repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i solidaritas salam-sarani dalam...

39
i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA NEGERI KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA Oleh, Angel Christy Latuheru 712012069 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017

Upload: others

Post on 31-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

i

SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU

ANTARA NEGERI KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

Oleh,

Angel Christy Latuheru

712012069

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Sains Teologi (S.Si Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

Page 2: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

ii

Page 3: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

iii

Page 4: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

iv

Page 5: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

v

Page 6: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

vi

Motto “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan

hilang”

Amsal 23:18

“Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam

perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”

1 Timotius 4:12

Tidak ada yang mustahil di bawah kolong langit, ketidakmampuan dapat dilampaui dengan berusaha. Masa depan merupakan hasil perjuangan, sukacita milik semua orang yang menaruh harapan

baik di pundak. Keberhasilan adalah langkah kecil untuk memberi sedikit kebahagiaan bagi perempuan yang setia mengandung 9

bulan dan lelaki yang tak pernah mengenal lelah atau memperhitungkan sakitnya.

Page 7: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan

dan rahmatNya, sehingga tugas akhir yang berjudul “Solidaritas Salam-Sarani Dalam

Pela Batu Karang Di Maluku Antara negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim

Werinama” dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini ditulis untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Teologi di

Universitas Kristen Satya Wacana, serta diharapkan memberikan kontribusi secara

ilmiah dalam bidang Teologi.

Dalam proses penyusunan tugas akhir, penulis mendapatkan banyak kesulitan dan

tantangan penulisan secara ilmiah, akan tetapi penulis mendapat arahan dan bimbingan, yang

sangat membantu penyelesaian tugas akhir. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari para

pembimbing yakni, waktu yang diluangkan, ilmu yang diberikan, pengalaman yang

dibagikan, maka pemahaman penulis akan dangkal dan tidak mampu menyelesaikan tugas

akhir. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada;

1. Pdt. Izak Lattu, Ph.Datas kebaikan yang diberikan, tidak hanya menjadi

pembimbing tetapi menjadi seorang kakak yang bersedia bekerja sama dan

mengerti kesulitan yang dialami penulis. Terimakasih untuk pemikiran-

pemikiran yang membuat tugas akhir ini menjadi tulisan ilmiah, baik dalam

isi penulisan dan sistematika penulisan.

2. Pdt. Tony Tampake, M.Si atas kesediaan untuk membantu dalam waktu-

waktu bimbingan, bersedia untuk meluangkan waktu ditengah kesibukan,

untuk sekedar berdiskusi dan mencari jalan keluar untuk kesulitan penulisan

tugas akhir. Terimakasih untuk komentar-komentar kritis yang membuat

penulis berusaha mengerjakan tugas akhir dengan selalu memperhatikan

makna-makna penting dalam penulisan tugas akhir

3. Cinta sebelum bertemu (mama), lelaki yang tulus mencintai (papa), Onazon

Dwirizky Latuheru, dan Imanuel Ceazar Latuheru, yang selalu menjadi alasan

semangat meraih masa depan tidak pernah pudar. Terimakasih untuk semua

dukungan, dan kebersamaan yang tidak pernah ternilai.

Page 8: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

viii

4. Keluarga besar Bpk. Zeth Songupnuan di Tual, yang dengan ketulusan dan

kebesaran hati menjaga dan menerima penulis sebagai keluarga selama 4

bulan. Kiranya Tuhan selalu menjaga dan melindungi keluarga di Tual, dan

selalu menjadi berkat bagi sesama.

5. Masyarakat negeri Kilang dan negeri Werinama yang telah mengijinkan

penulis untuk melihat keindahan budaya dan kebaikan Tuhan dalam budaya

yang mendamaikan dua kelompok agama. Kiranya ikatan pela batu karang

antara kedua negeri terus bertahan.

6. Jemaat GPM Tual, Majelis Jemaat GPM Tual, Pdt. Y. Y. Tipialy, S.Th, Pdt.

Ny. M. Lodarmasse, dan Pdt. Ny. Kiriweno, yang turut mendoakan

keberhasilan pada jenjang perkuliahan selama penulis melaksanakan praktek

pendidikan lapangan X.

7. Sahabat-sahabat angkatan 2012 Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana yang selalu berbagi suka dan duka selama 4 tahun, dan saling

memotivasi.

8. Sahabat-sahabat terdekat penulis yakni Vivi Usmany, Mey Liwan, Anthoneta

Sarah Karatem, dan Inggrid Silahoy yang selalu setia mendampingi penulis

dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.

9. Sahabat-sahabat yang berada di Kos Adelphous yang hadir sebagai saudara

memberikan semangat dan dukungan. Terimakasih untuk kebersamaan selama

4 tahun, tinggal dibawah atap yang sama dan hidup layaknya keluarga. Kalian

adalah bagian penting dari seluruh perjalanan pendidikan selama di Salatiga.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak

kekurangan, keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang

penulis miliki.Untuk itu tidak menutup kemungkinan bagi penulis untuk menerima

segala saran dan kritikan serta masukan yang bermanfaat.Akhir kata semoga tulisan

ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Salatiga_________________

Angel Christy Latuheru

Page 9: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

ix

DAFTAR ISI

Cover ....................................................................................................................... i

Lembaran Pengesahan ............................................................................................. ii

Pernyataan Tidak Plagiat......................................................................................... iii

Pernyataan Persetujuan Akses................................................................................. iv

Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir untuk Kepentingan Akademis..... v

Motto ....................................................................................................................... vi

Kata Pengantar ........................................................................................................ vii

Daftar Isi.................................................................................................................. viii

Abstrak .................................................................................................................... x

Pendahuluan ............................................................................................................ 1

Metode..................................................................................................................... 5

Fakta Sosial dan Solidaritas Sosial ......................................................................... 5

Fakta Sosial ................................................................................................ 5

Solidaritas Sosial ........................................................................................ 7

Pela Batu Karang Sebagai Landasan Hidup Negeri Kristen Kilang dan Negeri Kristen

Kilang ...................................................................................................................... 10

Gambaran Penelitian .................................................................................. 11

Sejarah Ikatan Pela Batu Karang................................................................ 12

Nilai, Norma dan Ikatan Pela Batu Karang ................................................ 13

Bentuk Solidaritas Berdasarkan Ikatan Pela Batu Karang Solidaritas Formal,

Solidaritas Masa Konflik, Solidaritas Keseharian .................................................. 14

Solidaritas Formal ...................................................................................... 14

Solidaritas Masa Konflik............................................................................ 16

Solidaritas Keseharian ................................................................................ 17

Ikatan Pela Batu Karang antara Negeri Kristen Kilang dan Negeri Muslim Werinama

sebagai landasan Solidaritas Salam- Sarani ............................................................ 18

Kesimpulan dan Saran............................................................................................. 25

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 27

Page 10: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

x

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan kekuatan pela batu karang

sebagai dasar solidaritas antara negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim

Werinama.Tujuan tersebut untuk menjawab rumusan masalah yaitu mengapa pela

batu karang dapat menjadi kekuatan solidaritas antara negeri Kristen Kilang dan

negeri Muslim Werinama?. Solidaritas yang dipakai ialah solidaritas menurut Emile

Durkheim, dengan bentuk solidaritas mekanik. Sehingga penulis melihat pela batu

karang dalam pandangan yang berbeda yaitu sebagai kekuatan Solidaritas Salam dan

Sarani. Metode yang dipakai dalam melakukan penelitian ini ialah metode deskriptif-

kualitatif. Penulis menggunakan metode deskriptif-kualitatif, dengan tujuan untuk

menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penulis mendapatkan informasi melalui

wawancara dengan beberapa informan kunci yakni, ketua adat, saniri negeri,

beberapa anggota masyarakat yang pernah terlibat langsung dalam acara-acara adat

antar pela, dan masyarakat sebagai individu yang menjalin hubungan pela. Setelah

melakukan wawancara penulis menemukan bahwa, ikatan antar kelompok adat,

collective consciousness, totalitas kepercayaan dan sentimen bersama terhadap

sumpah-sumpah sakral yang mengandung nilai dan norma merupakan alasan

kekuatan solidaritas dalam pela batu karang antara negeri kristen Kilang dan negeri

muslim Werinama. Kepercayaan dalam ikatan pela batu karang, merupakan alasan

solidaritas antara kedua negeri. „kenyataan-Kenyataan‟ yang unik, bersifat sakral, dan

terjadi secara langsung, turut menggambarkan kuatnya ikatan pela batu karangyang

melahirkan hubungan solidaritas antara kedua negeri Salam-Sarani.

Kata Kunci: Solidaritas, Pela batu karang, Salam, Sarani, negeri Kilang, negeri

Werinama.

Page 11: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

1

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang pluralis dan multi agama.

Dalam administrasi sipil, afiliasi keberagamaan masyarakat dibagi ke dalam enam

agama: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sesuai dengan

konstitusi Negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945 pasal 29 ayat 2, berbunyi;

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Maka dari pada itu, kehidupan masyarakat yang pluralis seharusnya dipenuhi dengan

sikap toleransi, dan rasa saling menghargai, karena semua agama yang diakui didalam

Negara Indonesia memiliki kedudukan setara. Dalam kenyataan beragama di Negara

Indonesia, harus diakui bahwa Negara ini memiliki sisi lain dari pluralitasnya, yakni

kekerasan dan konflik antar agama yang semakin meningkat. Pada tahun 2008,

terdapat 12 kasus konflik agama tentang keberadaan rumah ibadah, bahkan terjadi

tindak kekerasan bagi kelompok Ahmadiyah1. Ancaman-ancaman kekerasan juga

datang dari kelompok yang tidak bisa menerima pluralisme.2

Pada tahun 2009, Laporan Tahunan Center for Religious and Cross-cultural

Studies(CRCS) mencatat terdapat 18 kasus konflik antar agama, sedangkan tahun

2010 terdapat 39 kasus tentang rumah ibadah. Dengan cakupan wilayah data yang

relatif sama, dapat dikatakan bahwa kasus di seputar rumah ibadah pada tahun 2010

lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.3 Disisi lain laporan yang dikeluarkan

olehCenter for Marginalized Communities tahun 2010 mencatat 56 kasus yang bisa

masuk dalam kategori pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.4 Pada

tahun 2012, kasus konflik antar agama tetap terjadi, bahkan terdapat 22 kejadian

terkait dengan penodaan agama. Di Jawa Barat tidak kurang terjadi 5 kasus kekerasan

menyangkut isu seputar penodaan agama.Kekerasan dalam kasus serupa terjadi di

1Ahmadiyah adalah suatu aliran keagamaan Islam yang lahir karena perbedaan interpretasi

beberapa pokok ajaran Islam. Didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1839-1908) pada tahun 1889 M

atau 1306 H di Qidian Renjab India, lihat Sabara, “Jemaat Ahmadiyah dan respons masyarakat di

kabupaten Buton,” jurnal Al-Qalam 20, No. 2 (Desember 2014): 189-190. 2Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia Tahun 2008(Yogyakarta: program

studi agama dan lintas budaya CRCS Universitas Gajah Mada, 2008), 3. 3Zainal Abidin Bagir et al., Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2010

