ii. tinjauan pustaka 2.1 tanah - sinta.unud.ac.id ii.pdf · faktor yang mempengaruhi tahanan jenis...

19
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Darmawijaya (1990), mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1999), tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam. Dalam bidang pertanian tanah didefinisikan oleh Sjamsoe’oed (1993) sebagai media tumbuh alami untuk segala macam tumbuhan dan tanaman di atas permukaan bumi yang terdiri dari bahan-bahan organik dan mineral. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan sumber penyuplai hara atau nutrisi dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara

Upload: ngodieu

Post on 07-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Darmawijaya (1990), mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam

bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu

menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan

jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu

selama jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1999), tanah

merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan

bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati

ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau

lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu

proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi,

atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan

alam.

Dalam bidang pertanian tanah didefinisikan oleh Sjamsoe’oed (1993)

sebagai media tumbuh alami untuk segala macam tumbuhan dan tanaman di atas

permukaan bumi yang terdiri dari bahan-bahan organik dan mineral. Tanah adalah

lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan

berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai

kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan

sumber penyuplai hara atau nutrisi dan secara biologi berfungsi sebagai habitat

biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan

zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara

6

integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomasa dan

produksi baik bagi tanaman (Hillel, 1997).

2.2 Komponen tanah

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rachman Sutanto (2005)

menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari pencampuran komponen penyusunan

tanah yang bersifat heterogen dan beraneka (Gambar 1). Sutanto (2005) membagi

komponen tanah tersebut menjadi tiga fase penyusun tanah, yakni :

1. fase padat : bahan mineral dan bahan organik

2. fase cair : lengas tanah dan air tanah; serta

3. fase gas : udara tanah

Ada empat komponen utama peyusun tanah yang tidak dapat dipisahkan dengan

pengamatan mata telanjang, yaitu udara, air, mineral dan organik.

Gambar 1. Komposisi Tanah yang Ideal (% volume)

Sumber: Sutanto, Rachman. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2005

7

2.3 Tekstur Tanah

Mega, dkk., (2010), menjelaskan tekstur adalah perbandingan relatif fraksi

pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan

tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan

pengikat air oleh tanah. Pembatasan ketiga fraksi masing-masing tekstur tanah

dapat digambarkan dalam segitiga tekstur atau trianguler texture (Gambar 2).

Titik sudutnya menunjukkan 100% salah satu fraksi, sedangkan tiap sisi

menggambarkan % berat masing-masing fraksi mulai 0% samapai 100%. Segitiga

ini terbagi atas 13 bidang yang menunjukkan masing masing terkstur tanah.

Sebagai contoh 35 % liat + 40 % debu + 25 % pasir termasuk tekstur tanah

lempung berliat, sedangkan 10 % liat + 5 % debu + 85 % pasir termasuk pasir

berlempung. (lihat Gambar 2)

Gambar 2. Segitiga Tekstur Tanah

Sumber: Sutanto, Rachman. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2005

8

Penentuan tekstur tanah dapat dilakukan di lapangan (secara perasaan) dan

di laboratorium (metode pipet dan hydrometer). Penetapan tekstur di lapangan

dilakukan dengan cara : 1) masa tanah kering atau lembab dibasahi, kemudian

dirapatkan diantara ibu jari dan telunjuk sehingga membentuk pita lembab, sambil

dirasakan adanya rasa kasar, licin dan lengket; 2) tanah tersebut dibuat bola,

digulung dan diamati adanya daya tahan terhadap tekanan dan kelekatan massa

tanah sewaktu telunjuk dan ibu jari diregangkan (Harnawan, 2011).

2.4 Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi di antara partikel-

partikel tanah dan ketahanan massa tanah terdapat perubahan bentuk oleh tekanan

dan berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah (Hardjowigeno, 2003).

Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah (Buol, 1980).

Pentingnya konsistensi tanah adalah untuk menentukan cara penggrapan tanah

yang efisien dan penetrasi akar tanaman di lapisan tanah bawahan. Buol (1980),

juga mengemukakan bahwa penentuan konsistensi tanah harus disesuaikan

dengan kandungan air tanah yaitu dalam keadaan basah, lembab atau kering.

