir. Apakah aku juga gagal menyantap telur rebus ini? Tanya Heru dalam hati. Dia tidak berputus asa. Telur setengah matang itu ditelannya pelan-pelan. Ternyata bisa! Heru hampir tidak percaya. Dia bisa menelan telur itu.

Bagi orang normal, hanya butuh sekejap untuk menelan sebutir telur. Namun Heru butuh waktu selama 20 menit untuk menghabiskan sebutir telur. Badannya terasa sangat capek sekali terutama bagian rongga mulut, namun hatinya sangat senang.

“Terima kasih Tuhan, saya sudah dapat makan lagi!” seru Heru. Akan tetapi terlintas pikiran lain dalam hatinya. “Makan melalui mulut ternyata masih sulit dan capek. Lebih enak melalui selang. Tidak terasa sakit dan membuat capek. Tetapi makanan apa saja yang sudah bisa diterima oleh tubuh? Apakah hanya telur setengah matang saja?” batinnya sambil bersiap-siap meminum obat. Untuk minum obat ternyata lebih menyakitkan. Tenggorokan Heru terasa perih

Page 80: Jangan Minta Beban Ringan

80 Jangan Minta Beban Ringan

seperti disayat-sayat silet.

Siangnya, Heru mendapat jatah makanan padat. Menunya semangkuk bubur, bayam halus dan bubur ikan. “Saya dekatkan makanan ke hidung untuk mencium aromanya. Hampir semua berbau busuk kecuali bubur ikan,” kenang Heru. Heru mencoba menyantap bubur itu pelan-pelan. Suap demi suap. Ternyata untuk menghabiskan semangkuk bubur, Heru membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Dua jam berlalu mulut Heru terasa pegal. Lidah sakit dan semakin bengkak. Hanya sekitar 5 sendok yang berhasil pindah ke lambung.

Malamnya, Heru mendapat menu yang sama, tetapi bau busuk sudah tidak tercium lagi. Aroma makanan itu menerbitkan selera makan Heru . “Saya coba menyantap bubur nasi dan bubur ikan dengan bayam. Wah rasanya enak sekali. Semuanya dapat saya habiskan malam itu meskipun tetap saja butuh waktu sekitar dua jam. Obat yang sudah dihaluskan juga dapat saya minum,” tutur Heru. “Luar biasa! Meskipun mulut terasa pegal tetapi makanan bisa masuk. Puji Tuhan!”

Perjuangan menelan makanan

Page 81: Jangan Minta Beban Ringan

81Mintalah Bahu Kuat

Dia merasakan badannya lebih segar dan produksi air liur pun sudah mulai berkurang.

Malamnya suami Sherly ini sudah bisa beristirahat lebih baik meskipun sesekali masih terbangun untuk mengurangi air liur yang menggenang di rongga mulutnya. Namun perkembangan itu merupakan kemajuan yang luarbiasa.

Jumat, 21 Nopember 2008, atau delapan hari setelah operasi, belum ada tanda-tanda bahwa Heru diizinkan untuk pulang. Padahal menurut perkiraan awal, Heru hanya perlu opname selama 8 hari. “Sekalipun diperbolehkan pulang, tetapi bekas operasinya masih bengkak dan sakit. Jadi belum bisa apa-apa,” kata Heru. Meski demikian, hatinya sudah ingin pulang.

Pagi itu, Heru mendapat sarapan bubur, telur dan minuman pro-biotik. Ada juga obat yang sudah dihaluskan. Namun yang berhasil dimakan hanya telur. Jika hari sebelumnya bisa menyelesaikan makan dalam waktu 20 menit, pagi itu Heru membutuhkan waktu lebih lama, yaitu sekitar 35 menit karena lidah dan mulut tambah bengkak.

Kondisi tubuhnya dari pagi sampai siang cukup menyenangkan. Dia dapat tidur selama satu jam pada pukul 10 pagi. Siang dan malamnya Heru sudah mulai lancar makan meskipun lidah tambah bengkak.

Sembilan hari setelah operasi, Heru belum pernah turun dari tempat tidur dan berjalan kaki. Hari Sabtu pagi, dia ingin sekali mencoba untuk berjalan ke kamar mandi untuk buang air besar. Dia belum mampu berjalan sendiri. Dengan bantuan perawat, dia menapakkan selangkah demi selangkah meski badannya terasa melayang-layang hendak

Page 82: Jangan Minta Beban Ringan

82 Jangan Minta Beban Ringan

jatuh. Aktivitas fisik itu telah membuat sirkulasi darah menjadi lebih lancar. Heru merasakan badan yang lebih segar.

Sorenya, sebagian jahitan dan staples dicabut untuk hitungan yang genap. Sisanya, direncanakan akan dicabut tiga hari kemudian.

Dokter dan perawat tercengang melihat kemajuan yang sangat cepat ini. “Biasanya pasien dengan operasi seperti ini baru belajar makan dan minum setidaknya 2 minggu setelah operasi,” kata mereka.

Heru melihat perkembangan ini tidak lepas dari rencana Tuhan. “Tuhan mengizinkan saya tidak dapat mengkonsumsi makanan cair. Dengan begitu saya bisa lebih cepat makan makanan keras,” kata Heru.

Hari Minggu, 23 Nopember 2008, suasana rumah sakit sepi. Suasana hari libur itu sangat berbeda dengan hari kerja biasa. Dokter masih datang untuk memeriksa keadaan Heru dan memberi informasi bahwa hari Senin sudah boleh pulang dari rumah sakit. Meski demikian, Heru masih harus datang ke rumah sakit untuk kontrol lagi. Jadwalnya akan ditetapkan Senin itu juga.

“Wah senangnya! Rasanya sudah sembuh,” kata Heru, “Saya sudah mengetahui cara kerja mesin penyedot. Saya bisa memperbaiki bila mesin tidak dapat menghisap serum dari bekas operasi.”

Heru sudah mampu pergi ke toilet sendiri. Dia berjalan-jalan di sekitar tempat tidur untuk menghilangkan penat. Peredaran darah lancar membuat badannya terasa lebih enak.

Page 83: Jangan Minta Beban Ringan

83Mintalah Bahu Kuat

Sekitar pukul 11, Heru boleh mandi untuk pertama kalinya setelah operasi. “Segar sekali. Saya puas-puaskan mandinya. Biasanya hanya dibersihkan dengan kain yang dibasahi saja,” kata Heru.

Usai mandi, perutnya keroncongan. Makanan sudah datang dan langsung disantapnya. Dengan perut kenyang, Heru merebahkan badan dan terlelap. “Luar biasa nikmatnya!” ujar Heru.

Sore hari harinya, Heru menerima pemberian kue bolu. “Saya coba makan eeeh ternyata dapat masuk mulut dan bisa ditelan pelan-pelan,” kata Heru. Takjub dengan kemajuan itu, Heru pun menyambar roti milik Devi. Meskipun harus dibantu tangan untuk memindah-kan makanan di dalam mulut karena lidah belum dapat di-gerakkan namun Heru suk-ses menghabiskan roti.

Malamnya Heru tidur semakin nyenyak meskipun air liur belum normal. Akan tetapi itu tidak terlalu meng-ganggunya.

Sudah bisa mulai beraktivitas ringan

Page 84: Jangan Minta Beban Ringan

9

Pulang

Page 85: Jangan Minta Beban Ringan

85Mintalah Bahu Kuat

Inilah pernyataan dokter yang melegakan dan paling merdu di telinga pasien: BOLEH PULANG. Senin, 24 Nopember 2009, setelah sebelas hari menginap di rumah sakit, Heru menunggu pernyataan dokter ini. Dia sengaja mandi. “Biar badan saya segar sehingga pernyataan boleh pulang tidak ditunda oleh dokter ha..ha..ha..ha” Heru tergelak mengenang hari itu.

Saat Heru masih mandi, dokter sudah datang. Dokter harus menunggu sampai Heru selesai membersihkan badan. Sesuai dengan harapan, Dokter menyatakan Heru sudah boleh pulang. Semua peralatan rumah sakit yang masih menempel di tubuh Heru langsung dicopot. Termasuk jahitan dan alat bantu pernapasan (tube) yang ada di tenggorokan. Yang masih tersisa adalah selang untuk mengalirkan serum dan botol untuk menampung serum dari luka bekas operasi di leher dan di bahu.

Dokter memberikan informasi bahwa setelah operasi ini Heru tidak perlu menjalani kemoterapi. Cukup dengan terapi radiasi saja. “Saya sangat bersyukur, meskipun saat itu belum tahu radiasi itu bagaimana dan apa risikonya. Yang penting saya tidak harus menjalani kemoterapi sebab kata orang-orang, kemoterapi ini sangat menyiksa,” tandas Heru.

Page 86: Jangan Minta Beban Ringan

86 Jangan Minta Beban Ringan

Sherly segera mengurus keperluan administrasi dan membayar semua tagihan. Setelah mengepak semua barang pribadi supaya tidak ketinggalan.

Sambil menunggu makan siang, perawat melepas sta-ples yang berfungsi untuk menjahit luka bekas operasi. Tube juga dicopot sehingga meninggalkan lubang di tenggorokan-nya. Perawat hanya menutup lubang itu menggunakan per-ban dan plester. Heru menjadi heran.

“Mengapa tidak dijahit saja supaya rapat kembali?” tanya Heru.

“Tidak perlu. Dalam dua hari, lubang itu akan menutup sendiri,” jelas dokter.

Pukul 14.00, Heru dan Sherly meninggalkan rumah sakit. Saat berjalan menuju pintu utama, badan Heru masih terasa melayang. Untunglah dia berhasil masuk ke dalam

Lubang pernafasan di leher

Page 87: Jangan Minta Beban Ringan

87Mintalah Bahu Kuat

taksi yang mengantarkan mereka ke apartemen. Sesampai di apartemen, Heru segera tidur siang sejenak. “Perasaannya sangat beda. Rasanya lebih nyaman meskipun hanya berdua,”tutur Heru.

Page 88: Jangan Minta Beban Ringan

10

Belajar Hidup Baru

Page 89: Jangan Minta Beban Ringan

89Mintalah Bahu Kuat

Di Apartemen, Heru masih harus belajar untuk mengkonsumsi makanan padat. Jenis makanan yang paling mungkin adalah bubur dan jus buah. Isi bubur adalah wortel yang dipotong kecil-kecil, tanpa garam atau perasa lain. Meski jenis makanannya tidak enak bagi orang normal, namun Heru sudah mensyukurinya karena bebas dari kejenuhan di rumah sakit.

Malamnya, Heru sudah bisa tidur dengan lebih baik, meskipun sempat terganggu oleh serum yang tidak mau mengalir ke botol. Serum itu malah berbalik keluar lewat mulut, seperti orang muntah darah. “Keluar banyak sekali! Rasanya seperti bau busuk. Sangat tidak enak,” kenang Heru. Dia berpikir serum dan darah tidak dapat mengalir lewat selang, sedangkan serum dan darah terasa sangat banyak.

Heru mencoba untuk menungging. Memang serum dan darah mengalir, tetapi tanpa disadari ada benda yang jatuh dari pundak bekas operasinya. Heru dan Sherly sangat terkejut, benda apa itu yang jatuh? Potongan Daging atau Tulang?

Leher dan bagian pundak kanannya terasa sakit dan berat. Dia terpaksa tidur dengan posisi setengah duduk agar cairan serum tidak masuk ke saluran napas. Sedangkan perban yang ada di lubang tenggorokan harus sering diganti

Page 90: Jangan Minta Beban Ringan

90 Jangan Minta Beban Ringan

karena cepat menjadi kotor oleh lendir liur.

Paginya Sherly membuatkan jus jeruk dan pir untuk Heru. “Segar sekali, tapi cara minumnya harus pelan-pelan,” kata Heru.

Sesudah itu mereka bersiap-siap pergi ke rumah sakit lagi untuk memeriksakan selang serum yang mampet. Heru langsung mendapat penanganan dari empat dokter yang sedang berjaga.

Jahitan operasi yang ada di pundaknya langsung dibuka. Selang dicabut. Dokter mengambil alat untuk mengecek jumlah cairan yang belum keluar. Setelah itu dokter mengambil alat suntik yang jarumnya sudah dilepas untuk menyedot cairan pada bekas operasi di pundaknya. Heru melihat setidaknya ada 40 cc cairan yang disedot. Pundaknya terasa ringan. Pada bekas operasi itu dokter memasukkan sejenis kain kasa untuk menyumbat cairan dan tidak mengalir ke mulut. Maka sejak saat itu tidak ada lagi alat yang menempel di badan Heru. Usai itu, Heru menimbang badan. Beratnya 63 kg. Itu artinya selama 11 hari diopname, berat badan Heru hanya turun 7 kg.

Mereka pulang dengan menumpang bis kampus, yang diteruskan dengan MRT (Mass Rapid Transportation). Sesampai di apartemen, Heru segera tidur siang. Saat bangun, pakaiannya sudah basah kuyup. Bukan oleh keringat melainkan oleh karena cairan bekas operasi yang keluar banyak. Kain kasa tidak mampu lagi menyerapnya. Baunya sangat menyengat.

Untunglah Sherly sudah cekatan. Dia langsung mengambil perban untuk membersihkan badan Heru. Gerakannya sudah mirip dengan perawat profesional. “Ya,

Page 91: Jangan Minta Beban Ringan

91Mintalah Bahu Kuat

Sherly mulai jadi dokter atau perawat yang bersiaga 24 jam. Thanks Jesus! Saya akan selalu ingat bahwa istri saya adalah hadiah yang terindah dari Tuhan,” ujar Heru terharu.

Sherly melakukan berbagai upaya untuk menyumbat banjir cairan itu supaya Heru dapat beristirahat dengan tenang. Dia berusaha menutup dengan plastik. Membendung dan membuat penampungan. Namun tetap cairan itu membasahi pakaian suaminya. Baunya tercium amis darah. Meski demikian Sherly tetap tabah. Dia memberikan perhatian penuh kepada suaminya. Tidak sepatah keluhan terucap dari mulutnya.

Banjir cairan itu terjadi hampir setiap 3 jam. Ini sungguh merepotkan. Akan tetapi mereka menjalani dengan sabar. “Keadaan seperti itu memang harus dilalui. Jangan menggerutu dan jangan menyesal. Itulah komitmen kami,” kata Heru.

Esok harinya, 26 Nopember 2008, Heru kontrol ke dokter lagi. Sebelum berangkat, Heru lebih dahulu meminum jus buah apel dicampur jeruk. Menunggu antrean di ruang tunggu pasien terasa ngelangut. Di tengah kebosanan, Heru mendapat kiriman SMS. Isinya dari Kolose 3:17 “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita”.

Mereka merenungkan makna dari ayat tersebut, yaitu tentang pentingnya mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus. “Itu adalah kunci supaya kuasa Allah bekerja pada kita. Ayat tersebut luarbiasa bagusnya yang mengajar kita untuk mengucap syukur dalam segala hal, karena Allah punya rencana yang indah buat kita semua,” jelas Heru.

Page 92: Jangan Minta Beban Ringan

92 Jangan Minta Beban Ringan

Sesampai gilirannya, dokter memeriksa hasil operasi dan menangani masalah banjir serum. Dokter menyarankan supaya setiap hari Heru memeriksakan luka bekas operasinya untuk dibersihkan.

Hari-hari selanjutnya adalah rutinitas: kontrol hasil operasi, makan bubur dan jus buah.