(Yogyakarta: Center for Religious & Cross-Cultural Studies of Gadjah Mada University, 2010), 36. 4 Andi Wahyun Muqoyyidin, “Potret Konflik Bernuansa Agama di Indonesia; Signifikansi

Model Resolusi Berbasis Teologi Transformatif,”journal Analisis XII, no.2 (Desember 2012): 317

Page 12: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

2

Sampang (Madura) dan di Bireun (Aceh) dengan akibat yang lebih serius. Di

Sampang,massa secara brutal membakar rumah-rumah penganut Syiah dan

membunuh 2 orang pengikut Syiah. Di Bireun, bentrok antara warga mengakibatkan

1 orang warga dan 2 pengikut sebuah keyakinan yang dituduh sesat terbunuh dengan

cara yang sadis. Dalam kasus rumah ibadah juga terjadi pembakarangereja (undung-

undung, semacam kapel) GKPPD Gunung Meriah di Aceh Singkil. Kondisi ini

menegaskan belum adanya kemajuan kehidupan beragama di Indonesia pada tahun

2012 dibanding tahun-tahun sebelumnya.5 Penodaan agama, penistaan agama, sikap

eksklusifisme yang cenderung memberi lebel “sesat” kepada kelompok agama

tertentu, dan persoalan rumah ibadah, merupakan konflik-konflik yang terjadi, serta

membawa dampak kekerasan secara fisik dan non-fisik.

Konflik-konflik keagamaan, terjadi diberbagai daerah di Indonesia.Akan

tetapi, tidak semua konflik antar agama dipicu oleh persoalan-persoalan perbedaan

keyakinan ataupun doktrin, namun juga dipengaruhi oleh persoalan politik, ekonomi

dan sosial. Khusus dalam masyarakat Maluku, dalam kurun waktu 1999-2004, terjadi

konflik sosial yang berdampak pada kehidupan masyarakat. Konflik sosial, juga turut

menimbulkan konflik antar agama, yakni umat Salam dan Sarani(Muslim dan

Kristen).Akan tetapi hingga saat ini kehidupan umat beragama tetap dipererat dengan

kebudayaan lokal Maluku yakni Pela.6 Pela merupakan suatu sistem kemasyarakatan,

yang memiliki nilai-nilai konstruktif dalam membangun hubungan antar individu

ataupun kelompok berbasis rasa saling percaya dan mutual kohesi.7 Bahkan saat

konflik sosial terjadi, tidak ditemukan bukti nyata adanya tindakan saling menyerang

atau terlibat konflik antara sesama saudara pela8. Dari kenyataan ini menunjukkan

bahwa ikatan pela mampu mempertahankan eksistensinya untuk bertahan ditengah-

tengah konflik sosial, yang sangat rentan terhadap isu-isu agama. Maka karena itu,

5Zainal Abidin Bagir et al., Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012,

(Yogyakarta: Center for Religious & Cross-Cultural Studies of Gadjah Mada University, 2012), 62-63 6Kata pela berasal dari kata pila yang berarti buatlah sesuatu untuk kita bersama, dan

terkadang kata pila diberikan akhiran „tu‟ sehingga menjadi pilatu yang artinya menguatkan,

menanamkan atau mengusahakan sesuatu benda agar tidak mudah rusak atau pecah. Kini kata pila

telah berubah menjadi pela., Patresya Lasmahu, Gereja dan Pela: Suatu Kajian Sosio-Teologis

Mengenai Sikap Jemaat GPM Amahai-Soahuku Terhadap Larangan Pernikahan Adat Sebelum Dan

Sesudah Konflik Maluku (Salatiga: UKSW Fakultas Teologi, 2009), 1-2. 7 Roubrenda N. Ralahallo, “Kultur Damai Bebasis Tradisi Pela Dalam Perspektif Psikologi

Sosial”,Jurnal Psikologi 36, no.2 (Desember 2009): 178. 8Ralahallo, “Kultur Damai”, 177-178.

Page 13: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

3

pela merupakan suatu proses rekonsiliasi, dengan adanya sikap yang menyatakan

bahwa banyak agama benar dan semua dipanggil untuk berdialog bersama, sehingga

semua agama harus menyebrangi Rubicon, dan belajar dari agama lain.9

Kebudayaan pela memberikan terobosan lokal dan penggambaran kehidupan

beragama yang multikultural.Salam dan Sarani, dapat terhindar dari konflik-konflik

keagaman karena ikatan pela yang kuat antara dua negeri atau lebih. Keterikatan

antar kelompok masyarakat berdasarkan kontrak sosial yang diikat oleh sumpah-

sumpah yang sakral, mampu menciptakan keteraturan sosial dan fakta-fakta

sosial.sumpah-sumpah sakral, memiliki nilai dan norma yang diyakini, serta

memperkuat solidaritas antar kelompok. Konsepsi Emile Durkheim tentang

solidaritas sosial, terkhususnya bentuk solidaritas mekanik, memiliki kesamaan

dengan kontrak sosial yang mengikat kehidupan masyarakat tradisional di

Maluku.Solidaritas Mekanik, lebih menekankan pada suatu kesadaran kolektif

bersama yang bersandar pada totalitas kepercayaan dan sentimen bersama pada warga

masyarakat.10

Keadaan kesadaran bersama yang timbul didalam masyarakat,sesuai

dengan realitas objektif dan kenyataan sosial,11

bertujuan untuk menciptakan

keyakinan dan nilai-nilai bersama.12

Pela merupakan suatu sistem kemasyarakatan, yang memiliki nilai-nilai

konstruktif dalam membangun hubungan antar individu ataupun kelompok berbasis

rasa saling percaya dan mutual kohesi.13

Bartels, mengungkapkan klasifikasi dari jenis

pela.Kategori pertama terkait dengan sejarah dan kategori kedua terkait dengan

fungsi. Contoh ikatan pela seperti; a) Pela keras (Pela Batu Karang dan Pela

Tumpah Darah) adalah pela yang ditetapkan secara ketat melalui sumpah para

9Rubicon adalah keputusan yang telah diambil, yang mengharuskan setiap pengikut agama

meninggalkan rumah mereka sebelum belajar dari agama lain, dan kembali dengan pemahaman baru

tentang agama lain., Izak Lattu, “Culture And Christian Muslim Dialogue In Moluccas-

Indonesia”,Journalof dialogue and engagements- 10. No,01 (July 2012): 49. 10

Daniel L. Pals, Seven Theories Of Religion, ed. Inyiak Ridwan Muzir and M, Syukri

(Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), 138. 11

Menurut Durkheim, kenyataan sosial adalah setiap cara bertindak yang ditentukan maupun

tidak, yang memiliki kemampuan menguasai individu dengan tekanan eksternal, atau setiap cara

bertindak yang umumdi seluruh masyarakat tertentu, namun pada saat yang sama berada mandiri bebas

dari manifestasi individualnya., Muhni, Moral Religi, 30. 12

Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 107. 13

Roubrenda N. Ralahallo, “Kultur Damai Bebasis Tradisi Pela Dalam Perspektif Psikologi

Sosial”,Jurnal Psikologi 36, no.2 (Desember 2009): 178.

Page 14: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

4

leluhur dengan cara mengangkat sumpah, meminun darah sebagai bentuk legitimasi

pela selamanya14

; b) Pela Tempat Sirih dibentuk dengan menyuguhkan sirih pinang

sebagai suatu tradisi. Tradisi pela dapat diartikan secara umum sebagai suatu sistem

kekerabatan antara dua atau lebih negeri15

yang secara geografis berada pada daerah

yang berdekatan atau daerah yang terpisah pulau dan yang memiliki kepercayaan

yang sama maupun berbeda.16

Hingga saat ini pela sebagai mekanisme perdamaian

selalu dipertahankan, bahkan terkhusus bagi negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama. Dalam pelantikan Leonard de Queljoe, pada tahun 2010 sebagai

raja negeri Kilang, ia mengatakan; “Adat merupakkan pilar dan filter utama untuk

menjaga dan memelihara indentitas Maluku, termasuk di negeri Kilang. Pela batu

karang antara negeri Kilang dan negeri Werinama sangat kuat dan sakral, meskipun

memiliki perbedaan dari sisi iman dan kepercayaan”.17

Maka dari pada itu pela

sebagai kultur damai tetap dipertahankan oleh masyarakat negeri Kilang dan negeri

Werinama. Pela menjadi kebudayaan yang membuat masyarakat negeri Kilang dan

negeri Werinama mampu bersikap inklusif dan membangun hubungan yang

melampaui sekat-sekat keagamaan. Kebudayaan pelabatu karang antara negeri

Kristen Kilang dan negeri Muslim Werinama, menciptakan solidaritas Salam-Sarani

didalam masyarakat tradisional, taat kepada nilai dan norma, serta sumpah-sumpah

sakral.

Maka daripada itu penulisan akan berfokus pada “Solidaritas Salam-Sarani

Dalam Pela Batu Karang Di Maluku (Studi Kasus Negeri Kristen Kilang dan Negeri

Muslim Werinama)”. Rumusan masalah yang akan diteliti adalah Mengapa pela batu

karang dapat menjadi kekuatan solidaritas antara negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama? Adapun tujuan penelitian ini ialah, Mendiskripsikan pela batu

14

John Ruhulessin, Etika Publik: Menggali Dari Tradisi Pela Di Maluku(Salatiga: Satya

Wacana University Press, 2005), 173 15

Negeri adalah persekutuan teritorial yang terdiri dari beberapa soa (suatu persekutuan

teritorial genealogis) yang pada umumnya berjumlah paling sedikit tiga buah. Ziwar Effendi, Hukum

Adat Ambon-Lease (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987), 31. 16

Ralahallo, “Kultur Damai”, 181. 17

“Setelah Stagnasi 10 Tahun, akhirnya Negeri Kilang memiliki Raja Defenitif,” Siwalima

News, November 20, 2010, diakses February 14,

2017,http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=7136&path=list-artikel.html.

