hubungan antara ting pemecaha skripsi sebagai salah
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO
(Theobroma Cacao L)
OLEH :
MUH. IKHSANG 411 09 272
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SarjanaPada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Judul
Nama
Stambuk
Program Studi
Jurusan
Pembimbing I
Dr. Ir. Junaedi MuhidongNIP. 19600101 198503 1
Ketua JurusanTeknologi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MSNIP. 19570923 198312 2 001
Tanggal Pengesahan :
HALAMAN PENGESAHAN
: Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dan Waktu Pemecahan Daging Buah Kakao (Theobroma Cacao L)
: Muh. Ikhsan
: G411 09 272
: Keteknikan Pertanian
: Teknologi Pertanian
Disetujui OlehDosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc19600101 198503 1 014
Olly S.Hutabarat, STP,NIP. 19790513 200912 2 003
Mengetahui
Ketua JurusanTeknologi Pertanian
Ketua PanitiaUjian Sarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS19570923 198312 2 001
Dr. Iqbal, STP, M.SiNIP. 19781225 200212 1 001
Tanggal Pengesahan : Mei 2013
Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dan Waktu Pemecahan Daging Buah Kakao
S.Hutabarat, STP, M.SiNIP. 19790513 200912 2 003
STP, M.Si19781225 200212 1 001
MUH. IKHSAN (G41109272). Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dan Waktu Pemecahan Daging Buah Kakao (Theobroma Cacao L). Di Bawah Bimbingan: Junaedi Muhidong dan Olly Sanny Hutabarat.
ABSTRAK
Permasalahan kakao Indonesia sampai saat ini adalah mutu yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena penanganan pasca panen kakao belum dipraktekkan dengan baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan oleh petani masih tercampur dengan benda-benda asing, pengeringan kurang sempurna, dan pemecahan kulit buah yang masih kurang efektif. Desain alat pemecah kulit buah telah diintroduksi oleh banyak pihak. Namun demikian, informasi detail tentang perilaku tingkat kekerasan daging buah kakao belum banyak tersedia. Penelitian ini didesain untuk melihat tingkat kekerasan daging buah kakao beberapa hari menjelang panen dan pada saat hari panen. Penelitian ini mencoba mengobservasi perilaku tingkat kekerasan buah pada saat terjadi penundaan pemecahan kulit buah. Perubahan tingkat kekerasan daging buah untuk buah yang dipanen lebih awal menunjukkan pola kuadratik sepanjang penundaan waktu pengukuran (waktu pemecahan kulit). Penundaan waktu pemecahan kulit untuk kakao yang dipanen tepat waktu menunjukkan pengaruh yang sangat siginifikan pada saat hari pemecahan kulit ditunda selama 15 hari. Penudaan yang kurang dari 15 hari tidak menunjukkan pengaruh yang berarti. Pola ini sejalan dengan pola perubahan kadar air daging buah dimana penundaan 15 hari menyebabkan penurunan kadar air daging buah yang signifikan. Pola tingkat kekerasan sepanjang daging buah menunjukkan bahwa tingkat kekerasan tertinggi dijumpai pada bagian tengah buah. Semakin lama waktu penundaan pengukuran maka semakin tinggi pula tingkat kekerasan kulit buah kakao. Hal ini disebabkan karena kadar air daging buah kakao semakin menurun selama waktu penundaan pengukuran.
Kata Kunci: Kakao, Kadar Air, Tingkat Kekerasan
RIWAYAT HIDUP
Muh. Ikhsan. Lahir pada tanggal 7 Oktober 1990, Pangkajene
Sidrap. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara,
dari pasangan Alm. H. Achmad Zakaria dan Hj. Dalle. Ikhsan
menghabiskan masa kecilnya di Pangkajene Sidrap.
Jenjang pendidikan formal yang pernah dilalui adalah :
1. Pada tahun 1997 sampai pada tahun 2003, terdaftar sebagai murid di SD
Inpres 17 Pangsid
2. Pada tahun 2003 sampai pada tahun 2006, terdaftar sebagai siswa di SMP
Negeri 1 Pangsid
3. Pada tahun 2006 sampai pada tahun 2009, terdaftar sebagai siswa di SMA
Negeri 1 Pangsid
4. Pada tahun 2009 sampai pada tahun 2013, diterima dipendidikan Universitas
Hasanuddin, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi
Keteknikan Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin,
penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian
(Himatepa UH).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagaimana mestinya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penyusunan dan penulisan skripsi tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan bimbingan. Olehnya itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc sebagai pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis, sehingga laporan ini
bisa terselesaikan.
2. Ibu Olly Sanny Hutabarat, STP, M.Si sebagai pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktunya dan turut membantu mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penulisan laporan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Salengke, M.Sc dan Bapak Dr. Iqbal, STP, M.Si sebagai
penguji yang memberi saran dan kritikannya demi sempurnanya laporan ini.
4. Orang tua penulis yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan
doa selama penulis penelitian hingga ujian akhir penelitian.
5. Teman-temanku seiman yang kucintai karena Allah yang telah banyak
memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Kepada saudara Muh. Ali Akbar, I Wayan Balik, Umar Rabe, Ishak serta
yang lainnya yang tidak dapat penulis tuliskan namanya satu persatu.
Semoga segala bantuan, petunjuk, dorongan dan bimbingan yang telah
diberikan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mungkin
masih terdapat kekeliruan dan kesalahan pada laporan ini. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
Makassar, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
ABSTRAK...................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan..................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kakao…………….......................................................................... 3
2.2. Fisiologi Buah Kakao ……………... .............................................. 6
2.3.1. Kadar Air ……………......................................................... 8
2.3.2. Ukuran Biji ……………... ................................................... 8
2.3.3. Kadar Kulit ……………... ................................................... 9
2.3.4. Kadar Lemak ……………... ................................................ 9
2.3.5. Kadar Air ……………......................................................... 10
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... 12
3.2. Alat dan Bahan............................................................................... 12
3.3. Prosedur Penelitian ......................................................................... 12
3.4. Parameter Pengamatan.................................................................... 13
3.4.1 Pengukuran Tingkat Kekerasan…. ...................................... 13
3.4.2 Pengukuran Kadar Air Kulit Buah dan Biji Kakao .............. 14
3.4.3 Diagram alir penelitian........................................................ 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen....... 15
B Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat
Panen…….......................................................................................... 17
C Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging 7 Hari Buah Sebelum Panen
(early harvest) dan Saat Panen ........................................................... 19
D Hubungan Kadar Air Dengan Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum
Panen (early harvest) dan Saat Panen ................................................ 21
V. KESIMPULAN ..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24
LAMPIRAN ................................................................................................... 25
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Komposisi kimia pulpa kakao............................................................ 7
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Bagan alir penelitian ........................................................................... 14
2. Kadar air 7 hari sebelum panen (early harvest).................................... 15
3. Kadar air saat panen ............................................................................ 16
4. Tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen (early harvest)...................... 17
5. Tingkat kekerasan saat panen .............................................................. 18
6. Tingkat kekerasan sepanjang daging buah 7 hari sebelum panen
(early harvest)..................................................................................... 19
7. Tingkat kekerasan sepanjang daging buah saat panen.......................... 20
8. Hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar air 7 hari sebelum
Panen (early harvest) .......................................................................... 21
9. Hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar air saat panen..... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Hasil pengukuran kadar air 7 hari sebelum panen (early harvest) ...... 25
2. Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji
7 hari sebelum panen (early harvest) ................................................. 28
3. Hasil pengukuran kadar air saat penen............................................... 29
4. Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji
saat panen ......................................................................................... 32
5. Hasil pengukuran tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen ............... 33
6. Hasil pengukuran rata-rata tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen... 35
7. Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda 7 hari sebelum panen . 35
8. Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah.............. 35
9. Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB (%).................. 35
10. Hasil pengukuran tingkat kekerasan saat panen ................................. 36
11. Hasil pengukuran rata-rata kekerasan saat panen ............................... 38
12. Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda saat panen.................. 38
13. Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah.............. 38
14. Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB(%)................... 38
15. Foto kegiatan penelitian .................................................................... 39
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia menjadi produsen kakao kedua terbesar di dunia dengan
produksi 809.583 ton per tahun setelah Pantai Gading (1.380.000 ton per
tahun). Ekspor kakao Indonesia yang mencapai 535.236 ton dengan nilai US$
1.413.535 pada tahun 2009, menjadikan komoditas kakao sebagai penghasil
devisa terbesar ketiga dalam sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan
karet.