Hari Minggu, 30 Nopember 2008, Sherly, Heru dan dua teman barunya berangkat ke gereja, Mereka mendapat kenalan baru dari tetangga kamar di apartemen. Namanya pak Iwan dan istrinya dari Jakarta. Dengan menumpang MRT mereka menuju Gereja Presbyterian Bukit Batok. Yang melayani adalah pendeta Ayub Yahya. Tema khotbahnya tentang “Bagaimana menghadapi krisis, kemelut dan badai.”

Khotbah itu begitu mengena bagi mereka berempat. Isi khotbahnya tentang pentingnya untuk percaya bahwa Tuhan adalah pencipta manusia. Tuhan mampu untuk membuat manusia menjadi apa saja. Entah sehat atau sakit. Entah berkelimpahan atau berkekurangan. Namun tujuannya adalah agar manusia hidup di dalam-Nya dan menjadi berkat bagi sesama.

“Kita harus mengingat janji Tuhan bahwa kita akan selamat. Janji tersebut tidak pernah meleset,” tutur Heru mengulang isi khotbah pdt. Ayub Yahya, “Hari ini adalah hari kita yang nyata, kemarin adalah kenangan, esok misteri, jadi hidup kita ya hari ini. Itu sebabnya pada hari ini kita harus taat dan setia. Lakukan yang menjadi kewajiban kita, maka Tuhan akan memberkati.”

Aliran damai dan sukacita merambat di dalam hati mereka selama ibadah berlangsung. Usai ibadah, Heru melanjutkannya dengan berjalan-jalan. Selama ini mereka

Page 93: Jangan Minta Beban Ringan

93Mintalah Bahu Kuat

hanya wira-wiri rumah sakit dan apartemen. Maka jalan-jalan pada hari Minggu seolah menjadi oase di padang pasir bagi Heru dan Sherly.

Pulangnya, Heru mencoba bersantap nasi dengan lauk tumis buncis. “Puji Tuhan, saya dapat mulai mengunyah meskipun sangat susah. Lidah saya selalu tergigit karena belum dapat digerakkan. Posisinya miring-diagonal. Bagian belakang ada di bagian kanan dan ujung ada di sebelah kiri, di atas gigi. Kalau bicara sedikit saja, lidah sering tergigit dan sampai berdarah,” terang Heru.

Pekerjaan terberat Heru adalah makan. Aktivitas yang mudah bagi orang sehat menjadi arena perjuangan bagi Heru. Dalam upaya memasukkan makanan padat, Heru merasakan mulut yang capek dan lidah yang kesemutan. Lidahnya juga belum mampu mengecap rasa makanan.

Heru berkisah, “Buat orang lain, makan adalah aktivitas yang sangat menyenangkan, tapi bagi saya saat itu, makan adalah perjuangan yang memeras keringat. Perut saya rasanya lapar terus, namun tidak bisa meminum susu atau makanan cair karena ditolak oleh tubuh. Yang bisa diterima tubuh adalah bubur dan jus buah.”

Page 94: Jangan Minta Beban Ringan

11

Terapi Radiasi

Page 95: Jangan Minta Beban Ringan

95Mintalah Bahu Kuat

Tanggal 2 Desember 2008, Heru dan Sherly bertemu dengan dokter ahli radiasi. Dokter mengatakan bahwa Heru harus menjalani terapi radiasi sebanyak 30 kali berturut-turut setiap hari kecuali hari Sabtu dan Minggu. Paling lambat 6 minggu setelah operasi, Heru harus sudah diradiasi.

Heru bertanya, “Luka bekas operasi ini belum sembuh meskipun sudah 19 hari semenjak operasi. Apakah ini tidak apa-apa jika nanti diradiasi?”

Dokter menjawab, “Dalam seminggu, luka itu akan sembuh kok. Tapi sekalipun luka itu belum sembuh, bapak harus tetap mulai diradiasi.”

Dokter kemudian menjelaskan efek samping yang mungkin akan muncul setelah peradiasian:

Kulit akan terbakar mulai minggu ketiga. “Kalau berkeringat jangan digosok. Cukup diusap menggunakan kain yang halus agar kulit tidak terkelupas,” jelas dokter.

Kelenjar air liur akan rusak sehingga tubuh tidak dapat memproduksi air liur selamanya. Selain itu, juga akan sering timbul sariawan. Untuk itu, Heru harus merawat kebersihan rongga mulut dan harus sering minum.

Page 96: Jangan Minta Beban Ringan

96 Jangan Minta Beban Ringan

Sebelum radiasi, Heru harus memeriksakan kondisi gigi, karena selama dan setelah radiasi, Heru tidak boleh cabut gigi. Atau bila gigi itu copot sendiri maka akan timbul infeksi dan tidak akan sembuh. Demikian penjelasan dari dokter.

Dokter lalu membuatkan jadwal radiasi, yaitu tanggal 31 Desember 2008 untuk pembuatan shell (kerangka kepala); tanggal 2 Januari 2009 untuk foto scan; tanggal 8 Januari bertemu dengan dokter; dan tanggal 12 Januari sampai dengan 20 Februari untuk menjalani terapi radiasi.

Saat mencermati jadwal tersebut, Heru melihat bahwa jadwal itu memberatkan dan tidak efisien karena mereka bukan penduduk tetap Singapura. Lagipula untuk mendapatkan tiket pesawat pada akhir tahun juga bukan perkara mudah.

Heru kembali menemui dokter untuk meminta perubahan jadwal, namun sang dokter sudah pergi. Mereka hanya ditemui perawat. Untunglah perawat menyadari bahwa jadwal tersebut sangat memberatkan mereka. Perawat lalu mengambil inisiatif untuk mengubah jadwal. Mereka dijadwalkan datang pada tanggal 2 Januari untuk dibuatkan shell dan langsung foto scan. Kemudian pada tanggal 8 Januari mulai radiasi.

Sampai di situ, Heru dan Sherly masih merasakan tenang dan bersyukur sebab hanya diradiasi saja. Mereka kemudian membuat janji dengan dokter gigi di rumah sakit itu juga.

Esok harinya, dokter gigi memeriksa gigi Heru kemudian memberikan penjelasan tentang risiko radiasi, yaitu:

Page 97: Jangan Minta Beban Ringan

97Mintalah Bahu Kuat

Kulit akan terbakar, berwarna hitam sampai merah. Harus dirawat selama radiasi. Soal apakah kulit ini akan kembali normal atau tidak, itu tergantung kondisi tubuh pasien.

Otot yang terkena radiasi akan mengeras dan baru akan kembali normal lagi setelah 6 bulan - 1 tahun.

Air liur akan hilang selamanya. Heru harus sering minum dan merawat kebersihan rongga mulut karena bisa tumbuh jamur dan sariawan.

Tulang rahang akan mati. Untuk itu selama dan setelah radiasi maka Heru tidak boleh mencabut gigi untuk seumur hidupnya. Mulai dari sekarang, semua gigi yang jelek harus dicabut. Berapa pun jumlahnya.

Gusi akan mengerut karena hilangnya cairan ludah. Itu sebabnya pasien harus menjaga kesehatan gigi supaya tidak copot dengan sendirinya.

Engsel rahang harus dilatih agar tetap dapat berfungsi, selama radiasi. Kalau tidak dilatih maka rahang akan mati, sehingga mulut tidak dapat digerakkan lagi.

Selama sekitar 6 bulan lidah akan mati rasa untuk sementara.

Usai memberi penjelasan, dokter melakukan persiapan pemotretan gigi panoramik. Selama menunggu persiapan selesai, ada perasaan aneh menjalar di hati Heru dan Sherly. Ada kengerian membayangkan dampak sampingan yang bakal terjadi. Mengapa untuk membunuh sel kanker harus mendatangkan risiko yang sangat besar? Bagaimana nanti seandainya engsel rahang tidak dapat digerakkan? Bagaimana rasanya jika menderita sariawan terus-menerus? Pertanyaan-

Page 98: Jangan Minta Beban Ringan

98 Jangan Minta Beban Ringan

pertanyaan itu hilir mudik berlalu di kepala mereka.

Mereka mendiskusikan untuk kelanjutan terapi radiasi. “Saat itu kami betul-betul diberi hikmat, yaitu tidak ada damai sejahtera, “kenang Heru, ”masing-masing di antara kami memiliki perasaan aneh terhadap radiasi ini.” Mereka merenung dan saling bertanya apa yang didapat dalam merenung? Mereka sepakat bulat untuk tidak menjalani terapi radiasi.

Begitu keputusan untuk tidak menjalani terapi radiasi dibuat, spontan mengalir kelegaan dan hati yang dipenuhi oleh damai sejahtera. Mereka menjadi lebih tenang. “Situasi seperti ini saya sebut sebagai damai sejahtera yang melampaui segala akal. Ada perasaan yang bahagia sekali. Memang sangat aneh. Menentang keputusan dokter tetapi kami justru merasa damai,” ujar Heru.

Mereka bergegas menemui dokter untuk membatalkan foto panoramik dan tidak mau diradiasi. Pembatalan ini mencengangkan dokter.

“Apakah Anda takut setelah mendengarkan penjelasan saya?” tanya dokter heran.

“Ya. Penjelasan Anda sangat mengerikan,” jawab Heru tegas.

Tanggal 3 Desember, mereka bertemu dengan dokter yang akan memimpin operasi. Dokter memeriksa Heru seperti biasanya. Dia hanya mengganti perban yang menutup bekas operasi di bahu.

Heru bertanya, “Kapan saya boleh pulang ke Jakarta?”

Page 99: Jangan Minta Beban Ringan

99Mintalah Bahu Kuat

“Kapan saja Anda mau, Anda sudah boleh pulang,” jawab dokter, “luka yang masih terbuka ini akan menutup dalam seminggu.” Dalam hati Heru masih meragukan kata-kata dokter itu. “Rasanya seminggu tidak cukup untuk menyembuhkan luka ini karena sangat besar dan tidak dijahit. Sekarang pun bekas operasi itu masih mengeluarkan cairan yang cukup banyak,” kata Heru dalam hati.

Heru tidak mempersoalkan lebih lanjut karena baginya yang lebih penting dia sudah boleh pulang. Dia tidak perlu mondar-mandir lagi ke rumah sakit. Dia sudah sangat merindukan anak-anaknya di Jakarta.

Pagi-pagi sekali mereka meluncur ke bandara untuk membeli tiket ke Jakarta.

Tanggal 4 Desem-ber, mereka sudah sampai di Jakarta dan kembali ke kehidupan sebenarnya, bersama anak-anak mere-ka. “Terasa sangat nyaman sekali. Terima kasih Tu-han selalu menyertai kami dalam keadaan apa pun,” tutur Heru.

Hari berikutnya, mereka menemui dokter bedah umum di Jakarta untuk memeriksakan luka bekas operasi yang belum menutup. Dokter langsung menjahit lubang bekas

Luka masih bernanah

Page 100: Jangan Minta Beban Ringan

100 Jangan Minta Beban Ringan

tanpa pembiusan karena Heru masih belum merasakan apa-apa. Dia tidak merasa sakit sama sekali. Setelah dirawat in-tensif selama tiga minggu, luka itu baru menutup. Tidak ada kejadian yang mencurigakan. Aman-aman saja.

Namun tiba-tiba keadaan berubah drastis. Tanggal 23 Desember 2008, luka bekas operasi di bagian leher pecah sehingga mengeluarkan darah dan nanah yang tidak ada hentinya. Tiga hari kemudian, bertambah lagi satu lubang di pipi kanan sebelah bawah, juga mengeluarkan nanah campur darah segar.

Meski antibiotik diminum terus, namun infeksi itu tidak kunjung sembuh. Luka itu tetap bernanah.

Tanggal 9 Januari 2009, Heru merasakan engsel rahang kanannya terasa sakit saat digunakan untuk menelan, berbicara dan tidur. Makin lama rasa sakitnya itu semakin mendera. Sampai-sampai kita digunakan untuk mengunyah bubur saja sudah memicu rasa sakit yang luarbiasa. Pinggang dan pergelangan kakinya juga sakit namun Heru menganggapnya biasa saja. Yang mengganggunya adalah rasa sakit pada rahang dan bekas operasi di pundak. Dia merasakan seakan-akan ada beban seberat 25 kg yang terus-menerus menindih pundaknya. Tidak ada kesempatan untuk beristirahat. Bahkan untuk tidur pun terasa berat. Keringat dingin mengucur deras di kepalanya. Akibatnya bantal menjadi basah kuyup meskipun Heru berbaring di ruangan ber-AC. Sewaktu tidur, kepala dan badannya hampir tidak dapat digerakkan lagi karena lemah dan terasa sakit. Kondisi badannya semakin rawan karena Heru tidak mampu untuk makan.

Tanggal 19 Januari, Heru dan Sherly terbang ke Singapura untuk memeriksakan hasil operasi. Mereka

Page 101: Jangan Minta Beban Ringan

101Mintalah Bahu Kuat

ditemui oleh dokter yang mengoperasi Heru. Dokter memeriksa lidah. Hasilnya baik. Lalu memeriksa luka bekas operasi. Ternyata ada 3 lubang yang memproduksi nanah. Dokter langsung mengambil tindakan untuk membersihkan luka itu. Heru meringis menahan sakit saat luka-lukanya dibersihkan. Hasilnya, ada banyak darah yang dikeluarkan. Seperti yang sudah-sudah dokter mengatakan bahwa sebentar lagi lukanya akan sembuh.

Setelah itu, rahang Heru difoto. Hasilnya menunjukkan bahwa bagian rahang yang dipotong ternyata belum tersambung. Dokter menjelaskan bahwa rahang ini akan tersambung setelah 3-4 bulan lagi.

Hasil foto tidak menunjukkan infeksi, namun Heru merasakan sakit pada rahangnya. Terutama jika digunakan untuk berbicara atau makan. Ditambah lagi, kalau malam dia bangun sebanyak tiga kali untuk kencing.

Pagi harinya, saat bangun tidur kaki Heru bengkak sehingga tidak dapat segera digunakan untuk berjalan kaki. Setelah melakukan senam ringan barulah Heru bisa berjalan dan melakukan aktivitas lainnya.

Heru menyampaikan keluhan ini kepada dokter yang kemudian disarankan untuk melakukan cek urine dan darah di Jakarta.

Persoalan lain yang muncul adalah tentang makanan. Jenis makanan yang dapat disantap hanya bubur. Padahal bubur hanya memberi rasa kenyang sebentar. Setelah itu terasa lapar lagi. Untuk makan nasi, Heru belum bisa. Maka sekali lagi Heru mencoba mencicipi ensure dengan harapan kali ini tidak ditolak oleh tubuh. “Puji Tuhan, kali ini tubuh saya mau menerima makanan cair itu. Tidak ada reaksi

Page 102: Jangan Minta Beban Ringan

102 Jangan Minta Beban Ringan

penolakan,” kata Heru.

Pertemuan dengan dokter dipakai sebagai kesempatan untuk mengajukan berbagai pertanyaan. Di antaranya menanyakan jadwal kontrol berikutnya dan informasi seputar kanker. Namun setiap kali Heru bertanya apakah kanker tersebut berkemungkinan muncul kembali, dokter selalu menjawab, “Anda harus radiasi dahulu, setelah itu baru kita bicarakan lagi”.

Dokter selalu menyarankan Heru supaya menjalani terapi radiasi, padahal Heru dan Sherly sudah memutuskan untuk menolak radiasi. Sejak saat itu, Heru tidak pernah menanyakan seputar kemunculan kanker lagi karena sudah tahu jawabannya. Dokter pasti akan menganjurkan supaya Heru menjalani terapi radiasi dulu.

