ilmu kalam
DESCRIPTION
YUUUTRANSCRIPT
PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN
A. SYEKH MUHAMMAD ABDUH
1. Riwayat Singkat Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh-nama lengkapnya Muhammad bin
Abduh bin Hasan Khairullah – dilahirkan di desa Mahallat Nashr
Kabupaten Al Buhairah, Mesir, pada tahun 1949 M. Ia bukan berasal dari
keturunan yang kaya dan bukan Pula keturunan bangsawan. Namun
demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi
pertolongan.1 Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad
Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah
tempat untuk menghindarinya. Abduh sendiri dilairkan dalam kondisi
yang penuh kecemasan ini.2
Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Mesjid AI-Ahmadi Tanta –
belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain AI-Azhar. Namun
sistem pengajaran di sana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua
tahun di sana, ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani
seperti saudara-saudara serta kerabatnya. Ketika kembali ke desa, ia
dikawinkan pada saat itu ia berumur 16 tahun, Semula ia bersikeras untuk
tidak melanjutkan studinya, tetapi ia kembali belaiar atas dorongan
Pamannya. Syekh Dawish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh
1 Quraish Shihab. Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Pustaka Hidayah. Bandung. 1994. hlm. 12: Versi lain mengatakan bahwa Abduh lahir di Mesir Hilir dan menetap di Mahallah Nashr setelah lari dari ancaman para penguasa Muhammad Ali. Lihat Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. PT. Bulan Bintang. Jakarta: hlm. 68.
2 Nasution. Loc. cit
sebelum bertemu dengan Jamaludin Al Afghani. Atas jasanya itu, Abduh
berkata “. . . Ia telah membebaskanku menuju ilmu pengetahuan…”3
Setelah menyelesaikan studinya di bawah bimbingan pamannya,
Abduh Melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan Februari 1866.4 tahun
1871, Jamaluddin AI-Afghani tiba di Mesir. Ketika itu Abduh masih
menjadi mahasiswa Al-Azhar menyambut kedatangannya. Ia selalu
menghadiri pertenluan-pertemuan ilmiahnya dna ia pun menjdi murid
kesayangan Al-Afghani. Al-Afghani pulalah yang mendorong Abduh aktif
menulis dalam bidang sosial dan politik Artikel-artikel pembaharuannya
banyak dimuat pada Surat kabar Al-Ahram di Kairo.5
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada tahun 1877
dengan gelar Alim. Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, di Dar Al-Ulum
dan di rumahnya sendiri. Ketika Al –Afghani diusir dari Mesir pada tahun
1879 karena dituduh mengadakan gerakan perlawanan terhadap Khedewi
Tatifiq. Abduh juga dituduh ikut campur di dalamnya. Ia dibuang keluar
kota Kairo. Namur, pada tahun 1880, ia diperbolehkan kembali ke lbukota,
kemudian dianukat menjadi redaktur Surat kabar resmi pemerintahan
Mesir. Al-Waqa’I Al-Mishtriyyah. Pada waktu itu kesadaran nasional
Mesir mulai tampak dan di bawah pimpinan Abduh. Surat kabar resmi itu
memuat artikel-artikel tentang Urgenitas Nasional Mesir, di samping
berita-berita resmi.6
3 Albert Hourani. Arabic Thought in the Libral Age: 1798-1939. Cambridge University Press 1993. hlm. 131
4 Kendatipun Abduh tidka puas dengan sistem pengajaran Al Azhar, di sana ia beruntung dapat berjumpa dengan Syekh Hasan Ath-Thahawi yang mengajarinya kitab-kitab filsafat ibn Sina logika karangan aristoteles. dan lain-lain lihat Syihab.op. cit. hlm.13.
5 Hourani. op.cit. hlm. 132: Shihan. op.vit… hlm 146 Hourani. op.cit. hlm. 61: Shihan. op.vit… Horani .op.cit. hlm 133
Setelah revolusi Urabi1882 (yang berakhir dengan kegagalan),
Abduh-ketika itu masih memimpin Surat kabar Al-Waqa’i – dituduh
terlibat dalam, revolust besar tersebut sehingga pemerintah Mesir
memutuskan untuk mengasingkannya selama tigatahun dengan memberi
hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya dan Abduh memilih
Suriah. Di negeri ini, ia menetap selama setahun. Keniudian ia menyusul
gurunya. Al-Afghani, yang ketika itu ia berada di Paris. Di sana mereka
menerbitkan Surat kabar Al-Urwah Al-Wutsqa, yang bertujuan mendirikan
Pan-Islam menentang penjajahan Barat, Khususnya Inggris. Tahun 1885,
Abduh diutus oleh surat kabat tersebut ke Inggris untuk menemui tokoh-
tokoh Negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir.7 Tahun 1999,
Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya
sampai ia meninggal dunia tahun 1905.
