ipm batola 2015
DESCRIPTION
Pembangunan ManusiaTRANSCRIPT
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 1/64
i
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 2/64
ii
ANALISIS
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAKABUPATEN BARITO KUALA
TAHUN 2015
Ukuran Buku : 14,8 cm x 21 cmJumlah Halaman : xi + 55 halaman
Naskah :
Seksi Neraca Wilayah dan Analisis StatistikBadan Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala
Penyunting :
Seksi Neraca Wilayah dan Analisis StatistikBadan Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala
Gambar Kulit :
Seksi Neraca Wilayah dan Analisis StatistikBadan Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala
Diterbitkan oleh :
Boleh Dikutip dengan Menyebutkan Sumbernya
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 3/64
iii
KATA SAMBUTAN
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 4/64
iv
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 5/64
v
DAFTAR ISI
Kata Sambutan ...................................................................................... iii Kata Pengantar ...................................................................................... ivDaftar Isi ................................................................................................... vDafrat Tabel ........................................................................................... viiDaftar Gambar .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
Paradigma Pembangunan Manusia .......................................... 1
Manfaat Penghitungan IPM .......................................................... 3
Ruang Lingkup dan Sumber Data .............................................. 4
BAB II METODOLOGI PENGHITUNGAN INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA ................................................. 6
Perkembangan Metodologi Penghitungan IPM ................... 6
Perbedaan Penghitungan IPM Metode Lama dan Metode
Baru........................................................................................................ 9
Dampak Perubahan Metodologi ............................................. 11
Penghitungan IPM Metode Baru ............................................. 11
Pengukuran Pertumbuhan IPM ............................................... 14
BAB III DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA ................. 16
Dimensi Kesehatan ....................................................................... 16
Dimensi Pendidikan ..................................................................... 17
Dimensi Ekonomi .......................................................................... 21
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 6/64
vi
BAB IV TINJAUAN CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN BARITO KUALA ......................................... 24
Penduduk Kabupaten Barito Kuala ....................................... 24
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Barito Kuala
.............................................................................................................. 27
Dimensi Kesehatan Kabupaten Barito Kuala ..................... 31
Dimensi Pendidikan Kabupaten Barito Kuala ................... 39
Dimensi Ekonomi Kabupaten Barito Kuala ........................ 47Pertumbuhan IPM Kabupaten Barito Kuala ....................... 49
BAB V PENUTUP ....................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................. 53
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 7/64
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 3.1.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2
Tabel 4.3.
Perbedaan Penghitungan IPM Metode
Lama dan Baru..............................................
Nilai Maksimum dan Minimum Indikator
IPM Metode Baru.........................................
Konversi Ijazah ke tahun lama sekolah
dalam penghitungan MYS............................
Luas, Penduduk, Sex Ratio, dan Kepadatan
Penduduk menurut Kecamatan Tahun
2014..............................................................
Capaian dan Kategori IPM Kabupaten/Kota
di Kalimantan Selatan...................................
Rasio Murid-Sekolah, Murid-Kelas, dan
Murid-Guru di Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2014...................................................
10
13
21
25
30
45
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 8/64
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Dimensi dan Indikator IPM...........................
Piramida Penduduk Kabupaten Barito
Kuala Tahun 2014.........................................
Capaian IPM Kabupaten Barito Kuala dan
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2010-
2014..............................................................
Capaian Dimensi Kesehatan Kabupaten
Barito Kuala dan Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2010-2014.............................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan.....................................................
Persentase Perempuan dengan Umur
Kawin Pertama di Bawah 16 Tahun
Kabupaten Barito Kuala Tahun 2012............
Persentase Perempuan Menurut Penolong
Persalinan Pertama Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2012-2014.........................................
8
27
28
31
32
34
35
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 9/64
ix
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut
Kecamatan di Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2014...................................................
Persentase Rumah Tangga Menurut
Fasilitas Perumahan di Kabupaten Barito
Kuala Tahun 2014.........................................
Harapan Lama Sekolah Kabupaten Barito
Kuala dan Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2010-2014.........................................
APS, APK, dan APM Kabupaten Barito Kuala
Tahun 2011-2014.........................................
Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Barito
Kuala dan Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2010-2014.........................................
Pengeluaran Perkapita Disesuaikan
Kabupaten Barito Kuala dan Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2010-2014.........
Rata-Rata Pertumbuhan Per Tahun
Komponen IPM Kabupaten Barito Kuala......
36
37
40
41
46
48
50
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 10/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Paradigma Pembangunan Manusia
Paradigma pembangunan mengalami pergeseran,
yaitu dari pembangunan yang berorientasi pada produksi
( production centered development ) pada dekade 60 an ke
paradigma pembangunan yang lebih menekankan pada
distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth
development ) selama dekade 70 an. Selanjutnya pada
dekade 80 an, muncul paradigma pembangunan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat (basic need development ) dan akhirnya menujuparadigma pembangunan yang terpusat pada manusia
(human centered development ) yang muncul pada tahun
1990-an.
Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
pertama kali diperkenalkan oleh pemenang Nobel dari
India yang bernama Amartya Sen dan seorang ahli
ekonomi dari Pakistan yaitu Mahbubul Haq pada tahun
1990. Sejak saat itu indeks ini dipakai oleh United Nation
Development Program (UNDP) setiap tahunnya yang
dituangkan ke dalam Human Development Report (HDR).
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 11/64
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 12/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 3
4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok,
yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan
pemberdayaan;
5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam
penentuan tujuan pembangunan dan dalam
menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Alat ukur yang lazim digunakan adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) mengingat sangat luasnya
dimensi pembangunan manusia, tetapi paling tidak IPM
dapat menggambarkan hasil pelaksanaan pembangunan
manusia menurut tiga komponen indikator kemampuan
manusia yang sangat mendasar, yaitu kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi. Alat ukur ini telah digunakanbaik pada tingkat nasional maupun internasional dalam
melihat hasil-hasil pembangunan masing-masing propinsi
atau negara. Selanjutnya alat ukur ini diperluas
kegunaannya pada tingkat yang lebih rendah yaitu pada
level kabupaten/kota.
2. Manfaat Penghitungan IPM
Awalnya IPM dihitung dan dipublikasikan setiap tiga
tahun sekali, namun dalam perjalanannya sejak tahun
2004 penghitungan IPM dilakukan setiap tahun karena
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 13/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 4
digunakan sebagai salah satu alokator dalam penentuan
Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat untuk
pemerintah daerah. Selain itu IPM juga dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi oleh pemerintah daerah baik untuk
melihat sudah sejauh mana dampak yang dihasilkan dari
pembangunan yang telah dilakukan maupun sebagai dasar
menyusun dan mengambil kebijakan terkait pembangunan
Kabupaten Barito Kuala.