Kalau tidak bertanya soal kemungkinan kambuh lagi, lalu aku harus bertanya apa lagi? Kata Heru dalam hati. Dia tahu bahwa dia harus memanfaatkan pertemuan itu untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya. Tapi pertanyaan apa yang bisa membuat dokter memberikan jawaban berbeda?

Pada saat itu Heru bertanya kepada Tuhan dengan ber-doa dalam hati. “Tuhan, pertanyaan apa yang bisa menjadi tuntunan nantinya?”

Tiba-tiba saja terlintas sebuah pertanyaan: “Berapa persen kemungkinan kanker muncul kembali pada pasien yang diradiasi bila dibandingkan dengan pasien yang tidak diradiasi?”

“Jika diradiasi maka kemungkinan kanker itu muncul kembali adalah 50 persen. Sedangkan bila tidak diradiasi maka kemungkinan timbul kembali adalah 70 persen,” jawab

Page 103: Jangan Minta Beban Ringan

103Mintalah Bahu Kuat

dokter. Perbedaannya 20 persen.Spontan Heru melakukan analisis. Perbedaan sebanyak

20 persen itu tidak sebanding dengan efek samping radiasi. Meski diradiasi namun tidak ada jaminan bahwa kanker tidak akan kembali lagi.

Sebelum pulang dokter menuliskan resep obat. Setelah dibaca, ternyata obat itu sama persis dengan obat yang diresepkan oleh dokter di Jakarta. Berdasarkan pengalamannya, obat itu tidak mampu mengurangi rasa sakit di rahang maupun di kaki. Heru memutuskan tidak membeli obat itu. Mereka pulang ke Jakarta.

Page 104: Jangan Minta Beban Ringan

12

Jawaban Tuhan

Page 105: Jangan Minta Beban Ringan

105Mintalah Bahu Kuat

Setelah kembali ke Jakarta, rasa sakit di kaki dan rahang semakin menyengsarakan Heru. Luka bekas operasi di lehernya juga masih memproduksi nanah. Karena sudah tidak tahan dengan rasa sakit, Heru minta dibelikan kain elastik panjang di apotik. Dia ingin menggunakannya untuk membebat kakinya. Siapa tahu dapat mengurangi rasa sakit. Ternyata nihil. Kakinya terasa berdenyut-denyut tanpa jeda. Karenanya Heru kesulitan untuk berjalan. Bahkan untuk menggeserkan pantat saja memerlukan perjuangan yang berat. Padahal Heru masih harus sering membuang air kecil.

Tanggal 23 Januari 2009, mereka pergi ke rumah sakit untuk periksa di laboratorium. Perjalanan menuju mobil merupakan penderitaan yang sangat berat. Heru hampir tidak mampu berjalan sendiri. Sesampai di rumah sakit, Heru terpaksa menggunakan kursi roda karena sakit yang tak tertahankan. Usai pengambilan sampel darah dan urin, Heru masih menggunakan kursi roda. Sesampai di rumah, perjuangan untuk masuk ke dalam rumah terulang kembali.

Malamnya, mereka dijemput oleh teman segereja, namanya pak Junaedi, untuk memeriksa diri ke dokter ahli penyakit dalam sekaligus spesialis onkologi. Sekali lagi dokter itu juga menyarankan radiasi.

Page 106: Jangan Minta Beban Ringan

106 Jangan Minta Beban Ringan

“Seharusnya sekarang sudah diradiasi,” kata dokter.

“Tapi belum dok,” jawab Heru.

“Mengapa?” tanya dokter heran.

“Saya tidak mau diradiasi,” jelas Heru.

“Kalau tidak mau diradiasi Anda bisa memilih kemoterapi. Anda harus memilih salah satunya kalau mau selamat. Sebab kalau tidak, ada kemungkinan kanker ini menyebar ke rahang, kaki atau ginjal,” saran dokter.

Saat memeriksa hasil analisis laboratorium, ternyata ada kandungan darah di dalam urin. Heru tersentak. “Apa mungkin kanker ini menyebar begitu cepat?” batin Heru. Dokter itu pun mengatakan bahwa kemungkinan kankernya sudah menyebar di rahang, ginjal atau kaki. “Lihat tuh hasil analisa urine. Sudah ada darahnya!” kata dokter. Meski demikian, Heru belum sepenuhnya percaya dengan kemungkinan itu. Mereka pulang.

Sesampai di rumah, Heru merenung sendirian sambil menikmati rasa sakit di kaki, rahang, leher dan bahu. Lalu terdengarlah lagu dalam hatinya:

“Tuhan menetapkan langkah-langkah orangYang hidupnya berkenan kepadanyaBila ia jatuh tak sampai tergeletakS’bab Dia menopang tangannya”

Saat mendendangkan lagu itu, nuraninya bertanya, “Apakah aku sudah hidup berkenan bagi Tuhan dan sesama? Hanya Kasih Karunia Tuhan saja yang menjadikanku tetap bertahan sampai saat ini.”

Page 107: Jangan Minta Beban Ringan

107Mintalah Bahu Kuat

“Dari semua kejadian ini, aku yakin bahwa aku akan sembuh. Aku hanya perlu waktu saja untuk pulih kembali. Inilah PENGHARAPAN PADA TUHAN,” batin Heru, ”ibarat sedang mengangkat air satu gelas, aku pasti kuat. Hanya saja jika mengangkat dalam waktu yang lama, aku akan kelelahan. Untuk menjadi kuat maka aku harus tetap bergantung pada Tuhan Yesus, minta kekuatan agar tidak mengeluh atau bersungut-sungut. Aku teringat firman Tuhan di Korintus 10:10, “Jangan mengeluh.”

Tanggal 27 Januari, setelah semalaman tidak bisa tidur karena rahang dan bahu terasa sakit, pada pagi harinya, Heru bersaat teduh. Sambil membaca Alkitab, dia mendengarkan lagu “Dia Hanya Sejauh Doa.”

Bila kau rasa gelisah di hatimuBila kelam kabut tak menentu hidupmuIngat masih ada sorang p’nolong bagimuYesus tak pernah jauh darimuBila cobaan menggodai hatimuBila sengsara menimpa keadaanmuIngat Yesus tak kan pernah jauh darimuDia s’lalu perdulikan kamu

Berseru memanggil namaNyaBerdoa Dia kan segra menghampiri dirimuPercaya Yesus tak jauh darimuDia hanya sejauh doa

“Wah, saya menangis karena teringat bahwa selama ini saya masih mengandalkan kekuatan sendiri. Saya masih sombong dan masih mengasihi diri sendiri,” kata Heru.

Page 108: Jangan Minta Beban Ringan

108 Jangan Minta Beban Ringan

“Saya memang berdoa setiap hari, namun saya hanya minta berkat. Untuk doa minta ampun, saya mengucapkan secara borongan. Saya tidak menyebutkan dengan detil dosa apa saja yang sudah saya lakukan. Saya memohon ampun hanya di mulut.”

Dari hari ke hari sakit itu semakin berat. Saat memeriksakan diri ke dokter di daerah Petojo, Jakarta Pusat, mereka berkenalan dengan pasien lain yang memberikan informasi bahwa pendetanya juga dioperasi dengan penyakit mirip dengan Heru. Pendeta itu terserang kanker lidah. Heru dan Sherly meminta nama dan nomor telepon pendeta itu.

Tanggal 28 Januari, Sherly menghubungi pendeta yang terkena kanker lidah yang sudah menjalani operasi sampai dengan 3 kali di Jakarta. Pendeta menyebutkan nama dokter yang mengoperasinya. Tanpa menunggu lama, malamnya mereka menemui dokter itu, yang ahli THT dan menguasai juga masalah kanker.

Setelah memeriksa hasil operasi, dokter menyatakan bahwa kondisinya bersih dan bagus. Hanya ada infeksi pada luka bekas operasi.

“Apa yang harus dilakukan setelah operasi? Apakah sudah kemoterapi atau radiasi?” tanya dokter.

“Saya disarankan untuk diradiasi saja. Tapi kami memutuskan untuk tidak melakukannya karena merasa tidak ada damai sejahtera,” jawab Heru.

“Kalau begitu saya akan mengecek jenis kanker ini dan mencari tahu apakah jenis kanker ini harus diradiasi atau tidak,” kata dokter.

Page 109: Jangan Minta Beban Ringan

109Mintalah Bahu Kuat

Dokter melanjutkan penjelasannya. “Sekarang ini sudah 75 hari sejak operasi. Kondisi Anda akan semakin memburuk tanpa radiasi atau kemoterapi,” lanjut dokter. “Akan tetapi, jika diradiasi maka seluruh saluran pencernaan mulai dari mulut , usus sampai dengan anus akan kehilangan lendir. Akibatnya Anda akan sering sakit sariawan. Selain itu, Anda juga harus kuat. Setidaknya selama 3 bulan anda akan menyandang kesakitan akibat radiasi ini. Itu belum termasuk risiko kehilangan pendengaran jika radiasi ini melebar. Walaupun demikian, menurut ilmu kedokteran Anda harus menjalani salah satu terapi ini: Kemoterapi atau radiasi. Tidak bisa tidak.”

Saat itu mendengar penjelasan itu, Sherly tetap merasa tenang karena sudah punya ketetapan bahwa tidak akan menjalani radiasi. Akan tetapi Heru justru bergumul dalam hati. Muncul keraguan dalam hatinya. Dia merasa

Kaki bengkak

Page 110: Jangan Minta Beban Ringan

110 Jangan Minta Beban Ringan

khawatir jika kanker itu muncul kembali. Dia teringat hasil pemeriksaan sampel darah dan urin, serta rahangnya yang masih sakit.

“Mungkinkah kanker ini sudah menyebar kemana-mana?” Pernyataan itu terulang dan berulang terus di pikiran Heru.

Malamnya, kegelisahan menggelayuti batin Heru. Berbagai hal berkecamuk di pikirannya sehingga tidak dapat tidur. “Kalau kanker itu sudah menyebar ke mana-mana, apakah harus dioperasi semuanya?. Apakah saya memang hanya bisa menunggu panggilan Tuhan?”

Malam itu saat istri dan anaknya tidur, Heru tetap tidak bisa tidur, dan dengan posisi berdiri melihat Sherly, Nando dan Nadin. Dia hanya berbicara dalam hati : ‘Sherly, Nando, Nadin sebentar lagi Papa pulang. Kalian sebentar lagi tidak punya Papa, maafkan Papa ya dan kamu semua kuat ya!’

Heru mulai membayangkan berbagai kemungkinan buruk. Meski begitu, dia tidak kehilangan pengharapan pada kasih Tuhan.

Paginya, saat Sherly mengantar Nando dan Nadin ke sekolah, Heru tinggal sendirian di rumah. Dia hanya bisa merenung dan berdoa.

Intimidasi datang lagi, dengan melihat salah satu bekas operasi di paha kanan (operasi ini bersamaan karena ada daging yang tumbuh di paha kanan), terlihat bengkak, merah dan gatal dan seakan mengatakan:“Lihat bekas operasi yang kelihatan saja sudah demikian, apalagi yang ada di dalam yang tidak kelihatan, sudah menyebar ke ginjal, liver dan kaki, dan tidak diradiasi lagi, tamatlah riwayatmu.”

Page 111: Jangan Minta Beban Ringan

111Mintalah Bahu Kuat

Dia menyerahkan semua kekhawatirannya pada Tuhan dalam doa:”Tuhan Yesus saat ini saya merasa takut. Apa yang harus saya perbuat? Jika diradiasi, saya takut pada efek sampingnya. Tapi jika tidak diradiasi, saya takut kanker ini akan semakin menyebar. Saya tidak tahu harus berbuat apa!”

Saat itu Heru mengatakan bahwa hidupnya hanya tinggal menghitung hari,.Dengan gelisah Heru berdoa: “Tuhan hidupku hanya tinggal menghitung jari, saya akan minta ampun kepada orang yang bisa ditemui dan kepada Tuhan Yesus, tolong ingatkan dosa-dosa saya.”

Dalam kegelisahan, Heru mengirimkan SMS ke sesama pendoa untuk meminta dukungan doa. Dia mengirimkan pesan pendek itu kepada pak Andrew, pak Roy, pak Budi dan pak Junaedi. “Saat ini saya sedang ketakutan. Iman saya sangat tidak baik. Tolong doakan saya,” tulis Heru.

Dia juga mengirimkan SMS ke Heru Pratikto, teman sekerjanya. Jawaban SMS pertama datang dari Heru Pratikto: “Apakah sudah punya buku ‘Kanker, Mengapa Mereka Tetap Hidup?’”

“Belum punya,” balas Heru Budiargo.

“Kalau begitu, saya akan mengirimkan buku itu,” kata Heru Pratikto lewat SMS.

“Baiklah, nanti siang, pukul 12.30, buku itu dititipkan Tono saja karena Tono akan datang ke rumah untuk bantu nyetir mobil,” balas Heru Budiargo.

Akan tetapi belum sampai 15 menit setelah kirim SMS terakhir, Edi, salah seorang staf kantor sudah datang mengantarkan buku itu. Wow cepat sekali! “Begitu saya

Page 112: Jangan Minta Beban Ringan

112 Jangan Minta Beban Ringan

menerima buku itu, muncul perasaan yang bergejolak. Semangat saya timbul kembali. Saya baru bisa membaca judulnya saja karena buku itu masih dibungkus plastik, tapi saya sudah senang,” seru Heru dengan mata berbinar.

Dalam hati Heru berkata, “Inilah jawaban dari Tuhan atas doa saya!”

“Tuhan apakah ini jawaban-Mu?” tanya Heru dalam doa. Terdengar suara Tuhan dalam hati Heru: “Ya. Inilah jawaban-Ku.”

Heru mengajukan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali dalam doanya. Jawabannya selalu sama. “Ya. Itu jawaban-Ku.”

Saat itu juga Heru mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Semangatnya timbul kembali. Dia langsung berdiri, mandi dan mengajak anjing kecilnya berjalan-jalan di taman. Kakinya masih terasa sakit, namun disamarkan oleh hati yang dipenuhi sukacita.

Dia merasakan kasih dari Tuhan Yesus dan Allah Bapa. Sepanjang jalan menuju ke taman Heru menangis karena sukacita itu. Saat masih berjalan-jalan pak Junaedi, sesama pendoa, menelepon untuk merespon SMS yang dikirimkan Heru.

“Bagaimana keadaanmu,” tanya pak Junanedi, “apa yang dapat saya bantu?”

“Saya sudah mendapat jawaban dari Tuhan,” jawab Heru sambil terisak bahagia.

Pak Junaedi bertanya, “Apa jawabannya?”

Page 113: Jangan Minta Beban Ringan

113Mintalah Bahu Kuat

“Saya belum tahu jawabannya, tapi yang jelas Tuhan sudah menjawab lewat buku.”

“Tuhan itu sungguh baik. Dia selalu bertindak tepat waktu.”

Setelah pak Junaedi menelepon, giliran pak Andrew yang menelepon untuk menanyakan hal yang sama. Dia mendoakan Heru melalui telepon. Usai berkata “amin” barulah tangisan Heru mereda. Sambil berjalan pulang, Heru mengirimkan SMS ke Heru Pratikto, pengirim buku.

