documentii
TRANSCRIPT
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan, melalui panca indra. Pengetahuan merupakan
domain yang penting akan terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2007). Pengetahuan diperoleh dari informasi baik secara lisan ataupun
tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan diperoleh dari fakta atau
kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan sebagainya. Serta
dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis (Soekanto,
2002).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Dengan kata lain pengetahuan mempunyai pengaruh
sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Namun perlu
diperhatikan bahwa perubahan pengetahuan tidak selalu menyebabkan
perubahan perilaku, walaupun hubungan positif antara variabel
pengetahuan dan variabel perilaku telah banyak diperlihatkan. Untuk
mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari enam peringkat:
10
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2007).
Dalam tingkatan ini, tekanan utama pada pengenalan kembali fakta,
prinsip, aturan, atau strategi penyelesaian masalah. Beberapa kata kerja
yang dipakai untuk mengukur kemampuan tingkat tahu (know) antara
lain: atur; kutip; urutkan; tetapkan; daftar; ingat-ingat; gambarkan;
cocokkan; kenali; perkenalkan; sebutkan; hubungkan; beri nama; garis
bawahi; nyatakan; ulangi; reproduksi; tabulasi; pilih (Shirran, 2008).
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar (Notoatmodjo,2007). Dalam tingakatan
pengetahuan ini, seseorang telah dapat menafsirkan fakta, menyatakan
kembali apa yang ia lihat, menerjemahkan menjadi satu konteks baru,
menarik kesimpulan dan melihat konsekuensi. Beberapa kata kerja
yang dipakai untuk mengukur tingkat pemahaman seseorang antara
lain: perbaiki; pertahankan; uraikan; klasifikasi; cari ciri khasnya;
jelaskan; pertajam; bedakan; perluas; ubah; berikan; generalisir;
diskusikan; simpulkan; ringkas; laporkan; prediksikan; perkirakan;
identifikasi; nyatakan kembali (Shirran, 2008).
11
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode, prinsip dan
lain sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo,
2007). Beberapa kata kerja yang digunakan untuk mengukur tingkat
aplikasi seseorang adalah: terapkan; demonstrasikan; siapkan;
perhitungkan; buat eksperimen; temukan; pilih; buat; kaitkan;
klasifikasikan; upayakan; selesaikan; kembangkan; ambil contoh;
pindahkan; gambarkan; atur; pakai; tunjukkan; manfaatkan; hasilkan;
tafsirkan (Shirran, 2008).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu mengenali
kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau
membedakan di antara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan
serta mampu menggambarkan hubungan antar ide (Notoatmodjo,
2007). Beberapa kata kerja yang digunakan dalam pengukuran tingkat
analisis antara lain: analisis; garis bawahi; bedakan; tunjukkan;
rincikan; asosiasikan; gambarkan; bedakan; pisahkan; buat diagram;
simpulkan; tegaskan; bedakan; hubungkan; kurangi dan bandingkan
(Shirran, 2008).
12
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru dan koheren. Manusia mampu menyusun formulasi baru
(Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang digunakan dalam
mengukur tingkat sintesis adalah: kategorikan; susun; bangun;
sintesiskan; desain; integrasikan; temukan; hipotesiskan; prediksikan;
hadapkan; integrasikan; susun; kumpulkan; kombinasikan; ciptakan;
rencanakan; perluas; formulasikan; hasilkan; rencanakan;teorisasikan
(Shirran, 2008).
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada sehingga,
mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut
(Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang dapat digunakan untuk
mengukur kemampuan tingkat evaluasi seseorang adalah: taksir;
pertahankan; dukung; pertimbangkan; kritik; kurangi; kontraskan; beri
komentar; beri alasan; bandingkan; evaluasi; verifikasi; nilai; putuskan
dan validasikan (Shirran, 2008).
13
2. Pengukuran pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan kedalaman
pengetahuan. Isi materi dapat diukur dengan metode wawancara atau
angket sedangkan kedalaman pengetahuan dapat diukur berdasarkan
tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Arikunto (2002) tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3
yaitu ;
Baik bila nilai akumulasi ≥ 75 %
Cukup baik bila nilai akumulasi ≥ 60 – 75 %
Kurang baik bila nilai akumulasi < 60 %
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a) Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok dan juga usaha mendewasakan seseorang melalui upaya
pengajaran dan pelatihan baik di sekolah ataupun di luar sekolah.
Makin tinggi pendidikan, makin mudah seseorang menerima
pengetahuan (Meliono Irmayanti, 2007). Tingkat pendidikan juga
mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide dan
teknologi baru (SDKI, 1997). Pendidikan juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Karena dapat membuat
seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan dan bertindak
(Meliono Irmayanti, 2007).
