isbn: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/pro...susunan...

414
ISBN: 978-602-439-740-1

Upload: others

Post on 17-Aug-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

ISBN: 978-602-439-740-1

Page 2: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

ISBN: 978-602-439-740-1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SEMAR BERDASI - 2019

”Inovasi Teknologi Tepat Guna dalam Kewirausahaan Sosial di Era Interner Of Things”

Sumedang, Kamis, 20 Juni 2019, Bale Sawala, Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor.

KETUA PELAKSANA:

Kania Altiasari

SUSUNAN KEPANITIAAN:

Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT

Sekretaris Umum : Adellya Azahari Rahma

Bendahara Umum : Bella Nabila Febriani

TIM REVIEWER:

Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT

Asri Widyasanti, STP., M.Eng.

TIM EDITOR:

Dr. Dwi Rustam Kendarto,S.Si., M.T.

Wahyu Kristian Sugandi, STP., M.Si.

Desain Cover:

Dimas Suryo Bintoro

Tia Putri Budiarti

ISBN:978-602-439-740-1

Penerbit : Unpad Press

Redaksi:

Unpad Press

Direktorat Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan (DSDAP)

Grha Kandaga Lt. 4 Jl, Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinangor

Sumedang 45363

Website : http://press.unpad.ac.id

E-mail : [email protected]

Page 3: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

ii

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadlirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

hidayah yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga buku Prosiding Seminar Nasional

Inovasi Teknologi dalam Kewirausahaan Sosial di Era Internet of Things dapat terwujud.

Buku prosiding tersebut memuat sejumlah artikel hasil penelitian mengenai teknik

tanah dan air, aplikasi industri pertanian, sistem mekanisasi pertanian, teknologi pasca panen

dan biproses, inovasi tepat guna teknologi industri pertanian, agroteknologi, serta bangunan

dan lingkungan pertanian yang dilaksanakan oleh Fakultas Teknologi Industri Pertanian

Universitas Padjadjaran. Atas dasar tersebut, Seminar Nasional ini menjadi salah satu ajang

bagi para Akademisi nasional untuk mempresentasikan penelitiannya, sekaligus bertukar

informasi dan memperdalam masalah penelitian, serta mengembangkan kerjasama yang

berkelanjutan. Rangkaian kegiatan telah dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2019.

Kami bersyujur bahwa gagasan kami ini mendapat respon yang sangat baik dengan

hadirnya peserta seminar yang berasal dari berbagai program studi. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Padjadjaran

2. Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian

3. Bapak/Ibu Dosen selaku editor dan reviewer

4. Pembicara dan moderator

5. Jajaran Panitia

6. Para peserta seminar

Semoga buku prosiding ini dapat memberi kemanfaatan bagi kita semua, untuk

kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Di samping itu, diharapkan juga dapat menjadi

referensi bagi upaya pembangunan bangsa dan negara. Terakhir, tiada gading yang tak retak.

Mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Saran dan kritik yang membangun tetap

kami tunggu demi kesempurnaan buku prosiding ini.

Jatinangor, 15 Oktober 2019

Ketua Pelaksana

Kania Altiasari

Page 4: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

iii

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

DAFTAR ISI

Implementasi Sistem Informasi Enterprise Resource Planning (ERP) Berbasis Web

dengan Metode Pendekatan Pemrograman Berorientasi Objek (OOP) pada UKM Kadatuan

Koffie

Oleh: Abdurachman Ghifary, Irfan Ardiansah, Devi Maulida Rahmah ................................. 1

Perancangan Komunikasi Data untuk Monitoring Operasional Sasak Apung Padjadjaran

Lembang Menggunakan Modul Max RS485

Oleh: Agus Juliana, Muhammad Saukat, Mimin Muhaemin ................................................. 13

Sistem Informasi Berbasis Web untuk Ketersediaan Pisang Lokal Jawa Barat di Kampung

Cau Padjadjaran

Oleh: Amili Yohari, Irfan Ardiansah, Devi Maulida Rahmah ............................................... 27

Pengendalian Mutu Kadar Air Teh Hitam Orthodoks di PTPN VIII Menggunakan

Statistical Quality Control

Oleh: Ananda Iskandarsyah Putra, Chay Asdak, Boy Macklin P. Prawiranegara ............... 40

Perancangan Program Utama Pengelolaan Server Guna Mendukung Aplikasi Decision

Support System Tentang Produksi Padi

Oleh: Anggita Minar Furisca, Muhammad Saukat, Mimin Muhaemin ................................. 47

Kajian Penambahan Gelatin Tulang Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) terhadap

Karakteristik Es Krim

Oleh: Anisa Fadhila ............................................................................................................... 54

Pengendalian Mutu Air Minum dalam Kemasan Gelas Menggunakan Statistical Quality

Control (Studi Kasus di PT. Muawanah Al Ma’some, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi,

Kabupaten Bandung)

Oleh: Bonie Pamungkas, M. Ade Moetangad K., Boy Macklin Pareira P. ........................... 65

Pengaruh Penambahan EM4 dan MG1 pada Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan

Tanaman Caisim Sistem Hidroponik DFT

Oleh: Connie Sidabutar, Boy Macklin Pareira P., Edy Suryadi ........................................... 76

Kadar Tanin dan Protein Nasi Sorgum Merah dengan Substitusi Kacang Komak (Lablab

Purpureus (L.) Sweet)

Oleh: Devi Nurul Fadillah, Endah Wulandari, Heni Radiani Arifin .................................... 85

Pengaruh Aplikasi Oligo Chitosan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bayam

pada Sistem Hidroponik Rakit Apung

Page 5: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

iv

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Oleh: Dinda Zarra Zenita Aulya, Edy Suryadi, Azri Kusuma Dewi ...................................... 93

Uji Efektivitas Antikapang Ekstrak Kulit Biji Kakao (Theobroma cacao, L.) terhadap

Pertumbuhan Berbagai Jenis Khamir

Oleh: Egi Muhammad Fahmi, Indira Lanti Kayaputri, Souvia Rahimah ........................... 105

Karakteristik Buah Nanas Kering (Ananas cosmosus L.) dengan Beberapa Perlakuan

Pendahuluan Menggunakan Metode Pengeringan Vakum

Oleh: Fena Rizky Aritya Putri, Bambang Nurhadi, Robi Andoyo, Nandi Sukri .................. 114

Pengendalian Mutu Produk Bij Kopi Arabika (Coffea Arabica) dengan Menggunakan

Statistical Quality Control

Oleh: Ghiffari Ghani Rizqullah, Chay Asdak, Boy Macklin Pareira Prawiranegara......... 125

Rancang Bangun Sistem Pengaman Pintu Rumah Kaca Berbasis Raspberry Pi

Oleh: Hibban Farhan Haibah, Muhammad Saukat, Mimin Muhaemin .............................. 135

Kajian Potensi Kerusakan Klappertaart Selama Proses Pembuatan dan Penyimpanan

Oleh: Indah Medani Kartika Ayu Putri, Indira Lanti Kayaputri, Tri Yuliana, Edy Subroto146

Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak terhadap Karakteristik Gula Semut

Oleh: Ira Apriliani, Bambang Nurhadi, Imas Siti Setiasih .................................................. 160

Modifikasi dan Uji Kinerja Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong

Oleh: Lambok Sinaga, Asep Yusuf, Wahyu Kristian Sugandi ............................................. 173

Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap

Bakteri Patogen pada Produk Pangan

Oleh: Laras Sari Banon, Indira Lanti Kayaputri, In-in Hanidah, Elazmanawati Lembong 185

Rancang Bangun Sistem Pemantauan Iklim Mikro Greenhouse Berbasis Raspberry Pi

dengan Akses Informasi Melalui Situs Web

Oleh: Luthfi Pratama, Wahyu Kristian Sugandi, Mimin Muhaemin, Muhammad Saukat .. 196

Evaluasi Kualitas Buah Nangka Kering dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan

Menggunakan Pengeringan Vakum

Oleh: Muhammad Farhan Hidayat ..................................................................................... 215

Rancang Bagun Prototype Unit Pengumpan Mesin Grading Biji Pala (Myristica Fragrans

Houtt)

Oleh: Muhammad Hafaz, Totok Herwanto, Muhammad Saukat ......................................... 226

Perancangan Sistem Berbasis Data untuk Mendukung Kesesuaian Pemupukan pada

Page 6: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

v

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Aplikasi Decision Support System Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa L.)

Oleh: Muhammad Mas’ud, Mimin Muhaemin, Rizky Mulya ............................................... 235

Kajian Penggunaan Berbagai Jenis Pelarut Organik dengan Metode Maserasi terhadap

Karakteristik Ekstrak Oleoresin Lada Putih

Oleh: Muhammad Reza Dahlevi .......................................................................................... 246

Analisis Energi pada Proses Pembuatan Minuman Tradisional Khas Jawa Barat di CV.

Cihanjuang Inti Teknik

Oleh: Muhammad Rifky Putra, Ade Moetangad Kramadibrata, Boy Macklin Pareira P. . 256

Pengendalian Rem Secara Otomatis pada Sasak Apung Padjadjaran dengan Fuzzy Logic

Oleh: Muhammad Savero Ghafiruzzambi, Dedy Prijatna, Mimin Muhaemin .................... 267

Pengaruh Penambahan Biofertilizer dan Bioaktivator terhadap Larutan Nutrisi pada

Tanaman Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Oleh: Muhammad Wibangga, Boy Macklin Pareira Prawiranegara, Kharistya Amaru .... 282

Kajian Penambahan Inulin sebagai Fat Replacer terhadap Karakteristik Fisik dan

Organoleptik Es Krim Susu Kambing Tanpa Lemak

Oleh: Nadhira Azka Afifa..................................................................................................... 296

Karakteristik Oleoresin Lada Putih Muntok (Piper nigrum L.) terhadap Penambahan

Berbagai Emulsifier

Oleh: Patar Sahat Martua Manurung ................................................................................. 308

Perbaikan Tata Letak Pabrik Studi Kasus Pabrik Beras CV Sabar Subur

Oleh: Ramadhoni Husnuzhan, Irfan Ardiansah, Totok Pujianto ........................................ 319

Uji Efektivitas Antikapang Ekstrak Kulit Biji Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap

Kapang Patogen Produk Pangan

Oleh: Reina Rizkiani, Indira Lanti Kayaputri, Zaida, Debby Sumanti Moody ................... 333

Kajian Karakteristik Cookies Sorgum (Sorghum bicolor L.) Tersubstitusi Kacang Tunggak

(Vigna unguiculata L.)

Oleh: Rifa Nabila, Endah Wulandari, Elazmanawati Lembong.......................................... 342

Pengaruh Daya Hambat Minyak Esensial Kayu Manis terhadap Kapang Perusak pada Kue

Brownies Kukus

Oleh: Riska Oktafiani, Tri Yuliana, Gilang Lara Utama .................................................... 354

Analisis Energi pada Proses Pengolahan Teh Hijau di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung

Oleh: Shida Habsari, Wahyu Kristian Sugandi, Kralawi Sita............................................. 367

Page 7: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

vi

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Pengaruh Ozonisasi terhadap Freeze-Thaw Stability Tepung Hanjeli (Coix lacyrma-jobi

L.)

Oleh: Syaidina Ramdhani .................................................................................................... 376

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) terhadap

Escherichia coli dan Aspergillus niger

Oleh: Tri Yuliana, Violita Widyaningtyas, Tita Rialita ....................................................... 386

Scaleup Steamer untuk Pengolahan Teh Hijau Steaming di Pusat Penelitian Teh dan Kina

Gambung

Oleh: Vitaloka Feriansari, Dedy Prijatna, M. Iqbal Prawira-Atmaja, Mimin Muhaemin . 394

Page 8: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

ISBN: 978-602-439-740-1

IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI ENTERPRISE RESOURCE

PLANNING (ERP) BERBASIS WEB DENGAN METODE

PENDEKATAN PEMOGRAMAN BERORIENTASI OBJEK (OOP)

PADA UKM KADATUAN KOFFIE

Abdurachman Ghifary1, Irfan Ardiansah2, Devi Maulida Rahmah2

1Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

2Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kadatuan Koffie adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan hasil pertanian

kopi yang memiliki permasalahan dalam aktifitas perusahaan yang bersifat manual. Usaha

yang telah berkembang hampir 5 tahun ini masih melakukan aktivitasnya secara manual,

seperti pembuatan laporan keuangan, pencatatan riwayat transaksi, pergudangan, dan lain-lain.

Karyawan Kadatuan Koffie menyadari bahwa melakukan aktifitas perusahaan secara manual

sangat menyulitkan karyawannya karena seiring waktu berjalan data tersebut semakin banyak.

Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah sistem informasi yang menyatukan seluruh

unit dan fungsi yang ada pada sebuah organisasi ke dalam sebuah sistem komputer terintegrasi

yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan spesifik dari unit yang berbeda. Penelitian ini

bertujuan untuk membangun sistem informasi Enterprise Resource Planning (ERP) berbasis

web di Kadatuan Koffie. Penelitian ini menggunakan metode Object-Oriented Programming

(OOP). Hasil penelitian ini adalah terbentuknya aplikasi ERP berbasis web yang akan

digunakan oleh Kadatuan Koffie. Kesimpulan penelitian ini adalah Kadatuan Koffie memiliki

sistem informasi Enterprise Resource Planning (ERP) yang mampu memudahkan karyawan

untuk mengelola aktifitas perusahaan seperti data transaksi, laporan keuangan, dan

pergudangan.

Kata Kunci: Sistem Informasi, Enterprise Resource Planning, OOP

Page 9: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

2

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting di Indonesia. Volume ekspor kopi

Indonesia di pasar International berada di peringkat ketiga setelah Brasil dan Kolombia.

Volume dan nilai ekspor kopi Indonesia pada tahun 2000 dan 2010 meningkat berturut-turut

sebesar 4,7% dan 14,7% (Kustiari, 2007).

Gambar 1. Produksi Kopi di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2017)

Gambar 1 menunjukan produksi kopi di Indonesia pada tahun 2010 mengalami

penurunan dengan jumlah produksi 22,217 ribu ton, namun mengalami peningkatan dari tahun

2011 hingga 2015 dengan jumlah produksi tertinggi sebanyak 36,984 ribu ton (Badan Pusat

Statistik, 2017).

AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia) menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia

sangat gemar mengkonsumsi kopi. Data tersebut dibuktikan dengan data survei konsumsi kopi

Indonesia yang dilakukan oleh AEKI sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Dari Gambar

2 diketahui bahwa konsumsi kopi di Indonesia mengalami peningkatan dari 2010 sampai 2016

(Asosiasi Exportir dan Industri Kopi Indonesia, 2016).

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Produksi Kopi di Indonesia

Produksi Kopi (Ton)

Page 10: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

3

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Survei Konsumsi Kopi Indonesia (Asosiasi Exportir dan Industri Kopi Indonesia, 2016)

Kadatuan Koffie adalah UKM yang bergerak dibidang perdagangan hasil pertanian, yaitu

kopi. Produk yang di pasarkan oleh Kadatuan Koffie berupa kopi-kopian, meliputi kopi

Robusta, Arabica, dan Luwak. Usaha yang telah berkembang hampir 5 tahun ini masih

melakukan aktivitasnya secara manual, seperti pembuatan laporan keuangan, pencatatan

riwayat transaksi, penrgudangan, dan lain-lain. Seiring berkembangnya perusahaan, karyawan

Kadatuan Koffie menyadari bahwa melakukan aktifitas perusahaan secara manual sangat

menyulitkan bagi karyawannya untuk mengatur dan mengendalikan data transaksi maupun

laporan keuangan dari usahanya karena data tersebut semakin banyak. Pemilik perusahaan

mulai mencoba menerapkan perangkat lunak sistem informasi seperti Microsoft excel di awal

tahun 2015. Tetapi penggunakan Microsoft excel masih memiliki beberapa kelemahan, seperti

kesalahan saat memasukan data, kesalahan saat menghitung data yang diakibatkan oleh

kurangnya pengetahuan formula di Microsoft excel, duplikasi data, dan sangat menyita waktu.

Solusi dari masalah pengelolaan sumber daya perusahaan seperti ini dapat diselesaikan

dengan penggunaan sistem informasi Enterprise Resource Planning (ERP). Implementasi

sistem ERP dapat meningkatkan produktifitas dan efesiensi bisnis organisasi. Meningkatnya

kinerja bisnis dapat dilihat dalam dua kategori, yaitu kinerja proses internal dan performa

finansial. Kinerja proses internal mengacu pada penyederhanaan proses kerja, peningkatan

validitas data, dan efisiensi komunikasi internal. Kinerja finansial mengacu pada peningkatan

output nilai penjualan, pengurangan omset persediaan, peningkatan pergantian piutang, dan

pertumbuhan margin keuntungan (Tsai et al, 2010). Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem

Page 11: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

4

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

informasi ERP berbasis web yang mempunyai database pengelolah transaksi Kadatuan Koffie.

Sistem tersebut diharapkan dapat membantu proses bisnis Kadatuan Koffie, baik dalam

mengelolah data transaksi, laporan keuangan, maupun ketersediaan barang.

METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode rekasaya dengan pendekatan analisis kuantitatif.

Pengembangan database dilakukan dengan metode rekayasa berbasis object-oriented, yaitu

dengan membangun sistem informasi ERP berbasis web di Kadatuan Koffie.

2. Metode Pengumpulan Data

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan

alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang

dicari (Sugiyono, 2008). Data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara dan

observasi. Data sekunder yaitu sumber bahan kajian yang digambarkan oleh bukan yang ikut

mengalami atau yang hadir pada waktu kejadian (Sugiyono, 2008). Data sekunder dalam

penelitian ini adalah dokumen-dokumen terkait sistem informasi Kadatuan Koffie, berupa nota

penjualan, nota pembelian, surat jalan/memo atau dokumen lainnya yang berhubungan dengan

siklus pendapatan dan pembelian pada Kadatuan Koffie.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara.

Observasi dilakukan dengan mengamati proses dan prosedur yang berkaitan dengan siklus

pendapatan, pembelian, dan keluar masuknya barang di Kadatuan Koffie. Wawancara dalam

penelitian ini dimaksudkan yaitu wawancara tentang informasi mengenai proses bisnis yang

diperlukan dalam pembuatan database sistem informasi, serta kebutuhan pemakai atas sistem

yang akan dirancang (user requirement). Sehingga jenis data dalam penelitian ini adalah data

kualitatif.

3. Instrumen Penelitian

Perangkat Keras

Page 12: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

5

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Perangkat laptop dengan spesifikasi Windows OS version 64bit, RAM 8 GB, disk space

1 TB, dan Smartphone untuk melakukan wawancara dan dokumentasi.

Perangkat Lunak

Microsoft Excel dan Microsoft Visio untuk membuat laporan penelitian dan sebagai

media pengumpulan data, Visual Studio Code untuk penulisan kode program, Adobe XD untuk

membuat desain user-interface website, XAMPP untuk mengelola basis data, PHP Hypertext

Preprocessor (PHP) dan MySQL untuk bahasa pemrograman yang digunakan, dan Apache

untuk server web.

4. Tahapan Penelitian

Gambar 3. Tahapan Penelitian

Tahap Awal

Observasi dilakukan dengan mengikuti kegiatan Kadatuan Koffie, baik di kantor pusat

maupun di kantor cabang Kadatuan Koffie. Setelah melakukan observasi, studi literatur

Page 13: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

6

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dilakukan untuk mempelajari literatur yang terkait dengan sistem informasi dan

perancangannya.

Perancangan Sistem Informasi

Analisis kebutuhan dilakukan untuk menganalisis setiap kebutuhan sistem informasi.

Setelah menganalisis kebutuhan, design interface dirancang untuk kepentingan estetika dan

ergonomi dari sistem informasi. Terakhir, implementasi proses pemograman dilakukan untuk

merancang sistem informasi sesuai dengan fungsi dan antarmuka yang diinginkan.

Tahap Akhir

Pengujian sistem informasi yang telah dirancang akan diuji melalui black-box testing

untuk dianalisa fungsionalitasnya, kemudian hasil penelitian yang sudah diuji

fungsionalitasnya akan ditarik kesimpulannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan perancangan sistem baik dari user sistem informasi ERP hingga

desain user interface, maka dibangunlah sistem informasi ERP berbasis web yang dapat di

install dan digunakan secara offline dalam perangkat laptop OS Windows. Sistem informasi

ERP ini dirancang untuk mempermudah pekerjaan yang diperuntukkan untuk Kadatuan Koffie

seperti mengelola barang, data pemasukan, data pengeluaran, dan laporan yang terautomasi.

Sistem informasi ERP ini dibangun menggunakan framework php Laravel versi 5.4 dan

XAMPP yang memiliki Apache HTTP Server sebagai server-side juga MySQL sebagai

database server. Penggunaan Laravel sebagai framework php memiliki beberapa benefit yang

dapat membantu sistem informasi ERP mudah untuk dibangun, diantaranya yaitu: Laravel

memiliki sistem build-in Authentication and Authorization yang berguna untuk mencegah

akses pengguna yang tidak berkepentingan, mempunyai sistem keamanan yang tinggi terhadap

serangan injeksi SQL, dan mendukung sistem Object-Relational Mapping (ORM) yang

mempermudah manipulasi data dalam database.

Tampilan Aplikasi

1. Halaman Dashboard

Halaman dashboard berisikan data keseluruhan Kadatuan Koffie seperti, total

pendapatan, total pengeluaran, total profit, cash flow, pendapatan dan pengeluaran berdasarkan

kategori, saldo, pendapatan terbaru, dan pengeluaran terbaru. Ada dua menu navigasi yang

terletak pada samping kiri dan atas halaman dashboard.

Page 14: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

7

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Menu navigasi di samping kiri berisikan kolom pencarian, menu dashboard, barang,

pendapatan, pengeluaran, perbankan, laporan, dan pengaturan sistem ERP. Menu navigasi di

atas berisikan menu notifikasi, pemilihan bahasa, dan profil.

Gambar 4. Halaman Dashboard

2. Halaman Items

Halaman items berisikan daftar data barang yang ada pada Kadatuan Koffie. User dapat

mencari atau menyortir barang dengan menginput nama barang pada kolom pencarian atau

memilih vendor dan kategori barang untuk menyortir barang.

Gambar 5. Halaman Items

3. Halaman pada Menu Incomes

Page 15: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

8

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Menu Incomes berisikan halaman Invoices, Revenues, dan Customers. Halaman invoices

dan revenues memiliki perbedaan fungsi, yaitu halaman invoice berfungsi sebagai halaman

yang menampilkan data penghasilan yang terencana dan rinci, sedangkan halaman revenues

berfungsi sebagai halaman yang menampilkan data penghasilan yang instan dan tidak

terencana.

Gambar 6. Halaman Invoices

Gambar 7. Halaman Revenues

4. Halaman pada Menu Expenses

Menu Expenese berisikan halaman Bills, Payments, dan Vendors. Halaman bills dan

payments memiliki perbedaan fungsi, yaitu halaman bills berfungsi sebagai halaman yang

menampilkan data tagihan biaya yang diterima dari vendor Kadatuan Koffie yang

menunjukkan barang (produk atau layanan) yang dibeli oleh Kadatuan Koffie, sedangkan

halaman payments berfungsi sebagai halaman yang menampilkan data biaya pengeluaran yang

tidak dapat ditagih dan dibayar.

Page 16: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

9

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 8. Halaman Bills

Gambar 9. Halaman Payments

Gambar 5, 6, 7, 8, dan 9 diatas memiliki tombol add new yang berfungsi untuk input

data. User dapat menekan tombol tersebut maka akan muncul halaman form input data yang

terdapat beberapa pilihan yang perlu diisi. Pengisian form tersebut hanya perlu memasukan

data pada kolom yang tersedia atau dengan pilihan yang ditandai dengan tanda panah kebawah

disamping kanan kolom. Gambar 10 merupakan salah satu contoh tampilan halaman form add

new.

Page 17: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

10

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 9. Halaman Add New pada Halaman Invoice

5. Halaman pada Menu Reports

Menu Reports berisikan halaman Income Summary, Expense Summary, Income vs

Expense, Tax Summary, dan Profit & Loss. Halaman Income Summary, Expense Summary, dan

Income vs Expense masing-masing memiliki tampilan serupa yang berisikan grafik dan tabel

ringkasan data total pendapatan, total pengeluaran, dan data perbandingan pendapatan dan

pengeluaran dari hasil jual beli di Kadatuan Koffie. Masing-masing grafik dan tabel tersebut

menampilkan total pendapatan, pengeluaran, perbandingan pendapatan dan pengeluaran

selama satu periode (satu tahun).

Gambar 11. Halaman Incomes Summary

Page 18: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

11

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Halaman Tax Summary berisikan tabel ringkasan data total pajak pendapatan dan

pengeluaran dari hasil kegiatan jual beli di Kadatuan Koffie. Tabel tersebut menampilkan total

pajak pendapatan dan pengeluaran selama satu periode (satu tahun).

Gambar 12. Halaman Tax Summary

Halaman Profit & Loss berisikan tabel ringkasan laba dan rugi hasil kegiatan jual beli di

Kadatuan Koffie. Tabel tersebut menampilkan total laba dan rugi selama empat periode kuartal.

Gambar 13. Halaman Profit & Loss

KESIMPULAN DAN SARAN

Sistem informasi ERP dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan performa

pada UKM Kadatuan Koffie. Pemanfaatan sistem informasi ERP sangat berperan penting

untuk perkembangan dan kemajuan sebuah usaha, selain itu sistem informasi ERP juga

memungkinkan untuk memperluas jaringan pasar UKM Kadatuan Koffie. Dengan adanya

Page 19: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

12

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

sistem informasi ERP, UKM Kadatuan Koffie memiliki kelebihan untuk mengintegrasikan

semua proses pengelolaan data transaksi, laporan keuangan, maupun ketersediaan barang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Irfan Ardiansah, S.TP., M.T. dan Devi Maulida Rahmah, S.TP.,

M.T. karena telah memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, serta bimbingan dalam

menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Exportir dan Industri Kopi Indonesia. (2016). Konsumsi Kopi Indonesia. Retrieved

September 20, 2018, from http://www.aeki-

aice.org/tabel_konsumsi_kopi_indonesia_aeki.html

Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Perkebunan Kopi Indonesia. Statistik Perkebunan Kopi

Indonesia 2015-2017, (December 2014). Retrieved from http://ditjenbun.pertanian.go.id

Kustiari, R. (2007). Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia.

Forum Penelitian Agroekonomi, 25(70), 43–55.

https://doi.org/10.21082/fae.v25n1.2007.43-55

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan:(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R &

D). Alfabeta.

Tsai, M., Li, E. Y., Lee, K., & Tung, W. (2010). Total Quality Management & Business

Excellence Beyond ERP Implementation : The Moderating Effect Of Knowledge

Management On Business Performance. (October 2014), 37–41.

https://doi.org/10.1080/14783363.2010.529638.

Page 20: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

13

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PERANCANGAN KOMUNIKASI DATA UNTUK MONITORING

OPERASIONAL SASAK APUNG PADJADJARAN LEMBANG

MENGGUNAKAN MODUL MAX RS485

Agus Juliana1), Muhammad Saukat2), Mimin Muhaemin2)

1)Program Studi Teknik Pertanian , Universitas Padjadjaran 2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 43563

Email:[email protected]

ABSTRAK

Sistem komunikasi data merupakan salah satu sistem yang sedang dikembangkan pada

kereta gantung Sasak Apung Padjadjaran (SAP) untuk menunjang keamanan serta kendali jarak

jauh. Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang transmisi data secara nirkabel dengan

hasil pengiriman data sebesar 80% dan terjadi delay selama kurang lebih 164 ms. Hal tersebut

masih kurang memadai apabila diterapkan pada keamanan serta kendali jarak jauh kereta

gantung karena ada 20% data yang hilang serta ada keterlambatan data masuk yang dapat

berakibat telatnya waktu pengereman kereta gantung. Perancangan komunikasi data lanjutan

ini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan tersebut supaya bisa melakukan transmisi data

lebih dari 95% dengan delay sekecil mungkin sehingga bisa menjamin keamanan kendali jarak

jauh SAP. Metode penelitian yang digunakan adalah metode rekayasa pada komponen

elektronika, pemrograman pada IDE Arduino untuk sistem komunikasi dan pemrograman pada

Visual Basic.Net untuk interface. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem komunikasi

yang dibuat dengan menggunakan modul MAX RS485 dan kabel UTP sebagai media transmisi

telah berhasil melakukan pengiriman data dan masing-masiing bisa diterima 100% dengan

delay hanya 2 ms serta diuji pada panjang kabel 1 m, 40 m, 300m dan 600m. Nilai data yang

transmisikan merupakan data untuk simulasi posisi kereta gantung yang akan ditampilkan pada

monitor, antara lain posisi atau jarak kereta dan animasi untuk simulasi kereta pada monitor

sehingga operator bisa melihat informasi operasional yang sedang berlangsung dengan mudah

dan meningkatkan keamanan SAP.

Kata Kunci : Komunikasi, Transmisi, SAP, MAX RS485, Keamanan

Page 21: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

14

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Komunikasi data merupakan proses pengiriman serta penerimaan data antara 2 perangkat

atau lebih yang bertujuan untuk menukar informasi (Tanutama, 1990). Proses komunikasi

terjadi melalui media tertentu baik itu secara kabel ataupun nirkabel. Sejak tahun 80-an

komunikasi data menjadi teknologi yang terus dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan

yang bergerak di bidang teknologi dan mengkombinasikannya dengan komunikasi komputer

(Sukharidoto, 2014).

Penerapan komunikasi data terus mengalami perkembangan serta meluas ke berbagai

bidang seperti tranportasi, kesehatan, bisnis, teknologi pertanian, dan lain sebagainya. Salah

satu penerapan komunikasi data di bidang teknologi pertanian yaitu pada Sasak Apung

Padjadaran (SAP).

SAP merupakan sarana transportasi yang termasuk ke dalam teknologi pertanian karena

penerapannya untuk bidang pertanian. SAP ini berupa kereta gantung kabel yang digunakan

untuk mengangkut bahan hasil pertanian, bahan penunjang pertanian termasuk petaninya

sendiri. SAP ini dibuat karena daerah pertanian di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang

merupakan lahan pertanian berbukit yang cukup menguras waktu, tenaga serta uang dalam

proses pengangkutan bahan hasil pertanian. Dengan pembuatan SAP ini, proses pertanian

menjadi lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan cara manual (Muhaemin dkk, 2013).

Pengembangan terus dikakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi

salahsatunya pengembangan di bidang komunikasi data untuk kemanan kereta gantung.

Pengoperasian kereta yang manual membutuhkan pengalaman dan konsentrasi yang penuh

ketika mengoperasikan SAP dengan jarak yang cukup jauh yaitu kurang lebih sekitar 300 m,

komunikasi dan jarak pandang akan menyulitkan apakah kereta gantung sudah akan sampai

atau masih jauh. Apabila kurang pengalaman, maka akan sulit kapan melakukan pengereman.

Bisa terlalu cepat ataupun bisa telat pengereman yang menyebabkan kereta menabrak tiang.

Penerapan komunikasi data diharapkan bisa menangani masalah tersebut. Penerapan

komunikasi data pertama kali diterapkan menggunakan modul komunikasi nirkabel berbasis

frekuensi radio 2,4 GHz sebagai pengirim dan penerima data antar stasiun. Hasilnya

pengiriman data belum berfungsi dengan baik dikarenakan hasil dari pengukuran yang

dikirimkan tidak diterima secara utuh serta pada penerimaan data terdapat jeda waktu yang

cukup lama (Anugrah, 2017). Selanjutnya dilakukan penggantian perangkat pengirimnya

dengan menggunakan RF 433 MHz. Penelitian ini menghasilkan pengiriman data dengan jeda

Page 22: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

15

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

waktu 135 ms serta penerimaan data sebanyak 80% (Mulkiyati, 2018). Jeda waktu penerimaan

data yang kurang lebih 0,2 detik cukup untuk menerima serta menampilkan data secara real

time, akan tetapi penggantian perangkat tersebut belum bisa memperbaiki presentase

penerimaan data dikarenakan masih ada data yang tidak diterima sekitar 20%.

Dengan demikian, sistem komunikasi data ini masih perlu dilakukan perbaikan supaya

bisa berjalan dengan baik, yaitu komunikasi data secara real time dengan presentase

penerimaan data bisa lebih dari 95%.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode rekayasa dengan melakukan kegiatan

rancang bangun (Engineering Design) pada komponen elektronika dan pemrograman dengan

alat dan bahan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat Penelitian

No Nama Alat Spesifikasi Fungsi

1 Arduino IDE Arduino version

1.6.0 Pembuatan program

2 Breadboard - Untuk papan percobaan alat

3 Fritzing Version 0.9.2.0 Pembuatan sketsa rangkaian

4 Laptop AMD Dual-Core

processor C60

Untuk memasukkan perintah/program

5 Ms Visual Basic VB Net Pembuatan Interface

6 Multi mater - Untuk mengecek komponen elektronika

7 PSU 0-12 V DC Sebagai sumber listrik untuk Arduino

Kemudian bahan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan Penelitian

No Nama bahan Spesifikasi fungsi

Page 23: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

16

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

1 Kabel Data USB to type B Untuk Upload Program ke

mikrokontroler

2 Kabel/jumper wire Male to male Penghubung antar perangkat

3 Kabel Twisted-Pair UTP Sebagai jalur atau media komunikasi

4 MAX RS485 - Modul untuk pengirim dan penerima

data

5 Mikrokontroler Arduino Arduino Uno Untuk menjalankan program/perintah

6 Papan PCB Matrik 5x5 Untuk menempatkan komponen

Alur atau prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut:

Mulai

Identifikasi Kebutuhan

Penetapan Kriteria Perancangan

Analisis Fungsional

Perancangan Struktural

Analisis Teknik

Perancangan Hardware dan software

Pengujian

Lulus Sesuai

Kriteria

Selesai

Tidak

Ya

Page 24: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

17

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

a. Identifikasi Kebutuhan

Memperkirakan kebutuhan apa saja yang harus diketahui untuk menunjang dalam

penyelesaian masalah yang telah diidentifikasi berkenaan dengan pengiriman dataoperasional

SAP dengan media kabel.

b. Kriteria Perancangan

Sistem komunikasi data ini diharapkan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan

komunikasi data sebelumnya dengan memenuhi kriteria perancangan sebagai berikut:

1. Komunikasi data bisa dilakukan dengan jarak minimal 300 m.

2. Proses komunikasi data bisa dilakukan dengan minimal 3 stasiun.

3. Presentase pengiriman dan penerimaan data lebih dari 95%.

4. Delay pengirman dan penerimaan data tidak melebihi 100 ms.

c. Analisis Fungsional

Fungsi utama dari sistem komunikasi data ini adalah mengumpulkan data operasional

yang telah diukur oleh tiap stasiun/Client lalu ditampilkan pada stasiun kontrol untuk

kebutuhan operator secara akurat dan real time. Setiap data yang telah diukur akan dikirimkan

oleh mikrokontroler dengan menggunakan modul komunikasi bus yaitu MAX RS485 lalu

stasiun kontrol akan menerima data dan ditampilkan pada Monitor secara real time. Berikut ini

adalah fungsi dari komponen-komponen yang akan digunakan:

1. Arduino Uno berfungsi sebagai mikrokontroler yang akan mengolah serta mengatur

proses pengiriman dan penerimaan data dari setiap modul komunikasi lalu

dimasukkan ke aplikasi yang ada di monitor supaya bisa menampilkan data.

2. Modul RS485, berfungsi sebagai modul transmisi data dengan menggunakan media

berupa kabel untuk proses pengiriman dan penerimaan data operasional hasil

pengukuran.

3. VB Net difungsikan untuk membuat aplikasi supaya bisa menampilkan data

operasional yang diterima oleh modul RS485 pada monitor .

Page 25: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

18

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

4. Jumper, berfungsi untuk menghubungkan setiap kaki komponen satu dengan yang

lainnya.

5. Panel berfungsi untuk menempatkan rangkaian komunikasi data.

d. Perancangan Struktural

Perancangan alat komunikasi data ini terdiri dari 3 komponen utama yaitu;

mikrokontroler, modul RS485 dan Kabel UTP. Berikut adalah penjelasan tentang perancangan

struktural alat komunikasi data:

Rangkaian Multi Client RS485

Pada Rangkaian RS485 komunikasi dilakukan pada 2 buah kabel dimana modul ini bisa

melakukan komunikasi dengan 32 Client atau bisa melakukan komunikasi dengan 32 modul

lainnya. Pada perancangan komunikasi ini diharapkan apabila akan ada penambahan data maka

hanya perlu menambah modul sehingga tidak perlu dilakukan perancangan ulang. Rangkaian

Modul MAX RS485 terdapat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Rangkaian RS485 dengan Arduino

Page 26: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

19

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 3. Diagram Komunikasi RS485

Pada gambar di atas mikrokontroler 1 ditetapkan sebagai Master, sehingga otomatis

mikrokontroler 2 dan mikrokontroler sebagai client. Client 2 dan 3 akan mengirim data secara

bergantian sesuai apa yang diperintahkan Master.

e. Analisis Teknik

Analisis teknik dalam perancangan sistem monitoring ini meliputi beberapa logika

dalam perhitungan yang berhubungan dengan setiap instrumentasi yang digunakan. Selain itu

analisis teknik ini dilakukan untuk menentukan kebutuhan kapasitas dari masing-masing

komponen elektronik dan mengetahui kesesuaian alat dengan kriteria yang diinginkan.

1. Kecepatan Pengiriman dan Penerimaan Data

Mengetahui kecepatan transfer data penting bagi penelitian ini, karena data yang dikirim

harus diterima secara real time. Kecepatan transfer data bisa di hitung dari selisih delay antar

data yang diterima. delay merupakan penghitung waktu pada proses serial mikrokontroler

dengan satuan mili sekon (ms) terhitung ketika mikrokontroler mulai dijalankan. Persamaan

untuk pengukuran kecepatan transfer adalah sebagai berikut:

D= t-JP................................................. (1)

Keterangan: D = Delay Pengiriman (ms)

JP = Jeda Pengiriman Data (ms)

t = waktu penerimaan data (ms)

2. Akurasi Penerimaan Data

Jalur komunikasi B

Jalur Komunikasi A

Page 27: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

20

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Akurasi penerimaan data didapat dari presentase jumlah data pengirim terhadap penerima

dengan menentukan terlebih dahulu berapa jumlah data yang akan dikirim, seperti pada

Persamaan 2.

PD = n(RX)/n(TX) ................................................. (2)

Keterangan: PD= Presentase Data

RX= Penerima Data

TX= Pengirim Data

f. Perancangan Program

Perancangan program pada penelitian ini meliputi program transmisi data dan program

Interface. Program transmisi data terdiri dari program Master sebagai penerima dan program

client sebagai pengirim data.

1. Perancangan Program Master

Program pada Master terdiri dari 2 perintah yaitu perintah untuk request ke setiap client

secara berurutan dan perintah untuk menerima data.

2. Perancangan Program Client

Program pada client terdiri dari dua proses yaitu proses menerima request dari Master,

lalu ketika request sesuai dengan alamat client, maka client mengirim nilai data ke Master.

3. Perancangan Program Interface

Program pada Interface memiliki beberapa tahapan yaitu menghubungkan Interface ke

port Master, lalu jika sudah terhubung Interface menerima data dari port Master, setelah itu

data dipisahkan berdasarkan pemisah yang sudah diatur sebelumnya yaitu dipisahkan

berdasarkan karakter “#” kemudian nilai data ditampilkan pada menu utama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Perancangan Sistem Komunikasi Data SAP

Komunikasi data pada SAP berfungsi untuk memonitor keadaan operasional dari setiap

stasiun kereta gantung yang beroperasi sehingga operator mudah mengendalikan kereta

gantung. SAP ini yang sebelumnya memiliki hanya memiliki 2 stasiun, kini telah dipersiapkan

satu jalur tambahan sehingga menjadi 4 stasiun. Setiap stasiun akan dipasang perangkat

komunikasi data sehingga bisa digunakan untuk mengirim data operasional.

Hasil dari perancangan komunikasi data ini dalam satu perangkatnya hanya terdiri dari 1

mikrokontroler, 1 modul komunikasi data dan Media pengirim. Tiap perangkat dihubungkan

Page 28: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

21

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dengan 2 kabel sebagai media komunikasi, lalu sebagai informasinya pada perangkat Master

data ditampilkan pada monitor. Hasil rangkaian komunikasi data terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rangkaian Komunikasi Data

Perangkat penerima data terangkai di dalam kotak panel yang terbuat dari material

plastik. Di dalam box tersebut berisi perangkat sebagai sumber tegangan utama untuk semua

komponen lain. Komponen berikutnya adalah mikrokontroler yang terhubung dengan modul

RS485 sebagai perangkat komunikasi yang meneruskan perintah dari mikrokontroler.

Program Komunikasi Data Pada Mikrokontroler Arduino

Program komunikasi data secara sederhana terdiri dari dua program yaitu program

pengirim, program penerima. Akan tetapi pada penelitian ini dilakukan pengiriman secara dua

arah, sehingga setiap perangkat baik itu pengirim maupun penerima memiliki program utama

yang sama karena keduanya melakukan pengiriman dan penerimaan secara bergantian.

Komunikasi data pada penelitian ini memiliki istilah lain pada peneriman dan pengirim yaitu

Master sebagai penerima dan Client sebagai pengirim. Selain dari dua program utama di atas,

untuk menampilkan data dalam tampilan Windows dilakukan pemrograman dengan program

Visual Basic.Net supaya lebih mudah dibaca oleh operator.

a. Program Master atau Penerima Data

1

2

3

Keterangan:

1. Mikrokontroler

2. Kabel UTP

3. MAX RS485

Page 29: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

22

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Program Master berfungsi sebagai tempat pengumpulan data yang dikirim oleh Client

pada tiap stasiun SAP. Pada prinsip dasarnya program untuk menerima data adalah dengan

melakukan perintah Read. Akan tetapi pada penelitian ini Master harus memanggil atau request

terlebih dahulu stasiun mana yang harus mengirim data dengan cara mengirim data berupa

alamat dari tiap stasiun dengan perintah write. Contoh programnya sebagai berikut:

digitalWrite(Pin13LED, HIGH);

RS485Serial.write(i);

Penggunaan RS485 memiliki ciri khas dalam program pengiriman dan penerimaan

datanya yaitu harus ada trigger untuk sebelum melaksanakan perintah. Trigger yang dimaksud

adalah pada program digitalWrite (Pin13LED,HIGH). Ketika akan melakukan

pengiriman atau perintah request data, kondisi dari modul harus berada pada kondisi HIGH,

setelah setelah itu barulah diperintahkan untuk mengirim dengan perintah write. Perintah

untuk melakukan pengiriman data request dengan program RS485Serial.write(i), dari

satu baris tersebut terbagi menjadi 3 kerangka yang fungsinya berbeda yaitu RS485Serial

adalah nama daripada perangkatnya, lalu kemudian ada write untuk perintah mengirim data

berupa integer atau angka dan data yang dikirim adalah(i)yang merupakan bilangan yang

berulang dari angka 1 sampai 2 atau sesuai jumlah stasiun yang aktif yang kemudian akan

diterima oleh Client sabagai request atau panggilan.

Data yang masuk ke master tidak langsung di konversi di mikrokontroler tapi diprint

secara utuh dalam bentuk char kemudian dikonversi ke bentuk double pada VB.Net.

a. Program Client atau Pengirim Data

Client atau pengirim data memiliki ID atau identitas masing-masing dan berbeda dengan

Client lain. Pada penelitian ini untuk sementara yang melakukan pengiriman data hanya ada

dua Client sehingga untuk Client satu memiliki ID 1 dan untuk Client 2 memiliki ID 2. Fungsi

dari ID tersebut adalah untuk mensinkronkan kapan Client harus mengirim data. Jadi ketika

data serial yang dikirim oleh Master sama dengan ID Client, maka Client akan mengirim data

utama ke Master. Proses pengubahan bentuk data dari integer ke bentuk karakter dilakukan

dengan perintah sprintf(buff, "%d#%d#",i,ID) dimana i merupakan data untuk

posisi kereta dan ID adalah identitas pengirim. Dua data tersebut dipisahkan dengan simbol

pagar seperti pada program ini "%d#%d#" format tersebut berfungsi untuk menampilkan data

integer dengan pemisah tanda pagar yang kemudian diubah menjadi karakter dengan nama

Page 30: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

23

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

variabel buff. Dengan mengubah tampilan data dari angka ke karakter akan memudahkan

pengiriman karena hanya perlu mengirim satu karakter variabel buff.

Pengujian Jumlah Stasiun

Pengujian jumlah stasiun bertujuan untuk mengetahui sebarapa banyak jumlah Client

bisa berkomunikasi dengan Master sehingga ketika suatu saat jumlah stasiunnya bertambah,

tidak perlu membuat perangkat baru, tetapi cukup dengan menambah Client pada stasiun

tambahan. Apabila dilihat dari datasheet modul RS485 ini, satu modul sebagai Master bisa

menrima data dari 32 Client lainnya. Hasil dari pengujian jumlah stasiun pada Tabel 3 adalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Pengujian Pengiriman Data Berdasarkan Jumlah Stasiun

ID Stasiun

Pengirim

Jarak

(m) Data Terkirim Data Diterima Presentase %

1 3 2000 2000 100

2 7 2000 2000 100

3 12 2000 2000 100

4 40 2000 2000 100

Pengujian jumlah stasiun dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah stasiun yang bisa

berkomunikasi dengan stasiun Master. Pengujian dilakukan dengan menyambungkan 4 stasiun

yang tersusun seri ke satu Master. Pengujian tersebut dilakukan pada satu proses pengiriman.

Pengujian Pengiriman Data Berdasarkan Panjang Kabel

Pengujian panjang kabel dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh perangkat bisa

melakukan pengiriman data. Pengujian ini dilakukan secara bertahap mulai dari jarak jarak 1

m, 40 m, 300 m, dan 600 m. Dengan pengujian jarak tersebut bisa diketahui berapakah jeda

waktu dari mulai dikirim hingga mulai diterima lalu bisa diketahui juga apakah datanya

terkirim semua atau tidak, bisa dilihat pada Tabel 4.

Page 31: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

24

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 4. Hasil Pengiriman Percobaan Pertama Berdasarkan Panjang Kabel.

3 Kali Percobaan Pengiriman

Panjang

Kabel (m)

Jumlah

Data

Terkirim

Jumlah

Data

Diterima

Presentase

Penerimaan

(%)

Rata-rata delay (ms)

1 100 100 100 1,4

40 100 100 100 1,5

300 100 100 100 1,5

600 100 100 100 1,5

Berdasarkan hasil pengujian di atas apabila kecepatan kereta gantung 1 m/detik, maka

data akan diterima operator dalam kecepatan 1,001 detik sehingga operator bisa menerima nilai

data operasional secara langsung. Selain itu dengan terkirimnya data secara langsung, maka

peringatan untuk melakukan pengereman bisa ditetapkan pada jarak tertentu sehingga operator

tidak akan kelebihan dalam mengerem atau mengerem terlalu dini. Sebagai contoh apabila

ditetapkan jarak pengereman pada jarak 4 meter sebelum sampai tujuan, maka operator akan

menerima data ketika posisi kereta berada pada jarak 4,001 meter sebelum mencapai tujuan.

Perbandingan hasil penelitian dengan 2 penelitian sebelumnya Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Hasil Perbandingan dengan 2 Penelitian Sebelumnya

No Media Komunikasi Modul Komunikasi Presentase

Transmisi data

Rata-rata Delay

Penerimaan

1 Nirkabel Radio 2,4 GHz - 50,0 ms

2 Nirkabel (RF 433

MHz)

HC-12 80% 164,0 ms

3 Kabel MAX RS485 100% 1,4 ms

Berdasarkan Tabel 5 di atas, hasil penelitian ini bisa memperbaiki kekurangan pada

penelitian sebelumnya karena data diterima secara utuh dan langsung.

Tampilan Data Pada Master

Tampilan utama Interface ini memiliki komponen-komponen untuk menampilkan

informasi yang didapat dari setiap stasiun dalam bentuk angka dan diterapkan dalam bentuk

animasi sederhana seperti Gambar 5 di bawah ini:

Page 32: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

25

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 5. Tampilan Utama Interface

Pada tampilan ini ada beberapa Textbox utama yang menampilkan informasi dari tiap

stasiun dimana data yang ditampilkan adalah data posisi kereta. Data tersebut ditampilkan pada

textbox dengan label x sebagai jarak dan y sebagai ketinggian kereta. Lalu secara bersamaan

data x dan y tersebut akan ditampilkan dalam animasi sederhana yang bisa menggerakan kereta

pada gambar tersebut sesuai angka yang ditampilkan. Textbox lainnya menampilkan tanggal

dan waktu setempat sebagai informasi waktu. Lalu ada tombol keluar yang fungsinya untuk

kembali ke tampilan masuk.

KESIMPULAN

Berdasarakan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perangkat Master dan Client terdiri dari 1 Mikrokontroler, Catu daya dan modul

komunikasi.

2. Modul Komunikasi MAX RS485 dengan Media transmisi berupa kabel mampu

meningkatkan presentase penerimaan data dari 80% menjadi 100%.

3. Persentase penerimaan data lapangan dan juga data skala lab yaitu 100% dengan delay

penerimaan data rata-rata 1,44 ms-1,5 ms.

4. Pengiriman data berhasil dikirim dan diterima 100% oleh Master pada jarak 1 m, 40 m,

300 m, dan 600 m

Page 33: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

26

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

5. Jumlah stasiun yang diuji yaitu sebanyak 4 stasiun yang akan mengirim data ke Master

dan Master menerima data dari keempat stasiun tersebut dalam proses yang berlangsung

terus-menerus

6. Data yang dikirim untuk sementara yaitu nilai data simulasi posisi kereta dan ditampilkan

dalam interface display dengan aplikasi VB.Net.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih saya ucapkan kepada tim peneliti kereta gantung “Sasak Apung

Padjadjaran”,yaitu Bapak Mimin Muhaemin, Ph.D., Bapak Totok Herwanto, M.Eng., Bapak

Dedy Prijatna, MP., Bapak Muhammad Saukat, MT., Bapak Wahyu Kristian Sugandhi, M.Si.,

Bapak Asep Yusuf, MT., dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat kepada

Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, M Akbar. 2017. Rancang Bangun Sistem Pembatas Gerak Pada Kereta Gantung

“SAP” Desa Sunten Jaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Sumedang:

Universitas Padjadjaran.

Muhaemin, M. Dkk. 2013. Rancang Bangun dan Penerapan Teknologi Transportasi Kabel

Untuk Peningkatan Kinerja Gapoktan Wargi Panggupay di Desa Sunten Jaya,

Kecamatan Lembang, Bandung Barat. Program Prioritas Universitas Padjadjaran.

LPPM Universitas Padjadjaran: Bandung.

Mulkiyati, Zakiyah. 2018. Modifikasi Komunikasi Data Pengukuran Jarak Menggunakan

Telemetri Berbasis RF 433 MHz Untuk Pengendalian Kereta Gantung Sasak Apung

Padjadjaran. Sumedang: Universitas Padjadjaran.

Sritrusta, Sukharidoto. 2014. Jaringan Komputer. Surabaya: Politeknik Elektro Negeri

Surabaya.

Tanutama, Lukas. 1990. Pengantar Komunikasi Data. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Page 34: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

27

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

SISTEM INFORMASI BERBASIS WEB UNTUK KETERSEDIAN

PISANG LOKAL JAWA BARAT

DI KAMPUNG CAU PADJADJARAN

Amili Yohari1, Irfan Ardiansah1, Devi Maulida Rahmah1

1 Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

[email protected]

ABSTRAK

Kampung Cau Padjadjaran (KCP) adalah sebuah start-up distributor pisang yang bekerja

sama dengan para petani pisang di desa-desa yang berada di Kabupaten Sumedang, Sukabumi,

Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur. Hingga saat ini, KCP perlu memenuhi permintaan konsumen

sebanyak 10 ton per minggu. Jumlah tersebut masih dianggap rendah, salah satunya akibat dari

tidak tersedianya akses informasi yang baik dan terjangkau oleh khalayak ramai. Selain itu,

proses pengumpulan data pisang masih dilakukan secara manual dan offline tanpa adanya

sistem yang dapat diperbaharui secara

real-time setiap saat sehingga sering terjadi kekeliruan data antara pihak KCP dan petani

pisang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem informasi berbasis web guna

meningkatkan efektivitas pengumpulan data pisang dari 5 kabupaten serta meningkatkan akses

informasi dan penjualan pisang secara online. Perancangan sistem informasi dilakukan melalui

beberapa tahap, meliputi tahap awal (pengamatan lapangan), tahap perancangan (analisis

kebutuhan, desain web antarmuka pengguna, implementasi pemrograman) dan tahap akhir

(pengujian sistem informasi menggunakan metode pengujian black-box, hasil penelitian dan

kesimpulan). Hasil dari perancangan ini adalah terbentuknya sistem informasi yang mampu

memudahkan KCP dalam mengelola informasi data pisang dan memudahkan konsumen untuk

membeli dan mengetahui jenis-jenis pisang yang akan dibeli.

Kata Kunci: Efektivitas, Kampung Cau Padjadjaran, Pengujian Black-Box, Pisang, Sistem

Informasi.

Page 35: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

28

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayatinya di dunia, salah satunya adalah

buah pisang. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2016, buah pisang menempati

urutan pertama dari 10 besar produksi buah terbanyak di Indonesia.

Gambar 4. 10 Besar Produksi Buah di Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016

Gambar 1 di atas menunjukan buah pisang menempati peringkat pertama pada 10 besar

produksi buah dengan jumlah sebanyak 7 juta ton pada tahun 2016, diikuti oleh buah jeruk,

mangga, nenas, papaya, durian, salak, nangka, rambutan, dan semangka (BPS, 2016).

Tingginya produksi pisang tersebut menjadi potensi atau peluang untuk meningkatkan kegiatan

ekonomi perdagangan pisang (Hidayati & Suhartini, 2018).

Gambar 5. Produksi Pisang di Indonesia

Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nation, 2016

Gambar 2 menunjukkan produksi buah pisang dari tahun 2012 hingga 2015 mengalami

kenaikan dengan jumlah produksi tertinggi sebanyak 9,49 juta ton di tahun 2015, namun pada

tahun 2016 jumlah tersebut menurun menjadi 7 juta ton (FAO, 2016).

6,189,052 6,279,2906,862,568

9,496,058

7,007,125

6000000

6500000

7000000

7500000

8000000

8500000

9000000

9500000

10000000

2012 2013 2014 2015 2016

Satuan Ton

Tahun Produksi

Produksi Pisang di Indonesia

Page 36: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

29

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kampung Cau Padjadjaran (KCP) merupakan sebuah lembaga yang ada di Fakultas

Pertanian, Universitas Padjadjaran, yang mempunyai kegiatan terkait pengembangan dan

pemanfaatan sumber daya pisang lokal Jawa Barat. KCP juga berperan sebagai distributor

pisang, dimulai dari Pisang Kapas, Pisang Nangka, Pisang Ambon, dan lain-lain. KCP

menyalurkan pisang-pisang tersebut ke berbagai industri olahan pangan yang membutuhkan

atau menggunakan pisang sebagai bahan baku produksinya. Pisang-pisang tersebut bersumber

dari beberapa desa petani pisang yang ada di beberapa kabupaten di Jawa Barat, yaitu

Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan Sukabumi (Ismail dkk, 2016).

KCP masih mengumpulkannya dengan mendatangi langsung tiap desa mitra per minggu

dalam proses pengumpulan data stock atau ketersediaan pisang tiap desa. Jarak rata-rata yang

harus ditempuh untuk mengumpukan data dari kantor KCP hingga tiap desa mitra kelima

kabupaten adalah sejauh ±107,5 km dengan waktu selama ±4 jam untuk sekali jalan, dan jarak

rata-rata sejauh ±215 km dengan waktu selama ±8 jam untuk pulang-pergi. Hal tersebut dinilai

tidak efisien untuk dilakukan karena membuang waktu dan tenaga yang digunakan hanya untuk

perjalanan pengumpulan data. Selain itu, KCP juga belum memiliki sistem pengelolaan data

stock pisang dari tiap desa mitranya yang mana KCP perlu mengelola data pisang dengan total

sebanyak 10 ton per minggu. Jumlah data pisang tersebut dianggap sangat banyak untuk

dikelola.

Apăvăloaie (2014) menyatakan bahwa suatu organisasi perlu mengadopsi inovasi atau

teknologi baru agar dapat tetap bersaing dan mengembangkan bisnisnya, salah satunya adalah

internet. Internet merupakan teknologi yang dapat memudahkan organisasi tersebut dalam

mencari suatu informasi dengan cepat, efisien. Situmorang (2013) juga menyatakan bahwa

internet bermanfaat bagi seseorang untuk melakukan transaksi secara online. Keberhasilan

sistem informasi berbasis web guna membantu bisnis pada sektor pertanian juga dibuktikan

oleh Pujianto, Prayudha, dan Ardiansah (2017) dalam merancang sebuah sistem informasi

berbasis web untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi arus informasi pada PT X – yaitu

sebuah perusahaan produsen selada – agar informasi atau data penting perusahaan mulai dari

data produksi, pemasaran, hingga pengemasan dapat teratur dengan cepat dan akurat. Oleh

karena itu, perlu adanya sistem baru yang diadopsi oleh KCP guna mendukung pengumpulan

dan pengelolaan data pisang KCP secara online, yaitu sistem informasi berbasis web yang

dapat diakses dan diperbaharui di mana saja dan kapan saja dengan cepat dan akurat tanpa

memakan banyak waktu serta tenaga untuk digunakan.

Page 37: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

30

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

METODE PENELITIAN

Perancangan sistem informasi ini dilakukan dengan metode rekayasa object-oriented,

yaitu dengan membangun sistem informasi berbasis web untuk pengelolaan data pisang di

Kampung Cau Padjadjaran dengan menjadikan obyek sebagai kelas-kelas yang berbeda tanpa

adanya pengulangan penulisan kode lalu dihubungkan oleh setiap fungsi untuk ditampilkan

menjadi suatu user-interface atau halaman web. Berikut tahapan perancangan yang dilakukan:

Begin

Observation

Literature Study

Information System

Testing

Results and Conclusion

Done

1. Village Partner Location

2. Banana that are cultivated

Designing

User-Interface

Implementation

Adobe XD

- Visual Studio Code

- XAMPP

- MySQL

- PHP & SQL

Black Box

Testing

Need fixing?

[No]

[Yes]

Gambar 6. Alur Perancangan

Tahap Awal

1. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan secara langsung dengan mengikuti kegiatan KCP,

baik di sekretariat maupun di lokasi desa mitra KCP, untuk mengetahui semua lokasi desa mitra

dan berbagai macam pisang lokal yang dibudidayakan oleh KCP.

2. Studi Literatur

Setelah melakukan observasi, studi literatur dilakukan untuk mempelajari literatur yang

terkait dengan sistem informasi dan perancangannya.

Page 38: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

31

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Perancangan Sistem Informasi

1. Analisis Kebutuhan

Tahap ini dilakukan untuk menganalisis setiap kebutuhan sistem informasi.

2. Design User-Interface

Antarmuka dirancang untuk kepentingan estetika dan ergonomi dari sistem informasi.

3. Implementasi

Proses coding dilakukan untuk merancang sistem informasi sesuai dengan fungsi dan

antarmuka yang diinginkan.

Tahap Akhir

1. Pengujian Sistem Informasi

Sistem infomarsi yang telah dirancang akan diuji menggunakan black-box testing untuk

dianalisa fungsionalitasnya.

2. Hasil Penelitian dan Kesimpulan

Hasil penelitian yang dianalisa dengan black-box testing akan ditarik kesimpulannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

User-Interface

User-Interface (disingkat UI) merupakan salah output perancangan sistem informasi

yang dihasilkan untuk menyelesaikan penelitian ini. Terdapat dua UI yang berbeda yaitu untuk

user umum/konsumen dan untuk administrator.

Administrator

Data stok pisang akan selalu diperbaharui setiap minggu, maka diperlukan administrator

yang mengelola atau memerbaharui database pisang KCP. Terdapat dua jenis administrator:

1. Super admin

Super admin adalah administrator yang berperan sebagai penanggungjawab atas semua

pengelolaan sistem informasi. Hirarki super admin lebih tinggi dari admin.

2. Admin

Admin adalah administrator yang berperan sebagai penginput data stok pisang setiap

minggu. Tiap kabupaten memiliki 1 admin yang berbeda, sehingga jumlah admin keseluruhan

sebanyak 5 orang. 1 admin hanya bertanggung jawab atas data stok pisang 1 kabupaten dan

Page 39: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

32

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

tidak bisa mengakses kabupaten lainnya, maka kelima admin memiliki username dan password

yang berbeda satu sama lain.

User-Interface Sistem Informasi untuk User/Konsumen

Gambar 7. Tampilan Slider Greeting dan Tentang Kami

Slider greeting merupakan tampilan pertama yang dapat dilihat oleh pengguna saat

mengakses sistem informasi KCP. Terdapat header yang button navigasi mulai dari Home,

Tentang Kami, Produk, Stok, Kegiatan, dan Hubungi Kami seperti ada di Gambar 4 di atas.

Kemudian terdapat kolom Tentang Kami yang menjelaskan bentuk, kegiatan, dan tujuan dari

adanya Kampung Cau Padjadjaran.

Page 40: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

33

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 8. Tampilan Produk Pisang

Tampilan produk pisang menunjukkan gambar dari 12 pisang yang tersedia di KCP,

meliputi pisang ambon kuning, ambon lumut, kapas, kepok, manggala, manggala hitam, muli,

nangka, raja bulu, raja cerai, roid, dan tanduk.

Page 41: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

34

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 9. Tampilan Stok Pisang di 5 Kabupaten Jawa Barat

Tampilan Stok Pisang menunjukkan ketersediaan pisang di 5 kabupaten yang masing-

masing memiliki 5 desa mitra berikut dengan harga per kilogram dari tiap pisangnya sesuai

ketentuan masing-masing koodinator KCP tiap kabupaten.

Page 42: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

35

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 10. Tampilan Team, Kegiatan, dan Kontak KCP

Gambar 7 di atas menunjukkan tampilan kolom team, artikel kegiatan yang masih dalam

perancangan, dan kolom kontak dari KCP.

User-Interface Sistem Informasi untuk Super Admin dan Admin

Page 43: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

36

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 11. Log In Administrator

Tampilan gambar 8 di atas menunjukkan log in dari tiap admin yang dapat memerbaharui

tabel stok pisang 5 kabupaten. Setelah memasukan username dan password, administrator

dapat login untuk memperbaharui tiap harga dan stok pisang yang tersedia di KCP.

Gambar 12. Tampilan Database Admin Kabupaten Cianjur

Gambar 9 di atas merupakan tampilan database pisang KCP Kabupaten Cianjur, mulai

dari pisang ambon kuning, ambon lumut, kapas, kepok, manggala, manggala hitam, muli,

nangka, raja bulu, raja cerai, roid, dan tanduk. Admin dapat merubah dan menghapus data harga

dan stok pisang yang tersedia.

Page 44: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

37

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 13. Tampilan Database Super Admin KCP

Gambar 10 di atas merupakan tampilan data semua administrator yang aktif. Super admin

dapat merubah semua data yang ada di dalam sistem informasi, termasuk data stok pisang di

kelima kabupaten.

Gambar 14. Tampilan Data Pembeli Pisang

Gambar 11 di atas merupakan tampilan data pembeli yang telah membeli pisang sebagai

rekapitulasi data yang hanya dapat diakses oleh super admin.

KESIMPULAN

Borosnya biaya dan waktu yang digunakan hanya untuk mengumpulkan data dari desa-

desa petani mitra KCP yang tersebar di beberapa kabupaten yang ada di Jawa Barat

menyebabkan biaya operasional tidak efisien. Selain itu, pengelolaan data secara manual atau

Page 45: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

38

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

tanpa adanya sistem informasi juga menyebabkan management data pisang kurang efisien pula.

Sistem informasi berbasis web yang dirancang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi

pengelolaan data pisang, memotong biaya operasional, serta meningkatkan kinerja KCP

menjadi lebih dinamis dan fleksibel, karena keberhasilan suatu sistem informasi salah satunya

telah dibuktikan oleh Pujianto dkk (2017) yang meningkatkan efisiensi arus informasi secara

cepat dan akurat pada pengelolaan data di perusahaan produsen selada. Perancangan sistem

informasi berbasis web ini baru sampai tahap implementasi penulisan kode pemrograman.

Setelah proses hosting website selesai, sistem informasi akan diuji dengan pengujian black-

box. Pengujian black-box adalah sebuah pengujian sistem dan operasi yang berjalan pada

fungsi yang ada untuk mengetahui apakah rancangan sistem sesuai dengan yang diharapkan.

Terdapat beberapa perubahan dari user-interface yang mungkin akan dilakukan di masa

depan, karena perancangan sistem informasi ini juga bermaksud untuk memudahkan konsumen

dalam pemesanan seperti kejelasan lokasi ketersediaan pisang, hal tersebut akan berhubungan

dengan ongkos kirim dari pisang-pisang yang dipesan. Kemudian, adanya sistem informasi

juga akan berpengaruh kepada penambahan sumber daya manusia yang berperan dalam

mengelola sistem informasi tersebut, yaitu admin dan super admin. Admin bertugas untuk

mengumpulkan data stock pisang di masing-masing desa mitra KCP. Data-data yang telah

terkumpul akan dilaporkan oleh admin tiap desa kepada super admin yang bertanggungjawab

langsung atas sistem informasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Ade Ismail, S.P, M.P. selaku

Founder dan CEO dari Kampung Cau Padjadjaran yang telah menyetujui dan mendanai seluruh

biaya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Apăvăloaie, E.-I. (2014). The Impact of the Internet on the Business Environment. Procedia

Economics and Finance, 15(14), 951–958. https://doi.org/10.1016/S2212-

5671(14)00654-6

BPS. (2016). Pisang, Buah Paling Banyak Diproduksi di Indonesia. BPS. Retrieved from

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/17/pisang-buah-paling-banyak-

diproduksi-di-indonesia

Page 46: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

39

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

FAO. (2016). Produksi Pisang di Indonesia. FAO.

Hidayati, T. N., & Suhartini, S. (2018). Analisis Daya Saing Ekspor Pisang (Musa Paradiaca

L.) Indonesia di Pasar Asean dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 2(4), 267–278.

https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2018.002.04.2

Ismail, A., Hesya, A., Cau, K., & Kcp, P. (2016). Profil bisnis, 2016, 1–33.

Pujianto, T., Prayudha, A., & Ardiansah, I. (2017). Application Development To Manage Data

And Information On Lettuce Production Companies, 1(1), 9–16.

Situmorang, J. R. (2013). Pemanfaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik ,

Bisnis , Pendidikan Dan Sosial Budaya. Jurnal Administrasi Bisnis, 8(2), 77–91.

Page 47: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

40

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGENDALIAN MUTU KADAR AIR TEH HITAM ORTHODOKS DI

PTPN VIII MENGGUNAKAN STATISTICAL QUALITY CONTROL

Ananda Iskandarsyah Putra1, Chay Asdak2, Boy Macklin P Prawiranegara2

1)Program Studi Teknik Pertanian , Universitas Padjadjaran 2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 43563

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia yaitu menempati

peringkat tujuh di dunia (International Tea Committee, 2017). PTPN VIII merupakan

perusahaan pengolahan teh hitam terbesar di Indonesia. Kadar air teh merupakan salah satu

bagian yang cukup penting karena berpengaruh terhadap citarasa teh itu sendiri. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan

kadar air teh di kebun teh ciater dan memberikan solusi dalam memperbaiki kinerja perusahaan

dalam proses sortasi kering teh hitam orthodoks. Metode penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dengan pendekatan Statistical Quality

Control”, survey dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan data primer mengenai keadaan

usaha. Keadaan usaha tersebut dapat mengenai permasalahan yang dihadapi maupun peluang

usaha yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Metode ini menggunakan analisis data yang

dihasilkan dari melihat keadaan lapangan secara langsung untuk mengetahui hasil

permasalahan yang ada di lapangan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan

Kadar air teh hitam jenis Fanning II pada penelitian ini seluruhnya diluar batas kendali dari

yang telah ditentukan dalam SOP PT. Perkebunan Nusantara VIII. Cara mengendalikan kadar

air teh hitam orthodoks dengan mengganti mesin-mesin tua yang sering mengalami kerusakan

dengan mesin yang baru agar proses produksi dapat dimaksimalkan.

Kata kunci: Pengendalian Mutu, Statistical Quality Control, Pengendalian Mutu Kadar Air

Teh Hitam

PENDAHULUAN

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia yaitu menempati

peringkat tujuh di dunia (International Tea Committee, 2017). PT. Perkebunan Nusantara VIII

atau lebih banyak dikenal dengan sebutan PTPN VIII dulunya merupakan Badan Usaha Milik

Negara Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan teh, kina, karet, kakao, getah perca dan

kelapa sawit. PTPN VIII merupakan perusahaan pengolahan teh hitam terbesar di Indonesia.

Page 48: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

41

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Teh merupakan salah satu komoditas pangan yang penting dikonsumsi oleh masyarakat karena

teh memiliki banyak manfaat khususnya bagi kesehatan manusia.

Lebih dari 85% produksi teh di Indonesia berupa teh hitam orthodoks. Kualitas pucuk

sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas teh kering dan penanganannya mulai dari

pemetikan penampungan di loss pucuk, pewadahan dan pengangkutan sampai di pabrik. Jenis

pemetikan yang baik adalah medium murni dengan analisa pucuk minimal 60% halus. Standar

petik yang kasar terkait dengan perolehan serat yang tinggi dan menyebabkan kualitas teh yang

rendah (Mahanta, 1990).

Teh memiliki peluang yang semakin terbuka dengan diikuti peningkatan mutu teh

tersebut serta perluasan jangkauan pemasaran ke daerah-daerah yang memiliki peran penting.

Setiap perkebunan teh membutuhkan majemen mutu, salah satunya adalah pengecekan kadar

air setelah proses sortasi kering. Kadar air pada teh setelah proses sortasi kering dapat dengan

mudah terpengaruh oleh lingkungan. Terdapat beberapa metode untuk menjalankan

manajemen mutu, salah satunya adalah dengan menggunakan metode Statistical Quality

Control (SQC). Statistical Quality Control (SQC) dapat berguna untuk menentukan sebuah

standar serta mengecek kesesuaian produk demi mencapai operasi manufaktur yang

masksimum.

Identifikasi masalh dalam peneletian kali ini adalah apakah mutu kadar air teh hitam

orthodoks pada proses sortasi kering di PTPN VIII Kebun Teh Ciater dapat terkendali dengan

menggunakan Statistical Quality Control dan bagaimana cara mengendalikan mutu kadar air

teh hitam orthodoks pada proses sortasi kering di PTPN VIII Kebun Teh Ciater dengan metode

Statistical Quality Control. Penelitian ini juga memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-faktor

penyebab perubahan kadar air pada proses sortasi kering di PTPN VIII Kebun Teh Ciater Jawa

Barat dan untuk memberikan solusi dalam memperbaiki kinerja perusahaan pada proses sortasi

kering teh hitam orthodoks.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan satu perkebunan teh sebagai objek penelitian guna

mempermudah proses identifikasi perkebunan teh secara umum. Perkebunan teh tersebut

termasuk kedalam PT. Perkebunan Nusantara (PT. PERKEBUNAN NUSANTARA) VIII yang

terletak di Ciater, Jawa Barat dan analisis kinerja dilakukan di Laboratorium Sistem

Page 49: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

42

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Manajemen Mekanisasi Pertanian FTIP Universitas Padjadjaran terhitung pada bulan April

2019 hingga Juni 2019.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif

dengan pendekatan survey dan wawancara demi mendapatkan data primer mengenai keadaan

usaha. Keadaan usaha tersebut dapat mengenai permasalahan yang dihadapi maupun peluang

usaha yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Metode ini menggunakan analisis data yang

dihasilkan dari melihat keadaan lapangan secara langsung untuk mengetahui hasil

permasalahan yang ada di lapangan.

Metode deskriptif adalah suatu metode yang meneliti status sekelompok manusia, objek,

atau suatu set kondisi, dalam suatu sistem pemikiran atau peristiwa pada masa sekarang.

Penelitian deskriptif ini memiliki tujuan yaitu untuk membuat deskripsi atau gambaran secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki (Nazir, 1988).

Penelitian ini juga dilakukan secara eksploratif yaitu dengan melakukan kegiatan

wawancara serta obsevasi ke lapangan yang bertujuan untuk melihat gambaran kondisi kebun

teh ciater saat melakukan produksi teh hitam orthodoks. Pendekatan Statistical quality control

(SQC) dilakukan untuk pengendalian mutu saat produksi teh di perusahaan sesuai dengan

berpatok kepada SNI yang telah ditetapkan.

Tahapan penelitian ini dimulai dari penentuan parameter mutu teh hitam orthodoks, yaitu

berdasarkan SOP PTPN VIII, kadar air jenis Fanning II maksimal sebesar 5%. Selanjutnya

adalah proses engambilan sampel kadar air teh hitam orthodoks jenis Fanning II sebanyak 1000

sampel. Sampel ini diambil selama 20 hari dengan pengambilan 50 jumlah sampel per harinya.

Setelah data sudah mencukupi, selanjutnya data diolah menggunakan peta kendali. Setelah data

diolah menggunakan peta kendali, hasil data dapat tergambarkan melalui diagram dan saat

dibandingkan dengan kadar air teh hitam orthodoks jenis Fanning II sesuai dengan SOP PTPN

VIII. Dari sampel data yang dihasilkan dapat dilihat Upper Control Line, Center Line dan

Lower Control Line nya. Dari hasil data yang didapatkan juga dapat dilakukan pengelasan

sesuai dengan besarnya data kadar air. Lalu dari hasil pengelasan, data tersebut dapat dibuat

diagram pareto. Tahapan yang terakhir yaitu membuat Fisbone diagram untuk mengetahui

sebab akibat dari data kadar air yang diasilkan.

Page 50: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

43

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dapat terlihat dengan jelas jarak antara UCL, CL dan LCL pada data kadar air yang

didapat selama penelitian cukup jauh dengan kadar air yang sesuai dengan SOP. Dari hasil

perhitungan sesuai rumus untuk mencari UCL, CL dan LCL didapatkan nilai UCL sebesar

8,43%, nilai CL sebesar 7,98% dan LCL sebesar 7,53%. Sedangkan dalam SOP tertulis untuk

kadar air teh hitam orthodoks yaitu sebesar 5%.

Gambar 1. Deskripsi Produk Teh Hitam Orthodoks Fanning II

Gambar 2. Peta Kendali Kadar Air Teh Hitam Orthodoks Kebun Teh Ciater

Perbandingan data kadar air yang telah didapatkan oleh peneliti dengan kadar air yang

telah ditentukan di dalam SOP memiliki jarak yang cukup jauh. Hal tersebut dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti tenaga kerja, mesin yang digunakan, prosedur kerja, bahan baku

yang digunakan serta media atau tempat dan keadaan di sana. Apabila dilihat dari hasil peta

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49

CONTROL CHART

DATA UCL CL UCL UCL SOP CL SOP LCL SOP

Page 51: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

44

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kendali yang didapatkan, hasil sampel data kadar air teh hitam orthodoks jenis Fanning II yang

didapatkan sangat jauh untuk masuk kedalam SOP yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan perbaikan dalam seluluh aspek mulai dari awal awal produksi sampai ke proses

pengepakan.

Dari hasil perhitungan yang didapat, untuk kadar air teh hitam ini terbagi menjadi 11

kelas dengan range sebesar 0,45% kadar air di setiap kelasnya. Dari 1000 data kadar air yang

didapat saat penelitian, untuk kadar air minimum yaitu sebesar 5,05%. Oleh karena itu, kelas

dimulai dari kadar air teh sebesar 5,05% dan berakhir pada kadar air teh sebesar 10,1%. Dan

dari 11 kelas tersebut, tidak ada satupun kelas yang masuk ke dalam batas toleransi kadar air

teh hitam pada proses sortasi kering jenis Fanning II.

Gambar 3. Pareto Chart (Perbandingan Data dan Presentase)

Tenaga kerja yang bekerja PTPN VIII kebun teh Ciater rata-rata sudah tidak muda lagi.

Dengan umur yang sudah tidak muda lagi, kecepatan dalam roses produksi teh dapat dikatan

cukup lambat. Lalu mesin-mesin untuk proses produksi yang digunakan di perkebunan teh ini

sudah terbilang cukup tua dan sering mengalami kerusakan. Kerusakan yang dialami oleh

mesin-mesin tersebut mengganggu kedalam proses produksi karena proses produksi menjadi

berhenti sesaat. Prosedur kerja yang dilakukan di Kebun teh Ciater ini juga tidak sesuai SOP.

Teh hasil pelayuan seharusnya langsung masuk ke OTR setelah itu masuk ke PCR melalui

mesin DIBN. Akan tetapi pada kenyataannya dikarenakan mesin OTR hanya berfungsi tiga

dari lima, maka teh hasil pelayuan sebagian dimasukan terlebih dahulu ke mesin PCR dan

selanjutnya dimasukan kembali ke mesin OTR. Hal tersebut dikarenakan banyaknya hasil

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

5,05 -5,5

5,51 -5,96

5,97 -6,42

6,43 -6,86

6,87 -7,34

7,35 -7,8

7,81 -8,26

8,27 -8,72

8,73 -9,18

9,19 -9,64

9,45 -10,1

PARETO CHART

Data Persentase

Page 52: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

45

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

pelayuan teh akan tetapi mesin OTR terbatas, sehingga untuk mempersingkat waktu, SOP tidak

dilakukan sesuai prosedur.

Gambar 4. Diagram Alir Tahapan Proses Pengolahan Teh Hitam Orthodoks

Kondisi suhu ruang di pabrik juga terpengaruh oleh suhu di luar pabrik karena terdapat

ventilasi yang cukup besar di dinding-dinding pabrik. Apabila suhu pabrik terlalu panas, maka

dapat dikontrol dengan menyalakan beberapa kipas angin yang terpasang di pabrik itu sendiri.

Akan tetapi apabila suhu pabrik terlalu dingin, pabrik belum memiliki solusi untuk menaikan

suhu sehingga hal tersebut perpengaruh terhadap kadar air hasil produksi teh hitam orthodoks

di PTPN VIII Perkebunan teh Ciater.

Gambar 5 Fishbone Diagram Perkebunan Teh Ciater

KESIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kadar air teh hitam jenis Fanning II pada

penelitian ini seluruhnya diluar batas kendali dari yang telah ditentukan dalam SOP PT.

Perkebunan Teh Ciater

Tidak Ada PelatihanTidak Sesuai SOP

Suhu Pabrik Lembab

Page 53: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

46

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Perkebunan Nusantara VIII dan cara mengendalikan kadar air teh hitam orthodoks dengan

mengganti mesin-mesin tua yang sering mengalami kerusakan dengan mesin yang baru agar

proses produksi dapat dimaksimalkan. Adapun saran pada penelitian ini yaitu membuat sesuatu

revitalisai sumber daya manusia dalam manajemen perusahaan serta memperbaharui mesin-

mesin tua yang sering mengalami kerusakan dengan mesin-mesin yang baru.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan

bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini akhirnya dapat

diselesaikan. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati yang paling dalam, penuls

mengucapkan terima kasih yang begitu besar kepada Bapak Ir. Chay Asdak M.Sc., Ph.D. dan

Bapak Dr. Boy Macklin Pareira Prawiranegara S.T., M.Si. yang senantiasa membimbing dalam

penelitian ini, kepada Bapak Rizky Mulya Sampurna S.TP., M.Sc. selaku dosen penguji pada

penelitian ini, serta kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu

sebagai pembimbing lapangan pada saat penelitian di PTPN VIII Kebun Teh Ciater.

DAFTAR PUSTAKA

International Tea Committee. 2017. Annual Bulletin of Statitics 2017. London. International

Tea Committee

Mahanta, P.K. Hazarika, M. Baruah, S. 1990. Influence of Plucking and Processing on Cell

Wall and Soluble Component in Black Tea.Two and a bud 37 (1) P:17-19.

Moh. Nazir. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.

Page 54: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

47

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PERANCANGAN PROGRAM UTAMA PENGELOLAAN SERVER

GUNA MENDUKUNG APLIKASI DECISION SUPPORT SYSTEM

TENTANG PRODUKSI PADI

Anggita Minar Furisca1), Muhammad Saukat2), Mimin Muhaemin3)

1)Program Studi Teknik Pertanian Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebutuhan akan adanya komputer dengan peran sebagai server untuk menyediakan ruang yang

memiliki jaringan terhubung guna menyimpan dan memproses data serta informasi semakin meningkat

dari tahun ke tahun. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan produksi tanaman padi seringkali

memerlukan pengetahuan luas dan analisis mendalam. Guna mempermudah proses dalam mengambil

keputusan, digunakan alat bantu sistem yang dikenal dengan istilah Decision Support System (DSS)

dengan fasilitas internet serta server. Layanan dalam server dibutuhkan untuk pengelolaan file, hasil,

foto dan lain – lain, dimana resource ini harus dikelola secara optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan

pengelolaan dari sisi server. Program utama pengelolaan server dirancang dengan tujuan dapat

mengelola data, melakukan proses pencadangan basis data secara berkala dan menjadwalkan jalannya

beberapa program. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode rekayasa perangkat lunak,

dimana proses didalamnya disebut Software Development Life Cycle (SDLC). Program dibuat dengan

Bahasa Basic menggunakan Visual Basic .NET dan basis data yang digunakan adalah Microsoft SQL

Server. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah telah berhasil dibuat program validasi basis data

mengenai permintaan dari aplikasi DSS. Program yang dibuat mampu memproses permintaan yang

masuk ke server sebagai pencakup (support) berlangsungnya proses DSS tentang produksi padi melalui

aplikasi.

Kata Kunci: Server, Visual Basic .NET, Microsoft SQL Server

PENDAHULUAN

Keberadaan teknologi kini menjadi hal yang wajib dalam berbagai bidang pekerjaan. Salah satu

penerapan teknologi adalah pada bidang informasi. Menurut Gordon B Davis (1999), informasi dari

sudut pandang sistem informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi

penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang. Teknologi informasi

mengalami kemajuan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan

akan adanya komputer dengan peran sebagai server semakin meningkat. Server tersebut berperan dalam

menyediakan ruang yang memiliki jaringan terhubung guna menyimpan dan memproses data serta

informasi, baik itu bagi individu, organisasi, maupun perusahaan.

Page 55: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

48

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Keberadaan padi sebagai komoditas tanaman pangan utama di Indonesia membuat proses

produksinya perlu dimaksimalkan. Beberapa faktor penentu tingkat produksi padi, diantaranya adalah

luas lahan yang digunakan untuk budidaya padi, cuaca atau kondisi alam yang tidak menentu serta

serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

produksi tanaman padi memerlukan pengetahuan luas dan analisis yang mendalam. Guna

mempermudah proses pengambilan keputusan, digunakan alat bantu sistem yang dikenal dengan istilah

Decision Support System (DSS). Aplikasi DSS mengenai produksi padi dirancang oleh Program Studi

Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran dengan fasilitas internet dan layanan server. Layanan dalam

server dibutuhkan dalam proses pengelolaan file, hasil rekomendasi dari aplikasi DSS, foto dan lain –

lain. Aplikasi DSS ini dapat diakses dengan dua cara, yaitu menggunakan teknologi telepon pintar

(smartphone) dan melalui web.

Data yang terkait dengan aplikasi DSS tentang produksi padi akan dikirimkan ke server. Data

tersebut meliputi data permintaan, baik itu berupa foto, text file, dan lain – lain. Permintaan berkaitan

dengan aplikasi DSS, akan dimuat pada basis data dan folder dari server itu sendiri, yang kemudian

akan diproses untuk kebutuhan pengambilan keputusan pada aplikasi DSS. Data yang tersimpan dalam

suatu server perlu dikelola dengan baik, agar server dapat bekerja dengan efisien tanpa terganggu

kinerjanya. Pada server, belum terdapat program yang dapat memproses data dari aplikasi DSS.

Pengelolaan pada sisi server bertujuan untuk mendukung aplikasi DSS dengan cara mengelola data,

melakukan proses pencadangan basis data secara berkala, menjamin keamanan basis data dan

menjadwalkan jalannya beberapa program. Layanan dalam server harus dikelola secara optimal,

mengingat server adalah pusat dari lalu lintas data. Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan dari sisi

server. Program utama ini dibuat dengan Bahasa Basic menggunakan Microsoft Visual Basic .NET

serta Microsoft SQL Server sebagai basis datanya.

Data adalah deskripsi tentang benda, kejadian, aktivitas dan transaksi yang tidak mempunyai

makna atau tidak berpengaruh secara langsung kepada pengguna (user) (Kadir, 2014). Data merupakan

bentuk dalam komponen dasar (baik berupa benda, angka, nomor, kejadian, catatan dan lain - lain) yang

perlu diolah lebih lanjut menjadi suatu model untuk menghasilkan informasi. Kegunaan data adalah

untuk memperoleh gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan dan membuat keputusan atau

memecahkan persoalan. Data diorganisasikan dalam suatu hirarki yang terdiri dari entity, atribut atau

elemen data, isi (data value), rekaman (record) dan berkas (file). Informasi merupakan hal yang sangat

penting bagi manajemen di dalam pengambilan keputusan. Informasi merupakan salah satu bentuk

sumber daya utama dalam suatu organisasi yang digunakan oleh manager untuk mengendalikan

perusahaan dalam mencapai tujuan (Jogiyanto, 2005).

Visual Basic .NET adalah Visual Basic yang direkayasa kembali untuk digunakan pada platform

.NET, sehingga aplikasi yang dibuat menggunakan Visual Basic .NET dapat berjalan dengan sistem

Page 56: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

49

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

komputer apa pun, serta dapat mengambil data dari server dengan tipe apa pun, dengan syarat .NET

Framework sudah dipasang (install). Umumnya, Visual Basic .NET terpaket dalam Visual Studio .NET.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode rekayasa perangkat lunak, dimana prosesnya disebut dengan

rekayasa sistem yang menerapkan Software Development Life Cycle (SDLC) WaterFall. Metode ini

merupakan pola yang diambil untuk mengembangkan sistem perangkat lunak, yang terdiri dari tahap

rencana (planning), desain (design), implementasi (implementation), uji coba (testing) dan pengelolaan

(maintenance).

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari Bulan Maret hingga Juni 2019, bertempat di Laboratorium Sistem

dan Manajemen Mekanisasi Pertanian dan Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi

Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.

B. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian terbagi dari perangkat keras dan perangkat lunak.

Perangkat keras terdiri dari komputer server dan laptop. Sedangkan perangkat lunak terdiri dari Visual

Studio dan Microsoft SQL Server.

C. Tahapan Penelitian

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahap, dimulai dari identifikasi

masalah, studi literatur, perancangan kriteria program, perancangan program dan pengujian. Identifikasi

masalah dalam penelitian yakni belum adanya program utama pada sisi server yang dapat mengolah

data dari aplikasi DSS. Dalam tahapan ini ditentukan pula tujuan penelitian yang dimaksudkan untuk

menjawab permasalahan yang telah teridentifikasi. Tujuan dilaksanakannya penelitian adalah untuk

Page 57: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

50

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

merancang program utama pengelolaan server yang berguna untuk memproses data permintaan dari

aplikasi DSS.

Selanjutnya masuk ke tahap studi literatur, studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data

dan informasi dari sumber literatur yang terpercaya dan penelitian-penelitian lain yang terkait. Hal

tersebut bermanfaat untuk memperkuat konsep dalam menciptakan solusi untuk masalah yang telah

teridentifikasi. Studi literatur yang didapat, mencakup Aplikasi Decision Support System (DSS)

produksi padi, data dan informasi, basis data, Visual Basic .NET serta Microsoft SQL Server.

Setelah tahap studi literatur selesai, dilanjut ke tahap perancangan kriteria program dilakukan

untuk mencari kriteria-kriteria apa saja yang diperlukan sehingga program sesuai dengan kebutuhan

pengguna dan nanti bisa menjalankan fungsi yang sesuai sebagaimana mestinya. Berikut disajikan

kriteria perancangan dari program:

1. Program mampu mengelola permintaan yang masuk dan menyajikan hasil rekomendasi dalam

bentuk teks file, mampu memilah data gambar yang masuk serta mampu menampung gambar

yang sudah diolah dalam satu folder khusus.

2. Program dapat memanggil program pengelolaan citra untuk mengelola data gambar yang masuk.

3. Program dapat mengoperasikan database, seperti create, retrieve, update dan delete. Selain itu,

dapat juga melakukan backup)database.

4. Program dapat membuat catatan proses (log) dari aktivitas server.

5. Program dieksekusi dengan memanfaatkan task scheduler dan/atau program startup pada sistem

operasi Windows.

Setelah kriteria perancangan tersusun, masuk ke tahap perancangan program. Tahap ini dilakukan

untuk menerjemahkan kriteria-kriteria program yang telah diperoleh menjadi baris-baris kode sehingga

dapat di-compile menjadi file yang bisa dieksekusi oleh sistem operasi windows.

Tahap yang terakhir adalah tahap pengujian. Tahap ini dilakukan untuk menguji apakah program

yang telah dibuat sesuai dengan kriteria perancangan dan berfungsi sesuai dengan dikehendaki. Jika

masih belum sesuai, maka kembali pada tahap perancangan program dan jika sudah selesai maka

penelitian telah selesai dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancangan Program

Penelitian mengenai perancangan program utama pengelolaan server ini dirancang untuk mampu

memproses data yang masuk pada server dengan menggunakan Bahasa Basic dan Microsoft SQL

Server sebagai database storage engine. Program dimulai dari validasi tabel permintaan, melakukan

proses update tabel pemrosesan, melakukan manajemen folder dan file, melakukan pencadangan basis

Page 58: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

51

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

data SQL Server, memanggil dan menjalankan program lain untuk mengolah foto serta mengirim hasil

rekomendasi.

Adapun pseudocode dari program validasi tabel permintaan yang dirancang adalah sebagai

berikut:

Koneksi ke database

Baca teks file yang berisi nomor rekord

Isi teks file dijadikan variabel

Pilih nomor rekord terakhir dari tabel permintaan

Melakukan pengulangan dari variabel hingga rekord terakhir di tabel permintaan

Melakukan validasi permintaan

- Update lokasi_OK pada tabel pemrosesan

Pilih nama_folder dari tabel permintaan

Membuka file lokasi.txt dari dalam folder

Jika file tidak kosong, maka update lokasi_OK menjadi 1

Jika file kosong, maka lokasi_OK tetap 0

- Update koordinat_ada pada tabel pemrosesan

Pilih latitude dari tabel permintaan

Jika latitude tidak kosong, maka update koordinat_ada menjadi 1

Jika latitude kosong, maka koordinat_ada tetap 0

- Update foto_ada pada tabel pemrosesan

Membuat fungsi cek_foto

Pilih nama_folder dari tabel permintaan

Jika terdapat file .jpg, maka fungsi bernilai true

Jika tidak terdapat file .jpg, maka fungsi bernilai false

Jika kondisi true, maka update foto_ada menjadi 1

Jika kondisi false, maka foto_ada tetap 0

- Update foto_sudah_diproses pada tabel pemrosesan

- Update foto_proses_OK pada tabel pemrosesan

- Update pupuk_rekomendasi_sudah pada tabel pemrosesan

- Update notifikasi_sudah_dikirim pada tabel pemrosesan

- Update jawab_sudah_dikirim pada tabel pemrosesan

Membuat fungsi ubah Hasil_jawaban

Pilih nama_folder dari tabel permintaan

Buka Hasil_jawaban.txt

Ubah isi Hasil_jawaban

Panggil fungsi ubah Hasil_jawaban jika parameter sudah true

Pengulangan proses validasi ke no rekord setelahnya

Page 59: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

52

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Hasil Validasi Tabel Permintaan

Program validasi permintaan ditujukan untuk melihat kelengkapan data permintaan masing –

masing rekordnya. Hasil dari program ini terlihat pada tabel pemrosesan pada basis data. Hal yang

pertama untuk memulai proses update adalah membaca isi teks file yang berisi nomor rekord, yang

kemudian dijadikan variabel untuk memulai proses looping (pengulangan). Pada Gambar 2 disajikan

isi dari teks file yang dijadikan acuan untuk memulai proses pengulangan.

Gambar 2. Teks file yang berisi no.rekord

Berikut disajikan tabel pemrosesan dengan sepuluh rekord yang belum dilakukan proses

validasinya.

Gambar 3. Sebelum dilakukan proses update

Setelah dilakukan proses validasi, maka berikut disajikan hasil dari program yang sudah dibuat.

Gambar 4. Setelah dilakukan proses update

Page 60: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

53

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa telah berhasil

dibuat program validasi basis data mengenai permintaan dari aplikasi DSS tentang produksi padi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada tim peneliti “DSS Yanmar” Universitas

Padjadjaran yang telah memberikan bantuan tempat dan dana untuk penelitian dan kepada seluruh pihak

yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Davis, Gordon B. 1999. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian I: Pengantar.

Diterjemahkan Oleh Andreas S. Adiwardana. Cetakan kesebelas, PT Ikrar Mandiriabadi.

Hidayatullah, Priyanto. 2015. Visual Basic NET (Membuat Aplikasi Database dan Program

Kreatif), Revisi Kedua. Bandung: Informatika.

Jogiyanto, H.M., 2005, Analisa dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori

dan Praktik Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi.

Kadir, Abdul. 2014. Pengenalan Sistem Informasi Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

Page 61: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

54

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KAJIAN PENAMBAHAN GELATIN TULANG IKAN TENGGIRI

(Scomberomorus commerson) TERHADAP KARAKTERISTIK ES KRIM

Anisa Fadhila1

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjajaran

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang 43563

E-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Es krim merupakan salah satu hasil olahan yang berbasis susu yang menyediakan asupan

gizi yang cukup tinggi. Proses pembuatan es krim dibutuhkan bahan penstabil atau stabilizer.

Bahan penstabil yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu gelatin. Penelitian kali ini

menggunakan tulang ikan tenggiri sebagai bahan dasar pembuatan gelatin, dimana kandungan

protein tulang ikan yang cukup tinggi dapat dijadikan sebagai gelatin. Maka dari itu, tujuan

penelitian kali untuk menentukan bagaimana hubungan konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri

yang tepat dalam pembuatan es krim agar menghasilkan karakteristik es krim yang baik.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan Uji

ranking pada pengujian organoleptik warna, flavor, kelembutan, dan after taste. Percobaan

terdiri dari 4 perlakuan dengan penambahan konsentarasi gelatin tulang ikan tenggiri yang

berbeda-beda yaitu 0%;0,1%;0,3% dan 0,5% serta menggunakan 15 panelis yang dianggap

sebagai ulangan. Hasil penelitian kali ini terhadap warna dan flavor es krim memiliki hasil

yang sama yaitu semakin sedikit penambahan konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri maka

akan semakin disukai dan tidak berbeda nyata. Sedangkan hasil kelembutan dan after taste es

krim berbeda nyata, tetapi pada kelembutan es krim semakin banyak penambahan konsentrasi

gelatin tulang ikan maka akan semakin disukai sedangkan after taste es krim semakin sedikit

penambahan konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri maka akan semakin disukai. Kesimpulan

dari penelitian kali ini warna dan flavor es krim tidak berbeda nyata sedangkan kelembutan

dan after taste es krim berbeda nyata tetapi hanya kelembutan es krim yang semakin tinggi

konsentrasi yang tambahkan maka semakin disukai panelis.

Kata Kunci : es krim, tulang ikan, organoleptic

PENDAHULUAN

Es krim merupakan salah satu hasil olahan yang berbasis susu yang menyediakan asupan

gizi yang cukup tinggi. Komposisi es krim paling baik mengandung 15% sukrosa, 0,3% bahan

penstabil dan pengemulsi, 12% lemak, 11% padatan susu tanpa lemak, dan 38,3% total padatan

(Mc Sweeney & Fox, 2009). Berdasarkan BSN (1995), syarat mutu es krim yaitu memiliki

Page 62: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

55

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

penampakan, bau, dan rasa yang normal, lemak minimum 5%, protein minimum 2,7%, gula

(sukrosa) minimum 8%, total padatan minimum 34%, dan kualitas pelelehan 15 – 25 menit.

Proses pembuatan es krim dibutuhkan bahan penstabil atau stabilizer.

Penggunaan bahan penstabil pada es krim berfungsi untuk mencegah terbentuknya kristal

es yang besar, mempertahankan stabilitas emulsi, memperbaiki tekstur, memperlambat

pelelehan, dan dengan adanya penstabil maka akan menghasilkan es krim yang lebih lembut

dan halus (Sursrini, 2003). Bahan penstabil yang biasanya digunakan dalam pembuatan es krim

yaitu Na-alginat, karagenan, gum arab, pektin, CMC (Carboxymethill Cullulose), dan gelatin

dengan konsentrasi 0,1% - 0,5% (Padaga dan sawitri, 2006). Dari banyaknya jenis bahan

penstabil yang digunakan, bahan penstabil yang akan digunakan dalam penelitian kali ini yaitu

gelatin.

Gelatin dalam industri pangan berfungsi sebagai pengemulsi, perekat, pengental,

pembentuk gel, pembentuk busa, pengatur elastisitas, penstabil, serta memiliki daya cerna yang

tinggi dan dapat diatur (Yenti et al., 2016; Kumala, 2017). Penggunaan bahan penstabil gelatin

dalam pembuatan es krim akan menghasilkan kualitas es krim yang lebih baik jika

dibandingkan dengan bahan penstabil lainnya (Hartatie, 2011). Sumber gelatin yang utama

berasal dari tulang dan kulit mamalia seperti tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi (Harianto,

2008). Sumber gelatin juga dapat diperoleh dari hewan lainnya, salah satunya ikan.