“Her, terima kasih sekali kiriman bukunya. Saya sudah terima. Saya mendapat hikmat dan jawaban lewat buku tersebut”

Heru Pratikto membalas: “Syukurlah. Saya beli buku tersebut tidak dengan cara biasa. Saya punya perasaan bahwa lewat buku itu, kamu akan sembuh.”

Membaca balasan SMS itu, Heru merasa heran. Kok dibeli tidak dengan cara biasa. Apa artinya? Ada sesuatu yang aneh!

Sesampai di rumah, Heru bergegas menyobek plastik pembungkus dan membuka isi buku. Dengan rasa penasaran Heru menelepon koleganya, Heru Pratikto, untuk meminta kejelasan soal membeli buku tidak dengan cara biasa.

Heru Pratikto bercerita saat itu dia pulang kerja lebih awal karena harus menjemput istrinya. Tiba-tiba di tengah jalan istrinya mengabari bahwa tidak perlu dijemput. “Maka saya punya waktu luang. Mau kemana nih? Tiba-tiba seperti ada yang menyuruh untuk mampir ke Gramedia,” tutur Heru Pratikto.

Sesampai di Gramedia dia langsung berjalan menuju buku kesehatan dan langsung melihat buku tentang kanker.

Page 114: Jangan Minta Beban Ringan

114 Jangan Minta Beban Ringan

Begitu memegang buku itu, Heru merasakan dorongan yang sangat kuat untuk membelinya. Padahal saat membaca judul buku, Heru Pratikto merasa ragu-ragu. Judulnya memberi kesan bahwa Heru Budiargo sudah tidak punya harapan lagi. Akan tetapi Heru Pratikto merasa ada kekuatan yang memaksanya membawa buku itu ke kasir.

Setelah membayar, sebenarnya ada dorongan untuk memberikan buku malam itu juga kepada koleganya. Namun karena sudah malam, dia takut mengganggu. Maka Heru Pratikto menunda keesokan harinya. Paginya, begitu Heru Pratikto sampai di kantor, Heru Pratikto merasa didesak untuk segera mengirimkan buku itu.

Sherly mencoba mencocokkan waktu saat Heru Pratikto membeli buku itu dan saat suaminya menjadi gelisah. Ternyata cocok. “Inilah jawaban Tuhan. Saya belum meminta tetapi Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya,” tutur Heru. Dia teringat sebuah ayat:

Matius 6 :8 b : Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan , sebelum kamu minta kepada-Nya.

Pagi itu juga Heru membaca buku tersebut. Isinya sangat menarik hatinya karena menceritakan pengalaman pasien pengidap kanker yang menjalani pengobatan dengan herbal dan pengaturan pola makan. “Untuk pengaturan pola makan, saya sudah melakukan sebelum operasi. Untuk pengobatan melalui herbal saya belum. Saya lalu berdoa apakah saya harus memakai metode ini,” kata Heru, “usai berdoa saya merasakan ada damai sejahtera. Itu membuat saya mantap untuk mencobanya.” Heru lalu mencari alamat pengobatan herbal itu.

Page 115: Jangan Minta Beban Ringan

115Mintalah Bahu Kuat

Alamat pengobatan herbal adalah di Penang, Malaysia. Jadwal praktiknya hanya hari Jumat dan Minggu. Heru merencanakan untuk datang pada hari Jumat, 6 Februari 2009. Dia membeli tiket pulang-pergi dalam satu hari karena hari Sabtu dia harus menjalani pemeriksaan USG untuk mengetahui kondisi ginjal dan liver. Karena waktu yang sangat sempit, maka perhitungannya harus sangat tepat. Heru merencanakan perjalanan keberangkatan dari Jakarta ke Penang lewat Medan. Sedangkan pulangnya langsung, dari Penang ke Jakarta.

Page 116: Jangan Minta Beban Ringan

13

Mukjizat-mukjizat

Page 117: Jangan Minta Beban Ringan

117Mintalah Bahu Kuat

Perjalanan ke Malaysia kali ini dapat dibilang sedikit nekad karena Heru belum membuat janji pertemuan dengan pengobatan herbal. Beberapa teman mengingatkan supaya sebelum berangkat memastikan lebih dulu bahwa pengobatan hebal itu memang masih membuka praktik mengingat perjalanan ini cukup jauh. Jangan sampai sudah jauh-jauh didatangi ternyata klinik itu sudah tutup atau harus datang di hari lain karena belum membuat janjian. Heru sebenarnya sudah mengirim email, namun belum mendapat balasan. Dia juga sudah menelepon namun tidak diangkat. Padahal keesokan hari sudah harus berangkat karena tiket sudah di tangan.

Dalam hati Heru berdoa: “Akan ketemukah alamat yang kami cari?”

“Ya, akan ketemu,”katanya mantap dalam hati. Mereka berangkat penuh percaya bahwa ini salah satu rencana Tuhan.

Pada saat berangkat, Heru baru saja belajar makan nasi. Lauknya tempe dan kacang almond yang dihaluskan. Heru baru bisa makan sedikit. Itu saja memerlukan waktu yang sangat lama. Untuk menelan 10 sendok perlu waktu sekitar 1 jam.

Page 118: Jangan Minta Beban Ringan

118 Jangan Minta Beban Ringan

Saat persiapan, Sherly menanyakan apakah akan membawa bekal bubur atau nasi. Heru memilih membawa nasi dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. “Toh, kita bisa membeli nasi dimana saja dan masih hangat lagi,” jelas Heru. Maka Sherly pun hanya membawa bekal nasi seperlunya saja.

Mereka berangkat tanggal 6 Februari 2009, pukul 05.00 menuju ke airport. Tujuan penerbangan adalah ke Medan. Sesampai di Medan, mereka sarapan pagi. Sherly menyantap makanan yang dibeli dari rumah makan, sedangkan Heru menikmati bekal nasi dan tempe yang dibawa dari rumah.

Puku 15.00, mereka mendarat di Penang dengan perut keroncongan. Untuk mempersingkat waktu, Heru menyuruh Sherly makan di airport karena bisa makan dengan cepat. Sementara dirinya akan makan belakangan karena masih menyimpan sisa nasi,tempe dan almond. Mereka memutuskan untuk bergegas ke tempat pengobatan herbal untuk mengejar jadwal yang sangat ketat. Untuk urusan makan, nanti bisa dilakukan sesampai di klinik pengobatan herbal atau menggunakan layanan hantar.

Dengan perasaan berdebar-debar mereka mencari alamat klinik pengobatan herbal. Apakah mereka bisa segera menemukan? Apakah klinik itu masih buka? Apakah mereka akan dilayani tanpa janjian lebih dahulu? Berbagai pertanyaan bertubi-tubi melintas di pikiran sepanjang perjalanan. Sesampai pada alamat yang dituju, mereka mengucap syukur kepada Tuhan karena mendapatkan klinik sesuai dengan yang diharapkan.

Sambil menunggu giliran diperiksa, mereka menanyakan rumah makan di sekitar klinik. Menurut petugas klinik, klinik tersebut jauh dari rumah makan dan

Page 119: Jangan Minta Beban Ringan

119Mintalah Bahu Kuat

tidak ada layanan pesan-antar.

“Kalau begitu, apakah kami boleh makan makanan yang kami bawa di sini?” tanya Sherly.

“Ya silakan,” jawab petugas klinik sambil menyiapkan mangkok, sendok dan air minum. Mereka pun menyantap bekal nasi dan lauk yang mereka bawa dari Jakarta hingga kenyang.

Setelah konsultasi mengenai penyakit, mereka membeli beberapa buku dan ramuan herbal. Ada yang sudah berbentuk kapsul, ada ramuan yang harus direbus dahulu dan ada yang dalam bentuk cairan untuk dioles di permukaan tubuh yang sakit. Mereka mendapat 4 botol dalam bentuk cairan.

Selesai urusan dengan klinik herbal,mereka buru-buru melaju ke airport untuk check in. Mereka sampai di bandara satu jam sebelum jadwal keberangkatan dan belum sempat makan. Supaya bawaan herbal tidak rusak maka mereka menggunakan jasa pengemasan. Setelah selesai dikemas, mereka membawanya ke counter untuk check in.

“Apakah ada barang cair?” tanya petugas check in.

“Ada empat botol,” jawab mereka.

“Maaf, menurut peraturan barang cair tidak diizinkan untuk masuk bagasi. Kalau ketahuah maka barang tersebut akan dibuang,” tandas petugas.

“Tapi ini obat. Kami membutuhkannya,” jelas mereka.

“Kalau masih tetap ingin membawa, silakan minta izin ke bagian security di bandara,” saran petugas.

Page 120: Jangan Minta Beban Ringan

120 Jangan Minta Beban Ringan

Kalau harus minta izin bagian security apa masih ada waktu? Tanya mereka dalam hati. Sebentar lagi, pesawat akan tinggal landas.

Dalam kegalauan tiba-tiba terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa pesawat mereka akan terlambat satu jam. “Ternyata Tuhan sudah mengatur semuanya. Kami masih punya waktu 1 jam lagi. Terima kasih Tuhan,” seru Heru.

Masih ada harapan untuk membawa obat cair itu ke Jakarta. Mereka cepat-cepat mengurus ke bagian security supaya obat itu boleh masuk kabin pesawat. Namun jawaban petugas membuat mereka kecewa.

“Benda cair tidak boleh masuk ke dalam pesawat,” tegas petugas. Petugas menyuruh mereka membuka lagi kemasan bagasi itu untuk diperiksa. Setelah memeriksa, petugas menyarankan untuk memasukkan obat cair itu ke dalam bagasi.

“Tapi oleh petugas di check in kami diberitahu bahwa obat tidak boleh masuk bagasi. Bila ketahuan akan dikeluarkan dan dibuang,” jelas Heru.

Heru menunjukkan obat cair. “Saya membutuhkan obat ini. Bagaimana caranya agar bisa kami bawa?” tanya Heru. Dalam hati, Heru terus-menerus berdoa meminta campurtangan Tuhan.

Petugas keamanan lalu menunjukkan obat tersebut kepada temannya yang bertugas di pintu masuk. Petugas itu memberikan jawaban yang sama. Tidak bisa!

“Tolonglah, kami membawa obat ini,” pinta Heru. Melihat kesungguhan Heru, terbitlah kebijakan petugas. Dia

Page 121: Jangan Minta Beban Ringan

121Mintalah Bahu Kuat

berpikir sejenak, lalu menengok ke kanan dan kiri. “Sudah masukkan saja ke dalam tas dan jangan keluar lagi,” katanya lirih.

Tuhan itu luar biasa. Mujizat Tuhan sungguh nyata. Tanpa banyak membuang waktu, mereka segera masuk ke ruang tunggu di bandara. Masih ada waktu untuk mengisi perut, tapi sudah larut malam. Mereka menanyakan lokasi kantin pada petugas di bandara. Petugas menunjukkan 3 posisi kantin.

Dengan setengah menyeret kaki karena kesakitan, Heru bersama Sherly menuju kantin pertama. Lokasinya ada di sebelah kiri dari pintu masuk. Saat masih setengah jalan, mereka bertanya kepada petugas yang lewat apakah kantinnya masih jauh.

“Sudah tutup, jam 7 tadi tutupnya, coba ke kantin yang ada di tengah,” jawab petugas.

Mereka mengubah arah menuju kantin yang ada di bagian tengah. Untungnnya kantin itu masih buka. Dengan perasaan lega mereka segera mengambil tempat duduk dan memesan makanan. Ternyata makanan sudah habis. Kantin itu sudah mau tutup. Tinggal satu kantin yang tersisa. Dengan susah payah mereka berjalan ke kantin yang berada di ujung sebelah kanan.

Kantin terakhir itu memang masih buka, namun mereka hanya bisa memesan minuman, makanan sudah habis. Mereka sudah kelelahan dan kelaparan. Apalagi yang bisa dilakukan. Tiba-tiba mereka ingat masih membawa bekal makanan dari Jakarta: nasi, tempe dan kacang almond. Meski sudah dingin, namun jika dimakan dengan perut keroncongan dan disertai ucapan syukur, makanan itu terasa

Page 122: Jangan Minta Beban Ringan

122 Jangan Minta Beban Ringan

sangat nikmat.

Mereka bisa makan dengan kenyang. Bahkan lauknya masih tersisa. Tuhan membuat mujizat lagi, karena nasi yang dibawa sebetulnya hanya menyiapkan bekal buat Heru, tetapi dimakan mereka berdua, tetap cukup dan kenyang. Mereka tidak tahu nasinya dimakan tidak habis-habis. Tuhan menunjukkan KemuliaanNya dengan kantin tersebut telah habis makanannya. Tuhan Yesus Ruaaarrrr biasa……

***

Jam 02.30 pagi, mereka sudah masuk ke dalam rumah di Jakarta.

“Paginya, pukul 07.30 kami sudah dijemput oleh om John dan bu Wenda untuk menemui dokter ahli ginjal (Neprologi), untuk di-USG,” kata Heru. Mereka memeriksakan kondisi ginjal karena hasil uji laboratorium

Luka mulai kering

Page 123: Jangan Minta Beban Ringan

123Mintalah Bahu Kuat

sebelumnya menunjukkan bahwa ada masalah pada ginjal dan liver Heru. Hasil test urin sebelumnya menunjukan ada darah di dalam urin, sehingga diperkirakan bahwa kanker sudah menyebar ke ginjal atau liver.

Hasil pemeriksaan USG ginjal dan liver yang kedua ternyata melegakan hati. Tidak ada masalah pada ginjal dan liver Heru. “Puji Tuhan, satu lagi karya Tuhan dinyatakan,”tutur Heru dengan haru.

Dokter itu juga menjelaskan tentang kaki Heru yang bengkak. Kemungkinannya adalah terkena arthritis atau reumatik. Kalau berkaitan dengan penyakit reumatik, maka Heru sudah mengenal dokter yang cukup komunikatif dan menguasai bidang ini yaitu dr. Adi yang ada di Kelapa Gading.

Mereka mengkonsultasikan penyakit kaki kepada dr. Adi sambil membawa semua hasil laboratorium. Saat mencermati angka-angka hasil laboratorium, dr. Adi menemukan angka autoimmune (kekebalan tubuh) Heru yang sangat tinggi. Begitu tinggi sehingga autoimmune itu malah menyerang bagian tubuh lain, yaitu pergelangan kaki. Penyebabnya adalah operasi yang dijalani Heru sehingga memicu autoimmune menjadi aktif.

Maka muncul persoalan yang dilematis. Untuk mengurangi sakit di pergelangan kaki maka kekebalan tubuh Heru harus diturunkan. Namun jika kekebalan tubuh menurun, maka risikonya sel kanker Heru menguat karena tidak ada yang menekannya dengan kata lain kanker akan segera menyebar. Dokter Adi menambahkan bahwa dia belum pernah menangani kasus seperti ini. Ini kasus yang sangat dilematis, dan dokter Adi mengatakan bahwa dia akan mengatasi untuk menurunkan autoimmunnya. “Untuk

Page 124: Jangan Minta Beban Ringan

124 Jangan Minta Beban Ringan

kankernya, Anda yang berusaha untuk mengatasinya,” kata dokter. Heru menjelaskan bahwa pengobatan kankernya dengan meminum herbal. Dokter Adi tidak berkomentar banyak karena tidak mempelajari pengobatan herbal.

Heru diberi obat dan disuntik untuk menurunkan kekebalan tubuh, sambil dipantau lewat pemeriksaan laboratorium. Dokter Adi lalu memberikan surat pengantar untuk pemeriksaan laboratorium dan segera melaporkan hasilnya kepadanya.