Kakao merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak
dimanfaatkan pada dunia industri. Biji kakao dapat diolah menjadi berbagai
macam produk. Produk utama dari biji kakao adalah bubuk dan lemak kakao
yang kemudian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai
ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan biji kakao mengandung cita rasa dan
warna khas yang sangat digemari dan banyak diminati. Produk olahan kakao
yang bermutu baik sangat dipengaruhi oleh mutu dari biji kakao yang
digunakan. Bila biji kakao yang digunakan bermutu rendah, maka hasil yang
diperoleh akan rendah pula.
Kakao merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi
perekonomian nasional dengan perannya sebagai sumber penghasil devisa
negara, menciptakan lapangan kerja, sumber pendapatan petani, pendorong
perkembangan agroindustri dan agribisnis serta pengembangan wilayah.
Salah satu permasalahan kakao Indonesia sampai saat ini adalah mutu
yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena penanganan pasca panen kakao
belum dipraktekan dengan baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan
oleh petani masih tercampur dengan benda-benda asing, pengeringan kurang
sempurna dan pemecahan kulit buah yang masih kurang efektif.
Mengenai pemecahan buah, petani umumnya menggunakan pemukul
kayu, pemukul berpisau, atau dengan pisau bagi yang sudah berpengalaman.
Walaupun pemecahan dengan pisau tidak direkomendasikan karena beresiko
merusak biji, akan tetapi pemecahan dengan cara ini paling umum
dilakukan. Kerusakan biji segar karena terpotong pisau dapat meningkatkan
biji terserang jamur. Oleh karena itu, syarat utama pemecahan adalah
menghindari biji rusak oleh alat pemecah.
Desain alat pemecah kulit buah juga telah diintroduksi oleh banyak
pihak. Namun demikian, informasi detail tentang perilaku tingkat kekerasan
daging buah kakao belum banyak tersedia. Penelitian ini didesain untuk
melihat tingkat kekerasan daging buah kakao beberapa hari menjelang panen
dan pada saat hari panen. Penelitian ini mencoba mengobservasi perilaku
tingkat kekerasan buah pada saat terjadi penundaan pemecahan kulit buah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku tingkat kekerasan
daging buah kakao pada saat dilakukan penundaan pemecahan buah.
Penelitian ini berguna untuk memperkaya informasi yang lebih akurat
tentang sifat fisik daging buah kakao yang dapat bermanfaat antara lain pada
saat mendesain alat pemecah kulit buah kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Theobroma cacao L adalah nama biologis yang diberikan pada pohon
kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma
adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban
tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah
dan hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995).
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang
berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan
yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan
(perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m.
Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari
5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk
memperbanyak cabang produktif (Anonim, 2012a).
Menurut Susanto (1994), jenis yang paling banyak ditanam untuk
produksi coklat hanya 3 jenis, yaitu :
1. Jenis Criollo
Jenis Criollo terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo
Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji coklat yang mutunya sangat
baik dan dikenal sebagai coklat mulia. Buahnya berwarna merah atau
hijau, kulit buahnya tipis dan berbintil–bintil kasar dan lunak. Biji buahnya
berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna
putih pada waktu basah.
2. Jenis Forastero
Jenis ini menghasilkan biji coklat yang memiliki mutu sedang atau
dikenal juga sebagai Ordinary cocoa. Buahnya berwarna hijau, kulitnya
tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada
waktu basah.
3 Jenis Trinitario
Trinitario merupakan campuran dari jenis Criollo dengan jenis
Forastero. Coklat Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour
cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau
merah dan bentuknya bermacam – macam. Biji buahnya juga bermacam–
macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada
waktu basah.
Taksonomi tanaman kakao menurut Poedjiwidodo (1996), adalah
sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao. L.
Menurut Wahyudi dkk (2008), bentuk buah dan warna kulit buah
kakao sangat bervariasi, tergantung pada kultivarnya. Namun, pada dasarnya
hanya ada dua macam warna, yaitu :
1. Buah yang ketika muda berwarna hijau/hijau agak putih, bila sudah masak
berwarna kuning.
2. Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak
berwarna orange.
Tanaman kakao memiliki banyak manfaat. Tanaman kakao merupakan
tanaman yang digunakan sebagai penyedap makanan juga sebagai
sumber lemak nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan minuman, campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya
(Siregar dan Riyadi, 1994).
Suatu produk cokelat yang dihasilkan berawal dari buah tanaman
kakao kemudian diproses melalui beberapa tahapan yang relatif panjang.
Tanaman kakao akan meghasilkan buah kakao yang di dalamnya terdapat
biji-biji kakao. Melalui proses pascapanen yang meliputi proses pengolahan
dan pengeringan, akan dihasilkan biji-biji kakao kering yang siap dikirim
ke pabrik pengolah. Oleh pengolah, biji kakao kemudian diolah
menjadi produk-produk setengah jadi atau produk-produk yang sudah jadi
(Wahyudi et al, 2008).
Biji kakao yang dikeringkan tanpa fermentasi akan bermutu rendah
karena tidak mempunyai calon cita rasa cokelat. Biji dalam kotak fermentasi
ditutup dengan daun pisang atau karung goni. Tujuannya untuk
mempertahankan panas. Pengadukan dilakukan cukup sekali saja setelah 48
jam (2 hari) proses fermentasi berlangsung. Fermentasi sebaiknya diakhiri
setelah 5 hari dan tidak boleh lebih dari 7 hari. Biji kakao yang telah
difermentasi harus segera dikeringkan untuk mendapatkan hasil fermentasi
yang cukup baik. Pada proses pengeringan dengan penjemuran, biji
dihamparkan di atas alas seperti terpal plastik, tikar, sesek bambu, atau lantai
semen. Tebal lapisan biji mencapai 5 cm (2-3 lapis biji) dengan lama
penjemuran pada cuaca panas dan cerah selama 7-8 jam sehari. Selama
penjemuran, dilakukan pembalikan 1-2 kali. Lama penjemuran bisa
berlangsung lebih dari 10 hari, tergantung keadaan cuaca dan lingkungannya.
Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar 60%
menjadi 6-7% sehingga aman selama pengangkutan menuju pabrikan
(Wahyudi et al, 2008).
Minuman dan makanan yang mengandung cokelat dewasa ini bukan
lagi merupakan bahan makanan mewah, yang hanya terjangkau oleh kalangan
terbatas, melainkan sudah menjadi umum dan disenangi oleh banyak orang,
mulai dari masyarakat lapisan bawah hingga lapisan atas. Kakao tidak hanya
dikonsumsi karena rasa dan aromanya, tetapi juga konsumen mengetahui
bahwa produk-produk kakao juga bahan makanan dengan kandungan lemak,
protein, dan tepung yang cukup tinggi selain kandungan theobromine dan
caffeine (Siswoputranto, 1993).
Delapan negara penghasil kakao terbesar adalah (data tahun panen
2005) adalah Pantai Gading (38%), Ghana (19%), Indonesia (13%), Nigeria
(5%), Brasil (5%), Kamerun (5%), Ekuador (4%), Malaysia (1%) dan negara-
negara lain menghasilkan 9% sisanya. Kakao sebagai komoditas perdagangan
biasanya dibedakan menjadi dua kelompok besar: kakao mulia ("edel cacao")
dan kakao curah ("bulk cacao"). Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh
beberapa perkebunan tua di Jawa. Varietas penghasil kakao mulia berasal dari
pemuliaan yang dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan dikenal dari
namanya yang berawalan "DR" (misalnya DR-38). Singkatan ini diambil dari
singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi (Djati Roenggo, di
daerah Ungaran, Jawa Tengah). Varietas kakao mulia berpenyerbukan sendiri.
Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao
curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang self-incompatible.
Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi.
Bukan rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya
2.2 Fisiologi Buah Kakao
Bentuk buah dan warna kulit buah kakao sangat bervariasi, tergantung
pada kultivarnya. Pada dasarnya hanya ada dua macam warna yaitu:
(a) Buah yang ketika muda berwarna hijau/hijau agak putih, bila sudah masak
berwarna kuning,
(b) Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak
berwarna oranye.