2. Pemikiran-pemikiran Kalam Muhammad Abduh
a. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi focus utama pemikiran
Abduh, sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu.8
1) Membebaskan akal pikiran dari belengu-belenggu taqlid yang
menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana
haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3 Hijriah).
7 Diantar tujuan kunjungannya adalah mendiskusikan kemerdekaan Mesir dengan para diplomat Inggris. Di sini pula Abduh berkenalan dengan Wilfrid Scawen Blunt, seorang penulis Inggris yang berpartisipasi atas nasib Mesir.
8 M. Quraish Shihan, Studi Kristis Tafsir Al-Manar. Pustaka Hidayah, Bandung, 1994. hlm.19
2) Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam
percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam
tulisan-tulisan di media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketia ia meneratapi
perkembangan umat Islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan
Sayyid Qutub, kondisi umat Islam saat itu dapat digambarkan sebagai
“Suatu masyarakat yang beku, kaku; menutup rapat-rapat pintu ijtihad,
mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah atau meng-
istinbat-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan
hasil karya pendahuluanny yang juga hidup dalam masa kebekuan akal
(jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.9
Atas dasar kedua fokus fikirannya itu, Muhammad Abduh
memberikan peranan yang sangat besar kepada akal. Begitu besarnya
peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution
menyimpulkan bahwa Muhammad Abdul memberi kekuatan yang
lebih tinggi kepada akal daripada Mu’tazilah.10 Menurut Abduh akal
dapat mengetahui hal-hal berikut ini:
1) Tuhan dan sifat-sifatnya
2) Keberadaan hidup di akhirat;
3) Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal
Tuhan dan-berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung
pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat;
9 Sayyid Quthub, Khasha’ish At-Tashawwur Al-Islami, t.t., hlm. 19.10 Harun Nasution. Muhammad Abdul dan Teologi Rasional. UI Press, 1987, hlm. 57.
4) Kewajiban manusia mengenal Tuhan;
5) Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan rnenjauhi perbuatan
jahat unntuk kebahagiaan di akhirat;
6) Hukum-hukum mengenal kewajiban-kewajiban itu.11
Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang
peranan akal di atas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu
baginya. Baginya, wahyu adalah penolong (al-mu'in). Kata ini ia
pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia.
Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan
kehidupan alam akhirat; mengatur kehidupan masyarakat atas dasar
prinsip-prinsip umum yang dibawanya; menyempurnakan pengetahuan
akal tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya; dan mengetahui cara beribadah
serta berterimakasih kepada Tuhan.12 Dengan demikian, wahyu bagi
Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan
menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa mengguakan akal
merupakan salah satu dasr Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau
tidak didasarkan pada akal. Islam, katanya, adalah agama yang
pertama kali mengikat persaudaraan antara akal dan agama.
Menurutnya, kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan
akal. Wahyu yang dibawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan
akal. Kalau ternyata antara keduanya terdapat pertentangan,
11 Nasution, Pembaharuan . . . op.cit., hlm.7412 Nasution, Muhammad …. op.cit. hlm.58-61.
menurutnya, terdapat penyimpangan dalam antara interpretasi sehingga
diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.13
b. Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Bagi Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga
mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami
yang ada dalam diri manusia. Manusia dengan akalnya mampu
mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian
mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri, dan selanjutnya
mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.14
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah
mempunyai kebebasan dalam menentukan kemuan, faham perbuatan
yang dipaksakan manusia atau jabariyah tidak sejalan dengan
pandangan hidup Muhammad Abduh. Manusia, menurutnya,
mempunyai kemampuan berfikir dan kebebasan dalam memilih,
namun tidak memiliki kebebasan absolute. Ia menyebut orang yang
mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang
yang angkuh.15
c. Sifat-sifat Tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Adapun
mengenai manusia apakah sifat itu termasuk esensi. Tuhan atau yang
lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan
13 Patrick Bannerman,Islam in Perspective. A Guide to Islamic Society, Polities and Low, Routledge London and New York for the Royal Institute of International Affairs, London, hlm 132