Pada tahap awal, efeknya sudah terasa. Pergelangan kaki Heru sudah membaik. Rasa sakitnya sudah banyak berkurang. Saat datang untuk kontrol lagi, dokter memberikan obat melalui infus untuk menurunkan kekebalan tubuh lagi. Setelah itu tetap dipantau dengan pemeriksaan di laboratorium.

Suatu kali setelah diinfus Heru merasakan kesemutan dari ujung kepala menjalar sampai ke ujung kaki. Dia mengungkapkan gejala ganjil itu kepada dokter. Reaksi dokter malah mengejutkan. Dia terlihat panik. Dokter itu mengaku bahwa belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya.

Dokter Adi menawarkan Heru untuk berbaring atau pulang saja. Heru memilih untuk pulang saja. Dokter terlihat lega dengan keputusan Heru. Mungkin dia berpikir jika ada hal yang buruk maka tidak terjadi di tempat kliniknya.

Heru pulang ke rumah dengan kondisi sangat mengantuk. Dia mengatur handphone dalam posisi silent lalu berangkat tidur. Saat bangun dan memeriksa telepon, ternyata ada 6 misscall dari dokter Adi. Dokter itu cukup panik dan ingin mengetahui perkembangan kondisi Heru. Dokter makin gelisah setelah panggilannya tidak dijawab

Page 125: Jangan Minta Beban Ringan

125Mintalah Bahu Kuat

oleh Heru.

Heru segera menelepon dokter Adi untuk mengabarkan bahwa keadannya baik-baik saja. Badannya sudah terasa enak dan bisa tidur dengan nyenyak. Ada perasaan lega terdengar dari ujung telepon. Dokter itu bersyukur karena tidak ada hal buruk yang terjadi.

Pemeriksaan laboratorium terus dilakukan untuk memantau kanker dan infeksi di bekas operasi yang masih terus-menerus mengeluarkan nanah. Hasil pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan bahwa nanah yang ada di dagu tidak berasal dari aktivitas sel ganas. “Suatu pengharapan yang tidak sia-sia, Puji Tuhan! Saya makin percaya akan rencana Tuhan,” tegas Heru. (Hasil pemeriksaan laboratorium di lampiran 3)

Dokter memperkirakan setelah kekebalan tubuh diturunkan maka produksi nanah akan berhenti. Sebelum ditemukan soal autoimune ini, Heru menderita karena luka bekas operasi yang tak kunjung sembuh. Dia tidak dapat menengok ke kanan atau ke kiri. Jika tidur, dia hanya dapat berbaring dengan satu posisi. Karena kepala tidak dapat digerakkan maka Heru tidak bisa tidur dengan posisi miring. Tidurnya pun pasti dengan baju basah kuyup oleh keringat karena menahan sakit. Itu masih ditambah dengan kondisi kaki yang bengkak.

“Melalui perjalanan operasi ini, kami sangat merasakan penyertaan Tuhan. Saya diizinkan menjalani operasi, kemudian diizinkan tidak diradiasi. Saat muncul masalah autoimmune, saya dipilihkan dokter yang tepat. Tuhan sedang membuka jalan. Satu-satu ditunjukkan-Nya. Ruarrrr biasa!” ujar Heru.

Page 126: Jangan Minta Beban Ringan

126 Jangan Minta Beban Ringan

Tanggal 20 Februari 2009, dr.Adi mengajak Heru dan Sherly untuk menemui profesor Rasker dari Belanda yang sedang berkunjung ke Indonesia. Prof. Rasker adalah ahli Reumatologi/autoimmune dan salah satu orang yang berpengaruh di dunia medis. “Menurut kami, profesor ini adalah kiriman dari Tuhan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan,” kata Sherly.

Mereka tenggelam dalam diskusi yang serius untuk membicarakan penyakit yang diderita Heru. Profesor ini tampaknya sangat berhati-hati menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya. Menurut dr.Adi, kanker yang diderita Heru berhubungan dengan autoimmune.

Prof. Rasker terlihat antusias dan tertarik untuk mencermati kasus yang diderita oleh Heru, dan cara pengobatannya. Menurut ilmu kedokteran, menurunkan kekebalan tubuh untuk orang yang terkena kanker adalah tindakan yang sangat berisiko. Tetapi setelah melihat hasil laboratorium, profesor dari negeri tulip ini malah menjadi bingung. Kok malah membaik? Bagaimana bisa? Masih hidup lagi?

“Apakah mungkin telah terjadi salah diagnosa, prof?” tanya Heru.

“Tidak mungkin. Diagnosa itu berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi yang tingkat kesalahannya sangat kecil,” jawab profesor.

Profesor terlihat bersemangat untuk mempelajari kasus ini. Dia minta dikirimi semua data medis Heru dan akan mempelajarinya bersama-sama dengan temannya yang ahli di bidang kanker. Dia juga mengusulkan untuk menyeminarkan hasil pemeriksaan ini di hadapan ahli-ahli

Page 127: Jangan Minta Beban Ringan

127Mintalah Bahu Kuat

kedokteran di seluruh dunia. Untuk itu dr. Adi akan menulis makalahnya.

“Kami betul-betul takjub dengan rencana Tuhan! Awalnya kasus ini kelihatan sederhana, tapi Tuhan membukakan jalan bagi kami. Mula-mula kami dituntun menemui dr.Adi, untuk selanjutnya dikenalkan dengan Prof. Rasker. Lewat profesor ini pula penyakit saya akan dibahas di tingkat dunia. Apa hasilnya? Kita tunggu saja. Tuhan pasti mempunyai rencana yang sangat luar biasa,” tutur Heru bersemangat.

Tepat empat bulan setelah dioperasi dan terapi untuk menurunkan autoimmune, Heru memeriksakan diri ke laboratorium. Semua hasilnya sudah normal. Bagian bibir yang dibelah sudah mulai mengeras, tapi otot-otot di sekitarnya menjadi lebih pendek sehingga bibirnya gampang sekali tergigit. Selain itu nanah juga masih terus keluar. Beberapa dokter ditemui selalu mengatakan luka tersebut harus segera diobati. Tidak boleh terlalu lama karena berbahaya.

“Ya, kami tahu bahwa itu sangat tidak baik, tapi kami sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi agar nanah ini berhenti keluar. Saya sudah minum banyak jenis antibiotika, tetapi tetap tidak ada pengaruhnya,” keluh Heru.

Heru harus mengganti perban minimal dua kali dalam sehari karena sudah penuh dengan nanah. Setiap bangun pagi, doa yang terucap adalah agar nanah itu berhenti keluar. Tapi masih nihil.

Pada waktu membersihkan nanah, Heru beberapa kali merasakan ada benda kasar yang ikut keluar. Ternyata benda itu adalah serpihan tulang. Heru menduga inilah penyebab

Page 128: Jangan Minta Beban Ringan

128 Jangan Minta Beban Ringan

nanah tidak pernah berhenti. Heru mengumpulkan serpihan-serpihan tulang itu.

Takutkah Heru dengan serpihan tulang tersebut? Heru tidak merasa takut atau khawatir. “Serpihan ini yang menyebabkan nanah. Nanti kalau sudah keluar akan sembuh,” Jawabnya dengan tenang. Padahal orang lain yang menyaksikan serpihan tulang itu merasa sangat ngeri. Bayangkan, memegang serpihan tulang sendiri!

Ternyata itu adalah tulang rahang yang hancur karena diserang oleh autoimmune sendiri.

Tanggal 19 Maret 2009, Heru memeriksakan nanah ke dokter ahli Patologi Anatomi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa nanah tersebut tidak berasal dari bakteri, jamur dan sel ganas. Ini adalah hasil pemeriksaan yang kedua. Hasilnya sama.

Menurut analisa dokter ada penolakan tubuh terhadap plat yang dipasang di rahang. Untuk itu, plat harus diambil dengan operasi. Bibir dan rahang Heru harus dibelah lagi. Apa boleh buat!

Risiko pembedahan di sekitar mulut adalah kemungkinan kelenjar air liur ikut terpotong. Akibatnya air liur itu merembes dan merusak jaringan tubuh sehingga muncul nanah. Meski demikian, nanah tersebut dipastikan tidak mengandung bakteri atau jamur. Kelenjar tersebut akan menyambung sendiri. Yang dibutuhkan adalah waktu saja.

“Hebat ya ciptaan Tuhan. Tubuh dapat menyembuhkan sendiri pada bagian yang rusak,” tutur Heru.

Page 129: Jangan Minta Beban Ringan

129Mintalah Bahu Kuat

Page 130: Jangan Minta Beban Ringan

14

Kabar BaikKabar Mengejutkan

Page 131: Jangan Minta Beban Ringan

131Mintalah Bahu Kuat

Untuk mengetahui kondisi rahang dan rongga mulut setelah operasi maka harus digunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), yaitu sebuah teknik pencitraan di bidang kedokteran untuk melihat struktur internal tubuh manusia secara detil. MRI menggunakan resonansi magnetik nuklir untuk menangkap unsur atom di dalam tubuh pasien.

Kelebihan MRI adalah mampu memberikan gambaran yang lebih jelas pada jaringan-jaringan lunak, sehingga bermanfaat untuk memotret otak, otot, jantung dan kanker.

Sebelum pemeriksaan dengan MRI, Heru sempat bertanya, “Seandainya plat itu memang ditolak oleh tubuh dan juga masih ada luka, kemudian dilakukan radiasi, apa yang terjadi? Padahal menurut informasi saya dapat jika sudah diradiasi maka rahang saya tidak dapat dioperasi lagi. Lalu bagaimana nasib saya?”

Dokter yang ahli THT menjawab, “Seandainya Anda sudah diradiasi, kemudian plat di rahang ditolak oleh tubuh, maka Anda akan makin hancur. Anda tidak akan sembuh karena plat itu sudah tidak dapat diambil lagi.”

“Wow! Mengerikan sekali!” Heru dan Sherly tertegun. Sejurus kemudian mereka bersyukur karena menolak terapi

Page 132: Jangan Minta Beban Ringan

132 Jangan Minta Beban Ringan

radiasi. Seandainya Heru terlanjur diradiasi, entah seperti apa kondisinya kini.

“Tuhan tidak pernah salah dalam rencana-Nya. Saya diizinkan dioperasi tapi tidak diizinkan diradiasi,”kata Heru, “setelah itu saya disarankan untuk minum herbal dan mengatur pola makan seperti yang telah ditentukan dari awal manusia diciptakan.”

Kejadian 1 : 29. “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, itulah yang akan menjadi makananmu”.

Yehezkiel 47:12b : “…. Buahnya menjadi makanan, dan daunnya menjadi obat”

Hasil pemeriksaan MRI menunjukkan ada radang di rahang hingga terbentuk kantong yang berisi nanah. Dokter mengkhawatirkan telah terjadi infeksi di tulang rahang. Yang lebih mengejutkan, dokter menemukan adanya bulatan (nodul) baru di rahang bawah sebelah kiri. Ini adalah benjolan yang baru. Yang sudah dioperasi adalah benjolan di sebelah kanan,

Jaringan apa ini? Apakah ini menunjukkan bahwa kanker sudah menyebar? Apakah harus dibiopsi. Ada apa lagi ini? Kok timbul benjolan lagi? Berbagai pertanyaan bergejolak di hati Heru dan Sherly. Mereka saling mendoakan supaya Tuhan menguatkan mereka. Mereka yakin bahwa Bapa punya rencana indah. Mereka teringat pada firman Tuhan dalam Ibrani 6:19 “ Pengharapan itu sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir”.

Page 133: Jangan Minta Beban Ringan

133Mintalah Bahu Kuat

Pada saat bersamaan mereka mendengar lagu “Semua Baik.”

“Dari semula, t’lah Kau tetapkanhidupku dalam tanganMu, dalam rencanaMu Tuhan.Rencana indah t’lah Kau siapkanbagi masa depanku yang penuh harapan.

S’mua baik, s’mua baik,Apa yang t’lah Kau perbuat di dalam hidupku,S’mua baik, sungguh teramat baik,Kau jadikan hidupku berarti.”“Duh, terasa sekali rencana Tuhan bagi hidup saya.

Saya tahu ada tugas yang harus saya selesaikan,” kata Heru. Tanpa terasa air mata menggenang pelupuk mata dan meleleh ke pipi. Ya suatu pengharapan yang sangat indah.

Mereka membawa hasil scan ke dokter onkologi. Dokter onkologi ini juga terkejut mengetahui benjolan baru dan memutuskan akan mendiskusikan dulu dengan dokter-dokter lain yang menjadi sejawatnya. Dokter onkologi menambahkan informasi bila kanker sudah menjalar pada kelenjar ludah minor maka sudah dapat dikategorikan 80% kanker ganas.

Sekitar dua minggu kemudian dokter memberikan kabar bailk. Hasil scan menunjukkan bahwa benjolan itu hanya pembengkakan kelenjar biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Heru dan Sherly dapat bernapas lega.

Page 134: Jangan Minta Beban Ringan

15

Satu Langkah Lagi

Page 135: Jangan Minta Beban Ringan

135Mintalah Bahu Kuat

Tanggal 31 Maret 2009, mereka mendapat email dari dr.Adi tentang penyakit kanker itu. Dokter Adi telah mendiskusikan kasus Heru ini dengan beberapa dokter di Amerika , Belanda dan Indonesia. Mereka berminat mengetahui cara pengobatan autoimmune dan reaksinya terhadap kanker. Menurut dokter Singapura, kanker Heru sudah stadium 4, karena sudah menjalar ke getah bening dan kelenjar ludah minor.

Untuk memastikannya hanya ada satu cara yaitu dengan membaca ulang slice (irisan) kanker yang sudah diangkat untuk konfirmasi. Akan tetapi menurut prof. Rasker untuk pemeriksaan ini harus dilakukan oleh orang yang sangat ahli di bidangnya. Untuk itu prof. Rasker meminta irisan kanker untuk dipelajari lagi di Belanda.

Heru menghubungi rumah sakit di Singapura untuk mengirimkan irisan kanker ke Belanda. Tanggal 12 Mei, kiriman sudah diterima oleh prof. Rasker di Belanda. Esok harinya, prof. DR. Slootweg yang ahli di jenis kanker melakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan selesai tanggal 16 Juni.

Kesimpulan pertama adalah slice tersebut adalah kanker. Jenisnya “Low Grade Mucoepidermoid Carcinoma.”

Page 136: Jangan Minta Beban Ringan

136 Jangan Minta Beban Ringan

Namun jika menilik bahwa setelah mendapat terapi penurunan autoimmune, kondisinya justru membaik maka prof. Slootweg memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan lebih lanjut. Sebab menurut ilmu kedokteran, penurunan autoimmune akan menambah risiko munculnya kanker.

Kesimpulan kedua adalah kanker tersebut sudah tidak berkembang. Sudah cukup dengan tindakan operasi. Heru tidak membutuhkan terapi lagi, baik itu kemoterapi atau radiasi.

Berikut hasil korespondensi dengan prof Rasker.

From: Heru Budiargo [mailto:[email protected]] Sent: 16 June 2009 07:12To: Rasker, J.J. (Hans, GW); [email protected]: Re. Information

Dear Prof. Rasker and Dr, Adiwirawan,Yesterday, we have check again for Lung,

Kidney’s and Liver, for second time, all the organs are clean from CA or other nodule, and than will check again for bone scan.