1. Tanah basah : Kandungan air di atas kapasitas lapang.

2. Tanah lembab : Kandungan air mendekati kapasitas lapang.

3. Tanah kering : Tanah dalam keadaan kering angin.

2.5 Konduktivitas Listrik

Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit

di dalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam

9

yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air di dalam menghantarkan

arus listrik.

Konduktivitas listrik adalah ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk

menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada

ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah,

menghasilkan arus listrik (Chrishemi, 1988).

Pike (1991), mendefinisikan daya hantar listrik (konduktivitas) adalah

ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan listrik. Konduktivitas

digunakan untuk ukuran larutan atau cairan elektrolit. Semakin besar jumlah ion

dari suatu larutan maka akan semakin tinggi nilai konduktivitasnya.

Konduktivitas yang diukur dengan sel konduktivitas dinyatakan dengan rumus :

k = C

………………………………………… (1)

Dimana : k = konduktivitas, mho/cm

C = konduktansi, mho

A = Luas elektroda, cm2

l = Jarak antara elektroda, cm

Dari persamaan di atas suatu konduktansi dengan nilai 1 mho dapat

dinyatakan sebagai kemampuan hantar dari zat cair yang berukuran luas

penampang 1 cm2 dan jarak 1 cm atau volume zat cair sebesar 1 cm

3 untuk arus

1 ampere dengan tegangan 1 volt. Jika arus yang dapat dihantarkan lebih besar

lagi, maka konduktansinya lebih besar pula. Jika pada suatu resistor dialirkan

arus yang membesar, maka tahanan atau resistansinya akan mengecil. Hal ini

berarti bahwa konduktivitas adalah kebalikan dari dari resistansi, mho = 1/ohm.

10

Tabel 1. Konduktivitas Elektrik Logam Pada Suhu Kamar

Material Tipe Ohm Meter

Perak (Ag) Konduktor 6,8 x 107

Tembaga (Cu) Konduktor 6,0 x 107

Emas (Au) Konduktor 4,3 x 107

Aluminium (Ac) Konduktor 3,8 x 107

Kuningan (70% Cu – 30% Zn) Konduktor 1,6 x 107

Besi (Fe) Konduktor 1,0 x 107

Baja karbon (Ffe – C) Konduktor 0,6 x 107

Baja tahan karat (Ffe – Cr) Konduktor 0,2 x 107

Sumber: Ferinawan, Dedi, dkk., dari http://www.ilmubahanlistrik.com. 2012.

2.6 Konduktivitas Listrik Tanah

Konduktivitas listrik tanah adalah suatu ukuran yang menyatakan

keefektifan tanah dalam menghantarkan listrik. Semakin besar nilai konduktivitas

suatu tanah, maka tanah tersebut semakin baik menghantarkan listrik (Liana,

2008).

Konduktivitas listrik (EC) tanah bervariasi tergantung pada jumlah

kelembaban yang dimiliki oleh partikel tanah. Tanah berpasir memiliki

konduktivitas rendah, lumpur memiliki konduktivitas menengah, dan tanah liat

memiliki konduktivitas yang tinggi. Akibatnya, EC berkorelasi kuat untuk ukuran

partikel tanah dan tekstur. Konduktivitas listrik (EC) adalah kemampuan suatu

material untuk mengirimkan (menyalurkan) arus listrik (Hariadi, 2012).

Konduktivitas tanah sangat dipengaruhi oleh struktur dan tekstur, nilainya

meningkat jika tanah mempunyai pori yang besar, mempunyai retakan dan

11

beragregat. Konduktivitas bukan satu-satunya kekhasan tanah, lebih dari itu

tergantung oleh gabungan sifat tanah dan cairannya. Karakteristik tanah yang

mempengaruhi konduktivitas adalah porositas total, distribusi ukuran pori tanah

(Hillel, 1997).

Hubungan antara kadar air tanah dan potensial matriks adalah bagian dasar

dari sifat hidrolika tanah yang mengacu kepada faktor kapasitas yaitu kadar air

dan faktor intensitas yaitu energi dalam air (Klute, 1986). Tanah yang memiliki

kadar air tinggi memiliki konduktivitas listrik tinggi, sebaliknya tanah yang

memiliki kadar air sedikit/rendah memiliki tahanan tanah yang besar karena

kemampuan mengalirkan arus juga kecil (konduktivitas rendah karena arus listrik

terhambat).