Ikan dipilih sebagai alternatif sumber dari bahan baku pembuatan gelatin didasarkan pada

produksi perikanan di indonesia yang cukup tinggi. Salah satu sumber protein juga dapat

dihasilkan dari tulang ikan, dimana kandungan protein tulang ikan yang cukup tinggi dapat

dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan gelatin. Maka dari itu, penelitian kali inni

menggunakan bahan dasar tulang ikan tenggiri dalam pembutan gelatin, yang mana hasil

gelatin nantinya akan ditambahkan dalam pembuatan es krim. Tujuan penelitian ini adalah

untuk menentukan bagaimana hubungan konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri yang tepat

dalam pembuatan es krim agar menghasilkan karakteristik es krim yang baik.

METODE PENELITIAN

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April 2019 hingga Mei 2019,

bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan untuk produksi es krim, pengujian

overrun dan kecepatan leleh, Laboratorium Uji untuk pengujian viskositas, Laboratorium

Page 63: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

56

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kimia Pangan untuk produksi gelatin, dan Laboratorium Pendidikan Departemen Teknologi

Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian pembuatan gelatin tulang ikan tenggiri yaitu

pisau, beaker glass, loyang alumunium, alumunium foil, plastik zip-lock, grinder, oven,

nampan, kain saring, trash bag, kertas label, neraca analitik, tissue. Peralatan yang digunakan

dalam penelitian pembuatan es krim yaitu mixer, freezer, lemari es, ice cream maker, kompor,

wadah (plastik dan stainless steel), neraca analitik, gelas ukur 500 ml, sendok kayu, sendok

logam, thermometer, spatula, panci, dan beaker glass 1 L.

Bahan yang digunakan dalam penelitian pembuatan gelatin tulang ikan tenggiri yaitu

ikan tenggiri dengan ukuran konsumsi yakni 20-30 cm yang diperoleh dari pasar Gede Bage,

HCl pro analis (2%), dan aquades. Bahan yang digunakan dalam penelitian pembuatan es krim

yaitu susu sapi segar, susu skim, sukrosa, whipping cream (anchor), gelatin tulang ikan

tenggiri, perisa vanilla.

Tahap Penelitian

1. Pembuatan Gelatin tulang ikan tenggiri

Pembuatan gelatin tulang ikan tenggiri dimulai dari penyiapkan tulang ikan tenggiri

sebanyak 300 gram, lakukan degreasing dengan perebusan menggunakan aquades secukupnya

dengan suhu kurang lebih 80°C selama 30 menit. Setelah selesai proses perebusan dilanjutkan

dengan pembersihan tulang ikan dengan cara pemisahan sisa daging pada tulang ikan. Tulang

ikan yang sudah bersih selanjutnya dilakukan proses hidrolisis atau perendaman dengan

tambahan HCl 2% dengan bandingan bahan : HCl = 1 : 4 yang dilakukan selama 24 jam.

Setelah dilakukan perendaman selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pencucian tulang ikan

sebanyak 3 kali hingga tulang ikan bersih tanpa sisa daging yang menempel. Selanjutnya

dilakukan proses ekstraksi tulang ikan yang sudah bersih dengan tambahan aquades dengan

perbandingan aquades : bahan = 3 : 1 dilakukan dengan suhu 80°C selama 5 jam. Tulang ikan

yang sudah di ekstraksi kemudian dilakukan filtrasi menggunakan kain saring untuk

memisahkan residu dan filtratnya. Hasil dari penyaringan langsung dilakukan pengeringan

menggunakan oven vacum dengan suhu 50°C selama 24 jam. Setelah selesai dilanjutkan

Page 64: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

57

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dengan penggilingan menggunakan grinder yang nantinya akan langsung menghasilkan tepung

gelatin.

2. Pembuatan Es krim

Pembuatan es krim dimulai dari penyiapan susu sapi segar sebanyak 500 gram, lakukan

pasteurisasi dengan suhu 90°C selama 25 detik. Lalu lakukan pencampuran pertama dengan

gula pasir sebanyak 40 gram dan whipping krim sebanyak 20 gram, aduk campuran dalam

beberapa detik kemudian dilakukan campuran ke dua dengan tambahan gelatin tulang ikan

tenggiri sebanyak 0%;0,1%;0,3%;0,5% dan susu skim sebanyak 50 gram. Adonan yang sudah

tercampur dengan baik selanjutnya dilakukan homogenisasi menggunakan mixer dengan suhu

70°C selama 5 menit. Adonan yang sudah dilakukan homogenisasi kemudian di aging dengan

suhu 4°C selama 24 jam. Setelah dilakukan proses aging adonan selanjutnya dilakukan proses

pengembangan (Whipping) dengan tambahan perisa vanila sebanyak 2 gram dilakukan selama

15 menit. Selanjutnya dilakukan pengadukan menggunakan ice cream maker selama 30 menit,

lalu setelah selesai langsung dilakukan pembekuan dalam freezer dengan suhu -18°C selama

24 jam.

Rancangan Percobaan

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) lalu

dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan,

serta menggunakan metode uji ranking. Percobaan terdiri dari 4 perlakuan dengan penambahan

konsentarasi gelatin tulang ikan tenggiri yang berbeda-beda yaitu 0%;0,1%;0,3% dan 0,5%

serta menggunakan 15 panelis yang dianggap sebagai ulangan.

Metode Analisis

Uji Penilaian Organoleptik (Setyaningsih et al., 2010)

Uji organoleptik dilakuakan dengan dua metode, yaitu uji kesukaan dan uji ranking yang

menggunakan 15 orang panelis agak terlatih. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi warna,

flavor, kelembutan, dan after taste. Uji organoleptik kesukaan dilakukan untuk mengetahui

tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap sampel es krim yang diberikan, skala

numerik yang diberikan 1 = Sangat tidak suka, 2 = Tidak suka, 3 = Biasa, 4 = Suka, 5 = Sangat

suka. Sedangkan uji ranking dilakukan untuk mengetahui urutan sampel menurut perbedaan

tingkat mutu sensori. Nilai/rank yang diberikan tidak boleh sama dengan yang lainnya, semakin

Page 65: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

58

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kecil nilai/rank, maka mutu es krim akan semakin baik. Begitu pula sebaliknya, jika semakin

tinggi nilai/rank, maka mutu es krim akan semakin tidak baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji organoleptik dilakuakan dengan dua metode, yaitu uji kesukaan dan uji ranking yang

menggunakan 15 orang panelis agak terlatih. Uji organoleptik kesukaan dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap sampel es krim yang diberikan.

Sedangkan uji ranking dilakukan untuk mengetahui urutan sampel menurut perbedaan tingkat

mutu sensori. Nilai/rank yang diberikan tidak boleh sama dengan yang lainnya, semakin kecil

nilai/rank, maka mutu es krim akan semakin baik. Begitu pula sebaliknya, jika semakin tinggi

nilai/rank, maka mutu es krim akan semakin tidak baik.

Tabel 1. Kode dan Sampel Es Krim yang Digunakan Uji Ranking

Kode Sampel

301 Es Krim dengan Penambahan Gelatin 0%

312 Es Krim dengan Penambahan Gelatin 0,1%

333 Es Krim dengan Penambahan Gelatin 0,3%

354 Es Krim dengan Penambahan Gelatin 0,5%

Warna

Salah satu aspek yang penting dalam penerimaan konsumen terhadap suatu produk

pangan yaitu warna. Warna suatu produk dapat menjadi ukuran terhadap mutu dari produk

tersebut.

Tabel 2. Hasil Kesukaan Terhadap Warna Es Krim

Perlakuan Konsentrasi Gelatin Tulang Ikan Tenggiri Rata-rata

A (0%) 2,13

B (0,1%) 2,13

C (0,3%) 2,02

D (0,5%) 1,99

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan tidak ditandai dengan huruf kecil menunjukan hasil yang

tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan taraf 5%.

Page 66: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

59

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 3. Hasil Ranking Warna Es Krim

Berdasarkan tabel 2 bahwa tidak ada perbedaan nyata dari setiap perlakuan sehingga

warna dari setiap perlakuan memiliki sifat yang sama. Nilai rata-rata hasil dikesukaan terhadap

warna es krim dapat dilihat bahwa nilai berkisar 1,99 – 2,13. Hasil nilai rata-rata menunjukan

bahwa panelis menyukai warna es krim walaupun tidak terlalu berbeda nyata. Berdasarkan

tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri yang

ditambahkan maka ranking yang didapatkan akan semakin tinggi. Semakin tinggi ranking yang

didapat menunjukan bahwa panelis semakin kurang menyukai warna dari es krim tersebut.

Uji kesukaan dan uji ranking pada warna dapat dilihat bahwa uji kesukaan dan uji ranking

memberikan hasil yang sama, semakin banyaknya penambahan konsentrasi gelatin tulang ikan

tenggiri maka warna yang dihasilkan akan semakin kuning dan warna akan semakin kurang

disukai panelis. Semakin tinggi jumlah nilai kesukaan pada warna yang didapatkan maka

semakin baik kualitas produk. Sedangkan semakin rendah ranking yang diberikan, maka

semakin baik pula kualitas produk.

Warna kekuningan pada es krim disebabkan oleh banyaknya penambahan gelatin tulang

ikan tenggiri. Sifat fisik gelatin sendiri memiliki warna transparan atau warna kuning cerah.

Warna gelatin sendiri dipengaruhi oleh bahan baku gelatin, metode pembuatan gelatin, dan

jumlah ekstraksi gelatin (Parker, 1982). Berdasarkan BSN 06.3735-1995 (1995), warna dari

gelatin tidak berwarna atau kekukingan, sedangkan berdasarkan British Standard : 757 (1975),

warna gelatin kuning pucat. Hal ini yang mempengaruhi warna dari hasil akhir es krim, dimana

semakin tinggi konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri yang ditambahkan maka akan semakin

kuning pula warna es krim yang dihasilkan.

Flavor

Flavor merupakan keseluruhan kesan atau sensasi yang diterima indra manusia

terutama oleh bau dan rasa pada saat minuman atau makanan dikonsumsi (Fardiaz, 2006).

Kode 301 312 333 354

Jumlah 21 25 46 58

Rank 1 2 3

Page 67: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

60

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 4. Hasil Kesukaan Terhadap Flavor Es Krim

Perlakuan Konsentrasi Gelatin Tulang Ikan Tenggiri Rata-rata

A (0%) 2,07

B (0,1%) 1,95

C (0,3%) 1,92

D (0,5%) 1,88

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan tidak ditandai dengan huruf kecil menunjukan hasil yang

tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan taraf 5%.

Tabel 5. Hasil Ranking Flavor Es Krim

Kode 301 312 333 354

Jumlah 23 30 41 54

Rank 1 2 3

Berdasarkan tabel 4 bahwa tidak ada perbedaan nyata dari setiap perlakuan sehingga

flavor dari setiap perlakuan memiliki sifat yang sama. Nilai rata-rata hasil dikesukaan terhadap

flavor es krim dapat dilihat bahwa nilai berkisar 1,88 – 2,07. Hasil nilai rata-rata menunjukan

bahwa panelis menyukai flavor es krim walaupun tidak terlalu berbeda nyata. Berdasarkan

tabel 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri yang

ditambahkan maka ranking yang didapatkan akan semakin tinggi. Semakin tinggi ranking yang

didapat menunjukan bahwa panelis semakin kurang menyukai flavor dari es krim tersebut.

Uji kesukaan dan uji ranking pada flavor dapat dilihat bahwa uji kesukaan dan uji ranking

memberikan hasil yang sama, semakin banyaknya penambahan konsentrasi gelatin tulang ikan

tenggiri maka flavor yang dihasilkan akan semakin terasa aroma dan rasa ikannya yang

menyebabkan semakin kurang disukai panelis. Semakin tinggi jumlah nilai kesukaan pada

flavor yang didapatkan maka semakin baik kualitas produk. Sedangkan semakin rendah

ranking yang diberikan, maka semakin baik pula kualitas produk. Flavor juga dapat

dipengaruhi dari kandungan lemak yang ada pada es krim, lemak dalam es krim selain dapat

meningkatkan flavor juga dapat membantu menghasilkan tekstur yang lembut serta dapat

mempengaruhi sifat pelelehan es krim (Violisa dkk., 2012).

Page 68: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

61

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kelembutan

Es krim yang bermutu tinggi apabila es krim yang dihasilkan memiliki tekstur yang

lembut akibat kecilnya kristal es yang dihasilkan, kristal es yang kecil dapat disebabkan oleh

tingginya kandungan lemak dalam es krim (Hartatie, 2011).

Tabel 6. Hasil Kesukaan Terhadap Kelembutan Es Krim

Perlakuan Konsentrasi Gelatin Tulang Ikan Tenggiri Rata-rata

A (0%) 1,86 c

B (0,1%) 2,16 bc

C (0,3%) 2,16 b

D (0,5%) 2,24 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama menunjukan

hasil yang berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan taraf 5%

Tabel 7. Hasil Ranking Terhadap Kelembutan Es Krim

Kode 354 333 312 301

Jumlah 23 30 46 51

Rank 1 2 3

Berdasarkan tabel 6 bahwa ada perbedaan nyata dari setiap perlakuan sehingga

kelembutan dari setiap perlakuan memiliki sifat yang berbeda. Nilai rata-rata hasil dikesukaan

terhadap kelembutan es krim dapat dilihat bahwa nilai berkisar 1,86 – 2,24. Hasil nilai rata-

rata menunjukan bahwa panelis menyukai kelembutan es krim yang berbeda nyata.

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri

yang ditambahkan maka ranking yang didapatkan akan semakin rendah. Semakin rendah

ranking yang didapat menunjukan bahwa panelis semakin menyukai kelembutan dari es krim

tersebut.

Uji kesukaan dan uji ranking pada kelembutan dapat dilihat bahwa uji kesukaan dan uji

ranking memberikan hasil yang sama, semakin banyaknya penambahan konsentrasi gelatin

tulang ikan tenggiri maka kelembutan yang dihasilkan akan semakin lembut dan semakin

disukai panelis. Semakin tinggi jumlah nilai kesukaan pada kelembutan yang didapatkan maka

semakin baik kualitas produk. Sedangkan semakin rendah ranking yang diberikan, maka

semakin baik pula kualitas produk.

Page 69: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

62

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tekstur es krim sangat dipengaruhi dari bahan penstabil yang digunakan, serta dari

kandungan lemak yang ada dalam es krim. Penggunaan bahan penstabil dalam es krim dapat

membantu mengontrol pembentukan tekstur es krim yang kasar akibat adanya pertumbuhan

kristal es atau dapat menghambat pertumbuhan kristal (Marshall et al., 2000). Tingginya

kandungan lemak dalam es krim dapat membantu menghasilkan kristal es yang lebih kecil

sehingga tekstur yang dihasilkan akan semakin lembut (Hartatie, 2011). Penambahan gula juga

dapat mempegaruhi tekstur es krim, yang mana gula dapat menghalangi pembentukan kristal

es yang besar selama proses pembekuan berlangsung dan akan menghasilkan tesktur es krim

yang lembut (Muse, 2004). Menurut Isna (2008), tekstur halus pada es krim dibentuk oleh

kristal-kristal es yang terdispersi dalam kristal udara sehingga memiliki rasa dan konsistensi

yang khas.

After Taste

After taste merupakan kesan yang masih dapat dirasakan atau ditimbulkan kemudian

setelah rangsangan diberikan, karena beberapa jenis makanan masih menyisakan kesan

walaupun makanan itu sudah ditelan. After taste ini menggambarkan kesan yang lama dapat

dirasakan, walaupun rangsangan sudah tidak diberikan.

Tabel 8. Hasil Kesukaan Terhadap After Taste Es Krim

Perlakuan Konsentrasi Gelatin Tulang Ikan Tenggiri Rata-rata

A (0%) 1,74 b

B (0,1%) 1,85 b

C (0,3%) 1,92 a

D (0,5%) 2,01 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama menunjukan

hasil yang berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan taraf 5%

Tabel 9. Hasil Ranking After Taste Es Krim

Kode 301 312 333 354

Jumlah 22 31 42 55

Rank 1 2 3

Berdasarkan tabel 8 bahwa ada perbedaan nyata dari setiap perlakuan sehingga after taste

dari setiap perlakuan memiliki sifat yang berbeda. Nilai rata-rata hasil dikesukaan terhadap

Page 70: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

63

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

after taste es krim dapat dilihat bahwa nilai berkisar 1,74 – 2,01. Hasil nilai rata-rata

menunjukan bahwa panelis menyukai after taste es krim yang berbeda nyata. Berdasarkan tabel

9 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri yang ditambahkan

maka ranking yang didapatkan akan semakin tinggi. Semakin tinggi ranking yang didapat

menunjukan bahwa panelis semakin tidak menyukai after taste dari es krim tersebut.

Uji kesukaan dan uji ranking pada after taste dapat dilihat bahwa uji kesukaan dan uji

ranking memberikan hasil yang berbeda, dimana pada uji kesukaan semakin banyaknya

penambahan konsentrasi gelatin tulang ikan tenggiri maka after taste yang dihasilkan akan

semakin terasa ikan yang teringgal dan semakin disukai panelis. Sedangkan pada uji ranking

dengan semakin banyaknya penambahan gelatin tulang ikan tenggiri akan menghasilkan nilai

atau ranking yang diberikan rendah, semakin rendah ranking maka semakin baik pula kualitas

produk.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian kali ini warna dan flavor es krim tidak berbeda nyata

sedangkan kelembutan dan after taste es krim berbeda nyata tetapi hanya kelembutan es krim

yang semakin tinggi konsentrasi yang tambahkan maka semakin disukai panelis.

DAFTAR PUSTAKA

British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatin.

Fardiaz. 2006. Kimia Flavour I. Jurusan Kimia, Fakultas Teknik. Medan. Universitas Sumatera

Utara.

Hartatie, Endang Sri. 2011. “Kajian Formulasi (Bahan Baku, Bahan Pemantap) dan Metode

Pembuatan Terhadap Kualitas Es Krim”. Gamma 7(1): 20-26.

Isna, M. 2008. Pengaruh Jenis Bahan Penstabil dan Konsentrasi Putih Telur Terhadap Karakteristik Es

Krim Jagung Manis (Zea mays saccharata). Tugas Akhir. Program Studi Teknologi Pangan.

Fakultas Teknik. Universitas Pasundan. Bandung.

Marshall, R.T. dan W.S. Arbuckle. 2000. Ice cream. 5 th Edition. Aspen Publisher, Inc.,

Gaithersburg, Maryland.

Mc Sweeney, P.L.H and P.F. Fox. 2009. Advanced Dairy Chemistry Volume 3. Springer. USA.

Hal 100

Page 71: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

64

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Muse, M. R. and R. W. Hartel. 2004. Ice Cream Structural Elements that Affect Melting Rate

and Hardness”. Journal of Dairy Science 87(1): 1-10.

Padaga, Masdiana dan Sawitri 2005. Membuat Es Krim Yang Sehat. Trubus Agrisarana,

Surabaya.

Parker AL. 1982. Principle of Biochemicstry. Sparkas: Worth Publisher. Inc. Pelu H, Harwati

S, Chasanah EE. 1998. Ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna melalui proses asam. Jurnal

Penelitian Perikanan Indonesia. Vol IV(2): 66-74. Jakarta: BPTP.

Setyaningsih, D., Apriyantono, A., Sari, M. P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan

dan Agro. IPB Press, Bogor.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 06.3735, 1995, Mutu dan Cara Uji Gelatin, 1-4, Dewan

Standarnisasi Nasional, Jakarta.

Susrini. 2003. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan UB. Malang.

Violisa, A., Amat Nyoto, dan Nunung Nurjanah. 2012. “Penggunaan Rumput laut Sebagai

Stabilizer Es Krim Susu Sari Kedelai”. Jurnal Teknologi dan Kejuruan 35(1): 103-114.

Yenti R, Nofiandi D, Fithriyah R. 2016. Pengaruh variasi konsentrasi asam asetat terhadap

kuantitas gelatin dari kulit ikan sepat rawa (trichogaster trichopterus) kering dan

karakterisasinya. J Scientia. 6 (1).

Page 72: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

65

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGENDALIAN MUTU AIR MINUM DALAM KEMASAN GELAS

MENGGUNAKAN STATISTICAL QUALITY CONTROL

(Studi Kasus di PT. Muawanah Al Ma’soem, Desa Cimekar, Kecamatan

Cileunyi, Kabupaten Bandung)

Bonie Pamungkas1, M. Ade Moetangad K.2, dan Boy Macklin Pareira P.2

1)Program Studi Teknik Pertanian Universitas Padjadjaran 2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363

Email: [email protected]

ABSTRAK

Perkembangan dunia industri bergerak sangat pesat, sehingga persaingan antar

perusahaan yang semakin ketat. Oleh karena itu perusahaan perlu melakukan pengendalian

kualitas untuk mempertahankan kualitas dari produk yang dihasilkan, agar sesuai dengan

spesifikasi produk yang telah ditetapkan sehingga akan menciptakan kepuasan konsumen. PT.

Muawanah Al Ma’soem merupakan perusahaan yang bergerak di industri Air Minum Dalam

Kemasan (AMDK). Perusahaan belum melakukan pengendalian mutu berat produknya, maka

dari itu perlu dilakukan pengendalian mutu untuk menganalisis data produk tidak sesuai yang

dihasilkan dan mengevaluasi hasilnya menggunakan statistical quality control. Tujuan

penelitian ini yaitu mengetahui mutu produk air minum dalam kemasan gelas untuk melakukan

perbaikan pengendalian mutu dari yang sudah ada dan memberikan rekomendasi saran

perbaikan. Metode analisis statistik deskriptif digunakan untuk pengukuran, pengamatan, dan

perhitungan. Peta kendali digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis jumlah produk

yang cacat, hasil menunjukkan bahwa dari 183 pengamatan, 26 data masuk kedalam batas

kontrol dan 157 data diluar batas kontrol. Trend mengalami penurunan kontinu, menunjukan

bahwa berat produk secara perlahan semakin berkurang, hal ini pun menunjukan bahwa mutu

kurang terkendali. Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis penyebab

ketidaksesuaian produk, didapatkan bahwa faktor manusia, mesin, material, dan lingkungan

merupakan penyebab ketidaksesuaian produk air minum kemasan gelas 210ml merek Al

Ma’soem. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan

kualitas produk dan kepuasan konsumen.

Kata Kunci: Pengendalian Mutu, Air Minum Dalam Kemasan, Statistical Quality Control,

Peta Kendali, Diagram Sebab Akibat.

Page 73: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

66

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Perkembangan industri di Indonesia sangat pesat, sehingga persaingan antar industri

semakin ketat. Industri air minum dalam kemasan (AMDK) merupakan salah satu industri yang

berkembang pesat di Indonesia salah satu alasannya karena air sangat dibutuhkan oleh tubuh

manusia. Menurut ketua umum asosiasi perusahaan air minum dalam kemasan Indonesia ada

lebih dari 600 industri AMDK di Indonesia hingga tahun 2016 (Aspadin, 2016).

Diantara produsen air minum dalam kemasan adalah PT. Muawanah Al Ma’soem, yang

terletak di Jalan Raya Cikalang No. 168, Desa Cimekar Kecamatan Cileunyi Kabupaten

Bandung yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK). Perusahaan ini

memproduksi air minum kemasan yang berbeda, yaitu Al Masoem, QuaZam, dan Asri. Merk

Al Masoem dan QuaZam memiliki kemasan galon, botol, dan gelas plasik (cup), sedangkan

merk Asri hanya dibuat dalam kemasan gelas plastik (cup) (PT. Muawanah Al Ma’soem,

2015).

Industri manufaktur dituntut untuk menjaga dan memperbaiki kualitas atau mutu air

minum kemasan, agar memenuhi permintaan konsumen. Mutu merupakan faktor performa

yang merepresentasikan seberapa baik produk dalam memenuhi ekspektasi konsumen.

Penerapan pengendalian mutu sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk menjamin

produk dan jasa yang dihasilkannya selalu memuaskan konsumen secara konsisten, dibutuhkan

peningkatan mutu produk dan efisiensi produksi dengan penerapan pengendalian mutu, untuk

menjamin itu semua, produk AMDK perlu diuji kulaitasnya, salah satu cara pengujiannya

adalah dengan Statistic Quality Control (SQC) atau pengendalian mutu secara statistik untuk

memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk serta proses

menggunakan metode-metode statistik (Cawley dan Harrold, 1999).

Manajemen mutu di PT. Muawanah Al’Masoem mengacu pada kaidah-kaidah Islam,

bahwa penakaran sudah jelas diatur dalam agama Islam, namun perusahaan ini belum adanya

pengendalian mutu berat produk. Maka dari itu, peneliti berinsiatif untuk mengangkat hal

tersebut menjadi suatu objek penelitian tugas akhir dengan judul “ Pengendalian Mutu Air

Minum dalam Kemasan Gelas Menggunakan Statistical Quality Control (Studi Kasus di PT.

Muawanah Al Ma’soem, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung)”

diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan mutu produk di PT. Muawanah Al

Ma’soem.

Page 74: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

67

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2019. Studi kasus penelitian dilaksanakan

di PT. Muawanah Al Ma’soem, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung dan

Laboratorium Sistem Manajemen dan Mekanisasi Pertanian Departemen Teknik Pertanian dan

Biosistem Universitas Padjadjaran.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, kamera digital, laptop, microsoft

excel, microsoft viso, dan timbangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

produk akhir air minum dalam kemasan gelas di PT. Muawanah Al Ma’soem.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif

statistik, yaitu analisis menggunakan metode statistik dan hasil analisis dijelaskan secara

deskriptif.

Tahap Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

Page 75: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

68

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Pengukuran dan Pengambilan Sampel

Pengukuran berat pada AMDK gelas dilakukan dengan cara mengukur berat AMDK

gelas menggunakan timbangan sedangkan penentuan pengambilan sampel menggunakan work

sampling dan teorema normal yaitu minimal sampel sebanyak 30 data. Lembar periksa

digunakan untuk pencatatan saat pengambilan data.

Analisis Data

Analisis menggunakan alat-alat pengendalian mutu yaitu diagram sebar, grafik kendali,

histogram, dan diagram sebab akibat. Langkah-langkah yang dilakukan pada analisis data

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Diagram Sebar (Scatter)

Langkah-langkah membuat diagram sebar yaitu (Poerwanto, 2014):

1. Mengumpulkan data (x,y) serta menyusun data dalam tabel.

Page 76: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

69

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

2. Mentukan nilai-nilai maksimum dan minimum untuk kedua variabel x dan y.

Membuat skala pada sumbu horizontal dan vertikal dengan ukuran yang sesuai agar

diagram akan menjadi lebih mudah untuk dibaca.

3. Menebarkan (plotting) data.

b. Grafik Kendali

Langkah-langkah membuat grafik kendali �̅� dan �̅� (Gaspersz, 2001) adalah:

1. Menentukan ukuran contoh (n= 4,5,6,....). Pada penelitian ini digunakan n = 10.

2. Mengumpulkan sampel.

3. Menghitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel.

�̅�ni = ∑𝑋𝑖

𝑛𝑖 (1)

Ri = Xi maks - Xi min (2)

Menghitung nilai rata-rata dari semua X̅ yaitu X̿ yang akan digunakan sebagai

garis tengah grafik (CL), serta nilai rata-rata dari semua R.

�̿� = ∑�̅�

𝑁 (3)

�̅� = ∑𝑅

𝑁 (4)

4. Mengitung batas-batas kendali dari grafik kendali �̿�. Grafik kendali �̿� (batas-

batas kendali 3-sigma):

UCL (Batas pengendalian atas) = �̿� + A2�̅� (5)

CL (Garis pusat) = �̿� (6)

LCL (Batas pengendali bawah) = �̿� – A2�̅� (7)

5. Membuat grafik kendali �̿� serta mengamati apakah data dalam kontrol atau diluar

kontrol.

c. Histogram

Langkah langkah membuat histogram yaitu (Kho, 2016):

1. Mengumpulkan data pengukuran.

2. Menentukan besarnya range.

R = Rmaks - Rmin (8)

3. Menentukan banyak kelas.

k = 1 + 3,3 log (N) (9)

4. Menentukan panjang kelas.

Page 77: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

70

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

p = 𝑅

𝑘 (10)

5. Menentukan batas untuk setiap kelas interval.

6. Menentukan nilai tengah setiap kelas interval.

7. Menentukan frekuensi dari setiap kelas interval.

8. Membuat grafik histogram, dengan garis vertikal menggunakan frekuensi dan garis

horizontal menggunakan range.

d. Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang

menimbulkan persoalan tersebut. Dalam penelitian ini diagram sebab akibat digunakan untuk

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi mutu dari air minum dalam kemasan (AMDK),

yang dianalisis dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan. Penggunaan diagram sebab

akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut (Grant dan Richard, 1994):

1. Mendefinisikan permasalahannya. Langkah ini dapat menggunakan hasil-hasil

histogram, bagan kendali, diagram pareto, dan sebagainya.

2. Menyeleksi metode analisis.

3. Menggambarkan kotak masalah dan panah utama (pusat).

4. Menspesifikasikan kategori utama sumber-sumber yang mungkin menyumbang

terhadap masalah.

5. Mengidentifikasi kemungkinan sebab-sebab masalah.

6. Menganalisis sebab-sebab dan mengambil tindakan korektif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mutu Berat Produk Air Minum Dalam Kemasan Gelas di PT. Muawanah Al’Masoem

Lembar Periksa

Lembar periksa atau cheeksheet yaitu formulir yang dirancang untuk mencatat data.

Pencatatan dilakukan saat data diambil, sehingga polanya dapat dilihat dengan mudah. Lembar

periksa membantu analisis menentukan fakta atau pola yang mungkin dapat membantu analisis

selanjutnya. Penelitian dilakukan selama 6 hari dari tanggal 8 April 2019 sampai 13 April 2019,

mulai pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB. Peneliti mengambil sampel setiap hari, jumlah

total keseluruhan data yaitu sebanyak 1830 data, jumlah pengamatan 183 dengan subgrup 10.

Diagram Sebar

Page 78: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

71

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Diagram Sebar

Dapat dilihat pada Gambar 2, bawa trend mengalami penurunan kontinu. Hal tersebut

menunjukan bahwa berat produk kurang terkendali.

Grafik Kendali

Grafik kendali untuk berat pada produk air minum dalam kemasan gelas di PT.

Muawanah Al Ma’soem disajikan pada Gambar 3. Pada grafik kendali dari 1830 data dalam

subgrub 10 sehingga diplotkan 183 data. Sebanyak 1426 data diluar acuan dan sebanyak 404

data didalam acuan

Standar berat produk air minum dalam kemasan gelas di PT. Muawanah Al Ma’soem

yaitu 212,73 gr (210 ml air dan 2,83 gr dari kemasan), sehingga CL acuan yaitu sebesar

212,73, UCL acuan sebesar 214,83 dan LCL acuan sebesar 210,63, dengan standar deviasi

2,097154. Sedangkan dari hasil pengambilan data, UCL yang didapatkan sebesar 217,54,

CL sebesar 215,96, dan LCL yaitu 214,39.

210.00

212.00

214.00

216.00

218.00

220.00

222.00

0 50 100 150 200

Data

Data Linear (Data)

Page 79: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

72

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 3. Grafik Kendali X-Bar

Grafik diatas adalah tabulasi keterkendalian produk air minum dalam kemasan gelas di

PT. Muawanah Al Ma’soem. Dari grafik diatas, data banyak diluar batas acuan yaitu sebanyak

157 data dan didalam acuan sebanyak 26 data. Persentase data yang berada dalam batas kontrol

acuan hanya 14,207%, sedangkan persentase data yang diluar kontrol acuan sebesar 85,792%.

Histogram

Histogram dapat dilihat pada Gambar 4, cakupan nilai sebuah perhitungan dan frekuensi

dari setiap nilai yang muncul dapat dilihat. Histogram menunjukkan peristiwa yang paling

sering terjadi dan juga variasi dalam pengukurannya. Rata-rata berat produk AMDK gelas yaitu

sebesar 215,966 dan standar deviasi sebesar 2,09 untuk mengetahui distribusinya. Bentuk

distribusinya dapat terlihat dari data yang telah dipetakan.

210.00

212.00

214.00

216.00

218.00

220.00

222.00

0 50 100 150 200

Data

UCL

CL

LCL

UCL Acuan

CL Acuan

LCL Acuan

Page 80: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

73

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4. Histogram

Distribusi frekuensi dibuat untuk membagi menjadi beberapa kelas, didapatkan nilai

banyak kelas (k) sebanyak 11,76 dibulatkan menjadi 12 kelas, dan panjang kelas (p) sebesar

3,7 dibulatkan menjadi 4. Data terbanyak yaitu pada rentang nilai 217-220 dengan jumlah 938

data, dan rentang 213-216 sebanyak 822 data, rentang 209-212 sebanyak 47 data, rentang 205-

208 sebanyak 8 data, rentang 201-204 sebanyak 1 data, rentang 225-240 tidak ada data, dan

rentang 241-247 sebenyak 2 data.

Rekomendasi Perbaikan Mutu Produk Air Minum Dalam Kemasan Gelas Di PT.

Muawanah Al’Masoem dengan Statistical Quality Control

Diagram Sebab Akibat

Berat Produk AMDK Gelas

Di PT. Muawanah Al Ma’soem

Kurang terkendali

Mesin/Alat

Material

Manusia

Metode

Mesin Filling

Pergrakan mesn kurang halus

Perawatan Mesin

Kurang pengecekan mesinKurangnya kompetensi

Kurang menjalankan SOP

Kurangnya pengawasan

Kualitas bahan baku

cup tidak sesuai

dengan spesifikasi

yang diberikan suplier

Tidak memakai APD

Yang telah disediakan

Lingkungan

Ruang kerja

Kurang luas

Bising

Kurang KonsentrasiPelatihan

Pengalaman

Mesin bekerja tidak optinal

Setingam mesin tidak sempurna

Berat kemasan berbeda

Suplier cup sudah

memiliki standar sendiri

Kurang disiplin

Gambar 5. Diagram Sebab Akibat

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Data

Data

Page 81: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

74

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan diagram sebab akibat diatas diketahui bahwa penyebab dari kurang

terkendalinya produk air minum kemasan gelas 210 ml merek Al Ma’soem yaitu karena faktor

manusia, mesin/alat, metode, material, dan lingkungan.

KESIMPULAN

Berat produk air minum dalam kemasan gelas di PT. Muawanah Al Ma’soem kurang

terkendali. Persentase data yang berada dalam batas kontrol acuan hanya 14,207%, sedangkan

persentase data yang diluar kontrol acuan sebesar 85,792%, namun hanya sedikit data yang

berada di bawah lower control limit (LCL), karena perusahaan lebih memilih berat produk

berlebih dari pada kurang. Terdapat beberapa faktor penyebab yang menyebabkan terjadinya

ketidaksesuaian berat produk air minum dalam kemasan gelas 210 ml merek Al Ma’soem yang

dianalisis dengan menggunakan diagram sebab akibat (fishbone), yaitu faktor manusia

(pekerja), mesin/alat, metode, material yang digunakan, dan lingkungan kerja.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya

kepada Bapak Prof. Dr. H. M. Ade Moetangad Kramadibrata., Dipl.-ing., M. Res., Eng. Sc.,

Bapak Dr. Boy Macklin Pareira P., S.T., M.Si., dan pihak PT. Muawanah Al Ma’soem yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aspadin. 2016. Pertumbuhan Industri AMDK. Terdapat pada:

http://www.kemenperin.go.id/artikel/11233/Pertumbuhan-Industri-AMDK-Sulit-

Tercapai (Diakses pada tanggal 23 Maret 2019 pukul 21.42 WIB).

Cawley, dan Harrold. 1999. Statistical Quality Control (SQC). Terdapat pada:

http://esaunggul.ac.id (Diakses pada tanggal 15 Januari 2019 pukul 11.02 WIB).

Gaspersz, V. 2001. ISO 9001 : 2000 Continual Quality Improvement. ISO 9001: 2000

Interpretation, Documentation, Improvement, Self Internal Audit. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Grant, Eugene L., and Richard S. Leavenworth. 1994. Pengendalian Mutu Statistis. Edisi

keenam, Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Page 82: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

75

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kho, Budi. 2016. Pengertian Histogram dan Cara Membuatnya. Terdapat pada:

https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-histogram-dan-cara-membuatnya/

(Diakses pada tanggal 23 Maret 2019 pukul 21.54 WIB).

Poerwanto, Hendra. 2014. Referensi Manajemen Kualitas. Terdapat pada:

https://sites.google.com/site/kelolakualitas/ (Diakses pada tanggal 23 Maret 2019

pukul 22.05 WIB).

PT. Muawanah Al’Masoem. 2015. PT. Muawanah Al’Masoem Terdapat pada:

https://www.masoem.com/muawanah/ (Diakses pada tanggal 17 Maret 2019 pukul 09.45

WIB).

Page 83: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

76

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGARUH PENAMBAHAN EM4 DAN MG1 PADA PUPUK ORGANIK

CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CAISIM SISTEM

HIDROPONIK DFT

Connie Sidabutar1, Boy Macklin Pareira P 2, Edy Suryadi 2

1Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran 2Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang 43563

e-Mail: *[email protected]

ABSTRAK

Limbah organik adalah zat sisa yang berasal dari mahkluk hidup dan memiliki kandungan

unsur Karbon yang tinggi seperti limbah sayuran dan kotoran ayam. Limbah organik yang tidak

mengalami pengolahan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan seperti eutrofikasi,

wabah penyakit, dan bau tidak sedap. Pengolahan limbah organik dapat dilakukan dengan cara

pembuatan pupuk organik cair menggunakan mikroorganisme EM4 dan MG1 yang berfungsi

untuk menguraikan bahan organik dan meningkatkan unsur hara pupuk organik. Pupuk organik

cair dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada budidaya

sistem hidroponik DFT (Deep Float Technique). Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui

kandungan unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik cair dengan penambahan EM4

dan MG1 serta mengetahui pengaruh pertumbuhan tanaman sawi dengan menggunakan pupuk

organik cair. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan

percobaan acak lengkap. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan. Uji lanjutan pada

penelitian ini menggunakan uji dunnet. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan EM4

menghasilkan unsur Nitrogen, Posfor dan Kalium lebih tinggi dibandingkan dengan MG1

sedangkan hasil pertumbuhan tanaman caisim dengan menggunakan sistem hidroponik DFT

pada perlakuan pemberian nutrisi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

setiap perlakuan atau tidak berbeda nyata.

Kata Kunci: Limbah Organik, Bioaktivator, Biofertilizer, Hidroponik

PENDAHULUAN

Limbah adalah zat sisa atau buangan yang tidak digunakan lagi dari bagian utama

produksi atau kegiatan manusia dalam skala rumah tangga maupun industri. Limbah dapat

berasal dari bahan organik dan anorganik. Limbah organik adalah limbah yang berasal dari

mahkluk hidup dan dapat diuraikan oleh mikroorganisme (Sunarsi, 2014) sedangkan limbah

anorganik adalah limbah yang sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai.

Jumlah limbah organik lebih besar dibandingkan dengan limbah anorganik. Jumlah limbah

Page 84: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

77

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

organik yaitu 65,05% sedangkan limbah anorganik yaitu 43,95% (BPPT dalam Nurjazuli et al.,

2016).

Limbah organik dapat mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan jika tidak

dilakukan pengolahan yang tepat. Limbah organik dapat mengakibatkan eutrofikasi,

menghasilkan bau tidak sedap dan sumber penyakit (Sunarsi, 2014). Salah satu pengolahan

yang dapat dilakukan yaitu dengan pembuatan pupuk organik cair. Pupuk organik adalah pupuk

organik berbentuk cairan yang diolah dari bahan – bahan organik seperti limbah sayuran, buah

– buahan dan kotoran ternak. Kelebihan pupuk organik cair yaitu mengatasi kekurangan unsur

hara bagi tanaman, mudah diserap oleh tanaman, dan penyedia unsur hara yang cepat bagi

tanaman (Nur et al, 2016).

Proses pembuatan pupuk organik cair dapat berasal dari limbah sayuran dan kotoran

ayam. Pembuatan pupuk organik cair dengan menggunakan limbah sayuran saja hanya

menghasilkan kandungan unsur hara yang sedikit (Nurjazuli et al., 2016) maka pembuatan

pupuk organik cair bisa dari limbah sayuran dapat dapat menambahkan limbah kotoran ayam

yang dapat mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kandungan unsur hara yang

terkandung dalam pupuk organik (Rahmah dalam Nurdini et al, 2016). Proses pembuatan

pupuk organik cair juga membutuhkan mikroorganisme pengurai.

Mikroorganisme pengurai berperan untuk menguraikan, meningkatkan kandungan unsur

hara serta mempercepat proses fermentasi pupuk organik. Mikroorganisme yang dapat

dimanfaatkan tergolong ke dalam bioaktivator dan biofertilizer. Contoh bioaktivator yaitu EM4

dan contoh biofertilizer yaitu MG1. Proses fermentasi pupuk organik cair dapat dilakukan

secara anaerob atau tidak ada udara yang masuk selama proses fermentasi berlangsung.

Fermentasi dapat dilakukan selama 7 sampai 30 hari sampai pupuk organik cair yang dibuat

mencapai standar kematangan pupuk organik cair. Standar kematangan pupuk organik cair

yaitu memiliki bau menyengat (busuk atau asam), berbuih, bergelembung, memiliki pH

berkisar antara 5–7,5 dan suhu sekitar 27℃.

Hidroponik adalah budidaya tanaman atau sayuran tanpa menggunakan tanah sebagai

media tanam tetapi dapat memanfaatkan air sebagai media tanam. Pemanfaatan pupuk organik

cair sebagai nutrisi tanaman hidroponik berguna untuk mengurangi pemakaian nutrisi

anorganik. Salah satu tanaman hidroponik yang dapat dimanfaatkan dan banyak dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia adalah tanaman caisim (Brassica juncea L.). Tanaman caisim dapat

tumbuh pada suhu siang hari 21,1℃ dan malam hari yaitu 15,5℃ dan terdapat beberapa jenis

Page 85: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

78

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

caisim yang dapat tumbuh pada suhu tinggi dengan suhu 27 ℃ sampai 32℃ serta derajat

keasamaan (pH) yang optimum terhadap pertumbuhan tanaman caisim berkisar antara 6–7 atau

pH netral (Haryanto, E, & T, 2007).

Salah satu sistem hidroponik yang dapat dimanfaatkan yaitu sistem hidroponik DFT

(Deep Float Technique). Keuntungan menggunakan sistem hidroponik DFT yaitu mampu

menyediakan air dan oksigen bagi tanaman dan sangat ideal untuk menanam sayuran (Marhaba

dalam Mansyur dkk, 2014) serta mampu menyedia nutrisi bagi tanaman apabila listrik padam

(Suryanto dkk,2017). Sistem budidaya hidroponik DFT memiliki ciri–ciri yaitu adanya

genangan air pada pipa penanaman dengan ketinggian 4–6 cm (Suryanto dkk, 2017).

ABMix merupakan nutrisi yang biasanya digunakan sebagai nutrisi tanaman pada

budidaya hidroponik. ABMix merupakan pupuk anorganik yang tidak mangandung unsur

kimia yang berbahaya. Untuk mengurangi penggunaan ABMix, maka dapat menggunakan

pupuk organik cair. Hasil fermentasi limbah organik menjadi pupuk organik cair dapat

dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman hidroponik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh pemberian nutrisi pupuk organik cair dengan berbagai mikroorganisme terhadap

pertumbuhan tanaman caisim (Brassica juncea L.) pada sistem hidroponik DFT (Deep Float

Technique). Pengamatan pertumbuhan tanaman caisim terdiri dari tinggi tanaman dan jumlah

daun.

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari limbah sayuran, limbah kotoran

ayam, bioaktivator EM4, biofertilizer MG1, gula, benih caisim, rockwool, dan air. Alat pada

penelitian ini terdiri dari alat kontruksi dan alat ukur. Alat kontruksi yang digunakan pada

penelitian ini adalah drum plastik, plastik hitam, pisau, instalasi hidroponik, pompa air, pipa

PVC, box container, dan UV protect. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari

TDS meter, pH meter, thermometer, penggaris dan alat tulis.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan percobaan yaitu

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Metode eksperimen adalah metode yang digunakan untuk

mencari pengaruh akibat perlakuan yang diberikan oleh objek tertentu terhadap objek lain

dalam kondisi terkendali. Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah rancangan percobaan yang

digunakan pada perlakuan yang homogen dan faktor lain tidak mempengaruhi penelitian yang

dilakukan. Rancangan percobaan RAL pada penelitian ini merupakan rancangan acak lengkap

Page 86: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

79

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

non-faktorial dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 4 sampel tanaman.

Adapun perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

P0 = Nutrisi ABMix

P1 = Pupuk Organik Cair + 100mL EM4

P2 = Pupuk Organik Cair + 50mL MG1

P3 = Pupuk Organik Cair + 100mL MG1

P4 = Pupuk Organik Cair + 200mL MG1

Adapun prosedur penelitian pada penelitian ini yaitu persiapan alat dan bahan,

pembuatan pupuk organik cair, pengujian kandungan unsur hara di laboratorium, pembuatan

instalasi hidroponik, persemaian benih caisim, penanaman bibit tanaman caisim, pengukuran

fisiologis tanaman, dan analisis data. Parameter pengamatan pada pembuatan pupuk organik

cair yaitu suhu dan pH pupuk selama proses fermentasi sedangkan parameter pengukuran untuk

pertumbuhan tanaman terdiri dari tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun (helai) yang diukur

setiap hari.

Uji lanjutan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah uji Dunnet. Menurut

Hanafiah (2002), uji Dunnet digunakan untuk percobaan pengujian mutu seperti mutu varietas

mutu pupuk, mutu pestisida, mutu benih, mutu pengolahan tanah, mutu pupuk, dan lain-lain.

Uji Dunnet juga digunakan untuk menguji perlakuan terhadap kontrol sehingga dapat dilihat

perbedaan nyata perlakuan terhadap kontrol (Hanafiah, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan pupuk organik cair yang berasal dari limbah sayuran dan kotoran ayam

dilakukan dengan cara fermentasi. Fermentasi pupuk organik cair dilakukan selama 30 hari.

Perlakuan yang diberikan pada pembuatan pupuk organik cair terdiri dari pemberian

mikroorganisme bioaktivator EM4 sebanyak 100mL, biofertilizer MG1 sebanyak 50mL,

biofertilizer MG1 sebanyak 100mL, dan biofertilizer MG1 sebanyak 200mL. Fermentasi pupuk

organik cair pada penelitian ini membutuhkan 2kg limbah sayuran dan 600gr limbah kotoran

ayam setiap perlakuan. Pengamatan yang dilakukan untuk pembuatan pupuk organik cair pada

penelitian ini terdiri dari suhu dan pH. Hasil pengamatan proses fermentasi yang telah

dilakukan yaitu:

Page 87: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

80

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 1.Hasil Pengamatan Proses Fermentasi

Hasil pengamatan menunjukkan proses fermentasi berhasil dilakukan. Indikator

kematangan pupuk organik cair yaitu pH kemtangan berkisar antara 5 – 7,5 sedangkan kisaran

suhu kematangan pupuk organik cair yaitu 24℃ – 27℃. Setelah proses fermentasi, selanjutnya

dilakukan pengujian laboratorium pada kandungan unsur hara Nitrogen, Posfor dan Kalium.

Hasil Uji laboratorium pupuk organik cair setiap perlakuan yaitu:

Tabel 2. Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair

No Perlakuan Nitrogen Posfor Kalium

1 Pupuk Organik Cair EM4 (P1) 0,15% 0,54% 0,93%

2 Pupuk Organik Cair MG1 50mL(P2) 0,10% 0,17% 0,78%

3 Pupuk Organik Cair MG1 100mL(P3) 0,11% 0,16% 0,69%

4 Pupuk Oganik Cair MG1 200mL (P4) 0,11% 0,50% 0,75%

Sumber : Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Kandungan unsur hara pupuk organik cair pada setiap perlakuan masih tergolong sedikit

jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011,

kandungan unsur Nitrogen, Posfor dan Kalium berkisar antara 3-6%. Beberapa faktor yang

mempengaruhi kandungan unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik cair yaitu ukuran

bahan, kandungan mikroorganisme pengurai, komposisi bahan, dan nilai C/N bahan (Nur et

al., 2016). Selanjutnya, pupuk organik cair digunakan dan diuji coba sebagai nutrisi untuk

tanaman hidroponik. Adapun perlakuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pemberian

nutrisi ABMix (P0), pupuk organik cair dengan 100mL EM4 (P1), pupuk organik cair dengan

50mL MG1 (P2), pupuk organik cair dengan 100mL MG1 (P3), dan pupuk organik cair dengan

200mL MG1 (P4) untuk pertumbuhan tanaman caisim dengan sistem hidroponik DFT. Nilai

EC merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman sayuran pada

sistem hidroponik. EC merupakan gambaran banyaknya unsur hara yang terkandung di dalam

nutrisi tanaman. Nilai EC yang dibutuhkan untuk tanaman caisim yaitu berkisar antara 2,2 –

2,5 mS/cm. Namun, untuk mendapatkan nilai EC berkisar antara 2,2 – 2,5 mS/cm pada

Tanggal pH Suhu(℃)

P1 P2 P3 P4 P1 P2 P3 P4

21 Desember 2018 5,7 6,6 6,1 5,4 22,3 20,3 20 19,2

31 Januari 2019 7,1 7 7,2 7,3 24,7 24,1 23,9 24,6

Page 88: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

81

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

perlakuan pupuk organik cair membutuhkan POC sebanyak 1L per 20L air atau 50mL/L air

sedangkan perbandingan nutrisi ABMix yang digunakan yaitu 5mL/L A dan 5mL/L B.

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman selama 14 HST, ABMix menghasilkan

tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 14,9cm. Hasil

pengamatan tinggi tanaman 14 hari setelah masa pindah tanam dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengamatan Tinggi Tanaman 14 HST

Perlakuan Rata rata (cm)

P3 13,2

P4 13,5

P2 13,7

P1 14,1

P0 14,9

Pada penelitian ini, pupuk organik cair dengan menggunakan EM4 menghasilkan tinggi

tanaman caisim yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik cair menggunakan MG1.

Gambar 15.Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman 14 HST

Grafik 1 menunjukkan tinggi rata – rata tinggi tanaman caisim selama 14 HST. ABMix

menghasilkan tinggi tanaman caisim yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang

lain. Hal ini disebabkan karena ABMix mengandung kandungan unsur hara yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pupuk organik cair. Hasil analisis data sidik ragam tinggi tanaman caisim

selama 14 HST menunjukkan pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tanaman caisim dengan menggunakan sistem hidroponik..

12

12.5

13

13.5

14

14.5

15

15.5

P0 P1 P2 P3 P4

Page 89: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

82

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Jumlah daun terbanyak yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 6 helai pada perlakuan

pupuk organik cair dengan penambahan EM4. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman caisim

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengamatan Jumlah Daun Tanaman 14 HST

Perlakuan Rata-rata

P3 5

P2 5

P4 5

P0 5

P1 6

Gambar 16. Grafik Rata Rata Jumlah Daun Tanaman Caisim

Gambar 2 menunjukkan grafik rata-rata jumlah daun tanaman caisim salama 14 HST.

Pertumbuhan jumlah daun tertinggi yaitu pada perlakuan pupuk organik cair dengan

menggunakan EM4 sedangkan pertumbuhan jumlah daun terendah yaitu pada perlakuan pupuk

organik cair dengan menggunakan 100mL MG1. Hasil analisis sidik ragam yang dilakukan

pada jumlah daun tanaman caisim menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara

masing-masing perlakuan atau tidak berbeda nyata.

Secara umum, penggunaan ABMix menghasilkan pertumbuhan dan hasil terbaik

dibandingkan dengan penggunaan pupuk organik cair sebagai nutrisi untuk tanaman

hidroponik. Namun demikian, penggunaan pupuk organik cair dapat dimanfaatkan sebagai

5

5

5

5

5

5

5

5

5

6

6

P3 P2 P4 P0 P1

Page 90: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

83

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

nutrisi tanaman hidroponik yang bertujuan untuk mengurangi limbah organik dan mengurangi

pencemaran lingkungan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan unsur hara pada

pupuk organik cair masih tergolong sedikit danpenggunaan pupuk organik cair sebagai

nutrisi hidroponik dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman caisim tetapi tidak

berbeda nyata atau tidak signifikan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu

memberi tuntunan selama pelaksanaan penelitian ini. Saya mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Boy Macklin dan Bapak Edy Suryadi selaku dosen pembimbing selama

penelitian ini dilaksanakan. Saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan

keluarga yang selalu mendukung penulis dalam melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mansyur, A. N., Triyono, S., & Tusi, A. (2014). Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan

Sawi (Brassica Juncea L.) Pada Sistem Hidroponik Dft (Deep Flow Technique). Teknik

Pertanian Lampung, 3(2), 103–110.

Nur, T., Noor, A. R., & Elma, M. (2016). Pembuatan pupuk organik cair dari sampah organik

rumah tangga dengan penambahan bioaktivator em4 (effective microorganisms).

Konversi, 5(2), 5–12. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20527/k.v5i2.1868

Nurdini, L., Amanah, R. D., & Utami, A. N. (2016). Pengolahan Limbah Sayur Kol menjadi

Pupuk Kompos dengan Metode Takakura. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan,” (2014), 1–6.

Nurjazuli, Awiyatul, A., Juliana, C., Pertiwi, K. D., Samosir, K., Prasetyawati, P., & Pertiwi,

S. (2016). Teknologi Pengolahan Sampah Organik menjadi Kompos Cair (Organic Waste

Treatment Technology Toward Liqouid Compost). In Sains dan Teknologi Lingkungan

(pp. 4–7).

Sunarsi, E. (2014). Konsep pengolahan limbah rumah tangga dalam upaya concept of

household waste in environmental pollution. Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(November),

162–167. Retrieved from file:///C:/Users/PENA/Documents/57961-ID-concept-of-

Page 91: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

84

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

household-waste-in-environmen.pdf

Suryanto, A., Irawan, B., Setianingsih, C., & Elektro, F. T. (2017). Pengembangan Sistem

Otomatisasi Pengendalian Nutrisi Pada Hidroponik Berbasis Android Development of

Automation System, 4(2), 2213–2219.

Page 92: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

85

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KADAR TANIN DAN PROTEIN NASI SORGUM MERAH DENGAN

SUBSTITUSI KACANG KOMAK (Lablab Purpureus (L.) Sweet)

Devi Nurul Fadillah1, Endah Wulandari2, Heni Radiani Arifin2

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Nasi sorgum memiliki nutrisi yang setara dan dapat dijadikan sebagai makanan pokok

masyarakat Indonesia. Namun permasalahan yang terdapat dalam sorgum yaitu mengandung

zat antinutrisi seperti tanin yang cukup tinggi dan memiliki kualitas protein rendah karena

kurangnya kandungan lisin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar tanin dan kadar

protein nasi sorgum merah dengan penambahan kacang komak. Metode penelitian yang

digunakan yaitu deskriptif dengan 6 perlakuan dua tahapan yaitu dengan penambahan kacang

komak sampai dengan 50% pada beras sorgum dan beras kecambah sorgum. Hasil penelitian

ini menunjukkan kadar tanin nasi sorgum merah yaitu sebesar 0,041% - 0,184% dan kadar

proteinnya sebesar 3,52% - 6,88%, sedangkan kadar tanin nasi kecambah sorgum merah yaitu

sebesar 0,001% - 0,080% dan kadar proteinnya yaitu sebesar 4,33% - 8,03%. Kesimpulan yang

didapatkan yaitu dengan penambahan kacang komak sampai dengan 50% menyebabkan

peningkatan kadar tanin sebesar 3,09% - 76,24% dan protein sebesar 6,96% - 46,98% serta

dengan dilakukannya perkecambahan dapat mengurangi kadar tanin sebesar 49,88% - 98,57%

dan meningkatkan kandungan protein sebesar 1,41% - 19,10% pada nasi sorgum merah.

Kata kunci: nasi sorgum merah, kacang komak, protein, tanin

PENDAHULUAN

Nasi merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Impor beras

di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Untuk mengatasi ketergantungan

terhadap beras salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan selain beras tersebut yakni

dilakukannya diversifikasi pangan. Tanaman alternatif yang dapat dimanfaatkan seperti

serealia lain yaitu jagung, oat, barley, sorgum, dan yang lainnya (Wariyah et al. 2014). Sorgum

merupakan serealia yang mulai banyak ditanam dan dimanfaatkan di Indonesia khususnya di

Kabupaten Flores yang termasuk wilayah tanah timur dengan kondisi kering. Sorgum termasuk

kedalam tanaman ekonomis yang dapat tubuh pada daerah kering dengan produksi yang tinggi

Page 93: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

86

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

(Narsih et al, 2008). Biji sorgum mengandung nilai gizi yang cukup memadai sebagai bahan

pangan dengan kandungan karbohidrat sebesar 83%, lemak 3,5% dan protein 10% (basis

kering) (Mardawati et al, 2010).

Sorgum sebagai bahan pangan dengan kualitas nutrisi yang rendah karena asam amino

lisin yang rendah (Palembe, 2002). Selain itu, kandungan zat antinutrisi yang berupa tanin

dalam sorgum dapat merugikan dimana tanin yang termasuk senyawa polifenolik dapat

membentuk kompleks dengan protein yang sulit untuk diurai menjadi asam amino sehingga

menurunkan mutu dan daya cerna protein (Suarni, 2012). Oleh karena itu, dilakukan cara untuk

mrningkatkan kualitas dari nasi sorgum tersebut yaitu dengan substitusi kacang komak dan

dilakukan proses perkecambahan.

Penambahan kacang komak bertujuan untuk meningkatkan kadar lisin dan protein dari

nasi sorgum merah dimana kandungan lisinnya yaitu 360 mg/ g N (Kay, 1979). Sehingga lisin

dari kacang komak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas protein dari nasi sorgum

tersebut. Sedangkan proses perkecambahan dilakukan untuk menurunkan kadar tanin yang

terkandung dalam nasi sorgum. Hal yang dapat dilakukan dalam menurunkan kandungan tanin

yang terkandung dalam biji sorgum yaitu dengan cara penyosohan, perendaman,

perkecambahan, fermentasi dan perebusan (Suarni, 2016). Proses perkecambahan pada sorgum

efektif mengurangi kadar tanin dan meningkatkan daya cerna proteinnya (Wijayanti, 2015).

Penelitian ini dilakukan pengujian pada dua parameter yaitu pengujian kadar tanin dan

kadar protein, karena keduanya merupakan parameter yang saling berkaitan dan berpengaruh

terhadap kualitas nasi sorgum merah. Keberadaan tanin tersebut akan mempengaruhi kadar

protein dalam nasi sorgum merah.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan–bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah beras sorgum merah jenis

Kultivar Lokal Bandung, kacang komak, follin denis, akuades, natrium karbonat jenuh, K2SO4

(merck), HgO (merck), H2SO4 (merck), NaOH-Na2S2O3, asam borat 3% (merck), indikator

metil merah dan metil biru, HCL 0,02 N.

Page 94: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

87

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu labu ukur (pyrex), rangkaian alat

destilasi, spektrofotometer, batu didih, labu ukur, breaker glass (pyrex), gelas ukur, wadah atau

keranjang, kain hitam, kompor, labu erlenmayer, labu Kjeldahl, buret.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dan dianalisis secara deskriptif. perlakuan

sebanyak enam perlakuan dengan 2 tahapan yaitu beras sorgum merah tanpa kecambah dan

dikecambahkan dan dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Beras sorgum merah dilakukan

perlakuan tanpa dan dengan dikecambahkan dengan perbandingan sebagai berikut:

I. Beras Sorgum

A : beras sorgum merah 100% (b/b)

B : beras sorgum merah : kacang komak = 90% : 10% (b/b)

C : beras sorgum merah : kacang komak = 80% : 20% (b/b)

D : beras sorgum merah : kacang komak = 70% : 30% (b/b)

E : beras sorgum merah : kacang komak = 60% : 40% (b/b)

F : beras sorgum merah : kacang komak = 50% : 50% (b/b)

II. Beras Kecambah Sorgum

G : beras kecambah sorgum merah 100% (b/b)

H : beras kecambah sorgum merah : kacang komak = 90% : 10% (b/b)

I : beras kecambah sorgum merah : kacang komak = 80% : 20% (b/b)

J : beras kecambah sorgum merah : kacang komak = 70% : 30% (b/b)

K : beras kecambah sorgum merah : kacang komak = 60% : 40% (b/b)

L : beras kecambah sorgum merah : kacang komak = 50% : 50% (b/b)

Pembuatan Nasi Sorgum Merah Tersubstitusi Kacang Tunggak

Pada prosedur awal yakni persiapan biji sorgum dan kacang komak sesuai dengan

perbandingan jumlah dan menghasilkan campuran sebanyak 10 gram. Sorgum merah dan

kacang komak dicuci selanjutnya dilakukan perendaman selama 12 jam. Setelah itu, penirisan

dan dilakukan proses pengaronan dengan perbandingan air dan beras adalah 1:10 selama 6-15

menit dan waktu pengukusan 20 menit.

Pembuatan Nasi Kecambah Sorgum Merah Tersubstitusi Kacang Komak

Sorgum dicuci dan dilakukan sortasi dengan merendam beras sorgum. Selanjutnya

merendam biji dengan air selama 72 jam dengan suhu kamar. Setelah perendaman selesai

Page 95: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

88

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kemudian ditiriskan. Proses perkecambahan dilakukan dengan menempatkan biji sorgum

diatas keranjang yang dilapisi kain dan ditutup kain hitam selama 12 jam. Setelah itu dilakukan

pencucian dan ditiriskan. Selanjutnya, dilakukan pengeringan dengan suhu 50˚C selama 6 jam.

Kemudian dilakukan penyosohan untuk menghilangkan lapisan luar biji. Selanjutnya

pembuatan nasi sorgum merah kacang komak dilakukan dengan metode aron kukus yaitu

dengan perbandingan air dan beras adalah 1:10 untuk pengaronan selama 6-15 menit dengan

waktu pengukusan 20 menit.

Analisis Kadar Tanin (AOAC, 2006)

Memasukkan sampel sebanyak 2 gram ke erlenmeyer didih, kemudian ditambahkan

akuades sebanyak 50 ml. Sampel yang telah ditambahkan akuades direfluks selama 30 menit

dihitung sejak campuran akuades mendidih. Hasil refluks dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan

ditepakan menggunkan akuades. Setelah itu sampel disaring menggunakan ketas saring.

Mengambil filtrat hasil penyaringan sebanyak 1 ml dan memasukkan ke dalam labu ukur 25

ml, lalu ditambahkan follin denis sebanyak 1,25 ml, kemudian inkubasi sampel ditempat yang

gelap selama 3 sampai 5 menit. Kemudian menambahkan natrium karbonat jenuh sebanyak 2,5

ml, lalu tepatkan dengan akuades, sampel dihomogenkan dan menginkubasi ditempat yang

gelap selama 30 menit. Setelah itu, memindahkan hasil inkubasi kedalam kuvet untuk

mengukur absorbansi menggunakan spektrofotometer.

Analisis Kadar Protein (AOAC, 2006)

Sampel dimasukkan sebanyak 0,1 gram, 0,04 gm HgO, 0,9 K2SO4 dan 2 ml asam sulfat

ke dalam labu kjeldahl, kemudian mendesktruksi selama 3 jam. Setelah itu, memasukkan hasil

destruksi, menambahkan NaOH:N2S2O3 dan akuades ke dalam rangkaian alat destilasi,

menyiapkan erlenmeyer yang diisi dengan 15 ml asam borat 3% dan 3 tetes indikator metil biru

yang digunakan untuk menampung hasil destilasi sampai volume mencapai 100 ml.

Selanjutnya, dilakukan proses titrasi hasil destilasi menggunakan HCl 0,02 N sampai warna

berubah dari hijau menjadi keunguan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Tanin

Kadar tanin dalam nasi sorgum mengalami peningkatan setiap substitusi 10% kacang

komak namun mengalami penurunan akibat proses perkecambahan yang digunakan dalam

Page 96: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

89

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

pembuatan nasi sorgum, berikut merupakan hasil perhitungan kadar tanin yan terdapat dalam

Gambar 1.

Gambar 1. Kadar Tanin Nasi Sorgum Substitusi Kacang Komak

Keterangan : A, B, C, D, E, F = Nasi Sorgum Kacang Komak

G, H, I, J, K, L = Nasi Kecambah Sorgum Kacang Komak

Berdasarkan Gambar 1 bahwa setiap penambahan kacang komak pada nasi sorgum,

kadar tanin semakin meningkat. Peningkatan kadar tanin pada nasi sorgum dikarenakan berasal

dari bahan baku yaitu sorgum merah dan selain itu tanin dapat berasal dari kacang komak yang

digunakan. Kacang komak menandung tanin sebanyak 0,42% (Osman, 2007). Hal tersebut

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashok Kumar et al. (2016) dimana tanin dalam

kacang komak sebanyak 391 mg/100 g. Tanin ini lebih rendah dibandingkan dengan beras

sorgum merah sebesar 0,5% (Mardawati et al, 2010).

Gambar 1 menunjukkan kadar tanin nasi kecambah sorgum lebih rendah dibandingkan

dengan nasi sorgum kacang komak. Kadar tanin nasi sorgum merah yaitu sebesar 0,041% -

0,184% sedangkan kadar tanin nasi kecambah sorgum merah yaitu dapat sebesar 0,001% -

0,080%. Perkecambahan dapat mengurangi kadar tanin sebesar 49,88% - 98,57%. Sesuai

dengan penelitian Nasih (2008) dimana proses perkecambahan dengan perendaman 72 jam dan

perkecambahan 36 jam dapat menurunkan tanin hingga 88%. Selain itu, menurut penelitian

Ojha et al. (2017) kadar tanin pada tepung sorgum dapat direduksi dari 3,1 mg/gram menjadi

2,6 mg/gram setelah sebelumnya dilakukan proses perkecambahan. Hal ini disebabkan karena

tanin larut air akibat adanya proses perendaman sebelum proses perkecambahan. Tanin tersebut

0.0410.045

0.096

0.1680.1780.184

0.0010.008

0.048

0.0810.0860.080

0.000

0.020

0.040

0.060

0.080

0.100

0.120

0.140

0.160

0.180

0.200

A B C D E F G H I J K L

Ka

da

r T

an

in (

%)

Perlakuan

Page 97: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

90

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

merupakan golongan senyawa fenol yang akan mengalami penurunan pada biji yang

berkecambah dan dapat sekaligus digunakan sebagai sumber energi untuk perkecambahan

sedangkan garamnya sebagai sumber kation proses perkecambahan (Suarni, 2012).

Kadar Protein

Kadar protein mengalami peningkatan dengan adanya penambahan kacang komak pada

pembuatan nasi sorgum dan dengan adanya proses perkecambahan pun dapat meningkatkan

protein pada nasi sorgum sesuai dengan Gambar 2.

Gambar 2. Kadar Protein Nasi Sorgum Substitusi Kacang Komak

Keterangan : A, B, C, D, E, F = Nasi Sorgum Kacang Komak

G, H, I, J, K, L = Nasi Kecambah Sorgum Kacang Komak

Berdasarkan Gambar 2 bahwa setiap penambahan kacang komak pada nasi sorgum,

kadar protein semakin meningkat. Peningkatan kadar protein pada nasi sorgum dikarenakan

adanya substitusi yang berasal dari kacang komak yang digunakan. Nasi sorgum kacang komak

memiliki kadar proteinnya sebesar 3,52% - 6,88% dan nasi kecambah sorgum kacang komak

kadar proteinnya yaitu sebesar 4,33% - 8,03%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin

tinggi substitusi kacang komak maka kadar protein semakin meningkat, dimana kadar protein

kacang komak sebesar 24,9% (Nafi et al, 2013) sedangkan sorgum sebesar 14,04% (Mardawati

et al, 2010).

Proses perkecambahan akan meningkatkan kadar protein sebesar 1,41% - 19,10% pada

nasi sorgum merah substitusi kacang komak. Peningkatan protein akibat proses

perkecambahan dapat disebabkan karena proses tersebut dapat menghidrolisis enzim protease

3.52

5.174.88

5.836.29

6.88

4.33

5.24

6.03

6.947.42

8.03

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

A B C D E F G H I J K L

Ka

da

r P

rote

in (

%)

Perlakuan

Page 98: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

91

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

yang akan memecahkan ikatan peptida protein sehingga menyederhanakan struktur protein

menjadi asam-asam amino (Dewar, 2015). Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Saputro et

al, 2015) dalam pembuatan minuman fungsional berbahan dasar kacang komak dimana kadar

protein dari sampel minuman tepung kecambah kacang komak sekitar 23,93% meningkat dari

kandungan awalnya yaitu 21,5%.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan yaitu dengan penambahan kacang komak sampai dengan

50% menyebabkan peningkatan kadar tanin sebesar 3,09% - 76,24% dan protein sebesar 6,96%

- 46,98% serta dengan dilakukannya proses perkecambahan dapat mengurangi kadar tanin

sebesar 49,88% - 98,57% dan makin meningkatkan kandungan protein sebesar 1,41% - 19,10%

pada nasi sorgum merah substitusi kacang komak.

DAFTAR PUSTAKA

Dewar, J., J. R. N. Taylor, dan P. Berjak. Effect of Germination Conditions, with Optimised

Steeping on Sorghum Malt Quality-with Particular Reference to Free Amino Acid. J.

Inst. Brew, Vol. 103, Tahun 1997: 171 – 175.

Kay, E. K. 1979. Food Legumes. Tropical Products Institute. London.

Mardawati, E., E. Sukarminah, T. M. Onggo, Carmencita T. dan R. Indiarto. 2010. Pengolahan

Biji Sorgum menjadi Aneka Produk Pangan. Penerbit Pustaka Giratuna, Bandung.

Nafi Ahmad., Windrati W S., Pamungkas A., Subagio A. 2013. Tepung Kaya Protein dari Koro

Komak Sebagai Bahan Fungsional Berindeks Glisemik Rendah. Jurnal Teknologi dan

Indutri Pangan. Vol. 24. No. 1.

Narsih. Y., dan Harijono. 2008. Studi Lama Perendaman dan Lama Perkecambahan Sorgum

(Sorghum bicolour L. Moench) untuk Menghasilkan Tepung Rendah Tanin dan Fitat.

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 9 No. 3: 173 – 180.

Ojha, P., Adhikari R., Karki, R., Mishra, A., Subedi, U., dan Karki, T.B. 2017. Malting and

Fermentation Effects On Antinutrional Components and Functional Characteristics of

Sorghum Flour. Food Science an Nutrition 6 (1) : 47-53.

Osman M.A. 2007. Change In Nutrient Composition, Trypsin Inhibitor, Phytate, Tannins, and

Protein Digestibility of Dolichos Lablab Seeds [Lablab Putrpuresus (L) Sweet]

Occuring During Germination. Department of Food Science. King Saud University.

Saudi Arabia.

Pelembe, L.A.M., Erasmus, C. dan Taylor, J.R.N. 2002. Development of a Protein Rice

Composite Sorgum-Cowpea Instant Porridge By Extrusion Cooking Process.

Lebensm.-Wiss. U.-Technol 35 (2) : 120-127.

Page 99: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

92

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Saputro et al,. 2015. Karakteristik Sifat Fisika dan Kimia Tepung Kecambah Kacang-kacangan

Sebagai Bahan Minuman Fungsional, 4(1). Avaliable online at:

www.ilmupangan.fp.uns.ac.id.

Suarni. 2012. Potensi Sorgum Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Litbang. 7(1).

Suarni. 2016. Peranan Sifat Fisikokimia Sorgum dalam Disversifikasi Pangan dan Industri

Serta Prospek Perkembangannya. Jurnal Litbang. 35(3) : 99-110.

Wariyah Chatarina, Yulianto W., Nugroho B., Santosa A., Slamet A., Astuti K., Dewi Sri H.

2014. Seminar Nasional Ketahanan Pangan 2014. Universitas Mercu Buana

Yogyakarta.

Wijayanti et al.,. 2015. Evaluasi Daya Cerna In vitro Sereal Flake Berbasis Ubi Jalar Oranye

Tersuplementasi Kecambah Kacang Tunggak. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 16 No

1 (31-40).

Page 100: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

93

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGARUH APLIKASI OLIGO CHITOSAN TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN BAYAM PADA

SISTEM HIDROPONIK RAKIT APUNG

Dinda Zarra Zenitta Aulya1, Edy Suryadi2, Azri Kusuma Dewi3

1 Program Studi Teknik PertanianUniversitas Padjadjaran

2Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl Raya Bandung-Jatinangor Km.21, Jatinangor, Sumedang, 43563

3Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Lebak Bulus, Jakarta

Selatan.

E-Mail : [email protected]

ABSTRAK

Oligo chitosan adalah chitosan dengan berat molekul rendah yang berasal dari hasil

ekstraksi cangkang kulit udang yang diradiasi dengan menggunakan radiasi gamma.

Kandungan hormon pertumbuhan pada oligo chitosan mampu meningkatkan pertumbuhan dan

produksi tanaman yang dibudidayakan pada pertanian konvensional. Aplikasi oligo chitosan

pada umumnya dilakukan dengan cara disemprotkan pada tanaman khususnya pada bagian

daun dan batang tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara aplikasi oligo

chitosan yang paling berpengaruh jika diterapkan pada budidaya sistem hidroponik rakit apung

serta dapat menjelaskan pengaruh pengaplikasian oligo chitosan pada pertumbuhan dan

produksi tanaman bayam pada budidaya sistem hidroponik tersebut. Perlakuan pada penelitian

ini yaitu terdapat tiga cara aplikasi oligo chitosan yang berbeda pada sistem hidroponik rakit

apung, diantaranya yaitu disemprotkan pada tanaman (P1), dilarutkan pada larutan nutrisi

hidoponik (P2), kombinasi antara keduanya (P3), dan disertai dengan kontrol (P0). Konsentrasi

oligo chitosan yang diberikan yaitu 100 ppm pada setiap perlakuan. Metode yang digunakan

pada peneltian ini yaitu metode deskriptif komparatif dengan menggunakan data primer yang

selanjutnya dilakukan analisis data secara kuantitatif seperti grafik dan Uji T. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara umum pengaplikasian oligo chitosan memberikan pengaruh pada

pertumbuhan dan produksi tanaman bayam pada sistem hidroponik rakit apung. Perlakuan

pelarutan oligo chitosan ke dalam larutan nutrisi hidroponik (P2) merupakan perlakuan yang

memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot hasil panen

tanaman bayam dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Lebar daun tidak memberikan

pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan yang diberikan.

Kata Kunci : Oligo chitosan, pertumbuhan, produksi, hidroponik

Page 101: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

94

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk

yang relatif besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (2018), jumlah penduduk di Indonesia

setiap tahun bertambah, misalnya pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia sebanyak

255.461.686 jiwa, pada tahun 2016 menjadi 258.704.986 jiwa, dan pada tahun berikutnya yaitu

2017 bertambah kembali menjadi 261.890.872 jiwa. Berdasarkan data peningkatan penduduk

Indonesia tersebut maka kebutuhan akan pangan pun semakin meningkat setiap tahunnya.

Akan tetapi, meningkatnya jumlah penduduk tersebut mengakibatkan lahan pertanian terus

mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan menjadi lahan pemukiman. Hal tersebut harus

dapat diatasi dengan cara terus mengembangkan teknologi-teknologi dibidang pangan

khususnya pada pertanian agar hasil produksi pertanian dapat terus ditingkatkan sehingga dapat

mengimbangi terjadinya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya.

Salah satu teknologi dibidang pertanian dalam rangka untuk meningkatkan hasil produksi

yaitu dengan cara menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman. ZPT merupakan

suatu senyawa organik non hara (nutrisi) yang aktif dalam konsentrasi rendah untuk dapat

merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara

kuantitatif maupun kualitatif (Wiraatmaja, 2017). Salah satu produk ZPT yang dapat

dimanfaatkan yaitu chitosan.

Chitosan atau biasa dikenal juga dengan nama kitosan merupakan turunan kitin yang

berasal bahan organik hasil ekstraksi cangkang udang. Proses yang dilakukan untuk ekstraksi

cangkang udang menjadi chitosan yaitu dengan melakukan deproteinasi (proses penghilangan

kandungan protein) dan demineralisasi (proses penghilangan kandungan mineral) sehingga

menghasilkan senyawa kitin terlebih dahulu. Chitosan memiliki banyak manfaat diberbagai

bidang yang salah satu diantaranya yaitu bidang pertanian dan pangan. Bidang pertanian dan

pangan manfaat chitosan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, antimikrob,

antijamur, pestisida, herbisida, virusida tanaman, deasidifikasi buah dan sayur, zat percepat

pertumbuhan tanaman, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, dan

lain sebagainya. (Sugita dkk., 2009). Selain itu pemanfaatan chitosan pada pertanian yaitu

dapat meningkatkan hasil yang efektif untuk pertumbuhan dan produktvitas tanaman. Hal

tersebut karena chitosan mengandung hormon-hormon yang dibutuhkan oleh tanaman.

Hormon tersebut diantaranya yaitu Indol Acetic Acid (IAA), kinetin, zeatin, giberelin. (Rekso,

2011).

Page 102: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

95

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Salah satu produk chitosan yang telah dikembangkan untuk meningkatkan hasil

pertanian yaitu produk chitosan yang diproduksi oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Produk tersebut yaitu oligo chitosan atau chitosan iradiasi. Oligo chitosan adalah kandungan

chitosan yang didapatkan dari hasil ekstraksi cangkang kulit udang yang pada proses

pembuatannya melewati tahap radiasi dengan menggunakan radiasi gamma dengan tujuan

untuk mengurangi berat molekul sehingga mempermudah penyerapan chitosan tersebut pada

tanaman. Pengembangan dan uji lapangan terhadap penggunaan oligo chitosan sebagai

promotor pertumbuhan tanaman telah dilakukan pada beberapa tanaman. Misalnya yang

dilakukan oleh Sultana, et al (2015) pada tanaman bayam yang menunjukkan bahwa penerapan

oligo chitosan dengan perendaman benih dan tiga kali penyemprotan daun secara signifikan

meningkatkan hasil bayam dibandingkan dengan kontrol

Aplikasi oligo chitosan pada umumnya dilakukan pada pertanian konvensional dan cara

pemberian oligo chitosan tersebut yaitu dengan menyemprotkannya pada tanaman khususnya

pada bagian daun dan batang tanaman. Berdasarkan keberhasilan penggunaan chitosan dalam

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman pada sistem pertanian konvensional, maka

perlu dilakukannya pengembangan informasi dan inovasi teknologi penggunaan oligo chitosan

pada sistem hidroponik dengan melakukan penelitian mengenai pengaruh pengaplikasian

chitosan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman yang dibudidayakan melalui sistem

hidroponik rakit apung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019 sampai dengan Mei 2019. Tempat

dilaksanakannya penelitian ini di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir

Nasional (PAIR BATAN), Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tanaman yang diamati pada

penelitian ini yaitu tanaman bayam dengan beberapa parameter pengukuran pertumbuhan

tanaman yaitu seperti tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan bobot basah.

Chitosan yang digunakan yaitu oligo chitosan atau chitosan iradiasi yang dinamakan Fitosan

diproduksi oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif analitis

melalui observasi lapangan. Perlakuan pada penelitian ini terdiri atas 4 perlakuan yaitu

diantaranya kontrol (Po) tidak ada pemberian oligo chitosan, perlakuan 1 (P1) yaitu

penyemprotan oligo chitosan 100 ppm pada daun dan batan tanaman bayam, perlakuan 2 (P2)

Page 103: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

96

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

yaitu pelarutan oligo chitosan 100 ppm ke dalam larutan nutrisi AB Mix, perlakuan 3 (P3) yaitu

kombinasi penyemprotan oligo chitosan 100 ppm pada daun dan batan tanaman bayam dan

pelarutan oligo chitosan 100 ppm ke dalam larutan nutrisi AB Mix. Pemberian oligo chitosan

dengan melarutkan pada larutan nutrisi diberikan hanya satu kali yaitu bersamaan pada saat

pembuatan larutan nutrisi hidroponik, sedangkan pemberian oligo chitosan dengan

penyemprotan dilakukan seminggu sekali dimulai pada saat tanaman bayam mulai pindah

tanam ke instalasi hidroponik rakit apung selama masa pertumbuhan sampai dengan panen.

Pengukuran parameter tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan setiap tiga hari sekali

sedangkan pada panjang daun, lebar daun, dan bobot basah hanya dilakukan pada saat panen.

Data pengukuran dari beberapa parameter pertumbuhan tanaman bayam yang diamati

akan digambarkan melalui grafik dan dilakukan analisis secara statistik menggunakan program

SPSS. Analisis data tersebut yaitu dengan menggunakan analisi uji T. Sampel pada penelitian

ini yaitu 75 tanaman bayam setiap perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tananaman

Tinggi tanaman pada penelitian ini yang paling rendah dengan rata-rata 20,397 cm

diperoleh dari perlakuan P0 (kontrol) dan tanaman yang paling tinggi dengan rata-rata 23,152

cm yan diperole dari perlakuan P2 (pelarutan oligo chitosan 100 ppm ke dalam larutan nutrisi

AB Mix). pengukuran tinggi pada masa pertumbuhan tanaman bayam mulai dari 15 HST

sampai dengan 27 HST juga menunjukkan bahwa P2 memiliki tinggi tanaman yang lebih

unggul, lalu selanjutnya diikuti oleh tinggi tanaman pada P3.

Gambar 1. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman

0

5

10

15

20

25

3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

Tin

ggi T

anam

an (c

m)

Hari ke-

P0

P1

P2

P3

Page 104: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

97

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Keterangan : Po = kontrol/tidak ada pemberian oligo chitosan, P1 = penyemprotan oligo

chitosan 100 ppm pada daun dan batan tanaman bayam, P2 = pelarutan oligo chitosan 100 ppm

ke dalam larutan nutrisi AB Mix, P3 = kombinasi penyemprotan oligo chitosan 100 ppm pada

daun dan batan tanaman bayam dan pelarutan oligo chitosan 100 ppm ke dalam larutan nutrisi

AB Mix.

Berdasarkan tabel hasil analisis uji T menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan pada parameter tinggi tanaman antara perlakuan P0 dengan P2 dan P3, namun tidak

signifikan pada perlakuan P0 dengan perlakuan P1. Indol Acetic Acid (IAA) atau auksin dan

giberalin (GA) merupakan hormon pertumbuhan yang ada di dalam kandungan oligo chitosan.

Menurut Dewi (2008) dalam Anggara dkk. (2016) mengatakan bahwa hormon IAA dapat

memacu pertumbuhan panjang batang tanaman dan dominansi apikal serta hormon GA yang

dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman.

Tabel 1. Hasil Analisis Uji T Tinggi Tanaman

Perbandingan

Antar Perlakuan t hitung t tabel p value α Keterangan

P0 dan P1 -0,057 1,993 0,955 0,05 Tidak Signifikan

P0 dan P2 -5,328 1,993 0 0,05 Signifikan

P0 dan P3 -2,184 1,993 0,031 0,05 Signifikan

P1 dan P2 -5,4 1,993 0 0,05 Signifikan

P1 dan P3 -2,185 1,993 0,03 0,05 Signifikan

P2 dan P3 2,884 1,993 0,005 0,05 Signifikan

Jumlah Daun

Jumlah daun terbanyak pada saat panen (30 HST) yaitu pada perlakuan P2 sedangkan

jumlah daun paling sedikit yaitu pada perlakuan P0 dan P1. Rata-rata jumlah daun pada saat

panen pada perlakuan P2 yaitu sebanyak 15 helai, sedangkan pada perlakuan P0, P1, dan P3

memiliki rata-rata jumlah daun berturut-turut yaitu 13, 13, dan 14 helai daun. Perbedaan jumlah

daun dapat terlihat dengan jelas pada saat usia tanaman bayam 21 HST sampai dengan masa

panen.

Page 105: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

98

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Grafik Rata-rata Jumlah Daun

Berdasarkan Tabel 2 di bawah ini yang merupakan hasil analisis uji T untuk pengaruh

aplikasi oligo chitosan terhadap jumlah daun pada tanaman bayam menunjukkan bahwa setiap

perlakuan memberikan hasil yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai t hitung yang

lebih besar dibandingkan dengan t tabel. Hasil analisis uji T pada setiap antar perlakuan

memiliki hasil yang sama-sama signifikan, sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini

pengaplikasian oligo chitosan terhadap pertumbuhan jumlah daun pada tanaman bayam yang

dibudidayakan dengan sistem hidroponik rakit apung memiliki pengaruh yang nyata atau

signifikan. Menurut Tekei et al. (2001) dalam Pratomo dkk. (2016) hormon sitokinin akan

meransang pembelahan sel pada tanaman dan sel-sel tersebut akan berkembang menjadi tunas,

cabang, dan daun.

Tabel 2. Hasil Analisis Uji T Jumlah Daun

Perbandinan

Antar Perlakuan t hitung t tabel p value α Keterangan

P0 dan P1 5,125 1,993 0 0,05 Signifikan

P0 dan P2 -12,036 1,993 0 0,05 Signifikan

P0 dan P3 -5,763 1,993 0 0,05 Signifikan

P1 dan P2 -17,745 1,993 0 0,05 Signifikan

P1 dan P3 -12,089 1,993 0 0,05 Signifikan

P2 dan P3 7,439 1,993 0 0,05 Signifikan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

Jum

lah

Dau

n

Hari ke-

P0

P1

P2

P3

Page 106: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

99

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Panjang Daun

Hasil pengukuran pada panjang daun pada tanaman bayam ini menunjukkan bahwa

perlakuan P1 memiliki rata-rata panjang daun paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainnya. Hasil rata-rata panjang daun pada perlakuan P1 yaitu sebesar 8,097 cm, sedangkan

pada perlakuan P0, P2, dan P3 memiliki rata-rata jumlah daun berturut-turut yaitu 7,802 cm,

7,811 cm, dan 7,83 cm.

Gambar 3. Grafik Rata-rata Panjang Daun

Tabel 3 di bawah ini menunjukkan bahwa hanya antara perlakuan P1 dengan P0 saja

yang memiliki hasil yang signifiikan, sedangkan pada perlakuan lainnya tidak signifikan. Hasil

signifikan pada analisis uji T antara perlakuan P1 dengan P0 tersebut dilihat dari nilai t hitung

lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel yaitu nilai pada t hitung sebesar 2,207 sedangkan

t tabel sebesar 1,993.

Tabel 3. Hasil Analisis Uji T Panjang Daun

Perbandinan

Antar Perlakuan t hitung t tabel p value α Keterangan

P0 dan P1 -2,207 1,993 0,029 0,05 Signifikan

P0 dan P2 -0,046 1,993 0,963 0,05 Tidak Signifikan

P0 dan P3 -0,203 1,993 0,84 0,05 Tidak Signifikan

P1 dan P2 1,531 1,993 0,128 0,05 Tidak Signifikan

7.650

7.700

7.750

7.800

7.850

7.900

7.950

8.000

8.050

8.100

8.150

P0 P1 P2 P3

Pan

jan

g D

aun

(cm

)

Perlakuan

Panjang Daun

Page 107: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

100

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Perbandinan

Antar Perlakuan t hitung t tabel p value α Keterangan

P1 dan P3 1,408 1,993 0,161 0,05 Tidak Signifikan

P2 dan P3 -0,127 1,993 0,899 0,05 Tidak Signifikan

Berdasarkan grafik dan tabel tersebut menunjukkan bahwa aplikasi oligo chitosan yang

paling berpengaruh nyata untuk panjang daun tanaman bayam yang dibudidayakan dengan

sistem hidroponik rakit apung pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P1 atau aplikasi oligo

chitosan dengan cara disemprotkan pada tanaman bayam tersebut.

Lebar Daun

Hasil pengukuran lebar daun pada tanaman bayam menunjukkan bahwa perlakuan P1

merupakan perlakuan dengan rata-rata nilai lebar daun paling tinggi dibandingkan dengan

perlakuan lainnya. Rata-rata lebar daun pada perlakuan P1 tersebut yaitu sebesar 6,901 cm,

sedangkan pada perlakuan P0, P2, dan P3 memiliki rata-rata jumlah daun berturut-turut yaitu

6,805 cm, 6,813 cm, dan 6,799 cm.

Gambar 4. Grafik Rata-rata Lebar Daun

6.740

6.760

6.780

6.800

6.820

6.840

6.860

6.880

6.900

6.920

P0 P1 P2 P3

Leb

ar D

aun

(cm

)

Perlakuan

Lebar Daun

Page 108: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

101

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 4. Hasil Analisis Uji T Lebar Daun

Perbandinan

Antar Perlakuan t hitung t tabel p value α Keterangan

P0 dan P1 -0,992 1,993 0,323 0,05 Tidak Signifikan

P0 dan P2 -0,058 1,993 0,954 0,05 Tidak Signifikan

P0 dan P3 0,47 1,993 0,963 0,05 Tidak Signifikan

P1 dan P2 0,687 1,993 0,493 0,05 Tidak Signifikan

P1 dan P3 0,785 1,993 0,434 0,05 Tidak Signifikan

P2 dan P3 0,087 1,993 0,931 0,05 Tidak Signifikan

Tabel 4 menunjukkan bahwa aplikasi oligo chitosan terhadap lebar daun pada penelitian

ini tidak berpengaruh nyata atau tidak signifikan pada setiap perlakuannya. Hal tersebut dapat

dilihat pada nilai p value pada setiap perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan nilai α atau

nilai t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel sehingga hasil uji T tersebut tidak

signifikan. Menurut Salibury dan Ross (1992) dalam Suptijah dkk. (2010) panjang dan lebar

daun dipengaruhi oleh aktifitas hormon sitokinin. Aktifitas hormon sitokinin yang meningkat

akan memperbesar luas bidang permukaan daun atau panjang dan lebar daun.

Bobot Basah

Hasil pengukuran bobot basah menunjukkan bahwa perlakuan P2 merupakan perlakuan

yang menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Rata-rata bobot basah

tanaman bayam pada perlakuan P2 yaitu sebesar 31,8373 gr. Bobot basah tanaman bayam

setelah perlakuan P2 yaitu pada perlakuan P3 dengan rata-rata bobot basah tanaman bayam

sebesar 29,9 gr. Bobot selanjutnya yaitu pada perlakuan P1 dan P0 berturut-turut yaitu 22,12 gr

dan 21,73 gr.

Page 109: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

102

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 5. Grafik Rata-rata Bobot Basah Tanaman

Tabel 5 dibawah ini merupakan hasil analisis uji T yang menunjukkan bahwa hasil yang

signifikan yaitu antara perlakuan P0 dengan P2, P0 dengan P3, P1 dengan P2, P1 dengan P3 serta

P2 dengan P3. Hasil analisis uji T yang menunjukkan tidak signifikan terjadi antara perlakuan

P0 dengan P1 begitu juga sebaliknya dengan nilai t hitung yang lebih kecil dibandingkan dengan

t tabel yaitu nilai t hitung sebesar 0,561 sedangkan nilai t tabel sebesar 1,933. Pengaruh tersebut

dapat terjadi karena kandungan hormon giberalin yang terkandung di dalam oligo chitosan.

Menurut Syamsia dan Maritna (2016), giberalin dalam tumbuhan mempengaruhi pembesaran

sel (peningkatan ukuran) dan pembelahan sel (peningkatan jumlah). Adanya pembesaran sel

tersebut mengakibatkan sel baru akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan sel induk.

Pertambahan ukuran sel ini menghasilkan pertambahan ukuran jaringan, organ, dan akhirnya

meningkatkan bagian-bagian tanaman secara keseluruhan maupun pada berat atau bobot

tanaman tersebut.

0

5

10

15

20

25

30

35

P0 P1 P2 P3

Ber

at T

anam

an (

gr)

Perlakuan

Berat Tanaman

Page 110: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

103

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 5. Hasil Analisis Uji T Bobot Basah Tanaman

Perbandinan

Antar Perlakuan t hitung p value α Keterangan

P0 dan P1 -0,561 0,575 0,05 Tidak Signifikan

P0 dan P2 -11,401 0 0,05 Signifikan

P0 dan P3 -11,915 0 0,05 Signifikan

P1 dan P2 -11,137 0 0,05 Signifikan

P1 dan P3 -11,651 0 0,05 Signifikan

P2 dan P3 2,104 0,037 0,05 Signifikan

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa aplikasi oligo citosan

berpengaruh pada pertumbuan tanaman bayam yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik

rakit apung pada setiap perlakuan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan P2 atau

perlakuan pelarutan oligo chitosan ke dalam larutan nutrisi hidroponik memberikan pengaruh

yang lebih optimal dibandingkan perlakuan lainnya dan memberkan hasil analisis statistika

yang signifikan pada tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot basah tanaman. Perlakuan P1 atau

perlakuan penyemprotan oligo chitosan pada daun dan batang tanaman bayam memberikan

pengaruh yang lebih optimal pada parameter panjang dan lebar daun, namun hasil analisis

statistik pada lebar daun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan yang

diberikan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan

Tenaga Nuklir Nasional (PAIR BATAN) yang telah memfasilitasi, mendanai, dan membantu

pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, R., Sularno, dan Junaidi. 2016. Pengaruh Pemberian Oligo Kitosan terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Srikandi Putih-1. Jurnal Agrosains dan

Teknologi 1 (2).

Page 111: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

104

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Statistika Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia

2018. BPS Jakarta. Jakarta.

Pratomo, B., C. Hanum, dan L.A.P. Putri. 2016. Pertumbuhan Okulasi Tanaman Karet (Havea

brassiliensis Muell arg.) dengan tinggi penyerongan batang bawah dan

Benzilaminopurin (BAP) pada pembibitan polibe. Jurnal Pertanian Tropik 3 (2) : 119

– 123.

Rekso, G.T. 2011. The Development and Field Test of Radiation Degraded Chitosan as Plant

Growth Promoter. Centre for Research and Development of Isotopes and Radiation

Technology. National Nuclear Energy Agency. Jakarta.

Sultana, S., N.C. Dafader, Md.H. Kabir, F. Khatun, M. Rahman, dan J. Alam. 2015.

Application of Oligo-Chitosan in Leaf Vegetable (Spinach) Production. Journal

Nuclear Science and Applications 24 ( 1 dan 2).

Sugita, P., T. Wukisari, A. Sjahriza, dan D. Wahyono. (2009). Kitosan : Sumber Biomaterial

Masa Depan. IPB Press. Bogor.

Suptijahh, P., A.M. Jacob, dan S. Mursid. 2010. Teknik Peranan Kitosan dalam Peningkatan

Pertumbuhan Tomat (Lycopersicum esculentum) Selama Fase Vegetatif. Jurnal

Sumberdaya Perairan 4 (1) : 24-29.

Syamsiah, M. dan G. Marlina. 2016. Respon Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa

L.) Varietas kriebo terhadap Konsentrasi Asam Giberalin. Journal of Agroscience 6

(2) : 55-60.

Wiraatmaja, W. 2017. Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Cara Penggunaannya Dalam Bidang

Pertanian. Universitas Undayana. Bali

Page 112: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

105

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

UJI EFEKTIVITAS ANTIKAPANG EKSTRAK KULIT BIJI KAKAO

(Theobroma cacao, L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BERBAGAI

JENIS KHAMIR

Egi Muhammad Fahmi1, Indira Lanti Kayaputri2, Souvia Rahimah2

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran 2)Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

Email : [email protected]

ABSTRAK

Kulit biji kakao merupakan hasil limbah dari pengolahan biji kakao yang

pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Kulit biji kakao mengandung komponen

polifenol yang berpotensi sebagai antimikroba untuk menghambat pertumbuhan berbagai jenis

mikroorganisme diantaranya khamir patogen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan

konsentrasi ekstrak kulit biji kakao yang efektif menghambat terhadap pertumbuhan Candida

albicans, Saccharomyces cerevisiae dan Candida krusei. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode eksperimen yang dilanjutkan dengan analisis deskriptif dengan 7 perlakuan

yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan terdiri konsentrasi ekstrak kulit biji kakao yaitu 10%,

20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% untuk metode difusi. Sementara itu metode dilusi

menggunakan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12.50%, 6.25%, 3.13%, 1.56%, 0.78%, dan

0.39% didapatkan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan nilai Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM). Hasil penelitian menunjukan efektivitas ekstrak kulit biji kakao metode

difusi dengan diameter zona hambat terhadap Candida albicans rata - rata sebesar 6.92 mm

(zona sedang) pada konsentrasi 60%, Saccharomyces cerevisiae rata - rata sebesar 6.75 mm

(zona sedang) pada konsentrasi 70%, dan Candida krusei rata - rata sebesar 4.44 mm (zona

lemah) pada konsentrasi 70%. Sedangkan pada nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

adalah 25% dan nilai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) adalah 50%.

Kata Kunci : antimikroba, difusi, dilusi, kulit biji kakao

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah satu komoditas ekspor terpenting di

Indonesia dengan nilai jual yang cukup tinggi dan mudah dipasarkan (Kuswinanti, 2005). Pada

umumnya industri mengolah kakao menjadi cokelat, menghasilkan limbah kulit biji kakao

yang cukup banyak mencapai sekitar 10% dari berat kakao (Harsini & Susilowati, 2010).

Sejauh ini limbah kulit biji kakao hanya sebagai pakan ternak dan kompos (Alemawor et al.,

2009).

Page 113: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

106

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Oleh karena itu perlu dikembangkan upaya untuk memanfaatkan limbah kulit biji kakao,

mengingat kulit biji kakao mengandung komponen antimikroba yaitu theobromin, katekin dan

polifenol dengan total fenolik sebesar 5,78% (Felita, 2012; Lecumberri et al., 2007). Senyawa

polifenol mengandung flavonoid dan tannin yang dapat berfungsi sebagai antimikroba (Jawetz,

2007).