Also has operated again for take off the plate on mandibular, which is the plate is refused by my body.

The above are my information, and I always waiting the result reading my slides, it is true Carcinoma or Adenoma or others?

Thank you very much for your kind attention.Best regards,Heru Budiargo

Page 137: Jangan Minta Beban Ringan

137Mintalah Bahu Kuat

From: J.J.Rasker@ xx.xxwente.nlTo: [email protected]; [email protected]: Tuesday, June 16, 2009 5:49:09 PMSubject: RE: Re. Information

dear Mr Heru and Adi, I just received this morning the result of

the pathologist prof Slootweg from University of Nijmegen.

I phoned him this morning to ask further comments and suggestions.

It contains very good news.The condition you have is indeed a low grade

epidermoid carcinoma as I suggested already during my visit in Jakarta.

This is NOT a metastasis and after it has been excised no further therapy is needed.

This is a local tumor that after adequate excision almost never will return or give tumors elsewhere (< 1%)

So further checking up with bones scans and so on is really not necessary.

No further therapy is needed eitherPlease refrain from doing all these things,

and start looking forward with your life and the life of your family.

Your life prognosis is normal. you can really plan your future life and seeing your grandchildren in good health, the tumor has no relationship with the Ankylosing Spondylitis or its therapy.

The pathologist writes that the same diagnosis was made in Singapore, so I really do not understand why your tongue was operated in Jakarta, there is no reason to do so as this is certainly NEVER a metastasis.

Page 138: Jangan Minta Beban Ringan

138 Jangan Minta Beban Ringan

the pathologist will not send you a bill.If you need more data please let me know kind

regards Hans Rasker PS the description is in Dutch, and if you

would like me to send a copy of the original I am happy to do so.

From: Heru Budiargo [mailto:[email protected]] Sent: 16 June 2009 17:05To: Rasker, J.J. (Hans, GW); [email protected]: Re: Re. Information

Dear Prof. Rasker and Dr. Adiwirawan,The first, me and my family are very be

grateful to our God, Jesus Christ.We also thanks to Prof. Rasker, Prof. Slootweg

and Dr. Adiwirawan, who made full attention to my problem, and now the result has shown that I’m not a carcinoma’s. It is very-very good news.

So I will stop all therapy or check up regarding the carcinoma. Thanks God.

I don’t know how to say thanks to all of you.

Best regards,Heru Budiargo

Page 139: Jangan Minta Beban Ringan

139Mintalah Bahu Kuat

From:“[email protected]”To: [email protected]; [email protected]: Wednesday, June 17, 2009 3:35:23 PMSubject: RE: Re. Information

dear Mr Heru,I am happy for you too and admire your placid

reaction to this message.I wish you and your family a happy life and

God’s blessingKind regardshans rasker

From: “[email protected][email protected]: [email protected]; [email protected]: Friday, June 26, 2009 7:33:37 PMSubject: FW: T09-8175

dear Mr Heru and AdiPlease find below the translated report of

the pathologist.Kind regardsHans Rasker

From: [email protected] Sent: 22 June 2009 08:33To: Rasker, J.J. (Hans, GW)Subject: T09-8175

Geachte collega,Bij deze het vertalde verslag. Vriendelijke groeten,Uta FluckeName: H. BudiagroDate of birth: 01-01-61Our reference nr. T09-8175Microcopie: Tissue from the basal part of the tongue

shows both a tonsillar and a minor salivary

Page 140: Jangan Minta Beban Ringan

140 Jangan Minta Beban Ringan

Prof. Rasker dan dr. Adi sangat terkejut saat mengetahui bahwa Heru tidak mengambil langkah radiasi.

“Itulah rencana Tuhan. Tuhan Yesus sungguh luar biasa,” ujar Heru, ”Dokter Adi berkata kalau saya terlanjur diradiasi maka saya pasti tidak dapat menulis buku ini. Sebab jika diradiasi maka saat ini saya masih tetap berkutat seputar luka operasi belum sembuh dan plat di rahang yang ditolak tubuh yang tidak dapat dioperasi lagi. Tubuh saya akan diserang oleh sistem kekebalan tubuh saya sendiri terus-menerus sampai habis-habisan. Serangan tidak akan berhenti hingga tidak ada yang diserang lagi, artinya mati.”

“Saat menerima berita ini kami sekeluarga makin terkagum dengan cara Tuhan yang di luar perkiraan kami semua. Ilmu pengetahuan telah membuktikan adanya karya Tuhan yang luar biasa,” lanjutnya. Yang lebih mengagumkan, selama pemeriksaan oleh para ahli Belanda, Heru tidak mengeluarkan uang satu sen pun dari kantongnya.

gland component. In this background, there is an infiltrative tumor of the mucinous salivary gland composed of epidermoid en mucus-producing cells. Mucus filled cysts and focally clear cell changes are also seen. The nuclei are small and slightly pleomorphic. There is low mitotic activity. Perineural invasion is observed.

Seen by Prof. Dr. Slootweg.Conclusion:Low grade mucoepidermoid carcinoma of the

minor salivary gland of the basal tongue with perineural invasion.

Page 141: Jangan Minta Beban Ringan

141Mintalah Bahu Kuat

Page 142: Jangan Minta Beban Ringan

16

Operasi Lagi

Page 143: Jangan Minta Beban Ringan

143Mintalah Bahu Kuat

Kondisi tubuh Heru sudah makin membaik. Luka pada bekas operasi sudah tidak terlalu sakit atau terasa berat. Heru hanya menunggu kesembuhan di bagian dagu dan rahang kanan bawah yang masih mengeluarkan nanah terus.

Rahang itu belum tersambung. Jika digunakan untuk makan masih terasa bergoyang seperti akan copot. Jika bangun tidur, rahang bagian belakang terasa mengganjal sehingga harus ditekan dahulu agar rata dengan bagian depan.

Produksi nanah masih melimpah. Kadangkala bahkan sampai menggenang ke pakaian atau bantal yang dipakai saat tidur. Nanah itu kadang membengkak sehingga harus ditusuk sendiri oleh Heru menggunakan jarum steril. Nanah yang menghambur keluar ini berbau busuk.

Tanggal 30 Mei 2009, atau sekitar setengah tahun sesudah operasi, Heru memeriksakan diri ke dokter onkologi sambil membawa kumpulan serpihan tulang. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata dokter telah salah membuat perkiraan. Semula dokter menduga bahwa kelenjar ludah yang terpotong akan menyambung secara otomatis. Ternyata dugaannya keliru.

Page 144: Jangan Minta Beban Ringan

144 Jangan Minta Beban Ringan

Rahang Heru kemudian difoto secara panoramik. Hasil foto menunjukkan bahwa rahang tersebut belum tersambung. Terlihat pula adanya kerusakan pada tempat pemasangan plat penyambung. Diduga telah terjadi penolakan tubuh terhadap plat sehingga menyebabkan terjadinya abrasi tulang di sekitar plat.

Pada kontrol selanjutnya, tanggal 8 Juni 2009, Heru dirujuk pada ahli bedah untuk mengatasi problem plat. Satu-satunya jalan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan operasi lagi, yaitu dengan membelah kembali bibir pada bekas operasi yang terdahulu. Dokter menawarkan empat opsi.

Opsi pertama: Operasi untuk mengambil plat yang lama, kemudian memasang plat yang baru. Setelah itu, 3 bulan kemudian, menjalani operasi kembali, dengan belah bibir lagi.

“Aduh operasi lagi,” kata Heru.

Opsi kedua: Karena sudah 7 bulan rahang belum menyambung dan nanah keluar terus, maka dilakukan operasi untuk mengambil sampel tulang. Jika hasil test menunjukkan bahwa terdapat sel kanker pada tulang rahang, maka dilanjutkan terapi radiasi. Jika hasil test menunjukkan ada infeksi tulang (osteomylithis), maka tulang rahang yang sudah terinfeksi akan dipotong. Kemudian dipasangi tulang baru yang diambilkan dari tulang kaki, dilekatkan dengan pen.

“Mengerikan juga ya,” kata Heru dalam hati.

Opsi ketiga: Jika hasil pemeriksaan pada opsi kedua baik (tidak ada sel kanker atau infeksi tulang), maka mulut Heru akan dikunci minimal 1 minggu supaya rahang

Page 145: Jangan Minta Beban Ringan

145Mintalah Bahu Kuat

menyambung sempurna. Itu artinya selama seminggu Heru tidak boleh berbicara, makan dan minum.

“Wah, masih berat nih,” pikir Heru.

Kemungkinan keempat adalah operasi untuk mengangkat plat itu. Bila bukan sel kanker serta tidak terjadi infeksi dan rahang sudah tersambung sempurna maka tidak akan ada tindakan selanjutnya. Namun jika rahang belum tersambung, tindakannya adalah mematahkan rahang dan menyambung kembali dengan sempurna.

“Ini alternatif yang paling baik. Saya mau yang nomor empat,” seru Heru. Dia terus berdoa minta ke Tuhan yang nomor empat.

Ronsen gigi

Page 146: Jangan Minta Beban Ringan

146 Jangan Minta Beban Ringan

Ternyata dokter juga cenderung memilih opsi terakhir ini. “Saya juga pilih yang ke-4, tapi masalahnya menurut hasil foto, rahang Anda belum tersambung.”

Mereka kemudian menetapkan jadwal operasi. “Anda sudah tahan hidup dengan nanah selama 7 bulan. Itu sebabnya tidak usah terburu-buru menetapkan jadwal operasi. Pilihlah waktu yang terbaik menurut Anda,” saran dokter bijak.

Hari itu adalah Senin malam. Heru memilih hari Jumat sebagai tanggal operasi. Dokter sepakat.

Masih ada sisa waktu empat hari sebelum operasi. Heru memanfaatkannya dengan berdoa sungguh-sungguh supaya operasi pilihan yang keempat yang terjadi.

Hari Jumat, 12 Juni 2009, Heru bersiap di meja operasi. Doa yang terus diucapkannya sampai akhirnya terlena di bawah pengaruh obat bius adalah supaya operasi opsi keempat yang terjadi.

Operasi hanya berlangsung selama 30 menit. Saat Heru siuman, kabar gembira telah menantinya. Doanya terkabul! Heru menjalani operasi jenis keempat. Luarbiasa! Dokter pun tak habis mengerti. Saat membuka rahang Heru, mereka mendapati tulang rahangnya sudah tersambung sempurna.

“Bagaimana mungkin itu terjadi?” tanya dokter takjub, ”Selama 7 bulan rahang itu belum tersambung. Tetapi hanya dalam 4 hari, tulang rahang itu tersambung sempurna!”

“Rahasianya adalah dengan DOA, dok,” sahut Heru bahagia.

Page 147: Jangan Minta Beban Ringan

147Mintalah Bahu Kuat

“Mukjizat terjadi lagi, Tuhan tidak pernah meninggal-kan hasil karya-NYA, setengah-setengah,” sambungnya.

Setelah operasi, produksi nanah berkurang drastis. Tiga hari kemudian, nanah itu berhenti keluar!

Pemeriksaan selanjutnya adalah bagian thorax dan bagian perut (Hati,ginjal dll), hasilnya semua baik, tidak ada penyebaran kanker. Puji Tuhan.

Page 148: Jangan Minta Beban Ringan

17

Pola Hidup SehatPola Makan Sehat

Page 149: Jangan Minta Beban Ringan

149Mintalah Bahu Kuat

Heru bersyukur untuk Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) atau Kelompok Sel (Komsel) yang diikutinya di gereja. Melalui KTB ini, Heru mengalami pertumbuhan rohani melalui pengenalan Tuhan Yesus. “Seandainya saya merasa sudah cukup dengan pergi ke gereja tiap hari minggu saja, saya yakin bahwa saya tidak sekuat menghadapi sakit ini. Saya akan banyak mengeluh, takut dan mungkin menjadi putus asa,“ kata Heru.

Heru juga bersyukur karena melalui Sherly, dia dapat belajar untuk taat menjalankan pola makan sehat dan pola hidup sehat. Ternyata untuk mengubah kebiasaan selama bertahun-tahun bukan hal yang mudah. Setelah operasi, pikiran Heru belum bisa menerima kenyataan bahwa dia harus mengubah hidupnya.

Heru direkomendasi oleh ibu Pit Lin untuk menemui pak Frederik Waoworuntu yang kemudian memberikan protocol campuran buah yang diblender dan jus sayur yang harus diminum tiap hari. Protocol itu juga berisi daftar makanan dilarang dan yang diwajibkan untuk dimakan.

Jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita kanker adalah :

Margarin, mentega putih, mentega, minyak sayur terhidrogenisasi

Page 150: Jangan Minta Beban Ringan

150 Jangan Minta Beban Ringan

Semua makanan yang digoreng dan dibakar.Udang, kepiting, kerang, kupang, cumi, teripang.Semua daging dan semua ikanSemua produk yang mengandung susu, telur dan glutenTerasi, petis, bekasang.Kacang tanahSemua tepung-tepungan gandum, roti, pasta , mie.Kue-kue kering, krakers, wafer, biskuit, cake.Permen, permen coklat, gula pasir, gula merah, garamMelinjo, emping, rebungZat pewarna, perasa sintetis, MSG (Vetsin), bahan penyedap sintetisBuah-buahan manis: durian, kelengkeng, leci, duku, nangka, mangga aromanis, gadung, manalagi, rambutan binjai, rafiah

Sedangkan Pola Hidup sehat yang dijalankan oleh Heru adalah:

H- Hati yang gembiraI - Iman kepada TuhanD- Diet makanan sehatU- Udara segarP - Pengendalian diri

S - Sinar matahariE - Enerjik berolah ragaH- Hubungan yang sehat antar sesamaA- Air yang cukupT- Tidur yang cukup

•••••••••••

Page 151: Jangan Minta Beban Ringan

151Mintalah Bahu Kuat

Page 152: Jangan Minta Beban Ringan

18

Penutup

Page 153: Jangan Minta Beban Ringan

153Mintalah Bahu Kuat

Yeremia 29:11-13. Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.

Seperti yang ditulis oleh nabi Yeremia, rancangan yang dibuat Allah untuk umat-Nya adalah rancangan yang baik. Seperti dalam Roma 8:28, dikatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi atas diri kita adalah untuk kebaikan kita, jika kita mengasihi Allah dan menyesuaikan diri dengan rencana-rencana-Nya. Untuk mengetahui rencana Allah, maka kita harus mau mendengarkan Allah. Kita harus melibatkan Allah dalam pengambilan keputusan.

Bagaimana caranya supaya kita bisa mengetahui kehendak Allah? Bagaimana kita tahu bahwa keputusan yang kita ambil itu sudah sesuai dengan rencana Allah? Berikut ini empat cara mengenal kehendak Allah. Charles R. Swindoll dalam bukunya “The Mystery of God’s Will,” menunjukkan 4 cara untuk mengenal kehendak Allah.

Page 154: Jangan Minta Beban Ringan

154 Jangan Minta Beban Ringan

Pertama, Allah membimbing melalui firman-Nya.

Inilah yang menjadi dasar utama. Sebagaimana yang diutarakan oleh pemazmur, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119:105). Firman Tuhan menjadi petunjuk jelas dalam perjalanan kehidupan kita. Contoh: “Hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 19:19). Ini adalah kehendak Tuhan.