Page 15: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

5

karang sebagai kekuatan dasar Solidaritas antara negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama.

Metode Penulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian

deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, fakta-

fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode ini, meneliti

status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun

suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.18

Penelitian Kualitatif bertujuan

memahami realitas sosial, dengan melihat dunia apa adanya, bukan dunia yang

seharusnya, maka penulis akan bersikap open minded. Oleh karena metode penelitian

deskriptif-kualitatif sangat cocok dipakai oleh penulis untuk mengkaji setiap fakta

dan fenomena didalam kelompok masyarakat di negeri Kristen Kilang dan Muslim

Werinama. Tentuanya metode tersebut sangat membantu untuk menyelidiki

fenomena yang ada.

Teknik pengumpulan data ialah wawancara mendalam. Wawancara dilakukan

dengan tujuan, mendapatkan keterangan dan informasi lebih lanjut dari informan-

informan kunci19

. Serta hasil wawancara dapat membantu memberikan pemahaman

yang mendalaman terhadap solidaritas salam-sarani dalam pela batu karang di

Maluku, sehingga mampu membantu dalam keperluan penelitian.Informan kunci

yang akan menjadi sumber data adalah20

(tokoh adat, tokoh agama, dan beberapa

warga Desa Kilang dan Werinama). Informan kunci tersebut dianggap mampu

memberikan informasi yang memadai, mengenai penelitian yang dilakukan.

Fakta Sosial dan Solidaritas Sosial

Fakta Sosial

Dalam memahami solidaritas sebagai suatu ikatan sosial dan fakta sosial,

maka istilah sosial harus terlebih dahulu dipahami. Istilah sosial tidak dapat

dikenakan pada semua peristiwa manusia yang umum terjadi di dalam masyarakat,

melainkan hanya kepada fakta-fakta. Fakta-fakta yang terjadi, menggambarkan cara-

18

MuhamadNasir, MetodePenelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 63-64. 19

Koentjraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 1997), 130. 20

Nasir, MetodePenelitian,261.

Page 16: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

6

cara bertindak, berpikir, dan merasa yang bersifat eksternal terhadap individu. Posisi

teori Durkheim dalam paradigma ilmu sosial masuk padaparadigma fakta sosial. Hal

ini sangat nampak dari konsep teorinya yang terkenal tentang “jiwa kelompok” yang

dapat mempengaruhi kehidupan individu.21

Individu yang ada di tengah kelompok

tersebut merupakan bagian pokok bagaimana mempelajari kenyataan yang terjadi

dalam sebuah wadah masyarakat.

Fakta sosial merupakan kepercayaan-kepercayaan, tendensi-tendensi, dan

praktek-praktek kelompok yang dilihat secara kolektif, sehingga tindakan sosial

individu selalu dipengaruhi oleh masyarakat, dan pengaruh ini bersifat memaksa.

Masyarakat memiliki hukum yang menentukan, nilai-nilai moral, dan tindakan yang

legal, sehingga turut meningkatkan kesejahteraan sosial. Nilai-nilai dan norma-norma

yang memiliki kekuatan memaksa, turut menciptakan fakta sosial. Kekuatan

memaksa dapat dikenal melalui sanksi yang berlaku didalam sebuah masyarakat.

Seseorang dikenai sanksi, jika tindakannya tidak sesuai dengan ketentuan yang ada

dalam suatu masyarakat. Dalam pandangan Durkheim, kesadaran kolektif dan

kesadaran individual itu sangat berbeda sebagaimana perbedaan antara kenyataan

sosial dengan kenyataan psikologis murni. Masyarakat terbentuk bukan karna sekedar

kontrak sosial, melainkan lebih dari itu atas dasar kesadaran kelompok (colective

conciousness).

Fakta Sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam; Pertama, Dalam

bentuk material, yaitu barang yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta

sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (External Word).

Contohnya arsitektur, dan norma hukum.Kedua, Dalam bentuk nonmaterial, yaitu

sesuatu yang dianggap nyata (External). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena

yang bersifat inter subjektif yang dapat muncul dari dalam kesadaran manusia.

Contohnya adalah egoisme, altruisme, dan opini.22

` Fakta sosial material mudah dipahami, misalnya norma hukum. Norma

hukum merupakan sesuatu yang nyata ada dan berpengaruh terhadap kehidupan

individu. Begitu juga dengan arsitektur yang jelas-jelas dirancang oleh manusia,

21

Taufik Abdullah, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1986), 32. 22

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Raja Grafindo,

2011), 14.

Page 17: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

7

nyata baginya dan dapat dipengaruhi. Fakta sosial non-material itu diartikan sebagai

barang sesuatu yang nyata dan berpengaruh, misalnya opini, egoisme, yang hanya ada

dalam kesadaran manusia dan dapat berpengaruh terhadap individu maupun

kelompok. Fakta sosial yang dikemukakan Durkheim juga menjelaskan bahwa dalam

masyarakat terdapat cara bertindak manusia yang umumnya terdapat pada masyarakat

tertentu yang sekaligus memiliki eksistensi sendiri, dengan cara dan dunianya sendiri

terlepas dari manifestasi-manifestasi individu. Masyarakat secara sederhana

dipandang oleh Durkheim sebagai kesatuan integrasi dari fakta-fakta sosial.23

Masyarakat mempunyai kesadaran kolektif yang membuahkan nilai-nilai dan

menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu yang ideal bagi individu. Durkheim

juga melihat agama sebagai fakta sosial yang dijelaskan dengan teorinya tentang

solidaritas sosial dan intergritas masyarakat. Menurutnya, agama dan masyarakat

adalah satu dan sama, agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dalam bentuk

fakta sosial non-material.24

Durkheim menempatkan agama sebagai gejala yang dapat

meningkatkan integrasi dan solidaritas sosial.

Solidaritas sosial

Solidaritas adalah suatu ikatan yang mempererat hubungan setiap individu

didalam sebuah kelompok, ataupun hubungan antar kelompok sosial. Didalam

kehidupan bermasyarakat, solidaritas dibutuhkan sebagai dasar kehidupan bersama,

dengan tujuan untuk mempertahankan kesatuan kelompok sosial.

Masyarakat akan berusaha untuk mencapai kehidupan sosial dan

mempertahankan eksistensi keteraturan sosial, dengan cara mencapai solidaritas

sosial. Masyarakat dengan tipe yang berbeda-beda mencapai solidaritas sosial dengan

cara yang berbeda pula. Pada masyarakat pra-modern atau tradisional, setiap manusia

hidup dengan cara yang hampir sama satu dengan yang lain, serta mampu mencapai

solidaritas secara otomatis. Disisi lain kehidupan masyarakat modern, menimbulkan

permasalahan yang kompleks. Masyarakat modern memiliki pembagian kerja yang

sangat kompleks, dan terdapat berbagai peranan dan cara hidup, sehingga solidaritas

sosial menjadi lebih sukar dicapai.

23

Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 89. 24

George Ritzer, Douglas J, Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2011), 23.

Page 18: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

8

Dalam upaya untuk memahami perkembangan masyarakat, maka Emile

Durkheim mengembangkan teori solidaritas sosial untuk menganalisa masyarakat

berdasarkan pembagian kerja. Menurut Durkheim, solidaritas sosial adalah suatu

hubungan antara individu dan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan

kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional

bersama.25

Durkheim membedakan solidaritas dalam dua bentuk yaitu solidaritas

mekanik dan solidaritas organik.26

Durkheim menggunakan istilah solidaritas

mekanisuntuk menganalisa masyarakat secara keseluruhan.Solidaritas mekanis lebih

menekankan pada sesuatukesadaran kolektif bersama (collective consciousness),

bersandar pada totalitas kepercayaan dansentimen bersama, yang terdapat pada suatu

masyarakat. Berbeda dengan solidaritas mekanik, Solidaritas Organik perlu dicapai

dalam kehidupan masyarakat modern27

karena pembagian kerja dalam masyarakat

yang bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat salingketergantungan

yang tinggi. Individu terlibat dalam okupasi yang berbeda dan terspesialisasi, serta

setiap individu terikat dengan kelompok bukan karena ekualitas dan homogenitas

internal, sehingga masyarakat terintegrasi secara fungsional. Namun dalam

pembahasan teori akan dibatasi dalam pembahasan solidaritas mekanik, sesuai

dengan konteks masyarakat yang diteliti.

Solidaritas mekanik, menghubungkan individu secara langsung dengan

masyarakat tanpa pengantara apapun, kohesi dan integrasi berasal dari homogenitas

individu.Kata “mekanis” tidak dipakai dalam arti individualistis atau atomistis.

Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu tingkatan homogenitas yang tinggi dalam

kepercayaan, sentimen, pekerjaan, pendidikan, agama, dan gaya hidup. Apa yang

dicela oleh yang satu, dianggap begitu juga oleh yang lain. Kesatuan sosial ini disebut

“mekanis”, karena anggotanya secara spontan cendrung kepada suatu pola hidup

bersama yang sama. Solidaritas mekanik lebih menekankan pada suatu kesadaran

kolektifbersama (collective consciousness), yang menyandarkan pada totalitas

25

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, ed. Robbert M. Z. Lawang

(Jakarta: PT Gramedia, 1988), 183. 26

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 1993), 4-5 27

Pip Jones, Pengantar Teori-Toeri Sosial: Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-

Modernisme, ed. Achmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), 47.

Page 19: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

9

kepercayaan dan sentiment bersama.28

Kesadaran kolektif yang melingkupi seluruh

anggota masyarakat, sangat diyakini, sangat rigid, dan isinya sangat religius.

Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanik menjadi satu dan padu karena

adanya generalisasi, ikatan tersebut dikarenakan adanya keterlibatan dalam aktifitas

yang sama, dan memiliki tanggung jawab yang sama, serta didasarkan pada hubungan

kekerabatan dari ikatan kekeluargaan. Individualitas tidak berkembang karena adanya

tekanan aturan atau hukum yang bersifat represif. Sifat hukuman cenderung

mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul atas penyimpangan

atau pelanggaran kesadaran kolektif dalam kelompok sosial.