14
b) Usia
Semakin banyak usia seseorang maka semakin bijaksana dan banyak
pengalaman/ hal yang telah dijumpai dan dikerjakan untuk memiliki
pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah
nyata (Meliono Irmayanti, 2007).
c) Sumber informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Soekanto, 2002). Informasi
yang diperoleh dari beberapa sumber akan mengetahui tingkat
pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi
maka ia cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas (Meliono
Irmayanti, 2007).
d) Sumber Pengetahuan
Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
pengetahuan. Upaya-upaya tersebut yang dipergunakan dalam
memperoleh pengetahuan yaitu:
1) Orang yang Memiliki Otoritas
Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu
dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau yang
dianggapnya lebih tahu. Pada zaman modern ini, orang yang
ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan pengakuan
15
melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil
publikasi resmi mengenai kesaksian otoritas tersebut, seperti buku-
buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya.
2) Indra
Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber
internal pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan
bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah dan hanyalah
pengalaman - pengalaman konkrit kita yang terbentuk karena
persepsi indra, seperti persepsi penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan perasa dengan lidah.
3) Akal
Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang bisa dibangun
oleh manusia tanpa harus atau tidak bisa mempersepsinya dengan
indra terlebih dahulu. Pengetahuan apat diketahui dengan pasti dan
dengan sendirinya karena potensi akal.
4) Intuisi
Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau
pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak
merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang
langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-data yang
langsung dirasakan (Muliadi N, 2008)
16
B. Sikap
Sikap masih merupakan reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat ,
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli
psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup
bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.
Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri
dari 3 komponen pokok, Allport (1954):
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek
2. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek
3. Kecenderungan untuk bertindak
17
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007).
1. Tingkatan Sikap.
a). Menerima (receiving).
Orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b). Merespon (responding).
Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha tersebut menunjukkan
bahwa orang menerima ide.
c). Menghargai (valuing).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah.
d). Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.
2. Pengukuran sikap :
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau
pernyataan responden terhadap suatu objek.
18
Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden.
C. Tindakan (Praktek)
Tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas.
1. Tingkatan praktek
a). Persepsi (perception)
Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b). Respon terpimpin (guided response).
Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh.
c). Mekanisme (mecanism).
Mekanisme yaitu dapat melakukan dengan benar, secara otomatis/
kebiasaan
19
d). Adopsi (adoption).
Adopsi merupakan tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Dengan kata lain, dapat memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2. Pengukuran praktek :
a) Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang telah dilakukan
beberapa jam,hari atau bulan yang lalu.
b) Langsung :mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
D. Pendidikan
1. Definisi
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan sumberdaya
manusia. Menurut Andrew E. Sikula dalam Martoyo S. (1996) pendidikan
adalah suatu proses pendidikan jangka panjang yang dilakukan secara
sistematis dan prosedurnya diorganisisr melalui konsep belajar manajerial
perorangan dan pengetahuan teoritis untuk tujuan umum.
Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan
pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Pendidikan
20
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan (Anonim, 2003).
Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup
merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang
memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir
seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
Menurut Sciartino, pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses
belajar yang memberikan latar belakang berupa mengajarkan kepada
manusia untuk dapat berpikir secara obyektif dan dapat memberikan
kemampuan untuk menilai apakah budaya masyarakat dapat diterima atau
mengakibatkan seseorang merubah tingkah laku.
Menurut Maslow, motifasi berhubungan dengan 5 (lima) macam
kebutuhan penting yang secara bersama dan membentuk hirarki yaitu :
a) Kebutuhan fisiologi (Physiologika needs )
b) Kebutuhan rasa aman ( Safety needs )
c) Kebutuhan sosial ( Social needs )
Dari definisi di atas pendidikan dan latihan bersifat filosofis dan teoritis
dan lebih diarahkan untuk golongan manajer. Sedangkan latihan
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan
teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat.
21
2. Istilah-istilah Yang Berhubungan dengan Pendidikan
a. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Anonim, 2003).
b. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Anonim,
2005).
c. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan (Anonim, 2005).
d. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasaran tingkatan perkembangan peserta didik, tujuan yang
akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (Anonim,
2005).
e. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (Anonim,
2005).
22
f. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Anonim, 2005).
3. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Anonim, 2003).
4. Prinsip Penyelenggaran Pendidikan
a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskrimantif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
b. Pendidikan diselenggaran sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan
pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
23
d. Pendidikan dielenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran.
e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
f. Pendidikan diselenggarakan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan (Anonim, 2003).