Alkitab memang tidak memberikan semua petunjuk secara spesifik. Misalnya, Alkitab tidak memberikan petunjuk tentang merokok itu boleh atau tidak. Untuk memahaminya dibutuhkan hikmat dan ilmu pengetahuan. “Ajarkanlah kepadaku kebijaksanaan dan pengetahuan yang baik, sebab aku percaya kepada perintah-perintah-Mu.” (Mazmur 119:66)

Kedua, Allah memimpin kita melalui bisikan Roh Kudus

Setelah kita lahir baru, maka Allah mengaruniakan Roh Kudus kepada kita. Roh yang berasal dari Allah ini membimbing kita dan mengerjakan kehendak Allah di dalam diri kita.

Bisikan dari Roh Kudus adalah pimpinan Allah bagi kita. Perhatikan ayat ini: “Saudara-saudaraku yang kekasih, …. aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu…..” (Yudas 1:3). Kata-kata “aku merasa terdorong” tidak lain adalah bisikan Roh Kudus di dalam hati. Meski begitu, memang bisa saja kita salah ketika mendengar bisikan tersebut. Tapi tidak usah cemas, karena Roh Kudus akan selalu mengingatkannya. “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kau

Page 155: Jangan Minta Beban Ringan

155Mintalah Bahu Kuat

tempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (Mazmur 32:8)

Ketiga, Allah memimpin kita melalui nasihat orang-orang bijaksana dan dapat dipercaya.

Yang dimaksud di sini bukan meminta nasihat kepada “orang pintar”, seperti dukun, paranormal dan ahli nujum. Orang bijaksana di sini adalah orang yang memenuhi kualifikasi tertentu. Biasanya dia memiliki pengalaman atau kecakapan tertentu. Biasanya, orang-orang yang bijaksana adalah orang yang lebih tua dan lebih dewasa daripada kita. “Kemuliaan orang muda adalah kekuatannya, tetapi kemuliaan orang tua adalah pengalamannya.” (Ams 20:29 FAYH)

Keempat, Allah memimpin kita dengan memberi jaminan damai sejahtera dalam hati kita.

Jaminan damai sejahtera akan berlaku seperti wasit dalam hati Anda. Paulus menulis, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah” (Kolose 3:15).

Damai sejahtera pemberian Allah ini bisa kita rasakan walaupun kita tengah menghadapi tantangan dan hambatan, risiko atau bahaya. Ketika merasakan damai sejahtera saat menjalani sesuatu, maka yakinlah bahwa hal itu sudah sesuai dengan kehendak Allah.

***

Dengan selalu mencari kehendak Tuhan, maka Heru dan Shirley dibawa Tuhan dalam perjalanan yang menakjubkan. Jejak-jejak tangan Allah yang berkuasa

Page 156: Jangan Minta Beban Ringan

156 Jangan Minta Beban Ringan

terlihat jelas dalam setiap pergumulan Heru dan keluarganya dalam menjalani pengobatan kanker ini.

“Tuhan Yesus turut bekerja dalam segala sesuatu. Tugas kita adalah mendengarkan, taat dan tekun menjalankan bagian kita, selanjutnya Allah yang mengerjakan bagian-Nya” kata Heru, “meski begitu, para pembaca harap mencerna pengalaman saya ini dengan hati-hati. Keputusan saya dalam menolak radiasi mungkin tidak cocok bagi orang lain. Bisa saja terapi radiasi merupakan cara pengobatan yang terbaik bagi orang lain. Yang ingin saya tekankan adalah perlunya melibatkan Tuhan setiap kali kita membuat keputusan. Kita harus selalu mendengarkan suara Tuhan. Entah itu akan melakukan terapi radiasi, entah itu terapi kemoterapi, atau bahkan kedua-duanya, semuanya itu diputuskan setelah kita membawanya dalam doa dan mencari kehendak Tuhan.”

Dari proses pengobatan mulai dari pemeriksaan benjolan, operasi hingga pergumulan berbulan-bulan setelah operasi, Heru mendapatkan beberapa hikmat:

Tuhan masih memberi kesempatan kepada Heru dan keluarga untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Tuhan.

Ketika umat Tuhan mengerjakan dengan sungguh-sungguh tugas yang menjadi bagiannya, maka Allah telah mengerjakan bagian-Nya.

Bersungut-sungut, mengeluh atau menolak kenyataan justru akan membuat badan dan jiwa semakin lemah.

Menerima kenyataan adalah awal dari kesembuhan.

Buah dan sayur + polong-polongan adalah obat yang sangat manjur.

Page 157: Jangan Minta Beban Ringan

157Mintalah Bahu Kuat

Setelah menjalani pola hidup sehat, maka banyak penyakit yang hilang. Kolesterol turun; trigliserid dan gula darah menjadi normal; keluhan pegal, linu, dan pusing telah lama lenyap. Singkatnya, badannya menjadi lebih bugar.

Page 158: Jangan Minta Beban Ringan

Kesaksian Sherly

Page 159: Jangan Minta Beban Ringan

159Mintalah Bahu Kuat

Pada saat Heru bilang bahwa ada benjolan di lehernya yang bila dipandang tidak terlihat kalau diraba terasa ada benjolan, saya sama sekali tidak merasa apa-apa. Namun setelah dokter tetangga menyarankan untuk pemeriksaan lebih teliti, maka sejak saat itu saya selalu ikut mengantar ke dokter. Kami memulai konsultasi dari dokter ke dokter lainnya dan menjalankan beberapa pemeriksaan laboratorium, CT scan dan lain-lain.

Berawal dari cerita pengalaman teman gereja , kami mencoba konsultasi ke rumah sakit di Penang. Setelah mengikuti serangkai pemeriksaan, kami mendapat pemberitahuan bahwa benjolan tersebut adakah kanker. Untuk memastikan maka Heru harus menjalani pemeriksaan biopsi.

Saat itu mendapat pemberitahuan itu, saya tidak terkejut atau syok. Saya biasa-biasa saja.

Setelah pulang dari Penang, kami mencoba mencari informasi tentang pola hidup sehat. Kami berharap bahwa dengan mengubah pola makan ini siapa tahu benjolannya bisa kempes, sehingga Heru tidak harus menjalani operasi. Bagi saya pribadi, hal ini bukanlah hal yang baru. Beberapa tahun sebelumnya saya sudah memulai pola makan yang lebih sehat. Saya lebih banyak mengkonsumsi buah dan

Page 160: Jangan Minta Beban Ringan

160 Jangan Minta Beban Ringan

sayuran. Untuk lauk-pauk semuanya diolah dengan direbus. Heru mulai ikut pola makan yang sehat.

***

Setelah vonis itu kami sekeluarga biasa-biasa saja. Hanya bedanya, kami lebih sibuk kesana-kemari mencari tahu tentang pola hidup sehat dan cara yang tepat untuk mengobati penyakit ini. Meski demikian, kami tidak pernah khawatir tentang penyakitnya.

Pada saat yang sudah ditentukan akhirnya Heru siap untuk menjalani biopsi di Penang. Kali ini saya tidak ikut. Heru pergi bersama kakaknya, Ema yang sekalian akan menjalani bedah kecil untuk pengambilan benjolan di payudaranya. Mereka didampingi kakak saya, Jemmy.

Mereka pergi bertiga selama beberapa hari di Penang. Mereka pulang dengan sukacita karena semua berjalan dengan lancar.

Setelah beberapa Minggu hasil biopsi sudah selesai. Untuk mendapat penjelasan hasil biopsi ini, Heru harus ke Singapura untuk menemui dokter yang akan mengoperasi benjolan itu. Kali ini saya juga tidak ikut ke Singapura karena toh hanya mendengar hasil pemeriksaan saja. Maka hanya Heru yang pergi-pulang dalam sehari ke Singapura.

Sore hari, Heru sudah sampai di rumah. Dia menyampaikan semua informasi yang dikatakan dokter kepadanya. Benjolan itu sudah menyebar di tiga tempat. Jenisnya low grade epidermoid carcinoma, dan sudah mencapai stadium IV.

Karena benjolannya ada di leher dan di pangkal lidah, dokter mengatakan bahwa untuk mencapai lokasi itu, maka

Page 161: Jangan Minta Beban Ringan

161Mintalah Bahu Kuat

mereka akan membelah dari dagu bagian sampai ke belakang telinga, dari leher samping terus ke bawah sampai dengan batas dengan tulang bahu. Kira-kira jalur irisan mirip dengan huruf Y.

Karena benjolannya juga terdapat di pangkal lidah maka ada bagian dari lidah yang juga akan dipotong dan diambil.

Yang kami khawatirkan adalah bila pita suara terganggu atau terkena pisau lalu putus sehingga tidak bisa bersuara lagi. Kekhawatiran kami ini disanggah oleh dokter. Mereka menjamin bahwa Heru tetap punya suara.

Tapi kami mengantisipasi yang terburuk. Kalau pun akhirnya Heru tidak bisa bersuara, maka kami siap menerima kenyataan. Kalau memang Tuhan menghendaki demikian, kami pasti dapat melaluinya.

Setelah kami sepakat siap mengambil risiko yang terburuk, maka sebelum Heru dioperasi kami pun melakukan persiapan. Selain mempersiapkan perlengkapan kepergian ke Singapura kami juga membuat daftar nama yang harus kami layani. Mereka adalah orang-orang yang berada dalam pergumulan. Mumpung Heru masih punya suara, kami akan mengunjungi mereka sebelum berangkat ke Singapura.

***

Informasi yang lugas dari dokter tidak mengejutkan saya. Saya sebenarnya menghendaki supaya Heru tidak harus menjalani operasi. Namun karena melihat Heru tampak berani akan menjalani operasi, maka sebaiknya operasi dijalani saja supaya beres. Akhirnya saya mendukung saja. Saya akan lakukan apa yang harus saya kerjakan.

Page 162: Jangan Minta Beban Ringan

162 Jangan Minta Beban Ringan

Kadang-kadang saya sempat memikirkan masa depan anak-anak yang masih perlu banyak biaya. Saat itu kami juga sedang merenovasi rumah. Operasi ini juga membutuhkan banyak biaya. Padahal saya tidak bekerja.

Anehnya pikiran semacam itu tidak betah lama dalam pikiran saya. Paling lama beberapa menit saja. Karena kalau saya mikirin kok nggak nyampe-nyampe dan nggak ada solusi. Akhirnya saya bilang terserah Tuhan saja deh. Ini mah bagian Tuhan, sebab apa pun yang saya rencanakan tapi jika tidak menjadi kehendak-Nya maka tidak akan tercapai.

Yang perlu saya lakukan adalah melakukan tugas saya yaitu hidup benar di hadapan Allah. Saya tidak perlu menghabiskan waktu untuk meratapi penyakit Heru.

Dokter memperkirakan Heru harus opname selama 8 hari dan menjalani rawat jalan setelah operasi selama sekitar 2 minggu, tergantung kondisi badan Heru. Kami memperkirakan akan berada di Singapura selama satu bulan. Hal ini mengusik pikiran Heru karena dia mengetahui kondisi kesehatan saya yang tidak prima. Sedangkan dia sendiri juga akan berada dalam masa perawatan.

Heru bertanya, “Apakah kamu akan kuat mendampingiku?”

Saya bilang, “Kuat saja. Habis siapa lagi yang akan menemani kalau bukan aku?”

Dalam hati kecil, saya mengakui kegelisahan Heru. Saya sedang mengalami cedera di leher dan pinggang yang sering kumat. Saya tidak bisa berjalan jauh dan duduk terlalu lama. Padahal jika menemani Heru di rumah sakit maka saya pasti akan duduk dengan lama. Selain itu, di Singapura nanti saya pasti akan banyak berjalan kaki karena tidak ada bajaj

Page 163: Jangan Minta Beban Ringan

163Mintalah Bahu Kuat

atau ojek di sana. Untuk mengantisipasi ini, saya membawa bekal obat-obatan yang biasa saya minum jika penyakit saya kumat. Selebihnya Tuhan yang akan memampukan saya.

***

Pada awalnya kami sempat bingung saat harus meninggalkan anak-anak kami hanya berdua dalam jangka waktu cukup lama. Saat itu kami sedang tinggal di apartemen. Jadi kami hanya punya pembantu rumah tangga yang datang pada pagi hari dan pulang ke rumah pada siang hari. Meski pun anak-anak kami sudah berusia remaja, tapi kami belum pernah meninggalkan mereka dalam waktu yang lama. Selain itu kami juga punya seekor anjing yang perlu dirawat.

Saya harus memikirkan siapa yang akan mengatur urusan rumah tangga selama kami pergi. Anak-anak kami harus bersekolah dari pagi sampai sore. Siapa yang menyediakan sarapan, makan siang dan makan malam? Siapa yang mencuci baju, menyeterika, mengurus anjing, mengantar anak-anak bersekolah, mengantar les, dan keperluan lain?

Sebetulnya adik saya lebih sering bertemu anak-anak kami. Tetapi karena dia menjadi karyawati, maka dia akan kerepotan untuk mengurus segala keperluan anak-anak.

Kami pikir lebih cocok dengan kakak Heru yang memang ibu rumah tangga dan kebetulan juga rumahnya dekat dengan apartemen kami. Mereka, suami istri, dengan senang hati dan sukarela menerima permintaan kami untuk membantu mengawasi anak-anak kami. Mereka yang akan menyediakan segala keperluannya

Penyertaan Tuhan nyata! Dari awal sampai saat persiapan kami diberi hikmat terus-menerus. Tuhan pun

Page 164: Jangan Minta Beban Ringan

164 Jangan Minta Beban Ringan

terus mengirim pertolongan dari segala pihak.

***

Hari pertama sampai di Changi, kami dijemput oleh Devi keponakan Heru. Dia juga salah satu orang yang disediakan oleh Tuhan.

Sehari sebelum operasi, Heru sudah masuk rumah sakit. Heru masuk rumah sakit seperti orang sehat. Tidak terlihat seperti pasien. Kami masih bergurau. Tidak ada rasa khawatir. Sebelum saya dan Devi berpamitan pada Heru, kami berdoa bersama meminta perlindungan Tuhan.

Pagi berikutnya, selama Heru dioperasi, saya dan Devi menunggu sambil berdoa dan membalas SMS dari saudara, sahabat, teman, karyawan, pendeta, saudara seiman, dll. Banyak sekali yang memberikan dukungan. Isi SMS juga beraneka ragam: ada yang mendoakan, ada yang memberi saran, ada yang sedih, ada yang khawatir, dll

Semua itu telah menjadi berkat bagi saya. Saya merasa tidak sendirian karena punya kesibukan dengan menceritakan apa yang sedang terjadi. Ada yang menghibur saat bersedih sehingga saya menjadi semakin kuat bersama-Nya. Saya punya kesempatan untuk menyampaikan bahwa Tuhan mendampingi saya. Selama menunggu saya tidak merasa khawatir sedikit pun. Karena proses operasi yang lama, dari pagi sampai sore, kalau merasa capek, maka saya memejamkan mata. Teman-teman yang di Jakarta justru lebih was-was menunggu kabar sambil berdoa. Berkali-kali mereka mengirimkan SMS untuk menanyakan perkembangan operasi.

Setelah sore, operasi baru selesai. Heru dibawa masuk ruang ICU (Intensive Care Unit). Pertama kali melihatnya,

Page 165: Jangan Minta Beban Ringan

165Mintalah Bahu Kuat

wajah Heru mirip makhluk asing dari planet luar angkasa. Wajahnya bengkak kemerah-merahan. Tubuhnya penuh dengan tempelan selang yang berseliweran di hidung, mulut, dada, dan tenggorokan. Luka sayatannya juga terlihat. Ada yang dijahit, tapi ada juga yang distaples menggunakan besi.