Kebanyakan orang menyebut kesadaran kolektif atau umum, sebagai

keseluruhan keyakinan dan perasaan secara umum yang dirasakan oleh seluruh

anggota masyarakat, serta membentuk sistem tertentu didalam kehidupan

bermasyarakat. Kesadaran kolektif melahirkan nilai-nilai moral yang dianggap

sebagai sesuatu yang ideal bagi individu, serta memberikan karakteristik tertentu

yang membuatnya menjadi kenyataan yang khas.Jika nilai-nilai budaya yang

melandasi relasi mereka, menyatukan mereka secara menyeluruh, maka akan

memunculkan ikatan sosial diantara mereka kuat sekali yang ditandai dengan

munculnya identitas sosial yang demikian kuat. Individu meleburkan diri dalam

kebersamaan, hingga tidak ada bidang kehidupan yang tidak diseragamkan oleh

relasi-relasi sosial yang sama. Pada kenyataannya, kesadaran kolektif tidak hanya

tergantung terhadap kondisi dimana individu berada, karena kesadaran kolektif

menjadi bagian dari kehidupan psikologis masyarakat, dengan adanya keterikatan

emosional diantara individu atau kelompok. Sehingga istilah 'kolektif' dan 'sosial'

tidak hanya diidentikan dengan kesadaran sosial secara total, namun turut mencakup

kehidupan psikologis seluruh masyarakat.29

Durkheim mengungkapkan bahwa

masyarakat dikonseptualisasikan sebagai suatu totalitas yang diikat oleh hubungan

sosial. Maka masyarakat bagi Durkheim ialah struktur dari ikatan sosial yang

dikuatkan dengan konsensus moral.

28Rahmadhani Setiawan, solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik: Suatu Ulasan Singkat

Pemikiran Emile Durkheim, (Universitas Maritim Raja Ali Haji), 261. 29

Emile Durkheim, The Devision Of Labour In Society, ed. Margaret Thompson (Paris:

Alcan, 1893), 24.

Page 20: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

10

Didalam masyarakat tradisional, Individualitas tidak berkembang karena

dilumpuhkan oleh tekanan aturan/hukum yang bersifat represif. Sifat hukuman

cenderung mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul atas

penyimpangan atau pelanggaran kesadaran kolektif dalam kelompok sosialnya.

Terdapat nilai-nilai moral yang menjadi karakteristik dan kekhasan masyarakat, dan

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, oleh karena itu nilai-nilai moral harus

ditaati secara umum. Pelanggaran nilai-nilai moral merupakan bentuk penyimpangan

dari homogenitas dalam masyarakat, karena ciri khas dari solidaritas makanis terletak

pada tingkat homogenitas yang tinggi. Hukuman tidak harus

mencerminkanpertimbangan rasional yang mendalam mengenai jumlah kerugian

secara objektif yang memojokkan masyarakat itu, juga tidak merupakan

pertimbangan yang diberikan untuk menyesuaikan hukuman itu dengan kejahatannya,

sebaliknya ganjaran itu menggambarkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang

muncul. Sanksi atau hukuman akan diberikan kepada anggota masyarakat yang

melanggar nilai-nilai moral, sanksi tersebut merupakan wujud kesadaran kolektif

masyarakat terhadap tindakan individu. Fungsi dari pemberlakuan sanksi ialahuntuk

mempertahankan kohesi sosial yang utuh dengan menjaga semangat kesadaran

umum.30

Pela Batu Karang Sebagai Landasan Hidup Negeri Kristen Kilang dan Negeri Muslim

Werinama.

Dalam proses untuk mengkaji secara mendalam “Solidaritas Salam-Sarani

Dalam Pela Batu Karang Di Maluku Antara Negeri Kristen Kilang dan Negeri

Muslim Werinama,” maka penelitian hanya dilaksanakan di Negeri Kristen Kilang.

Dengan alasan bahwa, secara wilayah atau letak negeri, perjalanan menuju negeri

Kristen Kilang dapat ditempuh dengan jalur darat dari Kota Ambon, sehingga sangat

membantu untuk mempermudah proses penelitian. Disisi lain sejarah, nilai-nilai,

aturan-aturan didalam Pela Batu Karang antara negeri Kilang dan negeri Weirnama

sangat mengikat sehingga, setiap pembicaraan harus sesuai dengan sejarah,

kepercayaan, dan kenyataan yang terjadi antara negeri Kilang dan negeri Weirnama.

30

Emile Durkheim, The Devision Of Labour In Society, 28-29

Page 21: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

11

A. Gambaran Tempat Penelitian

Negeri Kilang adalah salah satu negeri yang terletak di Kecamatan Leitimur

Selatan Kota Ambon. Luas Wilayahnya +27,8 Ha, luas negeri yang terdapat

bangunan perumahan rakyat seluas 14 Ha. Secara geografis negeri kilang ini

berbatasan dengan; a) Sebelah Utara: Negeri Soya; b) Sebelah selatan: Laut Banda; c)

Sebelah Timur: negeri Kilang; d) Sebelah barat: negeri Naku.Keberadaan negeri

kilang di pegunungan Sirimau maka topografi negeri Kilang membentang dari

dataran pegunungan sampai ke pesisir pantai.31

Semenjak didirikan, Negeri Kilang

diberi nama oleh para datuk waktu itu ialah Sirimalatu, namun seiiring berjalannya

waktu nama Sirimalatu diganti karena pengertiaannya terlalu bersifat prinsip yang

dinilai mengutungkan satu pihak saja. Kemudian diganti menjadi Sama Sima Latu

yang artinya bersatu padu membantu Upulatu atau Raja. Menurut kosa kata bahasa

tanah “Kilan atau Kilang” berarti negeri keramat yang sangat kuat dan Berjaya.

Negeri Kilang merupakan Negeri adat yang memiliki hak asal-usul dan hak

tradisional yang terbentuk sejak dahulu kala.Hukum adat mengikat seluruh tindakan

dan perilaku sosial masyarakat, maupun pemerintah adat karena eksistensinya sudah

ada jauh sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut peraturan

Negeri Kilang tentang Negeri, dalam Bab I (Ketentuan Umum)-pasal I-poin 11;

Negeri adalah kesatuan masyarakat Hukum Adat yang bersifat geonologis teritorial

yang memiliki batas wilayah, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.32

Disisi lain dalam

Bab II (Kesatuan Masyarakat hukum adat)-pasal 2- poin 1, menjelaskan; Negeri

adalah suatu kesatuan masyarakat hukum adat yang terbentuk berdasarkan sejarah

dan asal usul, berfungsi untuk mengatur masalah adat istiadat, hukum adat serta

budaya masyarakat dan menyelenggarakan urusan pemerintah umum sesuai

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.33

31

Peraturan Negeri Kilang nomor: 04 tahun 2015 tentang negeri, (Ambon; Yayasan Walang

Perempuan, 2015), 49. 32

Peraturan Negeri Kilang nomor: 04 tahun 2015 tentang negeri, 5. 33

Peraturan Negeri Kilang nomor: 04 tahun 2015 tentang negeri, 7.

Page 22: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

12

Sejarah Ikatan Pela Batu Karang

Berdasarkan hasil penelitian penulis, ditemukan beragam versi cerita sejarah

terbentuknya ikatan pela batu karang antara Negeri Kristen Kilang dan Negeri

Muslim Werinama. Didalam hasil penelitian ini, penulis mencatat sejarah yang

memiliki banyak kemiripan, sesuai dengan penuturan beberapa informan.

Negeri Kilang mempunyai hubungan pela dengan Negeri Werinama dari

Seram Timur. Sejarah terjadinya pela diceritakan pada tahun 1613, kora-kora dari

negeri Kilang yang hendak menuju ke pulau Banda terdampar di Werinama34

bersama dengan kora-kora dari negeri Ouw (Saparua) yang hendak menjual

barangpecah belah, yakni sempe35

dari tanah liat. Saat itu semua penumpang kora-

kora dari negeri Ouw terbunuh oleh orang-orang werinama, melihat kondisi tersebut

maka kora-kora dari Negeri Kilang melarikan diri dan singgah pada suatu labuan

yang bernama Batudua di wilayah Negeri Uwar, yang letaknya dekat sungai Lita-lita.

Mereka melihat tiga orang laki-laki yang sedang mengamuk, yaitu: Rumahsukun,

Balalu dan Louw, akhirnya orang-orang dari Negeri Kilang hendak melarikan diri ke

tempat lain. Rumahsukun segera melaporkan kedatangan kora-kora negeri Kilang

kepada raja Werinama, sementara kedua temannya menjaga di tepi pantai. Selang

beberapa saat datanglah utusan raja yang bernama kapitan Toth dan langsung

memanggil orang-orang negeri Kilang untuk berlabuh di labuhan Kelikah. Kora-kora

mereka terkandas dan kemudinya patah, tempat kandasnya kora-kora dinamakan

Damal Silantote, namun ada juga yang menyebutnya Damat kitang toting: yang

artinya benteng tempat perahu (arumbai) Kilang terdampar.36

Saat bertemu dengan

raja, orang-orang dari Negeri Kilang menjelaskan identitas mereka dan menceritakan

mengapa sampai mereka terdampar di Werinama.37

Saat itu turut hadir mata-mata

rumah atau marga, terjadi perselisihan pendapat karena beberapa mata rumah

menginginkan agar mereka dibunuh.Akhirnya setelah terjadi perselisihan, raja

34

Werinama artinya, Weri (ikat) dan Nama, maka artinya adalah nama yang diikat,

Wawancara dengan Bapak. D.L (Soa & Teung Lisapoli Maninai) Pada Tanggal 21 Agustus 2016 di

Kilang. 35

Sempe adalah Tembikar yang terbuat dari tanah liat, yang spesial dibuat sebagai tempat

makana. Jimmy Pattiasina, “Bahasa Ambon Hari-hari Part III,” Maluku Lease Blog, January 25,

Accessed February 5, 2017, http://malukulease.blogspot.co.id/2012/01/bahasa-ambon-hari-hari-part-

iv.html. 36

Wawancara dengan Bapak. A.S. Pada Tanggal 7 January 2017 diKilang. 37

Wawancara dengan Ibu.E.D.Pada Tanggal 8 Januari 2017 di Ambon.