Permukaan kulit buah ada yang halus dan ada yang kasar, tetapi pada
dasarnya kulit buah beralur 10 yang letaknya berselang seling. Buah kakao
akan masak setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada elevasi tempat
penanaman. Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk cukup
beragam dengan ukuran berkisar 10-30 cm, diameter 7-15 cm, tetapi
tergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama proses
perkembangan buah.
Di dalam buah, biji tersusun dalam 5 baris mengelilingi poros buah,
jumlahnya beragam antara 20-50 biji per buah. Pada penampakan melintang
biji, akan terlihat dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya
menempel pada embrio axis. Embryo axis berperan sebagai poros lembaga
berukuran sangat kecil yang terdiri atas 3 bagian, yaitu epikotil, hipokotil, dan
radikula. Warna kutiledon kakao ada yang berwarna putih (pada jenis criollo)
dan ada yang berwarna unggu (pada jenis forastero).
Biji kakao dilindungi oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih.
Ketebalan daging buah bervariasi, ada yang tebal dan ada yang tipis. Pulpa
merupakan jaringan halus berlendir dan melekat ketat pada biji kakao.
Sebagian besar pulpa terdiri dari air dan sebagian kecil berupa gula.
Keping biji meliputi 86% sampai 90% dari berat kering keping biji, sedangkan
kulit biji sekitar 10–14%. Rasa buah kakao cenderung asam-manis dan
mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah
terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kutiledon dan embryo axis.
Biji kakao bersifat rekalsitran dan tidak memiliki masa dorman. Walaupun
daging buah mengandung zat penghambat perkecambahan, terkadang biji bisa
berkecambah, yakni bila pada buah yang terlambat panen., daging buahnya
telah mengering.
Tabel 1. Komposisi Kimia Pulpa Kakao
KandunganAir (%) 80 – 90 Albuminoid (%) 0.5 – 0.7 Glukosa (%) 8 – 13 Pati (%) SedikitAsam yang tidak menguap (%) 0.2 – 0.4 Besi oksidasi (%) 0.03 Sukrosa (%) 0.4 – 1.0 Garam-garam (%) 0.4 – 0.45
Kulit buah kakao adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji
coklat dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur
dengan ketebalan 1–2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian
dalam kulit buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari kulit buah.
Aktivitas enzim pektolitik yang menghidrolisis substrat pektin
sehingga pulp rusak terdisintegrasi, membentuk cairan dan menetes keluar
tumpukan biji. Pulp biji kakao mengandung pektin, sekitar 11,5%, sehingga
dimungkinkan adanya enzim-enzim pektolitik endojinus, yaitu pektin metil
esterase (PME) dan poligalakturonase (PG), dalam pulp biji kakao.
2.3 Karakteristik Fisik
Beberapa karakteris fisik biji kakao yang masuk dalam standar
mutu meliputi:
2.3.1 Kadar air
Kadar air merupakan sifat phisik yang sangat penting dan
sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh
terhadap randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh pada daya
tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan
pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat
rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak
disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan
cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses
berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6–7 %.
Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan
dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao
cenderung menjadi rapuh.
2.3.2 Ukuran biji
Seperti halnya kadar air, ukuran biji kakao sangat
menentukan randemen hasil lemak. Makin besar ukuran biji kakao,
makin tinggi randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao
dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 g contoh uji
yang diambil secara acak pada kadar air 6–7%. Ukuran biji rata-rata
yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0–1,2 gram atau setara
dengan 85–100 biji per 100 g contoh uji. Ukuran biji kakao kering
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun
(curah hujan) selama perkembangan buah, perlakuan agronomis dan
cara pengolahan Tabel 5 menunjukkan klasifikasi mutu biji kakao
atas dasar ukuran biji per 100 g contoh uji.
2.3.3 Kadar Kulit
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi
oleh kulit (shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan
berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada kadar
air 6–7%. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah
antara 11–13%. Namun, nilai kadar kulit umumnya tergantung
pada permintaan konsumen. Beberapa konsumen bersedia
membeli biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai tersebut.
Mereka akan memperhitungkan koreksi harga jika kadar kulit
lebih tinggi dari ketentuan karena seperti halnya ukuran biji,
kadar kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak. Biji kakao
dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak
rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut
dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika
kadar kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao
akan mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan bobot. Jika
kuantum pengiriman sangat besar, maka kehilangan kumulati
dari selisih kadar kulit menjadi relatif besar. Kadar kulit biji
kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan
(fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi,
kadar kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa
lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian,
kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses
pencucian.
2.3.4 Kadar Lemak
Kadar lemak pada umumnya dinyatakan dalam persen
dari berat kering keping biji. Lemak merupakan komponen
termahal dari biji kakao sehingga nilai ini dipakai oleh konsumen
sebagai salah satu tolok ukur penentuan harga. Selain oleh bahan
tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh perlakuan
pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor musim. Biji kakao
yang berasal dari pembuahan musim hujan umumya mempunyai
kadar lemak lebih tinggi. Sedang, karakter phisik biji kakao
pasca pengolahan, seperti kadar air, tingkat fermentasi dan kadar
kulit, berpengaruh pada randemen lemak biji kakao. Kisaran
kadar lemak biji kakao Indonesia adalah antara 49–52%.
Lemak kakao merupakan campuran trigliserida, yaitu
senyawa gliserol dan tiga asam lemak. Lebih dari 70% dari
gliserida terdiri dari tiga senyawa tidak jenuh tunggal yaitu
oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS) dan oleopalmistearin
(POS). Lemak kakao mengandung juga di-unsaturated
trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas. Komposisi asam
lemak kakao sangat berpengaruh pada titik leleh dan tingkat
kekerasannya. Titik leleh lamak kakao yang baik untuk makanan
cokelat mendekati suhu badan manusia dengan tingkat kekerasan
minimum pada suhu kamar.
Keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak kakao
harus dihindari karena hal itu merupakan salah satu indikator
kerusakan mutu. Asam lemak bebas umumnya muncul jika biji
kakao kering disimpan di gudang yang kurang bersih dan
lembab. Kadar asam lemak bebas seharusnya kurang dari 1%.
2.3.5 Kadar Air
Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan
sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh
terhadap randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh pada daya
tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan
dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi,
sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya
sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung
menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak
dapat diperbaiki pada proses berikutnya (Anonim 2012 ).
Pabrikan makanan cokelat membutuhkan biji kakao
dengan kadar air antara 6-7%. Jika lebih dari 8%, yang turun
bukan hanya hasil rendemennya saja, tetapi juga berisiko
terhadap serangan bakteri dan jamur. Jika kadar air kurang dari
5%, kulit biji akan mudah pecah dan biji harus dipisahkan karena
mengandung kadar biji pecah yang tinggi (Wahyudi dkk, 2008).
Kadar air biji kakao ditentukan oleh cara pengeringan dan
penyimpanannya. Kadar air biji kakao hasil pengeringan
sebaiknya antara 6-7%. Namun, kadar air yang terlalu rendah
juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat rapuh
(Wahyudi et al, 2008).
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada
bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir
untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan (Anonim 2012c).
III.METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember
2012 di Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian,
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering texture
analyzer (probe 3 mm), desikator, oven, timbangan digital, kertas label,
plastik kedap udara, kamera digital.
Bahan yang digunakan adalah kakao jeis forastero yang diperoleh dari
kebun petani di kelurahan Cabbengnge kecamatan Lilirilau kabupaten
Soppeng. Lokasi ini dipilih mengingat kelurahan ini merupakan salah satu
sentra kakao di Kabupaten Soppeng.
3.3 Prosedur Penelitian
1. Mensurvei dan menetapkan kebun kakao yang akan menjadi target sampel
penelitian.
2. Memilih 20 pohon yang berbeda namun memiliki postur yang relatif
seragam.
3. Memanen 20 buah kakao yang berumur sekitar satu minggu sebelum siap
panen yang berada pada batang utama dari ke 20 pohon sampel.
4. Seluruh buah yang dipanen dibawa ke Laboratorium Processing Program
Studi Keteknikan Pertanian Unhas pada hari yang sama dengan hari panen
untuk dilakukan pengukuran tingkat kekerasan dan kadar air.