Khamir merupakan jenis fungi uniseluler yang sering digunakan manusia dalam

industri pangan dan bersifat membantu proses pengolahan pangan (Ni Ketut, 2010). Khamir

mempunyai kegiatan yang penting pada metabolisme asam sehingga menaikkan pH, dan

mempunyai aktivitas biokimia yang menghasilkan efek terhadap produk makanan tersebut

(Heard & Fleet, 1999). Namun disisi lain, hasil aktivitas biokimia dari khamir dapat

menimbulkan efek negatif bagi kesehatan konsumen bila ditinjau dari segi keamanan salah

satunya Candida albicans, Candida krusei dan Saccharomyces cerevisiae

Candida albicans merupakan spesies jamur patogen dari golongan Deuteromycota,

penyebab utama infeksi atau peradangan pada manusia (Fridayanti et al, 2014). C. albicans

dapat tumbuh baik pada biji-bijian yang mengandung karbohidrat (Atlas, 2004). Salah satunya

biji kluwih merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai sayuran mengandung

karbohidrat yang tinggi sebanyak 52,7 gr dan C. albicans dapat tumbuh sebanyak 24 koloni

pada biji kluwih (Jiwintarum, 2017; Pitojo, 2005).

Candida krusei merupakan salah satu fungi yang memiliki genus sama dengan C.

albicans. Menurut Nisa (2016) bahwa C. krusei terindektifikasi dapat tumbuh pada proses

fermentasi tempe yang disebabkan penanganan proses fermentasi tempe tersebut tidak higienis.

Hal ini dapat membahayakan bagi konsumen karena dapat mengakibatkan infeksi C. krusei.

Terkait infeksi dari C. krusei telah menjadi perhatian utama tingginya angka kematian hingga

60% karena tingkat ketahanan terhadap obat fluconazole (FLC) dan kurang rentan terhadap

amphotericin B (AMB) serta flucytosine (Kang, et al, 2010; Munoz, et al, 2005).

Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme penghasil amilase yang cukup

berpotensi, selain bakteri dan kapang. Namun beberapa produk pangan dapat mengalami

kerusakan oleh S. cerevisiae yaitu gula aren yang mengakibatkan gula aren menjadi asam,

berbuih berwarna putih dan berlendir (Lubis dkk, 2013; Rahman dkk, 2004). Selain itu,

kolonisasi S. cerevisiae bisa berada pada saluran pernafasan, usus dan saluran kandung kemih

pada pasien yang terkena penyakit menahun, manula dan kelompok risk-factor lainnya. Infeksi

Page 114: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

107

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

S. cerevisiae ini bisa mengakibatkan kematian karena invasi jamur ( hingga ke peredaran darah,

jantung, paru-paru, hati dan selaput usus (Aucott et al, 1990; Bassetti et al, 1998).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui efektivitas antikapang

ekstrak kulit biji kakao terhadap pertumbuhan koloni C. albicans, S. cerevisiae dan C. krusei

sehingga kulit biji kakao tidak hanya sebagai limbah.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang dilanjutkan dengan

analisis deskriptif untuk mengetahui konsentrasi mana yang paling efektif untuk menghambat

pertumbuhan khamir patogen yaitu Candida albicans, Candida krusei dan Saccharomyces

cerevisiae. Metode ini dilakukan mulai dari ekstrak kulit biji kakao etanol 70% dari berbagai

konsentrasi. Konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% untuk metode difusi.

Sementara itu metode dilusi menggunakan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12.50%, 6.25%,

3.13%, 1.56%, 0.78%, dan 0.39% didapatkan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan

nilai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah grinder, pengayak 80 mesh, rotary

evaporator, filter vacuum, cawan petri, spatula, jarum ose, bunsen, tabung reaksi, rak tabung,

labu ukur, labu erlenmeyer, gelas kimia, alumunium foil, mikropipet, kassa, kapas, kertas

saring, oven, inkubator, corong pipet.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah kulit biji kakao kering

(Theobroma cacao L.) tipe Forestero yang diperoleh dari perkebunan swasta PP Bajabang

Indonesia, Cipendeuy, Jawa Barat, kultur murni C. albicans diperoleh dari koleksi

Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, ITB., kultur murni S. cerevisiae dan C.krusei diperoleh

dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Universitas Padjadjaran., aquades, etanol 70%,

spirtus, alkohol, kasa, kapas, NaCl fis 0,85%, media PDA (Potatoes Dextrose Agar) dan media

PDB (Potatoes Dextrose Broth).

Page 115: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

108

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pembuatan Ekstrak Kulit Biji Kakao

Kulit biji kakao dihaluskan menggunakan grinder hingga terbentuk serbuk dan diayak

menggunakan ayakan 80 mesh. Serbuk tersebut kemudian ditimbang 200 g lalu dimasukkan

ke dalam jar yang ditutupi alumunium foil. Pelarut yaitu etanol 70% ditambahkan sebanyak

800 ml, sehingga rasio antara serbuk dan pelarut 1:5, kemudian dilakukan maserasi selama 24

jam pada suhu ruang dalam keadaan tertutup dan terhindari dari cahaya langsung. Filtrat

dipisahkan dari residunya menggunakan vakum filter, lalu dipekatkan dengan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 45oC.

Pengujian Aktivitas Antikapang Ekstrak Kulit Biji kakao Metode Difusi Sumuran

Metode difusi dengan menggunakan lubang atau sumuran dilakukan dengan cara dibuat

sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan setiap lubang sumur

tersebut diberi konsentrasi ekstrak yang akan diuji.

Pengujian Aktivitas Antikapang Ekstrak Kulit Biji kakao Metode Dilusi

Metode dilusi atau uji seri pengenceran dilakukan dengan cara sejumlah zat antimikroba

dimasukkan ke dalam medium padat dan cair. Medium akhirnya diinokulasikan dengan bakteri

yang diuji dan diinkubasi. Tujian akhir dari metode dilusi adalah untuk mengetahui seberapa

banyak jumlah zat antimikroba yang diperoleh untuk menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri yang diuji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Antikapang Ekstrak Kulit Biji kakao Metode Difusi

Tabel 1. Data Rata-rata Zona Bening Khamir Menggunakan Metode Difusi Sumuran

Konsentrasi C. albicans S. cerevisiae C. krusei

R (mm) R (mm) R (mm)

10% 3.03 ± 0.26 4.58 ± 0.21 2.26 ± 0.42

20% 4.69 ± 1.02 4.64 ± 0.58 2.37 ± 0.2

30% 5.01 ± 0.75 4.91 ± 0.92 2.62 ± 1.01

40% 5.41 ± 1.05 4.96 ± 0.92 2.86 ± 0.19

Page 116: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

109

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

50% 5.63 ± 0.35 5.14 ± 1.05 3.8 ± 0.46

60% 6.11 ± 1.32 6.75 ± 0.69 4.37 ± 0.95

70% 6.92 ± 1.02 6.75 ± 0.85 4.44 ± 0.34

Keterangan R : Rata – rata zona bening dari tiap perlakuan

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. menunjukkan daya hambat dari kulit biji

kakao terhadap pertumbuhan C. albicans menghasilkan areal bening dengan range 3.03 - 6.92

mm (lemah - sedang), S. cerevisiae dengan range 4.58 - 6.75 mm (lemah - sedang), dan C.

krusei dengan range 2.26 – 4.44 mm (lemah - sedang). Nilai tersebut menurut Davis dan Stout

(1971) bahwa areal bening pada range <5 mm dikategorikan lemah dan 6 - 10 mm

dikategorikan sedang. Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya zona hambat

diantaranya, yaitu kemampuan difusi bahan antimikroba ke dalam media dan interaksinya

dengan mikroba diuji, jumlah mikroba yang diujikan, kecepatan tumbuh mikroba uji, dan

tingkat sensitivitas mikroba terhadap zat antimikroba (Cappucino dan Sherman, 1996).

Gambar 1. Uji Efektivitas Antikapang Ekstrak Kulit Biji Kakao Metode Difusi

(a : C. albicans, b : C. krusei, c : S. cerevisiae)

Gambar 1 (a) menunjukkan konsentrasi 70% dengan zona hambat rata-rata sebesar 6.92

mm yang termasuk zona hambat sedang. Gambar 1 (b) menunjukkan konsentrasi 70% dengan

zona hambat rata-rata sebesar 4.44 mm yang termasuk zona hambat lemah. Gambar 1 (c)

menunjukkan konsentrasi 60% dengan zona hambat rata-rata sebesar 6.75 mm yang termasuk

zona hambat sedang.

Ekstrak kulit biji kakao memiliki kemampuan daya hambat yang lebih rendah terhadap

khamir C. krusei dibandingkan dengan C. albicans dan S. Cerevisiae. Perbedaan penghambatan

yang dihasilkan disebabkan beberapa faktor, diantaranya mekanisme kerja daya hambat

pertumbuhan khamir berbeda salah satunya C. krusei memiliki kitin yang lebih besar yaitu

8.2% dibandingkan dengan C. albicans sebesar 2% dan S. cerevisiae sebesar 1-2% (Navarro et

a b c

Page 117: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

110

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

al., 2019; Yiannikouris et al., 2006). Kandungan kitin dari C. krusei diduga dapat menahan

penetrasi senyawa antimikroba dibandingkan dengan C. albicans dan S. cerevisiae. Menurut

Setiabudy (2007) bahwa suatu bahan antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat

apabila kadar antimikroba ditingkatkan melebihi kadar hambat minimumnya. Sehingga ekstrak

kulit biji kakao dapat menghasilkan zona hambat yang lebih besar apabila kadarnya

ditingkatkan melebihi kadar hambat minimumnya (Setiabudy, 2007).

Uji Antikapang Ekstrak Kulit Biji kakao Metode Dilusi

Tabel 2. Data Rata-rata Zona Bening Khamir Menggunakan Metode Dilusi

Konsentra

si

C. albicans S. cerevisiae C. krusei

KHM KBM KHM KBM KHM KBM

U

1

U

2

U

3 U1 U2 U3

U

1

U

2

U

3 U1 U2 U3

U

1

U

2

U

3 U1 U2 U3

Kontrol (-) - - - - - - - - - - - - - - - - - -

100% - - - - - - - - - - - - - - - - - -

50% - - - - + - - - - - - - - - - - - -

25% - - - + + + - - - + + + - - - + + +

12.50% - + + + + + - + + + + + - + + + + +

6.25% + + + + + + + + + + + + + + + + + +

3.13% + + + + + + + + + + + + + + + + + +

1.56% + + + + + + + + + + + + + + + + + +

0.78% + + + + + + + + + + + + + + + + + +

0.39% + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Kontrol(+) + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Keterangan U : Ulangan dari tiap perlakuan

Tabel 2. menunjukkan kemampuan ekstrak kulit biji kakao dapat bersifat bakteriostatik

(kemampuan menghambat) dan bakterisidal (kemampuan membunuh). Nilai KHM adalah

konsentrasi terendah dari larutan uji antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan

jamur dengan tidak adanya kekeruhan (Fatisa, 2013). Sedangkan konsentrasi terendah yang

mampu membunuh jamur ditunjukkan dengan tidak adanya koloni jamur yang tumbuh setelah

(Pratiwi, 2008).

Page 118: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

111

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Nilai KHM untuk C. albicans, S.cerevisieae dan C. krusei pada konsentrasi 25%, jika

dibandingkan dengan konsentrasi 0.39% - 12.50% yang kekeruhannya mendekati tabung

kontrol positif yang berisi suspensi khamir uji yang setara dengan kekeruhan McFarland 0.5.

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit biji

kakao, maka semakin jernih larutan atau tidak adanya kekeruhan di dalam tabung. Selanjutnya,

semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin pekat juga warna dari larutan yang terdapat

dalam tabung. Sedangkan nilai KBM untuk S.cerevisieae konsentrasi 25%, sedangkan untuk

C. albicans dan C. krusei konsetrasi 50%.

Aktivitas antimikroba pada ekstrak kulit biji disebabkan adanya kandungan flavonoid,

katekin dan tannin. Flavonoid dapat membunuh fungi dengan cara menurunkan tegangan

permukaan sel fungi yang mengakibatkan meningkatnya permeabilitas sel membrane sehingga

dapat mengakibatkan kerusakan sel fungi (Angelia, 2012). Katekin adalah senyawa polifenol

alami yang merupakan metabolit sekunder dan termasuk dalam penyusun golongan tannin

(Hastuti, 2010). Katekin merupakan senyawa fenol yang dapat berikatan dengan protein

melalui ikatan hydrogen sehingga dapat mengakibatkan struktur dinding sel dan membrane

sitoplasma bakteri yang mengandung protein dan lemak menjadi ketidakstabilan dinding sel

dan protein dari sel bakteri menjadi terganggu.

KESIMPULAN

Jenis khamir uji yang digunakan berpengaruh pada diameter zona hambat yang

dihasilkan. Pengujian dengan metode difusi sumuran didapatkan aktivitas penghambatan

paling efektif terhadap Candida albicans rata - rata 6.92 mm (sensitifitas sedang),

Saccharomycess cerevisiae rata - rata 6.75 mm (sesnitifitas sedang) dan Candida krusei rata -

rata 4.44 mm (sensitifitas lemah). Pengujian dengan metode dilusi cair didapatkan nilai KHM

dari Candida albicans, Saccharomycess dan Candida krusei pada konsentrasi 25%. Sedangkan

nilai KBM dari Candida albicans, Saccharomycess dan Candida krusei pada konsentrasi 50%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PP Bajabang Indonesia serta Fakultas

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini.

Page 119: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

112

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

DAFTAR PUSTAKA

Alemawor, F., Victoria, F., Dzogbegfial, P., Oddoye, E.O.K. & Oldham, J.H. 2009. Effect of

Pleurotus Ostrectus Fermentation on Cocoa Pod Husk Composition Influence of

Fermentation Period & Mn2+ Supplementation on The Fermentation Process. African

Journal of Biotechnology,8 (9), 1950-1956.

Angelia, R. 2012. Ekstrak Biji Kakao Sebagai Pembersih Gigi Tiruan Akrilik Terhadap Jumlah

Koloni Candida Albicans. Universitas Airlangga.

Atlas, R.M. 2004. Handbook of MicrobiologicalMedia Fourth Edition Volume 1. RCRPress.

United States of America.

Aucott, J. N., Fayen, J., Grossnicklas, H., Morrissey, A., Lederman, M. M., & Salata, R. A.

1990. Invasive Infection with Saccharomyces cerevisiae: Report of Three Cases and

Review. Clinical Infectious Diseases, 12(3), 406-411.

Bassetti, S., Frei, R., & Zimmerli, W. 1998. Fungemia with Saccharomyces cerevisiae After

Treatment with Saccharomyces boulardii. The American journal of medicine, 105(1),

71-72.

Cappuccino, J.G. and Sherman, N., 1996. Microbiology: a laboratory manual.

Davis, W. W. dan T. R. Stout. 1971.Disc Plate Methods of Microbiological Antibiotic Assay.

Microbiology 22: 659-665.

Fatisa, Y., 2013. Daya Antibakteri Estrak Kulit Dan Biji Buah Pulasan (Nephelium Mutabile)

Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Secara in Vitro. Jurnal

Peternakan, 10(1).

Felita. 2012. Changes in total polyphenols, o-diphenols and anthocyaninconcentrations during

fermentation of pulp preconditioned Cocoa(Theobroma cacao) beans. International

Food Research Journal, 19(3):1071-1077.

Fridayanti, CMA., Djoko, P., Bambang, I. 2014. Pengaruh Pajanan Asap Terhadap Jumlah

Candida Pada Rongga Mulut (Studi pada Pekerja Pengasapan Ikan di Desa

Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah). Jurnal Kedokteran Diponegoro: Vol 3: No

1.

Harsini T. & Susilowati. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah Perkebunan Kakao

Sebagai Bahan Baku Pulp dengan Proses Organosol V. Jurnal Ilmiah Teknik

Lingkungan.2(2):80-89.

Hastuti, N. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Polifenol Kulit Buah Dan Kulit Biji Kakao Sebagai

Senyawa Penghambat Pertumbuhan Bakteri (Bacillus subtilis dan Escherichia coli).

Skripsi Jember: Jurusan Teknik Hasil Pertanian Fakultas. Teknologi Pertanian

Universitas Jember.

Heard, G.M. and Fleet, G.H., 1999. CANDIDA| Yarrowia (Candida) lipolytica.

Page 120: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

113

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Jawetz, M. 2007. Adelberg’s Medical microbiology. Antibacterial & Antifungal chemotherapy

(Prentice-Hall International Inc).

Kang, K., Fong, W. P., & Tsang, P. W. K. 2010. Antifungal Activity of Baicalein Against

Candida Krusei Does Not Involve Apoptosis. Mycopathologia, 170(6), 391-396.

Kuswinanti, T. 2005. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Keberadaan Cendawan dan

Bakteri Pasca Panen pada Biji Kakao. J. Sains &Technology, 5(3), 154-158.

Lecumberri, E., Mateos, R., Izquierdo-Pulido, M., Rupérez, P., Goya, L. and Bravo, L., 2007.

Dietary fibre composition, antioxidant capacity and physico-chemical properties of a

fibre-rich product from cocoa (Theobroma cacao L.). Food Chemistry, 104(3), pp.948-

954.

Lubis, R.F., Nainggolan, R.J., & Numinah, M., 2013. Pengaruh Penambahan Konsentrasi

Bahan Pengawet Alami Pada Nira Aren Selama Penyimpanan Terhadap Mutu Gula

Aren Cair. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.I No.4.

Munoz P, Sanchez-Somolinos M, Alcala L, Rodriguez-Creixems M, Pelaez T, Bouza E 2005.

Candida krusei Fungaemia: Antifungal Susceptibility & Clinical Presentation of An

Uncommon Entity During 15 Years In a Single General Hospital. J Antimicrob

Chemother 55: 188–193

Navarro-Arias, M.J., Hernández-Chávez, M.J., Garcia-Carnero, L.C., Amezcua-Hernández,

D.G., Lozoya-Pérez, N.E., Martínez-Duncker, I., Franco, B. and Mora-Montes, H.M.,

2019. Differential recognition of Candida tropicalis, Candida guilliermondii, Candida

krusei, and Candida auris by human innate immune cells. Infection and drug resistance,

12, p.783.

Ni Ketut, S. 2010. Pemanfaatan Biosolid. Teknik Kimia, Universitas Pembangunan Nasional

Veteran, Jawa Timur, 10 – 12.

Nisa AK. 2016. Isolasi dan identifikasi khamir asal tempe serta uji aktivitas enzim β-

glukosidasenya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154, 158, Jakarta, Erlangga Medikal Series.

Rahman, M. S, M. M., P, Kumar Sen, & Hasan, M. F., 2004. Purification and Characterization

of Invertase Enzyme From Sugarcane. Journal Bio Science Pakistan. 7(3): 340-345

Setiabudy R. 2007. Antimikroba. In: Tanu I. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta:

EGC..h.585.

Yiannikouris, A., André, G., Poughon, L., François, J., Dussap, C.G., Jeminet, G., Bertin, G.

& Jouany, J.P., 2006. Chemical and conformational study of the interactions involved

in mycotoxin complexation with β-D-glucans. Biomacromolecules, 7(4), pp.1147-

1155.

Page 121: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

114

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KARAKTERISTIK BUAH NANAS KERING (Ananas comosus

L.) DENGAN BEBERAPA PERLAKUAN PENDAHULUAN

MENGGUNAKAN METODE PENGERINGAN VAKUM

Fena Rizky Aritya Putri1, Bambang Nurhadi2, Robi Andoyo2, Nandi Sukri2

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengeringan buah nanas menjadi nanas kering dapat dilakukan dengan berbagai metode

Pengeringan beku (freeze drying) adalah metode yang mempunyai keunggulan namun jarang

dilakukan karena biaya pengeringan relatif mahal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menentukan perlakuan pendahuluan yang harus dilakukan dalam pembuatan nanas kering

menggunakan metode pengeringan vakum. Karakterisktik nanas kering metode pengeringan

vakum diinginkan untuk menyerupai nanas kering metode pengeringan beku, maka dilakukan

beberapa perlakuan pendahuluan sebelum pengeringan. Penelitian dilakukan dengan kontrol

produk buah nanas kering metode pengeringan beku (freeze drying) dan nanas kering metode

vakum dengan perlakuan pendahuluan osmodehidrasi larutan maltodekstrin 50% (b/v), larutan

maltodekstrin 60% (b/v), dan larutan maltodekstrin 70% (b/v). Pengamatan yang dilakukan

adalah kadar air, tekstur, dan rasio penyusutan volume. Perlakuan pendahuluan yang harus

dilakukan untuk nanas kering metode vakum adalah osmodehidrasi dengan maltodekstrin 70%.

Kadar air nanas kering dengan osmodehidrasi maltodekstrin 70% sebesar 5,63% merupakan

hasil paling mendekati dengan kontrol produk yang memiliki kadar air 5,34%. Nanas kering

dengan pendahuluan osmodehidrasi maltodekstrin 70% memiliki rasio penyusutan volume

terkecil yaitu 17,15%. Kekerasan nanas kering dengan osmodehidrasi 70% memiliki nilai

kekerasan terdekat dengan kontrol produk sebesar 1613,57 gF.

Kata Kunci: pengeringan vakum, pengeringan beku, nanas, osmodehidrasi

Page 122: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

115

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Nanas (Ananas comosus) adalah salah satu buah yang banyak dikonsumsi di

masyarakat dan dapat ditemukan dengan mudah di pasaran. Produksi nanas di Indonesia cukup

besar. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) tahun 2014 produksi nenas mencapai 1,84 juta ton.

Berdasarkan data ekspor holtikura tahun 2004, volume ekspor terbesar untuk komoditas

hortikultura adalah nanas olahan yaitu sebesar 49,32%. Buah nanas dapat dikonsumsi dalam

bentuk segar, maupun diolah menjadi berbagai jenis produk seperti jus, selai, sirup, dan

keripik. Namun demikian pengembangan nenas belum mendapat perhatian serius karena

belum berkembangnya penggunaan varietas unggul dan belum optimalnya teknik budidaya

(Hadiati & Indriyani, 2008). Buah nanas segar mempunyai daya simpan yang relatif pendek

karena memiliki kadar air yang tinggi. Umur simpan buah segar hanya berkisar 1 sampai 7 hari

sedangkan untuk buah-buahan kering dapat mencapai 1 tahun atau lebih (Muchtadi, 1997).

Pengolahan buah nanas segar menjadi produk olahan dapat memperpanjang umur simpan buah

nanas segar.

Proses pengolahan buah nanas segar menjadi produk nanas kering memerlukan proses

pengeringan. Pengeringan buah nanas menjadi nanas kering dapat dilakukan dengan berbagai

macam metode diantaranya pengeringan menggunakan teknik oven konvensional, pengeringan

beku dan pengeringan oven vakum. Pengeringan menggunakan oven konvensional memiliki

nilai ekonomis yang tinggi, akan tetapi produk yang dihasilkan memiliki kenampakan

pengkerutan pada permukaan bahan (case hardening). Pengeringan beku (freeze drying) adalah

salah satu metode pengeringan yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu

hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas namun

pengeringan ini masih jarang dilakukan karena biaya pengeringan yang relatif mahal.

Pengeringan nanas dapat diganti menggunakan metode pengeringan vakum.

Pengeringan vakum merupakan salah satu cara pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang

tekanannya lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat berlangsung

dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan

atmosfir. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap

pada suhu rendah (Aman et al., 1992). Karakterisktik nanas kering menggunakan pengeringan

vakum diinginkan untuk menyerupai karakteristik mutu nanas kering menggunakan

pengeringan beku, maka perlu dilakukan beberapa perlakuan pendahuluan pada buah nanas

seperti infusi kalsium, osmodehidrasi larutan sukrosa, dan osmodehidrasi larutan maltodekstrin

Page 123: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

116

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

sebelum dikeringkan dengan pengeringan vakum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menentukan konsentrasi larutan osmodehidrasi yang harus dilakukan pada perlakuan

pendahuluan dalam pembuatan nanas kering menggunakan metode pengeringan vakum.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, cawan alumunium,

desikator, freeze dryer, gelas kimia, krustang, oven vakum, pompa vakum, kromameter

CIELab, aw meter, texture analyzer, hand refraktometer, dan termometer. Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian antara lain buah nanas varietas Cayene yang didapatkan dari petani

daerah Subang dengan berat sekitar 1-2 kg per buah dan warna hijau kekuningan dengan tahap

pematangan yang optimum tanpa cacat fisik dan total padatan sekitar 10oBrix - 12oBrix yang

telah diukur menggunakan refraktometer. Bahan-bahan tambahan yang digunakan adalah

akuades, larutan maltodekstrin, kemasan plastik (acapack), dan silica gel.

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan analisis

deskriptif. Data hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk visual berupa grafik ataupun

histrogram yang akan menjelasakan hubungan antara satu variabel bebas (y) dan variabel

terikat (x). Variabel bebas pada penelitian kali ini ialah konsentrasi larutan osmodehidrasi.

Variabel terikatnya ialah kadar air, tekstur, dan rasio penyusutan volume.

Penelitian ini terdiri 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Pada penelitian ini ditentukan

kontrol produk berupa buah nanas kering hasil pengeringan beku (freeze drying). Adapun

penelitian ini dilakukan dengan membedakan jenis konsentrasi larutan osmodehidrasi yaitu

larutan maltodekstrin dengan perbandingan larutan dengan bahan sebesar 1: 2 yang

diformulasikan sebagai berikut:

A = Osmodehidrasi dengan konsentrasi larutan maltodekstrin 50% (b/v)

B = Osmodehidrasi dengan konsentrasi larutan maltodekstrin 60% (b/v)

C = Osmodehidrasi dengan konsentrasi larutan maltodekstrin 70% (b/v)

Kontrol = Buah nanas kering metode pengeringan beku

1. Preparasi Sampel

Page 124: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

117

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Buah nanas dengan tingkat kematangan optimum dipilih dan distandarisasi dengan

melihat total padatan terlarut sekitar 10oBrix – 12oBrix. Penentuan total padatan terlarut

mengacu pada, Satuhu (1993) yang mengatakan buah nanas dikatakan matang apabila

kandungan total padatan terlarut sekitar 10,8oBrix – 17,5oBrix dan biasanya dipanen sekitar

12oBrix. . Standarisasi sampel dilakukan dengan pengujian kadar gula total dan gula pereduksi.

Pengujian kadar gula total dan gula pereduksi mengacu pada AOAC tahun 1995. Standar gula

total buah nanas segar adalah 32,76% dan gula pereduksi 5,76%. Buah nanas kemudian

dikupas, dihilangkan mata buahnya dan bagian tengah buah lalu dilakukan pencucian untuk

menghilangkan sisa kotoran. Pengecilan ukuran buah nanas dilakukan dengan dimensi panjang

3 cm, lebar 3 cm, dan tebal 1 cm.

2. Perlakuan Pendahuluan Buah Nanas

Perlakuan pendahuluan dilakukan dengan merendam nanas kedalam larutan sukrosa dan

maltodekstrin yang divariasikan konsentrasinya selama 3 jam pada suhu kamar. Buah nanas

yang direndam dengan larutan maltodekstrin kemudian ditiriskan.

3. Pembuatan Buah Nanas Kering Metode Pengeringan Vakum dan Metode

Pengeringan Beku

a. Metode Pengeringan Vakum

Sampel irisan nanas seberat 100 gram/perlakuan dimasukkan ke dalam oven vakum

dengan suhu pemanasan 60 °C dengan tekanan absolut 5 In Hg selama 6-7 jam. Sampel buah

nanas kering yang sudah jadi dimasukkan dalam plastik (akapack) lalu di seal, kemudian

disimpan di dalam desikator yang didalamnya sudah ditaruh silica gel. Peyimpanan dilakukan

pada suhu ruang dengan kondisi vakum (Saxena et al., 2015).

b. Metode Pengeringan Beku

Sampel irisan buah nanas segar seberat 100 gram tanpa perlakuan diberi pembekuan awal

dalam deep freezer pada -50 °C selama 24 jam. Pengeringan dilakukan dengan

mempertahankan suhu pelat freeze dryer pada -50 °C dalam waktu 48 jam. Sampel buah nanas

kering yang sudah jadi dimasukkan dalam plastik lalu di seal, kemudian disimpan di dalam

desikator yang didalamnya sudah ditaruh silica gel. Peyimpanan dilakukan pada suhu ruang

dengan kondisi vakum (Saxena et al., 2015).

4. Analisis

a. Kadar Air (AOAC, 2006)

Page 125: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

118

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Perhitungan kadar air menggunakan metode gravimetri. Cawan kosong dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu

ditimbang. Sebanyak 2 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui berat

konstannya. Cawan berisi sampel dikeringkan pada suhu 105oC selama 3-5 jam kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi hingga tercapai berat

setimbang.

Kadar air (%) = (c-a)

b× 100% …. (1)

dimana, a = berat cawan kosong (g); b = berat sampel awal (g); dan c = berat cawan dengan

sampel setelah pemanasan (g).

b. Rasio Penyusutan Volume (Yamsaenhsung et al., 2011)

Prosedur penentuan volume penyusutan dari keripik nanas adalah membandingkan

volume awal irisan buah nanas yang digunakan dan volume keripik nanas yang dihasilkan

dengan cara merendamnya di biji wijen. Setelah itu, rasio penyusutan dihitung berdasarkan

rumus sebagai berikut :

Volume Penyusutan= (V-V0)

V0× ×100% ….. (2)

b. Tekstur (Bourne, 2002)

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan alat Texture Analyzer. Probe yang digunakan

pada pengujian ini yaitu P/6 dengan menggunakan project stick pretzel dengan measurement

speed 2 mm/s dan distance 3 mm. Alat menunjukan nilai hardness dalam satuan gF.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Perbedaan konsentrasi larutan osmodehidrasi memberikan pengaruh terhadap hasil

analisis kadar air nanas kering. Hasil analisis disajikan pada gambar 1.

Page 126: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

119

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Grafik Kadar Air Nanas Kering

Nanas kering metode pengeringan beku memiliki kadar air yang lebih rendah. Hal ini

terjadi karena suhu, kelembapan udara, dan kecepatan aliran berbeda dengan metode

pengeringan vakum. Menurut (Brooker et al., 1974), laju pengeringan akan cepat berlangsung

jika suhu udara pengering tinggi dan kelembapan udara pengering rendah. Untuk proses

pengeringan beku (freeze dryer), menurut Muchtadi (1997), bahan yang dikeringkan terlebih

dahulu dibekukan kemudian dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan tekanan rendah

sehingga kandungan air yang sudah menjadi es akan langsung menjadi uap, dikenal dengan

istilah sublimasi. Sublimasi pada metode pengeringan beku terjadi pada suhu rendah, maka uap

air bisa berdifusi dengan baik dari bagian basah ke udara lingkungan, sehingga bisa dihasilkan

produk yang kering dengan baik (Hariyadi, 2013).

Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang

digunakan makan semakin rendah kadar air produk. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi

konsentrasi maltodekstrin maka akan semakin banyak air yang keluar di dalam jaringan buah

dan menyebabkan kandungan air dalam jaringan menjadi lebih sedikit. Osmodehidrasi

maltodekstrin pada bahan dapat mengurangi kadar air hingga 10-70% tergantung dengan

kondisi proses dan sifat bahan (Matuska et al., 2006). Pada saat osmodehidrasi maltodekstrin

dilakukan terhadap buah, maltodekstrin akan masuk dan merubah jaringan struktur buah.

Kandungan air pada jaringan buah akan keluar dan maltodekstrin akan masuk dan mengganti

air yang terdapat dalam jaringan buah (Nunes & Moreira, 2009).

Buah nanas mengalami penyusutan seiring berjalannya pengeringan. Osmodehidrasi

sebelum pengeringan membantu menurunkan rasio penyusutan volume. Osmodehidrasi

Page 127: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

120

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

menyebabkan air pada nanas segar berdifusi dan larutan osmodehidrasi masuk kedalam

jaringan buah, sehingga kadar air dalam bahan menurun dan padatan terlarut pada bahan

meningkat (Raoult-Wack et al., 1991). Rasio penyusutan nanas kering dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Rasio Penyusutan Volume Nanas Kering

Berdasarkan hasil penelitan nanas kering dengan osmodehidrasi larutan maltodekstrin

70% memiliki rasio penyusutan volume sebesar 17,15% merupakan hasil yang paling

mendekati dengan kontrol produk yang memiliki rasio penyusutan 4,34%. Semakin tinggi

konsentrasi larutan osmodehidrasi maka rasio penyusutan akan semakin rendah. Pergerakan air

dari bagian dalam bahan ke permukaan menyebabkan migrasi zat terlarut pada larutan

osmodehidrasi dan konsentrasi lapisan luar bahan meningkat. Lapisan permukaan buah yang

diresapi oleh larutan osmodehidrasi mencegah penyusutan yang berlebihan dari jaringan

selama pengeringan. Penyusutan bergantung kepada jenis dan konsentrasi larutan

osmodehidrasi yang digunakan (Nowak et al., 2016). Peningkatan konsentrasi pada lapisan

permukaan dan hilangnya air menyebabkan kerusakan pada dinding sel bahan dan kekakuan

dinding sel selama pengeringan (Pendlington & Ward, 1965). Permukaan luar bahan menjadi

kaku dan lebih keras sehingga rasio penyusutan menurun selama pengeringan. Menurut

Neumann (1972), semakin tinggi konsentrasi larutan osmodehidrasi maka semakin banyak

ikatan polihidroksi terbentuk dan akan meminimalisasi ikatan hidrogen dengan polisakarida di

dinding sel sehingga deformasi sel berkurang selama pengeringan. Lapisan permukaan yang

diresapi oleh larutan osmodehidrasi mencegah penyusutan yang berlebihan dari jaringan

selama pengeringan.

Page 128: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

121

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tekstur

Tekstur menjadi parameter penting dalam menentukan kualitas produk pangan yang

mempengaruhi penerimaan konsumen. Perlakuan pendahuluan osmodehidrasi pada

pengeringan vakum nanas mampu memperbaiki tekstur produk akhir nanas kering.

Pengukuran nilai nanas kering dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Grafik Nilai Kekerasan Nanas Kering

Hasil analisis menujukkan nanas kering dengan perlakuan osmodehidrasi 70% malto

memiliki nilai kekerasan yang paling mendekati dengan kontrol produk yaitu sebesar 1613,57

gF. Berdasarkan hasil ini, maka semakin tinggi konsentrasi larutan osmodehidrasi yang

digunakan maka nilai kekerasan nanas kering semakin kecil. Nanas kering metode pengeringan

beku memiliki nilai kekerasan paling kecil karena proses pengeringan beku terjadi melalui

mekanisme sublimasi yang terjadi pada suhu dingin. Karena itu, proses gelatinisasi,

karamelisasi, dan denaturasi tidak terjadi, sehingga pada bagian pangan yang kering tidak

terjadi perubahan pembentukan kerak. Dengan demikian, uap air bisa berdifusi dengan baik

dari bagian basah ke udara lingkungan, sehingga bisa dihasilkan produk kering dengan struktur

berpori (Wang et al., 2010).

Semakin tinggi konsentrasi larutan maltodekstrin yang digunakan maka nilai kekerasan

produk nanas kering semakin kecil. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi larutan

osmodehidrasi maka semakin besar air yang keluar dari dalam bahan. Kekerasan pada dinding

bahan di tentukan oleh tekanan turgor di dalam sel. Hilangnya air dalam bahan mengakibatkan

tekanan turgor di dalam sel berkurang sehingga menyebabkan kekerasan pada produk semakin

menurun (Khin et al., 2007). Buah nanas memiliki kandungan gula seperti sukrosa, fruktosa,

dan glukosa. Gula yang banyak terdapat pada buah-buahan adalah fruktosa. Berdasarkan

Page 129: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

122

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

standarisasi bahan baku buah nanas memiliki nilai gula pereduksi 5,76%. Gula yang terdapat

pada nanas memiliki suhu transisi gelas (Tg) yang kecil sehingga perubahan fase gelas

(solid/glassy) menjadi fase karet (rubbery) terjadi sangat cepat karena penyerapan air.

Perubahan fase glassy menjadi rubbery menyebabkan karakteristik yang tidak diinginkan

seperti kelengketan, kealotan, dan kristalisasi gula (Zou et al., 2013). Maltodekstrin memiliki

nilai Tg dengan rentang 100-243°C (Goula & Adamopoulos, 2008), sedangkan gula seperti

sukrosa, fruktosa, dan glukosa memiliki nilai Tg 62 °C, 5 °C, and 31 °C, (Jaya & Das, 2003).

Penambahan maltodekstrin menyebabkan kenaikan nilai Tg pada kandungan gula-gula yang

terdapat di dalam nanas sehingga kandungan gula di dalam nanas mencapai fase glassy pada

saat dilakukan pengeringan. Semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang digunakan maka

nilai Tg pada gula nanas akan memiliki nilai semakin besar menyebabkan produk akhir

memiliki nilai kekerasan semakin kecil dan tekstur berpori (Fongin et al., 2019).

KESIMPULAN

Pembuatan nanas kering menggunakan metode pengeringan vakum sebagai alternatif

dari metode pengeringan beku dapat dilakukan dengan perlakuan pendahuluan osmodehidrasi

menggunakan larutan maltodekstrin 70% (b/v). Kadar air nanas kering dengan osmodehidrasi

maltodekstrin 70% sebesar 5,63%. Nanas kering dengan pendahuluan osmodehidrasi

maltodekstrin 70% memiliki rasio penyusutan volume terkecil yaitu 17,15% dan nilai

kekerasan sebesar 1613,57 gF.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknologi Industri Pangan,

Universitas Padjadjaran tempat dimana dilaksanakannya penelitian. Terima kasih kepada

Bapak Bambang Nurhadi, S.TP., MSc., Ph.D, Robi Andoyo, S.TP., MSc., Ph.D., dan Nandi

Sukri, S.Pi., M.Si atas ilmu serta arahan selama penelitian berjalan serta kepada teman-teman

yang terlibat di dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aman, W., Subarna, M. A., Syah, D., & Budiwati, A. I. 1992. Pengeringan dalam Petunjuk

Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Insitut Pertanian Bogor, Bogor.

Bourne, M. . 2002. Food Texture and Viscosity : Concept and Measurement, 2nd Ed. Academic

Press, United Kingdom.

Page 130: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

123

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Brooker, D. B., Bakker, F. W., & Arkema, C. W. 1974. Drying Cereal Grains. The A VI

Publishing Co.Inc, West Port, USA.

Fongin, S., Eduardo, A., Granados, A., Harnkarnsujarit, N., Hagura, Y., & Kawai, K. 2019.

Effects of maltodextrin and pulp on the water sorption , glass transition , and caking

properties of freeze-dried mango powder. Journal of Food Engineering, 247, 95–103.

Goula, A. M., & Adamopoulos, K. G. 2008. Effect of maltodextrin addition during spray drying

of tomato pulp in dehumidified air: I. Drying kinetics and product recovery. Drying

Technology, 26(6), 714–725.

Hadiati, S., & Indriyani. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Nenas. Balai Penelitian Buah

Tropika, Solok.

Hariyadi, P. 2013. Freeze Drying Techology: for Better Quality & Flavor of Dried Products.

Food Review Indonesia, 8(2), 52–57.

Jaya, S., & Das, H. 2003. A vacuum drying model dor mango pulp. J. Dryingtech, 21(7),

1215–1234.

Khin, M., Zhou, W., & Yeo, S. 2007. Mass transfer in the osmotic dehydration of coated apple

cubes by using maltodextrin as the coating material and their textural properties. J Food

Eng, 81, 514– 522.

Matuska, A, L., & Lazarides, H. N. 2006. On the use of edible coatings to monitor osmotic

dehydration kinetics for minimal solid uptakes. J. Food Engg, 72, 85–91.

Muchtadi. 1997. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB,

Bogor.

Neumann., H. 1972. Dehydrated Celery : Rehydration Effects Of Predrying Treatments

Procedures On Reconstitution. J. Food Science, 37, 437-441.

Nowak, D., Piechucka, P., Witrowa-Rajchet, D., & Wiktor, A. 2016. Impact of material

structure on the course of freezing and freeze- drying and on the properties of dried

substance, as exemplified by celery vol. 180, pp. 22–28, 2016. J. Food Engg, 180, 22–28.

Nunes, Y., & Moreira, R. 2009. Effect of osmotic dehydration and vacuum frying parameters

to produce high-quality mango chips. J Food Sci, 74, 355–362.

Pendlington, S., & Ward, J. P. 1965. Histological examination of some air dried and freeze

dried vegetables. Proceedings of the First Interna- tional Congress of Food Science and

Technology, 4, 55–64.

Raoult-Wack, A. L., Guilbert, S., Mauger, M. Le, & G. Rios. 1991. Simultaneous water and

solute transport in shrinking media. Part 1. Application to de-watering and impregnation

soaking process analysis (osmotic dehydration). Drying Technology 9, 3, 589–612.

Satuhu, S. 1993. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 131: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

124

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Saxena, A., Maity, T., Raju, P. S., & Bawa, A. S. 2015. Food and Bioproducts Processing

Optimization of pretreatment and evaluation of quality of jackfruit ( Artocarpus

heterophyllus ) bulb crisps developed using combination drying. Food and Bioproducts

Processing, 95, 106–117.

Wang, R., Zhang, M., & Mujumdar, A. S. 2010. Effects of vacuum and microwave freeze

drying on microstructure and quality of potato slices. Journal of Food Engineering,

101(2), 131–139.

Yamsaenhsung, R., Ariyapuchai, T., & Prasertsit, K. 2011. Effects of vacuum frying on

structural changes of bananas. Journal of Food Engineering, 106, 298–305.

Zou, K., Teng, J., Huang, L., Dai, X., & Wei, B. 2013. Effect of Osmotic Pretreatment on

Quality of Mango Chips by Explosion Puffingdrying. LWT, 51(1), 253–25.

Page 132: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

125

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGENDALIAN MUTU PRODUK BIJI KOPI ARABIKA (COFFEA

ARABICA) DENGAN MENGGUNAKAN STATISTICAL QUALITY

CONTROL

Ghiffari Ghani Rizqullah1, Chay Asdak2, Boy Macklin Pareira Prawiranegara2

1)Program Studi Teknik Pertanian , Universitas Padjadjaran 2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 43563

E-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Menurut AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia) ekspor biji kopi Indonesia lebih

didominasi oleh grade V dan VI (mutu rendah) sehingga tidak mendapatkan premi harga seperti

kopi biji dari Vietnam. Salah satu kopi Indonesia dari Jawa Barat yang berhasil menembus

pasar Internasional adalah Kopi Manglayang. Standar mutu yang dimiliki Kopi Manglayang

mengacu pada SNI 01-2907-2008, tetapi dalam proses produksinya tidak jarang terjadinya

cacat sehingga mendapat harga jual yang rendah atau penolakan dari konsumen. Oleh karena

itu, perlu dilakukan pengendalian mutu untuk minimalisir produk biji kopi cacat dan

meningkatkan produktivitas. Penelitian ini menggunakan metode statistical quality control

untuk mengetahui tekendali atau tidaknya proses pada pengolahan biji Kopi Manglayang. Data

yang digunakan berupa sampel biji kopi Manglayang dengan parameter kecacatan berdasarkan

pada sistem nilai cacat SNI 01-2907-2008. Mutu Produk biji kopi Manglayang berdasarkan

peta kendali diketahui tidak terkendali karena, terdapat 3 data yang terdapat diluar batas kendali

statistik, terdapat 7 data berurutan yang berada diatas garis Center Line, dan terdapat 11 data

berurutan yang berada dibawah garis Center Line. Kondisi tersebut menunjukan adanya

perubahan pada proses seperti kondisi, pengaturan pada peralatan dan perubahan metode atau

proses kerja. Berdasarkan Fishbone Diagram diketahui faktor-faktor dan penyebab yang

mempengatuhi mutu produk biji kopi Manglayang yaitu, mesin (tidak berfungsi dengan baik,

tidak ada perawatan rutin, dan pengadaan mesin baru), metode (pengadaan SOP), sumber daya

manusia (konsentrasi,ketelitian,kedisiplinan, dan pengetahuan) dan bahan baku (penyeleksian

hasil panen dari berbagai blok perkebunan kopi Manglayang.

Kata kunci: Pengendalian Mutu, Statistical Quality Control, Pengendalian Mutu Biji Kopi

PENDAHULUAN

Ekspor kopi Indonesia saat ini terdiri dari 75% jenis kopi robusta dan sekitar 25% jenis

kopi arabika (Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI, 2015). Menurut AEKI

Page 133: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

126

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

ekspor biji kopi Indonesia lebih didominasi oleh grade V dan VI (mutu rendah) sehingga tidak

mendapatkan premi harga seperti kopi biji dari Vietnam. Selain itu penyesuaian jenis kopi

dengan permintaan pasar sangat diperlukan. Pengembangan industri kopi Indonesia hendaknya

tidak hanya tertumpu pada pengembangan kopi jenis robusta. Tingginya harga kopi arabika di

pasar dunia serta luasnya lahan yang sesuai sebagai syarat tumbuhnya kopi arabika di Indonesia

mestinya menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk merangsang perkembangan industri

kopi arabika di masa yang akan datang (Kemendag, 2017).

Salah satu kopi Indonesia dari Jawa Barat yang berhasil menembus pasar Internasional

adalah Kopi Manglayang yang mulai dikenalkan kepada publik sejak 2014. Kopi asal Jawa

Barat yang ditanam dari ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut ini sudah menembus

pasar Internasional mulai Maroko, Jepang hingga Australia. Kualitas produk yang dihasilkan

Kopi Manglayang tentu harus memiliki kualitas yang baik agar dapat diterima pasar dan

memiliki standar mutu yang salah satunya bertujuan untuk mencapai keseragaman, baik

keseragaman pada warna, tekstur, rasa, dan lain sebagainya (Intan, 2016). Standar mutu yang

dimiliki Kopi Manglayang mengacu pada SNI 01-2907-2008, tetapi dalam proses produksinya

tidak jarang terjadinya cacat sehingga mendapat harga jual yang rendah atau penolakan dari

konsumen. Usaha pengendalian mutu oleh perusahaan yang diabaikan merupakan salah satu

faktor dari terjadinya kecacatan produk. Perusahaan akan mengalami kerugian karena harga

produknya menurun atau bahkan mendapat penolakan dari konsumen jika mutu produk yang

dihasilkan dibawah standar. Berdasarkan hasil observasi diketahui belum diterapkan

pengendalian mutu secara statistik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian mutu untuk

minimalisir produk biji kopi cacat dan meningkatkan produktivitas.

Identifikasi jumlah dan faktor penyebab kecacatan perlu diketahui untuk menetapkan

langkah-langkah yang tepat guna meminimalisir produk cacat. Mutu produk biji kopi yang

dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi lahan dan juga proses pengolahannya (Pascawijaya dkk,

2015). Sehingga untuk identifikasi dilakukan pengendalian mutu dengan menggunakan alat

dari Statistiqal Quality Control (SQC) untuk mengevaluasi mutu biji kopi Manglayang dan

mengetahui perbaikan apa yang perlu dilakukan pada proses pengolahan biji kopi Manglayang.

Tujuan dari penelitian ini, adalah menentukan tingkat kecacatan biji kopi Manglayang

untuk mengetahui apakah masih dalam batas kontrol yang sesuai dengan SNI 01-2907-2008

dengan menggunakan peta kendali.dan menentukan faktor penyebab yang dapat menurunkan

Page 134: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

127

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

mutu produk biji kopi Manglayang dan perbaikan apa yang perlu dilakukan dengan

menggunakan fishbone diagram.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama tiga bulan, dari April sampai Juni 2019 yang berlokasi di

Shelter Kelompok Tani Kopi Manglayang. Jalan Palintang, kampung Cilalareun, Desa

Cipanjalu, Cilengkrang, Bandung, Jawa Barat 40618. Metode yang digunakan pada penelitian

ini, yaitu metode analisis statistik deksriptif dimana analisis menggunakan metode statistik dan

hasil analisis digambarkan secara deskriptif.

1. Alat dan Bahan

1.1 Alat

Alat yang digunakan, yaitu :

1. Cawan Platina sebgai wadah sample biji kopi yang akan diukur.

2. Laptop Asus A455L sebagai alat pengolah data.

3. Microsoft Excel untuk analisis dan pengolahan data.

4. Timbangan digital untuk mengukur berat sample biji kopi.

1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Produk Biji Kopi Manglayang

2. Pengumpulan Data

Pengambilan sampel biji kopi menggunakan metode work sampling dimana sampel biji

kopi diambil secara acak pada waktu yang telah ditentukan dengan menggunakan bilangan

acak. Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi dilakukan dari contoh/sampel yang telah diambil

untuk menggolongkan mutu biji kopi sesuai dengan SNI 19-0428-1998.

3. Pengolahan dan Analisis Data

3.1 Peta Kendali

Langkah-langkah membuat grafik kendali Xbar dan Rbar adalah :

1. Tentukan ukuran contoh (n= 4,5,6,....). Untuk keperluan praktik biasanya ditentukan

lima unit pengukuran dari setiap contoh (n = 5).

2. Kumpulkan 20 – 25 sampel.

3. Hitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel.

Page 135: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

128

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Xbar= 𝑥1+𝑥2+⋯𝑥𝑛

𝑛 ..................... (1)

R = Xmaks – Xmin ..................... (2)

Hitung nilai rata-rata dari semua Xbar, yaitu Xdouble bar yang akan digunakan sebagai

garis tengah grafik Xbar tersebut, serta nilai rata-rata dari semua R, yaitu Rbar yang

merupakan garis tengah dari grafik R.

Misalkan tersedia m sampel, masing-masing memuat n observasi pada karakteristik

kualitas itu. Misalkan Xbar1, Xbar2, ..., Xbar m adalah rata-rata tiap sampel. Maka penaksir

terbaik untuk rata-rata proses adalah mean keseluruhan yakni :

Xdouble bar = 𝑋𝑏𝑎𝑟1+𝑋𝑏𝑎𝑟2+⋯+𝑋𝑏𝑎𝑟 𝑚

𝑚 ................. (3)

Rbar = 𝑅1+𝑅2+⋯+𝑅𝑚

𝑚 .................. (4)

4. Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali Xbar dan R. Grafik kendali

Xbar (batas-batas kendali 3-sigma):

UCL (Batas Pengendali Atas) = Xbar+ A2Rbar ....................... (5)

CL (Garis Pusat) = Xbar ....................... (6)

LCL (Batas Pengendali Bawah) = Xdouble bar - A2Rba r ..…................. (7)

Grafik kendali R (batas-batas kendali 3-sigma):

UCL = D4Rbar .................................................... (8)

CL = Rbar .................................................. (9)

LCL = D3Rbar ................................................... (10)

5. Buatkan grafik kendali X bar dan R bar.

6. Plot data X bar pada peta kendali X bar serta amati apakah data tersebut berada dalam

pengendalian atau tidak.

7. Plot data R pada peta kendali R serta amati apakah data tersebut berada dalam

pengendalian atau tidak.

3.2 Diagram Pareto

Penyusunan diagram pareto dapat menggunakan tujuh langkah berikut ini :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah,

penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik karakteristik

tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

Page 136: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

129

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang terbesar

hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing- masing

masalah.

7. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.

3.3 Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau

masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah

menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur,

kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan

melalui sesi brainstorming (DitjenNak, 2000).

Langkah pembuatan Diagram sebab akibat adalah sebagai berikut :

1. Menyepakati pernyataan masalah serta dibuat sebagai pengaruh tulang.

2. Mengidentifasi kategori-kategori penyebab umum yang sering terjadi.

3. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming.

4. Mengkaji dan menyepakati sebab-sebab yang paling mungkin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Peta Kendali

Setelah dilakukan pengambilan data selama 5 minggu pada proses sortasi biji kopi

Manglayang, kemudian dilakukan analisis proses untuk mengetahui sejauh mana kegagalan

terjadi hingga batas kendali statistik. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan peta

kendali dengan tujuan membuat plotting data sehingga dapat mengdentifikasi ada atau tidaknya

kasus Special Cause (kejanggalan) yang terjadi dalam proses dan mengetahui kapan dan

dimana perbaikan mutu produk yang perlu dilakukan perusahaan. Peta kendali pada proses

sortasi biji kopi Manglayang disajikan pada Gambar 1.

Page 137: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

130

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Peta Kendali X bar Mutu Produk Biji Kopi Manglayang

(Sumber : Hasil Penelitian)

Berdasarkan peta kendali X bar pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa proses tidak

terkendali karena terdapat tiga titik yang tidak memenuhi kriteria terkendali. Tiga titik tersebut

dua diantaranya berada diatas zona 3 sigma/ Batas Kendali Atas tepatnya pada titik ke-11 dan

ke-33, kemudian satu titik lainnya berada dibawah zona 3 sigma/Batas Kendali Bawah tepatnya

pada titik ke -97.

Pola keragaman pada peta kendali X bar tersebut yaitu terjadinya lompatan dalam

tingkatan proses sehingga beberapa sebab yang mempengatuhi peta kendali X bar tersebut

yaitu, perubahan dalam proporsi bahan-bahan atau subperakitan yang berasal dari sumber-

sumber yang berbeda, pergantian pekerja atau mesin baru, adanya modifikasi dari metode atau

proses produksi, dan terjadinya perubahan dalam peralatan atau metode pemeriksaan (Grant &

Richard, 1988).

Gambar 1 memperlihatkan terdapat beberapa titik yang berurutan berada diatas dan

dibawah garis nilai tengah (CL). Tampubolon (2004) mengatakan bahwa bila terdapat titik

membentuk tren baik naik atau turun, proses peroduksi harus diselidiki karena telah terjadi

suatu perubahan pada peralatan yang digunakan sehingga mengakibatkan pergeseran kualitas

produk yang dihasilkan. Secara keseluruhan proses dalam keadaan tidak terkendali karena

menunjukkan beberapa titik yang secara berurutan berada diluar garis CL, hal tersebut

55.00

60.00

65.00

70.00

75.00

80.00

85.00

90.00

95.00

11/4/2019

15/4/2019

20/4/2019

24/4/2019

27/4/2019

29/4/2019

7/5/2019

9/5/2019

13/5/2019

16/5/2019

Peta Kendali Mutu Produk Biji Kopi Manglayang

Jumlah Nilai Cacat Batas Kendali AtasBatas Kendali Bawah Nilai Tengah

Page 138: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

131

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

menunjukkan ketidakstabilan proses yang berarti kondisi mesin yang digunakan kondisinya

kurang baik karena pengaturan mesin yang tidak sesuai.

2. Analisis Diagram Sebab Akibat

Gambar 2. Diagram Sebab Akibat

(Sumber : Hasil Penelitian)

2.1 Mesin

Mesin berperan penting dalam proses produksi biji kopi Manglayang untuk

menghasilkan produk biji kopi yang bermutu. Poktan Kopi Manglayang pada proses

produksinya menggunakan mesin pulper untuk proses penggilingan buah kopi dan mesin huler

untuk penggilingan biji kopi yang sudah kering. Hasil pengamatan mengenai mesin pulper

yang digunakan poktan kopi manglayang menunjukan bahwa kinerja mesin yang kurang

efisien dan efektif dikarenakan pada saat penggilingan diperlukan karung untuk menghindari

output yang terlempar/tidak langsung masuk ke ember/wadah penampung output dari proses

penggilingan. Pengecekan rutin mesin dan perawatan mesin pada poktan kopi Manglayang

tidak dilakukan secara rutin sehingga hanya dilakukan pengecekan jika telah terjadi kerusakan

yang fatal.

MACHINE METHOD

MAN MATERIALS

BIJI KOPI CACAT

Tidak berfungsi

dengan baik

Tidak ada perbaikan

dan pengecekan

rutin

Perlu pengadaan

mesin baru Pengadaan SOP

Seleksi Bahan Baku

Konsentrasi

Ketelitian

Kedisiplinan

Pengetahuan

Page 139: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

132

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Metode pengeringan dan pencucian pada poktan kopi manglayang dilakukan secara

manual sehingga belum menggunakan mekanisasi, Metode yang masih manual tersebut

memiliki kekurangan yaitu, keadaan lingkungan pada proses pengeringan harus baik yaitu pada

suhu sekitar 45-50oC dan juga waktu pengeringan harus tepat karena proses ini akan

mempengaruhi cita rasa kopi.

2.2 Metode

Pada proses produksi poktan kopi Manglayang belum menerapkan Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang baku/dokumen yang berisi serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan

tentang proses-proses atau urutan langkah-langkah (pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan), di

mana pekerjaan tersebut dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana melakukannya, di

mana melakukannya, dan siapa yang melakukannya. Fungsi adanya SOP ini yaitu, menjaga

konsistensi kinerja atau kondisi tertentu yang pastinya berpengaruh pada mutu produk yang

akan dihasilkan dan efektifitas serta efisiensi tenaga dan biaya kerja.

2.3 Sumber Daya Manusia

Pekerja berperan penting terhadap mutu produk yang dihasilkan. Konsentrasi,

kedisiplinan, ketelitian, dan pengetahuan perlu diterapkan pekerja pada saat proses produksi.

Operator yang bertugas mengendalikan mesin perlu mengetahui cara penggunaan mesin

tersebut agar mesin yang digunakan berfungsi maksimal sebagaimana mestinya. Pada proses

sortasi konsentrasi dan ketelitian pekerja sangat penting untuk menghasilkan produk dengan

mutu baik yang siap dijual. Kedisiplinan juga berpengaruh terhadap mutu produk serta

efektifitas dan efisiensi waktu produksi yang berpengaruh terhadap biaya produksi itu sendiri.

Konsentrasi, kedisiplinan, ketelitian, dan pengetahuan pekerja dapat ditingkatkan dengan

adanya pelatihan pekerja seperti pelatihan pekerja, penignkatan fasilitas kerja, dan reward

kerja. On the Job Training (OJT) atau istilah umumnya magang yang merupakan alternatif

transfer knowledge dalam meningkatkan kualitas pegawai dalam suatu organisasi. Dalam

OJT akan diajarkan tentang kemampuan (skills), pengetahuan (knowledge), dan kompetensi

(competency) yang dibutuhkan pegawai untuk suatu pekerjaan langsung dari lapangan kerja.

Fasilitas kerja yang nyaman juga dapat mempengaruhi konsentrasi sehingga pekerjan yang

dilakukan akan lebih fokus. Penerapan reward seperti bonus upah tambahan akan memacu

semangat serta mempengaruhi kedisiplinan dan ketelitian pekerja.

2.4 Bahan Baku

Page 140: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

133

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Hasil panen yang baik tentunya sangat mempengaruhi bii kopi yang dihasilkan. Poktan

kopi Manglayang menampung buah kopi yang dihasilkan berbagai blok perkebunan kopi yang

ada di kaki gunung Manglayang dengan luas sekitar 360 Ha. Luasnya lahan tersebut tentu

menghasilkan buah kopi yang sangat banyak sehingga poktan kopi Manglayang tidak dapat

menampung hasil panen keseluruhan blok perkebunan kopi.

Biaya modal/biaya proses pengolahan yang tinggi merupakan salah satu masalah adanya

alasan tersebut. Hasil panen dari berbagai blok perkebunan kopi tersebut tentunya memiliki

kualitas yang berbeda-beda karena pengaruh faktor tumbuh seperti ketinggian lahan, suhu,

kondisi tanah, dll. Oleh karena hal tersebut untuk memaksimalkan biaya modal dan cash flow

yang ada sehingga menghasilkan produk biji kopi yang maksimal penyeleksian penampungan

hasil panen dari blok perkebunan kopi Manglayang berdasarkan kualitas buah kopi yang baik

perlu dilakukan.

KESIMPULAN

Mutu Produk biji kopi Manglayang berdasarkan peta kendali diketahui tidak terkendali

karena terdapat data-data mutu biji kopi pada proses sortasi yang terdapat diluar batas kendali

statistik dan terdapat beberapa titik yang berurutan berada diatas dan dibawah garis Center Line

yang menunjukan adanya perubahan pada proses seperti kondisi, pengaturan pada peralatan

dan perubahan metode atau proses kerja. Faktor-faktor penyebab tidak terkendalinya mutu

produk biji kopi Manglayang berdasarkan diagram sebab akibat, yaitu mesin (tidak berfungsi

dengan baik, tidak ada perawatan rutin, dan pengadaan mesin baru), metode (pengadaan SOP),

sumber daya manusia (konsentrasi,ketelitian,kedisiplinan, dan pengetahuan) dan bahan baku

(penyeleksian hasil panen dari berbagai blok perkebunan kopi Manglayang).

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-

besarnya kepada Bapak Ir. Chay Asdak, M. Sc., Ph.D., Bapak Dr.Boy Macklin Pareira P.,S

T.,M.Si., dan pihak Shelter Kelompok Tani Kopi Manglayang yang telah memberikan izin

untuk melaksanakan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia). 2016. Perkembangan Ekspor & Impor Kopi Tahun

2007-2013. Terdapat pada : www.aeki-aice.org (diakses pada tanggal 15 Januari 2019

pukul 09.20 WIB)

Page 141: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

134

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

DitjenNak. (2000). Panduan pelatihan total quality management dan meningkatkan sistem-

sistem organisasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,

Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Grant, Eugene L., Richard S. Leavenworth. 1988. Pengendalian Mutu Statistik Edisi Kelima.

Jakarta : Erlangga.

Intan. 2016. “Pengendalian Mutu Produk Biji Kopi Robusta pada Bagaian Sortasi di PT.

Taman Delta Indonesia. Skripsi. D3 Agroindustri. Universitas Gadjah Mada.

Kemendag. 2017. Kopi Indonesia di Pasar Jerman : Fakta dan Strategi. Jakarta : Badan

Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan.

Kemenperin. 2017. Naik 10 Persen, Ekspor Kopi Olahan Nasional Tembus USD 469 Juta.

Terdapat pada : www.kemenperin.go.id (diakses pada tanggal 14 Januari 2019 pukul

05.45 WIB)

R. Pascawijaya, Dariharjo, Jupri. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi

(Coffea Arabica) di Desa Sirnajaya. Antologi Geografi, Vol. 3, No. 2.

Tampubolon MP. 2004. Manajemen Operasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 142: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

135

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

RANCANG BANGUN SISTEM PENGAMAN PINTU RUMAH KACA

BERBASIS RASPBERRY PI

Hibban Farhan Haibah1, Muhammad Saukat2, Mimin Muhaemin2

1)Program Studi Teknik Pertanian , Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 43563

email: [email protected]

ABSTRAK

Rumah kaca merupakan konstruksi yang digunakan untuk melindungi tanaman dari

kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dan serangan hama juga penyakit. Kunci pintu

yaitu sistem keamanan yang digunakan pada rumah kaca untuk menjamin keamanan objek di

dalam rumah kaca, dengan memanfaatkan Raspberry Pi yang menggunakan bahasa program

Python sebagai pusat kontrol buka/tutup kunci pintu secara otomatis. Metode penelitian yang

digunakan yaitu metode rekayasa dengan melakukan kegiatan rancang bangun dengan keluaran

dari penelitian ini adalah sistem keamanan kunci pintu rumah kaca berbasis Raspberry Pi.

Sistem keamanan ini dirancang untuk dapat membuka kunci pintu secara otomatis bagi user

yang sudah terdaftar atau ditentukan, dan informasi mengenai rekam jejak keluar masuk rumah

kaca ditampilkan melalui sebuah website. Hasil dari perancangan sistem pengaman rumah kaca

ini yaitu penggunaan sensor RFID reader sebagai pendeteksi tanda pengenal atau kunci (kartu

RFID) dan rack and pinion sebagai pengunci pintu yang bergerak akibat putaran motor servo

melalui perintah Raspberry Pi.

Kata Kunci: Sistem Keamanan, Kunci Pintu, Raspberry Pi,

PENDAHULUAN

Keamanan merupakan kata sifat aman yang berasal dari kata security, dimana memiliki

arti bebas dari bahaya. Sistem keamanan pada suatu bangunan yang merupakan upaya

pencegahan dan penanggulangan tindak kriminal melalui desain dan perencanaan fisik yang

tepat. Bangunan rumah kaca/greenhouse yang dimana sebagai suatu bangunan untuk budidaya

yang memiliki struktur atap dan dinding bersifat tembus cahaya, sehingga dapat melindungi

objek/tanaman dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dan melindungi tanaman

dari serangan hama juga penyakit (Nelson, 1981) memiliki biaya konstruksi terbilang besar,

mengakibatkan bangunan tersebut harus memiliki sistem keamanan yang baik. Permasalahan

pada sistem penguncian pintu yang sering dijumpai adalah identitas pengguna tidak dapat

Page 143: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

136

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

diatur atau dimanipulasi, juga tidak adanya sistem pengawasan rekam jejak pengguna yang

masuk atau keluar pintu.

Sistem keamanan yang diterapkan pada penelitian ini terletak pada kunci pintu yang

berjalan secara otomatis melalui komputer mini Raspberry Pi. Sistem penguncian yang

mekanisme kendalinya berjalan secara otomatis dan memiliki sistem yang baik merupakan

solusi untuk menjamin keamanan dan mempermudah pengguna rumah kaca hendak masuk,

serta dilengkapi kemampuan untuk mengawasi rekam jejak pengguna yang masuk atau keluar.

Raspberry Pi merupakan komputer papan tunggal yang dirancang dan diproduksi di Inggris

dengan tujuan awal untuk menyediakan perangkat komputasi yang murah untuk pendidikan

(Fajar, 2018). Fungsi Raspberry Pi sebagai kontroler dan penyimpan database pengguna rumah

kaca dalam sistem penguncian. Sistem pengaman pintu ini dilengkapi dengan sensor RFID

(Radio Frequency Identification) reader untuk membaca identitas atau ID pengguna yang

terdapat pada kartu RFID, juga dilengkapi aktuator pengunci pintu yang menerapkan prinsip

roda gigi rack and pinion. Radio Frequency Identification (RFID) menurut Maryono (2015)

merupakan teknologi untuk mengidentifikasi suatu objek menggunakan transmisi radio khusus

yang memiliki rentang frekuensi 125 kHz – 900 MHz sesuai dengan jenisnya.

Sistem penguncian pun dilengkapi kemampuan menampilkan informasi rekam jejak

pengguna yang masuk dan keluar melalui website. Raspberry Pi disini berfungsi sebagai server

dari website, penyimpanan database pengguna rumah kaca dan rekam jejak aktifitas pengguna.

Tujuan dari ditampilkannya rekam jejak keluar atau masuk rumah kaca berkaitan dengan

bagaimana mendapatkan informasi yang lebih baik berkenan dengan akses pengguna ke dalam

rumah kaca. Pendaftaran serta pencabutan hak akses pengguna rumah kaca dilakukan melalui

Raspberry Pi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai Mei 2019 yang bertempat di

Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Alat dan bahan yang digunakan untuk

penelitian yaitu:

1. Laptop

2. Multimeter

3. Obeng

4. Python

Page 144: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

137

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

5. Raspberry Pi B Rev 3

6. USB RFID reader 13.56 MHz

7. Motor servo MG996R

8. Kartu RFID EM4100

9. Memory Micro SD VGEN 16 GB

10. LCD I2C 20x4

11. Rack and Pinion

12. Reed Switch Module

Metode yang digunakan penelitian ini yaitu metode rekayasa (engineering) dengan

melakukan kegiatan perancangan yang menghasilkan suatu produk, sehingga perancangan

sistem pengaman pintu rumah kaca terdiri dari perancangan secara software berupa program

dan algoritma, perancangan hardware berupa pembuatan set dan mekanisme kerja kunci pintu.

Prosedur yang dijalankan penelitian dapat digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.

Prosedur penelitian secara singkatnya dimulai dari identifikasi masalah yang dilanjutkan

dengan mengobservasi terkait kebutuhan keamanan yang dapat menunjang pada rumah kaca.

Selanjutnya penetapan kriteria perancangan sistem pengaman, perancangan mekanisme proses

penguncian yang ditentukan dengan mengevaluasi dari sistem penguncian pada umumnya dan

penelitian yang berkaitan dengan sistem pengunci pintu. Sistem pengaman pintu pada

penelitian ini menerapkan otomatisasi dengan menggunakan Raspberry Pi sebagai komponen

kontrol utamanya, juga digunakan sensor RFID sebagai pendeteksi tanda pengenal dari

pengguna rumah kaca sebelum pengguna dapat masuk, dan rekam jejak masuk atau keluar

pengunjung setiap harinya akan terdata oleh Raspberry Pi.

Page 145: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

138

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Perancangan fungsional dilakukan untuk melakukan penentuan kebutuhan komponen-

komponen utama dan pendukung yang menunjang sistem pengaman dapat berjalan dengan

baik. Komponen utaman yang digunakan sistem pengamanan seacar fungsional terdiri dari

sensor, kontroler, dan akutator. Selain itu juga melakukan perancangan secara struktural untuk

menentukan fungsi dari setiap komponen yang digunakan pada sistem keamanan rumah kaca.

Selanjutnya yaitu dilakukan analisis teknik untuk mengetahui keterkaitan hubungan antar

komponen penyusun sistem keamanan pintu dengan mekanisme kerja alat. Tujuan

dilakukannya analisis teknik yaitu menganalisa mekanisme kerja dari sistem pengaman pintu

apakakh sudah sesuai dengan perancangannya. Analisis teknik juga untuk mengevaluasi

Page 146: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

139

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kinerja dari komponen penyusun sistem pengaman rumah kaca sebagai pertimbangan untuk

dilakukannya perbaikan atau pergantian komponen.

Pengujian yang dilakukan pada sistem pengaman pintu rumah kaca untuk memastikan

semua komponen berfungsi dengan baik. jika seluruh kartu RFID sebagai pengenal akses

masuk yang sudah terdaftar pada sistem mampu membuka pintu, dan pintu tidak terbuka saat

akses ditolak maka dapat dianggap lolos tahapan pengujian. Selanjutnya evaluasi dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana alat dapat bekerja sesuai dengan kriteria yang telah dirancang

dan menganalisis tingkat akurasi dari program dan algoritma penguncian otomatis yang dibuat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sistem

Gambar 2. Gambaran Sistem Penguncian

Sistem pengaman pintu rumah kaca secara umum terdiri dari kunci pintu, server dan

panel pengunjung. Sistem penguncian ini terhubung dalam jaringan nirkabel/LAN. Kunci pintu

sendiri terdiri dari dua buah komponen utama dalam membuka dan menutup pintu, yaitu pada

pembukaan pintu dengan menggunakan mekanisme RFID untuk masuk ke dalam rumah kaca,

juga menggunakan mekanisme RFID dan untuk keluar dengan sifatnya sementara cukup

menggunakan push button karena tidak akan terekam database. Saat pengguna rumah kaca

hendak masuk menggunakan kartu RFID, data akan divalidasi oleh sistem dan kemudian data

akan dicocokan ke database. Jika identitas kartu RFID sudah terdaftar pada database, maka

rekam masuk akan dimasukan ke database rekam jejak masuk keluar dan pintu akan terbuka.

Page 147: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

140

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Sensor magnetik reed switch akan mendeteksi dan memberi masukan ke sistem bahwa pintu

sedang terbuka atau tertutup. Raspberry Pi dan RFID reader memiliki peran penting pada

sistem penguncian yang kemudian informasi aktifitas masuk keluar rumah kaca akan

ditampilkan melalui sebuah situs web. Diagram alur dari mekanisme kerja sistem terdapat

Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Sistem Penguncian

Rancangan Perangkat Keras

Perangkat keras yang digunakan untuk menunjang sistem pengaman pintu rumah kaca

yaitu:

Page 148: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

141

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

1. Kartu RFID, berfungsi sebagai kunci dari pintu rumah kaca. Jenis kartu RFID yang

digunakan yaitu kartu RFID pasif jenis MIFARE tipe EM4001 dengan frekuensi 13.56

MHz. Kode atau ID RFID tersimpan dalam microchip yang terdapat pada bagian kartu,

dan terdapat antena untuk mengirimkan sinyal ke RFID reader.

2. RFID reader, berfungsi untuk membaca kode unik atau ID dari kartu RFID. RFID reader

yang digunakan dengan jenis USB RFID reader dengan frekuensi 13.56 MHz yang

termasuk dalam kategori high frequency.

3. Raspberry Pi, berperan sebagai komponen utama dalam sistem pengaman. Raspberry Pi

3 Model B ini akan menerima dan mengolah informasi dari sensor, dan akan memberi

perintah untuk aktuator membuka pintu.

4. Roda gigi rack and pinion, berperan sebagai aktuator akan membuka kunci pintu saat

mendapat perintah dari Raspberry Pi. Roda gigi ini akan bergerak dengan bantuan motor

servo.

5. Motor servo, berfungsi untuk menggerakan roda gigi rack and pinion. Motor servo yang

digunakan yaitu tipe MG996R.

6. Sensor magnetik/reed switch module, berfungsi sebagai sensor yang memberikan input

ke Raspberry Pi untuk mendeteksi adanya gerakan atau perubahan kondisi pintu antara

terbuka dan tertutup.

Rancangan Perangkat Lunak

Perancangan program untuk sistem pengaman pintu rumah kaca dibuat kedalam 2 bagian,

yaitu saat masuk rumah kaca dan keluar. Keduanya memiliki perancangan program yang sama

dan diilustrasikan pada Gambar 4. Perancangan sistem lunak ini terdiri database yang

mengakomodir kebutuhan web dalam menampilkan riwayat akses masuk dan keluar, dan juga

database user pengguna rumah kaca. Selain itu, dirancang juga program untuk pendaftaran

pengguna rumah kaca agar dapat mengakses sistem pengamannya melalui web monitoring

akses masuk rumah kaca.

Page 149: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

142

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4. Diagram Alir Program

Page 150: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

143

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pengujian Hak Akses

Pengujian ini dilakukan dengan hak akses yang telah terdaftar dan tidak terdaftar pada

database.

Tabel 1. Pengujian Hak Akses yang terdaftar

ID RFID Servo Status

3453775436 Aktif Diterima

3453758124 Aktif Diterima

3460136060 Aktif Diterima

3460090172 Aktif Diterima

3453790780 Aktif Diterima

Tabel 2. Pengujian Hak Akses yang tidak terdaftar

ID RFID Servo Status

3453775276 Tidak Aktif Ditolak

2820332992 Tidak Aktif Ditolak

3648048086 Tidak Aktif Ditolak

3460698108 Tidak Aktif Ditolak

3458785228 Tidak Aktif Ditolak

3453775356 Tidak Aktif Ditolak

Pengujian hak akses ini dilakukan untuk melihat fungsi dari aktuator sebagai indikator,

dan akurasi dari kinerja sensor RFID dan Raspberry Pi dalam mencocokan input dengan data

user yang terdaftar dan tidak terdaftar dalam database. Berdasarkan tabel tersebut, maka

pengujian hak akses dapat dinyatakan berhasil karena saat ID RFID terdaftar, tidak ada servo

yang tidak aktif dan berlaku sebaliknya.

Page 151: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

144

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pengujian Jarak Baca RFID

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui performa jarak pembacaan dari RFID reader

terhadap kartu RFID yang ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengujian jarak baca RFID reader

No ID RFID Jarak Baca

(cm) Keterangan

1. 3453775436 6.0 Terbaca

2. 3453775436 5.5 Terbaca

3. 3453775436 5.0 Terbaca

4. 3453775436 4.5 Terbaca

5. 3453775436 4.0 Terbaca

6. 3453775436 3.5 Terbaca

7. 3453775436 3.0 Terbaca

8. 3453775436 2.5 Terbaca

9. 3453775436 2.0 Terbaca

10. 3453775436 1.5 Terbaca

11. 3453775436 1.0 Terbaca

12. 3453775436 0.5 Terbaca

Berdasarkan Tabel 3, didapatkan jarak maksimal dari bacaan RFID reader 13.56 MHz

ini sejauh 6 cm. Dalam pengujian, kondisi yang dialami tanpa penghalang diantara kartu RFID

dan RFID reader.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian rancang bangun sistem pengaman pintu

rumah kaca berbasis Raspberry Pi adalah ID kartu RFID digunakan sebagai autentikasi

pengguna rumah kaca dengan database yang terdapat pada Raspberry Pi. Raspberry Pi sebagai

pusat kendali sistem perlu terkoneksi dengan jaringan nirkabel atau LAN jika ingin informasi

Page 152: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

145

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

aktifitas rekam jejak keluar masuk dapat diakses pada situs web. Selanjutnya, kartu RFID dapat

terbaca pada jarak maksimal 6 cm tanpa halangan dan jarak kartu RFID bergantung dengan

jenis dari reader dan kartu RFID yang digunakan.

Penelitian yang berkaitan dengan sistem pengamanan pada bangunan pertanian

khususnya rumah kaca yang menerapkan prinsip otomasi dan Internet of Things (IoT) sangat

perlu dikembangkan, karena dengan pengembangan dan pengimplementasian menggunakan

kedua prinsip tersebut dapat mempermudah pengguna dan menjamin keamanan dari bangunan

tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan penggunaan

prinsip otomasi dan Internet of Things (IoT) dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Fajar, Muhammad, 2018, Mudah Belajar Raspberry Pi, Bandung: Penerbit Informatika.

Maryono, 2005, Dasar-dasar Radio Frequency Identification Device (RFID) Teknologi yang

Berpengaruh di Perpustakaan, Media Informasi (XIV): 15-22.

Nelson, P. B, 1981, Greenhouse Operational and Management, New Jersey: Prentice Hall Inc.

Page 153: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

146

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KAJIAN POTENSI KERUSAKAN KLAPPERTAART SELAMA

PROSES PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN

Indah Medani Kartika Ayu Putri1, Indira Lanti Kayaputri2, Tri Yuliana2, Edy Subroto2

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

*Penulis koresponden: [email protected]

ABSTRAK

Klappertaart merupakan kue khas dari Manado yang dibuat dari bahan dasar kelapa, susu, telur,

dan tepung terigu. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai produk klappertaart dan belum adanya

syarat mutu mengenai klappertart menyebabkan potensi kerusakan yang dapat terjadi pada produk

klappertaart belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeteksi kerusakan fisik, kimia dan

mikrobiologi pada produk Klappertaart. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sampling

yang dilanjutkan analisis secara deskriptif. Sampling dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu

dengan mengambil sampel 30% dari total produksi. Kerusakan yang terjadi pada klappertaart sangat

diperngaruhi oleh kandungan nutrisi yang terkandung dalam klappertaart. Kerusakan fisik klappertart

ditandai dengan meningkatnya intensitas warna, aroma, dan rasa. Kerusakan kimia klappertaart ditandai

dengan penurunan kadar air, kadar lemak, peningkatan kadar gula total, dan terbentuknya asam lemak

bebas sebesar 6.7718%. Kerusakan mikrobiologis klappertaart ditandai dengan nilai ALT dan AKK

klappertaart melebihi syarat nilai ALT dan AKK SNI untuk kue lapis. Hasil identifikasi menunjukkan

kapang spesies Aspergillus niger yang tumbuh pada klappetaart. Nilai MPN menunjukkan angka yang

berada di atas standar untuk 15 dari 16 sampel dan hasil pengamatan E. coli menunjukkan hasil positif

pada 11 dari 16 sampel.

Kata Kunci: Klappertaart, Nutrisi, Kerusakan

PENDAHULUAN

Klappertaart merupakan kue khas dari Manado yang dibuat dari bahan dasar kelapa, susu,

telur, dan tepung terigu (Muharani, 2011). Syarat mutu klappertaart tidak terdapat dalam

Standar Nasional Indonesia, sehingga pengetahuan masyarakat masih minim mengenai produk

klappertaart dan potensi kerusakan yang dapat terjadi pada produk klappertaart belum

diketahui. Syarat mutu klappertaart digunakan syarat mutu yang memiliki karakteristik tidak

jauh berbeda yaitu syarat mutu kue lapis dalam SNI 01-4309 tahun 1996. Kandungan nutrisi

yang terdapat dalam klappertaart memberi pengaruh pada potensi kerusakan yang terjadi.

Klappertaart memiliki kadar air yang tinggi dimana hal tersebut dapat menyebabkan

pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih cepat (Supardi, 1999). Kadar air yang tinggi dapat

Page 154: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

147

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

menyebabkan E. coli tumbuh pada klappertaart (Widyaningsih, 2016). Ketengikan yang

disebabkan oleh reaksi hidrolisis juga dapat terjadi pada klappertaart (Ketaren, 2008). Selain

itu, ketengikan akibat reaksi autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak juga

dapat terjadi karena kandungan lemak yang terdapat didalam klappertaart itu sendiri.

Klappertaart termasuk ke dalam produk yang memiliki kadar gula yang cukup tinggi. Spesies

kapang Aspergillus repens dimana kapang tersebut sering menyebabkan kerusakan makanan

dan tumbuh baik pada substrat gula tingi (Fardiaz, 1992). Tingginya kandungan gula juga dapat

menyebabkan terjadinya fermentasi etanol dimana fermentasi etanol merupakan proses biologi

yang melibatkan mikroorganisme untuk mengubah bahan organik menjadi komponen

sederhana (Yan & Tanaka, 2005). Sehingga tujuan dari penelitian ini untuk mendeteksi

kerusakan fisik, kimia dan mikrobiologis pada produk Klappertaart.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode sampling yang dilanjutkan analisis

secara deskriptif. Sampling dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu dengan

mengambil sampel 30% dari total produksi. Ketentuan yang diamati dalam pengambilan

sampel adalah produk merupakan adonan pencampuran, adonan klappertaart, dan klappertaart

basah yang diambil dari salah satu UKM di Kota Cimahi dan kemudian diamati parameter

kerusakan fisik yang dilihat dari warna, aroma, dan rasa selama penyimpanan dua hari.

Kerusakan kimia yang dilihat dari kadar air, lemak, gula total pada produk klappertaart segar

dan klappertaart rusak dan kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Serta kerusakan

mikrobiologis yang dilihat dari total mikroba, kapang, dan E. coli pada adonan pencampuran,

adonan klappertaart, klappertaart segar, dan klappertaart rusak.

Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah cawan petri, tabung reaksi,

erlenmeyer, gelas ukur, jarum ose, cool box, pipet (1 ml dan 0,1 ml), rak tabung reaksi,

inkubator dengan suhu 25°C, 35°C dan 37oC, autoklaf 121°C, mikropipet dan tipsnya, vorteks,

neraca analitik, pinset, kapas, pembakar bunsen, labu ukur, alat titrasi, beaker glass, bulb pipet,

buret, desikator, erlenmeyer,erlenmeyer asah, gelas ukur, hot plate, kertas saring, kondensor,

labu lemak, pipet tetes, soxhlet, spatula, volume pipet, cawan, tang krus, oven.

Bahan yang digunakan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah adonan pencampuran, adonan

Page 155: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

148

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

klappertaart, dan klappertaart basah yang diambil dari salah satu UKM di Kota Cimahi. Media

dan reagen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nacl Fis 0,85%, Lactose Broth Double

Strength (LBDS), Lactose Broth Single Strength (LBSS), dan Eosin Methylene Blue (EMB),

Nacl Fis 0,85%, Potato Dextrose Agar (PDA), Plate Count Agar (PCA). Reagen yang

digunakan adalah HCl 25%, Aquades, Heksana, Pb-Asetat 5%, Na-phosphat 5%, Metil orange

1%, HCl 4N, NaOH 4N, Amilum 1%, Luff Schoorl, KI 30%, H2SO4 6N, dan Na2S2O3 0,1N.

Analisa Fisik

Sampel klappertaart yang telah diambil diamati bau, warna, dan rasa pada suhu ruang

dengan waktu 6 jam sekali selama 2 hari.

Analisa Kimia

Pengukuran Kadar Air Klappertaart (AOAC, 2006)

Sampel klappertaart ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukan ke dalam cawan yang

telah konstan, lalu disebar merata. Cawan yang berisi sampel dimasukan ke dalam oven yang

di set pada suhu 105o±2o C selama ±3 jam. Cawan yang berisi sampel dikeluarkan dari oven

lalu didinginkan di dalam desikator selama ±15 menit dan ditimbang beratnya. Setelah

ditimbang cawan yang berisi sampel dimasukkan kedalam oven selama 1 jam dan didinginkan

dalam desikator selama ±15 menit dan ditimbang beratnya. Pengeringan dilakukan sampai

diperoleh berat konstan dengan selisih 0,2% dari berat sampel kering sebelumnya.

Perhitungan kadar air dilakukan menggunakan rumus berikut:

Kadar air (%bb) = x 100%

Ket : a = berat awal sampel (g)

b = berat sampel setelah dikeringkan (g)

Pengukuran Kadar Lemak Klappertaart (AOAC, 2005)

Sampel dihancurkan dan ditimbang sebanyak ±2 gram. Sampel yang telah ditimbang

sebanyak 2 gram dimasukkan dalam gelas kimia dan tambahkan 30 ml HCL 25% dan 20ml

aquades serta beberapa butir batu didih. Tutup gelas kimia dengan kaca arloji dan didihkan

(t=15 menit setelah mendidih). Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga

netral (sampai bening) dan keringkan kertas saring dan isinya (T= 100-105oC selama semalam).

Selanjutnya sampel kering dimasukkan dalam bungkus lemak (hull), masukkan hull kedalam

soxhlet, labu konstan, dan pasang kondensor diatasnya. Tambahkan 50 ml heksana dan

Page 156: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

149

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

ekstraksi selama 3 jam. Keringkan lemak yang terekstrak ke dalam oven (T= 105oC,t= 60

menit), dinginkan dalam desikator (t=15 menit), dan timbang hingga konstan. Kadar lemak

dapat dikalkulasikan dengan rumus berikut:

Kadar Lemak (%) = Berat labu+isi−labu kosong

Berat sampel× 100%

Pengukuran Kadar Gula Total Klappertaart Metode Luff Schoorl (BSN, 1992)

Sampel klappertaart halus ditimbang sebanyak 10 gram dan dilarutkan dalam 100 ml

aquades dalam gelas kimia. Masukkan dalam labu ukur 250 ml dan tambahkan 5 ml Pb-Asetat

5%, kocok kuat-kuat selama 1 menit, lalu tambahkan 5 ml Na-phosphat 5% dan kocok kuat-

kuat kembali selama 1 menit. Menepatkan dengan akuades sampai tanda batas, homogenkan

dan saring menggunakan kertas saring. Selanjutnya filtrat diambil sebanyak 50 ml, evaporasi

sampai volume ½ dari volume awal (panaskan dalam penangas), dinginkan dan pindahkan ke

dalam labu ukur 100 ml. Menepatkan dengan akuades sampai tanda batas, kocok, larutan ini

merupakan larutan siap uji untuk gula reduksi (Larutan A).

Selanjutnya untuk mengetahui gula total larutan A dipipet sebanyak 25 ml dan

ditambahkan 6 tetes indikator metil orange 1% dan 20 ml HCl 4N. Panaskan dalam penangas

selama 30 menit, dinginkan dan netralkan dengan NaOH 4N sampai warna kuning. Pindahkan

ke dalam labu ukur 100 ml dan tepatkan dengan akuades sampai tanda batas. Larutan ini

merupakan sampel siap uji untuk penentuan kadar gula total (Larutan B).

Penentuan kadar gula total dilakukan dengan larutan B dipipet sebanyak 25 ml dan

ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl. Refluks selama 15 menit, dinginkan dan tambahkan

10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 6N. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1N sampai terbentuk

warna kuning jerami, tambahkan 1 ml indikator amilum 1%, lanjutkan titrasi dengan Na2S2O3

0,1N sampai terbentuk warna putih susu. Catat volume titrasi dan lakukan terhadap blanko.

Perhitungan kadar gula total dilakukan menggunakan rumus berikut:

a = 𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎

0,1 𝑥 𝑁 (𝑁𝑎2𝑆2𝑂3)

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑎−𝑎

𝑎−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑑𝑖𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎 =

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑝𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ −𝑏

𝑏− 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑝𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑠

Gula total = 𝑏 𝑥 𝑓𝑝

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔) 𝑥 100%

Ket: a = ml glukosa yang setara dengan ml tio

b = mg glukosa yang setara dengan ml tio

Page 157: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

150

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

fp = faktor pengenceran

Pengukuran Kadar Asam Lemak Bebas (BSN, 1996)

Sampel klappertaart yang telah dilakukan penyimpanan selama dua hari selanjutnya

dilakukan pengujian kadar asam lemak bebas. Sampel klappertaart halus ditimbang sebanyak

5 g, tambahkan 50 ml alkohol 96% netral dan biarkan selama 1 jam sambil sekali-kali dikocok.

Kemudian saring dan tambahkan beberapa tetes indikator PP. Titrasi dengan KOH 0,1 N

hingga warna merah jambu (tidak berubah selama 15 detik). Perhitungan kadar asam lemak

bebas dilakukan menggunakan rumus berikut:

Asam lemak bebas = 𝑊1 𝑥 𝑉𝑥𝑁

𝑊

Ket : V = KOH yang diperlukan untuk pemitaran (ml)

N = Normalitas contoh (g)

W = Bobot contoh (g)

W1 = Bobot molekul asam lemak (dari minyak kelapa sebagai asam laurat = 200)

Analisa Mikrobiologis

Pengujian Total Mikroba (BSN, 2014)

Sampel ditimbang 1 g dan ditambahkan 9 ml larutan NaCl fis 0,85% , ini merupakan

larutan dengan pengenceran 10-1 buat hingga pengenceran 10-6 . Masukkan 1 ml suspense dari

setiap pengenceran ke dalam cawan petri secara duplo, tambahkan 15-20 ml PCA yang sudah

didinginkan hingga temperatur 45°C ± 1°C pada masing-masing cawan yang sudah berisi

suspense. Lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka

delapan dan didiamkan sampai menjadi padat. Inkubasi cawan petri pada temperatur 37°C

selama 48 jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Hitung

Jumlah Koloni pada setiap seri pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar

(spreader colonies). Pilih cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai 250.

Pengujian Escherichia coli metode MPN (BSN, 2008)

Sampel ditimbang sebanyak 5 g secara aseptik, tambahkan 45 ml larutan NaCl fis

0,85% dan homogenkan. Siapkan 2 seri tabung LBSS dan 1 seri tabung LBDS (sebelumnya

sudah ditetesi tetrared hingga berwarna kemerahan) yang berisi tabung Durham dan sudah

disterilkan. Pipet 1 ml ke 3 tabung berisi 10 ml LBSS dan 0,1 ml ke 3 tabung berisi 10 ml LBSS

Page 158: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

151

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

serta 10 ml ke 3 tabung berisi 10 ml LBDS. Inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 jam

sampai dengan 48 jam. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil

uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas dan terjadi perubahan warna. Pipet 1 ml dari tabung

reaksi yang dinyatakan positif ke dalam cawan petri. Tambahkan 15-20 ml EMB dan

homogenkan. Media didiamkan hingga membeku, kemudian dilakukan inkubasi dalam

keadaan terbalik pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif E. coli ditunjukkan dengan koloni

berwarna hijau metalik.

Pengujian Kapang (BSN, 2015)

Sampel ditimbang secara aseptik sebanyak 1 g dan tambahkan NaCl fis 0,85%

sebanyak 9 ml dalam tabung reaksi, homogenkan. Homogenate yang dihasilkan merupakan

pengenceran 10-1, buat hingga pengenceran 10-6. Pipet 1 mL dari tiga pengeceran terbesar yang

dilakukan dan masukkan ke dalam cawan petri steril, lakukan secara duplo untuk setiap

pengenceran. Tambahkan 20-25 mL media agar PDA yang sudah didinginkan dalam waterbath

hingga suhu 45oC dalam waktu 1-2 menit ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi

sampel. Lakukan pemutaran cawan agar homogen, setelah agar memadat dilakukan inkubasi

secara terbalik dan disusun tidak lebih dari tiga cawan petri dalam inkubator pada suhu 25 oC

selama 5 hari. Hitung cawan setelah masa inkubasi 5 hari, jika 5 hari tidak ada pertumbuhan

inkubasi kembali selama 48 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerusakan Fisik

Gambar 17. Grafik Intensitas Perubahan Karakteristik Fisik Klappertaart

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24 30 36 42 48

Inte

nsi

tas

Jam Ke-

Warna Bagian Atas

Warna Bagian

Dalam (Fla)

Aroma tengik

Aroma Alkohol

Rasa tengik

Rasa Alkohol

Page 159: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

152

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan Gambar 1, intensitas perubahan karakteristik klappertaart mulai dari warna,

aroma, dan rasa semakin lama waktu penyimpanan semakin meningkat. Peningkatan intensitas

warna pada klappertaart ini disebabkan oleh terjadinya perubahan parameter yang lain yaitu

pemisahan krim dan cairan pada susu yang terkadung dalam produk (Aminah & Isworo, 2006).

Pemisahan krim dan cairan mulai terjadi pada jam ke -24 dan semakin terlihat jelas hingga jam

ke- 48. Pemisahan krim dapat terjadi karena adanya perbedaan berat jenis. Krim mempunyai

berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Terbentuknya warna kuning pada

krim semakin lama penyimpanan disebabkan oleh lemak yang terkandung pada krim tersebut

(Winarno, 2004). Ketengikan baik dari segi rasa dan aroma, semakin lama waktu penyimpanan

intensitasnya pun semakin meningkat. Hal ini disebabkan klappertaart merupakan produk

olahan yang mengandung lemak sehingga mudah rusak akibat mengalami oksidasi lemak

(Almatsier, 2004). Selain dapat disebabkan oleh oksidasi lemak, ketengikan pada produk

klappertaart selama penyimpanan dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis (Ketaren, 2008).

Begitu pula halnya dengan aroma dan rasa alkohol yang semakin terbentuk semakin lama

waktu penyimpanan klappertaart, dimana setelah 2 hari penyimpanan rasa dan aroma alkohol

yang paling dominan dari klappertaart. Hal ini disebabkan selama penyimpanan terjadinya

fermentasi etanol. Kandungan gula yang tinggi pada klappertaart dapat memicu terjadinya

fermentasi etanol (Yan & Tanaka, 2005).

Kerusakan Kimia

Kadar Air

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar Air

Sampel Kadar Air (%) Rata-rata (%)

C1 77.0077

74.9503 C2 73.9166

C3 73.9268

D 72.0716 72.0716

Ket : C = Klappertaart Segar

D = Klappertaart Rusak

Page 160: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

153

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, klappertaart segar memiliki rata-rata kadar

air sebesar 74.9503 % dan klappertaart yang sudah rusak memiliki rata-rata kadar air sebesar

72.0716 %. Terjadinya penurunan kadar air kemungkinan disebabkan selama penyimpanan

terjadi proses evaporasi dari klappertaart ke lingkungan sekitar. Perubahan kadar air dalam

klappertaart dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruangan selama penyimpanan.

Latifah (2010) menjelaskan bahwa selama penyimpanan seharusnya terjadi peningkatan kadar

air, tetapi pada kondisi tertentu dapat mengalami penurunan. Hal itu bisa terjadi karena adanya

peningkatan suhu dan adanya penurunan kelembaban, sehingga menyebabkan perpindahan uap

air dari bahan ke lingkungan.

Kadar Lemak

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kadar Lemak

Sampel Kadar Lemak

(%) Rata-rata (%)

C1 5.5445

5.5630 C2 5.9501

C3 5.1945

D 4.1232 4.1232

Ket : C = Klappertaart Segar

D = Klappertaart Rusak

Kadar lemak klappertaart segar berdasarkan Tabel 2 memiliki rata-rata sebesar

5.5630% sedangkan kadar lemak klappertaart rusak memiliki rata-rata sebesar 4.1232%.

Setelah klappertaart dilakukan penyimpanan selama 2 hari, kadar lemak yang terkandung

dalam klappertaart mengalami penurunan. Menurut Mazrouh (2015), hal ini dapat disebabkan

oleh hilangnya hilangnya fraksi trigliserida yang disebabkan oleh oksidasi lemak selama

penyimpanan. Selain itu dapat disebabkan oleh adanya reaksi hidrolisis, lemak dapat

terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas dengan adanya air (Winarno, 1992). Selain

itu, penurunan kadar lemak dapat disebabkan oleh sifat lemak itu sendiri yaitu mudah menguap

atau volatile (Fahmi, Ma’ruf & Surti, 2014).

Page 161: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

154

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kadar Asam Lemak Bebas

Tabel 3. Hasil Pengamatan Asam Lemak Bebas

Sampel Berat Sampel

(W) V titrasi N KOH W1 % FFA

Rata – Rata

(%)

D 5.0091 2

0.087 200 6.9474

6.7718 5.0119 1.9 6.5963

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan kadar asam lemak yang terbentuk pada klappertaart

yang telah dilakukan penyimpanan selama dua hari adalah sebesar 6.7718%. Asam lemak

bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak

netral dan pada konsentrasi sampai 15% belum terlalu menghasilkan flavor yang tidak

disenangi (Ketaren, 2008). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan karakteristik fisik pada

Lampiran 4 dimana rasa tengik tidak terlalu terasa pada jam ke- 48. Kandungan gula yang

tinggi pada klappertaart mengurangi kecepatan timbulnya ketengikan (Putri, Laila, Dwi, dan

Deni, 2017).

Kadar Gula Total

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kadar Gula Total

Sampel Kadar Gula Total (%) Rata-rata (%)

C1 8.1519

8.4875 C2 8.1543

C3 9.1564

D 12.9035 12.9035

Ket: C = Klappertaart Segar

D = Klappertaart Rusak

Berdasarkan Tabel 4 klappertaart segar memiliki rata- rata kadar gula total sebesar

8.4875 %, sedangkan klappertaart rusak memiliki rata-rata kadar gula total sebesar 12.9035 %.

Total gula mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi gula dalam

larutan osmosis selama penyimpanan. Hal ini menyebabkan jumlah sukrosa yang dimiliki pada

produk semakin meningkat. Peningkatan jumlah sukrosa pada produk dikarenakan semakin

besarnya peristiwa difusi sehingga jumlah gula yang terukur akan semakin besar (Kartika dan

Nisa, 2015). Selain itu terjadinya penurunan pada kadar air juga mempengaruhi kadar gula

Page 162: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

155

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

total, dimana menurut Heldman (2012) semakin tinggi hilangnya kadar air persentase total gula

semakin meningkat.

Kerusakan Mikrobiologis

Pertumbuhan Mikroorganisme

Gambar 18. Pertumbuhan Mikroorganisme Pada Klappertaart

Berdasarkan Gambar 2, jumlah mikroorganisme klappertaart rusak lebih besar

dibandingkan adonan pencampuran, adonan klappertaart dan klappertaart segar. Jumlah

mikroorganisme dari adonan pencampuran hingga klappertaart segar terus mengalami

penurunan dan naik kembali saat klappertaart rusak seperti pada Gambar 2. Pada hasil yang

didapatkan nilai ALT klappertaart tidak memenuni syarat nilai ALT SNI untuk kue lapis yaitu

kurang dari 106 koloni/g.