Page 23: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

13

mengeluarkan titah untuk memulangkan mereka ke kampung halaman.Raja

menawarkan mereka untuk sementara tingga di Werinama dan nantinya akan diantar

kembali ke Negeri Kilang. Lima tahun lamanya mereka tinggal di Negeri Werinama

kemudian diantar pulang ke Negeri Kilang oleh Rumahsukun, Balalu, Louw, dan

Kawaya. Peristiwa inilah yang menyebabkan terjadinya pela batu karang antara

Negeri Kilang dan Werinama.38

Nilai, Norma, dan Ikatan Pela Batukarang

Berdasarkan sejarah yang diwariskan secara turun-temurun dan sejarah

tertulis, serta sesuai dengan penuturan informan kunci, maka pela batu karang dapat

menjadi kekuatan solidaritas salam-sarani antara negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama dilatarbelakangi oleh nilai dan norma, yang telah diikat oleh para

leluhur. Ikatan pela dinamakan Batu karang artinya Pela yang memiliki ikatan yang

kuat. Nilai yang muncul diantara kedua Negeri ialah Kekeluargaan, Kilang dan

Werinama layaknya saudara yang lahir dari rahim yang sama, sehingga hubungan

kekeluargaan selalu terikat, bahkan hubungan pela batu karang lebih erat dan kuat

dari hubungan adik dan kakak. Norma-norma yakni a) Dilarang menikah; „Jujaro dan

Mungare‟ artinya pemudi dan pemuda, antara negeri Kilang dan Werinama dilarang

saling suka ataupun menikah. Jujaro dan mungare hidup harus rukun seperti saudara

kandung, tidak boleh berfikir untuk menjalani hubungan selayaknya sepasang

kekasih.Jika aturan ini dilanggar maka sanksi yang didapat ialah “mati,”39

karena

sumpah pela batu karang merupakan sumpah yang “keras.” Saat jujaro-mungare

saling menyukai maka, yang mendapat sanksi tersebut ialah mungare, oleh karena

aturan tersebut setiap masyarakat adat negeri Kilang dan Werinama sangat takut dan

tetap taat pada aturan. Dalam berbagai acara adat, jujaro-mungare sering

“berpelukan,” bahkan hubungan tersebut terlihat lebih rukun dari hubungan adik dan

kakak, namun tetap menjaga hati sebagai seorang saudara; “Jujaro dan Mungare

hidup harus rukun seperti saudara kandung, tidak boleh berfikir untuk menyukai

saudara atau mengingini saudara”40

38

Peraturan Negeri Kilang nomor: 04 tahun 2015 tentang negeri, 56-57. 39

Wawancara dengan Bapak.S.H (Ketua adat) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang. 40

Wawancara dengan Bapak.S.H (Ketua adat) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang.

Page 24: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

14

b) Harus saling membantu. Jika masyarakat dari Negeri Werinama

memerlukan bantuan maka masyarakat Negeri Kilang harus membantu, begitu juga

sebaliknya.

Jika masyarakat Negeri Kilang melihat masyarakat Negeri Werinama ada

dalam kesusahan, maka mereka „harus‟ membantu. Tidak bisa mengatakan

bahwa jika nanti ada kesempatan, karena membantu merupakan sebuah

keharusan. Kata „harus‟ untuk membantu saudara pela bersifat mutlak41

Kata “Harus” sangat menekan, dalam keadaan dan kondisi apapun masyarakat

adat dari kedua negeri diwajibkan saling membantu, sehingga ikatan pela ini turut

menekankan perasaan sepenanggungan; c) Bersikap Jujur, kedua negeri dilarang

untuk mengatakan pernyataan-pernyataan yang tidak benar. Dalam kondisi apapun

dalam hubungan antara individu ataupun kelompok pela, harus bersikap jujur; d)

tidak boleh mengingkari janji, janji yang telah dikatakan, harus ditepati. Jika janji

tersebut tidak ditepati maka individu yang bersangkutan akan terkena „kualat,‟

dampaknya bisa sakit ataupun „mati‟ sanksinya sama jika berbohong.42

Bentuk Solidaritas Berdasarkan Ikatan Pela Batu Karang

Solidaritas Formal, Solidaritas Masa Konflik, Solidaritas Keseharian

Solidaritas Formal

Ikatan pela batu karang antara negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim

Werinama, telah terikat begitu lama, dan telah melewati berbagai gejolak-gejolak

sosial.Ikatan pela batu karang juga turut melahirkan ikatan solidaritas yang kuat

antara keduanegeri. Bentuk solidaritas tersebut, dapat dilihat dalam acara-acara resmi

negeri ataupun lembaga keagaaam yang turut melibatkan saudara satu ikatan pela.

Pada tanggal 21 Mei 1980, masyarakat negeri Kilang merayakan ulang tahun

Gereja Imanuel Jemaat Kilang yang ke-42.Masyarakat negeri Werinama turut

diundang sebagai saudara, untuk mengikuti acara ulang tahun gereja. Saat itu

masyarakat Werinama turut hadir dalam acara ulang tahun gereja, bukan hanya

memenuhi undangan masyarakat Kilang, akan tetapi rasa keterikatan sebagai saudara

yang mengharuskan hadir dalam acara tersebut. Pada tanggal 21 Mei 2002, ulang

tahun yang ke-64, masyarakat Werinama juga turut hadir untuk merayakan ulang

41

Wawancara dengan Bapak.S.H (Ketua adat) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang. 42

Wawancara dengan Bapak. A.S. Pada Tanggal 7 January 2017 diKilang.

Page 25: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

15

tahun gereja. Kehadiran masyarakat Werinama mendapat penyambutan yang meriah

dari setiap masyarakat negeri Kilang. Menurut salah satu narasumber, sekitar tahun

1970-an, masyarakat kilang pergi ke Werinama untuk membantu pembangunan

masjid.43

Selain acara-acara keagamaan, pada tahun 1972 masyarakat negeri Kilang

berjumlah 40 orang berkunjung ke Werinama dalam kurun waktu empat bulan, untuk

membicarakan ikatan pela batu karang yang telah terbentuk sejak tahun 1613. Saat

masyarakat negeri Kilang berkunjung, mereka diperlakukan dengan sangat baik,

diterima layaknya saudara dan ditampung di rumah-rumah penduduk Werinama.

Dalam rangka untuk memperkuat ikatan pelanegeriKilang dan negeri Werinama,

maka kedua negeri sepakat untuk melaksanakan acara adat yakni “panas pela”.

Negeri Kilang dan Negeri Werinama memiliki lagu ikatan pela;

“Kilang Werinama

Pela batu karang,

Kilang Werinama,

Pela batu karang

Dari dulu sampai sekarang.

Gandong e, gandong ade deng kaka e

Mari katong pulang e, jangan siang dapa e,

Patasiwa Kilang e,

Patalima Werinama e”

Lagu ini dinyanyikan saat masyarakat negeri Kilang mengantarkan masyarakat

negeri Werinama kembali ke Werinama. Lirik lagu ini secara simbolis, tetap

menandakan bahwa ikatanpela antara kedua negeri tidak pernah pudar oleh

perjalanan waktu, pergantian zaman, ataupun persoalan-persoalan yang mengancam

kerukunan umat beragama. Didalam setiap acara gereja ataupun momen-momen

negeri, misalnya; pesta negeri, pelantikan kepala soa, pelantikan raja, dan hari ulang

tahun gereja, maka sebagai saudara, masyarakat negeri Werinama akan tetap

diundang untuk mengikuti acara-acara tersebut.44

43

Wawancara dengan Bapak.S.H (Ketua adat) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang. 44

Wawancara dengan Bapak.D.D (Saniri Negeri) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang.

Page 26: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

16

Solidaritas Masa Konflik

Saat masyarakat Maluku ada dalam konflik sosial tahun 1999-2004, yang

berdampak pada hubungan antar salam-sarani, konflik tersebut tidak berdampak pada

ikatan pela batu karang, bahkan memperkuat ikatan pela antara negeri Kristen Kilang

dan negeri Muslim Werinama. Kuatnya ikatan pela antara kedua Negeri dapat dilihat

dari peristiwa datangnya masyarakat Werinama untuk merayakan hari ulang tahun

gereja. Busana yang dipakai oleh masyarakat Werinama yakni busana Muslim,

bahkan mereka masuk ke gereja dengan memakai busana Muslim. Dalam acara

makan bersama, masyarakat Werinama bersedia untuk menyiapkan Jamuan makan

untuk masyarakat Kilang dan para tamu. Menjadi sebuah peristiwa yang aneh ketika

kota Ambon sedang berada dalam konflik sosial yang berdampak pada konflik antar

agama, namun masyarakat Werinama yang beragama Muslim datang ke daerah

Kristen. Kondisi umat beragama saat itu di Ambon ada dalam ketakutan antara satu

dengan yang lain, kecurigaan-kecurigaan antara kelompok agama yang satu dengan

yang lain. Kunjungan masyarakat Werinama ke negeri Kilang saat itu,

menggambarkan ikatan Salam dan Sarani yang sangat kuat, didasari oleh pela batu

karang antara negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim Werinama. Bahkan ikatan

pela batu karang antara kedua negeri, memperlihatkan keharmonisan umat beragama

ditengah konflik sosial, yang sangat berpengaruh terhadap konflik agama dan

mengancam hubungan antar agama.45

Kedatangan Mayarakat Werinama di sambut gembira oleh masyarakat

Kilang.Penyambutan tersebut memakai alat musik sebagai berikut; a) Tifa-

totobuang, Tifa terbuat dari kayu bulat yang dilubangi tengahnya, kemudian ditutup

dengan kulit binatang (terbuat dari kulit kambing atau sapi yang telah dikeringkan)

yang ujungnya diikat dengan tali rotan.Cara memainkannya yaitu dipukul

menggunakan tangan atau gaba-gaba (tangkai daun sagu yang dikeringkan). Kesenian

merupakan salah satu unsur kebudayaan yang terus berkembang dalam masyarakat.

Totobuang merupakan jenis alat musik pukul yang diperkirakan berasal dari pulau

Jawa karena terdiri dari perangkat bonang yang terbuat dari logam kuningan46

;b)

45

Wawancara dengan Bapak.D.D (Saniri Negeri) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang. 46

Tari Lenso Dari Maluku, (Ambon; Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Balai

Pelestarian Nilai Budaya Ambon).