5. Tingkatan Pendidikan
Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
diikuti oleh seseorang (Notoatmadjo, 2007). Tingkat pendidikan
menurut Notoatmodjo dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :
Rendah ( SD/SMP sedrajat)
Sedang (SMA /Sederajat)
Tinggi (Akademi/Perguruan tinggi)
E. Ketersediaan dan Kenyamanan Alat Pelindung Diri
Dalam UU No.1 Tahun 1970 pasal 14 butir c menyatakan bahwa pengurus
(pengusaha) diwajibkan untuk mengadakan secara cuma-cuma, semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat
kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja. Perlindungan
perorangan harus dianggap sebagai garis pertahanan terakhir, karena sering
peralatan ini tidak praktis untuk dan dipakai dan menghambat gerakan.
24
Karenanya tidak mengherankan bila kadangkala dikesampingkan oleh pekerja.
Karena peralatan dirancang untuk mencegah bahaya luar agar tidak mengenai
tubuh pekerja, ia menahan panas tubuh dan uap air di dalamnya, sehingga
pekerja menjadi gerah, berkeringat dan cepat lelah (ILO, 1989).
Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbung pada tahun
2000 bahwa secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna
antarafasilitas dengan penggunaan APD. Menurut pernyataan sebagian besar
pekerja bahwa fasilitas APD yang telah disediakan perusahaan telah
mencukupi namun masih terdapat beberapa jenis alat pelindung diri yang
kurang nyaman pada saat dipakai. Sehingga memungkinkan pekerja tidak
disiplin dalam menggunakannya (Sumbung,2000).
F. Pengelasan
Pengelasan atau dalam bahasa Inggris “Welding” adalah salah satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan
logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam
tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan dan
Suratman, 2000). Menurut Maman Suratman (2001), las asetilin (las karbit)
adalah cara pengelasan dengan menggunakan nyala api yang didapat dari
pembakaran gas asetilin dan oksigen (zat asam). Perlengkapan dan Alat-Alat
yang digunakan :
1. Botol Gas Asetilin
25
Botol asetilin terbuat dari baja berisi gas asetilin yang telah dimampatkan
dengan volume 40 liter dan tekanan hingga 15 bar. Dalam botol ini
terdapat bahan berpori seperti kapas, sutra tiruan atau asbes yang berfungsi
sebagai penyerap asetor (Suratman, 2001).
2. Generator Asetilin
Gas asetilin dapat dibuat secara sederhana dengan cara mencampur karbit
(calcium carbite) ditambah air, dengan rumus kimia CaC2 + 2H2O ®
C2H2 + Ca(OH)2 + kalor. Pencampuran ini dilakukan dalam sebuah
tabung yang disebut generator asetilin. Bagian-bagian dari generator
asetilin ini adalah ruang karbit dan dapur gas (retor), ruang air, ruang gas
asetilin, kunci (katup) air, alat pembersih (penyaring), gas, dan alat
pengaman bila kelebihan tekanan gas (Suratman, 2001).
3. Botol Oksigen ( Zat Asam)
Dalam botol oksigen yang terbuat dari baja dimampatkan gas oksigen
dengan tekanan gas sampai 151 bar. Di atas botol dipasang sebuah keran.
Pada keran ini terdapat sumbat pengaman. Bila tekanan gas di dalam botol
naik karena pengaruh panas, maka sumbat akan pecah dan gas kelebihan
akan keluar. Gas oksigen yang dapat diisikan pada botol tersebut sebanyak
74,5 m2 dengan kadar gas oksigen murni 99,5%. Kadar oksigen pada
nyala api las asetilin sangat berperan sebagai bahan penunjang untuk
penghematan, kecepatan, dan efisiensi kerja pada waktu pekerja
melakukan kegiatan pengelasan (Suratman, 2001).
26
4. Regulator
Regulator berfungsi mengatur tekanan isi menjadi tekanan kerja yang tetap
besarnya. Pada regulator terdapat manometer yaitu manometer tekanan isi
dan manometer tekanan kerja. Yang dimaksud dengan tekanan isi adalah
tekanan gas yang berada dalam botol. Sedangkan yang dimaksud dengan
tekanan kerja adalah tekanan yang dibutuhkan manometer tekanan pada
waktu menggunakan regulator melakukan pekerjaan las (Suratman, 2001).