5. Mengukur tingkat kekerasan 5 buah sampel kakao masing-masing pada
bagian pangkal, tengah, ujung dengan mengikuti waktu pengukuran: tanpa
penundaan (tidak ada jarak waktu antara hari panen dengan hari
pengukuran), penundaan selama 3, 6, 9, dan 12 hari dengan sampel yang
sama.
6. Lima belas buah tersisa dibagi kedalam 5 bagian untuk pengukuran kadar
air pada setiap hari pengukuran tingkat kekerasan kuliah buah. Untuk
pengukuran ini, sebanyak 3 buah kakao untuk setiap kali pengukuran
dilakukan.
7. Ketiga buah kakao di atas dipecah kulit buahnya, kemudian diambil
sampel pada bagian pangkal, tengah dan ujung dengan ukuran sekitar 2x2
cm untuk dijadikan sampel pengukuran kadar air kulit buah. Pengukuran
kadar air dilakukan dengan metode oven (105 oC selama 72 jam).
8. Dari ketiga buah yang sama, pulp sampel biji kakao pada bagian pangkal,
tengah dan ujung dibersihkan untuk kemudian ditimbang dan dioven
(105 oC selama 72 jam) untuk mendapatkan kadar air biji.
9. Mengulang prosedur di atas untuk setiap penundaan waktu pengukuran 3,
6, 9, 12 hari.
10. Mengulang prsedur di atas untuk kakao yang dipanen tepat waktu (pada
hari panen).
11. Mengolah data untuk mengetahui rata-rata tingkat kekerasan kulit buah,
kadar air kulit buah dan biji buah kakao.
3.4 Parameter Pengamatan
Adapun parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Tingkat kekerasan
2. Kadar air kulit buah
3. Kadar air biji
3.4.1 Pengukuran Tingkat Kekerasan
Mengukur tingkat kekerasan kulit buah pada bagian pangkal,
tengah, ujung dengan menggunakan alat Texture Analyzer yang ada
di Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian
Universitas Hasanuddin.
3.4.2 Pengukuran Kadar Air Kulit Buah dan Biji Kakao
KABB (%) =
x 100% ................... (1)
Keterangan:
KABB: Kadar Air Basis Basah (%)
3.4.3 Diagram Alir Penelitian
Gambar 1. Bagan alir penelitian
Mensurvei dan menetapkan kebun kakao yang akan menjadi target sampel penelitian
Memilih 20 pohon yang berbeda namun memiliki postur yang relative seragam.
Memanen 20 buah kakao yang berumur sekitar satu minggu sebelum siap panenyang berada pada batang utama dari ke 20 pohon sampel.
Mengambil kulit buah dan biji kakao masing-masing pada bagian pangkal, tengah dan ujung
Mengukur tingkat kekerasan
Mengoperasikan alat teksture analyzer
Data Force, Distance dan Time
Mengkonversi hasil grafik
Mengukur berat awal kulit buah dan biji kakao dan memasukkan ke oven dengan suhu 105 0C selama 72 jam
Pengukuran Berat Akhir
Selesai
Mulai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen
Hasil pengamatan terhadap perilaku kadar air kulit buah dan biji kakao
terhadap buah yang dipanen satu minggu sebelum hari panen disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest)
Gambar 2 menunjukkan perubahan kadar air kulit buah dan kadar air biji
pada saat dilakukan penundaan pengukuran selama 3, 6, 9, dan 12 hari setelah
hari pemetikan buah. Pola penurunan kadar air baik untuk kulit buah maupun
biji mengikuti pola linear dengan nilai R2 yang cukup tinggi yakni 0.939.
Kadar air awal kulit buah sekitar 85%, sedangkan kadar air awal biji sekitar
55%. Kadar air yang dicapai setelah penundaan pengukuran selama 12 hari
setelah pemetikan mencapai 70% untuk kulit buah dan 50% untuk biji.
Informasi lainnya yang diperoleh adalah kadar air kulit buah dan biji memiliki
penurunan sepanjang waktu penundaan pengukuran. Penurunan kadar air kulit
buah dan biji kakao ini disebabkan oleh waktu penundaan hari pengukuran.
Semakin lama waktu penundaan pengukuran, maka semakin rendah pula kadar
air kulit buah dan biji kakao.
y = -1.147x + 85.74R² = 0.954
y = -0.404x + 55.56R² = 0.939
30
40
50
60
70
80
90
0 3 6 9 12
KABB
(%)
Waktu Tunda (Hari)
KA-bb Klt
KA-Bb Biji
Hasil pengukuran pada Gambar 3 menunjukkan hasil pengamatan
terhadap perilaku kadar air kulit buah dan biji kakao terhadap buah yang
dipanen pada saat hari panen.
Gambar 3. Kadar Air Saat Panen
Gambar 3 juga menunjukkan perubahan kadar air kulit buah dan biji
pada saat dilakukan penundanaan pengukuran selama 3, 6, 9, dan 15 hari
setelah hari pemetikan buah. Pola penurunan untuk kulit buah mengikuti pola
linear dengan nilai R2 yang cukup tinggi yakni 0.868. Sedangkan kadar air
untuk biji terlihat stabil dengan nilai R2 yakni 0.051. Kadar air awal kulit buah
sekitar 82%, sedangkan kadar air biji sekitar 41%. Kadar air dicapai setelah
penundaan pengukuran selama 15 hari setelah pemetikan mencapai 75% untuk
kulit buah dan 41% untuk biji. Informasi lainnya yang diperoleh adalah kadar
air kulit buah menurun sepanjang waktu penundaan pengukuran. Sedangkan
untuk kadar air biji terlihat cukup stabil selama hari penundaan.
Dilihat dari kedua Gambar di atas, kadar air kulit buah kakao baik
7 hari sebelum panen maupun saat panen memiliki pola yang sama yaitu pola
linear dengan nilai masing-masing R2 sama dengan 0.954 dan 0.868. Akan
tetapi, kadar air kulit buah sebelum panen memiliki penurunan yang cukup
cepat dibandingkan kadar air kulit buah saat panen. Untuk kadar air biji, kadar
air biji sebelum panen memiliki pola linear dengan nilai R2 yakni 0.939 dan
terlihat terjadi penurunan selama hari penundaan pengukuran, sedangkan
y = -0.533x + 82.7R² = 0.868
y = 0.041x + 41.79R² = 0.051
30
40
50
60
70
80
90
0 3 6 9 12 15
KABB
(%)
Waktu Tunda (Hari)
KA-bb Klt
KA-Bb Biji
untuk kadar air biji saat panen, tidak ada hubungan linear. Selain itu tidak
terjadi penurunan kadar air dan tampak terlihat cukup stabil selama hari
penundaan dengan nilai R2 yakni 0.051.
B. Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen
Hasil pengukuran untuk perilaku tingkat kekerasan satu minggu
sebelum panen dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen (early harvest)
Gambar 4 menunjukkan perilaku dan perubahan tingkat kekerasan
ketika dilakukan penundaan waktu pengkuran selama 0, 3, 6, 9, dan 12 hari
setelah hari pemetikan buah. Pada Gambar ini dapat kita lihat pola yang yang
diikuti yaitu pola kuadratik. Pengukuran tingkat kekerasan yang tertinggi
terjadi pada 6 hari setelah waktu penundaan dengan nilai rata-rata F(N) yakni
26.747. Sedangkan untuk pengukuran tingkat kekerasan terendah terjadi pada
12 hari setelah waktu penundaan dengan nilai rata-rata F(N) yakni 17.231.
Hasil pengukuran untuk perilaku tingkat kekerasan saat hari panen
dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar ini menunjukkan perilaku dan
perubahan tingkat kekerasan ketika dilakukan penundaan waktu pengkuran
selama 0, 3, 6, 9, dan 15 hari setelah hari pemetikan buah.
0
5
10
15
20
25
30
0 3 6 9 12
Ting
kat K
eker
asan
F(N
)
Waktu Tunda (Hari)
Tingkat kekerasan
Gambar 5. Tingkat Kekerasan Saat Panen
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa pengukuran yang dilakukan
pada saat penundaan 0 sampai dengan 9 hari memperoleh hasil tingkat
kekerasan yang cukup stabil dengan nilai F(N) rata-rata 24. Akan tetapi,
setelah terjadi penundaan yang cukup lama yaitu 15 hari, terjadi kenaikan
tingkat kekerasan yang cukup drastis dengan nilai F(N) yakni 58.578.
Kenaikan tingkat kekerasan ini disebabkan karena hari penundaan yang lama.