Page 27: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

17

suling bambu, alat musik suling bambu ini menjadi alat musik tradisional di beberpa

daerah di Indonesia, termasuk di Maluku; c) kuli bia (Kulit Kerang), biasanya alat

musik ini juga dikenal dengan Tahuri, seperti terompet yang unik dari sebuah kerang

yang jika ditiup bunyinya akan terdengarnyaring. Terdapat tari-tarian adat negeri

Kilang, yang sering digunakan dalam berbagai macam acara upacara adat,

maupunpenyambutan tamu-tamu resmi yang datang ke Negeri Kilang. yakni; a) Tari

cakalele, merupakan tarian perang atau tarian bela diri, yang dilakukan oelh kaum

laki-laki; b) Tari lenso, Tari Lenso merupakan tarian tradisional Maluku yangdalam

perkembangannya telah mengalami pengaruh kebudayaan asing akibat dari

penjajahan bangsa Portugis terhadap Maluku beratus-ratus tahun yang lalu.47

Tarian

ini merupakan tariam penyambutan dengan memakai „lenso‟ artinya sapu tangan,

tarian ini dilakukan oleh kaum perempuan. Setelah acara penyambutan para tamu

dihantar ke gereja, dan tinggal di rumah-rumah penduduk Kilang, sebelum keesokan

harinya bersama-sama merayakan ulang tahun gereja.48

Solidaritas Keseharian

Dalam kehidupan pela antara kedua negeri, rasa keterikatan terhadap sumpah-

sumpah sakral, serta nilai dan norma yang mengikat menjadi landasan hidup kedua

masyarakat. Solidaritas tersebut dapat dilihat dalam bentuk kehidupan persaudaraan

yang setara. Ketika anggota masyarakat negeri Kilang harus menetap di negeri

Werinama untuk urusan pekerjaan, maka perlakuan terhadap masyarakat Kilang akan

sama dengan perlakukan terhadap anak-anak negeri Werinama. Sikap tersebut timbul

karena kedua negeri selayakanya saudara kandung, yang harus saling membantu di

mana saja dan kapan saja.49

Berbagai nilai dan norma yang terkandung dalam ikatan

pela juga menjadi landasan hidup kedua masyarakat, dan melahirkan solidaritas

antara Salam dan Sarani.

Keunikan dari hasil penilitian ialah, penulis menemukan fakta bahwa, terdapat

“kenyataan-kenyataan” tertentu yang bersifat sakral dan tidak dapat diatur oleh

individu maupun kelompok adat. “Kenyataan-kenyataan” tersebut diterima secara

47

Tari Lenso Dari Maluku, (Ambon; Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Balai

Pelestarian Nilai Budaya Ambon). 48

Wawancara dengan Bapak. A.S. Pada Tanggal 7 January 2017 diKilang. 49

Wawancara dengan Bapak.S.H (Ketua adat) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang.

Page 28: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

18

langsung oleh individu yang menyeleweng dari ketetapan-ketetapan adat.Jika salah

satu dari masyarakat negeri Kilang meminta sesuatu kepada masyarakat negeri

Werinama, dan permintaan tersebut tidak diberikan, maka akan terjadi “Kenyataan-

kenyataan.” Misalnya, binatang-binatang yang menjadi permintaan yang tidak

diberikan akan mati secara langsung. “Kenyataan-kenyataan” ini juga berlaku jika

masyarakat negeri Werinama meminta sesuatu kepada masyarakat negeri Kilang, dan

permintaan tersebut tidak dapat diberikan. Umumnya permintaan-permintaan tersebut

berupa tumbuh-tumbuhan, benda, pakaian, ataupun makanan, Oleh karena itu kedua

negeri harus mampu menjaga ucapan dan tutur kata, sehingga tidak timbul

permintaan-permintaan yang akan menyusahkan saudara dari salah satu negeri pela.

Seluruh masyarakat negeri Kilang dan Werinama harus taat kepada sumpah datuk

dan leluhur, karena ketaatan merupakan tindakan yang mampu menjaga kerukunan

ikatan pela batu karang.Kedua negeri juga harus jujur dan setia melaksanakan janji

para leluhur, tetap satu rasa dan merasakan hubungan persaudaraan yang erat antara

negeri yang ada dalam hubungan pela batu karang.50

Perjanjian pela batu karang, bukanlah perjanjian yang sembarangan dibuat,

terdapat makna dan ikatan yang kuat dalam perjanjian tersebut, yang turut mengikat

kedua masyarakat adat, oleh karena itu ikatan pela batu karang harus dilestarikan.

Harus ada rasa sepenanggungan, dan rasa senasib antara negeri Kilang dan negeri

Werinama, untuk melakukan segala sesuatu. Ikatan pela memperkokoh hubungan

persaudaraan antara kedua negeri, walaupun terjadi persoalan-persoalan sosial yang

berdampak pada hubungan antar agama di Maluku.51

Ikatan Pela Batu Karang antara Negeri Kristen Kilang dan Negeri Muslim

Werinama, sebagai landasan Solidaritas Salam-Sarani.

Dari hasil penelitian ditemukan beberapa hal yang melatarbelakangi Pela Batu

Karang menjadi kekuatan Solidaritas antara Negeri Kristen Kilang dan Negeri

Muslim Werinama, yakni ikatan antar kelompok adat, collective consciousness,

totalitas kepercayaan dan sentimen bersama terhadap sumpah-sumpah sakral yang

mengandung nilai dan norma. Deskripsi tradisi pela, sesuai dengan penuturan

50Wawancara dengan Bapak.S.H (Ketua adat) Pada Tanggal 19 Agustus 2016 di Kilang.

51Hasil wawancara dengan Bapak. D. L Pada Tanggal 21 Agustus 2016 di Kilang.

Page 29: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

19

informan tentang aspek historis, yang menjadi titik awal ikatan pela. Aspek historis

merupakan warisan lisan kepada setiap generasi, dan turut menjaga ikatan

persaudaraan. Akhir dari aspek historis tersebut, adanya ikatan antara dua masyarakat

adat atau kelompok negeri. Ikatan tersebut memberikan penekanan terhadap status

sebagai „saudara‟, kewajiban menjaga hukum dan adat, kerja sama antara masyarakat

adat, dan menjalankan seluruh nilai dan norma yang terkandung dalam ikatan

tersebut. Dalam kehidupan masyarakat, memiliki hukum yang menentukan nilai-nilai

moral, dan tindakan legal, nilai-nilai tersebut memiliki kekuatan memaksa dan turut

menciptakan fakta sosial. Penggambaran kehidupan masyarakat yang turut

menciptakan fakta sosial, sebagaimana dikemukakan oleh Durkheim, terjadi juga

dalam kehidupan masyarakat negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim Werinama.

Hukum adat didalam kehidupan masyarakat Kilang dan Werinama, muncul ketika

terjadi ikatan pela batu karangmelalui sumpah-sumpah para Datuk. Nilai dan norma

yang terkandung dalam sumpah yakni nilai kekeluargaan, norma yakni dilarang

menikah dan saling membantu, menurut informan “harus” dilakukan, bersikap jujur,

dan tidak mengingkari janji. Oleh karena itu nilai dan norma dalam ikatan pela

bersifat memaksa. Ikatan pela kedua negeri telah menjadi kesatuan dalam hubungan

„saudara‟, nilai dan norma harus dilakukan oleh masyarakat Kilang dan Werinama

karena memiliki kesadaran kolektif, menjaga keutuhan komunal, dan taat kepada

sumpah-sumpah sakral. Istilah kolektif tidak hanya diidentikan dengan kesadaran

sosial secara total, namun turut mencakup kehidupan psikologis seluruh masyarakat.

Maka daripada itu kesadaran kolektif didalam kehidupan masyarakat adat, sangat

mempengaruhi perilaku mereka. Secara langsung mengatur perilaku yang taat

terhadap ikata pela, yang sangat diyakini sangat rigid, dan sangat religious.

Fakta sosial merupakan kepercayaan-kepercayaan, tendensi-tendensi, dan

praktek-praktek kelompok yang dilihat secara kolektif, sehingga tindakan sosial

individu selalu dipengaruhi oleh masyarakat, dan pengaruh ini bersifat memaksa.

Khusus dalam kata “Kepercayaan-kepercayaan” tentunya secara agama, negeri

Kilang dan negeri Werinama memiliki Kepercayaan yang berbeda. Agama

Abrahamik yakni Kristen dan Islam di “saudarakan” melalui tradisi pela batu karang,

tradisi membuat sikap hidup masyarakat yang berbeda agama menjadi lebih

harmonis. Lahirnya sikap inklusifisme antar umat beragama dalam masyarakat

Page 30: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

20

Kilang dan Werinama, karena yang menjadi landasan mereka mambangun hubungan

persaudaraan bukanlah agama, akan tetapi kepercayaan terhadap sumpah leluhur.

Figur leluhur, datuk-datuk, atau tete nene moyang dianggap sebagai pihak-pihak yang

mengawasi tindakan dan sikap setiap masyarakat adat yang terikat hubungan pela.

Kepercayaan masyarakat terhadap ikatan pela batu karang melahirkan ketaatan

terhadap seluruh nilai, norma, dan ketetapan-ketetapan dalam hubungan pela. Salah

satu ketetapa yang harus dilakukan oleh kedua masyarakat negeri adalah menjaga dan

melestarikan hubungan pela secara turun temurun.

Jika nilai dan norma sebagai bentuk material, dilanggar oleh salah satu pihak

yang ada dalam ikatan pela, maka sanksi akan dikenakan. Sanksi ini bukanlah sanksi

secara tertulis ataupun sanksi yang dapat diberikan oleh pemerintah negeri ataupun

ketua adat, sanksi tersebut telah diatur sejak sumpah pela batu karang diikat oleh para

datuk, bahwa „siapapun yang melanggar aturan-aturan yang ditetapkan akan

meninggal.‟ Menurut Durkheim agama dan masyarakat adalah satu dan sama, agama

adalah cara masyarakat memperlihatkan dalam bentuk fakta sosial non-material.