Pertumbuhan Kapang

Gambar 19. Angka Kapang/Khamir (AKK)

y = -6E+07x + 3E+08

R² = 0.9758

y = -4E+07x + 2E+08

R² = 0.7967

y = 8E+06x + 6E+06

R² = 0.5192

0

200000000

400000000

600000000

800000000

1E+09

1.2E+09

1.4E+09

1.6E+09

0 1 2 3

Ju

mla

h M

iik

roorgan

ism

e

Ulangan

A

B

C

X

y = -1E+06x + 2E+07

R² = 0.25

y = 1E+06x + 8E+06

R² = 0.039

y = 3E+06x + 5E+06

R² = 0.19420

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

0 1 2 3

An

gk

a K

ap

an

g/K

ha

mir

(A

KK

)

Ulangan Ke-

A

B

C

D

Page 163: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

156

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan Gambar 3 angka Kapang/Khamir (AKK) klappertaart rusak lebih besar

dibandingkan adonan pencampuran, adonan klappertaart dan klappertaart segar. AKK dari

adonan pencampuran hingga klappertaart segar terus mengalami penurunan dan naik kembali

saat klappertaart mengalami kerusakan. Pada hasil yang didapatkan nilai AKK klappertaart

tidak memenuni syarat nilai AKK SNI untuk kue lapis yaitu melebihi dari 50 koloni/g.

Gambar 4. Koloni Aspergillus niger Yang Tumbuh Pada Klappertaart

Berdasarkan hasil identifikasi kapang yang tumbuh pada produk klappertaart adalah

genus Aspergillus spesies Aspergillus niger Hasil pengamatan secara makroskopis

menunjukkan bahwa A. niger memiliki ciri-ciri koloni yang berwana hitam. Hal ini sesuai

dengan Elmer et al.,(1978) yang mengatakan A. niger memiliki koloni berwarna hitam.

Hasil Deteksi Bakteri E. Coli

Tabel 5. Hasil Pengamatan Bakteri E. Coli

Sampel

Keberadaan Bakteri Patogen Batas Maksimal Bakteri Patogen*

Koliform

(APM/g) E. coli

Koliform

(APM/g) E. coli

A1 450 Positif < 10 Negatif

B1 240 Positif < 10 Negatif

C1 240 Positif < 10 Negatif

C2 21 Negatif < 10 Negatif

C3 4 Negatif < 10 Negatif

A2 1100 Positif < 10 Negatif

Page 164: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

157

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Sampel

Keberadaan Bakteri Patogen Batas Maksimal Bakteri Patogen*

Koliform

(APM/g) E. coli

Koliform

(APM/g) E. coli

B2 450 Negatif < 10 Negatif

C4 21 Positif < 10 Negatif

C5 28 Positif < 10 Negatif

C6 20 Positif < 10 Negatif

A3 210 Positif < 10 Negatif

B3 93 Positif < 10 Negatif

C7 43 Negatif < 10 Negatif

C8 210 Positif < 10 Negatif

C9 1100 Negatif < 10 Negatif

D 15 Positif < 10 Negatif

Total 16 11

Ket : A = Adonan Pencampuran

B = Adonan Klappertaart

C = Klappertaart Segar

D = Klappertaart Rusak

Pos/Neg : Positif dugaan E. coli, negatif E. coli ketika diuji lebih lanjut

*Berdasarkan SNI 01-4309-1996 tentang Kue Lapis

Berdasarkan Tabel 5, nilai MPN menunjukkan angka yang berada di atas standar untuk

15 dari 16 sampel, dimana hanya sampel klappertaart segar (C3) telah sesuai standar dengan

nilai < 10 APM/g. Hasil pengamatan E. coli menunjukkan hasil positif pada 11 dari 16

sampel, yaitu sampel A1, B1, C1, A2, C4, C5, C6,A3, B3, dan C8. Hal positif ini ditunjukkan

dengan keberadaan koloni hijau metalik pada media EMB (Acharya, 2016).

KESIMPULAN

Kerusakan fisik klappertart ditandai dengan meningkatnya intensitas warna, aroma, dan

rasa. Kerusakan kimia klappertaart ditandai dengan penurunan kadar air, kadar lemak,

Page 165: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

158

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

peningkatan kadar gula total, dan terbentuknya asam lemak bebas sebesar 6.7718%. Kerusakan

mikrobiologis klappertaart ditandai dengan nilai ALT dan AKK klappertaart melebihi syarat

nilai ALT dan AKK SNI untuk kue lapis. Hasil identifikasi menunjukkan kapang spesies

Aspergillus niger yang tumbuh pada klappetaart. Nilai MPN menunjukkan angka yang berada

di atas standar untuk 15 dari 16 sampel dan hasil pengamatan E. coli menunjukkan hasil positif

pada 11 dari 16 sampel.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada UKM serta Fakultas Teknologi Industri

Pertanian, Universitas Padjadjaran yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya

ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, T. 2016. Salmonella-Shigella (SS) Agar: Composition, Principle, Procedure and

Results. Available online at : microbeonline.com (Diakses 27 Mei 2019).

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta

Aminah, Siti dan Isworo, Joko Teguh. 2006. Pengaruh penyimpanan ASI pada suhu rendah

terhadap umur simpan dan total bakteri ASI. Available online at :

Http://Jurnal.unimus.ac.id

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (19968). SNI 01-4309-1996. Syarat Mutu Kue Lapis.

Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Elmer, W.K., Glenn, D.R., and Sara, E.W. (1978). Practical Laboratory Mycologi 2 Edition.

The Williams and wilkins co. United States of Amerika. 7-96p

Fahmi, A. S., Ma’ruf, W. F., dan Surti, T. (2014). Laju oksidasi lemak dan mutu organoleptik

ikan teri nasi kering (stolephorus spp) selama penyimpanan dingin. Pena Jurnal Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi, 27 (1): 72.

Fardiaz. (1992). Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Heldman, Dennis. R. (2012). Food Procces Engineering Second Edition. The AVI Publishing

Company, Inc. Wesport

Kartika, P. N. dan Nisa, F. C. (2015). Studi pembuatan osmodehidrat buah nenas (Ananas

comosus L. Merr): kajian konsenntrasi gula dalam larutan osmosis dan lama perendaman.

Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4):1345-1355.

Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak (Vol. 1). Jakarta: UI-Press.

Page 166: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

159

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Latifah N. H. (2010). Pemilihan Jenis Plastik dan Pembuatan Desain Kemasan untuk

Keripik Tette Madura. Skripsi. Bangkalan: Teknologi Industri Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Mazrouh MM. (2015). Effects of freezing storage on the biochemical composition in muscles

of Saurida undosquamis (Richardson 1848) comparing with imported frozen.

International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 3(2): 295- 299

Muharani. (2011). Analisisi Peramalan Penjualan Menggunakan Metode Kointegrasi Antara

Jenis Kue di Triple Combo Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Putri, D. I., Laila, I. N., Dwi, A., dan Deni. (2017). Makalah Biokimia “Lemak.”

Supardi, I. (1999). Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Jakarta :

184.

Widyaningsih, Wiwid., Supriharyono., Widyorini, Niniek. (2016). Analisis Total Bakteri

Coliform di Perairan Muara Kali Wiso Jepara. Diponegoro Journal Of Maquares, 5, 157-

164.

Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Yan, L., & Tanaka. (2005). Ethanol Fermentation from Biomass Resoure: Current State and

Prospects. Appl Microbiol Biotechno, 69, 627–642.

Page 167: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

160

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN KADAR AIR GULA CETAK

TERHADAP KARATERISTIK GULA SEMUT

Ira Aprilani1, Bambang Nurhadi2, Imas Siti Setiasih2

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

E-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan kadar air gula cetak yang

tepat dalam menetapkan karakteristik gula semut yang dibuat dari gula cetak. Penelitian

dilakukan menggunakan metode deskriptif eksperimental dengan empat perlakuan (perbedaan

suhu pengeringan dan kadar air bahan baku yaitu suhu 50oC dengan kadar air gula cetak 9,44%,

suhu 80oC dengan kadar air gula cetak 9,44%, suhu 50oC dengan kadar air gula cetak 14%

dan suhu 80oC dengan kadar air gula cetak 14%). Hasil analisis gula semut dengan perbedaan

perlakuan suhu pengeringan dan kadar air gula cetak menunjukkan pengaruh terhadaap

parameter pengamatan seperti kadar air, warna, higroskopisitas, waktu larut, sudut curah, dan

morfologi partikel gula semut. Hasil penelitian menunjukkan semakin rendah suhu dan kadar

air bahan baku maka karakteristik gula semut yang didapatkan akan semakin baik, dimana gula

semut dengan perlakuan suhu 50oC dan kadar air gula cetak 9.44%.menghasilkan kadar air

sebesar 1,97%, nilai L* 60,42, a* 9,85, b* 28,43, laju higroskopis 5,5 x 10-3, waktu larut 32,45

detik, sudut curah 21,01o, dan pengujian SEM menunjukkan bahwa morfologi gula semut

berbentuk kristal seperti yang ditunjukkan oleh morfologi partikel pada sukrosa murni.

Kata Kunci: Gula Semut, Karakteristik fisik, Deskriptif eksperimental.

PENDAHULUAN

Gula kelapa merupakan gula yang dihasilkan dari pengolahan nira kelapa. Gula kelapa

memiliki warna coklat yang gelap, aroma khas kelapa, manis dan sedikit kotor sehingga perlu

disaring bila akan digunakan dalam bentuk cair (Kristianingrum, 2009). Gula kelapa dapat

dijadikan sebagai salah satu pengganti gula pasir karena memiliki kandungan gizi yang lebih

lengkap serta memiliki manfaat bagi penderita diabetes karena memiliki indeks glikemik yang

rendah. Menurut Pardi (2012), gula kelapa memiliki indeks glikemik yang setengah kali lebih

rendah dibandingkan dengan indeks glikemik gula pasir , di mana indeks glikemik pada gula

merah hanya sebesar 35 sedangkan indeks glikemik pada gula pasir yaitu sebesar 75.

Page 168: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

161

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gula kelapa umumnya dijumpai dalam bentuk gula cetak, namun gula cetak memiliki

sifat fisik yang mudah meleleh dan lengket. Sifat leleh dan lengket ini berpengaruh tehadap

umur simpan gula cetak yang pendek sehingga menyebabkan kerugian bagi petani nira kelapa.

Kemudahan gula cetak untuk meleleh atau lengket disebabkan kandungan air gula cetak yang

cukup tinggi. Kadar air yang tinggi akan menurunkan suhu transisi gelas dan melting point

pada bahan pangan (Nurhadi dan Nurhasanah, 2010). Untuk mengurangi kadar air pada gula

cetak perlu dilakukan modifikasi terhadap luas permukaan bahan pangan, semakin kecil luar

permukaan maka proses pengeringan akan semakin optimal. Salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengubah gula cetak menjadi gula

semut

Gula semut merupakan hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk

serbuk (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Gula semut memiliki beberapa kelebihan antara

lain lebih mudah dalam penggunaan (praktis), memiliki kadar air yang rendah, daya simpan

yang lebih lama, bentuk lebih menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan

aromanya lebih khas serta memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan gula

cetak (Sudarmadji et al., 1997). Namun gula semut yang dibuat dari nira kelapa masih memiliki

beberapa masalah seperti warna gula semut yang dihasilkan tidak seragam dan terlalu gelap

(Putra, 2016). Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya reaksi

pencoklatan non-enzimaris yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard sehingga warna gula

semut yang dihasilkan menjadi gelap. Peningkatan mutu gula semut dapat dilakukan dengan

cara pemanasan menggunakan oven vakum.

Menurut Nurhadi et al. (2012), pengeringan vakum merupakan pengeringan yang

terjadi pada saat tekanan di bawah tekanan atsmofer, di mana tekanan di bawah atsmofer

menyebabkan penguapan air yang terjadi selama pengeringan dapat terjadi dengan cepat. Hasil

dari pengeringan menggunakan oven vakum memiliki kualitas yang lebih baik karena tekstur,

cita rasa dan kandungan gizi yang terkandung didalamnya tidak rusak akibat suhu tinggi

(Kutovoy et al, 2004). Metode pengeringan ini sesuai untuk bahan pangan yang memiliki

sensitivitas terhadap temperatur karena dapat mengurangi tingkat kerusakan nilai gizi pada

bahan pangan (Orikasa et al, 2014).

Pengeringan gula cetak dengan oven vakum menghasilkan gula semut yang memiliki

karakteristik partikel amorf. Hal ini terjadi karena laju penguapan yang terlalu cepat sehingga

menyebabkan partikel gula tidak sempat lagi membentuk kristal (Starzak dan Mathlouthi,

Page 169: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

162

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

2010). Menurut Nurhadi dan Nurhasanah (2010), bahan pangan kering dapat terdiri atas 2

kondisi fisik. Pertama pada kondisi amourphous yang memiliki struktut molekul yang tidak

rapih, bersifat higroskopis dan melewati transisi gelas. Kondisi kedua yaitu kristalin, di mana

kondisi ini memiliki struktur yang rapih, tidak higroskopis, dan tidak melewati transisi gelas.

Permasalahan metode pengeringan tersebut dapat diatasi dengan cara mengontrol suhu

pengeringan yang tepat dalam pembuatan gula semut. Suhu pengeringan akan mempengaruhi

kelembaban udara di dalam alat pengering dan laju pengeringan untuk bahan tersebut. Pada

kelembaban udara yang tinggi, laju penguapan air bahan akan lebih lambat dibandingkan

dengan pengeringan pada kelembaban yang rendah (Ratnasari, 2014). Selain itu, pemberian

suhu harus memperhatikan suhu transisi gelas dan melting point gula semut, di mana suhu

pengeringan yang akan diberikan akan berpengaruh terhadap kondisi fisik gula semut.

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk mengetahui pengaruh laju pengeringan terhadap

karakteristik gula semut perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perbedaan suhu dan kadar

air gula cetak terhadap karakteristik gula semut yang akan dihasilkan.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula cetak, silica gel, dan aquaades.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah Oven vakum, pisau, talenan, grinder,

desikator, cawan karet, crustang, neraca analitik, spectrophotometer CM-5, magnetic stirrer,

cawan alumunium, beaker glass, hot plate, dan neraca analitik.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan

analisisdeskriptif. Penelitian ini terdiri 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Data hasil penelitian

ini akandisajikan dalam bentuk visual berupa grafik ataupun histrogram yang akan

menjelaskan hubungan antara satu variabel bebas (y) dan variabel terikat (x). variabel bebas

pada penelitian kali ini ialah suhu dan kadar air. Variabel terikatnya ialah laju hidroskopis,

sudut curah, intensitas warna, kadar air, dan kelarutan.

Pelaksanaan Percobaan

Penelitian kali ini diawali dengan percobaan perdahuluaan berupa pengujian karakteristik

gula cetak yaitu berupa pengujian kadar gula total, kadar gula pereduksi, kadar air, kadar abu,

Page 170: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

163

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

partikel tidak larut dan pengujian DSC yang bertujuan untuk megetahui suhu transisi gelas

bahan baku. Pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui kuaitas dari bahan baku serta untuk

menetapkan perlakuan -perlakuan yang akan digunakan pada percobaan utama. Setelah

percobaan pedahuluan, bahan baku gula cetak disiapkan kemudian dilakukan pengecilan

ukuran. Gula cetak yang telah dipotong kemudian ditepatkan pada wadah karet dan ditimbang

untuk mengetahui berat awal bahan baku. Gula cetak yang ada dalam wadah kemudian

diberikan dua buah perlakuan yaitu gula cetak tanpa penambahan air dan gula cetak yang

ditambahkan air hingga kadar air 14%. Kemudian gula cetak yang telah siap dimasukkan

kedalam oven vakum dengan perlakuan dua buah suhu yaitu 50oC dan 80oC hingga kadar air

dibawah 3% dengan catatan diamati perubahan setiap jamnya. Setelah itu gula cetak yang telah

kering dihaluskan dengan menggunakan grinder hingga membentuk gula semut.

Kriteria Pengamatan

Warna dengan model CIELAB menggunakan Spectrophotometer CM-5 (Yam &

Papadakis, 2004), Higroskopis (GEA Niro Research Laboratory, 2005a), Waktu larut (GEA

Niro Research Laboratory, 2005b), Kadar air (GEA NiroReasearch Laboratory, 2005), Sudut

curah (Barbosa-Cánovas et al., 2005), dan Scanning Electron Microscopy (JEOL, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil analisis kadar air gula semut berbagai perlakuan pada penelitian ini yaitu sebesar

0.56% - 2.46% (wb). Kadar air pada gula semut sengaja dikeringkan hingga kadar air maksimal

3%. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi standar dari gula semut yang ditetapkan oleh SNI

01-3743-1995. Adapun pengaruh suhu pengeringan dan kadar air gula cetak terhadap kadar air

gula semut dapat dilihat pada gambar 1.

Page 171: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

164

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak Terhadap Kadar Air Gula Semut

Berdasarkan hasil kadar air pada gambar 1 didapatkan bahwa suhu pengeringan dan

kadar air gula cetak berpengaruh terhadap kadar air gula semut, dimana hasil yang didapatkan

menunjukkan semakin tinggi suhu pengolahan dan semakin rendah kadar air gula cetak maka

kadar air gula semut yang dihasilkan semakin rendah. Menurut Fellow (2001), pengeringan

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor udara pengering dan sifat bahan. Faktor

yang berhubungan dengan udara pengering adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara

pengering, dan kelembaban udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan

yaitu ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Menurut Desrosier

(1988), semakin tinggi suhu pengeringan maka kemampuan bahan untuk melepaskan air dari

permukaannya juga akan semakin meningkat. Selain itu, suhu bahan selama proses

pengeringan tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air awal dan kadar air akhir bahan namun suhu

udara pengering akan sangat mempengaruhi suhu bahan. Ketika suhu pengering lebih rendah

maka akan memperlambat proses pengeringan (Sitkey,1986 dalam Agus, 2012).

Warna

Pengujian warna penelitian ini dilakukan dengan mengukur perbedaan nilai L*a*b*.

Nilai L* menyatakan derajat kecerahan warna pada rentang 0 (hitam) hingga 100 (putih). Nilai

a menyatakan jenis warna hijau – merah (nilai -120 hingga +120) dan nilai b* menyatakan jenis

warna biru – kuning (nilai -120 hingga +120) (Yam dan Papadakis, 2004).

Page 172: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

165

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak Terhadap Nilai L* Gula Semut

Berdasarkan hasil nilai L pada gambar 2 didapatkan bahwa suhu pengeringan

berpengaruh terhadap nilai kecerahan gula semut, dimana pada hasil didapatkan semakin tinggi

suhu maka semakin cerah gula semut yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena suhu yang

semakin tinggi akan mempercepat pengeringan dan menurunkan kadar air pada bahan, dimana

kadar air ini berpengaruh terhadap nilai kecerahan pada bahan pangan. Air pada gula semut ini

dapat berpengaruh terhadap pemantulan sinar dari alat. Menurut Young, dkk (2003), benda

akan terlihat hitam jika benda tersebut menyerap cahaya dan akan berwarna putih jika benda

tersebut memantulkan cahaya. Air memiliki sifat menyerap cahaya sehingga semakin tinggi

kadar air maka cahaya yang terserap pun akan semakin tinggi sehingga dapat menurunkan

derajat kecerahan bahan. Sedangkan hasil analisis warna berdasarkan perbedaan kadar air

bahan pada suhu pengeringan yang sama juga menunjukan pengaruh nyata antar perlakuan

dimana hasil kecerahan menunjukan semakin tinggi kadar air gula cetak maka derajat

kecerahan bahan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kadar air

bahan baku maka waktu pengeringan yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Menurut

Winarno (2012), semakin lama waktu pengeringan maka warna yang dihasilkan akan semakin

gelap. Warna gula cetak yang semakin gelap ini disebabkan karena adanya reaksi maillard yang

terjadi akibat adanya reaksi antara gugus amino dengan gula pereduksi (Naknean et al. 2009).

Hasil analisis parameter kemerahan atau nilai a* pada gula semut menghasilkan nilai

yang positif yaitu pada rentang 9.40% - 10.85%. Nilai a* yang positif menunjukkan bahwa

Page 173: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

166

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

semua sampel gula semut berbagai berlakuan berwarna kemerahan. Warna merah pada sampel

gula semut disebabkan karena reaksi maillard yang dapat menghasilkan pigmen coklat

kemerahan (Bemiller, 2007). Berdasarkan gambar 2 gula semut dengan suhu yang lebih rendah

dan kadar air yang tinggi menunjukkan nilai a* yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena

sampel dengan suhu rendah dan kadar air tinggi membutuhkan waktu pengeringan yang lebih

lama, dimana semakin lama waktu pengeringan, seperti yang telah dijelaskan waktu

pengeringan yang lama ini akan menyebabkan terjadi nya reaksi maillard pada sampel gula

semut.

Hasil analisis nilai b* gula semut semua perlakuan mendapatkan nilai yang positif, hal

ini menunjukkan gula semut yang dihasilkan memiliki warna kuning. Peningkatan nilai b*

menunjukan warna yang semakin kuning dibandingkan sampel lainnya. Berdasarkan gambar

2 nilai b* untuk sampel gula semut menyatakan adanya pengaruh suhu pengeringan terhadap

nilai b* gula semut, dimana semakin tinggi suhu pengolahan maka nilai b* yang didapatkan

semakin rendah. Namun kadar air awal gula cetak pada bahan tidak menunjukan pengaruh

nyata terhadap warna gula semut.

Warna kuning yang dihasilkan pada gula semut disebabkan karena peningkatan kadar

gula pereduksi, dimana gula pereduksi ini merupakan reaktan dari reaksi maillard yang

menghassilkan pigmen caramel, ketika gula pereduksi bereaksi dengan asam amino, sehingga

makanan menjadi kekuningan (Reis et al., 2012). Pembuatan gula semut dengan suhu 50oC

menghasilkan warna yang lebih kuning dibandingkan dengan pengeringan dengan suhu 80oC.

Hal ini disebabkan karena aktifitas enzim invertasi yang akan bekerja secara optimal pada suhu

50oC. Menurut Hafidiana (2006), aktivitas enzim invertasi akan mencapai puncaknya pada

suhu 50oC dan akan menurun pada suhu 70oC.

Higroskopisitas

Higroskopisitas adalah kemampuan makanan bubuk untuk menyerap air dari lingkungan

dalam kelembaban relative tinggi untuk mencapai keseimbangan (Carlos et. Al., 2005).

Menurut Callahan et al. (1982) dan Murikipudi et al. (2013), tingkat higroskopisitas suatu

bahan dipengaruhi oleh laju dan jumlah air yang terserap oleh bubuk dari udara dalam kondisi

kelembaban relative (RH) yang rendah. Secara umum partikel amorf memiliki higroskopisitas

yang lebih tinggi dibandingkan dengan partikel kristalin, dimana partikel amorf cenderung

menyerap air ketika disimpan pada aw yang rendah (Ghorab et al., 2014). Adapun Pengaruh

Page 174: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

167

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Suhu pengeringan dan kadar air gula cetak terhadap kadar air gula semut dapat dilihat pada

gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak Terhadap Higroskopisitas Gula Semut

Berdasarkan hasil analisis pada gambar 3 laju higroskopisitas yang dihasilkan ialah

berkisar 0.0048 – 0.0062 g air/g berat kering x menit. Sampel gula semut yang dihasilkan

dipengaruhi oleh kadar air bahan baku dan suhu pengeringan, dimana semakin tinggi suhu

pengeringan dan semakin rendah kadar air awal bahan baku maka semakin tinggi tingkat

higroskopis gula semut. Hal ini disebabkan karena laju pengeringan yang meningkat seiring

dengan meningkatnya suhu pengeringan (Koswara, 2013). Laju pengeringan yang tinggi ini

dapat menyebabkan partikel gula tidak sempat membentuk kristal sehingga partikel amorf lah

yang lebih banyak terbentuk (Starzak dan Mathlouthi, 2010). Menurut Bhandari et al., (1997),

produk amorphous memiliki sifat yang lebih higroskopis dibandingkan dengan produk kristal.

Hal ini disebabkan karena partikel kristal yang ada menyebabkan proses adsorbs air pada bahan

pangan akan sulit terjadi karena partikel krital ini memiliki sifat yang lebih kompak dan stabil

(Onluwata, 2005).

Waktu Larut

Waktu larut gula semut pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui waktu yang

dibutuhkan oleh gula semut untuk larut sempurna dalam air. Kecepatan larut gula semut ini

berkaitan dengan nilai kepraktisan dari gula semut, dimana semakin gula untuk larut maka nilai

kepraktisannya pun akan meningkat. Hasil ananlisis menunjukkan bahwa setiap perlakuan

berupa suhu dan kadar air bahan baku memberikan pengaruh terhadap waktu larut gula semut.

Adapun hasil pengujian waktu larut gula semut dapat dilihat pada gambar 4.

Page 175: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

168

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak Terhadap Waktu Larut Gula Semut

Berdasarkan hasil analisis waktu larut yang dihasilkan memberikan hasil berkisar 27.13

– 34.04 detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah suhu pengolahan dan

semakin tinggi kadar air bahan baku waktu larut yang dihasilkan semakin lama. Hal ini

disebabkan kandungan partikel gula semut hasil berbagai perlakuan, dimana semakin banyak

kandungan partikel amorpous bahan pangan maka semakin cepat waktu larut bahan tersebut.

Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian (Cano-Chauca et al., 2005; Caparino et al., 2012)

yang menyatakan semakin tinggi kandungan partikel amourpous suatu bahan pangan maka

semakin cepat waktu larut bahan pangan tersebut.

Partikel kristal tidak mudah larut dalam air disebabkan karena sifat yang dimilikinya

yaitu susunan partikel kristal yang lebih rapat sehingga penyerapan air hanya terjadi mulai dari

permukaan luar lalu ke dalam sehingga perlu waktu untuk melarutkannya, berbeda dengan

partikel amourpous yang memiliki susunan pertikel yang tidak teratur dan berporos sehingga

menyebabkan air mudah terserap ( Onluwata, 2005). Selain karena bentuk partikel

penyusunnya, waktu larut gula semut juga dipengaruhi oleh kadar air gula semut, dimana

semakin tinggi kadar air maka semakin lama waktu larut yang dihasilkan. Air dalam bahan

pangan mempengaruhi ukuran partikelnya, dimana semakin besar kadar air maka ukuran

partikel juga akan semakin bertambah dan akan menyebabkan aglomerasi (Ramos et.al., 2016).

Peristiwa aglomerasi menyebabkan bahan sulit untuk turun dipermukaan air ke dasar sehingga

waktu larut yang dibutuhkan semakin tinggi.

Sudut Curah

Sudut curah didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk pada saat suatu bahan bubuk akan

membentuk tumpukkan strasioner ketika bubuk tersebut dijatuhkan dari atas (Barbosa dan

Page 176: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

169

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Juliano, 2005). Menurut Nurhadi dan Nurhasanah (2010), sudut curah adalah karakteristik

bahan berbentuk bubuk yang berkaitan dengan kemudahan bahan tersebut untuk mengalir.

Besar dari sudut curah ditunjukkan dengan besar sudut yang terbentuk ketika bahan serbuk

dijatuhkan pada ketingggian tertentu dan membentuk suatu tumpukan. Adapun hasil sudut

curah pada gula semut berbagai perlakuan ialah seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak Terhadap Sudut Curah Gula Semut

Berdasarkan gambar 5 sudut curah gula semut yang dihasilkan ialah sebesat 21.01 –

33.84, dimana hasil sudut curah tertinggi ialah gula semut hasil pengeringan suhu 80oC dengan

kadar air 9.44% . Sedangkan hasil sudut terendah ialah sampel gula semut hasil pengeringan

suhu 50oC dengan kadar air 9.44%. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya pengaruh suhu

pengeringan terhadap sudut curah gula semut, dimana semakin tinggi suhu pengeringan maka

sudut curah akan semakin besar. Namun pada hasil tersebut tidak menunjukkan adanya

pengaruh kadar air gula cetak terhadap sudut curah gula semut, hal ini karena besarnya sudut

curah yang dihasilkan pada sampel dengan kadar air gula cetak yang sama dengan perlakuan

suhu yang berbeda menunjukkan besar sudut curah yang hampir sama.

Sudut curah yang tinggi menunjukkan bahwa gula semut bersifat higroskopis, dimana

pada saat bubuk dijatuhkann dari permukaan atas bubuk tidak menyebar secara rata, namu

mengalami penggumpalan atau agromerasi sehingga tumpukkan yang terbentuk akan semakin

tinggi dan diameter atau panjang segitiga akan semakin pendek. Hasil analisis ini juga

menunjukkan bahwa bentuk partikel penyusun gula semut berpengaruh terhadap kemampuan

alir bubuk. Menurut Barbosa dan Juliano (2005), kemudahan mengalir suatu bahan dipengaruhi

oleh susunan partikel yang membentuk lapisan bubuk dan dipengaruhi juga oleh gaya gesek

dan kohesif bahan. Hasil sudut curah yang didapatkan juga sesuai dengan syarat makanan

bubuk yaitu kurang dari 35 derajat (Nurhadi dan Nurhasanah, 2010).

Page 177: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

170

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisis scanning electron microscopy pada penelitian ini bermaksud untuk melihat

morfologi partikel dan topografi permukaan pada gula semut. Pengamatan morfologi partikel

gula semut menggunakan sebuah alat Scanning Electronic Microscopic dengan tipe JEOL

JSM-T200. Pengujinan SEM pada dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengujian dengan

perlakuan coating dan tanpa perlakuan coating (JEOL, 2004), dimana sampel dalam bentuk

padatan biasanya perlu perlakuan coating terlebih dahulu untuk memaksimalkan hasil

pengamatan. Coating dilakukan dengan pelapisan menggunakan emas kurang lebih setebal 15

mm. adapun hassil fotomikrograf dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 5. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Kadar Air Gula Cetak Terhadap Morfologi Partikel Gula Semut

Hasil fotomikrograf pada gula semut berbagai perlakuan suhu pengeringan dan kadar air

gula cetak dibandingkan dengan hasil fotomikrograf sukrosa. Sukrosa dijadikan sebagai acuan

bentuk partikel gula semut karena sukrosa merupakan kandungan gula utama yang ada pada

gula merah kelapa. Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh suhu dan kadar air bahan

terhadap bentuk partikel gula semut, dimana hasil gula semut dengan perlakuan suhu

pengeringan 50oC dan kadar air gula cetak 9.44% menunjukkan bentuk partikel yang paling

serupa dengan bentuk partikel sukrosa.

Fotomikrograf gula semut dengan perlakuan suhu pengeringan 50oC dan kadar air gula

cetak 9.44% menunjukkan partikel gula yang lebih menyebar dan terdapat belahan antar

partikel. Hal ini menunjukkan bahwa gula semut dengan perlakuan suhu pengeringan 50oC dan

kadar air gula cetak 9.44% memiliki bentuk pertikel kristal. Sedangkan sampel gula semut

Suhu 80oC, kadar air

awal 9,44%

Suhu 50oC, kadar air

awal 14%

Suhu 50oC, kadar air

awal 9,44%

Suhu 80oC, kadar air

awal 14%

Sukrosa

Page 178: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

171

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dengan perlakuan lainnya menunjukkan bentuk partikel amourpous karena partikel memiliki

ukuran yang lebih besar dan tidak terpisah antar satu partikel dengan partikel lainnya. Menurut

penelitian Cano et.al (2005), partikel kristal memiliki bentuk partikel yang lebih kecil, terdapat

belahan antar partikel, tidak berpori dan gaya tarik yang kecil antar partikel. Sedangkan partikel

amorf memiliki bentuk partikel yang lebih besar, tidak berbentuk, menumpuk dan daya tarik

yang kuat antar partikel. Menurut Bhandari, Data and Howes (1997), bahan pangan bubuk

dengan kadar gula tinggi selama proses pengeringan dapat menghasilkan bahan dengan

permukaan amorf ataupun kristal.

KESIMPULAN

Suhu pengeringan yang tinggi dan kadar air gula cetak yang rendah menghasilkan

karakteristik gula semut yang memiliki kadar air yang rendah, derajat kecerahan yang tinggi,

derajat kemerahan dan kekuningan yang rendah , sifat yang semakin higroskopis, waktu larut

yang cepat, sudut curah yang besar, dan bentuk partikel yang amourphous. Hasil pengeringan

gula semut terbaik ditunjuukkan pada sampel gula semut dengan perlakuan suhu 50oC dan

kadar air gula cetak 9.44%.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yaitu bapak Bambang

Nurhadi, S.TP., M.Sc.,Ph.D., ibu Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, S.U. dan para laboran

teknologi pangan yang telah membimbing dan membantu saya dalam melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, M. H. 2012. Pengeringan lapisan tipis kentang (Solanum tuberosum. L) varietas granola.

Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas

Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3743-1995 tentang Gula Palma. BSN, Jakarta.

Barbosa-Cánovas, E, G. V. O.-R., P, J., & Yan, H. 2005. Food Powders Physical Properties,

Processing, and Functionality. Plenum Publisher, New York.

Bemiller, J.N., 2007. Carbohydrate Chemistry for Food Scientists, 2nd Edition, 2 edition. ed.

Amer Assn of Cereal Chemists, St. Paul, Minn.

Bhandari, B.R., Datta, N., Howes, T., 1997. Problems Associated With Spray Drying Of Sugar-

Rich Foods. Dry. Technol. 15, 671–684.

Page 179: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

172

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Cano-Chauca, M., Stringheta, P.C., Ramos, A.M., Cal-Vidal, J., 2005. Effect of the carriers on

the microstructure of mango powder obtained by spray drying and its functional

characterization. Innov. Food Sci. Emerg. Technol. 6, 420–428.

Caparino, O.A., Tang, J., Nindo, C.I., Sablani, S.S., Powers, J.R., Fellman, J.K., 2012. Effect

of drying methods on the physical properties and microstructures of mango (Philippine

‘Carabao’ var.) powder. J. Food Eng. 111, 135–148.

Carlos, L. de A.; Resende, J. V. de.; Cal-Vidal, J. 2005. Redução da higroscopicidade de pós

liofilizados pela indução da cristalização em soluções-modelo de açúcares constituintes

de frutas. Brazilian Journal of Food Technology, v.8, p.163-173.

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press.

Fellow, P.J. 2001. Food Processing Technology, Principles and Practices. CRC Press, Boca

Raton, Boston, New York, Washington.

Ghorab, M.K., S.J. Toth, G.J. Simpson, L.J. Mauer, L.S. Taylor. 2014. Water-solid Interactions

in Amorphous Maltodextrin-crystalline Sucroe Binary Mixtures.Pharmaeutical

Development and Technology. 19(2): 247-256.

GEA Niro Research Laboratory (2005a) A 14 a - Hygroscopicity, Analytical Method.

Available at: www.niro.dk (Accessed: 20 april 2018).

GEA Niro Research Laboratory (2005b) ‘A 6 a -Powder Dispersibility IDF Method GEA Niro

Method No. A 6 a’, (September). Available at: http://www.gea.com/ru/binaries/A 6 a -

Powder Dispersibility IDF Method_tcm27-30911.pdf

Page 180: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

173

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA MESIN PENGIRIS DAN PEMARUT

GANYONG

Lambok Sinaga1, Asep Yusuf2, Wahyu Kristian Sugandi2

1 Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terungkap bahwa penggunaan mesin

pengiris dan pemarut ganyong masih memiliki beberapa kekurangan yaitu posisi saluran

pemasukan bahan pengiris yang belum tepat (tidak ergonomis), karena mesin ini merupakan

gabungan dari dua mesin yaitu mesin pengiris dan mesin pemarut yang digabung dalam satu

rangka serta hanya menggunakan satu motor penggerak sehingga perlu dilakukan modifikasi

pada sistem transmisi agar mesin dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan

operator. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki mesin pengiris dan pemarut ganyong

melalui modifikasi beberapa bagian mesin. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu

metode rekayasa (engineering).Modifikasi dilakukan dengan memindahkan posisi saluran

pemasukan bahan pengiris dari samping kanan pemarut ke samping kiri pemarut,

menambahkan tensioner pada sistem transmisi mesin pengiris dan mesin pemarut ganyong agar

pengggunaan mesin lebih efektif dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Hasil

perancangan mesin pengiris dan pemarut ganyong memiliki kriteria teknis yaitu jika satu unit

beroperasi (pengiris atau pemarut) maka operatornya cukup satu orang saja, namun ketika

membutuhkan kedua unit beroperasi (pengiris dan pemarut) maka dibutuhkan dua orang

operator, kapasitas pengirisan 50 km/jam dengan hasil irisan seragam dengan ketebalan 1-3

mm, dan kapasitas pemarutan 150 kg/jam.

Kata Kunci : modifikasi mesin, mesin pengiris, mesin pemarut, ganyong

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman hasil bahan

pertanian, termasuk umbi-umbian. Beberapa tanaman sumber karbohidrat sebenarnya juga

banyak terdapat di masyarakat namun belum banyak diperhatikan, salah satu diantaranya

adalah ganyong (Canna Discolor L.). Ganyong merupakan tanaman yang memiliki peluang

sebagai sumber pangan alternative. Selain mudah dalam budidayanya tanaman ini juga kaya

akan karbohidrat dan sumber nutrisi lain (Hidayat N, dkk. 2008). Ganyong juga merupakan

Page 181: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

174

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

tanaman yang efesien dalam penggunaan nitrogen, toleran terhadap kekeringan dan

produktivitas yang tinggi (Herman et al, 1998).

Dalam bidang ketahanan pangan, ganyong merupakan sumber karbohidrat yang setara

dengan beras, ubi jalar, jagung, singkong dan sagu. Ganyong dapat dimanfaatkan sebagai pati

atau ganyong instan dan sohun sebagai makanan utama atau sebagai makanan pendamping

seperti kue, cendol dan sebagainya. Harga pati ganyong lebih tinggi daripada pati singkong dan

mudahnya pemasaran menjadikan ganyong sebagai komoditas yang menguntungkan bagi

petani (Hidayat N, dkk. 2008).

Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan rancang bangun mesin pengiris dan pemarut

ganyong. Namun mesin tersebut masih memiliki beberapa kekurangan sehingga perlu

dilakukan modifikasi. Adapun kekurangan dari mesin ini, yaitu posisi saluran pemasukan

bahan pengiris yang belum tepat (tidak ergonomis), karena mesin ini merupakan gabungan dari

dua mesin yaitu mesin pengiris dan mesin pemarut yang digabung dalam satu rangka dan

menggunakan satu motor penggerak sehingga perlu dilakukan modifikasi pada sistem transmisi

agar mesin dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan operator dan dapat

menghemat kebutuhan bahan bakar. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan perbaikan pada

mesin tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodifikasi mesin pengiris dan pemarut

ganyong sekaligus melakukan uji kinerja untuk mendapatkan data kinerja mesin.

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi ganyong putih. Pada tahap

modifikasi mesin, peralatan yang digunakan adalah peralatan bengkel yaitu: las listrik, alat

potong plat, mesin gerinda. Pada tahap pengujian mesin peralatan yang digunakan adalah

timbangan digital, stopwatch, tachometer, jangka sorong, soundlevel meter, vibration meter,

Prony Brake. Penelitian dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

Page 182: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

175

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

1. Identifikasi Masalah

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data dan informasi pendukung untuk

penelitian yang dilakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

langsung pada mesin dan mencari informasi kekurangan mesin dari skripsi sebelumnya. Data

informasi yang terkumpul dijadikan acuan untuk penetapan kriteria modifikasi yang akan

dilakukan.

2. Penetapan Kriteria Mesin

Tahapan ini dilakukan setelah data hasil identifikasi masalah selesai. Data yang diperoleh

akan menjadi acuan untuk melakukan modifikasi. Setelah dilakukan analisis permasalahan

yang ada dan penyempurnaan ide-ide pemecahan masalah yang mempertimbangkan beberapa

aspek yang terkait, dilakukan perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain

fungsional maupun struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa dan analisis teknik.

3. Rancangan Fungsional

Tahapan ini merupakan proses dimana dilakukannya penentuan komponen-komponen

yang dimodifikasi. Komponen tersebut ditentukan berdasarkan fungsinya untuk memenuhi

kriteria modifikasi yang sudah ditentukan sebelumnya.

Page 183: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

176

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

4. Rancangan Struktural

Rancangan struktural berfungsi untuk menentukan bentuk dari mesin, ukuran serta tata

letak dari setiap komponen agar saling terhubung dan sesuai dengan fungsinya masing-masing,

rancangan struktural ini nantinya akan menjadi dasar dalam analisis teknik.

5. Analisis Teknik

Analisis teknik dilakukan untuk mengetahui spesifikasi komponen yang aman untuk

digunakan pada mesin, menganalisis mekanisme mesin untuk dapat bekerja sesuai kriteria.,

dan mengetahui batasan-batasan aman pada pengoperasi mesin.

6. Pembuatan Gambar Mesin

Pada pembuatan gambar mesin ini harus berdasarkan acuan dari prosedur-prosedur yang

sebelumnya, seperti ukuran komponen yang telah ditentukan melalui analisis teknik dan

berdasarkan rancangan fungsional dan struktural, proses menggambar ini merupakan bentuk

visual sehingga dihasilkan gambar yang menggambarkan bentuk mesin sesungguhnya yang

bisa dipahami oleh yang melihat gambar tersebut.

1. Modifikasi

Pada tahap ini dilakukan fabrikasi dari komponen-komponen tambahan ataupun

melakukan perubahan-perubahan dan penyesuaian bagian yang sudah ada pada mesin.

Modifikasi dilakukan berdasarkan pada hasil tahapan perancangan sebelumnya.

2. Uji Kinerja

Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui seberapa berpengaruhnya modifikasi yang

dilakukan terhadap kinerja mesin. Selain itu, pengujian mesin juga dapat menjadi acuan untuk

evaluasi dan perbaikan-perbaikan pada mesin ataupun menjadi acuan untuk pengembangan

mekanisme mesin yang lebih baik.

Untuk persamaan-persamaan yang digunakan dalam pengujian mesin yaitu sebagai

berikut :

a) Kapasitas Teoritis Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong

Mesin pengiris dan pemarut ganyong untuk bagian pengirisnya dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut (SNI 0838-1:2014) :

Kt = t A N s ρ 60 ............................................................................... (1)

Dimana :

Page 184: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

177

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kt = kapasitas teoritis (kg/jam);

t = Ketebalan irisan (m);

N = kecepatan putar silinder pengiris (rpm);

s = jumlah pisau;

A = luas penampang pisau (m2)

ρ = densitas kamba ganyong (kg/m3)

Kapasitas teoritis mesin pengiris dan pemarut ganyong untuk bagian pemarut dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (SNI 8030:2014):

kt = 60 ρ ᴫ r2 L ................................................................................... (2)

Dimana :

Kt = kapasitas teoritis (kg/jam);

ρ = densitas kamba ganyong (kg/m3);

r = Jari-jari silinder pemarut (m);

L = panjang silinder pemarut (m) ;

Dimana densitas kamba dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

ρ = 𝑚

𝑣 ................................................................................................. (3)

Dimana :

ρ = densitas atau massa jenis ganyong (kg/m3);

m = massa ganyong (kg);

v = Volume wadah (m3);

b) Kapasitas Aktual Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong

Kapasitas aktual pengirisan ganyong dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut (SNI 0838-1 2014):

kp =60 𝐵𝑖

𝑡𝑖 .......................................................................................... (4)

Dimana :

kp = kapasitas pengirisan (kg/jam);

Bi = bobot irisan ganyong yang ditampung keluar dari lubang pengeluaran dalam

waktu tertentu (kg);

ti = waktu mulai irisan ganyong yang keluar dari lubang pengeluaran sampai selesai

operasi (menit);

Page 185: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

178

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kapasitas aktual pemarutan ganyong dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut (SNI 8030:2014):

KPO =60 𝑊𝑗𝑜

𝑡 ................................................................................... (5)

Dimana :

KPO = kapasitas keluaran hasil parutan (kg/jam).

Wjo = berat total hasil parutan yang ditampung selama 1 menit (kg).

t = waktu pemarutan yang sudah ditentukan (jam).

c) Efisiensi Mesin pengiris dan Pemarut Ganyong

Efisiensi mesin pengiris dan pemarut ganyong dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut (SNI 0838-1:2014 dan SNI 8030:2014):

.............................................................................. (6)

Dimana :

= Efisiensi mesin (%)

= Kapasitas aktual (kg/jam)

= Kapasitas teoritis (kg/jam)

d) Nisbah dan Rendemen Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong

Nisbah dari mesin pengiris dan pemarut ganyong dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

Nb =𝑊2

𝑊1 x 100% ................................................................................ (7)

Dimana :

Nb = Nisbah (%);

W2 = bobot yang teriris/terparut (kg);

W1 = bobot yang tidak teriris/terparut (kg);

Perhitungan rendemen pengirisan dan pemarutan tersebut dapat dihitung menggunakan

persamaan. (SNI 8030:2014 dan SNI 0838-1:2014):

Rp =100% 𝑊𝑏2

𝑊𝑏1 ................................................................................. (8)

Dimana :

Rp = Rendemen pengirisan/pemarutan (%);

Wb2 = berat total bahan yang akan diiris/diparut (kg);

Page 186: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

179

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Wb1 = berat total hasil irisan/parutan yang ditampung (kg);

e) Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan :

FC = 𝐹𝑉

𝑡2 ............................................................................................ (9)

Dimana :

FC = Konsumsi bahan bakar (liter/jam)

FV = Volume bahan bakar (liter);

t2 = Waktu beroperasi motor penggerak (jam)

f) Energi Spesifik

Energi spesifik pengirisan dan pemarutan dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut (SNI 8030:2014 dan SNI 0838-1:2014) :

W = 3600 𝑃

𝐾𝑎 ...................................................................................... (10)

Dimana :

W = energi spesifik pengirisan atau pemarutan (kj/kg);

P = kebutuhan daya aktual (kW);

Ka = kapasitas aktual mesin (kg/jam);

g) Ketebalan Rata-rata Irisan

Menghitung rata-rata ketebalan irisan dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut

(SNI 0838-1:2014):

........................................................................ (11)

Dimana :

Tr = Tebal rata-rata irisan ganyong (mm)

Ti = Tebal irisan pada pengukuran ke i (mm)

h) Keseragaman Ketebalan Irisan

Menghitung keragaman ketebalan irisan dapat dilakuakan dengan menggunakan

rumus (SNI 0838-1:2014):

....................................................................... (12)

.............................................................................. (13)

............................................................................... (14)

Dimana :

Page 187: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

180

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

SD = Standar deviasi

Tr = Tebal rata-rata irisan (mm)

Ti = Tebal irisan pada pengukuran ke i (mm)

CV = Koefisien keragaman ketebalan irisan (%)

U = Keragaman ketebalan irisan (%)

i) Persentase Kerusakan

Menghitung persentase kerusakan irisan dengan menggunakan rumus (SNI 0838-

1:2014):

............................................................................. (15)

Dimana :

PR = presentase kerusakan (%)

Wr = berat rata-rata irisan rusak (g)

Ws = berat rata-rata sampel (g)

3. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil pengujian yang

didapatkan. Hasil evaluasi pada penelitian ini berupa perbaikan jika masalah yang ditemukan

tergolong ringan, sedangkan jika perbaikan masalahnya membutuhkan perombakan besar-

besaran maka hasil modifikasi hanya dituangkan dipembahasan dan saran penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan informasi dari skripsi sebelumnya dan hasil pengamatan langsung terhadap

mesin masih terdapat beberapa kekurangan pada mesin pengiris dan pemarut ganyong yang

ada di Bengkel Pedca, Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian,

Universitas Padjadjaran. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin tersebut untuk

memenuhi kriteria mesin yang telah ditetapkan.

Rancangan modifikasi pada mesin pengiris dan pemarut ganyong dapat dilihat pada

Gambar 1 berikut ini:

Page 188: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

181

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Hasil Modifikasi Mesin Pengiris dan Pemarut ganyong

Keterangan:

a) Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong sebelum dimodifikasi

b) Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong setelah dimodifikasi

Mekanisme kerja mesin Mesin pengolah ganyong ini pada prinsipnya hampir sama

dengan mesin pengiris dan pemarut yang sudah ada, yaitu dengan pengirisan yang

menggunakan prinsip berupa pisau iris yang berputar menggunakan poros dan mesin pemarut

berupa silinder parut yang berputar menggunakan poros. Mekanisme kerja dari mesin pengolah

ganyong ini yaitu dimulai dari pengaturan tensioner terlebih dahulu agar mesin dapat

beroperasi sesuai keinginan operator (apakah menggunakan kedua unit (pengiris dan pemarut)

atau hanya menggunakan satu unit saja (pengiris atau pemarut)). Langkah selanjutnya adalah

menghidupkan motor penggerak, motor penggerak dihubungkan dengan poros yang sudah

Page 189: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

182

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

terpasang puli dan sabuk sebagai sistem transmisinya. Sistem transmisi pada mesin ini

berfungsi sebagai sistem penyalur daya untuk menggerakkan poros pengiris dan pemarut. Saat

mesin sudah beroperasi maka ganyong akan dimasukkan melalui saluran pemasukan bahan

(unit pengiris dan unit pemarut) untuk selanjutnya diteruskan ke pisau pengiris maupun roller

pemarut. Ganyong yang sudah teriris dan terparut akan keluar melalui saluran pengeluaran

bahan dari masing-masing proses. Untuk bagian pengiris diharapkan ukuran ketebalan bahan

yang dihasilkan 1-3 mm dan hasil pengirisan seragam. Untuk gambar mesin secara keseluruhan

(mesin pengiris dan pemarut) dapat dilihat di Gambar 2 berikut :

Gambar 2. Mesin Pengiris dan Pemarut Ganyong

Kebutuhan Daya Penggerak

Dari hasil perhitungan dapat diketahui besarnya daya untuk menggerakan 2 buah unit

(pisau pengiris dan silinder pemarut) maka kebutuhan daya teoritis adalah sebesar 1.304,03

Watt atau 1.75 HP. Motor penggerak yang digunakan yaitu motor bakar bensin dengan daya

maksimal 5,5 HP. Penggunaan motor bakar sebagai sumber daya utama dikarenakan jumlah

cakupan daya yang ditawarkan motor bakar lebih besar dibandingkan motor listrik.

Keterangan :

1. Unit Pengiris Ganyong

2. Unit Pemarut Ganyong

3. Saluran Outlet Pemarut

4. Tensioner Sebagai Penekan

Sabuk

5. Saluran Outlet Pengiris

6.Sistem Transmisi sebagai

Penyalur Daya

7. Motor penggerak

Page 190: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

183

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Unit Transmisi

Unit transmisi pada mesin pengiris dan pemarut ganyong ini berupa sabuk dan puli yang

berfungsi untuk menyalurkan daya dari tenaga penggerak ke komponen-komponen mesin

lainnya. Sabuk yang digunakan pada mesin pengiris ganyong ini berupa sabuk V tipe A. Unit

transmisi berupa sabuk dan puli ini berfungsi untuk mentransmisikan kecepatan putar dari

motor penggerak sebesar 3500 rpm untuk memutarkan piringan pisau pengiris dan pemarut

pada mesin, kecepatan putar piringan dari hasil perhitungan secara teoritis diperoleh sebesar

600 rpm, sehingga untuk mendapatkan kecepatan putar piringan pisau pengiris sebesar 600

rpm dilakukan penambahan puli poros tambahan dengan kecepatan 1500 rpm. Untuk kecepatan

putaran rol pemarut dari hasil perhitungan secara teoritis diperoleh sebesar 1300 rpm.

Berdasarkan hasil perhitungan analisa teknik, diperoleh ukuran puli pada motor penggerak 4

inchi, puli tambahan 10 inchi, puli pengiris 10 inchi, dan puli pemarut 11 inchi.

Perhitungan unit transmisi dilakukan untuk mendapatkan putaran puli, panjang sabuk

transmisi, massa sabuk, kecepatan linear, sudut kontak sabuk, tegangan sisi kencang sabuk,

tegangan sisi kendur sabuk, jumlah sabuk dan tegangan tarik sabuk. Dari hasil perhitungan

secara teoritis panjang sabuk yang digunakan untuk puli poros tambahan sebesar 4 inchi, untuk

puli poros pengiris sebesar 57 inchi, dan puli poros pemarut sebesar 59 inchi.

Kinerja Mesin

Hasil uji kinerja mesin setelah dilakukan modifikasi menunjukkan bahwa kinerja mesin

pengiris dan pemarut ganyong semakin lebih baik dari mesin sebelumnya dengan parameter

sebagai berikut: kapasitas teoritis sebesar 44,19 kg/jam untuk pengirisan dan 185,10 kg/jam

untuk pemarutan; kapasitas aktual sebesar 39,91 kg/jam untuk pengirisan dan 171,2 kg/jam

untuk pemarutan; efisiensi mesin sebesar 90,60% untuk pengirisan dan 92,55% untuk

pemarutan; nisbah pengirisan sebesar 6,835% dan nisbah pemarutan sebesar 20,11%;

rendemen pengirisan sebesar 96,83% dan rendemen pemarutan sebesar 94,40%; konsumsi

bahan bakar untuk pengirisan sebesar 1,81 l/jam dan konsumsi bahan bakar untuk pemarutan

sebesar 2,29 l/jam; energi spesifik pengirisan yaitu 369,904 kJ/kg dan energi spesifik untuk

pemarutan sebesar 76,924 kJ/kg; tingkat kebisingan mesin pengiris 95,7 dB, tingkat kebisingan

pemarut sebesar 98,06 dB, dan tingkat kebisingan ketika keduanya beroperasi sebesar 96,08

dB; getaran mesin pengiris bagian depan, tengah dan belakang secara berurutan 32,65 mm/s,

Page 191: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

184

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

17,67 mm/s, 33,44 mm/s dan mesin pemarut 35,17 mm/s, 24,31 mm/s, 28,27 mm/s. Dan secara

anthropometri, mesin sudah memenuhi dan layak digunakan.

KESIMPULAN

Mesin ini dirancang dengan dua mesin dalam satu rangka maka perlu daya yang besar,

sehingga motor yang digunakan adalah motor bensin 5.5 HP dengan kecepatan putar 3500 rpm.

Poros yang digunakan ukuran diameter 25 mm, dengan sabuk V belt-A yang membutuhkan

sabuk untuk menyalurkan daya dari poros tambahan ke unit pengiris sebesar 57 inchi dan dari

motor ke unit pemarut sebesar 59 inchi. Dengan bantalan jenis UCP 205. Berdasarkan hasil

kinerja mesin, maka mesin sudah layak digunakan, namun sebaiknya menggunakan motor

listrik agar mengurangi kebisingan dan getaran mesin.

DAFTAR PUSTAKA

BSN. 2014. Mesin pengolah ubi kayu bagian I: Mesin pengiris Ubi kayu. SNI 0838-1:2014.

Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

BSN. 2014. Mesin Pemarut Multi komoditi Hasil Pertanian Tipe Rol. SNI 8030:2014. Badan

Standarisasi Nasional. Jakarta.

Hermann, M., N.K, Quynh, and D. Peters. 1998. Reappraisal of Edible Canna as a High-Value

Starch Crop in Vietnam. CIP Program Report 1997-98. Lima

Hidayat, N., Nurika, I., dan Purwaningsih, I. 2008. Potensi Ganyong Sebagai Sumber

Karbohidrat Dalam Upaya Menunjang Ketahanan Pangan. Jurnal Teknologi Industri

Pertanian FTP Universitas Brawijaya, Malang

Sularso dan Kiyokasu, Suga. 1997. Dasar Perencanaan dan Perancangan Elemen Mesin.

Cetakan Kesembilan.Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 192: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

185

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO

(Theobroma cacao L.) TERHADAP BAKTERI PATOGEN PADA

PRODUK PANGAN

Laras Sari Banon1, Indira Lanti Kayaputri2, In-In Hanidah2, Elazmanawati Lembong2

1)Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

*Penulis koresponden : [email protected]

ABSTRAK

Kulit buah kakao merupakan limbah hasil pengolahan biji kakao yang pemanfaatannya

belum dilakukan secara optimal. Kulit buah kakao memiliki komponen fitokimia yang

berpotensi sebagai antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada produk

pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi ekstrak kulit buah kakao yang

paling efektif menghambat pertumbuhan Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan

Salmonella Sp. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan 7

perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan terdiri konsentrasi ekstrak kulit buah kakao

yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% untuk metode difusi. Hasil penelitian

menunjukan efektivitas ekstrak kulit buah kakao dengan diameter zona hambat terhadap

Escherichia coli sebesar 15.35 mm (zona sensitif) pada konsentrasi 50%, Staphylococcus

aureus sebesar 11.49 mm (zona intermediet) pada konsentrasi 70%, dan Salmonella sp. sebesar

16.25 mm (zona sensitif) pada konsentrasi 60%. Metode dilusi didapatkan nilai Konsentrasi

Hambat Minimum (KHM) dari Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp.

berturut-turut adalah 6.25%, 12.5%, dan 12.5%. Sedangkan untuk nilai Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella sp berturut-

turut adalah 100%, 50%, dan 50%. Pengujian fitokimia menunjukan ekstrak kulit buah kakao

mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan fenolik.

Kata Kunci: antimikroba, fitokimia, kulit buah kakao

PENDAHULUAN

Kekhawatiran masyarakat akan penyakit yang berasal dari makanan cukup tinggi.

Adanya cemaran mikroorganisme menjadi salah satu penyebabnya. Bakteri patogen yang

sering mengontaminasi bahan pangan diantaranya adalah Escherichia coli, Staphylococcus

aureus dan Salmonella sp. Kontaminasi dapat terjadi melalui pangan yang mengalami kontak

dengan manusia selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian

(Sudershan et al., 2014). Adapula bakteri yang sudah ada pada bahan pangan itu sendiri, seperti

E.coli dan Salmonella yang terdapat pada daging mamalia, daging unggas, atau telur yang tidak

matang (Arifah et al., 2010).

Page 193: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

186

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Escherichia coli (E.coli) adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup

secara normal di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa strain dari E. coli dapat menyebabkan wabah diare atau muntaber,

terutama pada anak-anak dengan adanya enterotoksin yang dihasilkan E.coli.

Staphylococcus aureus merupakan salah satu flora normal manusia pada kulit dan selaput

mukosa. Keracunan yang disebabkan oleh bakteri ini tergolong dalam kasus intoksikasi, yaitu

tertelannya enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dalam pangan.

Intoksikasi merupakan salah satu gangguan yang diakibatkan karena mengonsumsi pangan

yang mengandung toksin dari bakteri patogen (Sudershan et al., 2014). Staphylococcus aureus

dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksi mulai dari infeksi kulit ringan, keracunan

makanan, sampai dengan infeksi sistemik (Herlina, 2015).

Bakteri lain yang menyebabkan keracunan pada makanan adalah Salmonella sp yang

diketahui bersifat patogen, sehingga adanya bakteri ini dalam makanan dianggap

membahayakan kesehatan. Salmonella bisa terdapat di udara, air, tanah, sisa kotoran manusia

maupun hewan atau makanan hewan. Sedangkan kasus yang sering terjadi adalah keracunan

Salmonella dari makanan seperti daging mentah (terutama daging cincang), daging unggas,

ikan, telur, dan makanan yang mengandung telur mentah.

Salah satu tanaman di Indonesia yang berpotensi sebagai antimikroba alami adalah

tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan

yang kaya akan senyawa bioaktif, terutama polifenol, flavonoid, tanin, theobromine, dan

alkaloid yang berperan sebagai antimikroba. Polifenol merupakan salah satu komponen

fitokimia pada kulit buah kakao yang bersifat antimikroba terhadap bakteri patogen. Kulit buah

kakao merupakan hasil samping dari pengolahan kakao yang tingkat produksinya tinggi di

Indonesia. Produksi limbah kulit buah kakao mencapai lebih dari 60% dari total produksi buah

(Harsini dan Susilowati, 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao

terhadap bakteri patogen pada produk pangan, sehingga berpotensi digunakan sebagai

pengawet bahan pangan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental yang dilanjutkan dengan

analisis deskriptif untuk mengetahui konsentrasi mana yang paling efektif untuk menghambat

Page 194: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

187

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

pertumbuhan bakteri patogen produk pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus,

dan Salmonella sp. Perlakuan dilakukan pada penelitian ini adalah ekstrak kulit buah kakao

dengan fraksi larut etanol 70% dengan beberapa konsentrasi dan pengulangan sebanyak 3 kali,

dengan perlakuan sebagai berikut.

A : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 10%

B : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 20%

C : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 30%

D : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 40%

E : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 50%

F : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 60%

G : Ekstrak kulit buah kakao konsentrasi 70%

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah grinder, ayakan 80 mesh, vacuum filter,

corong pisah, labu rotary dan rotary evaporator. Alat yang digunakan untuk analisis pada

penelitian ini adalah autoclave, ose, oven, waterbath, inkubator, cawan petri, tabung reaksi,

vortex, kapas, kassa, bunsen, bulb pipet, mikropipet, neraca analitik, spatula, pipet ukur, tip

mikropipet, kompor, refrigerator, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, kuvet dan

spektrofotometer UV-Vis.

Bahan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah kakao matang berusia

5-6 bulan dengan ciri-ciri kulitnya berwarna kuning oranye yang didapat dari perkebunan

swasta PP Bajabang Indonesia, Cipeundeuy, Jawa Barat, serta pelarut etanol 70% yang

digunakan untuk ekstraksi komponen bioaktif. Bahan yang digunakan pada proses yaitu,

aquades, natrium metabisulfit, spirtus, alumunium foil, cling wrap, spirtus, kasa, kapas, NaCl

Fis 0,85%, media pertumbuhan yaitu Nutrient Agar (NA), Mueller Hinton Agar (MHA), dan

Mueller Hinton Broth (MHB), kultur murni Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan

Salmonella sp, BaCl2, H2SO4, pereaksi Dragendroff, n-heksana, kertas saring Whatman No.4,

HCl pekat, Mg, FeCl3 1%, FeCl3 5%, etanol 95%, NaOH 10%, reagen Folin-Cioucalteu,

Na2CO3 15%, metanol, AlCl3 2%, H2SO4 6N, asetik anhidrit (C4H6O3), asam borat, asam

oksalat, eter, dan K2Cr2O7.

Page 195: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

188

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Kakao

Kulit buah kakao dikeringkan dengan oven kemudian digiling menggunakan grinder

hingga terbentuk serbuk. serbuk kulit buah kakao diayak menggunakan ayakan 80 mesh.

Serbuk tersebut kemudian ditimbang masing-masing 60 g lalu dimasukkan ke dalam botol/jar

kaca berwarna gelap. Pelarut yaitu etanol 70% ditambahkan sebanyak masing-masing 300 mL,

sehingga rasio antara sampel dan pelarut adalah 1:5, lalu dilakukan maserasi selama 24 jam

pada suhu ruang dalam keadaan tertutup dan terhindar dari cahaya langsung. Filtrat dipisahkan

dari residunya, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 45oC.

Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Kakao Metode Difusi Sumuran

Metode difusi dengan menggunakan lubang atau sumuran adalah metode yang digunakan

dalam pengujian aktivitas penghambatan bakteri pada penelitian ini, dengan cara dibuat sumur

pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi

agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008).

Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Kakao Metode Dilusi

Metode dilusi atau uji seri pengenceran dilakukan dengan cara sejumlah zat antimikroba

dimasukkan ke dalam medium bakteriologi padat dan cair. Medium akhirnya diinokulasikan

dengan bakteri yang diuji dan diinkubasi. Tujuan akhir dari metode dilusi adalah untuk

mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperoleh untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji.

Pengujian Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Kakao

a) Uji alkaloid (Raaman, 2006)

Ekstrak kulit buah kakao ditambahkan larutan HCl 2N sebanyak 1 ml dan dilakukan

pengadukan. Setelah itu disaring, filtrat yang didapat ditambahkan dengan 1-2 ml pereaksi

Dragendroff. Dilakukan pengamatan warna. Hasil uji positif alkaloid menggunakan pereaksi

Dragendroff akan menghasilkan warna jingga.

b) Uji Flavonoid ((Harborne, 1996 modifikasi Sumarlin et al. 2015)

Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan 10 ml air panas (metode Harborne, 1996

menggunakan alkohol). Kemudian dilakukan pendidihan selama 5 menit, setelah itu disaring

dengan kertas saring Whattman No. 4). Filtrat yang didapat diambil sebanyak 5 ml dan

ditambah 5 tetes HCl pekat dan 0,2 gram serbuk Mg. Setelah itu dikocok dengan kuat dan

diamati perubahan warnanya. Hasil uji positif menunjukkan warna merah, kuning atau jingga.

Page 196: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

189

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

c) Uji Saponin (Sumarlin et al. 2015)

Ekstrak sebanyak 0,5 g ditambah air panas sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan

dikocok. Sampel dinyatakan positif mengandung saponin apabila terdapat gelembung udara.

Terbentuknya gelembung udara yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa

golongan saponin, , bila ditambahkan HCl 1% (encer) gelembung udara tetap stabil.

d) Uji Fenolik (Sumarlin et al. 2015)

Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 10 tetes FeCl3 1% (uji tanin) atau FeCl3 (uji

fenolik). Sampel positif mengandung tanin atau fenol apabila menghasilkan warna hijau,

merah, ungu, biru atau hitam pekat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Kakao Metode Difusi

Tabel 1. Data Rata-Rata Zona Bening Bakteri Menggunakan Metode Difusi Sumuran

Konsentrasi E.coli S.aureus Salmonella

R (mm) R (mm) R (mm)

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

9.55 ± 2.32

10.64 ± 0.49

13.00 ± 1.96

13.01 ± 1.42

15.35 ± 2.27

15.07 ± 2.72

15.11 ± 0.97

7.63 ± 1.13

8.29 ± 0.95

8.42 ± 0.95

11.04 ± 3.00

10.68 ± 0.92

11.14 ± 1.64

11.49 ± 0.56

8.55 ± 0.80

10.73 ± 1.43

13.34 ± 0.42

13.40 ± 1.70

14.56 ± 1.54

16.25 ± 1.48

15.17 ± 1.61

Keterangan: R : Rata-rata diameter zona bening dari tiap pengulangan

Berdasarkan Tabel 1, rata-rata diameter daya hambat kulit buah kakao terhadap

pertumbuhan E.coli berada pada kisaran 9.55–15.35 (Resisten–Sensitif), Salmonella berada

pada kisaran 8.55–16.25 (Resisten–Sensitif), dan S.aureus berada pada kisaran 7.63–11.49

(Resisten–Intermediet). Hal ini menunjukkan E.coli dan Salmonella yang merupakan bakteri

gram negatif memiliki kemampuan daya hambat lebih tinggi dibandingkan S.aureus yang

merupakan bakteri gram positif.

Page 197: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

190

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Kakao Metode Difusi

(a : E.coli, b : S.aureus, c : Salmonella)

Gambar 1 (a) menunjukkan pada konsentrasi 50% ekstrak kulit buah kakao menghasilkan

diameter zona bening tertinggi yaitu 15.35 mm yang termasuk zona hambat sensitif. Gambar 1

(b) menunjukkan rata-rata nilai penghambatan tertinggi penggunaan ekstrak kulit buah kakao

terhadap pertumbuhan S.aureus yang berada pada konsentrasi 70% yaitu sebesar 11.49 mm

yang termasuk zona hambat intermediet. Sedangkan Gambar 1 (c) menunjukkan rata-rata nilai

penghambatan tertinggi penggunaan ekstrak kulit buah kakao terhadap pertumbuhan

Salmonella yang berada pada konsentrasi 60% yaitu sebesar 16.25 mm yang termasuk zona

hambat sensitif. Menurut Capuccino dan Sherman (2001), zona penghambatan dengan

diameter 9 mm atau kurang termasuk zona hambat resisten, diameter 10-11 mm termasuk zona

hambat intermediet dan diameter 12 mm atau lebih termasuk zona hambat sensitif.

Ekstrak kulit buah kakao yang diujikan memberikan efek penghambatan yang lebih

tinggi terhadap bakteri gram negatif seperti E.coli dibandingkan dengan bakteri gram positif.

Perbedaan respon penghambatan yang dihasilkan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa

faktor, diantaranya kandungan lipid yang tinggi pada membran luar yang mampu memperbesar

permeabilitas dinding sel. Hal ini dapat mengakibatkan semakin tingginya kemampuan

senyawa antimikroba untuk berpenetrasi ke dalam sel sehingga menyebabkan kerusakan sel

(Pelczar dan Chan, 1986).

Selain kandungan lipid, struktur dinding sel dari bakteri gram negatif lebih kompleks

tetapi memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dibandingkan bakteri gram positif.

Dinding sel bakteri gram negatif terdiri dari 10% peptidoglikan, lipopolisakarida dan

kandungan lipid 11-12% sedangkan dinding sel bakteri gram positif terdiri dari 60-100%

peptidoglikan dan lipid 1-4% tebalnya lapisan peptidoglikan pada bakteri gram positif diduga

lebih mampu menghalangi penetrasi senyawa antimikroba dibandingkan bakteri gram negatif

(Pelczar & Chan, 1988). Bakteri gram negatif juga memiliki protein porin pada membran luar

dinding selnya. Protein porin tersebut berfungsi sebagai saluran keluar masuknya senyawa

a b c

Page 198: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

191

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

aktif, sehingga senyawa-senyawa aktif pada campuran ekstrak yang diujikan akan lebih mudah

berpenetrasi ke dalam sel dan merusak enzim sel sehingga menyebabkan kerusakan sel

(Sunatmo, 2009).

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao metode dilusi

Tabel 2. Data Kemampuan Penghambatan Bakteri Menggunakan Metode Dilusi Cair

Tabel 2 menunjukkan perbedaan nilai KHM dan KBM dari ketiga bakteri. Nilai KHM

dan KBM dapat menunjukkan kemampuan dari ekstrak kulit buah kakao yang dapat bersifat

bakteriostatik (kemampuan menghambat) dan bakterisidal (kemampuan membunuh). Nilai

KHM adalah konsentrasi dari larutan uji yang tidak menunjukkan adanya kekeruhan setelah

bakteri disuspensikan sedangkan konsentrasi paling rendah yang tidak menunjukkan adanya

pertumbuhan koloni bakteri pada media padat adalah nilai KBM (Dewi, 2018).

Nilai KHM ekstrak kulit buah kakao terhadap bakteri E.coli yaitu pada konsenrasi 6.25%,

S.aureus pada konsentrasi 12.5%, dan Salmonella pada konsentrasi 12.5%. Konsentrasi

tersebut secara visual terlihat mulai jernih pada jika dibandingkan tabung dengan konsentrasi

rendah lainnya yang kekeruhannya mendekati tabung kontrol positif yang berisi suspensi

bakteri. Nilai KBM terhadap bakteri E.coli berada pada konsentrasi 100%, S.aureus 50%, dan

Salmonella 50%. Sedangkan pada konsentrasi lainnya, belum mampu untuk menghambat

pertumbuhan bakteri karena jumlah senyawa aktif dalam ekstrak semakin sedikit sehingga

kemampuan ekstrak dalam menghambat bakteri berkurang (Ajizah, 2004).

Tingginya penghambatan aktivitas bakteri patogen terkait dengan kandungan lipidnya

juga dipengaruhi oleh senyawa aktif dalam ekstrak yang diujikan. Naiborhu (2002)

menambahkan bahwa senyawa alkaloid, flavonoid dan fenol menghambat pertumbuhan bakteri

dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri dengan melarutkan lemak

yang terdapat pada dinding sel bakteri. Aktivitas antimikroba yang disebabkan oleh senyawa

fenolik yaitu dengan merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga

menyebabkan isi sel keluar (Pratiwi, 2008). Lipid pada bakteri patogen akan terekstraksi dari

dinding sel oleh senyawa fenolik sehingga pori-pori mengembang. Hal ini menyebabkan daya

KHM KBM

E.coli 6.25% 100%

S.aureus 12.5% 50%

Salmonella 12.5% 50%

Page 199: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

192

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

rembes sel dan fungsi membran meningkat oleh penyerapan yang tidak terkontrol sehingga

merusak komponen dinding selnya (Pelczar dan Chan, 1988).

Komponen fitokimia

Uji kualitatif komponen fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan suatu

komponen fitokimia dalam ekstrak yang diujikan. Penentuan secara kualitatif dapat dilihat dari

perubahan warna atau terbentuknya buih dan endapan jika sampel direaksikan dengan bahan

kimia tertentu. Hasil pengujian kualitatif komponen fitokimia ekstrak kulit buah kakao

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Kualitatif Komponen Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Kakao

Senyawa Fitokimia

Fenolik Flavonoid Saponin Alkaloid

+ + - +

Tabel 2 menunjukkan hasil kualitatif senyawa fitokimia pada sampel ekstrak kulit buah

kakao positif pada pengujian fenolik, flavonoid, dan alkaloid. Sedangkan pada pengujian

saponin menunjukan hasil negatif.

Uji fenolik/tanin

Hasil pengujian fenol menunjukan bahwa ekstrak kulit buah kakao positif mengandung

senyawa fenolik. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi kehitaman saat

sampel ekstrak ditambahkan dengan pereaksi FeCl3 5%. Menurut Harborne (1996), pereaksi

FeCl3 akan bereaksi dengan senyawa polifenol dalam ekstrak membentuk senyawa kompleks

dan menghasilkan warna biru kehitaman. Salah satu senyawa fenolik adalah tanin. Tanin

memiliki potensi sebagai antimikroba karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Tanin

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus substilis, dan

Bacillus stearothermophilus melalui mekanisme pengubahan membran sitoplasma (Susilawati,

2007). Senyawa tanin dapat mengikat protein kemudian menghentikan aktivitas enzim

sehingga metabolisme sel terhenti dan sel menjadi mati.

Uji flavonoid

Hasil pengujian yang dilakukan terhadap sampel ekstrak menunjukan adanya perubahan

warna menjadi kuning dan jingga. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak yang diujikan positif

mengandung senyawa flavonoid. Fungsi flavonoid pada tumbuhan secara umum adalah

Page 200: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

193

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis dan memiliki aktivitas antibakteri (Giorgio,

2000). Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kulit buah kakao digolongkan sebagai

senyawa fenolik yang memiliki ikatan glikosida dan berfungsi sebagai antibakteri. Senyawa

fenolik ini akan berinteraksi dengan protein membran sel bakteri melalui proses adsorbsi

dengan cara terikat pada bagian hidrofilik membran sel, sehingga dapat membuat bagian

membran sel menjadi lisis dan terjadi kerusakan sel bakteri (Yumas, 2017).

Uji alkaloid

Hasil pengujian alkaloid pada ekstrak kulit buah kakao menggunakan reagen

Dragendroff menunjukan hasil bahwa sampel ekstrak yang diuji positif mengandung senyawa

alkaloid. Hal ini ditandai dengan timbulnya perubahan warna saat ekstrak ditambahkan dengan

reagen Dragendroff. Senyawa alkaloid yang terdapat dalam kakao diantaranya adalah kafein

dan theobromin (Fowler, 2009). Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik yang memiliki

atom nitrogen dan bersifat basa (alkali) sebagai senyawa antibakteri dengan cara mengganggu

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel dan menghambat replikasi DNA itu

sendiri, akibatnya terjadi gangguan replikasi DNA yang menyebabkan kematian sel. (Cushine

et al., 2014).

Uji saponin

Hasil pengujian saponin terhadap ekstrak kulit buah kakao menunjukan bahwa sampel

yang diujikan tidak menimbulkan buih, sehingga sampel yang diujikan negatif mengandung

saponin. Hasil pengujian saponin pada ekstrak kulit buah kakao juga tidak sesuai dengan

penelitian Tarwiyah et al., (2017) yang menyebutkan bahwa ekstrak kulit buah kakao yang

dihasilkan dari ekstraksi dengan menggunakan metanol masih memiliki komponen saponin di

dalamnya. Saponin juga merupakan salah satu komponen fitokimia yang dapat berfungsi

sebagai antimikroba. Beberapa saponin berfungsi dalam pertahanan tanaman terhadap

serangan mikroba atau fungi dan melawan virus serta memiliki sifat hemolitik dan beberapa

bersifat sitotoksik (Bruneton, 1999). Keberadaan saponin dalam suatu ekstrak dipengaruhi oleh

jenis pelarut yang digunakan. Menurut Allo (2016), Saponin merupakan senyawa non polar

sehingga tidak dapat larut dalam pelarut polar.

Page 201: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

194

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KESIMPULAN

Komponen fitokimia yang terdapat dalam ekstrak kulit buah kakao adalah flavonoid,

alkaloid, dan senyawa fenolik. Pengujian dengan metode difusi sumuran didapatkan efek

penghambatan paling efektif terhadap Escherichia coli rata-rata sebesar 15.35 mm (zona

sensitif), Staphylococcus aureus rata-rata sebesar 11.49 mm (zona resisten), Salmonella sp

rata-rata sebesar 16.25 mm (zona sensitif). Pengujian dengan metode dilusi didapatkan nilai

KHM dari Escherichia coli pada konsentrasi 6.25%, Staphylococcus aureus 12.5%, dan

Salmonella sp. 12.5%. Sedangkan untuk nilai KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum)

Escherichia coli pada konsentrasi 100%, Staphylococcus aureus 50%, dan Salmonella sp. 50%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PP Bajabang Indonesia serta Fakultas

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava

L . Sensitivitas Salmonella typhimuriumterhadap Ekstrak Daun Psidiumguajava L, 1,

31–38. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP. Universitas Lambung Mangkura.

Allo, M.B.R. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Air Kulit Pisang Ambon Lumut

(Musa acuminata Colla) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Program Studi

Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma. Yogyakarta.

Arifah, IN. 2010. Analisis Mikrobiologi pada Makanan [Skripsi]. Surakarta. Fakultas

Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

Bruneton Jean. 1999. Alkaloids. In H.K. Caroline : Pharmacognosy : phytochemistry and

medicinal plants. 2nd ed. Paris : Lavoisier publishing. p. 217-220.

Cushine TP, Benjamart, Lamb JA. 2014. Alkaloids An Overview Of their Antibacterial

Antibiotic-enhaching and Antivirulance Activities. International Journal Of

Antimicrobial Agents. 381-383.

Dewi FI dan Manik RW. 2018. Aktivitas Daya Hambat Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale

var rubrum) terhadap Pertumbuhan Kuman Staphylococcus aureus. Journal of

Vocational Health Studies 01 (2018): 113-116. Fakultas Pendidikan Vokasi. Universitas

Page 202: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

195

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Airlangga. Surabaya.

Fowler MS. 2009. Cocoa Beans: From Tree to Factory. Wiley-Blackwell, Chichester.

Giorgio P. 2000. Flavonoid as Antioxidant. Journal National Product, 63: 1035- 1045.

Harbone JB. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. ITB

Press, Bandung.

Harsini T, Susilowati. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Dari Limbah Perkebunan Kakao

Sebagai Bahan Baku Pulp Dengan Proses Organosolv. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan,

2(2), 80–89.

Herlina N. 2015. Isolasi Dan Identifikasi Staphylococcus aureus Dari Susu Mastitis Subklinis

Di Tasikmalaya, Jawa Barat, 1(Winarso 2008), 413–417.

Naiborhu PE. 2002. Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia

caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial: Pada Patogen Udang Windu, Vibrio

harveyi. Institut Pertanian Bogor.

Pelczar and Chan. 2005. Dasar–Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Jakarta.

Pratiwi S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.

Raaman N. 2006. Phytochemical Techniques. New India Publishing Agency. New York

Sudershan RV, Naveen Kumar R, Kashinath, L, Bhaskar, V, Polasa, K. 2014. Foodborne

Infections and Intoxications in Hyderabad India. Epidemiology Research International,

1–5.

Sumarlin LO, Agik S, Min R, Achmad T, Dede S. 2015. Bioaktivitas Ekstrak Metanol Daun

Namnam serta Kombinasinya dengan Madu Trigona. Jurnal Teknologi Pangan Vol.

26(2): 144-154

Sunatmo TI. 2009. Mikrobiologi Esensial. Ardy Agency. Jakarta.

Susilawati Y. 2007. Flavonoid Tanin-Polifenol. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Tarwiyah F, Harlis., Retni. SB. 2017. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah

Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Strepcoccus mutans sebagai

Bahan Pengayaan Praktikum Mikrobiologi. Artikel Ilmiah. Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Jambi.

Yumas M. 2017. Pemanfaatan Limbah Kulit Ari Biji Kakao (Theobroma cacao L) Sebagai

Sumber Antibakteri Streptococcus mutans. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 12(2), 7–

20.

Page 203: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

196

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

RANCANG BANGUN SISTEM PEMANTAUAN IKLIM MIKRO

GREENHOUSE BERBASIS RASPBERRY PI DENGAN AKSES

INFORMASI MELALUI SITUS WEB

Luthfi Pratama1, Wahyu Kristian Sugandi 2, Mimin Muhaemin 2, Muhammad Saukat 2

1 Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran 2 Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl, Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 43563

Email: [email protected]

ABSTRAK

Iklim mikro sebagai syarat tumbuh tanaman dapat menentukan tingkat produksi tanaman

dalam kualitas maupun kuantatitas. Salah satu upaya untuk memberikan lingkungan yang lebih

mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman adalah dengan penggunaan

greenhouse. Pengukuran kondisi iklim mikro di dalam greenhouse umumnya masih

menggunakan alat ukur konvensional dengan pencatatan data dalam suatu formulir. Namun

metode ini memiliki kekurangan karena hasil perekaman data berbentuk diskrit dan memakan

waktu. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan sensor elektronik.

Tujuan penggunaan sensor elektronik adalah untuk mempermudah pengukuran dan

penyimpanan data kondisi iklim mikro ke dalam komputer. Dengan demikian data tersebut

dapat ditampilkan dalam suatu situs web. Penelitian ini menggunakan metode rekayasa dengan

prinsip kerja internet of things dimana setiap komponen sistem saling terhubung dalam suatu

jaringan internet. Hasil dari penelitian ini adalah sistem dapat mengukur kondisi iklim mikro

seperti suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya menggunakan sensor elektronik

setiap jeda 1 menit. Sistem juga dapat mengambil gambar tanaman melalui kamera dan

menampilkan data hasil pengukuran ke dalam situs web yang aktif selama 24 jam. Berdasarkan

hasil pengukuran, dapat disimpulkan bahwa kondisi intensitas cahaya di dalam greenhouse

berbanding lurus terhadap kenaikan suhu udara, sedangkan kondisi suhu udara berbanding

terbalik terhadap kenaikan kelembaban udara. Perubahan suhu udara, kelembaban udara, dan

intensitas cahaya yang signifikan terjadi pada pukul 06.00 dan stabil di posisi puncak mulai

pukul 10.00. Pola tersebut cenderung sama untuk tiap harinya. Nilai kesalahan rerata

pengukuran oleh sensor sebesar -1,061% untuk pembacaan suhu dan -17,069% untuk

pembacaan kelembaban udara dengan kehilangan data rerata sebesar 2,039%.

Kata kunci: Greenhouse, raspberry pi, iklim mikro, sistem pemantauan, internet of things

Page 204: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

197

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Greenhouse merupakan suatu bangunan handal yang terstruktur untuk menyediakan

lingkungan yang nyaman dan terkendali untuk budidaya tanaman. Menurut Suhardiyanto

(2009), penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk

memberikan lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman.

Kondisi optimum tersebut dapat tercapai ketika kondisi parameter iklim mikro sudah sesuai

syarat tumbuh tanaman. Sebagai contoh, Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu

minimum 11°C – 25°C untuk perkecambahan, 22°C – 23°C untuk pembungaan, 20°C –25°C

untuk pembentukan biji. Intensitas cahaya di lingkungan sekitar tanaman berkorelasi positif

dalam proses fotosintesis yang merupakan proses pemasakan oleh tanaman untuk pertumbuhan

tanaman dan produksi buah atau biji, sedangkan kelembaban udara yang sesuai dapat dilihat

dengan keadaan suhu di daerah penanaman padi. Sama halnya untuk tanaman lainnya,

parameter iklim mikro tersebut sangat penting untuk diamati agar kondisi optimal bagi

pertumbuhan tanaman dapat terpenuhi.

Kondisi iklim mikro di dalam greenhouse juga bertujuan untuk meningkatkan hasil

budidaya tanaman baik secara kualitas maupun kuantitas. Greenhouse di luar negeri pada

daerah subtropis umumnya dilengkapi dengan sistem pengukuran dan pengendali iklim mikro

yang lengkap agar sesuai dengan kondisi optimal tanaman yang dibudidaya. Di sisi lain,

menurut Klara (2010), greenhouse yang umum di Indonesia yang merupakan daerah tropis

biasanya hanya dimanfaatkan untuk melindungi tanaman dari guyuran hujan, tiupan angin, dan

intensitas cahaya berlebih saja, sehingga kondisi iklim mikro di dalamnya masih kurang

diperhatikan. Hal tersebut terbukti dengan minimnya instrumen pengukur kondisi iklim mikro

pada greenhouse di Indonesia.

Pengamatan kondisi iklim mikro penting di dalam greenhouse pada umumnya digunakan

alat ukur seperti termometer, higrometer, luxmeter, dan sebagainya. Namun metode tersebut

terdapat kekurangan dalam hal perekaman data karena masih dilakukan secara manual

sehingga hasil perekaman data berbentuk diskrit dan memakan waktu. Peneliti perlu

mendatangi greenhouse untuk mengamati kondisi tanaman dan data yang ditampilkan oleh alat

ukur.

Sistem instrumentasi greenhouse berbasis web yang dilengkapi dengan kamera dapat

digunakan sebagai solusi bagi para peneliti untuk mengamati kondisi fisik tanaman dan

Page 205: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

198

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

merekam data kondisi iklim mikro. Dengan adanya kamera, potret kondisi tanaman dapat

diamati setiap saat. Sensor-sensor dari sistem instrumentasi akan membaca kondisi iklim mikro

di dalam greenhouse seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara lalu menyimpan

data tersebut ke dalam memori. Selanjutnya, dengan sistem informasi berbasis web, data potret

tanaman dan kondisi iklim mikro yang telah diperoleh dapat diakses kapan saja baik dari dalam

maupun luar ruangan greenhouse melalui jaringan internet.

Prinsip kerja seperti ini merupakan prinsip kerja Internet of Thing (IoT) dimana setiap

benda saling berinteraksi dan terhubung satu sama lain secara otomatis tanpa mengenal jarak.

Raspberry Pi sebagai komponen utama sistem IoT ini dapat digunakan untuk mengolah data

mulai dari pembacaan sampai penampilan data. Sistem instrumentasi greenhouse berbasis web

menggunakan Raspberry Pi akan terus membaca kondisi iklim mikro penting di dalam

greenhouse melalui sensor kemudian menyimpan data ke dalam basis data dan menyajikannya

pada situs web dengan Raspberry Pi sebagai pusat pengolahan datanya. Dengan demikian, hal

ini dapat memudahkan peneliti untuk menentukan waktu dalam melaksanakan kegiatan

pengelolaan iklim mikro dan pemeliharaan tanaman di dalam greenhouse berdasarkan data

iklim mikro yang disajikan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diidentifikasi bahwa perlunya rancang bangun sistem

pengukuran lingkungan yang mampu mengamati kondisi tanaman dan kondisi iklim mikro di

dalam greenhouse dengan data potret tanaman dan data hasil pengukuran kondisi iklim mikro

seperti suhu dan kelembaban udara, serta intensitas cahaya yang tersaji secara kontinyu dan

dapat diakses kapan saja baik dari dalam maupun luar ruangan greenhouse melalui jaringan

internet untuk mempermudah dalam mengamati kondisi tanaman dan kondisi iklim mikro

penting di dalam greenhouse. Pada penelitian ini, greenhouse yang digunakan untuk penelitian

sedang digunakan untuk budidaya tanaman padi.

BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai Juni 2019 di Laboratorium

Alat dan Mesin Pertanian Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran dan diterapkan di Greenhouse Ciparanje, Fakultas

Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Page 206: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

199

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

2.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah monitor, keyboard, solder listrik,

penyedot timah, laptop, termometer air raksa, higrometer, luxmeter, AVOmeter, mistar, dan

meteran rol. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Raspberry Pi 3 Model B, sensor suhu

dan kelembaban udara DHT11, sensor intensitas cahaya BH1750, multiplexer TCA9548A,

kamera CCTV, kabel listrik, kabel UTP, timah, PCB double-sided layer, panel box, energi

listrik, dan jaringan internet.

2.3 Prosedur Penelitian

Penelitian menggunakan metode rekayasa (engineering). Metode rekayasa yaitu

melakukan suatu kegiatan perancangan (design) yang tidak rutin sehingga di dalamnya terdapat

suatu konstribusi baru dalam bentuk proses maupun produk seperti yang disajikan pada

Gambar 1. Produk yang dihasilkan penelitian ini adalah sebuah sistem pemantauan iklim mikro

greenhouse berbasis Raspberry Pi denn akses informasi melalui situs web.

2.4 Kriteria Perancangan

Sistem Pemantauan Iklim Mikro Greenhouse Berbasis RaspberryPi dengan Akses

Informasi Melalui Internet ini diharapkan dapat:

1. Mengukur dan menyimpan data kondisi iklim mikro seperti intensitas cahaya, suhu dan

kelembaban udara, serta mengambil potret tanaman di dalam greenhouse secara kontinyu

setiap satu menit dengan kehilangan data maksimal 10%.

2. Menghasilkan kesalahan pengukuran oleh sensor yang tidak melebihi 5%.

3. Menyajikan data hasil pengukuran kondisi iklim mikro melalui situs web yang dapat

diakses kapan saja dari dalam maupun luar greenhouse.

4. Menampilkan data hasil pengukuran dalam bentuk tabel dan grafik, beserta ringkasan

data.

5. Menyediakan fitur pada situs web untuk mengunduh data hasil pemantauan.

Page 207: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

200

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Prosedur Penelitian

2.5 Mekanisme Kerja

Pada perancangan sistem pemantauan iklim mikro greenhouse berbasis Raspberry Pi

dengan akses informasi melalui situs web ini terdapat sensor suhu, sensor kelembaban, dan

sensor intensitas cahaya untuk mengukur kondisi lingkungan mikro greenhouse. Selanjutnya

terdapat kamera CCTV untuk mengambil gambar tanaman. Lalu sebagai pusat pengolahan

Page 208: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

201

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

datanya digunakan papan Raspberry Pi. Skema mekanisme kerja perpindahan data pada sistem

ini dapat diamati pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema Mekanisme Kerja

2.6 Perancangan Perangkat Keras

Secara umum, perancangan perangkat keras dalam sistem ini terdiri dari perancangan

rangkaian sensor dan kamera CCTV. Sensor suhu dan kelembaban yang digunakan adalah

DHT 11. Sedangkan sensor cahaya yang digunakan adalah sensor BH1750. Kedua sensor ini

dipilih dengan pertimbangan resolusi dan akurasi bacaan yang cukup baik, serta harga yang

relatif murah. Selain itu, kedua sensor ini memiliki konverter analog ke digital built-in di dalam

rangkaiannya. Dengan demikian dapat dihubungkan langsung dengan papan Raspberry Pi.

Hasil pengukuran menggunakan sensor DHT11 dapat diperoleh secara langsung dengan

komunikasi single-wire. Oleh karena itu, dibutuhkan 1 pin GPIO papan Raspberry Pi untuk

menggunakan 1 sensor DHT11. Di sisi lain, hasil pengukuran oleh sensor BH1750 dapat

diperoleh dengan komunikasi I2C. Sensor BH1750 mengirim sinyal data menggunakan

komunikasi I2C hanya dengan dua alamat I2C yang fixed untuk setiap satu bus I2C. Kedua

alamat tersebut diantara lain 0x5C ketika pin Addr terhubung ke VCC, dan 0x23 ketika pin

Addr terhubung ke ground. Papan Raspberry Pi secara default hanya memiliki satu bus I2C

saja. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan 16 sensor BH1750 maka perlu dihubungkan

terlebih dahulu dengan multiplexer.

Page 209: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

202

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Multiplexer yang digunakan adalah TCA9548A. Dalam sebuah multiplexer TCA9548A

memiliki 8 channel yang dapat digunakan. Hal ini berarti sebuah multiplexer TCA9548A dapat

menyediakan 8 bus I2C tambahan. Dengan demikian, kebutuhan komunikasi data untuk 16

sensor BH1750 dapat terpenuhi.

2.7 Perancangan Perangkat Lunak

Perangkat lunak pada sistem pemantauan iklim mikro greenhouse berbasis Raspberry

Pi dengan akses informasi melalui situs web ini dirancang untuk dapat mengukur kondisi iklim

mikro di dalam greenhouse dengan sensor DHT11 dan sensor BH1750 setiap satu menit sistem

berjalan dan memotret tanaman dengan kamera CCTV. Selain itu, pada penelitian ini dirancang

juga situs web untuk menampilkan data hasil instrumentasi yang telah tersimpan. Secara

keseluruhan, pada situs web ini dirancang 5 menu utama, yaitu Beranda, Data Iklim Mikro,

Rincian Data, Download, dan DSS Padi. Secara default, halaman yang dimunculkan saat situs

web pertama kali diakses adalah halaman Beranda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pola Perubahan Suhu Udara

Hasil pengukuran suhu greenhouse disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik yang

disajikan pada Gambar 3, dapat diamati bahwa perubahan suhu yang signifikan terjadi pada

pukul 05.59 dan 14.00. Pada pukul 05.59, suhu mulai meningkat dari 18 oC hingga 38 oC pada

pukul 10.53. Suhu ruangan greenhouse bertahan pada kisaran 36 – 38 oC dari waktu tersebut

sampai pukul 14.00. Pada pukul 14.00, suhu mulai menurun drastis menuju 22 oC. Pola ini

berlaku samauntuk suhu di dalam ruangan dan di luar ruangan greenhouse.

Page 210: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

203

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 3. Grafik perubahan suhu udara terhadap waktu

Pola perubahan suhu ini relatif sama dengan pola perubahan suhu pada hari lainnya. Suhu

ruangan greenhouse mulai meningkat pada pukul 05.40 – 06.10 dan mulai bertahan pada suhu

diatas 35 oC pada pukul 09.40 – 09.50 sampai pukul 14.00 – 14.10. Kemudian suhu mulai

menurun pada pukul 14.00 – 14.10.

3.2 Pola Perubahan Kelembaban Udara

Hasil pengukuran kelembaban udara greenhouse disajikan pada Gambar 4.

Berdasarkan grafik yang disajikan pada Gambar 4, dapat diamati bahwa perubahan

kelembaban udara yang signifikan terjadi pada pukul 07.00 dan 14.00. Pada pukul 07.00,

kelembaban udara mulai menurun dari 95% hingga 42% pada pukul 10.53. Kelembaban udara

ruangan greenhouse bertahan pada kisaran 40 – 50% dari pukul 09.47 sampai pukul 14.15.

Pada pukul 14.15, suhu mulai meningkat kembali menuju 95%. Pola ini berlaku serupauntuk

kelembaban udara di dalam ruangan dan di luar ruangan greenhouse.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0:00

:41

0:44

:43

1:28

:45

2:12

:47

2:56

:48

3:40

:50

4:24

:53

5:08

:53

5:52

:55

6:36

:55

7:20

:55

8:04

:57

8:49

:00

9:33

:00

10:1

7:0

0

11:0

1:0

1

11:4

5:0

1

12:2

9:0

1

13:1

3:0

3

13:5

7:0

4

14:4

1:0

6

15:2

5:0

6

16:0

9:0

6

16:5

3:0

8

17:3

7:1

1

18:2

1:1

1

19:0

5:1

1

19:4

9:1

3

20:3

3:1

3

21:1

7:1

4

22:0

1:1

5

22:4

5:1

6

23:2

9:1

7

Suh

u (

oC

)

Waktu

Suhu Ruangan GH Suhu Luar

Page 211: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

204

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4. Grafik perubahan kelembaban udara terhadap waktu

Pola perubahan kelembaban udara ini relatif sama dengan pola perubahan kelembaban

udara pada hari lainnya. Kelembaban udara ruangan greenhouse mulai menurun pada pukul

06.55 – 07.10 dan mulai bertahan pada kelembaban udara di bawah 50% pada pukul 09.50 –

10.00 sampai pukul 14.00 – 14.10. Kemudian kelembaban udara mulai meningkat kembali

pada pukul 14.00 – 14.10.

3.3 Kesesuaian Kondisi Iklim Mikro Greenhouse dengan Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu minimum 11°C – 25°C untuk

perkecambahan, 22°C – 23°C untuk pembungaan, 20°C –25°C untuk pembentukan biji, dan

suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk semua pertumbuhan karena merupakan suhu yang

sesuai bagi tanaman padi khususnya di daerah tropika (Andoko, 2005). Kelembaban udara

yang sesuai dapat dilihat dengan keadaan suhu di daerah penanaman padi. Kesesuaian suhu

dan kelembaban udara untuk tanaman padi dapat diamati pada Tabel 1.

Tabel 1. Kesesuaian suhu dan kelembaban untuk tanaman padi

Suhu Kelembaban Kesesuaian

27oC – 32oC 60% - 80% Sangat sesuai

80% - 85% Sangat sesuai

>85% Sesuai

32oC – 35oC 60% - 80% Sesuai

80% - 85% Sedang

>85% Sedang

>35oC 60% - 80% Hampir sesuai

80% - 85% Tidak sesuai

0102030405060708090

100

0:00

:41

0:44

:43

1:28

:45

2:12

:47

2:56

:48

3:40

:50

4:24

:53

5:08

:53

5:52

:55

6:36

:55

7:20

:55

8:04

:57

8:49

:00

9:33

:00

10:1

7:0

011

:01

:01

11:4

5:0

112

:29

:01

13:1

3:0

313

:57

:04

14:4

1:0

615

:25

:06

16:0

9:0

616

:53

:08

17:3

7:1

118

:21

:11

19:0

5:1

119

:49

:13

20:3

3:1

321

:17

:14

22:0

1:1

522

:45

:16

23:2

9:1

7

Kel

emb

aban

(%

)

Waktu

RH Ruangan GH RH Luar

Page 212: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

205

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Suhu Kelembaban Kesesuaian

>85% Tidak sesuai Sumber: Rathyanake, 2016

Rerata kondisi suhu dan kelembaban udara perhari secara berurutan adalah 27oC dan

79%. Sedangkan hubungan antara kondisi suhu dan intensitas cahaya di dalam greenhouse

adalah berbanding lurus. Dengan demikian, mengacu pada literatur yang telah disebutkan, data

kondisi suhu dan kelembaban udara, serta intensitas cahaya pada ruangan greenhouse dapat

dikategorikan sangat sesuai.