Hal ini juga dapat kita lihat pada perubahan warna kulit buah kakao yang
berubah menjadi agak kecoklatan setelah waktu penundaan 15 hari.
Dilihat dari Gambar 4 dan 5, tingkat kekerasan pada saat panen terlihat
lebih tinggi dibanding dengan tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen, dimana
tingkat kekerasan yang paling tertinggi ditunjukkan pada saat panen dengan
waktu penundaan pengukuran selama 15 hari dengan nilai F(N) yaitu 58.578,
sedangkan tingkat kekerasan yang teringgi ditunjukkan sebelum panen dengan
waktu penundaan pengukuran selama 6 hari dengan nilai F(N) yaitu 26.747.
Pola yang diikuti dari tingkat kekerasan sebelum panen yaitu pola kuadratik,
sedangkan pada tingkat kekerasan pada saat panen dapat dilihat cenderung
stabil mulai dari hari 0 sampai dengan hari 9, akan tetapi pada saat penundaan
pengukuran yang cukup lama yaitu selama 15 hari, tingkat kekerasannya
meningkat drastis. Hal ini disebabkan karena buah sudah mengalami
perubahan warna menjadi kecoklatan yang kemungkinan besar menjadi
penyebab meningkatnya tingkat kekerasan kulit buah.
0
10
20
30
40
50
60
70
0 3 6 9 15
Ting
kat K
eker
asan
F (N
)
Waktu Tunda (Hari)
Tingkat Kekerasan
C. Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging 7 Hari Buah Sebelum Panen (early harvest) dan Saat Panen
Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah sebelum
buah (pangkal, tengah, ujung) dapat kita lihat pada Gambar 6. Pada gambar ini
ditunjukkan hubungan tingkat kekerasan kulit buah antara pangkal, tengah,
ujung dengan masing-masing 5 sampel buah yang dilakukan pengukuran.
Gambar 6. Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging Buah 7 Hari Sebelum Panen (early harvest)
Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa bagian tengah buah kakao
cenderung memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada bagian
pangkal dan ujung buah. Untuk tingkat kekerasan yang lebih rendah
ditunjukkan pada bagian ujung. Akan tetapi, setelah dilakukan penundaan
waktu pengukuran, tingkat kekerasan pada bagian ujung terlihat meningkat
dan dapat kita lihat pada hari ke-9. Pada bagian pangkal, tingkat kekerasan
yang tertinggi diperoleh pada hari ke-6 dengan nilai F(N) yakni 26.701 dan
tingkat kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-12 dengan nilai F(N)
yakni 16.063. Pada bagian tengah, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh
pada hari ke-6 dengan nilai F(N) yakni 27.998 dan tingkat kekerasan yang
terendah diperoleh pada hari ke-12 dengan nilai F(N) yakni 16.967. Pada
bagian ujung, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada hari ke-9
dengan nilai F(N) yakni 28.089 dan tingkat kekerasan yang terendah diperoleh
pada saat tidak dilakukan penundaan pengukuran dengan nilai F(N)
yakni 17.589.
0
5
10
15
20
25
30
0 3 6 9 12
Ting
kat K
eker
asan
F(N
)
Waktu Tunda (Hari)
Pangkal
Tengah
Ujung
Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah sebelum
buah (pangkal, tengah, ujung) dapat kita lihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7
ditunjukkan hubungan tingkat kekerasan kulit buah antara pangkal, tengah,
ujung dengan masing-masing 5 sampel buah yang dilakukan pengukuran.
Gambar 7. Tingkat Kekerasan Sepanjang Daging Buah Saat Panen
Pada gambar tersebut dapat kita lihat bahwa bagian tengah buah kakao
cenderung memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada bagian
pangkal dan ujung buah. Untuk tingkat kekerasan yang lebih rendah
ditunjukkan pada bagian ujung. Pada bagian pangkal, tingkat kekerasan yang
tertinggi diperoleh pada hari ke-15 dengan nilai F(N) yakni 62.105 dan tingkat
kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-3 dengan nilai F(N) yakni
22.222. Pada bagian tengah, tingkat kekerasan yang tertinggi diperoleh pada
hari ke-15 dengan nilai F(N) yakni 64.529 dan tingkat kekerasan yang
terendah diperoleh pada saat tidak dilakukan waktu penundaan pengukuran
dengan nilai F(N) yakni 23.819. Pada bagian ujung, tingkat kekerasan yang
tertinggi diperoleh pada hari ke-15 dengan nilai F(N) yakni 49.102 dan tingkat
kekerasan yang terendah diperoleh pada hari ke-9 dengan nilai F(N)
0
10
20
30
40
50
60
70
0 3 6 9 15
Ting
kat K
eker
asan
F(N
)
Waktu Tunda (Hari)
Pangkal
Tengah
Ujung
yakni 20.086. Pada hari ke-15 dengan bagian pangkal, tengah, maupun ujung,
memiliki tingkat kekerasan yang cukup tinggi dibanding dengan sampel yang
lainnya karena disebabkan oleh penundaan pengukuran yang cukup lama yaitu
15 hari.
Dilihat dari Gambar 6 dan 7, tingkat kekerasan pada saat panen terlihat
lebih tinggi dibanding dengan tingkat kekerasan sebelum panen. Dimana
tingkat kekerasan yang paling tertinggi ditunjukkan pada saat panen dengan
waktu penundaan pengukuran selama 15 hari dengan nilai F(N) yaitu 64.529,
sedangkan tingkat kekerasan yang teringgi ditunjukkan sebelum panen dengan
waktu penundaan pengukuran selama 9 hari pada dengan nilai F(N) yaitu
28.089. Dari kedua gambar tersebut dapat juga kita lihat bahwa rata-rata
tingkat kekerasan pada bagian tengah lebih tinggi dibanding dengan bagian
pangkal dan ujung, baik itu pada saat sebelum panen maupun saat panen dan
bagian yang memiliki rata-rata tingkat kekerasan yang terendah yakni bagian
ujung.
D. Hubungan Kadar Air Dengan Tingkat Kekerasan 7 Hari Sebelum Panen(early harvest) dan Saat Panen
Hubungan antara tingkat kekerasan daging buah dengan kadar air
daging buah untuk perlakuan pemanenan satu minggu sebelum hari panen
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dengan Kadar Air 7 Hari Sebelum Panen (early harvest)
0
5
10
15
20
25
30
70 75 80 85 90
Ting
kat K
eker
asan
F(N
)
Kadar Air (%)
Kadar Air vs Tingkat Kekerasan
Gambar ini menunjukkan bahwa tingkat kekerasan memiliki pola yang
mendekati kuadratik sejalan dengan perubahan kadar air. Tingkat kekerasan
tertinggi dicapai pada kadar air sekitar 80% yang terjadi pada penundaan
pengukuran selama 6 hari. Tingkat kekerasan ini menurun pada penundaan
pengukuran selama 9 dan 12 hari.
Hubungan antara tingkat kekerasan daging buah dengan kadar air
daging buah untuk perlakuan pada saat hari panen disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan Antara Tingkat Kekerasan dengan Kadar Air SaatPanen
Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa perubahan kadar air terlihat
stabil, akan tetapi setelah penundaan pengukuran selama 15 hari, tingkat
kekerasan meningkat pada kadar air sekitar 76%.
Dilihat dari kedua gambar di atas menunjukkan bahwa hubungan
antara tingkat kekerasan dangan kadar air saat panen memiliki nilai lebih
tinggi dibanding dengan hubungan antara tingkat kekerasan dangan kadar air
sebelum panen. Pada saat panen menunjukkan bahwa semakin rendah kadar
air maka tingkat kekerasan semakin tinggi. Begitu juga pula pada saat sebelum
panen, mestinya menunjukkan hal yang sama tetapi gambar tersebut
mengikuti pola kuadratik.
0
10
20
30
40
50
60
70
74 76 78 80 82 84 86
Ting
kat K
eker
asan
F(N
)
Kadar Air (%)
Tingkat Kekerasan vs KA
V. KESIMPULAN
1. Perubahan tingkat kekerasan daging buah untuk buah yang dipanen lebih
awal menunjukkan pola kuadratik sepanjang penundaan waktu pengukuran
(waktu pemecahan kulit).