14 Nasutiin, Muhammad…., op.cit. hlm. 65.15 Ibid., hlm. 66.
manusia.16 Sunguhpun demikian, Harun Nasution melihat bahwa
Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan
walaupun tidak secara tegas mengatakannya.17
d. Kehendak Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh
melihat bahwa Tuhan tdiak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi
kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan
kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Di dalamnya terkandung arti bahwa Tuhan dengan kemauan-
Nya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan sunatullah yang
diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.18
e. Keadilan Tuhan
Karena memberikan daya besar kepada akal dan kebebasan
manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan
meninjau ala mini bukan hanya dari segi kehendak mutlak Tuhan,
tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia
berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia
dan tidak satu pun ciptaan Tuhan yang tidak membawa manfaat bagi
manusia.
Adapun masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan
hanya dari segi kemahasempurnaan-Nya, tetapi juga dari pemikiran
rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada
16 Ibid., hlm. 71.17 Ibid.18 Ibid., hlm 75 dan 77.
Tuhan karena ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan
alam semesta.19
f. Antropomorfisme
Karena Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat
menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Tuhan mengambil
bentuk tubuh atau roh makhluk di alam ini. Kata-kata wajah, tangan,
duduk, dan sebagainya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang
diberikan orang Arab kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy
dalam Al-Qur’an berarti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy berarti
pengetahuan.20
g. Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan
yang bersifat rohani itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya
di hari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang
percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tiada satupun dari makhluk yang
menyerupai Tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak dapat
digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat
Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-orang tertentu di akhirat.21
h. Perbuatan Tuhan
Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan yang wajib,
Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib
bagi Tuhan untuk berbuat apa yang terbaik bagi manusia.22
B. SAYYID AHMAD KHAN19 Ibid., hlm. 78-79.20 Ibid., hlm. 8021 Ibid.,22 Ibid., hlm. 85.
1. Riwayat Singkat Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1917. menurut suatu
keterangan, ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad
SAW. Melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi, adalah
pembesaristana pada zaman alamghir II (1754-19759). Sejak kecil, Ahmad
Khan mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama. Dia belajar
bahasa Arab dan juga bahasa Persia. Ia rajin membaca buku dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan.23 Ketika berusia delapan belas tahun, ia
bekerja pada Serikat India Timur. Kemudian bekerja pula sebagai hakim
tetapi pada tahun 2946 ia kembali ke Delhi dan mempergunakan
kesempatan itu untuk belajar.24
Di kota Delhi inilah ia dapat melihat langsung peningalan-
peninggalan kejayaan Islam dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuka
muslim, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan, Hakim
Muhmud Khan, dna Nawab Aminuddin. Semasa di Delhi, ia mulia
mengarang. Karya pertamanya adalah Asar As-Sunadid. Pada tahun 1855,
ia pindah ke Bijnore. Di tempat ini, ia tetap mengarang buku-buku penting
Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan
politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap orang
India. Ketika melihat keadaan rakyat Delhi, ia sempat berpikir untuk
meninggalkan India menuju Mesir, tetapi ia sadar bahwa ia harus
23 Nasution, Pembaharuan. . . ., op.cit.hlm. 16524 Ibid.
memperjuangkan umat Islam India agar menjadi maju.25 Ia berusaha
mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari
pembunuhan, hingga diberi gelar Sir. Tetapi ia menolaknya. Pada tahun
1961 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad. Hingga akhir hayatnya
ia selalu mementingkan pendidikan Umat Islam India. Pada tahun 1878 ia
juga mendirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental College (MAOC)
di Aligarh yang merupakan karyanya yang paling bersejarah dan
berpengaruh untuk umat Islam India.26
2. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikirna dengan
Muhammad Abduh di Mesir setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin
Al-Afhgani dan kembali dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat
penghargaan tinggi dalam pandangannya, terutama tentang akal yang
mendapat penghargaan tingi dalam pandangannya. Meskipun demikian,
sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan percaya akan kebenaran
wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal
pun terbatas.27
Keyakinan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan Khan percaya
bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan
perbuatan. Ini berarti bahwa ia mempunyai faham yang sama dengan
faham Qadariyah. Menurutnya, manusia telah dipengaruhi Tuhan berbagai
25 Mukti Ali. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Mizan, Bandung: 1993, hlm. 65-66.
26 Nasution. Pembaharuan . . . ., op.cit hlm. 169-17027 Ibid., hlm. 167.
macam daya, diantaranya adalah daya berpikir berupa akal, dan daya fisik
untuk merealisasikan kehendaknya.28 Karena kuatnya kepercayaan
terhadap hukum alam dan kerqasnya mempertahankan konsep hukum
alam, ia dianggap kafir oleh berbagai umat Islam. Bahkan, ketika datang
ke Indona pada tahun 1969, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang
berjudul ar-Radd Ad-Dahriyah (Jawaban bagi kaum Materialis).