3.4 Pengujian Kesesuaian Pembacaan Sensor dengan Alat Ukur Standar

Bentuk evaluasi hasil pembacaan oleh sensor dilakukan dengan cara

membandingkannya dengan alat ukur standar yang sebelumnya telah digunakan pada langkah

kalibrasi. Pengujian kesesuaian hasil pembacaan sensor dengan alat ukur standar ini dilakukan

mulai pukul 06.00 – 18.00 dengan jeda waktu 30 menit. Hasil pengujian dapat diamati pada

Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Kesesuaian suhu dan kelembaban

Tanggal Suhu Rerata Kelembaban Rerata Kesesuaian

oC %

10-05-2019 27 84 Sangat sesuai

11-05-2019 27 84 Sangat sesuai

12-05-2019 27 82 Sangat sesuai

13-05-2019 28 80 Sangat sesuai

14-05-2019 27 83 Sangat sesuai

15-05-2019 26 86 Sangat sesuai

16-05-2019 27 86 Sangat sesuai

17-05-2019 27 76 Sangat sesuai

18-05-2019 25 79 Sangat sesuai

19-05-2019 27 82 Sangat sesuai

20-05-2019 27 82 Sangat sesuai

21-05-2019 26 82 Sangat sesuai

22-05-2019 27 83 Sangat sesuai

23-05-2019 26 79 Sangat sesuai

24-05-2019 26 80 Sangat sesuai

25-05-2019 26 78 Sangat sesuai

26-05-2019 26 80 Sangat sesuai

27-05-2019 26 84 Sangat sesuai

28-05-2019 26 85 Sangat sesuai

29-05-2019 26 86 Sangat sesuai

30-05-2019 25 86 Sangat sesuai

31-05-2019 26 79 Sangat sesuai

01-06-2019 26 83 Sangat sesuai

Page 213: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

206

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pada Tabel 3, juga dapat disimpulkan bahwa data suhu hasil pembacaan oleh sensor

sudah cukup sesuai dengan presentase error sebesar -1,061%. Nilai error tersebut sudah sangat

baik dan hasil pembacaan oleh sensor dapat dikatakan sudah sesuai.

Tabel 3. Hasil pengujian kesesuaian data suhu udara hasil pembacaan sensor terhadap alat ukur

standar

No Tanggal Waktu

Suhu

Pembacaan

Sensor

Suhu

Pembacaan Alat

Ukur

Selisih Error

oC oC oC %

1 01/06/2019 6:00:13 19.083 20.1 1.017 5.060

2 01/06/2019 6:30:16 20 20.5 0.5 2.439

3 01/06/2019 7:00:16 23 22.6 -0.4 -1.770

4 01/06/2019 7:30:16 26.083 25.4 -0.683 -2.689

5 01/06/2019 8:00:19 29 29.3 0.3 1.024

6 01/06/2019 8:30:21 28.833 29.3 0.467 1.594

7 01/06/2019 9:00:21 30.167 30.5 0.333 1.092

8 01/06/2019 9:30:25 29.667 31.1 1.433 4.608

9 01/06/2019 10:00:2

5 31.417 32.3 0.883

2.734

10 01/06/2019 10:30:2

5 31.917 32.2 0.283

0.879

11 01/06/2019 11:00:2

6 33.417 33.4 -0.017

-0.051

12 01/06/2019 11:30:2

9 32.75 32.4 -0.35

-1.080

13 01/06/2019 12:00:3

0 34 32.9 -1.1

-3.343

14 01/06/2019 12:30:3

2 33.75 32.9 -0.85

-2.584

15 01/06/2019 13:00:3

6 33.583 32.9 -0.683

-2.076

02-06-2019 26 85 Sangat sesuai

03-06-2019 25 87 Sangat sesuai

04-06-2019 26 86 Sangat sesuai

05-06-2019 27 83 Sangat sesuai

06-06-2019 27 87 Sangat sesuai

07-06-2019 27 87 Sangat sesuai

08-06-2019 27 85 Sangat sesuai

09-06-2019 26 78 Sangat sesuai

10-06-2019 25 84 Sangat sesuai

11-06-2019 26 83 Sangat sesuai

12-06-2019 26 83 Sangat sesuai

13-06-2019 26 85 Sangat sesuai

Page 214: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

207

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

No Tanggal Waktu

Suhu

Pembacaan

Sensor

Suhu

Pembacaan Alat

Ukur

Selisih Error

oC oC oC %

16 01/06/2019 13:30:3

6 33.667 32.9 -0.767

-2.331

17 01/06/2019 14:00:3

7 33 32.8 -0.2

-0.610

18 01/06/2019 14:30:3

7 32.75 32.1 -0.65

-2.025

19 01/06/2019 15:00:3

8 30.833 30.3 -0.533

-1.759

20 01/06/2019 15:30:3

9 30.167 29.3 -0.867

-2.959

21 01/06/2019 16:00:3

9 29.583 27 -2.583

-9.567

22 01/06/2019 16:30:4

0 27.5 26.5 -1

-3.774

23 01/06/2019 17:00:4

1 26.833 25.5 -1.333

-5.227

24 01/06/2019 17:30:4

1 26 25.3 -0.7

-2.767

25 01/06/2019 18:00:4

3 25.333 25 -0.333

-1.332

Error rerata -1,061

Di sisi lain, pada Tabel 4 dapat diamati bahwa data kelembaban udara hasil pembacaan

oleh sensor masih memiliki nilai error yang cukup besar yaitu -17,069%. N ilai error ini masih

cukup besar sehingga hasil pembacaan oleh sensor masih dikatan belum cukup sesuai dan

memerlukan perbaikan.

Tabel 4. Hasil pengujian kesesuaian data kelembaban udara hasil pembacaan sensor terhadap

alat ukur standar

No Tanggal Waktu

Kelembaba

n udara

Pembacaan

Sensor

Kelembaban

udara

Pembacaan Alat

Ukur

Selisih Error

% % % %

1 01/06/201

9 6:00:13

93.083 74 -19.083 -25.788

2 01/06/201

9 6:30:16

93.417 74 -19.417 -26.239

3 01/06/201

9 7:00:16

94.917 74 -20.917 -28.266

Page 215: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

208

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

No Tanggal Waktu

Kelembaba

n udara

Pembacaan

Sensor

Kelembaban

udara

Pembacaan Alat

Ukur

Selisih Error

% % % %

4 01/06/201

9 7:30:16

88.417 68 -20.417 -30.025

5 01/06/201

9 8:00:19

75.75 55 -20.75 -37.727

6 01/06/201

9 8:30:21

71.417 68 -3.417 -5.025

7 01/06/201

9 9:00:21

67.333 64 -3.333 -5.208

8 01/06/201

9 9:30:25

68.083 64 -4.083 -6.380

9 01/06/201

9 10:00:25

64.333 63 -1.333 -2.116

10 01/06/201

9 10:30:25

59.667 60 0.333 0.555

11 01/06/201

9 11:00:26

58.167 59 0.833 1.412

12 01/06/201

9 11:30:29

60.833 60 -0.833 -1.388

13 01/06/201

9 12:00:30

57.917 59 1.083 1.836

14 01/06/201

9 12:30:32

55.833 57 1.167 2.047

15 01/06/201

9 13:00:36

57.417 58 0.583 1.005

16 01/06/201

9 13:30:36

58.333 58 -0.333 -0.574

17 01/06/201

9 14:00:37

61.75 58 -3.75 -6.466

18 01/06/201

9 14:30:37

63.333 60 -3.333 -5.555

19 01/06/201

9 15:00:38

70 53 -17 -32.075

20 01/06/201

9 15:30:39

73.333 52 -21.333 -41.025

21 01/06/201

9 16:00:39

77.333 55 -22.333 -40.605

22 01/06/201

9 16:30:40

81.417 58 -23.417 -40.374

23 01/06/201

9 17:00:41

83.417 61 -22.417 -36.749

24 01/06/201

9 17:30:41

88 65 -23 -35.385

Page 216: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

209

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

No Tanggal Waktu

Kelembaba

n udara

Pembacaan

Sensor

Kelembaban

udara

Pembacaan Alat

Ukur

Selisih Error

% % % %

25 01/06/201

9 18:00:43

91.167 72 -19.167 -26.621

Error

rerata -17,069

3.5 Pengujian Kehilangan Data

Raspberry Pi 3 B+ menggunakan Linux sebagai sistem operasinya. Linux tidak

menjamin timing yang tepat dalam memanggil fungsi pembacaan sensor DHT11 sehingga

terkadang nilai yang dihasilkan oleh sensor adalah null. Oleh karena itu, terkadang sensor

DHT11 perlu mengulangi pembacaan yang cukup memerlukan waktu. Selain itu, terkadang

proses penyimpanan data ke dalam database maupun ke dalam file CSV memakan waktu yang

cukup lama. Sebab itulah terkadang terjadi kehilangan data. Persentase kehilangan data

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase kehilangan data

Tanggal Data berhasil terbaca Data total seharusnya Kehilangan data(%)

10-05-2019 1434 1440 0,416

11-05-2019 1433 1440 0,486

12-05-2019 1386 1440 3,75

13-05-2019 1439 1440 0,069

14-05-2019 1438 1440 0,138

15-05-2019 1438 1440 0,138

16-05-2019 1440 1440 0

17-05-2019 1440 1440 0

18-05-2019 1323 1440 8,125

19-05-2019 1319 1440 8,403

20-05-2019 1439 1440 0,069

21-05-2019 1440 1440 0

22-05-2019 1440 1440 0

23-05-2019 1439 1440 0,069

24-05-2019 1440 1440 0

25-05-2019 1439 1440 0,069

26-05-2019 1439 1440 0,069

27-05-2019 1440 1440 0

28-05-2019 1439 1440 0,069

29-05-2019 1439 1440 0,069

30-05-2019 692 1440 48,056

Page 217: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

210

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

3.6 Tampilan Situs Web Hasil Perancangan

Situs web pada penelitian ini digunakan sebagai media untuk mengakses data hasil

pemantauan oleh sensor dan kamera. Situs web ini memiliki menu Beranda, Data Iklim Mikro,

Rincian Data, Download, DSS Padi, dan CCTV. Menu Beranda sebagai halaman muka

dirancang untuk menampilkan ringkasan dari data suhu, kelembaban udara, dan intensitas

cahaya perhari dan perjam terakhir. Tampilan menu Beranda dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tampilan menu Beranda

31-05-2019 1296 1440 0,9

01-06-2019 1440 1440 0

02-06-2019 1440 1440 0

03-06-2019 1439 1440 0,069

04-06-2019 1439 1440 0,069

05-06-2019 1439 1440 0,069

06-06-2019 1440 1440 0

07-06-2019 1439 1440 0,069

08-06-2019 1439 1440 0,069

09-06-2019 1440 1440 0

10-06-2019 1440 1440 0

11-06-2019 1440 1440 0

12-06-2019 1439 1440 0,069

13-06-2019 1439 1440 0,069

Kehilangan data rerata 2,039

Page 218: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

211

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Menu Data Iklim Mikro dirancang untuk menampilkan data iklim mikro seperti suhu

udara rerata, kelembaban udara rerata, intensitas cahaya rerata, dan gambar potret tanaman.

Pada menu ini juga terdapat ringkasan data seperti pada halaman Beranda. Tampilan menu

Data Iklim Mikro dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Tampilan menu Data Iklim Mikro

Menu Rincian Data dirancang untuk menampilkan data hasil pemantauan lebih terperinci

dengan 5 submenu, yaitu Grafik, Ringkasan Data Tiap Jam, Data Suhu, Data Kelembaban, dan

Data Intensitas Cahaya. Submenu Grafik dirancang untuk menampilkan grafik perubahan suhu

udara, kelembaban udara, maupun intensitas cahaya terhadap waktu. Submenu Ringkasan Data

Tiap Jam dirancang untuk menampilkan ringkasan data hasil pemantauan seperti nilai terbesar,

terkecil, dan rerata dari tiap jamnya. Submenu Data Suhu, Data Kelembaban, dan Data

Intensitas Cahaya memiliki fungsi yang sama, yaitu menampilkan data suhu, kelembaban

udara, maupun intensitas cahaya pada setiap titik sensor beserta nilai reratanya. Tampilan menu

Rincian Data dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 219: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

212

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 7. Tampilan menu Rincian Data

Menu Download dirancang sebagai fitur untuk mengunduh data hasil pemantauan dalam

bentuk CSV dan ZIP. File CSV berisi data iklim mikro dan nama file gambar, sedangkan di

dalam file ZIP berisi file CSV dan file gambar hasil pemotretan tanaman. Pada situs web ini

dapat diunduh file CSVnya saja dengan cara memasukkan tanggal pilihan dan mengklik tombol

CSV, sedangkan untuk mengunduh file CSV beserta file gambar dalam format ZIP dapat

dilakukan dengan memasukkan tanggal pilihan dan mengklik tombol ZIP. Tampilan menu

Download Dapat dilihat Pada Gambar 8.

Page 220: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

213

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 8. Tampilan menu Download

3.7 Pengujian Pengambilan Gambar Tanaman Menggunakan CCTV

Penelitian ini menggunakan 2 perangkat untuk mengambil gambar, yaitu picamera dan

CCTV. Picamera digunakan untuk mengambil gambar tanaman secara statik dimana fokus

kamera tidak dapat diubah dan hanya mengarah pada satu arah saja, sedangkan CCTV

digunakan untuk mengambil gambar tanaman pada lokasi tertentu. Penggunaan CCTV ini tidak

hanya didasari untuk mengambil gambar tanaman semata, melainkan digunakan sebagai

langkah awal untuk menerapkan hasil penelitian Perancangan Program Pengolahan Citra

Digital untuk Klasifikasi Kecukupan Nitrogen Pada Tanaman Padi (Ranati, Rakka P., 2019).

Hasil pengambilan gambar tanaman menggunakan CCTV dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Gambar tanaman menggunakan CCTV

Dari gambar tersebut dapat diamati bahwa pengambilan potret tanaman sudah berhasil.

Namun masih terdapat tanaman yang terhalan oleh tanaman lainnya sehingga tidak terpotret.

Hal ini dikarenakan penempatan CCTV yang cukup rendah. Oleh karena itu, CCTV perlu

diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan tidak saling berhadapan langsung dengan sinar

matahari.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Pemantauan

Iklim Mikro Greenhouse dengan Akses Melalui Sites Web ini berhasil mengukur dan

menyimpan data kondisi iklim mikro penting seperti intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban

Page 221: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

214

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

udara secara kontinyu setiap satu menit dengan kehilangan data rerata hanya 2,039%.

Kesalahan pengukuran oleh sensor sebesar -1,061% untuk pembacaan suhu dan -17,069%

untuk pembacaan kelembaban udara. Selain itu, situs web yang dirancang telah berhasil

menampilkan data iklim mikro beserta potret tanaman dan fitur-fitur di dalamnya dapat diakses

tanpa hambatan. Melalui hasil dari sistem pemantauan ini pola perubahan, maupun pola

persebaran suhu udara, kelembaban udara, maupun intensitas cahaya dapat diamati dengan

mudah.

Saran yang dapat disampaikan untuk pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini

adalah penambahan sensor seperti sensor kelembaban tanah dan total dissolve solid agar

dapat memperkaya dan melengkapi data pemantauan sehingga dapat dikembangkan menjadi

sistem kontrol.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan Laboran

Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran yang telah membimbing dan

membiayai kegiatan penelitian ini, yang terdiri dari Ir. Mimin Muhaemin, M.Eng., Ph.D,

Muhammad Saukat, STP., MT., Ir. Dedy Prijatna, M.P., Wahyu Kristian Sugandi, S.TP., M.Si.,

dan Iim Rohim, A.Md.

DAFTAR PUSTAKA

Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

M. U. K. Rathnayake, W & Premalal De Silva, Ranjith & Dayawansa, N.D.K.. 2016.

Assessment of the suitability of temperature and relative humidity for rice cultivation in

rainfed lowland paddy fields in Kurunegala district. Tropical Agricultural Research. 27.

370. 10.4038/tar.v27i4.8214.

Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah Pemodelan dan

Pengendalian Lingkungan. ISBN 978-879-493-1684. Institut Pertanian Bogor. Press

Bogor. Indonesia.

Klara, Theresya. 2010. Medan Hydroponic Research Center (Green Architecture). Medan.

Universitas Sumatera Utara.

Page 222: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

215

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

EVALUASI KUALITAS BUAH NANGKA KERING DENGAN

BEBERAPA PERLAKUAN PENDAHULUAN MENGGUNAKAN

PENGERINGAN VAKUM

Muhammad Farhan Hidayat

Program Studi Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengeringan konvensional dengan aliran udara panas pada komoditas nangka

(Artocarpus heterophyllus. L) dapat menyebabkan kristalisasi kandungan fruktosa di dalam

bahan Kristalisasi kandungan fruktosa menyebabkan shrinkage (pengkerutan) serta case

hardening sehingga menurunkan kualitas fisik produk. Selain itu, teknik pengeringan lain

dengan penggorengan kini mulai ditinggalkan masyarakat akibat efek karsinogenik yang

ditimbulkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh pemberian

praperlakuan osmoblansing dan pembekuan awal terhadap kualitas fisik nangka kering hasil

pengeringan vakum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif

eksperimental dengan 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan penelitian terdiri dari

proses osmoblansing dengan konsentrasi larutan 0 °Brix, 15°Brix, dan 30 °Brix, proses

pembekuan awal pada suhu -50°C selama 24 jam serta infusi garam kalsium. Larutan

osmoblansing merupakan campuran heterogen antara larutan sukrosa, natrium metabisulfit

0,5%, dan asam sitrat 0,3%. Pada penelitian ini digunakan kontrol berupa nangka kering hasil

pengeringan beku tanpa ulangan. Kriteria pengamatan produk kering meliputi kadar air, tekstur

(hardness) dan rasio shrinkage volume. Hasil penelitian menunjukan penggunaan praperlakuan

osmoblansing dengan konsentrasi larutan 15°Brix dan dikombinasikan dengan pembekuan

awal menghasilkan karakteristik fisik produk yang paling menyerupai kontrol, dengan kadar

air 5,003%, rasio shrinkage volume 21,003% dan nilai hardness sebesar 3162,42 N.

Kata Kunci: Nangka kering, Karakteristik fisik, Osmoblansing, Pembekuan awal

Page 223: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

216

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Buah nangka (Artocarpus heterophyllus L.) adalah salah satu dari buah tropis yang

memiliki warna kuning keemasan pada daging buahnya. Daging buah bagian depan lebih keras

dibandingkan pada bagian dalam. Kedua bagian tersebut memiliki aroma yang tajam. Pada

bagian dalam daging buah memiliki rasa yang lebih manis dibanding luarnya (Maia et al.,

2004). Buah nangka juga tidak terlepas dari tingkat kerusakan yang tinggi, seperti kematangan

mendadak dan mengalami berbagai jenis kebusukan. Produk buah nangka dengan nilai tambah

tertentu telah dikembangkan baik dalam bentuk produk kering atau semi basah, seperti, fruit

leather (Man dan Sin, 2005), snack bar (Manimegalai et al., 2001), dan nangka kering dengan

metode pengeringan beku (Saxena et al., 2015).

Pengeringan buah nangka dengan teknik konvensional memiliki nilai ekonomis yang

sangat tinggi. Namun, kualitas produk yang dihasilkan mengalami case hardening dan

pengkerutan. Mayor dan Sereno (2004), menyatakan bahwa pengerutan bahan akan

memberikan dampak negatif pada kualitas bahan kering meliputi tekstur, kenampakan, dan

daya rehidrasinya, sehingga diperlukan perlakuan pendahuluan yang tepat seperti infusi zat

penguat tekstur (Jayaraman et al., 1990). Hal ini disebabkan karena suhu transisi gelas pada

jaringan buah hortikultura sangat rendah. Suhu transisi gelas yang diperoleh untuk seluruh

jaringan buah-buahan hortikultura berkisar pada angka -45°C (Krokida et al., 1998) sehingga

diperlukan praperlakuan osmoblansing menggunakan sirup gula pekat yang ditambahkan

larutan antioksidan (Saxena et al., 2015) sebagai metode peningkatan suhu transisi gelas

sampel. Pada proses osmoblansing selain proses osmosis terjadi pula proses difusi padatan

sukrosa ke dalam bahan. Menurut Saxena et al. (2009), proses osmoblansing melibatkan

kehilangan air dan perolehan zat terlarut secara bersamaan. Selain itu osmoblansing juga

membantu melenturkan jaringan epitel buah agar proses osmosis (penghilangan air bahan)

berjalan maksimal.

Praperlakuan pembekuan awal sebelum bahan dikeringkan (Fahlovvi, 2018). Proses

pembekuan diketahui memiliki dampak positif terhadap karakteristik bahan hasil pengeringan.

Proses pembekuan pada sampel akan menimbulkan kerusakan sel yang berdampak pada

pembentukan celah yang tidak beraturan dan pembengkakan pada bagian dalam jaringan

bahan. Hal ini terjadi karena adanya penambahan volume akibat pembentukan kristal es pada

jaringan di dalam bahan tersebut (Wang et al., 2010 dalam Fahlovvi, 2018). Sel menjadi lebih

Page 224: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

217

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

porous sehingga difusi air menuju permukaan bahan lebih mudah dan berakibat laju

pengeringan bahan menjadi lebih optimal. Infusi ion kalsium ke dalam jaringan tanaman telah

dilaporkan dapat memperbaiki karakteristik permukaan dari produk hasil pengeringan dan

memiliki tekstur yang lebih baik (Ahrné et al., 2003; Pani et al., 2008 dalam Saxena et al.,

2013). Tingkat kerenyahan produk hasil pengeringan akan berbanding lurus dengan

meningkatnya konsentrasi CaCl2 yang diinfusi. Praperlakuan lain, yakni osmoblansing

menggunakan sirup gula pekat yang ditambahkan larutan antioksidan dapat memperbaiki

karakteristik nangka (Saxena et al., 2015).

Ratti (2001), melaporkan bahwa metode pengeringan beku adalah metode yang sangat

ideal untuk mengeringkan buah nangka, namun demikian, metode pengeringan beku

membutuhkan dana yang besar karena preparasinya yang mahal serta energi dan waktu yang

dipakai cenderung intens. Teknik pengeringan yang dipakai adalah pengeringan vakum yang

dikombinasikan dengan beberapa perlakuan pendahuluan. Hal ini didasarkan kepada sifat

ekonomis proses, penggunaan suhu lebih rendah sehingga retensi nilai gizi dipertahankan,

mempertahakan karakteristik fisik produk yang optimal menyerupai buah nangka kering hasil

pengeringan beku, serta menghasilkan produk yang bebas dari kandungan minyak (oil free).

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah nangka varietas kunir yang diperoleh dari pedagang

khusus nangka di pasar Dangdeur, Kec. Rancaekek, Kab. Bandung. Bahan tambahan yang

digunakan adalah aquades, larutan kapur CaCl2 1,5%, sirup sukrosa , larutan asam sitrat 0.3%

(b/v), dan larutan natrium metabisulfit 0,5% (b/v).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari empat tahapan utama, yaitu preparasi sampel, proses

pengaplikasian praperlakuan, dan proses pengeringan buah nangka dengan pengering vakum

dan beku.

1. Preparasi Sampel

Preparasi sampel bertujuan guna menstandardisasikan seluruh sampel yang digunakan

dalam penelitian, meliputi varietas kunir, dimensi 4 cm x 3 cm x 0,9 cm, dan perlakuan lain

yang akan diterapkan selanjutnya.

Page 225: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

218

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

2. Perlakuan Pendahuluan

Proses ini dilakukan dengan osmoblansing irisan sampel nangka yang telah dicuci pada

suhu 85°C selama 6 menit. Larutan blansing mengandung 0.3% (b/v) asam sitrat, 0,5 % natrium

metabisulfit (b/v), dan sirup sukrosa. Setelah diblansing sampel direndam kepada larutan kapur

CaCl2 1,5% selama 30 menit dengan rasio buah : larutan adalah 1 : 2 (b/v).

3. Pengeringan Nangka dengan Pengering Vakum

Sampel irisan nangka seberat 600 gram yang telah diberi perlakuan pendahuluan

dijejerkan diatas wadah dan dilakukan pembekuan awal dengan dimasukkan ke dalam deep

freeze pada T = -50°C selama 24 jam atau tanpa proses pembekuan. Kemudian sampel

dimasukkan ke dalam rak pengering dalam satu lapis, dan dilakukan pengeringan vakum

dengan suhu sebesar 60 °C dengan Pabsolut 5 In Hg selama 7 jam.

4. Pengeringan Nangka dengan Pengering Beku

Sampel irisan nangka seberat 200 gram yang telah diberi perlakuan osmoblansing 30

°Brix selama 6 menit dan perendaman dalam larutan kapur CaCl2 1,5% selama 30 menit

ditiriskan dan diberi pembekuan awal dalam deep freezer pada -50° C selama 24 jam. Dehidrasi

dilakukan dengan mempertahankan suhu pelat freeze dryer pada 50°C dalam waktu 48 jam.

Metode

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental

dengan menggunakan analisis deskriptif. Proses pembuatan nangka kering menggunakan

pengeringan vakum mengacu pada penelitian Saxena et al. (2015) yang dapat diamati pada

Gambar 1. Pada penelitian ini ditentukan kontrol berupa nangka kering hasil pengeringan beku

(freeze drying).. Penelitian dilakukan dengan mengkombinasikan proses osmoblansing pada

tekanan 1 atm dan suhu 85°C selama 6 menit dengan proses pembekuan pada suhu -50°C

selama 24 jam yang diformulasikan sebagai berikut:

A = Osmoblansing konsentrasi 0 °Brix dengan pembekuan

B = Osmoblansing konsentrasi 0 °Brix tanpa pembekuan

C = Osmoblansing konsentrasi 15 °Brix dengan pembekuan

D = Osmoblansing konsentrasi 15 °Brix tanpa pembekuan

E = Osmoblansing konsentrasi 30 °Brix dengan pembekuan

F = Osmoblansing konsentrasi 30 °Brix tanpa pembekuan

Kontrol = Nangka kering metode pengeringan beku

Page 226: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

219

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pemilihan perlakuan tersebut didasarkan pada penelitian Saxena et al. (2015) dan

Fahlovvi (2018) yang menunjukan bahwa praperlakuan osmobansing dan pembekuan awal

pada produksi nangka kering dapat meningkatkan efisiensi proses pengeringan dan menjaga

karakteristik produk yang dihasilkan.

Analisis

a. Kadar air (AOAC, 2005)

Perhitungan kadar air menggunakan metode gravimetri. Cawan kosong dikeringkan pada

suhu 105oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu

ditimbang. Sebanyak 2 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui berat

konstannya. Cawan berisi sampel dikeringkan pada suhu 105oC selama 3-5 jam kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi hingga tercapai berat

setimbang.

dimana, a = berat cawan kosong (g); b = berat sampel awal (g); dan c = berat cawan dengan

sampel setelah pemanasan (g).

b. Tekstur (C. Bourne, 2002)

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan alat Texture Analyzer. Probe yang digunakan

pada pengujian ini yaitu P/6 dengan menggunakan project schnitzel snack dengan measurement

speed 2 mm/s dan distance 1 mm. Alat menunjukan nilai hardness dalam satuan gF.

c. Rasio Shrinkage Volume (Krokida et al., 1998)

Pengukuran shrinkage dilakukan menggunakan metode perendaman dalam biji wijen.

Metodenya ialah membandingkan volume awal irisan buah nangka yang digunakan dan

volume nangka kering yang dihasilkan. Setelah itu, rasio shrinkage dihitung berdasarkan rumus

sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek tiap Variasi Perlakuan terhadap Kadar Air

Kadar air (%) = c−a

b× 100% ( 1 )

( 2 ) % Volume Shrinkage= V0-V

V0×100%

Page 227: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

220

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Persamaan (1) menunjukan bahwa penurunan massa sampel berbanding lurus terhadap

penurunan kadar air sampel. Pulungan dan Sucipto (2016), menyatakan bahwa perubahan

kadar air disebabkan oleh interaksi antara lingkungan dan produk sehingga terjadinya hidratasi.

Persentase penurunan kadar air nangka kering dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar Air Nangka Kering (%)

Perlakuan Ulangan 0 °Brix 15°Brix 30°Brix

Dengan Pembekuan

1 6,1998 5,0240 6,0830

2 6,6601 5,0164 6,4299

3 6,3392 4,9692 6,1550

Rata-rata 6,3997 ± 0,2360 5,0032 ± 0,0296 6,2226 ± 0,1831

Tanpa Pembekuan

1 6,8960 6,5079 6,4996

2 6,3768 6,2080 6,5912

3 6,2549 6,6307 6,5103

Rata-rata 6,5093 ± 0,3404 6,4489 ± 0,2174 6,5337 ± 0,0501

Freeze Dry (kontrol)

1 - - 5,0040

2 - - 4,8085

Rata-rata - - 4,9062 ± 0,1383 (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Berdasarkan Tabel 1. menunjukan bahwa rata-rata kadar air akhir sampel terendah

dimiliki oleh variasi proses pengeringan dengan penambahan proses pembekuan, sedangkan

rata-rata kadar air tertinggi didapatkan oleh pengeringan tanpa proses pembekuan. Penambahan

proses pembekuan berdampak positif terhadap penurunan kadar air bahan setelah pengeringan.

Hal ini disebabkan karena dengan adanya proses pembekuan akan menimbulkan celah pada

bagian matriks jaringan buah, sehingga kandungan air yang terdapat pada sampel dapat lebih

mudah terdifusi menuju lingkungan.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (1996) batas maksimum kadar air keripik nangka

adalah sebesar 5%. Kedua perlakuan, baik dengan atau tanpa pembekuan menghasilkan kadar

air produk belum memenuhi syarat mutu SNI dan kontrol. Perlakuan terbaik untuk parameter

ini diraih oleh osmoblansing 15°Brix dengan pembekuan yang memiliki kadar air menyerupai

kontrol serta syarat mutu di SNI. Pada produk hasil freeze dry kadar air yang didapat tergolong

rendah karena proses penguapan berlangsung secara sublimasi. Air yang berada di matriks

bahan disublimasi melewati celah kristal es yang terbentuk dalam jaringan sampel sehingga

laju pengeringan berjalan sangat efektif serta tidak mengubah struktur alami bahan (Pei et al.,

2014).

Page 228: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

221

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Perlakuan osmoblansing 15 °brix yang dikombinasikan dengan pembekuan awal menjadi

hasil terbaik. Hal ini dikarenakan perlakuan osmoblansing ditujukan sebagai metode

peningkatan suhu transisi gelas bahan sehingga ketika dikeringkan profil rapuh (glassy)

didapatkan oleh produk selain itu osmoblansing digunakan sebagai metode pencegahan

pencoklatan enzimatis. Menurut Kar dan Gupta (2001), beberapa padatan terlarut yang ada

dalam larutan osmoblansing dapat diambil dan masuk ke dalam rongga sel buah, sehingga

meningkatkan suhu transisi gelas bahan tersebut.

Bhandari et al., (1997) menyatakan suhu transisi gelas untuk sukrosa sebesar 62°C.

Apabila konsentrasi sukrosa yang diaplikasikan terlalu tinggi akan ada kemungkinan terjadinya

proses kristalisasi sukrosa di permukaan sampel dan menghambat laju penguapan air selama

proses pengeringan akibat jalannya keluar air terhalang oleh material kristal sukrosa. Suhu

transisi gelas sukrosa yang hampir sama dengan suhu pengeringan pada penelitian ini menjadi

penyebab konsentrasi osmoblansing 30°brix bukanlah hasil terbaik dikarenakan kemungkinan

terjadinya kristalisasi sukrosa dipermukaan produk menjadi lebih besar.

Efek tiap Variasi Perlakuan terhadap Rasio Shrinkage Volume

Tabel 2. menunjukan besar penyusutan (shrinkage) pada berbagai kondisi variasi

perlakuan. Pengamatan terhadap perubahan struktur fisik adalah yang paling mudah diamati

untuk mengevaluasi apakah teknik praperlakuan yang diaplikasikan berdampak signifikan.

Proses pembekuan awal dapat mempertahankan sifat berpori sampel, sehingga memberikan

tingkat shrinkage yang rendah pada berbagai konsentrasi larutan osmoblansing.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Tingkat Shrinkage Nangka Kering (%)

Perlakuan Ulangan 0 °Brix 15°Brix 30°Brix

Dengan Pembekuan

1 37,238 20,097 23,207

2 28,792 19,974 22,358

3 24,443 22,939 33,014

Rata-rata 30,158 ± 6,506 21,003 ± 1,67 26,193 ± 5,92

Tanpa Pembekuan

1 47 68,507 63,477

2 61,463 73,944 70,231

3 33,242 57,759 63,798

Rata-rata 47,235 ± 14,11 66,737 ± 8,23 65,835 ± 3,81

Freeze Dry (kontrol)

1 - - -79,182

2 - - -75,108

Rata-rata - - -77,145 ± 2,88

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Page 229: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

222

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tingkat penyusutan berkisar 21-30% untuk sampel dengan perlakuan pembekuan awal

dan 47-66% untuk sampel tanpa perlakuan pembekuan awal. Proses pembekuan menimbulkan

kristal es yang menyelimuti sampel sehingga dapat melindungi permukaan sampel dari

pancaran udara pemanas (Fahlovvi, 2018) . Ditinjau dari besarnya konsentrasi larutan

osmoblansing terlihat bahwa konsentrasi larutan osmoblansing sebesar 15°Brix dengan proses

pembekuan awal mendapati tingkat shrinkage terkecil. Hal ini disebabkan karena proses

osmoblansing berhasil menghilangkan sebagian air sebelum dikeringkan sehingga saat

dikeringkan laju pengeringan lebih cepat yang berdampak pada sifat permukaan sampel yang

amorf dan porositas sampel yang tinggi (Niamnuy et al., 2014). Pada sampel freeze dry

menampilkan nilai shrinkage yang minus hingga -77,145%. Hal ini mengindikasikan justru

sampel mengalami puffing 77,145% lebih mengembang dibanding sebelum dikeringkan.

Krokida et al. (1998), menyatakan bahwa dalam proses pengeringan beku sublimasi air dari

jaringan dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan pori-pori dan pembatasan terjadinya

shrinkage.

Efek tiap Variasi Perlakuan terhadap Tekstur

Tingkat kekerasan (hardness) dan kerenyahan (crispness) merupakan atribut tekstur

terpenting pada olahan buah kering (Marzec et al., 2010). Evaluasi kualitas nangka kering

terhadap tektur pada penelitian ini dianalisis berdasarkan satu parameter, yakni tingkat

kekerasan (hardness). Sampel yang dipakai pada pengujian tekstur adalah sampel yang

mendapatkan praperlakuan pembekuan awal saja. Hal ini dikarenakan tidak terdeteksinya nilai

hardness untuk sampel tanpa praperlakuan pembekuan.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Nilai Hardness Nangka Kering (gF)

Perlakuan Ulangan 0 °Brix 15°Brix 30°Brix

Dengan Pembekuan

1 2142,793 3618,78 2770,149

2 3424,398 4077,397 2156,056

3 4009,618 1791,075 3843,445

Rata-rata 3192,27 ±

954,81

3162,418 ±

1209,55

2923,217 ±

854,04

Freeze Dry (kontrol)

1 - - 4046,778

2 - - 4014,127

Rata-rata - - 4030,452 ±

23,08 (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Page 230: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

223

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan Tabel 3. nilai hardness untuk sampel hasil pengeringan beku (kontrol)

mendapati hardness terbesar dibanding seluruh sampel lain hasil pengeringan vakum.

Jagannath et al. (2001), melaporkan bahwa pengeringan beku memberikan tingkat hardness

yang rendah pada komoditas kentang kering. Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan

data yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena hanya metode sublimasi yang digunakan

proses pengeringan bahan selama freeze drying , sehingga menyisakan komponen air yang

tidak menguap didalam bahan. Air yang tidak menguap pada metode sublimasi dapat diuapkan

dengan metode desorpsi pada secondary phase drying pada alat freeze dryer. Namun, pada

penelitian kali ini tidak dilakukan secondary phase drying akibat keterbatasan teknologi alat

yang dipakai.

Air yang tertinggal dalam matriks jaringan bahan tersebut akan menurunkan secara

keseluruhan nilai suhu transisi gelas sampel akibat nilai Tg air murni yang sangat kecil (-135

°C). Oleh karena itu, akan menjadi tidak mungkin produk memiliki karakteristik hardness yang

paling optimal, namun tetap mendapatkan tekstur getas ketika dimakan (Deng dan Zhao, 2008).

Praperlakuan osmoblansing 0°brix, 15°brix, dan 30°brix yang dikombinasikan dengan

pembekuan awal didapati hasil yang tak berbeda nyata untuk nilai hardness. Proses

osmoblansing memperngaruhi kerenyahan dan tingkat kekerasan dari buah nangka yang

mengalami dehidrasi (Saxena et al., 2015). Hal ini disebabkan struktur matriks sampel kering

yang amorf-glassy dan kompak pascapengeringan akibat peningkatan suhu Tg selama

praperlakuan osmoblansing. Selain itu, proses infusi ion garam kalsium sangat mempengaruhi

terbentuknya tekstur renyah-keras pada sampel nangka kering. Tingkat kerenyahan produk

hasil pengeringan akan berbanding lurus dengan meningkatnya konsentrasi CaCl2 yang diinfusi

akibat terbentuknya kompeks kalsium pektat (Saxena et al., 2013). Oleh karena itu, dapat

disimpulkan nilai hardness pada penelitian ini dipengaruhi oleh infusi ion kalsium yang bukan

menjadi variabel bebas.

KESIMPULAN

Praperlakuan osmoblansing dengan konsentrasi larutan 15°brix yang dikombinasikan

dengan proses pembekuan awal mendapatkan hasil yang mendekati kepada kontrol pada tiga

parameter pengujian, yakni kadar air, rasio shrinkage volume, dan tingkat hardness.

Karakteristik fisik yang dimiliki sampel ialah nilai hardness 3162,42 N, kadar air 5,003%, dan

rasio shrinkage volume sebesar 21,003%.

Page 231: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

224

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, 2005. Of fi cial Methods of Anal y sis of AOAC IN TER NA TIONAL. Off. Methods

Ananlysis AOAC Int. 18th editi, 20877–2417.

Badan Standardisasi Nasional RI, 1996. SNI keripik nangka.

Bhandari, B.R., Datta, N., Howes, T., 1997. Problems Associated With Spray Drying Of Sugar-

Rich Foods. Dry. Technol. 15, 671–684. https://doi.org/10.1080/07373939708917253

C. Bourne, M., 2002. Food Texture and Viscosity : Concept and Measurement / M.C. Bourne.

Deng, Y., Zhao, Y., 2008. Effect of pulsed vacuum and ultrasound osmopretreatments on glass

transition temperature, texture, microstructure and calcium penetration of dried apples

(Fuji). LWT - Food Sci. Technol. 41, 1575–1585.

https://doi.org/10.1016/j.lwt.2007.10.018

Fahlovvi, O., 2018. Efek proses pembekuan terhadap karakteristik pengeringan dengan

menggunakan metode microwave vacuum drying 62.

Jagannath, J.H., Nanjappa, C., Das Gupta, D.K., Arya, S.S., 2001. Crystallization kinetics of

precooked potato starch under different drying conditions (methods). Food Chem. 75,

281–286. https://doi.org/10.1016/S0308-8146(00)00292-2

Jayaraman, k.s., gupta, d.k.d., rao, n.b., 1990. Effect of pretreatment with salt and sucrose on

the quality and stability of dehydrated cauliflower. Int. J. Food Sci. Technol. 25, 47–60.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.1990.tb01058.x

Kar, A., Gupta, D.K., 2001. Osmotic dehydration characteristics of button mushrooms, Journal

of Food Science and Technology.

Krokida, M.K., Karathanos, V.T., Maroulis, Z.B., 1998. Effect of freeze-drying conditions on

shrinkage and porosity of dehydrated agricultural products. J. Food Eng. 35, 369–380.

https://doi.org/10.1016/S0260-8774(98)00031-4

Maia, J.G.S., Andrade, E.H.A., Zoghbi, M.D.G.B., 2004. Aroma volatiles from two fruit

varieties of jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam.). Food Chem. 85, 195–197.

https://doi.org/10.1016/S0308-8146(03)00292-9

Man, Y.B.C., Sin, K.K., 2005. Processing and consumer acceptance of fruit leather from the

unfertilised floral parts of jackfruit. J. Sci. Food Agric. 75, 102–108.

https://doi.org/10.1002/(sici)1097-0010(199709)75:1<102::aid-jsfa845>3.0.co;2-g

Manimegalai, G., Krishnaveni, A., Kumar, R.S., 2001. Processing and preservation of jack fruit

(Artocarpus heterophyllus L.) Bar (Thandra), Journal of Food Science and Technology.

Page 232: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

225

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Marzec, A., Kowalska, H., Zadrozna, M., 2010. Analysis of instrumental and sensory texture

attributes of microwave-convective dried apples. J. Texture Stud. 41, 417–439.

https://doi.org/10.1111/j.1745-4603.2010.00234.x

Mayor, L., Sereno, A.M., 2004. Modelling shrinkage during convective drying of food

materials: A review. J. Food Eng. 61, 373–386. https://doi.org/10.1016/S0260-

8774(03)00144-4

Niamnuy, C., Devahastin, S., Soponronnarit, S., 2014. Some recent advances in microstructural

modification and monitoring of foods during drying: A review. J. Food Eng. 123, 148–

156. https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2013.08.026

Pei, F., Yang, W. jian, Shi, Y., Sun, Y., Mariga, A.M., Zhao, L. yan, Fang, Y., Ma, N., An, X.

xin, Hu, Q. hui, 2014. Comparison of Freeze-Drying with Three Different Combinations

of Drying Methods and Their Influence on Colour, Texture, Microstructure and Nutrient

Retention of Button Mushroom (Agaricus bisporus) Slices. Food Bioprocess Technol. 7,

702–710. https://doi.org/10.1007/s11947-013-1058-z

Pulungan, M.H., Sucipto, S., 2016. Penentuan Umur Simpan Pia Apel dengan Metode ASLT

(Studi Kasus Di UMKM Permata Agro Mandiri Kota Batu) Shelf Life Prediction of

Apple Pia using ASLT Method (Case Study In Smes (Small And Medium Enterprise)

Permata Agro Mandiri Batu Town). J. Teknol. dan Manaj. Agroindustri 5, 61–66.

Ratti, C., 2001. Hot air and freeze-drying of high-value foods: A review. J. Food Eng. 49, 311–

319. https://doi.org/10.1016/S0260-8774(00)00228-4

Saxena, A., Maity, T., Raju, P.S., Bawa, A.S., 2015. Optimization of pretreatment and

evaluation of quality of jackfruit (Artocarpus heterophyllus) bulb crisps developed using

combination drying. Food Bioprod. Process. 95, 106–117.

https://doi.org/10.1016/j.fbp.2015.04.005

Saxena, S., Mishra, B.B., Chander, R., Sharma, A., 2009. Shelf stable intermediate moisture

pineapple (Ananas comosus) slices using hurdle technology. LWT - Food Sci. Technol.

42, 1681–1687. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2009.05.009

Saxena, T.M., Organisation, D., Saxena, A., 2013. Development of value added products from

jackfruit for small and medium enterprises.

Page 233: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

226

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

RANCANG BANGUN PROTOTYPE UNIT PENGUMPAN MESIN

GRADING BIJI PALA (MYRISTICA FRAGRANS HOUTT)

Muhammad Hafaz1, Totok Herwanto2, dan Muhammad Saukat3

Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, FTIP, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 43563

Email: [email protected]

ABSTRAK

Buah pala memiliki nilai ekonomi yang tinggi di pasar dunia serta setiap bagian dari buah pala

mampu dimanfaatkan di berbagai sektor bidang industri. Petani biji pala di Maluku masih

menggunakan tenaga manusia pada proses grading. Proses grading secara otomatis perlu

dilakukan yang dimana proses pengumpanan sebagai tahap awal dari rangkaian proses mesin

grading biji pala. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun prototype unit pengumpan

agar memiliki tingkat efisiensi yang optimal untuk mencapai kapasitas produksi 62,5 kg/jam.

Penelitian ini menggunakan metode rekayasa. Hasil penelitian ini yaitu prototype unit

pengumpan mesin grading biji pala ini memiliki dimensi panjang 700 mm, lebar 600 mm dan

tinggi 1530 mm. Adapun komponen dari prototype unit pengumpan ini yaitu hopper,

penyaring, penggetar, penampung, metering device dan penyalur. Hasil pengujian prototype

unit pengumpan ini dengan kecepatan putar metering device sebesar 17 rpm dan kecepatan

putar dari penggetar sebesar 530 rpm memiliki kapasitas pengumpanan yang diintegrasikan

dengan conveyor sebesar 37,29 kg/jam dan kapasitas teoritis sebesar 56,16 kg/jam maka

menghasilkan efisiensi pengumpanan sebesar 66,39 kg/jam. Kapasitas aktual metering device

sebesar 38,73 kg/jam dan kapasitas teoritis metering device sebesar 48,96 kg/jam yang

menghasilkan efisiensi sebesar 79,20 %. Hasil uji biji pala rusak melalui komponen

penyaringan sebesar 80,6 %. Dan hasil uji keterisian metering device selama satu menit pada

jalur jalur pertama yaitu 77,9 2% , jalur kedua sebesar 91,17 % dan jalur ketiga sebesar 94,11

% dan menghasilkan efisiensi sebesar 87,73 %. Proses pengumpanan otomatis menggunakan

mesin dapat memenuhi kapasitas produksi 62,5 kg/jam dengan ketelitian pengumpanan setiap

biji pala lebih akurat dibandingkan dengan tenaga manusia.

Kata kunci: prototype, pengumpan, grading, biji pala

Page 234: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

227

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Menurut Citanirmala (2016), terjadi penolakan ekspor pala Indonesia selama periode

2009-2014, Indonesia mengalami 41 kasus penolakan pala oleh UE. Penyebab penolakan pala

Indonesia oleh UE yang disebabkan oleh aflatoksin (90 %), sebanyak 37 kasus selanjutnya

disandingkan dengan standar aflatoksin Indonesia (kadar aflatoksin total 20 ppb dan B1 15

ppb).

Mesin grading biji pala yang akan dirancang terdapat beberapa rangkaian proses

tahapan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Tahap awal mesin grading biji pala yaitu

proses pengumpanan. Model prototype unit pengumpan mesin grading biji pala ini

memerlukan pertimbangan berdasarkan karakteristik fisik dari biji pala. Dilakukannya

penelitian ini untuk memudahkan dalam proses mengumpan biji pala dimana biji pala

dicurahkan ke dalam hopper hingga biji pala berada di atas conveyor. Berdasarkan

permasalahan tersebut perlunya dirancang dan dibangun prototype unit pengumpan mesin

grading biji pala secara otomatis agar proses pengumpanan menghasilkan tingkat efektivitas

dan efisiensi yang tinggi.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga November 2019 di Laboraturium Alat dan

Mesin Departemen Teknik Pertanian dan Biositem Universitas Padjadjaran Kecamatan

Jatinangor Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan koordinat 06°55’23,4” LS dan

107°46’19,3” BT dan elevasi 794 mdpl. Alat yang digunakaan pada penelitian ini adalah kunci

ring, gerinda tangan, gergaji. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah triplek, besi

siku bolong, plat alumunium, pillow block, control speed motor dc. Metode yang digunakan

pada penelitian ini adalah metode rekayasa yaitu melakukan percobaan yang sesuai dengan

kriteria yang telah ditentukan.

Kriteria Rancangan

Berdasarkan permintaan ekspor biji pala yang cukup tinggi ke dari berbagai negara di

dunia maka perlu dirancang mesin grading biji pala dengan salah satu rangkaian proses awal

yaitu pengumpanan. Prototype unit pengumpan ini memiliki target kapasitas 62,5 kg/jam.

Adapun dasar prototype unit pengumpan ini adalah sebagai berikut:

Page 235: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

228

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

1. Kapasitas aktual pengumpanan dapat mencapai 62,5 kg/jam dengan tiga jalur ( 500

kg/hari dengan jam kerja 8 jam/hari );

2. Biji pala dapat diarahkan ke unit proses selanjutnya yaitu conveyor dengan baik;

3. Jarak minimal antar biji pala yaitu 10 cm/butir pada tiap jalur melalui metering device;

4. Tingkat keterisian lubang pada metering device memiliki efisiensi lebih dari 80 %.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja dari prototype unit pengumpan mesin grading biji pala ini diperlukan

untuk mengetahui cara kerja prototype unit pengumpanan yang telah dirancang agar dapat

menghasilkan suatu rangkaian yang saling berhubungan untuk mencapai kriteria perancangan

yang telah dibuat. Adapun skema aliran bahan biji pala dapat dilihat pada Gambar 1.

Mekansime kerja dari prototype unit pengumpan mesin grading biji pala ini yaitu biji

pala dicurahkan dari hopper (nomor 1). Biji pala akan menuju penyaring berdasarkan ukuran

(nomor 2) yang terdiri dari penyaring dengan kemiringan acuan sudut repos biji pala. Rentang

penyaring berdasarkan ukuran biji pala yang kecil hingga batas minimal diameter intermediet

biji pala akan tersisihkan ke dalam outlet biji pala rusak (nomor 3) dan juga remah atau hancur

yang akibat dari gesekan ataupun faktor lain. Biji pala yang rusak akan masuk ke dalam

penampung secara curah ke dalam karung atau wadah apapun. Biji pala yang tidak termasuk

biji rusak akan masuk secara curah ke bak penampung (nomor 4). Biji pala tersebut akan

terbawa oleh metering device (nomor 5) yang terdapat 3 jalur lubang yang sejajar. Biji pala

tersebut disalurkan melalui penyalur (nomor 6) sampai biji pala berada di atas conveyor.

Gambar 1. Skema Aliran Bahan pada Rancangan Prototype Unit

Pengumpan Mesin Grading Biji Pala

1

3

6

2

4

5

Page 236: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

229

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pabrikasi Prototype

Prototype unit pengumpan mesin grading biji pala dipabrikasi setelah gambar teknik dan

perhitungan analisis teknik dibuat. Komponen prototype unit pengumpan dengan penggerak

motor listrik DC yang terdiri beberapa bagian yaitu rangka, penyaring, hopper, penggetar,

metering device, bak penampung, penyalur. Adapun hasil pabrikasi prototype unit pengumpan

mesin grading biji pala dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengujian Metering Device

Kapasitas aktual metering device prototype unit pengumpan yang telah dipabrikasi,

memperoleh hasilnya dengan menghitung jumlah butir biji pala yang keluar dari metering

device menuju penyalur per satuan waktu. Berdasarkan pengujian sebelumnya kecepatan putar

metering device yang memiliki hasil efisiensi yang paling optimal untuk mencapai target

kapasitas produksi 62,5 kg/jam maka diambil sampel kecepatan putar metering device yaitu 17

rpm dan untuk pengambilan sampel kecepatan putar penggetar yaitu 530 rpm didapatkan dari

hasil percobaan yang telah dilakukan dengan berbagai parameter clearance menjadi 20 mm.

Pemilihan bentuk lubang alternatif metering device 3 didapatkan dari hasil percobaan dengan

parameter ketersangkutan biji pala, keterisian metering device, terkuncinya biji pala saat

Gambar 2. Prototype Unit Pengumpan Mesin Grading biji Pala

Penyarin

g

Penampun

g

Penyalur

Hopper

Rangka

Metering

Device

Penggetar

Page 237: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

230

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

berputar di metering device. Kapasitas aktual metering device disajikan pada grade

AB, ABS/ABK, SS, kapasitas teoritis yaitu 204 butir/ menit atau 816 gram/menit dan

biji yang Masuk yaitu 220 butir (736 gram)

Tabel 1. Kapasitas Aktual Metering Device

No. Ulangan

Bahan Keluar Waktu

(detik)

Kapasitas Aktual Rendeman

(%)

Efisiensi

(%) (gram) (butir) (gram/

menit)

(butir /

menit)

1 657 202 60 657 202 91,81 99,00

2 637 197 60 637 197 89,54 96,56

3 652 201 60 652 201 91,36 98,52

4 637 198 60 637 198 90,00 97,05

5 645 199 60 645 199 90,45 97,54

Rata-Rata 645,6 199,4 60 645,6 199,4 90,63 97,53

Berdasarkan kapasitas metering device yang telah dilakukan sebanyak 5 kali

pengulangan dengan bahan yang masuk 205 butir atau 664 gram dalam waktu 1 menit maka

dihasilkan rata-rata efisiensi 97,53 %. Hal tersebut sudah memenuhi kriteria perancangan yang

telah ditentukan. Hal ini membuat prototype ini mendekati target produksi 62,5 kg/jam dengan

proses pengumpanan yang baik. Perhitungan tersebut merupakan estimasi hasil dari kapasitas

metering device jika dilakukan selama 8 jam , dikarenakan biji pala yang tersedia untuk

pengujian tidak mencukupi maka dilakukan selama 1 menit. Hal tersebut menyebabkan

perhitungan yang kurang akurat jika disetarakan dengan pengujian selama 1 jam. Berdasarkan

perhitungan jika dilakukan selama 1 jam maka menghasilkan 38,73 kg/jam dan kapasitas

teoritis yang telah dihitung yaitu 61,2 kg/jam. Perbedaan ini dikarenakan asumsi biji pala yang

digunakan untuk perhitungan teoritis yaitu biji pala dengan berat 5 gram. Tetapi pada pengujian

aktualnya menggunakan biji pala dengan semua grade yang memiliki berat biji pala 3-5 gram.

Jadi, hal tersebut yang menyebabkan selisih sebesar 22 kg.

Berdasarkan pengujian diatas bahwa rata-rata hasil yang terbuang 3,57 %. Hal tersebut

bisa disebabkan biji pala nyangkut, biji pala terlempar keluar metering device, terdapat biji pala

yang tidak terisi. Saran teknik yang diperlu dilakukan kedepannya yaitu memaksimalkan pada

komponen penggetarnya agar biji pala tetap terisi pada lubang metering device.

Tingkat keterisian metering device dilakukan untuk memastikan bahwa tiap satu biji

pala berada pada tiap lubang. Untuk menempatkan biji pala satu per satu pada setiap lubang

perlu ketepatan dalam pabrikasi dikarenakan pada setiap lubang jika memiliki perbedaan

bentuk maupun ukuran walaupun hanya 1 mm saja. Maka pengujian tingkat keterisian metering

Page 238: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

231

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

device dengan kecepatan putar metering device 17 rpm dan kecepatan putar penggetar 530 rpm

didapatkan hasil efisiensi dari jalur 1 yaitu 77,92 %, jalur 2 sebesar 91,17 % dan jalur 3

efisiensinya sebesar 94,11 %. Jika dirata-ratakan maka dihasilkan efisiensi 87,73 %. Hal

tersebut sudah mencapai kriteria perancangan yang mengharapkan diatas 80 %. Pada jalur 1

kurang dari 90 % dikarenakan biji pala diam pada orientasi yang tidak sesuai untuk masuk ke

lubang maka dibutuhkan waktu beberapa detik untuk menggetarkan biji pala masuk ke lubang

penampung. Dan juga untuk biji pala grade SS juga menyulitkan penggetar karena terkunci

oleh sisi biji pala yang tidak membulat serta membuat biji pala tidak menggelinding saat

menunggu antrian untuk masuk ke lubang metering device.

Pengujian Pengumpanan yang diintegrasikan dengan Conveyor

Pengujian grade ABK/ABS bahwa rata-rata kapasitasnya menurun dikarenakan

terdapat biji pala yang tersaing oleh penyaring. Terdapat biji pala ABK/ABS yang berukuran

kurang dari 12 mm. Maka secara otomatis biji pala akan jatuh ke outlet biji rusak. Biji pala

dengan grade ini terdapat biji pala yang jauh ke metering device 2 buah dikarenakan biji pala

grade ini berukuran 2 kali lipat lebih kecil dari biji pala grade AB. Dan biji pala pun ada

beberapa yang tersangkut. Maka secara otomatis biji pala akan lebih cepat kapasitasnnya

dengan terdapat biji pala ABK/ABS yang terdapat pada satu bucket 2 buah. Maka rata-rata

efisiensi grade ABK/ABS pun lebih kecil daripada grade AB. Rata-rata waktu yang

dibutuhkan yaitu 48 detik, lebih lama dibandingkan grade AB . Hal tersebut dikarenakan biji

pala ABK/ABS memiliki ukuran lebih kecil dan berat lebih ringan. Maka untuk 333 gram

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menempatkan biji pala diatas bucket.

Pengujian grade SS bahwa biji pala grade SS lebih banyak yang jatuhannya 2 buah

dikarenakan biji pala yang berkerut dan ukurannya kecil maka lebih susah disesuaikan di

lubang penampung sehingga biji pala tersalurkan 2 buah menuju conveyor. Rata-rata efisiensi

dari pengumpanan grade SS sebesar 80,59 %. Serta banyak biji juga yang tersangkut di bawah

bucket dikarenakan biji pala grade SS mudah bergerak oleh gaya tarikan dari conveyor yang

berjalan. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat dari grade ABK/ABS dikarenakan biji yang

terbawa terdapat beberapa 2 biji pala tiap bucket, maka waktu yang dibutuhkan lebih cepat.

Bahan masuk :1000 gram atau 363 butir

Kapasitas teoritis : 936 gram/menit atau 234 butir/menit

Tabel 1. Pengujian Biji Pala Grade AB, ABK/ABS, dan SS (Gabungan)

Page 239: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

232

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pengujian secara keseluruhan dengan biji pala yang bercampur yaitu grade AB,

ABK/ABS dan SS yang dilakukan bersamaan yang disesuaikan dengan kondisi awal

pengolahan pasca panen di Maluku. Pengujian grade AB, ABK/ABS, SS lebih banyak

didominasi 1 biji pala dalam satu bucket. Hal ini disebabkan oleh biji pala dengan berbagai

grade saling menutupi ruang di bak penampung serta dilubang penampung. Hal ini membuat

biji pala satu per satu menuju metering device dengan teratur. Hal ini dikarenakan lubang

penampung didesain untuk semua grade dapat masuk satu persatu dengan baik dan tidak

menimbulkan banyak masalah, mulai dari tersangkut hingga biji yang jatuh pada lubang

penampung lebih dari 1 biji pala.

Berdasarkan hasil pengujian diatas bahwa terdapat solusi untuk kedepannya agar

menghasilkan rancangan yang lebih optimal yaitu pada pengujian yang terpisah memiliki

efisiensi dibawah 60 % hal tersebut dikarenakan diameter lubang yang terdapat pada bak

penampung disesuaikan agar seluruh grade biji pala dapat masuk dengan baik tidak didesain

khusus untuk tiap grade. Maka pengujuan yang semua grade digabungkan akan menghasilkan

efisiensi yang lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah prototype unit pengumpan

mesin grading biji pala telah berhasil dibuat untuk mengumpan biji pala satu persatu secara

konstan dari hopper ke conveyor dengan dimensi 1530 mm x 750 mm x 700 mm. Kombinasi

kecepatan putar yang paling baik terhadap kapasitas yang dihasilkan yaitu 17 rpm untuk

metering device dan 530 rpm untuk penggetar. Kapasitas aktual rata-rata pengumpanan yang

diintegrasikan dengan conveyor menghasilkan 37,29 kg/jam serta kapasitas teoritis

pengumpanan sebesar 56,16 kg/jam, maka menghasilkan efisiennsi pengumpanan sebesar 66,

39 %. Kapasitas aktual rata-rata metering device dari prototype unit pengumpan mesin grading

biji pala sebesar 38,73 kg/jam, sehingga efisiensi metering device dari prototype unit

Ulangan Bahan Keluar

Waktu Kapasitas Aktual Rendeman

(%)

Efisiensi

(%) gram butir gram butir/ menit

1 902 321 102 530,5 188,8 90,20 80,68

2 894 285 88 609,5 194,3 89,40 83,03

3 819 282 89 552,1 190,1 81,90 81,23

4 831 288 84 593,5 205,7 83,10 87,90

5 884 318 90 589,3 212 88,40 90,59

Rata-rata 866 298,8 90,6 574,9 198,1 86,60 84,68

Page 240: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

233

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

pengumpan sebesar 79,20 %. Total kebutuhan daya rata-rata prototype unit pengumpan pada

kondisi tanpa beban sebesar 39,17 watt sedangkan dengan beban sebesar 40,45 watt. Rata-rata

tingkat keterisian metering device dengan kecepatan putar metering device 17 rpm dan

penggetar sebesar 530 rpm pada tiga jalur yaitu memiliki efisiensi sebesar 87,73 %.

Adapun saran dari penelitian ini untuk perbaikan kedepannya yaitu perlunya

mempertimbangkan untuk dilakukan proses sortasi berdasarkan ukuran tiap grade biji pala

terlebih dahulu agar mendapatkan hasil pengumpanan yang lebih optimal.

UCAPAN TERIMAKASIH

Saya ucapkan terimakasih kepada Tim Peneliti Rancang Bangun Mesin Grading Biji

Pala yaitu Bapak Ir. Totok Herwanto, M.Eng., Muhammad Saukat,STP., Wahyu Kristian

Sugandi, STP., Ir Mimin Muhaimin Ph.D., M.Si., dan Ibu Dr. Ir. Sarifah Nurjanah, M.App.,Sc.,

yang telah membiayai penelitian skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

[IARC] International Agency for Research on Cancer - World Health Organization.(2002). IARC

Monograph on the Evaluation of Carcinogenic Risk to Humans. 82:171.

Agusta, Iyandri. 2003. Desain Sistem Mekanik Unit Pengumpan dan Penampung pada Mesin Sortasi

Mangga Berbasis Pengolahan Citra. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Ahyani, Sakinah Dahlan, 2018. Metode Visual untuk Deteksi Cendawan dan Aflatoksin pada Biji Pala

Kering Menggunakan Citra Flouresens. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Alonge, Akindele Folarin. 2012. Some Physical Properties of African Nutmeg (Monodara Myristica)

Seed Relevant to its Processing. University Of Uyo.

Citanirmala, N. M. V. 2016. Kajian Penerapan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 53 tahun 2012

untuk Pengendalian Aflatoksin pada Pala. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Dinar, Latifa, Atris Suyantohadi dan M. Affan Fajar F. 2013. Kajian Standar Nasional Indonesia Biji

Pala. Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 83 – 90. Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Gadjah Mada

Hadiansyah, Tantan. 2015. Modifikasi Unit Pengumpan untuk Mesin Gradinzg Tomat. Departemen

Teknik dan Manajemen Industri Pertanian. UNPAD

Hariyadi, Purwiyatno dan Ariyanti Hartari. 2012. Sistem Operasi Bahan Pangan. Jurnal

Pang4322/Modul 1.

Page 241: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

234

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Hall, A.S., A. R. Holowenko dan H. g. Laughin. 1983. Schaum’s Outline Series Theory and Problem

of Machine Design. Mc Graw-Hill Book Co. Singapore

Herwanto, Totok. M. Saukat dan Wahyu K. S. 2013. Scale Up Mesin Grading Tomat Berdasarkan

Evaluasi Visual. Departemen Teknik dan Manajemen Industri Pertanian Univeristas Padjadjaran

Johanson, J, R. 1965. Method Of Calculating Rate Of Discharge From Hopper and Bins. Trans.

A.S.M.E., March, 69-67.

Maher, Martin. 2010. The Design/Development of Automated Programammable Orientation

Tools for Vibratory Bowl Feeders. Waterford Institute of Tecnology

Natawidjaya H, Ametung MU, Nurjannah N, Nuraini, Didu N. 2012. Pedoman Teknis

Penanganan Pascapanen Pala. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Perkebunan.

Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. IPB.

Bogor.

Nurjanah, Sarifah dan Asri Widyanti. 2015. Modul Praktikum Karakteristik Bahan Hasil

Pertanian. FTIP. Universitas Padjadjaran

Putri, Ayuditha Yudi. 2018. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mesin Pembersih dan Pengupas

Kentang. Departemen Teknik dan Manajemen Industri Pertanian. UNPAD

Page 242: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

235

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PERANCANGAN SISTEM BASIS DATA UNTUK MENDUKUNG

KESESUAIAN PEMUPUKAN PADA APLIKASI DECISION SUPPORT

SYSTEM PRODUKSI TANAMAN PADI

(ORYZA SATIVA L.)

Muhamad Mas’ud 1), Mimin Muhaemin2), Rizky Mulya2)

1)Mahasiswa Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

2)Staff Pengajar Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinangor 40600 1)Email: [email protected]

ABSTRAK

Beras merupakan bahan pangan utama penduduk indonesia yang berasal dari tanaman

padi. Produksi tanaman padi pada tahapan penanaman sampai dengan pamanenan memerlukan

pemupukan agar meningkatkan mutu dan hasil beras, sehingga petani membutuhkan informasi

tentang dosis pemupukan yang tepat pada tanaman padi. Aplikasi decision support system

(DSS) produksi tanaman padi memiliki kemanfaatan sebagai pemberi informasi untuk nilai

kecukupan pemupukan pada tanaman padi. Aplikasi yang dibangun membutuhkan pendukung

untuk menyimpan data. Berdasarkan hal tersebut, dibangun sistem basis data yang dapat

menyimpan data pemupukan, data masukan berupa foto tanaman padi dan geospatial agar

aplikasi tersebut dapat memberikan rekomendasi pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan

tanaman padi yang sedang ditanam. Metode yang dilakukan dalam perancangan sistem basis

data ini menggunakan metode Sofware Development Life Cycle yang merupakan metode

rekayasa perangkat lunak. Sistem database dibuat di server dengan menggunakan program

pada aplikasi SQL Server yang dapat terhubung secara langsung dengan aplikasi secara

realtime menggunakan jaringan internet. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini

ialah program yang dibuat dapat menyinpan data yang dikirimkan oleh aplikasi, dapat diakses

secara langsung oleh aplikasi dan dapat memberikan data rekomendasi pemupukan tanaman

padi kepada aplikasi DSS produksi tanaman padi.

Kata Kunci : Pemupukan, Sistem Basis Data, SQL Server

PENDAHULUAN

Beras merupakan bahan pangan yang utama sebagian besar penduduk Indonesia yang

berasal dari tanaman padi. Produksi padi di Indonesia sebagian besar terdapat di Pulau Jawa

dan lainnya tersebar di seluruh wilayah Indonesia. luas panen padi dari tahun 1970-2015

konstan naik (Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian 2015), ini

menunjukan bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap beras sangat besar. Hal ini

Page 243: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

236

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

menjadi tantangan bagi para akademisi untuk melakukan penelitian yang dapat meningkatkan

hasil dan mutu beras pada tanaman padi.

Meningkatkan hasil dan mutu beras pada tanaman padi memerlukan unsur hara yang

dilakukan dengan pemupukan. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), unsur

hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi adalah unsur makro dan mikro, yaitu C, H, O, N, P,

K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl, Na, Si, dan Co. Unsur hara yang paling banyak

dibutuhkan adalah unsur nitrogen (N) yang merupakan salah satu unsur pokok dalam

pembentukan protein dan penyusun utama protoplasma, kloroplas, dan enzim yang akan

mempengaruhi pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah yang

dihasilkan, sehingga petani cenderung menggunakan memberikan unsur N dalam bentuk

pupuk secara berlebih untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik (Abdulrachman, Hasil, dan

Suyamto, 2009).

Keberadaan seorang ahli atau penyuluh di bidang pemupukan di lapangan dapat

mempermudah petani dalam menentukan takaran pupuk yang baik untuk daerah tersebut.

Namun karena keterbatasan jumlah penyuluh pertanian petani kesulitan untuk mendapatkan

informasi dalam menentukan takaran pupuk yang tepat. Hal inilah yang kemudian mendorong

Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Universitas Padjadjaran merencanakan membuat

aplikasi Decition Support System (DSS) atau pengambilan keputusan pemupukan tanaman padi

untuk daerah Provinsi Jawa Barat. DSS merupakan suatu pendekatan untuk mendukung

pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan biasanya menggunakan data,

memberikan antarmuka pengguna yang mudah, dan dapat menggabungkan pemikiran

pengambil keputusan (Turban, 2005).

Aplikasi DSS tanaman padi ini bertujuan untuk membantu para petani di Jawa Barat

dalam memberikan rekomendasi pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman padi yang

sedang mereka tanam. Penelitian yang lain tentang DSS padi ini menggunakan teknologi

pengolahan citra dan GPS dalam menentukan takaran pemupukan yang sesuai dengan

kebutuhan tanaman padi. Aplikasi DSS tanaman padi ini membutuhkan pendukung untuk

penyimpanan data. Berdasarkan hal tersebut, dibangun sistem basis data yang dapat

menyimpan data pemupukan, data masukan berupa foto tanaman padi dan geospatial agar

aplikasi tersebut dapat memberikan basis data untuk rekomendasi pemupukan yang sesuai

dengan kebutuhan tanaman padi yang sedang ditanam.

Page 244: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

237

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

METODOLOGI

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam perangkat keras dan

perangkat lunak.Perangkat keras yang digunakan adalah:

1. Laptop Hawlet Packard model ProBook 5220m dengan spesifikasi Prosessor Intel core

i3 generasi pertama , kapasitas hard disk sebesar 250 GB, RAM 8,00 GB sebagai

perangkat untuk merancang aplikasi android.

2. Komputer Dell model Power Edge T430 dengan spesifikasi Prosesor Intel(R) Xeon (R)

RAM 32,00 GB yang digunakan sebagai database server.

3. Printer HP LaserJet 61102 yang digunakan untuk mencetak laporan

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Perangkat Lunak yang digunakan

No. Nama Perangkat Versi Kegunaan

1. Adobe Reader XI 11.0.18 Membuka dokumen pdf

2. Microsoft SQL Server 2012 Mengolah database

3. Microsoft Word ® 2016 Mengolah dokumen skripsi

4. Microsoft Exel ® 2016 Mengolah data

5. Microsoft Visio ® 2010 Mengolah diagram dan alur

informasi

6. Notepad++ 6.9.2 Melakukan koding teks editor

7. ArcGIS 2014 Mengolah data geografis

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rekayasa perangkat lunak dimana

prosesnya disebut dengan database life cycle (DBLC) Waterfall. Metode ini merupakan sebuah

perancangan basis data dilakukan berdasarkan urutan database planning, definisi sistem,

requirement collection analysis, perancangan basis data konseptual, perancangan basis data

logical, perancangan basis data phisical, dan implementasi (Indrajani, 2011).

Prosedur penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahap, dimulai dari

identifikasi masalah hingga evaluasi. Diagram alir mengenai prosedur penelitian disajikan pada

Gambar 1. berikut:

Page 245: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

238

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Diagram alir proses penelitian

Bagian ini memberikan gambaran tentang metode penelitian yang dipakai, alat dan bahan

yang digunakan, dan prosedur penelitian (step by step). Prosedur penelitian perlu diuraikan

dengan ringkas tapi cukup detail agar pembaca lain dapat mengerti apa yang dikerjakan.

Paragraf. Paragraf diketik dengan alinyemen justified. Antara judul bab, subbab dengan

paragraf dibawahnya tidak diberi jarak. Antar paragraf diberi jarak 1 spasi baris.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mekanisme Aplikasi DSS Tanaman Padi

Mekanisme kerja dari program antarmuka untuk Decision Support System (DSS)

tentang produksi padi ini ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 246: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

239

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Mekanisme kerja

Keterangan gambar:

1. Proses pengguna mengaktifkan hp, membuka aplikasi dan melakukan login.

2. Proses pengguna mengambil citra tanaman, mengambil data koordinat GPS, input data

yang diperlukan.

3. Proses pengiriman data ke server.

4. Proses penyimpanan data dan pengolahan data.

5. Proses pengiriman feedback dan push notification ke telepon pintar pengguna

6. Proses penerimaan informasi oleh pengguna dan penerapan solusi dari hasil olahan data.

Kriteria Perancangan Sistem Database

Program basis data untuk menentukan dosis pemupukan nitrogen ideal pada tanaman

padi diharapkan mampu:

1. Program dapat menyediakan data yang dibutuhkan oleh pengguna aplikasi Decition

Support system (DSS) Produksi Tanaman Padi

2. Program dapat menyimpan data yang dikirimkan oleh pengguna aplikasi Decition

Support system (DSS) Produksi Tanaman Padi Program dapat mengelola data yang ada

di server

3. Program dapat menyediakan struktur data yang tersistematis dan mudah di mengerti oleh

pengguna aplikasi Decition Support system (DSS) Produksi Tanaman Padi

4. Program dapat mendukung kebutuhan pemrosesan dan sebagian objek kinerja dari sistem

basis data serta objek penampilan (response time, processing time, and storage space).

Page 247: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

240

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Entity relationship diagram (ERD)

Entity relationship diagram (ERD) merupakan teknik yang digunakan untuk

memodelkan kebutuhan data. Berikut adalah ERD yang dirancang:

Gambar 3. ERD Aplikasi DSS Produksi Tanaman Padi

Rancangan Kode Program

Kode program ini merupakan penyusun dalam pembangunan sistem database untuk

membuat data-data yang dibutuhkan oleh aplikasi DSS Produksi Tanaman Padi. Program

database DSS Produksi Tanaman Padi ini dimulai dengan melakukan login, pembuatan

struktur database dalam bentuk tabel-tabel, pengisisan data-data yang dibutuhkan yang

mencakup data jenis tanaman padi, data varietas tanaman padi, data GIS dan data jenis tanah,

serta pembentukan trigger.

Adapun pseudocode dari program yang dirancang sebagai berikut:

1. Tahap awal dari program ini adalah melakukan koneksi ke sever.

Mulai

Input alamat server

Input nama database

Input username sql server

Input password sql server

Page 248: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

241

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kirim data ke server

Dicocokan dengan data yang ada

Jika berhasil izinkan masuk ke server

Jika gagal kembali ke input

Selesai

2. Tahap selanjutnya pembuatan database di server.

Mulai

Membuat program di dalam query

Jika berhasil akan muncul tabel baru

Jika gagal kembali membuat program

Input data varietas tanaman padi

Input data jenis tanaman padi

Input data GIS

Input data jenis tanah

Input keterangan

Jika berhasil data akan tersimpan

Jika tidak berhasil, kembali ke menu input pada exel

Selesai

3. Tahap Selanjutnya membuat triger

Mulai

Membuat program triger di dalam query

Jika berhasil akan muncul data triger didalam tabel

Jika gagal kembali membuat program

Selesai

4. Tahap Selanjutnya membuat Stored Procedure

Mulai

Membuat program stored procedure di dalam query

Melakukan query pengujian apakah program yang dibuat berjalan

Jika berhasil akan muncul data triger didalam tabel

Jika gagal kembali membuat program

Selesai

Page 249: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

242

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Hasil Sistem Basis Data

Sistem database yang di buat menggunakan query yang ada pada Microsoft SQL Server.

Aplikasi tersebut sudah ada di dalam komputer server, sehingga bisa terkoneksi dengan aplikasi

DSS produksi tanaman padi melalui jaringan internet. Sistem basis data yang di rancang

mampu menyimpan data dan stored procedure yang dibutuhkan oleh aplikasi dan saat

pemrosesan. Berikut adalah hasil peransangan sistem basis data untuk aplikasi DSS Tanaman

Padi.

a. Tabel penyimpanan data

Tabel yang dirancang pada SQL server bisa dilihat pada gambar dibawah, dan contoh

yang diperlihatkan adalah tabel jabar_adm_wgs84. Tabel tersebut berisi data tersimpan yang

terdiri dari ID, DESA, KECAMATAN, KABUPATEN, PROVINSI, LUAS_WILAYAH dan

Geom. Data tersimpan pada tabel jabar_adm_wgs84 digunakan oleh aplikasi DSS Produksi

Tanaman Padi sebagai basis data administrasi wilayah, sehingga aplikasi dapat memunculkan

data ini pada aplikasi tersebut sesuai program yang sudah dibuat.

Gambar 4. Tampilan Tabel pada Microsoft SQL Server

b. Fungsi triger

Fungsi triger yang dirancang salah satunya bisa dilihat pada gambar dibawah. Fungsi

triger tersebut terdapat pada tabel peta_adm_jabar, yang memiliki fungsi jika dlakukan

perubahan data terbaru maka akan secara otomatis user yang merubah data dan waktunya akan

tertera pada tabel di kolom diubah_oleh dan diubah_tgl seperti yang terlihat pada gambar 6.

Page 250: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

243

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 5. Query trigger pada tabel peta_adm_jabar

Gambar 6. Kolom diubah_oleh dan diubah_tgl pada tabel peta_adm_jabar

c. Stored Procedure

Stored Procedure atau prosedur tersimpan yang telah dirancang bisa dilihat pada gambar

dibawah. Diperlihatkan query salah satu prosedur tersimpan yaitu spjenistanah. Prosedur yang

disimpan ialah mengetahui data jenis tanah dari data masukan latitude dan longitude secara

otomatis yang diperoleh dari data tersimpan pada tabel jabar_adm_wgs84 dan

jenis_tanah_wgs84.

Page 251: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

244

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 7. Query stored procedure spjenistanah

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem basis data yang

dirancang mampu menyimpan data yang dibutuhkan oleh aplikasi DSS Produksi Tanaman Padi

dan mampu menjalankan prosedur serta fungsi secara otomatis sesuai yang dibutuhkan oleh

aplikasi DSS Produksi Tanaman Padi.

Page 252: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

245

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing yang telah

membimbing dan membantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrachman S, Hasil S, dan Suyamto. 2009. Pemupukan Tanaman Padi. Balai Besar

Penelitian Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Indrajani. 2011. Perencanaan Basis Data dalam All in 1. Jakarta : elex Media

Komputindo.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian 2015.

Turban, E, 2005, Decision Support Systems and Intelligent Systems Edisi Bahasa Indonesia

Jilid 1, Andi, Yogyakarta

Page 253: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

246

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS PELARUT ORGANIK

DENGAN METODE MASERASI TERHADAP KARAKTERISTIK

EKSTRAK OLEORESIN LADA PUTIH

Muhammad Reza Dahlevi

Program Studi Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600

Email: [email protected]

ABSTRAK

Tanaman lada merupakan rempah pedas yang memiliki permintaan yang banyak baik

dipasar domestik maupun mancanegara. Salah satu jenis lada yang dikenal dunia adalah lada

putih Muntok khas Bangka Belitung. Lada putih yang dijual umumnya hanya berupa biji lada

utuh, oleh sebab itu diperlukan peningkatan kualitas dan produk, salah satunya dengan

menjadikannya kedalam bentuk oleoresin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

jenis pelarut yang paling baik dalam proses ekstraksi lada secara maserasi sehingga dihasilkan

ekstrak oleoresin lada putih dengan karakteristik terbaik. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode penelitian eksperimental dengan analasis deskriptif, bahan baku penelitian ini

adalah lada putih Muntok khas Bangka dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan

penelitian terdiri dari penggunaan 3 jenis pelarut yang berbeda dengan rasio 1:5 yaitu: pelarut

etanol 96%, pelarut aseton, dan pelarut etil Asetat dengan metode maserasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan jenis pelarut pada saat ekstraksi menghasilkan karakteristik

ekstrak oleoresin lada putih yang berbeda-beda. Rendemen yang dihasilkan oleoresin lada

putih berkisar antara 6,70% - 7,68%. Kadar Piperine yang dihasilkan berkisar antara 41,03% -

49,19%. Warna meliputi nilai L*, a* dan b* untuk oleoresin lada putih adalah L*: 35,37 -

47,48, a*: 3,43 – 7,49 dan b*: 32,86 – 35,59. Hasil terbaik yang didapat adalah oleoresin lada

putih dengan menggunakan pelarut etanol untuk parameter rendemen dan warna sedangkan

untuk parameter kadar piperine adalah oleoresin lada putih dengan pelarut aseton

Kata Kunci: Aseton, Etanol, Etil Asetat, Maserasi, Oleoresin Lada Putih

PENDAHULUAN

Tanaman lada (Piper nigrum L.) atau sering disebut juga merica merupakan tanaman

rempah yang hidup pada iklim panas (Purseglove et al., 1987). lada putih diproses dari buah

lada yang hampir masak (berwarna kekuningan), direndam, lalu dikupas kulit yang sudah lunak

dan dikeringkan hingga berwarna putih cerah kekuningan (Rismunandar, 2007). Senyawa

utama yang terdapat pada lada adalah piperine, senyawa ini bertanggung jawab atas rasa pedas

yang sifatnya non-volatil selain itu senyawa ini juga memiliki manfaat sebagai penghangat

otot dan obat sakit kepala (Nagavekar dan Singhal, 2017).

Page 254: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

247

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Salah satu produk turunan dari lada adalah dalam bentuk oleoresin (Syafi’i dkk., 2016).

Oleoresin adalah senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi rempah menggunakan senyawa

hidrokarbon pelarut yang dapat diperoleh dari ekstraksi satu tahap, dua tahap atau multitahap

(Khasanah dkk., 2015). Penggunaan lada dalam bentuk oleoresin sudah banyak diminati

industri pangan terutama sebagai flavor. Hal ini dikarenakan oleoresin memiliki banyak

keunggulan, antara lain: memiliki rasa dan aroma yang kuat, memiliki nilai ekonomis yang

tinggi sebagai flavor, memudahkan pengolahan, mengurangi volume dan berat sehingga

mengurangi biaya transportasi (Yuliani dkk., 2007). Menurut Winarno dan Agustinah (2007)

oleoresin memiliki seluruh sifat organoleptik dari rempah-rempah alamiah yang mengandung

fixed oil, pigmen, citarasa pedas, dan antioksidan alamiah, sehingga lada putih dalam bentuk

oleoresin memiliki karakteristik organoleptik yang hampir sama dengan lada putih dalam

bentuk buah.

Harbone (1987) menjelaskan bahwa metode ekstraksi dapat dikelompokan menjadi dua,

yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus, yang tergolong kedalam ekstraksi sederhana

salah satunya adalah metode ekstraksi maserasi. Metode maserasi dipilih karena memiliki

keunggulan diantaranya prosedur dan peralatan yang digunakan tergolong sederhana, dapat

juga dilakukan tanpa adanya proses pengadukan, hanya saja jumlah pelarut yang digunakan

cukup banyak dan waktu pengekstraksian tergolong lama (Faressi, 2018). Metode maserasi

dilakukan dengan memasukan serbuk tanaman yang ingin diekstrak kedalam wadah inert yang

tertutp rapat berserta pelarut yang sesuai pada suhu kamar. Selama proses ekstraksi akan terjadi

ketidak keseimbangan konsentrasi antara diluar bahan dengan didalam sehingga menyebabkan

senyawa akan keluar berdifusi kedalam pelarut. Hal tersebut terjadi hingga tercapai

kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel

tanaman (Sarker, et al., 2006).

Pemilihan pelarut sebagai pengikat senyawa sangat berpengaruh terhadap proses

ekstraksi. Salah satu dasar pemilihan jenis pelarut adalah berdasarkan tingkat kepolarannya,

pengaruh terhadap pH, stabilitas terhadap suhu, titik didih pelarut, toksisitas dan harga

(Houghton dan Amala, 1998). Beberapa jenis pelarut yang dapat mengekstrak alkaloid dalam

buah lada putih diantaranya adalah aseton, etanol dan etil asetat. Ketiga pelarut tersebut

merupakan golongan pelarut organik semi polar yang dapat mengekstrak senyawa alkaloid,

aglycones dan glycosides, namun ketiga pelarut tersebut memiliki nilai index polaritas yang

berbeda (Houghton dan Amala, 1998). Berdasarkan uraian tersebut penggunaan jenis pelarut

Page 255: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

248

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dalam ekstraksi sangat penting, namun sampai saat ini masih sedikit penelitian yang

membandingkan tentang jenis pelarut terhadap ekstraksi oleoresin lada putih. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian mengenai kajian penggunaan pelarut organik terhadap karakteristik

ekstrak oleoresin lada putih.

METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lada putih varietas Muntok

khas Bangka Belitung yang diperoleh dari PT. Cinquer Agro Nusantara (CAN) Bandung.

Bahan lain yang digunakan yaitu aquades, pelarut etanol 96% (teknis), aseton (teknis) dan etil

asetat (teknis). Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah timbangan analitik, grinder,

spektrofotometer UV-Vis, rotatory vacuum evaporator, chromameter, oven vakum, hot plate,

spatula, labu ukur, pipet tetes dan pipet ukur.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental dengan

analasis deskriptif (explanatory research). Perlakuan yang akan dilakukan yaitu ekstraksi

oleoresin lada putih menggunakan 3 jenis pelarut yang berbeda dengan rasio 1:5 yaitu: pelarut

etanol 96%, pelarut aseton, dan pelarut etil Asetat dengan metode maserasi. Parameter

pengamatan utama yang dianalisis adalah rendemen bubuk oleoresin, warna (L*, a*, b*), dan

kadar piperine.

Pelaksanaan percobaan terdiri atas 3 tahapan yang terdiri dari penyiapan bahan, ekstraksi

dengan metode maserasi, dan pemisahan pelarut.

A. Penyiapan Bahan

Penyiapan terdiri dari pengecilan ukuran lada putih menggunakan grinder dan

pengayakan dengan menggunakan ayakan 40 mesh. Lada yang tidak lolos ayakan dilakukan

pengecilan ukuran kembali hingga semua lada lolos ayakan.

B. Ekstraksi dengan Metode Maserasi

Page 256: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

249

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

C. Pemisahan Pelarut

Proses ekstraksi yang masih mengandung pelarut didalamnya dipisahkan dengan cara

pemekatan menggunakan alat rotary vacuum evaporator pada suhu 40°C dengan tekanan yang

berbeda bergantung kepada jenis pelarut yang digunakan. Proses pemisahan pelarut dilakukan

hingga sudah tidak ada pelarut yang menetes dari kondensor ke labu penampung pelarut.

Penghitungan kadar piperine mengacu kepada SNI 01-0025-1987 dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝐴

A1 cm1% 𝑥

100

10 𝑥

100

10 𝑥

100

𝑀

Keterangan :

M : Bobot contoh uji (g)

A : Absorban larutan contoh

A1 cm1% : Absorban pada 343 nm dari 1% larutan piperin dan cell 1 cm yaitu

1238

Gambar 20 Diagram Alir Ekstraksi Maserasi

(Sumber: Modifikasi dari Faressi, 2018 dan Fitriyana dkk., 2017)

Page 257: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

250

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Rendemen oleoresin lada putih didapatkan dari persentase perbandingan hasil oleoresin

dengan bubuk lada yang digunakan. Data rendemen oleoresin lada disajikan dalam grafik

berikut ini.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rendemen oleoresin lada putih yang terbesar adalah

pada jenis pelarut etanol sebesar 7,68 ± 0,45% diikuti aseton 7,17 ± 1,29% dan etil asetat

sebesar 6,69 ± 0,65%. Jenis pelarut etanol memiliki hasil yang paling tinggi disebabkan

merupakan jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang paling tinggi dibandingkan dengan

pelarut lainnya sehingga jenis pelarut ini kurang spesifik dalam mengekstrak senyawa yang

diekstrak sehingga menyebabkan rendemen yang dihasilkan cenderung banyak. Index polaritas

dari pelarut yang digunakan yaitu etil asetat adalah 4,4, aseton 5,1, dan etanol sebesar 5,2

(Synder, 1978, Kier, 1980). Menurut Harbone (1987) di dalam tumbuh-tumbuhan terdapat

banyak senyawa fenolik, senyawa tersebut memiliki sifat yang cenderung larut dalam pelarut

polar. Hal ini menyebabkan pada pelarut etanol rendemen oleoresin lada putih yang didapat

lebih banyak dibandingkan dengan pelarut aseton dan etil asetat.

7.68

7.17

6.69

6.00

6.20

6.40

6.60

6.80

7.00

7.20

7.40

7.60

7.80

Etanol Aseton Etil Asetat

Ren

dem

en (

%)

Jenis pelarut

Rendemen Oleoresin Lada Putih

Gambar 21. Grafik Perbandingan Rendemen Oleoresin Lada Putih

Page 258: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

251

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Warna

Pengujian warna dilakukan untuk mengetahui tingkat kecerahan dari oleoresin lada putih,

pengujian warna meliputi nilai L*, a*, dan b* menggunakan chromameter, dan pengamatan

secara visual, data dari hasil pengujian warna disajikan dalam grafik sebagai berikut.

Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai L* yang paling besar adalah oleoresin lada

putih dengan menggunakan pelarut etanol, etil asetat dan aseton. Nilai L* menunjukan tingkat

kecerahan oleoresin lada putih, sedangkan untuk nilai a* didapatkan nilai yang paling besar

pada oleoresin lada putih dengan menggunakan pelarut aseton diikuti etil asetat dan etanol.

Nilai b* yang paling tinggi terdapat pada oleoresin lada putih dengan menggunakan pelarut

etanol diikuti etil asetat dan aseton.

Nilai L (lightness) memiliki kisaran 0 (hitam) hingga 100 (putih), nilai a* (merah-hijau)

memiliki kisaran yaitu nilai positif berwarna merah, nilai negatif berwarna hijau dan nol netral;

serta nilai b* (biru-kuning) memiliki kisaran yaitu nilai positif berwarna kuning, nilai negatif

berwarna biru dan nol netral (Jha, 2010).

47.48

3.43

35.5935.37

7.49

32.86

41.90

6.44

33.84

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

L* a* b*

Warna Oleoresin Lada Putih

Etanol Aseton Etil Asetat

Gambar 22. Grafik Perbandingan Warna Oleoresin Lada Putih

Page 259: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

252

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4 menampilkan kenampakan oleoresin lada putih secara visual, dapat dilihat

bahwa secara visual oleoresin lada putih dengan pelarut etanol lebih cerah dibandingkan

dengan pelarut yang lain, kemudian diikuti oleh oleoresin lada putih dengan pelarut etil asetat.

Warna dari oleoresin yang dihasilkan dari pelarut etil asetat kuning kecoklatan yang seragam,

dan yang paling gelap adalah oleoresin lada putih dengan pelarut aseton. Warna oleoresin dari

pelarut aseton ialah kuning kecoklat-coklatan yang tidak seragam. Warna dari hasil penelitian

ini sesuai dengan pernyataan dari Budiman (2016) warna kuning dari oleoresin lada putih

merupakan warna dari senyawa piperine, senyawa ini memiliki bentuk berupa kristal jarum,

tidak berbau, tidak berasa namun lama kelamaan akan timbul sensasi pedas.

Kadar Piperine

Piperin termasuk golongan alkaloid yang merupakan senyawa amida basa lemah yang

dapat membentuk garam dengan asam mineral kuat. Piperin bila dihidrolisis dengan KOH-

etanolik yang berlebihan dan dalam keadaan panas menyebabkan piperin terhidrolisis dan

membentuk kalium piperinat dan piperidin (Budiman, 2016). Pengujian kadar piperine

dilakukan dengan menggunakan metode SNI 01-0025-1987 yaitu pengenceran dengan etanol

96% kemudian di lakukan pengecekan absorbansi pada panjang gelombang 343 nm dengan

spektrofotometer UV. Sampel oleoresin mula-mula harus dipanaskan selama 1 jam pada suhu

50°C dengan tujuan untuk mengencerkan karena berbentuk padatan pada suhu ruang. Hasil uji

kadar piperine disajikan dalam grafik berikut ini.

(a) (b) (c)

Gambar 23. Sampel Oleoresin Lada Putih Dengan Perlakuan Pelakuan (a) Pelarut Etanol (b) Pelarut Aseton (c)

Pelarut Etil Asetat

Page 260: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

253

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kadar piperine oleoresin lada putih yang paling tinggi didapatkan pada oleoresin yang

diekstrak menggunakan pelarut aseton sebesar 41,03 ± 2.68% , kemudian diikuti oleh oleoresin

dengan pelarut etil asetat 55,19 ± 5.35% dan oleoresin dengan pelarut etanol 49,19 ± 5.95%.

Kadar piperine minimal berdasarkan SNI 01-0025-1987 untuk oleoresin lada hitam (sebagai

pembanding) adalah sebesar 35%, maka ketiga jenis pelarut ini pada dasarnya sudah dapat

mengekstraksi senyawa alkaloid piperine dengan baik hanya saja jenis pelarut aseton

merupakan pelarut yang paling optimal dalam mengekstrak senyawa piperine.

Hasil dari penelitian ini juga sesuai dengan Parthasarathy dan Zachariah (2008) yang

mengatakan bahwa pada proses ekstraksi lada jenis pelarut aseton merupakan pelarut yang

paling efisien dibandingkan dengan pelarut lainnya, hal ini menunjukan bahwa senyawa

alkaloid piperine cenderung lebih larut terhadap pelarut yang bersifat semi polar. Index

polaritas pelarut yang digunakan adalah etil asetat 4,4, aseton 5,1, dan etanol sebesar 5,2

(Synder, 1978, Kier, 1980).

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rendemen dan warna oleoresin

lada putih yang paling baik pelarut etanol merupakan pelarut yang sesuai, akan tetapi apabila

ingin mendapatkan kadar piperine yang paling tinggi maka pelarut aseton merupakan pilihan

yang tepat untuk digunakan. Saran dari penelitian ini perlu dilakukan uji sensori terhadap

41.03

55.19

49.19

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Etanol Aseton Etil Asetat

Ka

da

r P

iperin

e (

%)

Jenis pelarut

Kadar Piperine Oleoresin Lada Putih

Gambar 24. Grafik Perbandingan Kadar Piperine Oleoresin Lada Putih

Page 261: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

254

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

oleoresin lada putih untuk mengetahui apakah kadar piperine berbanding lurus dengan sensasi

panas yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 1987. SNI. 0025-1987. Oleoresin Lada Hitam. Badan

Standarisasi Nasional. Jakarta.

Budiman, H. 2016. Isolasi Dan Identifikasi Alkaloid Piperin Dari Buah Merica Putih (Albi

fructus. Surakarta: Jurnal Farmasindo Politeknik Indonusa.

Faressi, F. R.. 2018. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Skripsi. Jatinangor. Unpad

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.

Bandung: ITB.

Houghton, P.J., Amala R. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural

Extracts. London: Springer-Science+Business Media.

Jha, S. N. 2010. Colour Measurements. Dalam : S. N. Jha. Nondestructive Evaluation of Food

Quality: Theory and Practice. Springer, Verlag Berlin Heidelberg.

Khasanah, L.U., Anandhito B.K., Rachmawaty T., Utami R., Manuhara G.J. 2015. Pengaruh

Rasio Bahan Penyalut Maltodekstrin, Gum Arab, Dan Susu Skim Terhadap Karakteristik

Fisik Dan Kimia Mikrokapsul Oleoresin Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmannii).

Surakarta. Jurnal Agritech USM.

Nagavekar N., Singhal R.S. 2017. Enhanced Extraction Of Oleoresin From Piper Nigrum By

Supercritical Carbon Dioxide Using Ethanol As A Co-Solvent And Its Bioactivity

Profile. .India. Journal Of Food Process Engineering.Purseglove, J. W., E. G. Brown, C.

L. Green, and S. R. J. Robins. 1987. Spices Vol I. New York: Longman Inc. 10-99

Parthasarathy, V.A., Zachariah, T.J. 2008. Chemistry Of Spices. India: CAB International.

Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green, and S. R. J. Robins. 1987. Spices Vol I. New

York: Longman Inc. 10-99

Rismunandar. 2007. Lada, Budidaya dan Tantangannya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sarker, S. D., Z. Latif, dan A. I. Gray. 2006. Natural Products Isolation, 2nd ed. Humana Press

Inc., New Jersey.

Syafi’i, F., Wijaya C. H., Nurtama B. 2016. Optimasi Proses Pembuatan Bubuk Oleoresin Lada

(Piper Nigrum) Melalui Proses Emulsifikasi Dan Mikroenkapsulasi. Bogor. Jurnal

Agritech IPB.

Page 262: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

255

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Synder, L.R. 1978. Classification of the Solvent Properties of Common Liquids. Journal of

Chromatographic Science Vol 16. New York.

Winarno, FG, Agustinah W. 2007. Pengantar Bioteknologi. Ed.rev. Bogor: Mbrio Press.

Yuliani, S., Desmawarni dan Harimurni, N. 2007. Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet

spray drying pada karakterisasi mikrokapsul oleoresin jahe. Jurnal Pascapanen 4(1): 18-

26.

Page 263: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

256

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

ANALISIS ENERGI PADA PROSES PEMBUATAN MINUMAN

TRADISIONAL KHAS JAWA BARAT DI CV.CIHANJUANG INTI

TEKNIK

Muhammad Rifky Putra Pratama1, Ade Moetangad Kramadibrata2, Boy Macklin

Pareira Prawiranegara2

1 Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

E-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Energi merupakan salah satu kebutuhan utama dalam menunjang berbagai kegiatan

manusia, perekonomian suatu negara dan industri. Persoalan tentang energi terutama dalam

sektor industri kini menjadi hal yang sedang di perhatikan dan dikembangkan oleh manusia

terutama kaitannya dengan konservasi energi. Proses produksi minuman tradisional bermerek

hanjuang belum diketahui jumlah penggunaan energinya dan diduga memiliki penggunaan

energi yang tinggi sehingga perlu dilakukan analisis energi pada setiap tahapan prosesnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis aliran energi pada setiap proses

pengolahan minuman tradisional untuk mengetahui kemungkinan penghematan dalam

penggunaan energi. Penelitian dilakukan dengan metode analisis deskriptif dengan mengukur

langsung dan menghitung penggunaan energi untuk setiap proses pengolahan hingga proses

pengemasan. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan total energi pada seluruh proses

pengolahan mencapai 25.877,1 MJ/ton. Penggunaan energi terbesar dalam seluruh proses

pengolahan adalah energi tak langsung dengan nilai sebesar 19.364,2 MJ/ton. Sementara itu,

penggunaan total energi langsung pada seluruh proses pengolahan adalah sebesar 5.891,7

MJ/ton dan penggunaan energi biologis hanya sebesar 626,2 MJ/ton. Penghematan energi dapat

dilakukan berdasarkan tingkat keperluan pada jenis pemborosan. Penghematan energi dapat

berupa penggunaan mesin pengupas kulit, penggunaan sumber energi listrik alternatif dan

penggantian konsep kemasan minuman tradisional. Nilai total upaya penghematan energi

dapat mencapai 32,6 % dari total penggunaan energi atau setara dengan 8.453,91 MJ/ton.