5. Pembakaran ( Torch )
Fungsi pembakar pada las asetilin adalah untuk mencampur oksigen dan
gas asetilin yang jumlah isinya hampir sama. Nyala api terjadi pada ujung
pembakar. Pada pembakar dapat dipasang berbagai ukuran ujung
pembakar, untuk memperoleh nyala api yang sesuai dengan tebal benda
kerja yang akan dilas atau dipotong. Pembakar berhubungan dengan dua
buah selang untuk gas oksigen. Ruang pencampur dan keran berfungsi
mengatur banyaknya gas oksigen dan asitilin yang digunakan pada saat
melakukan pekerjaan las (Suratman, 2001).
6. Pembakar Pemotong ( Cutting Torch )
27
Pembakar untuk pemotong bentuknya serupa dengan pembakar untuk
mengelas biasa, perbedaannya adalah pada pembakar pemotong terdapat
pipa ketiga untuk saluran gas oksigen, selain itu ujung pembakarnya
berbeda dengan ujung pembakar untuk mengelas. Setiap pembakar
pemotong mempunyai alat pemegang pipa penghubung dan kepala
pemotong. Pada kepala pemotong dipasang mulut pemotong. Pada mulut
pemotong ini terdapat sebuah lubang kecil untuk pemanasan pendahuluan.
Panjang mulut pemotong untuk pekerjaan tertentu berbeda dan terdapat
juga ujung pemotong dengan bentuk lengkung (Suratman, 2001).
7. Selang Las
Selang las berfungsi untuk menyalurkan gas dari botol gas atau generator
ke pembakar. Selang ini harus tahan tekanan tinggi tetapi lemas atau tidak
kaku. Selang las oksigen biasanya berwarna hitam atau hijau. Pada ujung-
ujung selang oksigen ini terdapat mur penguat ulir kanan.
Selang gas asetilin biasanya berwarna merah yang pada ujung-ujungnya
terdapat pula mur pengatur dengan ulir kiri. Fungsi mur pengatur pada
kedua ujung selang tersebut adalah untuk mengikat regulator dan mengikat
pada pembakar. Untuk menjaga kekeliruan saat pengikatan dengan
regulator dan pembakar, maka baut dan mur pengikat dibedakan satu sama
lain, begitu juga bentuk nipelnya dibuat berbeda (Suratman, 2001).
8. Korek api
Korek api biasa tidak diperkenankan untuk menyalakan gas, karena tangan
kita posisinya terlalu dekat dengan ujung pembakar, sehingga sangat
28
mudah terjilat nyala api. Untuk menyalakan gas pada proses ini biasanya
digunakan korek api las (Suratman, 2001).
9. Kawat las
Kawat las digunakan sebagai bahan pengisi untuk kekuatan las. Jenis
bahan kawat las yang dipakai harus sesuai dengan logam yang dilas
(Suratman, 2001).
10. Fulks
Fluks adalah bahan kimia berbentuk serbuk atom pasta dan ada juga yang
dibalutkan pada kawat las. Fluks sangat diperlukan untuk mengelas bahan-
bahan seperti paduan perak, paduan tembaga, baja, dan bahan non ferro
lainnya (Suratman, 2001).
Las karbit disebut juga las asetilin. Las karbit sebagaimana juga las yang lain
berfungsi sebagai alat untuk menyambung, memotong, atau mengerjakan
logam dengan panas dengan cara mencairkan logam tersebut. Panas untuk
mencairkan logam diperoleh dari pembakaran gas karbit/asetilin. Agar gas
karbit mudah terbakar maka diberi oksigen melalui selang ke pembakar
(Boentarto, 1997). Teknik mengelas meliputi tiga tahapan yaitu tehnik
menyalakan api las, teknik posisi dan tehnik mematikan api las
1. Teknik Menyalakan Api Las
29
Menyalakan api las dilakukan dengan menggunakan brander. Apabila
pekerja las karbit belum terampil, sebaiknya menggunakan batang bara api
yang cukup panjang. Jika menggunakan korek api, sebaiknya memakai
korek api khusus untuk mengelas. Sebelum ujung brander disulut, kran-
kran dan tekanan kerja harus sudah disetel sesuai dengan brander yang
digunakan (Boentarto, 1997).
2. Teknik Posisi Mengelas
Posisi brander terhadap benda yang dilas sangat mempengaruhi hasil
pengelasan. Bermacam-macam posisi benda kerja antara lain yaitu tegak
misalnya rangka bangunan, miring misalnya rangka atap bangunan dan
sebagainya. Tidak semua benda kerja tersebut dapat diangkat dan dirubah
posisinya dengan mudah. Banyak benda kerja yang besar dan berat seperti
rangka mobil, pintu gerbang yang sulit dirubah posisinya. Dalam hal ini
proses pengelasan harus menyesuaikan dengan tata letak suatu benda kerja
tersebut (Boentarto, 1997).