Besarnya tahanan jenis tanah pada setiap daerah tidaklah sama. Beberapa

faktor yang mempengaruhi tahanan jenis tanah yaitu : keadaan struktur tanah

antara lain ialah struktur geologinya, seperti tanah liat, tanah rawa, tanah berbatu,

tanah berpasir, tanah gambut dan sebagainya. Unsur kimia yang terkandung dalam

tanah, seperti garam, logam, dan mineral-mineral lainnya. Keadaan iklim, basah

atau kering. Temperatur tanah dan jenis tanah (Grisso, 2009).

2.7 Sensor

Menurut Lillesand dan Kiefer (2007), sensor adalah ilmu dan seni

penginderaan jauh untuk memperoleh informasi tentang obyek, wilayah, atau

gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat

tanpa kontak langsung terhadap obyek, wilayah, atau gejala yang dikaji.

Sedangkan Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan

yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari

12

perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi

biologi, energi mekanik dan sebagainya.

Petruzella (2001), mendefinisikan sensor adalah alat untuk mendeteksi /

mengukur sesuatu, yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis,

panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Dalam lingkungan

sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai

mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroler

sebagai otaknya.

2.8 Persyaratan Umum Sensor

Menurut Sharon, (1982), dalam memilih peralatan sensor yang tepat dan

sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan

umum sensor berikut ini :

a. Linearitas

Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah

secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara

kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan

sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat

diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan

masukannya berupa sebuah grafik.

b. Sensitivitas

Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap

kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang

menunjukan perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan. Beberepa

sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan satu volt per

13

derajat, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan

perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki

kepekaan dua volt per derajat, yang berarti memiliki kepekaan dua kali dari sensor

yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor.

Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk

jangkauan pengukuran keseluruhan.

c. Tanggapan Waktu

Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya

terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan

frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah

temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan

temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu.

Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam

satuan hertz (Hz). (1 hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus

per detik). Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara

lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi

apabila perubahan temperatur sangat cepat maka tidak diharapkan akan melihat

perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya

akan menunjukan temperatur rata-rata.

2.9 Sensing Unit

2.9.1 Power Supply + Regulator 5 volt

Power supply digunakan sebagai sumber tegangan untuk rangkaian sensor,

pada rangkaian sensor yang digunakan menggunakan regulator 5 volt. Regulator

14

tegangan adalah bagian power supply yang berfungsi untuk memberikan stabilitas output

pada suatu power supply.

2.9.2 Rangkaian Osilator 555

Osilator adalah suatu penggetar dengan frekuensi tertentu yang beraturan.

Osilator berfungsi sebagai pembangkit pulsa (pulse generator). Osilator yang

digunakan pada penelitian ini adalah IC 555. IC 555 yang mempunyai 8 pin (kaki)

ini merupakan salah satu komponen elektronika yang cukup terkenal, sederhana,

serba guna dengan ukurannya yang kurang dari 1/2 cm2 dan harganya di pasaran

sangat murah. Pada dasarnya aplikasi utama IC 555 ini digunakan sebagai Timer

(Pewaktu) dengan operasi rangkaian monostable dan Pulse Generator

(Pembangkit Pulsa) dengan operasi rangkaian astable. Selain itu, dapat juga

digunakan sebagai Time Delay, Generator dan Sequential Timing

(Anonim3.2011). Gambar pinout IC 555 ditunjukan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Pinout IC NE555

Sumber : www.datasheetcatalog.com

Cara kerja IC 555 secara garis besar dijelaskan sebagai berikut : apabila

supply diberikan, Vcc Volt. Kaki 2 memberi trigger dari tegangan yang tinggi

15

(Vcc) menuju 1/3 Vcc (<1/3 Vcc). Turunnya tegangan pada trigger input dibawah

1/3 Vcc, akan membuat kaki 3 (output) akan high sehingga kaki 7 mempunyai

nilai hambatan yang besar terhadap ground dan ini akan mematikan discharge

transistor. Kaki 3 (output) low terjadi karena tegangan pada kaki 7 (threshold

input) melebihi tegangan pada kaki 5 (control voltage) atau 2/3 Vcc. Kaki 7 akan

mempunyai nilai hambatan yang rendah sekali terhadap Ground sehingga

menyalakan dicharge transistor. Rangkai IC NE555 yang dirancang menggunakan

nilai R1 dan R2 masing – masing 10 K, dan nilai C1 ditentukan oleh keadaan

tanah yang diukur, sehingga perhitungan frekuensi diperoleh dari persamaan

sebagai berikut.

f =

…………………………………… (2)

2.9.3 LCD

LCD merupakan singkatan dari Liquid Crystal Display (Indonesia:

Penampilan Kristal Cair) adalah suatu jenis media tampilan yang menggunakan

Kristal cair sebagai penampilan utama. Banyak jenis LCD yang beredar di

pasaran. Namun ada standarisasi cukup popular digunakan merupakan modul

LCD dengan tampilan 2 x 16 (2 baris x 16 kolom) dengan konsumsi daya rendah.