3. Ruang Lingkup dan Sumber Data
Penghitungan IPM dilakukan dalam lingkup
Kabupaten Barito Kuala dengan fokus periode analisis
adalah tahun 2014. Namun untuk mendapatkan analisisyang lebih mendalam maka turut ditambahkan series
waktu IPM dari tahun 2010 hingga 2014.
Sehubungan dengan adanya perubahan metodologi
dalam penghitungan IPM yang dilakukan mulai tahun 2010
dan seterusnya, maka disarankan kepada pengguna data
untuk tidak membandingkan nilai dari IPM metode lama
dan metode baru karena berbeda metodologi. Sedangkan
sumber data yang digunakan dalam analisis berasal dari
Sensus Penduduk 2010 maupun survei-survei yang
dilakukan oleh BPS antara lain Survei Sosial Ekonomi
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 14/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 5
Nasional (SUSENAS) dan juga dilengkapi dengan data-data
sekunder yang berasal dari instansi terkait guna
melengkapi analisis lebih lanjut.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 15/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 6
BAB II
METODOLOGI PENGHITUNGAN
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
1. Perkembangan Metodologi Penghitungan IPM
Pada tahun 2010, UNDP memperkenalkan
penghitungan IPM dengan metode baru, yaitumenggunakan rataan geometri pada tahap agregasi.
Kemudian tahun 2011 dan 2014 BPS melakukan
penyempurnaan metodologi mengadopsi IPM metode baru
yang direkomendasikan UNDP tersebut.
Perubahan metodologi tidak merubah dimensi yang
digunakan dalam penghitungan IPM. Dimensi yang diukur
dalam IPM metode baru masih sama dengan penghitungan
IPM metode lama, yaitu dimensi kesehatan, dimensi
pendidikan, dan dimensi ekonomi. Namun dalam
penghitungan IPM metode baru terdapat indikator yang
dipandang sudah tidak tepat untuk digunakan dalam
penghitungan IPM yaitu Angka Melek Huruf (AMH). AMH
dianggap sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan
secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas
pendidikan. Selain itu, karena pencapaian AMH di sebagian
besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 16/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 7
membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan
baik. Pada metode baru ini kemudian indikator AMH
diganti dengan Expected Years Schooling (EYS)/ Harapan
Lama Sekolah (HLS). Selain AMH, Indikator yang juga
diganti adalah PDB (Produk Domestik Regional Bruto).
PDB tidak dapat menggambarkan kondisi pendapatan
masyarakat di suatu wilayah. PDB digantikan dengan
Produk Nasional Bruto (PNB). Berikut ini ditampilkan
bagan Dimensi IPM dan Indikator pembentuknya sehingga
dapat dibentuk suatu Indeks Pembangunan Manusia.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 17/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 8
Gambar 2.1. Dimensi dan Indikator IPM
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 18/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 9
Perubahan metode penghitungan IPM didasarkan pada
beberapa alasan, yaitu:
a. Rekomendasi UNDP
b. Tersedianya data Angka Harapan Hidup saat lahir
(e0 ) hasil proyeksi Sensus Penduduk 2010.
c. Perubahan weight (penimbang) dalam SUSENAS:
MYS dan EYS.
d.
Perubahan pendekatan indikator daya beli.
2. Perbedaan Penghitungan IPM Metode Lama dan
Metode Baru
Penghitungan IPM dengan metode baru memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan metodesebelumnya. Pertama, indikator yang digunakan lebih
tepat dan dapat membedakan dengan baik. Kedua,
penggunaan rata-rata ukur (geometrik) dalam agregasi
penghitungan IPM. IPM dengan metode agregasi rata-rata
hitung (aritmatik) memiliki kelemahan yaitu capaian
rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi
dimensi lain, sementara pada metode baru dengan rata-
rata ukur (geometri) hal tersebut tidak terjadi lagi.
Penggunaan rata-rata geometri menyebabkan masing-
masing dimensi sudah terbobot otomatis (auto weigth).
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 19/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 10
Sehingga masing-masing dimensi mempunyai proporsi
yang sama dengan komponen lainnya. Perbedaan
penghitungan IPM metode lama dan baru dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Perbedaan Penghitungan IPM Metode Lama dan Baru
DIMENSI
METODE LAMA METODE BARU
UNDP BPS UNDP BPS
Kesehatan Angka Harapan
Hidup (e0)
Angka Harapan
Hidup (e0)
Angka Harapan
Hidup (e0)
Angka Harapan
Hidup (e0)
Pendidikan
1. Angka Melek
Huruf
1. Angka Melek
Huruf
1. Expected Years of
Schooling
1. Expected Years of
Schooling
2. Kombinasi
APK
2. Mean Years of
Schooling
2. Mean Years of
Schooling
2. Mean Years of
Schooling
Ekonomi PDB per kapita
Pengeluaran per
kapita DisesuaikanPNB per kapita
Pengeluaran per
kapita Disesuaikan
Agregasi
Rata-rata Hitung
( )
Rata-rata Ukur
√
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 20/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 11
3. Dampak Perubahan Metodologi
• Secara umum nilai dan level IPM dengan metode baru
akan lebih rendah dibanding dengan IPM metode lama.
• Terjadi perubahan pada peringkat IPM, namun
perubahan peringkat pada metode baru tidak dapat
dibandingkan dengan metode lama akibat adanya
perbedaan indikator dan metodologi.
4. Penghitungan IPM Metode Baru
Indikator peningkatan kualitas pembangunan
manusia terlihat dari perubahan indeks pembangunan
manusia (human development index). Perubahan dalam
indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh tigadimensi, yaitu: indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan
indeks daya beli. Oleh karena itu, perubahan dalam IPM
terkait erat dengan perubahan ketiga indeks tersebut.
Adapun rumus dari ketiga indeks tersebut adalah:
a.
Indeks Kesehatan
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 21/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 12
b. Indeks Pendidikan
c. Indeks Pengeluaran
IPM dihitung dihitung dengan rata-rata geometrik
dari indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks
pengeluaran, seperti rumus berikut:
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 22/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 13
Penentuan nilai indeks pada masing-masing dimensi
menggunakan indeks maksimum minimum. Nilai
maksimum dan minimum dari seluruh dimensi pembentuk
IPM menggunakan standar UNDP untuk keterbandingan
global, kecuali standar hidup layak karena disesuaikan
dengan menggunakan ukuran rupiah.
Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Indikator IPM Metode Baru
Indikator Satuan
Minimum Maksimum
UNDP BPS UNDP BPS
Angka
HarapanHidup Tahun 20 20 83,4 83,4
Expected
Years of
Schooling Tahun 0 0 18 18
Mean Years
of Schooling Tahun 0 0 13,1 15
Pengeluaranper KapitaDisesuaikan
100(PPPU$)
1.007.436*(IDR)
107.721(PPPU$)
26.572.352**(IDR)
*Daya beli minimum berasal dari garis kemiskinan terendah
kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua
**Daya beli maksimum berasal dari nilai tertinggi kabupaten
yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan
pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 23/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 14
Setelah Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
terbentuk, nilai tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
empat kategori, yaitu:
5. Pengukuran Pertumbuhan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM
dalam suatu kurun waktu digunakan ukuran
pertumbuhan IPM per tahun.
Pertumbuhan IPM menunjukkan perbandingan
antara capaian yang telah ditempuh dengan
capaian sebelumnya.
Semakin tinggi nilai pertumbuhan, semakin cepatIPM suatu wilayah untuk mencapai nilai
maksimalnya.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 24/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 15
Rumus pertumbuhan IPM adalah sebagai berikut:
Keterangan:
IPM t : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPM t-1 : IPM suatu wilayah pada tahun t-1
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 25/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 16
BAB III
DIMENSI PEMBANGUNAN MANUSIA
Idealnya dimensi pembangunan manusia terdiri dari
banyak segi kehidupan manusia yang sangat kompleks.
Tetapi ketersedian data statistik membatasi penghitungan
dimensi pembangunan manusia tersebut terbatas hanya
tiga dimensi, yaitu dimensi kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi.
1. Dimensi Kesehatan
Dimensi ini terdiri dari satu indikator, yaitu Angka
harapan hidup (AHH). Pemilihan indikator tersebut
didasarkan pada pertimbangan bahwa usia panjang pada
diri seseorang merupakan tujuan hidupnya. Usia harapan
yang tinggi juga mencerminkan tingkat kesehatan dan gizi
yang baik. Angka yang digunakan dalam penghitungan IPM
adalah angka harapan hidup saat lahir (e0) didefinisikan
sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat
ditempuh seseorang sejak lahir. AHH digunakan sebagai
indikator yang mencerminkan derajat kesehatan suatu
masyarakat. AHH dihitung dengan cara tidak langsung,
dimana jenis data yang digunakan adalah anak lahir hidup
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 26/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 17
dan anak masih hidup dengan paket program Micro
Computer Programme For Demographic Analysis (MCPDA)
atau Mortpack. Pada umumnya AHH negara berkembang
lebih rendah dibandingkan AHH negara maju. Hal ini tidak
lepas dari tingkat kematian bayi yang cenderung lebih
tinggi di negara berkembang. Pada dimensi kesehatan ini
perubahan yang terjadi terletak pada sumber data yang
digunakan dimana pada penghitungan metode lama data
anak lahir hidup dan masih hidup diperoleh dari SUSENAS
kemudian pada metode baru data tersebut diperoleh dari
hasil Sensus Penduduk 2010 dan selanjutnya digunakan
angka hasil proyeksi.
2. Dimensi Pendidikan
Dimensi ini terdiri dari dua indikator, yaitu Harapan
Lama Sekolah (HLS) dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS).
A. Harapan Lama Sekolah (Expected Year Of
Schooling/EYS)
Harapan Lama Sekolah berarti lama sekolah
(dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh
anak pada umur tertentu di masa mendatang. Angka
EYS dihitung dari penduduk yang usianya 7 tahun ke
atas. Hal ini disesuaikan dengan program wajib belajar
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 27/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 18
sembilan tahun yang dimulai saat penduduk berusia 7
tahun. HLS dapat juga digunakan untuk mengetahui
kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai
jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya
pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat
dicapai oleh setiap anak. Pada penghitungan ini
diasumsikan bahwa kemungkinan seorang anak akan
tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama
dengan rasio penduduk yang bersekolah per jumlah
penduduk untuk umur yang sama saat ini. Langkah -
langkah menghitung EYS adalah sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah penduduk menurut umur (7
tahun ke atas)2. Menghitung jumlah penduduk yang masih sekolah
menurut umur (7 tahun ke atas)
3. Menghitung rasio penduduk masih sekolah terhadap
jumlah penduduk menurut umur (7 tahun ke atas).
Langkah ini menghasilkan partisipasi sekolah
menurut umur.
4. Menghitung harapan lama sekolah, yaitu dengan
menjumlahkan semua partisipasi sekolah menurut
umur (7 tahun ke atas), dengan rumus sebagai
berikut:
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 28/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 19
B. Rata-Rata Lama Sekolah (Mean Years Of
Schooling/MYS)
Rata-rata lama sekolah didefiniskan sebagai
jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 25tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal
(penduduk berusianya 25 tahun ke atas ditanyakan
ijazah terakhir yang dimilikinya). Dalam kondisi normal
diasumsikan bahwa rata-rata lama sekolah suatu
wilayah tidak akan turun, karena rata-rata lama sekolah
juga berarti rata-rata yang telah dihabiskan oleh
penduduk di seluruh jenjang pendidikan formal yang
telah dijalani. Rata-rata lama sekolah dihitung
berdasarkan tiga variabel secara simultan yaitu
partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah
t t
t i
a t
i a i
E
EYS P
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 29/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 20
diduduki, dan jenjang pendidikan yang ditamatkan
Sumber data dalam menghitung rata-rata lama sekolah
adalah SUSENAS. Langkah langkah dalam menghitung
rata-rata lama sekolah adalah:
1. menyeleksi penduduk pada usia 25 tahun ke atas
2. menghitung lamanya sekolah, dengan ketentuan
berikut:
a.
Jika partisipasi sekolah yang tercatat adalah
tidak/belum pernah bersekolah, maka lama
sekolah = 0.