Kata Kunci: analisis energi, pengolahan minuman tradisional, penghematan energi,

CV.Cihanjuang Inti Teknik

PENDAHULUAN

Energi merupakan salah satu kebutuhan utama dalam menunjang berbagai kegiatan

manusia perekonomian suatu negara dan industri. Kebutuhan energi semakin meningkat

seiring dengan berkembangnya teknologi dalam berbagai bidang terutama bidang agroindustri

Page 264: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

257

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

serta kebutuhan manusia yang semakin tinggi. Perkembangan teknologi yang membawa

dampak peningkatan kebutuhan energi yaitu penggunaan alat dan mesin dalam suatu proses

produksi dan bahan bakar yang digunakan.

Audit energi merupakan proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang

penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada penggunaan energi untuk

melaksanakan proses konservasi energi (Permana, 2017). Tujuan diadakannya audit energi

untuk mempelajari dan menganalisis penggunaan energi pada suatu proses produksi yang

meliputi jumlah, jenis dan sumber energi, aliran energi, dan biaya energi (Pimentel, 1990).

Persoalan tentang energi terutama dalam sektor industri ini kini menjadi hal yang sedang

di perhatikan dan dikembangkan oleh manusia terutama kaitannya dengan konservasi energi.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa konservasi energi

adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam

negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. energi nasional (Kemenperin, 2015).

CV. Cihanjuang Inti Teknik yang berlokasi di kota Cimahi Jawa Barat merupakan salah

satu perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri dalam pengolahan jahe menjadi

minuman tradisional yang berbentuk serbuk. Terdapat 11 produk yang diproduksi pada CV.

Cihanjuang Inti Teknik dengan jumlah produksi pertahun pada seluruh produk mencapai

404.721 kemasan pada tahun 2011, pada tahun 2012 mengalami peningkatan hingga mencapai

426.449 kemasan dan 476.743 kemasan di tahun 2013 (CV. Cihanjuang Inti Teknik, 2014).

Untuk dapat mencapai kapasitas produksi bandrek, setiap tahapan pada proses tersebut

membutuhkan konsumsi energi yang besar karena setiap proses nya menggunakan alat dan

mesin yang memiliki daya yang cukup tinggi serta tenaga kerja manusia yang cukup banyak.

Proses pembuatan minuman tradusional di CV. Cihanjuang Inti teknik ini meliputi proses

sortasi, pencucian dan pengupasan, pengukusan, pengeringan, penyangraian, penggilingan,

pengayakan, pencampuran, dan pengemasan produk.

Konsumsi energi pada proses pembuatan minuman tradisional di CV. Cihanjuang Inti

Teknik saat ini belum diketahui jumlahnya, terutama pada proses yang menggunakan mesin,

bahan bakar dan tenaga manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai analisis

energi untuk menunjukkan total konsumsi energi dalam perencanaan peningkatan efisiensi

penggunaan energi dan mengetahui sumber-sumber pemborosan energi dan peluang

penghematan energi pada proses pembuatan minuman tradisional di CV. Cihanjuang Inti

Teknik.

Page 265: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

258

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif yaitu metode pemilihan yang menghimpun data, menyusun secara sistematis,

kemudian melukiskan variable-variabel, satu demi satu (Hasan, 2002). Variabel-variabel yang

diamati pada penilitian ini adalah energi biologis, energi langsung, dan energi tidak langsung

alsin dan bahan baku. Setiap jenis energi dalam setiap tahapan proses pembuatan minuman

tradisional dibuat atau digambarkan dalam bentuk tabel untuk mengetahui besar penggunaan

energi.

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2019 sampai dengan Juni 2019.

Penelitian ini dilaksanakan di CV. Cihanjuang Inti Teknik, Kecamatan Cimahi Utara , Kota

Cimahi, Jawa Barat.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan yaitu alat tulis, calculator, timbangan, meteran, stopwatch dan

laptop. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari penelitian secara langsung di tempat dengan proses pengamatan, pengukuran,

wawancara, mencatat dan menghitung. Data sekunder yang digunakan yaitu data kebutuhan

energi untuk proses pembuatan minuman tradisional berdasarkan jadwal kegiatan, waktu yang

diperlukan untuk setiap jenis kegiatan, jumlah tenaga kerja, jumlah dan jenis alat dan mesin,

dan semua sarana produksi yang digunakan maupun studi literatur.

Page 266: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

259

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Mulai Mulai

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Konversi Data

Analisis Data

Penarikan Kesimpulan

Selesai

Tahapan Penelitian

Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data penggunaan energi selama proses pembuatan

minuman tradisional berdasarkan jadwal kegiatan pekerja, waktu yang diperlukan pekerja,

Jumlah tenaga kerja pada setiap proses pembuatan minuman tradisional, Jumlah dan jenis alat

mesin yang digunakan, Semua faktor yang terdapat dalam proses (konsumsi listrik, bahan

bakar dan lain-lain), Data potensi penghematan energi dan data potensi alternatif sumber energi

yang ada di CV. Cihanjuang Inti Teknik.

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah proses pengumpulan data. Data yang telah terkumpul

akan diolah dan di evaluasi terlebih dahulu untuk melanjutkan ke proses selanjutnya.

Pengolahan data yang dilakukan untuk menjadikan data yang telah dikumpulkan menjadi data

yang dapat dikonversi menjadi satuan energi.

Page 267: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

260

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Konversi Data

Pada tahap ini dilakukan perhitungan penggunaan energi menggunakan persamaan-

persamaan penggunaan energi. Perhitungan penggunaan energi pada proses pembuatan

kerupuk udang mengikuti persamaan berikut:

1. Energi Manusia

EBS= HOK×JK×cb×Rd

H ………………….. [1]

Keterangan:

EBS = Konsumsi Energi biologis proses produksi (MJ/ton)

HOK = jumlah hari orang kerja (hari)

JK = jumlah jam kerja per hari (jam/hari)

cb = nilai unit energi biologis (MJ/jam)

Rd = rendemen (%)

H = hasil proses (Ton)

2. Energi Langsung

a. Energi Bahan Bakar

ELT= KL × CL ×Rd

CH …..…………………… [2]

Keterangan:

ELP = energi terpakai bahan bakar proses pengolahan (MJ/ton)

KL = konsumsi bahan bakar (liter/jam)

CL = nilai unit energi bahan bakar (MJ/Liter)

Rd = rendemen hasil kegiatan yang berlangsung (%)

CH = kapasitas efektif mesin pertanian (ton/jam)

b. Energi Bahan Bakar

ELT= KL × NEL

H …..……………………[3]

EL = energi listrik proses pengolahan (MJ/ton)

KL = konsumsi listrik proses pengolahan (kWh)

NEL = nilai energy listrik (MJ/ kWh)

H = rata-rata hasil proses sebelumnya (ton)

3. Energi Tak Langsung Mesin

EAS = {m1×(cem+cef)×(0,82+0,33×TAR)×Rd}

CH × N …..…………………… [4]

Page 268: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

261

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

EAS = energi tidak langsung terpakai dari alat/mesin pengolahan (MJ/ha)

m1 = massa total mesin (kg)

cem = nilai unit energi tidak langsung produksi bahan baku (MJ/kg)

cef = nilai unit energi tidak langsung fabrikasi (MJ/kg)

0.82 = nilai asumsi persentase total energi tidak langsung produksi bahan baku energi

fabrikasi dalam kenyataan sehari-hari

0.33 = nilai asumsi energi perbaikan dan pemeliharaan mesin pertanian (bagian dari nilai

TAR)

TAR =nilai persentase total akumulasi pemakaian perbaikan dan pemeliharaan (MJ/kg)

N = umur ekonomis alat atau mesin pertanian (jam)

Rd = rendemen hasil kegiatan yang berlansung (%)

CH = kapasitas kerja alat dan mesin (ton/jam)

4. Energi Tak Langsung Alat

EAP = EK × MA

H …..…………………… [5]

Keterangan :

EAP = energi pengunaan alat pertanian (MJ/ton)

EK = energi ekuivalen (MJ/kg)

MA = massa alat pertanian (kg)

H = rata-rata hasil proses (ton)

Analisis Data

Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil konversi data dengan menggunakan

metode SWOT untuk menentukan langkah menuju penghematan energi. Menurut Rangkuti

(2004) mengungkapkan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara

sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namum secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembuatan minuman tradisional di CV. Cihanjuang Inti Teknik memiliki 10

kegiatan yaitu dimulai dari proses sortasi, pencucian dan pengupasan, pengukusan, pengirisan,

Page 269: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

262

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

pengeringan, penyangraian, penggilingan, pengayakan gula aren, pencampuran bahan baku,

dan pengemasan. Energi yang diperhitungkan meliputi penggunaan energi yang berasal

dari energi biologis atau energi manusia, energi langsung bahan bakar dan energi langsung

listrik, dan energi tidak langsung (embodied energy) dari alat dan mesin pertanian yang

digunakan selama proses pembuatan minuman tradisional.

Penggunaan energi total pada proses pembuatan minuman tradisional di CV.

Cihanjuang Inti Teknik sebesar 25.877,1 MJ/ton. Penggunaan energi tersebut dapat

dijelaskan menurut jenisnya dan dikelompokkan bedasarkan tahapan proses dari proses

sortasi hingga pengemasan. Rincian penggunaan energi total proses pembuatan minuman

tradisional disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Seluruh Energi pada setiap Proses

No Jenis Proses

Energi

Manusia

(MJ/ton)

Energi

Langsung

(MJ/ton)

Energi Tak

Langsung

(MJ/ton)

Nilai

Energi

(MJ/ton)

Persentase

(%)

1 Sortasi 201,7 - 1192 1393,7 5

2 Pencucian dan

Pengupasan 49,9 37 1730,1 1817 7

3 Pengukusan 43,8 814 24,7 882,5 3

4 Pengirisan 9,1 3,1 392,2 404,4 2

5 Pengeringan 148 4320 1,9 4469,9 17

6 Penyangraian 12,9 522,4 14,6 544,9 2

7 Penggilingan 16,2 26,1 1639 1681,3 6

8 Pengayakan 15,7 28,5 489,7 533,9 2

9 Pencampuran

Bahan 7,7 87,6 271 366,3 1

10 Pengemasan Bahan 121,2 53 13609 13783,2 55

Total 626,2 5891,7 19364,2 25877,1 100

Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa energi terbesar terdapat pada proses yang terakhir yaitu

pengemasan bahan hingga mencapai 13.783,2 MJ/ton. Hal tersebut dikarenakan energi tak

langsung alat dan bahan sebagai penyumbang energi terbesar pada proses pengemasan

bahan. Energi tak langsung bernilai sangat besar karena bahan yang digunakan pada proses

pengemasan memiliki energi yang digunakan secara tidak langsung atau energi ekuivalen

pada pabrikasi pembuatan alat dan bahan tinggi. Sedangkan untuk proses yang menghasilkan

energi terkecil adalah proses pencampuran bahan yaitu sebesar 366,3 MJ/ton.

Page 270: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

263

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Penggunaan jenis energi terbesar terdapat pada energi tak langsung pada seluruh proses

dengan nilai 19.364,2. Sedangkan untuk jenis energi terkecil yang dihasilkan pada seluruh

proses adalah energi biologis manusia sebesar 626,2 MJ/ton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Persentase Penggunaan Energi pada Setiap Proses

Pendekatan kuantitatif analisis SWOT bedasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan

di CV. Cihanjuang Inti Teknik. Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman yang ada di CV. Cihanjuang Inti Teknik maka selanjutnya melakukan analisis

terhadap faktor-faktor tersebut dimana didapat hasil pengurangan S-W sebagai sumbu X

dengan nilai positif sebesar 0,117 dan faktor O-T sebagai sumbu Y dengan nilai negatif

sebesar -0,187. Untuk menentukan strategi yang dapat digunakan agar proses pembuatan

minuman tradisional dapat berlangsung lebih efisien dapat digunakan kuadran SWOT yang

terdapat pada Gambar 3.

2%23%

75%

Energi Biologis Energi Langsung Energi Tidak Langsung

Page 271: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

264

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 3. Kuadran SWOT

Hasil yang didapatkan pada kuadran SWOT sesuai dengan hasil pendekatan

kuantitatif analisis SWOT, maka dapat diketahui strategi yang digunakan untuk

meningkatkan nilai efisiensi energi yang digunakan dalam proses pembuatan minuman

tradisional. Dalam metode SWOT jika (X,Y) bernilai (0,117; -0,187) hal ini menandakan

bahwa CV. Cihanjuang Inti Teknik berada pada kuadran II, hal tersebut menandakan bahwa

CV. Cihanjuang Inti Teknik meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih

memiliki kekuatan dari segi internal, strategi yang harus diterapkan untuk kuadran II strategi

S-T yaitu strategi diversifikasi (produk/pasar) menggunakan kekuatan internal untuk

memanfaatkan peluang jangka panjang .

Peluang penghematan energi didasarkan dengan tingkat urgensi yang dapat dilihat yaitu

penghematan energi yang belum digunakan, sehingga penghematan energi yang dapat

dilakukan bersifat dapat langsung dilakukan dan dapat ditunda. Penghematan energi yang dapat

langsung dilakukan adalah penghematan yang berkaitan dengan optimasi penggunaan mesin,

penggunaan bahan bakar, listrik, dan penambahan mesin. Berikut ini adalah langkah

penghematan energi yang dapat dilakukan pada proses pembuatan minuman tradisional :

1. Penggunaan mesin pengupas kulit, upaya penghematan energi pada proses ini pada

tahapan pengupasan kulit jahe dengan mengganti tahapan pengupasan kulit jahe yang

Page 272: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

265

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

awalnya manual menjadi menggunakan mesin pengupas kulit jahe Penggunaan mesin

pengupas dapat menghemat energi sebesar 661.8 MJ/ton atau jika di persentasi kan besar

penghematannya adalah 36,42 % dari sebelum dilakukan upaya penghematan.

2. Optimasi pengunaan mesin pengering pada proses pengeringan, untuk menghemat

konsumsi gas lpg dan listrik serta mempercepat proses produksi maka dilakukan upaya

dengan cara menggabungkan jahe dan gula aren pada satu proses dan waktu yang sama

Maka, konsumsi bahan bakar gas lpg dan konsumsi listrik dapat di kurangi . Upaya

penghematan ini dapat mengurangi penggunaan energi langsung sebesar 875,01 MJ/ton

atau setara dengan 19,5 % dari penggunaan energi sebelumnya.

3. Penggantian bahan kemasan produk, dimana bahan pengemas yang semula

menggunakan kertas kraft diganti dengan menggunakan bahan plastik polypropylene

yang memiliki energi ekuivalen yang rendah sehingga dapat menekan konsumsi energi

tak langsung bahan. Upaya penghematan ini dapat mengurangi penggunaan energi pada

proses pengemasan sebesar 6.917,1 MJ/ton.

KESIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penggunaan energi total pada proses pembuatan

minuman tradisional di CV. Cihanjuang Inti Teknik sebesar 25.877,1 MJ/ton dimana proses

yang menghasilkan energi paling banyak adalah proses pengemasan bahan yaitu sebesar

13.783,2 MJ/ton yang disebabkan oleh penggunaan bahan yang memiliki energi ekuivalen atau

energi pabrikasi yang besar. CV. Cihanjuang Inti Teknik sendiri berada pada kuadran II pada

kuadran SWOT, hal ini menandakan bahwa CV. Cihanjuang Inti Teknik meskipun menghadapi

berbagai ancaman, perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal, strategi yang harus

diterapkan untuk kuadran II strategi S-T yaitu strategi diversifikasi (produk/pasar)

menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Upaya

penghematan yang dapat dilakukan berdasarkan tingkat urgensi adalah dengan menggunakan

mesin pengupas, optimasi mesin pengering dan pergantian bahan pengemas, sehingga dapat

melakukan total penghematan energi dapat mencapai 32,6 % dari total penggunaan energi atau

setara dengan 8.453,91 MJ/ton. Saran yang didapatkan pada penelitian kali ini adalah perlu

dilakukan penelitian serupa ketika strategi penghematan telah diterapkan dan perlu dilakukan

Page 273: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

266

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

perencanaan penggunaan energi alternatif yaitu pembangkit listrik tenaga mikrohidro untuk

menghemat biaya produksi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan

bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini akhirnya dapat

diselesaikan. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati yang paling dalam, penuls

mengucapkan terima kasih yang begitu besar kepada Bapak Prof. Dr. H. M. Ade Moetangad

Kramadibrata, Dipl.-ing., M.Res.Eng.Sc dan Bapak Dr. Boy Macklin Pareira Prawiranegara

S.T., M.Si. yang senantiasa membimbing dalam penelitian ini, kepada Ibu Asri Widyasanti

S.TP ., M.Eng selaku dosen penguji pada penelitian ini, serta kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu

yang tidak dapat disebutkan satu-persatu sebagai pembimbing lapangan pada saat penelitian di

CV. Cihanjuang Inti Teknik Cimahi.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalian

Indonesia.

Moh. Nazir. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Pimentel, D. 1990. Handbook of Energy for World Agriculture. New York: Elsevier Science

Publishing Co., Inc.

Peraturan Pemerintah No. 70/2009 Tentang Konservasi Energi Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 14/2012. Tentang

Manajemen Energi.

Permana, R. A. 2017. Analisis Energi pada Proses Pembuatan Kerupuk Udang (Studi Kasus

di PD. Sri Tanjung Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa

Barat). Jatinangor: Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas

Padjadjaran

Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia.

Page 274: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

267

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGENDALIAN REM SECARA OTOMATIS PADA SASAK APUNG

PADJADJARAN DENGAN FUZZY LOGIC

Muhammad Savero Ghafiruzzambi1, Dedy Prijatna2, Mimin Muhaemin2

1Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran

2Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 40600

Email: [email protected]

ABSTRAK

Rem merupakan bagian penting dalam sarana transportasi, tidak terkecuali pada Sasak

Apung Padjadjaran. Sarana transportasi kabel ini menggunakan sistem pengereman disc brake

untuk mendapatkan perlambatan kecepatan pada puli penarik. Puli penarik ini terhubung oleh

kawat seling sehingga berputar menggerakkan kabin yang berisikan sarana produksi dan hasil

panen. Pada pengendaliannya rem yang digunakan pada Sasak Apung Padjadjaran masih

dikendalikan secara manual dengan menginjak pedal rem. Kondisi ini membuat operator

mengeluarkan tenaga lebih besar untuk melakukan pengereman. Selain itu pengendalian rem

secara manual menghasilkan gaya pengereman yang berbeda-beda antar setiap

pengeremannya. Hal ini akibat operator belum terbiasa mengoperasikannya, sehingga

mengakibatkan kabin bergoncang saat pengereman dilakukan. Oleh karena itu dilakukan

rancang bangun pengendalian rem secara otomatis agar di dapat pengendalian rem secara

praktis. Metode yang digunakan adalah metode rekayasa dengan membuat program

pengendalian menggunakan fuzzy logic beserta membuat struktur pengendalian rem secara

otomatis. Hasil dari penelitian ini diperoleh grafik sudut terhadap waktu yang dikonversi

menjadi persamaan y = 2 × 10-10x4 – 2 × 10 -6x3 + 0,0057x2 - 2,2035x + 81,803 untuk

penginjakkan pedal rem dan persamaan y = -1 × 10-11x4 + 3 × 10-7x3 - 0,0019x2 + 2,3912x +

12691 untuk pelepasan pedal rem. Persamaan ini menjadi acuan motor DC untuk

menggerakkan pedal rem dengan kecepatan yang sesuai melalui proses pengendalian program

fuzzy logic.

Kata Kunci: rem, fuzzy logic, sudut, motor DC, gear

PENDAHULUAN

Sasak Apung Padjadjaran (SAP) merupakan sebuah sarana transportasi kabel untuk

pengangkutan sarana produksi dan hasil panen yang berada di Desa Sunten Jaya, Kecamatan

Lembang, Kabupaten Bandung Barat (Satrianagara, 2016). Sejak diresmikan hingga saat ini,

SAP masih beroperasi untuk mengangkut sarana produksi, hasil panen, dan petani. Meskipun

Page 275: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

268

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

telah beroperasi, kesulitan dalam pengoperasiannya pun tidak bisa dihindari. Penyebabnya

adalah operator harus standby untuk mengontrol pengereman secara manual.

Rem merupakan bagian penting dalam sarana transportasi. Penggunaan rem mampu

memberikan perlambatan kecepatan pada suatu transportasi. Penelitian ini rem digunakan

untuk memberikan perlambatan kecepatan pada puli penarik, sehingga menyebabkan kabin

pengangkut sarana produksi dan hasil panen dapat berhenti.

Jenis rem yang digunakan pada Sasak Apung Padjadjaran adalah disc brake yang

memanfaatkan gesekan antara kanvas dengan piringan sebagai media pengeremannya.

Kondisi pengereman secara manual ini membuat operator mengeluarkan tenaga lebih besar

untuk melakukan pengereman. Selain itu pengendalian rem secara manual menghasilkan

gaya pengereman yang berbeda-beda antar setiap pengeremannya. Hal ini akibat operator

belum terbiasa mengoperasikannya, sehingga mengakibatkan kabin bergoncang saat

pengereman dilakukan. Oleh karena itu dilakukan rancang bangun pengendalian rem secara

otomatis agar di dapat pengendalian rem secara praktis, perlahan, serta terukur.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan perancangan struktural, perancangan program,

dan perancangan elektronika. Perancangan struktural dilakukan dengan merancang bangun

pengendalian rem otomatis ini yang meliputi pembuatan sistem transmisi, pembuatan

kopling untuk penyambung daya, dan pembuatan sistem pedal pengereman. Perancangan

program dilakukan dengan merancang bangun program fuzzy logic melalui softaware

Matlab. Sedangkan perancangan elektronika meliputi membuat rangakaian pembacaan sudut

melalui absolute rotary encoder, membuat rangkaian pengendalian motor DC melalui driver

motor, serta membuat rangkaian perekaman data melalui modul sd card.

Penelitian ini dibatasi pada hal otomatisasi penekanan pedal rem. Adapun sistem

lainnya tetap sama. Sehingga pengereman dapat dilakukan secara otomatis dengan menekan

tombol atau dilakukan secara manual dengan menginjak pedal rem.

METODE PENELITIAN

2.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode rekayasa yaitu

melakukan suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat perencanaan, perancangan, serta

terapan, yang tidak memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya, sehingga di dapatkan

Page 276: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

269

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

adanya modifikasi baik dalam bentuk proses maupun produk. Salah satunya dengan

merancang bangun pengendalian rem secara otomatis pada Sasak Apung Padjadjaran.

2.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat dan Bahan

No. Alat/Bahan Kegunaan

1. Motor DC Aktuator penggerak pedal rem

2. Driver Motor DC Mengendalikan kecepatan dan arah motor DC

3. Arduino Mega Pusat pengendalian pada sistem pengendalian rem

secara otomatis

4. Modul SD Card Modul pembacaan SD Card

5. SD Card Media penyimpanan data

6. Absolute Rotary Encoder Sensor sudut pada pedal rem

7. Incremental Absolute Encoder Sensor kecepatan pada puli penarik

8. Kopling Cakar Penyambung daya

9. Catu Daya Suplai tegangan kepada sistem

10. Switch Button Tombol pengendalian rem otomatis

11. Resistor Menjadi rangkaian pullup resistor

12. Lyquid Crystal Display (LCD) Media tampilan pada proses pengendalian

13. LED Indikator pengereman

14. Laptop Komunikasi serial dengan arduino mega

15. Avo Meter Mengukur arus, tegangan, dan hambatan pada

rangkaian

16. Tachometer Kalibrasi incremental rotary encoder

2.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dengan menggunakan metode rekayasa ini terdiri dari beberapa

tahap.

Tahapan tersebut digambarkan pada Gambar 1.

Page 277: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

270

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Page 278: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

271

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

a. Identifikasi Masalah

Tahap ini merupakan tahapan awal sebelum dimulainya penelitian. Pada kegiatan ini

dilakukan studi literatur dan mengidentifikasi masalah dari rancangan yang telah ada

sebelumnya. Sehingga di dapatkan konsep baru dengan harapan dapat memberikan solusi atas

permasalahan yang ada, serta hasil modifikasi dapat membuat penggunaan rem lebih praktis

daripada model sebelumnya.

b. Pengukuran Pengereman secara Manual

Pengukuran ini digunakan untuk mendapatkan data dari sistem pengereman secara

manual. Pengukuran dilakukan menggunakan absolute rotary encoder dan incremental rotary

encoder dengan bantuan modul sd card sebagai peranti untuk merekam data. Data yang

diperoleh berupa sudut pergerakan pedal rem serta kecepatan puli penarik. Dari data perekaman

sudut dihasilkan persamaan matematika yang akan digunakan sebagai acuan dalam

pengendalian rem secara otomatis yang ideal. Perekaman data kecepatan juga dijadikan data

kedua dalam pengendalian rem secara otomatis.

c. Kalibrasi Absolute Rotary Encoder dan Incremental Rotary Encoder

Kegiatan kalibrasi ini dilakukan untuk memastikan sensor yang digunakan memiliki

keakuratan dan tingkat presisi yang tinggi. Metode yang digunakan dengan cara

mengoperasikan kedua sensor tersebut, yang nantinya hasil dari pembacaan sensor tersebut

dibandingkan dengan hasil pembacaan menggunakan alat ukur yang memiliki kesamaan dalam

pembacaan satuan. Sehingga dapat dikomparasikan apakah hasil pembacaan dari sensor

memiliki kesamaan nilai dengan pembacaan menggunakan alat ukur atau tidak.

d. Penetapan Kriteria Rancangan

Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan spesifikasi hasil rancangan dan parameter dari

sistem pengendalian rem yang akan dirancang sehingga dapat menggantikan fungsi kaki untuk

menekan pedal rem. Adapun selain dilakukan secara otomatis, pengereman tetap dapat

dilakukan secara manual dengan menginjak pedal rem.

e. Perancangan Fungsional

Melakukan penentuan mekanisme dan kegunaan dari setiap komponen sistem

pengendalian rem yang akan dirancang. Adapun mekanisme kerja dan komponen dari

perancangan sistem pengendalian rem secara otomatis ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 279: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

272

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Mekanisme Kerja Sistem Pengendalian Rem Otomatis

Mekanisme kerja dari pengendalian rem secara otomatis ini di bagi ke dalam 2

mekanisme kerja, yaitu:

c. Mekanisme kerja penginjakkan pedal rem yang terdiri dari:

Ketika tombil switch button ditekan maka arduino mega menginstruksikan absolute rotary

encoder untuk membaca nilai sudut yang ada pada pedal rem dan incremental rotary encoder

untuk membaca nilai kecepatan yang ada pada puli penarik;

Apabila nilai sudut yang terbaca tidak sama dengan nilai target sudut yang sudah dibuat dari

hasil perekaman penginjakkan pedal rem, dan kecepatan puli penarik tidak sama dengan nol,

maka motor DC akan berputar dengan kecepatan yang telah ditentukan melalui program fuzzy

logic;

Pengendalian motor DC dilakukan oleh driver motor DC melalui pengaturan nilai Pulse

Width Module (PWM) yang diberikan pada motor DC;

Putaran motor DC diteruskan oleh sistem transmisi yang terdiri dari dua buah spur gear dan

worm gear untuk mendapatkan kecepatan rendah dan torsi yang besar;

Hasil putaran transmisi diteruskan melalui kopling putus-sambung yang kemudian

menggerakkan pedal rem untuk menekan master silinder;

Proses menekan master silinder ini disebut sebagai pengereman dengan indikator LED

menyala dengan warna merah; dan

Page 280: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

273

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Display LCD juga memunculkan informasi bahwa proses pengereman sedang berlangsung;

dan

Pengereman akan berhenti ketika sudut yang terbaca oleh absolute rotary encoder mencapai

maksimal dan kecepatan yang terbaca oleh incremental rotary encoder sama dengan nol.

d. Mekanisme kerja pelepasan pedal rem yang terdiri dari:

Ketika tombil switch button ditekan maka arduino mega menginstruksikan absolute rotary

encoder untuk membaca nilai sudut yang ada pada pedal rem dan incremental rotary encoder

untuk membaca nilai kecepatan yang ada pada puli penarik;

Apabila nilai sudut yang terbaca tidak sama dengan nilai target sudut yang sudah dibuat dari

hasil perekaman penginjakkan pedal rem, dan kecepatan puli penarik tidak sama dengan

kecepatan maksimal, maka motor DC akan berputar dengan kecepatan yang telah ditentukan

melalui program fuzzy logic;

Pengendalian motor DC dilakukan oleh driver motor DC melalui pengaturan nilai Pulse

Width Module (PWM) yang diberikan pada motor DC;

Putaran motor DC diteruskan oleh sistem transmisi yang terdiri dari dua buah spur gear dan

worm gear untuk mendapatkan kecepatan rendah dan torsi yang besar;

Hasil putaran transmisi diteruskan melalui kopling putus-sambung yang kemudian

menggerakkan pedal rem untuk melepas penekanan pada master silinder;

Proses pelepasan ini disebut sebagai pelepasan pedal rem dengan indikator LED menyala

dengan warna hijau; dan

Display LCD juga memunculkan informasi bahwa proses pengereman sedang berlangsung;

dan

Pelepasan akan berhenti ketika sudut yang terbaca oleh absolute rotary encoder mencapai

minimal dan kecepatan yang terbaca oleh incremental rotary encoder sama dengan kecepatan

maksimal.

Page 281: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

274

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

f. Perancangan Struktural

Tahapan ini dilakukan untuk menentukan bentuk struktural dari komponen yang akan

digunakan dalam penelitian ini, sehingga sistem dapat bekerja sesuai dengan fungsi yang

diharapkan dan akan menjadi dasar dalam melakukan analisis teknik seperti pada Gambar

3.

Gambar 3. Rancangan Struktural Sistem Pengendalian Rem Secara Otomatis

g. Analisis Teknik

Tahapan ini dilakukan dengan menentukan hubungan matematika dari setiap komponen

yang ada untuk keperluan perancangan yang diinginkan atau untuk keperluan lainnya. Mulai

dari penghitungan berapa gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal, lalu berapa

kecepatan motor setiap waktunya, perhitungan gaya pada spur gear dan worm gear, serta

perhitungan untuk menentukas kapasitas motor DC dan profil dari spur gear maupun worm

gear.

h. Pembuatan Gambar Teknik

Membuat gambar teknik dari sistem pengendalian rem secara otomatis berdasarkan

rancangan fungsional, rancangan struktural, dan analisis teknik yang telah dilakukan. Sehingga

tahap ini merupakan wujud visual dari rancangan pengendalian rem secara otomatis.

i. Pembuatan Program Sistem Kendali Rem secara Otomatis

Pada tahapan ini dibuat logika program yang akan bekerja pada sistem pengendalian

rem secara otomatis dengan berbasis fuzzy logic, sehingga sistem rem dapat bekerja dan

dikendalikan secara otomatis sesuai dengan perintah yang telah ditentukan seperti pada

Gambar 4. dan Gambar 5.

Page 282: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

275

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4. Diagram Alir Sistem Gambar 5. Diagram Alir Sistem Pengendalian

Pengendalian Penginjakkan Pedal Rem Pelepasan Pedal Rem

j. Pembuatan Prototipe

Tahapan ini merupakan proses pembuatan model dari perancangan yang telah

dilakukan. Pembuatan prototipe sistem pengendalian rem ini dibuat dibeberapa tempat, seperti:

a. Laboratorium Sistem dan Instrumentasi, Alat dan Mesin Pertanian Departemen

Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas

Padjadjaran, untuk merancang program dan sistem mikrokontroler pada sistem

pengendalian rem secara otomatis; dan

b. Perbengkelan Pertanian, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, untuk membuat struktur

rangka dan model dari sistem pengendalian rem.

k. Pengujian

Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah sistem pengendalian rem

telah bekerja sesuai dengan rancangan atau tidak. Setelah itu diuji coba apakah kerja komponen

yang satu dengan yang lainnya saling mendukung atau tidak. Hasil dari pengujian tersebut akan

diketahui apakah sistem pengendalian rem yang telah dibangun dapat menjawab permasalahan

yang ada pada identifikasi masalah.

l. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah sistem pengendalian rem yang dibuat telah

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jika hasil dari evaluasi belum sesuai dengan

Page 283: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

276

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kriteria yang telah ditentukan maka dilakukan beberapa tahapan perbaikan, yang pertama

adalah melakukan perbaikan ringan. Jika tahap perbaikan ringan masih belum memberikan

hasil sesuai dengan kriteria yang ditetapkan maka dilanjutkan dengan perbaikan kapasitas

ataupun ukuran. Jika tahapan ini masih belum memberikan hasil sesuai dengan kriteria maka

dilakukan perbaikan yang terakhir, yaitu perubahan komponen. Dengan seluruh tahapan

perbaikan tesebut, diharapkan sistem pengendalian rem yang telah dirancang bangun dapat

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengujian Kalibrasi Sensor Sudut dan Kecepatan

Penelitian ini diawali dengan melakukan kalibrasi dari sensor yang digunakan. Pengujian

ini dilakukan untuk mengetahui akurasi dari pengukuran sudut absolute rotary encoder dan

pengukuran kecepatan dari incremental rotary encoder seperti yang terdapat pada Gambar 6.

dan Gambar 7.

Gambar 6. Hasil Kalibrasi Sensor Absolute Rotary Encoder

Page 284: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

277

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 7. Hasil Kalibrasi Sensor Incremental Rotary Encoder

Berdasarkan hasil kalibrasi diperoleh bahwa absolute rotary encoder dan incremental

rotary encoder dapat digunakan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan nilai R2 dari masing-

masing sensor mendekati 1, sehingga memiliki akurasi yang baik.

3.2 Perekaman Data Sudut terhadap Waktu

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sudut yang terbentuk pada saat

penginjakkan pedal rem dan pelepasan pedal rem, serta memperoleh persamaan atas grafik

sudut terhadap waktu. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Perekaman Data Saat Proses Penginjakkan Pedal Rem

Page 285: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

278

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 9. Perekaman Data Saat Proses Pelepasan Pedal Rem

Berdasarkan data yang diperoleh sudut yang terbentuk saat penginjakkan pedal rem

sebesar 6,334o. Sementara sudut yang terbentuk saat pelepasan rem sebesar 4,927o. Perbedaan

nilai diakibatkan pada saat pelepasan, pedal rem belum berada pada posisi seperti sebelum

penginjakkan, oleh karena itu terbaca pada sudut terakhir sebesar 1,055o bukan sebesar 0 o.

Sementara dari kedua grafik diperoleh persamaan y = 2 × 10-10x4 – 2 × 10 -6x3 + 0,0057x2 -

2,2035x + 81,803 untuk penginjakkan pedal rem dan persamaan y = -1 × 10-11x4 + 3 × 10-7x3 -

0,0019x2 + 2,3912x + 12691 untuk pelepasan pedal rem. Persamaan ini digunakan untuk

menjadi acuan nilai target dari kecepatan motor DC. Sehingga kecepatan motor DC akan

mengikuti nilai target yang telah diprogram melalui fuzzy logic.

3.3 Pengujian Gaya Penekanan Pedal Rem

Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh daya yang dibutuhkan untuk menekan pedal

rem serta untuk menentukan kapasitas dari motor DC. Data pengujian ditampilkan pada Tabel

1.

Tabel 1. Pengukuran Massa Penekanan Pedal Rem

Percobaan Ke Sudut (°) Massa (gram)

1 0 500

2 0 500

3 0 500

4 0 505

5 3,5161 500

6 0,352 505

Page 286: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

279

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

7 0,7036 500

8 1,4067 502

9 2,1098 502

10 2,4614 500

11 2,813 500

12 3,1645 502

13 3,1645 504

14 3,5161 500

15 3,5161 500

16 3,8677 500

17 3,8677 500

Σ 8520

Berdasarkan pengujian diperoleh besarnya massa untuk menekan pedal rem sebesar 8520

gram atau sama dengan 8,520 kg dan besarnya sudut sebesar 3,8677o. Perbedaan sudut dengan

pengunjian sebelumnya diakibatkan pemasangan rangkaian pedal rem yang sedikit berbeda.

Setelah dilakukan perhitungan, daya yang dibutuhkan untuk menekal pedal rem sebesar

52,00173398 watt. Sehingga setelah melalui transmisi yang terdiri dari spur gear dengan rasio

1 : 6,75 dan worm gear dengan rasio 1 : 14 diperoleh kebutuhan motor DC dengan kapasitas

26,96797203 watt. Sementara dipasaran hanya tersedia 27 watt, maka motor DC dengan

kapasitas tersebutlah yang dipilih.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa perancangan

pengendalian rem secara otomatis melalui model yang telah dibuat dengan menggunakan satu

sensor yang terdiri dari absolute rotary encoder telah berjalan. Pengendalian yang baik terjadi

apabila nilai sudut yang terbaca oleh absolute rotary encoder mengikuti nilai target yang sudah

ditentukan. Perekaman data sudut menjadi bagian yang penting karena akan menghasilkan

persamaan matematika yang digunakan untuk pengereman seperti berikut, persamaan y = 2 ×

10-10x4 – 2 × 10 -6x3 + 0,0057x2 - 2,2035x + 81,803 untuk penginjakkan pedal rem dan

persamaan y = -1 × 10-11x4 + 3 × 10-7x3 - 0,0019x2 + 2,3912x + 12691 untuk pelepasan pedal

rem. Saran pengembangan lebih lanjut untuk menambah sensor incremental rotary encoder

agar dapat mengetahui kondisi puli penarik apakah sudah berhenti atau belum. Selanjutnya

juga agar dapat membuat alternatif penentuan motor DC atas analisis teknik yang telah

Page 287: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

280

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dilakukan. Hal ini karena sulit untuk menemukan spesifikasi motor DC di pasaran yang sesuai

dengan hasil perhitungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dedy Prijatna, M.P dan Bapak Ir.

Mimin Muhaemin, M.Eng., Ph.D selaku Dosen Pembimbing 1 dan Dosen Pembimbing 2 yang

telah membimbing penulis dengan memberikan saran, nasehat, serta dana penelitian sehingga

penelitian ini dapat berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada

Muhammad Saukat, STP., MT selaku Dosen Penelaah yang telah memberikan masukan dan

perbaikannya sehingga penulis bisa memperbaiki kekeliruan yang terjadi selama penelitian.

Terakhir juga saya ucapkan kepada Bapak Iim dan Bapak Iffin yang telah membantu secara

langsung dalam penelitian ini, serta teman-teman laboratorium alat dan mesin pertanian yang

memberikan dukungan, semangat, dan bantuannya dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Zainun. 2006. Elemen Mesin I. Bandung: PT Refika Aditama.

Bagia, I Nyoman, I Made Parsa. 2018. Motor-Motor Listrik. Kupang: CV. Rasi Terbit.

Ermansyah, Septian Dwi. 2016. Implementasi System Voice Recognition Dan Rotary Encoder

Pada Mobile Robot Sebagai Sistem Navigasi Dan Perhitungan Posisi Robot. Jember:

Skripsi Jurusan Teknik Elektro, Universitas Jember.

Erinofiardi dkk. 2013. Perancangan Roda Gigi Lurus, Roda Gigi Miring dan Roda Gigi

Kerucut Lurus Berbasis Program Komputasi. Bengkulu: Jurnal Mechanical, Universitas

Bengkulu.

Firdausi, Arif. 2013. Mekanika dan Elemen Mesin. Jakarta: Kementerian Pendidikan &

Kebudayaan.

Khayal, Osama Mohammed Elmardi Suleiman. 2017. Worm Gears. Nile Valley University.

Khurmi, R. S., dan Gupta, J.K. 2005. A Textbook of Machine Design. New Delhi: Eurasia

Publishing House.

Padmanabhan, S. dkk. 2013. Design Optimization of Worm Gear Drive. International Journal

of Mining, Metallurgy & Mechanical Engineering.

Rawung, Arie Eric. 2013. Perekayasaan Sistem Control. Jakarta: Kementerian

Pendidikan & Kebudayaan.

Page 288: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

281

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Santoso, Hari. 2015. Panduan Praktis Arduino untuk Pemula.

Satrianagara, Ari Muhammad. 2016. Rancang Bangun Sistem Pengendalian Rem Darurat

Secara Otomatis Pada Kereta Gantung Sasak Apung Padjadjaran Di Desa Sunten Jaya,

Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Skripsi, Universitas Padjadjaran.

Sudrajat. 2008. Modul Kuliah: Dasar-Dasar Fuzzy Logic. Bandung: Jurusan Matematika,

Universitas Padjadjaran.

Syahwil, Muhammad. 2013. Panduan Mudah Simulasi dan Praktek Mikrokontroler

Arduino.Yogyakarta: Andi.

Page 289: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

282

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGARUH PENAMBAHAN BIOFERTILIZER DAN BIOAKTIVATOR

TERHADAP LARUTAN NUTRISI PADA TANAMAN KANGKUNG

DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Muhammad Wibangga1, Boy Macklin Pareira Prawiranegara2, Kharistiya Amaru2

1 Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sistem hidroponik DFT (Deep Flow Technique) merupakan sistem budidaya tanaman

dengan media tanam air dan merendam pada akar tanaman. Penambahan nutrisi mutlak

dibutuhkan untuk budidaya tanaman sistem budidaya hidroponik, baik unsur hara esensial

mikro maupun makro. Penggunaan nutrisi hidroponik pada umumnya menggunakan nutrisi AB

mix. Selain itu, sistem hidroponik dapat memanfaatkan beberapa sumber hara untuk menambah

unsur hara bagi tanaman. Biofertilizer (MG1) merupakan pupuk yang berasal dari formulasi

konsarium mikroorganisme hidup yang mampu mengubah unsur hara dari bentuk yang belum

dapat digunakan menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Bioaktivator (EM4) adalah bahan aktif

biologi yang mengandung mikroorganisme efektif yang secara aktif dapat menyediakan nutrisi

bagi tanaman serta membantu proses penyerapan dan penyaluran hara dari akar kedaun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi panenen tanaman kangkung dan

kandungan unsur hara penambaha nutrisi pada sistem hidroponik DFT. Metode yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental dengan analisis rancangan acak

lengkap (RAL). Nutrisi yang digunakan adalah AB Mix dengan penambahan EM4 dan MG1.

Perlakuan nutrisi yaitu 5 mL A + 5 mL B + 5 mL MG1 serta perlakuan nutrisi 5 mL A + 5 mL

B + 5 mL EM4 dan nutrisi kontrol yaitu 5 mL A + 5 mL B. Rata-rata tinggi tanaman nutrisi

AB Mix, AB Mix + MG1, dan AB Mix + EM4 pada hari ke 14 HST yaitu 25.2 cm; 25.3 cm;

dan 25.3 cm. Pada hari ke 21 HST tinggi tanaman nutrisi AB Mix, AB Mix + Biofertilizer

(MG1), dan AB Mix + EM4 yaitu 56.7 cm; 57,9 cm; dan 57,8 cm. Hasil yang diperoleh

menunjukan bahwa perlakuan nutrisi AB Mix + Biofertilizer (MG1) serta perlakuan nutrisi AB

Mix + EM4 tidak mengalami perbedaan yang signifikan terhadap hasil tanaman kangkung

(Ipomea Reaptans Poir) dan kandungan unsur hara tidak berbeda nyata dengan perlakuan AB

Mix.

Kata Kunci: Nutrisi; Kangkung Bioaktivator (EM4); Biofertilizer (MG1); AB

Page 290: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

283

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Urban farming merupakan kegiatan pertanian yang dilakukan di daerah perkotaan yang

biasanya memiliki lahan yang sempit dan kepadatan rumah yang tinggi dengan memanfaatkan

sumber daya yang minim. Kegiatan dalam ruang lingkup pertanian ini membutuhkan

keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya dibidang pertanian. Daerah perkotaan

merupakan wilayah yang kerap terjadi masalah. Masalah yang muncul adalah kurangnya lahan

pekarangan atau tanaman yang ada di sekitar rumah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

tahun 2013, lahan pertanian nasional pada tahun 2002 seluas 11,5 juta ha berkurang menjadi

8,08 juta ha pada tahun 2012.

Berkurangnya lahan pertanian yang potensial akan berakibat pada ketersediaan pangan

di Indonesia dan dapat menurunkan angka produksi pangan Indonesia. Ketahanan pangan

terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi

mempunyai akses untuk pangan yang memadai, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan

pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Penerapan konsep

Urban Farming di sekitar perkotaan dapat memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan dan

keamanan pangan dalam dua cara: Urban Farming dapat meningkatkan jumlah ketersediaan

pangan untuk masyarakat yang tinggal di kota dan yang kedua dapat menyediakan sayur-

sayuran dan buah-buahan yang segar untuk dikonsumsi oleh masyarakat kota. Salah satu

masalah yang dialami petani adalah laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian

(Anugerah, 2005).

Berdasarkan permasalahan tersebut maka munculah berbagai metode tanam yang hanya

membutuhkan lahan sempit, tetapi masih bisa memproduksi kebutuhan masyararakat,

khususnya memproduksi kebutuhan sayuran. Salah satu metodenya adalah budidaya tanaman

dengan sistem hidroponik. Hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa media tanah

melainkan dengan menggunakan air bernutrisi sebagai unsur utamanya (Rosliani dan Sumarni,

2005). Sistem hidroponik memiliki kelemahan yaitu penggunaan nutrisi hanya menggunakan

pupuk anorganik yang meninggalkan efek residu bagi tanaman sehingga dalam penggunaannya

tidak ramah lingkungan dan berdampak pada kesehatan manusia.

Page 291: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

284

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pupuk hayati (Biofertilizer) merupakan pupuk yang ramah lingkungan dengan

menyediakan nutrisi bagi tanaman secara terus-menerus serta dapat berperan ganda dengan

memproduksi fitohormon yang bermanfaat bagi tanaman. Penambahan pupuk hayati

diharapkan dapat mensubtitusi pupuk anorganik sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat

dikurangi. Pupuk hayati mengandung inokulan mikroba (baik tunggal maupun konsorsium)

didalamnya seperti Azotobacter, Azospirillium, bakteri pelarut fosfat, dan bakteri endofitik.

Bakteri Azotobacter sp. mampu mengubah nitrogen dalam atmosfer menjadi amonia melalui

proses pengikatan nitrogen dimana amonia yang dihasilkan diubah menjadi protein yang

dibutuhkan oleh tanaman (Hamastuti, 2012).

Melalui kemampuannya memfiksasi N, Azotobacter sp. menyediakan hara bagi tanaman

sehingga kandungan N dalam tanaman dapat meningkat. Fungsi penambahan berbagai jenis

starter mikroba adalah untuk memperkaya populasi sehingga membantu dalam daur ulang

unsur hara, penyimpanan dan pelepasan untuk tanaman. Mikroba yang ditambahkan

diantaranya adalah azotobacter, bakteri pelarut fosfat, mikoriza. Kondisi nutrisi AB mix yang

memiliki kandungan Ca, Fe dan Al dapat mengikat unsur makronutrien, khususnya Phospat

(P), yang dapat menambat pertumbuhan dan produksi tanaman.

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis biofertilizer dan bioaktivator yang berbeda

yaitu MG1 dan EM4 dengan level dosis yang sama. Berdasarkan uraian di atas maka perlu

adanya kajian mengenai nutrisi AB mix dengan bioaktivator dan biofertilizer. Hasil dari

penelitian ini akan menunjukkan perbandingan antara unsur hara yang dihasilkan oleh

bioaktivator dan bifoertilizer terhadap nutrisi AB mix pada pertumbuhan tanaman kangkung

(Ipomoea reptans Poir.) dengan menggunakan sistem hidroponik DFT (Deep Flow Technique).

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Air Departemen Teknik Pertanian

dan Biosistem, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Bahan yang digunakan yaitu benih

kangkung (Brassica Juncea L.), nutrisi AB Mix, Bioaktivator (EM4), Biofertilizer (MG1) dan

rockwool. Alat yang digunaka yaitu instalasi hidroponik DFT, EC meter, DO meter, pH meter,

penggaris dan timbangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

ekspeimental. Jenis eksperimental yang digunakan adalah rancangan percobaan. Rancangan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini

mengamati hasil produksi panen dari hari setelah tanam.

Page 292: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

285

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Variabel bebas (Independen variable) pada penelitian ini adalah hasil produksi panen

tanaman kangkung meliputi tinggi tanaman, panjang akar, berat basah tanaman dan variabel

terikat (Dependen variable) hari setelah tanam (HST). Jumlah kombinasi perlakuan pada

penelitian ini adalah 3 perlakuan. terdiri dari 3 perlakuan yaitu kontrol pupuk anorganik (D1) ,

kombinasi pupuk anorganik + Biofertilizer (D2) , dan kombinasi pupuk anorganik +

Bioaktivator (D3), setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan nutrisi yang digunakan

yaitu 1L Air + 5ml A + 5mL B + 5ml Biofertilizer (MG1) dan 1L Air + 5ml A + 5ml B + 5ml

Bioaktivator (EM4). Perlakuan AB Mix tanpa adanya penambahan nutrisi digunakan

sebagai pembanding pertumbuhan dengan perlakuan penambahan nutrisi Biofertilizer (MG1)

dan Bioaktivator (EM4) yaitu 1L Air + 5ml A + 5ml B. Sehingga total perlakuan unit percobaan

sebanyak 15 buah. Perlakuan pertama nutrisi anorganik yang berisi 100 mL larutan A

ditambahkan 100 mL larutan B pada 20 L air. Perlakuan kedua nutrisi anorganik berisi 100 mL

larutan A, 100 mL larutan B, dan 100 mL Biofertilizer (MG1) dilarutkan pada 20 L air.

Perlakuan ketiga nutrisi anorganik berisi 100 mL larutan A, 100 mL larutan B, dan 100 mL

Bioaktivator (EM4) dilarutkan pada 20 L air. Penyemaian tanaman dilakukan dengan

menggunakan media rockwool.

Penyemaian dilakukan kurang lebih 2 minggu dengan melakukan penyiraman air. Bibit

yang telah disemai dengan menggunakan rockwool kemudian dimasukan kedalam wadah

hidroponik (netpot). Akar bibit harus menjulur keluar lubang netpot agar akar tersebut dapat

menyentuh larutan nutrisi pada saat penanaman. Pemberian larutan hara pada sistem

hidroponik DFT diberikan setiap saat selama 24 jam. Pemanenan dilakukan pada 21 hari

setelah tanam. Pengamatan dilakukan pada masing-masing sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Nutrisi Terhadap Produksi Tanaman

Pemberian nutrisi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat tanaman, dan

panjang akar dengan perlakuan yang berbeda.

Tinggi Tanaman

Hasil pertumbuhan tinggi tanaman kangkung pada media nutrisi AB mix + Bioaktivator

(EM4) dan nutrisi AB mix + Biofertilizer (MG1) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman

kangkung dari awal penanaman sampai 21 hari setelah tanam.

Page 293: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

286

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman

Hasil pengukuran menunjukan bahwa pertumbuhan tanaman dengan menggunakan

nutrisi AB Mix dengan penambahan biofertilizer lebih baik daripada menggunakan nutrisi AB

Mix dengan penambahan Bioaktivator (EM4) dan tidak berbeda nyata dengan menggunakan

nutrisi AB Mix. Perlakuan AB Mix dengan penambahan Biofertilizer (MG1) memiliki hasil

yang berbeda dengan perlakuan AB Mix. Hal ini dikarenakan Biofertilizer (MG1) mengandung

mikroba penambah N yaitu Azotobacter sp. yang dapat membantu menyediakan unsur N bagi

tanaman. Tinggi tanaman kangkung pada media nutrisi AB Mix dengan penambahan

biofertilizer yaitu 61,5 cm, tinggi tanaman pada media nutrisi AB Mix yaitu 58,5 cm dan tinggi

tanaman pada media nutrisi AB Mix + Bioaktivator (EM4) yaitu 60,2 cm. Maka dapat

disimpulkan bahwa pertumbuhan tanaman kangkung pada nutrisi AB Mix dengan penambahan

biofertilizer lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman pada media AB Mix dengan

penambahan Bioaktivator (EM4).

Tabel 1. Pengaruh pemberian nutrisi terhadap tinggi tanaman

SK DB JK KT F Hitung F Tabel

0.5 0.1

Perlakuan 2 14,81 7,40 2,82 3,23 5,18

Galat 40 105,09 2,63

Total 42 119,90 2,85

Berdasarkan hasil analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) diperoleh angka f

hitung sebesar 2,82. Perbandingan antara f hitung dan f tabel didapatkan lebih besarnya f hitung

Page 294: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

287

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

sehingga pengaruh penambahan nutrisi organik terhadap larutan nutrisi anorganik memiliki

hasil tidak berbeda nyata. Pertumbuhan tanaman holtikultura terjadi secara eksponensial

dengan pertumbuhan yang signifikan pada masa menjelan panen (Macmahon, Margaret J

Kofranek and Rubatzky, 2001). Penambahan pupuk organik ke dalam larutan nutrisi mampu

meningkatkan hasil tanaman kangkung. Hal ini terlihat pada gambar 1, tinggi tanaman pada

perlakuan kontrol tanpa pupuk sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan

biofertilizer.

Berat Basah Tanaman

Hasil pengamatan tanaman kangkung pada beberapa media nutrisi AB Mix +

Biofertilizer (MG1) dan AB Mix + Bioaktivator (EM4) terhadap pertumbuhan vegetatif

tanaman kangkung yaitu berat basah pada hasil panen (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh pemberian nutrisi terhadap berat basah tanaman

Pasokan hara dalam jumlah yang cukup khususnya N pada tanaman kangkung dapat

mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produktivitas hasil (Purnomo, 2016).

Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Haryanto, et al., (2007) bahwa tanaman sayuran daun

membutuhkan unsur hara nitrogen yang cukup agar sayuran dapat tumbuh dengan baik. Hal ini

menunjukan bahwa hasil pemberian penambahan nutrisi tidak didapatkan perbedaan nyata.

Produktivitas kangkung berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebesar 47,8 ton/ha atau 4,78

kg/m2 yang artinya hasil produktivitas kangkung yang dihasilkan dengan sistem ini lebih besar

2 – 3 kali lipat di bandingkan dengan penanaman di lahan. Hal ini didukung dengan pernyataan

Bachri (2017) produksi kangkung dengan budi daya secara hidroponik ini berpotensi

menghasilkan bobot kangkung hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan penanaman secara

konvensional.

SK DB JK KT F F Tabel

Hitung 0.05 0.01

Perlakuan 2 36,13 18,07 3,10 3,23 5,18

Galat 40 233,07 5,83

Total 42 269,20 6,41

Page 295: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

288

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Panjang Akar

Panjang akar ini dihitung pada saat panen yaitu setelah 21 hari setelah tanam dengan

mengukur seluruh sampel penelitian. Gambar 3 menunjukkan hasil panjang pengaruh

penambahan nutrisi. Tabel 3. Pengaruh pemberian nutrisi terhadap panjang akar tanaman

SK DB JK KT F F Tabel

Hitung 0.5 0.1

Perlakuan 2 1,88 0,94 0,22 3,23 5,18

Galat 40 174,92 4,37

Total 42 176,80 4,21 Berdasarkan hasil analisis, pada tabel 3 di dapatkan angka hasil f hitung lebih kecil dari f tabel,

sehingga hasil penambahan nutrisi tidak berbeda nyata. Pengukuran akar ini dilakukan dengan cara

meluruskan akar kemudian titik terpanjang akar diukur dengan mistar. Akar dari tanaman

kangkung yang ditanam dengan sistem DFT yang lebih melebar. Menurut Setyamidjaja (1986),

kekurangan N dan Fosfor dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Perakaran mengalami defisiensi

unsur pada tingkat konsentrasi hara yang rendah, selain itu juga dapat terjadi penghambatan

distribusi hara, serta penyerapan air yang terhambat sebagai akibat defisiensi hara yang terjadi.

Defisiensi unsur hara tersebut dapat diakibatkan oleh kondisi larutan nutrisi dengan pH yang

cenderung basa.

Kandungan Unsur Hara

Larutan unsur hara atau nutrisi sebagai sumber pasokan air dan mineral merupakan faktor

penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman pada budidaya hidroponik. Unsur hara

yang diberikan harus mengandung unsur makro (N, P, K, S, Ca, dan Mg) dan mikro (B, Cl,

Cu, Fe, Mn, Mo, dan Zn). Nitrogen berguna dalam pembentukan sel, jaringan, dan organ

tanaman, dan sebagai penyusun protein. Fosfor (P) berfungsi dalam proses fotosintesis dan

fisiologi kimiawi tanaman untuk pembelahan sel. Sedangkan kalium berperan sebagai pengatur

proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, akumulasi, transfortasi karbohidrat dan mengatur

distribusi air dalam jaringan sel. Kandungan NPK pada perlakuan nutrisi dapat dilihat pada

tabel 4.

Page 296: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

289

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 4. Hasil Uji Kandungan Unsur Hara Nutrisi

Hasil analisis nutrisi AB Mix dengan penambahan Biofertilizer (MG1) memiliki

kandungan unsur hara lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan unsur hara AB Mix dan

nutrisi AB Mix penambahan Bioaktivator (EM4). Menurut Suwahyono (2008) Biofertilizer

mengandung 9 konsarium mikroba yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman serta

terdapat bakteri yang dapat meningkatkan kandungan unsur hara bagi tanaman. Bioaktivator

digunakan sebagai bahan untuk membantu mendekomposisi dan memfermentasi sampah

organik dan limbah ternak, sehingga penggunaan Bioaktivator (EM4) sebagai nutrisi tanaman

hidroponik kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari analisis kandungan unsur hara nutrisi AB

Mix penambahan Bioaktivator (EM4).

Konduktivitas Elektrik

Konduktivitas Elektrik (EC) larutan masing-masing perlakuan tiap minggunya

mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh suhu lingkungan yang tidak menentu. Tabel 5

menunjukan nilai rata-rata EC tiap minggunya pada masing-masing perlakuan.

Minggu ke- N-Total (%) P2O5 Total K2O Total

(%) (%)

AB Mix + Biofertilizer 0,59 4,46 0,16

(MG1)

AB Mix 0,51 4,42 0,12

AB Mix + Bioaktivator 0,56 1,97 0,16

(EM4)

Page 297: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

290

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Grafik Nilai EC

Nilai EC rata-rata pada setiap nutrisi yaitu 2,65 ms/cm. Menurut (Iqbal, 2016), nutrisi

yang ideal untuk tanaman kangkung berada pada rentan 1050 sampai dengan 1400 ppm atau

2,1 sampai 2,8 µS/cm. Hasil rata-rata pengukuran nilai EC pada penelitian ini adalah berada

pada rentang 2,16 sampai dengan 2,7 µS/cm. Nilai EC pada setiap perlakuan dipengaruhi

berbeda-beda (Mansyur, dkk., 2014). Konsentrasi larutan semakin tinggi (karena pekatnya

kandungan garam dan akumulasi ion mempengaruhi kemampuan untuk menghantarkan listrik

larutan nutrisi tersebut).

Terjadi perbedaan nilai EC yang tidak besar pada masing-masing perlakuan. Rata-rata

nilai EC untuk setiap perlakuan AB Mix+Biofertilizer (MG1), AB Mix, dan AB Mix+

Bioaktivator (EM4) adalah 2,41 µS/cm, 2,43 µS/cm, dan 2,41 µS/cm. Menurut (Sutiyoso,

2018), peningkatan nilai EC mempunyai sisi positif dan negatif. Nilai positifnya diantaranya

adalah agar lebih cepat masa penanaman, bobot tanaman meningkat dan umur simpan tanaman

yang lebih panjang. Namun, ada juga dampak negatif jika menggunakan nilai EC yang terlalu

tinggi yaitu dapat menyebabkan terjadinya fitotoksisitas atau keracunan tanaman.

Page 298: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

291

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Derajat keasaman (pH)

Kadar pH mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara. Kondisi

lingkungan nutrisi mengakibatkan nilai pH tidak seragam. Nilai pH dapat dilihat pada gambar

3.

Gambar 3. Nilai Ph Setiap Perlakuan

pH menunjukan reaksi asam atau basa yang bernilai 1-14. Ukuran pH normal untuk

sayuran berkisar 5,4-6,8. pH mempengaruhi daya larut unsur hara yang dapat diserap oleh akar.

Sebagian besar budidaya hidroponik, larutan dipertahankan konstan pada kisaran pH 5,5-6,5

dengan penambahan larutan asam atau basa (Diatloff, 1999). Menurut (Sutiyoso, 2018), pada

umumnya nilai pH untuk budidaya secara hidroponik idealnya berada pada rentang 5,5 – 6,5

dengan nilai optimum 6,0. Di bawah pH 5,5, beberapa unsur mulai mengendap, tidak dapat

diserap oleh akar, akhirnya pada beberapa jenis tanaman akan menunjukkan gejala defisiensi

unsur tertentu. Beberapa unsur mulai mengendap pada pH di atas 6,5 dan berakitbat tidak dapat

diserap oleh akar.

Konsumsi Air

Pengukuran konsumsi air yang dilakukan menunjukan bahwa perlakuan AB Mix paling

tinggi konsumsi airnya yaitu sebanyak 20 Liter selama 3 minggu. AB Mix + Biofertilizer

(MG1) menghabiskan air sebanyak 20 liter dan AB Mix + Bioaktivator (EM4) menghabiskan

20 liter. Pada hari ke 12 HST dilakukan penambahan air, hal ini dilakukan agar jumlah air tetap

konstan, sehingga tanaman bisa menyerap air secara terus menerus. Konsumsi air nutrisi paling

Page 299: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

292

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

banyak yaitu pada 18 HST, karena pada hari tersebut pertumbuhan tanaman sudah cukup besar.

Konsumsi air juga dipengaruhi oleh pertumbuhan daun yang dialami oleh masing-masing

perlakuan, nutrisi AB Mix memiliki pertumbuhan paling subur sehingga jumlah daun yang

lebih banyak menyebabkan transpirasi yang lebih banyak mengambil air. Nutrisi AB Mix +

Biofertilizer (MG1) memiliki jumlah daun yang sama dengan nutrisi AB Mix dan nutrisi AB

Mix + Bioaktivator (EM4) memiliki jumlah daun paling sedikit serta mengalami pertumbuhan

yang paling rendah.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini yang pertama adalah hasil penelitian menunjukan bahwa

perlakuan penambahan pupuk Biofertilizer (MG1) dan Bioaktivator (EM4) tidak mengalami

perbedaan yang signifikan dengan perlakuan AB Mix sebagai kontrol terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman kangkung (Ipomea Reptans Poir), yang kedua adalah kandungan unsur hara

perlakuan nutrisi AB Mix dengan penambahan Biofertilizer (MG1) dan Bioaktivator (EM4)

tidak berbeda nyata dengan kandungan unsur hara perlakuan kontrol (AB Mix).

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, A.K., D. Strete, and M. J. Niles. 2003. Laboratory Exercises in microbiology.

McGraw-Hill Publishing, Amerika.

Anggara, R. 2009. Pengaruh Kangkung Darat (Iphomea reptans Poir.) Terhadap Efek Sedasi

Pada Mencit BALB/C. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran. Universitas

Diponegoro.

Anugerah, F. K. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke

Penggunaan Non Pertanian Kabupaten Tangerang. Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor.

Brock, T.D., Madigan, M.T., Martinko, J.M., & Parker, J. 1994. Riologi of microorganism. 7

Edition, Prentice hall. New Jersey.

Connel, D. W. dan Miller, G. J. 1995. Kimia dan Otoksikologi Pencemaran. Cetakan

Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia.

Departemen Pertanian. 2007. Rencana Strategis Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan

Air Tahun 2005-2009 (Review). Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air.

Jakarta.

Page 300: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

293

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Elmerich, C. 1984. Molecular biology and ecology of diazotrophs associated with non-

leguminous plants. Biotechnology. 2:967-978.

FAO. 1999. The Living Marine Resources od Western Central Pasific. FAO Species

Identification Guide for Fishery Purpose. Department of Biological Sciences Old

Dominion University Norfolk, Virginia, USA.

Fauzi, Ahmad, Ichniarsyah, Anisa.. & Heny Agustin. Pertanian Perkotaan: Urgensi,

Peranan, dan Praktik Terbaik. Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No. 01 (2016). Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria.

Journal Microbiology. 4: 109-117. Haletky, N. and O. Taylor. 2006. Urban Agriculture as a Solution to Food Insecurity: West

Oakland and People’s Grocery. Urban Agriculture in West Oakland. Hamastuti, H., Dwi, E., Juliastuti, S. ., & Hendrianie, N. (2012). Peran Mikroorganisme

Azotobacter chroococcum, Pseudomonas fluorescens, dan Aspergillus niger pada Pembuatan.

Hanan, JJ. 1998. Greenhouses: Advanced Technology for Protected Horticulture. Florida

(US): CRC Pr. James, E. and F.L. Olivares. 1997. Infection and colonization of sugarcane and other

graminaceous plants by endophytic diazotrophicus. Plant Sci. Bioeng. 110(4): 415 - 418.

Michael, A, M. 1978. Irrigation Theory and Practices Volume 2. Terjemahan Vikas

Publishing House PVT LTD: New Delhi. Michael, A. M. 2001. Theory and Practice. Vikas Publishing House PVT. LTD, London. Nazaruddin, 2003. Budidaya dan Pengantar Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta:

Penebar Swadaya. Nazir, Moh. (2013). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.Okon, Y., and C.A.

Labandera-Gonzales. 1994. Agronomic applications of Azospirillum: An evaluation of 20 years worldwide field inoculation. Soil Biol. Biochem. 26:1591-1601.

Parks S dan Murray C. 2011. Leafy Asian Vegetables and Their Nutrition in Hydroponics.

New South Wales (AU): NSW Industry & Investment. Prabowo, Agung., Prabowo, Abi., dan Hendriadi, A. 2004. Pengelolaan Irigasi Hemat Air di

Lahan Kering Aplikasi Irigasi Tetes dan Curah, Banten. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.

Pracaya. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman (Edisi Revisi seri Agriwawasan). Jakarta:

Penebar Swadaya.

Page 301: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

294

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Rao, Subba, N.S (1994), Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan, UI Press, Jakarta. Resh, H.M. 2004. Hydroponic Food Production. Newconcept Press Inc. New Jarsey. 635

pages. Rincon L P, Perez A, Abadia A, Pellicer C. 2005. Yield, Water Use And Nutrient Uptake Of

A Tomato Crop Grown On Coconut Coir Dust. Acta Hort. 697(1):73-79. Rosliani R, dan Sumarni N. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik.

(monografi no.27) Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Rukmana, Rahmat. 1994. Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.

Rukmana, Rahmat. 2000. Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius. Salam, Nella Purnama. 2014. Pengaruh Berbagai Nilai EC (Electrical conductivity)

Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam (Amaranthus sp.) pada Sistem Hidroponik Rakit Apung. [Skripsi]. UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Santoso, EB dan RR Widya. 2014. Gerakan Pertanian Perkotaan dalam Mendukung

Kemandirian Masyarakat di Kota Surabaya. Makalah Seminar Nasional Cities 2014. 11 halaman.

Sapei, A. 2003. Uniformity dan Efisiensi Irigasi Sprinkler dan Drip. Pelatihan Aplikasi

Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Saraswati. 2011. Perkecambahan Dan Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) yang

Diberi Pupuk Cair Nutriflora dengan Sistem Hidroponik. Jurnal Agroteknos Juli 2011 Vol. 1 No. 2. Hal 82-88 ISSN: 2087-7706.

Siregar, J. (2006). Pengujian Beberapa Nutrisi Hidroponik Pada Selada (Lactuca sativa L.) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) Termodifikasi. 4(1): 65-72. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sundari, Raden dan Untung. 2016. Pengaruh Poc dan Ab Mix Terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Tanaman Pakchoy (Brassica Chinensis L.) Dengan Sistem Hidroponik. Magrobis Jurnal Volume. Volume 16 (No. 2) Oktober 2016.

Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agonomi dan Hortikultura. Fakultas

Pertanian. Modul. IPB. Bogor. 20 hal. Toharisman, A. 1991. Potensi dan pemanfaatan limbah industri gula sebagai bahan organik

tanah. Berita (4): 66-69. Waluyo, L,. 2007. Mikrobiologi Umum. UPT Penerbita UMM. Malang. WHO, 2003. Total Dissolved Solids in Drinking-water. Geneva Switzerland: World Health

Organization.

Page 302: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

295

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Widawati, S. 2005. Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Potensial sebagai Pemacu

Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis oed) di Tanah Marginal. Jurnal Biodiversitas. 7 (1): 10-14.

Widyati, E. (2013). Memahami interaksi tanaman – mikroba. Tekno Hutan Tanaman. Jurnal

Hutan Tanaman. 6(1): 13-20. Wu M, Kubota C. 2008. Effect Of Electrical Conductivity Of Hydroponic Nutrient Solution

On Leaf Gas Exchange Of Five Greenhouse Tomato Cultivars. Hor Technology. 8 (2): 271-277.

Yuwono, T. 2006. BioteknologiPertanian. Seri Pertanian. GadjahMadaUniversity Press. 66

hal.

Page 303: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

296

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KAJIAN PENAMBAHAN INULIN SEBAGAI FAT REPLACER

TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK ES

KRIM SUSU KAMBING TANPA LEMAK

Nadhira Azka Afifa

Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang 43563

E-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan inulin dalam

menggantikan fungsi lemak es krim susu kambing tanpa lemak ditinjau dari viskositas,

overrun, kecepatan meleleh, dan sifat organoleptik. Perlakuaan yang dicobakan yaitu es krim

dengan kandungan lemak susu 10% sebagai kontrol, es krim tanpa lemak dengan penambahan

inulin 0%;8%;10%; dan 12% dari bobot susu segar yang digunakan. Metode penelitian yang

digunakan adalah percobaan menggunakan analisis deskriptif dengan uji regresi korelasi

dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada pengujian sifat

organoleptik warna, kelembutan, creaminess, flavor, dan rasa dingin tanpa pengulangan.

Berdasarkan hasil koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa penurunan viskositas dan

penurunan kecepatan meleleh memberikan pengaruh yang sangat kuat (R2>0,799), sedangkan

pada karakteristik overrun memberikan pengaruh yang kuat (R2<0,799). Uji sifat organoleptik

menunjukkan, es krim tanpa lemak dengan penambahan inulin 12% disukai teksturnya

(kelembutan dan creaminess), penambahan inulin 10% disukai pada warna dan flavor, dan

penambahan inulin 8% disukai intensitas rasa dinginnya.

Kata kunci: inulin, viskositas, overrun, kecepatan meleleh dan organoleptik.

PENDAHULUAN

Es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung

es krim atau dari campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dengan atau tanpa bahan

makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN, 1995). Produk es krim yang

beredar di pasaran didominasi oleh bahan baku utama yang berasal dari susu sapi. Salah satu

diversifikasi produk es krim yang dapat dilakukan adalah pembuatan es krim susu kambing.

Susu kambing memiliki kelebihan dibanding susu sapi, salah satunya kandungan laktosa yang

lebih rendah dari susu sapi (Setyawardani, 2017), butiran lemak susu kambing berukuran 1 –

10 milimikron dengan jumlah butiran lemak yang berdiameter kecil dan homogen lebih banyak

Page 304: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

297

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

terdapat pada susu kambing sehingga susu kambing lebih mudah dicerna dalam pencernaan

manusia (Sodiq & Abidin, 2002).

Secara umum, es krim komersial mengandung lemak 10% hingga 16% dan gula

sebanyak 18% hingga 27% dengan nilai kalori es krim sekitar 207 kkal per 100 g sehingga

menjadikan produk es krim adalah produk berkalori tinggi (Zhang & Wang, 1999). Kebiasaan

konsumsi makanan yang berkalori menjadi salah satu faktor penyebab obesitas. Keterkaitan

konsumsi lemak dengan tingginya obesitas menyebabkan munculnya permintaan untuk

mengembangkan produk pangan lezat dengan kandungan lemak yang lebih rendah.

Permasalahan yang sering timbul dari pengurangan atau penghilangan kadar lemak pada

produk pangan akan merubah struktur dan interaksi antar komponen yang menyebabkan

berubahnya warna, rasa, dan tekstur (Meyer, et al., 2011). Lemak susu berperan dalam

pembentukan tekstur es krim seperti kekentalan, kelembutan, emulsi, kristalisasi es, sehingga

menentukan kualitas dalam pembuatan es krim (Marshall and Arbuckle, 1996). Menurut Goff

dan Hartel (2013), Pengurangan dan penghilangan lemak dapat mengakibatkan tekstur es krim

akan keras dan sangat dingin, pembentukan body es krim yang lemah, dan kualitas es krim

yang rendah sehingga diperlukan usaha untuk mencapai es krim dengan kualitas yang baik. Fat

replacer atau pengganti lemak banyak digunakan untuk memperbaiki tekstur makanan dengan

kandungan lemak yang rendah.

Fat replacer merupakan komponen yang memiliki kemampuan mengganti fungsi lemak,

tetapi memberikan jumlah kalori yang lebih sedikit dari lemak yang digantikan dalam suatu

produk (Tiwari et al., 2014). Fat replacer secara umum dapat menyerap sejumlah air dan

mampu menggantikan sebagian atau seluruh komponen lemak yang ada di dalam bahan pangan

dalam hal tekstur dan sensori (Napier, 1997).

Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman dan

termasuk dalam serat pangan. Inulin mempunyai molekul yang lebih kecil dan memiliki

kemampuan mengikat air sehingga air tidak dapat bergerak secara bebas diantara komponen es

krim lainnya. Inulin mempunyai kemampuan untuk menrurunkan titik beku es krim,

membentuk gel atau krim dengan meningkatkan kekenyalan dan membentuk aliran

pseudoplastik (Meyer et al., 2011).

Penggunaan inulin sebagai fat replacer, diharapkan dapat mempengaruhi kualitas es

krim yang baik sesuai standar ditinjau dari beberapa sifat fisik es krim, seperti viskositas,

overrun dan kecepatan meleleh dan sifat organoleptik. Berdasarkan uraian tersebut, perlu

Page 305: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

298

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan inulin pada es krim susu kambing tanpa

lemak.

METODE PENELITIAN

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2019 hingga Mei 2019,

bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan untuk produksi es krim, pengujian

overrun dan kecepatan leleh, Laboratorium Uji untuk pengujian viskositas, Laboratorium

keteknikan Pangan untuk analisis bahan baku susu kambing, Laboratorium Kimia Pangan, dan

Laboratorium Pendidikan Departemen Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri

Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain susu kambing peranakan

Ettawa yang didapatkan dari peternakan kambing di daerah Cibiru Bandung, susu skim bubuk,

gula pasir, sirup glukosa, CMC, perisa vanila, inulin orafti® GR dari akar chicory dengan

panjang rantai sedang. Bahan-bahan analisa berupa aquades, lactodaily, dan lactoweekly.

Formulasi es krim

Es krim tanpa lemak dengan 0%, 8%, 10%, dan 12% (w/w) penambahan inulin dalam

400 ml susu skim kambing segar ditambahkan dengan gula pasir, susu skim bubuk, sirup

glukosa, CMC, perisa vanila. Komposisi yang digunakan dalam produksi es krim dapat dilihat

pada Tabel 1. Bahan baku susu skim kambing segar yang digunakan didapatkan dari proses

pemisahan lemak dengan alat cream separator hingga skim dan lemaknya terpisah. Bahan-

bahan kering dan sirup glukosa dicampurkan dengan susu yang telah di pasteurisasi pada 720C.

Pada saat susu mencapai suhu 550C, adonan es krim di homogenisasi menggunakan mixer

dengan kecepatan 1026 rpm. Setelah itu, adonan es krim di aging pada suhu 40C selama 24 jam

agar proses hidrasi dalam adonan es krim tercapai. Adonan es krim lalu dimasukkan ke dalam

wadah plastik 650 ml dan dibekukan dalam freezer pada suhu 180C selama 24 jam dan

disimpan pada suhu yang sama saat analisis fisik dan organoleptik berlangsung.

Tabel 1. Formulasi Es Krim Susu Kambing yang Digunakan

Bahan Komposisi (%)

A (0%) B (8%) C (10%) D (12%)

Lemak susu (b/b) 0,0 0,0 0,0 0,0

Susu Skim 12,0 12,0 12,0 12,0

Page 306: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

299

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gula pasir 12,0 12,0 12,0 12,0

Sirup Jagung 5,0 5,0 5,0 5,0

Inulin 0 8 10 12

Stabilizer/ emulsifier 0,3 0,3 0,3 0,3

Perisa Vanila 0,02 0,02 0,02 0,02

Total Padatan 30,32 38,32 40,32 42,32

Viskositas

Viskositas adonan es krim yang telah di aging diukur secara duplo pada suhu 60C

menggunakan viscometer digital. Pengukuran dilakukan menggunakan spindle L2 pada rpm

50.

Overrun

Pengukuran overrun dilakukan menggunakan perhitungan berikut ini:

Overrun = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑑𝑜𝑛𝑎𝑛 𝑒𝑠 𝑘𝑟𝑖𝑚−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑠 𝑘𝑟𝑖𝑚 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑠 𝑘𝑟𝑖𝑚 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎𝑥 100%

Kecepatan leleh

Pengukuran dilakukan dengan mengambil satu sendok es krim sebanyak 2 gram bersuhu

-20 0C yang telah dibekukan selama 24 jam dan menempatkannya pada piring. Es krim

dibiarkan mencair sempurna pada suhu ruang dan waktu lelehnya diukur dengan menggunakan

stopwatch. Tanda es krim telah meleleh sempurna adalah es krim dapat mengalir seperti cairan.

Satuan pelelehan adalah detik/ 2 gram.

Analisis sensori

Kualitas sensori dan penerimaan es krim oleh panelis dilakukan dengan penilaian skala

hedonik (Soekarto, 1985) dengan kriteria skala 1-5 dimana semakin besar angka yang diberikan

semakin disukai. Es krim di ujikan kepada 15 panelis agak terlatih untuk mengevaluasi warna,

flavor, rasa dingin, kelembutan, dan creaminess.

Analisis statistik

Data yang diperoleh dari pengujian viskositas, overrun, dan kecepatan leleh di analisis

menggunakan analisis regresi-korelasi dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Untuk data yang

diperoleh dari pengujian sensori menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 5

perlakuan dan 1 ulangan di analisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji

jarak berganda Duncan.

Page 307: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

300

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Viskositas

Viskositas merupakan salah satu faktor penting dalam penerimaan organoleptik produk

pangan (Glicksman, 1983). Viskositas adonan es krim dapat dilihat pada gambar 1.

Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui bahwa antara penambahan inulin dan viskositas es krim

yang dihasilkan terdapat hubungan yang mendekati persamaan yang berbentuk kuadratik atau

model polinomial pangkat 2. Hasil analisis regresi-korelasi menunjukkan nilai R square (r2)

atau koefisien determinasi antara konsentrasi inulin dan viskositas yang dihasilkan

menunjukkan nilai sebesar 0.92. Hal ini menunjukkan bahwa viskositas es krim susu kambing

tanpa lemak dipengaruhi oleh penambahan inulin sebesar 92% sedangkan sisanya sebesar 8%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati seperti, jumlah padatan, kandungan lemak, serta

suhu dan waktu saat proses aging.

Terdapat kecenderungan penambahan inulin menghasilkan viskositas adonan es krim

yang lebih rendah dari es krim tanpa penambahan inulin. Menurut Meyer et al. (2011) inulin

memiliki jumlah gugus hidroksil yang tinggi sehingga akan berperan besar dalam mengikat

hidrogen dan akan mempengaruhi kelarutan bahan pengikat air dalam sistem pangan, seperti

hidrokoloid. Inulin berkompetisi untuk mengikat air sebagai pelarutnya walaupun molekul

inulin yang lebih kecil dan memiliki kemampuan mengikat air yang lebih kecil dan memiliki

kemampuan viskos yang lemah dibanding dengan hidrokoloid lainnya sehingga keberadaan

inulin yang dikombinasikan hidrokoloid akan mempengaruhi sifat reologi bahan pangan.

Sama halnya dengan penelitian Ismail et al. 2013 menunjukkan, es krim low-fat yang

mengkombinasikan cremodan® dan inulin pada konsentrasi 0%; 2.5%; dan 5% menghasilkan

nilai viskositas masing-masing sebesar 800,6 mPa s; 928,0 mPa s; dan 720,0 mPa s. Menurut

Meyer et al., 2011, menambahkan inulin dalam pengental akan mempengaruhi viskositas

(menurunkan atau menaikkan) karakteristik aliran suatu cairan. Maka penurunan viskositas es

krim dalam penelitian ini, disebabkan oleh inulin yang ditambahkan berkompetisi dengan

CMC sebagai bahan penstabil es krim dalam mengikat air sehingga menghasilkan viskositas

yang lebih rendah dibanding es krim inulin 0% karena inulin memiliki kemampuan viskos yang

lemah.

Page 308: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

301

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Kurva Hubungan Antara Penambahan Inulin dan Viskositas Es Krim Susu Kambing Tanpa Lemak

Overrun

Overrun merupakan pengembangan volume es krim karena adanya udara yang

terperangkap dalam es krim akibat proses pengocokan dalam pembuatan es krim (Goff dan

Hartel, 2013). Overrun adonan es krim dapat dilihat pada gambar 2. Berdasarkan gambar 2

dapat diketahui bahwa antara penambahan inulin dan overrun es krim yang dihasilkan terdapat

hubungan yang mendekati persamaan yang berbentuk kuadratik atau model polinomial pangkat

2. Nilai R square (r2) atau koefisien determinasi antara konsentrasi inulin dan overrun yang

dihasilkan menunjukkan nilai sebesar 0.77. Hal ini menunjukkan bahwa overrun es krim susu

kambing tanpa lemak dipengaruhi oleh penambahan inulin sebesar 77% sedangkan sisanya

sebesar 23% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati seperti jenis bahan penstabil yang

dipakai, jumlah padatan, serta suhu, kecepatan, dan waktu pengadukan dalam proses

pengadukan.

Overrun merupakan salah satu karakteristik fisik es krim yang berperan dalam kualitas

produk berhubungan dengan tekstur, kelembutan, dan stabilitas es krim yang dihasilkan (Dertli

et al., 2016). Penambahan inulin pada es krim susu kambing tanpa lemak menghasilkan nilai

overrun yang lebih tinggi dibandingkan dengan es krim tanpa penambahan inulin. Hal ini

sesuai dengan penelitian Akalin dan Erisir (2008) yang menambahkan es krim prebiotik dengan

inulin menghasilkan es krim dengan nilai overrun yang lebih tinggi sebesar 50,6%

dibandingkan es krim regular tanpa penambahan inulin sebesar 23,6%. Peningkatan nilai

overrun es krim dengan penambahan inulin mengindikasikan peranan inulin dalam

meningkatkan pengikatan udara dalam adonan es krim (Akalin dan Erisir, 2008). Selain itu,

y = 140.997 - 8.766x + 0.461x2

R² = 0.923

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Inulin 0% Inulin 8% Inulin 10% Inulin 12%

Vis

kosi

tas

Page 309: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

302

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

inulin memiliki jumlah gugus hidroksil yang tinggi sehingga akan berperan besar dalam

mengikat udara dan mempengaruhi nilai overrun.

Gambar 2. Kurva Hubungan Antara Penambahan Inulin dan Overrun Es Krim Susu Kambing Tanpa Lemak

Berdasarkan hasil penelitian, nilai overrun es krim susu kambing tanpa lemak dengan

penambahan inulin menunjukkan nilai overrun yang fluktuatif seiring besarnya penambahan

inulin. Hal pun terjadi pada penelitian Ismail et al. (2013) yang menunjukkan nilai overrun es

krim dengan penambahan inulin yang tidak signifikan dimana nilai overrun inulin 0%; inulin

2,5%; inulin 5%.

Kecepatan Leleh

Kecepatan leleh adalah waktu yang diperlukan es krim sampai dengan meleleh sempurna.

setelah mengalami penyimpanan pada suhu pembekuan dalam suhu ruang. Kecepatan leleh

adonan es krim dapat dilihat pada gambar 3. Penambahan inulin dan kecepatan leleh es krim

yang dihasilkan terdapat hubungan yang mendekati persamaan yang berbentuk linear. Nilai R

square (r2) atau koefisien determinasi antara konsentrasi inulin dan kecepatan leleh yang

dihasilkan menunjukkan nilai sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan leleh es krim

susu kambing tanpa lemak dipengaruhi oleh penambahan inulin sebesar 100%.

y = 32.165 + 0.3040x + 0.045x2

R² = 0.7740

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Inulin 0% Inulin 8% Inulin10%

Inulin12%

Overrun

(%)

Overrun

Poly. (Overrun)

Page 310: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

303

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 3. Kurva Hubungan Antara Penambahan Inulin dan Kecepatan Leleh Es Krim Susu Kambing Tanpa

Lemak

Kecepatan pelelehan es krim dipengaruhi beberapa faktor, seperti banyaknya udara yang

masuk, adanya kristal es, dan pembentukan jaringan oleh globula lemak selama pembekuan

(Muse dan Hartel 2004). Penambahan inulin menghasilkan es krim dengan kecepatan leleh

yang lebih cepat dari es krim tanpa penambahan inulin. Hal ini serupa dengan penelitian

Kurultay (2009), es krim dengan total padatan terbanyak memiliki kecepatan leleh yang lebih

cepat. Li et al. (1997) mengatakan sampel es krim dengan kandungan total padatan dan lemak

yang tinggi mencair lebih cepat dibandingkan sampel yang memiliki total padatan dan lemak

yang rendah karena semakin tinggi konsentrasi larut air, semakin rendah titik beku dan

tingginya kecepatan leleh. Penggunaan inulin dalam penelitian ini meningkatkan total padatan

dan konsentrasi larut air yang terdapat dalam es krim sehingga kecepatan leleh yang dihasilkan

lebih cepat.

Sifat Organoleptik

Tabel 2. Evaluasi Sensori Es Krim Susu Kambing Tanpa Lemak Penambahan Inulin

0

2

4

6

8

10

12

14

Inulin0%

Inulin8%

Inulin10%

Inulin12%

Kec

epat

an L

eleh

(m

enit

/2g)

Kecepatan Leleh

Linear (KecepatanLeleh)

Karakteristik

(skala 1-5)

Inulin %

0 8 10 12

Warna 2,67c 3,86b 4,73ab 4,40a

Flavor 3,66a 4,06a 4,20a 4,06a

Kelembutan 2,93b 3,93a 4,40a 4,60a

Creaminess 2,93b 3,93a 4,60a 4,0a

Page 311: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

304

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf kecil yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda

nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf uji 5%.

Warna bahan makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, dan salah satu yang

terpenting disebabkan oleh pigmen yang ada dalam bahan nabati atau hewani secara alami. Es

krim inulin 10% memiliki rata-rata paling tinggi. Hal ini menunjukkan, sampel es krim inulin

10% memiliki karakteristik warna yang disukai oleh panelis dimana panelis menyukai warna

es krim yang cenderung terang sedangkan kesukaan yang rendah dimiliki oleh perlakuan

kontrol produk dan inulin 10% yang berwarna lebih kekuningan. Sampel es krim dengan

penambahan inulin semakin meningkatkan intesitas warna putih pada es krim. Hal ini

disebabkan oleh warna partikel inulin yang berwarna putih (Roberfroid, 2007).

Flavor merupakan keseluruhan kesan (sensasi) yang diterima oleh indra manusia

terutama oleh rasa dan bau pada saat makanan dan minuman dikonsumsi (Fardiaz, 2006). Inulin

dapat memberikan flavor pada es krim. Inulin merupakan serat golongan frukto-oligosakarida

sehingga memiliki sedikit rasa manis dimana penambahan inulin yang cukup, dapat

meningkatkan rasa dan memperbaiki tekstur produk pangan (Anan'ina dkk., 2009).

Kelembutan secara sensori merupakan besarnya kekuatan yang diperlukan untuk

menekan sampel ke atap mulut, semakin mudah semakin lembut (Bo, 2006). Es krim inulin

12% menunjukkan karakteristik kelembutan yang paling disukai oleh panelis. Hal ini

menunjukkan bahwa bertambahnya jumlah penggunaan inulin pada es krim mampu

meningkatkan kelembutan es krim tanpa lemak. Sesuai dengan pernyataan Meyer et al. (2011),

inulin pada konsentrasi yang tinggi dapat bertindak sebagai pengganti lemak dalam es krim

rendah lemak karena kemampuannya yang dapat memodifikasi kekerasan, kelembutan, dan

mouthfeel es krim yang disukai. Selain itu, tekstur lembut terjadi karena pengaruh globula es

krim yang kecil dan merata (Failisnur, 2013).

Creaminess es krim secara sensori merupakan sifat yang menyerupai lemak dan es krim

menghasilkan cairan kental setelah mencair didalam mulut (Bo, 2006). Es krim inulin 10%

menunjukkan karakteristik creaminess yang paling disukai oleh panelis sedangkan nilai

kesukaan terendah ditunjukkan oleh inulin 0%. Penambahan inulin meningkatkan keseragaman

kristal es sehingga memperbaiki creaminess dan mouthfeel pada es krim rendah (Balthazar et

al., 2016). Creaminess es krim dengan perlakuan inulin 10% lebih disukai dibanding inulin

12%. Hal ini menunjukkan bahwa panelis tidak terlalu menyukai creaminess yang berlebihan

Rasa dingin 4,06a 4,40a 4,20a 3,86b

Page 312: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

305

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

di dalam es krim. Bo (2006) menyatakan, faktor yang menyebabkan es krim kurang disukai

karena creaminess menyebabkan tekstur yang terlalu lembut dan kurangnya rasa dingin es krim

di dalam mulut.

Rasa dingin adalah sensasi dingin yang dirasakan lidah dan atap mulut setelah es krim

diletakkan didalam mulut (Bo, 2006). Es krim inulin 8% menunjukkan intensitas rasa dingin

yang paling disukai oleh panelis sedangkan nilai kesukaan terendah ditunjukkan oleh es krim

kontrol produk. Hal ini menunjukkan bahwa panelis tidak terlalu menyukai es krim dengan

intensitas rasa dingin yang rendah. Menurut Bo (2006), es krim dengan intensitas rasa dingin

yang rendah, tidak memiliki suhu yang cukup untuk mempertahankan bentuk es krim karena

cepat kehilangan suhu dingin saat disajikan sehingga menyebabkan kurangnya rasa dingin saat

dimakan. Es krim yang mengandung fat replacer berbasis karbohidrat seperti inulin, memiliki

intensitas rasa dingin yang rendah karena sifatnya yang tinggi dalam mengikat air dalam es

krim (Bo, 2006).

KESIMPULAN

Perlakuan penambahan inulin yang digunakan dalam pembuatan es krim susu kambing

tanpa lemak memiliki hubungan yang signifikan berdasarkan uji statistik tehadap karakteristik

fisik, yaitu viskositas, kecepatan leleh, dan overrun yang dihasilkan dengan masing-masing

nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,923; 0,774; dan 1. Uji hedonik (kesukaan) es krim

susu kambing menunjukkan bahwa kesukaan terhadap warna, flavor dan creaminess terbesar

adalah es krim susu kambing tanpa lemak dengan penambahan inulin 10%, kesukaan terhadap

kelembutan terbesar adalah es krim susu kambing tanpa lemak dengan penambahan inulin

12%, dan kesukaan terhadap intensitas rasa dingin terbesar adalah es krim susu kambing tanpa

lemak dengan penambahan inulin 8%.

DAFTAR PUSTAKA

Akalın, A. S., & Erişir, D. (2008). Effects of Inulin and Oligofructose on the Rheological

Characteristics and Probiotic Culture Survival in Low-Fat Probiotic Ice Cream. Journal

of Food Science, 73(4), M184–M188. doi:10.1111/j.1750-3841.2008.00728.x

Anan'ina, N.A., Andreeva O.A. Mycots L.P.Oganesyan E.T. 2009. Standardization ofinulin

extracted from dahlia single tubers andsome physicochemical properties of

inulin.Pharmaceutical Chemistry Journal, 43(3): 157-160.

Balthazar, C.F., Silva, H.L.A., Vieira, A.H., Neto, R.P.C., Cappato, L.P., Coimbra, P.T.,

Moraes, J., Andrade, M.M., Calado, V.M.A., Granato, D., Freitas, M.Q., Tavares, M.I.B.,

Page 313: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

306

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Raices, R.S.L., Silva, M.C. & Cruz, A.G., Assessing The Effects Of Different Prebiotic

Dietary Oligosaccharides In Sheep Milk Ice Cream, Food Research International (2016),

Doi:10.1016/J.Foodres.2016.11.008

Bo, Kang Liou. 2006. Sensory Analysis of Low Fat Strawberry Ice Creams Prepared With

Different Flavor Chemicals and Fat Mimetics. Faculty of the Graduate School University

of Missouri-Columbia.

Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI Es Krim No. 01-3713-1995. Badan Standarisasi

Nasional. Jakarta.

Failisnur. 2013. Karakteristik Es Krim Bengkuang Dengan Menggunakan Beberapajenis Susu.

Jurnal Litbang Industri, Vol.3 No.1 Juni 2013: 11-20

Fardiaz. 2006. Kimia Flavour I. Jurusan Kimia, Fakultas Teknik. Medan. Universitas Sumatera

Utara.

Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloids Vol.I. Florida. CRC Press.

Goff, H. D., & Hartel, R. W. 2013. Ice cream 7th edn. New York, NY, USA. Springer.

Kurultay, Ş., Öksüz, Ö., & Gökçebağ, Ö. (2010). The influence of different total solid,

stabilizer and overrun levels in industrial ice cream production using coconut oil. Journal

of Food Processing and Preservation, 34, 346–354.doi:10.1111/j.1745-

4549.2009.00418.x

Li, Z., Marshall, R., Heymann, H. And Fernando, L. 1997. Effect of Milk Fat Content on flavor

Perception of Vanilla Ice Cream. J. Dairy Sci. 80, 3133–3141.

Ismail E. A., A. A. Al-Saleh, and A. A. M. Metwalli. Effect of Inulin Supplementation on

Rheological Properties of Low-Fat Ice Cream. Life Sci J 2013;10(3):1742-1746]. (ISSN:

1097-8135).

Marshall RT, Arbuckle WS. 1996. Ice Cream, 6th Ed. Chapman and Hall, New York, NY.

Meyer, D., Bayarri, S., Tárrega, A., & Costell, E. (2011). Inulin as texture modifier in dairy

products. Food Hydrocolloids, 25(8), 1881-1890.

http://dx.doi.org/10.1016/j.foodhyd.2011.04.012.

Muse, M. R., & Hartel, R. W. (2004). Ice Cream Structural Elements that Affect Melting Rate

and Hardness. Journal of Dairy Science, 87(1), 1–10. doi:10.3168/jds.s0022-

0302(04)73135-5

Napier, K. (1997). Fat Replacers: The Cutting Edge of Cutting Calories. New York: American

Council on Science and Health. Inc.

Roberfroid M. B. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited, The Journal of Nutrition, Vol. 137,

No. 3, 2007, 830S-837S.

Page 314: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

307

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Setyawardani, T. 2017. Membuat Keju, Yoghurt Dan Kefir Dari Susu Kambing. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Sodiq. A. dan Z. Abidin. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa.

Agromedia Pustaka. Jakarta

Tiwari, A., Sharma, H. K., Kumar, N., & Kaur, M. 2014. The Effect of Inulin as a Fat Replacer

on The Quality of Low-Fat Ice Cream. International Journal of Dairy Technology, 68(3),

374-380.

Zhang WM, Wang WL. 1999. Studies on Non-Sugar, Low-Fat, Low-Calorie and Functional

Ice Cream. China Dairy Ind. 27(5): 12-6.

Page 315: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

308

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KARAKTERISTIK OLEORESIN LADA PUTIH MUNTOK (Piper nigrum

L.) TERHADAP PENAMBAHAN BERBAGAI EMULSIFIER

Patar Sahat Martua Manurung

Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 43563

Email: [email protected]

ABSTRAK

Lada putih merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar di Indonesia. Selama ini lada

putih diekspor dalam bentuk utuh sehingga meningkatkan biaya transportasi dan terjadi

penurunan kualitas selama proses distribusi. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah

mengolah lada putih kedalam bentuk oleoresin. Namun oleoresin juga masih memiliki

kekurangan yaitu terjadinya penurunan kualitas akibat terjadinya proses oksidasi selama

penyimpanan. Solusi dari permasalahan tersebut adalah melakukan emulsifikasi terhadap

oleoresin lada putih kedalam minyak kedelai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui jenis dan konsentrasi emulsifier terbaik yang dapat digunakan untuk menghasilkan

emulsi oleoresin lada putih dengan karakteristik terbaik. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode penelitian eksperimental dengan analisis deskriptif. Perlakuan yang diberikan

terdiri dari 3 jenis emulsifier yang berbeda yaitu lesitin, gelatin, dan tween 80. Masing-masing

emulsifier ditambahkan dengan konsentrasi 5%, 7,5%, dan 10% dari jumlah minyak dan

oleoresin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan emulsifier lesitin menghasilkan

emulsi dengan baik sedangkan penggunaan emulsifier gelatin dan tween 80 tidak dapat

membentuk emulsi sama sekali. Penambahan emulsifier lesitin 10% memiliki kestabilan

emulsi paling baik dibandingkan dengan konsentrasi lesitin 7,5% dan 5%. Emulsi oleoresin

dengan emulsifier lesitin memiliki kadar piperin tertinggi yaitu berkisar antara 3,77% – 5,17%.