Teknik posisi harus diikuti dengan gerakan pembakar dan kawat las yang
benar. Ada arah gerakan yang dianjurkan untuk masing-masing benda
kerja agar hasil pengelasan baik. Arah gerakan maju atau ke kiri
dianjurkan ketika mengelas baja yang tebalnya sampai 4,5 mm atau
mengelas besi tuang dan bahan-bahan non ferro. Arah gerakan brander ke
kanan atau mundur dianjurkan untuk mengelas baja yang tebalnya 4,5 mm
ke atas (Boentarto, 1997).
3. Teknik Mematikan Api Las
30
Mematikan nyala api las tidak sama dengan mematikan api kompor atau
obor. Mematikan nyala las dilakukan dengan menutup kran gas asetilin
agar nyala api mati (Boentarto, 1997).
G. Cedera Radiasi
Selama proses pengelasan akan timbul sinar-sinar yang bersifat radiasi yang
dapat membahayakan pekerja las. Sinar-sinar tersebut meliputi sinar tampak,
sinar ultra violet, dan sinar inframerah. Radiasi adalah transmisi energi
melalui emisi berkas cahaya atau gelombang. Energi radiasi bisa terletak di
rentang sinar tampak, tetapi dapat pula lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan sinar tampak. Radiasi energi tinggi (termasuk radiasi ultra
violet) disebut radiasi ionisasi karena memiliki kapasitas melepaskan elektron
dari atom atau molekul yang menyebabkan terjadinya ionisasi. Radiasi energi
rendah disebut radiasi non ionisasi karena tidak dapat melepaskan elektron
dari atom atau molekul (Corwin, 2000).
1. Efek Radiasi Pengion
Radiasi pengion dapat menyebabkan kematian sel baik secara langsung
dengan merusak membran sel dan menyebakan pembengkakan intrasel
sehingga terjadi lisis sel, atau secara tidak langsung dengan merusak ikatan
antara pasangan-pasangan basa molekul DNA. Rusaknya ikatan tersebut
menyebakan kesalahan-kesalahan pada replikasi atau transkripsi DNA.
Kesalahan-kesalahan tersebut sebagian dapat diperbaiki; apabila tidak,
maka kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan kematian sel atau
timbulnya kanker akibat hilangnya kontrol genetik yang terdiri atas
31
pembelahan sel molekul (Corwin, 2000).
Radiasi pengion juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul dengan elektron yang tidak
memiliki pasangan. Radikal bebas mencari reaksi-reaksi dimana ia dapat
memperoleh kembali elektron pasangannya. Selama menjalankan proses
tersebut, radikal bebas dapat merusak membran sel, retikulum
endoplasma, atau DNA sel yang rentan molekul (Corwin, 2000).
2. Efek Radiasi Nonionisasi
Radiasi nonionisasi mencakup radiasi gelombang mikro dan
ultrasonografik. Radiasi ini memiliki energi yang terlalu kecil untuk dapat
memutuskan ikatan DNA atau merusak membran sel, tetapi radiasi ini
dapat meningkatkan suhu suatu sistem, dan menyebabkan perubahan
dalam fungsi-fungsi transportasi. Efek radiasi nonionisasi pada kesehatan,
sedang dalam suatu penelitian mengenai komponen didalam molekul -
molekul (Corwin, 2000).
3. Efek Radiasi Sinar-Sinar Las Terhadap Ketajaman
Penglihatan Sinar-sinar yang dihasilkan selama proses pengelasan
termasuk dalam radiasi energi tinggi atau sering disebut radiasi ionisasi.
Sinar sinar tersebut antara lain:
a) Sinar Tampak
Benda kerja dan bahan tambah yang mencair pada las
mengeluarkan sinar tampak. Sinar tampak yaitu merupakan sinar
32
ionisasi yang ditimbulkan dari radiasi. Sinar tampak memiliki
panjang gelombang 400-760 nm.
Semua sinar tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh
lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat
maka akan segera menjadi kelelahan pada mata (Nurdin, 1999).
Kelelahan pada mata berdampak pada berkurangnya daya
akomodasi mata. Hal ini menyebabkan pekerja dalam melihat
mencoba mendekatkan matanya terhadap obyek untuk
memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih dipaksa.