Modul tersebut dilengkapi dengan mikrokontroler yang didesain khusus untuk

mengendalikan LCD. LCD dengan jenis seperti ini memungkinkan pemrogram

untuk mengoprasikan data secara 8 bit atau 4 bit.

2.10 Sensor Kapasitif

Kapasitor adalah salah satu komponen pada rangkaian listrik yang dapat

menyimpan dan melepas energi listrik dalam bentuk muatan-muatan listrik. Saat

16

pertama kali dihubungkan dengan sumber listrik, kapasitor akan mengisi dirinya

dengan muatan-muatan listrik peristiwa inilah yang disebut dengan proses

charging. Setelah penuh, kapasitor akan menghentikan arus listrik di dalamnya

sehingga rangkaian listrik akan bersifat open. Namun saat sumber listrik

dimatikan dari rangkaian, kapasitor dapat bersifat sebagai sumber listrik dengan

cara melepas muatan listrik kepada rangkaian peristiwa ini disebut discharging.

Kapasitor umumnya terbuat dari dua konduktor yang diantaranya terdapat materi

dieleketrik seperti kaca, plastik. Umumnya bahan dielektrik adalah bahan isolator

atau bahan yang tidak bisa menghantarkan listrik. Namun akibat adanya aliran

listrik yang merupakan aliran elektron, atom penyusun dielektrik menjadi tidak

seimbang dan akhirnya menimbulkan muatan-muatan listrik. Sehingga setiap

bahan dielektrik memiliki nilai permitivitas masing-masing, yang akhirnya

mempengaruhi nilai kapasitansi (Johannson, 2000).

Sensor kapasitif merupakan sensor elektronika yang bekerja berdasarkan

konsep kapasitif. Sensor ini bekerja berdasarkan perubahan muatan energi listrik

yang dapat disimpan oleh sensor akibat perubahan jarak lempeng, perubahan luas

penampang dan perubahan volume dielektrikum sensor kapasitif tersebut. Konsep

kapasitor yang digunakan dalam sensor kapasitif adalah proses menyimpan dan

melepas energi listrik dalam bentuk muatan-muatan listrik pada kapasitor yang

dipengaruhi oleh luas permukaan, jarak dan bahan dielektrikum. Sifat sensor

kapasitif yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengukuran diantaranya adalah

sebgai berikut; sifat sensor kapasitif yang dimanfaatkan dalam pengukuran jika

luas permukaan dan dielektrika (udara) dalam dijaga konstan, maka perubahan

nilai kapasitansi ditentukan oleh jarak antara kedua lempeng logam. Jika luas

17

permukaan dan jarak kedua lempeng logam dijaga konstan dan volume

dilektrikum dapat dipengaruhi maka perubahan kapasitansi ditentukan oleh

volume atau ketinggian cairan elektrolit yang diberikan. Jika jarak dan

dielektrikum (udara) dijaga konstan, maka perubahan kapasitansi ditentukan oleh

luas permukaan kedua lempeng logam yang saling berdekatan (Rahmat, 2008).

Gambar 4. Konsep Sensor Kapasitif

Sumber: from. http://elektronika-dasar.web.id. 2012

Kontruksi sensor kapasitif yang digunakan berupa dua buah lempeng

logam yang diletakkan sejajar dan saling berhadapan. Jika diberi beda tegangan

antara kedua lempeng logam tersebut, maka akan timbul kapasitansi antara kedua

logam tersebut. Nilai kapasitansi yang ditimbulkan berbading lurus dengan luas

permukaan lempeng logam, berbanding terbalik dengan jarak antara kedua

lempeng dan berbading lurus dengan zat antara kedua lempeng tersebut

(dielektrika), seperti ditunjukkan oleh persamaan berikut :