b. Jika partisipasi sekolah yang tercatat adalah
masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi,
maka lama sekolah mengikuti tabel konversi 3.1.3. menghitung rata-rata lama sekolah dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
RLS : Rata-rata Lama Sekolah di suatu wilayah
Lama sekolah penduduk i: lama sekolah penduduk ke-i disuatu wilayah
n: jumlah penduduk ( i = 1, 2, 3,..., n)
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 30/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 21
Tabel 3.1. Konversi Ijazah ke tahun lama sekolah dalampenghitungan MYS
Ijazah Konversi tahun lama sekolah (th)
Tidak punya ijazah 0
Sekolah Dasar 6
SMP 9
SMA 12
D1/D2 14
D3 15
S1/D4 16
S2/S3 18
Konversi Lama Sekolah Berdasarkan Ijazah Terakhir
Keterangan Lama Sekolah
Tidak Pernah Sekolah 0
Masih sekolah di SD s.d. S1Konversi ijazah terakhir + kelas
terakhir – 1
Masih sekolah S2 atau S3 Konversi ijazah terakhir + 1
Ket: Karena di Susenas kode kelas
untuk yang sedang kuliah S2 = 6
dan kuliah S3 = 7 yang tidak
menunjukkan kelas
Tidak bersekolah lagi tetapi tidak tamat di
kelas terakhir
Konversi ijazah terakhir + kelas
terakhir –
1
Tidak sekolah lagi dan tamat pada jenjang Konversi ijazah terakhir
3. Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi diukur dari indikator pengeluaran
perkapita disesuaikan. Komoditas yang dicakup dalam
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 31/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 22
pengeluaran pada metode baru berjumlah 96 komoditas
yang diperoleh melalui data SUSENAS Modul Konsumsi
oleh BPS. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan
dengan cakupan komoditas pada metode lama yang
berjumlah 27 komoditas. Bertambahnya jumlah komoditas
tersebut disebabkan karena sumbangan (share) dari 27
komoditas pada metode lama semakin mengecil
besarannya yaitu dari 37,52% pada tahun 1996 menjadi
24,66% pada tahun 2012.
Beberapa langkah penghitungan pengeluaran per
kapita disesuaikan adalah sebagai berikut:
a. Menghitung konsumsi perkapita yang mencakup 96
komoditas (66 komoditas makanan dan 30 komoditas
non makanan).b. Menghitung nilai riil pengeluaran perkapita tersebut
dengan deflator berupa indeks harga komsumen (IHK)
dengan tahun dasar 2012.
c. Membagi nilai pengeluaran perkapita riil dengan
besarnya daya beli ( purchasing power parity/PPP ).
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 32/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 23
d. Penghitungan paritas daya beli (PPP) menggunakan
rumus Rao, seperti berikut:
∏
Keterangan:
P ij = harga komoditas i di kab j
P ik = harga komoditas i di Jakarta Selatan
m = jumlah komoditas
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 33/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 24
BAB IV
TINJAUAN CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN BARITO KUALA
1. Penduduk Kabupaten Barito Kuala
Manusia tidak hanya berperan sebagai pelaku
(subjek) pembangunan, tetapi juga sebagai tujuan (objek)pembangunan. Fokus pembangunan manusia tentu berada
pada penduduk yang berada di wilayah tersebut, baik dari
segi kuantitas maupun segi kualitas. Jumlah penduduk
yang besar merupakan modal pembangunan bila didukung
dengan kualitas yang baik. Sebaliknya, jumlah penduduk
yang besar hanya akan menjadi beban (libility )
pembangunan jika kualitasnya rendah.
Hasil proyeksi penduduk 2014 menunjukkan
jumlah penduduk Kabupaten Barito Kuala sebesar 294.109
jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2013
ke 2014 sebesar 1,42 persen. Total kepadatan pendudukKabupaten Barito Kuala tahun 2014 adalah sebesar 98
jiwa/km2. Kecamatan dengan penduduk terpadat berada
adalah kecamatan Alalak yaitu 515 jiwa/km2. Sedangkan
yang terjarang kepadatan penduduknya adalah Kecamatan
Kuripan dengan 16 jiwa/km2.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 34/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 25
Tabel 4.1. Luas, Penduduk, Sex Ratio, dan KepadatanPenduduk menurut Kecamatan Tahun 2014
Kode KecamatanLuas
(km2)
Penduduk (Jiwa)Sex
Ratio
Kepa-
datan
(jiwa/
km2)Laki-
lakiPerempuan Total
010 Tabunganen 240,00 10461 10196 20657 102,60 86
020 Tamban 164,30 16171 15910 32081 101,64 195
030 Mekarsari 143,50 8570 8668 17238 98,87 120
040 Anjir Pasar 126,00 7964 8133 16097 97,92 128
050 Anjir Muara 116,75 10389 10346 20735 100,42 178
060 Alalak 107,35 27579 27759 55338 99,35 515
070 Mandastana 136,00 7619 7563 15182 100,74 112
071 Jejangkit 203,00 3305 3134 6439 105,46 32
080 Belawang 80,25 6837 6747 13584 101,33 169
090 Wanaraya 37,50 6567 6483 13050 101,30 348
100 Barambai 183,00 7545 7415 14960 101,75 82
110RantauBadauh
261,80 7503 7452 14955 100,68 57
120 Cerbon 206,00 4504 4454 8958 101,12 43
130 Bakumpai 261,00 5002 4984 9986 100,36 38
140 Marabahan 221,00 10264 10342 20606 99,25 93
150 Tabukan 166,01 4313 4328 8641 99,65 52
160 Kuripan 343,50 2773 2829 5602 98,02 16
BARITO KUALA 2996,96 147366 146743 294109 100,42 98
Sumber: Kab.Barito Kuala Dalam Angka 2015
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 35/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 26
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat
dilihat melalui sex ratio, yaitu ratio jumlah penduduk laki-
laki untuk setiap 100 penduduk perempuan. Pada tahun
2014, sex ratio penduduk Kabupaten Barito Kuala sebesar
100,42, yang berarti terdapat 100-101 penduduk laki-laki
untuk setiap 100 penduduk perempuan. Sex ratio terbesar
adalah kecamatan Jejangkit, sedangkan sex ratio terendah
adalah kecamatan Anjir Pasar.
Struktur penduduk di Kabupaten Barito Kuala
berada pada golongan usia muda. Jika dilihat dari
persentasenya, pada tahun 2014 proporsi penduduk
berumur kurang dari 15 tahun yaitu 29,06 persen.
Penduduk 65 tahun ke atas yaitu 4,14 persen. Sedangkankelompok usia produktif yaitu penduduk yang berumur
15-64 tahun mencapai 66,80 persen. Dari sini dapat
diketahui angka ketergantungan (Dependency ratio)
Kabupaten Barito Kuala mencapai 49,71 persen. Artinya
setiap 100 orang penduduk usia produktif mempunyai
tanggungan kurang lebih sebanyak 50 orang penduduk
usia tidak produktif.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 36/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 27
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Barito Kuala 2015
Gambar 4.1. Piramida Penduduk Kabupaten Barito KualaTahun 2014
2. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Barito
Kuala
Pembangunan manusia merupakan pembangunan
yang berbasis manusia, dimana manusia tidak hanya
sebagai subjek pembangunan, namun juga sebagai objek
pembangunan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa salah
satu dampak perubahan metodologi dalam penghitungan
IPM adalah perubahan nilai IPM menjadi lebih kecil bila
dibandingkan metode lama. Namun demikian, karena
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 37/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 28
perbedaan metodologi tersebut, nilai IPM metode lama
dan metode baru tidak dapat dibandingkan. Hal ini terjadi
tidak hanya pada Kabupaten Barito Kuala, tetapi juga pada
seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Secara umum angka
IPM Kabupaten Barito Kuala meningkat dari tahun ke
tahun, namun masih berada di bawah angka IPM Provinsi
Kalimantan Selatan. Berikut capaian nilai IPM Kabupaten
Barito Kuala dan IPM provinsi Kalimantan Selatan tahun
2010-2014.