Sejalan dengan faham Qadatiyah yang dianutnya, ia menentang
keras faham taklid. Khan berpendapat bahwa umat Islam India mundur
karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban
Islam klasik masih melenakan mereka sehingga tidak menyadari bahwa
peradaban baru telah timbul di Barat. Peradaban baru ini timbul dengan
berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, dan inila penyebab
utama bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat.29
Selanjutnya, Khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan
tabiat atau nature (Sunnatullah) bagi setiap makhluk-Nya yang tetap dan
tidak pernah berubah. Menurutnya, Islam adalah agama yang paling sesuai
dengan hukum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Tuhan dna Al-
Qur’an adalah Firman-Nya maka sudah tentu keduanya seiring sejalan dan
tidak ada pertentangan.30
Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan akal dan hukum alam,
Khan tidak mau pemikirannya terganggu otoritas Hadits dan fiqh. Segala
sesuatu diukurnya dengan kritik rasional. Ia pun menolak semua yang
28 Ibid., hlm. 16829 Ali, op.cit. hlm. 70.30 Nasution, Pembaharuan . . ., op.cit. hlm.168.
bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil
Al-Qur’an sebagai pedoman bagi Islam, sedangkan yang lain hanya
bersifat membantu dan kurang begitu penting.31 Alasan penolakannya
terhadap Hadits adalah karena Hadits berisi moralitas sosial dari
masyarakat Islam pada abad pertama atau kedua sewaktu hadis tersebut
dikumpulkan. Sedangkan hukum fiqh, menurutnya, berisi moralitas
masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya mazhab-mazhab. Ia menolak
taklid dan membawa Al-Qur’an untuk menguraikan relevensinya dengan
masyarakat baru pda zaman itu.32
Sebagai konsekkuensi dari penolakannya terhqadap taklid, Khan
memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihad baru untuk menyesuaikan
pelaksanaan ajarna-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi masyarakat
yang senantiasa mengalami perubahan.33
C. Muhammad Iqbal
1. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkor pada tahun 1873. Ia berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad 31 Keterangan lain menyebutkan bahwa Khan juga menerima Hadits Mutawatir. Lihat
ibid., hal.16932 Ali, op.cit., hlm.2033 Faham Qadariyah dan liberal yang dianutnya, mendorong Khan untuk memberi
penafsiran-penafsiran baru bagi ajaran-ajaran Islam sebagaimana terlihat di bawah ini.a. Yang menjadi dasr bagi sistem perkawinan dalam Islam adalah sistem monogamy,
bukan poligami. Poligami adalah pengecualian bagi sistem perkawinan Islam. Poligami tidak dianjurkan, tetapi dibolehkan dalam kauss-kasus tertentu.
b. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukuman yang wajib dijalankan, tetapi merupakan hukuman maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Di samping hukuman tangan, terdapat pula hukuman penjara.
c. Perbudakan yang disebut dalam Al’Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam (Nasution, op.cit. hlm.169-171).
yang terkenal saleh.34 Guru pertama Iqbal adalah ayahnya sendiri
kemudian ia dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari AL-
Qur’an. Setelah itu, ia diberi pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa
Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, ia pergi ke Lahore,
sebuah kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di Government
College. Di sini ia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang orientalis
yang menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.35
Pada tahun 1905 setelah mendapat gelar M.A di Government College
Iqbal pergi ke Inggris untuk belajar filsafat pada Universitas Cambridge.
Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, ia
memperoleh gelar Ph. Didalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul
The Development of Metaphysics in Persia (Perkembangan Matafisika di
Persia).36
Iqbal tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun.
Sekembalinya dari Munich, ia menjdi advokat danjuga sebagai dosen.
Buku yang berjudul The Recontruction of Religius Thought in Islam
adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan
merupakan karyanya terbesar dalam bidang filsafat.37
Pada tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi ketua
konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931
dan tahun 1932, ia ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London yang 34Khalifah Abd Hakim, Renoissance in indo-pakistan, dalam wd.M.M.Syarif (Ed), A.