2. Penundaan waktu pemecahan kulit untuk kakao yang dipanen tepat waktu
menunjukkan pengaruh yang sangat siginifikan pada saat hari pemecahan
kulit ditunda selama 15 hari. Penudaan yang kurang dari 15 hari tidak
menunjukkan pengaruh yang berarti. Pola ini sejalan dengan pola perubahan
kadar air daging buah dimana penundaan 15 hari menyebabkan penurunan
kadar air daging buah yang signifikan.
3. Pola tingkat kekerasan sepanjang daging buah menunjukkan bahwa tingkat
kekerasan tertinggi dijumpai pada bagian tengah buah.
4. Semakin lama waktu penundaan pengukuran maka semakin tinggi pula
tingkat kekerasan kulit buah kakao. Hal ini disebabkan karena kadar air
daging buah kakao semakin menurun selama waktu penundaan pengukuran.
5. Jangan menyimpan buah kakao lebih dari 9 hari karena dapat mengakibatkan
tingkat kekerasan semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012a. Standar Operasional Fermentasi Kakao. http://prima tani. litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2012.
Anonim, 2012b. Standar Mutu Biji Kakao. http://agribisnis.net/pustaka/standarmutu kakao. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2012.
Anonim, 2012c. Proses cara pengolahan biji kakao menjadi coklat. http://proses-cara-pengolahan-biji-kakao. Diakses pada tanggal 7Oktober 2012.
J. Spillane, James Dr. 1995. Komoditi Kakao (Peranannya dalam Perekonomian) Kanisius. Yogyakarta.
Poedjiwidodo, Gembong. 1996. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Siregar, Tumpal., Slamet Riyadi., Laeli Nuraeni. 1989. Budidaya, pengolahan, dan pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siswoputranto, P. S. 1983). Budidaya dan Pengolahan Coklat. Balai Penelitian Bogor, Sub Balai Penelitian Budidaya, Jember.
Susanto, Hatta. 1994. Cokelat Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius Yogyakarta.
Wahyudi, T. T.R Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air 7 hari sebelum panen
Tanggal pengamatan Sampel BagianBerat sebelum di oven
Berat total (gr) Berat kasa (gr) Berat basa (gr)
21/11/2012
A
pangkal 3.037 0.748 2.289tengah 2.773 0.758 2.015ujung 3.412 0.742 2.670biji 7.708 0.701 7.007
B
pangkal 4.317 1.029 3.288tengah 3.688 0.761 2.927ujung 3.000 0.718 2.282biji 7.099 0.695 6.404
C
pangkal 4.502 0.629 3.873tengah 5.333 0.783 4.550ujung 4.456 0.740 3.716biji 5.634 0.651 4.983
23/11/2012
D
pangkal 4.071 0.721 3.350tengah 3.580 0.750 2.830ujung 3.361 0.720 2.641biji 7.060 0.750 6.310
E
pangkal 6.143 0.772 5.371tengah 4.378 0.764 3.614ujung 5.551 0.780 4.771biji 6.995 0.780 6.215
F
pangkal 4.259 0.782 3.477tengah 4.935 0.698 4.237ujung 4.395 0.866 3.529biji 6.986 1.224 5.762
26/11/2012
G
pangkal 4.581 0.816 3.765tengah 5.205 0.777 4.428ujung 5.142 0.791 4.351biji 7.214 0.684 6.530
H
pangkal 4.057 0.732 3.325tengah 4.846 0.673 4.173ujung 4.838 0.675 4.163biji 6.431 0.766 5.665
I
pangkal 4.404 0.627 3.777tengah 4.619 0.630 3.989ujung 5.464 1.245 4.219biji 5.268 1.265 4.003
29/11/2012
J
pangkal 3.602 0.682 2.920tengah 4.353 0.733 3.620ujung 4.202 0.850 3.352biji 6.085 0.783 5.302
K
pangkal 5.091 0.735 4.356tengah 6.211 0.807 5.404ujung 4.514 0.723 3.791biji 7.485 0.832 6.653
L
pangkal 3.001 0.801 2.200tengah 3.402 0.599 2.803ujung 4.313 0.705 3.608biji 6.270 0.783 5.487
3/12/2012
M
pangkal 2.531 0.672 1.859tengah 4.282 1.244 3.038ujung 3.929 0.764 3.165biji 8.714 0.684 8.030
N
pangkal 3.509 0.626 2.883tengah 3.507 0.775 2.732ujung 3.190 0.628 2.562biji 8.159 0.790 7.369
O
pangkal 4.320 0.730 3.590tengah 3.599 0.815 2.784ujung 4.557 1.650 2.907Biji 7.410 0.671 6.739
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 1. Lanjutan
Tanggal pengamatan
Sampel BagianBerat sesudah di oven
KADAR AIRBerat
total (gr)Berat kasa (gr)
Berat kering (gr)
26/11/2012
A
pangkal 1.118 0.745 0.373 83.705tengah 1.101 0.755 0.346 82.829ujung 1.202 0.740 0.462 82.697biji 4.761 0.697 4.064 42.001
B
pangkal 1.565 1.206 0.359 89.082tengah 1.230 0.758 0.472 83.874ujung 1.085 0.715 0.370 83.786biji 3.249 0.684 2.565 59.947
C
pangkal 1.270 0.626 0.644 83.372tengah 1.416 0.778 0.638 85.978ujung 1.284 0.737 0.547 85.280biji 2.439 0.646 1.793 64.018
26/11/2012
D
pangkal 1.241 0.723 0.518 84.537tengah 1.224 0.752 0.472 83.322ujung 1.186 0.723 0.463 82.469biji 3.648 0.751 2.897 54.089
E
pangkal 1.656 0.775 0.881 83.597tengah 1.391 0.766 0.625 82.706ujung 1.576 0.782 0.794 83.358biji 3.696 0.781 2.915 53.097
F
pangkal 1.411 0.782 0.629 81.910tengah 1.429 0.698 0.731 82.747ujung 1.561 0.865 0.696 80.278biji 3.811 1.225 2.586 55.120
29/11/2012
G
pangkal 1.459 0.812 0.647 82.815tengah 1.640 0.774 0.866 80.443ujung 1.632 0.787 0.845 80.579biji 4.285 0.681 3.604 44.809
H
pangkal 1.344 0.730 0.614 81.534tengah 1.368 0.670 0.698 83.273ujung 1.446 0.672 0.774 81.408biji 2.982 0.763 2.219 60.830
I
pangkal 1.451 0.625 0.826 78.131tengah 1.466 0.631 0.835 79.067ujung 2.202 1.243 0.959 77.269biji 3.015 1.264 1.751 56.258
3/12/2012
J
pangkal 1.445 0.678 0.767 73.733tengah 1.529 0.725 0.804 77.790ujung 1.622 0.846 0.776 76.850biji 3.913 0.775 3.138 40.815
K
pangkal 1.676 0.726 0.950 78.191tengah 1.998 0.797 1.201 77.776ujung 1.646 0.712 0.934 75.363biji 3.395 0.820 2.575 61.296
L
pangkal 1.426 0.791 0.635 71.136tengah 1.291 0.588 0.703 74.920ujung 1.603 0.694 0.909 74.806biji 3.308 0.771 2.537 53.763
7/12/2012
M
pangkal 1.441 0.674 0.767 58.741tengah 2.129 1.245 0.884 70.902ujung 1.688 0.767 0.921 70.900biji 4.804 0.685 4.119 48.705
N
pangkal 1.438 0.626 0.812 71.835tengah 1.670 0.776 0.894 67.277ujung 1.525 0.629 0.896 65.027biji 4.523 0.790 3.733 49.342
O
pangkal 1.402 0.731 0.671 81.309tengah 1.399 0.815 0.584 79.023ujung 2.055 1.265 0.790 72.824biji 3.840 0.669 3.171 52.946
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 2. Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji 7 hari sebelum panen