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
Gambar 4.2. Capaian IPM Kabupaten Barito Kuala danProvinsi Kalimantan Selatan Tahun 2010-2014
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 38/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 29
Pencapaian nilai IPM Kabupaten Barito Kuala tahun
2014 adalah 62,56 termasuk kedalam klasifikasi IPM
sedang (60<IPM<70). Begitu juga IPM Provinsi Kalimantan
Selatan, pada tahun 2014 bernilai 67,63 berada pada
kategori sedang. Apabila dilihat capaian kabupaten lain di
Kalimantan Selatan, terdapat 11 kabupaten dengan
capaian IPM kategori sedang dan 2 kabupaten dengan
capaian IPM kategori tinggi. Pada tabel 4.2 berikut ini
dapat dilihat capaian IPM dan kategori capaian masing-
masing kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 39/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 30
Tabel 4.2. Capaian dan Kategori IPM Kabupaten/Kota diKalimantan Selatan
Kabupaten Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Tanah Laut63.56 64.35 65.16 66.11 66.50
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Kota Baru63.64 64.27 64.87 65.41 65.76
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Banjar64.46 64.75 65.04 65.36 65.71
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Barito Kuala60.24 60.93 61.62 62.12 62.56
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Tapin64.89 65.41 65.92 66.48 66.99
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Hulu Sungai Selatan62.80 63.44 64.03 64.59 65.25
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Hulu Sungai Tengah63.49 63.90 64.34 64.63 65.37
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Hulu Sungai Utara58.50 59.24 60.12 60.77 61.32
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Tabalong65.87 66.60 67.36 68.08 68.36
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Tanah Bumbu64.98 65.59 66.13 66.51 66.94
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Balangan62.88 63.28 63.69 64.03 64.44
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Kota Banjarmasin71.01 72.01 73.45 74.59 74.94
tinggi Tinggi tinggi Tinggi tinggi
Kota Banjar Baru75.49 76.23 76.67 77.10 77.30
tinggi Tinggi tinggi Tinggi tinggi
KALIMANTAN
SELATAN
65.20 65.89 66.68 67.17 67.63
sedang Sedang sedang Sedang sedang
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 40/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 31
3. Dimensi Kesehatan Kabupaten Barito Kuala
Dimensi dasar kesehatan pembangunan manusia
menurut UNDP adalah peluang manusia untuk memiliki
umur panjang dan sehat. Peluang ini kemudian diukur
dengan Angka Harapan Hidup waktu lahir (e0). Angka
Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Barito Kuala Tahun
2014 sebesar 64,49 tahun, yang berarti bahwa setiap bayi
yang lahir pada tahun 2014 diharapkan dapat terus hidup
hingga kurang lebih 64 tahun. Nilai ini masih dibawah nilai
AHH Kalimantan Selatan, yaitu 67,47 tahun. Apabila dilihat
AHH tahun 2010 – 2014 terlihat bahwa nilai AHH
Kabupaten Barito Kuala selalu naik.
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
Gambar 4.3. Capaian Dimensi Kesehatan KabupatenBarito Kuala dan Provinsi Kalimantan SelatanTahun 2010-2014 (Tahun)
66.65 66.88 67.11 67.3567.47
63.97 64.13 64.28 64.42 64.49
62.00
63.00
64.00
65.00
66.00
67.00
68.00
2010 2011 2012 2013 2014
Kalimantan Selatan Barito Kuala
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 41/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 32
Menurut Hendrik. L. Blum (1974) ada empat faktor
utama yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Empat
faktor tersebut adalah perilaku hidup, lingkungan,
pelayanan kesehatan, dan keturunan. Faktor pelayanan
kesehatan merupakan faktor yang dapat diintervensi oleh
pemerintah dan dapat diimplementasikan dengan cepat.
Sedangkan faktor perilaku hidup dan lingkungan meski
dapat diintervensi oleh pemerintah, namun implementasi
dan hasilnya membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan
faktor keturunan tidak dapat diintervensi oleh pemerintah.
Gambar 4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 42/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 33
Salah satu perilaku hidup yang kurang baik di
Kabupaten Barito Kuala adalah masih terdapat perkawinan
dibawah 16 tahun. Perilaku ini dapat membawa dampak
buruk terhadap kualitas kesehatan baik pada pelaku nikah
muda maupun pada keturunannya. Dampak terhadap pelaku
nikah muda pada umumnya lebih banyak terjadi pada
perempuan. Pernikahan usia muda dapat meningkatkan
risiko perempuan mengalami gangguan organ reproduksi.Selain itu, apabila hamil dan melahirkan pada usia yang
terlalu muda maka akan meningkatkan risiko terjadi
gangguan kehamilan maupun gangguan persalinan bahkan
yang paling fatal adalah kematian ibu dan lahir mati bagi si
bayi. Masih cukup tingginya persentase perempuan dengan
umur kawin pertama di bawah 16 tahun yaitu 13,33
persen pada tahun 2012, menjadi salah satu penyebab
masih rendahnya capaian dimensi umur panjang dan sehat
Kabupaten Barito Kuala. Berikut ini ditampilkan
persentase perempuan dengan umur kawin pertama di
bawah 16 tahun berdasarkan hasil survei percepatan IPMKalimantan Selatan tahun 2012 di Kabupaten Barito Kuala
dan keterbandingannya dengan kabupaten lain di provinsi
Kalimantan Selatan.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 43/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 34
Sumber: Percepatan IPM Kalimantan Selatan 2013
Gambar 4.5. Persentase Perempuan dengan Umur KawinPertama di Bawah 16 tahun Kabupaten
Barito Kuala Tahun 2012 (Persen)
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perilaku hidup
sehat dapat diintervensi oleh pemerintah namun
keberhasilannya memerlukan waktu yang lama. Intervensi
ini dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan
tentang tingginya resiko usia perkawinan pertama di
bawah 16 tahun. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
ibu dan anak terutama pada masa kehamilan (pemeriksaan
kehamilan hingga persalinan). Pada masa persalinan,
kesadaran masyarakat tentang pentingnya tenaga medis
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 44/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 35
sebagai penolong persalinan pertama sudah semakin baik
setiap tahunnya. Namun hal ini juga harus selalu
ditingkatkan.