History of Muslimin Pholosophi, Weibaden, Otto Harrsowitz, 1966, hlm. 1614.35 Abdul Wahab Azsam, Iqbal: Siratuh wa Falsafah wa Syi’ruh, terj. Pustaka, Bandung,
1985, hlm.17.36 Nasution, Pembaharuan. . . op.cit., hlm.19037 Azzam, op.cit. hlm.29
membahas konstitusi baru bati India. Pada bulan Oktober tahun 1933, ia
diundang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas
Kabul. Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah
istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan ia meninggal pada
tanggal 20 april 1935.38
2. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya
lebih terkenal sebagai seorang filosof eksistensialis. Oleh karena itu, agak
sulit seperti fungsi akal dan wahyu, perbuatan Tuhan, perbuatan manusia,
dan kewajiban-kewajiban Tuhan. Itu bukan berarti bahwa ia sama sekali
tidak menyinggung ilmu kalam. Bahkan, ia sering menyinggung beberpaa
aliran kalam yang pernah muncul dalam sejarah Islam.
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya umat Islam
untuk melakukan pembaharuan agar keluar dari kemundurannya.
Kemunduran umat Islam, katanya, disebabkan kebekuan umat Islam dalam
pemikiran dan ditutup pintu ijtihad. Mereka, seperti kaum konservatif,
menolak kebiasaan berpikir rasional kaum Mu’tazilah karena hal tersebut
dianggapnya membawa disintegrasi umat Islam dan membahayakan
kestabilan politik mereka.39 Hal inilah yang dianggapnya sebagai
penyimpangan dari semangat Islam, semangat dinamis dan kreatif. Islam
tidak statis, tetapi dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pintu
ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan ciri dari dinamika
38 Ibid., hlm. 56.39 Nasution, op.cit. hlm. 191.
yang harus dilambangkan dalam Islam. Lebih jauh ia menegaskan bahwa
syari’at pada prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespon
kebutuhan individu dan masyarakat karena Islam selalu mendorong
terwujudnya perkembangan.40
Islam dalam pandangan Iqbal menolak konsep lama yang
mengatakan bahwa alam bersifat statis. Islam katanya, mempertahankan
konsep dinamis dan mengakui adanya perubahan dalam kehidupan sosial
manusia.41 Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus
menciptakan perubahan.
Besarnya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan perubahan ini
membawa pemahaman yangdinamis tentang Al-Qur’an dan hukum Islam.
Tujua diturunkannya Al-Qur’an, menurutnya adalah membangkitkan
kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan
nas-nas Al-Qur’an yang masih global dalam realita kehidupan dengan
kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat yang selalu berubah.
Inilah yang dalam rumusan fiqih disebut ijtihad yang oleh Iqbal
disebutkannya sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.42
Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam
dan membuang kekakuan serta kejumudan hukum Islam, ijtihad harus
dialihkan menjdi ijtihad kolektif. Menurut Iqbal, peralihan kekuasaan
ijtihad individu yang mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legislatif
40 Marshal G.S. Hudgson, The Venture of Islam. Chicago Press, Chicago, 1974, hlm. 39.41 Nasution, op.cit. hlm. 192.42 Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Relogion Thought in Islam. Kitab Brvan, New
Delhi, 1981, hlm. 92.
Islam dalam satu-satunya bentuk yang paling tepat untuk menggerakkan
spirit dalam sistem hukum Islam yang selama ini hilang dari umat Islam.43
Dan menyerukan kepada kaum muslimin agar menerima dan
mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.44
a. Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi
keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan
inklusivistik). Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak
berupa “Persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmederkaan.”45
Pandangannya tentang ontology teologi membuatnya berhasil melihat
anomaly (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu kalam
klasik. Teologi Asy’ariyah, umpamanya, menggunakan cara dan pola
pikir ortodoksi Islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar
pada akal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam
wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan
dari pengalaman kongkrit merupakan kesalahan besar.46
b. Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak
43 Ibid., hlm. 17344 Fazlur Rahman, Islam.terj. Ahsin Muhammad, Pustaka, Bandung, 1984, hlm. 324.45 Iqbal, op.cit.hlm. 154.46 Amin Abdullah, Filsafat kalam. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 86-87.