Keadan ini menimbulkan penglihatan rangkap dan kabur. Selain
itu, pemaksaan daya akomodasi oleh mata juga menimbulkan sakit
kepala di daerah atas mata.
b) Sinar Infra Merah
Sinar infra merah dan ultra violet berasal dari busur listrik. Sinar
infra merah adalah sinar yang merupakan sumber panas yang
memancarkan gelombang gelombang elektromagnetis. Jika
gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut
dilepaskan energi yang berubah menjadi panas.
c) Sinar Ultra Violet
Sinar ultra violet mempunyai panjang gelombang antara 240 nm-
320 nm. Sumber sinar ultra violet selain sinar matahari, juga
dihasilkan pada kegiatan pengelasan, lampu-lampu pijar,
pengerjaan laser, dan lain-lain (Budiono.2003). Sinar ultra violet
33
sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi sinar ini
mempunyai pengaruh besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di
dalam tubuh. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan
keluhan 4-10 jam setelah trauma.
Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau
kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik
(Nurdin,1999). Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada
permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh
dan uji fluorensin positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura palpebra.
Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini
dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan
dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea.
Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga
gambaran keratitisnya yang menjadi bertambah berat (Ilyas, 2004)
Pada mata, sinar ultra violet juga dapat mengakibatkan fotoelektrika.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari kemungkinan mata
terpapar sinar ultra violet dan menggunakan kacamata yang tidak tembus
sinar tersebut (Budiono, 2003).
H. Jenis Alat Pelindung Diri Pada Bengkel Las
1. Helm Pengaman
34
a. Helm pengaman sangat penting penggunaannya, yaitu untuk
menghindari:Tumbukan langsung benda keras dengan kepala.
b. Kejatuhan langsung benda keras terhadap kepala.
c. Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan
terbakarnya bagian kepala (Nurdin, 1999).
Syarat-syarat dari helm pengaman yaitu:
a. Nyaman dipakai.
b. Kuat dan tahan dari benturan, panas dan goresan benda tajam.
c. Daya kalor panasnya relatif kecil.
d. Terbuat dari fibre glass (Nurdin, 1999).
2. Kacamata Las (Gogel)
Pelindung mata digunakan untuk menghindari pengaruh radiasi energi
seperti sinar ultra violet, inframerah dan lain-lain yang dapat merusak
mata. Pemaparan sinar ultra violet dengan intensitas tinggi dalam waktu
singkat atau pemaparan sinar ultra violet intensitas rendah dalam waktu
cukup lama akan merusak kornea mata. Para pekerja yang kemungkinan
dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar dari las
potong dengan menggunakan gas dan percikan dari las sinar yang memijar
harus menggunakan pelindung mata khusus. Pekerjaan pengelasan juga
menghasilkan radiasi inframerah tergantung pada temperatur lelah mental
(Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan Niaga, 2002).
35
Jenis pelindung mata yang digunakan sebagai alat pelindung diri oleh
pekerja las karbit adalah kacamata las (gogel). Kacamata las (gogel) sangat
penting digunakan pada saat mengelas, untuk melindungi mata dari radiasi
sinar ultra violet, sinar tampak dan sinar inframerah. Gogel tersebut harus
mampu menurunkan kekuatan pancaran sinar tampak dan harus dapat
melindungi mata dari pancaran sinar ultra violet dan inframerah. Untuk
mendapatkan kacamata las dengan kaca gelap yang memiliki sifat tidak
tembus sinar-sinar berbahaya sulit didapatkan. Namun, biasanya kacamata
las hanya dapat menahan sekian persen dari sinar-sinar yang berbahaya,
sehingga dapat dicegah bahayanya bagi mata.
Lebih banyak sinar dari suatu panjang gelombang yang dipancarkan oleh
suatu sumber bahaya, maka lebih besar pula daya absorbsi untuk sinar itu
yang harus dipunyai kacamata las. Untuk keperluan ini maka kacamata las
harus mempunyai warna tranmisi tertentu, misalnya abu-abu, coklat atau
hijau. Lensa kacamata tidak boleh terlalu gelap, karena tidak dapat melihat
benda kerja dengan jelas, tetapi juga tidak boleh terlalu terang, sebab akan
menyilaukan. Bahan dari kacamata las (gogel) dapat terbuat dari plastik
yang transparan dengan lensa yang dilapisi kobalt untuk melindungi
bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan kesilauan atau
lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk melindungi
dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion (Budiono, 2003).
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih gogel adalah:
1). Harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak.
2). Harus mampu menahan cahaya dan sinar yang berbahaya.
36
3). Harus mempunyai sifat-sifat yang tidak melelahkan mata.
4). Harus tahan lama dan mempunyai sifat yang tidak mudah berubah.
5). Harus memberikan rasa nyaman kepada pemakai (Wiryosumarto,
2000).