Semakin tinggi konsentrasi lesitin, kadar piperin juga semakin tinggi. Uji skoring tingkat

kepedasan menunjukkan bahwa penambahan lesitin menghasilkan emulsi dengan taraf

kepedasan tertinggi dibanding emulsifier gelatin dan tween 80. Berdasarkan parameter

tersebut, emulsifier lesitin dengan konsentrasi 10% menghasilkan emulsi oleoresin lada dengan

kualitas yang paling baik.

Kata Kunci: Oleoresin Lada Putih. Emulsifikasi, Lesitin, Gelatin, Tween 80.

Page 316: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

309

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Lada putih merupakan salah satu komoditas ekspor paling besar dari Indonesia.

Berdasarkan data dari International Papper Community (IPC) (2014), pada tahun 2013 dan

2014 Indonesia merupakan negara eksportir lada terbesar kedua setelah Vietnam. Sementara

itu berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia (2016), ekspor lada pada

tahun 2015 mencapai angka 58,075 ton. Hal ini menjadikan Indonesia memegang peranan

penting akan ketersediaan lada dunia. Potensi ekspor lada yang tinggi tersebut tidak diimbangi

dengan kondisi lada yang tergolong mudah rusak dan mudah tercecer. Kondisi pemasaran lada

saat ini masih dalam bentuk konvensional, yakni dalam bentuk utuh atau butiran. Hal ini

menyebabkan terjadinya kerusakan selama distribusi serta biaya transportasi yang tinggi akibat

volume lada yang masih besar. Hal tersebut juga menyebabkan kualitas lada yang diekspor dari

Indonesia masih cukup rendah dan berdampak pada nilai jualnya yang rendah. Oleh karena itu,

diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas lada dan nilai jualnya

sehingga lada Indonesia mampu bersaing di pasar Internasional.

Upaya yang dilakukan dalam peningkatan kualitas ekspor lada dari Indonesia, salah

satunya melalui pengolahan oleoresin lada. Oleoresin merupakan senyawa aromatik yang

diekstrak dari rempah-rempah menggunakan pelarut yang kemudian diuapkan lagi sehingga

menghasilkan minyak kental (Winarno, 2005). Oleoresin lada banyak diminati oleh industri

pangan sebagai pemberi citarasa karena memiliki banyak keunggulan diantaranya

mempermudah pengolahan, memiliki rasa dan aroma yang kuat, hingga nilai ekonomis yang

tinggi sehingga dapat meminimalisasi biaya transportasi. Oleoresin juga memiliki kelemahan

yakni bersifat lengket dan kental, sering terjadi perubahan kimia (teroksidasi) dan organoleptik

(offlavor) yang terjadi selama penyimpanan, serta memiliki kelarutan rendah dalam air (Yuliani

dkk., 2007). Oleh karena itu diperlukan proses lebih lanjut untuk mengatasi hambatan tersebut.

Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah melakukan proses emulsifikasi terhadap

oleoresin ke dalam minyak sehingga dapat mengurangi proses oksidasi serta meningkatkan

kestabilan emulsi tersebut. Menurut Anwar dan Hasmi. (1994), piperin sebagai komponen aktif

dalam oleoresin lada memiliki sifat basa yang tidak optis aktif, dapat larut dalam alkohol,

benzene, eter, dan sedikit larut dalam air. Oleh karena itu diperlukan penambahan emulsifier

untuk membentuk sistem emulsi dalam minyak.

Page 317: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

310

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Proses emulsifikasi merupakan pembentukan emulsi antara dua larutan dengan bantuan

emulsifier. Pemilihan emulsifier sangat berpengaruh terhadap kualitas emulsi karena emulsifier

bekerja spesifik terhadap larutan tertentu. Menurut Murwan, et al. (2008) dalam Syafi’i, dkk.

(2016), pemilihan bahan emulsi harus mempertimbangkan beberapa syarat, di mana emulsifier

tersebut harus dapat bercampur dengan komponen lain, mempunyai warna, rasa, dan bau yang

lemah sehingga tidak mempengaruhi karakteristik bahan, tidak toksik, stabil, dan tidak mudah

teruarai. Salah satu faktor utama dalam pemilihan emulsifier adalah kemampuan menjaga

stabilitas emulsi dalam jangka waktu yang lama selama penyimpanan dan pemakaian.

Emulsifier yang digunakan antara lain adalah lesitin, gelatin dan tween 80. Pemilihan

ketiga emulsifier tersebut didasari oleh perbedaan nilai HLB (hidrofilic lipofilic balance), di

mana HLB ketiga emulsifier tersebut berturut-turut adalah 4; 9,8; dan 15 (Fitriyaningtyas dan

Widyyaningsih, 2015; Aisyah, dkk., 2017; Taylor, 2011). Nilai HLB menunjukkan

keseimbangan antara gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Semakin tinggi nilai HLB maka

akan cenderung suka air dan membentuk emulsi oil in water (O/W) dan sebaliknya (Mollet dan

Grubermann, 2001 dalam Cicilia 2016).

METODE PENELITIAN

Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah grinder, homogenizer,

hot plate, pipet tetes, magnetic stearer, wadah plastik, erlenmeyer, timbangan digital,

stopwatch, sendok, cling wrap, rotary vacuum evaporator, dan aluminium foil. Alat yang

digunakan untuk analisis adalah Spektrofotometer UV, timbangan analitik, labu ukur, gelas

piala, gelas ukur, pipet ukur, hot plate dan tabung reaksi.

Bahan Percobaan

Bahan baku penelitian ini adalah lada putih, lesitin, tween 80, dan gelatin. Lada putih

yang digunakan diperoleh dari PT Cinquer Agro Nusantara yang beralamat di Kawasan

Industri De Prima Terra BI. F2. No.5, Tegalluar, Bojongsoang, Bandung, Jawa Barat. Bahan-

bahan kimia yang digunakan antara lain pelarut etanol 96%, dan aquades.

Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari-Mei 2019, di Laboratorium Keteknikan

Pengolahan Pangan, Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia

Page 318: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

311

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pangan, Laboratorium Sensori, dan Laboratorium Uji, Departemen Teknologi Industri Pangan,

Fakultas Teknologi Industri Pertanian.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan analisis

deskriptif (explanatory research), dimana dalam penelitian ini terdapat 2 faktor dengan

masing-masing 4 perlakuan dan 2 kali ulangan. Faktor-faktor dalam penelitian ini antara lain

adalah faktor perlakuan tipe emulsifier dan faktor rasio penambahan emulsifier. Faktor tipe

emulsifier berguna untuk mengetahui jenis emulsifier yang cocok digunakan untuk pembuatan

oleoresin sedangkan faktor rasio emulsifier berguna untuk mengetahui jumlah penambahan

emulsifier yang tepat. Parameter pengamatan utama yang dianalisis adalah stabilitas emulsi,

viskositas, tingkat kepedasan, warna dan kadar piperin.

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan dimulai dengan memproduksi sampel oleoresin lada terlebih dahulu. Produksi

dimulai dengan melakukan penggilingan buah lada menggunakan grinder. Setelah halus bubuk

lada kemudian disaring menggunakan saringan 40 mesh untuk menyeragamkan ukuran

partikelnya. Bubuk yang tidak lolos saringan kemudian digrinder kembali sampai lolos

saringan. Setelah itu dilakukan proses maserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 6 jam

pada suhu 40oC untuk melarutkan senyawa aktif yang ingin diekstrak. Sampel kemudian

disaring untuk memisahkan antara padatan dengan larutan yang telah mengandung senyawa

aktif tersebut. Larutan kemudian dipekatkan menggunakan Rotary Evaporator untuk

menghilangkan pelarut etanol dari ekstrak yang diinginkan. Setelah pekat, sampel kemudian

dipanaskan dalam oven vakum pada suhu 40oC untuk memastikan tidak ada pelarut etanol yang

tersisa sehingga diperoleh oleoresin lada murni. Oleoresin lada yang telah dihasilkan kemudian

diemulsifikasi kedalam minyak soybean oil menggunakan 3 jenis emulsifier berbeda.

Emulsifer yang digunakan antara lain adalah Lesitin, Gelatin, dan Tween 80. Perbandingan

antara oleoresin, minyak kedelai, dan emulsifier dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Oleoresin, Minyak Kedelai, Dan Emulsifier

Oleoresin Minyak kedelai Emulsifier(%)

Formula 1 1 10 5

Formula 2 1 10 7,5

Formula 3 1 10 10

Page 319: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

312

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Proses emulsifikasi dilakukan menggunakan homogenizer pada kecepatan putar 4000

RPM selama 2 menit. Emulsi oleoresin lada kemudian dilakukan pengamatan terhadap kadar

piperin, kestabilan emulsi, dan uji skoring tingkat kepedasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Piperin

Pengujian kadar piperin mengacu pada prosedur yang terdapat pada SNI-01-0025-1987

tentang oleoresin lada hitam. Pengujian dilakukan menggunakan Spektrofotometer UV dengan

panjang gelombang 343 nm. Kadar piperin dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

%𝑃𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑛 =𝐴

A1 cm1% 𝑥

100

10 𝑥

100

10 𝑥

100

𝑀 ……… [1]

Keterangan :

M : Bobot contoh uji (g)

A : Absorban larutan contoh

A1 cm1% : Absorban pada 343 nm dari 1% larutan piperin dan cell 1 cm yaitu 1238

Pengujian kadar piperin terlebih dahulu dilakukan terhadap oleoresin murni yaitu bahan

baku pembuatan emulsi. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil jumlah kadar piperin pada

sampel bahan baku oleoresin murni adalah sebesar 57,32%. Hasil ini sudah sesuai dengan SNI

yang menyatakan bahwa kadar piperin minimal yang terkandung pada oleoresin lada adalah

sebesar 35% (BSN, 2013). Kemudian dilakukan pengujian terhadap sampel emulsi oleoresin

lada. Penujian juga dilakukan terhadap sampel kontrol dimana sampel kontrol merupakan

sampel yang tidak ditambahakan emulsifier sama sekali. Hasil pengujian dapat dilihat pada

Tabel 2.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa emulsifier lesitin

menghasilkan emulsi dengan jumlah piperin tertinggi dibandingkan emulsifier lainnya. Sampel

yang menggunakan emulsifier gelatin, tween 80, dan control memiliki nilai yang cukup jauh

lebih rendah dibandingkan dengan sampel dengan emulsifier lesitin. Hal ini menunjukkan

bahwa lesitin dapat membentuk emulsi yang lebih baik dibandingkan gelatin dan tween 80.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Mollet dan Grubermann (2001) dalam Cicilia (2016) yang

menyatakan bahwa emulsifier dengan nilai HLB yang rendah dapat membentuk emulsi air

dalam minyak lebih baik dibandingkan dengan emulsifier yang memiliki nilai HLB lebih

tinggi.

Page 320: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

313

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 2. Kadar Piperin Emulsi Oleoresin Lada

Konsentrasi Kadar Piperin

Lesitin 5% 3,77 ± 0,20

Lesitin 7,5% 4,14 ± 0,44

Lesitin 10% 4,32 ± 0,51

Gelatin 5% 2,28 ± 0,71

Gelatin 7,5% 2,66 ± 0,22

Gelatin 10% 2,53 ± 0,82

Tween 80 5% 2,76 ± 1,29

Tween 80 7,5% 2,40 ± 0,61

Tween 80 10% 2,45 ± 0,47

Kontrol 1,53 ±0,23

Disamping itu kecendererungan lain yang dapat dilihat adalah bahwa terdapat

kecenderungan peningkatan kadar piperin seiring penigkatan konsentrasi lesitin yang

ditambahkan. Penambahan lesitin dengan konsentrasi 10% menghasilkan emulsi dengan kadar

piperin tertinggi yaitu sebesar 4,32 ± 0,51%. Penambahan lesitin dengan konsentrasi 7,5%

menghasilkan emulsi dengan kadar piperin sebesar 4,14 ± 0,44% diikuti emulsi dengan

penambahan lesitin 5% dengan kadar piperin sebesar 3,77 ± 0,20%. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Hartayanie dkk. (2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi

emulsifier maka kualitas emulsi akan semakin baik.

Pengujian Kestabilan Emulsi

Pengujian kestabilan emulsi dilakukan menggunakan pengujian Creaming stability.

Menurut Deviarny et al. (2012), Creaming stability merupakan pengujian stabilitas emulsi

berdasarkan kemampuan mempertahankan distribusi halus fase terdispersi dalam jangka waktu

yang lama. Creaming stability dinyatakan dalam bentuk creaming index (%) yang merupakan

persentase dari perbandingan tinggi serum yang terbentuk selama penyimpanan terhadap tinggi

total emulsi. Semakin besar nilai creaming index suatu emulsi menunjukkan bahwa emulsi

tersebut semakin tidak stabil. Pengujian dilakukan dengan mengukur perubahan ketinggian

serum selama 7 hari selama penyimpanan dalam tabung reaksi. Nilai Creaming Index dihitung

menggunakan rumus berikut:

%𝐶𝐼 = 100𝐻𝑆

𝐻𝐸 ……………………… [2]

Keterangan

CI : Creaming Index

HS : Tinggi serum

Page 321: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

314

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HE : Tinggi emulsi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa emulsifier gelatin dan tween 80 tidak

dapat membentuk emulsi antara minyak dan oleoresin lada dengan baik. Hasil emulsi yang

terbentuk dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mollet dan

Grubermann (2001) dalam Cicilia (2016) yang menyatakan bahwa semakin rendah nilai HLB

maka akan cenderung suka minyak dan membentuk emulsi water in oil (W/O). Oleh karena itu

pengujian stabilitas emulsi hanya dapat dilakukan pada sampel dengan emulsifier lesitin.

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi penambahan lesitin yang

optimum untuk menghasilkan emulsi dengan kestabilan yang baik. Contoh perubahan

ketinggian serum selama penyimpanan 7 hari dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil pengamatan

disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Perbedaan Kenampakan Sampel dengan Emulsifier (a) Lesitin 10%; (b) Gelatin 10%; (c) Tween 80

10%

(a) (b)

Gambar 2. Pengukuran Kestabilan Emulsi (a) Hari ke- 0; (b) Hari ke-7

Page 322: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

315

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 3. Kurva Creaming Index Emulsi Oleoresin Lada

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa pada hari 1 telah terjadi peristiwa

creaming pada ketiga tingkat konsentrasi tersebut. Namun penambahan konsentrasi lesitin

yang berbeda memberi pengaruh yang berbeda pula pada kestabilan emulsi selama

penyimpanan 7 hari. Semakin besar jumlah penambahan konsentrasi lesitin maka nilai

creaming index yang dihasilkan akan semakin kecil. Artinya semakin besar penambahan

konsentrasi lesitin maka emulsi yang dihasilkan semakin stabil. Hasil tersebut sesuai dengan

pernyataan Hartayanie (2014) yang menyatakan bahwa creaming stability dapat ditingkatkan

dengan penambahan konsentrasi pengemulsi. Pembentukan creaming dipengaruhi oleh dua hal

yaitu jenis emulsifier yang digunakan serta konsentrasi pengemulsi tersebut. Penambhaan

emulsifier lesitin sebanyak 5% menunjukkan kestabilan emulsi yang rendah dengan nilai

creaming index yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan lesitin sebanyak 5%

belum mampu menyalut oleoresin secara keseluruhan sehingga masih terdapat tegangan

permukaan yang tinggi. Sementara itu penambahan lesitin dengan konsentrasi 10%

menunjukkan kestabilan emulsi yang lebih baik dari penambahan lesitin sebanyak 5% yang

ditunjukkan dengan nilai creaming index yang lebih kecil.

Uji Skoring Tingkat Kepedasan

Uji skoring merupakan salah satu pengujian yang termasuk kedalam uji skalar (Soekarto,

1985 dalam Larasati, 2012). Pengujian dengan uji skoring dilakukan dengan memberikan nilai

berupa angka terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu tertentu. Tingkat skala yang

digunakan dapat dinyatakan pada skala mutu yang telah baku.

Page 323: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

316

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Parameter uji skoring yang diamati pada penelitian ini adalah tingkat kepedasan emulsi

oleoresin lada. Uji skoring ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepedasan tiap emulsi

berdasarkan uji panelis. Uji sensori dilakukan terhadap 15 orang panelis dan 10 sampel. Sampel

yang disediakan merupakan sampel emulsi oleoresin yang telah dicampurkan kedalam garam.

Tujuan pencampuran emulsi oleoresin tersebut kedalam garam adalah untuk mengurangi

intensitas kepedasan yang dirasakan oleh panelis. Perbandingan yang digunakan antara garam

dan emulsi oleoresin adalah 5:1. Sampel tersebut terdiri dari 3 jenis emulsifier dengan masing-

masing 3 konsentrasi beserta 1 sampel kontrol. Perhitungan dilakukan dengan perhitungan uji

skoring dan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel

3.

Tabel 3. Rata-rata Tingkat Kepedasan Emulsi Oleoresin

Sampel Rata-rata

Lesitin 7,5% 4,27a

Lesitin 10% 4,20a

Lesitin 5% 4,20a

Tween 80 5% 3,27b

Gelatin 10% 3,27b

Gelatin 5% 3,13bc

Tween 80 10% 2,93cd

Kontrol 2,93cd

Tween 80 7,5% 2,73de

Gelatin 7,5% 2,60e

Keterangan: L= Lesitin; G= Gelatin; T= Tween 80

Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa sampel dengan emulsifier lesitin

memiliki tingkat kepedasan paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya serta tidak

memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang lain. Sedangkan sampel dengan

perlakuan emulsifier gelatin dan tween 80 memiliki tingkat kepedasan yang lebih rendah serta

memiliki tingkat kepedasan yang acak. Sampel tween 80 5% dan gelatin 10% memiliki

karakteristik tingkat kepedasan yang sama dengan sampel gelatin 5%. Sampel gelatin 5% dan

sampel tween 80 10% memiliki karakteristik tingkat kepedasan yang sama dengan kontrol.

Sementara itu sampel dengan tween 80 10% dan control memiliki karakteristik yang sama

dengan sampel tween 80 7,5% dan sampel tween 80 7,5% memiliki karakteristik tingkat

kepedasan yang sama dengan gelatin 7,5%.

Page 324: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

317

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa emulsi yang dihasilkan

menggunakan emulsifier lesitin menghasilkan emulsi dengan tingkat kepedasan tertinggi. Hasil

ini sesuai dengan hasil ujii kadar piperin yang menunjukkan bahwa sampel emulsi yang

menggunakan emulsifier lesitin memiliki kadar piperin yang lebih besar dibandingkan dengan

emulsi dengan penggunaan emulsifier lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (1985)

dalam Syafi’I (2015), sensasi pedas dari lada disebabkan oleh kandungan senyawa piperin,

piperanin, dan chavicin terdapat dalam lada.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa emulsifier lesitin dapat membentuk emulsi

antara oleoresin lada dan minyak dengan baik sedangkan emulsifier gelatin dan tween 80 tidak

dapat membentuk emulsi sama sekali. Emulsi dengan emulsifier lesitin mengandung kadar

piperin, dan tingkat kepedasan yang lebih tinggi daripada emulsi dengan penambahan

emulsifier gelatin dan tween 80. Semakin besar konsentrasi lesitin yang ditambahankan akan

semakin meningkatkan kestabilan emulsi yang dihasilkan. Saran dari penelitian ini adalah perlu

dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai batas maksimum penambahan lesitin pada

pembuatan emulsi oleoresin lada untuk menghasilkan emulsi dengan karakteristik yang lebih

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Y., S. Haryani, dan N. Safriani. 2017. Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Berbasis Minyak Atsiri Pala dengan Menggunakan Teknologi Nano. Laporan Akhir

Tahun Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Syiah Kuala,

Darussalam.

Anwar, C. dan Hasmi. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Oganik. Depdikbud, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2007. 06-2388-1998. Oleoresin Lada Hitam. Badan Standarisasi

Nasional. Jakarta.

Cicilia, F. S. 2016. Pengaruh Nilai HLB (Hyddrophile-Lipophile Balance) Campuran

Surfaktan Polysorbate 80 dan Cetyl Alcohol Terhadap Stabilitas

Deviarny, C., Lucida H, Safni. 2012. Uji Stabilitas Kimia Natrium Askorbil Fosfat Dalam

Mikroemulsi dan Analisisnya dengan HPLC. Jurnal Farmasi Andalas. 1(1)

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia. Available

at:http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/Lada-2015-

2017.pdf (Diakses: 19 Juni 2018)

Page 325: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

318

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Fitriyaningtyas, S. I., dan T. D. Widyaningsih. 2015. Pengaruh Penggunaan Lesitin dan CMC

Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Organoleptic Margarin Sari Apel Manalagi (Malus

sylfertris Mill) Tersuplementasi Minyak Kacang Tanah. Jurnal Pangan dan Agroindustri

3(1):226-236.

Hartayanie L, Adriani M, Lindayani. 2014. Karakteristik emulsi santan dan minyak kedelai

yang ditambah gum arab dan sukrosa ester. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.

25(2):152-15

International Pepper Community dan Food and Agriculture Organization of The United

Nations. (2005). Pepper (Pepper Nigrum L.) Production Guide for Asia and The Pacifc.

International Pepper Community: Jakarta

Larasati, S. P. 2012. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa

Varietas Beras. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bogor.

Syafi’I, F., H. W. Christofora., dan B. Nurtama. 2016. Optimasi Proses Pembuatan Bubuk

Oleoresin Lada (Piper nigrum) Melalui Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi.

Agritech 36(2): 128-136.

Taylor. M. S. 2011. Stabilisation of Water-in-Oil Emulsions to Improve the Emollient

Properties of Lipstick. Thesis. School of Chemical Engineering University of

Birmingham, Birmingham.

Winarno, F.G., W. Agustinah. 2005. Herba dan Rempah Aplikasinya dalam Hidangan. M-Brio

Press, Bogor.

Yuliani, S., Desmawarni and M.S. Rusli. 2007. Effect of Encapsulating Material Compositions

on the Properties of Encapsulated Ginger Oleoresin. Paper presented on International

Seminar on Essential Oil, Jakarta.

Page 326: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

319

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PERBAIKAN TATA LETAK PABRIK

STUDI KASUS PABRIK BERAS CV SABAR SUBUR

Ramadhoni Husnuzhan1, Irfan Ardiansah2, Totok Pujianto2

1 Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran 1 Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jl.Raya Bandung-Sumedang Km.21, Jatinangor Sumedang, 43563

Email: 1 [email protected]

ABSTRAK

Suatu perusahaan tentu memiliki banyak cara untuk meningkatkan angka produktivitas,

salah satunya dengan cara mengurangi pemborosan yang tidak sengaja dilakukan selama proses

produksi. Pemborosan seperti waktu produksi yang lama, tenaga pekerja yang berlebih, dan

bahan baku yang terbuang selama proses produksi karena penetapan tata letak pabrik tidak

tepat. Masalah serupa terjadi di pabrik beras milik CV Sabar Subur yang berlokasi di

Kabupaten Cirebon. Perpindahan bahan pada pabrik tersebut masih menggunakan tenaga

manual dan pekerja akan lebih mudah kelelahan disebabkan oleh jarak perpindahan bahan yang

jauh antar stasiun kerja dan pola aliran bahan yang tidak teratur, selain itu masih terdapat ruang/

lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk penambahan fasilitas keperluan pendukung

pabrik. Oleh karena itu, diperlukan sebuah perbaikan tata letak yang dapat mengatur lalu lintas

perpindahan bahan dan memperpendek jaraknya pada setiap stasiun kerja, sehingga perusahaan

dapat mengelola sistem produksi secara efisien. Terdapat bermacam metode yang dapat

menjadi dasar pembuatan perbaikan tata letak, seperti ARC (Activity Relationship Chart)/ Peta

Hubungan Kerja, ARD (Activity Relationship Diagram)/ Diagram Hubungan Antar Aktivitas,

dan AAD (Area Allocation Diagram)/ Diagram Alokasi Area. Kombinasi metode ini

memerlukan identifikasi proses produksi pada pabrik tersebut sebagai sumber data, identifikasi

tersebut dapat dilakukan dengan membuat Diagram Alir Proses, Peta Aliran Proses, Peta Proses

Operasi, dan Pola Aliran Bahan. Output dari perbaikan tata letak pabrik beras CV Sabar Subur

ini berupa layout pabrik usulan yang bisa menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk

mengubah sebagian atau keseluruhan tata letak pabrik yang sudah ada saat ini.

Kata Kunci: Tata Letak, ARC, ARD, AAD

Page 327: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

320

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Dewasa ini pertumbuhan dunia industri sedang perkembang pesat dan terlihat dari

banyaknya perusahaan-perusahaan baru bermunculan. Menurut Kementerian Perindustrian

(2018), pada triwulan I 2018 pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan (migas dan non-migas)

tercatat sebesar 4,50% tahun ke tahun/ year over year (yoy). Selain permintaan pangan pasar

yang makin meningkat dan beragam, hal-hal tersebut membuat persaingan antara perusahaan

di bidang industri semakin ketat, termasuk perusahaan negara yang bergerak dibidang

pengelola persediaan beras seperti Perum BULOG terhadap perusahaan kecil milik pribadi.

Perolehan pengadaan beras BULOG dalam negeri terbesar diperoleh dari wilayah bagian Utara

provinsi Jawa Barat seperti Cirebon, Indramayu, Karawang, dan Ciamis (Ardiansah dkk,

2017).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon (2014), sektor pertanian

merupakan salah satu sektor penting di wilayah Kabupaten Cirebon. Sektor tersebut

meyumbang sekitar 30% dari Produk Domestik Regional Bruto. Peningkatan produksi

tanaman pangan terutama padi sawah di wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun 2014 sebesar

129.889 ton. Oleh karena itu banyak perusahaan kecil dan perusaaan milik negara seperti

BULOG yang bergerak di bidang pengolahan beras saling bersaing di regional Cirebon ini,

salah satu perusahaan kecil tersebut adalah CV Sabar Subur.

CV Sabar Subur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan beras yang

berlokasi di Desa Bakung Lor, Kabupaten Cirebon. Berbagai strategi perusahaan dapat

dilakukan untuk dapat bersaing dan bertahan. Strategi tersebut seperti minimalisasi biaya,

peningkatan efektivitas penanganan barang (material handling), kecepatan dan ketepatan

proses produksi, dan sebagainya. Bila dilihat, strategi ini merujuk pada satu permasalahan yaitu

tata letak pabrik dari perusahan industri tersebut. Tata letak pabrik (plan lay out) atau tata letak

fasilitas (facilities layout) adalah tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas fisik pabrik guna

menunjang kelancaran proses produksi (Hendrarto dkk, 2007).

Perbaikan tata letak fasilitas pabrik beras CV Sabar Subur dengan area lahan seluas ±

1200 m2 yang sesuai dan tertata dapat meningkatkan kinerja dan kenyamanan selama proses

produksi sehingga perusahaan dapat menjadi produsen beras unggul di daerahnya.

Page 328: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

321

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu

dikerjakan dengan menekankan pada pengamatan secara nyata agar bisa menarik kesimpulan

berdasarkan pengamatan tersebut. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus.

Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks

kehidupan nyata (Yin, 2011). Objek studi kasus dari penelitian ini adalah tata letak yang saat

ini diterapkan di pabrik beras CV Sabar Subur.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data

primer didapatkan melalui observasi dan wawancara langsung dengan pemilik dan pegawai

perusahaan sesuai dengan topik penelitian. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui kajian

pustaka tentang topik penelitian dari penelitian terdahulu dan berbagai sumber informasi yang

terkait.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model analisis

data dari berbagai penelitian terdahulu yang pada umumnya menggunakan serangkaian metode

berupa ARC (Activity Relationship Chart)/ Peta Hubungan Kerja, ARD (Activity Relationship

Diagram)/ Diagram Hubungan Antar Aktivitas, dan AAD (Area Allocation Diagram)/

Diagram Alokasi Area.

Identifikasi Proses Produksi

Langkah ini merupakan langkah awal dimana data yang sudah diperoleh dari

pengumpulan data akan diolah sebelum dilakukan analisis data. Identifikasi proses produksi

terdiri dari Diagram Alir Proses, Peta Aliran Proses, Peta Proses Operasi, dan Pola Aliran

Bahan. Namun bila dibandingkan, Pola Aliran Bahan lebih memiliki peran penting dalam

penelitian ini.

Pola Aliran Bahan

Pola aliran bahan merupakan pola aliran yang digunakan oleh perusahaan dalam

manajemen produksi untuk mengatur aliran bahan dalam proses produksinya. Pola ini terdiri

dari pola garis lurus, zig-zag, bentuk U, memutar, dan sudut ganjil.

Page 329: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

322

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Pola Aliran Bahan Pabrik Beras CV Sabar Subur Saat Ini

Pola aliran yang terdapat pada pabrik beras CV Sabar Subur mengikuti bentuk bangunan

utama produksi sebagai acuannya, dimana bangunan tersebut memiliki bentuk persegi panjang.

Pola aliran pabrik ini memiliki pola yang tidak beraturan.

Tabel 1. Keterangan Pola Aliran Bahan

No. Lambang Angka Keterangan Proses

1 1 Pengangkutan Bahan Baku dari Area Drop Off

2 2 Persiapan dan Penimbangan

3 3a Penjemuran Gabah

4 3b Penyimpanan Bahan Baku

5 4 Pemecahan Sekam

6 5 Pengayakan

7 6 Penyosohan

8 7 Grading Mutu

9 8 Pengemasan

10 9 Penyimpanan Produk Jadi

11 10 Pengangkutan Produk Jadi ke Area Loading Produk

Page 330: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

323

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Serangkaian panah yang mengarah pada lingkaran - lingkaran pada Gambar 1 merupakan

pola aliran bahan dari proses produksi beras. Panah dengan garis putus menunjukkan aliran

sampingan, panah ini menunjukkan pada proses 3b yaitu penyimpanan bahan baku di gudang.

Sebelum masuk ke nomer 3b, terdapat proses 2 yaitu penimbangan. Hasil timbangan yang

berlebih dari rasio bahan baku produksi per hari akan dilanjutkan ke proses 3b dan hasil

timbangan yang sudah memenuhi rasio bahan baku akan dilanjutkan pada aliran utama 3a yaitu

proses pengeringan.

Pertimbangan Luas Area Keperluan Proses

Pabrik beras CV Sabar Subur memiliki bangunan produksi utama dimana bangunan

tersebut berbentuk persegi panjang dan tidak memiliki sekat dinding/ ruang yang dikhususkan

untuk penempatan kegiatan proses tertentu, kecuali untuk ruangan penampungan limbah

serbuk bekatul. Pada bangunan ini hanya terdapat area tiap proses yang ditempatkan dan

mempunyai luas area yang berbeda-beda tergantung pada kegiatan yang berlangsung maupun

dimensi luas mesin.

Tabel 2. Usulan Luas Area/ Ruang Keperluan Proses

No. Nama Area/

Ruang

Dimensi Area/ Ruangan (p x l)

Saat Ini

(m)

Usulan

Berdasarkan

Mesin/ Alat

(m)

Berdasarkan

Ruang Gerak

(m)

Luas Akhir

(m2)

1 Area Drop Off

Bahan Baku (4,2 x 1,6) (5,3 x 2,4) (6,3 x 3,4) 21,42

2 Gudang Bahan

Baku (21,3 x 10) - (22,3 x 11) 245,3

3 Lapang

Pengeringan (25 x 25) - - 625

4

Area

Pemecahan

Sekam

(10 x 3,4) (10,4 x 3,8)

(2 mesin) (4,8 x 11,4) 54,72

5 Area

Pengayakan (1,32 x 0,3) (1,34 x 0,5) (2,34 x 1,5) 3,51

Page 331: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

324

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

6 Area

Penyosohan (4 x 1,2) (3,6 x 1,22) (4,6 x 2,22) 10, 21

7 Ruang Limbah

Bekatul (7 x 6,5) - - 45,5

8 Area Grading

Mutu (1,1 x 0,5) (1,5 x 1) (2,5 x 2) 5

9 Area

Pengemasan (2,5 x 1,4) (3,1 x 1,8) - 5,58

10

Area

Penyimpanan

Produk

(6,3 x 15) - - 94,5

11 Area Loading

Produk (5,3 x 2,4) - (6.3 x 3,4) 21,42

Total 1132.16 m2

Penambahan Area/ Ruang Keperluan Pendukung

Jika dilihat dari Tabel 2, dihasilkan usulan luas sebesar 1132.16 m2. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat luas pabrik yang tersisa karena menurut sang pemilik perusahaan luas lahan

pabrik yang terpakai adalah sebesar ± 1200 m2. Sisa luas lahan yang tidak digunakan dapat

menjadi area jalan pekerja dan dapat pula digunakan untuk keperluan pendukung. Usulan untuk

menggunakan area tersisa sebesar ± 67,84 m2 ini adalah untuk digunakan sebagai ruang/ area

keperluan pendukung. Keperluan pendukung ini berpengaruh dalam menjalankan aktivitas

produksi, karena penyediannya dapat mempermudah segala aktivitas sekunder pekerja maupun

dari pihak perusahaan.

Tabel 3. Usulan Penambahan Area/ Ruang Keperluan Pendukung

No.

Usulan

Area/ Ruang Keperluan

Pendukung

Dimensi Area/ Ruang (p x

l) (m)

Luas Area/ Ruang

(m2)

1 Kantor Kecil (5 x 5) 25

2 Penampungan Air Bersih (5 x 3) 15

Page 332: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

325

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

3 Power Plant (3 x 3) 9

4 Toilet dan Septic Tank (4,5 x 4) 18

Total 67 m2

Penentuan Activity Relationship Chart (ARC)

Activity Relationship Chart (ARC) atau Peta Hubungan Kerja adalah aktifitas atau

kegiatan antara masing-masing bagian yang menggambarkan penting tidaknya kedekatan

ruangan. Nilai-nilai yang menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alasan-

alasan yang mendasarinya dalam sebuah ARC yang telah dikembangkan oleh Richard Muther

pada tahun 1973 (Wignjosoebroto, 2000).

Gambar 2. Activity Relationship Chart Pabrik Beras CV Sabar Subur

Bentuk hubungan dalam ARC terdapat 6 buah dan diwakilkan dengan huruf derajat

prioritas, secara berurutan yaitu mutlak (A), sangat penting (E), penting (I), cukup/ biasa (O),

tidak penting (U), dan tidak dikehendaki (X). Hubungan-hubungan tersebut disusun

membentuk piramid agar mudah dibaca dengan melihat satu elemen dengan elemen lain yang

memiliki titik temu berupa huruf yang sama.

Pembuatan Worksheet

Worksheet dibuat untuk menerangkan hasil Activity Relationship Chart (ARC) dengan

tujuan mempermudah dalam membaca hubungan antar aktivitas. Worksheet terdiri dari baris

Page 333: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

326

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dan kolom dan pada bagian sebelah kiri berupa urutan kegiatan/ ruangan sedangkan bagian

kanan ditempatkan tingkat hubungan berdasarkan derajat prioritasnya. Masing-masing

departemen diwakilkan dengan kode huruf.

Tabel 4. Tabel Worksheet

No. Nama Area/

Ruang Kode

Huruf Derajat Prioritas

A E I O U X

1 Area Drop Off

Bahan Baku A B - C -

D,E,F,H,I,J,K,N,

O G,L,M

2 Gudang Bahan

Baku B C - - -

D,E,F,H,I,K,L,M,

N G,J,O

3 Lapang

Pengeringan C D - - E,F,L G,H,I,J,K,M,N O

4 Area Pemecahan

Sekam D E - F,G H,I, J,K,L,M,N O

5 Area Pengayakan E F - G H,I J,K,L,M,N O

6 Area Penyosohan F G - - H,I J,K,L,M,N O

7 Ruang Limbah

Bekatul G - - - O K,N

H,I,J,L,

M

8 Area Grading

Mutu H I - - J K,L,M,N O

9 Area Pengemasan I J K - L M,N O

10

Area

Penyimpanan

Produk

J K - L - M N,O

11 Area Loading

Produk K - - - N M,O L

12 Kantor Kecil L - - - - M,O N

13 Penampungan Air

Bersih M - - - - N,O -

14 Power Plant N - - - - O -

15 Toilet dan Septic

Tank O - - - - - -

Page 334: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

327

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kode ruangan/ area yang berada pada warna hijau dinilai dapat berdekatan sesuai urutan

huruf derajat prioritas (A, E, I, dan O) sedangkan warna merah dinilai harus berjauhan satu

sama lain untuk X lalu U. Penilaian ini didasari oleh pembacaan Activity Relationship Chart

(ARC) sebelumnya.

Tabel Skala Prioritas

Tabel Skala Prioritas (TSP) merupakan tabel yang menggambarkan urutan prioritas

untuk yang paling terpenting untuk berdekatan antar departemen dalam suatu lintasan atau

layout pabrik. TSP meringkaskan apa yang sudah disampaikan pada Tabel 4 dalam bentuk

kelompok urutan skala prioritas.

Tabel 5. Tabel Skala Prioritas

No. Nama Area/ Ruang Kode Skala Prioritas

I II III

1 Area Drop Off Bahan Baku A B C -

2 Gudang Bahan Baku B C - -

3 Lapang Pengeringan C D E F

4 Area Pemecahan Sekam D E F G

5 Area Pengayakan E F G H

6 Area Penyosohan F G H I

7 Ruang Limbah Bekatul G O - -

8 Area Grading Mutu H I J -

9 Area Pengemasan I J K L

10 Area Penyimpanan Produk J K L -

11 Area Loading Produk K N - -

12 Kantor Kecil L - - -

13 Penampungan Air Bersih M - - -

14 Power Plant N - - -

15 Toilet dan Septic Tank O - - -

Page 335: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

328

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Maksud dari pembagian skala prioritas adalah seperti contoh kode A yang harus

berdekatan dengan B menurut skala I, namun juga berdekatan dengan C menurut skala II, dan

tidak ada pada skala III karena huruf tersebut berada pada derajat kedekatan U maupun X yang

berarti harus dijauhkan. Keharusan ini didasari dengan tingkatan huruf derajat prioritas (A, E,

I, O, U, X) yang sudah diketahui pada Tabel 4.

Penentuan Activity Relationship Diagram (ARD)

Activity Relationship Diagram (ARD) atau Diagram Hubungan Antar Aktivitas

merupakan diagram keterkaitan kegiatan atau hubungan antar aktifitas dibuat menggunakan

informasi dari peta keterkaitan kegiatan yang digunakan menjadi dasar perencanaan

keterkaitan antara pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan

kegiatan produksi. Diagram ini merupakan diagram balok yang menunjukkan pendekatan

keterkaitan kegiatan sebagai suatu model kegiatan tunggal (Apple, 1990).

Gambar 3. Activity Relationship Diagram 1

ARD 1 dibuat berdasarkan skala prioritas yang sudah ditetapkan pada TSP sebelumnya,

diwakilkan dengan garis berwarna sebagai gambaran tingkatan kedekatan area dan ruang. Garis

berwarna tersebut menghubungkan tiap elemen dan menggambarkan bagaimana skala prioritas

kedekatan antar elemen. Terdapat 3 macam pengelompokan garis berwarna. 3 garis merah

untuk skala prioritas pertama dan paling diperhatikan, 2 garis kuning untuk skala prioritas

kedua, dan 1 garis hijau untuk skala prioritas ketiga atau terakhir. Diketahui bahwa banyak

Page 336: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

329

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

garis yang tergambar melambangkan kedua elemen yang dihubungkan perlu berdekatan dan

dibutuhkan jarak aliran bahan yang kecil/ dekat. Faktor lain yang membuat elemen-elemen

tersebut berskala prioritas pertama karena ruangan/ area termasuk dalam urutan proses

produksi atau digunakan untuk keperluan proses. Rangkaian kelompok 3 garis merah yang

merupakan skala prioritas I membentuk sebuah pola aliran baru yang masih bisa dikembangkan

dan disesuaikan lagi sesuai keadaan fisik pabrik saat ini. Pola aliran tersebut termasuk pola

aliran zig-zag. Namun terdapat jarak yang jauh antara ruang limbah bekatul dengan toilet dan

septic tank. Kedua entitas ini harus berdekatan karena merupakan tempat pembuangan dan

harus dijauhi dari area dan ruang baik itu untuk keperluan proses maupun keperluan

pendukung. Hal ini diperbaiki pada ARD 2.

Gambar 4. Activity Relationship Diagram 2

ARD 2 merupakan perbaikan dari ARD 1 dimana terjadi pertukaran antara letak kantor

kecil dengan toilet dan septic tank. Selain itu garis skala prioritas antara area loading produk

dengan power plant dihapus karena tidak ada hubungan dan seharusnya dijauhkan untuk

menghindari musibah akibat gangguan arus listrik.

Penentuan Area Allocation Diagram (AAD)

Area Allocation Diagram (AAD) atau Diagram Alokasi Area merupakan gambaran

layout secara global yang menggambarkan hubungan kedekatan antar departemen dengan skala

ukuran luas area yang sebenarnya.

Page 337: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

330

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 5. Area Allocation Diagram Pabrik

Blok kotak departemen telah disuaikan dengan dimensi ruangan yang diusulkan yang

sudah termasuk kebutuhan luas mesin dan penambahan ruang gerak pekerja. Bila dilihat pada

Gambar 10, blok dibedakan menjadi 2 yaitu yang berwarna putih dan berwarna arsiran hijau.

Blok yang berwarna arsiran hijau menunjukkan bahwa blok tersebut merupakan area yang

tidak memiliki sekat ruang sedangkan yang berwarna putih merupakan suatu ruangan yang

mencakup area tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6. Layout Pabrik Usulan Perbaikan

Page 338: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

331

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pembuatan final layout ini merupakan usulan perbaikan yang juga merupakan rancangan

terakhir dari yang telah didapat berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan. Terdapat ukuran skala dan letaknya menurut proses pengerjaan

yang diperlukan dalam operasi pengerjaan bahan dan juga pertimbangan jalur-jalur alat

pemindahan bahan sehingga aliran dapat bergerak dengan lancar. Letak antara satu daerah kerja

dengan daerah kerja lainnya diberi jarak yang dianggap baik karena alasan tertentu atau adanya

kemungkinan terjadinya perluasan pabrik di masa yang akan datang. Terdapat panah biru yang

menunjukkan pola aliran bahan yang baru dari usulan perbaikan layout pabrik. Bentuk pola

aliran bahan yang baru merupakan campuran dari pola aliran zig-zag dan bentuk L yang juga

sesuai dengan bentuk bangunan utama produksi yang diusulkan serta lebih efisien karena jarak

perpindahan bahan yang pendek.

KESIMPULAN

Tata letak pabrik CV Sabar Subur saat ini masih dapat diperbaiki melihat dari pola aliran

bahan produksi yang kurang beraturan. Perbaikan tata letak membuat pola aliran bahan tersebut

menjadi teratur sehingga jarak perpindahan bahan yang jauh antar stasiun kerja menjadi dekat.

Luas area lahan total CV Sabar Subur sebesar ± 1200 m2 ternyata masih menyisakan lahan ±

67,84 m2 dari luas area keperluan proses yang bisa dimanfaatkan untuk pembuatan area/ ruang

keperluan pendukung yang dapat meningkatkan kenyamanan dan efisiensi kerja produsen

sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Perusahaan bisa mempertimbangkan untuk

mengaplikasikan perbaikan tata letak ini seluruhnya atau sebagian, tergantung kebutuhan

maupun strategi penguatan pada proses produksi tertentu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasi kepada Irfan Ardiansah, S.TP., M.T. dan Ir. Totok Pujianto, MSIE karena

telah bersedia membimbing dengan sabar dan selalu memberi saran yang membangun

mengenai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik Dan Pemindahan Bahan. Edisi III. Bandung: ITB.

Ardiansah, I., Pujianto, T., Putri, G.A. 2017. Analisis Perencanaan Dan Pengendalian

Persediaan Beras Pada Perum Bulog Divisi Regional Jawa Barat. STRING (Satuan

Tulisan Riset Dan Inovasi Teknologi). Vol. 2.

Page 339: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

332

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon. 2014. Kabupaten Cirebon Dalam Angka. Kabupaten

Cirebon: BPS Kabupaten Cirebon.

Hendrarto, M., Kastaman, R., & Pujianto, T. 2007. Modifikasi Tata Letak Fasilitas Produksi

Jamur Tiram Studi Kasus Pada Petani Jamur Cita Lestari Cisarua Kabupaten Bandung.

Jurnal Teknotan, no. Vol 1, No 3 (2007). Jurnal Teknotan.

Kementerian Perindustrian. 2018. Analisis Perkembangan Industri. Edisi III. Jakarta: Pusdatin

Kemenperin.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Tata Letak Dan Pemindahan Bahan. Edisi III. Surabaya:

Guna Widya.

Yin, Robert K. 2011. Studi Kasus: Desain Dan Metode. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Page 340: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

333

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

UJI EFEKTIVITAS ANTIKAPANG EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO

(Theobroma Cacao L) TERHADAP KAPANG PATOGEN PRODUK

PANGAN

Reina Rizkiani1, Indira Lanti Kayaputri2*, Zaida2, Debby Sumanti Moody2

1 Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

*Penulis koresponden: [email protected]

ABSTRAK

Kapang merupakan organisme yang sering mengontaminasi bahan pangan yang

menyebabkan keracunan pada manusia sehingga pertumbuhannya perlu dihambat. Berbagai

bahan alami diketahui memiliki komponen fitokimia yang berperan sebagai antimikroba, yaitu

golongan polifenol yang dapat ditemukan pada kulit buah kakao diantaranya komponen fenol,

tanin, dan flavonoid. Kulit buah kakao dilakukan ekstraksi menggunakan metode maserasi

dengan pelarut etanol 70%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak kulit

buah kakao yang paling efektif menghambat kapang patogen pada produk pangan. Kapang

yang digunakan pada penelitian ini adalah kapang yang paling sering mengontaminasi

makanan yaitu kapang Aspergillus niger, Aspergillus flavus, dan Rhizopus stolonifer. Metode

yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental yang dianalisis secara

deskriptif. Konsentrasi ekstrak kulit buah kakao yang dibuat untuk menguji antikapang metode

difusi sumuran yaitu 10%; 20%; 30%; 40%; 50%; 60%; dan 70%. Sedangkan untuk pengujian

antikapang metode dilusi cair ekstrak kulit buah kakao yang digunakan yaitu pada konsentrasi

1,56%; 3,125%; 6,25%; 12,5%; 25%; 50%; 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kapang memiliki zona hambat pada metode difusi sumuran A. niger berada dikisaran rata – rata

6,31 – 16,43mm (resisten – sensitif), A. flavus 5,26 – 15,33mm (resisten – sensitif), dan pada

kapang R. stolonifer berada dikisaran 7,61 – 15,55 mm (resisten – sensitif). Hal ini diduga

disebabkan oleh perbedaan dinding sel pada setiap jenis kapang. Selain itu pada pengujian

aktivitas antikapang pada ekstrak kulit buah kakao metode dilusi cair ketiga jenis kapang

tersebut memiliki nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) pada kapang A. niger adalah 12,5%,

sedangkan A. flavus, dan R. stolonifer adalah 25% dan untuk nilai Kadar Bunuh Minimum

(KBM) pada kapang A. niger adalah 100% sedangkan A. flavus, dan R. stolonifer adalah 50%.

Kata Kunci: Antikapang, kulit buah kakao, A. flavus, A. niger, R. stolonifer

PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan primer bagi manusia yang bersifat aman, bergizi, beragam,

serta memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan. Namun masih terdapat berbagai

Page 341: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

334

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

ancaman keamanan pangan diantarannya adalah keracunan. Keracunan pangan umumnya

disebabkan oleh mikroorganisme, salah satunya adalah kapang yang menghasilkan mikotoksin.

Kapang yang sering mengontaminasi bahan pangan diantaranya adalah Aspergillus flavus,

Aspergillus niger, dan Rhizopus stolonifer. Kapang patogen pada makanan dapat direduksi dan

dibunuh dengan menggunakan bahan – bahan alami. Berbagai bahan alami diketahui memiliki

komponen fitokimia yang memiliki peran sebagai antimikroba, golongan polifenol dan

alkaloid. Komponen fitokimia tersebut dapat ditemukan pada kulit buah kakao. Kulit buah

kakao diketahui mengandung senyawa polifenol aktif flavonoid atau tanin terkondensasi, asam

sinamat, tanin, pirogalol, epikatekin-3-galat, kuersetin, dan resinol (Fapohunda & Alofayan,

2012). Kandungan polifenol pada kakao berpotensi sebagai antimikroba terhadap beberapa

kapang patogen dengan mekanisme penghambatannya yaitu merusak membran sel dengan cara

mendenaturasi protein pada dinding sel (Hui, 1992).

Maksud dari tujuan ini adalah untuk mengetahui berbagi konsentrasi ekstrak kulit buah

kakao dalam menghambat aktivitas kapang patogen pada produk pangan. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi ekstrak kulit buah kakao yang efektif

menghambat aktivitas kapang patogen pada produk pangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka

dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: “Berapakah konsentrasi ekstrak kulit buah

kakao yang efektif untuk menghambat aktivitas kapang patogen pada produk pangan?”

METODE PENELITIAN

Alat

Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah alumunium foil, ayakan 80 mesh,

autoclave, batang pengaduk, beaker glass, bulb pipet, bunsen, botol gelap, tertutup, botol

semprot, cawan petri, clingwrap, grinder, inkubator, jangka sorong, kassa, kapas, kertas saring,

labu didih, labu Erlenmeyer, labu ukur, mikropipet, neraca analitik, pinset, pipet ukur, rak

tabung, refrigerator, spatula, Spektrofotometer UV-Vis, tabung reaksi, waterbath. Sedangkan

alat yang digunakan untuk pengujian antikapang ekstrak kulit buah kakao yaitu adalah kulit

buah kakao segar berwarna kuning kemerahan jenis Forestero yang didapat dari perkebunan

swasta PP Bajabang Indonesia, Cipeundeuy, Jawa Barat, serta pelarut etanol 70% untuk

ekstraksi.

Bahan

Page 342: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

335

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Bahan yang digunakan pada proses yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar), media

PDB (Potato Dextrose Broth), aquades, NaCl Fisiologis 0,85%, NaCl Fis 0,85%, spirtus,

pereaksi Dragendroff, n-heksana, HCl pekat, Mg, FeCl3 1%, etanol 95%, NaOH 10%, reagen

Folin-Cioucalteu, Na2CO3 15%, metanol, AlCl3 2%, H2SO4 6N, asetik anhidrit (C4H6O3), asam

borat, asam oksalat, eter, K2Cr2O7, kultur murni Aspergillus flavus, Aspergillus niger dan

Rhizopus.

Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Eksperimental (Experimental Method)

yang dianalisis secara deskriptif. Metode eksperimental yang dianalisis secara deskriptif ini

dilakukan untuk mengetahui konsentrasi mana yang efektif untuk menghambat aktivitas

kapang patogen produk pangan. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah ekstrak

kulit buah kakao dengan fraksi larut etanol 70% dari berbagai konsentrasi yang dilakukan

pengulangan sebanyak 3 kali. Selanjutnya data yang sudah di dapat akan dihitung standar

deviasinya pada setiap perlakuan. Dengan rumus sebagai berikut;

Perhitungan Standar Deviasi:

S2 = 𝑛 (∑ 𝑋𝑖2)−(∑ 𝑋𝑖)2

𝑁 (𝑛−1)

Keterangan:

S : Standar Deviasi

n : Jumlah sampel yang dianalisis

∑ 𝑋𝑖 ∶ Jumlah pengukuran, ∑ 𝑋𝑖2 ∶ jumlah kuadrat pengukuran.

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan bahan dilakukan untuk membuat serbuk kulit buah kakao dengan cara

pengeringan menggunakan oven yang kemudian akan di grinder dan di ayak menggunakan

ayakan 80 Mesh. Selanjutnya dilakukan preparasi kultur cair kapang uji dengan streak kultur

di agar miring PDA (Potato Dextrose Agar) yang diinkubasi selama 72 jam pada suhu ±35 0C.

serbuk kulit buah kakao yang sudah di ayak kemudian dilakukan proses ekstraksi

menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanl 70% selama 24 jam pada suhu ruang.

Setelah proses ekstraksi kemudian ekstrak dilakukan pemekatan menggunakan Rotary

Evaporator pada suhu 40 0C kemudian ekstrak dilakukan pengenceran yang dilakukan untuk

membuat berbagai konsentrasi ekstrak 10%;20%;30%;40%;50%;60; dan 70%.

Pengujian Fitokimia

Page 343: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

336

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Ekstrak kulit buah kakao dilakukan pengujian fitokimia untuk mengidentifikasi

komponen bioaktif yang terdapat didalam ekstrak kulit buah kakao yang dapat berperan

sebagai antikapang. Pengujian ini dilakukan secara kualitatif dan kuatitatif. Untuk pengujian

kualitatif dilakukan uji Alkaloid, uji Flavonoid, uji Saponin, dan uji Tanin. Sedangkan untuk

pengujian kuantitatif yaitu pengujian total Fenolik.

Uji Efektivitas Antikapang Ekstrak Kulit Buah Kakao dengan Metode Difusi Sumuran

Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukan media PDA kedalam cawan petri steril

kemudian didiamkan hingga agar tersebut memadat, swab kultur cair kapang uji di permukaan

media PDA kemudian dibuat 5 semuran dengan diameter ±7,5mm yaitu sumuran 1 ulangan1,

sumuran 2 ulangan 2, sumuran 3 ulangan 3, sumuran 4 kontrol positif yaitu etanol, dan sumuran

5 kontrol negatif yaitu aquades. Kemudian diinkubasi selama ±35 0C selama ±24 jam kemudian

diamati zona bening. . Zona hambat resisten berada pada diameter 9 mm, zona hambat

intermediet 10-11 mm sedangkan zona hambat sensitif pada diameter 12 mm (Cappuccino dan

Sherman, 2001).

Uji Efektivitas Antikapang Ekstrak Kulit Buah Kakao dengan Metode Dilusi Cair

Pengujian aktivitas antikapang dari ekstrak kulit buah kakao menggunakan metode dilusi

cair. Metode dilusi cair atau broth dilution test ini yang diakukan adalah dengan membuat seri

pengenceran dengan interval pengenceran dua kali. Pengujian ini dilakukan dengan

memasukan media PDB (Potato Dextrose Broth) sebanyak 1 ml ke 7 tabung reaksi, kemudian

penambahan ekstrak pada tabung 1 yang dinamai ekstrak 100%, kemudian dari tabung 1

diambil 1 ml dan dituang pada tabung 2 yang dinamai 50%, dan seterusnya. Kemudian

dilakukan penambahan suspense kapang sebanyak 1 ml kedalam semua tabung reaksi dan

diinkubasi diinkubasi selama ±35 0C selama ±24 jam kemudian diamati tingkat kekeruhannya.

Tabung yang paling jernih merupakan KHM (Konsentrasi Hambat Minimum). Kemudian

ekstrak didalam tabung reaksi dimasukkan kedalam media agar PDA di swab dan dilihat KBM

nya (Konsentrasi Bunuh Minimum) dengan ditandainya tidak tumbuh kapang pada media

tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Kakao

Tabel 2. Hasil Pengujian Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Kakao

Page 344: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

337

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Senyawa Kulit Buah Kakao

Alkaloid +

Flavonoid +

Saponin -

Tanin +

Total Fenol 0,893%/100gram

Keterangan: (+) mengandung senyawa yang di uji; (-) Tidak mengandung senyawa yang diuji

Pengujian fitokimia bertujuan untuk mengidentifikasi komponen bioaktif yang terdapat

dalam esktrak kulit buah kakao yang dapat berperan sebagai antikapang. Pengujian ini

dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian kualitatif dengan ditandai perubahan

warna atau terbentuknya endapan, dan secara kuantitatif untuk mengetahui total fenol yang

terdapat di dalam ekstrak kulit buah kakao. Berdasarkan tabel 2, hasil pengujian menunjukkan

ekstrak kulit buah kakao positif mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin, serta negatif

mengandung senyawa saponin. Sedangkan untuk hasil pengujian menunjukkan total fenol yang

terdapat pada ekstrak kulit buah kakao 0,893% dalam 100g.

Hasil Penelitian Antikapang Ekstrak Kulit Buah Kakao Metode Difusi Sumuran

Tabel 3. Data Rata-rata Zona Bening Kapang Menggunakan Metode Difusi Sumuran

A. niger (mm) A. flavus (mm) R. stolonifer (mm)

10% 6.31 ± 0.85 5.26 ± 1.00 7.61± 3.16

20% 7.16 ± 1.32 9.22 ± 2.67 10.81± 0.93

30% 7.37± 2.64 9.57 ± 2.02 11.08 ± 0.90

40% 10.72 ± 2.61 12.78 ± 1.97 11.17 ± 0.09

50% 16.43 ± 0.90 12.86 ± 2.08 11.73 ± 1.14

60% 14.01 ± 3.37 14.86 ± 2.83 15.29 ± 0.97

70% 16.39 ± 1.62 15.33± 1.32 15.55 ± 2.45

(a) (b)

Page 345: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

338

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

(c)

Grafik 1. Grafik Daya Hambat Metode Difusi Sumuran pada kapang (a). A. niger (b). A. flavus (c). R. stolonifer

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan daya hambat kulit buah kakao terhadap

pertumbuhan A. niger berada pada kisaran 6,31 – 16.43mm , A. flavus 5,26 – 15,33mm, dan R.

stolonifer 7,61 – 15,55mm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antikapang pada

ekstrak kulit buah kakao berada pada zona resisten sampai sensitif. Berdasarkan grafik 1(a)

menunjukkan penghambatan tertinggi pertumbuhan kapang A. niger pada penggunaaan ektrak

kulit buah kakao berada pada konsentrasi 50%.. sedangkan zona bening terendah pada ekstrak

kulit buah kakao pada konsentrasi 10%. Berdasarkan grafik diatas, konsentrasi ektrak kulit

buah kakao dalam menghambat kapang A. niger mengalami penurunan dari konsentrasi 50%

ke 60%. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas yang

menyebabkan nutrisi, enzim, dan protein dalam sel akan keluar. Hal inilah yang dapat

menyebabkan tidak terkontrolnya pertumbuhan kapang (Septiadi, Delianis P, dan Ocky K.R.

2013).

Berdasarkan grafik 1(b & c) diameter zona bening metode difusi sumuran pada kapang

A.flavus dan kapang R.stolonifer menunjukkan pertumbuhan paling baik ada pada konsentrasi

70% sedangkan zona bening terendah pada ekstrak kulit buah kakao pada konsentrasi 10%.

Pada kapang jenis ini zona bening mengalami kenaikan yang signifikan. Semakin besar

konsentrasi semakin besar juga zona bening yang dihasilkan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

pada kapang jenis A. flavus semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin efektif untuk

menghambat kapang jenis A. flavus.

Hasil Penelitian Antikapang Ekstrak Kulit Buah Kakao Metode Dilusi Cair

Tabel 4. Data Kemampuan Penghambatan Kapang Menggunakan Metode Dilusi Cair

KHM KBM

A. niger 12,5% 100%

Page 346: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

339

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan hasil data pada tabel 2 menunjukkan aktivitas penghambatan terendah mulai

dari konsentrasi 12,5% untuk A. niger, 25% untuk A. flavus, dan 25% untuk R. stolonifer yang

menunjukkan nilai KHM untuk A. niger berada pada konsentrasi 12,5%, A. flavus dan R.

stolonifer berada pada konsentrasi 25%. Sedangkan nilai KBM pada ketiga jenis kapang

tersebut berada pada konsentrasi ekstrak kulit buah kakao A. niger 100%, A. flavus, dan R.

stolonifer berada di konsentrasi ekstrak kulit buah kakao 50%.

Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan daya hambat yang terjadi ini dipengaruhi oleh

dinding sel. Rhizopus stolonifer merupakan spesies kapang divisi Zygomycota, sedangkan

Aspergillus flavus dan Aspergillus niger merupakan spesies kapang divisi Ascomycota.

Klasifikasi kapang mempengaruhi mekanisme penghambatan kapang oleh zat antikapang.

Mekanisme penghambatan kapang yaitu penyerangan terhadap dinding selnya. Komponen

utama penyusun dinding sel kapang adalah kitin. Kitin tersusun pada dinding sel dalam bentuk

ikatan mikrofibril yang dapat memperkuat dan mempertebal dinding sel. Selain kitin, penyusun

dinding sel fungi juga terdiri dari 80-90% polisakarida, protein, lemak, polifosfat, dan ion

anorganik yang dapat mempererat ikatan antar matriks pada dinding sel (Madigan et al. 2012).

Dinding sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer yang mengandung protein globular.

Lapisan tersebut berfungsi sebagai tempat masuknya nutrisi, tempat keluarnya senyawa

metabolit sel, dan sebagai penghalang selektif pada proses translokasi. Komponen lain yang

menyusun dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan aglutinan, senyawa melanin

berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam. Pigmen tersebut bersifat resisten terhadap

enzim lisis, memberikan kekuatan mekanik dan melindungi sel dari sinar UV, radiasi matahari

dan pengeringan.

Kitin merupakan suatu polisakarida, polimer linier dari N-asetil-glukosamin yang

dihubungkan oleh ikatan β-(1,4)-glukosida. Ikatan tersebut memungkinkan terbentuknya

mikrofibril di dalam sel kapang dan membentuk suatu jaringan di dalam matriks. Komponen

utama dari matriks tersebut adalah polisakarida yang larut dalam air, yaitu glukan dan

glikoprotein. Kemampuan penghambatan yang berbeda pada jenis kapang yang digunakan

dipengaruhi oleh struktur dinding selnya. Menurut Griffin (1981), dinding sel fungi divisi

A. flavus 25% 50%

R. stolonifer 25% 50%

Page 347: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

340

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Ascomycota terdiri dari 39% kitin dari berat kering sel, sedangkan divisi Zygomycota terdiri

dari 9% kitin dari berat kering sel. Komposisi kitin pada Aspergillus flavus dan Aspergillus

niger lebih tinggi sehingga zat antikapang lebih sulit untuk menghancurkan kitin. Jika zat yang

mengandung senyawa bioaktif ditambahkan ke dalam media yang berisi kapang, ikatan β-

(1,4)-glukosida akan terserang sehingga komponen mikrofibril seperti glukan dan glikoprotein

akan terlepas dan menyebabkan dinding sel menjadi renggang dan terjadi kebocoran. Hal ini

akan menyebabkan isi sel kapang akan keluar karena terjadi perbedaan tekanan osmotik.

Kebocoran dinding sel menyebabkan pertumbuhan kapang terhambat karena komponen

penyusunnya sudah rusak.

KESIMPULAN

Ekstrak kulit buah kakaoo memiliki komponen aktif fenol, tanin, flavonoid, alkaloid, dan

memiliki total fenol 0,893% dalam 100g. zona penghambatan yang diuji dengan menggunakan

metode difusi sumuran zona bening pada kapang A. niger termasuk kategori yaitu rata-rata

kisaran 6,31 – 16,43 mm (resisten – sensitif), A. flavus 5,26 – 15,33 mm (resisten – sensitif),

dan R. stolonifer kisaran 7,61 – 15,55 mm (resisten – sensitif). Nilai Kadar Bunuh Minimum

(KHM) pada kapang A. niger 12,5% , A. flavus dan R. stolonifer memiliki nilai KHM sebesar

25%. Sedangkan untuk Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada kapang A. niger 100%, A. flavus

dan R. stolonifer 50%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PP Bajabang Indonesia serta Fakultas

Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Cappuccino, J.G. dan Sherman. 2001. Microbiologi: A Laboratory Manual. Sixth Edition.

Benjamin Cummings, San Fransisco

Fapohunda dan Afolayan, 2012, Fermentation of Cocoa Beans and Antimicrobial Potentials of

the pod Husk Phytochemicals, Journal of Physiology and Pharmocology Advances, 2

(3), 158-164.

Griffin, D.H. 1981. Fungal Physiology. New York : John Willey and Sons Publication.

Page 348: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

341

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Hui, Y. H.. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol. I. John Wiley & Sons

Inc 10.

Madigan, M.T., J.M. Martinko, D.A. Stahl, and D.P. Clark. 2012. Brock Biology of

Microorganisms. Pearson Education, Inc., San Francisco.

Septiadi, T., Delianis P., dan Ocky K.R. 2013. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antijamur Ekstrak

Teripang Keling (Holoturia atra) dari Pantai Bandengan Jepara Terhadap Jamur

Candida albicans. Journal of Marine Research Vol 2 (2): 76-84.

Page 349: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

342

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

KAJIAN KARAKTERISTIK COOKIES SORGUM (Sorghum bicolor L.

Moench) TERSUBSTITUSI KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata L.)

Rifa Nabila1, Endah Wulandari2, Elazmanawati Lembong2

1 Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 43563

Korespondensi : [email protected]

ABSTRAK

Sorgum (Sorgum bicolor (L) Moench.) merupakan bahan pangan lokal yang dapat

digunakan sebagai pengganti terigu dalam pembuatan cookies, namun sorgum memiliki

kandungan tanin yang membuat warna produk menjadi gelap. Pengurangan tanin dalam

sorgum dapat dilakukan dengan perkecambahan. Perkecambahan dan substitusi kacang

tunggak dapat meningkatkan kandungan mineral namun memberikan warna yang lebih gelap.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan imbangan antara tepung sorgum dan tepung

kecambah sorgum dengan tepung kacang tunggak terbaik agar dihasilkan produk cookies yang

sesuai standar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 8 perlakuan yaitu imbangan tepung

sorgum atau tepung kecambah sorgum dengan tepung kacang tunggak (100:0, 90:10, 80:20,

dan 70:30) yang diujikan 2 kali ulangan . Hasil penelitian menunjukkan semua perlakuan

memiliki warna cookies Yellow Red/ kecoklatan dengan nilai Hue berturut-turut 76,68o, 79,01o,

81,92o, 82,44o, 72,99o, 76,39o, 76,71o, 75,90o dan kadar abu 2,39%, 2,56%, 2,65%, 2,83%,

2,50%, 2,62%, 2,72%, 2,88%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa substitusi kacang tunggak

yang semakin banyak memberikan warna cookies yang semakin gelap dan perkecambahan

dapat meningkatkan warna gelap dan kadar abu cookies. Perlakuan terbaik adalah cookies

sorgum tanpa kacang tunggak.

Kata Kunci: Sorgum, Perkecambahan, Kacang Tunggak, Warna, Abu

PENDAHULUAN

Sorgum berpeluang untuk dikembangkan menjadi produk pangan premium dengan

keunggulan tidak memiliki kandungan gluten (gluten free) sehingga sangat sesuai untuk

konsumen dengan gizi khusus (Sungkono dkk., 2009). Namun pemanfaatan tepung sorgum

menjadi berbagai macam produk masih mengalami berbagai macam kendala. Menurut

Hubbard (2009) dikutip Katresna (2017), tepung sorgum yang ditambahkan semakin banyak

akan menghasilkan cookies yang berwarna semakin gelap. Senyawa tanin yang terdapat pada

tepung sorgum memberikan efek warna gelap dan rasa agak sepat pada produk akhir (Suarni,

Page 350: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

343

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

2009). Meskipun dengan proses penyosohan kulit sorgum telah dapat menurunkan kadar tanin

yang ada, tetapi masih ada sifat-sifat fungsional lain pada tepung sorgum yang perlu diperbaiki

untuk menghasilkan produk yang baik. Sifat-sifat fungsional tepung ini sangat mempengaruhi

mutu produk-produk yang menggunakan tepung sebagai bahan dasarnya, seperti adonan untuk

pembuatan cookies.

Menurut Narsih dkk. (2008), perkecambahan pada biji sorgum dapat menghasilkan

tepung sorgum dengan kadar tanin dan asam fitat terendah sehingga dapat digunakan untuk

berbagai produk pangan. Menurut Afify et al. (2011), tepung kecambah sorgum yang

dihasilkan dari perkecambahan dapat menghilangkan kandungan phytate pada sorgum dan

meningkatkan kandungan besi dan seng secara sigifikan. Hal yang sama dilaporkan oleh

Correia et al. (2008), bahwa tepung sorgum yang diolah dari kecambah sorgum bebas

kandungan gula. Kacang tunggak dapat digunakan sebagai substitusi dalam pembuatan cookies

karena kacang-kacangan kaya akan asam-asam amino dan protein. Menurut Rosida dkk (2011),

kacang tunggak memiliki kandungan lemak yang relatif lebih rendah sehingga dapat

meminimalisasi efek negatif dari penggunaan produk pangan berlemak, memiliki kandungan

vitamin B1 yang tinggi, dan kaya kandungan asam amino lisin, asam aspartat, dan glutamat.

Perkecambahan dan substitusi kacang tunggak dapat meningkatkan kandungan mineral

namun memberikan warna yang lebih gelap. Menurut Fatkhurahman dkk. (2012), besarnya

kadar abu pada suatu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang

digunakan dan apabila kadar abu melebihi dari standar mutu yang ada maka akan

mempengaruhi warna cookies yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan imbangan antara tepung sorgum atau tepung

kecambah sorgum dengan tepung kacang tunggak terbaik agar dihasilkan produk cookies yang

sesuai standar.

METODE PENELITIAN

1.1 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum (Sorghum bicolor L.

Moench) kultivar lokal Bandung yang diperoleh dari petani di Kabupaten Bandung dan kacang

tunggak (Vigna unguiculata L.) yang diperoleh dari dari petani di Kota Banjar. Bahan lain yang

digunakan yaitu kuning telur, margarin, gula halus, susu bubuk skim, baking powder, garam,

dan akuades. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung dan cookies yaitu alat

Page 351: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

344

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

penyosoh, wadah plastik, ayakan 80 mesh, kain flannel, keranjang, disc mill, plastic sealer,

grinder, cabinet dryer, mixer, oven listrik, loyang, roller, cetakan cookies, neraca analitik, dan

pengaduk. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk keperluan analisa yaitu cawan porselen,

krustang, tanur, desikator, oven, dan spectrophotometer CM-5.

1.2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Penelitian terdiri dari 8 imbangan pembuatan cookies yang masing-masing kombinasi diulang

sebanyak 2 kali. Rancangan percobaan yang dilakukan, yaitu : A = 100:0 tepung sorgum dan

tepung kacang tunggak.

B = 90:10 tepung sorgum dan tepung kacang tunggak

C = 80:20 tepung sorgum dan tepung kacang tunggak

D = 70:30 tepung sorgum dan tepung kacang tunggak

E = 100:0 tepung kecambah sorgum dan tepung kacang tunggak

F = 90:10 tepung kecambah sorgum dan tepung kacang tunggak

G = 80:20 tepung kecambah sorgum dan tepung kacang tunggak

H = 70:30 tepung kecambah sorgum dan tepung kacang tunggak

1.3. Metode Penelitian

1.3.1. Pembuatan tepung sorgum

Biji sorgum dicuci kemudian direndam sesaat untuk memisahkan biji (biji yang

mengapung tidak digunakan). Biji direndam dalam air selama 2-3 jam (hingga kadar air ± 30%)

kemudian ditiriskan. Setelah itu biji dikeringkan (hingga kadar air ≤12%) dalam cabinet dryer

(suhu 50oC) selama 6 jam. Dilakukan penyosohan biji sorgum selama 10 menit kemudian biji

digiling dengan mesin penepung (disc mill) dengan frekuensi 3 kali selama 15 menit. Tepung

sorgum diayak dengan ayakan 80 mesh kemudian dikemas pada kemasan Metalized Plastic

(Modifikasi Mardawati dkk. (2010); Sukarminah (2014); dan Widawati (2018)).

1.3.2. Pembuatan tepung kecambah sorgum

Biji sorgum dicuci kemudian direndam sesaat untuk memisahkan biji (biji yang

mengapung tidak digunakan). Biji direndam dalam akuades selama 12 jam kemudian

ditiriskan. Biji kemudian disimpan dalam keranjang yang dilapisi dengan kain flanel lembab

selama 24 jam (suhu ruang 25oC dan gelap). Setelah itu kecambah biji dikeringkan dalam

cabinet dryer (suhu 50oC) selama 6 jam. Dilakukan penyosohan kecambah biji sorgum selama

Page 352: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

345

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

3 menit kemudian biji digiling dengan mesin penepung (disc mill. Tepung kecambah sorgum

diayak dengan ayakan 80 mesh kemudian dikemas pada kemasan Metalized Plastic

(Modifikasi Narsih et al. (2008); Mardawati dkk. (2010); Sukarminah (2014); dan Widawati

(2018)).

1.3.3. Pembuatan tepung kecambah tunggak

Kacang tunggak dicuci kemudian disortasi untuk memisahkan kacang yang

permukaannya halus dan bersih. Kacang tunggak direndam selama 6 jam dalam air (air:kacang

tunggak = 3:1). Kacang tunggak selanjutnya dioven (suhu 120oC) selam 65 menit kemudian

dilakukan pemisahan kulit ari kacang dengan cara ditampi. Setelah itu kacang digiling dengan

mesin penepung (disc mill). Tepung kacang tunggak diayak dengan ayakan 80 mesh kemudian

dikemas pada kemasan Metalized Plastic (Modifikasi Sa’adah, 2009).

1.3.4. Pembuatan cookies

Pembuatan cookies dilakukan dengan imbangan tepung sorgum dan tepung kacang

tunggak dengan perbandingan 100:0, 90:10, 80:20, 70:30 serta imbangan tepung kecambah

sorgum dan tepung kacang tunggak dengan perbandingan 100:0, 90:10, 80:20, 70:30. Untuk

membuat 200 g adonan cookies, sebanyak 28,57% Margarin, 21,5% gula halus, 0,17% garam,

dan 4,01% kuning telur (Sufmawati, 2015) diaduk dengan mixer selama 5 menit. Tepung

sorgum/tepung kecambah sorgum, tepung kacang tunggak sesuai perlakuan imbangan, 0,17%

baking powder, dan 2,145% susu bubuk skim diaduk kemudian dimasukkan sedikit demi

sedikit ke dalam adonan hingga tercampur rata. Setelah itu, adonan digiling secara perlahan

dengan roller sampai terbentuk lembaran dengan ketebalan 0,5 cm. Adonan dicetak dengan

cetakan cookies kemudian diletakkan dalam loyang yang telah diolesi margarin. Cookies

dipanggang dalam oven (suhu 150oC) selama 17 menit hingga cookies berwarna kuning

kecoklatan (Modifikasi Sutomo (2008) dikutip Mardawati dkk (2010)).

1.4. Pengamatan

Parameter yang diamati pada cookies yaitu, 1) analisis sifat kimia, kadar abu dengan

metode pengeringan (AOAC, 1990), 2) analisis sifat fisik, warna cookies dengan model

CIELAB menggunakan spectrophotometer CM-5 (Yam dan Pandakis, 2004).

1.5. Analisis Data

Page 353: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

346

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam. Apabila dari

hasil analisa tersebut terdapat pengaruh yang signifikan, akan dilanjutkan dengan uji Duncan

pada taraf 5% (LSR test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Abu

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa formulasi tepung sorgum atau tepung

kecambah sorgum dengan tepung kacang tunggak memberikan pengaruh berbeda nyata

terhadap kadar abu cookies. Nilai kadar abu cookies dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Imbangan Tepung Sorgum, Tepung Kecambah Sorgum, dan Tepung

Kacang Tunggak Terhadap Kadar Abu Cookies

Perbandingan Tepung Komposit Perlakuan Rata-rata Kadar Abu (%)

Tepung Sorgum : A (100 : 0) 2,39 ± 0,07 f

Tepung Kacang Tunggak B (90 : 10) 2,56 ± 0,05 de

C (80 : 20) 2,65 ± 0,004 cd

D (70 : 30) 2,83 ± 0,06 ab

Tepung Kecambah Sorgum : Tepung E (100 : 0) 2,50 ± 0,02 ef

Kacang Tunggak F (90 : 10) 2,62 ± 0,05 cd

G (80 : 20) 2,72 ± 0,04 bc

(70 : 30) 2,88 ± 0,07 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda

nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa nilai kadar abu cookies berkisar antara

2,395– 2,88 %. Kadar abu dari cookies yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar SNI (01-

2973-1992). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1992), kadar abu maksimal pada produk

cookies yaitu sebesar 1,5%. Namun menurut Passos et al. (2013), kandungan abu beberapa

cookies dan crackers komersial berkisar antara 0,5 – 4,3 %.

Kadar abu merupakan parameter untuk menunjukkan nilai kandungan bahan anorganik

(mineral) yang ada di dalam suatu bahan atau produk. Semakin tinggi nilai kadar abu maka

semakin banyak kandungan bahan anorganik di dalam produk tersebut. Komponen bahan

anorganik di dalam suatu bahan sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Kandungan

Page 354: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

347

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

bahan anorganik yang terdapat di dalam suatu bahan di antaranya kalsium, kalium, fosfor, besi,

magnesium, dan lain-lain (Sudarmadji dkk, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kadar abu cookies yang dibuat dari

tepung kecambah sorgum substitusi kacang tunggak (2,50% – 2,88%) lebih tinggi

dibandingkan cookies yang dibuat dari tepung sorgum substitusi kacang tunggak (2,39% –

2,83%). Hal ini menunjukkan bahwa perkecambahan dapat meningkatkan kadar abu sehingga

kadar mineral dalam cookies menjadi lebih tinggi.

Peningkatan kadar mineral terjadi seiring dengan peningkatan aktivitas enzim fitase

selama perkecambahan yang menyebabkan hidrolisis ikatan antara protein-enzim mineral

menjadi bebas sehingga meningkatkan ketersediaan mineral (Inyang & Zakari, 2008 dikutip

Dewi dkk, 2018). Menurut Ikujenlola & Fashakin, (2005) dikutip Dewi dkk (2018), kadar

mineral meningkat pesat pada tepung beras, kacang tunggak, dan jagung yang berkecambah,

seperti kalsium, potassium, phosphor, besi, seng, dan sodium.

Peningkatan kadar abu selain karena perkecambahan juga terjadi karena adanya

substitusi kacang tunggak. Tabel 14 menunjukkan bahwa semakin banyak substitusi kacang

tunggak maka kadar abu menjadi semakin tinggi. Menurut Satya et al. (2010), kacang-

kacangan merupakan sumber mineral seperti K, Ca, Mg, Cu, Fe, Zn. Kandungan mineral yang

terdapat pada kacang tunggak antara lain: sodium 23 mg/100 g, kalsium 80,3 mg/100 g,

magnesium 250,2 mg/100 g, seng 3,77 mg/100 g, mangan 1,28 mg/100 gram, tembaga 0,94

mg/100gram, dan besi 7,54 gram per 100 gram (Matthews, 1989 dikutip Sa’adah, 2009).

Sedangkan kandungan mineral yang terdapat pada sorgum antara lain adalah : fosfor 287

mg/100 g, kalsium 28 mg/100 g, dan besi 4,4 mg/100 g (Beti et al., 1990 dikutip Suarni, 2012).

3. Warna CIE-Lab

Skala warna CIE-Lab merupakan sebuah perkiraan skala keseragaman warna. Sumbu L*

mulai dari atas ke bawah, parameter L* menunjukkan tingkat kecerahan dengan skala 0

(gelap atau hitam) sampai 100 (cerah atau terang). Sumbu a* dan b* tidak memiliki nilai batas

yang spesifik. Bila nilai a* positif berarti merah dan bila negatif adalah hijau, sedangkan untuk

b* bila positif berarti kuning dan bila negatif adalah biru (Hermawan et al., 2010).

Page 355: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

348

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan imbangan tepung sorgum atau

tepung kecambah sorgum dengan tepung kacang tunggak memberikan pengaruh berbeda nyata

terhadap nilai L*, a*, dan b* cookies. Nilai L*, a*, dan b* cookies dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Imbangan Tepung Sorgum, Tepung Kecambah Sorgum, dan Tepung

Kacang Tunggak Terhadap Warna CIE-Lab Cookies

Perbandingan Perlakuan Rata-rata Rata-rata Nilai Rata-rata Nilai

Tepung Komposit Nilai L* a* b*

Tepung Sorgum : A (100 : 0) 68,31 ± 0,22 a 6,93 ± 0,36 bc 29,29 ± 0,24 f

Tepung Kacang

B (90 : 10) 67,51 ± 0,21 a 6,95 ± 0,18 bc 35,78 ± 0,63 d

Tunggak

C (80 : 20) 68,21 ± 1,51 a 5,51 ± 1,55 c 38,84 ± 0,41 c

D (70 : 30) 68,10 ± 0,44 a 5,61 ± 0,15 c 42,27 ± 0,52 a

Tepung Kecambah E (100 : 0) 62,96 ± 0,30 b 10,18 ± 0,07 a 33,26 ± 0,10 e

Sorgum : Tepung

F (90 : 10) 64,37 ± 0,14 b 8,63 ± 0,04 ab 35,64 ± 0,79 d

Kacang Tunggak

G (80 : 20) 63,94 ± 1,20 b 9,10 ± 0,92 a 38,55 ± 0,42 c

H (70 : 30) 62,61 ± 0,39 b 10,15 ± 0,18 a 40,37 ± 0,15 b

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada

taraf uji 5% menurut uji Duncan.

Nilai warna L*cookies dapat dipengaruhi oleh komponen penyusun cookies, suhu, dan

waktu pemanggangan. Penelitian Sufmawati (2017) menggunakan suhu dan waktu

pemanggangan yang sama untuk setiap perlakuan sehingga kemungkinan perbedaan nilai

kecerahan cookies disebabkan karena komponen penyusun cookies. Salah satu komponen yang

mempengaruhi adalah jenis tepung. Proporsi dan jenis tepung yang berbeda akan menghasilkan

tingkat kecerahan cookies yang berbeda pula. Berikut ini perbandingan warna cookies sorgum

yang dihasilkan:

Page 356: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

349

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Perbandingan Warna Cookies Sorgum

(Dokumentasi Pribadi, 2019)

Penelitian ini menggunakan tiga jenis tepung yang berbeda. Berdasarkan data di Tabel

19, dapat diketahui nilai L* cookies dari tepung sorgum substitusi kacang tunggak (67,51 –

68,31) lebih tinggi dibandingan dengan cookies dari tepung kecambah sorgum substitusi

kacang tunggak (62,61 – 64,37). Hal ini menunjukkan bahwa cookies dari tepung sorgum

menghasilkan warna yang lebih cerah. Perbedaan dalam penambahan kacang tunggak pada

cookies menghasilkan nilai L* yang fluktuatif. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aliran

panas yang terjadi pada proses pemanggangan.

Cookies dari tepung kecambah sorgum substitusi kacang tunggak memiliki kecerahan

yang lebih rendah karena perkecambahan dapat mengubah komponen bahan dalam produk.

Berdasarkan hasil analisis kadar abu di penelitian ini menunjukkan bahwa perkecambahan

dapat meningkatkan kadar abu. Menurut Wadlihah (2010), kadar abu menunjukkan kandungan

mineral pada bahan pangan. Keberadaan mineral ini yang diduga sebagai salah satu pemicu

timbulnya warna gelap pada cookies. Menurut Saroyo (2013), semakin tinggi kadar abu pada

cookies menyebabkan warna cookies yang dihasilkan menjadi semakin gelap. Hal ini yang

membuat cookies dari tepung kecambah sorgum menjadi lebih gelap.

Pada satuan warna a*, yaitu nilai warna kemerahan menunjukkan cookies yang berasal

dari tepung kecambah sorgum substitusi kacang tunggak (10,18 – 8,63) menghasilkan nilai a*

yang lebih besar dibandingkan dengan cookies dari tepung sorgum substitusi kacang tunggak

(5,51 – 6,93). Hasil ini menunjukkan bahwa perkecambahan dapat meningkatkan nilai a* pada

cookies.

Menurut Che et al. (2016), sorgum memiliki pigmen karotenoid berupa beta karoten 1,2

mg/100 gram. Menurut Dutta (2005) dikutip Kusbandari dan Hari (2017), beta karoten

Page 357: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

350

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

merupakan pigmen organik berwarna kuning, oranye, atau merah oranye yang dapat terjadi

secara alamiah dalam tumbuhan yang berfotosintesis, ganggang, beberapa jenis jamur, dan

bakteri.

Perkecambahan dapat meningkatkan kadar beta karoten. Lama perkecambahan

menunjukkan peningkatan kadar bata karoten setiap harinya dan mencapai kadar tertinggi pada

lama 3 hari perkecambahan, karena tingkat hidrolisis zat gizi cadangan dalam biji terjadi lebih

banyak dibandingkan dengan 1 hari dan 2 hari perkecambahan (Sukatiningsih dkk., 2009). Hal

ini yang dapat membuat cookies dari tepung kecambah sorgum memiliki nilai a* yang lebih

tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian nilai b* di tabel 19, cookies yang diolah tanpa kacang

tunggak memiliki nilai b* yang rendah. Semakin banyak penambahan tepung kacang tunggak

maka nilai b* dari produk semakin meningkat sehingga semakin berwarna kuning. Kacang

tunggak memiliki kandungan pigmen karotenoid seperti sorgum. Menurut Matthews (1989)

dikutip Sa’adah (2009), beta karoten dalam kacang tunggak sebesar 28 mg per 100 gram.

Cookies yang berasal dari tepung kecambah sorgum menghasilkan nilai b* yang lebih tinggi

dibandingkan dengan cookies dari tepung sorgum. Menurut penelitian Sukatiningsih dkk.

(2009), menunjukkan perkecambahan dapat meningkatkan kadar beta karoten.

Perbandingan nilai a* dan b* selanjutnya dikonversikan kedalam nilai Hue untuk

mengetahui intensitas warna cookies yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui

bahwa semua perlakuan memiliki nilai Hue 72,99o – 82,44o sehingga termasuk ke dalam daerah

kisaran warna Yellow Red (YR).

Tabel 3. Nilai Hue dan Daerah Kisaran Warna Cookies

Perbandingan Tepung Perlakuan Nilai Hue Daerah Kisaran Warna

Komposit

Tepung Sorgum : A (100 : 0) 76,68 Yellow Red (YR)

Tepung Kacang Tunggak

B (90 : 10) 79,01 Yellow Red (YR)

C (80 : 20) 81,92 Yellow Red (YR)

D (70 : 30) 82,44 Yellow Red (YR)

Tepung Kecambah Sorgum : E (100 : 0) 72,99 Yellow Red (YR)

Page 358: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

351

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tepung Kacang Tunggak

F (90 : 10) 76,39 Yellow Red (YR)

G (80 : 20) 76,71 Yellow Red (YR)

H (70 : 30) 75,90 Yellow Red (YR)

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2019)

Menurut Ghifary (2012), warna kemerahan dan kekuningan memberikan kesan berwarna

kecoklatan yang berasal dari pigmen melanoidin sebagai hasil reaksi Maillard. Hal ini

didukung

dengan pendapat Avianty dkk. (2013), yang menyatakan bahwa warna kecokelatan dapat

dihasilkan oleh reaksi Maillard yang terjadi antara asam amino dengan gugus gula pereduksi.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi kacang tunggak yang semakin banyak

memberikan warna cookies yang semakin gelap. Perkecambahan dapat meningkatkan warna

gelap dan kadar abu cookies. Perlakuan terbaik adalah cookies sorgum sorgum tanpa kacang

tunggak.

DAFTAR PUSTAKA

Afify, A. E. M. M. R., H. S. El-Beltagi, S.M.A. El-Salam, dan A.A. Omran. 2011.

Bioavailability of iron, zinc, phytate and phytase activity during soaking and germination

of white sorghum varieties. PLoS ONE, 6(10), pp. 1–7.

AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Association of Official Analitycal Analytical

Chemists, Washington DC USA.

Avianty S, Ayustaningwarno F. Kandungan Zat Gizi dan Tingkat Kesukaan Snack Bar Ubi

Jalar Kedelai Hitam Sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diabetes Melitus

Tipe 2. Journal of Nutrition College. 2013;4(2):622-629

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 2973:1992). Badan

Standarisasi Nasional, Jakarta.

Correia, I., A. Nunes, A.S. Barros, and I. Delgadillo. 2008. Protein Profile and Malt Activity

During Sorghum Germination. Journal of Science of Food and Agriculture, 88(2), pp.

2598–2605.

Page 359: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

352

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Dewi, I.G.A.A.S.P., Ekawati, I.G.A., dan Pratiwi, I.D.P.K. 2018 .Pengaruh Lama

Perkecambahan Millet (Panicum milliaceum) terhadap Karakteristik Flakes. Jurnal Ilmu

dan Teknologi Pangan. 7(4): 175-183.

Fatkurahman, R., W. Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik sensoris dan sifat fisikokimia

cookies dengan substitusi bekatul beras hitam (Oryza sativa L.) dan tepung jagung (Zea

mays L.). Jurnal Teknosains Pangan. 1 (1): 49-57

Ghifary, A. 2012. Pengaruh Imbangan Tepung Sorgum dan Tapioka Terhadap Karakteristik

dan Rendemen Muffin Sorgum. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Industri Pertanian

Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Hermawan, R., Hayati, E.L., dan Budi, U.S. 2010. Effect of Temperature , Ph on Total

Concentration and Color Stability of Anthocyanins Compound Extract Roselle Calyx (

Hibiscus Sabdariffa L.) Alchemy, 2(1), pp. 104–115.

Katresna, N. P. 2017. Pengaruh Substitusi Tepung Modifikasi Sorgum (Shorgum bicolor L.)

dan Terigu dengan Penambahan Bekatul Beras (Oryzae sativa L.) terhadap Karakteristik

Cookies [Skripsi].Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung.

Kusbandari dan Hari. 2017. Kandungan Beta Karoten dan Aktivitas Penangkapan Radikal

Bebas terhadap DPPH Ekstrak Buah Blewah (1,1-difenil 2-pikrilhidrazil) Ekstrak Buah

Blewah (Cucumis melo var. Cantalupensis L) secara Spektrofotometri UV-Visibel.

Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas. 14(1), pp 37-42.

Mardawati, E, E. Sukarminah, T.Mutiara, C. Tjahjadi, dan R. Indiarto. 2010. Pengolahan Biji

Sorgum Menjadi Aneka Produk Pangan. Pustaka Gratuna, Bandung.

Narsih, Yunianta dan Harijono. 2008. Studi Lama Perendaman dan Lama Perkecambahan

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) untuk Menghasilkan Tepung Rendah Tanin dan

Fitat. Jurnal Teknologi Pertanian, 9(3), pp. 173–180.

Passos, M.E.A, Moreira, C.F.F, Pacheco, M.T.B, Takase, I., Lopes M.L.M, Velente Mesquita,

V.L. 2013. Proximate and Mineral Composition of Industrilized Biscuits. Food Science

and Technology, Campinas, Brazil. 33 (2):323-331.

Rosida, F. D., Qomariah, H. dan Murtiningsih 2011. Kajian Dampak Substitusi Kacang Tolo

Pada Kualitas Fisik Dan Sifat Kimia Tahu, Jurnal Teknologi Pangan.

Sa’adah, F. 2009. Pembuatan Cookies Campuran tepung Kacang Tunggak (Vigna unguiculata

L. Walp.) dan Tepung Beras Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil [Skripsi].

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saroyo. 2013. Kajian Penggunaan Tepung Garut (Maranta Arundinacea L.) sebagai Substitusi

Tepung Terigu yang Difortifikasi dengan Bekatul Beras Merah dalam Pembuatan

Cookies [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Satya, S., Geetanjali Kaushik, S. N. Naik. 2010. Processing of food legumes: a boon to human

nutrition.Mediterr J Nutr Metab (2010) 3:183–195.

Page 360: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

353

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Litbang

Pertanian, 28(274), pp. 63–71.

Suarni. 2012. Potensi Sorgum sebagai Bahan Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan, 7(1),

pp. 58– 66.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Liberty :Yogyakarta.

Sufmawati, F. 2015 Pengaruh Imbangan Tepung Komposit terhadap Beberapa Karakteristik

Cookies Sorgum [Skripsi]. Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas

Padjadjaran, Jatinangor Sumedang.

Sukatiningsih., A.M Yustian., dan Widiati. 2009. Penambahan Isolat Protein Kedelai dan

Sukrosa sebagai Elisator terhadap Senyawa Antioksidan dan Racun pada Kecambah

Koro Kratok (Phaseolus lunatus (L) Sweet). Agritop Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 1-7.

Sukarminah, E. 2014. Kajian Sifat Biji Sorgum Putih Varietas Lokal Bandung serta Pengaruh

Kadar Air setelah Conditioning dan Lama Penyosohan Abrasif terhadap Hasil Beras

Sorgum [Disertasi]. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, D. Wirsnas, D. Sopandie, S. Human, dan M.A. Yudiarto.

2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor

(L.) Moench) di Tanah Masam. Jurnal Agronomi Indonesia, 37(3), pp. 220–225.

Wadlihah, F. 2010. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Biji Nangka terhadap

Komposisi Proksimat dan Sifat Sensorik Kue Bolu Kukus. [Skipsi] Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Widawati, R.G. 2018. Pengaruh Substitusi Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.) terhadap

Daya Cerna Protein Nasi Sorgum Merah Secara In Vitro. Fakultas Teknologi Industri

Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.

Yam, K. L. dan S. E. Papadakis. 2004. A Simple Digital Imaging Method forMeasuring and

Analyzing Color of Food Surfaces. Journal Food Engineering.61 : 137-142.

Page 361: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

354

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGARUH DAYA HAMBAT MINYAK ESENSIAL KAYU MANIS

TERHADAP KAPANG PERUSAK PADA KUE BROWNIES KUKUS

Riska Oktafiani1, Tri Yuliana2, Gemilang Lara Utama2

1Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

2Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kue brownies kukus merupakan jenis kue cokelat yang bertahan hingga 4 hari dalam

suhu ruang. Kue ini memiliki umur simpan yang singkat karena adanya kontaminasi oleh

kapang perusak sehingga perlu ditambahkan minyak esensial kayu manis (Cinnamomum

verum) untuk menghambat pertumbuhan kapang tersebut. Sinamaldehid merupakan komponen

utama minyak esensial kayu manis yang berfungsi untuk menghambat spora kapang, dimana

kandungannya sebesar 80%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi minyak

esensial kayu manis yang tepat untuk menghambat kapang perusak pada kue brownies kukus.

Bahan utama yang digunakan adalah minyak esensial kayu manis C. verum serta kultur

Penicillium sp. dan Aspergillus flavus yang diperoleh dari isolasi kapang pada kue brownies

kukus. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan 2 kali ulangan serta 5

perlakuan konsentrasi minyak esensial kayu manis 0 µL/mL, 50 µL/mL, 100 µL/mL, 150

µL/mL, dan 200 µL/mL. Pengujian aktivitas antifungi minyak esensial kayu manis dilakukan

dengan metode difusi agar. Berdasarkan hasil analisis, minyak esensial kayu manis pada

konsentrasi 200 µL/mL memiliki aktivitas antifungi paling besar terhadap Penicillium sp. dan

A. flavus, dimana masing – masingnya menghasilkan diameter zona hambat sebesar 66,18 mm

dan 33,00 mm. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak esensial

kayu manis, maka semakin tinggi pula daya hambat terhadap kapang perusak dan berpotensi

sebagai bahan pengawet alami untuk kue brownies kukus.

Kata Kunci: Minyak esensial kayu manis, kapang perusak, kue brownies kukus

Page 362: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

355

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Kue brownies kukus merupakan jenis kue cokelat yang banyak diminati oleh semua

orang dari berbagai kalangan. Namun, kue ini hanya bertahan hingga 4 hari dalam suhu ruang

karena adanya kontaminasi oleh kapang perusak. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

kapang yaitu berasal dari alat dan proses pengolahan, pengukusan, pengemasan, hingga kondisi

penyimpanan yang kurang baik (Karolak et al., 2014; Melini dan Melini, 2018). Selain itu,

bahan baku yang digunakan, oksigen yang tercukupi, dan terbukanya wadah penyimpanan

makanan mempengaruhi pertumbuhan kapang (Small Plant News, 2012). Kue yang memiliki

kelembaban sedang hingga tinggi serta pH 4,00 – 6,00 sering ditumbuhi oleh kapang perusak

(Hozova et al., 2002 dikutip Tarar et al., 2010). Kue kukus biasanya sering ditumbuhi oleh

kapang Aspergillus sp. dan Penicillium sp. (Ju et al., 2018).

Dampak yang ditimbulkan terhadap kontaminasi kapang perusak pada kue brownies

kukus yaitu dapat membahayakan kesehatan karena kapang menghasilkan racun mikotoksin

(Ju et al., 2018). Mikotoksin sangat stabil terhadap suhu tinggi dan hanya sel vegetatif yang

rusak selama pemanasan. Mikotoksin bersifat karsinogenik yang dapat merusak ginjal

(Karolak et al., 2014). Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu memproduksi racun

mikotoksin (Frazier dan Westhoff, 2003 dikutip Pundir dan Jain, 2011). A. flavus salah satunya

ditemukan dalam produk bakery yang menghasilkan aflatoksin AFB1 dan AFB2, sehingga

bersifat sangat toksik, mutagenik, dan karsinogenik (Hassane et al., 2017).

Minyak esensial kayu manis merupakan alternatif yang digunakan untuk menghambat

pertumbuan kapang perusak pada kue brownies kukus. Jenis minyak esensial kayu manis yang

digunakan adalah C. verum karena dapat menghambat kapang Aspergillus sp. (terutama A.

flavus), juga mampu menghambat Penicillium sp. dan Mucor sp. (Sousa et al., 2011 dan

Lakshmeesha et al., 2014). Sinamaldehid merupakan komponen utama yang terkandung pada

minyak esensial kayu manis C. verum dan berfungsi untuk menghambat pertumbuhan spora

kapang, dimana kandungannya mencapai 80% (Sachdeva et al., 2017). Komponen bioaktif

lainnya terdiri dari linalool (4,08%), cinnamaldehyde para-methoxy (2,66%), eugenol (2,37%),

dan trans-caryophyllene (2,05%) (Vazirian et al., 2015). Sinamaldehid dan eugenol bertindak

sebagai aktivitas antifungi paling baik untuk menghambat mikroorganisme pembusuk

makanan seperti kapang (Manosi et al., 2013).