argument kosmologis.47 Maupun ontologism. 48 Ia juga menolak
argument kosmologis.49 Yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan
yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, ia
menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada). Untuk
menopang hal ini. Untuk menopang hal ini, Iqbal menolak pandangan
yang statis tentang strukur kejadian dalam menerima pandangan
Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis
yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Iqbal
dalam “jangka waktu murni”-nya Bergson,50 yang tidak terjangkau
oleh serial wkatu. Dalam “jangka waktu murni”, ada perubahan, tetapi
tidak ada suksesi (penggantian). Kesatuannya seperti kesatuan kuman
yang didalamnya terdapat pengalaman-pengalaman nenek moyang
para individu, bukan sebagai suatu kumpulan, tetapi sebagai suatu
kesatuan yang didalamnya mendorong setiap pengalaman untuk
menyerap keseluruhannya. Dan diri individu, “jangka waktu murni” ini
kemudian kemudian ditranfer ke alam semesta dan membenarkan ego
47 Argument kosmologis di sebut juga argument sebab-musabab, yang timbul dari paham bahwa alam bersifat mungkin (contingent) dan bukan bersifat wajib (necessary) dalam wujudnya. Dengan kata lain, karena alam dijadikan, harus ada dzat yang mewujudkannya. Pertama kali diajukan oleh Aristoteles (354-322 S.I), Murid Plato. Lihat Harun Nasution, Filsafah Agama, Bulan-Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 50.
48 Ontos = sesuatu yang berwujud. Ontology = teori tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Argument ontology tidak banyak berdasar pada alam nyata, sebagaimana halnya argument kosmologis. Argumen ini berdasarkan pada logika semata-mata. Pertama kali diajukan oleh Plato (428-348 S.I) dengan teori idenya. Lihat ibid., hlm. 47.
49 Telos berartu tujuan: teologis berarti serba tuju. Alam yang teleologis, yaitu alam yang diatur menurut suatu tujuan tertentu. Dengan bagian alam ini mempunyai hubungan yang erat antara satu dan lainnya dan bekerja sama dalam menuju tercapainya suatu tujuan. Lihat ibid., hlm.55.
50 Hendri Bergson adalah filosof Perancis yang paling banyak menarik perhatian pada abad 19-20. ia dilahirkan pada tahun 1859 di Peris. Ayahnya berasal dari Polandia. Nama Aslinya “Berekson” Salahsatu pokok pikirannya berkaitan dengan waktu dan keberlangsungan. Lihat Heri Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat, Gramedia, Jakarta: 1984, hlm. 104.
mutlak. Gegasan inlah yang “dibicarkan” Iqbal ke dalam Al-Qur’an.
Jadi, Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang imanen bagi alam.51
c. Jati Diri Manusia
Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri
manusia. Penelusur terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat
dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran
filosofisnya.52 Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup
untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan
mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni
melemahkan pribadiannya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang
menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah.53 Pada hakikatnya
menafsirkan diri bukanlah ajaran Islam karena hakikat hidup adalah
bergerak, dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya tampaknya
merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah
dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam
yang ketika itu telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan
danmaksud Islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya, ia
mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
d. Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa
Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang
51 Taufiq Adman Amal dan Syamsu Rizal Pengabean, Tafsir dan Kontekstual Al-Qur’an: Sebuah Kerangka Konseptual, Mizan, Bandung, 1989, hlm. 21-22.
52 Hakim, op.cit.53 Azzam op.cit. hlm. 56
bersifat kreatif. Dalam hubungna ini, ia mengembangkan cerita tentang
kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagian kisah
yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi
primitive yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan
kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, membangkang” dan
“timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih”.
“Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh risiko ini,
menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka
kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini.
Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan
pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari
keterbatasan kemandirian itu.54
e. Surga dan Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat.
Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur’an adalah
penampilan-penampulan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya.
Neraka, menurut rumusan Al-Qur’an, adalah “api Allah yang menyala-
nyala dan yang membumbung ke atas hati”, pernyataan yang
menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan
karena mendapatkan kemenangan dan mengatasi berbagai dorongan
yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada ketukan abadi dalam
Islam. Neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, bukanlah
54 H.A.R. Gibb. Aliran-aliran Modern dalam.terj. Machnun Husein, Rajawali Press, Jakarta, 1995. hlm. 131-132.
kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan Tuhan. Ia adalah
pengalaman korektif yang dapat memperkeras ego sekali lagi agar
lebih sensitif terhadap tipuan angina sejuk dari kemahamurahan Allah.
Surga juga bahkan merupakan tempat berlibur. Kehidupan itu hanya
satu dan berkesinambungan.55
55 Ibid., hlm. 133-134