18

C =

…………………………………………………… (3)

Dimana : C = nilai kapasitansi dalam farad (F)

ε = permitivitas mutlak

A = luas plat/lempeng dalam m2

d = jarak antara plat /lempeng dalam m

2.11 Dielektrik

Kamajaya, (2007), mendefinisikan bahan dielektrik yaitu bahan yang

apabila diberikan medan potensial (tegangan) dapat mempertahankan perbedaan

potensial yang timbul diantara permukaan yang diberikan potensial tersebut. Sifat

dielektrik muncul pada isolator listrik yang tidak dapat melalukan muatan listrik

akan tetapi ia peka terhadap suatu medan listrik. Kekuatan dielektrik adalah

gradien tegangan yang menghasilkan tegangan tembus listrik melalui isolator.

Umumnya konstanta dielektrik nilainya lebih tinggi sedikit pada bahan keramik,

karena ion, dan bukan dwikutub molekuler yang dipengaruhi oleh medan listrik.

Konstanta dielektrik seperti juga isolator dan polimer peka terhadap frekuensi.

Akan tetapi, dalam daerah suhu biasanya hanya ada sedikit variasi pada isolator

keramik.

Menurut Kamajaya, (2007) masing-masing jenis dielektrik memiliki

fungsi dan fungsi yang paling penting dari suatu isolasi adalah:

1. Untuk mengisolasi antara penghantar dengan penghantar yang lain.

2. Menahan gaya mekanis akibat adanya arus pada konduktor yang

diisolasi.

3. Mampu menahan tekanan yang diakibatkan panas dan reaksi kimia.

19

Tabel 2. Konstanta Dielektrik Berbagai Bahan

Bahan Konstanta Dielektrik (μ)

Vakum 1,0000

Udara (1 atm) 1,0006

Parafin 2,2000

Polystyrene 2,6000

Karet 6,7000

Plastik 2,0000 – 4,0000

Kertas 3,7000

Quartz 4,3000

Minyak 4,0000

Kaca 5,0000

Porselen 6,0000 – 8,0000

Mika 7,0000

Air 80,0000

Sumber:Physics for Scientist and Engineer with Modern Physics. 2000

2.12 Muatan Listrik

Berpindahnya elektron (muatan negatif) ke plat positif dan proton (muatan

positif) ke plat negatif seperti yang terlihat pada gambar merupakan suatu

peristiwa perpindahan muatan listrik, tempat berlangsungnya peristiwa tersebut

dinyatakan sebagai medan elektrostatis (electrostatic field).

Gambar 5. Muatan listrik yang berpindah

Sumber: from. http://www.docstoc.com/docs/161222838/Capacitor. 2013

Muatan-muatan listrik yang berpindah pada medan elektrostatis

(electrostatic) akan menyebabkan timbulnya beda potensial antara plat positif dan

plat negatif. Muatan-muatan listrik yang berpindah tersebut dinyatakan sebagai Q

20

dan memiliki satuan coulomb, sedangkan beda potensial antara kedua plat tersebut

dinyatakan sebagai V dan memiliki satuan volt. Hubungan antara kapasitansi (C),

muatan listrik (Q) dan tegangan (V) dapat dinyatakan secara matematis sebagai

berikut : C =

……………………………………………………… (4)

Dimana: C = Kapasitansi (Farad)

Q = Muatan listrik (Coulomb)

V = Tegangan (Volt)

Sedangkan rumus umum muatan listrik adalah sebagai berikut :

Q = I x t …………………………………………………… (5)

Dimana: I = Arus listrik (Ampere / A)

T = waktu (detik)

2.13 Kuat Medan Listrik

Ruang di antara plat positif dan negatif pada kapasitor (dielektrik) akan

menimbulkan garis-garis gaya listrik yang membentuk sebuah medan listrik.