Tanggal pengukuran Hari Petik KA-bb Klt KA-Bb Biji21/11/12 0 84.511 55.32123/11/12 3 82.769 54.10126/11/12 6 80.502 53.96529/11/12 9 75.618 51.9573/12/12 12 70.871 50.330
Lampiran 3. Hasil pengukuran kadar air saat panen
Tanggal pengamatan Sampel Bagian
Berat sebelum di ovenBerat total (gr) Berat kasa (gr) Berat basa (gr)
11/12/2012
A
pangkal 5.156 0.721 4.435tengah 7.408 1.246 6.162ujung 4.382 0.664 3.718biji 8.176 1.224 6.952
B
pangkal 3.925 0.761 3.164tengah 4.239 0.611 3.628ujung 3.698 0.615 3.083biji 7.561 0.767 6.794
C
pangkal 4.651 0.658 3.993tengah 4.706 0.800 3.906ujung 3.352 0.656 2.696biji 5.644 0.775 4.869
14/12/2012
D
pangkal 3.636 1.034 2.602tengah 3.126 0.765 2.361ujung 3.699 0.700 2.999biji 8.708 0.748 7.960
E
pangkal 3.474 0.707 2.767tengah 3.802 0.722 3.080ujung 3.016 0.736 2.280biji 6.265 0.752 5.513
F
pangkal 4.719 0.761 3.958tengah 4.694 0.765 3.929ujung 3.907 0.764 3.143biji 6.064 0.738 5.326
18/12/2012
G
pangkal 5.628 0.657 4.971tengah 5.199 0.799 4.400ujung 3.926 0.658 3.268biji 6.918 0.774 6.144
H
pangkal 5.449 0.722 4.727tengah 7.599 1.250 6.349ujung 5.363 0.669 4.694biji 7.182 1.230 5.952
I
pangkal 4.956 0.615 4.341tengah 3.640 0.613 3.027ujung 3.860 0.762 3.098biji 8.442 0.769 7.673
21/12/2012
J
pangkal 5.836 0.744 5.092tengah 5.382 0.740 4.642ujung 7.450 0.715 6.735biji 10.155 1.027 9.128
K
pangkal 5.105 0.729 4.376tengah 4.227 0.759 3.468ujung 2.582 0.755 1.827biji 5.046 0.759 4.287
L
pangkal 2.719 0.730 1.989tengah 2.067 0.693 1.374ujung 2.226 0.699 1.527biji 10.212 0.758 9.454
26/12/2012
M
pangkal 3.267 0.686 2.581tengah 3.425 0.693 2.732ujung 3.228 0.751 2.477biji 6.824 0.723 6.101
N
pangkal 3.966 0.723 3.243tengah 3.604 0.748 2.856ujung 3.835 0.752 3.083biji 6.173 0.752 5.421
O
pangkal 3.989 0.709 3.280tengah 4.809 0.738 4.071ujung 3.051 0.734 2.317biji 6.000 1.021 4.979
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 3. Lanjutan
Tanggal pengamatan Sampel Bagian
Berat sesudah di ovenKadar
AirBerat total (gr)
Berat kasa (gr)
Berat kering (gr)
26/11/2012
A
pangkal 1.386 0.722 0.664 85.028tengah 2.138 1.250 0.888 85.589ujung 1.312 0.668 0.644 82.679Biji 5.541 1.228 4.313 37.960
B
pangkal 1.221 0.760 0.461 85.430tengah 1.175 0.611 0.564 84.454ujung 1.135 0.614 0.521 83.101Biji 5.113 0.766 4.347 36.017
C
pangkal 1.332 0.657 0.675 83.095tengah 1.440 0.800 0.640 83.615ujung 1.187 0.656 0.531 80.304Biji 3.219 0.774 2.445 49.784
18/12/2012
D
pangkal 1.485 1.037 0.448 82.782tengah 1.207 0.769 0.438 81.449ujung 1.280 0.702 0.578 80.727Biji 5.543 0.751 4.792 39.799
E
pangkal 1.193 0.710 0.483 82.544tengah 1.276 0.726 0.550 82.143ujung 1.168 0.739 0.429 81.184biji 3.937 0.755 3.182 42.282
F
pangkal 1.395 0.764 0.631 84.058tengah 1.490 0.769 0.721 81.649ujung 1.493 0.768 0.725 76.933biji 3.856 0.736 3.120 41.419
21/12/2012
G
pangkal 1.652 0.655 0.997 79.944tengah 1.833 0.799 1.034 76.500ujung 1.479 0.657 0.822 74.847biji 3.734 0.774 2.960 51.823
H
pangkal 1.604 0.721 0.883 81.320tengah 2.500 1.249 1.251 80.296ujung 1.806 0.667 1.139 75.735biji 5.012 1.228 3.784 36.425
I
pangkal 1.445 0.614 0.831 80.857tengah 1.313 0.612 0.701 76.842ujung 1.529 0.762 0.767 75.242biji 5.160 0.767 4.393 42.747
27/12/2012
J
pangkal 1.369 0.630 0.739 85.487tengah 1.440 0.726 0.714 84.619ujung 1.279 0.700 0.579 91.403biji 6.395 1.011 5.384 41.017
K
pangkal 1.271 0.715 0.556 87.294tengah 1.455 0.744 0.711 79.498ujung 1.235 0.741 0.494 72.961biji 3.063 0.744 2.319 45.906
L
pangkal 1.318 0.718 0.600 69.834tengah 1.231 0.683 0.548 60.116ujung 1.281 0.687 0.594 61.100biji 6.339 0.749 5.590 40.872
30/12/2012
M
pangkal 1.275 0.687 0.588 77.218tengah 1.327 0.693 0.634 76.794ujung 1.323 0.751 0.572 76.908biji 4.304 0.723 3.581 41.305
N
pangkal 1.641 0.723 0.918 71.693tengah 1.489 0.747 0.742 74.020ujung 1.577 0.751 0.826 73.208biji 3.706 0.751 2.955 45.490
O
pangkal 1.354 0.709 0.645 80.335tengah 1.618 0.739 0.879 78.408ujung 1.340 0.733 0.607 73.802biji 4.097 1.020 3.077 38.200
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 4. Hasil pengukuran rata-rata KABB (%) kulit buah dan KABB (%) biji saat panen
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Tanggal pengukuran Hari Petik KA-Bb Klt KA-Bb Biji11/12/2012 0 83.699 41.25314/12/2012 3 81.496 41.16618/12/2012 6 77.953 43.66421/12/2012 9 76.923 42.59827/12/2012 15 75.820 41.664
Lampiran 5. Hasil pengukuran tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen
Tanggal pengamatan Sampel Bagian F (kg) F(N) D (mm) T (dtk)
20/11/2012
APangkal 2.268 22.680 3.828 1.915Tengah 2.792 27.922 1.909 0.955Ujung 1.925 19.257 2.688 1.345
BPangkal 2.079 20.799 1.729 0.865Tengah 2.268 22.683 2.019 1.010Ujung 0.094 0.940 3.348 1.675
CPangkal 2.645 26.452 2.818 1.410Tengah 2.840 28.406 1.719 0.860Ujung 2.467 24.672 3.468 1.735
DPangkal 3.029 30.290 2.768 1.385Tengah 2.605 26.058 1.409 0.705Ujung 2.340 23.403 3.768 1.885
EPangkal 2.234 22.344 3.068 1.535Tengah 2.973 29.737 2.098 1.050Ujung 1.967 19.675 3.348 1.675
23/11/2012
APangkal 2.677 26.770 4.098 2.056Tengah 2.434 24.345 2.608 1.305Ujung 2.585 25.852 4.398 2.200
BPangkal 1.850 18.503 3.338 1.670Tengah 2.459 24.594 2.718 1.360Ujung 1.988 19.880 3.098 1.550
CPangkal 2.644 26.444 2.378 1.990Tengah 2.576 25.761 1.489 0.745Ujung 2.547 25.471 2.468 1.235
DPangkal 2.740 27.401 2.578 1.290Tengah 3.329 33.294 1.809 0.905Ujung 2.515 25.158 3.758 1.880
EPangkal 2.728 27.283 3.438 1.720Tengah 3.047 30.478 2.448 1.225Ujung 2.402 24.027 2.998 1.500
26/11/2012
APangkal 2.324 23.244 4.488 2.245Tengah 2.463 24.632 4.448 2.225Ujung 2.397 23.972 3.218 1.610
BPangkal 2.925 29.251 4.458 2.230Tengah 2.535 25.354 4.518 2.260Ujung 2.370 23.702 3.568 1.785
CPangkal 2.878 28.784 2.328 1.165Tengah 2.888 28.889 1.779 0.890Ujung 2.539 25.394 2.838 1.420
DPangkal 2.955 29.550 2.248 1.125Tengah 3.368 33.680 1.979 0.990Ujung 2.874 28.749 2.838 1.420
EPangkal 2.267 22.677 3.798 1.900Tengah 2.743 27.437 3.778 1.890Ujung 2.590 25.904 3.768 1.885
29/11/2012
