isba (tpgc)
TRANSCRIPT
TUGAS
ISOLASI DAN STANDARDISASI BAHAN ALAM
“TPGC”
OLEH :
ALFINA FAIZAH 1041311169
AMALINA FARA 1041311170
DINAR DIBAYU 1041311172
DRI SAPUTRI 1041311173
ESTI DYAH 1041311174
RINDA A. HERAWATI 1041311182
SARI R. DJAHILAPE 1041311184
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2013
BAB IPENDAHULUAN
Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada
jaman instrument dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30
tahun. Sekarang kromatografi gas dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri
dan perguruan tinggi. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut
terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan
fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada
zat padat penunjangnya. Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang
komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap
yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.
Komponen-komponen yang ada dalam cuplikan akan terpisah satu sama lain di
dalam kolom akibat perbedaan distribusi di antara fase diam dan fase gerak. Semakin lama
komponen tersebut berada dalam fase gerak, maka komponen tersebut akan terlusi lebih dulu.
Waktu yang dibutuhkan oleh setiap komponen untuk berada pada masing-masing fase sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen dari
campuran dengan metode kromatografi gas. Parameter yang sangat menentukan adalah
pengaturan suhu injektor dan kolom. Perbedaan suhu sekitar 0,5 0C saja dapat menyebabkan
perbedaan yang cukup berarti. Suhu kolom dapat mempengaruhi posisi kesetimbangan
distribusi analit di antara fase diam dan fase gerak, dimana kesetimbangan distribusi akan
lebih cepat tercapai seiring dengan meningkatnya suhu. Dengan demikian, pada suhu rendah,
analit yang memiliki titik didih rendah akan lebih lama berada dalam fase gerak
dibandingkan analit yang memiliki titik didih lebih tinggi. Akibatnya, analit bertitik didih
rendah akan terelusi lebih dulu. Faktor suhu, terutama di dalam kolom, tentu saja menjadi
salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam sebuah analisis kuantitatif menggunakan
kromatografi gas. Oleh karena itu, dalam pengoperasian kromatografi gas dikenal dua mode
operasional, yaitu mode operasi isotermal dan mode operasi suhu terprogram (programming
suhu).
BAB IIISI
Kromatografi Gas Suhu Terpogram dan Aliran Terprogram
Pada pengukuran dengan cara kromatografi gas suhu terprogram, suhu kolom
divariasikan selama pengukuran berlangsung. Peningkatan suhu kolom pada analisis
menggunakan kromatografi gas dikenal sebagai gradien suhu. Gradien suhu adalah
perubahan suhu per satuan waktu, bukanlah peningkatan suhu per panjang kolom.
Pengukuran dengan mode operasi ini meningkatkan analit yang memiliki titik didih yang
berdekatan untuk saling memisah dengan baik, sehingga diperoleh peak yang tidak saling
bertumpukan. Pada gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan kromatogram yang
dihasilkan oleh mode operasi isothemal dan mode operasi pemprograman suhu.
Gambar 1. Perbandingan kromatogram yang dihasilkan oleh mode operasi isothemal dan mode operasi pemprograman suhu
(a) Pada 168 oC,
(b) Gradien pada 6 oV/menit dimulai dari 50 oC
Pada gambar di atas menunjukan kromatogram yang dihasilkan oleh mode operasi
isothermal dan suhu terprogram untuk sampel yang mengandung 7 komponen, yaitu:
Pentana, heksana, heptana, 1-oktena, dekana, 1-dodekana dan tetradekana.
Kromatografi yang dihasilkan dari pengukuran dengan mode isothermal menunjukkan
bahwa analit tidak terpisah dengan sempurna karena beberapa puncak saling bertumpukan,
yakni puncak 1-4 memiliki titik didih yang berdekatan sehingga terelusi secara hampir
bersamaan.