Puji Tuhan saya tidak kaget saat melihatnya. Saya melihat Heru meringis kesakitan, tapi belum bisa membantu apa-apa karena tidak bisa masuk ke sana. Saya hanya memperhatikan reaksi Heru. Jika diperlukan saya segera memanggil perawat. Karena berada di ruang super intensif, maka perawatnya sangat peduli, cepat, dan pintar. Mereka sangat mengerti kebutuhan pasien yang baru saja keluar dari kamar operasi.

Masalah utama Heru saat itu adalah produksi lendir dan air liur yang sangat mengganggu pernafasannya. Dia sering tersedak. Karena belum bisa membantu secara langsung, maka saya berusaha menjaga perasaan Heru. Saya harus menjaga tubuh saya tetap sehat sehingga dia tidak terlalu banyak memikirkan saya. Untuk itu saya minum multivitamin secara teratur dan makan tepat waktu.

***

Kegiatan saya pagi hari di Singapura adalah minum jeruk nipis supaya tidak mudah terserang penyakit flu. Setelah bersaat teduh. Dimulai dengan memuji Tuhan dengan lagu dari buku Kidung Jemaat. Nyanyian ini yang selalu menemani saya dalam perjalanan dari apartemen sampai dengan rumah sakit. Usai saat teduh, saya mandi dan diteruskan sarapan buah. Setelah itu dengan bersepatu kets dan menggendong ransel, saya siap berangkat.

Page 166: Jangan Minta Beban Ringan

166 Jangan Minta Beban Ringan

Apartemen kami dekat dengan MRT (Mass Rapid Transportation). Dari China Town menuju Outram Park hanya berjarak satu stasiun. Cepat sekali. Waktu tempuhnya mungkin hanya 1-2 menit saja. Justru yang lebih lama adalah jalan kaki dari apartemen ke MRT. Sesampai di Outram Park, saya beralih naik shuttle bus, layanan bis ulang-alik gratis yang disediakan pihak rumah sakit. Kalau kepagian atau kemalaman, bis ini tidak tersedia. Mau tak mau saya berjalan kaki dari rumah sakit ke MRT.

Jika dalam perjalanan kaki saya terasa tidak enak atau ngilu. Saya mencari tempat duduk untuk beristirahat sebentar. Sambil beristirahat saya berdoa supaya bisa berjalan lagi.

Perjalanan setiap pagi dan malam dari apartemen ke rumah sakit dan sebaliknya merupakan pengalaman yang baru bagi saya. Saya belum pernah pergi sendirian di luar negeri, apalagi kondisi kesehatan saya masih rawan sakit.

Karena saya memiliki cedera di punggung dan leher maka saya tidak bisa berjalan kaki jarak jauh, membawa beban berat di punggung dan duduk terlalu lama. Pinggang dan leher sering pegal.

Kalau di rumah di Jakarta, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga mulai subuh, saya sempatkan untuk berbaring sejenak pada siang hari. Saya meluruskan pinggang dan kaki yang terasa pegal. Namun di rumah sakit ini saya tidak punya tempat untuk berbaring. Saya seharian duduk atau berdiri. Anehnya, sakit saya tidak pernah kumat. Teman–teman komsel saya suka bergurau kalau saya mendapat bonus dari Tuhan Yesus Kristus. Saya disembuhkan dari sakit pinggang. Kalau ada yang bergurau demikian, saya biasanya menimpali, “Amin.”

Page 167: Jangan Minta Beban Ringan

167Mintalah Bahu Kuat

Demikianlah selama sebelas hari saya bolak-balik ke rumah sakit. Sepuluh hari berikutnya, saya juga masih bolak-balik ke rumah sakit, tapi sudah berdua. Saya ditemani Heru yang menjalani rawat jalan.

Saat keluar dari rumah sakit, luka Heru masih basah dan belum menutup dengan rapat. Ini yang menjadi masalah. Pada malam hari, luka itu mengeluarkan banyak nanah sehingga tidak dapat tertampung oleh perban. Setiap malam saya harus berjaga untuk membersihkan luka yang berbau amis itu. Meski demikian, saya sama sekali tidak merasa jijik.

Selama sebelas hari di rumah sakit saya sering melihat perawat membersihkan luka. Tanpa saya sadari, saya telah belajar untuk membersihkan luka. Ketika Heru boleh pulang, saya tidak canggung lagi ketika harus membersihkan luka sendiri.

***

Saat masih berada di Singapura, kami mendapat kabar bahwa anak kami mengalami sedikit masalah di sekolah. Pihak sekolah mengundang kami ke sekolah bisa mengobrol langsung dengan guru di sekolah. Tapi bagaimana mungkin? Saat itu kami masih ada di Singapura.

Kebetulan ada beberapa teman komsel saya yang cukup dekat dengan anak kami. Mereka menawarkan diri untuk datang ke sekolah mewakili kami. Demikianlah penyertaan Tuhan yang mengirimkan pertolongan dari berbagai pihak.

Seiring dengan berjalannya waktu, adik saya ikut menawarkan bantuan dengan menemani anak-anak kami di apartemen. Meski sudah cukup repot dengan pekerjaannya,

Page 168: Jangan Minta Beban Ringan

168 Jangan Minta Beban Ringan

tapi adik saya masih menyisihkan waktu untuk menemani dan mengurus keperluan anak-anak kami.

Demikian penyertaan Tuhan walau ada kerikil-kerikil kecil, tapi bisa kami lewati satu-persatu.

***

Ketika Heru diizinkan pulang, saya merasa senang sekali karena sudah sangat kangen dengan anak-anak. Akhirnya kami kembali bisa berkumpul dengan anak-anak dan anjing kesayangan kami

Ternyata setelah sampai di rumah, saya malah lebih capek. Jika di Singapura saya hanya fokus mengurusi Heru, namun begitu sampai di rumah, saya langsung disambut pekerjaan rumah tangga, plus fungsi tambahan sebagai perawat dan juga sopir.

Di Jakarta, luka Heru belum kering. Kesehatannya belum pulih, malah agak menurun. Maka dia harus berkali-kali pergi ke dokter atau laboratorium untuk memeriksakan diri. Tugas saya adalah mengantarkannya ke sana ke mari,

Puji Tuhan, walaupun saya sangat sibuk namun penyakit saya tidak kambuh. Karena kelelahan saya bisa tidur pulas di malam hari dan bangun di pagi hari dengan kesegaran baru.

Itu semua berkat kemurahan Tuhan. Tuhan Yesus sangat baik pada saya.

Pada bagian akhir ini saya akan mengungkapkan mengapa saya mampu melalui semua kesulitan ini tanpa beban. Saya dapat menerima situasi ini sebagai bagian dari jalan hidup saya di mana saya yakin bahwa Tuhan Yesus Kristus menyertai saya. Dia selalu menepati janji-Nya bahwa

Page 169: Jangan Minta Beban Ringan

169Mintalah Bahu Kuat

“akan menyertai sampai akhirnya.”

Sekarang, saat saya merenungkan ke belakang, kami melihat bahwa Allah sudah menyiapkan kami untuk menjalani semua ini.

Saya dan Heru sudah menjadi Kristen sejak kecil, bahkan mungkin sejak masih dalam kandungan. Meski demikian, kami belum banyak mengetahui tentang kebenaran firman-Nya dan kasih-Nya yang luar biasa.

Itu sebabnya, Tuhan menyiapkan langkah-langkah supaya kami bisa lebih dekat kepada-Nya:

Bermula pada bulan Mei 2005. Saya diajak untuk bergabung dengan kelompok sel oleh teman di gereja. Tepat pada ulangtahun saya, bu Iin mengajak saya untuk ikut komselnya. Ajakan ini saya sebut sebagai hadiah ulangtahun.

Saya kemudian mengajak Heru untuk juga bergabung dalam komsel. Dengan mengikuti komsel ini, kami mendapat lebih banyak pengetahuan tentang kebenaran firman Tuhan. Saya semakin menghayati bahwa firman Tuhan adalah kitab kehidupan. Semua dasar kehidupan ada di dalam Alkitab.

Dalam komsel kami juga mendapat teman lebih banyak. Persahabatan kami di komsel ini sangat tulus. Kami saling mengasihi dan saling menolong. Saat Heru divonis menderita kanker, teman-teman komsel mendoakan kami dengan sungguh-sungguh. Berkat doa itu, kami mendapatkan kekuatan. Dan yang paling penting kami juga mendapatkan damai sejahtera dan sukacita. Kami dapat beraktivitas seperti biasa. Pikiran kami tidak pernah terganggu karena penyakit Heru.

Page 170: Jangan Minta Beban Ringan

170 Jangan Minta Beban Ringan

Pada saat kami di Singapura, teman-teman komsel tidak segan-segan ikut membantu mengurus anak kami saat mereka mendapat masalah di sekolah. Mereka juga datang untuk menghibur anak kami. Penyertaan-Nya sungguh luar biasa.

Agustus 2006, entah bagaimana saya mulai mengenal pola makan sehat. Saya mulai banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Cara memasak lebih banyak dengan cara direbus, dipepes atau dimakan mentah.

Tak berapa lama, Heru bersedia menanggapi panggilan pelayanan sebagai penatua. Heru mulai aktif dalam komsel untuk bapak-bapak atas ajakan pak Djun, suami bu Iin. Pada awalnya Heru merasakan beban yang berat untuk mengikuti pertemuan komsel ini secara rutin. Dari pagi sampai sore sudah letih bekerja, dia masih harus ikut komsel yang berlangsung sampai larut malam. Kadangkala setelah ikut komsel, dia baru sampai di rumah pukul sebelas malam. Pagi hari badan Heru menjadi lemas. Hal ini kadang menyurutkan semangat Heru untuk menghadiri komsel. Kan tetapi karena kasih Tuhan, maka Heru mulai merasakan manfaat komsel yaitu lebih banyak mengetahui kebenaran firman Tuhan.

Tahun 2007, saya ikut sekolah doa selama setahun. Berkat kemurahan Tuhan saya bisa menyelesaikannya.

Sebulan sebelum kami berada di Singapura, tiba-tiba kami mendengar kalau Devi, keponakan kami, akan berangkat ke Singapura untuk mencari pekerjaan. Ini adalah bagian dari rencana Tuhan untuk menolong kami. Dengan adanya Devi di sana, dia bisa mencarikan penginapan dan berbagai informasi yang diperlukan dalam persiapan kami. Tuhan sudah menyiapkan guide.

Page 171: Jangan Minta Beban Ringan

171Mintalah Bahu Kuat

Bahkan Tuhan pun sudah mengatur tanggal masuk kerja Devi. Heru dioperasi tanggal 14 November 2008, sedangkan Devi baru mulai kerja pada tanggal 17. Dengan demikian Devi masih bisa ikut menemani proses awal sebelum operasi sampai 3 hari setelah operasi. Hal itu sangat membantu kami. Luarbiasa penyertaan Tuhan.

Dari rangkaian itu semua, Tuhan Yesus Kristus telah menyiapkan kami sedemikian rupa sehingga kami dapat melalui itu semua tanpa mengeluh atau menggerutu.

Kalau dipikir, saya mustahil bisa melakukan itu semua. Saya adalah orang yang cepat menjadi lelah dan mudah jatuh sakit. Ternyata dengan penyertaan-Nya saya dapat melakukan semuanya. Di sini Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Secara teori saya banyak belajar Firman Tuhan. Ternyata firman-nya bukan omong kosong. Dia menyatakan semua dalam kehidupan saya. Dari sebelum sampai dengan setelah operasi; dan dalam tahapan penyembuhan Tuhan selalu menyertai kami.

Pada saat mengambil keputusan untuk menolak rekomendasi dokter untuk radiasi, kami juga mendapat hikmat dari Tuhan. Tandanya adalah perasaan damai sejahtera setelah kami memutuskan. Kami yakini itu berasal dari Tuhan.

Dan ternyata benar, jika pada saat itu kami tetap ikut saran dokter, mungkin kami tidak dapat menulis buku ini

Meski sudah delapan bulan, namun luka bekas operasi belum sembuh. Penyebabnya karena tubuh menolak benda asing yaitu plat yang dipasang untuk menyambung rahang Heru. Padahal menurut jadwal, radiasi seharusnya sudah dilakukan pada 6 minggu operasi setelah operasi karena

Page 172: Jangan Minta Beban Ringan

172 Jangan Minta Beban Ringan

biasanya luka sudah kering.

Kenyataannya, luka itu belum kering. Namun dokter tidak mau tahu. Apa pun kondisinya, radiasi harus dilakukan. Itu menurut dokter. Mereka hanya mengikuti prosedur kedokteran yang menyatakan jika terlambat radiasi maka sel kanker sudah menyebar. Mereka hanya fokus supaya sel kanker tidak menyebar

Tapi jika Tuhan menghendaki maka tidak ada yang mustahil. Meskipun tidak melalui radiasi namun sel kanker itu tidak menyebar.

Ini kami yakini karena pada saat kami mengambil keputusan itu terasa DAMAI SEJAHTERA mengalir dalam tubuh kami. Pada saat meninggalkan halaman rumah sakit kami bisa senang, enteng rasanya, tidak ada rasa takut sedikit pun.

Page 173: Jangan Minta Beban Ringan

173Mintalah Bahu Kuat

Sekilas Tentang BiopsiBiopsi sangat penting dilakukan untuk menentukan

jenis terapi yang perlu diberikan. Meski hasilnya penting untuk menentukan jenis terapi, tapi banyak pasien yang menolak dibiopsi. Biopsi adalah pemeriksaan medis yang dilakukan dengan mengambil sebagian sampel jaringan untuk diamati di laboratorium menggunakan mikroskop oleh ahli patologi. Bisa juga dengan pemeriksaan kimiawi. Biopsi dilakukan dengan sayatan atau suntikan karena harus mengambil cairan di lokasi penentuan penyakit.

Pada pasien kanker, jaringan yang menjadi lokasi tumbuhnya tumor diambil sedikit lewat sayatan atau pemotongan untuk memastikan jenis tumor serta tingkat keganasannya.

Namun yang berkembang di masyarakat, jika tumor sering diutak-atik untuk biopsi atau pemeriksaan sampel jaringan, maka akan menjadi lebih ganas.

Tidak sedikit yang mempercayai mitos ini, sehingga beberapa pasien takut berobat maupun memeriksakan diri. Itulah kebanyakan alasan pasien tidak mau dibiopsi karena takut hasilnya lebih buruk.

Padahal biopsi sangat penting dilakukan untuk menentukan jenis terapi yang perlu diberikan. Makin akurat pemeriksaannya, makin tepat pula pengobatan yang diberikan sehingga peluang kesembuhannya juga akan semakin tinggi.

Mitos bahwa biopsi menyebabkan tumor makin ganas justru menakut-nakuti pasien untuk sesegera mungkin memeriksakan diri. Akibatnya pemeriksaan sering tertunda hanya karena pasiennya ragu-ragu, sementara jika memang tumornya ganas maka kondisinya akan terus memburuk.

Dalam menghadapi vonis atau diagnosis kanker pasien tidak boleh terlalu lama merasa bimbang. Hal terpenting yang harus segera dilakukan adalah mencari informasi tentang jenis tumor yang dideritanya, antara lain dari dokter yang merawatnya.

Sumber:http://www.news-medical.net, http://health.detik.com, http://www.answers.com.