Akan tetapi didalam penelitian saya terhadap hubungan masyarakat negeri Kilang

dan negeri Werinama, setiap fakta sosial non-material yakni egoisme, tidak terjadi

didalam kehidupan masyarakat. Agama tidak mempengaruhi perasaan masyarakat

untuk berpihak kepada dirinya sendiri ataupun menguntungkan diri sendiri, karena

ikatan pela batu karang melampaui sekat dan batas-batas agama. Berbeda dengan

altruisme, untuk kebaikan orang lain ataupun saudara dalam suatu ikatan pela, setiap

norma-norma dalam ikatan pela telah membentuk naluri dan sikap masyarakat dari

kedua negeri untuk tetap berbuat baik. Fakta sosial ini turut meningkatkan solidaritas

sosial antara kedua negeri. Jika fakta sosial yang terjadi antara masyarakat negeri

Kilang dan negeri Werinama dikaitkan dengan konsep agama menurut Emile

Durkheim, maka pemahaman tentang kuatnya ikatan pela batu karang memiliki

pemaknaan yang menarik. Menurut Durkheim, agama merupakan sesuatu yang

bersifat sosial.52

Seluruh keyakinan keagamaan manapun, baik yang sederhana

maupun yang kompleks, memperlihatkan satu karakteristik umum yaitu memisahkan

antara ”yang sakral” (Sacred) dan “yang profan” (profane). Objek yang bersifat

52Emile Durkheim, Sejarah Agama , ed. Inyiak Ridwan Muzir (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003),

29.

Page 31: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

21

”sakral” selalu diartikan sebagai sesuatu yang superior, berkuasa, yang dalam kondisi

normal hal-hal tersebut tidak tersentuh dan selalu dihormati, dilindungi dan diisolasi

oleh larangan-larangan. Objek yang bersifat “profan” merupakan bagian keseharian

dari hidup dan bersifat biasa saja.53

Penetapan sakral atau tidaknya suatu objek

tertentu sangat dipengaruhi oleh konsepsi kolektif yang berkembang dalam kehidupan

masyarakat. Dapat dipahami bahwa bagi masyarakat negeri Kilang dan masyarakat

negeri Werinama agama negara Indonesia yang mereka percaya yakni Kristen dan

Islam atau „salam dan sarani‟ bukanlah dasar mereka menjalin hubungan

persaudaraan. Ikatan pela batu karang merupakan sesuatu yang sakral dan dipercaya

oleh kedua masyarakat, oleh karena itu ikatan pela batu karang memiliki ketetapan-

ketetapan yang bersifat memaksa dan harus ditaati. Maka dasar untuk hidup bersama

ialah ikatan pela batu karang, yang turut memperkuat rasa saling menghargai antara

negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim Werinama.

Hubungan antara kelompok masyarakat negeriKristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama, merupakan suatu perwujudan dari perasaan moral dan

kepercayaan terhadap ikatan sumpah para leluhur. Pengalaman-pengalaman

emosional didalam sejarah, yang kemudian menjadi pengalaman emosional bersama

hingga saat ini, membuat setiap masyarakat adat berusaha menjaga hubungan

persaudaraan. Ikatan pela batu karang melampui sekat-sekat agama, akan tetapi tetap

menghargai agama setiap saudara yang ada dalam ikatan pela. Rasa saling

menghargai sebagai saudara, terlihat dari berbagai pengalaman hidup pela Kilang dan

Werinama saat menghadiri dan mengikuti acara-acara keagamaan. Setiap masyarakat

adat memiliki collective consciousness, untuk bertindak sesuai dengan yang legal

didalam masyarakat, oleh karena itu tidak ada satupun masyarakat adat dari kedua

negeri melanggar nilai dan norma dalam ikatan pela. Setiap masyarakat negeri Kilang

dan negeri Werinama memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga ikatan

kekeluargaan. Masyarakat adat dari kedua negeri memiliki ikatan emosional yang

sangat kuat. Masyarakat adat dari kedua negeri dalam kehidupan antar pela harus

tetap mengimplementasi nilai dan norma yang terkandung dalam ikatan pela.

Pengangkatan sumpah dan kekuatan yang sakral dan diyakini oleh setiap

anak-anak negeri, menjadi faktor pengikat yang turut berkontribusi dalam

53Emile Durkheim, Sejarah Agama , ed. Inyiak Ridwan Muzir, 66-72.

Page 32: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

22

mempertahankan dan melestarikan hubungan persaudaraan, kehidupan solidaritas,

dan hubungan antar agama. Terkhususnya kehidupan solidaritas antara kedua negeri,

dapat dilihat dari implikasi nilai dan norma dalam pola relasi antara sesama saudara.

Rasa persaudaraan yang melandasi setiap masyarakat adat dari kedua negeri turut

berpartisipasi dalam setiap acara-acara negeri atau adat bahkan acara-acara

keagamaan secara Kristiani ataupun Islami. Ikatan pela batu karang terus

memperkokoh hubungan anatara masyarakat negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama, walaupun dalam masa-masa konflik. Nilai dan norma menjadi

landasan hidup kedua masyarakat dalam menjalani kehidupan antar pela, mengatur

perilaku, tutur kata, dan pola hidup kedua masyarakat. Konsep solidaritas mekanis

dalam pemahaman Emile Durkheim, sangat terlihat dalam kehidupan masyarakat adat

yakni negeri Kilang dan negeri Werinama di Maluku. Adanya homogenitas yang

tinggi dalam hal kepercayaan terhadap sumpah leluhur dan sentiment bersama,

membuat kedua masyarakat adat memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga

sumpah-sumpah sakral tersebut, dan hubungan masyarakat adat didasarkan pada

hubungan kekeluargaan atau hubungan sebagai „saudara‟.

Pelanggaran nilai dan norma dalam ikatan pela batu karang, berdampak pada

sanksi yang fatal dalam kehidupan masyarakat adat, “mati” merupakan sanksi mutlak

yang didapatkan oleh individu yang melanggar nilai dan norma. Sanksi yang sangat

keras didalam ikatan pela batu karang, menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan

merugikan dalam jumlah kecil ataupun jumlah yang besar, tidak berpengaruh

terhadap ringan atau tidaknya sanksi yang diberikan. Jika individu kedapatan

melanggar nilai dan norma yang telah disepakati oleh kedua kelompok masyarakat

adat dalam ikatan pela, maka kematian menjadi sanksi yang didapatkan. Sanksi

tersebut merupakan ganjaran secara langsung kepada pelaku, ganjaran secara

langsung yang dimaksudkan ialah, sanksi “mati‟ bukanlah tindakan yang dilakukan

oleh ketua adat ataupun perangkat-perangkat negeri, akan tetapi ganjaran secara

mutlak yang didapatkan. Dalam pemahaman Durkheim, pelanggaran nilai-nilai moral

merupakan bentuk penyimpangan dari homogenitas dalam masyarakat. Ganjaran

menggambarkan dan menyatakan kemarahan kolektif yang muncul. Oleh karena itu

pemahaman Durkheim terhadap sanksi atau ganjaran yang merupakan hasil dari

pelanggaran nilai dan norma, membantu menjelaskan sanksi dalam ikatan pela batu

Page 33: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

23

karang. Akan tetapi dalam hasil pengamatan penulis, tidak hanya sebatas kemarahan

kolektif kedua kelompok masyarakat adat, namun juga kemarahan „tete nene

moyang‟, „datuk- datuk‟, atau para leluhur, yang mengikat ikata pela serta menjaga

ikata pela tersebut. Masyarakat negeri Kilang dan masyarakat negeri Werinama,

sangat percaya dan menghargai „tete nene moyang‟, „datuk- datuk‟, atau para leluhur,

sehingga sanksi tersebut juga merupakan bentuk kemarahan mereka.

Ikatan pela batu karang, turut melahirkan solidaritas sosial. terkhususnya

solidaritas mekanik dalam pemahaman Durkheim, dengan menyatakan bahwa

solidaritas mekanis umumnya ditemukan dalam masyarakat tradisional, individualitas

rendah, belum ada pembagian kerja yang jelas, hukum represif yang dominan,

konsensus terhadap pola normatif yang sangat penting, adanya keterlibatan komunitas

dalam menghukum orang yang menyimpang, secara relatif sifat ketergantungan

rendah. Beberapa ciri khas dari solidaritas mekanik dikaitkan dengan ikatan pela batu

karang telah penulis paparkan dalam analisa-analisa sebelumnya. Penulis akan

mencoba melihat ikatan solidaritas antara Salam dan Sarani dalam fakta-fakta

hubungan pela batu karang yang telah terjalin selama 403 tahun.

Solidaritas formal, solidaritas masa konflik, dan solidaritas keseharian,

merupakan fakta-fakta solidaritas yang telah terjadi dalam ikatan pela batu karang

antara negeri Kilang dan Werinama. Solidaritas tersebut dijalin tanpa terikat pada

identitas-identitas keagamaan, karena secara kebudayaan yang mengikat kedua negeri

adat ialah pela batu karang. Kuatnya solidaritas Salam dan Sarani dalam ikatan pela,

dapat dipahami dalam beberapa hal; pertama, Solidaritas Formal, setiap acara-acara

secara formal, misalnya Pestanegeri, Pelantikan Kepala Soa, Pelantikan Raja, dan

Hari Ulang tahun gereja, ataupun acara-acara keagamaan. Setiap masyarakat adat

yang merupakan „saudara‟ satu ikatan pela diundang. Menurut kejadian-kejadian

yang di informasikan oleh narasumber, dan tertera dalam data lapangan, „saudara‟

yang menerima udangan dari salah satu negeri pela memenuhi undangan yang

berikan atas dasar keterikatan sebagai „saudara.‟

kedua, solidaritas masa konflik, dalam konflik sosial yang terjadi di Maluku

dalam kurun waktu 1999-2004, berdampak pada hubungan antar agama. Konflik

tersebut bahkan membuat kehidupan beragama menjadi eksklusif dengan mengklaim

hanya agamanya yang memiliki kebenaran. Dinamika-dinamika sosial, yang

Page 34: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

24

berdampak pada konflik agama tersebut sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat

Maluku, kekerasan terjadi pada masa konflik, dan menelan banyak korban jiwa,

bahkan membawa trauma yang besar bagi korban konflik. Akan tetapi dalam masa

kelam tersebut Ikatan pela batu karang antara negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama, berdiri kokoh selayaknya batu karang. Masyarakat dari negeri

Muslim Werinama berkunjung ke negeri Kristen Kilang untuk mengikuti acara ulang

tahun gereja. Konflik di Maluku menurut narasumber, tidak mempengaruhi ikatan

pela batu karangantara kedua negeri.Saat masyarakat maluku ada dalam konflik

sosial yang mempengaruhi hubungan antar agama, tentunya juga sangat

mempengaruhi kondisi psikologis setiap kelompok agama ketika bertemu ataupun

berkomunikasi dengan kelompok agama yang lain. Peristiwa hadirnya masyarakat

negeri Werinama dalam acara ulang tahun gereja Kilang, bukanlah sebuah peristiwa

biasa. Secara simbolis menggambarkan bahwa konflik sosial yang mempengaruhi

keharmonisan hubungan antar agama dalam tatanan masyarakat maluku pada

umumnya, tidak berpengaruh pada hubungan pela antara masyarakat Kilang dan

Werinama. Kejadian ini memperlihatkan kuatnya nilai dan norma yang terkandung

dalam ikatan pela batu karang, sehingga kedua kelompok negeri tidak dipengaruhi

secara langsung. Dapat dilihat bahwa kekuatan solidaritas antara kedua negeri

didasari oleh ikatan pela batu karang, yang melampui batas-batas agama, serta

memperkokoh hubungan Salam-Sarani.

ketiga, Solidaritas Keseharian, nilai dan norma telah dibahas sebelumnya,

bahwa nilai dan norma menjadi landasan hidup kedua masyarakat adat. Akan tetapi

dalam solidaritas keseharian, penulis mendapatkan sebuah keunikan dari ikatan pela

batu karang. Keunikan tersebut ilah „kenyataan-kenyataan‟ didalam kehidupan

masyarakat, terkait dengan permintaan-permintaan yang tidak diberikan. Tumbuh-

tumbuhan, benda, pakaian, ataupun makanan, yang menjadi permintaan, namun tidak

diberikan dengan berbagai alasan, maka „kenyataan-kenyataan‟ akan terjadi.