Dengan mode operasi isothermal ini tak mungkin memisahkan campuran komponen
dengan titik didih atau sifat kimia fisika yang sangat bervariasi. Pada suhu rendah,
komponen-komponen bertitik didih rendah mungkin terpisah dengan baik dengan tidak akan
terpisah dan terelusi pada awal pemisahan.
Lain halnya dengan kromatogram yang dihasilkan dari pengukuran dengan mode
operasi suhu terprogram dengan kenaikan suhu 6 oC. Peningkatan suhu menyebabkan
perbedaan waktu retensi yang lebih baik dari analit-analit dengan titik didih yang berdekatan,
akibatnya pemisahan terjadi dengan baik seperti ditunjukkan oleh puncak 1-4 pada
kromatogram. Peningkatan suhu secara bertahap memungkinkan kecepatan masing-masing
analit untuk mencapai kesetimbangan distribusi berbeda-beda. Analit yang bertitik didih
rendah akan lebih cepat mencapai kesetimbangan distribusi daripada analit yang bertitik didih
lebih tinggi.
Pada saat pengembangan kromatografi gas kondisi kolom isothermal, segera terlihat
bahwa pemisahan campuran yang berisi komponen dengan perbedaan titik didih (kepolaran)
yang besar ternyata pemisahannya tidak memuaskan. Jika dipilih suhu kolom yang cukup
cocok untuk memisahkan komponen bertitik didih rendah, maka komponen bertitik didih
lebih tinggi mempunyai waktu tambat yang lama, puncak melebar dan sukar disidik. Jika
dipilih suhu kolom yang mengelusi dan memisahkan komponen bertitik didih lebih tinggi,
senyawa yang lebih mudah tidak terpisah. Masalah ini dapat diatasi dengan menerapkan
kromatografi gas suhu terpogram. Teknik ini cukup sederhana yaitu dengan meningkatkan
suhu kolom selama proses elusi kromatografi. Meskipun hal ini dapat dicapai dengan
menaikkan suhu kolom secara manual, agar terulang maka dilakukan dengan modul program
elektronik yang canggih, yang merupakan bagian dari alat kromatografi gas modern.
Terdapat sejumlah pola program suhu kolom yang berbeda. Beberapa diantaranya
gambar contoh tiga jenis pola suhu kolom terprogram. Program yang palig lugas yaitu bila
suhu kolom dinaikkan sebanding dengan kenaikan waktu segera setelah contoh disuntikkan,
namum suhu dapat pula dinaikkan menurut fungsi lain ( misalnya eksponensial). Setelah suhu
maksimum tercapai, suhu ini dapat dipertahankan untuk selang waktu tertentu, untuk
mengelusi senyawa bertitik didih tinggi atau suhu dapat dikembalikan ke suhu awal untuk
persiapan penyuntikan berikutnya. Pada program suhu yang lain digunakan suhu kolom
isotermal untuk satu atau beberapa menit, lalu suhu dinaikkan lagi untuk tingkat yang telah
ditentukan sebelumnya dan dipertahankan isotermal beberapa menit, kemudian suhu
dinaikkan lagi ke tingkat yang lain. Hal ini dilaksanakan beberapa kali tergantung pada alat
dan memungkinkan resolusi campuran yang agak rumit.
a
b
c
waktu
Gambar 2. Contoh tiga jenis pola suhu terprogram
Salah satu masalah utama pada kromatografi gas suhu terprogram adalah
meningkatnya laju perebakan fase cair dari kolom karena kenaikan suhu, yang menyebabkan
garis dasar melereng ke atas. Pada kepekaan detector yang tinggi hal ini akan menyulitkan
analisis. Perancang alat telah merumpakan pemampasan perabakan kolom selama
pengandaran suhu terprogram, dengan menggunakan alat berdetektor ganda. Pada alat seperti
ini dua kolom yang sama (panjang, garis tengah dalam dan bahan pengisi) dirakit dalam
lemari pemanas yang sama, masing-masing dihubungkan secara terpisah dengan sepasang
detektor yang sama. Terokan disuntikkan pada salah satu kolom yang disebut kolom analit,
sedangkan kolom lain disebut kolom pembanding. Rebakan kolom pembanding digunakan
untuk menutup atau meniadakan rebakan dari kolom analit, biasanya dengan menerapkan
kepolaran yang berlawanan ke tengara detektor pembanding dan menambahkannya pada
tengara dari detektor analit. Sedikit perbedaan antara kedua kolom dan detektor biasanya
dipampas dengan pengatur tepatan laju aliran sehingga perubahan garis dasar selama
peningkatan suhu kolom tidak atau minimal. Tentu saja pemampasan perebakan kolom ini
tidak perlu bagi kemasan yang tidak merebak, seperti pada polimer berpori atau penjerap
padat.