Medan listrik tersebut semakin kuat bila tegangan yang diberikan kepada

kapasitor semakin besar dan jarak antara kedua plat (positif dan negatif) tersebut

semakin dekat. Hubungan antara tegangan dan jarak tersebut hingga menimbulkan

medan listrik disebut sebagai kuat medan listrik dan dinyatakan sebagai E. Secara

matematis antara tegangan dan jarak serta kuat medan listrik dapat ditulis sebagai

berikut: E =

……………………………………………………… (6)

Dimana: V = tagangan (volt)

d = jarak antara plat (meter)

E = kuat medan listrik (volt/meter)

21

Secara sederhana rumus di atas menjelaskan bahwa:

1. Kuat medan listrik berbanding lurus dengan tegangan

2. Kuat medan listrik berbanding terbalik dengan jarak antara kedua plat

2.14 Hubungan Paralel

Setiap kapasitor-kapasitor yang dihubungkan secara paralel akan

mendapatkan nilai tegangan yang sama besarnya. Kapasitor-kapasitor tersebut

tidak memiliki ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, jika suatu

kapasitor dilepas dari hubungan paralel tersebut maka kapasitor-kapasitor lainnya

tetap terhubung dengan sumber daya. Secara matematis hubungan kapasitansi

total dengan kapasitor-kapasitor yang dihubungkan secara paralel dapat ditulis

sebagai berikut : Cparalel = C1 + C2 + C3 + … + Cn

Dimana :

Cparalel = kapasitansi total pada sensor kapasitif hubungan paralel

C1 = kapasitansi pada kapasitor 1

C2 = kapasitansi pada kapasitor 2

C3 = kapasitansi pada kapasitor 3

Cn = kapasitansi pada kapasitor ke n

2.15 Tembaga

Tembaga adalah unsur kimia dengan nomor atom 29 dan nomor massa

63,54, merupakan unsur logam, dengan warna kemerahan. Tembaga mempunyai

daya hantar listrik yang tinggi yaitu 57Ω.mm2/m pada suhu 20°C. Koefisien suhu

(α) tembaga 0,004 per °C. Tembaga mempunyai ketahanan terhadap korosi,

oksidasi. Massa jenis tembaga murni pada 20°C adalah 8,96 g/cd, titik lebur

22

1083°C. Kekuatan tarik tembaga tidak tinggi yaitu berkisar antara 20 hingga 40

kg/mm2,

kekuatan tarik batang tembaga akan naik setelah batang tembaga

diperkecil penampangnya untuk di jadikan kawat berisolasi atau kabel.

Tabel 3. Konstanta Bahan Penghantar

Bahan Massa

jenis (g/cm

3)

α 0 - 100º

x 10-6

Titik leleh

(ºC)

Titik didih

panas (ºC)

Kondukti-

vitas (mho)

Kekuatan

tarik (kg/mm

2)

Aluminium 2,70 23,86 659,70 2447,00 0,570 20–30

Baja 7,70 10,5–13,2 1170–1530 - 0,110 37–64

Tembaga 8,96 16,86 1083 2595,00 0,944 40 Air Raksa 13,55 61,00 -38,86 356,73 0,020 -

Molibdenum 10,22 54,00 2620 4800,00 0,330 100–250

Wolfram 19,27 4,50 3390 5500,00 0,310 420 Platina 21,50 9,09 1769 4300,00 0,170 34

Sumber : Nizbah, Bahan-Bahan Penghantar Listrik. 2008.

2.16 Analisis Regresi

Analisis regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana

membangun sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun

meramalkan suatu fenomena alami atas dasar fenomena yang lain. Suatu model

persamaan yang menghasilkan garis regresi linear dengan deviasi kecil bersifat

memperkecil angka simpangan baku antara besarnya angka pengamatan dan

angka hasil prediksinya (Asdak, 2010). Besarnya angka korelasi menentukan kuat

atau lemahnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Patokan angkanya adalah sebagai berikut, Sarwono (2006):

1. 0-0.25 : Korelasi sangat lemah

2. 0.25-0.5 : Korelasi cukup

3. 0.5-0.75 : Korelasi kuat

4. 0.75-1 : Korelasi sangat kuat

23

Sesuai atau tidaknya model matematis tersebut dengan data yang digunakan dapat

ditunjukkan dengan mengetahui besarnya nilai r2 atau juga disebut sebagai

koefisien determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan seberapa jauh

kesalahan dalam memprakirakan besarnya y dapat direduksi dengan

menggunakan informasi yang dimiliki variabel x. Model regresi dianggap

sempurna apabila nilai R2

= 1. Sebaliknya, apabila variasi yang ada tidak ada yang

bisa dijelaskan oleh model persamaan regresi, maka nilai R2

= 0. Dengan

demikian, model persamaan regresi dikatakan semakin baik apabila besarnya R

2

mendekati 1 (Asdak, 2010).