APangkal 1.863 18.633 4.498 2.480Tengah 2.148 21.488 3.858 1.930Ujung 4.050 40.508 4.808 2.405
BPangkal 2.278 22.786 4.468 2.235Tengah 2.435 24.350 3.798 1.900Ujung 2.345 23.459 3.948 1.975
CPangkal 2.932 29.320 2.758 1.380Tengah 2.995 29.954 2.488 1.245Ujung 2.744 27.448 2.888 1.445
DPangkal 2.418 24.189 2.498 1.250Tengah 3.018 30.186 2.368 1.185Ujung 2.263 22.630 2.278 1.140
EPangkal 0.816 8.167 5.000 2.505Tengah 1.116 11.164 5.000 2.505Ujung 2.640 26.404 3.718 1.860
3/12/2012
APangkal 3.666 36.661 2.658 1.330Tengah 1.895 18.953 4.168 2.085Ujung 3.406 34.066 4.058 2.030
BPangkal 0.742 7.427 5.000 2.510Tengah 1.288 12.885 3.168 1.585Ujung 0.729 7.295 1.499 0.750
CPangkal 0.979 9.798 1.669 0.835Tengah 2.957 29.578 3.758 1.880Ujung 2.780 27.803 4.448 2.225
DPangkal 1.621 16.216 5.000 2.510Tengah 1.104 11.046 5.000 2.515Ujung 1.448 14.480 5.000 2.515
EPangkal 1.021 10.216 3.768 1.885Tengah 1.237 12.377 4.728 2.365Ujung 0.967 9.676 4.458 2.230
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 6. Hasil pengukuran rata-rata tingkat kekerasan 7 hari sebelum panen
BagianRata-rata F(N)
1 (20/11/2012) 2 (23/11/2012) 3 (26/11/2012) 4 (26-11-2012) 5 (3/12/2012)Pangkal 24.513 25.280 26.701 20.619 16.063Tengah 26.961 27.694 27.998 23.428 16.967Ujung 17.589 24.077 25.544 28.089 18.664rata-rata 23.021 25.684 26.747 24.045 17.231
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 7. Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda 7 hari sebelum panen
Waktu tunda (hari)
Tingkat kekerasanF(N)
0 23.021
3 25.684
6 26.7479 24.045
12 17.231Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 8. Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah
Waktu tunda (hari) Pangkal Tengah Ujung
0 24.513 26.961 17.5893 25.280 27.694 24.0776 26.701 27.998 25.5449 20.619 23.428 28.089
12 16.063 16.967 18.664Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 9. Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB (%)
KA BB F(N)Rata-rata tingkat kekerasan F(N)
84.511 23.02182.769 25.68480.502 26.74775.618 24.04570.870 17.231
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 10. Hasil pengukuran tingkat kekerasan saat panenTanggal
pengamatan Sampel Bagian F (kg) F(N) D (mm) T (dtk)
11/12/2012
APangkal 2.275 22.754 1.709 0.855Tengah 2.138 21.389 1.309 0.655Ujung 2.287 22.879 2.428 1.215
BPangkal 2.362 23.628 5.000 2.505Tengah 2.404 24.047 1.719 0.860Ujung 2.656 26.561 2.638 1.320
CPangkal 3.010 30.109 1.968 0.985Tengah 2.788 27.885 1.509 0.755Ujung 2.909 29.099 3.448 1.725
DPangkal 3.049 30.495 2.218 1.110Tengah 2.393 23.933 1.809 0.905Ujung 2.977 29.771 2.678 1.340
EPangkal 2.101 21.018 5.000 2.505Tengah 2.184 21.843 1.519 0.760Ujung 2.193 21.931 2.798 1.400
14/12/2012
APangkal 2.319 23.190 3.008 1.505Tengah 2.240 22.403 2.308 1.155Ujung 2.425 24.253 2.048 1.025
BPangkal 1.970 19.700 3.368 1.820Tengah 2.270 22.708 2.118 1.060Ujung 2.336 23.367 2.998 1.500
CPangkal 2.331 23.313 2.228 1.115Tengah 2.596 25.964 1.539 0.770Ujung 2.620 26.205 4.778 2.390
DPangkal 2.588 25.881 2.688 1.345Tengah 2.715 27.157 1.559 0.780Ujung 2.444 24.443 2.928 1.465
EPangkal 1.902 19.026 2.828 1.415Tengah 2.322 23.220 2.358 1.180Ujung 1.753 17.536 2.618 1.310
18/12/2012
APangkal 2.387 23.873 3.678 1.840Tengah 2.232 22.323 3.218 1.610Ujung 0.723 7.233 4.998 2.500
BPangkal 2.021 20.215 3.298 1.650Tengah 2.142 21.424 1.889 0.945Ujung 2.034 20.340 3.128 1.565
CPangkal 2.909 29.091 2.248 1.125Tengah 4.046 40.462 2.638 1.320Ujung 2.530 25.300 3.128 1.565
DPangkal 2.629 26.293 2.698 1.350Tengah 2.759 27.597 1.559 0.780Ujung 2.444 24.449 3.298 1.650
EPangkal 1.655 16.553 3.248 1.625Tengah 2.506 25.065 2.029 1.015Ujung 3.043 30.435 3.518 1.760
21/12/2012
APangkal 2.722 27.229 2.988 1.495Tengah 2.792 27.921 2.598 1.300Ujung 2.465 24.650 5.000 2.510
BPangkal 1.669 16.694 2.968 1.485Tengah 3.463 34.631 5.000 2.515Ujung 2.109 21.090 3.318 1.660
CPangkal 3.848 38.488 2.618 1.310Tengah 2.872 28.723 2.728 1.365Ujung 2.686 26.866 3.558 1.780
DPangkal 2.597 25.978 3.038 1.520Tengah 3.055 30.553 2.038 1.020Ujung 2.372 23.729 2.468 1.235
EPangkal 1.167 11.674 2.388 1.195Tengah 1.901 19.018 3.708 1.855Ujung 0.409 4.095 1.569 0.785
27/12/2012
APangkal 7.263 72.634 3.848 1.925Tengah 7.739 77.394 2.598 1.300Ujung 6.844 68.442 4.308 2.155
BPangkal 6.937 69.372 4.698 2.350Tengah 10.115 101.150 3.928 1.965Ujung 7.720 77.205 5.000 2.510
CPangkal 7.041 70.414 3.368 1.685Tengah 6.286 62.862 3.608 1.805Ujung 3.691 36.916 5.000 2.515
DPangkal 4.170 41.706 5.000 2.505Tengah 2.839 28.390 3.768 1.885Ujung 2.284 22.849 5.000 2.510
EPangkal 5.639 56.399 4.458 2.230Tengah 5.285 52.852 4.998 2.500Ujung 4.009 40.099 5.000 2.505
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 11. Hasil pengukuran rata-rata tingkat kekerasan saat panen
BagianRata-rata F(N)
1 (11/12/2012) 2 (14-12-2012) 3 (18-12-2012) 4 (21-12-2012) 5 (27-12-2012)Pangkal 25.600 22.222 23.205 24.012 62.105Tengah 23.819 24.290 27.374 28.169 64.529Ujung 26.048 23.160 21.551 20.086 49.102Rata2 25.156 23.224 24.043 24.089 58.578
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 12. Hubungan tingkat kekerasan dan waktu tunda saat panen
Waktu tunda (Hari)
Tingkat kekerasanF(N)
0 25.156
3 23.2246 24.0439 24.089
15 58.578Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 13. Hasil pengukuran tingkat kekerasan sepanjang daging buah
Waktu tunda (Hari) Pangkal Tengah Ujung0 25.600 23.819 26.0483 22.222 24.290 23.1606 23.205 27.374 21.5519 24.012 28.169 20.086
15 62.105 64.529 49.102Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 14. Hubungan antara tingkat kekerasan F(N) dan KABB (%)
KA BBRata-rata tingkat kekerasan F(N)
83.699 25.15681.496 23.22477.953 24.04376.923 24.08975.820 58.578
Sumber: Data primer setelah diolah, 2013
Lampiran 15. Foto Kegiatan Penelitian
1. Sampel Buah Kakao 2. Biji Kakao + Pulp
3. Biji Kakao Tanpa Pulp 4. Daging Buah
5. Oven 6. Biji Kering