Dalam tahun-tahun terakhir ini pembuatan kacamata las telah mengalami
kemajuan, karena menggunakan bahan buatan. Gagang kacamata las
terbuat dari bahan yang tidak begitu keras, sehingga pada saat kacamata
dipakai sepanjang hari dan berkeringat, tidak membuat sakit pada kulit
muka. Karena lubang hawa yang kecil pada gagangnya dan karena kaca
mukanya bukan penghantar panas yang baik, maka kacamata itu tidak
akan menjadi buram karena penglihatan.
Bagian bundar dari kacamata dihubungkan dengan sebuah kawat baja,
yang berfungsi untuk mengikat kaca. Karena sifat lengkung dari kawat
baja tersebut, maka kacamata nyaman dipakai. Selain itu, pada bagian
dalam kaca yang sudah kuat tersebut masih bisa dilapisi dengan sebuah
pelat bening dari mika atau celon. Mika dan celon ini mencegah kaca
menjadi buram (Wiryosumarto, 2000)..
3. Pelindung Muka
Pelindung muka dipakai untuk melindungi seluruh muka terhadap
kebakaran kulit sebagai akibat dari cahaya busur, percikan dan lain-
lainnya, yang tidak dapat dilindungi dengan hanya memakai pelindung
mata saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam, dapat
berbentuk helm las (helmet welding) dan kedok las (handshield welding).
37
Kedok las yang dipegang dengan tangan, digunakan pada waktu mengelas
di bawah tangan, vertikal maupun horizontal. Helm las dipakai pada
kepala sehingga kedua tangan bisa bebas. Alat ini digunakan terutama
pada waktu mengelas posisi di atas kepala. Kedok las dan helm las
dilengkapi dengan kaca penyaring (filter) yang harus dipakai selama
proses pengelasan. Tujuan dari filter ini adalah untuk menghilangkan dan
menyaring sinar infra merah dan ultra violet. Filter dilapisi oleh kaca
bening atau kaca plastik yang ditempatkan di sebelah luar dan dalam,
fungsinya untuk melindungi filter dari percikan-percikan las (Nurdin,
1999).
4. Kacamata Bening (Safety Spectacles)
Kacamata bening dipakai pada waktu membersihkan terak, karena terak
sangat rapuh dan keras pada waktu dingin (Nurdin, 1999).
5. Pelindung Telinga (Hearing Protection)
Alat pelindung telinga digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan
pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja, persiapan pengelasan
dan lain sebagainya (Nurdin, 1999).
6. Alat Pelindung Hidung (Respirator)
Alat pelindung hidung digunakan untuk menjaga asap dan debu agar tidak
langsung masuk ke hidung (Nurdin, 1999).
7. Pakaian Kerja
38
Pakaian kerja pada waktu mengelas berfungsi untuk melindungi anggota
badan dari bahaya-bahaya waktu mengelas.
Syarat-syarat pakaian kerja yaitu:
a. Bahan pakaian kerja harus terbuat dari kain katun atau kulit, karena
katun dan kulit akan tidak cepat bereaksi bila bersentuhan dengan
panas.
b. Menghindari pakaian kerja yang terbuat dari bahan polyester atau
bahan yang mengandung sintetis, karena bahan tersebut akan cepat
bereaksi dan mudah menempel pada kulit badan apabila kena loncatan
bunga api.
c. Pakaian kerja tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit, karena
kalau terlalu longgar akan menambah ruang gerak anggota badan,
terlalu sempit akan mengurangi gerak anggota badan.
d. Hindarkan celana dari lipatan bagian bawah, hal ini dapat
menimbulkan tersangkut dengan benda lain atau kemasukan bunga api
(Nurdin, 1999).
8. Pelindung Dada (Apron)
Bagian dalam dada merupakan bagian yang sangat peka terhadap pengaruh
panas dan sinar yang tajam. Sinar dari las listrik termasuk sinar yang
sangat tajam. Untuk melindungi bagian dalam dada tersebut digunakan
pelindung dada. Pelindung dada dipakai setelah baju las (Boentarto, 1997).
39
9. Sarung Tangan
Pekerjaan mengelas selalu berhadapan dengan benda-benda panas dan arus
listrik. Untuk melindungi jari-jari tangan dari benda panas dan sengatan
listrik, maka tukang las harus memakai sarung tangan yang tahan panas
dan bersifat isolasi. Sarung tangan harus lemas sehingga tidak
mengganggu pekerjaan jari-jari tangan. Sarung tangan dibuat dari kulit
atau asbes lunak untuk memudahkan memegang pemegang elektroda.
Waktu mengelas harus selalu memakai sepasang sarung tangan (Boentarto,
1997).