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Barito Kuala 2015 Gambar 4.6. Persentase Perempuan Menurut Penolong
Persalinan Pertama Kabupaten Barito KualaTahun 2012-2014 (Persen)
Selain faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan
juga dapat diintervensi pemerintah dan dapat memiliki
hasil yang maksimal dalam waktu singkat. Pelayanan
kesehatan ini salah satunya dapat dilihat dari ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dinikmati oleh
masyarakat secara luas. Semakin banyak jumlah fasilitas
kesehatan yang tersedia, semakin besar kemungkinan
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 45/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 36
penduduk memperoleh pelayanan yang baik, sehingga
pada akhirnya akan meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat tersebut. Di Kabupaten Barito Kuala terdapat
satu RSUD di Kecamatan Marabahan dan satu Klinik di
Kecamatan Alalak sebagai dua fasilitas kesehatan utama.
Selain ketersediaan dalam lingkup Kabupaten Barito Kuala,
perlu pula dilihat pemerataan fasilitas tersebut di tingkat
Kecamatan. Berikut ini jumlah fasilitas kesehatan yang
terdiri dari puskesmas, pustu, dan poskesdes.
Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2015
Gambar 4.7. Jumlah Fasilitas Kesehatan MenurutKecamatan di Kabupaten Barito Kuala Tahun2014
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 46/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 37
Faktor berikutnya yang juga menjadi perhatian
adalah faktor lingkungan. Faktor ini dapat dilihat pada
lingkungan yang paling dekat dengan manusia itu sendiri
yaitu lingkungan perumahan sebagai tempat tinggal.
Kondisi perumahan dan lingkungan yang mencerminkan
kondisi penduduk yang tinggal dari perumahan dan
lingkungan tersebut. Berikut ini beberapa statistik
perumahan masyarakat Kabupaten Barito Kuala tahun
2014.
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Barito Kuala 2015
Gambar 4.8. Persentase Rumah Tangga Menurut FasilitasPerumahan di Kabupaten Barito Kuala Tahun2014 (Persen)
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 47/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 38
Dari gambar 4.7. tersebut dapat dilihat bahwa
ketergantungan masyarakat terhadap air sungai masih
sangat besar. Air sungai sebagai sumber pemenuhan
kebutuhan sehari-hari, seperti untuk minum, memasak
dan mandi/mencuci. Sebesar 43,41 persen rumah tangga
menggunakan air sungai sebagai sumber air minum utama.
Sebesar 47,05 persen rumah tangga menggunakan air
sungai untuk memasak. Kemudian juga sebesar 69,85
persen rumah tangga menggunakan air sungai untuk
mandi dan mencuci.
Dari segi sanitasi, rumah tangga di Kabupaten Barito
Kuala cukup baik. Sebesar 42,23 persen rumah tangga
sudah menggunakan kloset berjenis leher angsa sebagaifasilitas buang air besar. Sisanya menggunakan cemplung
cubluk maupun tidak menggunakan fasilitas apapun.
Namun, tempat pembuangan akhir tinja ke sungai juga
masih besar. Sebesar 55,66 persen rumah tangga tempat
pembuangan akhir tinjanya adalah sungai. Sedangkan
sisanya membuangnya ke tangki, lubang tanah, dan
lainnya.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 48/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 39
4. Dimensi Pendidikan Kabupaten Barito Kuala
Dimensi pendidikan terdiri dari dua indikator, yaitu
Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama Sekolah.
Dimensi pendidikan ini memandang manusia tidak hanya
sebagai objek pembangunan, tetapi juga sebagai subjek
pembangunan. HLS sebagai representasi dari proses
pembangunan masyarakat di bidang pendidikan yang
sedang berlangsung. Sedangkan RLS menrepresentasikan
hasil dari pembangunan masyarakat di bidang pendidikan.
A. Harapan Lama Sekolah
Secara umum, HLS Kabupaten Barito Kuala selalu
mengalami peningkatan, namun masih berada di bawahangka HLS Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun
2014 nilai HLS Kabupaten Barito Kuala sebesar 11,54
tahun, yang berarti bahwa penduduk usia 7 tahun ke
atas di Kabupaten Barito Kuala mempunyai harapan
untuk bersekolah hingga 11,54 tahun lamanya atau
bersekolah mencapai kelas dua SMA. Sedangkan HLS
Kalimantan Selatan tahun 2014 bernilai 11,96 tahun.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 49/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 40
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
Gambar 4.9. Harapan Lama Sekolah Kabupaten BaritoKuala dan Provinsi Kalimantan SelatanTahun 2010 – 2014 (Tahun)
Seperti sudah dijelaskan bahwa angka HLS
merepresentasikan proses pembangunan pendidikan
yang sedang berlangsung. Salah satu cara mengetahui
keberhasilan proses pembangunan ini dengan melihat
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Kesadaran ini bisa dicermati dari nilai partisipasi
penduduk dalam mengikuti pendidikan secara
berkelanjutan, baik dari jenjang SD, SMP, maupun SMA.
Ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur
partisipasi penduduk dalam bidang pendidikan adalah
Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 50/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 41
Kasar (APK), dan Angka Partisipasi Murni (APM). Ketiga
indikator ini bersumber dari data SUSENAS yang
dilakukan BPS.
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Barito Kuala 2015
Gambar 4.10. APS, APK, dan APM Kabupaten Barito KualaTahun 2011 – 2014 (Persen)
Angka partisipasi sekolah (APS) diartikan sebagai
proporsi penduduk usia sekolah tertentu yang masih
bersekolah pada jenjang pendidikan apapun. Indikator
ini terkait dengan program wajib belajar sehingga
indikator ini sering digunakan sebagai petunjuk
berhasil tidaknya program tersebut. Standar program
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 51/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 42
wajib belajar dikatakan berhasil jika nilai APS usia SD
lebih dari 95 persen dan APS usia SMP lebih dari 70
persen. Dari grafik diketahui bahwa berdasarkan hasil
SUSENAS tahun 2014, APS untuk usia 7-12 tahun
sebesar 99,58 persen, sedangkan untuk APS penduduk
usia 13-15 sebesar 96,09 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa APS usia SD dan usia SMP telah mencapai target
sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan kebijakan
pemerintah tentang Program Wajib Belajar 9 tahun di
Kabupaten Barito Kuala cukup berhasil. Selain itu APS
usia SMA juga cukup besar, yaitu bernilai 64,27 persen.