Suhu elusi relatif Tre dalam kromatografi gas suhu terprogram telah dinyatakan secara
matematis dengan persamaan sebagai berikut :
Tre = T eTes
Keterangan :
Te = suhu elusi komponen
Tes = suhu elusi baku
Suhu elusi Te dinyatakan dengan persamaan :
Te = Ti + Pr ( DR )Keterangan :
Ti = suhu awal, oC
Pr = laju pemanasan, oC/menit
D = jarak antara suntikan terokan dan maksimum puncak, cm
R = kecepatan gaftar perekam, cm/menit
Dalam batas tertentu suhu elusi relatif tetap, tidak tergantung pada suhu awal dan laju
pemanasan.
Kromatografi gas aliran terprogram adalah pasangan kromatografi gas suhu
terprogram. Aliran terprogram berarti menaikkan laju aliran gas pembawa dalam kolom
selama pengromatograman. Teknik ini mempunyai keunggulan tertentu dibanding teknik
suhu terprogram, yaitu : (1) terlihat geseran garis dasar yang lebih kecil oleh akibat rebakan
kolom, (2) aneka ragam fase cair kolom lebih banyak dapat digunakan, karena batas suhu
tidak meningkat, dan (3) senyawa yang limbung termal cocok untuk dianalisis dengan aliran
terprogram, daripada dengan suhu terprogram. Selain itu umur kolom lebih panjang karena
pada aliran terprogram kolom mengalami suhu lebih rendah.
Sejumlah alat telah dibuat dengan meningkatkan laju aliran dengan menggunakan
pengendali aliran peragam pada tekanan tetap atau cukup dengan meningkatkan tekanan gas
pembawa, dalam kolom. Penggunaan mikroprosesor yang mengendalikan secara elektronik
laju aliran gas pembawa mendukung peluang kromatografi aliran terprogram. Selain itu
gabungan kromatografi gas suhu terprogram dan aliran terprogram memungkinkan kimiawan
analisis untuk melaksanakan pemisahan yang tidak mungkin atau pemisahan tang tidak
memuaskan yang diperoleh dengan salah satu teknik saja.
BAB IIIPENUTUP
A. Simpulan
1. Kromatografi gas suhu terprogram (TPGC) merupakan salah satu mode
pengoperasian kromatografi gas.
2. Mode operasi suhu terprogram lebih baik dibandingkan dengan mode operasi
isotermal karena dapat meningkatkan suhu kolom selama proses elusi kromatografi.
3. Kromatografi gas aliran terprogram merupakan pasangan kromatografi gas suhu
terprogram.
B. Saran
Kromatografi gas dengan mode operasi suhu terprogram dapat digunakan sebagai
salah satu teknik analisis dalam analisis farmasi. Pemilihan teknik analisis suatu senyawa
dapat didasarkan dari sifat fisika-kimianya (polar, nonpolar, organik dan anorganik), sifat
terokan (kemurniannya, larutan dalam air atau dalam pelarut organik) dan ketersidikan
senyawa dengan beragam detektor yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Munson, James W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern Parwa A. Surabaya : Airlangga University Press
http://rahimahcuweek.blogspot.com/p/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://serbamurni.blogspot.com/2012/11/laporan-praktikun-kromotografi-gas-gc.html