10. Sepatu Kerja
Fungsi dari sepatu kerja yaitu untuk melindungi kaki dari beram-beram
tajam, kejatuhan benda-benda tajam dan percikan cairan logam serta
goresan-goresan benda-benda tajam. Syarat-syarat dari sepatu kerja yaitu
kuat dan tahan api, tinggi dengan penutup ujung sepatu dari baja, dan
bahan dari kulit (Nurdin, 1999).
I. Alat Pelindung Diri
1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
40
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi
tenaga kerja dari bahaya ditempat kerja (ILO,1991)
APD digunakan sebagai cara terakhir untuk melindungi pekerja dari
potensi bahaya yang ada apabila pengendalian engineering dan
administrative telah dilakukan/tidak mungkin dilakukan/dalam keadaan
darurat. APD tidak dapat menghilangkan ataupun mengurangi bahaya
yang ada, APD hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan
menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya. Sebagai upaya
terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah nyaman
dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang
efektif terhadap bahaya. Pemakaian APD mempunyai kelemahan antara
lain kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena memakai APD
yang tidak tepat, cara pemakaian APD yang salah, APD tidak memenuhi
syarat yang diperlukan (Diana, 2003).
2. Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD)
Beberapa jenis APD yang digunakan untuk melindungi pekerja dari
potensi bahaya terdiri dari pelindung kepala (safety helmet), pelindung
tangan (gloves), pelindung mata dan wajah (googles, face shield),
pelindung telinga (ear plug, ear muff), pelindung pernapasan (respirator
masker), pakaian pelindung (wear pack) dan pelindung kaki (safety shoes).
41
3. Faktor –faktor yang mempengaruhi penggunaa Alat Pelindung Diri
(APD)
Menurut Setyawati (2008), faktor yang mempengaruhi penggunaan APD
antara lain: usia, pengalaman kerja, persepsi, lingkungan kerja, jam kerja,
shift kerja, beban kerja, sifat pekerjaan, komunikasi, dan manajemen.
Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan APD adalah :
a) Faktor lingkungan kerja.
b) Beban kerja yang dirasakan saat bekerja.
c) Faktor pekerja, seperti pendidikan, masa kerja, sikap, pengetahuan,
kenyamanan, usia.
d) Pengawasan. Perusahaan mengawasi karyawan dalam menggunakan
APD. Adanya pemberian reward-punishment kepada karyawan, serta
pujian kepada karyawan yang taat terhadap peraturan perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sungkono (2005) terhadap
pekerja batik di Seragen, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
bermakana antara masa kerja dengan penggunaan alat pelindung diri dengan p
= 0,001. Sungkono membagi masa kerja menjadi ≥ 1 tahun dan < 1 tahun.
Dimana tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja
dengan masa kerja ≥ 1 tahun sebesar 64 % sedangkan pekerja dengan masa
42
kerja < 1 tahun memiliki tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri
sebesar 36% (Sungkono, 2005)
J. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu
sendiri baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Robert Kwick, perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan dapat dipelajari (Notoatmodjo, 2007).
2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada hakekatnya adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku ini mempunyai respon
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-
obatan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharan kesehatan adalah usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk
penyembuhan bila sakit.
Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan bila sakit
serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit.
43
2. Perilaku peningkatan kesehatan.
3. Perilaku gizi
b. Perilaku pencarian dan penanganan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau pencarian pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat sakit
atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self
treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri (Notoatmodjo,
2007).
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah cara seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan (Notoatmodjo,
2007).
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua
faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar
lingkungan (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, diperlukan
44
pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat perilaku kesehatan
tersebut. Disamping itu, kadang kepercayaan akan tradisi masyarakat,
tingkat pendidikan dan sosial ekonomi juga dapat menghambat atau
mendorong seseorang untuk berperilaku. Faktor-faktor ini terutama
yang positif mempermudah terwujudnya perilaku kesehatan, maka
faktor ini disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat. Untuk dapat berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana mendukung atau fasilitas yang
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,bmaka faktor-faktor
ini disebut faktor pendukung atau pemudah (Notoatmodjo, 2007).
c. Faktor penguat (rainforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan,
termasuk juga undang-undang, peraturan yang terkait dengan
kesehatan. Untuk dapat berperilaku sehat positif dan dukungan fasilitas
saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari tokoh
masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. (Notoatmodjo,
2007).
4. Proses Perubahan Perilaku
45
Dalam penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadaptasi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b. Interest (merasa senang), yaitu orang mulai tertarik terhadap stimulus
atau obyek tersebut.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden baik.
d. Trial (mencoba), yaitu orang telah mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
e. Adaptation (menerima), yaitu subyek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
(Notoatmodjo, 2007)
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya
dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku
(Notoadmojo, 2007).