Nilai APS untuk ketiga jenjang pendidikan cenderung
selalu naik setiap tahunnya.Angka Partisipasi Kasar (APK) diartikan sebagai
rasio anak yang bersekolah pada suatu jenjang
pendidikan tertentu dengan kelompok umur yang
sesuai jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan
gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang
sedang menerima pendidikan sesuai dengan jenjang
pendidikannya. Nilai APK dapat melebihi angka 100%
karena dalam penghitungan APK tidak memperhatikan
usia yang sesuai dengan jenjang sekolah yang
seharusnya, misalnya jenjang SD usia 7-12 tahun, pada
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 52/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 43
penghitungan APK murid yang berada diluar kelompok
usia tersebut dimasukkan dalam penghitungan APK SD.
Pada tahun 2014 APK SD Kabupaten Barito Kuala
mencapai 120,01 persen. Angka ini menunjukkan murid
yang sedang sekolah di jenjang SD/sederajat sebanyak
120,01 persen dari penduduk usia 7-12 tahun. Begitu
juga untuk jenjang pendidikan lainnya.
Angka partisipasi murni (APM) diartikan sebagai
proporsi anak sekolah yang bersekolah pada jenjang
pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya,
yaitu tingkat SD usia 7-12 tahun, SMP usia 13-15 tahun,
dan SMA pada usia 16-18 tahun. Sehingga besarnya
APM akan selalu lebih kecil daripada APK. Selisih nilaiAPK dengan APM menunjukkan bahwa terdapat murid
yang bersekolah pada jenjang pendidikan yang tidak
sesuai dengan umurnya (bisa lebih tinggi atau lebih
rendah). Untuk jenjang SD (7-12 tahun) terlihat bahwa
APM 99,05 persen. Ini berarti terdapat 99,05 persen
dari total penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah
sesuai pada jenjang pendidikannya, yaitu SD. Dari sini
dapat diketahui pula selisih antara APK dan APM SD
tahun 2014 sebesar 20,96 persen berarti bahwa
diantara murid SD/sederajat di Kabupaten Barito Kuala
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 53/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 44
terdapat sebanyak 20,96 persen berumur kurang dari 7
tahun atau lebih dari 12 tahun (tidak sesuai usia jenjang
sekolahnya). APM SMP pada 2014 mencapai angka
74,27 persen sedangkan APK mencapai 79,50 persen.
Begitu juga untuk jenjang pendidikan lainnya.
Selain kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana
pendidikan serta tenaga pendidik yang memadai
merupakan faktor yang sangat penting dalam
pembangunan pendidikan. Pada tahun 2014 sarana dan
prasarana pendidikan baik negeri maupun swasta di
Kabupaten Barito Kuala memadai. Rasio murid–sekolah
menunjukkan rata-rata jumlah murid pada masing-masing sekolah pada jenjang tertentu. Kemudian rasio
murid-kelas menunjukan rata-rata jumlah murid dalam
satu kelas pada suatu jenjang pendidikan. Sedangkan
rasio murid-guru menggambarkan beban kerja guru
dalam mengajar. Rasio murid-kelas tahun 2014 di
Kabupaten Barito Kuala termasuk ukuran yang ideal
yaitu dibawah 35 orang per kelas. Rasio murid guru
Kabupaten Barito Kuala Tahun 2014 berada dibawah
20, hal ini menunjukkan bahwa beban guru di
Kabupaten Barito Kuala cukup ringan, sehingga
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 54/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 45
pengawasan dan perhatian guru terhadap murid dapat
dilaksanakan dengan maksimal.
Tabel 4.3. Rasio Murid-Sekolah, Murid-Kelas, dan Murid-Guru di Kabupaten Barito Kuala Tahun 2014
Jenjang Murid-
Sekolah
Murid-
Kelas
Murid-
Guru
SD/MI Sederajat 109 17 11SMP/MTs Sederajat 140 27 10
SMA/SMK/MA Sederajat 206 29 10
Sumber: Barito Kuala Dalam Angka 2015
B. Rata-Rata Lama Sekolah
Rata-Rata Lama Sekolah sebagai indikator hasil
dari pembangunan pendidikan manusia. Semakin tinggi
rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang
pendidikan yang telah diperoleh. Rata-rata lama
sekolah (RLS) dihitung dari penduduk usia 25 tahun ke
atas. Dengan konsep ini, RLS memberikan sebagian
gambaran tingkat pendidikan masyarakat yang sedang
produktif sebagai tenaga kerja.
Rata-rata lama sekolah Kabupaten Barito Kuala
masih berada di bawah angka Provinsi Kalimantan
Selatan. Namun RLS dari tahun 2010 ke tahun 2014
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 55/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 46
menunjukan peningkatan cukup signifikan. Walaupun
demikian masih belum beranjak dari kisaran angka
enam tahun dimana tahun 2014 RLS sebesar 6,47 tahun
yang artinya rata-rata lama sekolah yang ditempuh oleh
penduduk usia 25 tahun keatas di Kabupaten Barito
Kuala hanya hingga kelas satu SMP.
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
Gambar 4.11. Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten BaritoKuala dan Provinsi Kalimantan SelatanTahun 2010 – 2014 (Tahun)
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 56/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 47
5. Dimensi Ekonomi Kabupaten Barito Kuala
Standar hidup layak didekati dengan indikator
konsumsi perkapita yang disesuaikan. Penyesuaian ini
dilakukan dengan mengaitkan konsumsi tersebut dengan
paritas daya beli (PPP). Sehingga pengeluaran yang
terbentuk adalah pengeluaran riil. Pembangunan di bidang
ekonomi secara makro dapat diukur dengan pertumbuhan
ekonomi. Sedangkan secara mikro salah satunya dapat
diukur dengan pengeluaran perkapita yang disesuaikan
tersebut. Penghitungan dimensi ini menggunakan sense
ekonomi (term of diminishing returns), yaitu peningkatan
permintaan terhadap pemenuh kebutuhan tidak linier
dengan peningkatan pendapatan.Pengeluaran perkapita disesuaikan penduduk
Kabupaten Barito Kuala tergolong rendah. Tahun 2014,
pengeluaran perkapita bernilai 8,9 juta rupiah. Nilai ini
masih cukup jauh jika dibandingkan dengan pengeluaran
perkapita disesuaikan penduduk provinsi Kalimantan
Selatan, yang tahun 2014 bernilai 10,7 juta rupiah.
Walaupun demikian, perkembangannya setiap tahun
cukup signifikan yang berarti setiap tahunnya terjadi
peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang
ekonomi.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 57/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 48
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
Gambar 4.12. Pengeluaran Perkapita DisesuaikanKabupaten Barito Kuala dan ProvinsiKalimantan Selatan Tahun 2010 – 2014(Ribu Rupiah)
Konsumsi beras di Kabupaten Barito Kuala adalah
terbesar se Kalimantan Selatan. Sehingga hal ini dapat
menyebabkan rendahnya daya beli terhadap makanan jadi.