Page 363: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

356

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Berdasarkan penelitian Ju et al., (2018) membuktikan bahwa minyak esensial kayu manis

dalam konsentrasi 50 μL/mL, 100 μL/mL, 150 μL/mL, dan 200 μL/mL dapat menghambat

pertumbuhan Penicillium sp. dan Aspergillus sp. yang diisolasi dari produk bakery. Minyak

esensial kayu manis memiliki aktivitas antifungi paling kuat terhadap Penicillium sp. yang

menghasilkan diameter zona hambat sebesar 53,60 mm – 68,00 mm. Selain itu, Aspergillus sp.

dapat dihambat dengan kuat oleh minyak esensial kayu manis dan menghasilkan diameter zona

hambat sebesar 30,10 mm – 41,70 mm. Menurut penelitian Shirukar dan Wahegaonkar (2012)

juga menyatakan bahwa minyak esensial kayu manis dapat menghambat pertumbuhan A. flavus

yang diisolasi dari biji jagung dengan diameter zona hambat sebesar 39 mm.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi minyak esensial kayu manis yang

tepat untuk menghambat pertumbuhan kapang perusak yang diisolasi dari kue brownies kukus.

Aktivitas antifungi minyak esensial kayu manis dilihat berdasarkan diameter zona hambat,

sehingga hasilnya dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam aplikasi kue brownies

kukus sebagai pengawet alami.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak esensial kayu manis C.

verum diperoleh dari toko minyak esensial food grade di Jakarta. Selain itu, kultur Penicillium

sp. dan A. flavus diambil dari hasil isolasi kapang pada kue brownies kukus. Kue brownies

kukus sendiri diperoleh dari toko kue di Jatinangor. Bahan yang digunakan untuk analisis

diantaranya yaitu PDA (Potato Dextrose Agar) untuk menumbuhkan kultur kapang, NaCl

0,85%, akuades, kertas saring, vaselin, larutan McFarland 0,5, kertas cakram (paper disc), dan

gliserol berfungsi sebagai pengencer minyak esensial kayu manis.

Alat

Alat yang digunakan terdiri dari autoklaf, batang pengaduk, bulb pipet, cawan petri,

cover glass, erlenmeyer, gelas kimia, gelas objek, inkubator, jarum ose, kuvet, mikropipet dan

tip, mikroskop, neraca analitik, oven, pembakar bunsen, pinset, pipet ukur, rak tabung reaksi,

spatula, tabung ependorf, tabung reaksi, UV-Spektrofotometer, dan vortex.

Metode

Page 364: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

357

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui konsentrasi minyak

esensial kayu manis yang tepat berdasarkan diameter zona hambat. Percobaan ini terdiri dari 2

kali ulangan serta 5 perlakuan konsentrasi minyak esensial kayu manis 0 µL/mL, 50 µL/mL,

100 µL/mL, 150 µL/mL, dan 200 µL/mL.

Isolasi, Pemurnian, dan Identifikasi Kapang (Modifikasi Chaudhari et al., 2017)

Isolasi kapang diawali dengan penyimpanan kue brownies kukus selama 6 hari atau

hingga ditumbuhi oleh miselium kapang di bagian permukaannya pada suhu ruang.

Selanjutnya, sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam 9 mL NaCl 0,85% steril dan

dikocok menggunakan vortex hingga homogen. Sebanyak 1 mL supernatan dari hasil

pengocokan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL NaCl 0,85% steril

untuk dilakukan pengenceran hingga 10-4. Selanjutnya, sebanyak 100 µL hasil pengenceran 10-

3 dan 10-4 dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan diinokulasikan dengan media PDA.

Masing – masing cawan petri dihomogenisasi membentuk angka 8. Cawan petri tersebut

selanjutnya diinkubasi pada suhu 25 oC atau suhu ruang selama 5 hari hingga terbentuk isolat

kapang. Isolat kapang kemudian di inokulasikan dalam media PDA miring yang telah

membeku secara zig – zag untuk menghasilkan kultur murni Penicillium sp. maupun A. flavus,

setelah itu diinkubasi pada suhu 25 oC atau suhu ruang selama 5 hari sehingga dihasilkan kultur

murni Penicillium sp. dan A. flavus. Masing – masing kultur murni digunakan untuk

identifikasi kapang dan pengujian aktivitas antifungi. Identifikasi kapang dilakukan dengan

metode moist chamber, dimana masing – masing kultur murni diamati dalam mikroskop

dengan perbesaran 100x dan 1000x.

Persiapan Kultur Cair Kapang Uji (Modifikasi Arullappan et al., 2014)

Persiapan kultur cair kapang uji diawali dengan menginokulasikan kultur murni

Penicillium sp. maupun A. flavus dengan media PDA miring yang telah membeku secara zig –

zag menggunakan jarum ose. Inokulat kemudian di inkubasi pada suhu 25 oC atau suhu ruang

selama 5 hari. Selanjutnya, sebanyak 9 mL NaCl 0,85% steril dimasukkan ke dalam inokulat

dan sesekali dikocok, sehingga kekeruhan tampak pada kultur cair tersebut. Kultur cair

Penicillium sp. maupun A. flavus kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan bantuan

UV-Spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm serta dicocokan dengan standar Mc.

Page 365: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

358

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Farland 0,5 hingga dihasilkan absorbansi 0,12 – 0,15. Sehingga diperoleh jumlah koloni

kapang pada kultur cair kapang uji sebanyak 1 x 106 CFU/mL.

Pengujian Aktivitas Antifungi Metode Difusi Agar (Modifikasi Ju et al., 2018)

Pengujian aktivitas antifungi dilakukan dengan cara menginokulasikan 100 µL kultur

cair kapang uji dengan ± 15 mL media PDA ke dalam cawan petri. Inokulat tersebut

dihomogenisasi membentuk angka 8. Selanjutnya, kertas cakram (paper disc) diletakkan pada

bagian tengah permukaan agar dengan bantuan pinset steril. Setelah itu, sebanyak 10 µL

minyak esensial kayu manis C. verum dituangkan ke dalam kertas cakram dengan konsentrasi

0 µL/mL, 50 µL/mL, 100 µL/mL, 150 µL/mL, dan 200 µL/mL, dimana masing – masing

konsentrasi diencerkan ke dalam 1 mL gliserol. Selanjutnya, cawan petri di inkubasi pada suhu

28 oC selama 4 – 5 hari dan diameter zona hambat diukur dalam satuan milimeter (mm).

Sehingga diperoleh zona hambat kapang Penicillium sp. dan A. flavus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Kapang

Identifikasi kapang bertujuan untuk mengetahui karakteristik Penicillium sp. dan A.

flavus yang diisolasi dari kue brownies kukus secara makroskopis dan mikroskopis.

Berdasarkan karakteristik makroskopis, Penicillium sp. yang tumbuh dalam media PDA dari

kenampakan depan memiliki konidia berwarna hijau gelap di bagian tengah dan dikelilingi

oleh miselium berwarna putih, sementara dilihat dari belakang konidia berwarna orange (lihat

gambar 1). Berdasarkan karakteristik mikroskopis menggunakan mikroskop dengan

perbesaran 1000 kali, Penicillium sp. memiliki konidiofora bercabang, rantai konidia seperti

sikat, serta konidia tampak tipis dan halus. Diduga jenis Penicillium sp. yang tumbuh dalam

media agar PDA adalah P. chrysogenum (Bandh et al., 2011 dan Ravimannan et al., 2016).

Page 366: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

359

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis Penicillium sp. dalam media PDA

Karakteristik A. flavus secara makroskopis yaitu konidia berwarna kuning atau hijau

cerah dan terdapat serabut putih di bagian luar permukaan. Isolat A. flavus awalnya

menghasilkan miselium berwarna putih. Setelah tiga hari tumbuh dalam media PDA, warna

isolat tersebut berubah menjadi kuning dan hijau cerah hingga hijau tua yang mendominasi

penampilan koloni (Gautam dan Bhadauria, 2012 dan Thathana et al., 2017). Sementara

karakteristik A. flavus secara mikroskopis dilihat dari mikroskop dengan perbesaran 100 kali

adalah memiliki konidiofora berdinding tebal, tidak berwarna, kasar, dan panjangnya kurang

dari 1 mm. Vesikel mengalami pemanjangan, kemudian berbentuk bulat dengan diameter 10 –

65 µm. Konidia yang berbentuk bulat memiliki diameter sekitar 3,5 – 4,5 mm (Hedayati et al.,

2007). Karakteristik A. flavus dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini :

Gambar 2. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis A. flavus dalam media PDA

Pengaruh Minyak Esensial Kayu Manis terhadap Penicillium sp.

Page 367: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

360

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Minyak esensial kayu manis dalam konsentrasi 0 µL/mL tidak menunjukkan adanya

aktivitas antifungi. Sementara itu, minyak esensial kayu manis dalam konsentrasi 50 µL/mL,

100 µL/mL, 150 µL/mL, dan 200 µL/mL menghasilkan diameter zona hambat sekitar 33,12

mm – 66,18 mm yang lebih kuat untuk menghambat pertumbuhan Penicillium sp. Konsentrasi

200 µL/mL memiliki aktivitas antifungi paling kuat dari konsentrasi lainnya (lihat gambar 3).

Semakin tinggi konsentrasi minyak esensial, maka zona hambat yang dihasilkan semakin tinggi

pula (Celikel dan Kavas, 2008). Ukuran zona hambat antifungi dipengaruhi oleh media kultur,

sensitivitas senyawa antifungi, kondisi inkubasi, dan kecepatan difusi agar. Kecepatan difusi

agar juga dipengaruhi oleh konsentrasi mikroorganisme, suhu dan waktu inkubasi, dan

komposisi media yang digunakan (Ponce et al., 2008 dikutip Utami dkk., 2017).

Gambar 3. Pengaruh minyak esensial kayu manis terhadap Penicillium sp. metode difusi agar

Minyak esensial kayu manis dari konsentrasi tertinggi ke terendah berturut – turut untuk

menghambat Penicillium sp. adalah 200 µL/mL, 150 µL/mL, 50 µL/mL, 100 µL/mL, dan 0

µL/mL. Sinamaldehid yang terkandung dalam minyak esensial kayu manis merupakan

komponen utama yang bertanggung jawab terhadap kerusakan membran sel dan integritas

dinding sel dalam kapang. Komponen minor seperti limonene (2%), eugenyl acetate (0,6%),

linalool (3,9%), dan benzyl benzoate (0,6%) juga memberikan aktivitas antifungi minyak

esensial kayu manis terhadap kapang. Komponen – komponen ini dapat mempengaruhi

fluiditas dan permeabilitas yang menyebabkan sel kapang mati (Shahina et al., 2018).

Mekanisme kerja minyak esensial sebagai antifungi adalah membentuk pori – pori pada

membran sel dan menyebabkan membran bocor, selanjutnya struktur dan sintesis dinding sel

Page 368: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

361

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

ikut terganggu. Sinamaldehid merupakan golongan aldehid yang berfungsi untuk menurunkan

jumlah ergosterol dengan cara meningkatkan konsentrasi antifungi (Rahemi et al., 2015).

Tepung terigu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kue brownies kukus yang

mengandung karbohidrat cukup tinggi sehingga digunakan sebagai sumber karbon dan energi

untuk pertumbuhan kapang, khususnya Penicillium sp. (Hamad et al., 2014). Selain itu, karbon

digunakan oleh Penicillium sp. untuk mengeluarkan hasil metabolit sekunder berupa penisilin

(Dayalan et al., 2011).

Pengaruh Minyak Esensial Kayu Manis terhadap A. flavus

Rata – rata zona hambat dari aktivitas antifungi minyak esensial kayu manis terhadap A.

flavus yaitu 11,79 mm – 33,00 mm. Minyak esensial kayu manis dalam konsentrasi 0 µL/mL

tidak menunjukkan adanya aktivitas antifungi karena hanya gliserol yang ditambahkan dalam

konsentrasi tersebut. Konsentrasi 50 µL/mL menunjukkan aktivitas antifungi yang sedang.

Sementara itu, konsentrasi 100 µL/mL, 150 µL/mL, dan 200 µL/mL menunjukkan aktivitas

antifungi yang kuat. Konsentrasi 200 µL/mL memiliki aktivitas antifungi paling kuat dengan

zona hambat sebesar 33,00 mm (lihat gambar 4). Minyak esensial dalam konsentrasi rendah

hanya merangsang pertumbuhan kapang dan produksi racun, tanpa menghambatnya

(Thanaboripat et al., 2007). Sementara konsentrasi tinggi memberikan efek antimikroba atau

antifungi yang tinggi sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan

baik (Kalemba dan Kunicka, 2003 dikutip Mohamed et al., 2016). Diameter zona hambat

kurang dari 7 mm tidak memiliki aktivitas antifungi, diameter zona hambat 7 – 10 mm memiliki

aktivitas antifungi yang lemah, diameter zona hambat 10 – 16 mm memiliki aktivitas antifungi

yang sedang, dan diameter zona hambat lebih dari 16 mm memiliki aktivitas antifungi yang

kuat (Monks et al., 2002 dikutip Mahmoud, 2012).

Page 369: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

362

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 4. Pengaruh Minyak Esensial Kayu Manis Terhadap A. Flavus Metode Difusi Agar

Minyak esensial kayu manis dari konsentrasi tertinggi hingga terendah berturut – turut

untuk menghambat pertumbuhan kapang A. flavus yaitu 200 µL/mL, 150 µL/mL, 100 µL/mL,

50 µL/mL, dan 0 µL/mL. Secara umum, komponen aktif yang terkandung dalam minyak

esensial kayu manis terdiri dari cinnamaldehyde, camphor, cinnamyl-acetate, caryophllene,

trans α-bergamotene, caryophillene oxide, linalool, geraniol, bornyl acetate, α-cubebene, α-

copane, guaiol, eugenol, dan lain – lain (Preedy, 2016). Komponen – komponen tersebut

mampu menginduksi hifa dan membentuk massa sel yang tidak beraturan, sehingga mampu

menghambat pertumbuhan kapang atau jamur. Minyak esensial kayu manis dapat menghambat

pembentukan konidia. Sinamaldehid yang terkandung dalam minyak esensial kayu manis dapat

mempengaruhi aktivitas anzimatis dan meningkatkan aktivitas anti-aflatoksisitas dengan cara

mengurangi hingga menutup aktivitas biosintesis enzim. Selain itu, minyak esensial kayu

manis mampu menurunkan efek patogenitas dari aflatoksin dengan cara mengurangi ikatan

DNA atau bereaksi dengan spesies oksigen reaktif (ROS) yang diproduksi oleh aflatoksin

(Muhammad dan Dewettinck, 2017).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak esensial kayu manis dalam konsentrasi 200

µL/mL memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Penicillium sp. dan A. flavus.

Selain itu, Penicillium sp. memiliki aktivitas antifungi lebih besar dibandingkan dengan A.

flavus, dimana Penicillium sp. menghasilkan diameter zona hambat sebesar 66,18 mm dan A.

flavus sebesar 33,00 mm. Hal ini karena beberapa Penicillium sp. mampu menghasilkan

Page 370: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

363

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

metabolit sekunder berupa penisilin yang digunakan sebagai antibiotik, contohnya P.

chrysogenum dan P. notatum (Gharaei-Fathabad et al., 2014). Kombinasi antara minyak

esensial dan antibiotik mampu meningkatkan kerja antimikroba untuk melawan berbagai

mikroorganisme (Yap et al., 2014 dikutip Rai et al., 2017). Berdasarkan hasil penelitian

Shirukar dan Wahegaonkar (2012) bahwa minyak esensial kayu manis dapat menghambat

pertumbuhan Penicillium sp. dengan diameter zona hambat sebesar 44 mm dan A. flavus

sebesar 39 mm, artinya daya hambat Penicillium sp. lebih besar dibandingkan dengan A. flavus.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak esensial kayu manis dalam konsentrasi 200

µL/mL memiliki aktivitas antifungi paling kuat untuk menghambat pertumbuhan Penicillium

sp. dan A. flavus, dimana diameter zona hambat Penicillium sp. sebesar 66,18 mm dan A. flavus

sebesar 33,00 mm. Minyak esensial kayu manis dalam konsentrasi tinggi dapat digunakan

sebagai pengawet alami untuk kue brownies kukus.

DAFTAR PUSTAKA

Arullappan, S., P. Rajamanickam., N. Thevar. and C.C. Kodimani. 2014. Original Research

Article : In Vitro Screening of Cytotoxic, Antimicrobial and Antioxidant Activities of

Clinacanthus nutans (Acanthaceae) leaf extracts. Tropical Journal of Pharmaceutical

Research 13(9) : 1455 – 1461.

Bandh, S.A., A.N. Kamili. and B.A. Ganai. 2011. Identification of some Penicillium species

by traditional approach of morphological observation and culture. African Journal of

Microbiology Research Vol. 5(21) : 3493 – 3496.

Celikel, N. and G. Kavas. 2008. Antimicrobial Properties of Some Essential Oils against Some

Pathogenic Microorganisms. Czech Journal of Food Sciences 26(3) : 174 – 181.

Chaudhari, S.N., S.B. Palve., K.R. Choudhari., D.H. Pawar. and S.S. Gaikwad. 2017. Original

Research Article: Microbial Analysis of Ragi Cake Base Stored at Room Temperature

without Added Chemical Preservative. International Journal of Current Microbiology

and Appliede Sciences 6(12) : 3519 – 3525.

Dayalan, S.A.J., P. Darwin. and S. Prakash. 2011. Comparative study on production,

purification of penicillin by Penicillium chrysogenum isolated from soil and citrus

samples. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine doi:10.1016/S2221-

1691(11)60061-0.

Page 371: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

364

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gautam, A.K. and R. Bhadauria. 2012. Characterization of Aspergillus species associated with

commercially stored triphala powder. African Journal of Biotechnology 11(104) : 16814

– 16823.

Gharaei-Fathabad, E., M.A. Tajick-Ghanbary. and N. Shahrokhi. 2014. Antimicrobial

Properties of Penicillium Spesies Isolated fromAgricultural Soils of Northern Iran.

Research Journal of Toxins 6(1) : 1 – 7.

Hamad, H.O., M.H. Alma., H.M. Ismael. and A. Goceri. 2014. Research Article: The Effect of

Some Sugars on the Growth of Aspergillus niger. KSU Doga Bil Derd 17(4) : 7 – 11.

Hassane, A.M.A., A.A. El-Shanawany., N.F. Abo-Dahab., A.M. Abdel-Hadi., U.M. Abdul-

Raouf. and M. Mwanza. 2017. Influence of Different Moisture Contents and

Temperature on Growth and Production of Aflatoxin B1 by a Toxigenic Aspergillus

flavus Isolate in Wheat Flour. Journal of Ecology of Health & Environment : An

International Journal 5(3) : 77 – 83.

Hedayati, M.T., A.C. Pasqualotto., P.A. Warn., P. Bowyer. and D.W. Denning. 2007.

Aspergillus flavus: human pathogen, allergen and mycotoxin producer. Microbiology

153 : 1677 – 1692.

Ju, J., X. Xu.,Y. Xie., Y. Guo., Y. Cheng., H. Qian. and W. Yao. 2018. Inhibitory Effect of

Cinnamon and Clove Essential Oil on Mold Growth on Baked Foods. Food Chemistry

240 : 850 – 855.

Karolak, I.K., J.R. Kaczmarek. and L. Krala. 2014. Factors Influencing Quality and Shelf Life

of Baking Products. Journal on Processing and Energy in Agriculture 8(1) : 1 – 7.

Lakshmeesha, T.R., M.K. Sateesh., S. Vedashree. and M.S. Sofi. 2014. Research Article :

Antifungal activity of Cinnamomum verum on Soybean seed-borne Aspergillus flavus.

International Journal of Advanced Research 2(5) : 1169 – 1172.

Mahmoud, S.N. 2012. Antifungal Activity of Cinnamomum zeylanicum and Eucalyptus

microtheca Crude Extract Against Food Spoilage Fungi. Euphrates Journal of

Agriculture Science 4(3) : 26 – 39.

Manosi, D., M. Suvra., M. Budhimanta. and H. Jayram. 2013. Ethnobotany, Phytochemical

and Pharmacological Aspects of Cinnamomum zeylanicum Blume. International

Research Journal of Pharmacy 4(4) : 58 – 63.

Melini, V. and F. Melini. 2018. Review : Strategies to Extend Bread and GF Bread Shelf-Life:

From Sourdough to Antimicrobial Active Packaging and Nanotechnology. Journal

Fermentation MDPI 4(9) : 1 – 18.

Mohamed, H.G., A.M. Gaafar. and A.S. Soliman. 2016. Research Article : Antimicrobial

Activities of Essential Oil of Eight Plant Species from Different Families Against some

Pathogenic Microorganisms. Research Journal of Microbiology. 11(1) : 28 – 34.

Page 372: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

365

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Muhammad, D.R.A. and K. Dewettinck. 2017. Cinnamon and its derivatives as potential

ingredient in functional food—A review. International Journal of Food Properties 20(52)

: 52237 – 52263.

Preedy, V.R. 2016. Essential Oils in Food Preservation, Flavor and Safety. Elsevier Inc.USA.

Pundir, R.K. and P. Jain. 2011. Qualitative and quantitative analysis of microflora of Indian

bakery products. Journal of Agricultural Technology 7(3) : 751 – 762.

Rahemi, D., N. Babaee., S. Kazemi., S.A.A. Sefidgar. and A.A. Moghadamnia. 2015. An In

Vitro Study of the Effect of Cinnamaldehyde on the Growth of Candida albicans

Compared to Nystatin and Fluconazole. Crescent Journal of Medical and Biological

Sciences 2(3) : 76 – 80.

Rai, M., P. Paralikar., P. Jogee., G. Agarkar., A.P. Ingle., M. Derita. and S. Zacchino. 2017.

Review article : Synergistic antimicrobial potential of essential oils in combination with

nanoparticles: Emerging trends and future perspectives. International Journal of

Pharmaceutics 519 : 67 – 78.

Ravimannan, N., P. Sevvel. and S. Saarutharshan. 2016. Study on fungi associated with

spoilage of bread. International Journal of Advanced Research in Biological Sciences

3(4) : 165 – 167.

Sachdeva, A., S. Vashist., R. Chopra. and D. Putri. 2017. Antimicrobial activity of active

packaging film to prevent bread spoilage. International Journal of Food Science and

Nutrition 2(4) : 29 – 37.

Shahina, Z., A.M. El-Ganiny., J. Minion., M. Whiteway., T. Sultana. and T.E.S. Dahms. 2018.

Cinnamomum zeylanicum bark essential oil induces cell wall remodelling and spindle

defects in Candida albicans. Fungal Biology and Biotechnology 5(3) : 1 – 16.

Shirukar, D.D. and N.K. Wahegaonkar. 2012. Antifungal activity of selected plant derived oils

and some fungicides against seed borne fungi of maize. Pelagia Research Library 2(5) :

1693 – 1696.

Small Plant News. 2012. Introduction to the Microbiology of Food Processing. Unites States

Department of Agriculture Food Safety and Inspection Service. Available at:

www.fsis.usda.gov (Diakses pada 19 Oktober 2018).

Sousa, P.R.D., F.D.O. Pereira., R.D.S. Lima. and E.D.O. Lima. 2011. Full Length Research

Paper : Antifungal action of Cinnamomum zeylanicum Blume essential oil against

Penicillium spp from environment air of a dry food industry. International Research

Journal of Microbiology 2(5) : 173 – 178.

Tarar, O.M., S. Rehman., G. Mueen-Ud-Din. and M.A. Murtaza. 2010. Studies on the shelf life

of bread using acidulants and their salts. Turkish Journal of Biology 34 : 133-138.

Page 373: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

366

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Thanaboripat, D., Y. Suvathi., P. Srilohasin., S. Sripakdee., O. Patthanawanitchai. and S.

Charoensettasilp. 2007. Inhibitory Effect of Essential Oil on the Growth of Aspergillus

flavus. King Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang Science Technology

Journal 7(1) : 1 – 7.

Thathana, M. G., H. Murage., A.L.K. Abia. and M. Pillay. 2017. Morphological

Characterization and Determination of Aflatoxin-Production Potentials of Aspergillus

flavus Isolated from Maize and Soil in Kenya. Journal Agriculture MDPI 7(80) : 1 – 14.

Utami, R., L.U. Khasanah., K.K. Yuniter., dan G.J. Manuhara. 2017. Pengaruh Oleoresin Daun

Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Dua Tahap terhadap Karakteristik Edible Film

Tapioka. Journal of Sustainable Agriculture. 32(1) : 55 – 67.

Vazirian, M., S. Alehabib., H. Jamalifar., M.R. Fazeli., A.N. Toosi. and M. Khanavi. 2015.

Original Article : Antimicrobial effect of cinnamon (Cinnamomum verum J. Presl) bark

essential oil in cream-filled cakes and pastries. Research Journal of Pharmacognosy 2(4)

: 11 – 16.

Page 374: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

367

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

ANALISIS ENERGI PADA PROSES PENGOLAHAN TEH HIJAU DI

PUSAT PENELITIAN TEH DAN KINA GAMBUNG

1)Shida Habsari. 2)Wahyu Kristian Sugandi. 3)Kralawi Sita

1)Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas, Universitas Padjadjaran

2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21, Jatinangor Sumedang 43563 3)Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung

Desa Mekarsari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung

Email : [email protected]

ABSTRAK

Analisis energi merupakan suatu usaha untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh

mengenai situasi pemakaian energi dari suatu sistem atau fasilitas yang mengkonsumsi energi.

Analisis energi pada proses pengolahan teh hijau di Pabrik Teh Hijau Pusat Penelitian Teh dan

Kina (PPTK) Gambung dilakukan untuk memberikan informasi dan identifikasi penggunaan

energi sehingga dapat ditingkatkan efisiensi penggunaan energi. Analisis energi dihitung

berdasarkan penggunaan energi pada setiap tahapan proses pengolahan teh hijau dimulai dari

proses pelayuan hingga pengepakan. Tahapan proses pengolahan teh hijau yang menggunakan

bahan bakar sebagai energi langsung yaitu pelayuan, pengeringan I, dan pengeringan II.

Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan mengukur dan menghitung penggunaan

energi untuk setiap proses pengolahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses

pengolahan teh hijau untuk satu ton pucuk teh memerlukan energi langsung bahan bakar

sebesar 14.969,196 MJ/ton. Penggunaan energi langsung bahan bakar terbesar yaitu pada

proses pengeringan II sebesar 9.215,47 MJ/ton atau 61,56% dari total energi langsung bahan

bakar.

Kata kunci: analisis energi, pengolahan teh, teh hijau, penghematan energ

Page 375: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

368

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENDAHULUAN

Energi merupakan kemampuan untuk melakukan usaha dan menjadi unsur utama yang

bekerja sebagai penggerak aktivitas kehidupan manusia, industri dan perekonomian suatu

negara. Pertumbuhan perekonomian dunia dan adanya negara-negara industri baru dan sedang

berkembang menyebabkan permintaan terhadap energi global meningkat (Setiawan, 2010).

Indonesia sendiri masih menjadi negara terbesar dalam kebutuhan energi di Asia Tenggara

yakni mencapai 44% dari total kebutuhan energi di kawasan Asia Tenggara yang kemudian

disusul oleh Malaysia 23% dan Thailand 20% (Biantoro, 2017). Kontribusi energi fosil

terutama dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu sebesar 96% (minyak

bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%) dari total konsumsi energi (Dewan Energi Nasional,

2014).

Sektor industri sendiri diperkirakan akan tetap mendominasi pertumbuhan permintaan

energi fosil dengan kenaikan 2,7% per tahun hingga 2035 mendatang (Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral, 2006). Peningkatan penggunaan energi di sektor industri dalam 10

tahun terakhir terjadi karena proses transformasi struktural yang cepat dari sektor pertanian ke

sektor industri. Peningkatan kebutuhan energi jika tidak diikuti dengan pemilihan jenis bahan

bakar yang berkarbon rendah, penggunaan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan akan

berdampak pada tingginya laju pertumbuhan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran

sumber energi.

Perkebunan teh merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting

dalam menghasilkan komoditas ekspor di Indonesia. Menurut International Tea Committee

(2017), Indonesia merupakan negara produsen teh yang berada pada urutan ke tujuh di dunia

setelah China, India, Kenya, Srilanka, Turkey, dan Vietnam. Pada tahun 2016 total produksi

teh Indonesia mencapai 125 ribu ton dari total produksi teh dunia. Teh (Camiellia sinensis L.)

merupakan tanaman yang memiliki beragam manfaat, diantaranya adalah sebagai bahan

minuman penyegar, bahan industri, farmasi dan kosmetik. Produk teh di Indonesia terdiri atas

tiga macam yaitu, teh hitam, teh oolong, dan teh hijau. Menurut Rohdiana (2015), teh hijau

merupakan teh yang memiliki potensi khasiat kesehatan yang paling baik.

Menurut Badan Pusat Statistik (2017), sekitar 70,54% pengolahan teh hijau dilakukan di

Jawa Barat. Salah satu tempat pengolahan teh hijau adalah di Pusat Penelitian Teh dan Kina

(PPTK) Gambung yang memiliki Pabrik Teh Hijau di Pasir Jambu, Jawa Barat. PPTK

Gambung merupakan Pusat Unggulan Iptek (PUI) yang berada dibawah pengawasan

Page 376: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

369

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Produksi teh hijau di

Pabrik Teh Hijau PPTK Gambung menggunakan metode panning dengan tahapan pengolahan

dimulai dari pelayuan, pendinginan, penggulungan, pengeringan, dan pengepakan (Santoso,

2008). Pengolahan teh hijau tersebut melibatkan pekerja serta penggunaan alat dan mesin baru

yang belum dianalisis efisiensi energinya.

Konsumsi energi pada proses pengolahan teh hijau di Pabrik Teh Hijau PPTK Gambung

saat ini belum diketahui berapa jumlah energi yang dibutuhkannya. Penelitian ini bertujuan

untuk melakukan identifikasi penggunaan energi pada proses pengolahan teh hijau serta

menganalisis penggunaan energinya.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai dengan Mei 2019

bertempat di Pabrik Teh Hijau Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Pasir Jambu,

Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu alat tulis, kalkulator, laptop, moisture analyser, pita ukur,

smartphone, software microsoft excel 2013, stopwatch, termometer infrared, timbangan

digital. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder pada proses

pengolahan teh hijau.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif yaitu metode pemilihan yang menghimpun data, menyusun secara sistematis,

kemudian melukiskan variabel demi variabel, satu per satu (Hasan, 2002).

Tahapan Penelitian

Tahapan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 377: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

370

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Konversi Data

Perhitungan energi langsung bahan bakar dalam penelitian ini dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

ELT =(KL x CL x Rd)

𝐶𝐻 .......…………………(1)

Keterangan:

ELT = Energi terpakai bahan bakar proses produksi (MJ/ton)

KL = Konsumsi bahan bakar (kg/jam)

CL = Nilai unit energi bahan bakar (MJ/kg)

Rd = Rendemen hasil kegiatan yang berlangsung (%)

CH = Kapasitas lapangan efektif alsin (ton/jam)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Proses Pengolahan Teh Hijau

Proses produksi pertanian tidak pernah lepas dari rendemen. Pengolahan merupakan

salah satu bagian dari proses produksi pertanian. Pada proses pengolahan komoditas teh,

terutama pada komoditas teh hijau nilai rendemen dapat dihitung dengan membandingkan

massa hasil proses pengolahan (teh hijau kering) dengan massa hasil panen (bahan baku pucuk

Mulai

Penentuan Jumlah Sample

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Analisis Data

Selesai

Penarikan Kesimpulan

Konversi Data

Page 378: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

371

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

basah) sebelum masuk kedalam proses pengolahan. Nilai rendemen yang dihitung merupakan

nilai rendemen rata-rata dari 7 kali pengolahan. Massa bahan baku pucuk basah sebelum proses

pengolahan adalah 14,579 ton, proses pengolahan menghasilkan massa teh hijau kering

sebanyak 3,308 ton sehingga rendemen pada proses pengolahan teh hijau sebesar 22,7%.

Perhitungan rendemen proses pengolahan teh hijau diperoleh dengan membandingkan

massa teh setelah proses (output) dengan massa teh sebelum masuk proses yang dilakukan

(input). Perhitungan rendemen ini dilakukan untuk setiap proses pengolahan pascapanen teh

hijau, sehingga terdapat rendemen pelayuan, rendemen pendinginan, rendemen penggulungan,

rendemen pengeringan I, rendemen pengeringan II, dan rendeman pengepakan. Nilai rendemen

proses yang dihitung merupakan nilai rendemen rata-rata dari 7 kali pengolahan. Rendemen

tiap proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 5. Rendemen Tiap Proses Pengolahan Pascapanen Teh Hijau

Proses Input Output

Rendemen (ton) (ton)

Pelayuan 14,578 10,251 70,32%

Pendinginan 10,251 9,987 97,42%

Penggulungan 9,987 9,788 98,01%

Pengeringan I 9,788 8,348 85,29%

Pengeringan II 8,348 3,308 39,63%

Pengepakan 3,308 3,308 100%

Total 22,7%

Proses yang memiliki rendemen paling banyak dari proses lainnya yaitu proses pelayuan

dengan rendemen sebesar 70,32%, proses pengeringan pertama dengan rendemen sebesar

85,29%, dan proses pengeringan kedua dengan rendemen 39,63%. Hal tersebut dikarenakan

terjadinya pengurangan kadar air pada teh yang signifikan pada ketiga proses tersebut.

Pengurangan kadar air pada proses pelayuan dikarenakan selama proses pelayuan berlangsung,

di dalam rotary panner terjadi proses penguapan air pada permakaan daun teh maupun air yang

terkandung pada teh, yang kemudian akan dibuang melalui fan. Pengeringan teh hijau

umumnya dilakukan dalam 2 tahap pengeringan, dimana kadar air pada teh akan berkurang

pada setiap tahapan pengeringan karena proses ini memerlukan suhu panas. Pada proses

pengeringan pertama terjadi pengurangan kadar air dari 46,5% menjadi 37,1%. Pengeringan

Page 379: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

372

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kedua pengurangan kadar air cukup signifikan karna membuat pucuk teh menjadi bubuk teh

dengan rata-rata kadar air 4,7% dimana proses ini memerlukan suhu panas. Rendemen pada

proses pendinginan 97,42% dan rendemen penggulungan 98,01% nilai tersebut tidak terlalu

signifikan. Pengurangan massa output proses dianggap karena terdapat pucuk layu yang

tercecer pada proses tersebut.

Penggunaan Energi Bahan Bakar Pada Proses Pengolahan Teh Hijau

Perhitungan penggunaan energi pada proses pengolahan teh hijau di Pabrik Teh Hijau

PPTK Gambung terdiri dari 6 kegiatan. Kegiatan atau proses yang dilakukan meliputi proses

pelayuan, pendinginan, penggulungan, pengeringan I, pengeringan II, dan pengepakan. Dari

beberapa kegiatan atau proses pengolahan tersebut, tiap kegiatan dilakukan perhitungan

penggunaan energi bahan bakarnya, dimana jenis bahan bakar yang digunakan pada proses

pengolahan teh hijau di PPTK Gambung adalah wood pellet dan LPG.

1) Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Proses Pelayuan

Tahap pertama pada proses pengolahan teh hijau di Pabrik Teh Hijau PPTK Gambung

adalah proses pelayuan pucuk teh. Proses pelayuan pucuk teh dilakukan menggunakan mesin

Rotary Panner. Proses pelayuan ini rata-rata menghabiskan 2175 kg wood pellet per

pengolahan. Mesin Rotary Panner ini rata-rata mengonsumsi energi sebesar 3886,266 MJ/ton

pucuk teh.

2) Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Proses Pendinginan

Proses pendinginan pucuk teh dilakukan menggunakan mesin Cooling Machine. Pada

proses pendinginan pucuk teh tidak ada penggunaan energi bahan bakar. Karena tidak ada

mesin yang menggunakan bahan bakar pada proses ini.

3) Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Proses Penggulungan

Proses penggulungan pucuk teh dilakukan menggunakan mesin Roller. Pada proses

penggulungan pucuk teh tidak ada penggunaan energi bahan bakar. Karena tidak ada mesin

yang menggunakan bahan bakar pada proses ini.

4) Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Proses Pengeringan I

Proses pengeringan I pucuk teh dilakukan menggunakan berbagai jenis mesin. Proses

pengeringan I rata-rata menghabiskan 395 kg LPG per pengolahan. Mesin ECP rata-rata

mengonsumsi energi sebesar 1867,46 MJ/ton teh.

5) Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Proses Pengeringan II

Page 380: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

373

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Proses pengeringan II pucuk teh dilakukan menggunakan berbagai jenis mesin. Proses

pengeringan II rata-rata menghabiskan 592 kg LPG per pengolahan. Mesin- mesin pada proses

pengeringan II ini rata-rata mengonsumsi energi sebesar 9215,469 MJ/ton pucuk teh.

Tabel 6. Penggunaan Energi Bahan Bakar Pada Proses Pengolahan Teh Hijau

Proses KL

Konsumsi

bahan

bakar

(kg/jam)

CL

Nilai unit

energi

bahan

bakar

(MJ/kg)

Rd

Rendemen

hasil

kegiatan

(%)

CH

Kapasitas

lapangan

efektif

alsin

(ton/jam)

ELT

Energi

terpakai

bahan

bakar

(MJ/ton)

Persentase

%

Pelayuan 164,840 18,42* 70,32 1,1029 3886,266 25,962

Pendinginan 0 0 97,42 0,6729 0 0

Penggulungan 0 0 98,01 0,6547 0 0

Pengeringan I 26,48 26,10* 85,29 0,6417 1867,46 12,473

Pengeringan

II

493,214 26,10*

39,63

0,8345 8959,484 61,563

98,643 2,0871 255,985

Pengepakan 0 0 100 0,827 0 0

*(Sumber: Cervinca (1980) dalam Indrayana, 2001)

6) Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Proses Pengepakan

Proses pengepakan pucuk teh dilakukan menggunakan berbagai jenis mesin sehingga

ada proses ini tidak ada penggunaan energi bahan bakar. Penggunaan energi bahan bakar tiap

proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 2, dan persentase penggunaannya dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Persentase Penggunaan Energi Bahan Bakar pada Pengolahan Teh Hijau

Dapat dilihat bahwa proses pelayuan yang dilakukan pada pengolahan teh hijau

menggunakan energi bahan bakar sebesar 3886,266 MJ/ton atau sebesar 25,962% dari total

25.962%

0.000%

0.000%

12.473%61.563%

0.000%

Pelayuan Pendinginan Penggulungan

Pengeringan I Pengeringan II Pengepakan

Page 381: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

374

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

energi bahan bakar yang digunakan. Sementara proses pendinginan yang dilakukan pada

pengolahan teh hijau tidak menggunakan energi bahan bakar atau 0% dari total energi bahan

bakar yang digunakan. Proses penggulungan yang dilakukan pada pengolahan teh hijau tidak

menggunakan energi bahan bakar atau 0% dari total energi bahan bakar yang digunakan. Proses

pengeringan I yang dilakukan pada pengolahan teh hijau menggunakan energi bahan bakar

sebesar 1867,46 MJ/ton atau sebesar 12,473% dari total energi bahan bakar yang digunakan.

Sedangkan proses pengeringan II yang dilakukan pada pengolahan teh hijau menggunakan

energi bahan bakar sebesar 9215,469 MJ/ton atau sebesar 61,563% dari total energi bahan

bakar yang digunakan. Proses pengepakan yang dilakukan pada pengolahan teh hijau tidak

menggunakan energi bahan bakar atau 0% dari total energi bahan bakar yang digunakan. Jadi

total penggunaan energi bahan bakar yang digunakan dalam proses pengolahan pascapanen teh

hijau adalah sebesar 14969,1956 MJ/ton.

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini adalah proses pengolahan teh hijau untuk satu ton pucuk teh

memerlukan energi langsung bahan bakar sebesar 14.969,196 MJ/ton. Penggunaan energi

langsung bahan bakar terbesar yaitu pada proses pengeringan II sebesar 9.215,47 MJ/ton atau

61,56% dari total energi langsung bahan bakar.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih pada Bapak Wahyu Kristian Sugandi, S.T.P., M.Si.

selaku pembimbing ke-1 yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis, Ibu

Kralawi Sita, S.P., M.Sc. selaku pembimbing ke-2 yang juga telah memberi bimbingan dan

arahan kepada penulis, dan Pabrik Teh Hijau Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung yang

telah membantu penulis dalam hal penyediaan data yang mendukung penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2017. Statistik Teh Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik

Republik Indonesia. Jakarta

Biantoro, A. W. 2017. Analisis Perbandingan Efisiensi Energi pada Gedung P Kabupaten

Tangerang dan Gedung Tower UMB Jakarta. Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06,

No. 3, Juni 2017. Jakarta

Page 382: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

375

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Dewan Energi Nasional. 2014. Outlook Energi Indonesia 2014. ISBN 978-602-1328-02-6.

Jakarta

Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalian Indonesia.

Jakarta

International Tea Committee. 2017. Annual Bulletin of Statistics 2017. International Tea

Committee. London

Indrayana. 2001. Analisis Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT. PG Rajawali

II Unit PG. Jatitujuh. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional

(PEN). Jakarta

Rohdiana, Dadan. 2015. Teh: Proses, Karakteristik, dan Komponen Fungsionalnya. Jurnal:

FOODREVIEW INDONESIA Vol. X/No. 8/Agustus 2015. 34-38. Jakarta

Santoso, J. 2008. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh Edisi Kedua. PPTK Gambung. ISBN 979-

8610-16-4. Bandung

Setiawan, T. 2010. Audit Energi Pada Sistem Pengolahan Pucuk Teh Menjadi Teh Hitam

Orthodox Di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 383: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

376

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

PENGARUH OZONASI TERHADAP FREZZE-THAW STABILITY

TEPUNG HANJELI (Coix lacryma-jobi L.)

Syaidina Ramdhani

Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 45363

e-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Hanjeli dapat menjadi salah satu usaha diversifikasi pangan karena hanjeli juga memiliki

nilai gizi dan sifat fungsional yang baik bagi kesehatan. Salah satu bentuk pengolahan biji

hanjeli adalah dengan mengubahnya menjadi tepung. Sayangnya, tepung hanjeli memiliki

beberapa kekurangan saat diolah menjadi produk, terutama produk beku. Gel pati dalam tepung

hanjeli sangat rentan mengalami sineresis dan retrogradasi apabila disimpan di suhu rendah.

Sineresis adalah proses terbentuknya cairan pada permukaan gel pati, yang berhubungan

dengan tingkat freeze-thaw stability. Semakin bahan cenderung mengalami sineresis maka

freeze-thaw stability bahan semakin rendah, yang artinya produk semakin tidak stabil apabila

disimpan di suhu beku. Untuk memperbaiki sifat fungsional tepung dapat dilakukan

modifikasi. Penelitian ini menggunakan ozon sebagai modifikator tepung hanjeli dengan

variasi flowrate dan lama ozonasi, dengan fokus perbaikan sifat fungsional freeze thaw

stability. Pemilihan flowrate dan lama ozonasi didasarkan pada indikator derajat putih dan

wettability. Sampel yang digunakan adalah tepung hanjeli varietas Mayuen. Metode pengujian

freeze thaw stability yang dilakukan adalah metode separasi sentrifugal, dimana pemisahan

cairan dan ampas yang terbentuk setelah sineresis terjadi pada penyimpanan suhu beku. Hasil

dari penelitian yang dilakukan terhadap sineresis satu siklus freeze thaw stability, adalah tepung

hanjeli alami memiliki persentase sineresis yang cukup besar, yakni 42,5%. Sementara tepung

hanjeli terozonasi 10 menit, 15 menit, dan 20 menit memiliki persentase sineresis berturut-turut

sebesar 57%, 8%, dan 22%. Tepung hanjeli yang diberi perlakuan ozonasi cenderung

menurunkan nilai sineresis tepung hanjeli, kecuali tepung hanjeli yang terozonasi selama 10

menit yang mengalami peningkatan nilai sineresis dibandingkan tepung hanjeli alami.

Kata Kunci : Freeze thaw stability, Ozon, Tepung hanjeli

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan beragam tanaman

sumber karbohidrat alternatif untuk menunjang program diversifikasi pangan. Tanaman

serealia tropis yang termarginalkan di habitatnya sendiri antara lain sorgum, milet (jawawut),

dan hanjeli yang pada dasarnya dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Hanjeli dapat

Page 384: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

377

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

dikembangkan karena baik bagi kesehatan manusia dan tinggi makronutrien (Grubben dan

Partohardjono, 1996).

Hanjeli dapat menjadi salah satu usaha diversifikasi pangan karena hanjeli juga memiliki

nilai gizi dan sifat fungsional yang baik bagi kesehatan, seperti anti inflamasi, anti alergi,

antioksidan, rendah indeks glikemik, dan mampu mengontrol kolesterol darah (Chen, Chung,

dan Chiang, 2012). Salah satu bentuk pengolahan biji hanjeli adalah dengan mengubahnya

menjadi tepung. Produk tepung hanjeli lebih mudah dimanfaatkan dan memiliki potensi variasi

produk yang lebih beragam.

Tepung hanjeli seringkali digunakan sebagai tepung komposit, yaitu tepung hasil

pencampuran antara dua atau lebih jenis tepung. Produk pangan yang dihasilkan dari tepung

komposit salah satunya adalah produk pangan beku. Produk pangan beku dan produk pangan

yang membutuhkan suhu rendah selama penyimpanannya, seperti nugget, membutuhkan gel

pati yang memiliki sifat tahan terhadap pembekuan dan pencairan. Gel pati dalam tepung

hanjeli sangat rentan mengalami sineresis dan retrogradasi apabila disimpan di suhu rendah.

(Mahmud dan Zulfianto, 2009).

Sineresis adalah proses terbentuknya ekstrudat (cairan) pada permukaan gel pati.

Sementara retrogradasi merupakan proses kristalisasi kembali dan pembentukan matriks pati

yang telah mengalami gelatinisasi akibat pengaruh suhu, yang menjabarkan tingkat freeze-thaw

stability (Barbosa et al, 2005) Semakin bahan cenderung mengalami sineresis maka freeze-

thaw stability bahan semakin rendah, yang artinya produk semakin tidak stabil apabila

disimpan di suhu beku.

Produk yang melibatkan tepung hanjeli membutuhkan sifat fungsional, sifat fisik, dan

sifat kimia yang baik untuk mendukung mutu produk. Untuk memperbaiki sifat fungsional

tepung dapat dilakukan modifikasi. Modifikasi merupakan upaya untuk memperbaiki sifat

tepung. Upaya untuk menaikkan freeze-thaw stability dapat dilakukan salah satunya dengan

modifikasi secara kimia, yakni pemberian oksidator. Ozon merupakan oksidan terkuat yang

dapat diaplikasikan pada produk pangan (Chawla, et al., 2012). Pengaplikasian ozon terhadap

bahan pangan menggunakan ozonizer, yang menggunakan oksigen sebagai bahan pembuatnya

dan tidak menimbulkan residu berbahaya bagi tubuh dan lingkungan.

Kelebihan ozon yang dapat terurai cepat menjadi oksigen menjadikan ozon bersifat tidak

meninggalkan residu dalam bahan makanan sehingga teknologi ozon sangat ramah lingkungan

(Purwadi dkk, 2007). Ozon dapat diaplikasikan pada saat penanganan, penyimpanan dan

Page 385: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

378

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

pengolahan bahan pangan segar dan yang sudah diolah minimal, baik dalam bentuk gas atau

larutan (Khadre et al., 2001).

Tujuan pengkajian ozonasi pada tepung hanjeli yang dilakukan adalah untuk mengetahui

kemampuan ozon dalam memperbaiki sifat fungsional freeze thaw stability, dengan

menggunakan parameter derajat putih dan wettability, dipilih yang terbaik. Variasi percobaan

terletak pada keragaman flow rate dan lama ozonasi tepung hanjeli.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung hanjeli dari biji hanjeli (Coix

lacryma-jobi L.) varietas Mayuen yang diperoleh dari perkebunan lokal di Ciparanje,

Jatinangor. Bahan penunjang yang digunakan antara lain aquades dan gas oksigen sebagai

bahan pembuat ozon.

Alat yang digunakan untuk proses ozonasi meliputi ozonizer D’Ozone, ozone test kit,

tabung stainless kapasitas 1 Liter, alumunium foil, plastik cling wrap, metallized pouch, silica

gel, dan perekat. Alat yang digunakan dalam proses analisis antara lain neraca analitik, gelas

ukur 100 mL, kompor dan panci, tabung sentrifuse, sentrifugator, kulkas, freezer, sentrifugase,

wadah, spektrofotometer, stopwatch.

Metode

Penentuan Flow Rate pada Proses Ozonasi Tepung Hanjeli

Sampel 100 gram dimasukkan dalam tabung stainless berkapasitas 1 L, dilengkapi tutup

berbahan plastik alumunium foil, cling wrap, dan perekat. Proses ozonasi dilakukan dengan

flowrate ozon 2 L/min, 2.5 L/min, dan 5 L/min selama 5 menit dikontakkan pada sampel.

Rotasi sampel dilakukan per-2 menit selama 10 menit penyimpanan. Kemudian dilakukan

pengukuran derajat putih dengan spektrofotometer. Setiap akan digunakan, alat harus

dikalibrasi dengan memilih calibration pada menu bar instrumen, lakukan zero calibration dan

white calibration sesuai perintah program. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel

di dalam wadah sampel yang sudah tersedia dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala

nilai L, a, b. Selanjutnya akan dihitung nilai derajat putih dengan standar derajat putih yang

digunakan yaitu BaSO4 melalui persamaan 1 dan 2:

Derajat putih (x) = 100 - √ ((100 – L)2 + (a2 + b2)) (1)

Derajat putih (%) = X

110.8 𝑋 100% (2)

Page 386: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

379

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Pengukuran wettability dilakukan dengan sampel tepung sebanyak 0.4 gram dimasukkan

ke dalam 40 mL air destilata dalam gelas ukur. Daya disperse dilakukan pada suhu kamar tanpa

pengadukan. Waktu dicatat dengan menggunakan stopwatch.

Penentuan Lama Ozonasi Tepung Hanjeli

Sampel dimasukkan sebanyak 100 gram ke dalam tabung stainless dan ditutup sampai

rapat (digunakan perekat). Proses ozonasi dilakukan dengan flowrate 2 L/min selama 10, 15,

dan 20 menit. Rotasi sampel dilakukan per-2 menit selama 10 menit penyimpanan. Kemudian

dilakukan analisis parameter derajat putih dan wettability, sama halnya seperti pada metode

penentuan flow rate pada proses ozonasi tepung hanjeli.

Pengujian Freeze Thaw Stability Tepung Hanjeli

Pembuatan suspensi tepung hanjeli dengan konsentrasi padatan kering sebanyak 5%

dengan menimbang sampel sebanyak 5 gram pada gelas ukur 100 mL dan penambahan aquades

hingga batas. Suspensi kemudian dipanaskan sampai mencapai suhu gelatinisasi atau mengenal

menjadi pasta. Pasta lalu ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan ke tabung sentrifuse

rapat-rapat. Penyimpanan pada suhu 4⁰ C selama 24 jam kemudian dibekukan pada suhu -15⁰

C selama 48 jam. Pengeluaran tabung dari freezer, setelah itu penyimpanan pada suhu ruang

selama 2-3 jam. Sentrifugasi tabung yang berisi pasta selama 15 menit dengan kecepatan 3500

rpm. Cairan yang terpisah dari gel ditimbang, kemudian dihitung persentase sineresisnya

dengan rumus

Sineresis = 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑠𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑥 100% (3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tepung hanjeli yang digunakan sebagai sampel penelitian merupakan tepung hanjeli

yang dibuat sebelumnya dengan bahan baku hanjeli varietas Mayuen yang berasal dari

perkebunan hanjeli di Ciparanje, Jatinangor. Pembuatan tepung hanjeli mengacu kepada

Setiasih, dkk (2007). Modifikasi diterapkan pada tepung hanjeli sebagai rangka perbaikan sifat

fungsional tepung hanjeli, dimana pada percobaan ini dititikberatkan pada freeze thaw stability,

yakni kestabilan pasta tepung dan pasta pati terhadap penyimpanan suhu rendah (Putri dkk,

2014).

Page 387: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

380

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Freeze-thaw stability merupakan indikator penting yang digunakan untuk mengevaluasi

ketahanan sifat fisik gel pati terhadap perubahan yang tidak diinginkan selama pembekuan dan

pencairan (Elliason, 2004). Selama penyimpanan suhu beku, pasta pati mengalami

retrogradasi. Freeze-thaw stability dinyatakan dalam persentase sineresis, yaitu persentase

jumlah air yang terpisah setelah pasta diberi perlakuan penyimpanan satu siklus -15° C.

Semakin tinggi persentase jumlah air yang terpisah menunjukkan bahwa pati tersebut semakin

tidak stabil terhadap penyimpanan suhu beku (Putri dkk, 2014)

Modifikasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah modifikasi oksidasi. Metode

oksidasi dilakukan dengan oksidator. Ozon merupakan oksidan terkuat yang dapat

diaplikasikan pada produk pangan (Chawla, et al., 2012). Proses ozonasi pada tepung selain

dapat memperbaiki karakteristik tepung juga memiliki banyak keuntungan, diantaranya waktu

prosesnya singkat dan tidak menimbulkan residu berbahaya bagi kesehatan dan bagi

lingkungan. (O’Donnell, et al., 2012).

Variasi ozonasi yang dilakukan pada percobaan ini terletak pada variasi flow rate dan

lama ozonasi tepung. Kombinasi dari kedua aspek ozonasi ini akan berujung pada variasi

konsentrasi ozon yang dipaparkan pada tepung hanjeli. Indikator yang digunakan pada proses

ozonasi adalah derajat putih dan wettability tepung. Indikator fisik yang digunakan ini mengacu

kepada persepsi masyarakat awam terhadap tepung, dimana penilaian tepung yang baik adalah

tepung yang berwarna cerah dan memiliki daya basah yang baik saat proses pengolahan.

Percobaan tahap 1 dilakukan dengan mengozonasi tepung hanjeli dengan flowrate 2 L/min, 2.5

L/min, dan 5 L/min selama 5 menit. Tepung hanjeli yang telah diozonasi diamati derajat putih

dan wettability-nya. Berikut ini hasil dari percobaan penentuan flow rate ozon yang digunakan.

Tabel 1. Hasil penentuan flowrate ozon pada indikator derajat putih

Sampel L* a* b* Derajat Putih

(%) Rata-rata

Tepung Hanjeli 2 L/min 86,09 0,22 12,1 73,61223995 74,017

87,16 0,21 11,95 74,42082365

Tepung Hanjeli

2.5L/min

87,55 0,03 10,78 75,389432 75,252

87,38 0,07 11,05 75,11359132

Tepung Hanjeli 5L/min 87,44 0,08 10,92 75,23148985 75,182

87,4 0,16 11,04 75,13255859

Tepung Hanjeli Alami 84,14 0,35 11,47 72,58476323 71,907

82,93 0,31 12,36 71,22991594

Sumber : Dokumentasi pribadi (2019)

Page 388: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

381

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tabel 2. Hasil penentuan flowrate ozon pada indikator wettability

Sampel t (menit) Rata-rata

Tepung Hanjeli 2 L/min 4,60

4,36 4,12

Tepung Hanjeli

2.5L/min

2,72 2,80

2,88

Tepung Hanjeli 5L/min 2,41

2,49 2,56

Tepung Hanjeli Alami 5,20

4,88 4,56

Sumber : Dokumentasi pribadi (2019)

Dari hasil percobaan, diketahui bahwa ozonasi pada flowrate 2 L/min memiliki derajat

putih dan wettability berturut-turut 74,017% dan 4,36 menit, ozonasi dengan flowrate 2,5

L/min 75,252% dan 2,80 menit, ozonasi dengan flowrate 5 L/min 75,182% dan 2,49 menit,

tanpa ozonasi 71,907% dan 4,88 menit. Maka diketahui bahwa ozonasi 5 L/min menunjukkan

hasil derajat putih dan wettability terbaik, yaitu 75,18% dan 2,49 menit.

Setelah didapatkan flow rate yang terbaik, maka percobaan dilanjutkan dengan

penentuan lama ozonasi tepung hanjeli. Percobaan tahap 2 dilakukan dengan ozonasi tepung

hanjeli pada flowrate 5 L/min dengan variasi lama ozonasi selama 5, 10, 15, 20, dan 25 menit.

Tepung hanjeli yang telah diozonasi diamati derajat putih dan wettability. Berikut adalah hasil

penentuan lama ozonasi pada tepung hanjeli.

Tabel 3. Hasil penentuan lama ozonasi pada indikator derajat putih

Sampel L* a* b* Derajat Putih

(%) Rata-rata

Tepung Hanjeli fr 5, 5' 83,01 0,37 13,57 70,62524602 70,8946

Tepung Hanjeli fr 5, 5' (2) 83,6 0,39 13,35 71,16400176

Tepung Hanjeli fr 5, 10' 83,35 0,27 13 71,18618707

71,1903 Tepung Hanjeli fr 5, 10'

(2) 83,48 0,27 13,15 71,19451109

Tepung Hanjeli fr 5, 15' 86,52 0,11 11,85 74,05379219

73,7083 Tepung Hanjeli fr 5, 15'

(2) 85,64 0,06 12 73,36283026

Tepung Hanjeli fr 5, 20' 86,32 0,01 11,6 74,06492147

73,9191 Tepung Hanjeli fr 5,

20'(2) 86,16 0,08 11,91 73,7732428

Tepung Hanjeli fr 5, 25' 90,29

-

0,11 8,21 78,77604397 78,8276

Page 389: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

382

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tepung Hanjeli Fr 5,

25'(2) 90,44

-

0,11 8,21 78,879083

Sumber : Dokumentasi pribadi (2019)

Tabel 4. Hasil penentuan lama ozonasi pada indikator wettability

Sampel t (menit) Rata-rata

Tepung Hanjeli 5' 1,00 1,61

Tepung Hanjeli 5' (2) 2,21

Tepung Hanjeli 10' 1,24 1,295

Tepung Hanjeli 10' (2) 1,35

Tepung Hanjeli 15' 1,43 1,25

Tepung Hanjeli 15' (2) 1,07

Tepung Hanjeli 20' 1,24 1,38

Tepung Hanjeli 20' (2) 1,52

Tepung Hanjeli 25' 2,11 2,075

Tepung Hanjeli 25' (2) 2,04

Sumber : Dokumentasi pribadi (2019)

Dari percobaan ini, didapatkan waktu terbaik proses ozonasi adalah selama 10, 15, dan

20 menit. Karena dapat meningkatkan nilai derajat putih dan mempercepat waktu wettability

tepung hanjeli secara berturut-turut 71,19%; 73,71%; 73,92% dan 1,29 menit; 1,25 menit; 1,38

menit.

Penelitian yang akan dilakukan kali ini menyorot pada pengujian freeze-thaw stability

tepung hanjeli dengan pemaparan ozon pada flowrate 5 L/min dengan waktu kontak 10, 15, 20

menit dan tepung hanjeli tanpa ozonasi. Pemilihan flowrate dan lama ozonasi didasarkan pada

data percobaan pendahuluan yang telah dilakukan.

Pengujian freeze thaw stability dilakukan dengan metode separasi sentrifugal

(Wattanachant dkk, 2002). Metode separasi sentrifugal menggunakan alat sentrifugator,

dimana dengan gaya sentrifugal yang diberikan, cairan dari sampel akan terpisah di bagian atas

tabung sentrifuse. Cairan kemudian dipisahkan dan diukur banyaknya. Berikut ini adalah hasil

pengujian freeze thaw stability tepung hanjeli terozonasi dan tepung hanjeli alami.

Tabel 5. Hasil pengujian freeze thaw stability

Sampel Supernata

n

% Sineresis

Tepung hanjeli alami 8,5 L 42,5%

Tepung hanjeli terozonasi 10 menit 11,4 L 57%

Page 390: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

383

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Tepung hanjeli terozonasi 15 menit 1,6 L 8%

Tepung hanjeli terozonasi 20 menit 4,4 L 22%

Sumber : Dokumentasi pribadi (2019)

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa tepung hanjeli alami,

yakni tepung hanjeli tanpa proses modifikasi terozonasi, memiliki persentase sineresis yang

cukup besar, yakni 42,5%. Sementara tepung hanjeli terozonasi 10 menit, 15 menit, dan 20

menit memiliki persentase sineresis berturut-turut sebesar 57%, 8%, dan 22%. Perlakuan

ozonasi yang terbaik adalah ozonasi 15 menit, karena persentase sineresis yang dihasilkan

adalah yang terkecil.

Perhitungan sineresis dilakukan dengan melakukan perbandingan supernatan dengan

ampas hasil sentrifugasi. Makin rendah supernatan yang dihasilkan, maka persentase sineresis

semakin rendah, yang juga berarti pasta tepung hanjeli semakin stabil pada penyimpanan suhu

rendah. Tidak ada standar khusus bagi freeze thaw stability produk pangan, namun secara

umum produk dikatakan semakin baik apabila memiliki persentase sineresis yang lebih rendah.

Mekanisme freeze thaw stability dimulai saat pasta tepung hanjeli didinginkan, energi

kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk mencegah kecenderungan molekul-molekul amilosa

berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggiran

luar granula. Dengan demikian terjadi pembentukan dan pengendapan mikrokristal. Proses

kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi. Sebagian besar

pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa hari atau minggu

akan membentuk endapan kristal di bagian dasar wadahnya (Winarno, 2004). Akibat peristiwa

retrogradasi tersebut, molekul air yang semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan

keluar. Pengeluaran molekul air dari matriks gel pati dinamakan dengan sineresis. (Putri dkk,

2014)

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sineresis satu

siklus freeze thaw stability, tepung hanjeli alami memiliki persentase sineresis yang cukup

besar, yakni 42,5%. Sementara tepung hanjeli terozonasi 10 menit, 15 menit, dan 20 menit

memiliki persentase sineresis berturut-turut sebesar 57%, 8%, dan 22%. Tepung hanjeli yang

diberi perlakuan ozonasi cenderung menurunkan nilai sineresis tepung hanjeli, kecuali tepung

Page 391: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

384

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

hanjeli yang terozonasi selama 10 menit yang mengalami peningkatan nilai sineresis

dibandingkan tepung hanjeli alami.

Peningkatan nilai sineresis selama modifikasi dipengaruhi oleh kadar amilosa tepung,

kadar amilosa yang tinggi dapat meningkatkan retrogradasi pati maka sineresis pati selama

pembentukan gel akan meningkat. Akibat peristiwa retrogradasi tersebut, molekul air yang

semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar atau sineresis. Kestabilan freeze

thaw stability menurun dikarenakan meningkatnya nilai sineresis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa publikasi ilmiah ini dapat disusun dengan bimbingan, bantuan,

dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Imas Siti Setiasih, SU., Ketua

Komisi Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

penyusunan usulan penelitian; Dr. Tita Rialita, S.Si., M.Si., Anggota komisi pembimbing dan

ketua program studi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian

usulan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Barbosa-Cánovas, G. V., E. Ortega-Rivas, P. Juliano, dan H. Yan. 2005. Food Powders:

Physical Properties, Processing, and Functionality. Plenum Publishers, New York.

Chawla, A. S., D. R. Kasler, S. K. Sastry dan A. E. Yousef. 2012. “Microbial decontamination

of food using ozone“. In. A. Demirci and M.O. Ngadi (Ed.) Microbial Decontamination

in the Food Industry. Woodhead Publishing Limited, USA.

Chen, H. J., C. P. Chung, dan W. Chiang. 2012. Inhibitory Effects of Adlay Bran (Coix

lachryma-jobi L. var. ma-yuen Stapf) on Chemical Mediator Release and Cytokine

Production in Rat Basophilic Leukemia Cells. J. Ethnopharmacol. 141(1): 119-127.

Eliasson, A. C. 2004. Starch in Food : Structure, Function, and Application. CRC Press.

North America

Grubben, G. J., dan S. Partohardjono. 1996. Plant Resources of South-East Asia. 10 Cereals.

Backhuys Publishers, Leiden.

Khadre, M. A., A. E. Yousef, dan J. G. Kim. 2001. Microbiological Aspects of Ozone

Applications in Food: A Review. Journal of Food Science 66(9): 1242-1252.

Mahmud, M. K., dan Z. A. Zulfianto. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Elex

Media Komputindo, Jakarta.

Page 392: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

385

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

O’Donnell C., B.K. Tiwari, P.J. Cullen and R.G. Rice. 2012. Ozone in Food Processing. Wiley-

Blackwell, Oxford.

Purwadi, A., W. Usada, dan Suryadi. 2007. Aplikasi Ozon Hasil Teknologi Kimia Plasma

untuk Memperpanjang Umur Simpan Umbi Kentang. Prosiding PPI - PDIPTN.

Putri, W.D.R., Zubaidah, E., Ningtyas, D. W. 2014. Effect of heat moisture treatment on

functional properties and microstructural profiles of sweet potato flour. Advance

Journal of Food Science and Technology 6(5) : 655-659. ISSN : 2042-4868

Setiasih, I. S. 2007. Pembuatan Hanjeli (Coix lacryma) Instan Bergizi Sebagai Upaya

Pencapaian Ketahanan Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian UNPAD,

Jatinangor.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 393: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

386

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN KEMANGI

(Ocimum sanctum L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Aspergillus niger

Tri Yuliana1, Violita Widyaningtyas2, Tita Rialita1

1Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran

2Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21, Jatinangor Sumedang 43563

Email : [email protected]

ABSTRAK

Daun kemangi (Ocimum spp.) memiliki senyawa yang bersifat fungisida dan antibakteri

seperti minyak atsiri dengan kandungan kimia utamanya adalah linalool (56,7% - 60%). Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi ekstrak daun kemangi terbaik yang

dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Aspergillus niger. Penelitian dilakukan

secara eksperimental yang dianalisis secara deskriptif. Pembuatan ekstrak daun kemangi

dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. Kemudian

dilakukan evaporasi dan pengujian aktivitas antimikroba menggunakan metode difusi agar

berkonsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas

antimikroba terbaik adalah ekstrak daun kemangi dengan konsentrasi 100% yang memiliki

aktivitas terhadap E. Coli dan A. Niger dengan daya hambat berturut-turut mencapai 30,04 mm

dan 5,96 mm.

Kata Kunci: Daun kemangi, Antimikroba, Escherichia coli, Aspergillus niger.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rempah terbesar di dunia yang dapat

digunakan sebagai bahan pengawet alami, dimana rata-rata rempah yang dihasilkan sebesar

21.06% dari total pasar rempah dunia pada tahun 2013 (Hermawan, 2015). Salah satu rempah

yang juga sering digunakan sebagai tanaman obat adalah daun kemangi (O. sanctum L). Selain

sebagai tanaman obat, berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa daun kemangi

(Ocimum spp.) memiliki senyawa yang bersifat insektisida, larvasida, nematisida, antipiretik,

fungisida, antibakteri dan antioksidan (Nurcahyanti dkk, 2011; Maryati dkk, 2007).

Sudah ditemukan sebanyak 7 jenis tanaman daun kemangi (Ocimum spp.), yaitu O.

gratissimum, O. basilicum, O. americanum L, O. klimandschavicum, O. minimum, O. viridae

L, dan O. sanctum (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008). Kandungan kimia pada daun kemangi

Page 394: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

387

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

(Ocimum spp.) berbeda setiap jenisnya. Kandungan kimia yang pernah dilaporkan adalah

minyak atsiri, saponin, tanin, flavonoid, steroid, terpenoid, alkaloid, fenol, karbohidrat, lignin,

pati dan antrakuinon (Dhale, Birari & Dhulgande, 2010). Minyak atsiri merupakan senyawa

aktif pada daun kemangi yang bersifat antibakteri. Kandungan kimia utama pada minyak atsiri

daun kemangi adalah linalool yang berpotensi sebagai antibakteri (56,7% - 60,0%) (Telci et

al., 2006).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai uji aktivitas antimikroba pada daun

kemangi antara lain Atikah (2013), menguji ekstrak etanol 70% dan kepolaran bertingkat dari

daun kemangi terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans menggunakan difusi agar

dan dilusi cair yang menghasilkan konsentrasi terbaik adalah pelarut etil asetat dengan

konsentrasi 4000 µg/mL. Penelitian lainnya menyatakan bahwa ekstrak kloroform daun

kemangi dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae, serta ekstrak alkohol

pada konsentrasi 100 mg/mL dapat menghambat Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis dengan zona hambat berturut-turut sebesar 10

mm, 12 mm, 23 mm, dan 16 mm (Dhale et al., 2010). Senyawa aktif ekstrak etanol daun

kemangi yang diduga memiliki peran sebagai antibakteri yaitu 2,6-oktadiena-1,8-diol, ekso

metil kamfenilol, kamfor, fitol, linalool oksida, cis geraniol dan cis karveol (Solikhah, 2015).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental

yang dianalisis secara deskriptif dengan ulangan sebanyak 2 kali. Tahap pertama adalah

melakukan determinasi bahan uji yaitu daun kemangi, pembuatan ekstrak daun kemangi

dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Kemudian dilakukan pengujian

aktivitas antimikroba terhadap E. coli dan A. niger menggunakan metode difusi agar dengan

konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beaker glass, gelas ukur, pipet

ukur, bulb, labu erlenmeyer, cawan petri, spatula, tabung reaksi, inkubator, vacuum filter,

serangkaian alat rotary evaporator, spektrofotometer, autoklaf, neraca analitik, jarum ose,

cawan alumunium, oven, mikropipet, desikator, bunsen, fin tip, botol semprot, refrigerator,

Laminar Air Flow, kuvet, dan botol kaca gelap.

Page 395: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

388

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah daun kemangi (O. sanctum L.) yang

diperoleh dari Kampung Tugu Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung

Barat. Media pertumbuhan mikroba menggunakan NA (Nutrient Agar), PDA (Potato Dextrose

Agar) dan NaCl fis 0,85%. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah etanol 70% dan alkohol

95%. Kultur mikroba uji, yaitu E. coli dan A. niger. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu

akuades, alumunium foil, clingwrap, kertas saring, kertas cakram, kapas, kasa, dan spirtus.

Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Daun Kemangi

Daun kemangi yang akan digunakan disortasi kering dan dicuci terlebih dahulu kemudian

dilakukan pengeringan selama 6-7 hari dengan cara diangin-anginkan saja atau tidak terkena

matahari langsung. Selanjutnya dilakukan sortasi kering untuk memisahkan benda asing seperti

benang, rambut, dan pengotor lain yang mungkin menempel selama proses pengeringan. Daun

kemangi yang telah kering kemudian diperkecil ukurannya untuk memperbesar luas

permukaan sehingga kontak dengan pelarut menjadi lebih optimal.

Simplisia kering kemudian dimaserasi menggunakan etanol 70% lalu direndam selama

2-3 hari dengan pengadukan setiap hari atau sesering mungkin. Selanjutnya disaring

menggunakan vacuum filter dan filtrat yang didapat kemudian dikentalkan menggunakan

rotary evaporator dengan suhu heating bath sebesar 400C dan suhu chiller + 30C, selama + 1,5

jam atau tergantung banyaknya larutan sehingga diperoleh ekstrak kental (Yulianigtyas dan

Bambang, 2016).

Pengujian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi

Disiapkan medium Nutrient Agar (NA) untuk media pertumbuhan E. coli dan Potato

Dextrose Agar (PDA) untuk media pertumbuhan A. niger kedalam cawan petri dan dibiarkan

membeku. Selanjutnya ditambahkan 0,1 mL suspensi E. coli (λ = 600 nm) dan 0,1 mL suspensi

A. niger (λ = 530 nm) dan diratakan keseluruh permukaan media. Kertas cakram yang sudah

steril kemudian diletakkan diatas permukaan media dan diteteskan ekstrak daun kemangi

dengan berbagai konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%) sebanyak 40 µL. Dilakukan

inkubasi pada suhu 37oC selama 1-2 hari (E. coli) dan suhu 25-28oC selama 3-5 hari (A. niger)

untuk mengamati zona hambat yang terbentuk. Terakhir dilakukan pengukuran diameter zona

hambat yang terbentuk menggunakan jangka sorong.

Page 396: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

389

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi

Gambar 1. Grafik Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi terhadap E. coli

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 1, menunjukkan bahwa ekstrak daun

kemangi berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan E. coli. Aktivitas ekstrak daun

kemangi mulai dapat dilihat pada konsentrasi 25% yakni sebesar 19,08 mm. Pada konsentrasi

50% menunjukkan daya hambat sebesar 21,01 mm. Pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi

yakni 75% sebesar 21,69 mm. Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa zona bening yang

dihasilkan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% menunjukkan diameter yang tidak jauh berbeda.

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kemangi yang digunakan maka semakin tinggi pula

zona bening yang dihasillkan yakni mencapai 30,98 mm pada konsentrasi 100%. Pada kertas

cakram yang tidak diberi ekstrak daun kemangi atau konsentrasi 0% tidak menunjukkan adanya

aktivitas terhadap E. coli, hal ini diketahui dengan tidak adanya zona hambat yang terlihat

disekeliling kertas cakram.

30.98

21.69 21.0119.08

00

5

10

15

20

25

30

35

100 75 50 25 0

Dia

met

er (

mm

)

Konsentrasi (%)

Page 397: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

390

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 2. Grafik Hasl Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi terhadap A. niger

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 2, menunjukkan adanya aktivitas

antimikroba yang ditunjukkan oleh berbagai konsentrasi ekstrak daun kemangi terhadap A.

niger. Pada konsentrasi 0% atau tidak diberi ekstrak daun kemangi tidak menunjukkan adanya

aktivitas antimikroba yang dapat dillihat dengan tidak adanya zona bening yang terbentuk

disekitar kertas cakram. Namun zona bening mulai dapat terlihat dari konsentrasi 25%, 50%,

75%, dan 100% berturut-turut yakni sebesar 1,14 mm, 3,59 mm, 4,31 mm, dan 5,96 mm.

Berdasarkan kedua grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang

digunakan maka semakin besar pula diameter zona hambat terhadap E. coli dan A. niger yang

dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin tingginya senyawa bioaktif maka umumnya

dapat bersifat bakterisida atau dapat mematikan mikroba, sedangkan kadar senyawa bioaktif

yang lebih rendah umumnya hanya bersifat bakteriostatik atau menghambat pertumbuhannya

saja dan tidak mematikan mikroba (Kamal et al., 2012).

Aktivitas antimikroba yang menghambat pertumbuhan E. coli dan A. niger oleh ekstrak

daun kemangi dapat disebabkan oleh adanya pengaruh senyawa aktif yang terdapat dalam

ekstrak. Pengujian senyawa fitokimia terhadap ekstrak etanol daun kemangi (O. sanctum)

menunjukkan hasil positif terhadap senyawa tannin, flavonoid, dan minyak atsiri (Angelina

dkk., 2015). Selain itu, faktor pelarut yang digunakan juga dapat mempengaruhi senyawa atau

metabolit sekunder yang dihasilkan seperti untuk golongan steroid dapat larut dalam pelarut

non polar dan untuk golongan tannin dan flavonoid dapat larut dalam pelarut polar seperti

etanol dan golongan alkaloid merupakan senyawa yang tidak dapat larut dalam air (Harbone,

1987).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Savita (2008), menunjukkan bahwa

terdapat senyawa flavonoid dalam ekstrak O. sanctum yang dapat berperan sebagai antibakteri.

5.96

4.31

3.59

1.14

00

1

2

3

4

5

6

100 75 50 25 0

Dia

met

er (

mm

)

Konsentrasi (%)

Page 398: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

391

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Selain itu, beberapa senyawa yang diduga dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba

pada daun kemangi yakni tetrametil-okta 5,7 dien-3-on, 2,6 oktadiena 1,8 diol, ekso metil

kamfenilol, kamfol, fitol, linalool oksida, cis geraniol dan cis karveol (Sholikhah dkk., 2015).

Rendahnya diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak daun kemangi terhadap A.

niger dapat disebabkan karena kurang efektifnya kerja senyawa bioaktif yang mampu

membunuh A. niger sehingga ekstrak daun kemangi hanya bersifat menghambat dengan daya

hambat yang rendah. Selain itu, aktivitas antijamur juga dapat dipengaruhi oleh variasi

konsentrasi dari minyak atsiri yang terdapat didalam daun kemangi. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Martiningsih dan Suryanti (2017), menyebutkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi mimyak atsiri maka kecenderungan zona hambat yang dihasilkan semakin tinggi

terhadap isolat jamur. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bansod dan Rai

(2008), yang menyatakan bahwa dari 15 jenis tanaman yang digunakan sebagai antijamur

terhadap A. niger, daun kemangi (O. sanctum) memiliki zona hambat yang paling rendah yakni

pada konsnetrasi 100 µg sebesar 12 + 0,5 mm dan pada konsentrasi 15 µg sebesar 8 + 0,5 mm.

KESIMPULAN

Penggunaan ekstrak daun kemangi dapat memberikan daya hambat terhadap

pertumbuhan E. coli dan A. niger. Penentuan aktivitas antimikroba ekstrak daun kemangi

terhadap E. coli dan A. niger menghasilkan zona hambat beragam dimana semakin besar

konsentrasi semakin besar pula zona hambat yang terbentuk. Zona hambat yang terbentuk pada

aktivitas E. coli yakni 0 mm (0%), 19,08 mm (25%), 21,01 mm (50%), 21,69 mm (75%), dan

30,98 mm (100%). Zona hambat yang terbentuk pada aktivitas A. niger yakni 0 mm (0%), 1,14

mm (25%), 3,59 mm (50%), 4,31 mm (75%), dan 5,96 mm (100%).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Teknologi Industri Pertanian,

Universitas Padjadjaran serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya

ilmiah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Page 399: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

392

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

DAFTAR PUSTAKA

Angelina, Maria., Turnip, Masmur., & Khotimah, Siti. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Etanol Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia

coli dan Staphylococcus aureus. Probionat, Vol. 4 No.1 : 184-189.

Ali, H & Savita, D, 2012, ‘In Vitro Antimikrobial Activity Of Flavonoids Of Ocimum sanctum

with Synergistic Effect of Their Combined Form’, Asian Pacific Journal of Tropical

Disease.

Atikah, N. 2013. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum americanum L)

terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans. Skripsi. UIN Syarif

Hidayatullah. Jakarta.

Bansod, Sunita and Mahendra Rai. 2008. “Antifungal Activity of Essential Oils from Indian

Medicinal Plants Against Human Pathogenic Aspergillus Fumigatus and A. Niger.”

World Journal of Medical Sciences 3(2):81–88.

Dhale, D. A., Birari, A.R., & Dhulgande, G. S. 2010. Preliminary Screening of Antibacterial

and Phytochemical Studies of Ocimum americanum Linn. Journal of Ecobiotechnology,

2/8 : 11-13.

Hadipoentyanti, Endang., & Wahyuni, Sri. 2008. Keragaman Selasih (Ocimum spp.)

berdasarkan Karakter Morfologi Produksi dan Mutu Herba. Jurnal Littri, Vol. 14(4). Hal.

141-148.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisi Tumbuhan.

Penerbit ITB : Bandung. Hal 6-9.

Hermawan, I. 2015. Daya Saing Rempah Indonesia Di Pasar ASEAN Periode Pra dan Pasca

Krisis Ekonomi Global. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 9 No 2. Jakarta.

Kamal. A., Sudarmin. & A. Binadja. 2012. Aktivitas Antimikroba Senyawa Hasil Reaksi

Hidrasi Kariofilena pada E. coli dan S. aureus. Indonesian Journal of Chemical Science,

1(2): 152-157.

Martiningsih, Ni Wayan dan Suryanti, Ida Ayu. 2017. Skrining Fitokimia dan Aktivitas

Antijamur Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum sp.). Seminar Nasional Riset Inovatif.

Maryati., Fauzia, Ratna Sorayya., & Rahayu, Triastuti. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak

Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L) terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 8, No. 1 : 30-38.

Nurcahyanti, Agustina. D. R., Dewi, Lusiawati., & Timotius, Kris H. 2011. Aktivitas

Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum

Linn). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXII, No.1.

Page 400: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

393

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Solikhah. 2015. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Kemangi

(Ocimum basilicum L.). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Semarang.

Telci, I., E. Bayram., G. Yilmaz. dan BA. Variabilityy in essential oil composition of Turkish

basils. Biochem Syst Ecol J. 2006;34(6):489–97.

Yulianingtyas Aning & Kusmartono Bambang. 2016. Optimasi Volume Pelarut dan Waktu

Maserasi Pengambilan Flavonoid Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal

Teknik Kimia Vol. 10, No.2.

Page 401: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

394

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

SCALEUP STEAMER UNTUK PENGOLAHAN TEH HIJAU STEAMING

DI PUSAT PENELITIAN TEH DAN KINA GAMBUNG

Vitaloka Feriansari1, Dedy Prijatna2, M. Iqbal Prawira-Atmaja3, Mimin Muhaemin2

1Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Padjajaran

2Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang 43563 3Pengolahan Hasil dan Enjiniring, Pusat Penelitian Teh dan Kina, Desa Mekarsari,

Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, 40972

E-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung memproduksi teh hijau dengan dua metode

pelayuan, yaitu metode panning dan metode steaming. Produksi teh hijau yang saat ini perlu

dikembangkan adalah teh hijau metode steaming karena produk yang dihasilkan dianggap lebih

berkualitas dibandingkan dengan teh metode panning. Saat ini, mesin yang digunakan untuk

produksi teh hijau steaming yaitu steamer hanya mampu memproduksi 7-8 kg pucuk daun

segar dalam satu batch. Oleh karena itu diperlukan scaleup steamer agar mampu memproduksi

teh hijau dalam jumlah yang lebih besar. Scaleup ini dilakukan dengan metode rekayasa dengan

melakukan kegiatan rancang bangun (Engineering Design). Penelitian ini didesain dengan

dimensi panjang 2400 mm, lebar 800 mm dan tinggi 1200 mm. Penetapan dimensi ini dapat

menghasilkan pucuk daun teh sebanyak 25 kg.

Kata kunci: teh hijau, steaming, scaleup

PENDAHULUAN

Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung memproduksi teh hijau dengan dua metode

pelayuan, yaitu metode panning dan metode steaming. Menurut Yulianto dkk (2006), proses

pelayuan dengan metode panning kurang efektif dan kurang efesien karena ditinjau secara

ekonomi dan teknik, penembusan panas pada metode ini dinilai tidak mampu menetralkan

enzim polifenol oksidase secara keseluruhan. Kerugian lain dari metode panning adalah

dihasilkannya warna teh yang kehitaman. Berbeda dengan metode panning, metode steaming

yang dilakukan dengan cara memberikan uap panas pada pucuk daun teh dapat menetralkan

enzim polifenol lebih efektif. Penetralan enzim polifenol dengan cara pemberian uap panas

mampu menembuskan panas ke dalam sitoplasma lebih efektif. Hal ini menyebabkan enzim

polifenol oksida yang berada pada bagian sitoplasma menjadi inaktif dengan baik. Keuntungan

Page 402: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

395

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

lainnya dari metode steaming adalah dihasilkannya warna teh yang lebih kehijauan dan warna

air seduhan yang lebih terang (hijau kekuningan).

Ruang pelayuan yang ada di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung dioperasikan

dengan energi listrik dengan kapasitas antara 6 sampai 8 kg tergantung dari jenis petikan pucuk

daun teh. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses pelayuan adalah 2 sampai 3 menit.

Proses yang terjadi di dalam ruang pelayuan ini dibantu oleh proses boiling sebagai media

pemanas air untuk menghasilkan uap yang nantinya akan dialirkan menuju ruang pelayuan.

Kondisi ruang pelayuan yang ada di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung sekarang

ini memiliki kapasitas produksi dari pengolahan teh hijau yang kecil. Menurut Eikel (2018),

ruang pelayuan yang ada hanya mampu melayukan 12 kg pucuk daun teh segar dengan waktu

150 menit. Kondisi tersebut berdampak terhadap kerugian secara materiil karena penggunaan

energi dan hasil yang didapatkan tidak sebanding.

Oleh karena itu, perlu adanya rancang bangun ruang pelayuan dengan kendali

mikrokontroler pada industri pengolahan teh hijau dengan kapasitas yang lebih besar.

Peningkatan kualitas pada ruang pelayuan ini diharapkan mampu beroperasi secara otomatis,

mulai dari bukaan inlet pada ruang pelayuan hingga pengaturan suhu di dalam ruang pelayuan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan November 2018 sampai dengan Maret 2019,

penelitian ini akan dilakukan di beberapa tempat, yaitu di Laboratorium Pengolahan Hasil dan

Enjinering, Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Bengkel, Pusat Penelitian Teh dan Kina,

Gambung; dan Laboratorium Sistem Instrumentasi dan Elektronika, Fakultas Teknologi

Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat

Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 1.

Tabel 7. Alat yang Digunakan pada Penelitian

No Nama Alat Spesifikasi/Merk Kegunaan

1 Arduino IDE 1.6.12 Untuk membuat program

2 AutoCAD 2016 Untuk membuat gambar teknik

mesin

Page 403: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

396

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

3 Fritzing Untuk membuat simulasi

rangkaian

3 Manometer Jenis Bourdon Untuk menunjukkan besarnya

tekanan uap pada boiler

4 Meteran Untuk mengukur dimensi

5 Multimeter

Itw (My-64) Untuk mengukur tegangan, arus

dan hambatan rangkaian listrik

6 Thermometer Tipe E Untuk mengukur temperatur yang

beropasi pada boiler dan steamer

7 Kamera Untuk mendokumentasikan

kegiatan penelitian

8 Laptop

ASUS K43U,

AMD VISION 1,60

GHz, 4 GB RAM

Untuk menyimpan data

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 2.

Tabel 8. Bahan yang digunakan pada penelitian

No Bahan Spesifikasi/Me

rk Kegunaan

1 Plat Besi SS 304 Untuk middle chase

SS 316 Untuk main chase

2 Besi Hollow SS 304 6x6 Untuk main frame

SS 304 6x4 Untuk middle frame

3 Pipa Untuk menyalurkan panas

4 Nozel Untuk menyalurkan uap

5 Safety Valve

(Selenoid)

US-25 AC

220V

Untuk pengaman apabila terjadi

tekanan melebihi batas yang

diijinkan

6 Main Steam Valve Untuk pembuka dan penutup jalur

utama steam

7 Arduino UNO R3 Arduino Sebagai mikrokontroler

8 Sensor suhu LM35

9 PCB Blank Sebagai media perangkaian

skematik

10 Motor Stepper Sebagai aktuator

11 Kabel Jumper Untuk menghubungkan rangkaian

12 Relay Untuk mengubah arus DC menjadi

arus AC

13 AC/DC Adaptor Untuk mengubah arus AC menjadi

arus DC

14 LCD 128x64 Untuk menampilkan data

15 Micro SD Psi Modul Untuk menyimpan datalog

Page 404: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

397

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode rekayasa dengan melakukan kegiatan

rancang bangun (Engineering Design).

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yang akan disajikan pada diagram alir

penelitian di Gambar 1.

Gambar 25. Diagram Alir Penelitian

Page 405: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

398

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mekanisme kerja dari ruang pelayuan berbasis mikrokontroler pada pengolahan teh hijau

steaming ini adalah pucuk daun sebanyak 25 kg akan terbagi kedalam beberapa rak. Pertama-

tama akan ada LCD yang menampilkan beberapa pilihan lama bukaan dari katup yang akan

dibuka oleh motor stepper dan dipilih dengan tactile button. Di dekat engsel pintu akan

diberikan saklar guna menjadi patokan untuk solenoid membuka katupnya. Katup solenoid ini

berfungsi sebagai pengaman (safety valve) sebelum uap panas benar-benar memasuki ruang

pelayuan. Apabila katup solenoid sudah terbuka, 5 (lima) detik kemudian katup kran pada pipa

yang ditempatkan sebelum solenoid akan membuka dengan bukaan mulai dari bukaan ¼, ½,

dan 1. Katup kran tersebut akan digerakkan oleh motor stepper sebagai aktuator. Kemudian

uap panas akan masuk secara perlahan kedalam ruang pelayuan. Didalam ruang pelayuan akan

ditempatkan 7 sensor yang apabila 4 diantara 7 sensor sudah menunjukkan kondisi suhu

mencapai 90oC, maka katup kran akan menutup kembali secara perlahan seperti langkah

pembukaan kran pada tahap sebelumnya, namun katup solenoid masih tetap tertutup. Katup

solenoid dapat terbuka apabila pintu sudah dibuka. Pintu dapat dibuka setelah penyebaran suhu

di dalam ruang pelayuan sudah merata.

Sistem kontrol yang dirancang terdiri dari komponen sebagaimana terlihat pada Gambar

2.

Keterangan:

1. LCD

2. Mikrokontroler

3. Solenoid

4. Power Supply Unit

5. Motor Stepper

6. Gear

7. Sensor DS18B20

8. MicroSD Card Adapter Module

Gambar 26. Mekanisme Kerja Ruang Pelayuan

Hasil Rancangan Steamer

Dimensi steamer dibuat dengan melakukan perbandingan dimensi dari steaming lama.

Steamer lama memiliki dimensi panjang 60 cm, lebar 65 cm, dan tinggi 70 cm. Sehingga

Page 406: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

399

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

didapatkan panjang, lebar dan tinggi untuk steamer adalah 119 cm x 59,5 cm x 111 cm. Dengan

dimensi tersebut, steamer dapat menampung lebih dari 25 kg. Gambar dari steamer dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hasil Rancangan Steamer

Dalam perancangan steamer terdapat pula perancangan untuk jalur masuk steam melalui

pipa. Di sepanjang pipa ini terdapat satu solenoid, enam kran dan satu barometer. Dari keenan

kran tersebut, salah satunya berfungsi untuk membuka jalur jika solenoid mengalami masalah

dan tidak bisa membuka kran. Gambar dari kran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Selain

itu, terdapat dua kran yang berfungsi untuk membuka jalur apabila motor stepper tidak

berfungsi. Gambar dari kran tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Kran Untuk Jalur Steam Apabila Solenoid Bermasalah

Page 407: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

400

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Gambar 5. Kran Untuk Jalur Steam Apabila Motor Stepper Bermasalah

Penentuan Jenis Motor Stepper

Penentuan jenis motor stepper ini dilakukan dengan menghitung massa yang dapat

menggerakkan kran yang nantinya digunakan untuk menghitung torsi. Hasil yang didapatkan

dari perhitungan tersebut adalah:

m=760 gram × 2=1,52 kg

F=m × g=1,52 kg × 9,81 m/s2=14,9112 N

T=F × r=14,9112 N × 10 × 10-2

m=1,49112 Nm

Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai torsi motor stepper dengan minimal 1,49112

Nm. Didapatkan Motor Stepper NEMA 23 Type 57HS7630A4D8 yang memiliki torsi sebesar

1,8 Nm.

Hasil Perhitungan Nilai Kalor

Page 408: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

401

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

a. Q1=m×c×∆T

Q1=500 kg ×

4200J

kgoC

×(100-15)oC

Q1=178,5 MJ

b. Q2=m×U

Q2=500 kg ×2,268 MJ/kg

Q2=1134 MJ

c. Qtotal

=Q1+Q

2

Qtotal

=178 MJ+1134 MJ

Qtotal

=1312,5 MJ

A. T uap pada 5 bar

Diketahui dari table sifat air jenuh (Uap-Cair): Tabel tekanan

T = 151,9 oC

Volume spesifik (vg) = 0,3749 m3/kg

Energy dalam (ug) = 2561,2 kJ/kg

Entalpi = 2748,7 kJ/kg

Entropi = 6,8212 kJ/kgK

B. Laju Aliran Uap

vg=0,3749m3/kg=374,9 L/kg

t=2,5 menit=150 s

Laju aliran uap= v

t

Laju aliran uap= 374,9 L/kg

150 s

Laju aliran uap= 2,499 L/s

C. Q pipa

d. Konduksi

Page 409: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

402

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

Diketahui: misal tebal = 1 mm = 10-3

T1=151,9oC

T2=100oC

d = 1 inch = 0,0254 m

1. H=Q

t

H=1312,5 MJ

150 s

H=8,75MJ

s(laju kalor yang diterima oleh uap)

2. k=dH

A(T1-T2)

k=10

-3m×8,75 MJ/s

π(0,0127)2×(151,9-100)

oC

k=0,3327 MJ/msoC

3. Q konduksi= kA∆Tt

L

Q konduksi= 0,3327 MJ/msoC×5,067×10

-4m2×51,9

oC×150s

5m

Q konduksi=0,2625 MJ

e. Radiasi

Diketahui: e = 1

𝜎 = 5,67 × 10−8𝑊/𝑚2𝐾4

d = 0,0254 m

T = 100oC = 373,15 K

Qradiasi

t=eσAT4

Qradiasi

t=1×5,67×10

-8W/m2K4×373,15K

4

Qradiasi

t=0,557J/s

Qradiasi=0,557 J/s ×t

Qradiasi=0,557 J/s ×150s

Qradiasi=83,552×10-6

MJ

f. Konveksi

Diketahui: h=250 W/m2K (dari tabel, dianggap konveksi paksa gas)

Page 410: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

403

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

d=0,0254 m

T1=151,9oC

T2=100oC

Qkonveksi

t=hA∆T

Qkonveksi

t=250W/m2K×5,067×10

-4m2×51,9K

Qkonveksi

t=6,574J/s

Qkonveksi=6,574 J/s ×t

Qkonveksi=6,574 J/s ×150s

Qkonveksi=986,165×10-6

MJ

g. Q pipa=Q konduksi+Q radiasi+Q konveksi

Q pipa=0,2625 MJ+83,552×10-6

MJ+986,165×10-6

MJ

Q pipa=0,263569717 MJ

D. Q ruang pelayuan

𝑄 ruang pelayuan=Q boiler-Q pipa

Q ruang pelayuan=1312,5 MJ-0,263569717 MJ

Q ruang pelayuan=1312,23643 MJ

E. Tekanan di ruang pelayuan pada suhu 90oC

P = 0,7014 bar

Volume spesifik (vg) = 2,361 m3/kg

Energy dalam (ug) = 2494,5 kJ/kg

Entalpi = 2660,1 kJ/kg

Entropi = 7,4791 kJ/kgK

F. Volume yang terdapat pada ruang pelayuan

P1V1

T1

=P2V2

T2

5 bar×500 L

151,9oC

=0,7014 bar×V2

100oC

Page 411: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

404

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

V2=2111,830135 Liter Uap

V2=2,1118 m3 Uap

Hasil Rancangan Elektronika

Rancangan sistem elektronik ini terbagi ke dalam dua rancangan, yaitu rancangan

hardware dan rancangan software.

Rancangan Hardware

Gambar 6. Rangkaian Hardware

Rancangan Software

Rancangan software pada penelitian ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

1. Sub Program Start

Rancangan program start sebagai berikut:

solenoid, memilih pilihan, tombol start, motor stepper, sensor suhu, microSD Card

Adapter

IF (solenoid) = ON

dapat memilih pilihan

IF tombol start = ON

motor stepper = ON sesuai pilihan

sensor suhu = ON

microSD Card Adapter = ON

mesin hidup

steam masuk

selesai

2. Sub Program Menyimpan Data

Int CS PIN

IF (CS PIN) = terbaca

Page 412: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

405

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

microSD Card Adapter = ON

penyimpanan data berhasil

3. Sub Program Memilih Pilihan

Int Current Menu Item, up, down, enter, back

Current Menu Item = n

IF (state) = 1

kursor bergerak keatas (up)

IF (state) = 2

kursor bergerak kebawah (down)

IF (state) = 3

memilih pilihan (enter)

IF (state) = 4

kembali (back)

4. Sub Program Gerakan Motor Stepper

Int kondisi, suhu, motor stepper

Kondisi = 0

IF (suhu <= 90)

motor stepper berputar searah jarum jam dengan

delay yang sudah ditentukan pada pilihan

mesin hidup

steam masuk

IF (suhu >= 90)

motor stepper berputar berlawanan arah jarum

jam

kondisi = 1

mesin mati

5. Sub Program Stop

Int kondisi, suhu, motor stepper

Kondisi = 0

IF (suhu >= 90)

motor stepper berputar berlawanan arah jarum

jam

Page 413: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya

406

Seminar Nasional Semar Berdasi

Sumedang, 20 Juni 2019

Prosiding Semar Berdasi ISBN: 978-602-439-740-1

kondisi = 1

mesin mati

solenoid menutup

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini adalah mesin steamer yang dibuat menggunakan perbandingan

dimensi dengan mesin steamer lama. Dimensi yang didapatkan untuk panjang, lebar, dan tinggi

adalah 119 cm x 59,5 cm x 111 cm. Motor Stepper yang digunakan adalah NEMA 23 Type

57HS7630A4D8 yang memiliki torsi sebesar 1,8 Nm. Dari hasil pengujian, diketahui bahwa

kalor panas yang masuk kedalam steamer adalah 1312,23643 MJ. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa mesin steamer yang dapat beroperasi secara otomatis dan menampung pucuk daun teh

segar sebanyak 25 kg.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dedy Prijatna, M.P selaku ketua

komisi pembimbing, Bapak M. Iqbal Prawira Atmaja, S.TP., M.Sc. selaku anggota komisi

pembimbing, dan Bapak Ir. Mimin Muhaemin, M.Eng., Ph.D., selaku penelaah atas semua

pengarahan, masukan, dan saran yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Eikel, Sitepu. 2018. Penggunaan Energi Pengeringan Teh Hijau Steam Pada Lb Mini

Processing di pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Jawa Barat. Bandung. PPTK

Gambung.

Nazaruddin dan Paiman, 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Rohdiana, Dadan. 2015. Teh: Proses, Karakteristik, dan Komponen Fungsionalnya. Jurnal:

FOODREVIEW INDONESIA Vol. X/No. 8/Agustus 2015. 34-38. Jakarta.

Yulianto, Mohamad & Ariwibowo, Didik & Arifan, Fahmi & Kusumayanti, Heni &

Nugraheni, F.S. & Senin, Senin. (2006). Model Perpindahan Massa Proses Steaming

Inaktivasi Enzim Polifenol Oksidase Dalam Pengolahan Teh Hijau. Hal 25-30

Page 414: ISBN: 978-602-439-740-1himateta.ftip.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PRO...SUSUNAN KEPANITIAAN: Penanggung Jawab : Dr. Sophia Dwiratna Nur P., STP., MT Sekretaris Umum : Adellya