Tumbuh-tumbuhan menjadi kering, benda dan pakaian menjadi rusak, makanan

menjadi busuk, dan sebagainya. Terdapat sesuatu yang sangat sakral dalam ikata pela

batu karangini.Sesuatu yang melampaui pemahaman dan logika manusia, sesuatu

yang dampaknya tidak dapat dicegah atau diatasi, kenyataan yang sangat

mengherankan. Sehingga ikata pela batu karang sangat kuat dan sakral, serta sanksi

Page 35: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

25

sangat menekan dan bersifat mutlak. Solidaritas dapat selalu terjaga dalam kehidupan

masyarakat adat karena ikatan antar kelompok adat, collective consciousness, totalitas

kepercayaan dan sentimen bersama terhadap sumpah-sumpah sakral yang

mengandung nilai dan norma yang terkandung dalam ikatan pela batu karang,

menjadi kekuatan solidaritas antara negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim

Werinama.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis sampai pada kesimpulan bahwa,

secara historis ikatan pela batu karang antara negeri Kristen Kilang dan negeri

Muslim Werinama, merupakan warisan yang tetap dijaga dari satu generasi ke

generasi lainnya. Ikatan pela batu karang, mengandung sesuatu yang sangat sakral

dan mistis, serta nilai dan norma, serta sanksi yang mengikat. Didalam kehidupan

sosial antara kedua negeri pela batu karang menjadi landasan utama, untuk bersikap

dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianggap legal dalam masyarakat

adat. Dalam aplikasi tersebut kedua kelompok masyarakat sangat terikat secara

emosional, nilai-nilai budaya pela batu karang berdampak pada ikatan sosial antar

kedua masyarakat adat.

Ikatan antar kelompok adat, collective consciousness, totalitas kepercayaan

dan sentimen bersama terhadap sumpah-sumpah sakral yang mengandung nilai dan

norma dalam ikatan pela batu karang. Merupakan alasan solidaritas antara kedua

negeri tetap terjaga hingga saat ini. Status atau identitas keagamaan yakni „Salam‟

atau Islam dan „Sarani‟ atau Kristen, menjadi status yang dipersatukan dalam ikatan

pela batu karangyaitu sebagai „saudara.‟ Solidarits formal, solidaritas masa konflik,

dan solidaritas keseharian, merupakan penggambaran terhadap kuatnya ikatan

solidaritas yang telah terjalin selama ini. Ikatan pela batu karangmampu membuat

masyarakat negeri Kristen Kilang dan masyarakat negeri Muslim Werinama,

melampaui batas-batas agamanya, dan bersifat inklusif. Solidaritas yang terjalin

mampu membuka peluang untuk terjalin dialog antar agama, bahkan lebih jauh lagi

solidaritas dalam hubungan pela batu karang sebagai mekanisme kultural dapat

Page 36: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

26

membawa setiap masyarakat dalam proses rekonsiliasi melalui pemahaman hubungan

mutual.

Pemikiran-pemikiran Durkheim tentang Fakta Sosial dan solidaritas sosial

dalam bentuk solidaritas mekanik, sangat membantu penulis untuk mengkaji data

lapangan. Bahkan penulis dapat menemukan fakta-fakta sosial tentang sesuatu yang

sangat sakral dalam kehidupan masyarakat adat. „Kenyataan‟ yang tidak bisa

dipahami secara logis dan memiliki kekuatan diluar kendali manusia. Penghargaan

terhadap „tete nene moyang,‟ „datuk-datuk,‟ atau para leluhur yang mengikat pela,

bahkan memiliki eksistensi untuk menjaga ikatan pela batu karang.

Dalam artikel ini, budaya dan tradisi lokal mampu menjembatani hubungan

antara dua kelompok masyarakat dengan identitas keagamaan yang berbeda. Maka

daripada itu, budaya dan tradisi pela batu karang harus selalu dijaga tatanan nilai dan

norma yang terkandung didalam sumpah sakral. Sehingga ikatan solidaritas antara

negeri Kristen Kilang dan negeri Muslim Werinama, dapat selalu nampak dalam

kenyataan sosial hidup orang „saudara.‟

Page 37: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

27

Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik. Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 1986.

Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Bagir, Zainal Abidin., Moh Iqbal Ahnaf, Marthen Tahun, Budi Ashari. Laporan

Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012, (Yogyakarta: Center for

Religious & Cross-Cultural Studies of Gadjah Mada University, 2012)

Bagir, Zainal Abidin., Suhadi Cholil, Endy Saputro, Budi Asyhari, Mustaghfiroh.

Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2010. Yogyakarta:

Center for Religious & Cross-Cultural Studies of Gadjah Mada University,

2010.

Creswell, John W. Research Design: Qualitative & Quantitave Approaches. Diedit

oleh Aris Budiman, Bambang Hatobroto, Chryshnanda DL. Jakarta: KIK

Press, 2003.

Durkheim, Emile. The Division of Labour in Society.Translated by George Simpson.

New York: Free Pres, 1964.

________________, The Devision Of Labour In Society.Translated by Margaret

Thompson. Paris: Alcan, 1893.

_____________,The Elementary Forms af Relegious Life. Translated by Joseph Ward

Swain. Newyork: Free Pres, 1947.

_____________, The Division Of Labour in Society. London: 1964.

_____________, Sejarah Agama.ed. Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.

_____________, Suicide.Translated by Jhon A. Spaulding and George

Simpson.Edited byGeroge Simpson. Newyork: Free Press, 1966.

Effendi, Ziwar.Hukum Adat Ambon-Lease. Jakarta: Pradnya Paramita, 1987.

Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003.

Hechter, Michael. Principles of Group Solidarity.Berkley: University Of California

Press, 1987.

Fetchenhauer, Detlef., Andrea Flache, Bram Buunk, Siegwart Lindenberg, Editor.

Solidarity and prosocial behavior. Netherlands: Springer, 2006.

Koentjaraningrat.Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1997.

Page 38: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

28

Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Diedit oleh Robbert M. Z.

Lawang. Jakarta: PT Gramedia, 1988.

Jones, Pip. Pengantar Teori-Toeri Sosial: Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-

Modernisme. Diedit oleh Achmad Fedyani Saifuddin. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2010.

Koentjaraningrat.Manusia dan Kebudayaan dia Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2007.

Muhni, Djuretna A. Imam. Moral Religi Menurut Emile Durkheim & Henri Bergson.

Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Nanulaitta, I.O. Timbulnya Militerisme Ambon: Sebagai suatu persoalan Politik

sosial-Ekonomis. Jakarta: Bharatara, 1966.

Nasir, Muhamad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Pals, Daniel L. Seven Theories Of Religion. Jogjakarta: IRCiSoD, 2011.

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Raja

Grafindo, 2011.

Ritzer, George. Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana,

2011.

Ruhulessin, John. Etika Publik: Menggali Dari Tradisi Pela Di Maluku. Salatiga:

Satya Wacana University Press, 2005.

Rumahuru, Yance Zadrak. Islam Syariah dan Islam Adat. Jakarta: Kementrian

Agama RI, 2012.

Sumartana, Th. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, 1993.

Skripsi dan Jurnal

FitzGibbon, Scott T. “The Law 's Duty to Promote the Kinship System: Implications

for Assisted Reproductive Techniques and for Proposed Redefinitions of

Familial Relations.” Journal Of Public Law 29. (2015). 389-430.

Lasmahu, Patresya. “Gereja dan Pela: Suatu Kajian Sosio-Teologis Mengenai Sikap

Jemaat GPM Amahai-Soahuku Terhadap Larangan Pernikahan Adat Sebelum

Dan Sesudah Konflik Maluku.” Salatiga: UKSW Fakultas Teologi, 2009.

Page 39: repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789... · i SOLIDARITAS SALAM-SARANI DALAM PELA BATU KARANG DI MALUKU ANTARA. NEGERI. KRISTEN KILANG DAN NEGERI MUSLIM WERINAMA

29

Lattu, Izak. “Culture and Christian Muslim Dialogue in Moluccas-

Indonesia.”Journalof dialogue and engagements 10. No,01 (July 2012): 45-

52.

Mawara, Jetty E.T. “Solidaritas Kekerabatan Suku Bangsa Bantik Di Kelurahan

Malalayang I Manado.” e-journal Acta Diurna IV. No.2. 2015, 1-13.

Muqoyyidin,Andi Wahyun. “Potret Konflik Bernuansa Agama di Indonesia;

Signifikansi Model Resolusi Berbasis Teologi Transformatif.”journal Analisis

XII, no.2 (Desember 2012): 315-340

Ralahallo, Roubrenda N. “Kultur Damai Bebasis Tradisi Pela Dalam Perspektif

Psikologi Sosial.” Jurnal Psikologi 36, no.2 (Desember 2009): 177-188.

Ruhulessin, J. Chr. “Etika Publik – Menggali dari Tradisi Pela di Maluku.” Salatiga:

Satya Wacana University Press – Program Pascasarjana Program Studi

Sosiologi Agama UKSW, 2005.

Sabara. “Jemaat Ahmadiyah dan respons masyarakat di kabupaten Buton.” Jurnal Al-

Qalam 20, No. 2 (Desember 2014): 189-196.