Selain itu rendahnya daya beli terhadap suatu komoditas
dapat disebabkan dengan mahalnya harga komoditastersebut. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan
pemerintah adalah mendorong daya beli masyarakat
dengan menjaga stabilitas harga.
Selain itu, pembangunan di bidang ekonomi dapat
dilakukan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 58/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 49
Dengan mendorong pertumbuhan ekonomi ini diharapkan
dapat terjadi trickle down effect , yaitu tumbuhnya juga
perekonomian di tingkat mikro yang pada akhirnya akan
mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.
Mendorong pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan
dengan mendorong sektor unggulan di Kabupaten Barito
Kuala yaitu pertanian padi sawah. Selain itu juga dapat
dilakukan dengan menggenjot pengeluaran pemerintah
dalam sektor padat karya sekaligus investasi. Misalnya
pembangunan infrastruktur jembatan, jalan raya, dan
lainnya. Sektor-sektor ini diharapkan akan mampu
mendorong sektor-sektor lain sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
6. Pertumbuhan IPM Kabupaten Barito Kuala
Selain melihat capaian nilai IPM, juga dapat
dianalisis pertumbuhan capaian nilai IPM tersebut dalam
suatu rentang waktu. Analisis ini juga dapat dilakukan
untuk masing-masing dimensi. Sehingga dapat diketahui
dimensi mana yang tumbuh dengan cepat dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan nilai capaian IPM. Berikut ini
disajikan rata-rata pertumbuhan IPM dan komponennya
setiap tahunnya, beserta korelasinya terhadap nilai IPM.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 59/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 50
Sumber: BPS Kabupaten Barito Kuala
Gambar 4.13. Rata-Rata Pertumbuhan Per TahunKomponen IPM Kabupaten Barito Kuala
Rata-rata pertumbuhan terbesar setiap tahunnya
adalah Rata-Rata lama Sekolah, yaitu 3,29 persen setiaptahunnya. Sedangkan yang terendah adalah Angka
Harapan Hidup, yaitu 0,20 persen setiap tahun. Rata-rata
pertumbuhan IPM sendiri adalah 0,95 persen setiap
tahunnya.
Apabila dilihat korelasi masing-masing komponen
pembentuk IPM dengan nilai IPM, yang terkuat adalah
pengeluaran yang disesuaikan. Sedangkan yang terendah
adalah Harapan Lama Sekolah. Perubahan signifikan pada
indikator pengeluaran juga akan menyebabkan perubahan
yang signifikan pada nilai IPM.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 60/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 51
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu:
a. IPM Kabupaten Barito Kuala tahun 2014 sebesar
62,56 berada pada kategori “Sedang” dan selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
(2010-2014).
b. Dimensi Kesehatan yang diwakili indikator Angka
Harapan Hidup sebesar 64,49 tahun, lebih rendah
dari AHH provinsi Kalimantan Selatan.
c. Dimensi Kesehatan yang diwakili indikator
Harapan Lama Sekolah bernilai 11,54 tahun dan
indikator Rata-Rata Lama Sekolah bernilai 6,47
tahun. Kedua nilai indikator ini lebih rendah dari
nilai Provinsi Kalimantan Selatan.
d.
Dimensi Ekonomi yang diwakili oleh pengeluaran
perkapita disesuaikan bernilai 8,935 juta rupiah,
lebih rendah dari nilai provinsi Kalimantan Selatan.
e. Rata-Rata laju pertumbuhan IPM Kabupaten Barito
Kuala setiap tahunnya dari tahun 2010-2014
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 61/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 52
terhitung cukup tinggi yaitu sebesar 0,95 persen.
Rata-rata pertumbuhan indikator terbesar adalah
Rata-Rata Lama Sekolah.
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 62/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 53
LAMPIRAN
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 63/64
Analisis IPM Kabupaten Barito Kuala 54
Lampiran 1. Daftar 66 komoditi Makanan dalampenghitungan Purchasing Power Parity
(PPP)/ Paritas Daya Beli:
Beras
Pepaya
Tepung terigu
Minyak kelapa
Ketela pohon/singkong
Minyak goreng lainnya
Kentang
Kelapa
Tongkol/tuna/cakalang
Gula pasir
Kembung
Teh
Bandeng
Kopi
Mujair
Garam
Mas
Kecap
Lele
Penyedap masakan/vetsin
Ikan segar lainnya
Mie instan
Daging sapi
Roti manis/roti lainnya
Daging ayam ras
Kue kering
Daging ayam kampung
Kue basah
Telur ayam ras
Makanan gorengan
Susu kental manis
Gado-gado/ketoprak
Susu bubuk
Nasi campur/rames
Susu bubuk bayi
Nasi goring
Bayam
Nasi putih
Kangkung
Lontong/ketupat sayur
Kacang panjang
Soto/gule/sop/rawon/cincang
Bawang merah
Sate/tongseng
Bawang putih
Mie bakso/mie rebus/mie goreng
Cabe merah
Makanan ringan anak
Cabe rawit
Ikang (goreng/bakar dll)
Tahu Ayam/daging (goreng dll)
Tempe
Makanan jadi lainnya
Jeruk
Air kemasan gallon
Mangga
Minuman jadi lainnya
Salak
Es lainnya
Pisang ambon
Rokok kretek filter
Pisang raja
Rokok kretek tanpa filter
Pisang lainnya
Rokok putih
7/21/2019 ipm batola 2015
http://slidepdf.com/reader/full/ipm-batola-2015 64/64
Lampiran 2. Daftar 30 komoditi Non Makanan dalampenghitungan Purchasing Power Parity
(PPP)/ Paritas Daya Beli:
Rumah sendiri/bebas sewa
Rumah kontrak
Rumah sewa
Rumah dinas
Listrik
Air PAM
LPG
Minyak tanah
Lainnya (batu baterai, aki, korek, obat nyamuk dll)
Perlengkapan mandi
Barang kecantikan
Perawatan kulit, muka, kuku, rambut
Sabun cuci
Biaya RS Pemerintah
Biaya RS Swasta
Puskesmas/pustu
Praktek dokter/poliklinik
SPP
Bensin
Transportasi/pengangkutan umum
Pos dan Telekomunikasi
Pakaian jadi laki-laki dewasa
Pakaian jadi perempuan dewasa
Pakaian jadi anak-anak
Alas kaki
Minyak Pelumas
Meubelair
Peralatan Rumah Tangga
Perlengkapan perabot rumah tangga
Alat-alat Dapur/Makan